proposal sigit
TRANSCRIPT
ANALISIS PAJAK REKLAME DALAM RANGKA MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan diartikan sebagai suatu proses perubahan yang
berlangsung secara terus-menerus dan bertahap, serta bertanggung
jawab dalam rangka kemajuan bangsa guna mencapai modernitas.
Penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan UU Nomor 32
Tahun 2004 memberikan implikasi berupa timbulnya kewenangan dan
kewajiban bagi daerah untuk melaksanakan berbagai urusan
pembangunan secara lebih mandiri untuk mengurus rumah tangganya
dalam upaya meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat
dan dengan terbentukya otonomi daerah adalah sesuai dengan
pelaksanaan asas desentralisasi yaitu asas penyerahan urusan
pemerintah dari pemerintah pusat keadaan daerah otonomi menjadi
urusan rumah tangganya.
Terkait dengan pelaksanaannya dalam mengurus rumah
tangganya sendiri pemerintah daerah diberikan keleluasan menghimpun
dana melalui berbagai upaya untuk meningkatkan pendapatan daerah
karena salah satu pendukung keberhasilan otonomi daerah yaitu terletak
pada kemampuan menyediakan dana guna membiayai penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan, untuk itu optimalisasi pendapatan daerah
merupakan upaya yang harus dilaksanakan sebagai perwujudan
tanggung jawab pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan rakyat.
Sehubungan dengan itu maka Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) haruslah disusun dengan baik dan dipertimbangan
1
dengan memperhatikan skala prioritas dan dalam pelaksanaannya harus
terarah pada sasaran dengan cara yang berdaya guna dan berhasil guna.
Di dalam menyelenggarakan segala kegiatan, pemerintah daerah
memiliki sumber-sumber pendapatan yang terdiri dari pendapatan asli
daerah sendiri. Salah satu sumber pendapatan daerah Kabupaten Bima
adalah pendapatan asli daerah, dan salah satu sumber pendapatan asli
daerah adalah pajak daerah yaitu kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan perundang-undangan, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pendapatan Asli Daerah itu sendiri merupakan pendapatan yang
diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan meliputi: hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan serta lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah.
Sebagai konsekuensi menjalankan otonomi daerah, maka
masing-masing daerah dituntut untuk berupaya meningkatkan sumber
pendapatan asli daerah agar mampu membiayai penyelenggaraan
pemerintah dan lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Upaya meningkatkan pendapatan asli daerah dapat dilakukan dengan
intensifikasi maupun ekstensifikasi yang salah satunya adalah dengan
meningkatkan efisiensi sumber daya dan sarana yang terbatas serta
meningkatkan efektivitas pemungutan yaitu dengan mengoptimalkan
potensi yang ada serta terus diupayakan menggali sumber-sumber
pendapatan yang baruyang potensinya memungkinkan sehingga dapat
2
memungut pajak atau retribusinya sesuai dengan undang-undang no 28
tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah.
Salah satu jenis pajak yang dipungut ooleh daerah yaitu pajak
reklame, pajak reklame itu sendiri merupakan atas penyelenggaraan
reklame, reklame adalah benda, alat, perbuatan atau media yang
menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial,
dipergunakan untuk diperkenalkan, menganjurkan atau memujikan suatu
barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca, dan
atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang dilakukan oleh
pemerintah.
Dengan berkembangnya teknologi, semakin banyak pula
perusahaan yang memproduksi suatu produk atau barang, hal ini perlu
disebar luaskan agar masyarakat lebih mengenal dan memakai barang
yang diproduksi oleh suatu perusahaan tersebut, oleh karna itu perlu
adanya suatu sarana untuk menyebar luaskan produk tersebut,
diantaranya adanya pemasangan papan reklame di daerah-daerah
khususnya di Kab.Bima, baik berupa reklame permanen maupun reklame
insidental.
Tetapi dari penerimaan pajak dan retribusi yang diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan asli daerah, maka yang terjadi tidaklah seperti
yang diharapkan, di kabupaten Bima hasil penerimaan pajak dan retribusi
diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil dan kurang
optimalnya penerimaan dari pajak reklame terhadap anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD) khususnya bagi daerah
kabupaten Bima sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi
dari pusat. Dalam hal ini, dana alokasi dari pusat tidak sepenuhnya dapat
di harapkan menutup seluruh kebutuhan pengeluaran daerah, oleh karna
3
itu pemberian peluang untuk mengenakan pengutan yang semula
diharapkan dapat meningkatkan penerimaan daerah. Dalam kenyataanya
tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan
pengeluaran tersebut.
Berdasarkan uraian di atas serta untuk membantu pemerintah
Kabupaten Bima dalam rangka usahanya memperbesar penerimaan
daerah yang akan digunakan untuk membiayai rumah tangganya, maka
dipandang perlu untuk mengadakan penelitian yang berjudul “ANALISIS
PAJAK REKLAME DALAM RANGKAMENINGKATKAN PENDAPATAN
ASLI DAERAH”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas, maka disimpulkan Identifikasi
masalahnya yaitu :
1. Rendahnya Kontribusi Pajak Reklame Dalam Rangka meningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Bima.
2. Kurang optimalnya penerimaan dari pajak reklame dalam rangka
meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bima.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut
diatas, maka dapat dibuat rumusan masalahnya sebagai berikut :
”Seberapa besar kontribusi pajak reklame dalam rangka meningkatkan
pendapatan asli daerah (PAD) di Kabupaten Bima selama tahun
anggaran 2005 sampai dengan 2009”
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
4
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui seberapa besar kontribusi retribusi Pajak reklame
secara umum dan prospek hasil penerimaan retribusi Pajak reklame
dan kaitannya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten
Bima.
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara Akademik
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan kebulatan studi
jenjang Sarjana (S1) pada program studi Manajemen Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima.
b. Secara praktiks
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan
bahan informasi/bacaan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
E. Asumsi Penelitian
1. Variabel bebas (X) dalam
penelitian ini adalah Pajak reklame
2. Variabel Terikat (Y) dalam
penelitian ini adalah Pendapatan asli Daerah (PAD)
5
F. Definisi Operasional Variabel
Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka dapat diuraikan
definisi operasional variabel sebagai berikut :
1. Pajak reklame adalah benda, alat, pembuatan atau media yang
menurut bentuk dan corak ragamnya untuk yujuan komersial,
dipergunakan untuk diperkenalkan, menganjurkan atau memujikan
suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat,
dibaca dan/ atau didengar dari suatu tempat oleh umum, kecuali yang
dilakukan oleh pemerintah.
2. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh
daerah dan dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan meliputi: hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah lainya yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendapatan Asli Daerah
Pemerintah Daerah berusaha mengembangkan dan
meningkatkan perannya dalam bidang ekonomi dan keuangan. Dalam
rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintah baik melalui administator pemerintah, pembangunan serta
pelayanan kepada masyarakat sekaligus upaya peningkatan stabilitas
politik dan kesatuan bangsa, maka pemberian otonomi dareah kepada
kabupaten dan kota yang nyata dan bertanggung jawab merupakan angin
segar yang harus kita sambut dengan positif. Dalam rangka
melaksanakan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab,
sektor pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting,
karena melalui sektor ini dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat
membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi
urusan rumah tangganya.
Dalam melaksanakan otonomi Daerah yang luas, nyata, dan
bertanggung jawab, salah satu syarat yang diperlukan adalah tersedianya
sumber-sumber pembiayaan, sumber pembiayaan tersebut disamping
sumber pembiayaan dari pemerintah diatasnya yaitu dana perimbangan
juga sumber dalam sendiri yaitu dari Pendapatan Asli Derah. Usaha untuk
menggali sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah, mengalami berbagai
kendala, baik dari segi keterbatasan sumber dana itu sendiri maupun dari
segi kemauan dan system pengelolaan serta administrasinya.
Sebagai mana diatur dalam undang-undang no 25 tahun 1999
tentang perimbangan pusat keuangan daerah, pendapatan Asli Daerah
(PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dari dalam
wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai
7
dengan Peraturan perundan-undangan yang berlaku (Abdul Halim,
2004 :108)
Walaupun terdapat peluang untuk meningkatkan pendapatan
Daerah, kesenjangan antara pengeluaran dan penerimaan daerah
sepertinya akan tetap besar selama kurun waktu mendatang.
Hal ini menjadi perhatian utama untuk menciptakan sistem yang
memadai mengenai penerimaan dareh yaitu dalam bentuk transfer dana
dari pusat ke Daerah.
Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan
desentralisasi adalah menurut pasal 5 dan 6 undang-undang No. 33
Tahun 2004, yaitu :
1. Pendapatan Asli Daerah
2. Dana Perimbangan
3. Lain-lain pendapatan Daerah
yang sah.
Salah satu wujud dari desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-
sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri
oleh daerah.
Jadi pengertian Pendapatan Asli Daerah adalah peneriaman yang
diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku (Krishna D. Danumurti dan Umbu Rauta, 2003 :
85-56)
B. Pajak Dan Retribusi Daerah
Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
adalah undang-undang No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
8
Retribusi Daerah sebagai mana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang No.28 Tahun 2009. Dalam undang-undang ini , yang dimaksud
dengan :
a. Daerah otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu
berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakasa sendiri berdasarkan asirasi masyarakat
dalam ikatan Negara Republik Kesatuan Indonesia.
b. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat
Daerah otonom yang lain sebagai badan Exekutif Daerah.
c. Kepala Daerah adalah Gubernur bagi Daerah Propinsi atau Bupati
bagi Daerah Kabupaten atau Walikota bagi Daerah Kota.
d. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang
Perpajakan Daerah dan/atau Retribusi Daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Peraturan Daerah adalah peraturan yang ditetakan oleh Kepala
Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
1. Pajak Daerah
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat
Soemitro, SH adalah sebagai berikut :
Pajak jika diartikan secara umum adalah iuran rakyat kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat diaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontra-restasi) yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-
unsur sebagai berikut :
9
a. Iuran dari Rakyat kepada
negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut
berupa uang (bukan barang).
b. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-
undang serta aturan Pelaksanaannya.
c. Tanpa jasa timbal atau
kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam embayaran ajak tidak dapat ditunjuk adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai
rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas.
Pengertian dari pajak daerah , yang selanjutnya disebut pajak
adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepala
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.
Fungsi Pajak, yaitu :
a. Fungsi Budgetair
Pajak sebagai sumber dana bagi emerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
b. Fungsi Mengatur
(regulerend)
10
Pajak sebagai alat untuk mengukur atau me]akan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
11
2. Syarat Pemungutan Pajak
Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat
sebagiai berikut :
1) Pemungutan Pajak harus adil (syarat keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum yakni mencapai keadilan, undang-
undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam
perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara
umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing. Sedang adil dalam peaksanaannya yakni dengan
membeikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan,
penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
majelis pertimbangan pajak.
2) Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang ( Syarat
Yuridis )
Di indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. hal ini
memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik
bagi negara maupun warganya.
3) Tidak mengganggu perekonomian ( Syarat Ekonomis )
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan
kelesuan perekonomian masyarakat.
4) Pemungutan pajak harus efisien ( Syarat Finansial )
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat
ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5) Sistim pemungutan pajak harus sederhana
12
Sistim pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan
mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang
perpajakan yang baru.
3. Teori-Teori Yang Mendukung
Pemungutan Pajak
Atas dasar apakah negara mempunyai hak untuk memungut
pajak. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan
justifikasi pemberian hak kepeda negara untuk memungut pajak.
Teori-teori tersebut antara lain :
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak
rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang
diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh
jaminan perlindungan tersebut.
b. Teori Kepentingan
Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada
kepentingan ( misalnya perlindungan ) masing-masing orang.
Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara,semakin
tinggi pajak yang harus dibayar.
c. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya
pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing
orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan 2 pendekatan
yaitu :
13
Unsur Objektif, dengan melihat besarnya
penghasilan atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
Unsur Subjektif, dengan memperhatikan
besarnya kebutuhan materil yang harus dipenuhi.
d. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat
harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai
suatu kewajiban.
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.
Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah
tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya
negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam
bentuk kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan
seluruh masyarakat lebih diutamakan.
4. Kedudukan Hukum Pajak
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH., Hukum Pajak
mempunyai kedudukan diantara hukum-hukum sebagai berikut :
a. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu
dengan individu lainnya.
b. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan
rakyatnya. Hukum ini dapat dirinci lagi sebagai berikut :
Hukum Tata Negara
Hukum Tata Usaha ( Hukum Administratif )
Hukum Pajak
14
Hukum Pidana
Dengan demikian kedudukan hukum pajak merupakan bagian
dai hukum publik. Dalam mempelajari bidang hukum, berlaku apa
yang disebut Lex Specialis derogat Lex Generalis, yang artinya
peraturan khusus lebih diutamakan daripada peraturan umum atau
jika sesuatu ketentuan belum atau tidak diatur dalam peraturan
khusus, maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan
umum.
Dalam hal ini peraturan khusus adalah hukum
pajak,sedangkan peraturan umum adalah hukum publik atau hukum
lain yang sudah ada sebelumnya.
Hukum pajak menganut paham imperatif, yakni
pelaksanaannya tidak dapat ditunda. Misalnya dalam hal pengajuan
keberatan, sebelum ada keputusan dari Direktur Jenderal Pajak
bahwa keberatan tersebut diterima, maka Wajib Pajak yang
mengajukan keberatan terlebih dahulu membayar pajak sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Beberapa dengan hukum pidana yang
menganut paham oportunitas, yakni pelaksanaanya dapat ditunda
setelah ada keputusan lain.
5. Hukum Pajak Materiil Dan Hukum Pajak
Formil
Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah ( fiscus )
selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2
macam hukum pajak yakni :
a. Hukum Pajak Materil, memuat norma-norma yang
menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum
15
yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak
(subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala
sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan
hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Contoh : Undang-Undang Pajak Penghasilan
b. Hukum Pajak Formil, memuat bentuk/tata cara untuk
mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara
melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara
lain :
1) Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang
pajak.
2) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para
Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang
menimbulkan utang pajak.
3) Kewajiban Wajib Pajak mislanya menyelenggarakan
pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya
mengajukan keberatan dan banding.
Contoh : Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
6. Pengelompokan Pajak
a. Menurut Golongannya
1) Pajak Langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan
2) Pajak Tidak Langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
16
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai
17
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan
pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan
2) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya,
tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
c. Menurut Lembaga Pemungutnya
1) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, dan Bea Materai.
2) Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak terdiri atas :
Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor.
Pajak Kabupaten / Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak
Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak
Penerangan Jalan.
18
7. Tata Cara Pemungutan Pajak
a. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel :
1) Stelsel nyata ( riel stelsel )
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang
nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan
atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah
pajak yang dikenakan lebih realistis.
2) Stelsel anggapan (fictieve stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang
diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu
tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga
pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak
yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini
adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa
harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya
adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan
yang sesungguhnya.
3) Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan
stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun
besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang
sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut kenyataan lebih
besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak
19
harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya
dapat diminta kembali.
b. Asas Pemungutan Pajak
1) Asas domisili ( asas tempat tinggal )
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri.
Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
2) Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak.
3) Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
Negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan
pada setiap orang yang bukan berkebangsaan indonesia yang
bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk waji
pajak luar Negeri.
8. Pengukuran / penilaian pendapatan asli daerah (PAD)
a) Hasil (yield), yaitu memadai tidaknya hasil suatu pajak dalam
kaitannya dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas
dan mudah tidaknya memperkirakan besarnya hasil pajak
tersebut, perbandingan hasil pajak dengan biaya pungut, dan
elastisitas hasil pajak terhadap inflasi, pertambahan
pendapatan dan sebagainya.
20
b) Keadilan (Equity)
Dalam hal ini dasar pajak dan kewajiban membayarnya harus
jelas dan tidak sewenang-wenang, pajak harus adil secara
horizontal, artinya beban pajak harus sama antara berbagai
kelompok yang berbeda tetapi dengan kedudukan ekonomi
yang sama, adil secara vertikal artinya beban pajak harus lebih
banyak ditanggung oleh kelompok yang memiliki sumberdaya
yang lebih besar, dan pajak/retribusi haruslah adil dari suatu
daerah kedaerah laen, kecuali memang suatu daerah mampu
memberikan fasilitas pelayanan sosial yang lebih tinggi.
c) Efisiensi ekonomi
Pajak/retribusi daerah hendaknya mendorong atau
setidak-tidaknya tidak menghambat penggunaan sumberdaya
secara efisien dan efektik dalam kehidupan ekonomi,
mencegah jangan sampai pilihan konsumen dan pilihan
produsen menjadi salah arah atau orang menjadi segan bekerja
atau menabung, dan memperkecil ”beban lebih” pajak.
d) Kemampuan melaksanakan (ability to implement)
Dalam hal ini suatu pajak haruslah dapat dilaksanakan, baik
dari aspek politik maupun administratif.
21
e) Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as
local revenue source)
Ini berarti, haruslah jelas kepada daerah mana suatu pajak
harus dibayarkan, dan tempat memungut pajak sedapat
mungkin sama dengan tempat akhir beban pajak, pajak tidak
mudah dihindari dengan cara memindahkan obyek pajak dari
suatu daeah kedaerah lain, pajak daerah hendaknya jangan
mempertajam perbedaan-perbedaan antara daerah dari segi
potensi ekonomi masing-masing dan pajak hendaknya tidak
menimbulkan beban yang lebih besar dari kemampuan tata
usaha.
9. Pengukuran /penilaian pajak reklame.
Untuk menghitung potensi pajak reklame, hal penting
yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah
mengenali subyek dan wajib pajak reklame serta dasar
pengenaan pajak reklame. Dalam hal ini subyek pajak reklame
adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan atau
melakukan pemasangan reklame, sedangkan wajib pajak
reklame adalah orang pribadi atau badan atau pihak ketiga
(agen reklame) yang menyelenggarakan reklame, ketentuan
tentang pemungutan pajak reklame lebih lanjut perlu diatur
dengan perda tentang pajak dan retribusi daerah serta
disesuaikan dengan perda tentang rencana tata ruang
pemasangan reklame.
Selain mengenali subyek dan wajib pajak reklame,
pemerintah daerah juga perlu memahami dasar pengenaan
22
pajak reklame (DPP) Dasar Pengenaan pajak reklame dihitung
dari nilai sewa reklame (NSR) dikalikan dengan tarif pajak
Dasar pengenaan pajak rreklame =
nilai sewa reklame × tarif pajak reklame
nilai sewa reklame adalah nilai jual obyek pajak (NJOP)
ditambah nilai strategi. Besarnya nilai sewa reklame tersebut
ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain
- Lokasi penempatan reklame yang terbagi atas
daerah protokol, ekonomi dan lingkungan
- Jenis reklame
- Jangka waktu penyelenggaraan
- Ukuran media reklame
Adapun perhitungan nilai sewa reklame dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Nilai sewa reklame =
Biaya pemasangan + biaya pemeliharaan + nilai strategi
Lama pemasangan
Nilai srategi wilayah pemasangan reklame wilayah pemasangan
reklame, beberapa indikator antara lain:
- Tingkat keramaian lalu lintas kendaraan sekitar lokasi
pemasangan reklame
- Tingkat kerawanan terhadap kecelakaan lalu lintas disekitar
lokasi pemasangan reklame
- Tingkat kepadatan/ keramaian orang sekitar lokasi
pemasangan reklame
- Ada tidaknya pusat aktivitas disekitar wilayah pemasangan
reklame
23
- Karakteristik kawasan pemasangan reklame, yaitu apakah
kawasan umum, bisnis, pemerintahan, militer, sekolah,
ataukah kawasan situs budaya, secara garis besar kawasan
pemasangan reklamedapat dikelompokkan menjadi empat
bagian yaitu: wilayah bebas, umum, selektif, dan khusus.
10. Retribusi Daerah
Retribusi merupakan salah satu bentuk pungutan pemerintah
dalam usaha mencari dana (pendapatan) guna membiayai segala
kegiatan baik yang bersifat rutin maupun yang bersifat pembangunan.
Menurut Soetrisno PH (1984 : 193). Retribusi merupakan pungutan
yang dilakukan pemerintah karena seseorang (dan atau badan
hukum) menggunakan barang (dan jasa) pemerintah yang langsung
di tunjuk.
Pengertian diatas menunjukan bahwa pungutan yang
dilakukan oleh pemerintah terhadap masyarakat, karena
menggunakan fasilitas atau jasa pelayanan yang disediakan
pemerintah. Bagi mereka yang tidak menggunakan fasilitas atau jasa
pelayanan yang disediakan pemerintah , dikecualikan dari pungutan
retribusi.
Guna melengkapi pengertian retribusi tersebut, berikut
dikemukakan beberapa pengertian retribusi yang dikemukakan oleh
para ahli antara lain :
a. Feldman (1986) yang disalin oleh Dr. C Goedhart terjemahan
Ratmoko Santoso S.H, mengemukakan :
Retribusi ialah penerimaan yang diperoleh pengusaha
publik dari rumah tangga swasta, berdasarkan norma-norma
24
umum yang ditetapkan, berhubung dengan prestasi-prestasi
rumah tangga swasta, dan prestasi-prestasi tersebut karena
berhubungan dengan kepentingan umum, secara khusus
dilaksanakan sendiri oleh pengusaha publik.
b. M. Soeparmoko (1986) mengemukakan :
Yang dimaksud dengan retribusi adalah suatu
Pembayaran dari rakyat kepada negara dimana kita dapat melihat
adanya pembayaran retribusi tersebut.
c. Drs. Ibnu Syamsi (1983) mengemukakan
Retribusi ialah iuran dari masyarakat tertentu (orang-orang
tertentu) berdasarkan peraturan pemerintah (PP) yang prestasinya
kembali ditunjuk secara langsung, tetapi pelaksanaannya dapat
dipaksakan meskipun tidak mutlak .
Pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
retribusi mengandung beberapa unsur, yaitu :
a. Iuran kepada Negara.
b. Berdasarkan perundang-undangan.
c. Ada imbalan langsung kepada pembayar
d. Paksaan tidak mutlak
e. Untuk membiayai kepentingan umum, dilaksanakan oleh
pemerintah.
Menurut K.H Riwu (1988), retribusi memunyai unsur
karakteristik fundamental dua macam yaitu pertama adanya unsur
kontra prestasi tertentu yang langsung dapat ditunjuk bagi jasa yang
diberikan oleh negara dan kedua biaya untuk memproses perkara,
25
dan retribusi pemerintahan) dan retribusi penggunaan/instansi
tertentu seperti pasar, pelabuhan, sekolah, kebun binatang,pajak
Reklame dan lain-lain.
Menurut cara menentukan jumlah retribusi di bedakan antara
rertribusi tetap dan retribusi variabel. Retribusi variabel dibedakan
antara persentual dan secara kelas dalam arti kelas-kelas pendapatan
atau bracket. Antara retribusi tunggal dan retribusi puschal (ditetakan
suatu jumlah atau paket bagi seluruh rangkaian kegiatan negara).
Menurut cara pembayaran retribusi dibedakan antara rertribusi kontak
dan retribusi materai.
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa retribusi dapat
dipungut apabila pemerintah telah menyediakan fasilitas atau
memberikan jasa pelayanan terhadap masyarakat yang membayar
retribusi. Bagi mereka yang membayar akan menerima imbalan jasa
secara langsung atas pembayaran tersebut. Jadi retribusi menyerupai
harga dalam proses juall beli bebas.
Retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin
tertentu yang khusus disediakan atau diberikan oleh Pemerintah
daerah untuk kepentingan Pribadi atau badan. Jasa tersebut yang
pengertiannya adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah daerah
berupa usaha dan pelayanan yang menyebbkan barang, fasilitas,
atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi
atau badan.
Jenis retribusi Daerah dibagi menjadi tiga golongan
yaitu :
1. Retribusi jasa umum
26
Retribusi jasa umum ditetapkan dengan desentralisasi.
Aturan pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan
retribusi jasa usaha atau prijinan tertentu.
b. Jasa yang bersangkutan yang berupa wewenang daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi
atau badan yang harus membayar retribusi, disamping untuk
melayani kepentingan dan kemanfaatan umum.
d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi.
e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional
mengenai penyelenggaraannya. Pelayanan yang lebih baik.
f. Retribusi dapat dianggul secara efektif dan efisien, serta
merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang
bersifat potensial.
g. Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa
tersebut dengan tingkat dan atau kualitas
2. Retribusi Perijinan tertentu
Retribusi perijinan tertentu ditetapkan dengan peraturan
pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Perijinan tersebut merupakan wewenang pemerintah yang
diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi.
b. Perijinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi
kepentingan umum.
c. Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan ijin
tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari
27
perijinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari
retribusi perijinan.
Jenis-jenis retribusi perijinan tertentu adalah :
a. Retribusi Ijin mendirikan bangunan.
b. Retrbusi Tempat penjualan minuman beralkohol.
c. Retribus Ijin gangguan.
d. Retribusi Ijin Trayek.
3. Retribusi Jasa Usaha :
Retribusi jasa usaha ditetapkan dengan peraturan
pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut :
a. Retribusi Jasa Usaha yang bersifat bukan retribusi dan jasa
umum atau retribusi perijinan tertentu.
b. Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersil
yang seyogyanya dilakukan oleh sektor swasta tetapi belum
memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah
yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah
daerah.
Jenis-jenis retribusi jasa usaha adalah :
a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
b. Retribusi Pasar Grosir ,Pertokoan, dan Pajak Reklame.
c. Retribusi Tentang Pelelangan.
d. Retribusi Terminal.
e. Retribusi Tempat Khusus Parkir.
f. Retribusi Tempat Penginapan.
g. Retribusi Pelayanan Pelabuhan
h. Retribusi Penjualan Produksi Daerah.
28
C. Retribusi Pajak reklame
Pajak Reklame yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pajak
atas penyelenggaraan reklame yang dilakukan oleh suatu badau usaha di
tempat yang bukan hak milik, misalnya di emperan toko, pinggir jalan,
ataupun di tempat-tempat keramaian lainnya.
Adapun retribusi Pajak Reklame umumnya adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas pemakaian tempat yang merupakan
milik Perda oleh mereka yang berkepentingan, atau dengan kata lain
adalah suatu iuran dari pajak Reklame kepada pemerintah atas fasilitas
dan izin.
Retribusi pajak Reklame merupakan bagian dari retribusi daerah
merupakan pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, retribusi pajak
Reklame dapat digunakan untuk membiayai rumah tangga pemerintah
Daerah serta mempunyai arti yang penting di dalam melaksanakan
pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional.
Sehubungan dengan hal itu diharapkan penerimaan dari retribusi pajak
Reklame dapat diupayakan semaksimal mungkin.Walaupun potensi pajak
Reklame tidak terlalu besar sebagai sumber pendapatan daerah, namun
diharapkan retribusi Pendapatan Asli Daerah dapat menambah jumlah
pendapatan asli daerah yang tidak hanya ditujukan untuk menutupi biaya
pembangunan dan biaya-biaya lain yang sangat diperlukan dalam proses
pembangunan.
D. Kerangka pikir
Dengan berkembangnya teknologi, semakin banyak pula
perusahaan yang memproduksi suatu produk atau barang, hal ini perlu
disebar luaskan agar masyarakat lebih mengenal dan memakai barang
29
Papan reklame Pajak PAD
Kas Daerak Kab.Bima
yang diproduksi oleh suatu perusahaan tersebut, oleh karna itu perlu
adanya suatu sarana untuk menyebar luaskan produk tersebut,
diantaranya adanya pemasangan papan reklame di daerah-daerah
khususnya di Kab.Bima
Didalam melaksanakan pemasangan papan reklame tersebut,
pemerintah daerah dapat memungut pajak sesuai dengan
undang-undang no 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan kontribusi
daerah. Hasil dari pemungutan pajak tersebut dapat memberikan
sumbangsih terhadap pendapatan asli daerah, hasil pendapatan tersebut
akan menambah nilai dari kas daerah kab.Bima untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintahan.
Kerangka Pikir tentang analisis pajak reklame dalam rangka
meningkatan Pendapatan Asli Daerah skemanya sebagai berikut :
E. Hipotesis
Berdasarkan pada perumusan masalah diatas, maka penulis dapat
memberikan dugaan sementara atau hipotesis yang perlu dikaji
kebenarannya lebih lanjut yaitu sebagai berikut :
”Kontribusi pajak reklame dalam rangka meningkatkan pendapatan asli
daerah (PAD) bersifat positif dan signifikan”
30
Perusahaan
Hipotesis statistik :
Hipotesis statistik dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ho :β = 0 Ttidak ada kontribusi Pajak Reklame dalam rangka
meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersifat
positif dan signifikan
Ha : β ≠ 0 Ada kontribusi Pajak Reklame dalam rangka
meningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersifat
positif dan signifikan
31
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metodologi dan Desain Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian
ini adalah menggunakan jenis penelitian Asosiatif yaitu suatu
permasalahan penelitian yang bersifat hubungan antara dua variabel
atau lebih. (Sugyono, 2005)
2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian didasarkan pada masalah yang diangkat
yaitu berusaha menampilkan gambaran yang mana dalam hal ini
berupa data Pajak Reklame dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) mulai dari tahun 2003-2007.
No Tahun Retribusi PKL PAD
1. 2005
2. 2006
3. 2007
4. 2008
5. 2009
3. Waktu dan Lokasi Penelitian
a. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai bulan Maret sampai dengan bulan
April 2011, dengan susunan rencana kegiatan sebagai berikut :
32
.
b. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kabupaten Bima, dengan
mengambil data pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Bima.
4. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas
sejumlah keseluruhan obyek/subyek (satuan inidividu) yang
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono,
2005). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data
retribusi Pajak Reklame dari tahun 2005 – 2009..
b. Sampel
Dalam penelitian ini penulis mengambil seluruh jumlah
populasi sebagai sampel yaitu sesuai dengan ketersedian data
yang ada (sampel jenuh) yaitu data retribusi Pajak Reklame dari
tahun 2005 – 2009.
33
B. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis data
a. Data kuantitatif adalah data yang diperlukan berupa
angka-angka yang dapat diukur dan dihitung secara sistematik.
b. Data kualitatif adalah data yang tidak dapat diukur
karena merupakan data yang berupa penjelasan atau uraian dari
pihak oraganisasi yang terkait.
2. Sumber data
a. Data primer adalah data yang diambil langsung dari
sumbernya atau data yang belum melalui proses pengumpulan
dan pengolahan dari pihak lain. Data ini berupa hasil dari
wawancara tidak berstruktur yang dilakukan terhadap pegawai
Dispenda dan Pajak Reklame
b. Data sekunder adalah data yang bersifat waktu yag
berkala yang meliputi data target dan realisasi penerimaan
Pendapatan Asli Daerah kota bima, target dan realisasi
penerimaan retribusi Pajak Reklame disamping data-data lain
sebagai penunjang.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya. (Sugyono : 2005).
2. Wawancara
Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan melalui tanya
jawab langsung dengan sumber dalam wawancara yang dilakukan
34
dalam hal ini bertujuan untuk mendapatkan keterangan yang
berhubungan dengan penelitian ini.
D. Teknik Analisa Data
Dalam penelitian ini menggunakan uji instrumen alat ukur sebagai
berikut :
1. Untuk menganalisa kontribusi hasil Penerimaan retribusi Pajak
Reklame serta pengaruhnya terhadap hasil penerimaan pendapatan
asli daerah dipergunakan rumus sebagai berikut :
aC = x 100% b
dimana :
c = Kontribusi
b = Realisasi Retribusi Pajak reklame
a = Pendapatan Asli Daerah
2. Untuk mengetahui jumlah perkembangan penerimaan retribusi
Pajak Reklame , digunakan rumusnya sebagai berikut :
Yi = a + bX
dimana
Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bima
X = Penerimaan Retribusi pajak reklame
a = Konstanta
b = Konstanta
35
Untuk mencari nilai a dan b dipakai rumus sebagai berikut :
3. Untuk mengetahui hubungan antara kontribusi pajak Reklame dan
pendapatan asli daerah juga digunakan rumus korelasi product
moment, dengan rumus :
dimana :
rxy = Koefisien korelasi Product moment
Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bima
X = Penerimaan Retribusi pajak reklame
4. Determinasi
Dimana :
D = Determinasi
r2 = Koefisien korelasi Product Moment
36
DAFTAR PUSTAKA
Halim Abdul. 2004 Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta.
Krisna D. Danumurti, Umbu Rauta. 2003. Otonomi Daerah, PT. Rieneka Cipta, Jakarta.
Mardiasmo, 2006. Perpajakan, Andi, Yogyakarta.
Riwu Kaho, Josef. 1988. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta.
Sugyono, 2005. Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung.
37
38