proposal skripsi

Upload: fitri-ika-suryani

Post on 04-Nov-2015

7 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Proposal Skripsi

TRANSCRIPT

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN BERAT BADAN DENGAN PREVALENSI OSTEOARTRITIS PADA LANJUT USIA

KELOMPOK 20

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARETSurakarta2013

PROPOSAL PENELITIAN

I. Nama Peneliti: Afifah Novita YG0011006Ardian PratiaksaG0011034Astridia Maharani PDG0011042Desy Mila PertiwiG0011068Fitri Ika SuryaniG0011096I Kadek RusjayaG0011110Ristyadita Yuniandry G0011178Semester:Lima (V)

II. Judul Penelitian:Hubungan Berat Badan dengan Prevalensi Osteoartritis pada Lanjut Usia

III. Bidang Ilmu: Ilmu Penyakit Dalam

IV. Latar Belakang MasalahOsteoartritis merupakan penyakit sendi yang menduduki rangking pertama penyebab nyeri dan disabilitas (ketidakmampuan) pada lanjut usia (lansia) yang umumnya menyerang sendi-sendi penopang berat badan terutama sendi lutut (Setiyohadi, 2003).Prevalensi osteoartritis pada lanjut usia setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. Menurut organisasi kesehatan dunia WHO (2004), prevalensi penderita osteoartritis di dunia mencapai 151,4 juta jiwa dan 27,4 juta jiwa berada di Asia Tenggara. Angka osteoartritis total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002. Pada tahun 2007 mencapai 36,5 juta orang dengan 40% dari populasi usia di atas 70 tahun menderita osteoartritis dan 80% mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai berat (Tangtrakulwanich, 2006). Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia 61 tahun (Dewi, 2009). Dampak osteoartritis pada masa mendatang akan lebih besar, sekitar 1 sampai 2 juta orang lansia akan menderita kecacatan. Hal ini dikarenakan semakin bertambahnya populasi lansia dan tingginya usia harapan hidup (Soeroso, 2006). Selain itu, dampak nyeri pada osteoartritis adalah penurunan kualitas hidup seperti kelelahan yang sedemikian hebat, penurunan rentang gerak tubuh, dan nyeri pada gerakan. Kekakuan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur, nyeri yang hebat pada awal gerakan namun tidak berlangsung lama yaitu kurang dari seperempat jam. Kekakuan di pagi hari menyebabkan berkurangnya kemampuan gerak dalam melakukan gerak ekstensi, keterbatasan mobilitas fisik dan efek sistemik yang meliputi kegagalan organ dan kematian (Price dan Wilson, 2005).Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi osteoartritis antara lain: umur (proses penuaan), genetik, kegemukan (berat badan berlebih), cidera sendi, pekerjaan, olah raga, anomali anatomi, penyakit metabolik, dan penyakit inflamasi sendi (Soeroso, 2006). Berat badan berlebih pada lansia terjadi karena kebiasaan makan makanan tinggi kalori pada waktu muda dan berkurangnya penggunaan kalori seiring dengan berkurangnya aktivitas fisik. Berat badan berlebih akan meningkatkan stres mekanik pada sendi penahan beban sehingga meningkatkan kejadian osteoartritis (Darmojo, 2004). Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan berat badan dengan prevalensi osteoartritis pada lanjut usia.

V. Perumusan MasalahApakah ada hubungan berat badan dengan prevalensi osteoartritis pada lanjut usia?

VI. Tujuan PenelitianMembuktikan adanya hubungan berat badan dengan prevalensi osteoartritis pada lanjut usia.

VII. Manfaat PenelitianA. Manfaat TeoritikPenelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan antara berat badan dengan prevalensi osteoartritis pada lanjut usia.B. Manfaat AplikatifData penelitian dapat memberikan informasi tambahan mengenai penatalaksanaan pasien osteoarthritis dengan berat badan berlebih pada lanjut usia.

VIII. Tinjauan PustakaA. Osteoartritis1. DefinisiOsteoartritis (OA) atau penyakit degenerasi sendi adalah suatu penyakit sendi degeneratif non-inflamasi yang ditandai dengan degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi bagian tepi tulang, dan perubahan pada membran sinovial, disertai nyeri dan kekakuan yang berkembang lambat (Dorland, 2010). Degenerasi menurut Kamus Kedokteran Dorland berarti memburuk atau perubahan dari bentuk yang lebih tinggi menjadi bentuk yang lebih rendah terutama perubahan jaringan menjadi bentuk yang lebih rendah atau kurang aktif fungsinya (Dorland, 2010).Osteoartritis menurut Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. ( Soeroso, 2006 )2. EtiologiEtiologi OA belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor seperti obesitas, usia, riwayat trauma sendi, dan displasia sendi dianggap terlibat dalam kejadian OA (Scharstuhl et al., 2007). Tekanan pada sendi, terutama pada sendi-sendi yang menahan beban seperti pada pergelangan kaki, lutut, dan pinggul terjadi setiap hari. Tekanan ini merupakan faktor penting dalam perkembangan OA (Lozada, 2013).Diantara berbagai struktur yang membentuk sendi lutut, tulang rawan hialin pada sendi adalah target utama dari faktor yang menyebabkan OA dan merupakan struktur di mana proses patofisiologi OA dimulai. Sekitar 95% dari tulang rawan hialin terdiri dari matriks ekstraseluler. Terdapat istilah "organ artikulasi" untuk menekankan tujuan fungsional umum dari semua struktur yang menyusun sendi (Otte et al., 2000), mulai dari komponen tulang yang ditutupi dengan tulang rawan hialin, ligamen, dan meniskus, serta otot-otot yang menggerakkan sendi tersebut (Joern et al., 2010).Perubahan degeneratif OA dimulai pada tulang rawan artikular sebagai akibat dari pembebanan berlebihan pada sendi yang normal atau pembebanan yang relatif normal pada sendi yang telah mengalami gangguan. Kekuatan eksternal mempercepat efek katabolik dari kondrosit dan akan mengganggu matriks tulang rawan (Lozada, 2013).Beberapa faktor risiko osteoartritis meliputi usia, obesitas, trauma, riwayat genetik, penurunan kadar hormon seks, kelemahan otot, penggunaan sendi yang berlebihan seperti pada pekerjaan yang membutuhkan beban kerja yang berat pada sendi, infeksi, kristal deposisi, akromegali, riwayat inflamasi artritis, riwayat gangguan metabolik seperti alkaptonuria dan hemoglobinopati, faktor risiko morfologi yang mendasari seperti dislokasi pinggul bawaan, gangguan tulang, dan riwayat pembedahan seperti meniscectomy (Lozada, 2013).Pada lansia, terjadi penurunan volume kartilago, kandungan proteoglikan, vaskularisasi kartilago, dan perfusi kartilago. Perubahan ini dapat mengakibatkan perubahan pada karakteristik radiologis tertentu, seperti penyempitan ruang sendi dan osteofit marginal. Temuan biokimia dan patofisiologis mendukung gagasan bahwa usia merupakan faktor risiko yang menyebabkan OA tanpa disertai faktor risiko lainnya (Lozada, 2013).

3. Patogenesis dan Patofisiologi OATerjadinya OA tidak lepas dari banyak persendian yang ada di dalam tubuh manusia. Sebanyak 230 sendi menghubungkan 206 tulang yang memungkinkan terjadinya gesekan. Untuk melindungi tulang dari gesekan, di dalam tubuh ada tulang rawan. Namun karena berbagai faktor risiko yang ada maka terjadi erosi pada tulang rawan dan berkurangnya cairan pada sendi. Tulang rawan sendiri berfungsi untuk meredam getaran antar tulang. Tulang rawan terdiri atas jaringan lunak kolagen yang berfungsi untuk menguatkan sendi, proteoglikan yang membuat jaringan tersebut elastis dan air (70% bagian) yang menjadi bantalan, pelumas dan pemberi nutrisi (Price dan Wilson, 2005).Kondrosit adalah sel yang tugasnya membentuk proteoglikan dan kolagen pada rawan sendi. OA terjadi akibat kondrosit gagal mensintesis matriks yang berkualitas dan memelihara keseimbangan antara degradasi dan sintesis matriks ekstraseluler, termasuk produksi kolagen tipe I, III, VI dan X yang berlebihan dan sintesis proteoglikan yang pendek. Hal tersebut menyebabkan terjadi perubahan pada diameter dan orientasi dari serat kolagen yang mengubah biomekanik dari tulang rawan, sehingga tulang rawan sendi kehilangan sifat kompresibilitasnya yang unik (Price dan Wilson, 2005).Selain kondrosit, sinoviosit juga berperan pada patogenesis OA, terutama setelah terjadi sinovitis, yang menyebabkan nyeri dan perasaan tidak nyaman. Sinoviosit yang mengalami peradangan akan menghasilkan Matrix Metalloproteinases (MMPs) dan berbagai sitokin yang akan dilepaskan ke dalam rongga sendi dan merusak matriks rawan sendi serta mengaktifkan kondrosit. Pada akhirnya tulang subkondral juga akan ikut berperan, dimana osteoblas akan terangsang dan menghasilkan enzim proteolitik (Setiyohadi, 2003).Agrekanase merupakan enzim yang akan memecah proteoglikan di dalam matriks rawan sendi yang disebut agrekan. Ada dua tipe agrekanase yaitu agrekanase 1 (ADAMTs-4) dan agrekanase 2 (ADAMTs-11). MMPs diproduksi oleh kondrosit, kemudian diaktifkan melalui kaskade yang melibatkan proteinase serin (aktivator plasminogen, plasminogen, plasmin), radikal bebas dan beberapa MMPs tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol oleh berbagai inhibitor, termasuk TIMPs dan inhibitor aktifator plasminogen. Enzim lain yang turut berperan merusak kolagen tipe II dan proteoglikan adalah katepsin, yang bekerja pada pH rendah, termasuk proteinase aspartat (katepsin D) dan proteinase sistein (katepsin B, H, K, L dan S) yang disimpan di dalam lisosom kondrosit. Hialuronidase tidak terdapat di dalam rawan sendi, tetapi glikosidase lain turut berperan merusak proteoglikan (Setiyohadi, 2003).Berbagai sitokin turut berperan merangsang kondrosit dalam menghasilkan enzim perusak rawan sendi. Sitokin-sitokin pro-inflamasi akan melekat pada reseptor di permukaan kondrosit dan sinoviosit dan menyebabkan transkripsi gene MMP sehingga produksi enzim tersebut meningkat. Sitokin yang terpenting adalah IL-1, selain sebagai sitokin pengatur (IL-6, IL-8, LIFI) dan sitokin inhibitor (IL-4, IL-10, IL-13 dan IFN-). Sitokin inhibitor ini bersama IL-Ira dapat menghambat sekresi berbagai MMPs dan meningkatkan sekresi TIMPs. Selain itu, IL-4 dan IL-13 juga dapat melawan efek metabolik IL-1. IL-1 juga berperan menurunkan sintesis kolagen tipe II dan IX dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I dan III, sehingga menghasilkan matriks rawan sendi yang berkualitas buruk (Setiyohadi, 2003).Nitric oxide (NO) mempunyai pengaruh terhadap kerusakan rawan sendi dimana NO dapat diinduksi oleh IL-1. IL-1 dikeluarkan oleh kondrosit dan mengakibatkan kerusakan rawan sendi, atau oleh sel lain dalam sturktur sendi seperti sinovisit, makrofage, dan fibroblas. Keberadaan IL-1 akan menyebabkan kondrosit mensintesis berbagai enzim perusak matriks ektra seluler yang lebih lanjut (Michael. 2007).4. Gambaran Klinis OAGambaran klinis osteoartritis umumnya berupa nyeri sendi, terutama apabila sendi bergerak atau menanggug beban. Nyeri tumpul ini berkurang bila pasien beristirahat, dan bertambah bila sendi digerakkan atau bila memikul beban tubuh. Dapat juga terjadi kekakuan sendi setelah sendi tersebut tidak digerakkan beberapa lama, tetapi kekakuan ini akan menghilang setelah sendi digerakkan. Kekakuan pada pagi hari, jika terjadi,biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekakua sendi di pagi hari yan disebabkkan oleh artritis rematoid yang terjad lebih lama. Spasme otot atau tekanan pada saraf di daerah sendi yang terganggu adalah sumber nyeri. Gambaran lainnya adalah keterbatsan dalam geraan (terutama tidak dapat berekstensi penuh), nyeri tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, sedikit efusi sendi, dan krepitasi (Price dan Wilson, 2005).Perubahan yang has terjadi pada tangan. Nodus Heberden atau pembesaran tulang endi interfalang dista sering dijumpai. Nodus Bauchard lebih jarang ditemukan, yaitu pembesaran tulang sendi interfalang proksimal (Price dan Wilson, 2005).Perubahan yang khan juga terlihat pada tulang belakang, yang akan menjadi nyeri, kaku, dan mengalami keterbatasan daam bergerak (ROM). Pertumbuhan tulang yang berlebihan atau spur dapat mengiritasi radiks yang keluar dari tulang vertebra. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan neuromuskular, seperti nyeri, kekakuan, dan keterbataan gerak. Ada beberapa orang yang mengeluh sakit kepala kibat langsung dari osteoartritis pada tulang belakang bagian leher (Price dan Wilson, 2005).5. DiagnosisTabel 2.2 Kriteria klasifikasi osteoartritis lutut dari Australian Rheumatology Association (ARA)Klinis dan LaboratorikKlinis dan RadiografikKlinis

Nyeri lutut + minimal 5 dari 9 kriteria berikut:1. Umur > 50 tahun2. Kaku pagi < 30 menit3. Krepitasi4. Nyeri tekan5. Pembesaran tulang6. Tidak panas dalam perabaan7. LED < 40 mm/jam8. RF < 1:409. Analisa cairan sendi normalNyeri lutut + minimal 1 dari 3 kriteria berikut:1. Umur > 50 tahun2. Kaku pagi < 30 menit3. Krepitasi + osteofit

Nyeri lutut + minimal 3 dari 6 kriteria berikut:1. Umur > 50 tahun2. Kaku pagi < 30 menit3. Krepitasi4. Nyeri tekan5. Pembesaran tulang6. Tidak panas pada perabaan

(Setiyohadi, 2003)B. Berat Badan 1. ObesitasObesitas merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak (Sidartawan, 2006). Berdasarkan morfologi jaringan adiposa yang dijadikan tumpuan, obesitas dibedakan menjadi obesitas hiperplastik yang berkorelasi dengan munculnya obesitas pada anak-anak atau remaja dan obesitas hipertropik yang berkorelasi dengan obesitas umur dewasa, dimana terjadi pembesaran ukuran sel tanpa diikuti oleh perubahan jumlah sel lemak. Obesitas dapat disebabkan oleh banyak hal, seperti : genetik, lingkungan, kebiasaan makan dan kurangnya aktivitas fisik (Sidartawan, 2006).Secara garis besar obesitas dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama adalah obesitas jenis android atau sentral atau tipe apel, ditandai dengan adanya penumpukan jaringan lemak terutama di daerah perut. Jenis kedua adalah obesitas tipe ginecoid atau tipe pear, penumpukan jaringan lemak didaerah pantat (Samsulhadi, 2005).2. Indeks Massa Tubuh (IMT)Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit infeksi sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan risiko terhadap penyakit degeneratif (Suryadipraja, 2003). Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:Berat Badan (Kg)IMT = -------------------------------------------------------Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)

Tabel 1. Klasifikasi berat badan menurut Body Mass IndexBMIKATEGORI

< 18,518,5 -