proposal tentang kkn
DESCRIPTION
Studi yang memfokuskan diri pada masalah dampak korupsi, kolusi dan nepotisme di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Kota Bandar Lampung terhadap pelayanan masyarakat, memrlukan kerangka pemikiran yang digunakan sebagai pedoman atau arah pembahasan studi bersangkutan. Untuk itu, sebelumnya perlu ditemukan terlebih dahulu lingkup kajian secara umum masalah KKN dan dampaknya terhadap pelayanan masyarakat. Berdasarkan atas pemahaman lingkup kajian tersebut selanjutnya dengan pertimbangan tertentu dapat dilakukan pembatasan-pembatasan seperlunya sehingga studi tidak terlalu luas lingkupnya.TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang Masalah
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan reformasi
yang menghendaki terwujudna pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan
transparan dalam menjalankan tugas dengan tekad memerangi praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme, menuntut pemerintah untuki meningkatkan kinerja
pelayanan aparatur secara terus menerus. Tanpa kinerja pelayanan yang tinggi ,
tidak mungkin aparatue pemerintah memiliki keunggulan kompetitif dan
mempunyai etos kerja yang tinggi sebagai syarat untuk memberikan pelayanan
publik yang betul-betul prima dalam arti sesuai dengan harapan , keinginan, dan
kebutuhan masyarakat. Dengan kata lain, tanpa kinerja pelayanan yang optimal
pelayanan publik yang diperankan oleh aparatur pemerintah tidak akan berhasil.
Pelayanan publik dalam artian ini adalah pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi
pemerintah atau lembaga lain yang tidak termasuk badan usaha swasta yang tidak
berorientasi pada laba (profit). Pelayanan ini lazim pula disebut pelayanan umum
yang harus dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat
sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau (Boediono
1999:59)
Padahal berbagai upaya sudah dilakukan oleh pemerintah melalui
penerbitan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat.
Antara lain : Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan aparatur Negara Nomor
81/1993 tentan Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang kemudian
disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 63/KEP/M/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik dan Surat Edaran Menteri Koordinator Bidang Pengawasan
Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 56/MK/Waspan/1998
tanggal 1 Juni 1998 perihal Langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat
sesuai dengan Aspirasi Reformasi.
1
Di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar lampung ini pun
telah memiliki tugas dan fungsi nya sebagai berikut :
(1) Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan unsur pelaksana tugas
Walikota, mempunyai tugas Pokok melaksanakan urusan pemerintahan Kota
dibidang Kependudukan dan Catatan Sipil berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(2) Untuk menyelengarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada Pasal (1),
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis dibidang Kependudukan dan Catatan Sipil;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang
Kependudukan dan Catatan Sipil;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang Kependudukan dan Catatan Sipil;
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota dibidang Kependudukan
dan Catatan Sipil;
e. Pelayanan administratif.
Pemberian pelayanan merupakan tugas utama pegawai pemerintah
kependudukan dan catatan sipil yang langsung berhubungan dengan warga
masyarakat. Setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan atau cara-cara tindakan
yang tidak memenuhi syarat pelayanan akan langsung dirasakan sebagai
perbuatan sewenang-wenang atau merugikan masyarakat yang mempengaruhi
citra dan wibawa aparat pemerintahan. Salah satu pelayanan yang ada di Dinas
Kependudkan dan Catatan sipil adalah pembuatan KTP, Surat Keterangan
Keluarga, Surat Nikah dan lain-lain.
Citra pelayanan di Dinas Kependudukan dan catatan sipil kota Bandar
Lampung ini harus jelas dan transparan karena mengurusi surat-surat penting yang
harus segera diselesaikan, agar urusan masyarakat segera terpenuhi. Dinas
Kependuduakn dan catatan sipil ini langsung berhubungan dan melayani
masyarakat. Aparatur pemerintahan khususnya yang langsung berhubungan
2
dengan masyarakat harus dapat memberikan pelayanan yang adil kepada
masyarakat. Walaupun dalam pelaksanaannya tidak akan mudah dan
membutuhkan waktu yang lama, mengubah pola pikir dan budaya yang biasa
dilayani menjadi pola pikir dan perilaku sebagai pelayan. Kurangnya kemampuan
atau ketidaktahuan pada bidang tugas yang menjadi tugas dan kewajibannya, tidak
terampil dan cakap dalam melaksanakan tugasnya sangat mempengaruhi kualitas
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Fenomena yang terjadi adalah
pegawai lamban dalam melaksanakan pekerjaannya, tidak tepat waktu, adanya
kekeliruan dan lainnya yang menyimpang dari hal-hal yang telah ditetapkan. Di
lain pihak, masyarakat menuntut mendapatkan pelayanan yang baik.
Kebijakan menetapkan pelayanan KTP sebagai salah satu program
perbaikan/penyempurnaan pelayanan publik menunjukkan bahwa kondisi pelayan
KTP memang membutuhkan penyempurnaan karena pelayanan KTP sangat
penting dan dibutuhkan seluruh lapisan masyarakat. Sebagai tindak lanjut
program perbaikan dan peningkatan pelayanan KTP tersebut, Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung melakukan perbaikan
dan peningkatan pelayanan masyarakat.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak warga
masyarakt yang tidak puas atas pelayanan bidang kependudukan dan catatan sipil.
Contohnya seperti Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil)
Kota Bandarlampung ditemukan belum adanya loket khusus pembayaran yang
memadai dan keadaan ruangan kantor tidak tertib. Sementara itu, warga
Bandarlampung mengeluhkan proses pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP),
Kartu Keluarga (KK), dan Akta Kelahiran di Bandarlampung membutuhkan
waktu cukup lama. "Pembuatan dokumen keluarga itu sedikitnya memakan waktu
sebulan mulai dari RT, kelurahan hingga penerbitan Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat, selain lama, pengurusan dokumen itu juga
memakan biaya yang tidak kecil.
Saat ini pelayanan Kota Bandarlampung sangat buruk karena berada di nomor 21
dari 22 kabupaten/kota. pelayanan yang paling buruk terdapat dalam pembuatan
KTP, akta kelahiran, dan kartu keluarga.
3
Kota Bandarlampung harus cepat memperbaiki pelayanan, dan perbaikan bukan
hanya dilakukan di kecamatan maupun kelurahan namun disdukcapil perlu
memperbaiki pelayanan juga.
Disdukcapil sudah seperti pasar, karena terlihat kurang tertib dan tidak teratur.
Perlu ada tambahan loket untuk pembuatan KTP, akta kelahiran dan kartu
keluarga. Agar pelayanan lebih maksimal maka akan ditambah 10 loket, sehingga
permintaan masyarakat akan terpenuhi.
(http://www.antaralampung.com/print/258784/menanti-optimalisasi-layanan-
publik-di-bandarlampung)
Kondisi tersebut secara nyata menunjukkan kinerja pelayanan
kependudukan yang dilakukan pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan sipil
yang jauh dari optimal. Hal ini tentu saja bukan tanpa sebab. Sebabnya adalah
pegawai nya yang sering melakukan tindakan Korupsi, kolusi dan nepotisme..
Masyarakat yang akan membuat KTP atau Kartu Keluarga dan surat penting lain
di minta sejumlah uang yang merugikan masyarakat. Belum lagi dengan adanya
nepotisme, yaitu mendahulukan saudara, sehimgga saat membuat surat-surat
tersebut akan didahulukan yang memiliki ikatan saudara dengan pegawai
pelayanan pembuatan surat-surat tersebut.
Adapun alasan dipilihnya Dinas Kependudukan dan Catatn sipil adalah
karena banyaknya keluhan masyarakat yang merasa tidak dilayani dengan
maksimal, fasilitas yang buruk belum lagi pungutan liar yang ada di Dinas
tersebut. Uraian di atas memperhatikan fenomena yang menarik untuk diteliti
secara ilmiah, sehingga penulis tertarik untuk meneliti masalah kinerja pelayanan
terhadap masyarakat ditinjau dari dampak KKN yang menjamur saat ini . Dengan
judul “Dampak KKN terhadap Pelayanan Masyarakat di Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung”
4
I.II Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah nya terdiri atas :
1. Bagaimana kinerja pelayanan masyarakat jika pegawai melakukan KKN ?
2. Dampak apa yang akan di rasakan masyarakat jika pegawai pemerintah
melakukan KKN ?
3. Adakah pengaruh KKN terhadap pelayanan masyarakat di Dinas
Kependudukan & Catatan Sipil Kota Bandar Lampung ?
4. Apakah para pegawai paham tentang dampak buruk dari KKN tersebut ?
5. Apakah para pegawai paham tentang pelayanan masyarakat itu sendiri ?
I.III Tujuan Penelitian
Penelitian pada umumnya memiliki tujuan untuk menambah wawasan
pemikiran terhadap obyek yang dikaji juga penelitian yang akan peneliti bahas
saat pembuatan skripsi nanti. Adapun mengenai tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini yaitu untuk mengetahui :
1. Pengaruh KKN terhadap pelayanan masyarakat Bandar Lamnpung saat
datang ke Dinas Kependudkan dan Catatan Sipil Kota Bandar lampung.
2. Kinerja pegawai terhadap pelayanan masyarakat
3. Pemahaman Pegawai terhadap dampak KKN dan tata cara pelayanan
masyarakat yang baik
5
I.IV Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan
sebagai berikut:
1. Secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengembangan dalam Ilmu Pemerintahan dan Administrasi
Negara khususnya mengenai Pelayanan Publik (masuyarakat)
2. Secara praktis diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah
dalam kinerja pelayanan masyarakat dan untuk menaggulangi KKN di
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung
I.V Kerangka Pemikiran
Studi yang memfokuskan diri pada masalah dampak korupsi, kolusi dan
nepotisme di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Kota Bandar Lampung
terhadap pelayanan masyarakat, memrlukan kerangka pemikiran yang digunakan
sebagai pedoman atau arah pembahasan studi bersangkutan. Untuk itu,
sebelumnya perlu ditemukan terlebih dahulu lingkup kajian secara umum masalah
KKN dan dampaknya terhadap pelayanan masyarakat. Berdasarkan atas
pemahaman lingkup kajian tersebut selanjutnya dengan pertimbangan tertentu
dapat dilakukan pembatasan-pembatasan seperlunya sehingga studi tidak terlalu
luas lingkupnya.
Sebagai pijakan dasar, berikut ini dikemukakan lingkup kajian umum
masalah dampak KKN terhadap pelayanan masyarakat .
6
Bagan 1
Dampak KKN Terhadap Pelayanan Masyarakat di Dinas
Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung
Dari bagan tersebut terlihat memuaskan atau tidaknya pelayanan masyarakat jika
KKN marak dilakukan oleh pegawai.
a. Penyebab KKN
Korupsi Kolusi Nepotisme, tiga penyakit moral bangsa ini tidak muncul
dengan sendirinya, akan tetapi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Faktor internal atau person atau dari diri sang penderita
Faktor yang muncul dari dalam diri pelaku KKN, bisa disebabkan
karena kurangnya pendidikan, terutama pendidikan ilmu agama yang
merupakan pokok hubungan personil dengan Tuhan, atau hubungan
vertikal/pribadi.
2. Faktor eksternal atau pengaruh dari luar
faktor eksternal sangat komplek dan luas, yang meliputi :
a. Faktor dari lingkungan terkecil yaitu, dari keluarga, kerabat dan
orang-orang disekitar tempat tinggal. Dari pengaruh keluarga bisa
7
Penyebab KKN yang dilakukan pegawai
Dampak terhadap pelayanan masyarakat
Memuaskan atau Tidak Memuaskan
berupa, tuntutan hidup, gaya hidup dan keinginan keluarga yang
lebih.
b. Faktor lingkungan lebih luas yaitu dari lingkungan pergaulan di
tempat kerja, pergaulan anak dan istri
Pada faktor eksternal di lingkungan kerja ada masa proses dalam penyebabnya
melakukan tindak pidana KKN yaitu :
1. Awal sebelum menjabat
Awal Sebelum menjabat Adalah faktor dalam proses perekrutan calon
pegawai negeri/aparat pemerintahan, kasus suap marak pada proses ini,
seorang calon aparat pemerintahan harus rela mengeluarkan sejumlah uang
agar dapat diangkat menjadi aparat pemerintah. Sehingga pada saat aparat
menjadi pegawai baru, tentu gaji yang didapat tidak sepadan dengan uang
yang telah dikeluarkan untuk menyuap. Akibatnya sebagai aparatur sibuk
mencari-cari uang bagaimana agar modal yang telah dikeluarkan kembali.
Jadi titik awal penyebab KKN adalah tindakan suap menyuap dalam
proses perekrutan dan pengangkatan aparat pemerintah
2. Masa saat menjabat
Pada masa menduduki jabatan inilah, tindakan KKN merajalela, makin
besar dan peluang besar, sebab karena jabatan yang dipegangnya, ada
wewenang untuk membuat suatu kebijakan yang menguntungkan diri
sendiri. Pada masa ini segala bentuk rayuan dari berbagai kalangan dengan
tujuan yang bermacam-macam, dengan loby serta suap agar supaya
kepentingannya berjalan mulus tanpa hambatan apapun.
3. Akhir saat menjabat
Pada masa akhir jabatan, seseorang akan cenderung menumpuk harta
dengan berbagai cara dalam melakukan KKN tanpa peduli resiko yang
akan ditanggungnya, tidak akan takut pada hukum akibat perbuatannya.
Kecenderungan KKN dalam kapasitas yang besar kan tampak pada masa
akhir jabatan. Dikarenakan perhitungan masa jabatannya yang segera
8
berakhir, maka tindakan KKN untuk bekal masa pensiun. Sehingga boleh
kehilangan jabatan tetapi tidak mau kehilangan harta benda, dengan
jabatannya membuat kebijakan yang kontroversial yang menguntungkan
bagi dirinya, dan menjadi beban bagi pejabat yang menggantikannya.
Walau telah kehilangan jabatan tetapi para kroninya dari hasil KKN masih
kuat diinstitusi tersebut.
b. Dampak terhadap pelayanan masyarakat
Dalam pelaksanaannya tidak akan mudah dan membutuhkan waktu yang
lama, mengubah pola pikir dan budaya yang biasa dilayani menjadi pola
pikir dan perilaku sebagai pelayan. Kurangnya kemampuan atau
ketidaktahuan pada bidang tugas yang menjadi tugas dan kewajibannya,
tidak terampil dan cakap dalam melaksanakan tugasnya sangat
mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
Fenomena yang terjadi adalah pegawai lamban dalam melaksanakan
pekerjaannya, tidak tepat waktu, adanya kekeliruan dan lainnya yang
menyimpang dari hal-hal yang telah ditetapkan. Di lain pihak, masyarakat
menuntut mendapatkan pelayanan yang baik.
c. Memuaskan atau Tidak Memuaskan
Dalam proposal penelitian ini nantinya peneliti akan tahu apakah
pelayanan masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan sipil di Kota
Bandar Lampung sudah memuaskan atau malah tidak memuaskan karena
para pegawainya melakukan Korupsi, Kolusi danNepotisme.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I Tinjauan Tentang KKN
a. Korupsi
Asal kata korupsi adalah dari bahasa latin corruptio atau corruptus.
Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua.
Dari bahasa latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu
corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie,
korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia
yaitu korupsi. (Andi Hamzah, 2005, Pemberantasan Korupsi)
Korup : busuk; palsu; suap (Kamus Bahasa Indonesia, 1991)
buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang
milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan
jabatannya untuk kepentingan pribadi (Kamus Hukum, 2002)
Korupsi : kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari
kesucian
(The Lexicon Webster Dictionary, 1978)
penyuapan; pemalsuan (Kamus Bahasa Indonesia, 1991)
penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai
tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain
(Kamus Hukum, 2002)
Syeh Hussein Alatas, dalam bukunya “The Sociology of
Corruption”mengemukakan pengertian korupsi dengan menyebutkan
10
benang merah yang menjelujuri dalam aktivitas korupsi, yaitu subordinasi
kepentingan umum di bawah kepentingan tujuan-tujuan pribadi yang
mencakup pelanggaran norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum,
dibarengi dengan kerahasian, penghianatan, penipuan dan kemasabodohan
yang luar biasa akan akibat yang diderita oleh masyarakat. Menurutnya,
“corruption is the abuse of trust in the interest of private gain” yakni
penyelahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi. Lebih lanjut Hussein
Alatas, menyebutkan tipe korupsi dalam prakteknya meliputi ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Korupsi selalu melibatkan lebih dari satu orang.
2. Korupsi pada umumnya dilakukan dengan penuh kerahasiaan
3. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4. Korupsi dengan bebagai macam akal berlindung dibalik pembenaran
hukum
5. Mereka yang terlibat korupsi adalah yang menginginkan keputusan
yang tegas dan mereka mampu mempengaruhi keputusan
6. Tindakan korupsi mengandung penipuan baik pada badan publik atau
masyarakat umum.
7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
mereka yang melakukan itu
9. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan
pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat
Dalam ketentuan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi tidak ditemukan
pengertian tentang korupsi. Akan tetapi, dengan memperhatikan kategori
tindak pidana korupsi sebagai delik formil, maka Pasal 2 dan Pasal 3
Undang-Udang No. 31 Tahun 1999 mengatur secara tegas mengenai
unsur-unsur pidana dari tindak pidana korupsi dimaksud. Pasal 2 Undang-
Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan sebagai berikut : “Setiap orang
yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
11
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonoman negara...” Selanjutnya dalam Pasal 3
Undang-Udang No. 31 Tahun 1999, menyatakan : “Setiap orang yang
dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara...”
Definisi yuridis di atas merupakan batasan formal yang ditetapkan oleh
badan atau lembaga formal yang memiliki wewenang untuk itu di suatu
negara. Oleh karena itu, batas-batas korupsi sangat sulit dirumuskan dan
tergantung pada kebiasaan maupun undang-undang domestik suatu negara.
Korupsi pertama kali dianggap sebagai tindak pidana di Indonesia
berdasarkan Undang-Undang No. 24 Prp. Tahun 1960 tentang Pengusutan,
Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Dalam
kenyataannya undang-undang ini tidak mampu melaksanakan tugasnya
sehingga dicabut dan diganti dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1971
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan terakhir sejak tanggal
16 Agustus 1999 diganti dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tujuan pemerintah
dan pembuat undang-undang melakukan revisi atau mengganti produk
legislasi tersebut merupakan upaya untuk mendorong institusi yang
berwenang dalam pemberantasan korupsi, agar dapat menjangkau berbagai
modus operandi tindak pidana korupsi dan meminimalisir celah-celah
hukum, yang dapat dijadikan alasan untuk dapat melepaskan diri dari
jeratan hukum. Dalam pengertian yuridis, Undang-Undang No. 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, memberikan
batasan tentang pengertian Tindak Pidana Korupsi dengan cakupan yang
lebih luas sehingga meliputi berbagai tindakan termasuk tindakan
”penyuapan”, yang dapat dipahami dari bunyi teks pasal-pasalnya,
kemudian mengelompokannya ke dalam beberapa rumusan delik. Dengan
12
memahami hal tersebut diharapkan segala tindakan hukum dalam rangka
pemberantaan korupsi akan terwujud, baik dalam bentuk pencegahan
(preventif) maupun tindakan (represif).
Pemberantasan korupsi tidak hanya memberikan efek jera bagi pelaku,
tetapi juga berfungsi sebagai daya tangkal.
Sebab-sebab korupsi :
1. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci
yang mampu memberi ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang
menjinakkan korupsi.
2. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
3. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan
dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
4. Kurangnya pendidikan.
5. Adanya banyak kemiskinan.
6. Tidak adanya tindakan hukum yang tegas.
7. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
8. Struktur pemerintahan.
9. Perubahan radikal, suatu sistem nilai yang mengalami perubahan
radikal, korupsi muncul sebagai penyakit transisional.
10. Keadaan masyarakat yang semakin majemuk.
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering
disebut GONE Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
korupsi meliputi :
1. Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang
secara potensial ada di dalam diri setiap orang.
2. Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau
instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
3. Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh
individu-individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
13
4. Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi
yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan
melakukan kecurangan.
b. Kolusi
Kolusi atau suap dalam bahasa arab disebut “Rasywah” atau “rasya”
secara bahasa bermakna memasang tali, ngemong, mengambil hati.
Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat
orang yang diberi tersebut dapat menolong orang yang memberi.
Maksudnya sesuatu yang dapat berupa uang ataupun hadiah yang
diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang
diinginkan berkat bantuan orang yang diberi tersebut.
Unsur-unsur suap :
a. Penerima suap ; orang yang mnerima sesuatu dari orang
lain berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka
melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak
dibenarkan oleh syara’.
b. Pemberi suap ; orang yang menerahkan harta atau uang
atau jasa untuk mencapai tujuannya.
c. Suapan ; harta atau uang atau jasa yang diberikan sebagai
sarana untuk mendapatkan sesuatu yang didambakan .
diharapkan dan diminta.
c. Nepotisme
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian nepotisme adalah
tindakan yang hanya menguntungkan sanak saudara atau teman-teman
sendiri, terutama dalam pemerintahan walaupun objek yang
diuntungkan tidak kompeten.
Pengertian nepotisme sebagai tindakan mengambil kesempatan
terhadap suatu keadaan, posisi atau jabatan berdasarkan hubungan
14
kekerabatan, tidak selalu mempunyai konotasi makna yang negatif.
Nepotisme menjadi sebuah perilaku positif (baik), apabila objek yang
diuntungkan memang dianggap kompeten.
Pengertian Nepotisme dalam Undang-Undang adalah setiap perbuatan
penyelenggaraan negara secara melawan hukum yang menguntungkan
kepentingan keluarganya atau kroninya diatas kepentingan masyarakat,
negara dan bangsa.
Sedangkan pengertian nepotisme dalam Islam adalah menganjurkan
untuk mendahulukan pemberian atau mementingkan sanak saudara atau
teman sendiri, terutama dalam hal sedekah, infak dan zakat yang betul-
betul membutuhkan dan mendesak.
Yang menjadi persoalan, jika tindakan nepotisme dikaitkan pemberian
posisi atau jabatan tertentu kepada orang yang mempunyai kekerabatan
dengan seorang pelakunya tanpa memperdulikan unsur-unsur sebagai
berikut :
Pertama, unsur keahlian atau kemampuan yang dimiliki, kalau
nepotisme dilakukan dengan tidak memperdulikan kualitas, maka
pelakunya bisa dikategori sebagai orang yang dzalim dan dapat
merusak tatanan kehidupan, baik keluarga, masyarakat, negara, maupun
agama.
Kedua, unsur kejujuran dalam menjalankan amanat, Jika nepotisme
dijalankan dengan cara yang tidak dibenarkan dalam suatu peraturan
atau hukum tertentu, seperti menutup kesempatan kepada orang lain
yang sama-sama mempunyai hak, maka ia termasuk kelompok yang
bisa dikategorikan sebagai orang yang tidak jujur dan khianat terhadap
amanat.
II.II Tinjauan Tentang Pelayanan Masyarakat
15
Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. (Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor
63/KEP/M.PAN/7/2003)
Pelayanan publik dapat juga diartikan sebagai pemberian layanan (melayani)
keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi
itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pada
hakikatnya, pemerintah adalah pelayanan kepada masyarakat. Ia tidaklah diadakan
untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat serta
menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan bersama
(Rasyid, 1998).
Unsur-Unsur Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
Berdasarkan berdasarkan Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003 bahwa di
dalam memberikan pelayanan publik harus mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum harus
jelas dan di ketahui sacara pasti oleh masing-masing.
2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus disesuaikan dengan
kondisi kebutuhan dan kemampuan masyarakat untuk membayar
berdasarkan ketentuan perundangan-undangan yang berlaku dengan tetap
berpegang pada efisiensi dan efektifitas.
3. Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan agar memberi
keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
4. Apabila pelayanan umum yang oleh instansi pemerintah terpaksa harus
mahal, maka instansi pemerintah yang bersangkutan berkewajiban memberi
peluang kepada masyarakat untuk ikut menyelenggarakannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
16
Asas Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
A. Transparansi
Bersifat terbuka, mudah dipahami dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
B. Akuntabilitas
Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
C. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
publik dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
D. Partisipatif
Mendorong peran serta msayarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
E. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender, dan status ekonomi .
F. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
Prinsip Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
A. Kesederhanaan
Proseduran pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan.
B. Kejelasan
1. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik
2. Unit kerja/pejabat yang berwenang bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa
dalam pelaksanaan pelayanan publik
3. Rincian biaya pelayanan publik tata cara pembayaran
17
C. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
D. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah
E. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik rasa aman dengan kepastian hukum.
F. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelenggaraan
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
G. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainnya yang termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan
informatika.
H. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau
oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi dan informatika.
I. Kedislipinan, Kesopanan, Dan Keramahan
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan disiplin,sopan dan santun, ramah,
serta memberikan pelayanan ikhlas.
J. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan
fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-
lain.
Standar Pelayanan Publik Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (MenPAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003
1. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan.
18
2. Waktu Penyelesaian
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian pelayanan.
3. Biaya Pelayanan
Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian pelayanan.
4. Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
5. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai oleh penyelenggara pelayan
publik.
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Petugas pemberi pelayanan harus memiliki pengetahuan, keahlian,
keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
19
III.I Tipe Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat penelitian deskriptif
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
III.II Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat “Deskriptif Analisis” yaitu penelitian hanya
melukiskan , memaparkan dan melaporkan suatu obyek atau gejala tertentu. Cara
ini digunakan untuk memaparkan dampak korupsi, kolusi dan nepotisme terhadap
pelayanan masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar
Lampung.
III.III Lokasi Penelitian
Menurut Masi Singarimbun dan Effendi (2000:169). Penetapan
penelitian ditentukan secara purposive atau berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan dan tujuan penelitian. Purposive adalah lokasi penelitian dipilih
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan diambil berdasarkan tujuan
penelitian.
Penelitian ini sendiri dilakukan di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Bandar Lampung . Yang beralamat di Jl. Wolter Monginsidi, Bandar Lampung.
III.IV Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
20
Menurut Bambang Prasetyo (2005: 119) Populasi adalah keseluruhan dari
objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan,
udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya sehingga objek-
objek ini dapat menjadi sumber data penelitian. Jadi yang dimaksud dengan
populasi adalah keseluruhan objek yang menjadi sumber data dalam suatu
penelitian, bila jumlah populasi dibawah seratus maka populasi tersebut
dijadikan sampel oleh peneliti, sebaliknya jika di atas seratus maka
digunakan perumusan dalam penarikan sampel. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kota Bandar Lampung.
2. Sampel Penelitian
Menurut Arikunto (1998: 104) Sampel adalah satuan wakil populasi yang
diteliti. Menurut Husein Umar (1998: 108 ) untuk menghitung jumlah
sampel digunakan rumus perhitungan sebagai berikut:
n= N
1+Ne2
Keterangan:
n = Ukuran Sampel
N = Ukuran Populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan
sampel yang masih ditolelir
21
III.V Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terbagi kepada dua macam,
yakni :
1. Penelitian Lapangan (Field Research).
Yaitu mengadakan kegiatan mengumpulkan data di lapangan dengan
menggunakan teknik pengumpul data sebagai berikut :
a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung terhadap
pelaksanaan kegiatan kerja pegawai di Kantor Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Bandar Lampung.
b. Interview, yakni mengadakan wawancara / Tanya jawab secara langsung
dengan para pegawai dan pihak-pihak yang terkait dengan penelitian itu.
c. Angket, questioner adalah lembaran pertanyaan tertulis yang diberikan
kepada responden tentang objek penelitian
2. Penelitian Perpustakaan (Library research)
Yakni mengadakan penelitian terhadap sejumlah literature yang ada
kaitannya dengan penelitian ini.
III.VI Metode Analisis Data
Lexy J. Moleong dalam Hasan (2008:29) menyatakan bahwa, “Analisis data
merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori,
dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dirumuskan hipotesis
kerjanya”. Teknik analisis data digunakan untuk menyederhanakan data yang diperoleh
dari lapangan agar lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Pada penelitian ini,
analisis data yang digunakan yaitu:
1. Metode Analisis Korelasi Spearman (rs)
Setelah data diperoleh dan terkumpul kemudian data diolah, sehingga data dapat
dianalisis. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis diskriptif
kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mendiskripsikan dampak korupsi,
22
kolusi dan nepotisme terhadap pelayanan masyarakat di Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Kota Bandar Lampung dan hubungan keduanya. Sedangkan untuk
mengetahui hubungan dampak korupsi, kolusi dan nepotisme terhadap pelayanan
masyarakat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Bandar Lampung peneliti
menggunakan rumus koefisien korelasi Spearman (rs).
Koefisien korelasi Spearman’s Rho (rs) menurut Iqbal Hasan (2008:57)
dirumuskan sebagai berikut :
r s=1−6 Σb
i2
n ( n2−1 )
Keterangan :
rs = Koefisien korelasi rank
b = Selisih rank
n = Banyaknya pasangan rank
2. Metode Analisis Komparatif
Yaitu metode yang berusaha mencari pemecahan masalah melalui analisis sebab
akibat yakni meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau
fenomena yang diselidiki dan membandingkan satu faktor dengan yang lain.
3. Metode Berpikir dalam Mengambil Keputusan
Yakni untuk mendapatkan suatu kesimpulan yang benar maka diperlukan cara
pengambilan kesimpulan yang tepat. Maka dalam penelitianj ini di gunakan
deduksi. Deduksi adalah cara pengambilan kesimpulan dari umum ke khusus.
Daftar Pustaka
23
http://eprints.undip.ac.id/17819/1/INDUNG_WIJAYANTO.pdf
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131327-T%2027609-Pengaruh%20kompensasi-Pendahuluan.pdf
http://rumputliar95.blogspot.com/2010/11/penyebab-kkn.htm
KPK ‘Mengenali dan Memberantas Korupsi’
: http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2027081-pengertian-korupsi-dan-tindak-pidana/#ixzz2EilQDO8w
http://soloraya.net/korupsi-dan-pengertiannya.html
suap dalam pandangan islam Abdullah Bin Abdul Muhsin
http://www.referensimakalah.com/2012/12/pengertian-nepotisme.html
http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/10/pengertian-pelayanan-publik.html
http://www.antaralampung.com/print/258784/menanti-optimalisasi-layanan-publik-di-bandarlampung)
24
25