proposal tesis

Upload: trestyd

Post on 11-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Proposal penelitian

TRANSCRIPT

PROPOSAL TESISSISTEM PENJAMINAN KUALITAS PENERAPAN PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN INSINERATOR (STUDI KASUS: PLTSa KOTA BANDUNG)(Telah Didiskusikan dengan Dr. Benno Rahardyan)

Disusun Oleh :

Tresty Diyannisa/25309311

PROGRAM PASCA SARJANA

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

20121. Judul

Kajian Kelayakan Implementasi Insinerator di Kota Bandung

2. Latar Belakang

Pemerintah terus melakukan upaya perbaikan sistem penanganan sampah kota dengan meningkatkan teknologi pengolahan sampah seperti yang saat ini sedang diupayakan oleh Pemerintah Kota Bandung. Pemerintah kota Bandung berencana untuk membangun fasilitas pengolahan sampah berupa insinerator. Ide untuk membangun fasilitas tersebut datang dari pemerintah kota Bandung yang dihadapkan pada permasalahan berupa tidak tersedianya lagi ruang di kota Bandung untuk membuang sampah pada tempat pemrosesan akhir (TPA). Untuk itu salah satu solusi yang diambil adalah dengan mereduksi volume sampah yang dihasilkan dengan insinerasi.Saat ini, social acceptance (penerimaan sosial) dari sebuah proyek menjadi hal yang sangat penting, apalagi jika pengoperasiannya di tengah-tengah permukiman penduduk. Hingga sekarang masyarakat pada umumnya masih menolak keberaadaan fasilitas pengolahan sampah karena banyaknya kekhawatiran akan dampak negatif yang ditimbulkannya seperti bau, kumuh, dan polusi udara. Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui beberapa faktor yang berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap fasilitas pengolahan sampah (TPA, insinerator, landfill dan fasilitas daur ulang), antara lain keandalan terhadap institusi (Ristiana, 2005), yaitu :

Kekhawatiran terhadap gangguan fasilitas.

Kekhawatiran terhadap gangguan alam.

Kekhawatiran terhadap keandalan institusi.

Kekhawatiran terhadap pencemaran dan dampak terhadap kesehatan.

Pada analisis lain mengenai ketidakpercayaan terhadap fasilitas persampahan, diperoleh dua buah faktor ketidakpercayaan, yaitu kemampuan pengelola dan keandalan teknologi (Junerosano, 2006). Diketahui juga bahwa resistensi masyarakat terhadap pembangunan fasilitas pengolahan sampah di hampir setiap wilayah disebabkan oleh ketidakpercayaan terhadap pengelola dan gangguan terhadap kesehatan dari pembangunan fasilitas tersebut (Prayoga, 2008). Oleh karena itu, dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kelayakan implementasi dari fasilitas insinerator yang akan dibangun di Kota Bandung. 3. Rumusan MasalahMasyarakat pada umumnya masih menolak keberadaan fasilitas persampahan karena banyaknya kekhawatiran akan dampak negatif yang ditimbulkannya, ketidakpercayaannya terhadap pengelola maupun teknologinya. Oleh karena itu perlu diketahui kelayakan implementasi dari insinerator yang akan dibangun di Kota Bandung dilihat dari persepsi dari masyarakat, pihak pengelola, maupun pakar terkait, sehingga bisa diketahui alternatif pengolahan sampah terbaik.

4. Hipotesis

Adanya kesenjangan persepsi antara masyarakat, pihak pengelola, serta pakar yang terlibat mempengaruhi kelayakan implementasi dari insinerator.5. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah insinerator merupakan alternatif penanganan sampah terbaik bagi kota Bandung dilihat dari kesiapan teknologi maupun kesiapan masyarakat dan pihak pengelolanya.Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui persepsi masyarakat, pihak pengelola, serta pakar terkait terhadap implementasi fasilitas insinerator2. Mengetahui tingkat kepuasan masyarakat terhadap informasi yang diberikan oleh pengelola fasilitas pengolahan sampah

3. Melihat kesenjangan persepsi antara masyarakat, pihak pengelola, serta pakar terkait implementasi dari fasilitas insinerator4. Mengetahui alternatif pengolahan sampah terbaik6. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1. Lokasi penelitian adalah Kota Bandung dimana insinerator akan melayani satu Kota Bandung.2. Aspek kelayakan implementasi yang ditinjau antara lain aspek teknis, sosial, dan pembiayaan.

3. Responden yang akan diteliti adalah masyarakat kota Bandung, pihak pengelola, dan pakar yang terkait.

7. Tinjauan Pustaka

Selama tahun 1890-an sampah telah menjadi permasalahan di berbagai negara karena jumlahnya yang terus meningkat namun menurunnya kapasitas landfill, peningkatan biaya, serta adanya penolakan terhadap pembangunan fasilitas persampahan yang baru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah pembangunan fasilitas persampahan tidak hanya dari segi teknis saja, tetapi juga ekonomi, sosial, dan politik. Partisipasi masyarakat yang efektif harus menjadi unsur penting dalam sebuah proses implementasi yang mencakup komunikasi resiko, mitigasi, dan kegiatan evaluasi (USEPA).Menurut USEPA, permasalahan dari implementasi failitas persampahan diantaranya:

Masalah implementasi tidak hanya teknis tetapi sosial, ekonomi, dan politik. Penolakan masyarakat untuk landfill maupun insinerator tidak selalu ditimbulkan dari isu implementasi yang sama tetapi juga dari penolakan yang terbatas pada satu isu dalam kasus tertentu.

Ketakutan masyarakat dan ketidakpercayaan terhadap informasi teknis. Informasi teknis memainkan peranan penting dalam implementasi, tetapi dapat terlihat oleh masyarakat sebagai alat yang dimanipulasi oleh kelompok-kelompok yang berkepentingan.Fasilitas persampahan merupakan sarana fisik yang dibangun untuk menunjang kegiatan pengelolaan sampah, seperti fasilitas daur ulang, pengomposan, insinerator, maupun TPA berupa landfill. Insinerator merupakan teknologi pengelolaan sampah yang digunakan untuk mengkonversi materi padat menjadi materi gas, serta materi padatan yang sulit terbakar, yaitu abu dan debu. Insinerator jarang digunakan di Indonesia.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran fasilitas persampahan seperti insinerator dapat mengganggu permukiman sekitarnya karena polusi udara yang ditimbulkannya. Selain itu penanganan yang buruk dalam operasinya akan mengakibatkan dampak negatif lainnya. Hal inilah yang mengakibatkan penolakan dari masyarakat akan keberadaan fasilitas persampahan, dalam hal ini insinerator.

Dari segi masyarakat timbul pendapat yang biasa dikenal dengan NIMBY (not in my back yard) Syndrome. Artinya jangan menempatkan fasilitas persampahan di sekitar permukiman saya. Keadaan ini mengakibatkan sulitnya pemerintah membangun fasilitas persampahan. Sejarah pengelolaan sampah mempengaruhi sikap terhadap fasilitas persampahan. Kondisi TPA di Indonesia yang ada saat ini membuat terbentuknya opini buruk tentang TPA di mata masyarakat. Masyarakat takut terhadap hal negatif yang akan ditimbulkan oleh fasilitas pengelolaan sampah tersebut. (Rahardyan, 2004).

Sejarah pengelolaan sampah ini juga dapat mempengaruhi ketidakpercayaan masyarakat terhadap fasilitas persampahan maupun kepada pengelolanya. Menurut Groothuis (1997) konsep ketidak percayaan meanjadi isu yang relevan khususnya ketika unsur resiko muncul kepada seseorang. Kepercayaan pada lembaga sosial menjadi komponen penting dari komunikasi resiko. Untuk menilai dampak ketidakpercayaan sosial dalam pengambilan keputusan, dapat diteliti peran ketidakpercayaan sumber informasi dalam kesediaan menerima fasilitas pembuangan limbah berbahaya di lingkungan seseorang. Sebagaimana diuraikan oleh Rahardyan (2004) Fishbein menerangkan bahwa sikap dapat dipahami dengan mengetahui kecenderungan dan konsep pola pikir. Berdasarkan pendekatan rasional basis penelitian ini menggunakan pendekatan analisa psikologis kuantitatif untuk persampahan yang dikembangkan oleh Zeiss (1991) dan diteruskan oleh Matsuto (2003). Dengan mengkuantifikasikan persepsi hal-hal yang menjadi kekhawatiran masyarakat dapat dibandingkan dan dianalisis secara statistik.

Zeiss (1991) telah membangun suatu tata hubungan mulai dari dampak fisik hingga keyakinan dan akhirnya sikap. Ia mengklasifikasikan dampak menjadi dua kategori, fisik dan non fisik. Dampak fisik meliputi resiko kesehatan, gangguan, dan perubahan lingkungan, dimana hal-hal ini akan memberikan dampak non fisik yang dapat dikategorikan menjadi dampak ekonomi (contoh penurunan nilai tanah), sosial (penurunan image), dan politis (ketidakdilan). Ketakutan tentang dampak fisik biasanya berlebihan dan tidak berhubungan dengan kenyataan yang ada, dampak non fisik mempengaruhi sikap sama kuatnya dengan dampak fisik. Sedikit dampak fisik dapat memicu sikap negatif masyarakat terhadap fasilitas persampahan.

Persepsi masyarakat dibangun oleh komponen persepsi terhadap dampak pencemaran, pengaruh gangguan, kepedulian terhadap sistem manajemen dan perencanaan serta manfaat dari fasilitas persampahan (Rahardyan, 2004). Selain kekhawatiran terhadap dampak fasilitas persampahan, image juga mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap fasilitas persampahan (Fujimoto, 2004).

Kuesioner survey ditemukan cukup berhasil untuk menganalisis persepsi masyarakat terhadap fasilitas persampahan (Rahardyan, 2004). Sikap terhadap fasilitas persampahan dipengaruhi oleh kombinasi faktor-faktor persepsi terhadap fasilitas terhadap persampahan.

Adanya isu lingkungan menyebabkan pembangunan fasilitas pengolahan persampahan menjadi sulit dilakukan. Beberapa hal yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap fasilitas adalah sebagai berikut (Portney, 1991):

1. Status sosial dan ekonomi.

Masyarakat golongan ekonomi bawah memiliki tingkat penolakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan golongan ekonomi atas.

2. Perbedaan jenis kelamin.

Ada hubungan antara jenis kelamin dengan dengan sikap terhadap fasilitas, dimana wanita memiliki tingkat penolakan yang lebih tinggi terhadap fasilitas dibandingkan dengan pria.

3. Tingkat pendidikan (pengetahuan).

Masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah dan pengetahuan lingkungan yang kurang, memiliki tingkat penolakan terhadap fasilitas yang cenderung lebih tinggi. Masyarakat yang peduli / sadar terhadap dampak dari fasilitas persampahan mungkin merupakan masyakarat yang mengerti pentingnya fasilitas dan termasuk ke dalam kelompok masyarakat yang lebih sedikit menolak fasilitas.

4. Budaya.

Masyarakat yang sudah tinggal lama pada daerahnya akan lebih terikat dengan budaya dan kehidupan sosial pada daerahnya tersebut. Hal ini akan menyebabkan tingkat penolakan yang tinggi terhadap penempatan suatu fasilitas.

5. Kegiatan politis.

Masyarakat yang lebih banyak menolak fasilitas biasaya merupakan kelompok yang aktif dalam kegiatan politis. Akan tetapi sangat sulit untuk mendapatkan informasi dimana masyarakat yang menolak fasilitas juga merupakan aktivis politis.6. Keikutsertaan pihak media.

Semakin banyak media ikut serta, maka akan semakin tinggi penolakan masyarakat dalam penempatan fasilitas.

7. Persepsi terhadap resiko.

Persepsi terhadap resiko fasilitas memberikan pengaruh terbesar terhadap sikap dibandingkan dengan karakteristik demografis.8. Metodologi

Metodologi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan Alir Penelitiana. Penetapan variabel penelitianSebelum ditentukan variabel dalam penelitian, ditetapkan dahulu perumusan masalahnya. Gambar 2 menunjukkan bagan alir perumusan masalah.

Gambar 2 Bagan Alir Perumusan Msalah

Dari Gambar 2 dapat dijelaskan perumusan masalah antara lain:

Apakah latar belakang masyarakat mempengaruhi kepercayaan terhadap teknologi dan pengelola

Apakah latar belakang masyarakat mempengaruhi kekhawatiran terhadap implementasi insinerator

Apakah latar belakang masyarakat mempengaruhi sikap terhadap implementasi insinertaor Apakah kesiapan pengelola mempengaruhi sikap terhadap implementasi insinerator

Dari perumusan masalah tersebut dapat ditetapkan variabel penelitiannya, diantaranya:

Variabel yang berhubungan dengan atribut masyarakat.

Variabel yang berhubungan dengan image masyarakat

Variabel yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap pengelola

Variabel yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap teknologi

Variabel yang berhubungan dengan kekhawatiran masyarakat

Variabel yang berhubungan dengan sikap terhadap implementasi insinerator b. Penentuan wilayah penelitian. Wilayah penelitian merupakan daerah di mana penelitian akan dilakukan dan wilayah di mana terdapat sampel (obyek penelitian) yang akan diteliti

c. Penyusunan kuesioner untuk survei yang akan dilakukan

Bentuk kuisioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner dengan pertanyaan terbuka dan tertutup. Disusun terlebih dahulu struktur kuisionernya. Tabel 1 menunjukkan struktur kuisioner untuk masyarakat dan Tabel 2 untuk pengelola.

Tabel 1 Struktur Kuisioner untuk Masyarakat

Aspek SosialKomponenMateriKode

DemografiAtribut RespondenUmurA1

Jenis KelaminA2

PendidikanA3

Pengetahuan tentang insineratorA4

ImageImage terhadap Insineratorkata-kata yang berhubungan dengan insineratorB1

KepercayaanKepercayaan terhadap pengelolamanajemenC1

keterbukaanC2

prosedur C3

keandalanC4

pemberi pengarahanC5

penentu peraturanC6

standar pelayananC7

pemberdaya masyarakatC8

perencanaanC9

pemantauanC10

pengawasanC11

Kepercayaan terhadap teknologiteknologi dalam mengatasi pencemaranD1

teknologi dalam mengatasi gangguanD2

teknolgi tidak menimbulkan permasalahan baruD3

KekhawatiranKekhawatiran terhadap implementasi inisineratorkekhawatiran terhadap pencemaran dan dampaknya terhadap kesehatanE1

dampak kebisingan dan bauE2

gangguan lingkunganE3

kekuatan modalE4

Sikap MasyarakatSikap terhadap implementasi insineratorsikap jika dibangunF1

kompensasiF2

sikap jika feasibility study diterimaF3

sikap jika AMDAL diterimaF4

sikap jika dibangun di lokasi lainF5

Tabel 2 Struktur Kuisioner Pengelola

Aspek SosialKomponenMateriKode

DemografiAtribut RespondenUmurA1

Jenis KelaminA2

PendidikanA3

Umumprogram mengenai penolahan sampahB1

insinerator bagian dr program tsbB2

ImageImage terhadap Insineratorkata-kata yang berhubungan dengan insineratorC1

KepercayaanKepercayaan terhadap lembagamanajemenD1

perencanaanD2

keterbukaanD3

pemberdaya masyarakatD4

Kepercayaan terhadap implementasisiap implementasi dari segi biaya, SDME1

teknologi yang dipilih merupakan teknologi terbaikE2

manfaat implementasiE3

keterlibatan masyarakatE4

Kepercayaan terhadap teknologiteknologi dalam mengatasi pencemaranF1

teknologi dalam mengatasi gangguanF2

teknolgi tidak menimbulkan permasalahan baruF3

KekhawatiranKekhawatiran terhadap implementasi inisineratorkekhawatiran terhadap pencemaran dan dampaknya terhadap kesehatanG1

dampak kebisingan dan bauG2

gangguan lingkunganG3

SikapLembaga/PengelolaSikap terhadap implementasi insineratorkompensasiH1

sikap jika dibangunH2

d. Pengumpulan data:

Survei kepada masyarakat untuk mengetahui persepsi mayarakat mengenai implementasi insinerator yang sedang diupayakan oleh pemerintah Kota Bandung

Survei kepada pihak pengelola untuk melihat sejauh mana kesiapannya terhadap implementasi insinerator. Survei kepada pakar yang terkait dengan pembangunan fasilitas insineratore. Pengolahan data dan pembahasan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode regresi linear dan analisis diskriminan9. Jadwal Pelaksanaan

Jadwal pelaksanaan penelitian ini diperkirakan akan berlangsung selama 6 (enam) bulan dengan rincian kegiatan seperti pada Tabel 3.Tabel 3 Jadwal Kegiatan PenelitianUraian KegiatanBulan ke-1Bulan ke-2Bulan ke-3Bulan ke-4Bulan ke-5Bulan ke-6

123412341234123412341234

Studi literatur

Penyusunan kuisioner

Pengumpulan data

Pengolahan data

Penyusunan laporan

10. Daftar PustakaBijaksana, M dan B. Rahardyan. 2006. Studi Mengenai Ketidakpercayaan Masyarakat Terhadap Teknologi Dan Pengelola Fasilitas Pengolahan Persampahan. Seminar I Mahasiswa Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, 27 Februari 2006 ALSI-ITB Bandung.Fujimoto, Y, T.Matsuto, N. Tanaka,Y. Kakuta, B. Rahardyan. 2004. Study on Residents Concerns About MSW Landfills and Incinerators. The 2004 Spring Conference of the Korea Society of Waste Management, pp.113-115, 2004Groothuis, Peter A dan Gail Miller. 1997. The Role of Social Distrust in Risk Benefit Analysis: A Study of the Sitting of Hazardous Waste Disposal Facility. Journal of Risk and Uncertainty 15, pp. 241-257.

Portney, Kent. E. 1991. Siting Hazardous Waste Treatment Facfilities, The NIMBY Syndrome. New York. Auburn House.

Rahardyan, B. 2004. Citizens Oppositions toward Solid Waste Management Facilities (a Chapter in the Study of Citizens Concern and Attititude towards Solid Waste Management Facility in Japan). Laboratory of Solid Waste Disposal Engineering, Hokkaido University.Rahardyan,B. dan D.Ristiana. 2005. Faktor-faktor Kekhawatiran yang Berkaitan Dengan Persepsi dan Sikap Masyarakat Terhadap Fasilitas Persampahan. Jurnal infrastruktur dan Lingkungan Binaan Vol.1 No.1 Juni 2005. pp : 17-26. ISSN 1858-1390.

Rahardyan, B., dan Prayoga, E.P. 2008. Analytical Hierarchy Process Resistensi Penerimaan Fasilitas Pengolahan Sampah. Jurnal Teknik Lingkungan Volume 14 Nomor 1 April 2008 pp: 49-59. ISSN 10854-1957.

Zeiss, C. and Atwater, J. 1991. Waste Disposal Facilities And Community Response: Tracing Pathways From Facility Impacts to Community Attitude. Can. J. Civ. Eng. 18, 83-96 3

_1350281609.vsdPenentuan Variabel Penelitian

Penyusunan Kuisioner

Penentuan Lokasi Penelitian

Pre Test

Valid dan Reliabel?

Ya

Tidak

Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis Data

_1351471453.vsdtext

Latar Belakang Masyarakat

Image terhadap insinerator

Kepercayaan

Atribut Personal(umur, pendidikan, dll)

Pengetahuan tentang insinerator, pengalaman kunjungan

Pengelola

Teknologi

Kekhawatiran terhadap implementasi insinerator

Sikap terhadap implementasi insinerator

Kesiapan Pengelola (biaya, SDM)