proposal tesis

77
1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang mendasari penelitian ini yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disusun, ditentukan tujuan penelitian agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas mengenai apa saja yang ingin dicapai. Selanjutnya, pada bab ini juga dijelaskan mengenai manfaat penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan Tesis. 1.1 Latar Belakang Hingga saat ini telah diidentifikasi berbagai jenis penyakit yang dapat menular tidak hanya secara horizontal, namun juga menular secara vertikal. Penularan penyakit secara horizontal dapat terjadi melalui kontak langsung maupun tidak langsung, sedangkan penularan secara vertikal dari ibu ke bayi dapat terjadi melalui plasenta pada saat bayi berada dalam kandungan atau menular ke bayi yang baru lahir pada saat proses kelahiran normal. Salah satu contoh penyakit yang menular secara horizontal dan vertikal adalah penyakit Herpes Simpleks. Penyakit Herpes Simpleks disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV), tipe 1 atau 2. Pada umumnya, Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-1) menginfeksi daerah mulut dan menyebabkan Herpes Oral, sedangkan Virus Herpes Simpleks tipe 2 (HSV-2) menginfeksi daerah kelamin dan menyebabkan Herpes Genital. Virus Herpes Simpleks menginfeksi tubuh melalui luka pada kulit atau masuk melalui membran mukosa pada mulut dan daerah genital. Virus Herpes Simpleks akan tetap selalu ada di dalam tubuh sejak virus ini menginfeksi tubuh pertama kali (infeksi primer) dan tidak selalu berada dalam kondisi aktif. Setelah virus masuk ke dalam tubuh, HSV menjadi laten dan tidak dapat menular ke orang lain selama kurang lebih 2 14 hari. Virus Herpes Simpleks yang berada pada kondisi laten dapat menjadi aktif kembali dan menyebabkan infeksi rekuren (kambuhan) dalam jangka waktu yang tidak tentu. Infeksi rekuren dapat terjadi akibat faktor

Upload: yoh

Post on 31-Dec-2015

143 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Tesis

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan ini dijelaskan mengenai latar belakang yang

mendasari penelitian ini yang kemudian dirumuskan dalam rumusan masalah.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disusun, ditentukan

tujuan penelitian agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas mengenai apa saja

yang ingin dicapai. Selanjutnya, pada bab ini juga dijelaskan mengenai manfaat

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan Tesis.

1.1 Latar Belakang

Hingga saat ini telah diidentifikasi berbagai jenis penyakit yang dapat

menular tidak hanya secara horizontal, namun juga menular secara vertikal.

Penularan penyakit secara horizontal dapat terjadi melalui kontak langsung

maupun tidak langsung, sedangkan penularan secara vertikal dari ibu ke bayi

dapat terjadi melalui plasenta pada saat bayi berada dalam kandungan atau

menular ke bayi yang baru lahir pada saat proses kelahiran normal. Salah satu

contoh penyakit yang menular secara horizontal dan vertikal adalah penyakit

Herpes Simpleks.

Penyakit Herpes Simpleks disebabkan oleh Virus Herpes Simpleks (HSV),

tipe 1 atau 2. Pada umumnya, Virus Herpes Simpleks tipe 1 (HSV-1) menginfeksi

daerah mulut dan menyebabkan Herpes Oral, sedangkan Virus Herpes Simpleks

tipe 2 (HSV-2) menginfeksi daerah kelamin dan menyebabkan Herpes Genital.

Virus Herpes Simpleks menginfeksi tubuh melalui luka pada kulit atau masuk

melalui membran mukosa pada mulut dan daerah genital. Virus Herpes Simpleks

akan tetap selalu ada di dalam tubuh sejak virus ini menginfeksi tubuh pertama

kali (infeksi primer) dan tidak selalu berada dalam kondisi aktif. Setelah virus

masuk ke dalam tubuh, HSV menjadi laten dan tidak dapat menular ke orang lain

selama kurang lebih 2 – 14 hari. Virus Herpes Simpleks yang berada pada kondisi

laten dapat menjadi aktif kembali dan menyebabkan infeksi rekuren (kambuhan)

dalam jangka waktu yang tidak tentu. Infeksi rekuren dapat terjadi akibat faktor

Page 2: Proposal Tesis

2

pencetus antara lain stres, perubahan hormon dan menurunnya kekebalan tubuh

atau imunitas dari individu terinfeksi.

Penyakit Herpes Simpleks dapat menular secara horizontal melalui kontak

langsung dengan kulit individu yang terinfeksi HSV. Seseorang memiliki

kemungkinan paling tinggi untuk terinfeksi HSV pada saat terjadi kontak

langsung dengan penderita penyakit Herpes Simpleks yang sedang menunjukkan

gejala penyakit Herpes Simpleks, yaitu berupa lepuhan dan gelembung pada

permukaan kulit yang berisi cairan yang mengandung HSV. Pada kenyataannya,

sebagian besar infeksi HSV tidak menunjukkan gejala sama sekali namun tetap

dapat menular ke orang lain. Akibatnya, individu yang terinfeksi HSV sering kali

tidak menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi dan melakukan kontak langsung

secara bebas dengan individu lain sehingga penularan HSV semakin meningkat.

Penyakit Herpes Simpleks juga dapat menular melalui cairan tubuh seperti

saliva, semen dan cairan vagina. Penyakit Herpes Oral yang disebabkan oleh

HSV-1 dapat menular melalui saliva, sedangkan penyakit Herpes Genital yang

disebabkan oleh HSV-2 dapat menular melalui cairan vagina dan semen pada saat

melakukan hubungan seksual. Meskipun pada umumnya disebabkan oleh HSV-2,

namun hingga kini penyakit Herpes Genital juga dapat disebabkan oleh HSV-1.

Sebaliknya, HSV-2 juga dapat mengakibatkan Herpes Oral, meskipun kasus ini

sangat jarang terjadi. Hunt (2011) menyatakan bahwa sekitar 90% dari kasus

penyakit Herpes Genital disebabkan oleh HSV-2, sedangkan sisanya disebabkan

oleh HSV-1. Adapun Simon (2013) menyatakan bahwa hampir setengah dari

kasus baru penyakit Herpes Genital yang terjadi di negara-negara berkembang

pada saat ini melibatkan HSV-1. Hal ini dipicu oleh meningkatnya kontak oral-

genital pada saat melakukan aktivitas seksual. Oleh karena itu, penyakit Herpes

Genital lebih banyak ditemukan pada individu dewasa yang telah aktif secara

seksual. Angka infeksi semakin meningkat semakin bertambahnya usia dan

bertambahnya jumlah pasangan seksual yang dimiliki (Hunt, 2011).

Selain menular secara horizontal, penyakit Herpes Simpleks juga dapat

menular secara vertikal, yaitu dari ibu ke bayi di dalam kandungan maupun bayi

yang baru lahir pada saat proses kelahiran normal. Seorang ibu yang mendapatkan

Page 3: Proposal Tesis

3

infeksi primer HSV pada masa akhir kehamilannya memiliki risiko cukup tinggi

untuk menularkan HSV kepada bayinya (Kriebs, 2008).

Ehrlich (2011) menyatakan bahwa sekitar 62% - 85% masyarakat dewasa di

Amerika Serikat telah terinfeksi HSV-1, sedangkan Fleming dkk (1997)

menyatakan bahwa sekitar 1 dari 5 orang di Amerika Serikat yang berusia di atas

12 tahun (sekitar 45 juta jiwa) terinfeksi HSV-2 yang menyebabkan penyakit

Herpes Genital. American Social Health Association (1998) menyatakan bahwa

penyakit Herpes Genital telah menjadi 1 dari 3 penyakit menular seksual yang

paling menyebar di Amerika Serikat. Satu juta kasus baru terjadi setiap tahun dan

kebanyakan infeksi Virus Herpes Simpleks tidak menunjukkan gejala namun tetap

dapat menular. Penyakit Herpes Simpleks bukanlah penyakit yang mematikan

bagi individu dewasa, namun dapat berakibat fatal bagi bayi yang tidak mendapat

penanganan serius.

Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk mengendalikan penyebaran

penyakit Herpes Simpleks yang semakin hari semakin meningkat, salah satunya

adalah dengan pemberian vaksinasi. Jika selama ini vaksinasi diberikan sebagai

upaya pencegahan penyebaran penyakit dan diberikan kepada individu yang

rentan penyakit, maka pada penelitian ini akan diperkenalkan vaksinasi yang

diberikan kepada individu yang telah terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk

menularkan penyakit. Vaksinasi yang dimaksud adalah vaksinasi pengobatan

(therapeutic vaccine). Keuntungan dari vaksin pengobatan adalah pemberian

vaksin akan lebih efisien karena diberikan kepada individu yang diketahui telah

terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit serta memberikan

harapan untuk sembuh bagi mereka yang sudah terinfeksi HSV. Namun, perlu

diketahui bahwa hingga saat ini vaksin pengobatan untuk penyakit Herpes

Simpleks masih dalam tahap pengembangan dan belum bisa memberikan

perlindungan dan pengobatan secara menyeluruh terhadap penyakit Herpes

Simpleks.

Untuk itu, dengan maksud untuk mempelajari penyebaran penyakit Herpes

Simpleks ini, sangat penting untuk memodelkannya ke dalam model matematika,

dalam hal ini disebut dengan model epidemi. Dengan mempelajari model epidemi

Page 4: Proposal Tesis

4

serta dinamika atau perilaku dari model epidemi, dapat ditentukan kapan penyakit

akan menjadi endemik dan langkah apa yang dapat dilakukan untuk

menanggulanginya. Oleh karena itu, sesuai dengan karakteristik dari penyakit

Herpes Simpleks dan penularan HSV, model epidemi yang dapat digunakan

sebagai pendekatan untuk memodelkan penyebaran penyakit Herpes Simpleks ini

adalah model epidemi SEIV berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan

oleh Long dan Xiang (2011). Long dan Xiang (2011) menggunakan model

epidemi SEIV untuk mempelajari penyebaran penyakit yang menular secara

horizontal dan vertikal dengan memperhatikan pemberian vaksinasi dan masa

laten. Dinamika dari model epidemi SEIV yang dipelajari adalah eksistensi titik

ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik, analisis kestabilan

lokal masing-masing titik ekuilibrium dan kemungkinan terjadinya bifurkasi pada

nilai parameter tertentu. Analisis bifurkasi dilakukan untuk melihat apakah

perubahan nilai parameter tertentu menyebabkan perubahan perilaku dari model

epidemi yang dibentuk.

Terkait eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium

endemik, serta analisis bifurkasi pada model epidemi SEIV yang dibentuk, perlu

diperhatikan bilangan reproduksi dasar atau yang didefinisikan sebagai rata-

rata terjadinya kasus sekunder setelah terjadi 1 kasus primer pada suatu populasi.

Pada beberapa kasus model epidemi, pada saat , titik ekuilibrium bebas

penyakit stabil asimtotik dan pada saat , titik ekuilibrium bebas penyakit

tidak stabil dan muncul titik ekuilibrium endemik stabil asimtotik. Fenomena

seperti ini yang terjadi pada model epidemi disebut dengan bifurkasi maju.

Selanjutnya perlu diselidiki pula kemungkinan terjadinya bifurkasi mundur yang

ditandai munculnya titik ekuilibrium endemik pada saat . Jika bifurkasi

mundur terjadi maka penyakit tidak akan menghilang meskipun .

Adapun salah satu faktor yang mempengaruhi dinamika atau perilaku dari

model epidemi yang dibentuk adalah laju insidensi yang digunakan. Laju

insidensi adalah laju munculnya infeksi baru (Li dkk, 2010). Pada model epidemi

sering kali digunakan laju insidensi bilinear ( ) ( ) , dengan S(t) dan I(t)

berturut-turut menyatakan jumlah individu yang rentan penyakit dan jumlah

Page 5: Proposal Tesis

5

individu yang terinfeksi sekaligus memiliki kemampuan untuk menginfeksi

individu lain pada saat t. Laju insidensi bilinear ( ) ( ) menunjukkan kenaikan

laju kontak sebanding dengan kepadatan populasi (Hethcote, 2000). Selanjutnya

Liu dkk (1986,1987) (dalam Li dkk, 2010) memperkenalkan laju insidensi

( ) ( ) dengan . Laju insidensi ( ) ( ) digunakan dengan

mempertimbangkan adanya faktor kejenuhan atau adanya faktor pencetus

(eksposur) jamak sebelum terjadinya infeksi. Van den Driessche dan Watmough

(2000) mengkombinasikan kedua bentuk laju insidensi di atas dan

memperkenalkan laju insidensi nonlinear ( ) ( )[ ( )] , dengan

, dan . Pada penelitian ini, model epidemi SEIV yang dibentuk

menggunakan laju insidensi nonlinear ( ) ( )[ ( )] dengan p = 2

yang memasukkan faktor naiknya laju insidensi yang diakibatkan oleh eksposur

ganda dalam waktu yang singkat (Van den Driessche dan Watmough, 2000),

mengingat penyakit Herpes Simpleks dapat disebabkan oleh HSV-1 atau HSV-2.

Individu infektif baru yang diakibatkan oleh eksposur ganda muncul dengan laju

( ) ( ) , sedangkan individu infektif baru yang diakibatkan oleh kontak

tunggal muncul dengan laju ( ) ( ).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah:

1. Bagaimana model epidemi yang sesuai dengan karakteristik penyakit yang

dimodelkan?

2. Bagaimana nilai dari bilangan reproduksi dasar pada model epidemi yang

dibentuk?

3. Bagaimana eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium

endemik?

4. Bagaimana sifat kestabilan lokal dari masing-masing titik ekuilibrium?

5. Bagaimana bifurkasi yang terjadi pada model epidemi SEIV?

Page 6: Proposal Tesis

6

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan

dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan model epidemi yang sesuai dengan karakteristik penyakit yang

dimodelkan.

2. Menentukan bilangan reproduksi dasar.

3. Menyelidiki eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium

endemik.

4. Melakukan analisis kestabilan lokal dari masing-masing titik ekuilibrium.

5. Melakukan analisis bifurkasi yang mungkin terjadi pada model epidemi SEIV.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum, manfaat dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta untuk menambah wawasan

pengetahuan dalam bidang matematika terapan terutama dalam bidang

biomatematika. Secara khusus, penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan

model matematika pada bidang epidemiologi terkait penyakit yang menular secara

horizontal dan vertikal, serta pemberian vaksinasi pengobatan pada individu yang

telah terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk menularkan penyakit.

1.5 Tinjauan Pustaka

Model epidemi SIR pertama kali dikembangkan oleh Kermack dan

McKendrick (1927). Selanjutnya model epidemi SIR dikembangkan menjadi

model epidemi lain seperti SIS, SIRS, SEIR, SEIRS dan SEIV. Adapun model

epidemi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model epidemi SEIV yang

terkait dengan masa laten dan pemberian vaksinasi. Pada model epidemi SEIV

yang dibentuk, digunakan laju insidensi nonlinear ( ) dengan ,

dan yang dijelaskan oleh Van den Driessche dan Watmough (2000).

Perlu diketahui bahwa model epidemi SEIV disusun ke dalam bentuk sistem

persamaan diferensial nonlinear autonomous. Oleh karena itu, terlebih dahulu

perlu dijamin eksistensi dan ketunggalan solusi dari sistem persamaan diferensial

Page 7: Proposal Tesis

7

nonlinear yang dibentuk. Teorema yang menjamin eksistensi dan ketunggalan

solusi dari sistem persamaan diferensial diberikan oleh Perko (2001). Selanjutnya

akan diselidiki eksistensi titik (solusi) ekuilibrium dari sistem persamaan

diferensial kemudian akan dianalisis perilaku solusi di sekitar titik ekuilibrium

dengan melihat sifat kestabilan dari titik ekuilibrium, yang dijelaskan oleh Perko

(2001). Adapun pada model epidemi SEIV yang dibentuk akan diselidiki

eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik. Pada

penelitian ini, titik ekuilibrium endemik merupakan akar dari suatu polinomial

sehingga eksistensi titik ekuilibrium endemik akan diselidiki dengan

menggunakan Aturan Tanda Descartes yang dijelaskan oleh Wiggins (2003).

Selanjutnya, untuk mengetahui perilaku solusi di sekitar titik ekuilibrium akan

dicari sifat kestabilan lokal dari titik ekuilibrium. Penentuan sifat kestabilan lokal

dari titik ekuilibrium dilakukan dengan linearisasi di titik ekuilibrium dengan

menggunakan matriks Jacobian, kemudian dicari nilai eigen dari matriks Jacobian

seperti yang dijelaskan oleh Perko (2001). Sifat kestabilan lokal titik ekuilibrium

yang diperoleh berdasarkan nilai eigen dari matriks Jacobian berlaku jika titik

ekuilibrium yang ditinjau adalah titik ekuilibrium hiperbolik yang definisinya

diberikan oleh Perko (2001). Adapun definisi matriks Jacobian dari suatu fungsi

di titik tertentu pada domainnya dan nilai eigen dari suatu matriks diberikan oleh

Luenberger (1979). Sehubungan dengan nilai eigen, akan ditemui bentuk

polinomial karakteristik, multiplisitas aljabar dari nilai eigen, nilai eigen

sederhana, vektor eigen kanan dan vektor eigen kiri yang dijelaskan oleh

Luenberger (1979), sedangkan Seyranian dan Mailybaev (2003) menjelaskan

tentang normalisasi vektor eigen kanan dan kiri. Selanjutnya, Wiggins (2003)

menjelaskan cara untuk menentukan banyaknya pembuat nol dengan bagian real

negatif melalui tes Routh-Hurwitz. Tes Routh-Hurwitz digunakan untuk

mengidentifikasi nilai eigen guna menyelidiki apakah titik ekuilibrium stabil

asimtotik atau tidak stabil.

Pada umumnya, eksistensi dari titik ekuilibrium endemik akan terkait

dengan bilangan reproduksi dasar yang definisinya diberikan oleh Diekmann dan

Heestterbeek (2000), sedangkan eksistensi dari titik ekuilibrium bebas penyakit

Page 8: Proposal Tesis

8

tidak bergantung pada bilangan reproduksi dasar. Castillo-Chavez, dkk (2001)

menjelaskan mengenai bilangan reproduksi dasar sebagai spektral radius dari

“next generation operator”, yang berpengaruh terhadap eksistensi titik ekuilibrium

endemik, kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit, serta analisis bifurkasinya.

Salah satu bagian yang sangat penting untuk diteliti adalah kemungkinan

terjadinya bifurkasi mundur pada model epidemi. Castillo-Chavez dan Song

(2004) menjelaskan mengenai bifurkasi mundur yang terjadi pada titik

ekuilibrium nonhiperbolik saat diperoleh nilai eigen yang sederhana. Adapun

definisi mengenai bifurkasi diberikan oleh Kuznetsov (1998). Jenis-jenis bifurkasi

yang terjadi pada saat matriks Jacobian memiliki nilai eigen sederhana nol, yaitu

bifurkasi saddle node, bifurkasi transkritis, dan bifurkasi pitchfork dijelaskan oleh

Wiggins (2003), sedangkan bifurkasi Hopf yang terjadi pada saat matriks

Jacobian memiliki sepasang nilai eigen imajiner murni dijelaskan oleh Kuznetsov

(1998) dan Arrowsmith dan Place (1992).

Beberapa definisi lain yang diperlukan yaitu mengenai kurva solusi,

trayektori atau orbit dan potret fase diberikan oleh Arrowsmith dan Place (1992),

definisi mengenai solusi periodik dan limit cycle berturut-turut diberikan oleh

Wiggins (2003) dan Kuznetsov (1998), sedangkan Perko (2001) menjelaskan

mengenai dua sistem persamaan diferensial autonomous yang ekuivalen secara

topologis dan dua sistem persamaan diferensial autonomous yang konjugat secara

topologis.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan cara studi literatur dengan mengumpulkan

bahan literatur serta bahan pustaka sebagai referensi untuk mempelajari model

penyebaran penyakit SEIV. Langkah pertama adalah menentukan asumsi-asumsi

yang berkaitan dengan model epidemi SEIV sesuai dengan karakteristik penyakit

yang dimodelkan, kemudian dilanjutkan dengan membuat diagram transfer

berdasarkan asumsi yang telah dibuat dan disajikan menjadi model matematika

dalam bentuk sistem persamaan nonlinear.

Page 9: Proposal Tesis

9

Selanjutnya dari model epidemi SEIV yang telah dibentuk, diselidiki kapan

titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium endemik ada. Selain itu,

dicari pula bilangan reproduksi dasar dan pengaruhnya terhadap eksistensi titik

ekuilibrium. Untuk menentukan sifat kestabilan lokal titik ekuilibrium, dilakukan

linearisasi dengan menggunakan matriks Jacobian, kemudian dicari persamaan

karakteristiknya dan nilai eigennya. Selanjutnya dilakukan analisis bifurkasi di

titik-titik ekuilibriumnya.

Model epidemi SEIV yang akan dibahas dalam penelitian ini telah

dikemukakan sebelumnya oleh Long dan Xiang pada Journal of Apllied

Mathematics & Bioinformatics, volume 1, nomor 1, tahun 2011, halaman 21 – 30.

Kontribusi penulis antara lain menjelaskan konstruksi model epidemi SEIV

dengan jenis penyakit yang ada, melengkapi pembuktian-pembuktian yang ada,

melakukan koreksi (jika ada) serta memberikan interpretasi dan simulasi numerik.

1.7 Sistematika Penulisan

Tesis disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

1. Bab I, berisi Pendahuluan yang memuat latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian,

serta sistematika penulisan.

2. Bab II, berisi Landasan Teori yang memuat teori-teori dasar mengenai

polinomial karakteristik, aturan tanda Descartes, Tes Routh-Hurwitz, nilai

eigen dan vektor eigen, fungsi diferensiabel kontinu, sistem persamaan

diferensial linear dan nonlinear, linearisasi dan ekuivalensi secara topologi,

titik ekuilibrium dan analisis kestabilan titik ekuilibrium, bilangan reproduksi

dasar serta bifurkasi.

3. Bab III, berisi Pembahasan yang membahas tentang pembentukan model

epidemi SEIV, eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik,

analisis kestabilan lokal dari titik ekuilibrium bebas penyakit dan endemik,

analisis bifurkasi serta simulasi numerik.

Page 10: Proposal Tesis

10

4. Bab IV, berisi Penutup yang memuat kesimpulan dan interpretasi yang

diperoleh dari pembahasan serta saran-saran sebagai konsekuensi dari

kekurangan maupun kelebihan dari pembahasan.

Page 11: Proposal Tesis

11

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab landasan teori ini diberikan definisi-definisi dan teorema-teorema

yang mendasari Pembahasan pada Tesis. Teorema-teorema yang diberikan tidak

disertai bukti, dengan anggapan bukti dapat ditemukan atau ditelusuri melalui

referensi yang dipakai sebagai acuan. Selain itu, diberikan beberapa contoh

sebagai gambaran dari definisi-definisi yang diberikan.

Pertama, karena pada Pembahasan akan sering ditemui bentuk polinomial

dan akar-akar dari polinomial, pada subbab 2.1 berikut akan diberikan beberapa

teorema yang dapat digunakan untuk melihat karakteristik dari akar-akar suatu

polinomial.

2.1. Polinomial Karakteristik, Aturan Tanda Descartes dan Tes Routh-

Hurwitz

Diperhatikan polinomial karakteristik

( )

Teorema berikut dapat digunakan untuk mengetahui banyaknya akar real positif

dari Polinomial (2.1.1).

Teorema 2.1.1 (Aturan Tanda Descartes) (Wiggins, 2003) Diperhatikan

barisan koefisien-koefisien dari Polinomial (2.1.1):

Misalkan k banyaknya perubahan tanda dari satu koefisien ke koefisien

berikutnya pada barisan, maka banyaknya akar real positif dari Polinomial

(2.1.1) sama dengan k, atau k dikurangkan dengan suatu bilangan bulat genap

positif. Diperhatikan jika k = 1 maka terdapat tepat satu akar real positif.

Contoh 2.1.2

1. Diperhatikan polinomial berikut

Page 12: Proposal Tesis

12

Barisan koefisien-koefisien yang bersesuaian dengan Polinomial (2.1.2) adalah

Banyaknya perubahan tanda dari satu koefisien ke koefisien lainnya adalah 3.

Oleh karena itu, menurut Aturan Tanda Descartes, Polinomial (2.1.2) memiliki

3 atau 1 akar real positif. Adapun, akar-akar dari Polinomial (2.1.2) adalah 1, 2

dan 3. Jadi, banyaknya akar real positif dari Polinomial (2.1.2) adalah 3.

2. Diperhatikan polinomial berikut

Barisan koefisien-koefisien yang bersesuaian dengan Polinomial (2.1.3)adalah

Banyaknya perubahan tanda dari satu koefisien ke koefisien lainnya adalah 1.

Oleh karena itu, menurut Aturan Tanda Descartes, Polinomial (2.1.3) memiliki

tepat 1 akar real positif. Adapun, akar-akar dari Polinomial (2.1.3) adalah – 1,

– 2 dan 1.

Selanjutnya diperhatikan Tabel Routh yang dibentuk sesuai dengan

polinomial karakteristik sebagai berikut:

dengan

( ) ( )

( )

Notasi berada pada baris i, kolom j. Diperhatikan bahwa baris ketiga dan yang

lebih tinggi boleh tidak berisi bilangan yang sama dengan entri-entri pada baris

pertama atau kedua.

Teorema berikut menjelaskan mengenai syarat perlu dan cukup agar semua

akar dari Polinomial (2.1.1) memiliki bagian real negatif.

Page 13: Proposal Tesis

13

Teorema 2.1.3 (Tes Routh-Hurwitz) (Wiggins, 2003) Semua akar dari

Polinomial (2.1.1) memiliki bagian real kurang dari 0 jika dan hanya jika semua

(n + 1) elemen pada kolom pertama tabel Routh adalah taknol dan memiliki

tanda yang sama.

Contoh 2.1.4

1. Diperhatikan polinomial berikut

Tabel Routh yang bersesuaian dengan Polinomial (2.1.4)adalah

Elemen pada kolom pertama baris ketiga diperoleh dari

,

sedangkan elemen pada kolom pertama baris keempat diperoleh dari

Jadi, semua akar dari Polinomial (2.1.4) memiliki bagian real

kurang dari 0. Adapun akar-akar dari Polinomial (2.1.4) adalah – 1, – 2 dan

– 3.

2. Diperhatikan polinomial berikut

Tabel Routh yang bersesuaian dengan Polinomial (2.1.5) adalah

Elemen pada kolom pertama baris ketiga diperoleh dari

,

sedangkan elemen pada kolom pertama baris keempat diperoleh dari

. Jadi, semua akar dari Polinomial (2.1.5) memiliki bagian real

kurang dari 0. Adapun akar-akar dari Polinomial (2.1.5) adalah

( ) ( ) .

Page 14: Proposal Tesis

14

Selanjutnya, pada subbab 2.2 berikut akan diberikan definisi dan teorema

mengenai nilai eigen dan vektor eigen.

2.2. Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Berikut diberikan definisi nilai eigen dan vektor eigen kanan yang

bersesuaian dengan suatu nilai eigen.

Definisi 2.2.1 (Luenberger, 1979) Skalar disebut suatu nilai eigen dari matriks

A berukuran jika ada vektor taknol x sehingga

Vektor x disebut vektor eigen kanan dari A yang bersesuaian dengan nilai eigen

. Untuk mendapatkan nilai-nilai eigen dari suatu matriks A berukuran ,

ditulis kembali menjadi atau ekuivalen dengan

( )

Persamaan ( ) memiliki suatu solusi taknol jika dan hanya jika

( )

Persamaan (2.2.2) disebut persamaan karakteristik dari A, sedangkan

( ) ( ) disebut polinomial karakteristik dari A.

Berikut diberikan definisi vektor eigen kiri yang bersesuaian dengan suatu

nilai eigen.

Definisi 2.2.2 (Luenberger, 1979) Vektor eigen kiri yang bersesuaian dengan

nilai eigen adalah vektor baris yang yang memenuhi

Page 15: Proposal Tesis

15

Contoh 2.2.3

Diberikan matriks *

+ . Persamaan karakteristik dari A adalah

|

| ( )( ) Nilai eigennya

adalah dan .

1. Vektor eigen kanan dari A yang bersesuain dengan nilai eigen adalah

vektor *

+ yang memenuhi *

+ *

+ *

+. Vektor *

+ adalah vektor

eigen kanan dari A yang bersesuaian dengan nilai eigen 1, sebab

*

+ * + *

+

2. Vektor eigen kiri dari A yang bersesuain dengan nilai eigen adalah

vektor [ ] yang memenuhi [ ] *

+ [ ] . Vektor

[ ] adalah vektor eigen kiri dari A yang bersesuaian dengan nilai eigen 1,

sebab [ ] *

+ [ ]

Selanjutnya akan diberikan definisi multiplisitas aljabar dari suatu nilai

eigen dan definisi mengenai nilai eigen sederhana.

Definisi 2.2.4 (Luenberger, 1979) Multiplisitas aljabar dari suatu nilai eigen

adalah bilangan bulat terbesar k sehingga ( ) adalah faktor dari

polinomial karakteristik ( ). Jika multiplisitas aljabarnya sama dengan 1, nilai

eigen disebut sederhana.

Contoh 2.2.5

1. Diperhatikan Contoh 2.2.3. Multiplisitas aljabar dari nilai eigen adalah

1, jadi adalah nilai eigen sederhana. Multiplisitas aljabar dari nilai

eigen adalah 1, jadi juga merupakan nilai eigen sederhana.

Page 16: Proposal Tesis

16

2. Diberikan matriks [

]. Persamaan karakteristik dari B adalah

|

| ( ) ( ) Multiplisitas aljabar

dari nilai eigen adalah 2, jadi bukan nilai eigen sederhana.

Teorema berikut menjelaskan bahwa sebarang kelipatan taknol dari suatu

vektor eigen juga merupakan vektor eigen dan bersesuaian dengan nilai eigen

yang sama.

Teorema 2.2.6 Diberikan adalah suatu nilai eigen dari matriks A dan e adalah

vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen . Jika k adalah sebarang

skalar taknol dan u = ke, maka u = ke juga merupakan vektor eigen yang

bersesuaian dengan .

Contoh 2.2.7

Diperhatikan Contoh 2.2.3.

1. Vektor * + juga merupakan vektor eigen kanan dari A yang bersesuaian

dengan nilai eigen 1, sebab *

+ * + *

+

2. Vektor eigen kiri dari A untuk nilai eigen adalah vektor [ ] yang

memenuhi [ ] *

+ [ ] , yang ekuivalen dengan bentuk

[ ] *

+ [ ] . Akibatnya, vektor [ ] juga

merupakan vektor eigen kiri dari A yang bersesuaian dengan nilai eigen 1,

sebab [ ] *

+ [ ]

Page 17: Proposal Tesis

17

Akibatnya pada beberapa kasus, dilakukan normalisasi yang diberikan oleh

teorema berikut.

Teorema 2.2.8 (Seyranian dan Mailybaev, 2003) Diberikan vektor eigen kanan

yang bersesuaian dengan nilai eigen sederhana . Vektor eigen kiri yang

bersesuaian dengan nilai eigen yang sama dapat dinyatakan secara tunggal

dengan melakukan normalisasi, yaitu

Selanjutnya diberikan definisi radius spektral yang terkait dengan nilai eigen

yang akan digunakan dalam pencarian bilangan reproduksi dasar pada suatu

model epidemi.

Definisi 2.2.9 Misalkan nilai-nilai eigen (real atau kompleks) dari A

matriks , maka radius spektral ( ) didefinisikan sebagai

( )

(| |)

Pada subbab 2.3 berikut akan dijelaskan mengenai fungsi diferensiabel

kontinu terkait dengan teorema yang menjamin eksistensi dan ketunggalan solusi

pada sistem persamaan diferensial nonlinear yang akan dijelaskan pada subbab

2.4.

2.3. Fungsi Diferensiabel Kontinu

Terlebih dahulu diberikan definisi fungsi kontinu.

Definisi 2.3.1 (Perko, 2001) Diberikan ruang bernorma dan dengan

normanya berturut-turut ‖ ‖ dan ‖ ‖ . Fungsi dikatakan kontinu

di , jika untuk setiap , terdapat sehingga untuk setiap

dengan ‖ ‖ berlaku ‖ ( ) ( )‖ . Fungsi F dikatakan

kontinu pada , jika F kontinu di setiap .

Page 18: Proposal Tesis

18

Contoh 2.3.2

Diberikan fungsi dengan (*

+) [

] dan *

+ .

Akan ditunjukkan bahwa kontinu di * + . Diambil sebarang dan

dipilih √ sehingga untuk setiap *

+ dengan

‖*

+ *

+‖ ‖*

+‖

berakibat

‖ (*

+) (*

+)‖ ‖[

] *

+‖

‖[

]‖

√ ( )

√ (

)

√(

)(

)

(

) .

Jadi, untuk setiap , terdapat sehingga untuk setiap dengan

‖*

+ *

+‖ berlaku ‖ (*

+) (*

+)‖ . Fungsi kontinu

di * +

Selanjutnya diberikan definisi fungsi diferensiabel.

Definisi 2.3.3 (Perko, 2001) Diberikan fungsi , terbuka dan

( ) himpunan semua operator linear pada . Fungsi dikatakan

diferensiabel di jika terdapat ( ) ( ) yang memenuhi:

‖ ‖

‖ ( ) ( ) ( ) ‖

‖ ‖

Operator linear ( ) disebut derivatif di .

Fungsi dikatakan diferensiabel pada , jika diferensiabel di setiap .

Page 19: Proposal Tesis

19

Contoh 2.3.4

Diberikan fungsi , terbuka, (*

+) [

] dan

*

+ . Akan ditunjukkan bahwa diferensiabel di *

+ .

Diperhatikan fungsi di atas dapat ditulis kembali menjadi ( ) [ ( )

( )] dengan

*

+ , ( )

dan ( ) . Diperhatikan bahwa

‖ ‖ ‖*

+‖ √

Selanjutnya diperoleh ( ) (*

+) *

+

Diketahui [

] sehingga diperoleh

( ) ([

])

[ ( )

( ) ( )( )]

[

]

Selanjutnya dipilih ( ) (*

+) *

+ Akibatnya

( ) (*

+) *

+ [

] [

]

Selanjutnya diperoleh

( ) ( ) ( )

[ ( )

( ) ( )( )] *

+ [

]

[

]

sehingga dapat dihitung

‖ ‖

‖ ( ) ( ) ( ) ‖

‖ ‖

‖ ‖

‖[

]‖

‖[

]‖

Page 20: Proposal Tesis

20

‖ ‖

√( ) ( )

‖ ‖

‖ ‖

| |√

‖ ‖

| |

Karena memenuhi

‖ ‖

‖ ( ) ( ) ( ) ‖

‖ ‖

( ) (*

+) *

+ adalah derivatif di *

+.

Derivatif di juga dapat diperoleh dengan menggunakan matriks

Jacobian. Berikut diberikan definisi matriks Jacobian dari fungsi f di suatu titik

tertentu pada domainnya.

Definisi 2.3.5 (Luenberger, 1979) Diberikan fungsi , terbuka

dan . Matriks Jacobian dari f di , ditulis ( ) didefinisikan sebagai

( )

[

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )

( )]

Page 21: Proposal Tesis

21

Berikut diberikan teorema yang menghubungkan antara fungsi diferensiabel

dengan derivatif parsialnya.

Teorema 2.3.6 (Perko, 2001) Diberikan terbuka. Jika

diferensiabel di , maka derivatif parsial

, ada di dan

untuk semua berlaku

( ) ∑

( )

dengan

*

+

Akibatnya, jika diferensiabel di , maka

( ) *

( )+

( )

Contoh 2.3.7

Diberikan fungsi seperti pada Contoh 2.3.4, derivatif di *

+ dapat

diperoleh dengan matriks Jacobian sebagai berikut

(*

+) (*

+) [

]*

+ *

+

*

+

Berikut diberikan definisi fungsi diferensiabel kontinu pada suatu domain.

Definisi 2.3.8 (Perko, 2001) Diberikan fungsi , terbuka dan

diferensiabel pada E. Fungsi dikatakan diferensiabel kontinu pada E,

dinotasikan dengan ( ), jika derivatif ( ) kontinu pada E.

Page 22: Proposal Tesis

22

Teorema berikut menjelaskan mengenai syarat perlu dan cukup mengenai

fungsi diferensiabel kontinu pada suatu domain terkait dengan derivatif

parsialnya.

Teorema 2.3.9 (Perko, 2001) Diberikan fungsi , terbuka.

Fungsi ( ) jika dan hanya jika derivatif parsial

, ada

dan kontinu pada E.

Selanjutnya, oleh karena model epidemi yang akan digunakan pada

Pembahasan menggunakan bentuk sistem persamaan diferensial nonlinear dan

akan diteliti perilaku dari solusi sistem tersebut, berikut akan dijelaskan mengenai

sistem persamaan diferensial nonlinear. Adapun sistem persamaan diferensial

yang dimaksud dalam Proposal Tesis ini adalah sistem autonomous.

2.4. Sistem Persamaan Diferensial

Diberikan sistem persamaan diferensial

([ ] )

([ ] )

([ ] )

dengan

dan nilai awal ( ) , untuk . Sistem (2.4.1)

dapat ditulis sebagai

( ) ( )

dengan [ ] , [ ] , [ ]

dan nilai awal ( ) [ ] .

Definisi 2.4.1 (Perko, 2001) Diberikan fungsi , terbuka dan

kontinu pada E. Fungsi ( ) disebut solusi dari Sistem (2.4.2) pada interval I jika

( ) diferensiabel pada I, ( ) dan

( ) ( ( ))

untuk semua .

Page 23: Proposal Tesis

23

Diberikan . Fungsi ( ) disebut solusi dari masalah nilai awal

( )

( )

pada interval I jika ( ) dan ( ) disebut solusi dari Sistem (2.4.2)

pada interval I

Diperhatikan Sistem (2.4.2). Jika pada Sistem (2.4.2) adalah fungsi linear

dengan koefisien-koefisien bilangan real, Sistem (2.2.2) dapat dituliskan sebagai

(2.4.3)

dengan A matriks bilangan real berukuran dan . Sistem (2.4.3)

adalah sistem persamaan diferensial linear.

Berikut diberikan teorema yang menjamin eksistensi dan ketunggalan solusi

pada sistem persamaan diferensial linear.

Teorema 2.4.2 (Perko, 2001) Misalkan A matriks bilangan real berukuran

dan , maka untuk suatu nilai awal , masalah nilai awal

( )

memiliki tepat satu solusi

( ( ))

dengan ∑

Selanjutnya diperhatikan sistem persamaan diferensial nonlinear

( )

dengan , terbuka, dan nonlinear. Berikut diberikan

contoh mengenai solusi dari suatu sistem persamaan diferensial nonlinear dengan

suatu nilai awal tertentu.

Page 24: Proposal Tesis

24

Contoh 2.4.3

1. Diberikan masalah nilai awal

( ) (2.4.5)

Fungsi ( ) merupakan solusi dari Masalah Nilai Awal (2.4.5) untuk

semua , sebab ( ) dan ( )

( )

. Fungsi

( ) juga merupakan solusi dari Masalah Nilai Awal (2.4.5) untuk

semua , sebab ( ) dan ( )

( )

untuk semua

. Diperhatikan bahwa fungsi ( )

kontinu di , tetapi tidak

diferensiabel di dan ada lebih dari satu solusi pada Masalah Nilai Awal

(2.4.5) di atas.

2. Diberikan masalah nilai awal

( ) (2.4.6)

Fungsi ( )

merupakan solusi dari Masalah Nilai Awal (2.4.6) untuk

semua ( ) , sebab ( ) , ( ) dan

( ) .

Diperhatikan bahwa fungsi ( ) kontinu pada dan solusi ( )

tidak terbatas.

Contoh nomor 1 menunjukkan bahwa solusi dari dari masalah nilai awal

tidak selalu tunggal, sedangkan contoh nomor 2 menunjukkan bahwa solusi dari

masalah nilai awal bisa jadi hanya ada pada suatu interval . Oleh karena itu,

berikut akan diberikan teorema yang menjamin eksistensi dan ketunggalan solusi

sistem persamaan diferensial nonlinear.

Teorema 2.4.4 (Perko, 2001) Diberikan fungsi , terbuka dan

Jika ( ) maka terdapat a > 0 sehingga masalah nilai awal

( )

( )

mempunyai tepat satu solusi pada interval [ ]

Page 25: Proposal Tesis

25

Teorema 2.4.4 menjamin suatu masalah nilai awal memiliki tepat satu solusi

untuk suatu nilai awal tertentu, yaitu jika diferensiabel kontinu pada domain

yang memuat nilai awal.

Selanjutnya pada subbab ini juga akan diberikan definisi titik ekuilibrium

sistem persamaan diferensial.

Definisi 2.4.5 (Perko, 2001) Titik disebut titik ekuilibrium Sistem (2.4.2)

jika ( ) .

Contoh 2.4.6

Diberikan sistem persamaan diferensial

(2.4.7)

Dari Sistem (2.4.7) diketahui ([ ] ) dan

([ ] ) . Titik ekuilibrium Sistem (2.4.7) diperoleh jika

([ ] ) dan ([ ] ) . Untuk ([ ] ) diperoleh

( ) . Dengan demikian, diperoleh atau

. Jika nilai disubstitusikan ke persamaan ([ ] )

, diperoleh

. Jika nilai

disubstitusikan ke persamaan ([ ] ) ,

diperoleh . Jadi, titik ekuilibrium Sistem (2.4.7) di atas adalah [ ] ,

[ ] dan [ ] .

Selanjutnya akan diberikan definisi kurva solusi, bidang fase, trayektori dan

potret fase suatu sistem persamaan diferensial.

Definisi 2.4.7 (Arrowsmith dan Place, 1992)

(i) Kurva solusi dari Sistem (2.4.2) adalah grafik dari solusi

( ) [ ( ) ( ) ( )] pada bidang–t,x.

(ii) Bidang (ruang) fase dari Sistem (2.4.2) adalah bidang (ruang)

[ ] .

Page 26: Proposal Tesis

26

(iii) Trayektori dari Sistem (2.4.2) adalah kurva solusi

( ) [ ( ) ( ) ( )] dengan nilai awal tertentu

( ) [ ( ) ( ) ( )] pada bidang (ruang) fase dari

Sistem (2.2.2) yang dilengkapi dengan arah terkait naiknya nilai t.

(iv) Potret fase dari Sistem (2.4.2) adalah gabungan (kumpulan) semua

trayektori dari Sistem (2.4.2).

Potret fase merepresentasikan perilaku kualitatif (topologi) dari Sistem (2.4.2)

secara geometri.

Selanjutnya akan diberikan definisi solusi periodik (cycle) dari sistem

persamaan diferensial.

Definisi 2.4.8 (Solusi Periodik) (Wiggins, 2003) Solusi dari Sistem (2.4.2) yang

melalui titik ( ) dikatakan periodik dengan periode T jika ada T > 0 sehingga

( ( )) ( ( )) untuk semua .

Solusi periodik sering kali disebut juga dengan cycle. Berikut diberikan

definisi limit cycle dari sistem persamaan diferensial.

Definisi 2.4.9 (Limit Cycle) (Kuznetsov, 1998) Suatu solusi periodik (cycle) dari

Sistem (2.4.2) yang berada pada suatu persekitaran yang tidak memuat solusi

periodik lain disebut limit cycle.

Selanjutnya pada subbab 2.5 berikut akan dijelaskan mengenai linearisasi

dan ekuivalensi secara topologi.

2.5. Linearisasi dan Ekuivalensi secara Topologi

Diperhatikan Sistem Nonlinear (2.4.4) dan dimisalkan titik ekuilibrium

Sistem (2.4.4). Selanjutnya diberikan sistem persamaan diferensial linear

dengan matriks ( ).

Page 27: Proposal Tesis

27

Definisi 2.5.1 (Perko, 2001) Sistem (2.5.1) dengan matriks ( ) disebut

linearisasi dari Sistem (2.4.4) di .

Contoh 2.5.2

Diperhatikan Sistem (2.4.7) pada Contoh 2.4.6. Matriks Jacobian dari fungsi

[ ] di [ ] adalah ([ ] ) [

] , sehingga

diperoleh ([ ] ) *

+ . Jadi, linearisasi dari Sistem (2.4.7) di

[ ] adalah

[

] *

+ *

+

Berikut akan diberikan definisi titik ekuilibrium hiperbolik.

Definisi 2.5.3 (Perko, 2001) Titik ekuilibrium disebut titik ekuilibrium

hiperbolik dari Sistem (2.1.1) jika tidak ada nilai eigen dari matriks ( ) yang

memiliki bagian real 0.

Contoh 2.5.4

Diperhatikan sistem persamaan diferensial nonlinear

( )

dengan ( ) [

] . Titik ekuilibrium Sistem (2.5.2) adalah [ ] .

Matriks Jacobian dari di [ ] adalah ([ ] ) *

+. Nilai eigen

dari ([ ] ) adalah –1 dan 1. Jadi, [ ] adalah titik ekuilibrium

hiperbolik.

Selanjutnya akan diberikan definisi mengenai dua sistem persamaan

diferensial yang ekuivalen secara topologi di sekitar titik ekuilibrium hiperbolik.

Dua sistem persamaan diferensial yang ekuivalen memiliki titik ekuilibrium dan

cycle yang jumlahnya sama dengan sifat kestabilan yang sama pula (Kuznetsov,

1998). Adapun definisi mengenai sifat kestabilan titik ekuilibrium akan dijelaskan

Page 28: Proposal Tesis

28

pada subbab 2.6. Diasumsikan titik ekuilibrium telah ditranslasikan ke titik

asal.

Definisi 2.5.5 (Perko, 2001) Dua sistem persamaan diferensial, Sistem (1) dan

Sistem (2), dikatakan ekuivalen secara topologi pada persekitaran titik asal jika

ada suatu pemetaan homeomorpisma H dari suatu himpunan terbuka U yang

memuat titik asal pada himpunan terbuka V yang memuat titik asal, yang

memetakan trayektori-trayektori dari Sistem (1) pada U pada trayektori-

trayektori dari Sistem (2) pada V dan tetap mempertahankan arah dari trayektori-

trayektori terhadap waktu. Jika homeomorfisma H mempertahankan

parameterisasi oleh waktu, Sistem (1) dan Sistem (2) dikatakan konjugat secara

topologi pada persekitaran titik asal.

Potret fase dari dua sistem persamaan diferensial yang ekuivalen secara

topologi juga dikatakan ekuivalen secara topologi.

Contoh 2.5.6

Diperhatikan sistem dan dengan *

+ dan

*

+ . Misalkan ( ) dengan matriks

√ *

+ dan

√ *

+, maka

*

+

√ *

+ *

+

√ *

+

Misalkan ( ) atau , maka Jadi, jika

( ) adalah solusi dari yang melalui , maka

( ) ( ( )) ( ) adalah solusi dari sistem

yang melalui , yang berarti H memetakan trayektori-trayektori dari sistem

pada trayektori-trayektori dari sistem dan mempertahankan

parameterisasi sebab . Pemetaan ( ) adalah rotasi sebesar

45o dan jelas merupakan suatu homeomorpisma. Potret fase dari sistem

dan sebagai berikut.

Page 29: Proposal Tesis

29

Gambar 1. Potret fase dari dua sistem linear yang konjugat

secara topologi

Teorema 2.5.7 (Teorema Hartman Grobman) (Perko, 2001) Diberikan

himpunan terbuka yang memuat titik asal, ( ) dan ( ) solusi dari

Sistem (2.1.1). Jika ( ) dan matriks ( ) tidak memiliki nilai eigen

dengan bagian real nol, maka terdapat suatu pemetaan homeomorpisma H dari

suatu himpunan terbuka U yang memuat titik asal pada himpunan terbuka V yang

memuat titik asal, sehingga untuk setiap nilai awal ( ) terdapat interval

terbuka yang memuat 0 yang berakibat untuk semua ( ) dan ,

berlaku

( ( )) ( ( ))

yaitu H memetakan trayektori-trayektori dari Sistem (2.1.1) di sekitar titik asal

pada trayektori-trayektori dari Sistem (2.3.1) di sekitar titik asal dan

mempertahankan parameterisasi oleh waktu.

Contoh 2.5.8

Diperhatikan Contoh 2.5.4. Linearisasi dari Sistem (2.5.2) di [ ] adalah

dengan ([ ] ) *

+. Selanjutnya diperhatikan pemetaan kontinu

dengan ( ) *

+ dan . Misalkan ( ) , maka

𝑦

𝑦

𝑥

𝑥

Page 30: Proposal Tesis

30

diperoleh ( ) *

+ dengan ( ) juga merupakan pemetaan yang

kontinu. Selanjutnya, karena ( ), maka

[

] [

( )

] [

] *

+

atau *

+ *

+ . Jadi, pemetaan mentransformasikan Sistem

(2.5.2) menjadi Sistem (2.5.3). Adapun solusi Sistem (2.5.2) dengan nilai awal

( ) [ ( ) ( )] adalah

( ( )) [ ( ( )) ( ( ))]

dengan

( ( )) ( )

dan

( ( ))

( ) ( ( )

( ))

sedangkan solusi Sistem (2.5.3) dengan nilai awal ( ) [ ( ) ( )]

adalah

( ) *

+ [ ( )

( )] *

+ [ ( )

( )] [

( )

( ) ]

Selanjutnya diperoleh

( ( )) [

( )

( ) ( ( )

( )) ]

[

( )

( ( )

( )) ]

dan

( ( )) *

+ ([

( )

( )])

*

+ ([ ( )

( )])

Page 31: Proposal Tesis

31

*

+ [ ( )

( )

( )]

[

( )

( ( )

( )) ]

Jadi, ( ( )) ( ( )) dan homeomorpisma H mempertahankan

parameterisasi oleh waktu. Potret fase dari Sistem (2.5.2) dan Sistem (2.5.3)

sebagai berikut.

Gambar 2. Potret fase dari sistem nonlinear dan sistem linear yang

konjugat secara topologi

2.6. Analisis Kestabilan Titik Ekuilbrium

Perilaku dari solusi Sistem (2.4.2) di sekitar titik ekuilibrium dan kaitannya

dengan titik ekuilibrium dapat diketahui dengan menentukan sifat kestabilan dari

titik ekuilibrium. Berikut diberikan definisi sifat kestabilan dari titik ekuilibrium

sistem persamaan diferensial.

Definisi 2.6.1 (Perko, 2001) Diberikan titik ekuilibrium Sistem (2.4.2) dan

( ( )) solusi Sistem (2.4.2) dengan nilai awal ( ) . Titik ekuilibrium

dikatakan:

(i) stabil, jika untuk setiap terdapat sehingga untuk setiap nilai

awal ( ) yang memenuhi ‖ ( ) ‖ , berlaku

‖ ( ( )) ‖

𝑦

𝑦 𝑥

𝑥

Page 32: Proposal Tesis

32

untuk setiap .

(ii) tidak stabil, jika kondisi (i) tidak terpenuhi.

(iii) stabil asimtotik, jika stabil dan jika terdapat sehingga untuk setiap

nilai awal ( ) yang memenuhi ‖ ( ) ‖ berlaku

( ( ))

Contoh 2.6.2

1. Diberikan sistem persamaan diferensial

(2.6.1)

Titik ekuilibrium Sistem (2.6.1) di atas adalah [ ] . Solusi dari

Sistem (2.6.1) adalah ( ) [ ( ) ( )] dengan ( ) dan

( ) . Jika diberikan sebarang nilai awal ( ) [ ( ) ( )] ,

diperoleh solusi ( ( )) [ ( ( )) ( ( ))] dengan

( ( )) ( )

dan

( ( )) ( )

Diambil sebarang dan dipilih sehingga untuk setiap nilai

awal ( ) yang memenuhi

‖ ( ) ‖ ‖[ ( ) ( )] [ ] ‖

‖[ ( ) ( )] ‖

√ ( )

( )

berakibat

‖ ( ( )) ‖ ‖[ ( ) ( )

] [ ] ‖

‖[ ( ) ( )

] ‖

√ ( ) ( )

( ) ( )

( )√ ( )

( )

( )

Page 33: Proposal Tesis

33

Jadi, untuk setiap terdapat sehingga untuk setiap nilai awal ( )

yang memenuhi ‖ ( ) ‖ , berlaku ‖ ( ( )) ‖ , untuk

setiap . Jadi titik ekuilibrium [ ] stabil. Selanjutnya, karena

( ( ))

( )

dan

( ( ))

( )

maka titik ekuilibrium [ ] stabil asimtotik.

2. Diberikan sistem persamaan diferensial

(2.6.2)

Titik ekuilibrium Sistem (2.6.2) di atas adalah [ ] . Solusi dari

Sistem (2.6.2) adalah ( ) [ ( ) ( )] dengan

( )

dan

( )

Jika diberikan sebarang nilai awal ( ) [ ( ) ( )] , diperoleh solusi

( ( )) [ ( ( )) ( ( ))] ,

dengan

( ( )) ( ) ( ) ( ) ( )

dan

( ( )) ( ) ( ) ( ) ( )

Diambil sebarang dan dipilih sehingga untuk setiap nilai

awal ( ) yang memenuhi

‖ ( ) ‖ ‖[ ( ) ( )] [ ] ‖

‖[ ( ) ( )] ‖

√ ( )

( )

berakibat

‖ ( ( )) ‖

‖[ ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )] *

+‖

Page 34: Proposal Tesis

34

‖[ ( ) ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( ) ( )]‖

(( ( ) ( ) ( ) ( ))

( ( ) ( ) ( ) ( )) )

√ ( )

( )

Jadi, untuk setiap terdapat sehingga untuk setiap nilai awal ( )

yang memenuhi ‖ ( ) ‖ , berlaku ‖ ( ( )) ‖ , untuk

setiap . Jadi titik ekuilibrium [ ] stabil. Selanjutnya, karena

( ( ))

( ( ) ( ) ( ) ( )) tidak

ada

dan

( ( ))

( ( ) ( ) ( ) ( )) tidak

ada,

maka titik ekuilibrium [ ] stabil, tetapi tidak stabil asimtotik.

3. Diberikan sistem persamaan diferensial

(2.6.3)

Titik ekuilibrium Sistem (2.6.3) di atas adalah [ ] . Solusi dari

Sistem (2.6.3) adalah ( ) [ ( ) ( )] dengan ( ) dan

( ) . Jika diberikan sebarang nilai awal ( ) [ ( ) ( )] ,

diperoleh solusi ( ( )) [ ( ( )) ( ( ))] dengan

( ( )) ( )

dan

( ( )) ( ) ( )

Dipilih .

Page 35: Proposal Tesis

35

(i) Untuk setiap dengan , dipilih ( ) [ ( ) ( )]

dengan | ( )| yang memenuhi ‖ ( ) ‖ . Dipilih dengan

|

( )| sehingga diperoleh

‖ ( ( )) ‖ ‖[ ( ) ( )

( )] [ ] ‖

‖[ ( ) ( )

( )] ‖

√ ( ) ( )

( ) ( )

√ ( ) ( ) | ( )|

( )

| ( )|

|

( )

|

| ( )| |

( )|

(ii) Untuk setiap dengan , dipilih ( ) dengan

a. ‖ ( ) ‖ , sama dengan (i).

b. ‖ ( ) ‖ , dipilih sehingga diperoleh

‖ ( ( )) ‖ ‖ ( ) ‖

Dari (i) dan (ii) diperoleh terdapat , maka untuk setiap , terdapat ( )

dengan ‖ ( ) ‖ tetapi ‖ ( ( )) ‖ , untuk suatu . Jadi,

titik ekuilibrium [ ] tidak stabil.

Berikut diberikan teorema yang digunakan untuk mengetahui sifat

kestabilan dari titik ekuilibrium Sistem Linear (2.4.3) berdasarkan nilai eigen dari

matriks A.

Teorema 2.6.3 (Olsder, 2003) Diberikan titik ekuilibrium Sistem Linear

(2.4.3) dan , dengan ( ) adalah nilai eigen dari matriks A.

(i) Titik ekuilibrium stabil asimtotik jika dan hanya jika ( ) untuk

setiap i = 1, 2, ..., k.

(ii) Jika terdapat , {1, 2, ..., k} dengan ( ) , maka titik ekuilibrium

tidak stabil.

Page 36: Proposal Tesis

36

(iii) Jika ( ) , untuk setiap i = 1, 2, ..., k, dengan ( )

bersesuaian (mempunyai) vektor-vektor eigen bebas linear sebanyak

multiplisitas , maka titik ekuilibrium stabil.

Teorema 2.5.7 pada subbab 2.5 sebelumnya menjelaskan bahwa jika Sistem

Nonlinear (2.4.4) memiliki titik ekuilibrium hiperbolik, maka potret fase dari

Sistem Nonlinear (2.4.4) di sekitar titik ekuilibrium ekuivalen secara topologi

dengan potret fase dari Sistem Linear (2.5.1) di sekitar titik ekuilibrium. Dengan

kata lain, perilaku solusi di sekitar titik ekuilibrium hiperbolik pada sistem

persamaan diferensial nonlinear ekuivalen dengan perilaku solusi di sekitar titik

ekuilibrium pada hasil linearisasi. Akibatnya, sifat kestabilan dari titik ekuilibrium

hiperbolik pada sistem persamaan diferensial nonlinear dapat diketahui melalui

nilai eigen dari matriks Jacobian ( ) yang diberikan oleh teorema berikut.

Teorema 2.6.4 (Perko, 2001) Diberikan titik ekuilibrium hiperbolik dari

Sistem Nonlinear (2.4.4). Titik ekuilibrium hiperbolik :

(i) stabil asimtotik jika semua nilai eigen dari matriks Jacobian ( )

mempunyai bagian real yang negatif.

(ii) tidak stabil jika terdapat nilai eigen dari matriks Jacobian ( ) yang

mempunyai bagian real yang positif.

Pada umumnya, sifat kestabilan titik ekuilibrium bebas penyakit pada model

epidemi bergantung pada nilai bilangan reproduksi dasar. Titik ekuilibrium bebas

penyakit stabil asimtotik untuk dan untuk titik ekuilibrium bebas

penyakit tidak stabil dan muncul titik ekuilibrium endemik. Oleh karena itu,

berikut akan diberikan beberapa definisi bilangan reproduksi dasar dan salah satu

teorema yang dapat digunakan untuk mendapatkan bilangan reproduksi dasar.

Page 37: Proposal Tesis

37

2.7. Bilangan Reproduksi Dasar

Berikut diberikan definisi bilangan reproduksi dasar.

Definisi 2.7.1 (Diekmann dan Heestterbeek, 2000) Bilangan reproduksi dasar

adalah angka rata-rata terjadinya kasus baru yang diakibatkan oleh 1

individu yang telah terinfeksi dan memiliki kemampuan untuk menularkan

penyakit selama masa infeksinya pada suatu populasi yang hanya memuat

individu yang rentan penyakit.

Berikut salah satu cara untuk mendapatkan bilangan reproduksi dasar.

Teorema 2.7.2 (Castilo-Chavez dkk, 2001) Untuk mendapatkan bilangan

reproduksi dasar , model epidemi dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:

([ ] )

([ ] )

([ ] )

dengan dan dan ([ ] ) .

Vektor X terdiri dari kelas individu yang tidak terinfeksi (kelas rentan, kelas

vaksinasi, kelas sembuh), vektor Y terdiri dari kelas individu yang terinfeksi

tetapi tidak menularkan penyakit (kelas laten) dan vektor Z terdiri dari kelas

individu yang terinfeksi dan memiliki kemampuan menularkan penyakit (kelas

sakit).

Misalkan [ ] merupakan titik ekuilibrium bebas

penyakit, yaitu memenuhi:

([ ] ) ([ ] ) ([ ] )

Diasumsikan ([ ] ) secara implisit menyatakan suatu fungsi

([ ] ) . Misalkan ([ ([ ] ) ] ) dan dapat

dituliskan dalam bentuk A = K – D, dengan ( ) dan D > 0 suatu

matriks diagonal.

Page 38: Proposal Tesis

38

Jadi, bilangan reproduksi dasar adalah radius spektral (nilai eigen

dominan) dari , yaitu

( )

Contoh 2.7.3

Diperhatikan model epidemi berikut

( )

Untuk mendapatkan bilangan reproduksi dasar , Sistem (2.7.1) dituliskan

kembali dalam bentuk sebagai berikut:

([ ] )

([ ] )

dengan [ ] [ ] dan Akibatnya:

[

] ([ ] ) [

]

dan

([ ] ) ( )

Jelas bahwa ([ ] ) .

Titik ekuilibrium bebas penyakit dari Sistem (2.7.2) di atas adalah

([ ] ) , dengan

[ ] [

]

yang memenuhi ([ ] ) ([ ] )

Selanjutnya, karena ([ ] ) ( ) , maka

([ ] ) ( )

Page 39: Proposal Tesis

39

dan

([ ] ) ( )

Misalkan ([ ] ), maka

( )

( )

Karena ([ ] ) dapat dituliskan dalam bentuk A = K – D, yaitu:

( )

diperoleh:

( )

dengan invers dari D adalah

( )

Dengan demikian, diperoleh:

( )

Bilangan reproduksi dasar adalah radius spektral dari . Jadi,

bilangan reproduksi dasar dari Sistem (2.7.1) di atas adalah

( )

( )

Pada beberapa kasus model epidemi, ada kemungkinan munculnya titik

ekuilibrium endemik pada saat dan terjadi bifurkasi maju saat 1.

Oleh karena itu, berikut akan diberikan beberapa definisi dan teorema mengenai

bifurkasi, jenis-jenis bifurkasi dan arah bifurkasi.

2.8. Bifurkasi

Diberikan sistem persamaan diferensial yang bergantung dengan suatu

parameter

([ ] )

dengan Pada saat nilai parameter diubah menjadi , maka

([ ] )

Page 40: Proposal Tesis

40

dengan dapat dipandang sebagai sistem persamaan diferensial

lain yang bergantung dengan parameter . Diasumsikan Sistem (2.8.1) dan

Sistem (2.8.2) memiliki titik ekuilibrium yang berbeda banyaknya atau memiliki

titik ekuilibrium yang berbeda sifat kestabilannya. Akibatnya perilaku topologi

pada potret fase Sistem (2.8.1) tidak ekuivalen dengan potret fase Sistem (2.8.2).

Fenomena seperti ini dikenal dengan istilah bifurkasi. Berikut diberikan definisi

mengenai bifurkasi.

Definisi 2.8.1 (Kuznetsov, 1998) Kemunculan potret fase yang tidak ekuivalen

secara topologi akibat variasi dari parameter disebut bifurkasi.

Berikut diberikan definisi bifurkasi terkait dengan titik ekuilibrium dan

suatu nilai parameter tertentu.

Definisi 2.8.2 (Wiggins, 2003) Misalkan [ ] [ ] titik ekuilibrium

Sistem (2.8.1). Sistem (2.8.1) dikatakan mengalami suatu bifurkasi pada

jika solusi untuk dekat 0 dan dekat 0 tidak ekuivalen secara topologi dengan

solusi dekat di . Titik [ ] [ ] disebut titik bifurkasi,

sedangkan disebut nilai bifurkasi.

Contoh 2.8.3

Diberikan persamaan diferensial

([ ] )

Titik ekuilibriumnya adalah dan .

a. Untuk , diperoleh

([ ] ) dan

([ ] )

yang berarti titik ekuilibrium stabil, sedangkan titik ekuilibrium

tidak stabil.

b. Untuk , diperoleh

([ ] ) .

Page 41: Proposal Tesis

41

c. Untuk , diperoleh

([ ] ) dan

([ ] )

yang berarti titik ekuilibrium tidak stabil, sedangkan titik ekuilibrium

stabil.

Dengan demikian, Persamaan (2.8.3) di atas mengalami bifurkasi di .

Nilai disebut nilai bifurkasi, sedangkan titik [ ] [ ] disebut

titik bifurkasi.

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai jenis-jenis bifurkasi yang mungkin

terjadi di sekitar titik ekuilibrium nonhiperbolik. Pertama, akan dijelaskan

mengenai jenis-jenis bifurkasi yang terjadi saat nilai eigen dari matriks Jacobian

([ ] ) memiliki nilai eigen sederhana 0.

Definisi 2.8.4 (Bifurkasi Saddle Node) (Wiggins, 2003) Diberikan persamaan

diferensial dimensi satu

([ ] )

dengan ([ ] ) dan

([ ] ) . Jika Persamaan (2.8.4) memenuhi

([ ] ) dan

([ ] ) maka Persamaan (2.8.4) mengalami

bifurkasi saddle node di [ ] [ ] .

Pada bifurkasi saddle node, ditandai dengan adanya kemunculan dua titik

ekuibrium, yaitu titik ekuilibrium saddle (tidak stabil) dan titik ekuilibrium node

stabil. Dua titik ekuilibrium saling mendekati satu sama lain, menyatu kemudian

menghilang. Pada bifurkasi saddle node, terdapat 2 jenis bifurkasi yaitu bifurkasi

saddle node subkritis (mundur) dan bifurkasi saddle node superkritis (maju).

Contoh 2.8.5

1. Diberikan persamaan diferensial

([ ] )

a. Untuk , diperoleh 2 titik ekuilibrium yaitu √ dan

√ .

b. Untuk , diperoleh 1 titik ekuilibrium yaitu .

Page 42: Proposal Tesis

42

c. Untuk , tidak ada titik ekuilibrium.

Selanjutnya untuk , diperoleh

([√ ] ) √ , titik

ekuilibrium tidak stabil dan

([ √ ] ) √ , titik

ekuilibrium stabil. Untuk , diperoleh ([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) dan

([ ] ) . Jadi

menurut Definisi 2.8.4, Persamaan (2.8.5) mengalami bifurkasi saddle node di

[ ] [ ] .

2. Diberikan persamaan diferensial

([ ] )

a. Untuk , tidak ada titik ekuilibrium.

b. Untuk , diperoleh 1 titik ekuilibrium yaitu .

c. Untuk , diperoleh 2 titik ekuilibrium yaitu √ dan √ .

Selanjutnya untuk , diperoleh ([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) dan

([ ] ) . Untuk , diperoleh

([√ ] ) √ , titik ekuilibrium tidak stabil, dan

([ √ ] ) √ , titik ekuilibrium stabil. Jadi menurut

Definisi 2.8.4, Persamaan (2.8.6) mengalami bifurkasi saddle node di

[ ] [ ] .

Pada contoh pertama, persamaan diferensial mengalami bifurkasi mundur

yang ditandai dengan munculnya 2 titik ekuilibrium pada saat nilai parameter

berada di bawah nilai bifurkasi , sedangkan contoh kedua menunjukkan

persamaan diferensial mengalami bifurkasi maju yang ditandai dengan munculnya

2 titik ekuilibrium ketika nilai parameter naik melewati nilai bifurkasi .

Page 43: Proposal Tesis

43

Definisi 2.8.6 (Bifurkasi Transkritis) (Wiggins, 2003) Diberikan persamaan

diferensial dimensi satu

([ ] )

dengan ([ ] ) dan

([ ] ) . Jika Persamaan (2.8.7) memenuhi

([ ] ) ,

([ ] ) dan

([ ] ) maka Persamaan

(2.8.7) mengalami bifurkasi transkritis di [ ] [ ] .

Pada bifurkasi transkritis, dua titik ekuilibrium tetap ada untuk semua nilai

parameter. Perubahan yang terjadi adalah perubahan kestabilan titik ekuilibrium.

Contoh 2.8.7

1. Contoh 2.8.3 merupakan salah satu contoh terjadinya bifurkasi transkritis.

Lebih lanjut, diperhatikan untuk , diperoleh ([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) dan

([ ] ) . Jadi menurut Definisi 2.8.6, Persamaan (2.8.3)

mengalami bifurkasi transkritis di [ ] [ ] .

2. Diberikan persamaan diferensial

([ ] )

Titik ekuilibriumnya adalah dan .

a. Untuk ,

([ ] ) , titik ekuilibrium stabil, dan

([ ] ) , titik ekuilibrium tidak stabil.

b. Untuk , ([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) dan

([ ] ) .

c. Untuk ,

([ ] ) , titik ekuilibrium tidak stabil,

dan

([ ] ) , titik ekuilibrium stabil. Jadi menurut

Definisi 2.8.6, Persamaan (2.8.8) mengalami bifurkasi transkritis di

[ ] [ ] .

Page 44: Proposal Tesis

44

Definisi 2.8.8 (Bifurkasi Pitchfork) (Wiggins, 2003) Diberikan persamaan

diferensial dimensi satu

([ ] )

dengan ([ ] ) dan

([ ] ) . Jika Persamaan (2.8.8) memenuhi

([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) , dan

([ ] ) maka Persamaan (2.8.9) mengalami bifurkasi pitchfork di

[ ] [ ] .

Pada bifurkasi pitchfork juga terdapat 2 jenis bifurkasi yaitu bifurkasi

pitchfork subkritis (mundur) dan bifurkasi pitchfork superkritis (maju).

Contoh 2.8.9

1. Diberikan persamaan diferensial

([ ] )

Titik ekuilibriumnya adalah , √ dan √ .

a. Untuk , diperoleh 3 titik ekuilibriumnya yaitu , √ dan

b. Untuk , diperoleh 1 titik ekuilibrium yaitu .

c. Untuk , diperoleh 1 titik ekuilibrium yaitu .

Selanjutnya untuk , diperoleh

([ ] ) , titik ekuilibrium

stabil,

([√ ] ) , titik ekuilibrium tidak stabil, dan

([ √ ] ) , titik ekuilibrium tidak stabil. Untuk ,

diperoleh ([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) , dan

([ ] ) .

Untuk ,

([ ] ) , titik ekuilibrium tidak stabil. Jadi

menurut Definisi 2.8.8, Persamaan (2.8.10) mengalami bifurkasi pitchfork di

[ ] [ ] .

Page 45: Proposal Tesis

45

2. Diberikan persamaan diferensial

([ ] )

Titik ekuilibriumnya adalah , √ dan √ .

a. Untuk , diperoleh 1 titik ekuilibrium yaitu .

b. Untuk , diperoleh 1 titik ekuilibrium yaitu .

c. Untuk , diperoleh 3 titik ekuilibriumnya yaitu , √ dan

√ .

Selanjutnya untuk , diperoleh

([ ] ) , stabil.

Untuk , diperoleh ([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) ,

([ ] ) dan

([ ] ) .

Untuk , diperoleh

([ ] ) , titik ekuilibrium tidak

stabil,

([√ ] ) , titik ekuilibrium stabil, dan

([ √ ] ) , titik ekuilibrium stabil. Jadi menurut Definisi

2.8.8, Persamaan (2.8.11) mengalami bifurkasi pitchfork di

[ ] [ ] .

Pada contoh nomor 1, nilai dari

([ ] ) positif, maka percabangan

titik ekuilibrium terjadi pada saat nilai parameter berada di bawah nilai bifurkasi

dan muncul 2 titik ekuilibrium baru yang tidak stabil. Pada kasus ini,

persamaan diferensial mengalami bifurkasi mundur. Pada contoh nomor 2, nilai

([ ] ) negatif, maka percabangan titik ekuilibrium terjadi ketika nilai

parameter naik melewati nilai bifurkasi dan muncul 2 titik ekuilibrium baru

yang stabil. Pada kasus ini, persamaan diferensial mengalami bifurkasi maju.

Pada sebagian besar model epidemi, ada dua bifurkasi yang berbeda di

, yaitu bifurkasi maju (superkritis) dan bifurkasi mundur (subkritis).

Bifurkasi maju terjadi saat melewati nilai 1 dari bawah dan sebuah titik

ekuilibrium positif (endemik) yang stabil asimtotik muncul dan titik ekuilibrium

bebas penyakit kehilangan kestabilan. Di sisi lain, bifurkasi mundur terjadi saat

Page 46: Proposal Tesis

46

kurang dari 1, muncul titik ekuilibrium positif (endemik) yang kecil yang tidak

stabil sementara titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik ekuilibrium positif

(endemik) yang lebih besar stabil asimtotik lokal. Untuk itu, perlu diperhatikan

arah dari bifurkasi yang terjadi, maju atau mundur. Berikut akan diberikan

teorema yang dapat digunakan untuk menentukan arah dari bifurkasi.

Tanpa mengurangi keumuman, diasumsikan 0 adalah titik ekuilibrium

Sistem (2.8.1) yang memenuhi ([ ] ) untuk semua nilai parameter .

Teorema 2.8.10 (Castilo-Chavez dan Song, 2004) Diasumsikan

(i) ([ ] )

([ ] ) memiliki nilai eigen sederhana nol untuk

bernilai 0 dan semua nilai eigen lain dari A memiliki bagian real bernilai

negatif;

(ii) Matriks A memiliki vektor eigen kanan yang nonnegatif dan vektor eigen

kiri yang bersesuaian dengan nilai eigen 0.

Misalkan adalah komponen ke-k dari dan

([ ] )

([ ] )

Dinamika lokal dari Sistem (2.5.1) di sekitar titik ekuilbrium 0 sepenuhnya

ditentukan oleh a dan b, yaitu sebagai berikut:

(i) a > 0, b > 0. Saat dengan | | , 0 stabil asimtotik lokal, dan

terdapat tepat satu titik ekuilibrium positif yang tidak stabil; saat

, 0 tidak stabil dan terdapat tepat satu titik ekuilibrium negatif

yang stabil asimtotik lokal;

(ii) a < 0, b < 0. Saat dengan | | , 0 tidak stabil; saat ,

0 stabil asimtotik lokal dan terdapat tepat satu titik ekuilibrium positif yang

tidak stabil;

Page 47: Proposal Tesis

47

(iii) a > 0, b < 0. Saat dengan | | , 0 tidak stabil, dan terdapat tepat

satu titik ekuilibrium negatif yang stabil asimtotik lokal; saat ,

0 stabil dan terdapat satu titik ekuilibrium postif yang tidak stabil;

(iv) a < 0, b > 0. Saat berubah dari negatif menjadi positif, kestabilan 0

berubah dari stabil menjadi tidak stabil. Berkenaan dengan hal tersebut,

titik ekuilibrium negatif yang tidak stabil menjadi titik ekuilibrium positif

yang stabil asimtotik lokal.

Lemma 2.8.11 (Castilo-Chavez dan Song, 2004) Saat a > 0 dan b > 0, bifurkasi

di adalah mundur (subkritis).

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai jenis bifurkasi yang terjadi ketika

matriks Jacobian ([ ] ) memiliki sepasang nilai eigen imajiner murni dan

tidak ada nilai eigen lainnya dengan bagian real 0.

Definisi 2.8.12 (Bifurkasi Andronov-Hopf) (Kuznetsov, 1998) Bifurkasi yang

terjadi akibat kemunculan nilai eigen dengan disebut

bifurkasi Hopf (Bifurkasi Andronov-Hopf).

Bifurkasi Hopf ditandai dengan adanya perubahan sifat kestabilan titik

ekuilibrium dan diikuti dengan munculnya limit cycle. Bifurkasi Hopf yang

ditandai dengan munculnya limit cycle yang stabil di sekitar nilai bifurkasi,

disebut dengan bifurkasi maju, sedangkan bifurkasi Hopf yang ditandai dengan

munculnya limit cycle yang tidak stabil disebut bifurkasi mundur. Berikut

diberikan teorema mengenai bifurkasi Andronov-Hopf.

Teorema 2.8.13 (van der Heijden) Diberikan sistem

([ ] ) ([ ] )

dengan suatu parameter. Dimisalkan [ ] [ ] titik ekuilibrium

Sistem (2.8.12) yang bergantung terhadap parameter dan dimisalkan nilai

eigen dari hasil linearisasi di titik ekuilibrium [ ] [ ] adalah

Page 48: Proposal Tesis

48

( ) ( ) ( ). Selanjutnya dimisalkan untuk nilai parameter tertentu

kondisi berikut terpenuhi:

(i) ( ) ( ) ,

(kondisi nonhiperbolisitas: sepasang nilai eigen imajiner murni yang saling

konjugat)

(ii) ( )

|

,

(kondisi transversalitas: nilai-nilai eigen melintasi sumbu imajiner dengan

kecepatan taknol)

(iii) , dengan

( )

( ( ) (

) ), dengan

[ ] ,

(kondisi generisitas)

maka muncul suatu solusi periodik pada daerah jika atau pada

daerah jika . Titik ekuilibrium [ ] [ ] stabil untuk

dan tidak stabil untuk jika . Sebaliknya, titik ekuilibrium

[ ] [ ] stabil untuk dan tidak stabil untuk jika

. Solusi periodik stabil jika titik ekuilibrium yang berada pada daerah yang

sama tidak stabil dan sebaliknya, solusi periodik tidak stabil jika titik ekuilibrium

yang berada pada daerah yang sama stabil.

Page 49: Proposal Tesis

49

BAB III

RENCANA PENELITIAN

Pada bab rencana penelitian ini akan dijelaskan mengenai langkah-langkah

penelitian serta rencana jadwal penelitian agar penelitian dapat terarah dan

berjalan dengan baik. Berikut diberikan gambaran mengenai langkah-langkah

penelitian yang dilakukan.

3.1 Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui 4 langkah sebagai berikut:

1. Persiapan literatur pendukung dari jurnal utama, membaca dan memahami

jurnal utama serta memahami keterkaitan literatur pendukung dengan jurnal

utama sebagai persiapan untuk penyusunan pustaka, sebagai berikut

a. Mempelajari pembentukan model epidemi SEIV.

b. Mempelajari laju insidensi nonlinear yang digunakan, serta menentukan

jenis penyakit yang tepat sesuai dengan model epidemi SEIV yang

dibentuk.

c. Mempelajari cara pembentukan bilangan reproduksi dasar, kemudian

menentukannya sesuai dengan model yang telah dibentuk.

d. Mempelajari linearisasi sistem persamaan nonlinear dengan menggunakan

matriks Jacobian, kemudian menganalisis sifat kestabilan lokal dari

masing-masing titik ekuilibrium.

e. Mempelajari bifurkasi yang terjadi pada masing-masing titik ekuilibrium.

2. Menyusun proposal yang terdiri dari bagian pendahuluan, landasan teori dan

hasil sementara, yaitu sebagai berikut:

a. Menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

b. Menentukan asumsi-asumsi yang digunakan dalam pembentukan model

epidemi SEIV dan menyusun diagram transfer.

c. Membentuk model epidemi SEIV.

Page 50: Proposal Tesis

50

d. Menentukan bilangan reproduksi dasar sesuai dengan model yang telah

dibentuk.

e. Menentukan eksistensi titik ekuilibrium bebas penyakit dan titik

ekuilibrium endemik.

f. Menganalisis sifat kestabilan lokal dari masing-masing titik ekuilibrium.

g. Menganalisis bifurkasi yang terjadi pada masing-masing titik ekuilibrium.

3. Melakukan perbaikan proposal secara keseluruhan setelah diujikan, kemudian

menyusun bagian pembahasan dengan memperbaiki atau menambahkan hasil

sementara yang telah disusun sebelumnya.

4. Menyusun kesimpulan, finalisasi naskah dan persiapan ujian.

Page 51: Proposal Tesis

51

3.2 Rencana Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian baik yang telah dilakukan maupun rencana jadwal penelitian tahap berikutnya adalah sebagai berikut.

Tabel 3.2.1 Jadwal Penelitian

No Tahapan Penelitian 2012 2013

November Desember Januari Februari Maret April Juni Juli Agustus

1 Mempelajari pembentukan model epidemi SEIV

kemudian mengkonstruksikannya

2 Mempelajari laju insidensi nonlinear yang

digunakan, serta menentukan jenis penyakit yang

tepat sesuai dengan model epidemi SEIV yang

dibentuk

3 Mempelajari cara pembentukan bilangan

reproduksi dasar, kemudian menentukannya

sesuai dengan model yang telah dibentuk

4 Menentukan eksistensi titik ekuilibrium bebas

penyakit dan titik ekuilibrium endemik

5 Mempelajari linearisasi sistem persamaan

diferensial nonlinear dengan menggunakan

matriks Jacobian, kemudian menganalisis

kestabilan lokal dari masing-masing titik

ekuilibrium

6 Mempelajari dan menganalisis bifurkasi yang

terjadi pada masing-masing titik ekuilibrium

7 Perbaikan proposal secara keseluruhan

8 Menyusun bagian pembahasan dengan

menambahkan interpretasi

9 Menyusun kesimpulan

10 Finalisasi naskah dan persiapan ujian

Page 52: Proposal Tesis

DAFTAR PUSTAKA

American Social Health Association, 1998, Sexually Transmitted Diseases in

America: How Many Cases and at What Cost?, Kaiser Family Foundation,

Menlo Park.

Arrowsmith, D.K. dan Place, C.M., 1992, Dynamical Systems: Differential

Equations, Maps and Chaotic Behaviour. Chapman & Hall, London.

Castillo-Chavez, C. dan Song, B., 2004, Dynamical Models of Tuberculosis and

Their Applications, Mathematical Biosciences and Engineering, vol. 1, no.

2, 361 – 404.

Castillo-Chavez, C., Feng, Z., Huang W., 2001, On the Computation of R0 and its

Role on Global Stability, http://math.la.asu.edu/~chavez/CCCPUB/, diakses

tanggal 26 Nopember 2012.

Diekmann, O. dan Heesterbeek, J.A.P., 2000, Mathematical Epidemiology of

Infectioun Diseases: Model Building, Analysis and Interpretation, Wiley,

New York.

Ehrlich, S.D, 2013, Herpes Simplex Virus, http://umm.edu/health/medical/altmed/

condition/herpes-simplex-virus, diakses pada tanggal 9 Juli 2013.

Flemming, D.T., McQuillan, G.M., Johnson, R.E., Nahmias, A.J., Aral, S.O., Lee,

F.K. ST. Louis, M.E., 1997, Herpes Simplex Virus Type 2 in the United

States, 1976 to 1994, The New England Journal of Medicine, vol. 337, no.

16, 1105 – 1111.

Hunt, R., 2011, Herpes Viruses, http://pathmicro.med.sc.edu/virol/herpes.htm,

diakses tanggal 9 Juli 2013.

Kriebs, J.M., 2008, Understanding Herpes Simplex Virus: Transmission,

Diagnosis, and Considerations in Pregnancy Management, Journal of

Midwifery & Women’s Health, vol. 53, no. 3, 202 – 208.

Kuznetsov, Y.A., 1998, Elements of Apllied Bifurcation Theory, Second Edition,

Springer-Verlag, New York.

Long, D. dan Xiang, Z., 2011, On the study of an SEIV epidemic model

concerning vaccination and vertical transmission, Journal of Applied

Mathematics & Bioinformatics, vol. 1, no. 1, 21 – 30.

Luenberger, D.G., 1979, Introduction to Dynamic Systems: Theory, Models and

Apllications, John Wiley & Sons, New York.

Olsder, G.J., 2003, Mathematical Systems Theory, Second Edition, Delft

University Press, The Netherlands.

Perko, L., 2001, Differential Equations and Dynamical System, Third Editon,

Springer-Verlag, New York.

Page 53: Proposal Tesis

Seyranian, A.P. dan Mailybaev A.A., 2003, Multiparameter Stability Theory with

Mechanical Applications, Series A, Volume 13, World Scientific Publishing

Co Pte Ltd, Singapore.

Simon, H., 2013, Herpes Simplex, http://umm.edu/health/medical/reports/articles/

herpes-simplex, diakses tanggal 9 Juli 2013.

Van den Driessche, P. dan Watmough, J., 2000, A Simple SIS Epidemic Model

with a Backward Bifurcation. J. Math. Biol. 40, 525–540.

Van der Heijden, G., Hopf Bifurcation, http://www.ucl.ac.uk/~ucesgvd/hopf.pdf,

diakses pada tanggal 15 April 2013.

Wiggins, S., 2003, Introduction of Applied Nonlinear Dynamical Systems and

Chaos Second Edition, Springer-Verlag, New York.

Page 54: Proposal Tesis

PROPOSAL TESIS

ANALISIS KESTABILAN LOKAL DAN BIFURKASI PADA MODEL

EPIDEMI SEIV DENGAN VAKSINASI PENGOBATAN DAN

TRANSMISI PENYAKIT SECARA VERTIKAL

LOCAL STABILITY AND BIFURCATION ANALYSIS IN SEIV EPIDEMIC

MODEL CONCERNING THERAPEUTIC VACCINE

AND VERTICAL TRANSMISSION

GUNAWAN

11/322561/PPA/03564

PROGRAM STUDI S2 MATEMATIKA

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 55: Proposal Tesis

Lampiran 1

BAB III

HASIL SEMENTARA

3.1 Pembentukan Model

Model epidemi SEIV digunakan untuk memodelkan penyebaran penyakit

pada suatu populasi dengan adanya pengaruh vaksinasi dan masa inkubasi yang

tidak singkat. Dengan demikian, individu yang baru terinfeksi tidak langsung

dapat menularkan penyakit ke individu yang lain (laten), sedangkan individu yang

diketahui telah terinfeksi dan telah memiliki kemampuan untuk menularkan

penyakit akan diberikan vaksinasi. Pada tesis ini, model epidemi SEIV membahas

mengenai penyakit yang menyebar tidak hanya secara horizontal, tetapi juga

menyebar secara vertikal atau menurun. Selain itu, kekebalan suatu individu

terhadap penyakit yang diperoleh dari vaksinasi bersifat tidak permanen. Contoh

penyakit menular yang dapat dimodelkan dengan model epidemi SEIV pada tesis

ini adalah Herpes Simpleks.

Pada model epidemi SEIV, populasi dibagi ke dalam 4 kelas, yaitu kelas S

(rentan) yang menyatakan kelas individu yang rentan penyakit, kelas V (vaksinasi)

yang menyatakan kelas individu yang mendapat vaksinasi, kelas E (laten) yang

menyatakan kelas individu yang sudah terinfeksi namun belum memiliki

kemampuan menularkan penyakit ke kelas S, dan kelas I (sakit) yang menyatakan

kelas individu yang telah terinfeksi dan memiliki kemampuan menularkan

penyakit ke kelas S. Pada model ini, S(t), V(t), E(t), dan I(t) berturut-turut

menyatakan jumlah individu pada kelas rentan, kelas vaksinasi, kelas laten, dan

kelas sakit pada saat t, dan pada pembahasan lebih lanjut, S(t), V(t), E(t), dan I(t)

cukup ditulis S, V, E, dan I.

Pada model epidemi SVEI dalam tesis ini, penyebaran penyakit melalui

kontak antara individu yang rentan dan individu yang menularkan penyakit

(transmisi horizontal) diasumsikan menggunakan laju insidensi nonlinear

( ) . Penggunaan laju insidensi ( ) dilakukan dengan

Page 56: Proposal Tesis

mempertimbangkan adanya faktor naiknya laju insidensi yang diakibatkan oleh

kontak ganda dalam waktu yang singkat. Adapun asumsi-asumsi lain yang

digunakan pada model ini adalah sebagai berikut:

1. Jumlah populasi tidak konstan (ada laju rekruitmen yang berasal dari kelahiran

atau imigrasi, yang masuk ke dalam kelas rentan).

2. Sebagian dari individu rekruitmen telah mendapat vaksinasi.

3. Ada kelahiran pada kelas sakit, yang berarti ada kelahiran dari individu yang

menularkan penyakit dan terjadi transmisi vertikal (penyakit menurun dari

orang tua ke anak). Sebagian keturunannya merupakan individu yang rentan.

4. Ada kematian alami, terjadi pada setiap kelas.

5. Penyakit tidak fatal, yang berarti tidak ada kematian karena penyakit.

6. Laju kelahiran dan laju kematian sama.

7. Individu yang baru terinfeksi tidak langsung dapat menularkan penyakit ke

individu yang lain (laten).

8. Kekebalan penyakit yang diperoleh dari vaksinasi bersifat tidak permanen,

yang berarti individu yang telah divaksinasi dapat menjadi kembali rentan

penyakit.

9. Individu yang menularkan penyakit diberikan vaksinasi.

Dari asumsi-asumsi di atas dapat dibentuk diagram transfer sebagai berikut:

Gambar 3. Diagram transfer pada model epidemi SEIV

S I E

V

𝛽𝑆𝐼( 𝛼𝐼)

𝜔𝑉

𝑏𝐴

𝜎𝐸 ( 𝑏)𝐴 ( 𝑝)𝜇𝐼

𝜏𝐼

𝜇𝑉

𝜇𝑆 𝜇𝐸 𝜇𝐼

( 𝑝)𝜇𝐼

Page 57: Proposal Tesis

Berdasarkan diagram transfer di atas, kemudian dibentuk suatu model

matematika berupa sistem persamaan diferensial nonlinear sebagai berikut:

dan diperoleh:

( ) [

( )]

Semua parameter pada Sistem (3.1.1) bernilai positif dan memiliki arti sebagai

berikut:

A : laju rekruitmen ke dalam populasi (diasumsikan rentan),

b : proporsi rekruitmen yang telah divaksinasi,

β : laju individu yang rentan menjadi terinfeksi oleh mereka yang menularkan,

μ : laju kelahiran, sama dengan laju kematian alami,

σ : laju saat individu laten menjadi individu yang menularkan penyakit,

: laju individu terinfeksi yang diberikan vaksinasi,

: laju berkurangnya kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi, dan

p : proporsi keturunan yang rentan penyakit yang berasal dari orang tua yang

menularkan penyakit.

3.2 Eksistensi Titik Ekuilibrium Bebas Penyakit

Teorema berikut menjelaskan mengenai eksistensi titik ekuilibrium bebas

penyakit.

Teorema 3.2.1 Sistem (3.1.1) di atas selalu memiliki titik ekuilibrium bebas

penyakit

[ [ ( ) ]

( )

( ) ]

𝑑𝑆

𝑑𝑡 ( 𝑏)𝐴 𝛽𝑆𝐼( 𝛼𝐼) 𝜇𝑆 𝜔𝑉 ( 𝑝)𝜇𝐼

𝑑𝑉

𝑑𝑡 𝑏𝐴 𝜇𝑉 𝜔𝑉 𝜏𝐼

𝑑𝐸

𝑑𝑡 𝛽𝑆𝐼( 𝛼𝐼) 𝜇𝐸 𝜎𝐸

𝑑𝐼

𝑑𝑡 𝜎𝐸 𝜏𝐼 𝑝𝜇𝐼

(3.1.1)

Page 58: Proposal Tesis

Bukti:

Titik ekuilibrium dari Sistem (3.1.1) di atas adalah solusi dari sistem yang

memenuhi = 0, = 0, = 0, dan = 0, yaitu:

( ) ( ) ( ) ( )

( )

( ) ( )

( )

Jika E = 0 dan I = 0 disubstitusikan pada Persamaan (3.2.1) sampai (3.2.4) akan

diperoleh:

( ) ( )

( )

Selanjutnya dari Persamaan (3.2.6) diperoleh:

( )

( )

Selanjutnya nilai

( )

disubstitusikan ke Persamaan (3.2.5), sehingga diperoleh:

( )

( )

( )

( )

( ) ( )

( )( )

( )

[ ( ) ( )]

( )

[ ( ) ]

( )

Page 59: Proposal Tesis

Dengan demikian, diperoleh titik ekuilibrium bebas penyakit dari Sistem (3.1.1)

di atas yaitu

[ [ ( ) ]

( )

( ) ]

Selanjutnya akan ditunjukkan bilangan reproduksi dasar yang

berpengaruh terhadap kestabilan lokal titik ekuilibrium bebas penyakit serta

eksistensi titik ekuilibrium endemik.

3.3 Bilangan Reproduksi Dasar

Untuk mendapatkan bilangan reproduksi dasar , Sistem (3.1.1) dituliskan

kembali ke dalam bentuk sebagai berikut:

([ ] )

([ ] )

([ ] )

( )

dengan [ ] [ ] dan .

Akibatnya

[

] ([ ] )

[( ) ( ) ( )

]

([ ] ) ( )

([ ] )

Jelas bahwa ([ ] ) .

Titik ekuilibrium bebas penyakit dari Sistem (3.3.1) di atas adalah

[ ] , dengan

[ ] [ [ ( ) ]

( )

( )]

Page 60: Proposal Tesis

yang memenuhi ([ ] ) ([ ] ) ([ ] )

Selanjutnya, karena

([ ] )

([ [ ( ) ]

( )

( ) ]

)

[ ( ) ]

( ) ( )

[ ( ) ]

( ) ( )

( ) [ ( ) ]

( ) ( )

[ ( ) ]

( )( ) ( )

[ ( ) ]

( )

( ) ( )

( ) ( )

([ ] )

([ ] )

sehingga diperoleh ([ ] ) secara implisit menyatakan suatu fungsi

([ ] ).

Selanjutnya, karena ([ ] ) , maka

([ ([ ] ) ] )

( ) ( )

dan

([ ([ ] ) ] )

( )( ) ( )

Misalkan ([ ([ ] ) ] ), maka

( ) ( )

[ ( ) ]

( )( ) ( )

Karena ([ ([ ] ) ] ) dapat dituliskan dalam bentuk

A = K – D, yaitu:

Page 61: Proposal Tesis

[ ( ) ]

( )( ) ( )

diperoleh:

[ ( ) ]

( )( ) ( )

dengan invers dari D adalah

( )

Dengan demikian, diperoleh:

[ ( ) ]

( )( )( )

Bilangan reproduksi dasar adalah radius spektral dari . Jadi,

bilangan reproduksi dasar dari Sistem (3.1.1) di atas adalah

( ) [ ( ) ]

( )( )( )

Pada subbab berikutnya akan dilihat pengaruh bilangan reproduksi dasar

terhadap kestabilan lokal dari titik ekuilibrium bebas penyakit.

3.4 Analisis Kestabilan Lokal dan Bifurkasi Titik Ekuilibrium Bebas

Penyakit

Teorema berikut menjelaskan mengenai sifat kestabilan titik ekuilibrium

bebas penyakit terkait dengan bilangan reproduksi dasar.

Teorema 3.4.1 Titik ekuilibrium bebas penyakit stabil asimtotik lokal saat

dan tidak stabil saat .

Bukti:

Sistem (3.1.1) ditulis kembali menjadi:

( )

dengan [ ] , maka linearisasi Sistem (3.1.1) di sekitar

adalah

Page 62: Proposal Tesis

( )

dengan

[ ]

dan ( ) adalah matriks Jacobian dari di .

Diketahui matriks Jacobian dari Sistem (3.1.1) di atas adalah

[

( ) ( ) ( )

( ) ( )

]

Dengan demikian, matriks Jacobian dari di dari Sistem (3.1.1) tersebut adalah

( )

[

[ ( ) ]

( ) ( )

[ ( ) ]

( )

]

Nilai-nilai eigen dari matriks ( ) dapat dicari sebagai berikut:

| ( ) |

|

|

[ ( ) ]

( ) ( )

[ ( ) ]

( )

|

|

( ) ||

[ ( ) ]

( )

||

( )( ) |

[ ( ) ]

( )

|

( )( )(( )( )

[ ( ) ]

( ) )

Page 63: Proposal Tesis

( )( )[ ( ) ( )( )

[ ( ) ]

( )]

Jadi nilai-nilai eigennya adalah , , dan akar-akar dari

polinomial karakteristik:

( ) ( ) ( )( ) [ ( ) ]

( )

atau

( )

dengan

( )

( )( ) [ ( ) ]

( )

Karena semua parameter bernilai positif, berarti:

(i) ,

(ii) ,

(iii) , dan karena

[ ( ) ]

( )( )( )

[ ( ) ]

( ) ( )( )

[ ( ) ]

( ) ( )( )

( )( ) [ ( ) ]

( )

, diperoleh:

(iv) jika dan hanya jika .

Akibatnya, jika , ekuivalen dengan , diperoleh √ ,

maka akar-akar dari polinomial karakteristik ( ) adalah √

, yaitu

merupakan bilangan real negatif jika √ dan bilangan kompleks

dengan bagian real negatif jika √ . Karena semua nilai eigen dari

Page 64: Proposal Tesis

matriks ( ) memiliki bagian real yang bernilai negatif, maka stabil

asimtotik lokal saat .

Jika , ekuivalen dengan , diperoleh √ dan

√ , maka akar-akar dari polinomial karakteristik ( ) adalah

, bernilai real dan salah satunya bernilai positif. Karena terdapat nilai

eigen dari matriks ( ) yang bernilai positif, maka tidak stabil saat .

Selanjutnya, Sistem (3.1.1) dituliskan kembali menjadi:

dengan

Untuk pembahasan berikutnya mengenai analisis bifurkasi titik ekuilibrium

bebas penyakit dan eksistensi titik ekuilibrium endemik, didefinisikan:

√ [ ( )( )]

[ ( )( )]

[ ( )( )]

dengan ( )( )( )

Berdasarkan Lampiran 2, dapat dilihat dengan jelas √ dan .

Lemma 3.4.2

(i) .

(ii) jika dan hanya jika .

(3.4.1)

𝑑𝑥

𝑑𝑡 ( 𝑏)𝐴 𝛽𝑥 𝑥 ( 𝛼𝑥 ) 𝜇𝑥 𝜔𝑥 ( 𝑝)𝜇𝑥 𝑓

𝑑𝑥

𝑑𝑡 𝑏𝐴 𝜇𝑥 𝜔𝑥 𝜏𝑥 𝑓

𝑑𝑥

𝑑𝑡 𝛽𝑥 𝑥 ( 𝛼𝑥 ) 𝜇𝑥 𝜎𝑥 𝑓

𝑑𝑥

𝑑𝑡 𝜎𝑥 𝜏𝑥 𝑝𝜇𝑥 𝑓

Page 65: Proposal Tesis

Bukti:

Pertama, akan ditunjukkan . Jelas bahwa ( ) untuk

Akibatnya, ( )

( )

( )

( )

( )

.

Jadi, terbukti bahwa

Selanjutnya akan ditunjukkan jika dan hanya jika .

Jadi, terbukti bahwa jika dan hanya jika .

Teorema berikut menjelaskan mengenai arah bifurkasi terkait dengan nilai

yang telah didefinisikan sebelumnya.

Teorema 3.4.3 Saat , Sistem (3.1.1) mengalami bifurkasi mundur untuk

dan bifurkasi maju untuk .

Page 66: Proposal Tesis

Bukti:

Saat diperoleh:

[ ( ) ]

( )( )( )

( )( )( )

[ ( ) ]

Selanjutnya, diperoleh matriks Jacobian dari di dengan nilai yaitu:

([ ] )

[

[ ( ) ]

( ) ( )

[ ( ) ]

( )

]

[

( )( )

( )

( )( )

]

dengan nilai-nilai eigennya adalah , , dan akar-akar dari

persamaan kuadrat:

( )

yaitu ( ) dan . Dengan demikian diperoleh nilai

eigen sederhana (simple) nol dari matriks ([ ] ) yaitu .

Selanjutnya, vektor eigen kanan yang bersesuaian dengan nilai eigen

, dinotasikan dengan [ ] , yang memenuhi

([ ] )

([ ] )[ ]

[

( )( )

( )

( )( )

]

[

]

Page 67: Proposal Tesis

Dengan demikian diperoleh sistem persamaan sebagai berikut:

* ( )( )

( ) + ( )

( ) ( )

( ) *( )( )

+ ( )

( ) ( )

Dari Persamaan (3.4.3.3) diperoleh:

( ) *( )( )

+

*( )( )

+ ( )

( )

Dari Persamaan (3.4.3.4) juga diperoleh:

( )

( )

Sehingga dengan mengambil , diperoleh

Selanjutnya, dari Persamaan (3.4.3.2) diperoleh:

( )

( )

( )( )

Dari Persamaan (3.4.3.1) diperoleh:

* ( )( )

( ) +

Page 68: Proposal Tesis

( )( ) *

( )( )

( ) +

( )( ) *

( )( )

( ) +

( )( )

( )( )

( )

( )( )

( )( )( )

( )( )

( )( )

( )( )

( )( )( ) ( )( )

( )( )

( )( )( ) ( )( )

( )( )

( )( )

( )( )

Jadi, vektor eigen kanannya adalah

[ ( )( )

( )( )

( )( )

]

Selanjutnya akan dicari vektor kiri yang bersesuaian dengan nilai eigen ,

dinotasikan dengan [ ], yang memenuhi:

([ ] )

[ ] ([ ] )

[ ]

[

( )( )

( )

( )( )

]

Dengan demikian diperoleh sistem persamaan sebagai berikut:

( )

( ) ( )

( ) ( )

Page 69: Proposal Tesis

* ( )( )

( ) +

( )( )

( ) ( )

Dari Persamaan (3.4.3.5) diperoleh:

Selanjutnya disubstitusikan ke Persamaan (3.4.3.6) diperoleh:

( )

( )

Dari Persamaan (3.4.3.7) diperoleh:

( )

( )

Selanjutnya dan disubstitusikan ke Persamaan (3.4.3.8) diperoleh

* ( )( )

( ) +

( )( )

( )

( )( )

( )

( )( )

( )

Selanjutnya dicari v yang memenuhi yaitu sebagai berikut:

[

]

[ ( )( )

( )( )

( )( )

]

Page 70: Proposal Tesis

( ) ( )

( )( )

( )( )

( )

sehingga diperoleh:

( )( )

( )

( )

( )

Dengan demikian diperoleh:

[ ( )

( )

( )( )

( )]

Turunan parsial tingkat satunya adalah

( )

( ) ( )

( )

( )

sedangkan turunan parsial tingkat dua lainnya bernilai 0.

Turunan parsial tingkat duanya adalah

( )

( )

( )

( )

Page 71: Proposal Tesis

( )

( )

sedangkan turunan parsial tingkat dua lainnya bernilai 0.

Selanjutnya dihitung turunan parsial tingkat dua di yaitu sebagai berikut:

( )

( )

( )

( )

[ ( ) ]

( )

( ) [ ( ) ]

( )

( )

( )

( )

( )

[ ( ) ]

( )

( ) [ ( ) ]

( )

Selanjutnya, menurut Lampiran 3, diperoleh koefisien a dan b, yaitu

([ ] )

[ ( )( ) ( ( ) )]

( )( )( )

dan

([ ] )

[ ( ) ]

( )( )

Page 72: Proposal Tesis

Selanjutnya, jika

( )( )

( ( ) )

maka menurut Lampiran 4, .

Jika , maka menurut Lampiran 4,

Selanjutnya, karena diketahui

[ ( )( )]

[ ( )( )]

[ ( ( ) )]

dan pada saat kondisi , yaitu:

[ ( ) ]

( )( )( )

[ ( ) ] ( )( )( )

[ ( ) ]

diperoleh

[ ( ( ) )]

Dengan demikian, ekuivalen dengan , ekuivalen dengan .

Jadi pernyataan jika , maka , ekuivalen dengan, jika

maka . Sebaliknya jika , maka , ekuivalen dengan, jika

maka . Sehingga diperoleh, saat terjadi bifurkasi mundur.

Sebaliknya, saat , terjadi bifurkasi maju.

Page 73: Proposal Tesis

3.5 Eksistensi Titik Ekuilibrium Endemik

Berikut diberikan teorema yang menjelaskan mengenai eksistensi titik

ekuilibrium endemik.

Teorema 3.5.1

(i) Misalkan . Sistem (3.1.1) di atas tidak memiliki titik ekuilibrium

untuk , memiliki dua titik ekuilibrium untuk , dan satu

titik ekuilibrium untuk .

(ii) Misalkan . Sistem (3.1.1) di atas tidak memiliki titik ekuilibrium

untuk , tidak memiliki titik ekuilibrium untuk , satu

titik ekuilibrium untuk , dan tidak memiliki titik ekuilibrium untuk

Bukti:

Titik ekuilibrium endemik [ ] dapat diperoleh dari

sistem persamaan persamaan berikut:

( ) ( ) ( ) ( )

( )

( ) ( )

( )

Dari Persamaan ( ) diperoleh:

sedangkan dari Persamaan ( ) diperoleh:

( )

Page 74: Proposal Tesis

dari Persamaan ( ) diperoleh:

( )

( ) ( )

( ) ( )( )

( ) ( )( )

( )( )

( )

( )( )

( )

Selanjutnya, dari Persamaan ( ) dan Lampiran 5 diperoleh:

( ) ( ) ( )

dengan

( ) ( )( )

( ) ( )( )

( )

Selanjutnya, menurut Lampiran 6 diperoleh:

(i) ,

(ii) jika dan hanya jika ,

(iii) jika dan hanya jika ,

(iv) jika dan hanya jika ,

sehingga dengan aturan tanda Descartes, diketahui

memiliki 1 akar positif saat . Jadi, Sistem (4.1.1) memiliki titik ekuilibrium

endemik yang tunggal saat .

Lebih lanjut, mengenai eksistensi titik ekuilibrium endemik akan disajikan

melalui tabel pada halaman berikutnya.

Page 75: Proposal Tesis

Tabel 3.5.1 Eksistensi Titik Ekuilibrium saat (Terjadi Bifurkasi Mundur)

Kondisi Bentuk Ekuivalen

Koefisien dan

Diskriminan

Akar-akar

Eksistensi Titik

Ekuilibrium Endemik

Kasus 1

dan

dan

2 akar kompleks yang

saling konjugat

tidak memiliki titik

ekuilibrium endemik

Kasus 2

,

dan

2 akar bernilai positif 2 titik ekuilibrium

endemik

Kasus 3 ,

dan

1 akar bernilai positif

dan 1 akar bernilai 0

titik ekuilibrium endemik

tunggal

Kasus 4 ,

dan

1 akar bernilai positif

dan 1 akar bernilai

negatif

titik ekuilibrium endemik

tunggal

Page 76: Proposal Tesis

Tabel 3.5.2 Eksistensi Titik Ekuilibrium saat (Terjadi Bifurkasi Maju)

Kondisi Bentuk Ekuivalen

Koefisien dan

Diskriminan

Akar-akar

Eksistensi Titik

Ekuilibrium Endemik

Kasus 1 ,

dan

2 akar kompleks yang

saling konjugat

tidak memiliki titik

ekuilibrium endemik

Kasus 2 ,

dan

tidak memiliki akar

bernilai positif

tidak memiliki titik

ekuilibrium endemik.

Kasus 3 ,

dan

1 akar bernilai negatif

dan 1 akar bernilai 0

tidak memiliki titik

ekuilibrium endemik

Kasus 4 dan

dan

,

1 akar bernilai positif dan

1 akar bernilai negatif

titik ekuilibrium

endemik yang tunggal

Page 77: Proposal Tesis

3.6 Analisis Kestabilan Lokal Titik Ekuilibrium Endemik

Berikut dijelaskan mengenai sifat kestabilan dari titik ekuilibrium endemik.

Teorema 3.6.1 Saat , titik ekuilibrium dari Sistem (3.1.1) stabil

asimtotik lokal jika dan , dengan akan

dijelaskan pada pembuktian berikut.

Bukti:

Matriks Jacobian dari di dari Sistem (3.1.1) tersebut adalah ( )

[

( ) ( ) ( )

( ) ( )

]

Menurut Lampiran 7, diperoleh persamaan karakteristik dari ( ) adalah

| ( ) |

|

( ) ( ) ( )

( ) ( )

|

( )( )

dengan

( )

( )( ) ( ) ( )(

) ( )( )

( )( )( ) ( )(( )( ) )

( ) ( )

Dengan demikian, nilai eigennya adalah dan akar-akar dari

persamaan . Karena semua parameter bernilai positif,

maka . Berdasarkan Tes Routh-Hurwitz, akar-akar dari

memiliki bagian real yang negatif jika dan . Oleh

sebab itu, saat , titik ekuilibrium endemik dari Sistem (3.1.1) stabil

asimtotik lokal jika dan .