proses pembelajaran 7. enzim - universitas tadulako
TRANSCRIPT
1
Proses Pembelajaran 7.
Enzim
Pada kegiatan belajar ini anda akan mempelajari tentang enzim, mulai dari pengertian,
mekanisme kerja, enzim dalam saluran pencernaan, enzik eksogenous dan manfaat enzim.
Dengan pengetahuaan ini maka mahasiswa akan lebih mudah memahami penggunaan enzim dan
enzim yang dibutuhkan untuk tujuan tujuan tertentu.
A. Pengertian enzim
Kata “Enzim” berasal dari bahasa latin “en dan zyme” yang artinya “didalam ragi”. Ini
mengindikasikan bahwa istilah enzim pada awalnya hanya bersentuhan dengan fermentasi oleh
yeast atau ragi. Istilah ini akhirnya disadari menjadi kurang tepat. Hal ini karena enzime tidak
hanya berhubungan dengan ragi, tetapi juga bakteri, tanaman dan manusia. Ada tiga kata kunci
dalam mendiskusikan tentang enzim, yakni: katalisator, poliptida dan spesifitas.
Perdefenisi, enzim adalah katalisator. Katalisator diterjemahkan sebagai substansi yang dapat
mempercepat reaksi tetapi dia sendiri tidak bereaksi. Ambil contoh, udara adalah katalisator
untuk api. Kita dapat membuat api yang lebih besar ketika kita menambahkan udara melalui
penggunaan kipas angin. Enzim adalah katalisator untuk reaksi kimia didalam sel hidup. Reaksi
itu dapat berupa penghancuran, pembentukan dan penyusunan kembali dari molekul – molekul
untuk menyediakan energy atau materi yang dibutuhkan untuk hidup. Tanpa enzim, reaksi akan
berlangsung sangat lambat dan dengan enzim kecepatan reaksi dapat ditingkatkan sampai jutaan
kali dibanding dengan sebuah reaksi tanpa enzim. Jadi enzim adalah katalisator, tetapi tidak
semua katalisator adalah enzim.
Enzim dibentuk dari susunan asam amino yang diikat secara linear (polipeptide) yang
membentuk struktur 3 dimensi yang dapat berfungsi sebagai katalisator pada sebuah reaksi
dengan tingkat spesifitas tertentu. Asam amino adalah komponen organik yang terdiri dari atom
Carbon, Hydrogen, Oxygen dan Nitrogen. Dalam beberapa kasus, asam amino juga mengandung
Sulfur. Kumpulan dari 50 atau lebih asam amino disebut protein yang biasanya berbentuk tiga
dimensi. Enzim akan tetap berfungsi jika struktur tiga dimensi dari enzim atau protein dapat
dipertahankan. Tempertaur dan keasaman dapat menghancurkan bentuk tiga dimensi enzim. Jika
struktur tiga dimensi dari enzim hancur, berarti secara bersamaan enzim menjadi tidak aktif.
Setiap susunan asam amino yang berbeda akan menghasilkan struktur dan sifat yang berbeda.
2
Berat molekul enzim bervariasi dari 13.000 sampai jutaan Daltons. Walaupun sebagian
besar molekul enzim berukuran 30.000-50.000 daltons, enzim yang diproduksi secara
ekstraceluler umumnya memiliki berat molekul yang rendah dan mengandung beberapa ikatan
disulfide untuk membantu mempertahankan struktur protein dalam merespon lingkungan. Enzim
cenderung memiliki berat molekul yang lebih besar dari substratnya. Walaupun enzim adalah
protein yang disusun dari ratusan asam amino, hanya beberapa residu asam amino yang berperan
secara langsung pada reaksi katalisis. Residu asam amino menentukan specifitas dan mekanisme
reaksi dari enzim tertentu. Sementara asam amino yang lain dalam rangkaian ikatan polipeptida
memberikan orientasi lokasi yang cocok anatar bagian yang aktif pada enzim dan substrat.
Sebagian besar enzim terdenaturasi oleh panas dan asam. Akan tetapi terdapat enzim tertentu
yang tetap stabil pada suhu 100oC selama satu jam atau lebih. Kondisi ini dianggap penting
untuk kelangsungan hidup microorganisme yang berkembang biak pada temperature tinggi.
Mikroorganisme yang dapat hidup di wilayah yang temperaturnya tinggi cenderung
memproduksi enzim yang tetap stabil pada suhu tinggi.
Spesifitas enzim dimaknai bahwa enzim hanya dapat bekerja pada substrat spesifik. Sebagai
contoh, enzim amylase hanya dapat memecah ikatan alfa pada polimer glukosa atau yang dikenal
dengan amylose atau pati, tetapi tidak pada sellulose. Padahal perbedaan kedua senyawa ini
hanya pada ikatan alfa pada pati dan beta pada cellulose. Enzim maltase hanya dapat
menghancurkan maltose, tetapi tidak pada disaccharida lainnya. Jadi enzim dapat disimpulkan
sebagai senyawa polipeptida yang berfungsi sebagai katalisator dan hanya bekerja pada substrate
yang spesifik (specifitas).
Didalam proses pencernaan dan metabolisme, dikenal ada tiga type enzyme; (1) enzyme
metabolik, (2) enzyme pencernaan dan (3) enzyme makanan. Enzyme metabolik adalah enzyme
yang berfungsi mempercepat proses reaksi dalam sel hidup, biasanya terdapat dalam darah,
tissue dan organ. Setiap organ dan kurang lebih trilyunan sel tubuh sangat bergantung dari hasil
reaksi metabolik oleh enzyme. Enzim metabolik diproduksi oleh cel hidup, akan tetapi sebagian
besar diproduksi oleh liver dan pancreas serta organ – organ lainnya.
Enzyme pencernaan adalah enzim yang disekresi oleh saluran pencernaan makanan untuk
mencerna bahan makanan menjadi nutrisi yang siap pakai. Nutrisi tersebut kemudian diserap
dalam saluran darah dan yang tidak tercerna akan dibuang dalam bentuk kotoran. Enzim
makanan adalah enzyme yang terdapat didalam makanan yang dimakan. Sebagian besar makanan
3
mentah mengandung enzim. Papain, misalnya, adalah enzim pada buah pepaya, dan bromelain
pada buah nenas. Pemanasan dapat menghancurkan enzim yang tedapat dalam makanan.
B. Sejarah enzim
Walaupun kata enzim baru digunakan pada tahun 1876 yang dimunculkan oleh William
Kuhne, para ahli percaya penggunaan enzim dalam kehidupan jauh sebelum istilah enzim
dimunculkan. Akan tetapi sejarah dimulainya penggunaan enzim dalam kehidupan tidak
diketahui secara pasti. Di zaman lampau, penggunaan mikroorganisme telah dimanfaatkan untuk
tujuan produksi alcohol dan pembuatan keju. Ini berarti, tanpa disadari, enzim telah memainkan
peran dalam industri rumah tangga sejak dahulu kala.
Sejarah technology enzim modern diyakini berawal pada tahun 1833 ketika Payne dan
Persoz mengisolasi ekstrak kompleks dari malt (biji-bijian yang berkecambah). Ekstrak ini
kemudian digunakan untuk merubah pati yang tergelatinise menjadi gula – gula sederhana.
Mereka kemudian memberi nama ekstrak tersebut “Diastase”, nama umum enzim pada saat itu.
Pada tahun 1874, seorang ahli kimia Denmark yang bernama Christian Hansen memproduksi
specimen rennet yang diekstrak dari perut sapi dengan menggunakan larutan garam.
Temuan diatas baru sekedar pembuka jalan dalam technology enzim karena mekanisme yang
terjadi dari proses perubahan pati menjadi gula belum diketahui. Pada abad ke 19, Louis Pasteur
berkeyakinan bahwa fermentasi gula menjadi alcohol terjadi karena adanya kekuatan penting
dalam micoroganisme (yeast) yang disebut “ferments’. Ini berarti bahwa perubahan gula menjadi
alkohol dapat terjadi jika ada mahluk hidup atau microorganisme dan bukan dari cell yang mati.
Kekuatan tersebut diyakini oleh Louis Pasteur tidak dapat dipisahkan dari cel hidup.
Dugaan Louis Pasteur ini dibantah oleh Eduard Buchner tahun 1897 ketika dia melakukan
penelitian dengan menggunakan ekstrak yeast (ragi) tanpa cell hidup ragi. Dia menemukan
bahwa gula dapat difermentasi menjadi alcohol walaupun tanpa keterlibatan cell hidup ragi.
Ekstrak ragi itu disebutnya sebagai “zymase”. Pada tahun 1907 dia menerima hadiah Nobel
dibidang Kimia. Diakhir abad 19, penelitian tentang enzim mulai marak dilakukan. Pada tahun
1891, Dr Jokichi Takamine membuat patent atas produknya yang diberi nama “Taka Koji”
(enzyme amylase) yang diproduksi oleh Jamur “Aspergillus oryzae”. Pada tahun 1894, Takamine
beserta keluarga pindah ke USA dan membuat laboratorium penelitian di New York. Dia
memberikan izin kepada perusahaan obat – obatan “Parke, Davis & company” untuk
4
memproduksi enzim temuannya yang kemudian secara komersial enzim itu disebut
“takadiastase”. Walaupun aplikasi dan terminology enzim sudah cukup lama dikenal, tetapi nanti
pada tahun 1926, Dr James B. Sumner baru dapat membuktikan bahwa enzim sesungguhnya
adalah protein. Dia pula yang pertama melakukan kristalisasi enzim untuk tujuan komersial.
Kristalisasi nezim tripsin dan pepsin baru dapat dilakukan pada tahun 1930an oleh John
Northtrop dan Stanley.
Mekanisme kerja enzim dilaporkan pertama kali oleh seorang ahli kimia Jerman bernama
Emil Fischer (1852-1919). Dia memperkenalkan konsep kunci dan anak kunci. Enzim memiliki
bagian aktif yang disimbolkan anak kunci sehingga harus dibuka dengan kunci. Konsep ini
terkesan bahwa anak kunci dan kunci bersifat kaku dan tak berubah. Daniel E Koshland pada
tahun 1958 kemudian memperkenalkan konsep “tangan dan sarung tangan“ dimana enzim dapat
merubah bentuknya ketika mengikat substrat. Jadi struktur enzim agak fleksibel. Ketika
berinteraksi dengan substrat, bagian aktif dari enzim akan menyesuaikan bentuknya.
Pada industri makanan ternak, komersialisasi enzim baru dilakukan pada tahun 1980 an. Dalam
kurun waktu 20 tahunan enzim telah menunjukkan perkembangan yang cukup berarti dalam
industri makanan. Di Inggris, 90% industri makanan ternak telah menggunakan enzim sebagai
feed additif untuk meningkatkan produksi ternak. Didunia diperkirakan 20% industri makanan
ternak telah menjadikan enzim sebagai bagian integral dalam penyusunan ransum. Diperkirakan
dengan semakin menguatnya tuntutan penggunaan bahan makanan limbah sebagai akibat dari
semakin mahalnya bahan makanan konvensional seperti jagung dan kacang kedele, maka
penggunaan enzim akan menjadi sangat penting akibat rendahnya kualitas bahan makanan
limbah.
C. Kegunaan enzim dalam industri
Saat ini penggunaan enzim telah menyebar luas dihampir sebagian besar industri. Karena itu,
enzim telah menjadi bagian penting dari industri baik untuk makanan manusia (food), untuk
makanan hewan (feed), untuk sumber energy dalam bentuk ethanol atau alkohol (fuel) maupun
untuk industri lainnya. Adapun beberapa industri yang menggunakan enzim adalah: industri
pembuatan roti, industri minuman beralkohol, industri pati / gula, industri kertas, industri
detergen, industri susu, industri farmasi dan industri makanan ternak
Dilihat dari luasnya industri yang memproduksi enzim secara komersial (lihat Tabel 1.1), Pada
tahun 1997, di USA diperkirakan penjualan enzim sebesar 390 juta dollar USA, dan akan
5
meningkat menjadi 685 juta dollar USA pada tahun 2006 (Wrotnowski, 1997). Pada tahun 1999,
penjualan enzim dunia telah bernilai 1 trilyun dollar USA (Bron et al., 1999). Dari total penjualan
tersebut, 66% adalah produk dari enzyme protease untuk industri detergent, kulit dan susu
(makanan bayi), sedangkan sisanya adalah enzim karbohydrase untuk industri makanan ternak,
industri alcohol, pembuatan roti dan industri testil. Industri detergent adalah industri terbesar
yang memproduksi enzim, berkisar 45 % dari total enzim yang diproduksi.
Tabel 1.1. dibawah adalah review dari peran enzim dalam berbagai industri .
Industri Enzim Sumber
Detergen Protease
Amylase
Lipase
cellulase
Bacillus
Bacillus
Humicola, Pseudomonas
Bacillus
Industri Pati Amylase
Glucoamylase
Glukoisomerase
Bacillus
Aspergillus
Bacillus
Susu olahan Protease
Lipase
Lactase
Sulfyhydyloxidase
Rizomucor
Aspergillus
Kluyveromyces,
aspergillus
Aspergillus
Juice dan wine Pectinase
Cellulase
Cellobiase
Glucooksidase
Polyphenoloksidase
Aspergillus
Aspergillus
Aspergillus
Aspergillus
Aspergillus
Industri roti Amylase
Protease
Glukooksidase
Xylanase
Aspergillus
Aspergillus
Aspergillus
Aspergillus
Tekstil Amylase
Cellulase
Catalase
Bacillus
Trichoderma, Humicola
Aspergillus
Makanan
ternak
Phytase
Cellulase
Xylanase
Mannanase
Beta glukanase
Aspergillus
Trichoderma, Humicola
Aspergillus
Aspergillus, Bacillus
Aspergillus
Industri kertas Xylanase Trichoderma, Bacillus
Kulit Protease Aspergillus
6
1.2. Kinetik enzim
1.2.1. Mekanisme kerja enzim
A. Kombinasi Enzim-substrat
Substrat dimaknai sebagai komponen yang akan dirombak oleh kerja enzim. Enzim memiliki
permukaan yang aktif dimana proses reaksi enzimatik itu berlangsung, dan tempat ini sangat
spesifik untuk substrat tertentu. Sebelum substrat di pecah, reaksi katalitik mengharuskan substrat
harus bergabung dengan enzym dalam waktu tertentu membentuk enzim plus substrat kompleks.
Ada beberapa urutan proses kejadian reaksi enzimatik, yakni:
(a) Permukaan substrat yang biasanya reaktif pada proses reaksi kimia akan melakukan
kontak dengan bagian aktif pada enzim.
(b) Terbentuk komponen intermediat dalam bentuk enzim+substrat kompleks
(c) Terbentuknya beberapa molekul subtrate
(d) Beberapa substrate molekul meninggalkan bagian aktif pada enzim
(e) Bagian aktif pada enzim menjadi kosong dan ini berarti enzim siap untuk melakukan
fungsi berikutnya (lihat gambar 2.1).
Untuk dapat melakukan fungsi diatas enzim harus menemukan substrate yang spesifik.
Sebagian besar enzim berukuran lebih besar dari pada substrat, tetapi ada juga enzyme yang
berukuran kecil dan hanya terdiri dari 3-4 gugus asam amino. Artinya, ada enzim yang hanya
dapat menghydrolisis ikatan peptida atara dua asam amino tertentu dan ada enzim yang hanya
dapat menghydrolisis alpha glukan dalam bentuk pati bukan beta glukan dalam bentuk cellulosa.
Beberapa enzim merubah bentuknya ketika reaksi terjadi dengan menyesuaikan pada
bentuk substrat. Karena itu untuk menentukan struktur enzim, analisis dan pengamatan pada saat
enzim tanpa substrat dan dengan substrat akan sangat membantu keakuratan pengamatan struktur
enzim.
Mekanisme kerja enzim dapat dibagi dalam jumlah substrat, ada substrat tunggal dan ada
berbagai substrat. Kajian tentang enzim kinetik pada enzim yang bekerja pada satu substrat ,
pengukuran gerak (kinetik) enzim dengan cara mengukur daya gabung enzim dan pemisahan
enzim dari substrat. Sedangkan untuk enzim yang bekerja pada beberapa substrat, pengukuran
enzim kinetik dilakukan dengan melihat urutan – uran kerja enzim sampai terbentuknya sebuah
produk.
B. Coenzim dan grup prostetik
Beberapa enzim ada dalam bentuk protein murni. Tetapi beberapa enzim tertentu biasanya
terdiri dari protein (apoenzim) yang tidak akan aktif tanpa kehadiran non-protein (cofaktor).
7
Kombinasi dari apoenzim dan kofaktor disebut holoenzim. Jika kofaktor dihilangkan, enzim
tidak akan berfungsi. Kofaktor dapat berupa metal atau komponen organik membutuhkan
komponen molekul organic dengan ikatan yang tidak terlalu kuat yang biasa disebut coenzim.
Jika ikatan antara enzim dengan dengan cofaktor sangat kuat, ini biasa disebut grup prostetik.
Beberapa coenzim berada dalam kondisi bebas dan akan bergabung dengan enzim jika akan
terjadi reaksi.
Coenzim pertama – tama ditemukan oleh seorang ahli biokimia Inggris bernama sir
Arthur Harden (1865-1940). Terinspirasi dari Buchner, dia melakukan penelitian dengan
menggunakan ekstrak Yeast. Dia kemudian menemukan bahwa setelah enzim dipanaskan dimana
dia menganggap enzim akan menjadi rusak, ternyata dapat diaktifkan kembali. Temuan ini
menyadarkan Arthur Harden bahwa enzim dari yeast terdiri dari dua bagian yakni bagian protein
yang akan rusak ketika dipanaskan dan bagian yang bukan protein yang tetap berfungsi walau
dipanaskan. Bagian terbesar dari enzim adalah bagain proteinnya dan sisanya adalah bagain non-
proteinnya. Bagian non protein ini kemudian di namai sebagai coenzim.
Coenzim berfungsi membantu enzim dalam mentransformasi substrat dengan berperan
sebagai penerima atom yang dihilangkan dari substrat atau sebagai donor atom yang dibutuhkan
oleh substrat untuk kemudian dihydrolisis. Mekanismenya adalah substrat dan apoenzim akan
membentuk sebuah kompleks aktif dengan keberadaan coenzim. Jika ikatan dalam substrat
dipecah, satu dari produk substrate yang dipecah ditransfer langsung ke coenzim yang
mempunyai receptor yang cocok dengan ukuran dan bentuk produk. Produk yang ada akan
dilepaskan dari apoenzim dan produk yang masih melekat di coenzim juga akan dilepas sehingga
membentuk prouk bebas. Selanjutnya apoenzim dan coenzim siap melakukan dan mengulang
tugas lagi dalam fungsi yang sama pada substrat selanjutnya. Pada grup prostetik, perbedaanya
adalah hanya pada grup protestic terus melekat pada apoenzim. Banyak coenzim berasal dari
grup vitamin (lihat Tabel 2.1). Salah satu coenzim yang paling penting untuk diketahui adalah
coenzim A (Co A). Coenzim ini mengandung derivasi asam panthothenic. Coenzim A berperan
penting pada proses synthesis dan penghancuran lemak dalam siklus krebs.
Tabel 2.1. Vitamin yang berfungsi sebagai coenzim
Vitamin Fungsi
Larut dalam air
- Vitamin B1 (thiamine)
- Vit. B2 (riboflavin)
Bagian dari coenzim cocarboxylase
Coenzim pada flavoprotein
8
- Niacin
- Vit B6 (pyrodixin)
- Vit B12 (cyanocobalamine)
- Asam Panthothenic
- Biotin
- Asam folat
- Vit C (Asam ascorbat)
Larut dalam lipid
- Vit A
- Vit D
- Vit E
- Vit K
Bagian dari molekul NAD
Coenzim untuk metabolisme asam amino
Aktif dalam pembentukan cel darah merah
Bagian dari coenzim A
Terlibat dalam sinthesis fatty acids
Coenzim untuk synthesis purin dan pirimidine
Penting dalam deposisi kolagen
Untuk penglihatan
Absorpsi Ca dan P
Penting untuk proses synthesis di cel
Coenzim untuk pembekuan darah
Beberapa enzim disekresi dalam bentuk yang tidak aktif (zimogen atu proenzim). Untuk
dapat berfungsi, zimogen tersebut harus berada dalam bentuk aktif dan karenanya mesti
diaktifkan. Ada zimogen yang diaktifkan oleh ion hydrogen dan ada yang bisa aktif setelah
adanya aktiftor tertentu yang juga disekresi oleh organ tertentu. Kondisi seperti ini banyak terjadi
dalam saluran pencernaan.
Proses pengaktifan zimogen dapat terjadi melalui cara langsung tetapi dapat pula terjadi
melalui beberapa langkah atau proces. Banyak prose pengaktifan zimogen tidak dapat diketahui
karena zimogen tersebut telah menjadi aktif sebelum diisolasi. Ketika zimogen diproduksi oleh
sel tertentu dan aktifator di produksi oleh sel yang lain, maka komunikasi antar du sel tersebut
dilakukan untuk proses pengontrolan. Sebagai contoh adalah proses pengaktifan tripsinogen yang
diproduksi di pankreas oleh enterokinase yang diproduksi di brush border usus halus. Proses
pengaktifan enzim tersebut bersifat sangat spesifik dimana hanya satu ikatan dari tripsinogen
yang diputus oleh enterokinase (Neurath dan Walsh, 1976), sehingga terbentuk tripsin. Enzim
tripsin ini akan mengaktifkan chimotripsinogen, proelastase, procarboxypeptidase dan
prophospolipase menjadi secara berturut turut enzim chimotripsin, elastase, carboxypeptidase
dan phospho lipase (lihat Gambar 2.2). Sistim ini disebut pengaktifan zimogen melalui dua
proces.
1.2.2. Faktor yang mempengaruhi kerja enzim
Ada beberapa hal yang mempengaruhi kerja enzim atau kecepatan reaksi. Enzim dapat mati atau
tidak aktif, salah satu sebabnya karena terdanaturasi (lihat Gambar 2.3). Ketika enzim tidak aktif
9
maka enzim tidak dapat berfungsi sebagai katalisator. Ada beberapa penyebab enzim menjadi
tidak aktif, misalnya kekurangan air dan temperature serta pH yang tidak cocok.
Enzim dapat mengkatalisasi sampai beberapa juta reaksi perdetik. Sebagai contoh, reaksi yang
dipercepat oleh orotidine 5-phosphate decarboxylase akan menghabiskan waktu 78 juta tahun
untuk mengahncurkan setengah dari substrat yang tersedia jika tanpa enzim. Akan tetapi jika
karboxylase ditambahkan, proses yang sama hanya terjadi dalam kurun waktu 25 mili detik.
A. Temperatur
Sebagian besar reaksi kimia meningkat akibat peningkatan temperature (lihat Gambar 2.4). Pada
reaksi enzimatik, ketika temperature tertentu dimana kecepatan maksimal reaksi dicapai,
peningkatan temperature akan menurunkan kecepatan reaksi. Penurunan ini diakibatkan karena
sebagian besar protein akan terdanurasi pada suhu panas.
Denaturasi terjadi akibat putusnya ikatan hydrogen dan putusnya ikatan – ikatan yang lemah
lainnya yang membentuk enzim dalam karakter tiga dimensi (lihat gambar). Contohnya adalah
terdenaturasinya protein pada putih telur ketika di panaskan, sehingga putih telur berubah bentuk
dari cair menjadi padat. Perubahan ini menyebabkan struktur dan susunan asam amino pada
enzim menjadi berubah, terutama pada bagian yang aktif. Karena itu kemampuan enzim sebagai
katalisator menjadi hilang.
Gambar 2.4. Pengaruh temperature, pH, konsentrasi substrat dan konsentrasi enzim
terhadap aktifitas enzim
10
B. pH
Sebagian besar enzyme memiliki karakteristik tersendiri terhadap pH yang menyebabkan
aktifitas enzim menjadi maksimal. pH ini disebut sebagai pH optimum. Diatas atau dibawah pH
optimum, kecepatan reaksi menjadi menurun (lihat gambar). Kondisi pH yang terlalu ekstrim
akan menyebabkan protein enzyme menjadi tedenaturasi.
C. Konsentrasi substrat
Kecepatan maksimum dari reaksi enzimatik dimungkinkan apabila konsentarsi substrat
berada dalam jumlah yang maksimum. Pada kondisi ini enzim disebut berada pada fase jenuh,
dimana semua bagian katif pada enzim ditempati oleh substrat sehingga kerjanya menjadi
maksimal. Ketika kondisi ini tercapai, peningkatan konsentrasi substrat tidak akan bermanfaat
karena tidak adanya bagian aktif pada enzim yang masih tersisa untuk melakukan reaksi
enzimatik (lihat gambar 2.4).
D. Konsentrasi enzim
Pada kondisi enzim telah jenuh, semua bagian aktif pada enzim telah dipenuhi oleh
substrat, penambahan substrat akan bermanfaat apabila konsentrasi enzim ditingkatkan.
1.2.3. Reaksi inhibisi
Karena enzim adalah protein, segala penyebab yang dapat merusak struktur tiga dimensi
protein, berarti merusak enzim atau menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Ada beberapa zat
yang dapat menghambat kerja enzim melalui penghambatan bagian tertentu pada enzim. Ada
pula yang melakukan penghambatan pada bagian coenzim atau grup prostetiknya. Beberapa
bagian enzim yang dapat dihambat adalah pada bagian grup sulfyhidril. Grup ini terdapat pada
enzim dari ikatan cysteine. Cysteine adalah asam amino yang mengandung sulfur. Ferricyanida
dapat merombak grup sulfyhidril menjadi disulfida. Contoh dari enzim yang memiliki grup
sulfyhidril yang sangat peka adalah triosa phospat dehydrogenase.
11
A. Kompetitif inhibisi
Berdasakan mekanisme aksi, inhibisi enzim dibagi menjadi tiga, yakni competitive,
uncompetitif dan non-competitif. Competitif inhibisi adalah kompetisis dengan substrat lain pada
bagian aktif pada enzim. Ini dapat terjadi jika substrat lain memilki bentuk dan struktur kimia
yang hamper sama dengan substrat sesungguhnya (lihat Gamba 2.5). Salah satu contoh untuk
mekanisme ini adalah sulphanilamide (obat sulfa). Para aminobenzoic acid (PABA) adalah
substrat sesungguhnya yang dapat dihambat oleh keberadaan sulphanilamide.
Gambar 2.5. Mekanisme inhibisi dari substrat
Model reaksi kompetitif inhibisi dapat dibuat sebagai berikut:
1. [Enzim] + [Substrat] [Enzim.Substrat] [Enzim] + [Produk]
Reaksi normal tersebut kemudin dihalangi oleh inhibitor, menjadi:
2. [Enzim] + [Inhibitor] [Enzim.Inhibitor]
Jika kandungan substrat sangat sedikit pada reaksi kompetitif inhibisis, maka kecepatan
reaksi menjadi berkurang. Jika kandungan substrat sangat banyak maka kecepatan reaksi dapat
ditingkatkan. Jadi, kompetitif inhibisi dapat diatasi apabila jumlah substrat lebih banyak dari
jumlah inhibitor.
B. Non kompetitif inhibisi
Non competitive inhibisi artinya tidak berkompetisi dengan substrat pada bagian aktif
pada enzim (lihat Gambar 2.6). Akan tetapi dia berfungsi sebagai bagian dari enzim dan karena
itu dia menghambat substrat untuk melekat pada bagian aktif enzim. Non competitif inhibisi juga
bisa bermakna bahwa inhibitor dapat mengikat enzim substrat kompleks. Cyanida, misalnya,
dapat mengikat besi pada enzim yang mengandung besi (iron). Karena itu dia dapat menghambat
kerja enzim. Model dari pada reaksi non kompetitif inhibis dapat dilihat dibawah ini:
1. Enzim+Substrat Enzim.Substrat Enzim + Produk
12
Kemungkinan pertama dari reaksi non kompetitif inhibisi adalah:
2. [Enzim.Inhibitor] + [Substrat] Enzim.Inhibitor.Substrat] atau
3.[Enzim.Substrat]+ [Inhibitor] [Enzim.Inhibitor.Substrat]
Gambar. 2.6. Reaksi kompetitif inhibisi
C. Unkompetitif inhibisi
Pada reaksi ini inhibitor mengikat enzim substrat compleks dan menghambat
terbentuknya produk. Model reaksinya adalah:
1. Enzim.Substrat + [Inhibitor] Enzim.Inhibitor.Substrat
Pada reaksi uncompetitif inhibisi, jika kandungan substrat sangat sedikit, pengaruh inhibitor
menjadi tidak nampak. Hal ini dapat dipahami karena dengan sedikitnya substrat maka jumlah
enzim substrat yang tebentuk menjadi sedikit pula, sehingga pengaruh inhibitor menjadi tidak
maksimal.
Walaupun inhibitor dapat menghambat kerja enzyme, dalam banyak hal penggunaan
inhibitor sangat bermanfaat bagi manusia. Jadi inhibitor dapat bersifat merugikan dan dapat pula
bersifat menguntungkan. Penggunaan inhibitor sebagai obat telah dilakukan cukup lama. Sebagai
contoh, penggunaan aspirin dapat menhambat kerja enzyme tertentu yang dapat menyebabkan
imflamasi. Dalam beberapa organisme, inhibitor dapat berfungsi sebagai mekanisme umpan
balik. Jika enzyme diproduksi secara berlebihan, untuk satu substansi, maka substansi tersebut
dapat berfungsi sebagai inhibitor yang menyebabkan enzyme berhenti diproduksi.
1.5. Enzim di dalam saluran pencernaan
Proces pencernaan tidak akan mungkin terjadi jika tanpa bantuan enzim. Enzim dalam
saluran pencernaan membantu proses perombakan protein, lemak dan karbohidrat. Enzim juga
membantu proses ekstraksi vitamin dan mineral. Keseluruhan produk yang dihasilkan oleh proses
perombakan oleh enzim akan diserap dan disalurkan ke jutaan cel yang ada dalam tubuh ternak
atau manusia. Karena itu dapat dipastikan bahwa tanpa enzim ternak dan manusia akan mati dan
kekurangan gizi.
13
Ada beberapa enzim pencernaan yang sangat penting, terutama pada ternak monogastric.
Enzim tersebut adalah protease (perombak protein), lipase (perombak lemak) dan amylase
(perombak pati) atau amylosa. Akan tetapi proses pencernaan tidak hanya merupakan fungsi dari
enzim yang ada dalam saluran pencernaan akan tetapi juga adanya peran enzim yang terdapat
dalam makanan, seperti papain pada pepaya dan bromelain pada nenas. Pada prinsipnya hampir
sebagian besar bahan makanan mengandung enzim, akan tetapi karena process pemanasan berupa
penjemuran, perebusan, pelleting dan process ekstraksi menyebabkan enzim yang ada tersebut
menjadi rusak. Jika enzim tersebut tidak rusak, 75% pencernaan yang terjadi bisa dikontribusi
oleh enzim yang ada dalam bahan makanan. Karena sebagian besar ransum yang dikonsumsi oleh
ternak telah mengalami proses pemanasan yang menyebabkan enzim rusak, maka peran enzim
pencernaan yang terdapat dalam saluran pencernaan menjadi sangat penting.
Di dalam saluran pencernaan, enzim yang diproduksi oleh pankreas memainkan peranan
yang sangat penting hal ini karena terbentuknya nutrisi yang siap diserap dimungkinkan karena
adanya enzim yang diproduksi di pankreas. Organ pencernaan yang terletak dalam duodenum
loop yang membengkokkan duodenum ini memainkan peran tidak hanya dalam mengsekresi
enzim tetapi juga menaikan pH digesta yang datang dari lambung.
Ada tiga mekanisme pengeluaran enzim dari pankreas ke usus halus. Pertama adalah fase
cephalic atau otak, kedua fase gastrik (lambung) dan ketiga fase instestinal (usus). Pase cephalic
menyumbangkan kurang lebih 25% dari respons pangkreas. Ketika hewan atau manusia melihat,
mencium atau merasakan makanan, nervus vagus akan memberikan signal ke pankreas untuk
memberikan respons. Fase gastrik hanya mengkontribusi kurang lebih 10 & dari respons
pankreas. Ketika lambung telah terisi oleh makanan, lambung akan berkontraksi dan enzim di
keluarkan dari pankreas. 50-70% respons pankreas berada pada fase intestinal. Mekanismenya
terjadi akibat adanya bantuan dari hormon yang diproduksi dalam saluran pencernaan seperti
sekretin dan cholecytokinin.
1.5.1. Protease
Beberapa bahan makanan yang mengandung protein adalah dari kacang – kacangan dan hewan.
Tabel 5.1 dibawah menginformasikan tentang bahan makanan sumber protein dan kecernaan
beberapa asam aminonya.
14
Tabel. 5.1. Bahan makanan sebagai sumber Protein
Bahan makanan Protein (%) Kecernaan di illeum (%)
Protein Lys Meth Cys
Tanaman
Kacang Tanah
Kacang kedele
Kapok
49
46
43
88-91
83-87
61-76
83
91
67
88
92
73
78
82
73
Hewan
Tepung darah
Tepung ikan
Tepung daging
Tepung bulu
88
66
60
87
82-92
86-90
75-80
36-77
86
88
79
66
91
92
85
76
76
73
58
59
B. Enzim pencerna protein (Protease)
Protease adalah enzim yang secara khusus berfungsi untuk merombak protein kedalam
bentuk yang lebih sederhana. Biasanya enzyme protease dapat menghydrolisis sebagian besar
protein sepanjang protein tersebut bukan bagian dari cel hidup. Cel hidup biasanya dilindungi
dari proces penghancuran oleh enzyme karena adanya mekanisme pengambatan (inhibisi).
Didalam pencernaan ada beberapa enzim yang masuk dalam kategori enzim protease. Enzim
tersebut adalah pepsin (lambung), tripsin (pankreas), rennin (lambung), chymotripsin (pankreas)
dan tri dan dipeptidase (usus halus). Protein, didalam saluran pencernaan, akan mengalami
penggumpalan oleh asam lambung. Enzim pepsin, chymotripsin dan trypsin akan merombak
protein menjadi polypeptida dan asam amino bebas. Polypeptida akan dirombak lanjut menjadi
bentuk yang lebih sederhana oleh enzym Carboxypeptidase yang diproduksi oleh pankreas dan
aminopeptidase yang diproduksi oleh usus halus. Produknya berupa sebagian besar asam amino
dan peptida rantai pendek. Perombakan secara lengkap dilakukan oleh beberapa enzim protease
seperti tri dan dipeptidase (usus halus).
Pepsin adalah Enzim yang disekresi oleh cel chief di lambung dalam bentuk pepsinogen (tidak
aktif). Karena adanya sekersi HCl (asam lambung) dai cel parietal maka kondisi lambung
menjadi sangat asam. Kondisi asam inilah yang kemudian mengktifkan pepsinogen menjadi
pepsin. Pepsin adalah endopeptidase, enzim pencerna protein yang memutus ikatan peptida dari
bagian dalam. Pepsin memiliki berat molekul yang lebih rendah dari pepsinogen. Perbedaan ini
diakibatkan karena adanya pelepasan pada bagian penghambat reaksi untuk ikatan peptida oleh
ion hydrogen. Terlepasnya penghambat ini menyebabkan pepsinogen menjadi aktif.
15
Dari beberapa enzim pencerna protein, enzim ini yang paling banyak diteliti. Terdapat bukti
bahwa enzim ini lebih efektif dalam ikatan grup asam amino tyrosine dan phenylalanine. Proses
hydrolisis protein menjadi asam amino menjadi optimal apabila ph berkisar antara 1.5-2.5,
bergantung dari substrat yang dihydrolisis. Enzim ini dapat menhydrolisis berbagai jenis protein
yang terdapat dialam, kecuali beberapa keratin, protamine, histone dan mucoprotein.
Rennin. adalah enzim yang terdapat dalam lambung binatang mamalia yang masih muda.
Dengan bertambahnya umur, fungsi enzim ini, diduga, diambil alih oleh enzim pepsin dan
chymotrypsin. Enzim ini diaktifkan oleh ion hydrogen dari zymogen atau prorennin. Dalam
bentuk murni, enzim rennin memiliki aktifitas proteolitik pada haemoglobin sebagai substrat
dengan pH optimum sekitar 3.7. Rennin berfungsi sebagai penggumpal susu
Tripsin. Enzim ini disekresi oleh cel acinar pada pankreas dalam bentuk tripsinogen (tidak aktif),
dan kemudian diaktifkan oleh enzim enterokinase yang diproduksi oleh brush border dalam usus
halus. Enzim ini memiliki berat molekul sekitar 24000 dalton, bergantung dari jenis species
dimana enzim ini diproduksi. Rekasi optimum dapat dicapai apabila pH berada pada kisaran 8
bergantung dari subtrat. Pada pH asam aktifitas enzim ini terhenti mendekati nol. Enzim tripsin
juga sangat stabil baik pada saat penyimpanan maupun pada suhu tinggi.
Dalam pengelompokkan enzim, enzim tripsin masuk dalam kategori enzim hydrolase (EC
3.) yang memutus ikatan peptida (EC 3.4.) dari golongan serine protease (EC 3.4.21). Biasanya
enzim ini secara spesifik menghydrolisis ikatan peptida yang mengandung grup arginine dan
lysine dan enzim ini adalah enzim endo peptidase. Tripsin dapat menghidrolisis berbagai jenis
protein, termasuk protein yang tidak dapat dihydrolisis oleh pepsin. Walaupun enzim ini hanya
diproduksi oleh hewan dan manusia, enzim yang mirip tripsin juga diproduksi oleh streptomyces,
dengan ciri khas yakni enzim dapat dihambat oleh tripsin inhibitor dari kacang kedele.
Aktifitas enzim tripsin meningkat sampai 10 kali dengan bertambahnya umur ternak unggas.
Pada umur 1 hari aktifitas enzim ini berkisar 2-4 unit/g kandungan inetstinum dan meningkat
menjadi 30 unit/g pada ayam umur 15-20 hari. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh enzim
chimotripsin, meningkat dari 2-5 unit/g pada umur 1 hari menjadi 15-20 unit/g pada ayam umur
15-20 hari.
Chymotrypsin adalah endopeptidase yang disekresi oleh cel acinar di pankreas dalam bentuk
yang tidak aktif (chymotrypsin). Chymotrypsin memiliki berat molekul sebesar 25.000 dalton,
bergantung dari asal enzim tersebut. Enzim ini diaktifkan di dalam usus halus oleh enzim trypsin.
16
Fungsinya juga mirip dengan trypsin. Enzim ini dipercaya dapat berfungsi sebagai penggumpal
susu dalam saluran pencernaan seperti fungsi enzim rennin dan pepsin. pH optimum untu proses
proteolisis sama dengan pH proteolisis pada enzim trypsin.
Carboxypeptidase adalah enzim exopeptidase, pemutus pada ujung ikatan peptida pada bagian
carboxyl. Enzim ini diproduksi oleg pankreas dalam bentuk zymogen atau procarboxypeptidase
dan kemudian diaktifkan oleh oleh kerja enzim trypsin. Dari namanya, enzim ini membutuhkan
gugus karboxil bebas pada asam aminonya. Kerja enzim ini dapat terhambat akibat dari
keberadaan beberapa unsur seperti; cyanida, sulfida, iodoacetate dan oxalate. Ringkasan dari
sebagian enzim protease dapat dilihat pada Tabel 5.2 dibawah.
Tabel. 5.2. Enzim protease dalam saluran pencernaan
Protease Jenis enzim Diproduksi pH optimum
Pepsin endopeptidase Mucosa lambung 1.5-2.5
Trypsin endopeptidase Cel acinar pankreas 8-9
Rennin endopeptidase Lambung hewan muda 3.7
Carboxypeptidase exopeptidase Pankreas 7.4
Chymotrypsin endopeptidase Cel acinar pankreas 8-9
1.5.2. Amylase
Pati atau amylosa adalah polysaccharide yang dapat dicerna dan berada dialam dalam
jumlah yang berlimpah pada tanaman cereal (lihat Tabel 5.3) . Pati sering dijadikan sebagai
cadangan energy di daun, umbi, biji pada tanaman. Pati adalah homopolysaccharida dan biasanya
terdiri dari amylosa dan amylopektin. Pati adalah polimer glukosa dalam bentuk homo
polysakarida yang diikat oleh ikatan alpha-D-(1-4) (lihat Gambar 5.1), karena itu biasa disebut
alpha glukan. Amylose cenderung berbentuk linear, tetapi beberapa amylosa juga terdapat ikatan
cabang dalam jumlah yang sangat terbatas α-D-(1-6). Amylopektin memiliki berat molekul yang
lebih tinggi dan biasanya berikatan cabang (lihat Gambar 5.2). Pati dari berbagai tanaman
biasanya tersusun dari 30% amylosan dan 70% amylopektin.
Hydrolisis pati dimulai dari dalam mulut dengan adanya enzim amylase. Selama beberapa
saat enzim ini akan bekerja dalam mulut hingga menjadi tidak aktif ketika enzim dan makanan
bergerak memasuki lambung karena pH menjadi sangat asam. Produk dari enzim amylase
didalam mulut dalam bentuk dekstrin dan maltosa. Produk ini dihydrolisis lebih lanjut menjadi
bentuk yang lebih sederhana oleh enzim amylase yang diproduksi oleh pankreas.
Tabel 5.3. Kandungan pati pada berbagai bahan makanan (% bahan kering)
17
Bahan makanan Pati Serat makanan Cellulosa
Jagung
Wheat
Kacang kedele
Tapioka
Tepung biji kapas
Bungkil kelapa
Bungkil kelapa sawit
Tepung biji bunga matahari
69.0
65.1
2.7
76.8
1.8
1.0
1.1
1.0
10.8
13.8
23.3
10.6
34.0
48.8
60.2
44.8
2.2
2.0
6.2
2.7
9.2
5.4
7.3
12.3
Sumber: Knudsen (1997)
B. Amylase.
Enzim amylase terdiri dari amylase di mulut dan amylase di produksi oleh pankreas.
Enzim amylase dapat berbentuk exoamylase (memutus ikatan pada pati mulai dari ujung ikatan)
dan endoamylase (memutus ikatan pada pati secara acak mulai dari ikatan bagian dalam). Saliva
merupakan produk dari tiga kelenjar yang terdapat dimulut yakni: kelenjar parotid, submaksilaris
dan sublingual. Enzim amylase yang terdapat dimulut sebagian besar diproduksi oleh kelenjar
parotid. Beberapa ternak, seperti kuda, anjing dan kucing, tidak memiliki enzym amylase dimulut
dalam jumlah yang cukup. Hal ini yang kemudian secara alamiah ternak – ternak tersebut lebih
tertarik untuk mengkonsumsi makanan yang tidak terlalu banyak mengandung amylosa. Kuda
lebih menyukai rumput dan anjing dan kucing lebih menyukai daging.
Enzim amylase di mulut biasa disebut Ptyalin. Enzim ini menghydrolisis amylosa,
amylopektin, glycogen dan turunannya berupa dextrin. Beberapa anion seperti CL- dan Br-
berfungsi sebagai aktifator. Amylase menjadi tidak stabil ketika pH berada dibawah 4.5 dan
enzim ini menjadi tidak aktif akibat adanya enzim pepsin. Karena itu enzim ptyalin ini hanya
bekerja dalam waktu singkat di mulut sebelum memasuki lambung dimana pH dan enzim pepsin
mematikan kerja enzim ini. Karena itu ada keraguan apakah enzim ini dapat bekerja maksimal
didalam mulut karena faktanya adalah makanan berada dimulut dalam waktu yang relatif singkat.
Amylase akan bekerja masimal pada pati yang sudah dipanaskan atau dimasak.
Enzym amylase yang diproduksi oleh pankreas disebut diastase atau amylopsin. Kerja
enzim ini mirip dengan ptyalin (amylase di mulut) akan tetapi lebih efektif. Enzim ini
membutuhkan Cl- untuk aktifitasnya. pH optimum untuk aktifitas enzim sekitar 6.9, dengan
kisaran pH 6.5 – 7.2, bergantung substrat yang dihydrolysis. pH optimum untuk kerja enzim ini
adalah 6.9. Didalam usus halus kerja enzim amylase menjadi maksimal karena produk dari enzim
18
amylase dalam bentuk maltosa segera dirombak menjadi glukosa oleh enzim maltase yang
diproduksi oleh usus halus.
Untuk menghydrolis pati secara sempurna dibutuhkan enzim seperti exomaltase dan endomaltase.
Produk dari hydrolisis enzim exoamylase adalah maltosa, oligosaccharida dan pati dalam ikatan
yang lebih pendek. Enzim glukoamylase akan memotong ikatan glikosidik menjadi produk yang
lebih sederhana yakni glukosa.
Enzim yang masuk dalam kategori endoamylase adalah alpha amylase, isoamylase, pullulanase,
isopullulanase, neopullulanase oligo 1-4 glukosidase dan oligo 1-6 glukosidase. Untuk memutus
ikatan cabang pada amylopektin (ikatan glikosdik 1-6), enzim isoamylase dan pullulanase dapat
secara efektif memutus ikatan tersebut. Pullulanase adalah enzim yang bekerja pada substrat
pullulan, akan tetapi isopullulanase dan neopullulanase memutus ikatan glikosidik 1-4 dari
pulluan.
1.5.3. Lipase
Enzim lipase ditempatkan sebagai enzim ketiga setelah protease dan carbihydrase dalam
perdaganagan dengan pangsa pasar sebesar 5%. Enzim ini terdapat dalam tanaman, hewan dan
mikroorganisme. Enzim lipase atau biasa disebut triacylglycerol acylhydrolase (EC 3.1.1.3),
termasuk dalam golongan Serine hydrolase. Lipase adalah enzim yang menghidrolisis lemak,
ikatan ester pada trigliserida, untuk membentuk asam lemak dan glycerol (lihat Gambar 5.3).
Enzim ini tidak membutuhkan kofaktor.
Enzim lipase dalam saluran pencernaan diproduksi didalam lambung dan oleh pankreas.
Enzim ini dianggap tidak memberikan kontribisi yang penting karena pH optimum dari enzim
lipase yang diproduksi oleh lambung sekitar pH 5.5 -7.5. Kondisi ini tidak ideal didalam lambung
karena pH lambung yang cenderung asam dibawah pH tersebut. Akan tetapi enzim sangat stable
dalam kondisi asam. Walaupun efeknya tidak terlalu maksimal didalam lambung akibat dari
kondisi pH lambung tidak sesuai dengan pH optimum, enzim ini akan berfungsi baik jika
makanan dan enzim bergerak menuju usus halus. Pada usus halus pHnya menjadi mirip dengan
pH optimum yang dikehendaki oleh aktifitas enzim.
Enzim lipase yang diproduksi oleh pankreas biasa disebut steapsin. Enzim ini disekresi
dalam bentuk yang tidak terlalu aktif. Didalam duodenum, steapsin diaktifkan oleh garam
19
empedu (bile salts), Ca dan peptida tertentu. Garam empedu diproduksi oleh hati dan
Gallbladder. pH optimum dari steapsin adalah 7-8.
Aktifitas hydrolisis glycerida oleh enzim lipase di pankreas bergantung pada (1) berat
molekul asam lemak, (2) tingkat ketidak jenuhan lemak (3) ketersediaan garam empedu, (4)
ketersediaan enzim lipase dan (5) dan mineral sabun. Asam lemak jenuh rantai panjang lebih
bersifat non polar dari asam lemak tak jenuh rantai panjang. Polaritas asam lemak meningkat jika
jumlah ikatan rangkap meningkat dan panjang ikatan menurun. Semakin non polar asam lemak
maka dibutuhkan lebih banyak garam empedu dan phospolipid untuk process emulsifikasi. Asam
lemak jenuh rantai sedang dapat diapsorpsi dalam usus tanpa keterlibatan peran garam empedu.
Ketersediaan garam empedu di yakini dapat meningkatkan kecernaan lemak. Sabun mineral juga
memainkan dalam proces pencernaan lemak. Hal ini dikarenakan beberapa mineral seperti
calcium dan magnesium dapat mengurangi apsorpsi lemak dengan membentuk sabun yang tidak
tercerna.
Di alam, enzim lipase dapat ditemukan dari berbagai sumber dengan tingkat specifitas
yang berbeda. Ada enzim lipase yang spesifik untuk asam lemak rantai pendek, ada yang spesifik
pada asam lemak tidak jenuh tetapi ada juga yang tidak specifik tetapi secara acak memutus
ikatan pada triglicerida. Dari aspek posisi ikatan, ada enzim lipase yang secara khusus memutus
ikatan pada carbon ikatan 1 atau 3 tetapi tidak memutus pada ikatan Carbon pada posisi 2.
1.6. Enzim eksogenous
Cellulose adalah dinding cel utama pada tanaman. Dinding cel tanaman terdiri dari 40-
50% cellulosa. Cellulosa adalah polymer glukosa yang linear dan diikat oleh ikatan beta-D-(1-
>4). Jumlah glukosa unit dalam ikatan cellulosa berkisar 500-14.000 unit glukosa.
Substansi cellulosa ini dicirikan dari ketahanannya terhadap degradasi biologis, rendah
kelarutannya dalam air dan resitant terhadap hydrolisis asam. Cellulosa sering digunakan sebagai
substansi bulking karena kemampuannya mengikat air. Yang membedakan dengan polimer
glukosa pada pati adalah pada ikatannya, yakni pati berikatan alpha dan cellulose berikatan beta.
Cellulosa diyakini tidak tercerna dalam saluran pencernaan monogastric.
Karena sebagian besar bahan makanan ternak terutama makanan ternak dari limbah
pertanian mengandung cellulose dalam koncentrasi yang tinggi. Penggunaan enzim cellulase
akan banyak membantu ternak dalam memotong ikatan yang terdapat pada cellulosa. Pada ternak
20
monogastrik yang cenderung tidak memiliki enzim cellulase, enzim ini akan sangat membantu
ketika makanan yang diberikan sebagian besar dalam bentuk limbah pertanian.
Untuk dapat menghydrolisis cellulose dibutuhkan beberapa tipe enzim cellulase, seperti:
endocellulase, exocellulase, endoglucanase dan cellobiase. Endocellulase (EC 3.2.1.4)
dibutuhkan untuk memotong ikatan pada cellulose dari dalam secara acak. Hasil proses
hydrolisinya akan menghasilkan beberapa unit cellulosa atau oligo palisaccharida. Unit – unit
cellulosa yang lebih kecil atau oliga sacharida ini akan terus di hydrolysis oleh endo glukanase
hingga kemampuan enzim ini menjadi terhenti akibat semakin kecilnya unit – unita yang
terbentuk.
Dalam saat yang bersamaan, enzim exocellulase (EC 3.2.1.91) juga berperan dalam
process perombakan cellulose menjadi bentuk yang lebih kecil. Unit – unit cellulose yang lebih
kecil. Ezim ini akan memainkan peran dengan jalan memotong ikatan pada bagian ujung dan
memproduksi cellobiosa. Enzim ini biasa juga disebut cellobiohydrolase. Cellobiosa yang
diproduksi akan dipecah lebih lanjut oleh enzim cellobiase (EC 3.2.1.21) menghasilkan glukosa.
Produk akhir monosaccharide dalam bentuk glukosa inilah yang akan diserap dan dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan energy.
Glukosa untuk kebutuhan energy dapat diproduksi dengan adanya peran enzim
exoglukanase (EC 3.2.1.74). Enzim ini memotong unit glukosa yang paling ujung pada ikatan
cellulose. Karena itu untuk menghasilkan produk monosakarida yang maksimal atau untuk
memaksimalkan kecernaan cellulose di saluran pencernaan, dibutuhkan sejumlah enzim yang
tersebut diatas.
Di alam, keberadaan cellulose biasanya juga mengikat hemicellulose dalam bentuk
mannan dan xylan. Kondisi ini menggambarkan bahwa penggunaan enzim cellulase tidak hanya
untuk memutus ikatan dalam cellulose tetapi juga ikut memutus ikatan cellulose dengan
hemicelulosa. Ini berarti bahwa hemicellulose menjadi lebih terbuka untuk dihydrolisis dengan
enzim hemicelulase. Dalam industri enzim untuk makanan ternak, enzim cellulase dijual dalam
bentuk kombinasi dengan enzim lain.
Penelitian laboratorium tentang kecernaan cellulase dilakukan oleh Balasubramaian,
1976). Dia menggunakan cellulase sebagai tambahan enzim mannanase untuk mengidentifikasi
karbohidrat pada bungkil kelapa. Dowman (1993) meneliti kecernaan karbohidrat pada bungkil
kelapa sawit. Dia menemukan bahwa kecernaan bungkil kelapa sawit meningkat dari kisaran 46
21
dan 54 menjadi 54 dan 67%. Penelitian lain menemukan bahwa celullase dikombinasikan dengan
mannanase meningkatkan hydrolysis mannan pada tanaman konjac dan locus bean dari 39 ke
54% untuk tanaman konjac dan dari 16 ke 31% untuk locus bean Penggunaan enzim cellulase
yang dikombinasikan dengan berbagai enzim dapat meningkatkan daya cerna serat makanan pada
makanan yang berbasis bungkil kelapa dan kelapa sawit.
1.6.2. Beta glucanase
Enzim pencerna beta glukan disebut beta glukanase. Beta glukanase digunakan untuk
menghydrolisis β-D-glukan, dimana rangkaian ikatan glukosa diikat oleh ikatan beta pada β (1-4)
dan β (1-3). Glukan pada cereal, misalnya pada barley, diyakini memiliki kemampuan mengikat
air yang tinggi. Karena itu, penggunaan enzim beta glukanase didalam makanan yang
mengandung barley dapat meningkatkan produksi ternak. Berbagai jenis enzim beta glukanase
telah murnikan dari fungi seperti dari species Chocilobolus carbonum, Penicillium phinopilum,
Capsulatum, Trichoderma viride dan Talaromyces emersonii.
Untuk dapat mencerna beta gluka dibutuhkan enzim exo dan endo glukanse. Untuk enzim endo
glukanase, dibagi dalam tiga grup enzim yakni: (1) enzim yang dapat memotong ikatan beta (1-
>4) yang berdekatan dengan ikatan beta (1->3), enzim ini dikenal dengan lichenase
(EC.3.2.1.73). (2) Enzim yang dapat memotong ikatan beta (1->4) selain yang dapat dipotong
oleh lichenase. Enzim ini biasa juga disebut endo cellulase; EC 3.2.1.4). (3) enzim yang dapat
memotong ikatan beta (1->3). Enzim ini biasa disebut laminarinase; EC 3.2.1.39.
Penelitian dengan menggunakan enzim ini telah banyak dilakukan dalam makanan ternak
unggas dan babi. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa aktifitas enzim ini ketika ditambahkan
dalam makanan yang dipellet pada suhu 50-95oC untuk kondisioning dan 72-91oC untuk pelleting
menyebabkan aktifitas enzim ini menurun hingga hanya 7% aktifitas enzim yang tersisa. Akan
tetapi temuan dari Esteve Garcia dkk (1997) mengindikasikan bahwa kondisioning dan pelleting
sampai suhu 80oC tidak memberikan dampak pada aktifitas enzim.
Hasil peneilitian tentang enzim ini pada performance ternak mengindikasikan bahwa
penambahan enzim beta glukanse akan dapat meningkatkan bobot badan ayam broiler sebesar
17% (Newman dan Newman, 1987; Esteve Garcia dkk, 1997). Leeson dkk (2000) menambahkan
enzim ini pada makanan berbasis wheat dan menemukan bahwa penambahan enzim glukanse
comercial meningkatkan bobot badan ayam broiler pada umur 35 hari. Diatas umur tersebut,
22
penambahan enzim ini tidak memberikan manfaat yang significant pada bobot ayam broiler. Hal ini
disebabkan karena kemampuan ayam dewasa dalam menghancurkan xylan lebih baik dibandingkan
dengan ayam muda.
1.6.3. Pentosanase
Pentosanase adalah enzyme pencerna pentosan. Salah satu jenis pentosan adalah xylan.
Xylanase adalah enzyme pencerna xylan. Penggunaan enzyme ini didominasi oleh industry pulp
untuk pembuatan kertas dan pada industry biskuit. Karena banyaknya industry yang
menggunakan enzyme ini maka beberapa merek enzim ini telah hadir dipasar. Enzyme ini
diproduksi oleh berbagai organisme seperti: Trichoderma, Bacillus, Aspergillus, Penicillium,
Aureobasidium dan Talaromyces spp. Enzyme ini juga terdapat pada bahan makanan seperti
dedak padi dan wheat.
Penelitian tentang pengaruh enzyme ini dalam makanan ternak telah banyak dilakukan.
Steenfeld dan Pettersson (2001) melakukan penelitian tentang pengaruh enzyme ini terhadap
kecernaan makanan didalam ileum, viscositas makanan dalam saluran pencernaan dan
pertumbuhan ternak. Hasil dari penelitianya menunjukan bahwa enzim ini dapat meningkatkan
berbagai parameter yang diamati. Metabolisme enrgy juga ditingkatkan ketika enzyme ini
ditambahkan dalam ransum.
Keampuhan enzim xylanase yang digunakan untuk menghydrolisis xylan dipengaruhi
oleh sumber enzim itu diekstraksi. Enzim dari sumber yang berbeda akan memiliki tingkat
keampuhan yang berbeda. Kaichang dkk (2000) membandingkan enzim ini dari berbagai sumber
yang berbeda. Mereka menemukan bahwa xylanase yang di produksi oleh Orpinomyces dan
Trichoderma longobraciatum sangat efektif dalam menghydrolisis xylan yang memiliki panjang
ikatan lebih dari 8 unit xylosa, enzim xylanase dari Aureobasidium pullulans lebih baik dlam
menghydrolisis xylan yang memiliki lebih dari 19 unit xylose sedangkan xylanase dari
Thermatoga maritima efektif menghydrolisis xylan yang memiliki unit xylosa yang lebih
panjang.
Untuk dapat menghydrolisis xylan secara sempurna dibutuhkan berbagai jenis enzim
seperti endo ylanase (EC 3.2.1.8) yang memutus ikatan glikosidik pada xylan bagian dalam.
Enzim arabinupruronosidase (EC 3.2.1.55) dan glukoronidase (EC 3.2.1) dan acetil esterase (EC
3.1.1.5) yang memutus ikatan cabang dan enzim xylodase (EC 3.2.1.37).
23
Perbedaan strain mikroorganisme juga akan memproduksi enzim dengan tingkat stabilitas yang
berbeda pada temperatur tertentu dengan range 30 – 105oC dan pH tertentu. Sterptomyces ssp,
misalnya, memproduksi xylanase dengan temperatur optimum 50oC dan pH optimum 4.8-10
semenetara bacillus spp memiliki temperatur optimum 75oC dan pH 5 - 9.5.
1.6.4. Beta mannanase
Mannan merupakan cadangan energi pada beberapa spesies palma. Mannan pada bangsa
palma diikat dengan ikatan beta yang biasanya terdapat pada bagian endosperm, seperti pada
kelapa, kelapa sawit dan kurma. Mannan juga terdapat pada bangsa legume seperti pada kacang
kedele dan guar gum. Di alam, karbohidrat berbasis mannan dapat dijumpai baik dalam bentuk
mannan murni, galactomannan ataupun gluco mannan dan galactoglucomannan. Mannan murni
adalah polimer mannose yang 95% mannose. Keberadaan gula sederhana dalam bentuk yang lain
pada sisi samping dari ikatan utama akan mempengarugi penamaanya. Misalnya, jika ikatan pada
sisi samping adalah galactosa maka dia disebut galactomannan, dan jika glukosa disebut
glukomannan.
Mannan terdiri dari dua type yakni mannan type I dan mannan type II. Mannan type I
berbentuk kristal dan memiliki berat molekul yang rendah sedangkan mannan type II adalah
sebaliknya. Mannan pada bangsa palmae cenderung berbentuk mannan type I dan memiliki
jumlah galaktosa unit yang lebih sedikit dibanding dengan mannan pada bangsa legum. Kelapa
memiliki rasio manosa dan galaktosa sebesar 14:1 sedangkan kelapa sawit sebesar 16:1. Unit
galaktosa yang banyak terdapat pada fenugreek dan kurma yakni masing – masing sebesar 1.08:1
dan 2.69:1. asio mannosa dan galaktosa dapat mempengaruhi solubilitas karena mannan murni itu
tidak terlarut dalam air dan semakin banyak molekul galaktosa akan meningkatkan
solubilitasnya.
Beta mannananse telah diisolasi dari berbagai organisme, seperti bakteri, fungi dan
tanaman. Enzim ini memiliki kemampuan menghidrolisis ikatan mannopyranosil, baik dalam
mannan murni, glukomannan maupun galactomannan. Paling tidak ada dua jenis mannanase,
berdasarkan tempat hydrolisis; endo dan exo-mannanase. Exo-mannanase menghidrolysis satu
atau lebih unit mannosa dari ujung ikatan polysaccharida, sementara endo mannanse secara
random memotong ikatan beta mannan dari arah dalam. Produk dari hasil hydrolisisnya dalam
bentuk mannan-oligosaccharida yang kemudian akan dihydrolisis lebih lanjut menjadi manosa.
24
Ada tiga jenis enzim mannanase yang dibutuhkan untuk menghancurkan ikatan polysaccharida
berbasis mannan. Misalnya pada galactomannan, enzim yang dibutuhkan adalah endo-mannanse
(EC 3.2.1.78), exo-mannanase (EC 3.2.1.25) dan alpha galactosidase (EC 3.2.1.22). Sebuah
penelitian dilakukan oleh Kusakabe dan Takashi (1988) tentang penggunaan endo-mannanase
dari streptomyces untuk menghidrolysis mannan pada kopra. Hasil dari penelitiannya
menunjukkan bahwa 3.3% mannosa, 42% mannobiosa, 20% mannotriosa, 13.3% mannotetrosa
dan 21.4% dalam bentuk lain dihasilkan dari process hyrolysis. Ini mengindikasikan bahwa
penggunaan endo-mannanase hanya dapat memproduksi mannosa dalam proporsi yang kecil. Ini
berarti bahwa hanya sebagian kecil yang dapat diserap dalam saluran pencernaan karena saluran
pencernaan hanya menyerap gula-gula sederhana. Karena itu untuk menghydrolysis lebih lanjut,
exo-mannanase dibutuhkan. Akan tetapi exo-mannanase belum tersedia secara komersial untuk
tujuan penggunaan dalam pakan ternak, akan tetapi baru diarahkan untuk tujuan laboratorium,
karena harganya yang sangat mahal.
Penggunaan kombinasi endo-mannanase dapat mengatasi hal tersebut. Teori ini didukung
oleh suatu fakta bahwa endo-mannanase dari strain mikroorganisme yang berbeda akan memiliki
tingkat keampuhan yang berbeda. Sebuah penelitian dilakukan oleh Tamaru dkk (1995) yang
menemukan bahwa endo-mannanase dari vibrio sp tidak dapat menghydrolisis mannotriosa tetapi
dapat memproduksi mannotriosa. Endo-mannanase dari Streptomyces dapat menghydrolisis
mannotriosa untuk membentuk mannosa dan mannobiosa (Kusakabe dan Takashi, 1988). Karena
itu kombinasi endo-mannanase dari berbagai strain dapat memiliki pengaruh komplementer
dalam menghancurkan ikatan beta mannan.
Penggunaan enzim mannanase dalam makanan ternak menunjukkan hasil yang
menggembirakan. Penelitian tentang enzim ini dengan target beta mannan pada bungkil kelapa
telah dilakukan oleh Pluske dkk (1997). Mereka menemukan bahwa bobot badan dan efisiensi
penggunaan pakan meningkat sementara tingkat kematian ternak menurun dibandingkan dengan
ternak yang tidak mendapatkan enzim beta mannanase. Penelitian serupa dilakukan oleh Sundu
dkk (2006) dan menemukan bahwa kecernaan makanan dan metabolisable energi meningkat.
Penggunaan enzim ini didalam makanan yang berbasis jagung dan kacang kedele telah
dilakukan oleh Jackson dkk (1999) pada ayam petelur. Mereka menemukan bahwa produksi telur
setiap tahun meningkat. Sumber mannan yang akan dihydrolisis mempengaruhi efektifitas enzim.
Mannan dari guar gum sangat sulit dihydrolisis. Daskiran dan Teeter (2001) mencoba
25
menambahkan enzym ini dalam makanan yang mengandung 1% guar gum, tetapi hasilnya tidak
memuaskan. Ini mungkin disebabkan karena guar gum bersifat sangat viscous (melekat)
walaupun pada konsentrasi yang rendah. Karena itu keberadaannya dalam makanan akan
menghambat proses pencernaan dan absorpsi makanan.
16.5. Phytase
Asam phytate atau phytate adalah lingkaran myo nositol yang mengandung phosphor (P).
Asam phytate biasanya membentuk senyawa phytate mineral yang kompleks dengan berbagai
kation seperti Zn2+, Cu2+, Ni2+, Co2+, Mn2+, Ca2+ dan Fe2+. Karena setiap sudut segi enam
mengikat P, maka asam phytate dianggap sebagai sumber mineral P. Rata – rata bahan makanan
untuk monogastric mengandung 0.25% phytate dari total bahan kering, sebagai contoh: kacang
kedele mengandung 0.39%, tepung biji kapas sebesar 0.84% dan tepung bunga matahari sebsar
0.89% dari bahan kering. Secara umum 70% kandungan P dalam bahan makanan tersimpan
dalam bentuk phytate.
Asam phytate yang berbentuk kompleks dengan mengikat K+ dan Mg2+ dan mungkin
Ca2+ membentuk phytin. Phytin ini disimpan dalam membran protein matrix. Melalui mikroskop
electron, phytin dapat dilihat dalam body protein. Lokasi body protein yang mengandung phytin
sangat beragam. Phytin yang terdapat dalam padi umumnya ditemukan pada lapisan aleurone dan
pada kulit padi (sekam padi). Pada bangsa legum, phytin tersebar secara merata pada biji-bijian.
Phytate diyakini tidak dapat dicerna oleh ternak monogastric atau dicerna hanya dalam
proporsi yang sangat sedikit. Karena itu penyusunan ransum untuk ternaka monogastric dalam
memenuhi kebutuhan akan mineral P tidak dapat dilakukan dengan hanya melihat kandungan
total P dalam makanan. Hal ini karena 70% P dalam makanan ada dalam bentuk phytate yang
hampir tidak tercerna.
Tabel 6.1. Kandungan phytate beberapa bahan makanan
Bahan makanan
Total Phospor Phytate P Phytate dariTotal P
(%)
Jagung
Kacang kedele
Dedak padi
Bungkil kelapa
Bungkil kelapa sawit
Tepung bunga matahari
0.33 (0.26-.34)
0.66 (0.65-.69)
1.64 (1.42-.08)
0.59 (0.59-.60)
0.57(0.55-.58)
1.05 (0.91-.10)
0.24 (0.17-0.29)
0.39 (0.37-0.42)
1.31(1.02-0.79)
0.29 (0.26-0.33)
0.37 (0.33-0.41)
0.58 (0.32-0.89)
72 (66-85)
59 (57-61)
80 (72-86)
49 (43-56)
65 (60-71)
55 (35-81)
26
Phytase adalah enzim yang menghidrolysis phytate dengan berat molekul berkisar 35 –
700 k Da, bergantung dari sumber phytase.. Dalam tata nama, enzim ini biasa disebut dengan
myo-inositol heksakisphosphate phophohydrolase (EC 3.1.3.8). Phytase, secara umum, dapat
dibagi menjadi dua kategori yakni 6-phytase dan 3-phytase. Penamaan ini berhubungan dengan
lokasi pada awal hydrolysis pada molekul phytate. Jika hydrolisa awal terdjadi pada molekul
phytate nomor 3 maka phytase tersebut dikelompokkan menjadi 3-phytase. Biasanya 6-phytase
terdapat pada tanam-tanaman dan 3-phytase pada bangsa jamur.
Enzim ini pertama kali ditemukan oleh Suzuki dkk dalam penelitian mereka mengenai
hydrolysis dedak padi. Mereka menemukan enzim yang tedapat pada dedak padi yang dapat
menghydrolisys phytate menjadi inositol dan asam orthophosphorat. Enzim ini terdapat pada
tanaman (padi, jagung, kacang kedele, lettuce dan kacang ijo), Bakateri (Bacilllus subtilis, E.coli,
Pseudomonas dan Klebsiella), jamur atau ragi (Aspegillus, Mucor, Penicillium dan Rhizopus)
serta pada saluran pencernaan pada tikus, ayam dan sapi.
Fungsi enzim phytase adalah untuk merubah P dalam bentuk phytate-P menjadi P yang
tersedia bagi ternak. Pada tanaman, pada masa perkecambahan, aktifitas enzim phytase
meningkat sehingga terbentuk phosphate anorganik yang tersedia untuk perkembangan dan
pertumbuhan. Karena enzim ini juga terdapat dalam makanan, phytate yang terdapat dalam bahan
makanan dipercayai telah mengalami proses hydrolisis oleh enzim yang terdapat dalam makanan
dan juga dalam saluran pencernaan. Secara alami, kenyataanya adalah sumbangan enzim yang
dapat dalam makanan dan saluran pencernaan dalam mencerna phytate sangat rendah. Karena itu
penambahan enzym ini dalam ransum menjadi sangat penting.
Penelitian tentang penggunaan enzim ini dalam makanan ternak telah lama dilakukan.
Simons (1990) menemukan bahwa Phospor (P) yang tersedia untuk ternak meningkat dari 50%
ke 65% akibat penambahan enzim phytase sebanyak 1500 phytase unit. Penambahan enzim ini
juga dapat meningkatkan kecernaan protein dan asam amino. Peningkatan kecernaan protein dari
78% menjadi 82% akibat penambahan 1000 phytase unit/kg ransum dan kecernaan asam amino
seperti arginine, threonine dan tryptophane menyebabkan metabolisme energy juga ikut
meningkat (Ravindran dkk, 2001). Kies dkk (2001) menemukan bahwa penambahan 500 phitase
unit/ kg ransum meningkatkan metabolisme energy sebesar 222 kilo Joule/kg ransum.
1.7. Manfaat enzim dalam makanan ternak
27
1.7.1. Masalah Pemberian pakan ternak dimasa depan
Setiap menit penduduk dunia bertambah sebanyak 24 orang. Pertambahan penduduk yang
cepat diperkirakan akan terjadi diwilayah Afrika, Pasifik Selatan, Amerika Latin dan Asia
termasuk Indonesia. Pertambahan ini mengharuskan adanya pertambahan bahan makanan untuk
manusia, jika tidak, akan lebih banyak penduduk dunia menderita kekurangan gizi. Lebih dari
800 juta penduduk dunia diduga menderita kekurangan gizi saat ini.
Peningkatan produksi bahan makanan dapat disuplai dari tanaman dan ternak serta ikan.
Karena itu peningkatan produksi dari ketiga sumber tersebut dimasa depan menjadi sebuah
keharusan untuk memberi makan penduduk dunia yang terus bertambah. Masalahnya, setiap
menit sekitar 8 hektar tanah pertanian dikonversi untuk tujuan non-pertanian. Data tentang
produksi cereal dan biji – bijian kita sebagai sumber makanan dalam kurun dua dekade terakhir
cenderung statis. Ini mengindikasikan bahwa persoalan kita sekarang dan masa yang akan datang
adalah kekurangan makanan untuk konsumsi manusia. Data ini mengingatkan kita pada teori
Maltus tentang penambahan makanan yang bergerak seiring dengan deret hitung dan
perkembangan populasi manusia yang berkembang seiring dengan deret ukur.
Persoalannya akan semakin parah jika kita melihat adanya upaya gencar pada dua dekade terakhir
ini untuk mengubah energy yang dari nabati menjadi bioenergy (fuel) sebagai pengganti bahan
bakar minyak. Sebagai contoh jagung telah menjadi komoditas utama di Amerika Serikat untuk
sumber bioenergi.
Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) sebagai sumber energy dunia terus bergerak
naik. Ironinya, stock BBM dunia yang masih tersisa terus menipis dan diperkirakan akan habis
dalam waktu yang tidak terlalu lama. Jagung kemudian menjadi pilihan diberbagai Negara,
terutama Amerika serikat untuk mengganti sumber energy. Sejak tahun 1980an, Amerika serikat
mencanangkan untuk mengganti kebutuhan energinya dari BBM ke ethanol dari jagung. Sebagai
Negara yang mengkonsumsi 30% BBM dunia, Amerika terus melakukan konversi jagung
menjadi ethanol secara besar – besaran. Pada tahun 2006, Amerika serikat telah memiliki hampir
100 perusahaan yang bergerak dalam industry ethanol dan diperkirakan mengkonversi 25 juta ton
jagung menjadi ethanol pada tahun tersebut.
Persoalan lain adalah adanya fakta bahwa populasi ternak dunia terus meningkat.
Peningkatan populasi ini akan berdampak pada peningkatan akan kebutuhan makanan untuk
ternak (feed). Peningkatan ini akan dipercepat karena adanya peningkatan konsumsi protein
28
hewani perkapita pertahun. Bahan makanan nabati yang terbanyak digunakan adalah jagung
berkisar 50-70% dalam penyusunan ransum ternak monogastrik.
Sekitar 650 juta ton pakan ternak diproduksi setiap tahun. Dengan asumsi 60%
kandungan pakan tersebut adalah jagung, dibutuhkan sekitar 400 juta ton jagung setiap tahun.
Karena itu bisa dibayangkan dengan produksi jagung dunia sebesar 700 juta ton setiap tahun,
lebih dari 50% produksi tersebut diserap untuk kebutuhan ternak. Ketiga, jagung sebagai
makanan manusia (food). Untuk fungsi ini tidak ada data yang dipublikasikan, tetapi jumlahnya
dapat diprediksi cukup besar karena adanya etnis tertentu yang menjandikan jagung sebagai
makanan pokoknya atau sebagai makanan pelengkap.
Kondisi kekinian mengindikasikan bahwa stok jagung saat sekarang sudah berada dalam
kondisi memprihatinkan “alarming”. China yang berpenduduk 1.3 milyar saat ini akan
membutuhkan sekitar 600 juta ton makanan ternak atau setara dengan 350 juta ton jagung ketika
penduduknya mencapai 1.5 milyar. Pada tahun 2010, Amerika membutuhkan sekitar 140 juta ton
jagung untuk dikonversi menjadi bioenergy. Hampir pasti, pada tahun 2015, dunia tidak akan
sanggup mensuplai kebutuhan tersebut.
Melihat tiga kepentingan akan bahan makanan nabati sebagai makanan manusia (food),
sebagai sumber enrgi (fuel) dan sebagai makanan ternak (feed), maka fungsi bahan makanan dari
tanaman sebagai makanan ternak mesti dikorbankan karena dia tidak secara langsung
bersentuhan dengan kebutuhan manusia. Karena itu problem besar industri makanan ternak masa
depan adalah kekurangan bahan makanan konvesional (yang umum digunakan) untuk kebutuhan
ternak. Untuk dapat bertahan diera masa depan, industri makanan ternak serta peternak harus
menggunakan bahan makanan limbah pertanian atau bahan makanan non-konvensional lainnya
yang tersedia dalam jumlah yang berlimpah, tidak bersaing dengan manusia, murah dan tersedia
secara lokal.
Beberapa bahan makanan alternatif yang tersedia banyak di Indonesia dan merupakan
limbah pertanian menjadi pilihan, misalnya bungkil kelapa, dedak padi dan bungkil kelapa sawit.
Persoalannya, penggunaan bahan makanan limbah dalam makanan ternak sering menyebabkan
pertumbuhan ternak terganggu dan produksi ternak menurun. Hal ini disebabkan karena secara
fisik dan secara nutrisi, limbah pertanian memiliki kualitas yang rendah. Secara fisik, bahan
makanan limbah pertanian cenderung bersifat bulki dan memiliki kemampuan mengikat air yang
tinggi (lihat Tabel dibawah). Kedua sifat fisik ini menyebabkan penurunan konsumsi pakan yang
29
pada gilirannya tidak akan memaksimalkan produksi (Kyriazakis dan Emmans, 1995). Secara
nutrisi, bahan makanan limbah pertanian memiliki kecernaan yang rendah, serat kasar yang tinggi
dan biasanya mengandung anti nutrisi. Karena itu problem kedua pemberian pakan pada ternak
utamanya ternak monogastrik dimasa depan adalah mendapatkan data tentang bahan makanan
limbah baik data fisik maupun nutrisi serta mencarikan upaya yang tepat untuk meningkatkan
kualitasnya.
Tabel 7.1. Bulk densitas dan kemampuan mengikat air beberapa bahan makanan limbah
pertanian
Bahan makanan
Bulk densitas (g/cc) KMA (g air/g makanan)
Tanpa
modifikasi
Digiling (0.5
mm)
Digiling
(0.5 mm)
Digiling (0.5
mm)
Konvensional:
Gandum
Jagung
Kacang kedele
0.72
0.69
0.73
0.66
0.56
0.58
2.49
1.71
2.77
3.29
1.94
3.30
Limbah:
Bungkil kelapa
Bungkil sawit
Millrun
0.56
0.67
0.56
0.59
0.57
0.49
4.14
2.93
4.16
4.69
3.52
6.64
KMA: kemampuan mengikat air; Sumber: Sundu dkk (2006)
Ada beberapa strategi untuk meningkatkan kualitas bahan makanan limbah pertanian
untuk ternak. Strategi ini dapat dikelompokkan dalam dua tujuan yakni untuk meningkatkan
pemanfaatan protein pada bahan makanan limbah protein yang kaya akan protein dan untuk
meningkatkan pemanfaatan akan energi pada bahan makanan limbah yang kaya akan karbohidrat.
Strategi tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 7.2. strategi meningkatkan pemanfaatan protein dan energi
Tujuan Strategi
Peningkatan pemanfaatan
protein
- penggunaan asam amino sithesis
- Menyusun ransum berdasarkan protein tercerna melalui
konsep protein ideal.
- Penambahan enzim protease dan enzim phytase
- Pengelolaan bahan makanan
Peningkatan pemanfaatan
energi
- Penggunaan enzim pencerna karbohydrat
- Pengelolaan makanan baik melalui pelleting maupun
pembasahan makanan
30
Dari Tabel 7.2. diatas terlihat peran enzim dapat meningkatkan pemanfaatan energi dan
protein secara khusus. Karena itu penambahan enzim dalam makanan ternak menjadi solusi
masalah pemberian pakan ternak dimasa depan. Ketersediaan enzim yang sangat beragam
dipasar, akan memudahkan upaya peningkatan kualitas bahan makanan yang sesuai dengan
bahan makanan yang digunakan untuk ternak.
1.7.2. Enzim dan produksi ternak
Penggunaan enzim dalam makanan ternak diperkenalkan pada era 1980an. Dalam kurun
waktu 20 tahunan, penggunaan enzim dalam makanan ternak perlahan mulai diakui manfaatanya.
Diperkirakan 20% produk makanan ternak dunia telah menggunakan enzim, sedangkan di
Inggris, penggunaan enzim dalam industri makanan ternak telah meningkat dari 0 pada tahun
1988 menjadi sekitar 95% di tahun 1993. Peningkatan penggunaan enzim dalam makanan ternak
untuk memperbaiki mutu pakan disebabkan karena enzim adalh produk alami yang tidak
berbahaya baik pada ternak maupun pada manusia.
Secara umum, penggunaan enzim dalam makanan ternak dimaksudkan untuk:
(1) Menghancurkan ikatan – ikatan khusus yang tidak dapat dihancurkan oleh enzim – enzim
pencernaan, terutama pada ternak monogastric.
(2) Menghancurkan anti nutrisi yang dapat menyebabkan menurunnya penyerapan nutrisi dalam
saluran pencernaan.
(3) Meningkatkan peluang nutrisi untuk melakukan kontak dengan enzim pencernaan melalui
penurunan viskositas (melekat seperti lem) makanan dalam saluran pencernaan.
(4) Sebagai supplement bagi enzim – enzim pencernaan, terutama pada ternak yang masih muda
(Dingle, 1995 dan Lopez, 2000).
Kajian penggunaan enzim pada makanan ternak telah meningkatkan pemahaman kita
terhadap mekanisme kerja enzim dalam saluran pencernaan ternak. Ada tujuh aspek yang harus
diperhatikan yang harus diperhatikan dalam menngunakan enzim untuk mengoptimalkan
produksi. Ketujuan hal tersebut adalah: type enzim, spesifitas untuk substrat, jumlah enzim yang
harus digunakan, potensi enzim, type substrat, konsentrasi dari substrat pH dan tempertur
(Dingle, 1995).
Penggunaan enzim dalam makanan ternak telah dilakukan hampir disemua species ternak
dengan beragam bahan makanan ternak. Akan tetapi penggunaan yang umum dilakukan adalah
31
enzim untuk ternak monogastrik dengan ransum berbasis cereal dan legum seperti pada ransum
berbasis jagung, kacang kedele dan sorgum. Untuk bahan makan tersebut, enzim eksogenous
berhasil meningkatkan mutu pakan (lihat tabel). Penggunaan enzim pada sorghum, kacang kedele
dan wheat lebih diarahkan untuk menghancurkan anti nutrisi pada bahan makanan tersebut.
Kacang kedele mengandung galacto mannan, wheat mengandung pentosan dan shorgum
mengandung beta glukan yang kesemuanya diidentifikasi sebagai anti nutrisis pada bahan
makanan tersebut.
Tabel 7.3. Penggunaan enzim dalam ransum ayam broiler
Basis makanan enzim Bobot badan umur Jagung- kedele + 812 3 minggu Jagung - kedele - 844 3 minggu Wheat – Barley + 589 3 minggu Wheat - Barley - 612 3 minggu
Peningkatan kualitas bahan makanan limbah melalui penambahan enzim juga telah
dilakukan dan memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Penggunaan limbah pertanian
berupa bungkil kelapa dan bungkil kelapa sawit dengan menggunakan enzim beta mannan dan
multi enzim dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sekitar 3-9% pada ayam pedaging
yang dipelihara selama tiga minggu. Peningkatan ini juga disertai dengan adanya peningkatan
keseragaman bobot badan ayam. Hala yang sama juga diperlihatkan pada ayam yang diberi
makan dengan bahan makanan limbah pertanian dari dedak padi dan bungkil kelapa. Peningkatan
ini disebabkan karena adanya peningkatan kecernaan makanan akibat peran enzim (lihat tabel).
Tabel 7.4. Enzim pada ransum berbasis limbah pertanian pada ayam broiler
Basis makanan enzim Bobot badan
(g)
umur kecernaan
Bungkil kelapa + 2623 45 hari 68.9 %
Bungkil kelapa - 2719 45 hari 70.9 %
Bungkil sawit + 805 21 hari 69.8
Bungkil sawit - 807 21 hari 72.1
Ada beberapa methode penambahan enzim sebagai supplement dalam makanan ternak.
Enzim dalam bentuk powder dapat langsung ditambahkan dalam makanan. Karena beberapa
enzim mungkin tidak stabil pada suhu panas, maka penggunaan enzim yang dicampurkan
langsung kedalam ransum sebelum dibuat pelet akan berdampak pada menurunnya atau
hilangnya aktifitas enzim. Ini akan mengurangi keampuhan enzim dalam meningkatkan mutu
32
ternak. Karena itu penggunaan enzim dalam bentuk cair lebih disukai oleh industri makanan
ternak. Penggunaannya dilakukan setelah proses pembuatan pellet dilakukan untuk menghindari
pemanasan selama proses pembuatan pellet.
Saat ini industri makanan ternak terus melakukan perbaikan mutu enzim yang diproduksi
melalui perbaikan genetik dari strain mikroba yang digunakan untuk memproduksi enzim dan
melalui identifikasi strain baru yang lebih efisien. Enzim yang diproduksi tidak hanya memiliki
kemampuan yang lebih dalam merombak substrat tertentu, tetapi juga memiliki kemampuan
dalam menghydrolysis substrat yang beragam serta tahan terhadapa suhu panas.
1.7.3. Enzim dan Kesehatan ternak
Walaupun terapi kesehatan dengan menggunakan enzim telah dikenal sudah cukup lama,
ratusan bahkan ribuan tahun silam, tetapi mekanisme kerja dari enzim untuk fungsi kesehatan
belum cukup lama diketahui. Orang Indian di Amerika Selatan menggunakan daun pepaya untuk
proses pencernaan dan pengobatan. Daun pepaya mengandung enzim papain. Karena itu
pengobatan dengan menggunakan daun pepaya diyakini karena adanya peran enzim papain ini.
Pada awal tahun 1900 an seorang ahli embriology dari Scotlandia melakukan penelitian dan
menemukan bahwa placenta memiliki sifat seperti sel kanker dan berhenti berkembang pada hari
ke 56 pada kehamilan manusia. Menariknya dia menemukan bahwa saat bersamaan dengan
berhentinya perkembangan placenta, fungsi pankreas fetus mulai bekerja. Dia kemudian
menyimpulkan bahwa pankreas dari fetus mengeluarkan sesuatu yang menyebabkan placenta
berhenti berkembang dan dia menduga zat tersebut juga dapat berfungsi menghentikan
perkembangan kanker. Belakangan diketahu bahwa yang dikeluarkan oleh pankreas adalah enzim
berupa enzim protease.
Setelah temuan tersebut banyak ahali yang memfokuskan penelitiannya pada bidang
terapi enzim ini. Beberapa diantaranya adalah: Dr Max`Wolf , Dr Francis Pottenger dan Dr
Edward Howell. Dr Francis Pottenger meneliti dengan memberikan makan kucing dari makanan
yang dimasak dan tidak dimasak dan susu yang tidak di pasteurisasi. Dia menemukan bahwa
kucing yang menkonsumsi makanan yang dimasak dan susu yang dipasterurisasi menderita
diabetes dan masa hidup lebih pendek.
33
Penggunaan enzim dalam makanan ternak untuk tujuan kesehatan juga telah banyak
dilakukan terutama untuk tujuan – tujuan kesehatan saluran pencernaan. Penggunaan mineral
tertentu untuk merangsang dan meningkatkan pembentukan enzim tertentu yang berfungsi
sebagai antioksidan juga sudah di aplikasikan.
Faeces yang basah dalam pemeliharaan ternak unggas akan menyebabkan peningkatan
produksi gas amonia dan meningkatnya populasi lalat. Ini akan menyebabkan kesehatan ternak
terganggu, stress meningkat dan kualitas udara menurun serta mempengaruhi kesehatan pekerja
kandang. Penggunaan enzim dapat mengurangi kandungan nitrogen dalam faeces yang pada
akhirnya akan mengurangi produksi ammonia. Enzim juga dapat menurunkan kandungan air
dalam faeces atau ekskreta. Tabel 7.5. menunjukkan bahwa penggunaan enzim dapat mengurangi
kandungan air feces sekitar 17-24%. Hal yang sama juga ditemukan bahwa enzim dapat
mengurangi pembuangan protein melalui peningkatan kecernaan protein.
Tabel .7.5. Enzim dan kandungan air feces
Ransum Kandungan air
faeces (%)
Kecernaan
Protein (%)
Viskositas
(cP)
Tanpa enzim 65.5 64.8 2.22
Gamanase 54.4 68.9 2.15
Mannanase 50.1 70.0 2.14
Penggunaan enzim untuk ternak juga dapat mengurangi penyakit yang disebabkan oleh
koksidia atau penyakit koksidiosis. Hal ini dikarenakan adanya perubahan mikroba dalam saluran
pencernaan. Morgan dan Bedford (1995) melaporkan bahwa ayam yang diberi enzim glycanase
dan di dinfeksi dengan bibit penyakit koksidiosis hanya menyebabkan penurunan bobot badan
sebesar 30% dibanding dengan ayam yang tidak mendapatkan enzim dengan penurunan bobot
badan sebesar 52%. Penggunaan enzim mannanase juga pada makanan dapat mempertahankan
bobot badan ayam setara dengan ayam yang tanpa dikontaminasi dengan penyakit, sementara
ayam yang diberi makanan tan tambahan enzim menyebabkan penurunan bobot badan sebesar
21% dan penurunan efisiensi penggunaan pakan sbesar 18%. Tingkat kematian ternak ayam juga
sangat tinggi pada ayam yang diberi makanan tanpa ditambahkan dengan enzim.
Mekanisme kerja dari pada enzim untuk mengurangi kejadian penyakit saluran
pencernaan adalah dengan cara mengurangi suplai makanan untuk bakteri pathogen dalam caeca.
Pengurangan suplai makanan ini diakibatkan karena lebih banyak nutrisi yang tercerna akibat
34
bantuan enzim. Nutrisi yang tercerna tersebut kemudian diserap diusus halus. Dengan kurangnya
suplai makanan maka pertumbuhan bakteri pathogen menjadi tidak maksimal dan perkembang
biakannyapun menjadi terganggu.
1.7.4. Enzim dan lingkungan
Intensifikasi peternakan terutama perunggasan dan ternak babi yang terjadi dihampir
sebagian besar negara menyimpan banyak persoalan lingkungan akibat dari besarnya produksi
kotoran. Kotoran yang dibuang merupakan akumulasi dari bahan makanan yang tidak tercerna
plus mikroba saluran pencernaan. Produksi faeces dari ternak setiap tahunnya sangat besar. Ini
akan berdampak pada masalah lingkungan. Sebagai contoh, produksi daging unggas (ayam dan
kalkun) dunia pada tahun 2000 berkisar 38 juta ton pada tahun 1999. Jika konversi ransum
unggas berkisar 1.8, maka diperkirakan makanan dibutuhkan sebesar 68 juta ton pertahun.
Dengan tingkat kecernaan 80%, maka faeces unggas yang dibuang setiap tahun berkisar 13.6 juta
ton. Produksi faeces unggas yang tinggi ini akan berdampak kepada masalah lingkungan.
Beberapa unsur mineral yang ada dalam kotoran ternak telah membuat resah banyak
pemerhati lingkungan karena sudah berada pada ambang membebani lingkungan. Mineral posfor
misalanya. Tingginya kandungan mineral ini dalam kotoran ternak bisa dipahami karena 60-70%
phospor yang dalam bahan makanan berada dalam bentuk phytate yang tidak tercerna oleh
unggas. Karena itu, mineral ini tidak akan dimanfaatkan oleh ternak tetapi dibuang dalam
kotorannya. Kondisi ini akan mengakibatkan keseimbangan mineral dalam tanah menjadi
terganggu. Kontaminasi mineral lain pada air dan tanah yang juga sudah sayup-sayup terdengar
adalah mineral Zn dan Cu. Ini diakibatkan karena kedua mineral tersebut digunakan dalam
ransum biasanya dalam bentuk ZnO dan CuSO4. Kasus di Kanada dimana di beberapa sumur
telah mengandung ZnO pada level yang membahayakan disinyalir sebagian dikontribusi oleh
industri peternakan. Kondisi ini akan semakin fatal manakala upaya prefentif tidak lakukan akibat
semakin berkembangnya industri peternakan.
Tingginya buangan mineral dalam kotoran, paling tidak disebabkan oleh dua hal.
Pertama, kandungan mineral dalam ransum sebagian besar dalam bentuk yang tidak tercerna.
Ambil contoh, kandungan Posfor dalam makanan biasanya dalam bentuk phytate yang tidak
tercerna. Kedua, penambahan mineral dalam ransum sering tanpa memperhitungkan kandungan
mineral dalam bahan makanan. Karena itu dalam banyak kasus, mineral yang diberikan melebihi
35
dari mineral yang dibutuhkan oleh ternak. Dampaknya, lebih banyak mineral yang dibuang dalam
bentuk kotoran.
Menengok dua penyebab dari tingginya kandungan mineral dalam kotoran yang
berimplikasi pada beban lingkungan, dibutuhkan upaya untuk mereduksi penggunaan level
mineral dalam ransum. Walaupun masih dalam tahap penggodokan, Uni Eropa akan
menggelidingkan regulasi tentang pembatasan penggunaan mineral dalam ransum sebagai upaya
menyahuti persoalan lingkungan. Pertanyaanya, apakah pengurangan level mineral dalam ransum
tidak akan mengurangi performans ayam pedaging ?. Kalau tidak, sampai seberapa besar
pengurangan tersebut dapat ditolerir ?
Solusi yang dapat dipertimbangkan kalau kita mau mereduksi mineral ransum tanpa
mereduksi performans ternak. Pertama adalah dengan memanfaatkan sumber mineral makanan
secara maksimal. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan produk enzim yang mengandung
phytase. Enzim ini bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan mineral Posfor untuk ternak.
Kegunaan lain adalah kecernaan beberapa mineral lain seperti mg, Ca dan Zn dapat ditingkatkan
plus kecernaan protein, peningkatan energy metabolisme dan inositol yang bermanfaat untuk
pertumbuhan.
Intisari
Enzim adalah katalisator yang dapat mempercepat terjadi reaksi tetapi dia sendiri tidak
bereaksi. Enzim telah digunakan untuk beragam industri, termasuk industri pakan ternak.
Penggunaan enzim pada pakan ternak dapat meningkatkan kecernaan pakan, menurunkan
viskositas digesta dan pada akhirnya meningkatkan jumlah nutrisi yang dapat dimanfaatkan
untuk pertumbuhan dan produksi. Dengan berkurangnya feces yang dibuang akibat dari
penambahan enzim, maka lingkungan menjadi lebih baik.
Evaluasi
1. Apa yang dimaksud dengan enzim?
2. Jelaskan beberpa fungsi enzim ?
3. Sebutkan jenis jenis enzim eksogenous yang sering dipake dalam pakan ternak?
4. Bagaimana mekanisme kerja enzim ?
36
Daftar Pustaka
Adler-Nielsen, J. Protease (1993). Protease. Dalam Buku:Enzymes in Food processing. Edisi
ketiga. Editor: Nagodawithana, T. dan Reed, G. Academic Press New York.
Acamovic, T. (2001). Commercial application of enzyme technology for poultry production.
World's Poultry Science Journal, 57: 225-242.
Bigels R. (1993). Carbohydrase. Dalam Buku:Enzymes in Food processing. Edisi ketiga. Editor:
Nagodawithana, T. dan Reed, G. Academic Press New York.
Bohager, T. (2006). Enzymes: What the experts know, One wold Press, USA.
Brown, R.J. (1993). Dairy products. Dalam Buku:Enzymes in Food processing. Edisi ketiga.
Editor: Nagodawithana, T. dan Reed, G. Academic Press New York.
Cantarow, A. dan Schepartz, B. (1954). Biochemistry. W.B. Saunders Company. USA.
Choct, M. 1996. The role of feed enzymes in animal nutrition towards 2000. Proceedings of the
XX World's Poultry Congress, 2: 125-133.
Choct, M. (1997). Feed non-Starch polysaccharides: chemical structures and nutritional
significance. Feed Milling International, June, pp: 13-26.
Classen, H. L. and Bedford, M. R. (1999). The use of enzymes to improve the nutritive value of
poultry diets. In: Recent Developments in Poultry Nutrition 2.Nottingham University
Press, United Kingdom, pp. 285-308.
Daskiran, M. and Teeter, R. G. (2001). Effect of endo-ß-D-mannanase (Hemicell@)
supplementation on growth performance of two week -old broilers fed diets varying in
betha mannan content. Animal Science Research Report.
Daskiran, M. and Teeter, R. G. (2001). Effect of endo-ß-D-mannanase (Hemicell@)
supplementation on growth performance of two week -old broilers fed diets varying in
betha mannan content. Animal Science Research Report.
Dingle, J. G. (1995). The use of enzymes for better performance of poultry. Queensland Poultry
Science Symposium, 4 (14): 1-10. The University of Queensland, Gatton.
Dowman, M. G. (1993). Modification to the neutral detergent cellulase digestibility method for
the prediction of the metabolizable energy of compound feedstuffs containing palm kernel
meal. Journal of the Science Food and Agriculture, 61:327 – 331.
Esteve-Garcia, E., Brufau, J., Perez-Venrell, A.M., Miquel, A. Dan Duven, K. (1997).
Bioefficacy of enzyme preparations containing beta glucanase and xylanase activities in
broiler diets based on barley or wheat, in combination with flavomycin. Poultry Science,
76:1728-1737.
Farrell, D. J. and Martin, E. (1993). Feed enzymes in poultry nutrition: Recent findings. Recent
Advances in Animal Nutrition in Australia, The University of New England, Armidale,
Australia, pp: 266-276.
Filler, K. (2001). The newest old way to make enzymes. Feed Mix, 9: 27-29.
37
Filler, K. (2000). Production of enzymes for the feed industry using solid state fermentation.
Dalam buku : Biotechnology in the feed industry, Proccedings of Alltech’s 16th. Editors:
T.P. Lyons dan K.A. Jackues. Nottingham Press, Inggris.
Jackson, M. E., Fodge, D. W. and Hsiao, H. Y. (1999). Effects of ß-mannanase in corn soybean
meal diets on laying hen performance. Poultry Science, 7: 1737-1741.
Kaichang, L., Azadi, P., Collins, R., Tolan, J., Kim, J. S. and Eriksson, K. E. L. (2000).
Relationships between activities of xylanases and xylan structures. Enzyme and Microbial
Technology, 27: 89-94.
Kies, A. K., Van Hemert, K. H. F. and Sauer, W. C. (2001). Effect of phytase on protein and
amino acid digestibility and energy utilisation. World's Poultry Science Journal, 57: 109-
126.
Knusen, K.E.B. (1997). Carbohydrate and lignin contents of plant materials used in animal
feeding, Animal Feed Science Technology, 67: 319-338.
Leeson, S., Caston, L., Kiaei, M. M. and Jones, R. (2000). Comercial enzymes and their
influence on broilers fed wheat and barley. Journal Applied Poultry Research, 9: 242-251.
Lyons, T. P. (2002). Navigating from niche markets to mainstream: A feed industry kakumei. In
Proceedings of Alltech's 16 th Annual Asia - Pasific Lecture Tour.Altech.
Lyons, T. P. (2006). The road a head. In Proceedings of Alltech's 20 th Annual Asia - Pasific
Lecture Tour.Altech.
Newman, R. K. and Newman, C. W. (1987). ß-glucanase effect on the performance of broiler
chicks fed covered and hull-less barley isotypes having normal and waxy starch. Nutrition
Reports International, 36: 693-699.
Nokes, S.E. (1999). Enzyme production using surface culture fermentation. Dalam buku :
Biotechnology in the feed industry, Proccedings of Alltech’s 16th. Editors: T.P. Lyons dan
K.A. Jackues. Nottingham Press, Inggris.
NRC. (1994). Nutrient requirements of Poultry. National Academic Press, Washington DC.
Parkin. K.L. (1993). General characteristics of enzyme. Dalam Buku:Enzymes in Food
processing. Edisi ketiga. Editor: Nagodawithana, T. dan Reed, G. Academic Press New
York.
Pluske, J. R., Moughan, P. J., Thomas, D. V., Kumar, A. and Dingle, J. G. (1997). Releasing
energy from rice bran, copra meal and canola in diets using exogenous enzymes. In: 13th
Annual symposium Alltech, pp. 81-94.
Simons, C. M., Versteegh, H. A. J., Joengbloed, A. W., Kemme, P. A., Slump, K. D. B., Wolters,
M. G. E., Beudeker, R. F. and Verschoor, G. J. (1990). Improvement of phosphorous
availability by microbial phytase in broilers and pigs. British Journal of Nutrition, 64: 525-
540.
Steenfeldt, S. and Pettersson, D. (2001). Improvements in nutrient digestibility and performance
of broiler chickens fed a wheat- and rye-based diet supplemented with enzymes. Journal of
Animal and Feed Science, 10: 143-157.
38
Sproessler, B.G. (1993). Milling and baking. Dalam Buku:Enzymes in Food processing. Edisi
ketiga. Editor: Nagodawithana, T. dan Reed, G. Academic Press New York.
Sundu, B. (2006). Utilization of Palm kernel and copra meal by poultry. University of
Queensland. Australia.
Sundu, B., Kumar, A. dan Dingle, J. (2006). Response of Broiler Chicks Fed Increasing levels of
Copra Meal and Enzymes. International Journal of Poultry Science, 5: 13-18.
Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. (2008). The effect of crumbled copra meal and enzyme
supplementation on broiler growth and gastrointestinal development. International Journal
of Poultry Science, 7: 511-515
Sundu, B., S. Bahry and H.B Damry, (2012). Effect of mannanases predigested palm kernel meal
in the diets on nutrient digestibilities and broiler performance. The 2nd International
seminar on Animal Industry, Agricultural University, Bogor Indonesia.
Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. (2005). Responce of birds fed increasing levels of palm
kernel meal supplemented with different enzymes. Proc. Australian Poultry Science
Symposium, 17: 227-228
Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. (2005). Growth pattern of broilers fed a physically or
enzymatically treated copra meal diet. Proc. Australian Poultry Science Symposium, 17:
291-294
Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. (2004). The effects of levels of copra meal and enzymes on
bird performance. Proc. Australian Poultry Science symposium, 16:52-54.
Sundu, B. And Dingle, J. (2003). Use of enzymes to improve the nutritive value of palm kernel
meal and copra meal. Queensland Poultry Science symposium, 11:1-15.
Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. (2005). The effect of particle size of pelleted copra meal in
broiler diets with or without enzymes. Recent Advances in Animal Nutrition in Australia,
15: 16A
Sundu, B., Kumar, A. And Dingle, J. (2006). Performance of broilers fed the palm kernel meal
diet supplemented with different enzyme products. International seminar on tropical
animal production. Pp: 389-395.
Villettaz, J.C. (1993). Wine. Dalam Buku:Enzymes in Food processing. Edisi ketiga. Editor:
Nagodawithana, T. dan Reed, G. Academic Press New York.