proses pembuatan metal case(aluminium steel) dari hulu ke hilir)

27
PENDAHULUAN 1. Baja Baja adalah paduan antara besi (Fe) dan karbon (C) dengan penambahan paduan lainnya. Baja paling banyak digunakan sebagai produk akhir seperti komponen otomotif, tranformer listrik dan untuk proses manufaktur lainnya seperti proses pembuatan lembaran besi, proses ekstrusi dan lain-lain. Dasar pemilihan pemakaian baja ini seiring dengan terus berkembangnya industri otomotif dan kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor , komponen permesinan, ban konstruksi dan bidang lainnya terutama didasarkan pada sifat mekaniknya jika sifat logam sangat keras sangat sulit dalam pembentukannya. ( Tri Harya Wijaya, 2010 ) Sifat mekanik ini sangat ditentukan oleh kandungan paduan yang terdapat di dalamnya. Kandungan unsur ini akan membentuk struktur mikro pada baja, sehingga dengan merubah komposisi maka struktur mikro juga berubah dan perubahan ini akan mempengaruhi sifat mekaniknya. Selain itu perubahan struktur mikro juga dapat dilakukan dengan cara perlakuan panas yaitu dengan merubah kecepatan pendinginan. Kemampuan pengerasan baja (hardenability) 1

Upload: babay-deriesca-putri

Post on 06-Nov-2015

121 views

Category:

Documents


25 download

DESCRIPTION

Teknologi Besi dan Baja

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN1. BajaBaja adalah paduan antara besi (Fe) dan karbon (C) dengan penambahan paduan lainnya. Baja paling banyak digunakan sebagai produk akhir seperti komponen otomotif, tranformer listrik dan untuk proses manufaktur lainnya seperti proses pembuatan lembaran besi, proses ekstrusi dan lain-lain. Dasar pemilihan pemakaian baja ini seiring dengan terus berkembangnya industri otomotif dan kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor , komponen permesinan, ban konstruksi dan bidang lainnya terutama didasarkan pada sifat mekaniknya jika sifat logam sangat keras sangat sulit dalam pembentukannya. ( Tri Harya Wijaya, 2010 )

Sifat mekanik ini sangat ditentukan oleh kandungan paduan yang terdapat di dalamnya. Kandungan unsur ini akan membentuk struktur mikro pada baja, sehingga dengan merubah komposisi maka struktur mikro juga berubah dan perubahan ini akan mempengaruhi sifat mekaniknya. Selain itu perubahan struktur mikro juga dapat dilakukan dengan cara perlakuan panas yaitu dengan merubah kecepatan pendinginan. Kemampuan pengerasan baja (hardenability) memiliki rentangan yang besar sehingga dapat disesuaikan dengan sifat mekanik yang sesuai dengan yang diinginkan dari dari bajaitu. Paduan logam baja karbon rendah yang terdiri besi (Fe) dan unsur-unsur karbon (C), Silikon (Si), Mangan (Mn), Phosfor (P) dan unsur lainnya( Wikipedia, 2010a). Salah satu tujuan terpenting dalam pengembangan material adalah Universitas Sumatera Utara menentukan apakah struktur dan sifat-sifat material optimum, agar daya tahan yang dicapai maksimum (Taufikkurrahman,dkk.,2005). Menurut komposisi kimianya baja karbon dapat klasifikasikan menjadi tiga, yaitu Baja karbon rendah dengan kadar karbon 0,05% - 0,30% C, sifatnya mudah ditempa dan mudah di kerjakan pada proses permesinan. Penggunaannya untuk komposisi 0,05% - 0,20% C biasanya untuk bodi mobil, bangunan, pipa, rantai, paku keeling, sekrup, paku dan komposisi karbon 0,20% - 0,30% C digunakan untuk roda gigi, poros, baut, jembatan, bangunan. Baja karbon menengah dengan kadar karbon 0,30% - 0,60%, kekuatannya lebih tinggi dari pada baja karbon rendah. Sifatnya sulit untuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggunaan untuk kadar karbon 0,30% - 0,40% untuk batang penghubung pada bagian automotif. Untuk kadar karbon 0,40% - 0,50% digunakan untuk rangka mobil, crankshafts, rails, ketel dan obeng. Untuk kadar karbon 0,50% - 0,60% digunakan untuk palu dan eretan pada mesin. Baja karbon tinggi dengan kandungan 0,60% - 1,50% C, kegunaannya yaitu untuk pembuatan obeng, palu tempa, meja pisau, rahang ragum, mata bor, alat potong, dan mata gergaji, baja ini untuk pembuatan baja perkakas. Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong (Arifin dkk, 2008). Sedangkan menurut kadar zat arangnya, baja dibedakan menjadi tiga kelompok utama baja bukan paduan yaitu baja dengan kandungan kurang dari 0,8% C (baja hypoeutectoid), himpunan ferrit dan perlit (bawah perlitis), baja dengan kandungan 0,8% C (baja eutectoid atau perlitis), terdiri atas perlit murni, dan baja dengan kandungan lebih dari 0,8% C (baja hypereutectoid), himpunan perlit dan sementit (atas perlitis) (Mulyadi, 2010).2. Struktur Mikro BajaBeberapa fasa yang sering ditemukan dalama baja karbon adalah (Yogantoro, 2010): a. Austenit Austenit adalah campuran besi dan karbon yang terbentuk pada pembekuan, pada proses pendinginan selanjutnya austenit berubah menjadi ferit dan perlit atau perlit dan sementit. Sifat austenit adalah lunak, lentur dengan keliatan tinggi. Kelarutan maksimal kandungan karbon sebesar 2,06% pada suhu 1148 oC, struktur kristalnya FCC (Face Center Cubic). Sifat ketangguhan tinggi dan tidak stabil pada suhu ruang (Saefudin dkk, 2008). b. Ferit Fasa ini disebut alpha (). Ruang antar atomnya kecil dan rapat sehingga akan sedikit menampung atom karbon. Batas maksimum kelarutan karbon 0,025% C pada temperatur 723 oC, struktur kristalnya BCC (Body Center Cubic). Pada suhu ruang, kadar kelarutan karbonnya 0,008% sehingga dapat dianggap besi murni. Ferit bersifat magnetik sampai suhu 768 oC. Sifat-sifat ferit adalah ketangguhan rendah, keuletan tinggi, ketahanan korosi medium dan struktur paling lunak diantara diagram Fe3C.c. Perlit Perlit ialah campuran eutectoid antara ferrite dengan cementite yang terbentuk pada suhu 723 oC dengan kandungan karbon 0,83% (Aisyah, 2012). Fasa perlit merupakan campuran mekanis yang terdiri dari dua fasa, yaitu ferit dengan kadar karbon 0,025% dan sementit dalam bentuk lamellar (lapisan) dengan kadar karbon 6,67% yang berselang-seling rapat terletak bersebelahan. Jadi, perlit merupakan struktur mikro dari reaksi eutektoid lamellar. d. Bainit Bainit merupakan fasa yang terjadi akibat transformasi pendinginan yang sangat cepat pada fasa austenit ke suhu antara 250 - 550 oC dan ditahan pada suhu tersebut (isothermal). Bainit adalah strukur mikro dari reaksi eutektoid (+Fe3C) non lamellar. Bainit merupakan struktur mikro campuran fasa ferit dan sementit (Fe3C). Kekerasan bainit kurang lebih berkisar antara 300 - 400 HVN. e. Martensit Martensit merupakan fasa diantara ferit dan sementit bercampur, tetapi bukan lamellar, melainkan jarum-jarum sementit. Fasa ini terbentuk austenit meta stabil didinginkan dengan laju pendinginan cepat tertentu. Terjadinya hanya prepitasi Fe3C unsur paduan lainnya tetapi larut transformasi isothermal pada 260 oC untuk membentuk dispersi karbida yang halus dan matriks ferit. f. Sementit (karbida besi) Sementit merupakan paduan besi melebihi batas daya larut membentuk fasa kedua. Karbida besi mempunyai komposisi kimia Fe3C. Dibandingkan dengan ferit, sementit sangat keras. Karbida besi dalam ferit akan meningkatkan kekerasan baja. Akan tetap karbida besi murni tidak liat, karbida ini tidak dapat menyesuaikan diri dengan adanya konsentrasi tegangan, oleh karena itu kurang kuat.3. Pohon IndustriPohon industri merupakan gambaran diversifikasi produk suatu komoditas dan turunannya secara skematis. Produk kelapa dalam dan turunannya mulai dari daun, bunga, umbut, pelepah, sabut, tempurung, daging buah, air kelapa sampai dengan batang diuraikan dalam suatu skema. Skema ini menggambarkan keragaman produk akhir yang dapat dikembangkan dari komoditas kelapa dalam. Menurut Allorerung et al. (2005), produk akhir kelapa yang sudah berkembang dengan baik saat ini adalah adalah Desicated Coconut (DC), Coconut Milk/Cream (CM/CC), Coconut Charcoal (CCL), Activated Carbon (AC), Brown Sugar (BS), Nata de Coco (ND) dan Coconut Fiber (CF). Yang baru mulai berkembang adalah Virgin coconut Oil (VCO) dan Coconut Wood (CW). Produk DC, CCL, AC, BS, dan CF sudah masuk pasar ekspor dengan perkembangan yang pesat, kecuali CF yang perkembangan ekspornya kurang karena belum terpenuhinya standar, walaupun permintaan dunia terus meningkat. Kopra dan Coconut Crude Oil (CCO) sebagai produk setengah jadi diharapkan dapat diolah lebih lanjut menjadi produk oleochemical (OC), di mana Indonesia masih menjadi pengimpor neto.

PEMBAHASAN1. Metal CasePada industri elektronika yang telah berkembang pesat saat ini tentu telah mengenal adanya Metal case. Seperti penggunaannya pada produk handphone, jam tangan DVD player, Ipod, dan lain lain. Metal case merupakan istilah yang digunakan pasar ponsel untuk menyebut jenis casing Handphone yang terbuat dari bahan logam yakni dari alumunium Steel. Metal case pada umumnya merupakan pelindung perangkat yang berbasis ketahanan benturan. Ketahanan inilah yang menjadi daya tarik tersendiri dalam pasar ponsel misalnya. Ketahanan pada suatu ponsel diperlukan untuk menjamin ponsel tersebut dapat awet dan tetap berfungsi sebagai mana mestinya walaupun sudah terbentur atau terjatuh karena alasan tertentu. Namun seiring perkembangan jaman, kini Metal case tidak saja sebagai pelindung ponsel tapi juga sebagai properti keindahan dalam ponsel itu sendiri. Pada ponsel keluaran America misalnya, iPhone selalu memperindah ponselnya dengan desain Metal case yang dirancang sedemikian rupa sehingga produk terlihat elegan dan berkelas. Banyak produsen ponsel lainnya juga kini telah menerapkan casing jenis Metal case dengan banyak varian bentuk dan warna.Di indonesia sendiri, fabrikasi Metal case sendiri mungkin dapat tercipta karena adanya pemasok thin plate dari dalam negeri seperti dari PT. Krakatau Steel. Prospek ini terbilang berpotensi karena pasar ponsel telah berkembang pesat sehingga memungkinkan produk yang berhubungan dengan ponsel itu seperti aksesoris, casing, headphone dan lain lain dapat pula merajai pasar Industri Nasional.2. Pohon Industri Alumunium SteelDi dalam pasar ponsel dunia, Metal case yang biasanya digunakan adalah berbahan alumunium Steel murni ataupun alumunium Steel campuran. Seperti campuran dengan glass. Aluminum merupakan unsur metal yang paling berlimpah-limpah di dalam kerak bumi. Aluminum digunakan Amerika Serikat di dalam transportasi, dan membangun. Guinea Dan Australia Austria mempunyai sekitar satu setengah cadangan dunia. Negara-negara lain dengan cadangan utama meliputi Brazil, Jamaica, dan India. Berbagai produk dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku aluminium salah satunya adalah Metal case. Berdasarkan bahan baku dan aliran prosesnya, berikut adalah pohon industri pembuatan alumunium Steel.

Gambar 2.1 Pohon industri alumunium Steel

Gambar 2.2 Pohon industri alumunium Steel dalam bentuk gambar

3. Deskripsi Pohon IndustriBedasarkan pohon industri tersebut, maka proses pengolahan aluminium dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok seperti yang terlihat pada tabel berikut:Industri Hulu

Bahan Baku/Unwrough alumunium/Alumunium Bukan Tempaan

BauksitAluminaIngotScrap

Industri Antara

Wire RodBilletAlstripcastingDie CastingForgingSlabKawatPlate Sheet

Industri Hilir

kabelProfil EkstrusiPipeSlugStripFoilCircle

3.1 Industri HuluPemenuhan bahan baku produk aluminium mulai tidak bergantung kepada impor sejak didirikannya PT INALUM sejak tahun 1982 di Kuala Tanjung yang memproduksi aluminium ingot primer di Indonesia. Bahan baku untuk memproduksi ingot primer tersebut adalah Alumina.

Gambar 3.1 PT. INALUMAluminium adalah logam yang sangat reaktif yang membentuk ikatan kimia berenergi tinggi dengan oksigen. Dibandingkan dengan logam lain, proses ekstraksi aluminium dari batuannya memerlukan energi yang tinggi untuk mereduksi Al2O3. Proses reduksi ini tidak semudah mereduksi besi dengan menggunakan batu bara, karena aluminium merupakan reduktor yang lebih kuat dari karbon. Proses produksi aluminium dimulai dari pengambilan bahan tambang yang mengandung aluminium (bauksit, corrundum, gibbsite, boehmite, diaspore, dan sebagainya). Alumunium Steel dikatakan sebagai bagian dari aluminium alloy karena material Bauksit terdiri atas Komponen terbesar dari bauksit adalah alumina. Adapun komposisi bauksit sebagai berikut: Alumina (Al2O3) : 61,20 % Silika (SiO2) : 3,80 % Iron ( Fe2O3) : 0,79 % Titania (TiO2) : 2,16 % Air (H2O) : 32,05 %

Selanjutnya, bahan tambang dibawa menuju proses Bayer. proses Bayer adalah tahap pemisahan natrium aluminat dengan red mud. Larutan natrium aluminat difiltrasi untuk memisahkan red mud. Red mud ditambahkan flokulan untuk meningkatkan settling rate, kemudian dipindahkan dengan menggunakan thickener yang berdiameter besar. Partikel partikel padat yang terkandung dalam red mud dipisahkan dengan filter press.Proses Bayer merupakan proses yang paling ekonomis. Pada proses Bayer, tidak diperlukan temperatur yang tinggi dalam proses digestion. Proses Bayer juga tidak memerlukan banyak energi sehingga biaya produksi yang dibutuhkan tidak terlalu besar.

Gambar 3.2 Proses BayerProses Bayer menghasilkan alumina (Al2O3) dengan membasuh bahan tambang yang mengandung aluminium dengan larutan natrium hidroksida pada temperatur 175oC sehingga menghasilkan aluminium hidroksida, Al(OH)3. Aluminium hidroksida lalu dipanaskan pada suhu sedikit di atas 1000oC sehingga terbentuk alumina dan H2O yang menjadi uap air. Setelah Alumina dihasilkan, alumina dibawa ke proses Hall Heroult.

Gambar 3.3 Proses Hall HeroultTahapan-tahapan dalam proses Hall Heroult yakni :1. Aluminum oksida dilarutkan dalam lelehan kriolit (Na3AlF6) dalam bejana baja berlapis grafit (berfungsi sebagai katode).2. Elektrolisis dilakukan pada suhu 950oC (digunakan batang grafit sebagai anode).3. Setelah diperoleh Al2O3murni, proses selanjutnya adalah elektrolisis leburan Al2O3.4. Al2O3dicampur dengan CaF2dan 2-8% kriolit (Na3AlF6) (berfungsi untuk menurunkan titik lebur Al2O3(titik lebur Al2O3murni mencapai 20000C)),5. Campuran tersebut akan melebur pada suhu antara 850-9500C.6. Anode dan katodenya terbuat dari grafit.7. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:Al2O3 (l) 2Al3+ (l) + 3O2- (l)Anode (+): 3O2- (l) 3/2 O2 (g) + 6eKatode (-): 2Al3+ (l) + 6e- 2Al (l)Reaksi sel: 2Al3+ (l) + 3O2- (l) 2Al (l) + 3/2 O2 (g)Proses Hall-Heroult dimulai dengan melarutkan alumina dengan leelehan Na3AlF6, atau yang biasa disebut cryolite. Larutan lalu dielektrolisis dan akan mengakibatkan aluminium cair menempel pada anoda, sementara oksigen dari alumina akan teroksidasi bersama anoda yang terbuat dari karbon, membentuk karbon dioksida. Aluminium cair memiliki massa jenis yang lebih ringan dari pada larutan alumina, sehingga pemisahan dapat dilakukan dengan mudah. Berikut disajikan proses pengolahan aluminium di PT. INALUM.

Gambar 3.4 Proses Pembuatan Alumunium

3.2 Industri AntaraDari produk hulu berupa ingot, diproses lebih lanjut menjadi produk antara berupa produk aluminium lembaran dan produk aluminium batangan. Kedua jenis produk tersebut diproses lebih lanjut menjadi produk hilir atau produk jadi yang akan dipakai disegala sektor.3.3 Industri HilirIndustri Hilir aluminium merupakan produk akhir yang akan digunakan langsung oleh konsumen seperti Aluminium strip/foil, kawat dan kabel, pipa, profil/ekstrusi, komponen dan peralatan rumah tangga. Misal dengan memakai proses Dies Casting akan dihasilkan komponen-komponen kendaraan bermotor. Dan pada kasus ini, pembuatan Metal case menggunakan Thin Plate. Produk Thin Plateyang nantinya akan dibeli oleh beberapa produsen ponsel biasanya akan diolah kembali atau memesan jenis thin plate alloy. Seperti bahan aluminium Steel bercampur dengan glass.

Gambar 3.5 Rangka Metal iPhoneMaterial Thin Plate kemudian akan dibentuk sedemikian rupa dalam manufaktur masing-masing produsen ponsel, seperti gambar diatas merupakan proses manufaktur iPhone yang kemudian menjadi rangka metal ponsel.1. Material Alumunium CaseBahan Baku Alumunium seperti yang telah tergambar pada pohon industri merupakan bahan baku utama pembuatan alumunium. Diantaranya adalah Alunima, Calcined Coke, Coal Tar Picth, Alumunium Fluoride, dan Alumunium Ingot. Dan berikut merupakan tabel pemenuhan bahan baku Alumunium.

MaterialDomestic Supply(Ton)Domestic Demand (ton)Import(ton)Country Of Origin (import)

Alumina0500,000500.000Australia

Calcined Coke (Oil & Pitch Coke)40.000100.00060.000Argentina, China, India, USA, Japan

Coal Tar Pitch025.00025.000Japan

Aluminium Fluoride5.0005.0000-

Aluminium Ingot100.000200.000-Australia, China, India, Others

Berdasarkan tabel diatas, permintaan bahan baku paling besar dialami oleh material alumina yakni sebesar 500.000 ton. Alumina merupakan permintaan terbanyak jika dilihat dengan beberapa material alumunium lainnya. Calcined Coke adalah kokas yang berasal dari minyak bumi atau kokas dari hasilpengolahan batubara dengan sebuah fraksi massa dari hidrogen kurang dari 0,1%berat. Kokas jenis ini dihasilkan melalui pemanasan dari Green Coke hingga suhukira-kira 1600 K

Alumina (Al2O3) merupakan salah satu material oksida yang memiliki sifat serta karakteristik mekanik dan stabilitas termal yang baik.

CTP (Coal Tar Pitch) merupakan bahan perekat/ pengikat anoda yang berasal dari sisa-sisa destilasi batubara.

Alumunium Florida merupakan salah satu jenis Alumunium AlF3

2. Prospek dan Daya SaingProspek Metal case tentu saja akan terbilang baik untuk indonesia karena pasar ponsel merupakan pasar elektronik terbesar di jaman. Banyak produsen casing di china yang tidak mengatas namakan mereka sebagai bagian dari suatu perusahaan ponsel melainkan sebagai produsen independen yang membuat casing untuk banyak merek ponsel dan tentu saja dengan kualitas yang bagus. Namun permasalahannya buka terletak pada baikkah prospek Metal case namun terletak pada Bagaimana prospek industri Alumunium Steel di indonesia.Proses pembuatan alumunium membutuhkan material seperti yang telah dijelaskan diatas. Di Indonesia sendiri produsen terbesar alumunium adalah PT. INALUM. Aluminium Primer (Ingot) di Indonesia terutama dihasilkan oleh PT. INALUM sendiri memiliki kapasitas terpasang sebesar 225.000 ton/tahun, namun dalam produksinya Kapasitas Aktual Rata2 sejak 1984 ~ 2003 sekitar 198.000 ton/tahun atau sekitar 88 % dari kapasitas terpasang . Pada 2004 ~ 2009 kapasitas aktual rata2 produksi Ingot PT. INALUM sekitar 248.400 ton/tahun atau 10 % diatas kapasitas terpasang. Menurut data tahun 2006 milik otorita asahan, pasar alumunium dalam negeri terbagi seperti yang tertera pada grafik berikut:

Gambar 5.1 Market Share Aluminium Dalam NegeriDari Grafik yang ada di atas, terlihat bahwa pemenuhan kebutuhan Dalam Negeri Masih sangat minim. Ketergantungan akan Impor masih terlihat dalam grafik tersebut. Padahal, dengan kekayaan alam yang berlimpah dan kapasitas impor yang relative besar, diharapkan PT Inalum dapat mengakomodir sebagian besarkebutuhan aluminium dalam negeri.Industri logam aluminium Indonesia dapat dikatakan cukup lengkap. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa hampir semua produk logam aluminium telah ada industrinya di Indonesia. Namun ada rantai yang terputus dari pembuatan bahan baku logam aluminium dari bijih bauksit yakni produk Alumina. Alumina sendiri merupakan produk antara dalam industri logam aluminium yang diperoleh dari hasil olahan bijih bauksit dan selanjutnya akan diproses lebih lanjut menjadi logam aluminium primer (ingot). Kondisi saat ini, produk Alumina seluruhnya masih harus diimpor untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri logam aluminium Indonesia sedangkan bijih bauksit yang merupakan bahan baku alumina langsung di ekspor karena tidak adanya pengolahan dan pemurnian Alumina di Indonesia. Hal ini tentu merupakan sebuah peluang bagi investor maupun pihak perbankan dalam menyalurkan pendanaan untuk membangun industri pengolahan Alumina di dalam negeri. Terlebih lagi dengan adanya UU nomor 4 tahun 2009 yang mengharuskan hasil pertambangan minerba tidak lagi diekspor dalam bentuk bijih di tahun 2014 yang mendorong penghiliran hasil pertambangan.Dari sisi potensi pasar, konsumsi alumina di Indonesia masih belum mendukung. Pengguna produk alumina di pasar domestik saat ini hanya ada satu perusahaan yakni PT. Inalum (Indonesia Asahan Aluminium) yang memproduksi logam aluminium dasar (ingot) yang akan diproduksi menjadi produk turunan aluminium seperti aluminium rod, bar, billet, slab dan strip. Jumlah impor alumina Indonesia yang menggambarkan kebutuhan produk tersebut di pasar domestik juga cenderung berfluktuasi. Rata rata volume impor alumina periode 2003 hingga 2012 hanya 537,1 ribu ton.

Namun sebenarnya dari sisi konsumsi logam aluminium primer Indonesia, trennya terus meningkat yang terlihat dari volume impor logam aluminium primer. Volume impor logam aluminium primer tumbuh 11,7% (CAGR) sejak tahun 2005 dari 182,1 ribu ton menjadi 440,7 ribu ton di tahun 2012. Jika kita melihat pertumbuhan nilai impor produk logam aluminium secara keseluruhan pun menunjukkan tren yang meningkat dan tumbuh sebesar 16,5% (CAGR) sejak tahun 2004. Hal ini menunjukkan potensi pasar produk aluminium dari sisi domestik cukup besar yang ditunjukkan oleh terus meningkatnya impor untuk produk logam aluminium. Hanya saja untuk menjembatani antara sumber daya bauksit yang cukup besar dengan konsumsi produk akhir berupa logam aluminium seperti aluminium rod, bar, billet, slab dan strip diperlukan pembangunan smelter terutama untuk produk alumina dan logam aluminium primer secara bersamaan.

Data Kementerian Perindustrian 2010 menunjukkan terdapat 76 perusahaan yang merupakan produsen produk aluminium di Indonesia dengan total kapasitas 869 ribu ton produk aluminium per tahun. Kapasitas masing masing produk bervariasi, aluminium ekstrusi sebesar 150 ribu ton, aluminium scrap alloy 180 ribu ton aluminium sheet 160 ribu ton, aluminium foil 40 ribu ton, aluminium rod 114 ribu ton dan yang terbesar logam aluminium primer sebesar 225 ribu ton per tahunnya. PT. Inalum merupakan produsen satu satunya yang memproduksi logam aluminium primer (ingot) di Indonesia. Beberapa produsen besar lain dalam industri logam aluminium di Indonesia adalah Alumindo Light Metal Industry, Tbk, Starmas Inti Aluminium Industry, Indal Aluminium Industry, dan Indo Aluminium Intikarsa.3. Kelemahan dan kelebihan industri Alumunium SteelDi wilayah ASEAN, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki industri hulu alumunium, yaitu industri alumunium ingot di Sumatera Utara. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya bahan baku bauksit di Indonesia. Namun sampai saat ini, Indonesia belum memiliki industri pengolah bauksit, sehingga hasil baukit di Indonesia di ekspor ke luar negeri. Adapun kelemahan dan kelebihan industri alumunium yakni :a. Kelebihan Industri alumunium Dukungan Pemerintah dalam mengembangkan industri alumunium yang berupa insentif fiskal maupun non-fiskal seperti tertera pada Peraturan Presiden no 28 tahun 2008 mengenai Kebijakan Industri Nasional. Sesuai dengan Perpres tersebut, diantaranya menyebutkan bahwa industri pionir dan industri berbasi SDA lokal akan mendapatkan fasilitas dari pemerintah. Untuk itu, saat ini sangat gencar dilakukan promosi investasi khususnya dalam menarik investor guna membangun industri alumina, dimana industri ini benar-benar berbasis sumber daya lokal. Terkait dalam hal ini, potensi bahan galian bauksit dalam negeri cukup besar, diantaranya tersebar di Kalimantan Barat dan Bintan. Adanya fasilitas pemerintah dalam pemotongan pajak penghasilan seperti tertuang pada Peraturan Pemerintah no. 1 tahun 2007 tentang fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang tertentu dan/atau di daerah tertentu. Pemberian fasilitas Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk impor bahan baku industri. Fasilitas ini selalu diperbaharui setiap tahunnya, dan apabila ada industri yang memerlukan fasilitas ini dapat difasilitasi oleh pemerintah dalam pengajuannya. Adanya ASOSIASI Industri Alumunium atau biasa dikenal dengan nama APRALEX (Asosiasi Produsen Alumunium Extrusi) yang solid. Peran perbankan terhadap investasi di industri alumunium sudah semakin terbuka. Telah memiliki lembaga-lembaga penelitian pemerintah yang mendukung industri alumunium, seperti: Balai Besar Logam Mesin, Kementerian Perindustrian; LIPI; BATAN dan BPPT. SDM yang cukup tersedia dengan banyaknya perguruan tinggi yang mampu menghasilkan tenaga-tenaga profesional di bidang metalurgi, teknik mesin, teknik produksi, teknik industri, teknik kimia, dll. Perguruan tinggi tersebut antara lain: Universitas Indonesia, ITB, UGM, Univ. Islam Indonesia, dan ITS.b. Kelemahan Industri Alumunium Kurangnya pasokan listrik untuk industri Kurangnya infrastruktur khususnya untuk pembangunan industri hulu alumunium. Hasil riset dari institusi penelitian yang telah disampaikan ke industri sering tidak jelas kelanjutannya Kebutuan alumunium ingot primer dan sekunder untuk membuat produk antara dan hilir alumunium belum dapat dipenuhi dari dalam negeri, sehingga harus diimpor Belum adanya industri alumina sebagai industri hulu alumunium Penggunaan energi yang relatif tidak efisien, sebagai contoh molten alumunium dari pabrik ingot primer bisa langsung dibuat alumunium paduan tanpa harus menjadi ingot primer, demikian juga produsen alumunium sekunder dapat langsung dikirim ke industri casting dalam bentuk molten alumunium. Mesin produksi di industri masih banyak yang menggunakan teknologi konvensional, seperti pada industri plat alumunium dengan menggunakan manusia untuk me- roll slab alumunium menjadi plat alumunium. Hal ini menyebabkan kualitas produk yang rendah. Produk alumunium ingot primer produksi PT. INALUM belum cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebagian besar hasil produksi (60%) di ekspor ke Jepang. Kemampuan industri dalam negeri dalam penguasaan teknologi masih belum memadai, seperti pembuatan desain; belum adanya lembaga khusus pemerintah maupun swasta di bidang alumunium; industri kecil masih menghasilkan kualitas produk yang rendah akibat kurangnya penguasaan teknologic. Peluang Industri Aluminium Penduduk Indonesia yang lebih dari 220 juta orang, hal ini mengakibatkan peluang pasar alumunium akan makin baik. Kebutuhan nasional dan dunia yang makin meningkat dengan pesat.4. Kebijakan Pengembangan IndustriKebijakan pengembangan industry pada dasarnya mencakup tariff dan Non Tarif. Produk logam nasional yang selama ini banyak pengaturannya tariff dan atau non tariff adalah logam besi baja. Pengaturan kebijakan tersebut yang banyak diberikan antara lain adalah Tarif Bea Masuk, Tata Niaga Impor, Tata Niaga Ekspor, Limbah. Sedangkan bagi jenis logam non fero tidak banyak pengaturannya.Tarif Bea Masuk bagi kelompok produk baja terutama untuk jenis yang telah dibuat didalam negeri setelah mengalami beberapa kali perubahan dan harmonisasi, tariff bea masuk tertinggi saat ini dikenakan 15% seperti untuk profil, pipa, kawat . Sedangkan kelompok pelat paling tinggi dikenakan bea masuk 12.5% adalah struktur,pelat/lembaran.Struktur tariff baja dan Non Baja dapat dilihat pada Tabel 5.12 dan Tabel. 5.13 dibawah. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan industry baja nasional belum mampu bersaing dan perlu waktu untuk penguatannya, sementara negara penghasil baja mampu memproduksi dengan kapasitas 3 4 kali lipat dan harga relative bersaing. Sementara itu juga kedalaman struktur industrinya masih lemah, padahal sumber pendukung industry produk hulunya seperti bijih besi cukup tersedia, tinggal kajian ke-fisibiltas atau ke-ekonimiannya yang perlu dilakukan dengan cermat. a. Pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan No. 432/KMK.01/2002 tanggal 21 Oktober 2002 telah menaikan tarif baja tertentu khususnya produk besi baja canai lantaian kelompok Hot Rolled Coil (HRC) dan Cold Rolled Coil (CRC).b. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 591/Kmk.01/2004 tentang: Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk Tahun 2007 2010 Pola umum dan pola khusus program harmonisasi tarif bea masuk Indonesia tahun 2005 2010 di sektor Industri Baja yang merupakan bagian dari program harmonisasi tarif bea masuk sektor industri lainnya.

KESIMPULANBerdasarkan Pembahasan diatas tentang pohon industri Alumunium Steel maka didapat kesimpulan sebagai berikut :1. Dalam proses pembuatan Alumunium Steel untuk bahan pembuatan Metal casetersebut digambarkan dalam pohon industri dari hulu sampai hilir dengan input yakni Alumina, Alumunium Ingot, Calcined Coke, Coal Tar Pitch dan Alumunium Florida. Sedangkan prosesnya yakni proses bayer dan proses Hall Heroultdan output-nya berupa alumunium lembaran dan alumunium batangan untuk di olah kembali menjadi produk oleh produsen seperti Aluminium strip/foil, kawat dan kabel, pipa, profil/ekstrusi, komponen dan peralatan rumah tangga.2. Di wilayah ASEAN, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang memiliki industri hulu alumunium, yaitu industri alumunium ingot di Sumatera Utara. Hal ini disebabkan oleh melimpahnya bahan baku bauksit di Indonesia. Namun sampai saat ini, Indonesia belum memiliki industri pengolah bauksit, sehingga hasil baukit di Indonesia di ekspor ke luar negeri.3. Prospek casing di pasar indonesia khususnya pasar ponsel merupakan upaya yang tepat serta memiliki peluang bisnis besar untuk membangun perekonomian negara dan ikut bersaing dengan produsen casing asing karena Indonesia telah memiliki bahan baku alumunium sendiri dan juga memiliki pabrik penghasil alumunium.

DAFTAR PUSTAKAAtmawinata, Achdiat. 2010. Kedalaman Struktur Industri Yang Mempunyai Daya Saing Di Pasar Global. Staf Ahli Menteri Perindustrian RI. Kementrian RI : Jakarta.Jurusan Teknik Kimia. 2011. Pabrik Aluminium Flourida Dari Aluminium Hidroksida Dan Asam Fluosilikat Dengan Proses Basah. Teknik Kimia DIII. ITS : Surabaya.FGD Penyelarasan Roadmap Industri Dan Pasar Baja Nasional. 2015. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. JakartaQomarsono, Hilman. 2013. Prospek PT Inalum Pasca Pengambilalihan Oleh Pemerintah. Kementrian Keuangan RI : Jakarta.Bank Mandiri. Industri Update: Office of Chief Economist Volume 10 Juni 2013. 4