prosiding psikologi desain

Upload: -rahmawan-deprazz-

Post on 14-Oct-2015

317 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Berisi 16 makalah dengan topik yang berkaitan dengan bidang Psikologi Desain. Makalah-makalah tersebut disusun oleh para mahasiswa peserta MK Antropologi Sosiologi Desain-II Tahun Akademik 2013/2014 dan telah dipresentasikan dalam perkuliahan MK tersebut.

TRANSCRIPT

  • Kata pengantar Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang lulusan Program Studi S-1 Desain Interior

    adalah menuangkan gagasan intelektualnya dalam bentuk tulisan yang bersifat ilmiah. Hal itulah yang membedakannya dari lulusan perguruan tinggi vokasi, dimana keterampilan lebih diutamakan. Oleh karena itu, mata kuliah Antropologi Sosiologi Desain (ASD) II ini mencoba untuk menggabungkan tulisan-tulisan ilmiah mahasiswa pesertanya yang telah dipresentasikan dalam perkuliahan selama satu semester ke dalam sebuah prosiding. Upaya tersebut dilakukan untuk membiasakan mahasiswa menyusun tulisan yang mengikuti kaidah-kaidah ilmiah.

    ASD-II itu sendiri merupakan mata kuliah yang kandungan materinya lebih banyak terkait dengan isu-isu di seputar bidang Psikologi yang diaplikasikan dalam perancangan interior. Disadari atau tidak, secara psikologis, interior sebuah ruang hunian memiliki pengaruh terhadap pengguna ruang tersebut. Kondisi interior ruang sudah terbukti secara empirik mempengaruhi beberapa aspek psikologis, seperti mood (suasana hati), stres, emosi, agresivitas, dan perilaku-perilaku lainnya. Pengaruh tersebut diperoleh melalui sebuah proses psikologis yang melibatkan indera-indera yang dimiliki oleh manusia yang menimbulkan persepsi tertentu terhadap sebuah kondisi ruangan. Persepsi tentang teritori, warna, privasi, dan sebagainya menimbulkan berbagai reaksi yang berpengaruh pada aspek-aspek psikologis tersebut. Kajian tentang topik-topik itulah yang dilakukan oleh mahasiswa peserta mata kuliah ASD-II yang disusun dalam 16 judul paper yang dimuat dalam prosiding ini.

    Sebagai sebuah awal untuk membentuk suatu budaya -budaya menulis- sudah barang tentu banyak ditemui kesalahan dan kekurangan di sana sini. Semoga sidang pembaca dapat memakluminya. Selamat membaca! Juni 2014 Rahmawan D. Prasetya, SSn., MSi., Dosen Pengampu

    1

  • 2

  • Daftar Isi

    Kata pengantar.............................................................................................................................................................. 1 Daftar Isi .......................................................................................................................................................................... v

    Pengaruh visual dalam mendesain ruang interior .......................................................................................... 5 Anggita Kartikasari, Baiq Rinda Loli Indora, Fauziah Citra Sari, Nindy Sabrina Haq

    Pengaruh kebisingan terhadap produktivitas pegawai .............................................................................. 11 Muji Merry, Endra Ade Winata, Nur Alamsyah, Jody Vidyandika

    Peran indera peraba dan indera lain pada desain hunian tunanetra ................................................... 15 Sabrani Iskandar, Sri H. Masruroh, Ayuning Khairunnisa, Afifah Dwi Sucianti

    Mengenal persepsi masyarakat tentang ruang lingkup interior ............................................................. 21 Achmad D Revaldy, Zuhdi Shiddiqy, Bachtiar Dendi, Agi S Prabowo

    Paradigma terhadap konstansi persepsi ........................................................................................................... 25 Kukuh Aji, Wasono Hadi, Yuzza A. Yahya, Ganesha P. Nabila

    Peran warna interior terhadap psikologi perkembangan anak .............................................................. 31 Muhammad Hariril Ala, Galih Arya Wicaksana

    Tes kepribadian sebagai alternatif penentu desain ruang ......................................................................... 37 Puspita Pradhana, Astrid Ghitha Fatharani, Yoshida Putri, Melida Atifa Rachmawati

    Pengaruh ruang kerja terhadap mood (suasana hati) ................................................................................. 43 Pratiwi P. Damayanti, Mutiara A. Aulia, Elisabeth Y. A. Sakti, Andrian R. Permana

    Pengaruh kondisi ruang kerja terhadap emosi manusia ........................................................................... 47 Niek A Rizaldi, Lintang L Rohmah, Diah S Angreini, Fanny N Baiti

    Penerapan intelegensi dalam sistem pembelajaran ...................................................................................... 53 Briliana Nur Azizah, Metta Apriayana Triesnaputri, Nur Ayasy, Irma Putri Anggreni

    Mengendalikan stres di ruang kerja dengan penataan lighting .............................................................. 59 Ananta Nico S., Andahuddin Yusuf, Wendhi Tri S., M. Andyansah

    Pengaruh lingkungan (rumah susun) terhadap perilaku agresi ............................................................. 63 Andra E. Mumpuni, Wahyu K, P. Yehkwah Pangestika

    Hubungan warna dengan tingkat stress pengguna ruang kerja ............................................................. 67 Hafiza Aji Yoga, Jati Atmojo, Muh. Hojali, Singgih Tri Kamanto

    Ruang personal............................................................................................................................................................ 71 Ovitha Nuza, Rodiah, Yulian Nandika, Fitri Lestari

    Pengaruh ruang terhadap eksistensi komunitas ............................................................................................ 75 M. Syarif Hidayatullah, M. Zaim, R. Harry P., Gian Pingga M

    Organisasi ruang dan terjadinya teritorialitas ............................................................................................... 81 Shella Majid Marjan dan Winda Tamia Putri

    3

  • 4

  • Pengaruh visual dalam mendesain ruang interior Anggita Kartikasari*, Baiq Rinda Loli Indora, Fauziah Citra Sari, Nindy Sabrina Haq

    Department of Interior Design Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta, Jl. Parangtritis KM 6,5, Yogyakarta 55118, Indonesia

    Abstrak

    Penglihatan merupakan salah satu indera manusia dan salah satu sumber informasi yang vital bagi manusia. Sebagian besar informasi diperoleh dari indera penglihatan. Dalam proses desain terdapat elemen-elemen yang berpengaruh pada visual manusia. Desainer menggunakan visualnya untuk merancang desain dengan menggunakan elemen visual seperti rupa, ukuran, warna dan tektur. Visual desainer juga dapat mempengaruhi perasaan dan emosi manusia ketika berada di dalam ruang yang telah didesain oleh desainer itu sendiri. Dalam kenyataannya dunia visual kita merupakan imajinasi campuran dari hubungan benda dan dasarnya.

    Kata kunci: Mata, persepsi visual, desain interior

    *Corresponding author Tel : +62-274-381-590; fax : +62-274-381-590; e-mail : [email protected]

    1. Pendahuluan

    Mata sebagai indera penglihatan merupakan alat optik utama pada manusia yang dianggap sebagai jendela jiwa. Penglihatan merupakan salah satu dari lima sistem indera manusia, selain indera penciuman, pendengaran, perasa dan peraba. Manusia menggunakan indera penglihatannya setiap saat sehingga manusia selalu berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Ketika manusia melakukan kontak dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, manusia akan melakukan persepsi visual. Dalam bidang desain interior, persepsi visual dapat dibentuk oleh penggunaan elemen-elemen visual yang dapat mengekspresikan konsep desain yang diangkat oleh desainer.

    Desainer seringkali menggunakan elemen visual seperti rupa, ukuran, warna, dan tekstur, untuk mengekspresikan konsep desain. Setiap elemen visual tersebut memiliki pengaruh tersendiri bagi indera penglihatan manusia. Pengaruh yang dihasilkan dari penggunaan elemen visual dapat dimanfaatkan oleh para desainer

    Untuk menciptakan desain yang diinginkan dan dapat mempengaruhi perasaan dan emosi manusia ketika berada dalam ruang. Perasaan dan emosi manusia dalam ruang tersebut merupakan respon manusia terhadap desain ruang secara keseluruhan. Respon diperoleh melalui indera

    penglihatan manusia dengan elemen visual desain sebagai pemicunya. Manusia dapat merasa nyaman atau terganggu ketika berada dalam ruang, bergantung kepada bagaimana sistem indera penglihatan manusia merespon rupa, ukuran, warna, dan tekstur.

    Gambar 1. Struktur Mata Manusia

    Bagaimana Cara Melihat?

    Melihat bagi perancang lebih dari pada sekedar ingat tentang pengamatan setiap hari dalam lingkungan sekitar

    ANTROPOLOGI

    SOSIOLOGI DESAIN II-2014

    5

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    seseorang. Bila kita belajar menggambarkan dan mulai menyadari bagaimana obyek-obyek dapat disederhanakan menjadi bentuk-bentuk dasar, kita akan menjadi semakin sadar tentang lingkungan.

    Pikiran sehat harus banyak dibuat dengan belajar melihat dan mengingat apa yang dilihat. Orang yang dapat memisahkan pemikirannya tentang penampilan obyek dari cara yang telah ia pelajari selama hidupnya dan dapat menganalisis penampilan obyek tersebut dalam cara yang sungguh-sungguh obyektif, berada dalam jalan panjang menuju mempelajari penggambaran obyek tersebut. Ada sementara orang yang heran bahwa perancang harus menganalisis dan berpikir tentang apa yang dituangkan diatas kertas, tetapi tetap menjadi kenyataan bahwa ilustrasi-ilustrasi yang realistis dan representatif dibentuk dengan logika pikiran yang besar. Para perancang biasanya adalah pemikir-pemikir mendalam dan menghargai dunia sekeliling mereka.

    Persepsi Visual

    Persepsi kita terhadap rupa, ukuran, warna, dan tekstur dari semua benda dipengaruhi oleh kondisi mata kita dan hubungan-hubungan yang dpat kita lihat antara benda-benda tersebut dan rangkaian visualnya. Jika bidang pandangan kita tidak mempunyai kemampuan untuk membedakan, maka kita tidak dapat melihat apapun. Seperti halnya dengan kemampuan melihat perubahan dalam hal gelap-terang, warna dan tekstur, kita mulai dapat menentukan suatu obyek atau benda karena perbedaan latar belakangnya. Untuk dapat membaca garis, rupa dan bentuk suatu obyek didalam bidang pandang kita, maka pertama-tama kita harus dapat membedakan kesan kontras antara benda-benda tersebut dengan latar belakangnya.

    Elemen-elemen yang tampak menonjol atau seolah-olah berada di depan latar belakangnya disebut benda atau figur. Selain kesan kontras antara gelap dan terang, yang membedakan suatu benda dari latar belakangnya, benda tersebut mempunyai rupa dan bentuk yang jauh berbeda dan mudah dikenali sehingga tampil sebagai sebuah obyek. Benda atau figur tersebut kadang-kadang dirujuk sebagai elemen positif , mempunyai wujud yang positif. Sedangkan latar belakangnya disebut sebagai elemen negatif atau netral karena mempunyai rupa yang kurang jelas atau sukar dikenali.

    Benda-benda paling mudah dilihat jika dikelilingi oleh ruang latar belakang atau yang luas. Jika ukuran suatu benda adalah sedemikian rupa sehingga memadati latar belakangnya, latar belakang tersebut dapat mengembangkan wujud dirinya yang tertentu dan berinteraksi dengan wujud benda didepannya. Kadang-kadang hubungan benda dasar yang kurang tegas dapat timbul di mana elemen-elemen dalam suatu komposisi dapat terlihat berganti-ganti, tetapi tidak bersama-sama, baik sebagai benda maupun sebagai dasar.

    Dunia visual kita, dalam kenyataannya merupakan imajinasi campuran yang terbentuk dari rangkaian yang kontinu dari hubungan benda dan dasarnya. Dalam desain interior, hubungan-hubungan ini dapat terlihat pada

    beberapa tingkat, tergantung pada sudut pandang seseorang.

    Kemampuan kita memusatkan perhatian dan memahami detail dibatasi sejauh kerucut pandangan yang cukup sempit. Dalam mengamati bidang pandang kita, mata kita terus menerus bergerak, melirik dan memfokus kembali untuk memperoleh informasi visual yang dikumpulkan oleh mata kita dan menyusun informasi tersebut menjadi pola-pola visual yang kita kenali dan pahami.

    Proses persepsi normal dimulai dari merasakan manfaat kemudian mengarah ke rasa menghargai. Pada waktu melihat sebuah kursi, kita mengenalinya sebagai kursi jika bentuk dan konfigurasinya cocok dengan pola yang dibentuk olah kursi-kursi yang pernah kita lihat dan gunakan. Jika kita melihat dengan teliti, maka kita juga akan memahami wujud spesifik kursi tersebut, ukurannya, proporsinya, warnanya, teksturnya dan materialnya. Kemampuan melihat lebih jauh dari sekedar mengenal dan memanfaatkan ini sangatlah penting bagi seorang perancang. Kita harus terus menerus berusaha melihat dan menyadari karakteristik khusus yang terlihat dari benda-benda tersebut dan bagaimana hubungan dan interaksinya terhadap bentuk dan kualitas estetika lingkungan visual kita.

    2. Pembahasan

    Ciri-ciri pokok yang menunjukan elemen visual, dimana ciri-ciri tersebut pada kenyataanya dipengaruhi oleh keadaan bagaimana cara kita memandangnya. Juga merupakan sarana pokok yang memungkinkan kita mengenal dan melihat serta meninjau latar belakang, persepsi kita terhadap satu dan yang lain, sangat tergantung dari derajat ketajaman visual dalam arsitektur.

    Ciri-ciri pokok elemen visual, adalah (Ching, 1979): wujud, dimensi, warna, tekstur, dan cahaya. Wujud adalah karakteristik utama dari sebuah bidang datar. Wujud ditunjukkan oleh kontur garis yang membentuk garis tepi suatu bidang. Oleh karena persepsi terhadap bentuk bidang dapat terdistorsi oleh sudut pandang, kita hanya melihat wujud yang sebenarnya jika kita melihatnya secara frontal.

    Rupa bentuk adalah alat terpenting bagi kita dalam membedakan suatu bentuk dengan lainnya biasanya mengacu pada kontur sebuah garis, garis paling luar sebuah bidang, atau batas dari massa 3D. rupa bentuk ditentukan oleh konfigurasi spesifik dari garis atau bidang yang memisahkan suatu bentuk dari latar belakangnya atau ruang disekelilingnya.

    Dimensi suatu bentuk adalah panjang, lebar dan tinggi. Dimensi- dimensi ini menentukan proporsinya. Adapun skalanya ditentukan oleh perbandingan ukuran relatifnya terhadap bentuk-bentuk lain disekelilingnya.

    Warna adalah sifat dasar visual yang dimiliki oleh semua bentuk. Kita dikelilingi oleh warna dalam tatanan lingkungan. Meskipun demikian, warna yang tampak pada benda bersumber pada cahaya yang menyinarinya sehingga memperlihatkan adanya bentuk dan ruang.

    Bagi perancang interior sangatlah penting untuk mempertimbangkan bagaimana unsur-unsur warna dalam

    6

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    suatu ruang interior berinteraksi dan bagaimana hasil dari setelah menguji warna-warna tersebut dalam lingkungan dimana warna-warna harus dilihat baik di siang maupun di malam hari.

    Warna dapat mempengaruhi persepsi kita terhadap bentuk, dimensi dan kualitas ruang interior. Kesan hangat atau dingin dari suatu warna menentukan daya visual yang digunakannya untuk menarik perhatian kita, mempertajam obyek fokusnya dan menimbulkan kesan ruang.

    Tekstur adalah karakter permukaan suatu bentuk. Tekstur mempengaruhi perasaan kita pada waktu menyentuh, juga pada saat kualitas pemantulan cahaya menimpa permukaan bentuk tersebut. Ada dua jenis dasar tekstur yaitu tekstur riil dan tekstur visual. Tekstur riil adalah tekstur yang memang nyata dan dapat dirasakan dengan sentuhan sedangkan tekstur visual hanya terlihat dengan mata. Pada saat mata kita membaca tekstur visual suatu permukaan, kita seirng dapat merasakan kualitas tekstur riilnya tanpa benar-benar menyentuhnya. Kita mendasarkan reaksi-reaksi fisik terhadap kualitas tekstur suatu permukaan tersebut pada pengalaman-pengalaman kita sebelumnya dengan material yang sama.

    Skala relatif suatu tekstur dapat mempengaruhi penampilan dan posisi aktual suatu bidang dalam ruang. Tekstur dengan urat-urat yang mempunyai arah tertentu dapat mempertegas panjang atau lebar suatu bidang. Tekstur yang kasar dapat membuat sebuah bidang terlihat seakan-akan lebih dekat, memperkecil skalanya, dan menambah bobot visualnya. Secara umum, tekstur cenderung mengisi secara visual ruang dimana tekstur itu berada.

    Cahaya adalah faktor utama yang menghidupkan ruang interior. Fungsi utama desain pencahayaan adalah menyinari bangun dan ruang suatu lingkungan interior, dan memungkinkan pemakainya melakukan aktivitas dan menjalankan tugasnya dengan kecepatan, akurasi, dan kenyamanan yang tepat. Pilihan jenis penyinaran yang digunakan harus didasarkan tidak hanya pada kebutuhan penglihatan saja, tetapi juga pada sifat ruang yang sedang diterangi dan aktivitas pemakainya. Desain pencahayaan tidak harus mampu memenuhi kebutuhan kuantitas cahaya yang dibutuhkan tetapi juga kualitasnya.

    Tata letak penyinaran dan pola cahaya yang dipancarkan harus berkoordinasi dengan gambaran arsitektur dari ruang dan pola-pola penggunaannya. Karena mata kita mencari obyek yang paling terang dan kontras yang paling kuat dalam bidang pandangannya, koordinasiini sangat penting dalam perencanaan pencahayaan atau kegunaan tertentu.

    Demi tujuan perencanaan komposisi visual dari suatu desain pencahayaan, sumber cahaya dapat dianggap berbentuk sebuah titik, garis, bidang atau volume. Jika sumber cahaya ditutup dari pandangan kita, maka bentuk cahaya dan rupa dari permukaan yang disinari harus dipertimbangkan.

    Pencahayaan umum atau baur menerangi ruang secara agak merata dan umumnya terasa baur. Sifat cahaya yang menyebar dapat mengurangi kesan kontras antara pencahayaan untuk kegunaan tertentu dan permukaan yang mengelilingi ruang tersebut dengan efektif. Pencahayaan

    umum juga dapat digunakan untuk mengurangi kesan bayangan, menghaluskan dan memperluas sudut-sudut ruang, serta menyediakan level pencahayaan yang memadai agar dapat bergerak dengan aman dan untuk kepentingan pemeliharaan umum.

    Penerangan lokal untuk kegunaan khusus menerangi sebagian ruang untuk penampilan tugas atau aktivitas visual tersebut. Sumber cahaya biasanya dipasang dekat dengan permukaan yang diterangi, sehingga memungkinkan pemakaian daya listrik yang lebih efisien daripada penerangan umum. Biasanya merupakan bagian dari penerangan langsung, dan pengaturan tingkat terang.

    Untuk menekan resiko timbulnya rasio tingkat terang yang tidak diharapkan antara bidang yang diterangi dengan penerangan disekitarnya, penerangan untuk kegunaan khusus sering dikombinaksikan dengan penerangan umum. Tergantung dari jenis sumber cahaya yang digunakan, pencahayaan lokal juga dapat mendukung penerangan umum dari suatu ruang. Pencahayaan lokal juga dapat menciptakan variasi dan daya tarik, partisi siatu ruang menjadi beberapa bagian, mengelilingi kelompok perabot, atau memperkuat karakter sosial suatu ruang.

    Cahaya aksen adalah bentuk dari pencahayaan lokal yang menciptakan titik fokus atau pola-pola ritme dari cahaya dan kegelapan dalam ruang. Tidak hanya berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas tertentu, pencahayaan aksen juga dapat digunakan untuk mengurangi kesan monoton dari penerangan umum, menonjolkan keistimewaan ruang tersebut, atau menerangi obyek seni atau benda koleksi berharga lainnya.

    Prinsip desain

    Proporsi menyangkut hubungan suatu bagian dengan bagian yang lain atau dengan keseluruhannya, atau antara satu obyek dan obyek lainnya. Hubungan ini dapat berbentuk suatu besaran, kuantitas, atau tingkatan. sistem proporsi ini bekerja melampaui faktor-faktor fungsional maupun teknis dalam usahanya menetapkan ukuran keindahan suatu rasionalisasi estetika demi tercapainya hubungan-hubungan dimensionil antara bagian-bagian dan elemen-elemensuatu konstruksi visual. System proporsi yang paling dikenal adalah sistem proporsi ideal yang dibuat oleh orang Yunani Kuno. Proporsi ideal ini mendefinisikan hubungan yang unik antara dua bagian yang tidak sama dari satu kesatuan dimana rasio antara bagian yang kecil dan yang besar adalah sama dengan rasio bagian yang besar terhadap keseluruhan.

    Skala mengarah pada ukuran sesuatu, relatif terhadap standar yang telah diketahui atau konstanta yang telah diakui. Skala mekanik adalah perhitungan fisik sesuatu berdasarkan sistem ukuran standar. Skala visual merujuk kepada besarnya sesuatu yang tampak ketika diukur terhadap benda-benda lain disekitarnya. Skala suatu obyek seringkali merupakan pembanding yang kita buat berdasarkan ukuran relatif atau yang telah kita ketahui dari elemen-elemen lain yang berdekatan atau yang ada disekitarnya. Skala manusia merujuk kepada rasa akan besarnya sesuatu kepada kita. Jika dimensi ruang interior atau ukuran-ukuran elemen didalamnya membuat kita

    7

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    merasa kecil, maka ruang dan benda-benda tersebut tidak berskala manusia. Jiak sebaliknya ruang tersebut tidak menjadikan kita merasa kecil atau jika elemen-elemen memberikan rasa pas yang nyaman untuk menjangkau, bergerak bebas, atau bersirkulasi, kita katakana semua berskala manusia.

    Keseimbangan dalam persepsi terhadap suatu ruang dan komposisi elemen-elemennya akan berubah pada saat kita menggunakannya dan bergerak di dalam ruangan. Perspektif kita bervariasi seperti hal nya arah titik pandang kita yang berpindah-pindah. Sebuah ruang juga mengalami perubahan sejalan dengan perubahan waktu karena pengaruh sinar matahari di siang hari dan lampu penerangan pada malam hari, pemakaian oleh orang dan perlengkapannya, dan modifikasi oleh waktu itu sendiri. Oleh karena itu, keseimbangan visual di antara elemen-elemen dalam ruang harus dipertimbangkan secara tiga dimensi dan harus mampu mengimbangi perubahan-perubahan yang terjadi sejalan dengan waktu dan pemakainya.

    Ada tiga macam bentuk keseimbangan yaitu simetris, radial, asimetris. Keseimbangan simetris umumnya merupakan hasil dari suatu keseimbangan yang tenang dan stabil dan langsung terlihat, khususnya jika berorientasi pada sebuah bidang datar. Tergantung dari hubungan spasialnya, suatu susunan yang simetris dapat menegaskan bagian pusatnya atau memperdalam perhatian pada ujung garis sumbunya. Simetri adalah alat yang sederhana namun sangat ampuh untuk membuat keteraturan visual.

    Keseimbangan radial merupakan hasil dari susunan elemen-elemen di sekitar suatu titik pusat. Simetri ini menghasilkan komposisi yang memusat yang menekankan latar tengah sebagai titik fokusnya. Elemen-elemennya dapat berfokus kearah dalam menuju titik pusatnya, keluar dari pusatnya atau hanya sekedar ditempatkan disekitar salah satu elemen sentral.

    Keseimbangan asimetris didefinisikan sebagai tidak adanya korelasi, rupa, warna atau posisi korelatif antara elemen-elemen dalam suatu komposisi. Sementara komposisi simetris membutuhkan elemen-elemen yang identik dan berpasangan, komposisi yang asimetris menggunakan elemen-elemen yang tidak sama.

    Dengan penghayatan terhadap wujud kita bisa mendapatkan kepuasan. Wujud dapat menawan perhatian kita, mengundang keingintahuan, memberikan sensasi yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan dalam berbagai cara. Ada wujud-wujud yang memuat pesan-pesan khusus, mempengaruhi kita dengan cara yang mudah dimengerti, sementara yang lain dengan cara yang sulit dijelaskan. Dengan atau tanpa penjelasan, kekuatan wujud tidak dapat dipertentangkan (Abercrombie, 1984).

    Bentuk dapat diperkuat atau dilemahkan oleh bentuk lain. Untuk program- program fungsional pada bangunan biasanya membutuhkan gabungan beberapa elemen. Hal ini tidak berarti menjadi keterbatasan estetika. Desainer dapat menghasilkan efek yang impresif dengan menggabungkan bentuk-bentuk. Misalnya dengan menggunakan pengulangan bentuk-bentuk yang sama, atau mengejutkan dengan mensejajarkan dua bentuk yang sama sekali

    berbeda, yang kemudian dapat menimbulkan penghargaan bahwa perbedaan-perbedaan dapat digabungkan menjadi satu komposisi tunggal. Bentuk dapat bergabung untuk menghasilkan komposisi yang koheren dengan cara persamaan, pengulangan ataupun proporsi.

    Bentuk-bentuk yang sama tidak perlu benar-benar sama dan sebangun, untuk dapat dikenali hubungan antara mereka; kemiripan dalam satu keluarga sudah cukup, justru karena keberagaman dapat menyenangkan, bahkan lebih disukai daripada kesamaan yang sempurna.

    Keserasian atau harmoni dapat didefinisikan sebagai keselarasan atau kesepakatan yang menyenangkan dari beberapa bagian atau kombinasi dari beberapa bagian dalam satu komposisi. Jika keseimbangan mencapai kesatuan melalui tata letak elemen-elemen yang mirip satu sama lain maupun yang berbeda, prinsip harmoni meliputi pemilihan dengan cermat elemen-elemen yang mendapatkan perlakuan yang sama atau berkarakter sama seperti rupa-bentuk, warna, tekstur dan material. Pengulangan dari perlakuan yang sama akan menghasilkan kesatuan dan keserasian visual diantara elemen-elemen didalam suatu tatanan interior.

    Harmoni, jika terlalu dipaksakan dalam penggunanaan elemen-elemen dengan aspek yang sama, dapat menghasilkan komposisi dengan suatu kesatuan tetapi tanpa daya tarik. Keragaman, jika dilakukan secara berlebihna hanya demi daya tarik semata dapat menimbulkan kekacauan visual. Sebenarnya, kombinasi yang dialkukan secara hati-hati dan artistic antara keteraturan dan kebebasan antara kesatuan dan keragaman akan menghidupkan kesan harmonis dan menciptakan daya tarik dalam suatu tatanan interior.

    Ritme didasarkan pada pengulangan elemen-elemen dalam ruang dan waktu. Pengulangan ini tidak hanya menimbulkan kesatuan visual tetapi juga membangkitkan suatu kesinambungan ritme gerak yang dapat diikuti oleh mata dan pikiran orang yang memandang disepanjang jalan dalam sebuah komposisi atau disekitar ruangan.

    Bentuk paling sederhana dari pengulangan terdiri dari jarak yang teratur dari elemen-elemen yang identik disepanjang alur garis linear. Walaupun dapat terasa monoton, pola ini juga dapat berguna dalam membangun ritme latar belakang untuk elemen-elemen dilatar depan atau pada saat membuat garis-garis, batas tepi atau pengakhiran pada tekstur.

    Ritme visual paling mudah terlihat pada saat perulangan membentuk pola yang linear. Namun demikian, dalam ruang interior, pengulangan rupa bentuk, warna, dan tekstur yang non linear dapat memberi ritme yang lebih lembut yang mungkin tidak segera terlihat dengan jelas oleh mata kita.

    Penekanan prinsip penekanan mengasumsikan adanya koeksistensi elemen-elemen yang dominan dan subordinatnya dalam suatu komposisi tatanan interior. Suatu desain tanpa elemen-elemen yang dominan akan tampak datar dan monoton. Jika terlalu banyak elemen-elemen yang mencolok, desain akan tampak ramai dan kacau, mengalihkan perhatian dari apa yang sebenarnya penting. Masing-masing bagian dari desain harus diberi arti

    8

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    yang tepat sesuai dengan tingkat kepentingannya dalam rancangan keseluruhan.

    Elemen atau benda yang penting dapat diberi penekanan visual dengan memberikan ukuran tersendiri, rupa-bentuk yang unik, atau warna, pencahayaan atau tekstur yang kontras. Sebuah elemen atau benda juga dapat secara visual ditegaskan oleh posisi dan orientasi strategisnya dalam ruang.

    Untuk lebih meningkatkan peran visualnya, sebuah elemen dapat diorientasikan agar kontras dengan geometri ruang dan normal elemen-elemen lain didalamnya. Titik fokus suatu ruang harus diciptakan dengan teknik dan perhatian yang khusus. Titik titik tersebut tidak boleh terlalu dominan secara visual sehingga menghilangkan peranannya sebagai bagian dari keseluruhan desain. Penekanan titik titik sekunder aksen-aksen visual sering dapat membantu menyatukan seluruh elemen-elemen dominan maupun penunjangnya. Selain prinsip harmoni, rupa-bentuk, warna-warna dan pencahayaan yang tepat juga dapat membantu mempertahankan adanya kesatuan dalam desain.

    3. Penutup

    Desain interior melibatkan pemilihan elemen-elemen desain dan penyusunannya dalam ruang tertutup untuk memenuhi fungsi, estetika, kebutuhan dan keinginan-keinginan tertentu. Tata letak elemen-elemen ini dalam ruang meliputi langkah-langkah pembuatan pola. Dalam suatu pola desain, semua bagian, elemen, atau potongannya bergantung pada hasil akhir, fungsi dan manfaat visual satu sama lain. Dengan hubungan visual yang terbentuk antara unsur-unsur desain interior dalam ruang, prinsip-prinsip desain ini dapat membantu mengembangkan dan mempertahankan kesan keteraturan visual diantara elemen-elemen desain suatu ruang selain itu juga memenuhi maksud penggunaan dan fungsinya.

    Referensi

    Ching, F.D.K. 1996. Ilustrasi Desain Interior. Jakarta: Penerbit Erlangga. Leach, Sid DelMar. 1978. Techniques Of Interior Design Rendering and

    Presentation. Jakarta : Penerbit Erlangga.

    9

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    10

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Pengaruh kebisingan terhadap produktivitas pegawai Muji Merry, Endra Ade Winata*, Nur Alamsyah, Jody Vidyandika Desain Interior, Institut Seni Indonesia, Jl. Parangtritis KM 6,5, Yogyakarta 55118, Indonesia

    Abstrak

    Desain interior merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, ilmu yang menjembatani bangunan dan aktifitas manusia yang berada di dalam bangunan atau ruangan. Hampir semua manusia melakukan aktifitasnya sehari hari di dalam ruangan seperti sekolah, bekerja, makan, tidur, beribadah, dan beberapa aktifitas khusus seperti ruang kerja, ruang direktur, konser musik, ruang rapat, ruang persidangan dan sebagainya. Desain interior memberikan peran yang penting diberbagai ruang publik maupun ruang khusus, contoh yang lebih spesifik antara ruang kerja di sebuah kantor. Para masyarakat urban menghabiskan banyak waktu di ruangan kerja kantor. Mereka berinteraksi dan beraktivitas dengan bertemu berbagai macam sifat dan perilaku. Terkadang banyak hal yang membuat seorang pekerja sangat jenuh dengan rutinitas dan suara suara yang terdengar di kantor. Dengan tata ruang yang baik maka suara yang tidak perlu didengar tidak akan sampai atau tidak akan terdengar oleh orang lain yang tidak mengharapkannya. Jarak antar meja kerja dan sirkulasi pekerja di sebuah kantor juga dapat mempengaruhi kinerja dan produktifitas para pekerja.

    Kata kunci: Sensor Indera Pendengar, kebisingan.

    * Corresponding author Tel : +62-8543-666-244; e-mail : [email protected].

    1. Pendahuluan

    Sistem indra adalah bagian dari sistem saraf yang berfungsi untuk proses informasi indra. Di dalam sistem indra, terdapat reseptor indra, jalur saraf, dan bagian dari otak ikut serta dalam tanggapan indra. Umumnya, sistem indra yang dikenal adalah penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan peraba. Sensor indra pendengar pada manusia terbagi menjadi 5, yaitu indra penglihat, pendengar, pencium, peraba, perasa.

    Telinga manusia mampu menerima getaran dengan frekuensi 30-20.000 hertz. Telinga sebagai indera pendengar terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Untuk lebih jelasnya dapat dipelajari dari Gambar 1 berikut ini.

    Gambar 1. Bagian Bagian Telinga ( Sumber gambar : http://ps-lanjut.lab.gunadarma.ac.id/)

    PROSIDING

    ANTROPOLOGI SOSIOLOGI

    DESAIN II-2014

    11

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Sensor indra pendengar sangat penting kaitannya dengan interior. Pengaruh suara dalam hal interior dapat mempengaruhi berbagai hal, seperti suasana hati, mood, dan tingkat stres pada diri manusia. Telinga merupakan indra pendengar yang sangat peka terhadap bunyi-bunyian yang ada di lingkungan sekitar. Kepekaan ini dapat dipergunakan dalam ide suatu desain dalam hal ini adalah desain interior. Banyak elemen desain yang dapat dimanfaatkan atau dipergunakan untuk diterapkan dalam desain interior. Beberapa contoh elemen yang dapat dimanfaatkan untuk desain interior adalah : bunyi gemericik air, kicauan burung hingga bunyi daun-daun yang bersinggungan saat angin datang. Semuanya akan menggugah hati dengan perasaan tertentu. Tingkat kebisingan yang berlebih dapat membuat pribadi seseorang meningkat daya stresnya. Maka dari itu pengaruh suara dalam ruangan atau desain interior sangatlah penting dalam kehidupan sehari hari. Kebisingan

    Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kwalitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intentsitas, frekuensi, durasi dan pola waktu (Buchari, 2007).

    Kebisingan dapat berhubungan dengan terjadinya penyakit hipertensi. Hal ini didukung dengan suatu studi epidemio logis di Amerika Serikat. Peneliti tersebut mengaitkan masyarakat, kebisingan, serta risiko terjangkit penyakit Hipertensi. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa masyarakat yang terpapar kebisingan, cenderung memiliki emosi yang tidak stabil. Ketidakstabilan emosi tersebut akan mengakibatkan stress. Stress yang cukup lama, akan menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah, sehingga memacu jantung untuk bekerja lebih keras memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam waktu yang lama, tekanan darah akan naik, dan inilah yang disebut hipertensi (Jennie Babba, 2007).

    Dapat disimpulkan bahwa kebisingan merupakan suarasuara yang dapat mengganggu indera pendengaran manusia baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang berpengaruh terhadap psikologi maupun fisikologis pada manusia.

    Kebisingan dapat dikategorikan sebagai polusi suara. Polusi suara pada saat ini memang menjadi masalah yang sangat menjadi sorotan dalam lingkungan perkantoran. Polusi suara yang dapat menimbulkan dampak negatif seperti psikologi, fisikologi dan mengganggu aktivitas seharihari yaitu bekerja pada lingkungan perkantoran.

    Polusi suara merupakan suara yang diterima sistem pendengaran manusia yaitu telinga terlalu berlebihan atau over sehingga dapat mengganggu kenyamanan dan berakibat merusak organ pendengaran apabila terjadi berulangulang kali.

    Salah satu sumber polusi suara yang banyak dijumpai di lingkungan perkantoran yaitu pada mesin industri, suara kendaraan bermotor apabila kantor berdekatan dengan jalan raya, mendengarkan music baik menggunakan sound maupun menggunakan earphone yang volumenya terlalu

    keras dan dalam jangkawaktu berjam jam juga merupakan sumber polusi suara.

    Surat edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi No. SE-01 /MEN/ 1978, Nilai Ambang Batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata -rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengan yang tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggunya. waktu maksimum bekerja adalah sebagai berikut:

    - 82 dB : 16 jam per hari - 85 dB : 8 jam per hari - 88 dB : 4 jam per hari - 91 dB : 2 jam per hari - 97 dB : 1 jam per hari - 100 dB : 1/4 jam per hari

    Polusi suara ini mempengaruhi psikologi pekerja bila terjadi terus terusan dalam jangka waktu yang cukup lama. Pekerja akan merasa tidak nyaman, mudah emosi, cepat pusing, sehingga menyebabkan mood dalam bekerja akan menurun. Produktivitas bekerja akan berkurang dan dalam hal ini bila tidak ditanggulangi secara benar dan segera maka dapat merugikan kantor itu sendiri.

    Akibat dari pencemaran suara dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu akibat terhadap fisik manusia dan gangguan psikologis. Gangguan fisik akibat pencemaran suara yang terus menerus akan mengakibatkan kehilangan pendengaran, tekanan darah meningkat, sakit kepala, dan bunyi dering. Sedangkan gangguan psikologis dapat berupa kejengkelan dan kebingungan akibat tidak bisanya untuk berkonsetrasi atau istirahat. Untuk itu penting sekali untuk mengetahui pencegahan agar kita tidak terkena dampak pencemaran suara. Yaitu dengan cara: (1) Mengelompokkan ruangan dengan potensi kebisingan tinggi. (2) Gunakan material yang dapat menyerap suara. (3) Buat permukaan yang tidak rata untuk menyebarkan suara. (4) Menggunakan penutup telinga untuk mengurangi intensitas suara yang masuk.

    2. Pembahasan

    Tata ruang kantor Kantor merupakan tempat kebanyakan orang pada era

    globaliasai ini melakukan pekerjaanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari. Karir yang ditempuh untuk hidup lebih maju dan lebih baik dapat dimulai dari sebuah kantor.

    Banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan dan kelancaran bekerja di kantor untuk menjadi hidup maju dan sukses. Salah satunya faktor kenyamanan untuk bekerja. Tanpa kenyamanan dalam kerja orang pekerja di kantor akan cepat bosen, mudah marah, emosi, dan mempengaruhi terhadap produktivitas bekerja.

    Tata ruang perkantoran ada beberapa dapat mempengaruhi kebisingan. Pada umumnya desain kantor ada yang terbuka dan ada yang tertutup. Tata ruang yang terbuka inilah yang mempunyai prosentase tinggi dalam tingkat kebisingan karena seorang pekerja lebih banyak

    12

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    berinteraksi dengan pegawai, dan pada desain atau konsep kantor terbuka biasanya juga memiliki tingkat kegaduhan yang tinggi sehingga menimbulkan kegaduhan.

    Berbeda dengan konsep tata ruang terbuka, konsep tata ruang tertutup lebih sedikit menimbulkan kebisingan karena terdapat sekat sekat atau susunan yang sudah terbagi bagi per ruangan. Sehingga kebisingan akibat kegaduhan ataupun suara mesin dan sebagainya dapat dinetralisir.

    Peran seorang desainer interior dalam menata ruang perkantoran sangatlah penting. Efektifitas, efisiensi kerja dan produktifitas kerja merupakan target dalam sebuah perkantoran. Tata ruang yang pas tidak hanya menonjolkan estetika namun mempertimbangkan kenyamanan kerja sehingga produktivitas bekerja dapat maksimal. Kenyamanan bekerja tercipta dengan menghadirkan ruang yang nyaman, indah, tenang, dan tidak bising. Peran akustik dalam interior perkantoranjuga harus menjadi acuan atau ditekankan agar seoprang pekerja dapat bekerja dengan nyaman, tenang dan damai.

    Akustik dalam ruang kerja

    Peran akustik di dalam ruang kerja sangatlah penting. Akustik yang baik di dalam ruang kerja dapat meredam tingkat kebisingan yang dapat menggangu aktifitas bekerja. Kebisingan merupakan faktor penghambat kerja yang sangat perlu untuk diperhatikan. Selain dapat mengganggu konsentrasi saat bekerja kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan pada pendengaran.

    Pengaruh bising terhadap pekerja kantoran seperti gangguan psikologi, yaitu susah berkonsentrasi, malas bekerja, menggangu rasa kenyamanan dalam bekerja, mudah emosi , dan bila dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan jantung koroner dan lain lain. Kebisingan juga dapat menyebabkan gangguan fisikologis seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Selain itu bising juga menyebabkan gangguan komunikasi yang menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan. (Buchari, 2007)

    Kebisingan yang masuk kedalam ruangan dapat diredam dengan berbagai material seperti plywood, busa (styrofoam), tray (tempat telur bergelombang), dan sabut kelapa yang diterapkan pada elemen elemen ruang seperti dinding, plafon maupun lantai. Penggunaan material ini setidaknya dapat mengurangi kebisingan atau bahkan meredam kebisingan sehingga seseorang yang bekerja dalam kantor tersebut dapat lebih tenang, mudah

    berkonsentrasi, terasa nyaman, dan tidak mudah emosi karena terganggu oleh bising.

    Selain itu untuk mengatasi suara yang sering mengurangi efesiensi kerja pegawai, hendaknya diperhatikan letak alat alat kantor. Usaha lain yang dapat dijalankan dalam sebuah ruangan yang memakai alat alat penimbul bunyi gaduh ialah pada langit langit atau dindingnya dipakai lapisan penyerap suara. Lapisan ini seperti karton tebal dan permukaannya lobanglobang.

    Cara lain untuk mengurangi kegaduhan misalnya mesin mesin tik dibawahnya diberi alas karet busa tipis. Untuk pesawat telepon, ada baiknya dibuatkan bilik kecil yang dapat ditutup rapat. Dengan demikian, pembicaraan takkan terganggu oleh suara mesin tik atau menggangu pegawai lain yang sedang bekerja. Ini juga bermanfaat jika seorang pejabat harus membicarakan sesuatu yang besifat rahasia sehingga tidak boleh didengan pegawai sekelilingnya.

    3. Kesimpulan

    Membahas soal pengaruh kebisingan terhadap produktivitas pekerja, kita sering memahami suara berkaitan dengan kegaduhan, namun dalam kaitan dengan suara pada suatu kantor, kita tidak hanya membicarakan suara gaduh yang menyebabkan gangguan konsentrasi bagi para karyawan saja dan hal ini harus dihindarkan, tetapi kita juga harus memahami bahwa bagai mana fasilitas penyebaran suara atau sound system. Maksud dari sound system ini adalah pihak manajemen harus merancang, bagai mana menyiapakan sarana untuk menguragi pantulan suara pada ruang-ruang kerja yang menimbulkan suara gaduh, dan juga menyiapkan fasiltas untuk menyebarkan suara. Aspek Psikologis setiap pegawai yang berbeda beda juga merupakan hal yang harus diperhatikan.

    Oleh karena itu keseimbangan antara jumlah massa pegawai, luas ruangan, tata letak , dan suara suara yang di dalah ruangan kantor sangat berpengaruh pada psikologis para pekerja dan dalam peningkatan produktifitasnya.

    Daftar pustaka

    Egan, M. David. (1988). Architectural Acoustics. New North Carolina: College of Arcitecture.

    Jallaluddin, A. (2011). Penataan Ruang kantor. Journal Ilmiah. Buchari. (2007). Kebisingan Industri dan Hearing Conservation

    Program, USU Repository. (http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf diakses tanggal 04 April 2014 04.17)

    13

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    14

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Peran indera peraba dan indera lain pada desain hunian tunanetra Sabrani Iskandar, Sri H. Masruroh, Ayuning Khairunnisa, Afifah Dwi Sucianti*

    Department of Interior Design Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta, Jl. Parangtritis KM 6,5, Yogyakarta 55118, Indonesia

    Abstrak

    Studi ini mengkaji tentang peran indera peraba dan indera lainnya dalam desain rumah hunian untuk tunanetra. 250 penghuni tunanetra dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok laki-laki dan perempuan. Eksperimental yang dilakukan adalah dengan menghitung jumlah penghuni tunanetra di setiap barak yang dihuni serta menghitung jarak akses tunanetra untuk beraktivitas ke area lain seperti : area kamar mandi, mushola, dapur, dsb. Hasil eksperimentalnya dihitung berdasarkan jarak jauh dekatnya setiap zona yang dapat diakses oleh tunanetra serta kelayakan kuota disetiap barak atau rumah hunian bagi tunanetra. Ada beberapa masalah yang dihadapi dalam ruang hunian untuk para tunanetra. Lingkup permasalahan meliputi pemecahan masalah organisasi ruangan, sirkulasi, furniture serta keamanan, kemudahan, kenyamanan dan bersifat informatif bagi penghuninya. diharapkan dapat menghasilkan suatu kesimpulan tentang bagaimana desain tempat tinggal yang baik bagi tunanetra sehingga nantinya dapat dimanfaatkan secara universal. Kurang adanya pemenuhan standar kebutuhan fasilitas di rumah hunian atau barak bagi tempat tunanetra membuat minimnya kelayakan pengguna untuk secara langsung menikmati kemudahan akses dan keamanan serta kenyamanan di setiap sudut hunian. Pusat rehabilitasi atau rumah hunian bagi tunanetra yang telah ada hanya mewadahi kebutuhan rehabilitasi medis (terapi) dan pembekalan kemampuan bagi tunanetra tanpa adanya interaksi untuk merespon ruang bagi tunanetra. Peran indera peraba dan indera lainnya akan menjadi penuntut untuk memudahkan tunanetra beraktivitas. Ruang hunian diharapkan banyak menyediakan fasilitas untuk para tunanerta, ruang bersama ini juga diharapkan dapat mewadahi kegiatan para tunanerta. Ruang hunian sebagai ruang bersama yang digunakan untuk para tunanetra jika dapat didesain dengan baik maka akan memudahkan aksesibilitas yang aman dan nyaman. Kata kunci: Indera peraba, ruang hunian, tunanetra

    * Corresponding author Telp : +62-534-692-9542; e-mail : [email protected]

    1. Pendahuluan

    Difabel merupakan kependekan dari people with different ability yaitu manusia yang memiliki kemampuan berbeda. Kaum difabel merupakan orang yang memiliki kekurangan (kecacatan) pada fisiknya yaitu tunanetra (blind), tunawicara (dumb), tunarungu (deaf), lumpuh (paralyze), dan jenis-jenis kecacatan lain. (MHT, Goklas : 2010)

    Aktivitas manusia bergantung pada indera-indera yang berhubungan langsung dengan lingkungan diluar tubuh. Kelima indera tersebut : indera peraba, indera penglihat, indera pencium, indera perasa, indera pendengar. Indera merupakan salah satu peran penting, sebagai reseptor yang diberi nama berdasarkan jenis rangsangan yang diterima seperti: komoreseptor (penerima rangsang zat kimia),

    fotoreseptor (penerima rangsang cahaya), audioreseptor (penerima rangsang suara), mekanoreseptor (menerima rangsang fisik, tekanan, sentuhan, getaran).

    Salah satu indera yang akan dibahas dalam makalah ini adalah indera penglihatan dan indera peraba. Indera penglihatan adalah salah satu sumber informasi yang vital bagi manusia. Tidak berlebihan apabila dikemukakan bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh oleh manusia berasal dari indera penglihatan, sedangkan selebihnya berasal dari panca indera yang lain. Sebagai konsekuensnya, bila seseorang mengalami gangguan pada indera penglihatan, maka kemampuan aktifitas tersebut akan sangat terbatas, karena informasi yang diperoleh akan jauh berkurang dibandingkan mereka yang berpenglihatan normal. Apabila tidak mendapat penanganan/rehabilitasi khusus, hal ini akan mengakibatkan timbulnya berbagai kendala psikologis, seperti misalnya perasaan inferior, depresi, atau hilangnya makna hidup, dan sebagainya.

    PROSIDING

    ANTROPOLOGI SOSIOLOGI

    DESAIN II-2014

    15

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Disini peran indera peraba bagi para tunanetra sangat penting. Indera peraba pada manusia adalah kulit. Fungsi kulit yaitu melindungi bagian-bagian tubuh sebelah dalam, dari pengaruh luar dan mengatur suhu tubuh. Cara kerja kulit yaitu menerima rangsang yang berupa sentuhan panas, dingin, tekanan, nyeri, kemudian diteruskan melalui urat syaraf ke otak selanjutnya otak memproses rangsangan tersebut.

    Indera peraba memiliki kemampuan untuk merespon sentuhan, mendeteksi energi mekanis atau tekanan pada kulit. Kesensitifan terhadap setuhan dirasakan oleh kulit. Tiap-tiap indera memiliki tempat masing-masing dalam kulit. Misalnya rasa panas, dingin, nyeri dan sebagainya.

    Bagi penderita difabel khususnya orang-orang yang memiliki keterbatasan penglihatan, indera peraba merupakan salah satu indera yang memainkan peran penting dalam mengadakan komunikasi antara manusia dan lingkungan sekitarnya.

    Dalam survei di Jepang pada tahun 1981, diketahui bahwa penderita tunanetra di negara ini berkisar pada angka 353.000 orang. Sebagai negara maju, Jepang telah melakukan serangkaian langkah untuk membantu para penduduknya yang mengalami gangguan pada indera penglihatan. Pertama-tama, bagi para tuna netra, setelah melewati prosedur pemeriksaan formal mereka akan mendapat buku/kartu pengenal penyandang cacat (termasuk di dalamnya gangguan visual sebagai salah satu kategori). Dengan kartu/buku pengenal ini, penyandang tuna netra akan memperoleh berbagai fasilitas kesejahteraan maupun pelayanan khusus yang disediakan oleh pemerintah Jepang. Misalnya mendapat keringanan biaya saat membeli piranti pendukung seperti: voice watch, tape recorder maupun fasilitas-fasilitas sosial yang lain. Adapun alat pembantu berjalan seperti stick putih, papan Braille (Tenjiban) dapat diperoleh langsung di loket pelayanan khusus yang tersedia di bagian kesejahteraan kantor kelurahan atau kecamatan setempat.

    Ciri-ciri tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan adalah: tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter, kerusakan nyata pada kedua bola mata, sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan, mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya, bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering, peradangan hebat pada kedua bola mata, dan mata bergoyang terus.

    2. Metode

    Dalam studi kasus dilakukan pengumpulan data terlebih dahulu yang kemudian dianalisa dengan menggunakan teori-teori yang berkaitan dalam penelitian. Adapun metoda yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: (1) Studi kepustakaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan prilaku dan kebutuhan tuna netra, yang diperoleh dari buku-buku dan internet; (2) Pengamatan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan perilaku dankebutuhan tuna netra, dalam hal ini mengambil lokasi di Panti Sosial Tuna NetraWyata Guna, Bandung.

    Sedangkan dalam proses analisanya menggunakan metoda deskriptif induktif, kajian tentang hal-hal yang berhubungan dengan prilaku dan kebutuhan tuna netra yang dapat diamati di Panti Sosial Wyata Guna, yang diharapkan dapat menghasilkan suatu kesimpulan tentang bagaimana desain tempat tinggal yang baik bagi tuna netra sehingga nantinya dapat dimanfaatkan secara universal. Selain itu, seperti telah diketahui bahwa terdapat tujuh jenis pendekatan yang dapat dilakukan dalam melakukan riset desain yaitu tipelogi, studi banding, historis, content analysis, antropology, material dan semiotik.

    Dalam studi kasus menggunakan tiga pendekatan yang ada. Pertama, dengan pendekatan studi banding, dengan mengambil kasus studi yang utama yaitu tempat tinggal yang berupa barak dan asrama Panti Sosial Tuna Netra Wyata Guna yang dibandingkan terhadap beberapa fasilitas tempat tinggal untuk tuna netra lainnya yang diperoleh baik melalui buku-buku maupun internet. Kedua, dengan content analysis bangunan tempat tinggal bagi tuna nutra sehingga dapat dipahami kebutuhan-kebutuhan tuna netra dalam bangunan tersebut. Ketiga, dengan pendekatan material, yaitu dengan melakukan pengamatan di lapangan maka dapat ditentukan material-material apa saja yang dapat digunakan dalam desain bangunan tempat tinggal bagi para tuna netra. Namun pendekatan yang paling dominan dalam proyek ini adalah : (1) Pendekatan sosial atau perilaku, bertujuan menelaah perilaku tuna netra dan kaitannya dengan lingkungan binaan; (2) Pengembangan pola perencanaan untuk tuna netra dengan maksud memberi pelindungan yang wajar, perlindungan terhadap keamananan (pencuri), memanfaatkan kemampuan indera tuna netra yang masih berfungsi, pola yang sesuai dengan tahap rehabalitasinya.

    3. Pengamatan dan Problem desain

    Hasil temuan lapangan pada asrama dan barak dapat diidentifikasi beberapa permasalahan desain pada masing-masing asrama dan barak sebagai berikut:

    Gambar 1. Ruang tamu yang kurang memadai

    Di Asrama Mawar, beberapa permasalahan yang ditemukan (wanita) adalah pola ruangnya yang kurang optimal, fasilitas pendukung masing-masing penghuni asrama dirasa kurang, ruang tamu jarang dipergunakan dengan benar bahkan terkadang digunakan untuk parkir sepeda motor pengawas atau pembimbingnya agar terhindar dari terik matahari maupun hujan, dapur yang hanya boleh digunakan

    16

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    oleh pengawas, beberapa pencapaian kamar mandinya harus keluar terlebih dahulu dari bangunan, pencahayaan dan penghawaan yang kurang baik, tidak adanya utilitas pengaman seperti smoke detector, sprinkle dan sebagainya, tidak adanya fasilitas yang dapat memudahkan komunikasi seperti intercom dan telepon, terdapat asrama yang bertingkat, dan ruang jemur yang tidak mendatangkan kemudahan penggunaan oleh para tuna netra.

    Gambar 2. Pakaian antar penghuni bisa tertukar

    Sedangkan permasalahan yang ditemukan pada desain dan lingkungan untuk Tuna Netra di Barak Kenari (pria) adalah pola ruangnya yang kurang optimal, letak ruang tidur pengawas yang berada di ujung belakang barak (jauh dari ruang tidurpara tuna netra), dapur yang hanya boleh digunakan oleh pengawas, terdapat beberapa kamar mandi yang pencapaiannya harus keluar terlebih dahulu dari bangunan, pencahayaan dan penghawaan yang kurang baik, tidak adanya utilitas pengaman seperti smoke detector, sprinkle dan sebagainya, tidak adanya fasilitas yang dapat memudahkan komunikasi seperti intercom dan telepon, tidak adanya privacy masing-masing penghuninya.

    Gambar 3. Ruang tidur yang memanjang (los)

    Permasalahan lainnya adalah fasilitas pribadi masing-masing penghuni barak yang dirasa kurang memadai dan Ruang tamu yang jarang dipergunakan bahkan terkadang digunakan untuk parkir sepeda motor pengawas atau pembimbingnya agar terhindar dari terik matahari maupun hujan (D. M., Ida Ayu, 2012).

    Gambar 4. Fasilitas menyatu dengan bed

    4. Pemecahan Masalah pada Studi Kasus

    Asrama dan barak pada prinsipnya sama, baik dari segi jenis ruangan-ruangan yang ada didalamnya, penzoningan ruangan dan sebagainya. Yang membedakan antara keduanya hanyalah pada jumlah ruang tidur para tuna netra dimana pada asrama terdapat lebih dari satu ruang tidur yang masing-masing ditempati 2 hingga 5 orang, sedangkan pada barak hanya terdapat satu ruang tidur untuk para tuna netra yang ditempati hingga 20 orang. Berkaitan dengan desain bangunan, ada 4 aspek yang perlu diperhatikan (perubahan entrance, kebutuhan ruang, zoning, dan signage)

    4.1. Perubahan Entrance

    Dari hasil analisa proyek desain ini, merubah entrance asrama Mawar sebagai berikut :

    x1 x 2 x3 x

    Gambar 5. Entrance eksisting pada asrama dan perubahannya

    Entrance eksisting asrama berjumlah 3, yang masing-

    masing berada pada sisi utara, barat dan timur bangunan. Entrance pada sisi barat (x1) dan timur (x2) dianggap benar karena langsung berhubungan dengan pedestrian di luar bangunan, namun juga dianggap kurang optimal karena terlalu berlebihan. Sedangkan entrance pada sisi selatan (x3) dianggap tidak optimal karena tidak langsung berhubungan dengan pedestrian yang ada. Ketiga entrance tersebut juga kurang optimal jika dilihat dari pola ruang asrama eksisting yang ada (gambar 8). Sehingga setelah dilakukan analisa yang kemudian menghasilkan pola ruang baru, maka entrance dipindah ke sisi utara bangunan yang dianggap telah sesuai dengan pola ruang di dalamnya dan

    17

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    juga sesuai dengan lingkungan luar yang ada yaitu langsung berhubungan dengan pedestrian yang ada di luarnya. Demikian juga dengan tempat tinggal barak Kenari yang mengharuskannya merubah arah entrance sebagai berikut :

    y y

    Gambar 6. Entrance eksisting pada barak dan perubahannya

    Perubahan arah entrance barak dari semula berada pada

    sisi utara bangunan (y) menjadi di sisi barat bangunan (y) karena pada sisi utara entrance tidak langsung berhubungan dengan pedestrian yang ada. Sedangkan ketika entrance dipindah pada sisi barat bangunan maka entrance dapat langsung berhubungan dengan pedestrian yang ada. Selain itu, pemindahan entrance juga didasarkan pada perubahan pola ruang yang ada di dalamnya. Pada kedua bangunan tersebut, sebenarnya alasan utama yang mendasari kenapa dilakukan pemindahan entrance sehingga menjadi lebih dekat dengan pedestrian yang ada di luarnya adalah demi kemudahan para tuna netra dalam pencapaian ke bangunan (low physical effort).

    4.2. Kebutuhan Ruang

    Ruang-ruang yang dibutuhkan dalam asrama dan barak adalah sebagai berikut : (1) Ruang tidur para tuna netra; (2) Kamar mandi para tuna netra (yang kemudian dalam penggunaannya terpisah dengan kamar mandi yang digunakan oleh pengawas); (3) Ruang tidur pengawas; (4) Kamar mandi pengawas (karena pemakaiannya terpisah dengan yang digunakan olehtuna netra); (5) Ruang santai; (6) Ruang sholat; (7) Dapur sekaligus ruang makan; (8) Ruang tamu.

    4.3. Pen-zoning-an Ruangan

    Terdapat 3 zoning, yaitu zona publik, zona semi publik/privat, zona privat. Yang termasuk dalam zona publik pada bangunan tempat tinggal asrama maupun barak adalah ruangan-ruangan yang selain bisa digunakan oleh penghuni tapi juga bisa digunakan oleh selain penghuni. Yang termasuk dalam zona publik adalah ruang tamu dan ruang tidur pengawas (termasuk kamar mandi pengawas). Ruang tamu berfungsi untuk menerima tamu yang biasanya merupakan kerabat yang ingin mengunjungi penghuni, sengaja diletakkan di zona publik agar pengunjung tidak sampai masuk ke ruang tidur para tuna netra. Sedangkan ruang tidur pengawas diletakkan di zona publik (bukan zona privat karena ruang tidur biasanya bersifat sangat privat) karena untuk lebih mudah pengawas melakukan

    tugasnya yaitu mengawasi orang-orang yang masuk dan yang keluar dari bangunan yang diawasinya.

    Yang dimaksud dengan zona semi publik/semi privat adalah zona yang hanya bias dipergunakan oleh pengawas dan para tuna netra penghuninya. Ruangan-ruangan yang termasuk dalam zona ini adalah ruang sholat, ruang santai dan ruang dapur yang sekaligus ruang makan. Sedangkan satu-satunya yang termasuk dalam zona privat ini adalah ruang tidur bagi para tuna netra termasuk kamar mandinya. Sehingga dengan diletakkannya ruang tidur para tuna netra ini ke dalan zona privat, akan mudah dilakukan pengawasan/pengontrolan terhadap para tuna netra tersebut.

    4.4. Signage

    Pada masing-masing bangunan tempat tinggal asrama dan barak terdapat beberapa signage, yang bertujuan untuk memudahkan para tuna netra menemukan arah orientasinya.Terdapat tiga jenis signage, yaitu yang berupa bentuk, material dan warna. Dari segi bentuk pada dasarnya terdiri dari floor maping, marking dan railing. Floor maping dicapai dengan membedakan jenis material lantai dengan jenis material di sekitarnya. Sedangkan yang dimaksud dengan marking merupakan penekanan/kontras/sesuatu yang mengejutkan atau memberitahukan sesuatu. Marking menjadi bagian dari floor maping, dan biasanya diletakkan pada persimpangan-persimpangan arah ruangan. Sehingga ketika para tuna netra menemukan marking ketika mereka sedang berjalan di atas floor maping, maka mereka akan tahu bahwa di situ terdapat persimpanganpersimpangan seperti misalnya sebelah kiri menuju ruang tidur pengawas, sebelah kanan merupakan ruang tamu dan jika mereka berjalan terus maka mereka akan menemukan ruang tidurnya. Sedangkan railing juga memiliki tujuan yang sama dengan keberadaan floor maping maupun marking yaitu untuk memudahkan arah orientasi. Railing bias dikatakan sebagai signage tambahan ketika dirasa keberadaan floor maping dan marking.

    5. Hasil dan Diskusi Pembahasan

    5.1. Sirkulasi dan alat pendukungnya untuk rumah hunian tunanetra

    Jenis sirkulasi penghubung ruang adalah melewati ruang, menembus ruang, berakhir dalam ruang. Melewati ruang ialah seperti kedudukan atau posisi ruang ruang yang ada di sekitar jalan tidak berubah akibat pengaruh dari pola sirkulasi ini, selain itu pola sirkulasi ini juga biasanya digunakan untuk menghubungkan ruang ruang yang ada di sekitarnya. Jenis menembus ruang seperti halnya sirkulasi ini lebih memusatkan pada pemotongan ruang dalam dari sebuah objek, yang kemudian menciptakan bagian dari potongan potongan tersebut menjadi suatu tempat untuk beraktivitas. Selain itu, jenis berakhir dalam ruang ialah jenis sirkulasi yang bergantung pada pola dan

    18

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    letak ruang. Selain itu, sirkulasi ini juga selalu digunakan untuk mencapai/ memasuski ruang ruang yang bersifat fungsional/ ruang ruang khusus (D.K. Ching, Francis : 2000).

    Pengarah sirkulasi sesuai dengan aktifitas yang akan dilakukan seperti untuk ke arah temat tidur dan ke area untuk beraktifitas dalam rumah. Pada sudut-sudut perabot atau tangga sebaiknya tidak menggunakan sudut yang bersiku dimaksudkan untuk pengarah dan faktor keamanan tersendiri untuk penggunanya yang memanfaatkan indera perabanya dalam mengetahui arah untuk berjalan. Menghindari siku dimaksudkan untuk mencegah terjadinya cedera akibat benturan sudut yang tajam.

    Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga/penyandang cacat. Ramp dapat membantu fasilitas difabel dalam memenuhi kebutuhan akan sirkulasi yang terdapat pada hunian rumah tunanetra. Selain itu dibutuhkan juga fasilitas Jalur pemandu (tactile) yaitu jalur yang memandu penyandang tuna netra dengan memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan (Soedrajat, Imam : 2012).

    5.2. Material yang digunakan untuk hunian tunanetra

    Desain untuk perabotnya dibuat dengan sederhana sesuai dengan standar kebutuhan, menggunakan material alami serta tidak mengedepankan unsur estetika. Penggunaan lantai yang bertekstur untuk mencegah terpeleset dan tidak ada kontak langsung dengan sumber listrik seperti stop kontak, dsb. (N.F., Ahsana : 2014)

    5.3. Media informasi bagi tunanetra

    Fasilitas Braille untuk tunanetra sangat menunjang untuk memenuhi kebutuhan terhadap media informasi yang ada di dalam buku dan sign yang ada di rumah. Kebutuhan akan informasi terhambat oleh peran penglihatan pada tunanetra yang terbatas. Oleh karenanya, indera peraba memiliki peran untuk menyampaikan informasi pada huruf braille yang penggunaannya dengan cara meraba huruf braille yang ada.

    Huruf Braille adalah sejenis sistem tulisan sentuh yang digunakan oleh orang buta. Sistem ini diciptakan oleh seorang Perancis yang bernama Louis Braille yang buta disebabkan kebutaan waktu kecil. Ketika berusia 15 tahun, Braille membuat suatu tulisan tentara untuk memudahkan tentara untuk membaca ketika gelap. Tulisan ini dinamakan huruf Braille. Namun ketika itu Braille tidak mempunyai huruf W.

    Sistem tulisan Braille mencapai taraf kesempurnaan pada tahun 1834. Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut sel Braille, di mana tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga baris dengan dua titik. Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga menciptakan 64 macam kombinasi. Huruf Braille dibaca

    dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan adalah dengan tinggi sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam sel sebesar 2.5 mm.

    Braille terdiri dari sel yang mempunyai 6 titik timbul yang dinomorkan seperti dalam Gambar 7.

    Gambar 7. Enam Titik Timbul

    Kehadiran atau ketiadaan titik itu akan memberi kode untuk simbol tersebut. Huruf Braille Bahasa Melayu adalah hampir sama dengan kode huruf Braille Inggris. Perkataan, simbol (seperti tanda seru dan tanda soal), beberapa perkataan dan suku kata bisa didapat secara terus. Contohnya perkataan orang disingkat menjadi org. Ini membolehkan buku Braille yang lebih tipis dicetak.

    Gambar 8. Pedoman Huruf Braille Huruf Braille juga telah diperkaya sehingga dapat

    digunakan untuk membaca nota musik dan matematik. Kini Braille telah diubahsuai dengan menambah dua lagi titik menjadikan Braille menjadi kode 8 titik. Ini memudahkan pembaca Braille mengetahui huruf tersebut adalah huruf

    19

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    besar atau kecil. Selain itu, penukaran ini membolehkan huruf huruf ASCII dipertunjukkan dan kombinasi 8 titik ini dikodekan dalam standard Unicode.

    Braille boleh dihasilkan menggunakan batuan loh (slate) dan stilus (stylus ) di mana titik dihasilkan daripada belakang muka kertas, menulis dengan gambar cermin, menggunakan tangan, atau menggunakan mesin taip Braille yang dikenali sebagai Perkins Brailler. Braille juga dapat dihasilkan menggunakan mesin cetak Braille yang disambung kepada komputer.

    5.4. Keamanan dan kenyamanan tunanetra dalam rumah hunian

    Material perabot dan ruang yang nyaman dan aman digunakan bagi tunanetra adalah dengan meminimalisir terjadinya cedera. Lalu tidak berkontak langsung dengan sumber listrik seperti stop kontak maupun peralatan elektronik lain yang dapat mengeluarkan setrum jika tersentuh.

    Sirkulasi udara yang baik menciptakan penghawaan yang baik dan dapat mempengaruhi tingkat kenyamanan pengguna. Hal ini diterapkan dengan bukaan jendela yang baik dan cukup. Dengan peran indera penciuman yang baik, maka penghawaan pada ruangan yang bersih dan sejuk dapat dirasakan kehadirannya di dalam rumah hunian.

    5.5. Penerapan penggunaan indera peraba, indera penciuman, dan indera pendengaran pada desain ruang hunian

    Penggunaan material yang bertekstur, seperti kayu dan tekstur bidangnya sendiri seperti jendela jalusi. Hal ini memanfaatkan indera peraba dalam penggunaannya sehingga memudahkan akses dan keamanan yang lebih.

    Peletakan ruang di depan taman yang ditumbuhi bunga-bunga, seperti melati, kenanga dan sebagainya dengan semerbak dapat menyamankan pengguna saat berada dalam ruang. Peran indera penciuman menambah nilai kenyamanan ruang hunian bagi tunanetra.

    Pendengaran difasilitasi dengan suara-suara alami dari taman disamping kamar dari desiran tumbuhan dan rincikan kolam. Sedangkan buatannya dari elemen ruang berupa dinding suara dari konsep dasar gitar. Peran indera pendengaran dapat menambah kenyamanan ruang hunian yang tidak dapat dilihat seorang tunanetra tapi dapat dirasakan kenyamanannya melalui indera lain yang ditonjolkan.

    Referensi

    Dakir. (1978). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Institute Press- Ikip.

    D.K. Ching, Francis. (2000). Arsitektur bentuk ruang dan tatanan, Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

    D. M., Ida Ayu. (2012). Desain dan lingkungan untuk tunanetra, studi kasus : Barak dan Asrama Wyata Guna, Jl. Pajajaran, Bandung.

    Denpasar: Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar.

    Hosni, Irham. (2012). Tunanetra dan kebutuhan dasarnya. Bandung: Jurusan Pendidikan Luar Biasa.

    MHT, Goklas. (2010). Indonesia untuk semua: membangun bangsa yang adil dan mandiri dengan (lebih) peduli kepada kaum difabel. www. Tempo-istitute. Org. Diunduh pada tanggal 24 maret 2014.

    N.F., Ahsana (2014) Desain interior untuk tunanetra. http://arsitekturgambar.blogspot.com/2014/03/desain-interior-tuna-netra.html. Diunduh pada tanggal 10 April 2014.

    Soedrajat, Imam. (2012). Penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana ruang pejalan kaki di perkotaan. Malang: Universitas Brawijaya.

    20

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Mengenal persepsi masyarakat tentang ruang lingkup interior

    Achmad D Revaldy* , Zuhdi Shiddiqy, Bachtiar Dendi, Agi S Prabowo

    Department of Interior Design Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta, Jl. Parangtritis KM 6,5, Yogyakarta 55118, Indonesia

    Abstrak

    Dalam memahami desain komposisi ruang, satu adalah sangat tergantung nya penglihatan dan persepsi faktor; dan juga kamar iluminasi faktor. Jika salah satu faktor diabaikan, komposisi ruang dalam desain interior tidak akan optimal. Namun faktor penglihatan manusia didasarkan pada banyak faktor dan sangat relatif dalam setiap orang. Persepsi manusia juga menjadi sangat relatif dan bervariasi sesuai dengan latar belakang rakyat. Oleh karena itu desain komposisi/interior kamar yang akan melihat cara yang berbeda oleh masing-masing para pengamat, dan sangat beragam. Kata kunci: Objek visual.

    * Corresponding author Tel : +62-274-417-219; fax : +62-274-417-219; e-mail : [email protected]

    1. Pendahuluan

    Istilah persepsi digunakan untuk mengetahui untuk mengetahui bagaimana prosesnya mengetahui sesuatu dari sekitar dengan mempergunakan alat-alat indera. untuk dapat mengetahui obyek diluar, kita harus mengadakan observasi (pengamatan) yang baik. obyek yang kita amati itu memberi rangsang pada diri kita, tetapi hendaknya di ingat bahwa "obyek" lain dengan "rangsang". kalau kita dengan mata tertutup menerima sesuatu benda, sebetulnya kita hanya terkena rangsang saja, dan kita belum tahu benda apa itu yang diberikan. baru setelah beberapa waktu berdasarkan rangsang-rangsang yang diterima oleh alat peraba itu kita dapat menduga bahwa yang diberikan adalah benda ini dan sebagainya. dengan demikian sesuatu persepsi adalah sesuatu proses untuk memberi arti pada tanda-tanda yang diterimanya. rangsang dari sekitar disebutnya "signs", sedangkan kenyataan obyektive yang ada diluar disebut "meanings". dalam pelaksanaannya segala sesuatu dari luar itu yang kita terima adalah

    "meanings"nya. (istilah lain untuk mengganti signs ialah cues (isyarat : tanda)

    Selanjutnya oleh Woodworth kata signs dibedakan lagi menjadi "symbols" dan "signals". simbols adalah sesuatu pengertian untuk mewakili sesuatu, sedang signals adalah sesuatu rangsang yang khusus yang diterima dari sesuatu obyek (misalnya asap menunjukan adanya signal dari api). dengan demikian kadang-kadang kalau kita sukar utnuk mengetahui secara langsung obyek yang sesungguhnya, kita lebih dahulu mempelajari tanda-tandanya. kadang-kadang ada "ambigous signs" (mendua arti) dalam sesuatu obyek, sehingga dalam kita menginterpretasi akan sedikit mengalami kesulitan. mendua arti ini juga sering terdapat kalau kita akan mencari arti dari sesuatu kata dalam kamus. kata itu baru akan mempunyai arti apa bila sudah terletak dalam kalimatnya. jadi latar belakang arti kata yang berupa kalimat itulah yang akan memberi arti sebenarnya pada kata tersebut. Dalam peristiwa osilasi, ini terjadi karena perhatian kita beralih-alih, sehingga menyebabkan selalu berubahnya sesuatu yang kita amati. Misalnya gambar1 dan 2 berikut ini.

    PROSIDING

    ANTROPOLOGI SOSIOLOGI

    DESAIN II-2014

    21

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Gambar 1. Titik A, kadang kadang terlihat di depan, kadang-

    kadang di belakang segitiga.

    Gambar 2. Garis AB, kadang-kadang terlihat mencekung ,kadang-

    kadang mencebung. Dalam peristiwa ilusi, ini terjadi karena kita menerima kenyataan-kenyataan obyektif melalui indera yang salah. jadi ilusi ini disebabkan karena kesalahan persepsi.

    2. Pembahasan Persepsi adalah pengalaman tentang objek ,peristiwa,

    atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna ,stimuli , inderawi ( sensoristimuli ) . Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. walaupun begitu

    menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi , tetapi juga atensi , ekspektasi , motivasi , dan memori . (desiderato, 1976 :129) 2.1. Faktor Persepsi Penglihatan pada Manusia

    Dalam pembahasan hubungan persepsi, pencahayaan, dan desain interior, kita tidak dapat mengesampingkan faktor sistem penglihatan pada manusia itu sendiri. Faktor sistem penglihatan ini merupakan gerbang masuknya informasi visual yang kemudian akan dipersepsikan manusia.

    Sistem penglihatan pada manusia itu sendiri. Beberapa masalah pada sistem penglihatan manusia juga memberikan kemampuan yang berbeda-beda dalam melihat. Permasalahan tersebut antara lain adalah: (1) Permasalahan fokus mata. Masalah ini merupakan kondisi dimana seseorang tidak dapat memfokuskan penglihatan pada sebuah objek visual tertentu secara jelas. Contoh seperti : Myopia, Hyperopia, Astigmatism, Presbyopia. (2) Penglihatan warna abnormal. Yang termasuk dalam katagori ini adalah buta warna parsial dan buta warna total. Sebuah penelitian mengatakan bahwa +/- 8,1% manusia mengalami problem ini. (3) Penambahan usia. Penambahan usia pada manusia juga akan berpengaruh pada ketajaman dan kecepatan penglihatan. Selain itu secara psikologis persepsi terhadap warna pada tingkatan perbedaan usia juga mengalami perbedaan. (4) Keterbatasan penglihatan. Keterbatasan penglihatan dapat disebabkan oleh pe-nyakitpenyakit tertentu seperti : katarak, glukoma, dan lain-lain. (5) Faktor genetis. Yang termasuk didalamnya adalah penyakit turunan yang menyebabkan kelainan pada sistem penglihatan, salah satu contoh dari kelainan ini adalah buta warna. Sebagian dari penderita buta warna merupakan penyakit bawaan yang diturunkan oleh orang tuanya. Selain itu, faktor genetik juga akan mempengaruhi warna kulit seseorang. Warna kulit pada manusia dipengaruhi oleh pigmen yang memberikan warnatertentu pada warna kulitnya, pigmen-pigmen tersebut juga tersebar pada retina mata manusia tersebut. Oleh karena perbedaan pigmen tersebut, kemampuan melihat pada seseorang secara tidak langsung akan terpengaruh oleh warna kulitnya. Latar Belakang Manusia

    Informasi visual dapat digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih jauh terhadap bentuk, aktivitas dan interpretasi dari setting lingkungan (Sanoff, 1991). Informasi visual juga dapat menjadi media komunikasi yang bisa dikembangkan antara peneliti dan desainer dan antara desainer dan klien. Dalam penelitian arsitektur dan lingkungan, informasi visual dapat diperoleh melalui persepsi visual.

    Secara umum persepsi merupakan anggapan individu, pandangan dirinya terhadap lingkungan (Palmer dalam Smardon, 1986). Semua individu memiliki insting untuk mendekorasi ruangannya. Insting tersebut mempengaruhi persepsi yang diterima oleh masing-masing individu.

    22

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Setiap individu memiliki persepsi mengenai elemen bangunan. Hasil persepsi individu tersebut bisa sama untuk beberapa orang atau berbeda. Di dunia arsitektur, persepsi manusia tentang lingkungan merupakan informasi yang penting bagi perancang karena merupakan informasi yang obyektif. Studi persepsi merupakan salah satu proses perancangan lebih bersifat kualitatif dari pada kuantitatif (Smardon, 1986).

    Studi persepsi adalah untuk mengindentifikasikan pengalaman kita terhadap dunia. Dalam arsitektur, studi persepsi dilakukan untuk memperoleh respon terhadap lingkungan terbangun. Respon tersebut meliputi kenyamanan cahaya, suhu, suara, bau, tipe ruangan dan obyek didalamnya, tipe bangunan dan artefaknya, penggal jalan serta skala lanskap yang bervariasi. Respon bisa diperoleh secara individual, kelompok sosial maupun komunitas. Informasi tersebut dapat menjadi bagian dari proses desain.

    Respon yang dihasilkan dari persepsi visual sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan latar belakang setiap individu, perspektif pengamat, keadaan cahaya, jarak pengamat terhadap benda, serta lingkungan visual yang mengelilingi objek (Ching, 1996). Pandangan terhadap lingkungan dapat sama atau berbeda untuk sekelompok orang atau antara profesional dengan masyarakat karena pengalaman dan latar belakang individu. Persepsi masyarakat menurut Sanoff (1991), mampu menghasilkan prediksi kebutuhan visual yang terbaik, konsekuensi keputusan bagi pengguna serta memberikan informasi yang lebih banyak dan relevan, terbaru bagi perancang.

    2.2 Kecenderungan manusia dalam mempersepsikan objek visual berupa ruang

    Ruang / gubahan ruang / desain interior merupakan objek visual yang akan dipersepsikan oleh manusia sebagai penggunanya/pengamatnya. Dalam mengamati dan mempersepsikan sebuah objek ruang / gubahan ruang /desain interior, manusia cenderung akan memilah-milah pengamatannya dengan urutan sebagai berikut : (1) Lightness atau keadaan pencahayaan(terang atau gelap) dalam sebuah ruang merupakan hal pertama yang akan dipersepsikan oleh manusia ketika ia memasuki sebuah objek ruang / gubahan ruang / desain interior. Tetapi apabila dalam ruang tersebut faktor pencahayaan sangat minim atau tidak ada sama sekali (Scotopic Vision), maka yang akan dipersepsikan manusia secara visual hanya akan berhenti sampai tahapan ini saja. (2) Color. Setelah mempersepsikan keadaan pencahayaan dalam sebuah objek ruang / gubahan ruang /desain interior, manusia kemudian akan mempersepsikan warna-warna yang membentuk objek ruang / gubahan ruang / desain interior tersebut.Dalam tahapan ini apapun warna yang membentuk ruang tersebut (selama faktor pencahayaan memadai) akan tetap dipersepsikan olehnya. (3) Size. Ukuran dari objek ruang / gubahan ruang / desain interior beserta elemen-elemen pembentuknya baru akan dipersepsikan manusia, setelah ia mempersepsikan warna yang terdapat pada ruang tersebut.

    (4) Shape. Pada tahapan yang terakhir manusia baru akan mempersepsikan ruang keseluruhan secara tiga dimensional.

    Perbedaan persepsi dan perbedaan perilaku yang akan dihasilkan dari persepsi tersebut pada saat manusia mengamati sebuah ruang / gubahan ruang / desain interior, tidaklah dapat dihindari. Setiap pengamat / manusia akan mempersepsikan ruang tersebut tergantung pada: (1) Latar belakang manusia tersebut, yang termasuk didalamnya adalahpengalaman masa lampau dan latar belakang dari manusia tersebut. Beberapa latar belakang yang diyakini akan berpengaruh pada perbedaan persepsi ini adalah :latar belakang budaya / kultural, latar belakang sosial, dan latar belakang pendidikan. (2) Gender. Perbedaan jenis kelamin juga diyakini memiliki pengaruh terhadap persepsi seseorang. (3) Kenyamanan visual karena sebuah mengamati objek yang sama mungkin akan dipersepsikan secara berbeda oleh orang yang sama pula dalam waktu yang berdekatan, apabila pada saat pengamatan terdapat keadaan visual yang berbeda. Daftar Pustaka Abercrombie, Stanley ; A Philosophy Of Interior Design ; D Fisher, Jeffrey; A Bell, Paul; Baum, Andrew ; Environmental

    Psychology 2nd Edition ; New York Cbs College Publishing ; 1984. Rea, Mark S ; The Iesna Lighting Handbook, 9th Edition ; The

    Illuminating Engineering Society Of North America ; 2000. W Berry, John; H Portingga, Ype; H. Segall, Marshal; R Dasen,

    Pierre ; Cross Cultural Psychology ; Cambridge University Press ; 1992.

    23

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    24

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Paradigma terhadap konstansi persepsi Kukuh Aji, Wasono Hadi, Yuzza A. Yahya, Ganesha P. Nabila*

    Department of Interior Design Indonesia Institute of the Arts Yogyakarta, Jl. Parangtritis KM 6,5, Yogyakarta 55118, Indonesia

    Abstrak

    Pengalaman persepsi kita membentuk dunia yang bisa dikenali, benda-benda abadi sehingga kita akan menjumpai benda yang sama. Kecenderungan untuk melihat berbagai benda yang dikenal seperti mempunyai ciri hitam-putih walaupun sinar warna meneranginya berbeda disebut konstansi kejernihan (lightess contanci). Kecenderungan untuk mrlihat kesrabilan warna disebut konstansi warna (color constansi). kecenderungan melihat objek seperti tidak berubah walauun dilihat dari sudut yang berbeda disebut (shape constansy). Kecenderunagn unruk mrlihat sebuah objek seperti ukuran sama walaupun dilihat dari jarak yang berbeda disebut konstansi ukuran (sizi constansi). Kecenderunagn untuk melihat benda tetap mempertahankan tempatnya, dalam jarak tertentu ketika kita bergerak disebut kontansi tempat (place constansy).

    Kata kunci: Kontansi persepsi,,ilusi, pandangan

    * Corresponding author Tel : +62-812-324-255-214; e-mail : [email protected].

    1. Pendahuluan

    Bila kita menglihat ke sekitar ruang kita tidak mungkin

    melaporkan bahwa kita menglihat mosaik cahaya dan bayangan, kita lebih cenderung menghayati benda dari pada ciri sensori(sensory features) yang mendeskripsikannya. Ciri inderawi ynag berdiri sendiri (kabiruan kekotakan kelembutan) dihayati sebagai objek.

    Pengalaman persepsi kita membentuk dunia yang bisa dikenali, benda-benda abadi sehingga kita akan menjumpai benda yang sama. Kecenderungan melihat objek seperti tidak berubah walapun dilihat dari sudut yang berbeda disebut (shape constansy). Kecenderunagn untuk melihat sebuah objek seperti ukuran sama walaupun dilihat dari jarak yang berbeda disebut konstansi ukuran (size constancy). Kecenderungan untuk melihat benda tetap mempertahankan tempatnya, dalam jarak tertentu ketika kita bergerak disebut kontansi tempat (place constancy). Kecenderungan untuk melihat berbagai benda yang dikenal

    seperti mempunyai ciri hitam-putih walaupun sinar warna yang meneranginya berbeda disebut konstansi kejernihan (lightess contancy). Kecenderungan untuk melihat kestabilan warna disebut konstansi warna (color constancy).

    1.1 Konstansi Bentuk dan Ukuran

    . Bila sebuah pintu bergerak membuka di depan kita

    bentuknya mengalami serangkaian perubahan,bentuk segi empat menjadi trape zoid, kemudian bentuk itu akan mengecil sampai dipriyeksikan pada selaput jala adalah garis lurus yang merepakan tebal pintu. Kita pasti menyadari perubahan ini tapi pengalaman psikologi menyatakan pintu tidak berubah melainkan hanya bergerak pada engselnya. Fakta bahwa bentuk pintu itu terlihat tidak berubah merupakan konstansi bentuk.

    PROSIDING

    ANTROPOLOGI SOSIOLOGI

    DESAIN II-2014

    25

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    Gambar 1. Bayangan pada koin yang terlihat berbeda bentuk namun mempunyai bentuk dan ukuran yang sama persis.

    1.2 Konstansi Tempat.

    Walaupun banyak terdapat kesan yang berubah mengenai selaput jala pada waktu kita bergerak, kita menghayati benda dalam suatu konteks yang pada dasarnya tepat yaitu konstansi tempat yang tergantung pada pengalaman lampau.

    Gambar 2. Jarak antara tiang telepon satu sama lain adalah sama persis. Tapi terlihat berbeda jika kita lihat dari salah satu sisi.

    1.3. Konstan kejernihan dan warna .

    Kain beludru hitam akan terlihat sama oleh mata ketika dilihat di bawah sinar matahari,tempat rindang, walaupun kain tersebut lebih banyak memantulkan sinar dibawah sinar matahari, fakta ini disebut konstansi kejernihan.

    Konstansi warna menunjukan ketergantungan yang serupa akan adanya medan yang beragam. Kita akan sepaham bahwa warna gelas tidak berubah warna dari putih menjadi abu abu atau hitam sekalipun meskipun terlihat seperti itu dikarenakan tertutup bayangan. Secara otomatis dan tetap kita paham bahwa warna gelas tetaplah putih.

    Gambar 3. Gelas putih yang tertutup bayangan di separuh bagiannya

    2. Ilusi persepsi

    Ilusi adalah penghayatan yang salah sehingga keadaanya berbeda dengan keadaan yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan dengan bantuan instrumen pengukurannya. Ilusi seperti patahnya pensil yang kita lihat di dalam air atau bayangan yang menyimpamg pada kaca fun-house dapat dihayati secar fisik(physical): semua bayangan ini disebabkan adanya penyimpangan stimulus yang sampai pada reseptor kita. Ilusi persepsi dapat bersifat konvensional dan kognitif.

    Ilusi Geomotrik (geometrical illusions) merupakan kelompok besar ilusi yang telah mendapatkan sangat banyak perhatian. Ilusi ini merupakan pengambaran garis-garis yang aspeknya berubah menurut persepsi. Seperti contoh garis yang terdistorsi sehingga menimbulkan kesan bahwa garis itu bengkok atau tidak lurus, tetapi jika diuji dengan memakai penggaris terlihat garis itu lurus sempurna.

    3. Konstansi Persepsi sebagai Persepsi Stabilitas

    Karena kedua nama dan contoh awal yang digunakan untuk memperkenalkan fenomena di atas menunjukkan, konstansi persepsi dalam arti tertentu masih harus dijelaskan, tentang tidak adanya perubahan. Memang, karakterisasi buku mengatakan bahwa konstansi persepsi tidak lebih atau kurang dari stabilitas di persepsi.

    Baru-baru ini sejumlah filsuf telah mengembalikan isu-isu tentang konstansi lagi; misalnya, lihat Hilbert (2005); Thompson (2006); Cohen (2008); Bradley (2008); Hatfield (2009); Gert (2010); Matthen (2010); Wright (2013). Juga lihat Burge (2010), untuk siapa keteguhan persepsi digunakan sebagai batu ujian untuk objektivitas representasi disengaja cukup umum. Karena ada banyak

    26

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    penelitian yang jauh lebih baik oleh filsuf dan psikolog, pada persepsi konstansi dalam visi dibandingkan modalitas lain (dan, bahkan lebih khusus lagi, pada warna keteguhan), ini entri, sayangnya, tak terhindarkan visuocentric dalam pilihannya contoh dan teori dibahas. Masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan di daerah ini.

    Respon di berbagai berbagai kondisi. Persepsi demikian, dalam kasus ini dari cangkir putih warna tidak merata tertutup bayangan (gambar 3), idenya adalah bahwa persepsi tersebut sistem merupakan daerah yang berbeda dari cangkir sebagai bantalan warna yang sama bahkan meskipun ada variasi dalam insiden penerangan pada mereka (dan, karena itu, dalam jumlah total energi cahaya mereka mencerminkan perbedaan ke retina). Atau, sekali lagi, dalam hal persepsi volume, pikiran adalah persepsi bahwa mewakili suara pembicara sebagai memiliki volume yang sama meskipun ada variasi yang signifikan di kejauhan dari yang terdengar (dan, karena itu, dalam jumlah total energi pendengaran diserap oleh telinga kita).

    Sayangnya, karakterisasi buku konstansi persepsi hanya dapat disajikan tidak bisa dengan sendirinya. (Atau, sebagai alternatif, kita dapat mempertahankan bahwa karakterisasi dengan sendirinya, tetapi hanya pada biaya pengosongan fenomena semua contoh nya). Karena tidak benar bahwa respon persepsi kita sepenuhnya konstan dalam jenis kasus yang dipermasalahkan. Kembali sekali lagi seperti pada cangkir putih yang tidak merata diterangi , kita tahu harus ada perbedaan dalam subjek respon persepsi ke daerah teduh dan cangkir yang tidak berbayang, atau yang lain ia tak bisa membedakan batas luminance antara mereka. Demikian juga dalam kasus resmi ukuran keteguhan (tanggapan persepsi subyek ' jelas dapat membedakan dalam beberapa cara yang berhubungan dengan ukuran antara persepsi tiang telepon di 100m dan persepsi tiang telepon di 1m), bentuk konstan (jelas ada perbedaan antara perbedaan subjek persepsi penny terlihat kepala dan

    Gambar 4. Simulasi kontras

    persepsinya penny dilihat pada sudut akut), auditori keteguhan volume (jelas ada sebuah perbedaan antara persepsi subjek dari suara pembicara dari seluruh ruang dan persepsi nya suara pembicara dari jarak 1 meter), dan semua contoh kanonik lainnya konstansi persepsi.

    Keadaan persepsi tidak hanya segera jelas, tetapi mendasari banyak-diamati dan banyak dibahas aspek lain dari persepsi seperti fenomena contrast. persepsi Sangat

    mudah untuk menemukan contoh dari persepsi kontras sekali seseorang mulai mencari mereka. Sebagai contoh, gambar 4 menggambarkan suatu. Misalnya kontras ringan simultan: meskipun dua tambalan pusat digambarkan di sini adalah kualitatif intrinsik identik, sistem perseptual mewakili mereka yang berbeda dalam warna karena cara-cara yang berbeda di mana mereka berbeda dalam ringan dengan barang sekitarnya. ringan simultan kontras berperan dalam banyak ilusi visual yang klasik.

    Gambar 5. The Hermann Grid Illusion

    Dari titik-titik abu-abu di persimpangan dari grid tdk berwarna (grid ilusi Hermann, gambar 5), penafsiran sepasang ringan menentang gradien sebagai dua daerah ringan konstan dipisahkan oleh sebuah sisi (ilusi Cornsweet, Gambar 6), dan munculnya cahaya atau gelap band di samping batas antara dua gradien ringan yang berbeda, bahkan ketika terang pada kedua sisi batas adalah sama (band Mach, angka 7) Sebaliknya persepsi tidak berarti terbatas pada persepsi ringan / kecerahan; dalam visi ada juga efek kontras simultan untuk warna kromatik, ukuran, frekuensi spasial, orientasi, gerak, dan kecepatan, inter alia. Sebagai contoh, angka 8 menggambarkan sebuah contoh dari ukuran simultan kontras:

    Meskipun lingkaran pusat adalah ukuran geometris yang sama, sistem perseptual mewakili mereka yang berbeda dalam ukuran karena kontras dengan berbeda elemen di sekitar mereka. Selain itu, di samping kontras simultan- Kontras antara item secara bersamaan dirasakan, ada juga di mana-mana.

    Contoh kontras berturut efek kontras antara berturut-turut item dirasakan untuk masing-masing dimensi. Dan, tentu saja, kontras terjadi pada modalitas non-visual juga (meskipun ada jauh lebih sistematis investigasi kontras luar visi). Dengan demikian, dalam prakteknya, kita sering amati bahwa anggur manis yang kita konsumsi setelah mengkonsumsi makanan penutup manis lainnya akan tidak terasa manis (yang mengandung lebih banyak gula daripada anggur). Dalam audisi, kami menemukan bahwa itu adalah jauh lebih mudah untuk mendeteksi variasi lapangan (misalnya, saat menyetel senar gitar) dengan membandingkan target melawan lainnya (secara bersamaan atau berturut-turut dirasakan) nada. Atau, sekali

    27

  • Prosiding Mata Kuliah Antropologi Sosiologi Desain II-2014

    lagi, dalam kinaesthesia, Gibson (1933) melaporkan bahwa subjek setelah ditutup matanya menjalankan jari-jari mereka di atas permukaan melengkung selama tiga menit, tepi lurus tampaknya mereka akan melengkung arah yang berlawanan.

    Dalam setiap kasus ini, sistem perseptual bereaksi berbed