prosiding seminar regional radiologi i
TRANSCRIPT
PROSIDING
SEMINAR REGIONAL RADIOLOGI I
Yogyakarta, 27 Januari 2018
Diterbitkan Oleh :
D-III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Jl. Ring Road Utara, Condong-Catur, Depok, Sleman 55281, Telp (0274)4477701, 4477703,
fax (0274) 4477702, email:[email protected]
Website: www.gunabangsa.ac.id
YOGYAKARTA-INDONESIA
ii
EDITOR/PENILAI
LPPM STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Dian Wuri Astuti S.Si., M.Sc
REVIEWER
M.Radifar M.Biotech
Darmawati S.T., M.Si (FM)
PRODI TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
Alpha Olivia Hidayati S.Si., M.P.H
Muhammad Sofyan S.ST., M.Kes
Siti Arifah M.Kes
Efita Pratiwi Adi S.Pd., M.Sc
Muflihatun S.Si., M.Sc
PROSIDING
Ayu Wita Sari S.Si., M.Sc
Anita Nur Mayani S.Tr. Rad
Devy Novita Ikadari S.Tr. Rad
Alamat Institusi
Jl. Ring Road Utara Condongcatur Depok Sleman Yogyakarta,
Telp.0274-4477701, 4477703, fax 0274-4477702
Email:[email protected]
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas petunjuk
dan Karunia-Nya sehingga dapat diterbitkan Prosiding Seminar Regional Radiologi I
dengan mengambil Tema “Implementasi Msct Dan Mri Dalam Screening,
Diagnosis Dan Teraphy Planning Pada Pasien Kanker”. Penerbitan prosiding ini
merupakan dokumentasi karya ilmiah para peneliti dari berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan dengan kesehatan dan telah dipresentasikan pada tanggal 27 Januari 2018 di
Hotel Grand Serela Yogyakarta.
Seminar dan presentasi ilmiah ini diselenggarakan yang ke I dan akan menjadi
kegiatan rutin tahunan di program studi diploma tiga teknik radiodiagnostik dan
radioterapi STIKES Guna Bangsa Yogyakarta dengan tujuan untuk mengetahui
perkembangan aktivitas penelitian yang telah dicapai oleh para peneliti di bidang
kesehatan. Pembukaan kegiatan seminar regional radiologi dan presentasi ilmiah
dilakukan oleh Ketua STIKES Guna Bangsa Yogyakarta dr., R. Soerjo Hadijono,
SpOG(k), DTRM&B(Ch) dan dilanjutkan dengan ceramah umum I dengan judul
INTERPRETASI MRI ONCOLOGY DARI SEGI SCREENING,DIAGNOSIS DAN
THERAPHY PLANNING oleh Dr. Elia Aditya B.K., Sp.Onk.Rad, ceramah umum II
oleh Franky Jacobus Dimpudus, M.MagRes. Tech dengan judul MRI ONCOLOGY
DALAM SCREENING, DIAGNOSIS DAN THERAPHY PLANNING, ceramah
umum III oleh Wahyu Widhianto S.Si dengan judul PERKEMBANGAN
TEKNOLOGI MRI DALAM SCREENING, DIAGNOSIS DAN THERAPHY
PLANNING.
Di dalam buku prosiding ini berisi karya tulis ilmiah yang telah
dipresentasikan dalam seminar regional radiologi I sebanyak 10 makalah yang
disampaikan dalam siding oral dan parallel. Karya tulis ilmiah tersebut berasal dari
STIKES Guna Bangsa (3), UNDIP (3), STIKES Jendral A.Yani (1), UII (1), UNAIR
(1), RS. Kasih Ibu Bali (1). Prosiding ini telah melalui proses penilaian dan editing
oelh dewan editor serta dilengkapi dengan diskusi dan tanya jawab pada saat seminar
berlangsung.
Semoga penerbitan prosiding ini dapat bermanfaat sebagai bahan acuan untuk
lebih memacu dan mengembangkan penelitian yang akan datang. Kepada semua
pihak yang telah ikut membantu penerbitan prosiding ini kami ucapkan terima kasih.
Yogyakarta, Maret 2018
Editor
iv
SAMBUTAN
KETUA PROGRAM STUDI D3
TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami
sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tim Editor dan semua pihak
yang terlibat dalam penyelesaian dan penerbitan prosiding ini. Prosiding ini
merupakan dokumentasi karya ilmiah para penulis yang telah dipresentasikan pada
seminar regional radiologi I pada tanggal 27 Januari 2018 di Hotel Grand Serela
Yogyakarta dengan tema “Implementasi Msct Dan Mri Dalam Screening,
Diagnosis Dan Teraphy Planning Pada Pasien Kanker”.
Prosiding ini ditulis oleh para peneliti dari berbagai disiplin ilmu yang
berkaitan dengan ilmu kesehatan. Di dalam prosiding ini diungkap beberapa
permasalahan yang mencakup kemajuan dan perkembangan litbang ilmu pengetahuan
di bidang kesehatan. Laporan hasil penelitian dalam prosiding ini diharapkan dapat
menjadi bahan referensi ilmiah dalam meningkatkan penelitian dan pengembangan
iptek bidang kesehatan di masa mendatang guna mendukung pengembangan ilmu
pengetahuan di bidang kesehatan yang lebih luas.
Akhirnya kami berharap, semoga prosiding ini menjadi acuan yang
bermanfaat bagi berbagai pihak untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang
kesehatan diseluruh Indonesia.
Yogyakarta, Maret 2018
Alpha Olivia Hidayati S.Si., M.P.H
ISSN 2620-8040
v
DAFTAR ISI
Halaman Cover i
Editor ii
Pengantar Editor iii
Sambutan Kepala Prodi D3 Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi iv
Daftar isi v-vi
PENGARUH PENERAPAN METODE DISCHARGE PLANNING TERHADAP
KESIAPAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN STROKE
Jennifa, Agus Santoso
Prodi Magister Keperawatan Universitas Diponegoro
1-7
SUPERVISI KLINIS UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DOKUMENTASI
ASUHAN KEPERAWATAN
Regista Trigantara
Prodi Magister Keperawatan Universitas Diponegoro
8-13
UPAYA DALAM MENGURANGI ABSENTEEISME TENAGA PERAWAT
PADA ORGANISASI KERJA
Amalia Mastuty
Prodi Magister Keperawatan Universitas Diponegoro
14-19
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL
YOGYAKARTA
Reni Merta Kusuma, Ristiana Eka Ariningtyas
STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
20-27
HUBUNGAN KESEIMBANGAN TUBUH DENGAN FREKUENSI JATUH
PADA LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDHA
ABIYOSO YOGYAKARTA
Siti Arifah
STIKES Guna Bangsa Yogyakarta
28-37
HUBUNGAN PEMBERIAN SUPLEMEN ANTIOKSIDAN VITAMIN A, C DAN
E TERHADAP PENANGANAN KNEE OSTEOARTHRITIS : RADIOGRAPHIC
PROGRESSION KNEE OSTEOARTHRITIS
Alpha Olivia Hidayati
STIKES Guna Bangsa Yogyakarta
38-43
PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN HIV/AIDS DI INDONESIA
MENGGUNAKAN ANALISIS CLUSTER HIERARKI PADA TRIWULAN 1 TAHUN
2016
Defi Istiyani, Ginanjar Zakiah, Moh Khuailid Yusuf, Annisa Selma Timur Patria, Ika
Fatati Noviara, Edy Widodo
Universitas Islam Indonesia-Yogyakarta
44-50
ISSN 2620-8040
vi
PENGUJIAN KINERJA PESAWAT MAGNETIC RESONANCE IMAGING DI
PROVINSI BALI
Gusti Bagus Yudhi Jaya Putra Atmaja
RS.Kasih Ibu Tabanan Bali
51-59
PENGUKURAN LAJU PAPARAN RADIASI DAN KEBOCORAN PESAWAT
SINAR-X DI LABORATORIUM RADIOLOGI STIKES GUNA BANGSA
YOGYAKARTA MENGGUNAKAN SURVEYMETER RANGER
Ayu Wita Sari
STIKES Guna Bangsa Yogyakarta
60-64
PROSIDING
SEMINAR REGIONAL RADIOLOGI I Yogyakarta, 27 Januari 2018
Renni, dkk PISSN 2620-8040 20
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI
DI BANTUL YOGYAKARTA
Reni Merta Kusuma, Ristiana Eka Ariningtyas
Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
ABSTRAKS
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL YOGYAKARTA.
Makanan terbaik bagi bayi baru lahir sampai 6 bulan kehidupannya adalah air susu ibu (ASI).
Kementerian Kesehatan menghimbau agar pemberian ASI dilanjutkan sampai usia anak 2 tahun.
Asupan ASI yang cukup dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui motivasi ibu dalam memberikan ASI kepada anaknya dan perilaku ibu
saat menyusui. Selain itu juga untuk mengetahui hubungan antara motivasi dan perilaku ibu dalam
memberikan ASI kepada anaknya. Rancangan penelitian ini adalah penelitian retrospektif dengan
pendekatan cross-sectional menggunakan metode survei untuk menguji hubungan-hubungan yang
terkait antara motivasi memberikan ASI dan perilaku ibu saat menyusui. Sampel sejumlah 202 ibu
menyusui yang memiliki anak berusia 6-12 bulan dengan teknik sampling Cluster Random Sampling.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Uji analisis yang digunakan adalah analisis deskripsi dan
analisis korelasi Chi Square (X2). Hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah Bantul menyatakan
bahwa analisis korelasi antara motivasi dengan perilaku didapatkan hasil nilai r=0,172 dan p=0,014
artinya ada hubungan bermakna antara motivasi memberikan ASI dengan perilaku pemberian ASI
dengan cara menyusui. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada hubungan bermakna antara
motivasi ibu memberikan ASI dengan perilaku ibu saat menyusui.
Kata Kunci : Motivasi dan prilaku menyusui
PENDAHULUAN
Ibu yang sehat baik secara fisik
maupun psikologi memiliki kemampuan untuk
mengeluarkan air susu. Air Susu Ibu (ASI)
merupakan makanan terbaik bagi bayi. ASI
mengandung zat gizi lengkap yang dibutuhkan
oleh bayi. ASI matur yang disekresi hari ke-10
dan selanjutnya mengandung antibody
terhadap bakteri dan virus, sel (fagosit
granulosit dan makrofag serta limfosit tipe T),
enzim (lisozim, laktoperoksidase, lipase,
katalase, fosfatase, amylase, fosfodiesterase,
alkalinfosfatase), protein (laktoferin, B12
binding protein), resistance factor terhadap
stafilokokus, komplemen, interferon producing
cell, dan hormon-hormon.1
ASI memiliki Kandungan yang lengkap
dan sesuai dengan kebutuhan bayi, sehingga
sampai dengan 6 bulan bayi cukup diberi ASI
saja. Bayi yang hanya diberi ASI saja selama 6
bulan memiliki kekebalan tubuh lebih baik
sehingga dapat terhindar dari kesakitan dan
kematian.2 World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama kehidupan bayi dan
dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun3.
Pemberian ASI ekskluasif tidak hanya berada
dalam skala nasional bahkan WHO sudah
rekomendasikannya. Pemerintah Republik
Indonesia melalu Kementerian Kesehatan juga
sepakat dan berkomitme dalam menyukseskan
program ASI eksklusif di Indonesia.
Pemerintah berupaya untuk
menyukseskan program ASI eksklusif, salah
satunya dengan mengeluarkan Peraturan
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL YOGYAKARTA
21 | PISSN 2620-8040 Renni, dkk
Pemerintah Republik Indonesia No. 33 Tahun
2012 berisi tentang Pemberian ASI Eksklusif.
Peraturan ini dibuat untuk menjamin
pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan
sumber makanan terbaik sejak dilahirkan
sampai berusia 6 bulan, kebijakan ini juga
melindungi ibu dalam memberikan ASI
eksklusif kepada bayinya.4 Pemberian ASI
menguntungkan banyak pihak di antaranya ibu
dan bayi. Bayi yang mendapatkan ASI, apalagi
mendapatkan ASI saja selama 6 bulan, akan
memiliki ketahanan hidup lebih tinggi
dibandingkan yang tidak mendapat ASI. Hasil
penelitian menyatakan bahwa bayi yang diberi
ASI lebih dari 6 bulan memiliki ketahanan
hidup sebesar 33,3 kali dibandingkan yang
diberi ASI kurang dari 4 bulan.5
Dinas Kesehatan Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) tahun 2015 mencatat
jumlah bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
sebanyak 73,7%. Jumlah tersebut tidak jauh
beda dengan Kabupaten Bantul. Jumlah bayi
yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar
74,7%.6 Capaian ASI eksklusif di Indonesia
belum mencapai angka yang diharapkan yaitu
sebesar 80%. Dinas Kesehatan (DIY) tahun
2015 mencatat pada tahun 2013 jumlah bayi
yang mendapatkan ASI eksklusif sebanyak
62,05%. Pemberian ASI eksklusif meningkat
pada tahun 2014 menjadi 71,55% dan pada
tahun 2015 meningkat menjadi 74,73%.6 Data
tersebut menguatkan semua pihak untuk terus
giat meningkatkan cakupan pemberian ASI
eksklusif karena dengan pemberian ASI
eksklusif banyak sekali keuntungan baik bagi
ibu maupun kepada bayi.
Peningkatan prosentase pemberian ASI
eksklusif menjadi tanggung jawab semua
pihak dan segala upaya dilakukan agar
pemberian ASI eksklusif meningkatkan.
Banyak upaya meningkatkan pemberian ASI
eksklusif di antaranya dengan pelaksanaan
inisiasi menyusu dini dan program kelompok
pendukung ibu dalam pemberian ASI
eksklusif. Kelompok pendukung ibu untuk
menyukseskan pemberian ASI eksklusif
(praktik menyusu) sangat bermanfaat dalam
meningkatkan pengetahuan ibu tentang ASI
pada responden yang berpendidikan rendah,
tidak bekerja (sebagai ibu rumah tangga saja),
dan mendapatkan inisiasi menyusu dini.7
Sebanyak 75% bayi cukup bulan yang
dilakukan IMD di RS St. Carolus telah
berhasil menjalankan ASI eksklusif.
Keberhasilan ASI eksklusif yang tersebut juga
dipengaruhi keyakinan ibu terhadap produksi
ASI, dukungan keluarga, pengetahuan ibu
tentang ASI eksklusif, dan konseling ASI dari
petugas kesehatan.8 Hasil penelitian lain juga
menyatakan inisiasi menyusu dini, dukungan
tenaga kesehatan, dan dukungan suami
berhubungan dengan keberhasilan pemberian
ASI eksklusif. Dukungan tenaga kesehatan
merupakan factor paling berpengaruh terhadap
keberhasilan pemberian ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Cilandak Jakarta.9
Banyak faktor yang memengaruhi
keberhasilan seorang ibu dalam memberikan
ASI eksklusif. Cakupan ASI tidak hanya
tergantung pada faktor ekstrinsik seperti
dukungan keluarga, dukungan tenang
kesehatan, atau fasilitas yang tersedia, tetapi
faktor intrinsik juga memegang peranan
penting. Faktor intrinsic di antaranya motivasi
diri dan tekad untuk mampu memberikan ASI
secara eksklusif pada bayinya. Pengalaman
menyusui dan informasi tentang ASI eksklusif
yang menjadi pengetahuan dapat
memengaruhi motivasi ibu dalam memberikan
ASI.10
Motivasi dari seorang ibu untuk
memberikan ASI kepada bayinya sangat
penting karena jika ibu tersebut memiliki
motivasi rendah untuk menyusui bayinya,
besar kemungkinan pelaksanaan pemberian
ASI juga menjadi rendah. Perilaku menyusui
yang tidak benar juga dapat menyebabkan
pendeknya waktu pemberian ASI. Bayi
memiliki hak untuk mendapatkan ASI mulai
lahir sampai 2 tahun kehidupannya. Kegagalan
pemberian ASI eksklusif diperparah dengan
ketidakyakinan dan ketidaksanggupan ibu
menyusi bayinya. Perilaku memberikan ASI
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL YOGYAKARTA
22 | PISSN 2620-8040 Renni, dkk
eksklusif salah satunya dipengaruhi oleh
motivasi ibu menyusui dalam memberikan
ASI eksklusif. Hasil penelitian menyatakan
bahwa pengetahuan dan motivasi berpengaruh
terhadap perilaku seseorang.11
Berdasarkan
uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk
mencari hubungan antara motivasi
memberikan ASI eksklusif dengan perilaku
ibu saat menyusui. Pemberian ASI dilakukan
secara langsung maupun secara tidak langsung
dengan ASI perah. Pemberian ASI perah pada
umumnya dilakukan oleh ibu menyusui yang
bekerja atau ibu yang tidak selalu berada di
dekat bayinya. Penelitian ini lebih fokus pada
motivasi memberikan ASI dan perilaku
menyusui yang tergambar selama menyusui/
teknik menyusui.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah analistik
korelasi dengan pendekatan cross-sectional.
Penelitian ini menggunakan metode survei
untuk menguji hubungan-hubungan yang
terkait antara motivasi memberikan ASI dan
perilaku ibu saat menyusui. Penelitian
dilakukan di Desa Bantul, Desa Guwosari,
Desa Bangunjiwo, dan Desa Pleret. Sumber
data berasal dari ibu menyusui yang memiliki
bayi berusia 6-12 bulan sebagai responden
karena tidak semua ibu yang melahirkan bayi
hidup mau menyusui bayinya. Alat ukur
berupa kuesiner.
Populasi penelitian ini adalah semua ibu
menyusui di Kabupaten Bantul Yogyakarta
yang berjumlah 2.176 orang. Sampel
penelitian ini adalah ibu menyusui di
Kabupaten Bantul Yogyakarta yang memiliki
bayi berusia 6-12 bulan dan tidak memiliki
riwayat penyakit yang menghalangi ibu untuk
menyusui berjumlah 202 ibu. Teknik
pengambilan sampel dilakukan secara cluster
random sampling. Analisis yang dilakukan
adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis
data bertujuan untuk mencari deskripsi tiap
variabel dan hubungan antar variabel (motivasi
memberikan ASI dan perilaku ibu saat
menyusui). Uji analisis yang digunakan adalah
analisis deskripsi dan analisis korelasi Chi
Square (X2).
HASIL
Tabel 1 menyajikan data karakteristik
responden yang terdiri dari usia, pendidikan,
dan pekerjaan. Responden terbanyak berusia
21-30 tahun sebanyak 60,9%. Responden
terbanyak berpendidikan SLTA sebanyak
70,8%. Responden lebih banyak yang bekerja
(PNS, pegawai swasta, dan buruh) sebesar
56,4%.
Tabel 1. Karakteristik responden
Jenis Kriteria Jumlah Prosentase
Usia 15-20 tahun 2 1%
21-30 tahun 123 60,9%
31-40 tahun 74 36,6%
>40 tahun 3 1,5%
Pendidikan SD 9 4,5%
SLTP 39 19,3%
SLTA 143 70,8%
PT 11 5,4%
Pekerjaan Bekerja 114 56,4%
Tidak bekerja 88 43,6%
Tabel 2. Analisis Deskripsi Motivasi
Memberikan ASI dan Perilaku Ibu Saat
Menyusui N Min Max Mean S.Dev
Motivasi
MemberikanASI
1. Waktu Pemberian ASI (%)
202 33,33 100 91,91 16,81
2. Manajemen
Laktasi (%)
202 0 100 93,81 17,95
3. Simpang Siur 4. ASI (%)
202 60 100 93,56 9,98
Perilaku Ibu
Saat Menyusui
Perilaku Menyusui
(%)
202 50 100 81,83 9,60
Tabel 2 menyajikan data deskripsi motivasi
(waktu pemberian ASI, manajemen laktasi,
dan simpang siur ASI) dan perilaku saat
menyusui. Analisis deskripsi pada variabel
motivasi memberikan ASI memperlihatkan
nilai mean yang tidak terlalu jauh berbeda
pada ketiga sub pokok materi. Nilai Mean
yang tertinggi adalah sub pokok materi
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL YOGYAKARTA
23 | PISSN 2620-8040 Renni, dkk
Manajemen Laktasi sebesar 93,81 dengan
Standar Deviasi 17,95. Analisis deskripsi pada
variabel perilaku ibu saat menyusui diperoleh
nilai Mean 81,83 dengan Standar Deviasi 9,6
tanpa ada sub pokok materi lain.
Tabel 3. Deskripsi Faktor Agregat Sub Faktor
N Min Max Mean S.Dev
Faktor
Motivasi
Ibu (%)
202 55.56 100 93.10 8.70
Faktor
Perilaku
Menyus
ui (%)
202 50.00 100 81.83 9.60
Tabel 3 menyajikan deskripsi faktor agregat
sub faktor motivasi dan perilaku menyusui.
Sub faktor motivasi memiliki nilai Mean 93,10
yang artinya motivasi memberikan ASI masuk
dalam kategori sangat baik. Sub faktor
perilaku memiliki nilai Mean 81,83 yang
artinya perilaku ibu saat menyusui masuk
dalam kategori baik.
Tabel 4. Korelasi Motivasi Memberikan ASI
dan Perilaku Ibu Saat Menyusui
Faktor Motivasi
Ibu (%)
Faktor
Perilaku
Menyusui (%)
Faktor
Motivasi Ibu (%)
Pearson
Correlation
1 .172*
Sig. (2-tailed)
.014
N 202 202
Perilaku Menyusui
(%)
Pearson Correlation
.172* 1
Sig. (2-
tailed)
.014
N 202 202
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Tabel 4 menyajikan korelasi motivasi dan
perilaku ibu menyusui. Analisis korelasi antara
motivasi dengan perilaku didapatkan hasil
nilai r=0,172 dan p=0,014 artinya ada
hubungan bermakna antara motivasi
memberikan ASI dengan perilaku ibu saat
menyusui.
PEMBAHASAN
Tabel 1 memperlihatkan jumlah
responden paling banyak berusia 21-30 tahun
(60,9%). Rentang usia 21-30 tahun merupakan
usia produktif dan usia reproduksi sehat bagi
perempuan. Usia reproduksi sehat yang
dimaksud adalah sehat untuk mampu melalui
masa kehamilan, persalinan, nifas, dan
menjadi akseptor kontrasepsi. Rentang usia
tersebut termasuk masa dewasa muda
merupakan rentang usia dengan pertumbuhan
fungsi tubuh dalam tahap yang optimal.12,13
Responden yang berusia kurang dari
20 tahun berjumlah 1% sedang 99% lainnya
berusia lebih dari 20 tahun. Data ini
memperlihatkan bahwa masyarakat semakin
sadar bahwa usia reproduksi sehat adalah lebih
dari 20 tahun. Semakin tingginya tingkat
kesadaran masyarakat terkait usia reproduksi
sehat, maka besar kemungkinan pengendalian
angka kematian ibu dan anak. Data ini sejalan
dengan hasil penelitian di RS Cipto
Mangunkusumo Jakarta yang menemukan
bahwa proporsi ASI eksklusif lebih tinggi
pada kelompok ibu yang berusia lebih dari 25
tahun. Kematangan usia juga dipengaruhi oleh
faktor psikis. Faktor psikis yang positif seperti
percaya diri yang kuat, merasa yakin akan
kecukupan ASI, tidak stres dan sikap positif
terhadap perilaku menyusui berperan
mendukung keberhasilan ASI eksklusif.8
Semakin matangnya usia pasangan
suami istri dalam menjalani kehidupan rumah
tangga, maka kesadaran mengenai keluarga
berkualitas juga semakin tinggi. Salah satunya
dengan kesadaran memberikan makanan
terbaik bagi bayi untuk mendukung tumbuh
kembang. Komposisi ASI yan terdiri dari zat
gizi yang dibutuhkan bagi bayi dan untuk
mendapatkan ASI, keluarga tidak perlu
mengeluarkan biaya sehingga dapat membantu
pengaturan pengeluaran anggaran rumah
tangga. ASI mengandung kolostrum yang kaya
akan antibodi karena mengandung protein
untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman
dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI
eksklusif dapat mengurangi risiko kematian
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL YOGYAKARTA
24 | PISSN 2620-8040 Renni, dkk
pada bayi. ASI mengandung immunoglobulin,
protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan
kolostrum tetapi lemak dan kalori lebih tinggi
dengan warna susu lebih putih. Selain
mengandung zat-zat makanan, ASI juga
mengandung zat penyerap berupa enzim
tersendiri yang tidak akan menganggu enzim
di usus.1,7,14,15
Tabel 1 memperlihatkan responden
berpendidikan SLTA dan PT berjumlah
76,2%. Prosentase tersebut memperlihatkan
bahwa perempuan yang memasuki usia
reproduksi tahap menyusui mempunyai
pendidikan lanjut. Tingkat pendidikan sering
dikaitkan dengan kemampuan seseorang
menerima, melakukan, dan mengembangkan
informasi agar kehidupannya lebih berkualitas.
Dalam hal ini kemampuan seorang ibu untuk
memberikan makanan terbaik bagi bayinya
berupa ASI saja selama 6 bulan dan
dilanjutkan sampai usia anak 2 tahun.12
Salah
satu penelitian menemukan ibu dengan
pendidikan menengah ke atas mampu mencari
pengetahuan dan wawasan mengenai ASI
melalui situs internet, komunitas jejaring
sosial. Komunitas sosial tersebut menjadi
salah satu wahana bagi ibu untuk berbagi
informasi mengenai ASI dan berdiskusi
mengenai masalah ataupun kesulitan selama
menyusui.8
Komunitas pendukung ibu dalam
memberikan ASI juga merupakan salah satu
solusi jika selama menyusui ditemukan
masalah. Kelompok Pendukung Ibu (KP-Ibu)
merupakan peer-support (kelompok sebaya),
bukan kelas edukasi/penyuluhan. KP-Ibu
muncul karena penyuluhan telah banyak
dilakukan tetapi tidak dapat meningkatkan ASI
eksklusif. Pengetahuan tidak cukup mengubah
perilaku dalam memberikan ASI, sehingga ibu
membutuhkan keterampilan dan dukungan
(kepercayaan, penerimaan, pengakuan, dan
penghargaan) terhadap perasaan-perasaan ibu
menyusui. Suasana saling memberi dukungan
lebih mudah terbangun dalam kelompok
sebaya yang mempunyai pengalamandan
situasi lingkungan yang sama.7
Tabel 1 memperlihatkan 56,4% ibu
yang menjadi responden merupakan ibu
bekerja (PNS, pegawai swasta, dan buruh). Ibu
yang bekerja dituntut untuk mempu mengatur
antara pemberian ASI dan pekerjaan tidak
saling mengganggu. Pengaturan waktu untuk
hal-hal tersebut tidak dapat dianggap mudah.
Hal ini terlihat dari hasil penelitian di antara
27 informan yang bekerja sebagai buruh hanya
2 informan yang berhasil memberikan ASI
eksklusif. Kegagalan tersebut disebabkan
beberapa hal. Pengetahuan tentang
menyimpang ASI dan tata laksana pemberian
ASI di tempat kerja, ketersediaan fasilitas dan
sarana ASI, serta dukungan atasan kerja dan
tenaga kesehatan merupakan sejumlah faktor
(predisposing, enabling, dan reinforcing) yang
berperan dalam keberhasilan pemberian ASI
eksklusif di tempat kerja buruh industri tekstil
di Jakarta.14
Suatu hasil penelitian determinan
perilaku pemberian ASI eksklusif pada ibu
bekerja memperlihatkan bahwa 62,5%
responden memberikan ASI eksklusif. Alasan
responden berhenti menyusui eksklusif bukan
karena bekerja melainkan karena ASI sedikit.
Hasil analisis multivariat ditemukan bahwa
variabel umur, sikap, dukungan pengasuh, dan
ketersediaan fasilitas berhubungan dengan
perilaku pemberian ASI eksklusif.16
Pernyataan sedikitnya ASI yang
diproduksi tidak lepas dari sikap ibu. Rasa
percaya diri seorang ibu mampu memberikan
ASI eksklusif merupakan modal penting dalam
keberhasilan proses menyusui. Sikap yang
muncul juga dipengaruhi oleh motivasi. Hasil
penelitian menyatakan bahwa ibu yang
menyusui eksklusif memiliki motivasi
intrinsik dan ekstrinsik yang tinggi
dibandingkan ibu yang tidak menyusui
eksklusif. Motivasi instrinsik terdiri dari
tanggung jawab, harapan masa depan, menjadi
contoh, pengakuan dari orang lain, dan
memperluas pergaulan. Motivasi ekstrinsik
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL YOGYAKARTA
25 | PISSN 2620-8040 Renni, dkk
terdiri dari kebijakan atau program, fasilitas,
anjuran dukungan, dan tenaga kesehatan ahli
dan ramah.13,16
Deskripsi motivasi dalam penelitian
ini tercantum pada tabel 2. Nilai mean dari
ketiga sub pokok motivasi menyusui tidak
jauh berbeda. Semua bernilai di atas 90
dengan maksud motivasi dalam menyusui
terkategori tinggi. Tingginya motivasi ini
dapat menjadi daya dorong seorang ibu
memiliki perilaku untuk menyusui bayinya.
Terlaksananya perilaku menyusui maka besar
kemungkinan pemberian ASI dapat
berkesinambungan sampai anak berusia 2
tahun. Tabel 3 menyajikan data bahwa nilai
motivasi dan perilaku berkategori tinggi. Data
tersebut menjadi komponen pendukung untuk
analisis korelasi motivasi dan perilaku.
Hasilnya ada hubungan antara motivasi
memberikan ASI dengan perilaku menyusui
(tabel 4). Kedua variabel tersebut saling terkait
dari motivasi akan terlihat perilaku.
Motivasi yang muncul diharapkan
muncul dan mendukung terbentuknya perilaku
untuk mampu menyusui anaknya. Jika
seseorang tidak memiliki motivasi untuk
menyusui bayinya maka orang tersebut juga
tidak ingin memiliki perilaku menyusui
bayinya, meskipun di dalam penelitian ini
hasil analisis menyatakan bahwa tidak ada
kaitannya antara motivasi dengan perilaku.
Motivasi diri memengaruhi perilaku
seseorang. Motivasi menjadi pendorongan atau
usaha yang disadari memengaruhi tingkah laku
seseorang agar hatinya tergerak bertindak
melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil
atau tujuan tertentu.17
Hasil penelitian lain menemukan
bahwa motivasi instrinsik dan ekstrinsik ibu
menyusui secara eksklusif lebih tinggi
daripada ibu yang tidak menyusui secara
eksklusif. Penelitian tersebut memisahkan 2
kelompok ibu yang dapat memberikan ASI
eksklusif dan yang tidak eksklusif. Kedua
kelompok tersebut setelah diteliti lebih dalam
ibu yang menyusui eksklusif memiliki
motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik
yang lebih tinggi. Motivasi yang tinggi juga
didukung oleh lain di antaranya tenaga
kesehatan.13
Hasil temuan dalam penelitian ini
berbeda dengan penelitian di wilayah
Puskesmas Cilandak Jakarta. Penelitian di
wilayah Puskesmas Cilandak Jakarta
menemukan bahwa tidak ada hubungan
bermakna antara motivasi diri dengan
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Tidak
ada hubungan keduanya karena responden
penelitian di wilayah Puskesmas Cilandak
Jakarta masih beranggapan bahwa ASI mereka
masih kurang untuk kebutuhan bayi dan
kebiasaan memberikan makanan selain ASI
pada usia kurang dari 6 bulan telah dilakukan
turun menurun. Pemahaman tersebut
diperberat dengan menyatakan bahwa
pemberian makanan selain ASI pada usia
kurang dari 6 bulan tidak pernah timbul
masalah selama ini.9
Anggapan tersebut banyak dialami
oleh ibu menyusui dan menjadi pekerjaan
besar bagi tenaga kesehatan agar konsep yang
tertanam dapat berubah menjadi konsep baru
bahwa hanya ASI saja makanan terbaik baik
bagi bayi yang berusia kurang dari 6 bulan dan
pemberian ASI dilanjutkan sampai anak usia 2
tahun dengan ditambah makanan pendamping
ASI.
Dukungan bagi ibu menyusui sangat
penting agar keberlanjutan sehingga anak
disusui sampai usia 2 tahun. Dukungan
keluarga terutama suami berupa dukungan
emotional (rasa empati, cinta, kepercayaan,
dan motivasi), dukungan informational
(wacana pengetahuan pemberian ASI
eksklusif), dukungan indtrumental
(ketersediaan sarana dan dana memudahkan
ibu memberikan ASI eksklusif), dan dukungan
appraisal (penghargaan atas usaha yang
dilakukan ibu untuk memberikan ASI
eksklusif).9
Dukungan dari tenaga kesehatan
juga dapat meningkatkan motivasi ibu untuk
memberian ASI eksklusif (motivasi eksternal).
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL YOGYAKARTA
26 | PISSN 2620-8040 Renni, dkk
Salah satu hasil penelitian menemukan bahwa
kedudukan tenaga kesehatan sangat penting.
Hal ini bisa jadi karena pengaruh pemahaman
warga terhadap kedudukan tenaga kesehatan.
Tingginya kedudukan tenaga kesehatan dalam
pemahaman warga dapat dioptimalkan agar
program ASI eksklusif dapat sukses.
Dukungan dari tempat kerja juga berperan
dalam memotivasi ibu untuk memberikan ASI
eksklusif. Ketersediaan ruangan, wastafel, dan
peralatan untuk memerah serta penyimpan ASI
(pompa ASI, botol ASI, kulkas, alat steril
botol, cooler bag).14
Motivasi dan perilaku seseorang juga
bisa muncul dari pergaulan seseorang dengan
orang lain, terlebih lagi motivasi dapat muncul
dari sekelompok orang yang memiliki niat
untuk mendukung ibu menyusui memberikan
ASI sebagai makanan bergizi bagi bayinya
sampai bayi berusia 24 bulan. Kelompok
tersebut disebut dengan Kelompok Pendukung
ASI (KP-ASI) atau KP-Ibu. KP-ASI
merupakan kumpulan beberapa orang yang
mengalami situasi yang sama atau memiliki
tujuan yang sama, yang bertemu secara rutin
untuk saling menceritakan kesulitan,
keberhasilan, informasi dan ide berkaitan
dengan situasi yang dihadapi atau upaya
mencapai tujuan yang diinginkan.7,18
KESIMPULAN
Penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa
ada hubungan bermakna antara motivasi ibu
memberikan ASI dengan perilaku ibu saat
menyusui. Konstinuitas ibu memberikan ASI
kepada bayinya membutuhkan dukungan dari
pihak lain. Dukungan dari keluarga, tenaga
kesehatan, dan tempat bekerja jika ibu
menyusui berstatus bekerja sangat dibutuhkan
untuk ibu menyusui guna menyukseskan
program ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suraatmaja, S., 1997, ASI Petunjuk untuk
Tenaga Kesehatan, Editor: Soetjiningsih,
EGC, Jakarta
[2] World Health Organization, 2009, Infant
and Young Child Feefing (IYCT) Model
Chapter for Textbook for Medical
Students and Alied Health Professionals,
World Health Organization, Switzerland
[3] Setegn, T., Belachew, T., Gerbaba, M.,
Deribe, K., Deribrew, A., Biadgilign, S.,
2012. Factors Associated with Exclusive
Breasfeeding Practices Among Mothers in
Goba District, South East Ethiopia: A
Cross-Sectional Study, International
Breastfeeding Journal, No. 17, Vol. 7, 1-8
[4] Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2013, Laporan Hasil Riset
Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan, R.I., Jakarta.
[5] Nurmiati, Besral, 2008, Pengaruh Durasi
Pemberian ASI terhadap Ketahanan
Hidup Bayi di Indonesia, Makara
Kesehatan, No. 2, Vol. 12, 47-52
[6] Dinas Kesehatan Daerah Istimewa
Yogyakarta, 2015, Profil Kesehatan
Daerah Istimewa Yogyakarta 2015, Dinas
Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta,
Yogyakarta
[7] Susilo, J., Kurdanti, W., Siswati, T., 2012,
Hubungan Program Kelompok
Pendukung Ibu Terhadap Pengetahuan
dan Praktik Pemberian ASI Eksklusif,
Gizi Indon, No. 1, Vol. 35, 30-40
[8] Fahriani, R., Rohsiswatmo, R., Hendarto,
A., 2014, Faktor yang Memengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi
Cukup Bulan yang Dilakukan Inisiasi
Menyusu Dini, Sari Pediatri, No. 6, Vol.
15, 394-402.
[9] Azriani, D., Wasnidar, 2014, Keberhasilan
Pemberian ASI Eksklusif, Jurnal Health
Quality, No. 2, Vol. 4, 77-83.
[10] Racine, E. F., Friock, K. D., Strobino, D.,
Laura M., Carpenter, L. M., Milligan, R.,
Pugh, L. C., 2011, How Motivation
Influences Breastfeeding Duration Among
Low Income Women. J Hum Lact, No. 2,
Vol. 25, 173-181
[11] Suharti, S., 2010, Hubungan Pengetahuan
dan Sikap dengan Perilaku Kepala
Keluarga dalam Pemberantasan Sarang
Nyamuk Demam Berdarah (di Wilayah
Kerja Puskesmas Loa Ipuh Kabupaten
MOTIVASI MEMBERIKAN ASI DAN PERILAKU MENYUSUI DI BANTUL YOGYAKARTA
27 | PISSN 2620-8040 Renni, dkk
Kutai Kartanegara), Laporan Penelitian
Tugas Akhir
[12] Kusuma, R., Ariningtyas, R., 2015,
Hubungan Pengetahuan tentang ASI
dengan Perilaku Ibu Saat Menyusui di
Kabupaten Bantul, Media Ilmu
Kesehatan, No. 3, Vol. 4, 7-14
[13] Armini, N. W., Somoyani, N. K., Budiani,
N. N., 2015, Perbedaan Motivasi
Instriksik dan Motivasi Ekstrinsik dalam
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) oleh Ibu
Menyusui Eksklusif dengan Ibu Menyusui
Tidak Eksklusif, Jurnal Skala Husada,
No. 1, Vol. 12, 8-14
[14] Rizkianti, A., Prasodjo, R., Novianti,
Saptarini, I., 2014, Analisis Faktor
Keberhasilan Praktik Pemberian ASI
Eksklusif di Tempat Kerja pada Buruh
Insdustri Tekstil di Jakarta, Bul. Penelit.
Kesehat, No. 4, Vol. 42, 237-248
[15] Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2015, Profil Kesehatan
Indonesia 2015, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
[16] Abdullah, G. I., Ayubi, D., 2013.
Determinan Perilaku Pemberian Air Susu
Ibu Eksklusif pada Ibu Bekerja. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional, No. 7,
Vol. 7, 298-303
[17] Purwanto, M. N., 2007, Psikologi
Pendidikan, Remaja Rosdakarya,
Bandung.
[18] Tim, 2015, Gelar Kelompok Pendukung
ASI,.http://www.tubankab.go.id/public/c_
news/news_detail/356.shtml tertanggal 15
Juni 2015 diunduh 30 Oktober 2015