prosiding tugas akhir semester genap 2011/2012 filemembran dibuat dengan variasi ketebalan dan...
TRANSCRIPT
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
Pembuatan Membran Keramik La0,7Sr0,3Co0,8Fe0,2O3-δ
Laily Mabruroh*, Hamzah Fansuri1
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Membran keramik perovskit pada umumnya mudah pecah dan retak pada proses pembuatannya. Hal ini
cukup berpengaruh pada kinerja membran sebagai membran penghantar ion oksigen. Pada penelitian ini dibuat
membran keramik La0,7Sr0,3Co0,8Fe0,2O3-δ (LSCF 7382) dari bubuk oksida perovskit LSCF 7382 yang disiapkan
dengan metode solid state. Membran dibuat dengan variasi ketebalan dan ukuran butir untuk mengamati sifat
mekaniknya sehingga didapat membran dengan sifat yag kuat. Difraktogram XRD menunjukkan fase oksida
perovskit muncul di area puncak khas perovskit. Hasil SEM menunjukkan kerapatan membran di bagian
permukaan maupun di bagian dalam memiliki kerapatan pori yang sama. Hasil Micro Vickers Hardness
menunjukkan sebaran kekerasan pada tiap membran yang tidak merata, yaitu antara 200-875 Hv. Sedangkan hasil
uji TMA menunjukkan koefisien muai panas membran berkisar antara 13.82-18.95 (x 10-6
) K-1
. Ukuran butiran dan
ketebalan membran tidak memberikan pengaruh signifikan pada sifat mekaniknya. Namun membran mudah pecah
saat disintesis dengan ketebalan <0,75 mm dan >2,5 mm.
Kata kunci : LSCF 7382, membran keramik, perovskit
1. Penduhuluan
Salah satu sumber energi yang menjadi
kebutuhan utama dunia adalah bahan bakar minyak.
Manusia sangat bergantung pada bahan bakar minyak
untuk kebutuhan sehari-hari sebagai bahan energi. Hal
ini dapat dibuktikan dari fenomena di sekitar kita,
sedikit gangguan pada pendistribusian bahan bakar
seperti kurangnya stok atau naiknya harga bahan
bakar mampu memberikan dampak yang signifikan
bagi perekonomian. Hal ini menyebabkan banyak
negara berlomba-lomba untuk menjaga stok bahan
bakarnya atau mencari alternatif pengganti bahan
bakar.
Meskipun negara-negara di dunia gencar
mengupayakan energi alternatif sebagai pengganti
bahan bakar, namun ketergantungan akan bahan bakar
minyak belum bisa dilepaskan. Padahal minyak bumi
sebagai bahan utama dari bahan bakar minyak
merupakan sumber energi yang tidak dapat
*Corresponding author Phone: 085649476672
email:[email protected] 1Alamat sekarang: Jurusan Kimia, Fakultas MIPA,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Email:h,[email protected]
diperbaharui. Akibatnya, persediaan akan semakin
menipis seiring penggunaan terus menerus tanpa
disertai upaya penghematan.
Gas alam, salah satu sumber energi yang banyak
didapatkan di permukaan bumi, merupakan salah satu
energi alternatif pengganti bahan bakar bakar minyak
yang cukup menjanjikan. Gas alam memiliki banyak
kemiripan dengan bahan bakar minyak sehingga tidak
memerlukan tahap yang rumit untuk mengalihkan
pemanfaatannya agar sama dengan bahan bakar
minyak. Salah satu cara paling efektif untuk
meningkatkan penggunaannya adalah mengubah gas
alam menjadi bahan bakar cair, yaitu mengubah
hidrokarbon (metana) pada gas alam menjadi minyak.
Oksidasi parsial merupakan salah satu metode
yang digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan gas
alam dengan mengubahnya menjadi bahan bakar cair.
Oksidasi parsial mengubah gas alam menjadi metanol.
Prosesnya yang lebih sederhana dan tidak
membutuhkan peralatan besar menjadikan metode ini
lebih unggul dibandingkan dengan metode lainnya.
Namun, selektivitas pembentukan metanol dari
metode ini masih jauh dari nilai ekonomis seperti yang
dilaporkan oleh Zang et al. (2002) yang hanya
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
memperoleh konversi metana menjadi metanol
sebesar 13%. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan
beberapa penelitian lain (Chen et al., 2009, Lu et al.,
1996 dan Michalkiewicz, 2004).
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya
konversi gas metana menjadi metanol adalah adanya
oksigen berfasa gas dalam campuran reaksi. Gas
oksigen tersebut dapat bereaksi dengan metana
menjadi metanol maupun dengan gas metanol, hasil
reaksi dengan metana, menjadi CO2 dan H2O.
Oksigen lebih mudah bereaksi dengan metanol
sehingga hanya sebagian kecil metanol yang dapat
diambil dari sisa reaksi.
Membran keramik rapat penghantar ion oksigen
adalah salah satu alternatif yang dapat digunakan
untuk mengatasi permasalahan di atas. Membran ini
dapat berfungsi sebagai media bagi pemindahan
oksigen. Penggunaannya dapat mencegah keberadaan
gas oksigen secara bersama-sama dalam satu volume
dengan gas metana karena oksigen yang digunakan
pada oksidasi parsial hanya dapat diambil dari
membran penghantar ion oksigen.
Membran keramik perovskit berbasis LaCoO3
merupakan salah satu jenis membran penghantar ion
oksigen yang memiliki aktifitas dan selektifitas yang
baik jika diaplikasikan menjadi katalis, serta dapat
menghantarkan ion oksigen dengan fluks oksigen
yang tinggi (Wang et al., 2004 dan Yaremchenko et
al., 2003). Kemampuan lainnya adalah dapat
melepaskan oksigen kisinya secara reversibel. Sumber
oksigen berasal dari kisinya sehingga hantaran ion
oksigen sangat selektif dan tidak ada peluang bagi gas
atau molekul lain yang dapat melalui membran
tersebut.
Membran penghantar ion oksigen yang baik
adalah rapat, tidak berpori dan tidak memiliki celah
yang memungkinkan terjadinya difusi gas dari retakan
yang terdapat pada membran. Hal ini dapat
menyebabkan turunnya selektivitas perpindahan ion
oksigen akibat perpindahan massa yang tidak melalui
reaksi oksidasi-reduksi internal. Beberapa penelitian
melaporkan membran penghantar ion oksigen dengan
bahan oksida perovskit mudah pecah pada kondisi
tertentu (Tan et al., 2003 dan Wang et al, 2004).
Beberapa sifat mekanik dari membran cukup
mempengaruhi selektivitasnya, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Lee (2003) yang menemukan bahwa
ketebalan, distribusi dan ukuran butir membran
La0,6Sr0,4CoO3-δ cukup berpengaruh terhadap nilai
fluks oksigennya. Hal tersebut tidak berbeda jauh
dengan hasil penelitian lain (Etchegoyen et al., 2006,
Darcovich et al., 2003 dan Das et al., 1999). Sifat-sifat
mekanik dari membran dapat mempengaruhi kinerja
saat membran diaplikasikan sebagai penghantar ion
oksigen.
2. Metodologi
Pada bab ini dijelaskan peralatan dan bahan yang
digunakan dalam penelitian. Selain itu metode yang
digunakan pada proses penyiapan oksida perovskit
LSCF 7382 beserta karakterisasi dan proses
pembuatan membran keramik LSCF 7382 dengan
variasi ketebalan dan ukuran butir disertai pengujian
untuk mengamati sifat mekaniknya juga dipaparkan
secara ringkas. 2.1 Alat dan Bahan
2.1.1 Alat
Peralatan dalam penelitian ini digunakan untuk
menyiapkan dan mengkarakterisasi membran
keramik LSCF 7382. Peralatan tersebut meliputi
peralatan gelas seperti gelas beker, Erlenmeyer dan
sebagainya, peralatan porselen untuk proses
pemanasan, furnace elektrik, ball-mill, oven dan
neraca analitik. peralatan lain yang digunakan
adalah difraktometer Phillips X’pert PN-1830 X-ray
untuk pengujian fasa beserta software Phillips
X’pert Graphics untuk analisa fasa yang terdapat di
Laboratorium Riset Center ITS Surabaya. Selain itu
digunakan juga SEM Zeiss EVO MA 10 untuk
mengetahui morfologi permukaan membran, Micro
Vickers Hardness Mitutoyo tipe 211untuk
mengamati kekerasan membran, dan TMA Mettler
Toledo untuk mengukur koefisien muai panas
membran. Ketiga peralatan tersebut terdapat di
Laboratorium Studi Energi dan Rekayasa LPPM
ITS Surabaya.
2.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Oksida Lantanum(III) (La2O3) p.a 99,5% (Merck), Oksida Kobalt (Co3O4) p.a 99,5% (Aldrich), Oksida Stronsium (SrO) p.a 99,0% (Merck), Oksida Besi (Fe2O3) p.a 97% (Merck) dan Metanol p.a 99,8% (Mallinckrodt Chemicals).
2.2. Tahap-Tahap Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan,
yaitu penyiapan Oksida perovskit LSCF 7382
dengan karakterisasinya dan síntesis membran
keramik LSCF 7382 beserta pengujian sifat
mekaniknya.
2.2.1 Penyiapan Oksida Perovskit LSCF 7382
Target penyiapan oksida perovskit adalah LSCF
7382. Oksida perovskit tersebut dibuat dengan
metode solid state. Penyiapan oksida perovskit
LSCF 7382 diawali dengan penggerusan oksida-
oksida logam penyusunnya menggunakan ball mill
dengan metanol sebagai zat pendispersinya. Bahan-
bahan yang digunakan adalah oksida lanthanum
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
(La2O3) berupa bubuk halus berwarna putih, oksida
stronsium (SrO) berupa serbuk berwarna putih,
oksida kobalt (Co3O4) berupa bubuk hitam dan
oksida besi (Fe2O3) berupa serbuk merah bata.
Penyiapan oksida perovskit ini mengacu pada
prosedur pembuatan oksida perovskit dengan
metode solid state yang dilaporkan oleh Maulidah
dan Fansuri (2010).
Oksida logam tersebut ditimbang sesuai hasil
perhitungan komposisi seperti tabel 3.1 di bawah
ini.
Logam
Oksida
Massa
( gram )
La2O3 49.850
SrO 3.574
Co3O4 28.413
Fe2O3 7.026
Tabel 3.1 komposisi oksida logam sebagai bahan
oksida perovskit LSCF 7382
Bahan-bahan tersebut dicampur dan dihaluskan
dengan ball-mill kecepatan 400 rpm selama 24 jam
mengikuti prosedur yang digunakan oleh Mundskau
et al (2008). Sebelum ball-milling dilakukan, 100
mL metanol ditambahkan ke dalam ball-mill.
Selanjutnya campuran pasta yang dihasilkan dari
proses milling tersebut dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan di udara sampai semua cairan
metanol menguap. Pengeringan dilanjutkan dengan
menggunakan oven pada suhu 100°C selama 2 jam.
Hasil dari proses ini disebut dengan prekusor.
Prekusor yang diperoleh selanjutnya dikalsinasi
menggunakan furnace elektrik pada suhu 1000°C.
Suhu tersebut dipertahankan selama 2 jam,
kemudian furnace dibiarkan mendingin sampai
mencapai suhu 200°C. setelah furnace mencapai
suhu tersebut, material campuran oksida yang
dihasilkan dikeluarkan dari furnace dan didinginkan
untuk digerus ulang menggunakan ball-mill dengan
laju putaran 400 rpm selama 2 jam di dalam
pendispersi metanol. Setelah melalui proses
pengeringan, campuran oksida tersebut dikalsinasi
kembali menggunakan furnace dengan suhu 1000°C
selama 2 jam.
2.2.2 Karakterisasi Oksida Perovskit LSCF 7382
Karakterisasi yang dilakukan pada prekusor hasil
sintesis adalah karakterisasi strukturnya. Karakterisasi
ini dilakukan dengan metode difraksi sinar-X. difraksi
dilakukan pada sudut 2θ antara 20° dan 100° untuk
memperoleh puncak yang memadaii bagi analisis fasa
kristalin yang ada. Laju yang digunakan 0.02°/menit
dengan Cu Kα sebagai sumber sinar-X.
Serbuk halus prekusor ditempatkan pada sampel
holder berbentuk bulat dengan diameter 2,5 cm.
Prekursor dihaluskan terlebih dahulu sebelum
dimasukkan ke dalam sampel holder karena ukuran
partikel dari prekursor cukup mempengaruhi hasil
analisa difraksi sinar-X.
2.2.3 Pembuatan Membran Keramik LSCF 7382
Membran keramik dibuat dari serbuk oksida perovskit LSCF 7382 hasil sintesis. Serbuk oksida perovskit LSCF 7382 dimasukkan ke dalam cetakan press pellet berbentuk silinder dengan ukuran diameter 13 mm. Serbuk yang sudah dimasukkan dikompaksi dengan tekanan 6 ton menggunakan hydraulic press dan dipertahankan selama 15 menit. Setelah 15 menit, serbuk yang sudah dikompaksi dikeluarkan dari cetakan. Hasil yang didapatkan kemudian disebut green pellet.
Green pellet dibuat dengan menggunakan 2 variasi seperti yang ditampilkan pada tabel 3.2, yaitu variasi ukuran butir dan variasi ketebalan.
Variasi ukuran butir Variasi ketebalan
membran
Ukuran butir (µm)
Ketebalan (mm)
Ketebalan
(mm)
Ukuran butir (µm)
Campuran 2 0.75 Campuran
>0-45 2 1 Campuran
>45-125 2 2 Campuran
>125-250 2 2.5 Campuran
Tabel 3.2 variasi membran pada pembuatan
keramik LSCF 7382 Green pellet yang dihasilkan selanjutnya disinter menggunakan furnace elektrik dengan suhu 1000°C selama 4 jam. 2.2.4 Karakterisasi Membran Keramik LSCF
7382
Karakterisasi membran keramik LSCF 7382 dilakukan untuk mengamati sifat mekanik dari membran, yaitu morfologi permukaan, sebaran kekerasan dan koefisien muai panas. Pengujian yang digunakan pada penelitian ini antara lain SEM, Micro Vickers Hardness dan TMA.
2.2.4.1 Pengujian Kerapatan Membran
Pengujian kerapatan membran dilakukan dengan SEM. Kerapatan membran diamati dibagian permukaan untuk membran dengan variasi ukuran butir dan bagian cross section untuk membran dengan variasi ketebalan. Posisi cross section didapatkan dengan mounting (menyangga) membran menggunakan resin, kemudian dipoles agar permukaan cross section lebih halus dan rata.
Membran ditempatkan pada sampel holder berbentuk pin dan direkatkan dengan carbon tape. Selanjutnya membran dimasukkan ke dalam chamber dan divakum. Analisis dilakukan dengan mengambil beberapa fokus pada permukaan membran untuk kemudian diamati kerapatan porinya.
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
2.2.4.2 Pengujian Kekerasan Membran
Pengujian kekerasan membran dilakukan dengan
Micro Vickers Hardness. Permukaan membran yang
diuji harus rata. Membran diindentasi dengan indentor
intan berbentuk piramid dengan sudut 136° yang
membentuk inden persegi. Indentasi dilakukan pada
beberapa titik pada permukaan membran. Gaya yang
diberikan saat indentasi antara 0,3-0,5 N dan
dipertahankan 30 detik. Ukuran inden ditentukan secara
optik dengan mengukur luas permukaan dari dua
diagonal inden persegi. Nilai kekerasan didapatkan dari
fungsi gaya yang diberikan dibagi dengan luas
permukaan inden (Boubaker, 2003).
2.2.4.3 Pengujian Koefisien Muai Panas
Pengujian koefisien muai panas dilakukan dengan
TMA. Membran yang diuji harus memiliki
permukaan yang rata. Membran diletakkan di atas
penampang dan dijepit dengan probe. Analisis
dilakukan pada rentang suhu 100°-1100°C. koefisien
muai panas didapatkan dari slope pertambahan
panjang cuplikan berbanding dengan kenaikan suhu.
3. Hasil Dan Pembahasan
3.1 Penyiapan Oksida Perovskit LSCF 7382
Penyiapan Oksida Perovskit LSCF 7382 ini
dilakukan dengan metode solid state. Metode solid-
state telah banyak dilakukan oleh para peneliti
pendahulu. Diantara para peneliti tersebut adalah
Royer et al. (2005) yang membuat katalis perovskit
LaCo1-xCuxO3-δ untuk mensintesis alkohol tingkat
tinggi (higher alcohols) serta Tien Thao et al. (2007)
dan Mundscau (2008) yang mensintesis
La0,5Sr0,5CoO3.
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh maulidah dan Fansuri (2010), metode
solid-state bisa menghasilkan produk yang lebih
banyak dan komposisi presisi antara prekusor dengan
produk. Hal ini dapat disebabkan karena tidak ada
komposisi yang hilang dari material pembentuk
perovskit oleh penguapan maupun pengendapan.
Homogenisasi merupakan hal yang paling
menentukan keberhasilan hasil solid-state karena
komposisi perovskit yang diharapkan harus presisi.
Proses ini dilakukan dengan penggerindingan
menggunakan ball-mill dengan kecepatan 400 rpm
selama 24 jam. metanol digunakan sebagai zat
pendispersi pada proses ini. Prekusor yang digunakan
untuk meyiapkan oksida perovskit LSCF 7382 adalah
Oksida Lantanum (III) berupa bubuk halus berwarna
putih sebanyak 49,850 gram, Oksida Stronsium
berupa serbuk berwarna putih sebanyak 3,574 gram,
Oksida Kobalt berupa bubuk berwarna hitam
sebanyak 28,413 gram dan Oksida Besi (III) berupa
bubuk berwarna merah bata sebanyak 7,026 gram.
Campuran oksida yang sudah digerinding
kemudian diangin-anginkan untuk menguapkan
metanol yang tercampur sebagai zat pendispersi.
Metanol tidak langsung menguap saat proses
penggerindingan dilakukan pada kondisi tertutup
rapat. Untuk mempercepat penguapan, campuran
tersebut dioven pada suhu 100°C sekitar 2 jam. Suhu
ini digunakan untuk menguapkan metanol yang
memiliki titik didih 64,7°C.
Padatan kering campuran oksida yang didapat
dikalsin 1000°C selama 2 jam. Pembentukan fasa
perovskit diperkirakan terjadi pada suhu sekitar
880°C (Maulidah dan Fansuri, 2010). Pada umumnya
metode solid-state membutuhkan suhu kalsinasi yang
tinggi lebih dari 1000°C karena pada suhu kurang
dari 1000°C masih terdapat prekusor yang belum
terdekomposisi. Beberapa contoh diantaranya adalah
oksida perovskit La0,2Sr0,8Co0,8Fe0,2O3-δ dikalsinasi
pada suhu 1000°C-1150°C selama 10-15 jam (Hu et
al., 2006), perovskit La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,2O3 dikalsinasi
pada suhu 1000°C selama 5 jam (Lee et al., 2003),
serta perovskit La0,6Sr0,4Fe0,9Ga0,1O3-δ yang disintesis
pada suhu kalsinasi 1100°C selama 10 jam
(Etchegoyen et al., 2006).
Proses kalsinasi merupakan proses pengubahan
oksida logam menjadi oksida perovskit. Suhu yang
digunakan pada proses kalsinasi harus tepat karena
sangat berpengaruh pada sifat oksida perovskit yang
terbentuk. Suhu yang terlalu tinggi akan
menghasilkan oksida perovskit dengan kerapatan
yang rapat dan luas permukaan rendah. Sifat tersebut
tidak sesuai dengan fungsi oksida perovskit sebagai
katalis. Sedangkan suhu kalsinasi yang terlalu rendah
dapat memungkinkan masih adanya fasa-fasa non
perovskit.. Padatan hasil kalsinasi pertama
dikeluarkan dari furnace untuk digerus dan dikalsin
kembali dengan suhu dan waktu yang sama. hal
tersebut dilakukan agar pengotor dari padatan oksida
perovskit LSCF 7382 dapat dihilangkan.
3.2 Karakterisasi Oksida Perovskit LSCF 7382
Hasil sintesis oksida perovskit LSCF 7382
yang telah diperoleh berupa padatan serbuk abu-abu
kehitaman yang kemudian dikarakterisasi dengan
XRD. Difraktogram padatan yang diperoleh dari hasil
karakterisasi ditunjukkan pada Gambar 3.1.
difraktogram padatan dicocokkan dengan database
JCPDS-Internal Centre of Diffraction Data PDFWIN
tahun 2001. Hasil pencocokan menunjukkan bahwa
Oksida Perovskit 7382 hasil sintesis sesuai dengan
PDF no. 48-0125.
Difraktogram Oksida Perovskit 7382 hasil
sintesis juga dicocokkan dengan database prekusor
La2O3 pada 2θ 25,329; 27,725; 28,936; 37,903;
44,635; 49,794; 53,360; 54,073; 69,076; 79,263°
(PDF No. 83-1355) , SrO pada 30,092; 34,885;
50,164; 59,614; 62,555; 73,668; 81,580; 84,175°
(PDF No. 75-0263), Co3O4 pada 31,267; 36,841;
44,804; 59,348;65,225° (PDF No. 78-1970) dan
Fe2O3 pada 24,262; 33,331; 35,787; 41;056; 49,706;
62,748;64,304° (PDF No. 84-0308).Hasil pencocokan
oksida perovskit LSCF 7382 hasil sintesis dengan
database prekusor menunjukkan bahwa difraktogram
tersebut memunculkan puncak non perovskit La2O3
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
yang muncul di daerah sekitar 2θ = 69° dan 79°
Fasa non perosvsit yang muncul dapat
terbentuk karena ion logam La3+
berinteraksi dengan
O2-
membentuk oksida logamnya sendiri. Faktor yang
dapat menyebabkan hal ini terjadi adalah
homogenitas dari prekusor-prekusor pembentuknya
kurang sempurna sehingga ion-ion logam tidak dapat
berinteraksi sempurna untuk bereaksi membentuk
oksida perovskit. Namun puncak non-perovskit yang
muncul pada hasil difraktogram memiliki intensitas
yang sangat kecil sehingga bisa diabaikan.
Gambar 3.1 Difraktogram sinar-X oksida perovskit
LSCF 7382 pada suhu 1000°C.
3.2 Pembuatan Membran Keramik LSCF 7382
Hasil pembuatan membran yang didapatkan
dari bubuk oksida perovskit LSCF 7382 dari sintesis
sebelumnya berbentuk green pellet berwarna abu-abu
kehitaman. Setelah disintering pada suhu 1100°
selama 4 jam green pellet berubah warna menjadi
hitam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 membran keramik perovskit LSCF 7382
hasil sintering suhu 1100°C selama 4
jam.
Pada proses pembuatannya bubuk oksida
perovskit LSCF 7382 hasil sintesis dikompaksi
dengan tekanan 6 ton selama 15 menit dalam cetakan
stainless untuk membentuk green pellet dengan
diameter 13 mm. Waktu 15 menit diperlukan agar
tekanan yang diberikan dari press hydraulic dapat
terdistribusi merata pada green pellet dalam cetakan.
Durasi kompaksi yang terlalu singkat dapat
menyebabkan green pellet yang dihasilkan mudah
retak atau pecah saat dikeluarkan dari cetakan.
Metode kompaksi dilakukan berdasarkan 2 variasi,
yaitu variasi ukuran butiran dan ketebalan.
Green Pellet yang dihasilkan ditunjukkan
pada Tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3.1 Green Pellet hasil kompaksi LSCF 7382
dengan variasi butiran dan ketebalan.
Variasi ukuran butir Variasi ketebalan
membran
Ukuran butir (µm)
Tebal (mm)
Hasil Tebal (mm)
Ukuran butir (µm)
Hasil
Campuran 2 Jadi
0.5 Campura
n Pecah
>0-45 2 Jadi
0.7
5 Campura
n Jadi
>45-125 2 Jadi
1 Campura
n Jadi
>125-250 2 Jadi
2 Campura
n Jadi
2.5 Campura
n Jadi
2.7
5 Campura
n Pecah
Pada saat proses kompaksi berlangsung
harus dipastikan bahwa tidak ada pengotor dari luar
yang ikut masuk ke dalam cetakan karena dapat
berpengaruh pada green pellet yang dihasilkan.
Selain itu, serbuk di dalam cetakan yang tidak merata
juga sangat berpengaruh pada hasil yang didapatkan.
Beberapa efek yang ditimbulkan adalah green pellet
mudah pecah saat dikeluarkan dari cetakan, kekerasan
dari green pellet tidak merata dan mudah terjadi
retakan.
3.3 Karakterisasi Membran Keramik LSCF
7382
Scanning Electron Microscopy (SEM)
digunakan untuk mengamati morfologi partikel juga
kerapatan pori dari membran. Sebaran kekerasan pada
membran diamati dengan Micro Vickers Hardness
(MVH). Sedangkan koefisien ekspansi termal
membran diamati dengan Thermal Mechanical
Analizer (TMA).
3.3.1 Pengujian Kerapatan Membran
Mikrograf SEM membran keramik perovskit
LSCF 7382 ditunjukkan pada Gambar 3.3 – 3.10.
Mikrograf hasil uji SEM menunjukkan bahwa butiran
partikel pada membran berbentuk spheric atau bulat.
Butiran tersebut memiliki ukuran partikel 1-3 µm.
Gambar 3.3 adalah mikrograf membran
keramik LSCF 7382 dengan ukuran butir >0-45 µm
yang diambil dengan 2 perbesaran. Gambar 3.3 (a)
tidak menunjukkan adanya keretakan pada
permukaan membran. Perbesaran lebih tinggi yang
ditunjukkan pada Gambar 3.3 (b) memperlihatkan
kerapatan pori pada membran. Meskipun ikatan antar
membran cukup rapat, namun masih terlihat pori
yang cukup besar di sepanjang permukaan.
2θ
inte
nsi
tas
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
(a) (b)
Gambar 3.3 Mikrograf SEM permukaan membran
keramik LSCF 7382 ukuran butir >0-45
µm dengan dua perbesaran
Gambar 3.4 adalah mikrograf membran
keramik LSCF 7382 dengan ukuran butir >45-125
µm. Dibandingkan dengan Gambar 3.3 membran
dengan ukuran butir >45-125 µm tidak lebih rapat
dari membran dengan ukuran butir .0-45 µm. Hal ini
dapat ditunjukkan dari Gambar 3.4 (a). Mikrograf
yang ditunjukkan pada Gambar 3.4 (b)
menunjukkankerapatan membran yang sama dengan
Gambar 3.3 (b). Namun pada Gambar ini terlihat
lebih jelas batas butir antar partikel.
(a) (b)
Gambar 3.4 Mikrograf SEM permukaan membran
keramik LSCF 7382 ukuran butir >45-
125 µm dengan dua perbesaran.
Gumpalan serbuk oksida perovskit akan
menghilang seiring terbentuknya ikatan antar partikel
yang berhimpit dan terlihat dengan jelas batas butiran
yang terbentuk. Selain itu dari mikrograf juga terlihat
jelas reduksi ukuran pori dari permukaan sampai
bagian dalam pori. Hal ini menunjukkan terbentuknya
membran mikropori.
Gambar 3.5 (a) dan (b) adalah mikrograf
SEM dengan ukuran butir >125-250 µm. Kerapatan
pori yang ditunjukkan dari kedua mikrograf tidak
berbeda jauh dengan mikrograf yang ditunjukkan
pada Gambar 3.4 (a) dan (b). Pada Gambar 3.5 (b)
juga terlihat jelas batas butir antar butiran yang
berikatan.
(a) (b)
Gambar 3.5 Mikrograf SEM permukaan membran
keramik LSCF 7382 ukuran butir >125-
250 µm dengan dua perbesaran.
Gambar 3.6 (a) dan (b) adalah mikrograf
membran dengan ukuran butir campuran. Kerapatan
pori maupun batas butiran yang ditunjukkan juga
tidak memperlihatkan perbedaan dengan dua gambar
sebelumnya.
(a) (b)
Gambar 3.6 Mikrograf SEM permukaan membran
keramik perovskit LSCF 7382 ukuran
butir campuran dengan dua perbesaran.
Pada penelitian lain dilaporkan bahwa
ukuran butir memiliki pengaruh terhadap
permeabilitas oksigen. Ukuran butir dan rasio batas
butir berperan penting dalam proses difusi. Butiran
yang kecil menyebabkan area permukaan semakin
luas. Luas permukaan memegang peranan penting
dalam meningkatkan permeasi oksigen, yaitu dengan
mengurangi ukuran butir maka permeabilitasnya akan
meningkat. Berkurangnya ukuran butiran akan
memperluas permukaan membran sehingga permeasi
oksigen semakin besar. Zhang et al. (2002)
menemukan hubungan bertambahnya permeasi
oksigen dengan menurunnya ukuran butir pada
sintesis SrCo0,8Fe0,2O3-δ.
Gambar 3.7 adalah mikrograf dari membran
keramik LSCF 7382 dengan ketebalan 0,75 mm yang
diambil dengan posisi melintang atau cross section.
Gambar 3.7 (a), (b), dan (c) secara berurutan adalah
mikrograf yang diambil dari permukaan, bagian
tengah atau dalam membran dan permukaan pada sisi
yang lain. Dari gambar tersebut dapat diamati
kerapatan membran pada bagian permukaan
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
dibandingkan dengan bagian dalam membran.
Terlihat jelas bahwa kerapatan membran dengan
ketebalan 0,75 mm ini merata dari permukaan sampai
bagian dalamnya.
(a) (b) (c)
Gambar 3.7 Mikrograf SEM cross section membran
keramik LSCF 7382 tebal 0,75 mm
dengan tiga bagian (a) & (c) permukaan
(b) dalam.
Gambar 3.8 adalah mikrograf membran
keramik LSCF 7382 dengan ketebalan 1 mm. Gambar
3.8 (b) menunjukkan kerapatan membran bagian
dalam. Bagian dalam membran memiliki kerapatan
yang sama dengan kedua permukaannya, namun
permukaan membran bagian dalam terlihat kurang
rata. Hal ini dapat disebabkan karena proses
pemolesan permukaan yang kurang rata.
(a) (b) (c)
Gambar 3.8 Mikrograf SEM cross section membran
keramik perovskit LSCF 7382 tebal 1
mm dengan tiga bagian (a) & (c)
permukaan (b) dalam.
Proses kompaksi memiliki pengaruh cukup
signifikan pada ukuran butiran. Tekanan tinggi dapat
mengubah morfologi asli dari partikel dan
mengakibatkan perubahan ukuran partikel dengan
distribusi ukuran butiran yang seragam. Jarak antara
penyusutan ukuran partikel dan penggabungan antar
partikel menjadi satu partikel yang lebih besar
merupakan bagian dari proses sintering. Oleh karena
itu membran dengan jarak partikel yang berjauhan
dapat menghasilkan porositas yang kecil.
Gambar 3.9 adalah mikrograf membran
keramik LSCF 7382 dengan ketebalan 2 mm.
Meskipun kerapatan porinya tidak berbeda dengan
Gambar 3.7 dan Gambar 3.8, namun batas butiran
dapat diamati dengan baik dari Gambar 3.9 (a), (b)
maupun (c). selain itu juga terlihat jelas pori-pori
diantara butiran yang ukurannya terlihat sedikit lebih
besar disbanding dua gambar sebelumnya.
(a) (b) (c)
Gambar 3.9 Mikrograf SEM cross section membran
keramik perovskit LSCF 7382 tebal 2
mm dengan tiga bagian (a) & (c)
permukaan (b) dalam.
Ukuran pori berhubungan dengan nilai
permeabilitas oksigen. Membran dengan pori yang
rapat akan menghasilkan permeabilitas oksigen yang
tinggi dan menurunkan energi aktivasinya dalam
proses transfer ion oksigen.
Gambar 3.10 adalah mikrograf dari
membran keramik 7382 dengan ketebalan 2,5 mm.
pada gambar ini terdapat sedikit perbedaan antara
ketiga gambar. Gambar 3.10 (a) dan (b) memiliki
kerapatan yang seragam, namun berbeda dengan
Gambar 3.11 (b) yang memperlihatkan lebih banyak
pori dibandingkan dua sisi yang lain.
(a) (b) (c)
Gambar 3.10 Mikrograf SEM cross section membran
keramik perovskit LSCF 7382 tebal
2,5 mm dengan tiga bagian (a) & (c)
permukaan (b) dalam.
Dari hasil pengamatan pada semua
mikrograf dapat diamati bahwa ketebalan membran
sedikit mempengaruhi kerapatan membran, yaitu
semakin tebal membran maka kerapatannya semakin
berkurang. Sedangkan ukuran butiran tidak terlalu
menunjukkan perbedaan sifat mekanik yang
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
signifikan.
3.3.2 Pengujian Kekerasan Membran
Membran perovskit merupakan tipe keramik
yang rapuh. Hal tersebut mengakibatnya patahnya
membran pada indentasi dengan beban lebih dari 0,5
N. Namun, perubahan beban yang diberikan pada saat
indentasi tidak memberikan nilai yang berbeda pada
hasil yang ditunjukkan. Penelitian yang dilakukan
oleh Chanda (2011) juga menunjukkan hasil yang
sama pada indentasi BSCF 5582. Tekanan 0,6 N
mengakibatkan keretakan pada sudut hasil indentasi.
Gambar 3.10 dan 3.16 menunjukkan sebaran
kekerasan pada masing-masing spesimen. Indentasi
diberikan pada beberapa titik secara simetris. Nilai
sebaran bervariasi antara 200-875 Hv. Grafik 4.10 di
bawah ini adalah sebaran nilai kekerasan dari
membran keramik LSCF 7382 dengan ketebalan 0,75
mm. Nilai kekerasan yang ditampilkan pada grafik
tidak rata antara sisi satu dengan sisi lainnya.
Grafik 3.10 Sebaran kekerasan membran keramik
LSCF 7382 tebal 0,75 mm.
Grafik 3.11 menunjukkan sebaran nilai
kekerasan dari membran keramik LSCF 7382 dengan
ketebalan 1 mm. Nilai kekerasan yang ditampilkan
pada grafik ini juga bervariasi antara titik indentasi
satu sisi dengan sisi lainnya. Namun rata-rata nilai
kekerasannya cukup tinggi. Sebaran kekrasan yang
tidak merata ini bisa diakibatkan karena
pendistribusian serbuk oksida perovskit yang kurang
merata pada saat kompaksi sehingga mengakibatkan
sebaran kekerasannya berbeda-beda.
Grafik 3.11 Sebaran kekerasan membran keramik
LSCF 7382 tebal 1 mm.
Grafik 3.12 menunjukkan sebaran nilai
kekerasan pada membran keramik LSCF 7382
dengan ketebalan 2 mm. Pola sebaran nilai kekerasan
yang di tunjukkan pada grafik ini lebih acak
dibandingkan dengan dua grafik sebelumnya. Namun
nilai rata-rata kekerasan pada membran ini relatif
rendah.
Grafik 3.12 Sebaran kekerasan membran keramik
LSCF 7382 tebal 2 mm dengan ukuran
butiran campuran.
Komponen nonstokiometri dapat dihasilkan
dari kation yang memiliki bilangan oksidasi yang
berbeda seperti Fe2O3 atau SrO. Konversi ɤ-Fe2O3
dengan Fe3O4 dapat terjadi dengan mudah.
Komponen nonstokiometri dapat terjadi akibat
hilangnya oksigen akibat pemanasan. Dalam hal ini
elektron maupun elektron bebas memungkinkan
adanya kekosongan anion.
Tekanan elektrostatik yang kuat antar ion
menyebabkan Kristal ion relatif keras seiring
tingginya suhu pemanasan. Kekerasan Kristal
umumnya meningkat seiring peningkatan jari-jari
ion.
Grafik 3.13 adalah sebaran nilai kekerasan
pada membran LSCF 7382 dengan ketebalan 2,5 mm.
Pada grafik ini sebaran nilai kekerasan relatif rata dan
nilai kekerasan cukup tinggi yaitu diatas 550 Hv.
Grafik 3.13 Sebaran kekerasan membran keramik
LSCF 7382 tebal 2,5 mm.
Grafik 3.14 menunjukkan sebaran nilai
kekerasan membran keramik LSCF 7382 dengan
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
ukuran butir >0-45 µm. Selisih nilai sebaran cukup
rendah dengan nilai yang tinggi.
Grafik 3.14 Sebaran kekerasan membran keramik
LSCF 7382 ukuran butir >0-45 µm.
.
Grafik 3.15 adalah sebaran nilai kekerasan
membran keramik LSCF 7382 dengan ukuran butir
>45-125 µm. Nilai rata-rata kekerasan cukup rendah,
yaitu di bawah 350 Hv, namun persebarannya merata.
Grafik 3.15 Sebaran kekerasan membran keramik
LSCF 7382 ukuran butir >45-125 µm.
Meskipun masing-masing membran tidak
menunjukkan sebaran kekerasan yang rata, namun
selisih nilai rata-rata kekerasan tiap membran tidak
terlampau jauh. Ketebalan maupun ukuran butir tidak
memberikan efek signifikan pada sebaran kekerasan
tiap membran. Metode atau perlakuan saat proses
kompaksi yang menjadi faktor penentu sebaran
kekerasan dari membran.
Grafik 3.16 adalah sebaran nilai kekerasan
membran keramik LSCF 7382 dengan ukuran butir
>125-250 µm. Grafik menunjukkan pola sebaran
yang cukup rapi dan nilai rata-rata kekerasannya
cukup tinggi.
Grafik 3.16 Sebaran kekerasan membran keramik
LSCF 7382 ukuran butir >125-250 µm.
Substitusi Sr2+
pada LaCoO3 dapat
menyebabkan kenaikan bilangan oksidasi Co3+
menjadi Co4+
. Akibatnya adalah terjadi kekosongan
oksigen yang besar sehingga membran mudah retak.
Kekosongan oksigen yang besar juga menyebabkan
kerapatan pori yang kecil sehingga nilai
kekerasannyapun kecil. Kerapatan pori akan
berpengaruh pada kemampuan permeabilitas oksigen.
3.3.3 Pengujian Koefisien Muai Panas
Analisis TMA dilakukan dengan pemanasan
100-1100°C dengan laju 25°C/menit. Hasil analsis
berupa koefisien muai panas (TEC) dari suhu 400-
900°C ditunjukkan pada Tabel 3.2. Suhu tersebut
digunakan saat membran diaplikasikan pada proses
oksidasi metana. Slope yang terbentuk dari kurva
non-linier pada suhu tinggi menunjukkan kondisi
berkurangnya kisi oksigen dan perubahan formasi
oksigen. Slope yang didapatkan adalah nilai koefisien
ekspansi suhu dari membran. Hal tersebut perupakan
tipikal khas dari perovskit alkali tanah yang
disubtitusi oleh logam transisi lantanida (Xu, 2007).
Reduksi termal secara serempak pada kation
B (kation dari logam alkali) mengubah valensi tinggi
Co4+
dan Fe4+
menjadi trivalen Co3+
dan Fe3+
untuk
membentuk kestabilan elektron. Perubahan valensi
diikuti dengan peningkatan jari-jari ion partikel pada
reduksi Co4+
(0.067 nm) menjadi Co3+
(0.075 nm).
Reduksi ini menurunkan ikatan B-O diikuti dengan
ekspansi kisi.
Pada Tabel 3.2 ditunjukkan hasil pengukuran
koefisien muai panas membran dengan variasi ukuran
butir dan variasi ketebalan membran. Ukuran butir
tidak menimbulkan perbedaan signifikan pada nilai
TEC, sedangkan ketebalan memiliki perbedaan hasil
TEC yang cukup jauh. Membran dengan tebal di
bawah 2 mm memiliki nilai TEC yang rendah.
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
Tabel 3.2 Hasil koefisien ekspansi termal (TEC)
membran keramik LSCF 7382 pada range suhu
400-900°C.
Ukuran
Butir
(mikron)
TEC
( x10-
6K
-1)
Ketebalan
(mm)
TEC
( x10-
6K
-1)
campuran 18.95 0.75 13.82
>0-45 17.52 1.00 15.90
>45-125 17.13 2.00 18.95
>125-250 16.89 2.50 18.08
4. Kesimpulan
Pada pembuatan membran keramik LSCF 7382
dengan variasi ukuran butiran dan ketebalan
membran tidak ditemukan perbedaan sifat mekanik
yang jauh. Namun green pellet yang dibuat dengan
ketebalan <0,75 mm dan >2,5 mm mudah pecah saat
dikeluarkan dari cetakan. Hasil mikrograf yang
diambil dari permukaan maupun cross section
membran menunjukkan kerapatan pori yang hampir
sama, namun semakin tebal membran didapatkan
pori bagian dalam membran yang sedikit renggang.
Hasil indentasi menunjukkan sebaran kekerasan
yang acak pada membran. Nilai sebaran berkisar
antara 200-875 Hv. Hasil pengujian ekspansi termal
yang dilakukan pada suhu 400°-900°C menunjukkan
bahwa variasi ukuran butir tidak memberikan selisih
nilai TEC yang jauh, yaitu 16,89 x10-6
K-1
– 18,95
x10-6
K-1
. Sedangkan dengan variasi ketebalan,
membran dengan ketebalan kurang dari 2 mm
memiliki nilai TEC menurun, yaitu 15,90 x10-6
K-1
pada membran dengan ketebalan 1 mm dan 13,8 x10-
6K
-1 pada membran dengan ketebalan 0,75 mm.
Daftar Pustaka
Boubaker, K.M., Bouhafs, M. dan Yacoubi, N.,
(2003), A Quantitative Alternative to the
Vickers Hardness Test Based on a
Correlation Between Thermal Diffusivity and
Hardness-Applications to Laser-Hardened
Carburized Steel, NDT&E International, 36,
547-552.
Bouwmeester, H.J.M., Kruidhof, H. dan Burggraf,
A.J., (1994), Importance of the surface
exchange kinetics as rate limiting step in
oxygen permeation through mixed-conducting
oxides, solid state ionics, 72, 185-194.
Chanda, A., Huang, B.H., Malzbender, J. dan
Steinbrech, R.W., (2011), Micro-and macro-
indentation behavior of Ba0,5Sr0,5Co0,8Fe0,2O3-δ
perovskite, Journal of the European Ceramic
society, 31, 401-408.
Chanda, Huang, B.X., Malzbender, J. dan
Steinbrech, R.W., (2011), Micro- and macro-
indentation behavior of Ba0,5Sr0,5Co0,8Fe0,2O3-d
perovskite, Journal of the European ceramic
society, 31, 401-408.
Chen, C. M. (2004), Ceramic Membrane Reactor
Systems for Converting Natural Gas to
Hydrogen (ITM Syngas). Air Products and
Chemicals, Inc.
Chen, Lin, Zhang, Xing-Wang, Huang, Liang dan
Lei, Le-Cheng, (2009), Partial Oxidation of
Methane With Air for Mehanol Production in
a Post-Plasma Catalytic System, Chemical
Engineering and Processing, 48, 1333-1340.
Daintith, J., 2004. Kamus Lengkap Kimia. Jakarta :
Erlangga.
Darcovich, Ken, Toll, Floyd, Hontanx, Pierre,
Virginie, Roux dan Shinagawa, Kazunari, (2003),
An Experimental and Numerical Study of
Particle Size Distribution Effects on the
Sintering of Porous Ceramics, Material Science
and Engineering, A348, 76-83.
Darminto, 2008. Pengantar Kristalografi dan
Difraksi Kristal. Lecture handout. Surabaya :
Fisika MIPA ITS.
Das, Nandini dan Maiti, H.S., (1999), Effect of Size
Distribution of the Starting Powder on the
pore Size and its Distriution of Tape Cast
Alumina Microporous Membranes, Journal of
the European Ceramic Society, 19, 341-345. Day, R.A. dan Underwood, A.L. (1986),
Quantitative Analysis 5th edition, Prentice Hall.
Etchegoyen, G., Chartier, T. dan Del-Gallo, P.,
(2006), Oxygen permeation in
La0,6Sr0,4Fe0,9Ga0,1O3-δ dense membrane: effect
of surface microstructure, Journal Solid State
Electrochem, 10, 597-603. Gates, B. C., (1992), Catalytic Chemistry, John
Wiley and Sons.
Ismunandar, (2004), Padatan Oksida Logam:
Struktur Sintesis dan Sifat – Sifatnya, FMIPA-
ITB, Bandung.
Junwu, Z., Xiaojie, S., Yanping, W., Xin, W., Xujie
Y. dan Lude, L., 2007. Solution-Phase Synthesis
and Characterization of Perovskite LaCoO3
Nanocrystals via A Co-Precipitation Route .
Journal Of Rare Earths 25, 601-604.
Lee, S., K. S., Woo, S. K, J. W., Ishihara, T. dan
Kim, D. K., (2003), Oxygen-Permeating
Property of LaSrBFeO3 (B=Co, Ga) Perovskite
Membrane Surface-Modified by LaSrCoO3,
Solid State Ionics, 158, 287-296.
Lu, Guanzhong, Shen, Shoucang dan Wang, Ren,
(1996), Direct Oxidation of Methane to
Methanol at Atmospheric Pressure in CMR
and RSCMR, Catalys Today, 30, 41-48.
Maulidah, N. dan Fansuri, H., (2010), Sintesis Dan
Karakterisasi Oksida Perovskit La1-xSrxCo1-
yFeyO3-δ (0,0≤x,y≤0,5) Dengan Metode Solid-
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
State, Prosiding Skripsi Semester Gasal
2010/2011, SK-091304.
Merck Chemical Database, 2004. Lanthanum (III)
Oxide LAB. 112220.
Merck Chemical Database, 2004. Methanol GR for
Analysis ACS, ISO, Reag. Ph Eur. 106009.
Michalkiewicz, Beata, (2004), Partial Oxidation of
Methane to Formaldehyde and Methanol using
Molecular Oxygen Over Fe-ZSM-5, Applied
Catalysis: General, 277, 147-153.
Muhamed, B.A., 2005, Synthesis, Characterization
and Activity of Al-MCM-41 Catalyst for
Hydroxyalkylation of Epoxides, Tesis, Master
of Science (Chemitry). Faculty of Science
Universiti Teknologi Malaysia.
Mundscau, M.V.,Cristtopher G.B. dan David
A.G.Jr.,(2008), Diesel Fuel Reforming Using
Catalytic Membran Reaktor , Catalysis
Today, 136 (2008) 190 – 205.
Murwani, I.K. dan Pratapa, S., 2006. Pengenalan
Analisis Material Anorganik dengan Difraksi
Sinar-X. Retooling Program Batch IV. Surabaya:,
Jurusan Kimia Fakultas MIPA ITS.
Nityanand, Chaubey, Nalin, Wani bina, Rajkumar,
Bharagwaj Shyamala dan Chandra,
Chattopadhyaya Mahes, (2011), Synthesis and
physicochemical characterization of
nanocrystalline cobalt doped lanthanum
strontium ferrite, solid state sciences, xxx, 1-9.
Radaelli, P.G., S.-W. Cheong, B 66, Phys. Rev.,
(2002), Thermal, Mechanical and Phase
Stability of LaCoO3 in Reducing and
Oxidizing Environments, 094408-1–094408-9
Reed, James S., 1989, Introduction to the
principle of ceramic processing, John Wiley &
Sons, New York. Royer, S., H. Alamdari, D. Duprez dan S. Kaliguine,
(2005), Oxygen Storage Capacitu of La1-xA’xBO3 Perovskite (With A’=Sr, Ce; B= Co, Mn)-Relation with Catalytic Activity in the CH4 Oxidation Reaction, Apllied Catalys B: Environmental, Vol. 58, pp. 273.
Serra, O. Büchler, J.M., Meulenberg, W.A. dan
Buchkremer, D. Sebold, H.P., 2007, preparation
and properties of thin La1-xSrxCo1-yFeyO3-δ
perovskite membranes supported on tailored
ceramic substrates, Solid State Ionics, 178, 91-
99.
Setyawan, D., (2003), Aktivitas Katalis Cr/zeolit
dalam Reaksi Konversi Katalitik Fenol dan
Metil Isobutil Keton, Jurnal Ilmu Dasar Vol.
4. No. 2, staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Jember. Sibilia, J.P., (1996), Material Characterization
and Chemical Analysis, 2nd
edition, Wiley-VHC, New York.
Tan, Liang, Gu, Xuehong, yang, Li, Jin, Wanqin,
Zhang, Lixiong dan Xu, Nanping, (2003),
Influence of Powder Syntesis Methods on
Microstructure and Oxygen Permeation
performance of Ba0,5Sr0,5Co0,8Fe0,2O3-δ
Perovskite-type Membranes, journal of
Membrane Science, 212, 157-165.
Tanaka, H. dan Misono, M., 2001. Advances in
Designing Perovskite Catalysts. Current
Opinion in Solid State and Materials Science 5,
381–387. Tien-Thao N., H. Alamdari, M.H. Zahedi-Niaki dan
S. Kaliaguine, (2007), Conversion of Syngas to Higher Alcohols over Nanosized LaCo0.7Cu0.3O3 Perovskite Precursors, Appl.Catal. A 311 vol 204–212.
Tien-Thao, N., Zahedi-Niaki, M. H., Alamdari,
H. dan Kaliaguine, S. (2006) LaCo1-
xCuxO3-δ Perovskite Catalyst for Higher
Alcohol Synthesis. Applied Catalysis A:
General, 311, 204-212.
Twigg, V. M., (1989), Catalyst Handbook,
Second Edition, Wolse Publishing Ltd., pp 50-
53.
Vogel, 1990, Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT.
Kalman Media Pusaka.
Wang, Ching-Huei, Chen, Chun-Liang dan Weng,
Hung-Shan, (2004), Surface properties and
Catalytic Performance of La1-xSrxFeO3
Perovskite-Type Oxides For Methane
Combustion, Chemosphere, 57, 1131-1138.
Waterrud, G., (2005), Determination of Oxygen
Transport Coefficient in Perovskites and
Perovskit Related Material With Mixed
Conductivity, Department of Materials Science
and Engineering, Norwegian University of
Science and Technology.
Wei, H.J., Y. Cao, W.J. Ji dan C.T. Au, (2008),
Lattice oxygen of La1-xSrxMO3 (M=Mn, Ni)
and LaMnO3-δFβ perovskite oxides for the
partial oxidation of methane to synthesis gas,
Catalysis Communications, vol. 9, pp. 2509–
2514.
Windholz, M., Budhavari, S., Blumetti R.F. dan
Otterbein, E.S., 1983. The Merck Index an
Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and
Biologicals, 10th
edition. New York : Merck &
Co., Inc.
Xu, Qing, Huang, Duan-ping, Chen, Wen, Zhang,
Feng dan Wang, Bi-tao, (2007), structure,
electrical conducting and thermal expansion
properties of Ln0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3 (Ln= La,
Pr, Nd, Sm) perovskit-type complex oxides,
journal of alloys and compounds, 429, 34-39.
Yaremchenko, A.A., Kharton, V.V., Viskup, A.P.,
Naumovich, E.N. dan Samokhval, V.V., (1998),
Oxygen Permeability of perovskite-Type
BaBi1-xLaxO3-δ, PII S0025-5408, 00071-3.
Prosiding Tugas Akhir Semester Genap 2011/2012
Zeng, P., Z. Chen, W. Zhou, H. Gu, Z. Shao dan
S. Liu, (2007), Re-evaluation of
Ba0.5Sr0.5Co0.8Fe0.2O3-δ perovskite as
oxygen semi-permeable membrane,
Journal of Membrane Science, vol. 291, pp. 148-
156.
Zhang, Qijian, He, Dehua, Han, Zhansheng, Zhang,
Xin dan Zhu, Qiming, (2002), Controlled Partial
Oxidation of Methane to
Methanol/Formaldehyde Over Mo-V-Cr-Bi-Si
Oxide Catalysts, Fuel, 81, 1599-1603.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih pada Hamzah
Fansuri, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing atas
semua saran dan bimbingannya selama ini serta
seluruh pihak yang telah berpartisiasi dalam
penelitian in.