provinsi sumatera selatan - bi.go.id · tabel 6.1 resume leading economic indicator provinsi sumsel...
TRANSCRIPT
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan
Kantor Bank Indonesia Palembang
Triwulan III - 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2011” dapat
dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa
indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran,
dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank
Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami,
hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada
masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih
meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar
bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya
serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam
pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada
umumnya.
Palembang, November 2011
Ttd
Didy Laksmono R. Pemimpin
Daftar Isi
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Daftar Isi
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK ix
DAFTAR SUPLEMEN xiii
INDIKATOR EKONOMI xv
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 7
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan 7
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan 13
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan 19
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan 20
1.5. Struktur Ekonomi 21
1.6. Perkembangan Ekspor Impor 23
1.6.1. Perkembangan Ekspor 23
1.6.2. Perkembangan Impor 25
BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG 31
2.1. Inflasi Secara Umum 31
2.2. Kondisi Harga di Pasar Internasional 36
2.3. Inflasi Inflasi Sisi Penawaran 41
2.4. Inflasi Inflasi Sisi Permintaan 45
BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 49
3.1. Kondisi Umum 49
3.2. Kelembagaan 50
Daftar Isi
iv
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 50
3.3.1. Penghimpunan DPK 50
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota 51
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 52
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral 52
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan 54
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten 54
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan 56
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan 56
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman 57
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga 57
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan 58
3.7. Rentabilitas Perbankan 59
3.8. Kelonggaran Tarik 59
3.9. Risiko Likuiditas 60
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah 60
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 62
3.12 Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) 63
3.13. Perkembangan Perkasan 65
3.14. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi 67
3.15. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 69
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 75
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Triwulan III 2011 75
4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan 78
BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 81
5.1. Ketenagakerjaan 81
5.2. Pengangguran 83
5.3. Nilai Tukar Petani 84
5.4. Penyaluran Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) 85
5.5. Tingkat Kemiskinan 86
Daftar Isi
v
5.6. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen 89
5.6.1. Indikator Ketenagakerjaan 89
5.6.2. Indikator Penghasilan 90
5.7. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011 91
BAB 6 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 93
6.1. Pertumbuhan Ekonomi 93
6.2. Inflasi 98
6.3. Perbankan 101
Daftar Isi
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Daftar Tabel
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 8
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 13
Tabel 1.3 Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi Sumatera Selatan 15
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010-2011 (%) 19
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010-2011 (%) 21
Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%) 22
Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%) 22
Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD) 23
Tabel 1.9 Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 23
Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD) 25
Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 25
Tabel 2.1 Andil Inflasi Tahunan Tertinggi Per Subkelompok 35
Tabel 2.2 Andil Inflasi Triwulanan Per Komoditas 35
Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 52
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta) 53
Tabel 3.3 Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 55
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan III 2011 59
Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta) 61
Tabel 3.6 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan 64
Tabel 3.7 Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan (Rp Miliar) 66
Tabel 3.8 Pangsa Denominasi Uang dalam Inflow 67
Tabel 3.9 Pangsa Denominasi Uang dalam Outflow 68
Tabel 3.10 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar) 69
Daftar Tabel
viii
Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2011 (Rp Miliar) 76
Tabel 4.2 Realisasi Belanja Sumsel Triwulan III 2010 dan Triwulan III 2011 (Rp Miliar) 77
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010 - Agustus 2011 81
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2010 - Agustus 2011 82
Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2010 - Agustus 2011 83
Tabel 5.4 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan 85
Tabel 5.5 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani 85
Tabel 5.6 Penyaluran Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan (dalam ton) 86
Tabel 5.7 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2011 87
Tabel 5.8 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2011 88
Tabel 5.9 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2011 88
Tabel 5.10 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan III 2011 89
Tabel 5.11 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan III 2011 90
Tabel 5.12 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan III 2011 90
Tabel 5.13 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan III 2011 90
Tabel 5.14 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011 91
Tabel 6.1 Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan III 2011 94
Tabel 6.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011 (dalam persentase) 96
Tabel 6.3 Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan IV 2011 102
Daftar Grafik
ix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 7
Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Sumatera Selatan 8
Grafik 1.3 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan 11
Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumatera Selatan 12
Grafik 1.5 Perkembangan Lifting Gas Bumi Provinsi Sumatera Selatan 12
Grafik 1.6 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 13
Grafik 1.7 Andil Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2011 14
Grafik 1.8 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan 14
Grafik 1.9 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan 14
Grafik 1.10 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru di Sumatera Selatan 15
Grafik 1.11 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara di Sumatera Selatan 16
Grafik 1.12 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru
Provinsi Sumatera Selatan 16
Grafik 1.13 Perkembangan Konsumsi Semen di Sumatera Selatan 16
Grafik 1.14 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional 17
Grafik 1.15 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional 17
Grafik 1.16 Perkembangan Pemakaian Listrik di Sumatera Selatan 18
Grafik 1.17 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan 18
Grafik 1.18 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional 18
Grafik 1.19 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional 18
Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama 19
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar 20
Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Sumatera Selatan 20
Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan 21
Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 22
Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 24
Daftar Grafik
x
Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 24
Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan 24
Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Jun 11 - Agt 11 24
Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan 26
Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan 26
Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal 26
Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Jun 11 - Agt 11 26
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional 32
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional 32
Grafik 2.3 Event Analysis Perkembangan Inflasi Palembang 32
Grafik 2.4 Realisasi dan Proyeksi Inflasi Palembang 32
Grafik 2.5 Disagregasi Inflasi Tahunan 33
Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Bulanan 33
Grafik 2.7 Inflasi Tahunan Aktual Vs. Historis 33
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 34
Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Bulanan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 34
Grafik 2.10 Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan III 2011 35
Grafik 2.11 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional 36
Grafik 2.12 Perkembangan Curah Hujan Bulanan 41
Grafik 2.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga 41
Grafik 2.14 Penyaluran dan Stok Beras Bulog 42
Grafik 2.15 Andil Disagregasi Inflasi Tahunan 45
Grafik 2.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani 45
Grafik 2.17 Perkembangan Output Gap dan Inflasi 46
Grafik 2.18 Perkembangan Keyakinan Konsumen 46
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan 49
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan 50
Grafik 3.3 Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan 51
Daftar Grafik
xi
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Triwulan III 2011 di Provinsi Sumatera Selatan 51
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2011 53
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan 54
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan III 2011 54
Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2011 Berdasarkan Wilayah 55
Grafik 3.9 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan 56
Grafik 3.10 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan 57
Grafik 3.11 Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan 57
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan 58
Grafik 3.13 Perkembangan NPL menurut Kelompok Bank 58
Grafik 3.14 NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan III 2011 58
Grafik 3.15 Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan 59
Grafik 3.16 Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan 60
Grafik 3.17 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 62
Grafik 3.18 Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 62
Grafik 3.19 Perkembangan Kliring di Sumatera Selatan 63
Grafik 3.20 Perkembangan RTGS di Sumatera Selatan 63
Grafik 3.21 Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja 64
Grafik 3.22 Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring di Sumatera Selatan 65
Grafik 3.23 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong di Sumatera Selatan 65
Grafik 3.24 Perkembangan Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan 2010-2011 66
Grafik 3.25 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang 66
Grafik 3.26 Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Inflow 68
Grafik 3.27 Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Outflow 68
Grafik 3.28 Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Inflow 69
Grafik 3.29 Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Outflow 69
Grafik 3.30 Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2010-2011 70
Daftar Grafik
xii
Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2011 77
Grafik 4.2 Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2011 77
Grafik 4.3 Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan 78
Grafik 4.4 Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan 78
Grafik 4.5 Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan 79
Grafik 5.1 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani 84
Grafik 5.2 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia 84
Grafik 5.3 Stok Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan 86
Grafik 5.4 Laju Kenaikan UMP dan dan Inflasi Sumatera Selatan 2007-2011 91
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan 93
Grafik 6.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan 100
Grafik 6.3 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen 100
Daftar Suplemen
xiii
DAFTAR SUPLEMEN
Suplemen 1 KONDISI USAHA MASIH TERJAGA WALAUPUN DIBAYANGI ANCAMAN PERLAMBATAN EKONOMI DUNIA 9
Suplemen 2 RENDAHNYA EKSPEKTASI KONSUMEN MENJADI PENYEBAB TURUNNYA INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG 27
Suplemen 3 HARGA EMAS PERHIASAN NAIK TAJAM 38
Suplemen 4 HASIL QUICK SURVEY: KESIAPAN PELAKU USAHA DALAM MENGHADAPI LONJAKAN PERMINTAAN PADA BULAN RAMADHAN DAN MENJELANG IDUL FITRI 1432 H 43
Suplemen 5 PRODUKSI PANGAN TERUS MENJADI PERHATIAN UTAMA DI WILAYAH SUMBAGSEL 47
Suplemen 6 UANG KERTAS Rp20.000, Rp50.000 DAN Rp100.000 DESAIN BARU TELAH DIEDARKAN 71
Daftar Suplemen
xiv
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
Indikator Ekonomi
xv
INDIKATOR EKONOMI
A. Inflasi dan PDRB
Indikator Ekonomi
xvi
B. Perbankan
Indikator Ekonomi
xvii
Lanjutan
C. Sistem Pembayaran
Indikator Ekonomi
xviii
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
III/11 RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan
Abstraksi
Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2011 didominasi oleh tingginya kinerja sektor bangunan. Pertumbuhan ekonomi meningkat, yang banyak didorong oleh kinerja sektor bangunan, sebagai implikasi dari kegiatan persiapan SEA Games XXVI. Namun, nilai ekspor mulai menunjukkan penurunan karena berkurangnya permintaan dari negara mitra dagang. Sesuai dengan proyeksi sebelumnya, inflasi turun karena terjaganya pasokan pangan pokok dan terkelolanya ekspektasi dengan baik, namun kenaikan harga emas turut mempengaruhi capaian inflasi. Perbankan mengalami perlambatan pertumbuhan kinerja, dibarengi dengan meningkatnya risiko kredit. Perkembangan sistem pembayaran mengkonfirmasi meningkatnya aktivitas perekonomian. Kendati demikian, penurunan harga komoditas telah menurunkan kesejahteraan petani.
Pada triwulan IV, penopang pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih berasal dari sektor non primer. Permintaan domestik masih akan menopang pertumbuhan ekonomi pada saat perdagangan internasional mengalami koreksi. Konsumsi akan terdorong oleh penyelenggaraan SEA Games. Bersamaan dengan peran fiskal yang akan cenderung ekspansif, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh pertumbuhan kinerja sektor bangunan dan sektor tersier. Inflasi akan turun karena turunnya permintaan dan faktor tahun dasar (base year effect), namun terdapat risiko dari kenaikan harga volatile foods yang juga dipicu oleh kemungkinan terhambatnya distribusi karena peningkatan curah hujan. Perbankan diperkirakan kembali tumbuh melambat dibarengi dengan potensi kenaikan Non Performing Loan (NPL) menyusul turunnya harga komoditas unggulan.
Ringkasan Eksekutif
2
Pertumbuhan ekonomi Sumsel pada triwulan III 2011 sebesar 6,1% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,0% (yoy). Pertumbuhan ditopang oleh sektor Bangunan serta sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) terkait finalisasi pembangunan infrastruktur SEA Games. Selain itu, kinerja sektor-sektor ekonomi ikutannya pun turut menciptakan laju pertumbuhan ekonomi Sumsel pada tingkat yang moderat. Meningkatnya perekonomian terkonfirmasi oleh survei bisnis yang masih menunjukkan perkembangan usaha yang positif.
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi didorong oleh sektor bangunan. Sektor bangunan mempunyai andil terbesar terhadap laju pertumbuhan PDRB, yaitu sebesar 1,3%. Kinerja sektor bangunan terus meningkat dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mencapai 16,4% (yoy). Akselerasi pertumbuhan di sektor ini terutama dipicu oleh pengerjaan proyek-proyek terkait SEA Games XXVI.
Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi secara tahunan didorong oleh konsumsi yang tumbuh sebesar 5,8%. Andil tinggi konsumsi secara umum mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi 6,2% (yoy) dari 6,8% (yoy). Kondisi tersebut terkonfirmasi juga melalui hasil Survei Konsumen yang menunjukkan masih pesimisnya indeks konsumsi.
Nilai ekspor menurun dibandingkan triwulan sebelumnya karena penurunan permintaan dan harga karet. Nilai ekspor selama Juni sampai dengan Agustus 2011 meningkat sebesar 46,79% (yoy). Namun, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, nilai ekspor tercatat turun 9,26%. Menurunnya ekspor dibandingkan triwulan sebelumnya sangat dipengaruhi oleh turunnya ekspor karet yang turun sebesar 11,84% (qtq) menyusul berkurangnya permintaan dari pasar global.
Inflasi Kota Palembang menurun. Inflasi tahunan kota Palembang pada akhir triwulan III sebesar 4,59% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sempat mencapai 5,10% (yoy). Tekanan inflasi periode ini tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Kondisi cuaca yang lebih baik dari tahun sebelumnya telah mendukung kegiatan produksi (khususnya di sektor pertanian) dan distribusi. Di sisi lain, dampak penurunan harga komoditas di pasar internasional tidak terhindarkan berkorelasi terhadap penurunan pendapatan dan pengeluran masyarakat.
Inflasi Palembang terkendali sesuai proyeksi dan target sebelumnya. Tren penurunan dan capaian inflasi pada triwulan III 2011 masih konsisten dengan proyeksi Bank Indonesia Palembang
Ringkasan Eksekutif
3
sebagaimana pernah ditulis pada laporan triwulan sebelumnya, yaitu di kisaran 4,87± 0,5%. Hal yang yang sama juga terjadi untuk proyeksi inflasi nasional, yang mana capaian inflasi nasional pada periode yang sama masih berada dalam kisaran 5±1%.
Tekanan inflasi dari sisi penawaran menurun karena membaiknya kondisi pasokan pangan pokok dan terkelolanya ekspektasi. Normalnya kondisi cuaca dibandingkan tahun lalu mendukung terjaganya pasokan pangan, yang tercermin melalui rendahnya inflasi tahunan bahan makanan dan inflasi komponen volatile foods. Pasokan kebutuhan pokok selama bulan puasa dan menjelang lebaran relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya dikarenakan kesiapan pelaku usaha menghadapi lonjakan permintaan dan peran Bulog Divre Sumsel dalam menjaga suplai beras. Di sisi lain, ekspektasi inflasi juga terkelola dengan baik yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen.
Perkembangan tekanan inflasi dari sisi permintaan dibandingkan triwulan sebelumnya relatif mixed. Dalam periode triwulan III, telah terjadi penurunan harga komoditas unggulan dan Nilai Tukar Petani Sumatera Selatan. Namun, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap mengalami peningkatan pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri. Inflasi inti tercatat cukup tinggi namun bukan disebabkan kenaikan pendapatan, melainkan berasal dari komoditas non-food khususnya emas yang harganya terus meningkat. Selain itu, faktor penekan inflasi berasal dari kondisi output gap. Hasil estimasi mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan masih rendahnya output gap.
Kinerja perbankan melambat dibarengi dengan sedikit meningkatnya NPL. Aset, penghimpunan DPK dan penyaluran kredit/ tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan menurunnya harga komoditas unggulan Sumatera Selatan. Penyaluran kredit masih tumbuh cukup tinggi secara triwulanan. Bersamaan dengan hal tersebut, NPL menjadi 2,36%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 2,22%
Realisasi belanja pemerintah masih lambat. Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan terealisasi sebesar mencapai 75,62% dari total anggaran perubahan. Total realisasi belanja daerah mencapai 43,41% dari anggaran yang sebesar Rp4.080,95 miliar. Realisasi pendapatan pada periode laporan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya, sementara realisasi belanja tercatat lebih rendah.
Ringkasan Eksekutif
4
Transaksi ekonomi meningkat pada bulan puasa dan menjelang Idul Fitri. Perkembangan transaksi kliring di Sumsel pada triwulan III 2011 mengalami peningkatan dari segi jumlah warkat maupun nominal dibandingkan tahun lalu maupun triwulan sebelumnya. Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan periode laporan mengalami peningkatan secara tahunan maupun triwulanan. Aktivitas kliring bulanan paling tinggi selama triwulan laporan terjadi pada bulan Agustus 2011 dengan rata-rata perputaran nominal kliring/hari sebesar Rp182,37 miliar.
Tingkat kesejahteraan kelompok grass-root menurun dibanding triwulan sebelumnya. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel per Agustus menjadi 5,77%, menurun dibandingkan posisi periode semester sebelumnya yang sebesar 6,07%. Namun, Rata-rata NTP pada triwulan III 2011 tercatat sebesar 109,49 yang menunjukkan bahwa daya beli petani mengalami penurunan sebesar 1,28% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2011 diperkirakan akan melambat. Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada triwulan IV akan berada pada kisaran 5,7 ± 1% dan secara triwulanan (qtq) diperkirakan akan terkontraksi di kisaran 4,1 ± 1%. Laju pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi juga akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.
Konsumsi rumah tangga akan tumbuh stabil, sementara investasi melambat. Penyelenggaraan SEA Games diperkirakan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga khususnya di bulan November. Namun, dengan mengeliminir faktor SEA Games, konsumsi diperkirakan akan turun sebagai dampak lanjutan dari penurunan harga komoditas unggulan Sumatera Selatan sejak pertengahan tahun 2011. Investasi juga akan turun karena prospek pertumbuhan ekonomi global yang melambat namun masih terdapat prospek investasi yang bersifat jangka panjang yang akan dilakukan pada triwulan IV.
Realisasi APBD diperkirakan lebih cepat. Pengeluaran pemerintah diperkirakan masih meningkat dan menjadi salah satu faktor pendorong perekonomian di triwulan IV 2011. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan per triwulan III 2011 sangat rendah dibanding pendapatan. Hal tersebut mengindikasikan potensi realisasi belanja yang besar dibanding realisasi pendapatan pada triwulan IV 2011.
Ringkasan Eksekutif
5
Net ekspor diperkirakan akan turun. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2011 secara umum rendah, dan tetap rendah hingga tahun 2012. Pertumbuhan volume perdagangan dunia diproyeksikan akan menurun dari 7,5% pada 2011 menjadi 5,8% pada 2012. Impor baik dari negara maju maupun negara berkembang diproyeksikan akan mengalami penurunan pada tahun 2012.
Pertumbuhan kinerja sektor unggulan Sumatera Selatan diperkirakan akan sedikit turun. Harga komoditas unggulan khususnya subsektor perkebunan diperkirakan menurun pada tingkat tertentu, namun diperkirakan akan sedikit terkompensasi dengan kuantitas produksi yang lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, didukung oleh iklim yang lebih baik. Sementara itu, kinerja komoditas batubara diperkirakan masih stabil dengan risiko bias ke atas yang didukung oleh proporsi penjualan batubara yang lebih besar ke pasar domestik dan adanya ekspansi kapasitas pengangkutan batubara.
Sektor bangunan dan sektor tersier diperkirakan akan tumbuh tinggi pada triwulan IV 2011. Sektor bangunan masih akan terpengaruh oleh realisasi pengeluaran pemerintah maupun swasta. Tingkat okupansi hotel, jumlah penumpang penerbangan, serta jasa transportasi dan komunikasi akan meningkat signifikan sehubungan dengan penyelenggaraan SEA Games. Sejalan dengan itu, omset subsektor restoran juga akan mengalami peningkatan. Namun, terdapat risiko penurunan kinerja subsektor perdagangan akibat turunnya permintaan eksternal atas komoditas unggulan.
Inflasi tahunan akhir tahun akan menurun. Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan IV akan menurun menjadi 4,25±0,5% dibandingkan triwulan III, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan turun signifikan menjadi 1,32±0,5%. Angka tersebut berada mendekati batas bawah target inflasi nasional yang sebesar 5±1%. Inflasi diperkirakan turun sampai dengan akhir tahun karena efek tahun dasar, dimana pada tahun lalu terjadi supply shock akibat anomali iklim.
Tekanan inflasi diperkirakan muncul melalui hambatan distribusi, dipicu penyelenggaraan Sea Games dan curah hujan tinggi. Pada saat penyelenggaraan SEA Games, kenaikan harga secara langsung diperkirakan terjadi sehubungan dengan meningkatnya permintaan Subsektor Hotel dan Subsektor Restoran. Hal tersebut dibarengi dengan curah hujan yang meningkat diperkirakan dapat menghambat distribusi barang di Sumatera Selatan.
Ringkasan Eksekutif
6
Harga-harga volatile foods diperkirakan akan meningkat kembali. Sampai dengan Oktober, inflasi volatile foods sebesar 1,89% (mtm) atau sebesar 8,36% (yoy). Harga-harga volatile foods didorong oleh komoditas padi-padian dan bumbu-bumbuan. Pasokan cabe merah dari daerah sentra produksi ke pasar induk berkurang karena curah hujan yang tinggi. Di samping itu, masa panen beras sudah lama usai diikuti dengan keterlambatan musim hujan.
Variasi inflasi inti sampai dengan akhir tahun akan lebih dipengaruhi volatilitas harga emas. Survei pemantauan harga juga menunjukkan bahwa harga emas merupakan salah satu kontributor utama inflasi Palembang di triwulan III 2011. Peran emas sebagai safe haven alternatif menjadi sangat penting di saat dunia dilanda risk averse, dan membuat harganya fluktuatif. Pada bulan Oktober 2011, komponen inti terdeflasi sebesar 0,19% (mtm) seiring dengan turunnya harga emas. Hal tersebut berbeda dengan triwulan III 2011 dimana emas merupakan komoditas penyumbang inflasi terbesar.
Kondisi perbankan pada triwulan IV 2011 diproyeksikan akan tetap stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV 2011, perkembangan indikator utama perbankan akan serupa dengan triwulan III, dimana walaupun tidak terjadi penurunan, namun terjadi perlambatan pada pertumbuhan aset, DPK dan kredit. Hal ini utamanya disebabkan karena prospek permintaan komoditas unggulan yang tidak begitu baik pada tahun 2012. Pertumbuhan kredit diprediksi melambat menjadi sebesar 2,0 ± 1% (qtq) pada triwulan IV, dengan suku bunga perbankan yang semakin turun.
NPL diprediksi akan meningkat, namun masih dibawah batas toleransi yang sebesar 5%. Harga komoditas unggulan yang memiliki kecenderungan turun selepas triwulan III ini diperkirakan mulai berpengaruh terhadap NPL. Berdasarkan data historis, harga karet internasional cenderung berkorelasi negatif dengan persentase NPL dengan lag sekitar 3-4 bulan.
Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB
Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
5,3
6,0 5,9
6,0 6,1
4,8 5,0 5,2 5,4 5,6 5,8 6,0 6,2
15,0 15,5
16,0 16,5 17,0
17,5 18,0
III IV I II III
2010 2011
Nominal PDRB Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy)
PersenRp Triliun
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
• Pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan III 2011 mencapai 6,1% (yoy) yang ditopang oleh kinerja positif sektor bangunan terkait dengan persiapan penyelenggaraan SEA Games XXVI.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan III 2011 mengalami
peningkatan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya dari 6,0% (yoy) menjadi 6,1%
(yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan ini ditopang oleh sektor bangunan serta sektor
Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) terkait finalisasi pembangunan infrastruktur SEA
Games XXVI. Selain itu, kinerja sektor-sektor ekonomi ikutannya pun turut menciptakan
laju pertumbuhan ekonomi Sumsel pada tingkat yang moderat.
Nilai Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK) 2000 sebesar
Rp17,7 triliun dengan nilai PDRB Atas
Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar
Rp48,4 triliun. Meningkatnya
perekonomian terkonfirmasi oleh survei
bisnis yang masih menunjukkan
perkembangan yang positif walaupun
dibayangi penurunan harga komoditas
perkebunan karena perlambatan
ekonomi di negara-negara maju.
Namun demikian, survei tersebut juga menangkap tendensi terjadinya peningkatan
biaya operasional terutama akibat peningkatan biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya
tenaga kerja. Selain itu, beberapa hal yang masih menjadi keluhan pelaku usaha adalah
lambannya penurunan tingkat suku bunga pinjaman perbankan dibandingkan dengan
penurunan BI Rate, sehingga spread antara BI Rate dan suku bunga pinjaman saat ini masih
tinggi. Hal tersebut dirasakan mengurangi daya saing perusahaan domestik dibandingkan
BAB 1
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
8
Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) Lapangan
Usaha 2010 2011
III IV I II III
Pertanian 2.6 6.2 3.1 4.8 3.2
Pertambangan dan Penggalian 1.4 0.8 2.2 2.2 2.0
Industri Pengolahan 6.4 5.6 5.3 5.8 5.8
LGA 7.1 4.9 6.0 7.6 6.3
Bangunan 10.0 9.9 12.7 13.4 16.5
PHR 7.1 8.0 7.7 7.7 8.2
Pengangkutan & Komunikasi 15.0 12.2 12.0 10.0 11.1
Keuangan Persewaan & Js. Perusahaan
7.4 8.8 9.5 7.9 8.1
Jasa-jasa 5.8 7.6 8.1 5.3 7.4
Total PDRB 5.3 6.0 5.9 6.0 6.1
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan
Perumahan di Sumatera Selatan
Sumber : Bank Indonesia
177.69 202.13
30.59 20.51 28.99
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
III IV I II III
2010 2011
Nominal Kredit Pertumbuhan Tahunan (yoy)
Rp Triliun % (yoy)
perusahaan asing yang memperoleh pembiayaan dalam valuta asing dengan suku bunga
yang rendah (Lihat Suplemen 1. Kondisi Usaha Masih Terjaga Walaupun dibayangi
Ancaman Perlambatan Ekonomi Dunia).
Kinerja perekonomian triwulan III
2011 berdasarkan komponen sektoral
ditandai dengan pertumbuhan
tahunan tertinggi pada sektor
bangunan dengan andil terhadap laju
pertumbuhan PDRB sebesar 1,3%.
Kinerja sektor bangunan
terus meningkat dibandingkan
pencapaian triwulan sebelumnya yang
mencapai 16,4% (yoy). Akselerasi
pertumbuhan di sektor ini terutama
didukung oleh pengerjaan proyek-
proyek terkait SEA Games.
Seiring dengan masih prospektifnya
pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RSH)
maupun geliat pengembangan kluster-kluster
perumahan ekslusif seiring pembangunan proyek
SEA Games telah mendorong penyaluran kredit di
sektor konstruksi dan perumahan. Kredit di sektor
tersebut mengalami pertumbuhan cukup
signifikan yakni sebesar 28,99% (yoy) mencapai
angka Rp5,93 triliun. Rata-rata akselerasi
kreditsektor konstruksi dan perumahan tercatat
sebesar 70,55% (yoy) dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
9
KONDISI USAHA MASIH TERJAGA WALAUPUN DIBAYANGI ANCAMAN PERLAMBATAN EKONOMI DUNIA*)
Memasuki paruh kedua tahun 2011, perkembangan dunia usaha di Provinsi Sumatera Selatan masih menunjukkan perkembangan yang positif meski telah terjadi penurunan harga komoditas perkebunan karena perlambatan ekonomi di negara-negara maju. Walaupun pengaruh perlambatan pertumbuhan masih belum dirasakan pelaku usaha, namun dampak pelemahan ekonomi negara-negara maju telah menjadi perhatian khusus pelaku usaha yang dampaknya diperkirakan terasa pada awal tahun 2012. Beberapa sektor atau subsektor masih mengalami peningkatan penjualan yang ditopang oleh permintaan domestik yang masih cukup kuat. Positifnya angka pertumbuhan penjualan dicapai oleh sebagian perdagangan ritel, jasa pengangkutan dan perusahaan pembiayaan. Relatif masih tingginya harga komoditas kelapa sawit dan karet walaupun kini menghadapi sedikit penurunan, membawa pengaruh yang positif terhadap penjualan sektor perdagangan ritel. Peningkatan penjualan bisa mencapai 30-50% untuk produk-produk fresh food dan fashion. Sementara itu, permintaan luar negeri masih menunjukkan pertumbuhan walaupun terjadinya keterbatasan bahan baku pada beberapa subsektor menjadi kendala untuk peningkatan penjualan lebih tinggi. Di sisi investasi, pelaku usaha tetap melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang melalui pembukaan kantor cabang baru dan penambahan fasilitas usaha untuk mendorong pengembangan usaha ke depan. Beberapa hal yang masih menjadi keluhan pelaku usaha adalah lambannya penurunan tingkat suku bunga pinjaman perbankan dibandingkan dengan penurunan BI Rate, sehingga spread antara BI Rate dan suku bunga pinjaman saat ini masih tinggi. Hal tersebut juga mengurangi daya saing perusahaan domestik dibandingkan perusahaan asing yang memperoleh pembiayaan dalam valuta asing dengan suku bunga yang rendah. Sementara itu, beberapa kendala yang terkait dengan pengembangan subsektor perkebunan antara lain (i) banyaknya tanaman tua dan rusak, serta bibit tanaman yang bukan dari klon unggulan pada perkebunan rakyat, (ii) banyaknya lahan yang belum dimanfaatkan sesuai Hak Guna Usaha (HGU) dan masih terdapat lahan perkebunan rakyat yang berada pada kawasan hutan, dan (iii) potensi terjadinya konflik kepemilikan lahan kelapa sawit antara perusahaan dan masyarakat.
Suplemen 1
*) Diperoleh dari hasil Business Survey yang merupakan kegiatan pemantauan kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
10
Kapasitas utilisasi kontak relatif stabil, namun keterbatasan bahan baku menyebabkan beberapa subsektor tidak optimal dalam pemanfaatan kapasitas terpasang yang dimiliki. Di sisi lain, jumlah tenaga kerja relatif bertambah seiring dengan semakin bertambahnya aktivitas usaha. Hal tersebut terjadi pula pada subsektor jasa pengangkutan laut yang pada tahun ini menambah jumlah karyawannya seiring dengan penambahan alat berat di terminal peti kemas. Walaupun demikian, pengurangan tenaga kerja masih terjadi pada beberapa pelaku usaha. Pengurangan pegawai dilakukan oleh beberapa pelaku usaha subsektor perdagangan walaupun jumlahnya tidak terlalu besar terkait dengan pensiun. Biaya operasional secara umum mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya energi. Share biaya energi khususnya tarif listrik bagi subsektor air bersih mendominasi mencapai sekitar 30%. Tingginya biaya produksi dan distribusi membuat beberapa pelaku usaha menaikkan harga jual atau tarif layanan. Terkait dengan penyelenggaraan SEA Games yang akan berlangsung pada bulan November 2011 di Sumatera Selatan, pelaku usaha di bidang jasa perhotelan berencana untuk menaikkan tarif bagi tamu individu pada kisaran 10-30%. Kenaikan harga juga terjadi di sektor bangunan, diantaranya yaitu naiknya harga jual rumah.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
11
Grafik 1.3 Pertumbuhan Jumlah Pelanggan dan
Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan
Sumber : PT. PDAM Tirta Musi, diolah
10.0 10.5 11.0 11.5 12.0 12.5 13.0 13.5
-2 4 6 8
10 12 14 16
III IV I II III
2010 2011
%, yoy
Pertumbuhan Penjualan Air Bersih
Pertumbuhan Jumlah Pelanggan (Aksis Kanan)
%,yoy
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi mencatat pertumbuhan tahunan sebesar
11,1% (yoy). Seperti kondisi periode sebelumnya, kinerja subsektor komunikasi masih
memberikan andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja sektor
pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, kondisi cuaca
yang relatif lebih baik telah mendorong aktivitas perekonomian di subsektor pengangkutan
sehingga mengalami peningkatan kinerja tahunan.
Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan
tahunan yang relatif tinggi yakni sebesar 8,1% (yoy). Tingginya kinerja sektor keuangan
tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan yang cukup baik (pembahasan lebih
lanjut sektor ini dibahas pada bab mengenai Perkembangan Perbankan Daerah).
Seiring dengan pertumbuhan di sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mengalami pertumbuhan sebesar
8,2% (yoy). Hasil survei bisnis menunjukkan tingkat permintaan di subsektor perdagangan
ritel terutama barang untuk kebutuhan rumah tangga masih cukup baik. Sementara itu, hasil
survei pada subsektor perhotelan menunjukkan peningkatan tingkat hunian menjadi 80%.
Bahkan perkiraan ke depan akan menembus angka 100% seiring event SEA Games XXVI.
Sementara itu, permintaan terhadap jasa angkutan, jasa layanan periklanan, dan jasa logistik
pada sektor jasa-jasa mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan aktivitas
perdagangan dan aktivitas perekonomian yang dilakukan perusahaan maupun individu.
Sektor Listrik, Gas Kota, dan Air
Bersih (LGA) tumbuh sebesar 6,3% (yoy),
sedikit mengalami perlambatan
dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya
yang mencapai 7,6% (yoy). Namun
demikian, data penjualan air bersih dan
jumlah pelanggan air bersih tercatat terus
mengalami peningkatan. Penjualan air
bersih tercatat meningkat dari sebesar
12,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya
menjadi 13,71% (yoy).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
12
Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
6.22 6.05 5.96 5.33
4.35
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
III IV I II III
2010 2011
Juta Barel
Grafik 1.5 Perkembangan Lifting Gas Bumi
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
146.22 140.57 138.12 135.86
97.08
020406080
100120140160
III IV I II III
2010 2011
MMBTU
Kinerja sektor industri pengolahan tidak mengalami perubahan dibanding
triwulan sebelumnya yakni tetap tumbuh sebesar 5,8% (yoy). Menurunnya harga
komoditas unggulan di pasar internasional diyakini menjadi penyebab kuat stagnannya
pertumbuhan sektor industri pengolahan ketika pasokan bahan baku mulai meningkat
seiring kondusifnya cuaca.
Sektor pertanian tumbuh sebesar 3,2% (yoy) atau mengalami perlambatan
dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang sebesar 4,8% (yoy). Serupa dengan kinerja
yang dibukukan sektor industri, penurunan harga komoditas di pasar dunia menjadi
penyebab utama memburuknya kinerja sektor pertanian.
Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor ekonomi yang
mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah yakni sebesar 2,0% (yoy). Dari subsektor
pertambangan migas diperoleh informasi bahwa lifting minyak mengalami penurunan
sebesar 29,95% (yoy). Kondisi tersebut lebih buruk dibandingkan pencapaian triwulan
sebelumnya yang mengalami penurunan lifting sebesar 17,63% (yoy). Sementara itu, lifting
gas bumi turun sebesar 33,61% (yoy) atau mengalami penurunan kinerja dibandingkan
pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan lifting sebesar 4,75% (yoy).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
13
Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral
PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
Lapangan Usaha 2010 2011
III IV I II III
Pertanian 15.2 (18.1) 0.4 10.6 13.5
Pertambangan dan Penggalian 1.6 (1.8) 0.3 2.2 1.3
Industri Pengolahan 3.2 0.7 (1.0) 2.9 3.2
LGA 3.3 (0.4) 0.3 4.2 2.1
Bangunan 5.2 2.4 (0.2) 8.4 5.2
PHR 5.7 (1.1) 0.1 3.1 6.1
Pengangkutan & Komunikasi
4.4 2.5 1.0 2.0 5.3
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
2.2 3.2 1.6 0.7 2.4
Jasa-jasa 0.3 1.5 0.7 2.7 2.3
Total PDRB 5.5 (3.7) 0.1 4.5 5.4
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 1.6 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB
Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
5,5
(3,7)
0,1
4,5 5,4
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
15,0
15,5
16,0
16,5
17,0
17,5
18,0
III IV I II III
2010 2011
Nominal PDRB Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq)
PersenRp Triliun
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan
Perekonomian Sumatera Selatan secara triwulanan mengalami pertumbuhan sebesar 5,4%
(qtq). Kondisi tersebut lebih baik
dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mengalami pertumbuhan
sebesar 4,2% (qtq). Penyebab utama
membaiknya pertumbuhan ekonomi
secara triwulanan adalah
meningkatnya kinerja sektor
pertanian, terutama subsektor
perkebunan seiring semakin
kondusifnya kondisi cuaca bagi
sektor pertanian.
Kinerja perekonomian triwulanan pada triwulan III 2011 ditandai dengan
pertumbuhan positif di seluruh sektor ekonomi. Kondisi cuaca yang semakin kondusif
dengan curah hujan yang relatif rendah menjadi kunci utama membaiknya perekonomian
Sumatera Selatan dibandingkan triwulan sebelumnya walaupun dibayangi penurunan
harga komoditas.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
14
Grafik 1.7 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB
Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
20,8% 20,5%
16,7%
0,5%
8,8%14,1%
5,9%
4,2%
8,4%
PERTANIANPERTAMBANGAN & PENGGALIANINDUSTRI PENGOLAHAN
LISTRIK, GAS DAN AIR BERSIHBANGUNANPERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORANPENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASIKEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAANJASA-JASA
Grafik 1.9 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar
di Sumatera Selatan
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, diolah
13.10
40.28 38.68
25.12
8.42
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
1,800
III IV I II III
2010 2011
Harga TBS Pertumbuhan Tahunan (yoy) - Aksis Kanan
Rp/Kg %
Dari segi pangsa, sektor pertambangan dan penggalian merupakan penyumbang
PDRB yang paling besar dengan pangsa
sebesar 20,5%. Kontribusi sektor tersebut
mengalami penurunan setelah pada
triwulan sebelumnya tercatat memberikan
sumbangan sebesar 21,4%.
Sektor pertanian tercatat sebagai
sektor ekonomi yang mencatat kinerja
pertumbuhan triwulanan paling tinggi
yakni sebesar 13,5% (qtq). Kondisi
tersebut jauh lebih baik dibandingkan
pencapaian triwulan sebelumnya yang
mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 10,6% (qtq). Curah hujan yang lebih rendah
dibandingkan triwulan sebelumnya berdampak positif terhadap produktivitas subsektor
tanaman bahan makanan yang terlihat dari meningkatnya luas panen padi sebagaimana
data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi
Sumatera Selatan.
Seiring dengan kinerja subsektor tabama, kinerja subsektor perkebunan juga
mengalami peningkatan seiring masa panen yang terjadi terutama pada tanaman kelapa
sawit. Namun demikian, panen yang terjadi berakibat negatif terhadap harga Tandan Buah
Segar (TBS) yang terus mengalami penurunan di tingkat petani yang juga dipengaruhi
sentimen negatif penurunan harga secara global.
Grafik 1.8 Perkembangan Curah Hujan
di Sumatera Selatan
Sumber: Stasiun Klimatologi Kenten
12.66 14.11
11.71 11.78
5.31
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
50
100
150
200
250
300
III IV I II III
2011
Rata-rata Curah Hujan
Rata-rata Hari Hujan (Aksis Kanan)
harimili meter
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
15
Tabel 1.3 Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi Sumatera Selatan
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.10 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru
di Sumatera Selatan
Sumber : Dispenda Provinsi Sumatera Selatan
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
-
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
III IV I II III
2011
unitunit
TRUK MOBIL MOTOR (Axis Kanan)
Kinerja sektor Perdagangan,
Hotel, dan Restoran (PHR) mengalami
pertumbuhan sebesar 6,1% (qtq) yang
diperkirakan sebagai dampak meningkatnya
konsumsi di subsektor perdagangan besar &
eceran. Kondisi yang sama terjadi pada
tingkat hunian hotel yang juga diperkirakan
mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan sebelumnya. Di sisi lain, data
pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda
Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan
terjadinya peningkatan pendaftaran mobil
dan motor baru masing-masing sebesar 11,59% dan 19,73% (qtq).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
16
Grafik 1.13 Perkembangan Konsumsi Semen di Sumatera Selatan
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
(4.49)
10.02
(2.23)
8.40
2.40
(6)
(4)
(2)
-
2
4
6
8
10
12
270 280 290 300 310 320 330 340 350 360 370
III IV I II III
2010 2011
Jumlah (ton) Pertumbuhan (qtq)
PersenRibu Ton
Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan triwulanan
sebesar 5,3% (qtq). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan dengan torehan kinerja pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 1,9% (qtq). Meningkatnya jumlah pengguna dan barang
yang dimuat pada subsektor pengangkutan laut menjadi salah satu indikator yang
menunjukkan kondisi tersebut. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo
menunjukkan tingkat aktivitas angkutan penumpang yang mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kinerja sektor bangunan tumbuh sebesar 5,2% (qtq), sedikit mengalami
perlambatan dibandingkan kinerja triwulan
sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,1%
(qtq). Hampir selesainya pembangunan
venue-venue yang akan digunakan pada
kegiatan SEA Games telah memberikan andil
yang cukup besar terhadap deselerasi kinerja
sektor bangunan. Hal tersebut juga
terkonfirmasi dari data Asosiasi Semen
Indonesia yang menunjukkan terjadinya
perlambatan pertumbuhan penjualan semen
dari sebesar 8,4% (qtq) pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 2,4% (qtq).
Grafik 1.12 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut
Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah
-
1
2
-20 40 60 80
100 120 140
III IV I II III
2010 2011
Arus Penumpang (Aksis Kiri)Arus Barang BongkarArus Barang Muat
Ribu Orang Juta Ton
Grafik 1.11 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara
di Sumatera Selatan
Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah
-
5
10
15
20
25
-100 200 300 400 500 600 700
III IV I II III
2010 2011
Penumpang Domestik (aksis kiri)Penumpang Internasional (aksis kanan)
Ribu Orang Ribu Orang
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
17
Kinerja sektor industri pengolahan meningkat sebesar 3,2% (qtq), mengalami
perbaikan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan
triwulanan sebesar 2,9% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, kondisi
cuaca yang semakin kondusif menjadi pendorong meningkatnya persediaan bahan baku
walaupun industri tersebut masih dihadapkan pada tingginya tingkat persaingan usaha
akibat banyaknya pelaku usaha pada sektor tersebut.
Meningkatnya pasokan karet dunia dan turunnya permintaan karet dunia telah
menyebabkan penurunan rata-rata harga karet di pasar internasional menjadi USD485,55
cent/kg atau turun sebesar 10,88% (qtq) dibandingkan rata-rata harga pada triwulan
sebelumnya yang sebesar USD544,83 cent/kg. Sementara itu, rata-rata harga CPO dunia
tercatat sebesar USD1.023,64/metrik ton atau mengalami penurunan sebesar 7,75%
dibandingkan dengan harga rata-rata pada triwulan sebelumnya.
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mencatat kinerja
pertumbuhan triwulanan sebesar 2,4% (qtq). Kinerja tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang hanya mengalami pertumbuhan
triwulanan sebesar 0,7% (qtq). Seiring dengan sektor keuangan, sektor jasa-jasa sebagai
sektor pendukung perekonomian tercatat mengalami peningkatan sebesar 2,3% (qtq).
Walaupun demikian, kondisi tersebut mengalami sedikit perlambatan dibandingkan kondisi
triwulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan triwulanan sebesar 2,7% (qtq).
Grafik 1.14 Perkembangan Harga Karet
di Pasar Internasional
Sumber: Bloomberg
371.00
434.67
550.75544.83
485.55
150200250300350400450500550600
III IV I II III
2010 2011
USD cent/kg
Sumber : Bloomberg
Grafik 1.15 Perkembangan Harga CPO
di Pasar Internasional
Sumber: Bloomberg
838.57
1,051.371,205.14
1,109.681,023.64
300400500600700800900
1,0001,1001,2001,300
III IV I II III
2010 2011
USD/Metrik Ton
Sumber : Bloomberg
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
18
Grafik 1.18 Perkembangan Harga Batu Bara
di Pasar Internasional
Sumber: Bloomberg
67.95
70.94
77.0878.73
80.02
606264666870727476788082
III IV I II III
2010 2011
USD/Metrik Ton
Kinerja sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (LGA) tumbuh sebesar 2,1% (qtq),
mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya yang mencapai pertumbuhan
triwulanan sebesar 4,2% (qtq). Kondisi tersebut terutama disebabkan menurunnya
pertambahan jumlah pelanggan listrik dan air bersih sebagaimana dilaporkan instansi
terkait.
Sektor pertambangan dan penggalian tercatat sebagai sektor ekonomi yang
mengalami pertumbuhan triwulanan paling rendah yakni sebesar 1,3% (qtq) dibandingkan
triwulan sebelumnya. Rata-rata harga minyak bumi tercatat di level USD89,71/barrel atau
mengalami penurunan sebesar 12,49% (qtq). Sementara itu, batubara yang merupakan
alternatif sumber energi mengalami kenaikan harga. Rata-rata harga batu bara di pasar
internasional pada triwulan ini tercatat di level USD80,02/metrik ton atau mengalami
peningkatan sebesar 1,64% (qtq) dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.
Grafik 1.16 Perkembangan Pemakaian Listrik di Sumatera Selatan
Sumber : PT. PLN WS2JB, diolah
2.50 2.60 2.70 2.80 2.90 3.00 3.10 3.20
600 620 640 660 680 700 720 740 760 780
III IV I II III
2011
Pemakaian Listrik (KWH)Pelanggan (Aksis Kanan)
Juta Juta
Grafik 1.17 Perkembangan Jumlah Pelanggan
dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan
Sumber : PT. PDAM Tirta Musi, diolah
420 430 440 450 460 470 480 490 500 510 520
13.0
13.5
14.0
14.5
15.0
15.5
16.0
16.5
III IV I II III
2010 2011
Juta
Penjualan Air Bersih (M3)
Jumlah Pelanggan (Aksis Kanan)
Ribu Orang
Grafik 1.19 Perkembangan Harga Minyak Bumi
di Pasar Internasional
Sumber: Bloomberg
76.01
85.10 93.93102.52
89.71
2030405060708090
100110
III IV I II III
2010 2011
Harga Minyak WTI, USD/Barrel
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
19
Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian
(Konsumsi) Barang Tahan Lama
Sumber : Survei Konsumen KBI Palembang
100.78 92.22106.00
88.33 91.40
0
20
40
60
80
100
120
III IV I II III
2010 2011
Inde
ksO
ptim
isPe
sim
is
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan
Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi secara tahunan didorong oleh konsumsi
rumah tangga dengan pertumbuhan sebesar 5,8%. Kegiatan ekspor mengalami
peningkatan sebesar 13,5% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan kondisi pada
triwulan sebelumnya yang sebesar 13,2% (yoy). Sementara itu, impor mengalami akselerasi
dengan pertumbuhan tahunan sebesar 17,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kinerja
tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 12,5% (yoy).
Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan
ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010 –2011 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Konsumsi secara umum mengalami perlambatan dibandingkan triwulan
sebelumnya menjadi 6,2% (yoy) dari 6,8% (yoy). Kondisi tersebut terkonfirmasi juga
melalui hasil survei konsumen yang menunjukkan masih pesimisnya indeks konsumsi.
Berdasarkan komponen konsumsi,
konsumsi rumah tangga meningkat
sebesar 5,8% (yoy). Konsumsi lembaga
swasta nirlaba tumbuh sebesar 1,6% (yoy)
atau mengalami percepatan dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
1,2% (yoy), sedangkan konsumsi
pemerintah meningkat sebesar 9,5% (yoy).
Sementara itu, investasi tercatat tumbuh
sebesar 11,9% (yoy), mengalami
perlambatan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,8% (yoy).
III IV I II III
1. Konsumsi Rumah Tangga 4,1 6,1 6,4 6,4 5,8
2. Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba (7,0) 1,1 0,8 1,2 1,6
3. Konsumsi Pemerintah 1,3 16,1 17,3 10,7 9,5
4. Investasi 8,8 7,1 8,9 12,8 11,9
5. Ekspor Barang dan Jasa 23,8 8,4 19,2 13,2 13,5
6. Impor Barang dan Jasa 17,7 12,9 15,7 12,5 17,6
TOTAL 5,3 6,0 5,9 6,0 6,1
20112010Penggunaan
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
20
Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Sumatera Selatan
Sumber : Pertamina UPMS II Palembang
0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0
-
50
100
150
200
250
III IV I II III
2010 2011
Premium Solar M. Tanah (Aksis Kanan)
Kilo Liter Kilo Liter
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
Sumber : Bank Indonesia, diolah
8,999.02 8,962.97 8,903.80
8,590.37 8,610.25
8,500 8,600 8,700 8,800 8,900 9,000 9,100 9,200 9,300 9,400 9,500
III IV I II III
2010 2011
Rupiah/USD
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan
Komponen PDRB Penggunaan yang
mengalami pertumbuhan triwulanan
paling tinggi adalah impor dengan
pertumbuhan sebesar 7,5% (qtq).
Tingginya pertumbuhan impor
diperkirakan terkait erat dengan nilai
tukar rupiah yang terus menguat
terhadap dolar Amerika Serikat.
Penguatan nilai mata uang rupiah
dalam kurun waktu satu tahun
terakhir rata-rata sebesar 1,09%
setiap triwulannya.
Konsumsi mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 3,4% (qtq). Kondisi tersebut
lebih baik dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar 2,6% (qtq).
Membaiknya kinerja triwulanan
sisi konsumsi terutama
disebabkan meningkatnya
konsumsi swasta nirlaba dan
konsumsi pemerintah.
Meningkatnya konsumsi
pemerintah diyakini berhubungan
erat dengan realisasi penyerapan
belanja APBD selama periode
laporan. Sementara itu, kinerja
konsumsi rumah tangga dan
swasta nirlaba mencatatkan peningkatan masing-masing sebesar 2,5% (qtq) dan 2,6%
(qtq) seiring perayaan Hari Raya Idul Fitri. Kondisi tersebut mengalami peningkatan
dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang masing-masing hanya sebesar 2,2% (qtq).
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
21
Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan
ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010 –2011 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
1.5. Struktur Ekonomi
Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor
pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 40,4%.
Pangsa sektor primer tersebut sedikit meningkat dibandingkan kondisi tahun sebelumnya.
Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong peningkatan pangsa sektor
pertambangan dan penggalian dari sebesar 20,6% menjadi 22,8%.
Sektor sekunder sedikit
mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni menjadi sebesar 29,9%.
Pangsa subsektor sektor bangunan
mengalami peningkatan dibandingkan
tahun sebelumnya menjadi 7,3%,
sedangkan subsektor industri pengolahan
mengalami penurunan menjadi sebesar
22,1%. Sementara itu, subsektor LGA
relatif tidak mengalami perubahan.
Pangsa sektor tersier mengalami penurunan yakni menjadi 29,7%. Pada sektor ini
hanya subsektor PHR dan subsektor keuangan yang tidak mengalami perubahan pangsa.
Sementara itu pangsa subsektor lainnya mengalami penurunan. Pangsa subsektor
pengangkutan dan subsektor jasa-jasa masing-masing turun menjadi 4,2% dan 9,4%.
III IV I II III
1. Konsumsi Rumah Tangga 3,1 0,9 0,0 2,2 2,5
2. Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 2,2 (2,0) (1,2) 2,2 2,6
3. Konsumsi Pemerintah 9,9 18,5 (19,4) 10,9 3,4
4. Investasi 3,9 3,6 (0,0) 4,8 3,1
5. Ekspor Barang dan Jasa 0,8 4,3 2,1 1,1 (0,4)
6. Impor Barang dan Jasa 2,8 2,8 2,1 4,3 7,5
TOTAL 5,5 (3,7) 0,1 4,5 5,4
20112010Penggunaan
Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
22
Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih
memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen
tersebut mengalami penurunan menjadi 69,6% dibandingkan pangsa periode yang sama
tahun sebelumnya yang mencapai 71,4%.
Meningkatnya pangsa ekspor yang relatif tinggi berpengaruh cukup signifikan
terhadap peningkatan pangsa komponen eksternal menjadi 5,2%, tercatat sedikit lebih
rendah dibandingkan pangsa pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar
5,5%. Di sisi lain, komponen internal mengalami penurunan pangsa dibandingkan kondisi
tahun sebelumnya yakni menjadi 94,5%.
Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
5,5
1,0 1,0
2,4
5,2
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
0,05,0
10,015,020,025,030,035,040,045,0
III IV I II III
2010 2011
Ekspor Impor Net Ekspor (Aksis Kanan)
Persen Persen
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
23
Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, diolah
1.6. Perkembangan Ekspor Impor
1.6.1. Perkembangan Ekspor
Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Juni 2011 - Agustus 2011) tercatat sebesar
USD1.152,90 juta, meningkat sebesar 46,79% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada
periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD785,43 juta. Dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, nilai ekspor tercatat turun 9,26% (qtq) dari sebesar USD1.1270,55
juta. Menurunnya ekspor dibandingkan triwulan sebelumnya sangat dipengaruhi oleh
turunnya ekspor karet. Nilai ekspor karet tercatat mengalami penurunan sebesar 11,84%
(qtq) yang disebabkan berkurangya permintaan dan juga penurunan harga di pasar global.
Namun demikian, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas karet
dengan pangsa sebesar 85,89%.
Nilai ekspor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011 (ytd) tercatat
sebesar USD3.238,32 juta, meningkat sebesar 80,26% (yoy) dibandingkan dengan posisi
yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD1.796,43 juta.
Tabel 1.9
Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan volume, ekspor pada periode laporan tercatat sebesar 1.441,58 ribu
ton, naik 62,29% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 888,25 ribu ton. Sementara dibandingkan triwulan sebelumnya, mengalami
penurunan sebesar 0,68% (qtq) dari sebesar 1.451,38 ribu ton.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
24
Volume ekspor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011 (ytd)
tercatat sebesar 3.748,48 ribu ton atau meningkat sebesar 117,06% (yoy) dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1.726,92 ribu ton.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor ke Amerika Serikat pada triwulan ini tercatat
paling tinggi dengan pangsa sebesar 29,59%. Sementara itu pangsa ekspor ke Cina
mengalami sedikit peningkatan dari sebesar 15,99% pada triwulan sebelumnya menjadi
15,95%.
Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bank Indonesia
Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bank Indonesia
Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Negara Tujuan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Bank Indonesia
Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan
Negara Tujuan Jun 11 - Agt 11
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
25
Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
1.6.2. Perkembangan Impor
Nilai impor periode Juni 2011 - Agustus 2011 tercatat sebesar USD145,90 juta, meningkat
63,69% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar
USD89,13 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi peningkatan nilai impor
sebesar 11,49% (qtq) dari sebesar USD130,86 juta. Peningkatan nilai impor secara
triwulanan diduga terkait erat dengan meningkatnya impor mesin pembangkit seiring
persiapan gelaran SEA Games XXVI. Impor mesin pembangkit tercatat meningkat sebesar
710,82% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.
Nilai impor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Agustus 2011 (ytd) tercatat
sebesar USD363,48 juta, meningkat sebesar 41,80% (yoy) dibandingkan dengan posisi
yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD256,33 juta.
Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 144,07 ribu ton atau meningkat
sebesar 37,15% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat
sebesar 105,05 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor
tercatat mengalami penurunan sebesar 5,81% (qtq) dari sebesar 152,97 ribu ton.
Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
26
Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini tetap didominasi Cina yakni
sebesar 21,81%, kemudian disusul oleh Amerika Serikat dengan pangsa sebesar 15,69%,
dan Malaysia dengan pangsa sebesar 7,22%. Sementara itu, pangsa negara asal impor
terbesar selama tahun 2011 hingga Agustus 2011 adalah Cina dengan pangsa sebesar
26,09%.
Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan
Berdasarkan Negara Asal
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan
Negara Asal Jun 11-Agt 11
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor
Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
27
RENDAHNYA EKSPEKTASI KONSUMEN MENJADI PENYEBAB TURUNNYA INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG
I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan III 2011
Tingkat Keyakinan Konsumen di Kota Palembang terhadap kondisi perekonomian selama triwulan III 2011 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode laporan tercatat 119,84, turun dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 120,26. Menurunnya IKK sangat dipengaruhi oleh turunnya rata-rata Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari 133,98 pada triwulan sebelumnya menjadi 130,42. Sementara itu, Indeks Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKESI) naik ke level 109,27 dari sebelumnya yang sebesar 106,53.
Grafik 1.
IKK, IKESI, IEK Tahun 2010 - 2011
‐
20
40
60
80
100
120
140
160
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011
IKK IKESI IEK
Op
timis
Pesi
mis
Suplemen 2
Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
28
Beberapa hal yang menjadi perhatian utama konsumen Palembang antara lain: ketersediaan lapangan kerja dan menurunnya penghasilan (lihat grafik 2).
Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Konsumen Tahun 2010 - 2011
II. Keyakinan Konsumen
Secara umum IKK selama periode laporan mengalami fluktuasi. Pada bulan Juli tercatat sebesar 113,27, dengan IKESI dan IEK masing-masing 110,10 dan 126,43. Pada bulan Agustus mengalami lonjakan peningkatan menjadi sebesar 126,92 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 120,00 dan 133,83. Sementara itu, IKK pada bulan September turun ke level 119,35 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 107,70 dan 131,00.
2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi
Mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi selama periode laporan relatif tidak berubah dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hal itu terkonfirmasi dari besarnya persentase responden yang berpendapat demikian, yakni sebesar 42,56%. Sementara responden yang menyatakan lebih baik sebanyak 38,11%.
2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja
Dari sisi ketersediaan lapangan kerja, 41,78% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja saat ini sama dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Sementara itu lebih dari seperempat jumlah responden yakni mencapai 39,67% berpendapat bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja saat ini lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Meningkatnya pesimisme responden terhadap ketersediaan lapangan kerja terus berlanjut hingga 6 bulan mendatang yang ditunjukkan dengan 36,22% responden yang berkeyakinan bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan yang akan datang akan lebih buruk.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011
Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu
Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad
Ketersediaan lapangan kerja saat ini
Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad
Ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang tahan lamaKondisi ekonomi 6 bulan yad
Op
timis
Pesi
mis
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
29
2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan
Sebanyak 46,11% responden menyatakan bahwa penghasilan mereka saat ini sama jika dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hanya sekitar 8,67% responden yang berpendapat bahwa peghasilannya lebih buruk. Seiring dengan optimisme kenaikan Upah Minimum Regional (UMR), mayoritas responden dengan pangsa sebesar 58,89% berkeyakinan bahwa penghasilan mereka pada 6 bulan mendatang akan lebih baik.
2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang
Mayoritas responden berpendapat bahwa harga barang/jasa pada 3 bulan yang akan datang akan terus mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari 77,56% responden yang berpendapat bahwa harga-harga akan naik. Bahkan sebanyak 26,89% responden berkeyakinan bahwa harga pada 3 bulan mendatang akan naik secara signifikan. III. Profil Responden
3.1 Profil Responden Bulan Juli 2011
Profil responden pada bulan Juli 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang
Periode Bulan Juli 2011
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
30
3.2 Profil Responden Bulan Agustus 2011
Profil responden pada bulan Agustus 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2
Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Agustus 2011
3.3 Profil Responden Bulan September 2011
Profil responden pada bulan September 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan September 2011
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
• Tekanan inflasi kembali memperlihatkan tren penurunan karena membaiknya kondisi pasokan barang, langkah antisipatif pelaku usaha dalam menyikapi kenaikan permintaan menjelang lebaran, dan Operasi Pasar persisten yang dilakukan oleh Bulog Divre Sumatera Selatan.
• Kendati tekanan inflasi mengalami penurunan, kenaikan harga emas merupakan salah satu penyumbang inflasi.
2.1. Inflasi Secara Umum
Inflasi tahunan kota Palembang pada akhir triwulan III 2011 sebesar 4,59% (yoy), atau lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sempat mencapai 5,10% (yoy). Tekanan
inflasi periode ini tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Kondisi
cuaca yang lebih baik dari tahun sebelumnya telah mendukung kegiatan produksi
(khususnya di sektor pertanian) dan distribusi. Di sisi lain, dampak penurunan harga
komoditas di pasar internasional tidak terhindarkan berkorelasi terhadap penurunan
pendapatan dan pengeluaran masyarakat sehingga setidaknya telah memberikan andil
terciptanya tren penurunan inflasi.
Tren penurunan dan capaian inflasi pada triwulan III 2011 masih konsisten dengan
proyeksi Bank Indonesia Palembang sebagaimana pernah ditulis pada laporan triwulan
sebelumnya. Dalam laporan disebutkan bahwa proyeksi inflasi triwulan III akan bergerak
pada kisaran 4,87± 0,5%. Hal yang yang sama juga terjadi untuk proyeksi inflasi nasional,
yang mana capaian inflasi nasional pada periode yang sama masih berada dalam kisaran
5±1%.
Jika dilihat dari sumber tekanan, inflasi periode triwulan III terutama digerakkan oleh
faktor musiman yakni bulan puasa dan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1432H. Namun kondisi
ketersediaan barang kebutuhan pokok yang lebih baik membuat inflasi relatif terkendali. Di
akhir triwulan III, inflasi bulanan kota Palembang tercatat sebesar 0,59%, atau lebih rendah
dibandingkan angka Juni 2011 dimana sempat terjadi inflasi sebesar 0,65% (mtm), bahkan
jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 0,95% (mtm).
BAB 2
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
32
Grafik 2.3
Event Analysis Perkembangan Inflasi Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 2.4
Realisasi dan Proyeksi Inflasi Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, Proyeksi Bank Indonesia
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang
dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang
dan Nasional
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
33
Setelah melewati masa panen pada triwulan I dan II, kenaikan permintaan barang
dan jasa sehubungan bulan puasa dan perayaan Idul Fitri 1432H, tekanan inflasi tidak lebih
besar dibandingkan triwulan-triwulan sebelumnya. Hal itu disebabkan oleh relatif
berkurangnya kejutan (shock) di sisi pasokan. Selain itu juga, Bulog Divre Sumsel yang
bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Selatan dan
Pemerintah Kota Palembang juga telah mengawal harga beras hingga berada pada tingkat
yang terkendali melalui operasi pasar dengan jumlah yang sangat besar dibandingkan
penyaluran per bulan pada tiga tahun terakhir.
Berdasarkan pemilihan rincian (disagregasi) inflasi bulanan, diketahui bahwa
tekanan inflasi pada triwulan III banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation dan
komponen volatile foods namun dengan magnitude yang mengecil. Hal tersebut
ditunjukkan dengan selisih inflasi volatile foods terhadap komponen core semakin menipis
dibandingkan periode sebelumnya.
Grafik 2.5 Disagregasi Inflasi Tahunan
Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Bulanan
Grafik 2.7
Inflasi Tahunan Aktual Vs. Historis
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
34
Inflasi volatile foods di akhir triwulan III menjadi 5,86% (yoy), atau turun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 9,12% (yoy). Sebaliknya, inflasi core
pada triwulan III menjadi 5,01% (yoy), atau meningkat dari sebesar 4,48% (yoy) pada
triwulan sebelumnya.
Berdasarkan kelompok barang, kelompok sandang mencatat inflasi tahunan
tertinggi hingga mencapai 12,49% (yoy), diikuti oleh kelompok bahan makanan dan
kelompok pendidikan yaitu masing-masing sebesar 6,13% dan 4,58%. Sebaliknya, deflasi
terjadi pada kelompok transportasi, yaitu sebesar 0,18%.
Bila dibandingkan dengan triwulan II, perubahan inflasi tahunan pada masing-
masing kelompok barang dan jasa pada umumnya meningkat. Peningkatan inflasi tertinggi
terjadi pada kelompok sandang yang naik dari 8,79% pada triwulan II 2011 menjadi
12,49% pada triwulan III 2011. Kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, dan
kelompok kesehatan mengalami peningkatan inflasi. Sebaliknya, kelompok bahan makanan
mengalami penurunan inflasi yang paling tajam, yaitu dari sebesar 9,30% di triwulan II
2011 menjadi 6,13% pada triwulan III 2011. Penurunan inflasi kelompok bahan makanan
sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya terkait dengan membaiknya kondisi cuaca. Selain
itu, kelompok transportasi juga mengalami penurunan inflasi yang cukup signifikan, namun
hal ini karena pengaruh tahun dasar (base year effect).
Grafik 2.8 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang
dan Jasa di Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.9 Perkembangan Inflasi Bulanan per Kelompok
Barang dan Jasa di Palembang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
35
Selama triwulan III, laju inflasi terbesar terjadi pada kelompok sandang. Kelompok
sandang mengalami kenaikan harga bulanan sebesar 1,1-2,3% setiap bulannya pada
rentang waktu Juli – September 2011 yang didorong oleh kenaikan harga emas perhiasan.
Hal yang sama juga terjadi pada harga kelompok bahan makanan, walaupun masih relatif
moderat. Kenaikan harga bahan makanan sebesar 1,07% terjadi pada Juli 2011, kemudian
pada Agustus dan September 2011menurun menjadi masing-masing sebesar 0,65% dan
0,70%. Kelompok perumahan sempat mengalami kenaikan harga cukup tinggi pada bulan
Juli 2011 didorong oleh kenaikan harga semen, sementara kenaikan harga kelompok
pendidikan terjadi bulan Agustus 2011 karena kenaikan biaya akademi/perguruan tinggi.
Secara andil, inflasi tahunan disumbangkan oleh subkelompok ikan segar yang
sebesar 0,87%, diikuti dengan barang pribadi dan sandang lain dengan andil sebesar
0,67%, dimana emas merupakan salah satu penyebab utama inflasi baik secara triwulanan
maupun tahunan. Sementara itu, andil inflasi triwulanan diberikan oleh beras sebesar
0,48%, diikuti oleh cabe merah dan emas perhiasan masing-masing sebesar 0,22% dan
0,21%.
Tabel 2.1 Andil Inflasi Tahunan Tertinggi Per Subkelompok
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Tabel 2.2 Andil Inflasi Triwulanan Per Komoditas
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 2.10 Inflasi Tahunan Kota Palembang
per Kelompok Pengeluaran Triwulan III 2011
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
36
2.2. Kondisi Harga di Pasar Internasional
Berbeda halnya dengan perkembangan harga domestik, harga komoditas pangan
beras dan kedelai di pasar internasional mengalami kenaikan pada triwulan III, namun
komoditas terigu mengalami penurunan. Menurut Bloomberg, dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya, harga beras di pasar internasional pada triwulan III mengalami
kenaikan dari USD 412,28/metrik ton menjadi USD 491,97/metrik ton, atau naik sebesar
19,33% (qtq). Harga beras secara tahunan meningkat sebesar 22,06% (yoy). Harga kedelai
mengalami peningkatan sebesar 5,39% (qtq) dari USD 12,77/bushel menjadi USD
13,46/bushel. Sementara itu, harga terigu mengalami penurunan dari USD 7,38/bushel
menjadi USD 7,07/bushel, atau turun sebesar 4,19% (qtq). Secara tahunan, kenaikan
harga terigu dan kedelai masing-masing sebesar 33,21% dan 32,27% (yoy).
Grafik 2.11
Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional
Perkembangan Harga Terigu
Sumber : Bloomberg, diolah
Perkembangan Harga Beras
Sumber : Bloomberg, diolah
Perkembangan Harga Emas
Sumber : Bloomberg, diolah
Perkembangan Harga Kedelai
Sumber : Bloomberg, diolah
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
37
Sama halnya dengan harga komoditas pangan, harga emas meningkat, bahkan
cukup tajam, seiring dengan permintaan yang meningkat karena menjadi substitusi dolar
Amerika Serikat (AS) yang saat ini terpengaruh nilainya karena dunia meragukan prospek
perbaikan ekonomi AS dan Eropa. Harga emas pada akhir triwulan mengalami peningkatan
tajam sebesar 20,15% (qtq) dari USD 1.417,77/oz menjadi USD 1.703,51/oz, sedangkan
peningkatan secara tahunan jauh lebih yakni mencapai 38,75% (yoy).
Di sisi lain, Food Price Index yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Association
(FAO), menunjukkan bahwa harga pangan (yang terdiri dari daging, susu-susuan, sereal,
minyak dan lemak nabati, dan gula) relatif menurun pada September dibandingkan Juni
lalu. Namun demikian, Food Price Index pada September 2011 tetap lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
38
HARGA EMAS PERHIASAN NAIK TAJAM Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang memperlihatkan tendensi terjadinya tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 11,87% pada triwulan III 2011 dibandingkan posisi triwulan II 2011. Kemudian, pada Oktober 2011, harga-harga sudah naik 0,46% dibandingkan triwulan III 2011.
Grafik 1. Pergerakan Harga Bulanan Berdasarkan SPH
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
Suplemen 3
Grafik 2. Inflasi SPH dan Inflasi BPS
*Minggu I Agustus 2011
Sumber : SPH KBI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
39
Sesuai dengan hasil disagregasi inflasi berdasarkan kelompok core, volatile foods, dan administered prices, memperlihatkan bahwa kenaikan harga tertinggi terjadi pada kelompok core. Kelompok core mengalami peningkatan harga 17,99% dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan kenaikan tertinggi terjadi pada Agustus dan September karena faktor utama yakni kenaikan harga emas di pasar internasional. Sementara itu, kelompok volatile foods hanya mengalami kenaikan harga sebesar 0,54% dibandingkan triwulan sebelumnya dan memperlihatkan kecenderungan deflasi pada Agustus dan September. Sementara itu, kenaikan harga kelompok administered prices dibandingkan triwulan sebelumnya adalah sebesar 3,84%.
Grafik 3. Pergerakan Harga Beras
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 4. Pergerakan Harga Minyak Goreng
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 5. Pergerakan Harga Daging Ayam
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 6. Pergerakan Harga Cabe Merah
Sumber : SPH KBI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
40
Pola pergerakan harga beberapa komoditas bervariasi secara triwulanan. Untuk komponen volatile foods, harga cabe merah mengalami kenaikan sebesar 12,6% dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq), harga beras mengalami tendensi kenaikan sebesar 6,3% (qtq), sedangkan daging sapi mengalami peningkatan harga sebesar 5,6% (qtq). Di sisi lain, daging ayam dan minyak goreng mengalami penurunan harga masing-masing sebesar 4,5% dan 1,0%.
Harga komponen core inflation cenderung meningkat. Komoditas yang mendorong kenaikan harga komponen core adalah emas yang mengalami peningkatan harga sebesar 20,6% (qtq), sementara harga nasi dan harga mie cenderung tetap.
Grafik 9. Pergerakan Harga Gula
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 8. Pergerakan Harga Mie
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 10. Pergerakan Harga Emas Perhiasan
Sumber : SPH KBI Palembang
Grafik 7. Pergerakan Harga Daging Sapi
Sumber : SPH KBI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
41
2.3. Tekanan Inflasi Sisi Penawaran
Tekanan inflasi dari sisi penawaran menurun dibandingkan tahun sebelumnya
utamanya disebabkan oleh cuaca yang lebih kondusif. Berdasarkan data dari Stasiun Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kenten, curah hujan di wilayah Sumatera
Selatan menurun bahkan relatif sangat rendah pada periode Juli-Agustus 2011. Selain itu,
kondisi iklim di kawasan lain juga menunjukkan hal yang sama, Australian Bureau of
Meteorology mengindikasikan bahwa Southern Oscillation Index (SOI)1 secara umum masih
berada dalam batas normal pada periode Juli – Agustus 2011. Namun demikian, pada saat
laporan ini disusun telah terjadi banjir besar yang menimpa Thailand yang sempat
melumpuhkan aktifitas ekonomi negara tersebut. Banjir tersebut menimbulkan
kekhawatiran terhadap keberlangsungan pasokan beras bukan hanya di Thailand tetapi
juga di Indonesia sebagai importir beras negara tersebut.
Implikasi normalnya kondisi cuaca terutama adalah terjaganya pasokan pangan,
yang tercermin melalui rendahnya inflasi tahunan bahan makanan atau inflasi komponen
volatile foods, setidaknya jika dibandingkan rata-rata beberapa tahun terakhir. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya, inflasi bahan makanan turun drastis dari 9,30% pada triwulan II
2011 menjadi 6,13% (yoy) pada triwulan III 2011. Sementara itu, inflasi volatile foods
menurun dari 9,12% pada triwulan I 2011 menjadi 5,86% (yoy) pada triwulan II 2011.
1 Southern Oscillation Index (SOI) merupakan ukuran anomali iklim di wilayah Pasifik yang dapat mengindikasikan el nino (SOI < -8) dan la nina (SOI > +8). SOI merupakan salah satu ukuran penting dalam analisis iklim global.
Grafik 2.12 Perkembangan Curah Hujan Bulanan
Sumber: BMKG, diolah
Grafik 2.13 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga
Sumber: Survei Konsumen, BI
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
42
Masyarakat percaya bahwa kenaikan harga secara umum akan melambat dalam 3
dan 6 bulan mendatang. Kondisi tersebut terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen di Kota
Palembang mengindikasikan bahwa ekspektasi inflasi mengalami penurunan dari triwulan
sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari indeks net balance perkiraan harga 3 bulan dan 6
bulan mendatang dibandingkan saat ini yang bernilai di atas 100.
Perkembangan nilai tukar Rupiah relatif stabil pada periode Juli – September 2011
walaupun mulai pertengahan September mengalami penurunan menjadi sekitar Rp 8.800
dari yang sebelumnya sekitar 8.550. Nilai tukar Rupiah yang cenderung mulai terdepresiasi
terhadap Dollar AS diperkirakan akan meningkatkan imported inflation yang antara lain
terjadi melalui peningkatan biaya pembelian bahan baku impor.
Berdasarkan hasil quick survey yang dilakukan pada minggu pertama dan kedua
bulan Ramadhan, diketahui pasokan kebutuhan pokok pada bulan puasa dan menjelang
lebaran relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Pelaku usaha telah berusaha
untuk menjamin ketersediaan barang antara lain dengan cara (i) mempercepat dan
meningkatkan penyediaan stok, (ii) menambah jam kerja, (iii) dan jumlah tenaga kerja
kontrak. Selain itu, pelaku usaha juga telah mempersiapkan sejumlah strategi untuk
mengantisipasi adanya hambatan distribusi menjelang lebaran. (Lihat suplemen 4: Hasil
Quick Survey: Kesiapan Pelaku Usaha dalam Menghadapi Lonjakan Permintaan pada Bulan
Ramadhan dan Menjelang Idul Fitri 1432H).
Selain itu, penyaluran beras yang dilakukan Bulog Divre Sumsel terbilang cukup
memadai dan tepat waktu, khususnya menjelang Idul Fitri. Penyaluran beras Bulog yang
mencapai sekitar 25 ribu ton untuk periode Juli – Agustus 2011 (termasuk operasi pasar
dan Raskin). Sekitar 17 ribu ton disalurkan pada bulan Agustus 2011, yaitu pada saat bulan
puasa dan menjelang perayaan Idul Fitri.
Selain itu, pada bulan tersebut
dilakukan operasi pasar dengan jumlah
penyaluran bulanan terbanyak dalam 3
tahun terakhir, yaitu mencapai 3.600 ton.
Hal ini menunjukkan antisipasi Bulog yang
baik dalam menyediakan kebutuhan beras
pada bulan puasa dan menjelang Idul Fitri
tahun ini.
Grafik 2.14 Penyaluran dan Stok Beras Bulog
Sumber: Perum Bulog Divre Sumsel
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
43
HASIL QUICK SURVEY:
KESIAPAN PELAKU USAHA DALAM MENGHADAPI LONJAKAN PERMINTAAN PADA BULAN RAMADHAN DAN MENJELANG IDUL FITRI 1432 H
Bulan puasa dan persiapan Idul Fitri merupakan salah satu faktor musiman yang paling signifikan dalam mendorong kenaikan harga-harga secara umum di Indonesia, termasuk Sumatera Selatan yang inflasinya dihitung di Kota Palembang. Inflasi bulanan Palembang pada Idul Fitri tahun 2010 dan 2009, masing-masing mencapai 1,01% dan 1,29%.
Menindaklanjuti rekomendasi Rapat Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Selatan tanggal 19 Juli 2011, Bank Indonesia Palembang menyelenggarakan quick survey yang ditujukan untuk mengetahui kesiapan dan respon pelaku usaha dalam menghadapi lonjakan permintaan pada Bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri 1432 H. Hasil quick survey tersebut telah didiseminasikan kepada publik melalui press release TPID pada 22 Agustus 2011.
Pelaksanaan survei dilakukan pada minggu I dan minggu II Agustus 2011 dengan sampel terkumpul sebanyak 102 responden yang merupakan pelaku usaha yang melakukan kegiatan penjualan di Kota Palembang. Menurut produk, responden diutamakan adalah pelaku usaha yang melakukan penjualan minimum salah satu dari produk bahan makanan, makanan jadi, sandang, dan jasa transportasi.
Adapun temuan inti dari hasil quick survey tersebut adalah:
1. Tingkat penjualan menjelang Idul Fitri tahun ini diperkirakan hanya sedikit meningkat dibandingkan Idul Fitri tahun 2010. Namun jika dibandingkan 2009, penjualan tahun ini meningkat signifikan.
2. Kondisi stok barang (bahan baku dan barang jadi) pada bulan puasa tahun ini lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
3. Pelaku usaha mengantisipasi lonjakan permintaan dalam bulan puasa dan menjelang Idul Fitri, utamanya melalui:
a) Mempercepat dan meningkatkan penyediaan stok dari beberapa bulan sebelumnya.
b) Kenaikan jam kerja dan penambahan tenaga kerja kontrak 4. Kenaikan harga distributor tidak selalu diikuti dengan kenaikan harga jual ke
konsumen. 5. Kenaikan harga yang terjadi bersifat spekulatif untuk mencari keuntungan jangka
pendek (memanfaatkan momen bulan puasa dan lebaran), karena stok barang diperkirakan masih tersedia dengan cukup di pasar.
Suplemen 4
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
44
6. Pelaku usaha telah menerapkan strategi penyediaan pasokan dalam menghadapi kemungkinan terjadinya hambatan distribusi.
Secara umum, pelaku usaha telah mengantisipasi menghadapi tantangan bisnis pada bulan puasa dan Idul Fitri, baik dari adanya kemungkinan lonjakan permintaan dan hambatan di sisi pasokan. Karena itu, kenaikan harga yang terjadi masih dalam taraf yang wajar karena didukung oleh cukup baiknya kondisi stok. Selain itu, harga-harga diperkirakan akan kembali ke tingkat normal pasca Idul Fitri.
Akurasi quick survey tersebut terbukti dari inflasi bulanan Agustus 2011 yang hanya sebesar 0,69% (mtm) yang lebih rendah dibandingkan Idul Fitri tahun sebelumnya yang sebesar 1,01% (mtm) dan dibandingkan proyeksi inflasi sebelumnya sebesar 0,82% (mtm).
Grafik 2. Kenaikan Stok dan Penjualan Menjelang Idul Fitri
Grafik 4.
Respon Lonjakan Permintaan Menjelang Idul Fitri
Grafik 3. Strategi Penyediaan Pasokan
Grafik 1. Distribusi Sampling menurut Komoditas
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
45
2.4. Tekanan Inflasi Sisi Permintaan
Perkembangan tekanan inflasi dari sisi permintaan dibandingkan triwulan
sebelumnya relatif mixed dilihat dari beberapa indikator utama. Dalam periode tersebut,
terdapat penurunan harga komoditas unggulan dan Nilai Tukar Petani di Sumatera Selatan.
Namun keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi mengalami peningkatan cukup
signifikan pada bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri.
Secara tahunan, peningkatan tekanan inflasi sisi permintaan antara lain dipicu oleh
harga komoditas yang meningkat, antara lain karet dan sawit, walaupun terbilang
menurun dibandingkan triwulan II 2011. Secara triwulanan, harga komoditas karet di pasar
internasional menurun 10,88% (qtq), sedangkan harga komoditas CPO di pasar
internasional menurun 7,75% (qtq). Namun secara tahunan, harga komoditas karet
meningkat 30,88% (yoy), sedangkan harga komoditas CPO meningkat 22,07% (yoy).
Pada kelompok grass-root, penurunan pendapatan tersebut dapat dicerminkan oleh
penurunan Nilai Tukar Petani (NTP) yang cukup signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi karena penurunan harga komoditas unggulan pada
triwulan II dan triwulan III 2011.
Inflasi inti tinggi namun tidak disebabkan kenaikan pendapatan. Sumbangan inflasi
kelompok core (inti) terhadap inflasi umum tahunan paling tinggi dibandingkan dua
komponen lainnya, dan semakin besar dibandingkan periode sebelumnya. Tekanan inflasi
kelompok inti berasal dari komoditas non-food khususnya emas terus meningkat. Di pasar
internasional, harga emas juga mengalami peningkatan yang robust seiring dengan
ketidakjelasan prospek ekonomi AS, mengingat emas dipandang dapat mensubstitusi
Dollar AS sebagai save haven.
Grafik 2.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Sumber: BPS Provinsi Sumsel
Grafik 2.15 Andil Disagregasi Inflasi Tahunan
Sumber: BPS Provinsi Sumsel
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
46
Secara teoretis, tekanan inflasi dari sisi permintaan secara langsung digambarkan
oleh output gap, yakni persentase selisih antara output aktual (yang sudah disesuaikan
secara musiman) dan output potensial. Hasil estimasi mengindikasikan bahwa terdapat
kecenderungan masih rendahnya output gap pada triwulan IV 2010 dan triwulan I 2011,
yang memberikan dampak terhadap inflasi tahunan pada triwulan III 2011. Namun,
kenaikan output gap sejak triwulan II 2011 mengindikasikan bahwa ke depan terdapat
potensi tekanan inflasi yang lebih besar.
Optimisme konsumen sedikit mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II
2011, seiring dengan adanya momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada bulan Agustus
2011. Konsumen yang terbilang optimis akan senantiasa melakukan konsumsi sehingga
akan memberikan tekanan inflasi dari sisi permintaan.
Grafik 2.17 Perkembangan Output Gap dan Inflasi
Sumber: BPS, Estimasi Peneliti BI
Grafik 2.18 Perkembangan Keyakinan Konsumen
Sumber: Survei Konsumen BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
47
PRODUKSI PANGAN TERUS MENJADI PERHATIAN UTAMA DI WILAYAH SUMBAGSEL
Dalam memperkirakan dan mengantisipasi tekanan inflasi Palembang ke depan, khususnya terkait volatile foods, perlu dilakukan identifikasi pasokan, suplai, dan kelancaran distribusi pangan di wilayah Sumbagsel termasuk permasalahan-permasalahan terkait. Sehubungan dengan hal tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Selatan telah berkoordinasi dengan empat TPID lainnya di wilayah Sumbagsel pada tanggal 17 Oktober 2011 di Kantor Bank Indonesia Palembang melalui suatu conference call.
Conference call tersebut dihadiri oleh Ketua TPID Sumatera Selatan H. Eppy Mirza & Kepala Badan Ketahanan Pangan Sumatera Selatan Syamuil Chatib. Conference call menghasilkan beberapa poin bahasan dan rekomendasi sbb:
1. Inflasi Sumbagsel pada triwulan III 2011 mencapai 5,52% (yoy), lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 4,61% (yoy). Inflasi di 3 (tiga) kota di wilayah Sumbagsel, yakni Kota Pangkalpinang, Bandar Lampung, dan Bengkulu tercatat mengalami inflasi lebih tinggi dibanding nasional yakni masing-masing sebesar 8,82% (yoy), 6,26% (yoy), dan 5,63% (yoy). Sementara itu, inflasi di Kota Jambi pun tercatat melebihi inflasi nasional yakni sebesar 5,31% (yoy).
Penyumbang inflasi secara umum adalah volatile foods yakni tingginya harga bahan makanan (harga beras, cabe merah, dan sayur-sayuran) seiring selesainya masa panen dan tingginya permintaan selama Ramadhan dan Idul Fitri. Sementara itu, kenaikan harga rokok kretek filter dan tahun ajaran baru (kelompok pendidikan) memberi tekanan inflasi pada kelompok administered prices.
Inflasi Sumbagsel pada akhir tahun diproyeksikan mengalami penurunan menjadi 5,10±1% (yoy). Proyeksi penurunan permintaan dunia diyakini akan berdampak langsung terhadap penurunan harga komoditas unggulan yang selanjutnya akan menurunkan tekanan inflasi dari sisi permintaan. Namun demikian, masih terdapat faktor risiko inflasi yang berasal dari peningkatan permintaan domestik secara musiman dan kondisi cuaca. Berdasarkan informasi BMKG, terdapat potensi tidak optimalnya hasil pertanian karena cuaca tidak kondusif dan berpotensi memberi tekanan inflasi dari sisi suplai.
2. Musim tanam sudah dimulai sejak awal Oktober 2011 seiring datangnya musim hujan. Namun di beberapa wilayah mengalami pergeseran menjadi sekitar November 2011 yang disebabkan anomali cuaca (kemunduran jadwal musim hujan).
Suplemen 5
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
48
3. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas lahan persawahan, beberapa hal yang dilakukan oleh Dinas Pertanian di masing-masing provinsi antara lain : a. Perluasan dan peningkatan pengolahan tanah, peningkatan infrastruktur pertanian,
dan peningkatan Indeks Pertanaman (IP) melalui Sekolah Lapang Pengelolaan Tanam Terpadu (SL-PTT).
b. Pemberian bantuan Benih Langsung Bibit Unggul (BLBU) dan saprodi lainnya. c. Kerjasama korporasi di bidang pembiayaan. d. Peningkatan kesepahaman dengan daerah-daerah produsen beras.
4. Kondisi ketahanan pangan di Sumbagsel secara umum masih memadai karena ditopang oleh cadangan pangan pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.
5. Untuk menstabilkan harga beras dan mendukung aksesibilitas rumah tangga berpendapatan terbatas, Bulog masing-masing provinsi telah dan/atau siap melakukan operasi pasar bekerjasama dengan Disperindag Provinsi maupun Disperindag Kota.
6. Dalam rangka meningkatkan efektivitas kelembagaan TPID, beberapa rekomendasi kebijakan yang diajukan adalah sbb: a. Pendefinisian kembali peran, tugas dan tanggung jawab anggota dan pengurus
TPID sesuai struktur organisasi. b. Pengalokasian anggaran khusus untuk pelaksanaan tugas TPID di masing-masing
dinas/instansi Pemerintah Daerah. Sejalan dengan itu, perlu diperkuat fungsi sekretariat khusus TPID.
c. Perluasan kegiatan diseminasi diantara anggota TPID untuk meningkatkan peran TPID dalam pembangunan ekonomi daerah. Selain itu, proses mutasi di SKPD diharapkan mempertimbangkan kesinambungan kelembagaan TPID, sehingga wakil SKPD yang menjadi anggota TPID tidak cepat berganti.
d. Dukungan seluruh SKPD terkait terhadap rekomendasi yang dihasilkan TPID agar menjadi masukan dalam penetapan kebijakan.
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
• Aset, DPK dan kredit/pembiayaan tetap tumbuh terbatas dibarengi dengan peningkatan NPL.
• Tingginya aktivitas kliring pada bulan Agustus 2011 diperkirakan erat kaitannya dengan meningkatnya transaksi ekonomi selama Ramadhan dan Idul Fitri 1432 H.
• Penutupan Kas Titipan Muaro Bungo di Jambi berdampak terhadap peningkatan aktivitas inflow di Kas Titipan Lubuk Linggau.
3.1. Kondisi Umum
Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi
Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan III
2011 (data hingga Agustus 2011) dari beberapa
indikator seperti total aset, penghimpunan
Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran
kredit/pembiayaan mengalami peningkatan
yang diiringi dengan kecenderungan penurunan
suku bunga. Namun, peningkatan indikator
perbankan terjadi dengan laju yang melambat.
Secara triwulanan (qtq) total aset
perbankan Sumsel tumbuh sebesar 0,22%
menjadi Rp58,27 triliun dan secara tahunan
meningkat 21,05% (yoy) dibandingkan triwulan
yang sama pada tahun sebelumnya.
Penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar 25,06% (yoy) dibandingkan
tahun sebelumnya dari Rp38,55 triliun menjadi Rp48,21 triliun, dan secara triwulanan
tercatat meningkat sebesar 1,05% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/ pembiayaan
secara tahunan mengalami peningkatan lebih cepat, yaitu sebesar 30,22% (yoy) dari
Rp32,51 triliun menjadi Rp42,33 triliun.
Peningkatan penghimpunan DPK yang lebih rendah dari pertumbuhan penyaluran
pembiayaan/kredit secara triwulanan telah menyebabkan terjadi peningkatan Loan to
Deposit Ratio (LDR) menjadi 87,82% dari sebelumnya 85,17% di triwulan II.
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan
* Posisi Agustus 2011
BAB 3
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
50
3.2. Kelembagaan
Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel
sampai dengan triwulan III berjumlah 57 bank.
Jumlah kantor bank sebanyak 588 kantor yang
terdiri dari 5 Kantor wilayah Bank Umum
Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah
Daerah, 19 Kantor Pusat BPR/S, 64 Kantor
Cabang Bank Umum Konvensional, 12
Kantor Cabang Bank Umum Syariah dan 7
Kantor Cabang BPR/S, 363 Kantor Cabang
Pembantu Bank Umum Konvensional, 46 Kantor
Cabang Pembantu Bank Umum Syariah, serta 61
Kantor Kas Bank Umum, 6 Kantor Kas Bank
Syariah dan 5 Kantor Kas BPR.
Selama triwulan III 2011, terjadi penambahan 16 Kantor Cabang Pembantu dan 1
Kantor Kas di Sumatera Selatan. Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM)
tercatat sebanyak 523 unit.
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
3.3.1 Penghimpunan DPK
Jika dibandingkan dengan akhir triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK
mengalami peningkatan sebesar 25,06%. Simpanan berjangka/deposito mengalami
peningkatan paling pesat, yaitu dari Rp15,34 triliun menjadi Rp21,21 triliun atau meningkat
sebesar 38,31%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 31,09% menjadi Rp20,24
triliun. Sementara itu, giro tercatat menurun dari Rp7,77 triliun menjadi sebesar Rp6,75
triliun atau sebesar 13,08%.
Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar
1,05% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito dan simpanan tabungan
masing-masing sebesar 7,54% dan 3,28%. Berdasarkan pangsa masing-masing komponen
DPK, simpanan deposito tercatat memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 44,00%.
Sementara itu simpanan tabungan dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar
41,99% dan 14,01%.
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
51
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
Sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang mengelompokkan
perkembangan penghimpunan DPK berdasarkan 13 kabupaten/kota, sedangkan DPK di
Kabupaten Banyuasin digabungkan dengan DPK Kabupaten Musi Banyuasin, dan DPK di
Kabupaten Lahat digabungkan dengan DPK Kota Pagar Alam. Berdasarkan laju
pertumbuhan secara tahunan (yoy), penghimpunan DPK Ogan Ilir tercatat mengalami
pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 122,41% atau dengan pangsa pertumbuhan
tahunan sebesar 0,70%. Kota Palembang mencatat kontribusi terhadap pertumbuhan
tahunan yang tinggi, yaitu sebesar 14,64%. Pada periode ini, Empat Lawang merupakan
satu-satunya wilayah yang mengalami pertumbuhan kredit negatif secara tahunan, yaitu
menurun sebesar 1,42%.
Pertumbuhan DPK secara triwulanan di berbagai kabupaten/kota secara umum
pada periode ini cukup tinggi. Wilayah Musi Rawas tercatat sebagai wilayah dengan
peningkatan penghimpunan DPK terbesar secara triwulanan sebesar 14,71%. Terdapat
beberapa wilayah yang mencatat penurunan DPK dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni
Wilayah Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Ogan Komering Ulu Timur
dengan masing-masing penurunan sekitar 17%. Penghimpunan DPK Kota Palembang
tercatat memberikan kontribusi terbesar sebagai pendorong pertumbuhan DPK secara
triwulanan yaitu dengan andil mencapai 2,05%. Berdasarkan pangsa, DPK Kota Palembang
masih merupakan wilayah dengan pangsa terbesar yakni sebesar 65,16% dari total DPK se-
Grafik 3.3 Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2011
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Triwulan III 2011
di Provinsi Sumatera Selatan
* Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
52
Sumatera Selatan, diikuti oleh Muara Enim dan Musi Banyuasin yaitu masing-masing
sebesar 13,32% dan 4,78%.
Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota
di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Kabupaten/Kota 2010 2011
III IV I II III*
Kab. Musi Banyuasin 1,803,372 1,666,455 2,202,474 2,202,474 2,544,200 Kab. Ogan Komering Ulu 1,202,715 1,336,804 1,489,224 1,489,224 1,652,011
Kab. Muara Enim 4,774,547 4,882,373 5,539,522 5,539,522 6,404,316
Kab. Musi Rawas 52,044 66,728 65,631 65,631 73,112
Kab. Ogan Komering Ilir 513,551 406,380 562,338 562,338 627,681 Kab. Ogan Komering Ulu Selatan 190,915 164,747 212,969 212,969 259,912 Kab. Ogan Komering Ulu Timur 232,044 250,204 392,796 392,796 448,186
Kab. Ogan Ilir 123,757 156,944 225,637 225,637 272,007
Kab. Empat Lawang 124,716 62,493 115,740 115,740 136,401
Kota Palembang 25,651,349 28,594,050 28,686,338 28,686,338 30,457,173 Kota Lubuklinggau 1,465,239 1,451,707 1,651,282 1,651,282 1,837,761 Kota Prabumulih 1,288,579 1,347,872 1,482,956 1,482,956 1,558,063 Kota Pagar Alam 1,123,496 1,173,236 1,248,691 1,248,691 1,434,647
Sumatera Selatan 38,546,324 41,559,992 43,875,597 43,875,597 47,705,470 *Posisi Agustus 2011
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral
Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 30,22%
dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp32,51 triliun menjadi Rp42,33 triliun.
Pertumbuhan kredit pada kelompok bukan lapangan usaha mencapai 31,53%, lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan kredit pada kelompok lapangan usaha yang sebesar 29,38%.
Pada kelompok lapangan usaha, laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit
sektor jasa-jasa sebesar 137,96%. Andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara tahunan
dikontribusikan oleh penyaluran kredit pada sektor jasa-jasa, yaitu sebesar 12,46%.
Sementara itu, penyaluran kredit di sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan
andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara triwulanan, yaitu sebesar 1,36%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
53
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral
Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)
Sektor 2010 2011
III IV I II III*
Lapangan Usaha 19,858,960 20,825,598 22,231,120 24,750,007 25,693,117
Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
4,743,961 4,615,843 4,223,898 4,695,760 4,815,059
Pertambangan dan Penggalian 587,749 589,332 640,709 798,412 515,359
Industri Pengolahan 3,281,127 4,104,449 4,434,686 4,766,259 4,688,055
Listrik, Gas dan Air Bersih 637,027 624,922 590,563 555,499 669,646
Konstruksi 1,638,450 1,501,290 1,530,199 1,858,009 2,068,489
Perdagangan, Hotel dan Restoran
6,292,423 6,481,349 6,622,945 7,147,293 7,682,290
Pengangkutan dan Komunikasi 375,393 372,121 442,048 588,712 543,372
Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
695,900 1,117,779 808,936 856,239 886,982
Jasa-jasa 1,606,930 1,418,512 2,937,136 3,483,824 3,823,865
Bukan Lapangan Usaha 12,652,426 12,238,269 14,714,745 15,880,886 16,641,866
Rumah Tinggal 2,623,963 2,786,533 2,954,349 3,114,645 3,328,425
Flat dan Apartemen 3,640 4,873 5,695 6,028 7,981
Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan)
333,612 390,878 428,388 486,919 528,014
Kendaraan Bermotor 1,614,156 1,605,481 2,011,940 2,262,764 2,530,401
Lainnya 8,077,056 7,450,503 9,314,373 10,010,530 10,247,046
Total Pinjaman 32,511,385 33,063,866 36,945,864 40,630,893 42,334,982
*Posisi Agustus 2011
Pertumbuhan penggunaan kredit
perbankan pada kelompok yang tidak
termasuk lapangan usaha (konsumsi)
lebih kecil dibandingkan yang disalurkan
pada sektor produksi. Pertumbuhan
kredit yang tertinggi secara tahunan
untuk kelompok bukan lapangan usaha
dicapai oleh kredit untuk flat dan
apartemen serta kredit untuk ruko dan
rukan, yaitu masing-masing sebesar
119,28% dan 58,27%.
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral
Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2011
*Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
54
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan
Penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengalami perubahan yang bervariasi
dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit investasi
mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp5,55 triliun menjadi Rp7,96 triliun atau
43,32%. Kredit konsumsi mencatat pertumbuhan sebesar 31,72% dan kredit modal kerja
meningkat 23,81% (yoy). Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk
konsumsi mengalami tercatat mengalami peningkatan yang tertinggi yaitu sebesar 4,79%.
Penyaluran kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar 3,95%, sedangkan kredit
investasi tercatat meningkat sebesar 3,49%.
Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit
modal kerja yakni sebesar 41,90%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar
39,31%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 18,79%.
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten
Berbeda dengan DPK, sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang
mengelompokkan perkembangan penyaluran kredit berdasarkan 15 kabupaten/kota.
Berdasarkan daerah penyaluran kredit, wilayah Banyuasin merupakan wilayah dengan
pertumbuhan kredit tahunan (yoy) tertinggi yaitu sebesar 89,91%, diikuti oleh wilayah
Ogan Komering Ulu dan Empat Lawang yaitu masing-masing sebesar 54,56% dan 52,92%.
Wilayah Palembang, Ogan Komering Ulu, dan Banyuasin tercatat sebagai wilayah yang
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan
Provinsi Sumatera Selatan
* Posisi Agustus 2011
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan
Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan III 2011
* Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
55
berkontribusi paling signifikan dalam penyaluran kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy)
yakni dengan andil pertumbuhan masing-masing sebesar 17,23%, 3,42% dan 2,01%.
Tabel 3.3
Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
Wilayah 2010 2011
III IV I II III* Kab. Musi Banyuasin 2,968,083 2,601,474 3,252,876 3,556,110 3,602,912
Kab. Ogan Komering Ulu 1,716,621 1,785,652 2,126,189 2,454,980 2,653,158
Kab. Muara Enim 1,886,641 1,795,061 2,081,055 2,092,520 2,202,179
Kab. Lahat 743,878 688,390 844,532 938,260 968,255
Kab. Musi Rawas 841,437 717,543 902,040 1,012,416 1,088,414
Kab. Ogan Komering Ilir 2,246,651 2,215,769 2,300,032 2,515,474 2,505,488
Kab. Banyuasin 498,367 540,384 780,523 835,414 946,471
Kab. Ogan Komeing Ulu Selatan 210,307 213,907 240,653 279,164 299,921
Kab. Ogan Komeing Ulu Timur 390,110 406,036 450,253 509,456 522,688
Kab. Ogan Ilir 273,492 285,745 299,512 317,993 329,960
Kab. Empat Lawang 91,596 92,054 104,103 124,219 140,070
Kota Palembang 18,061,677 19,225,490 20,639,760 22,751,242 23,634,879
Kota Lubuklinggau 1,146,571 1,148,454 1,381,331 1,540,828 1,619,293
Kota Prabumulih 1,121,427 1,065,379 1,154,849 1,279,581 1,373,829
Kota Pagar Alam 314,527 282,531 388,158 423,235 447,466
Sumatera Selatan 32,511,385 33,063,866 36,945,864 40,630,893 42,334,982
*Posisi Agustus 2011
Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2011
Berdasarkan Wilayah
*Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
56
Pada pertumbuhan secara triwulanan, wilayah Banyuasin tercatat sebagai wilayah
dengan pertumbuhan kredit paling cepat, yaitu sebesar 13,29%, yang diikuti oleh Empat
Lawang dan Ogan Komering Ulu yaitu masing-masing sebesar 12,76% dan 8,07%.
Menurut kontribusinya terhadap pertumbuhan kredit triwulanan Sumatera Selatan, wilayah
Palembang dan Ogan Komering Ulu tercatat sebagai wilayah dengan kontribusi tertinggi
terhadap pertumbuhan kredit yakni masing-masing sebesar 2,17% dan 0,51%.
Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa
penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 55,83%, kemudian disusul oleh Musi Banyuasin
dan Ogan Komering Ulu masing-masing sebesar 8,51% dan 6,27%.
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan
Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman pada triwulan III 2011 mengalami perubahan yang bervariasi. Dalam
triwulan ini telah terjadi penurunan suku bunga simpanan, namun untuk suku bunga
pinjaman relatif tetap.
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu
1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami penurunan
bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Rata-rata suku bunga simpanan
tercatat sebesar 7,13%, menurun
dibandingkan dengan tingkat suku bunga
simpanan pada triwulan sebelumnya (qtq)
yang tercatat sebesar 7,20%, dan juga lebih
rendah dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya (yoy), yang sebesar
7,45%. Bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, berdasarkan jangka waktu
simpanan, jenis simpanan dengan berbagai
jangka waktu mengalami perubahan yang
bervariasi.
Grafik 3.9 Perkembangan Suku Bunga Simpanan
Sumatera Selatan
* Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
57
Grafik 3.10 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman
Sumatera Selatan
* Posisi Agustus 2011
Penurunan suku bunga yang secara relatif paling tajam terjadi pada jenis simpanan
dengan jangka waktu 24 bulan, yaitu sebesar 0,25%. Suku bunga simpanan yang tertinggi
saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan dengan jangka waktu 12 bulan, yakni sebesar
7,38%. Sedangkan suku bunga simpanan yang memiliki rate paling rendah adalah dengan
jangka waktu 24 bulan yakni sebesar 6,75%.
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman
Rata-rata tingkat suku bunga
pinjaman tercatat sebesar 14,61%, relatif
tetap dibandingkan dengan tingkat suku
bunga pinjaman pada triwulan sebelumnya
(qtq). namun lebih rendah dibandingkan
dengan tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat
sebesar 15,41%. Berdasarkan penggunaan,
suku bunga kredit yang tertinggi pada
triwulan III 2011 adalah suku bunga kredit
konsumsi, yaitu sebesar 17,08%. Sementara
itu kredit investasi tercatat sebagai kredit
dengan suku bunga terendah, yakni sebesar
13,34%.
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga
Spread suku bunga bank umum
konvensional, yaitu selisih antara suku
bunga kredit dan suku bunga
simpanan perbankan tercatat
mengalami sedikit peningkatan pada
triwulan III 2011 menjadi 7,43%
dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 7,40%. Namun, angka
tersebut lebih rendah dibandingkan
tahun sebelumnya yang sebesar
7,96%.
Grafik 3.11 Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
58
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan
Tingkat Non-Performing Loan (NPL)
gross perbankan Sumatera Selatan
pada triwulan III 2011 sebesar 2,36%,
meningkat baik jika dibandingkan
kondisi tahun sebelumnya yang sebesar
2,15%, maupun dibandingkan
triwulan sebelumnya yang sebesar
2,22%. Namun demikian, NPL net
(sudah memperhitungkan PPAP) posisi
triwulan III 2011 tercatat sebesar
0,76%, sedikit menurun apabila
dibandingkan tingkat NPL net triwulan
sebelumnya.
Perubahan NPL gross pada periode triwulan III 2011 secara umum bervariasi pada
setiap kelompok bank. NPL pada Bank pemerintah meningkat dari 2,47% menjadi 2,74%.
Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) mengalami penurunan NPL dari 1,46% menjadi
1,38%. Sementara itu, NPL pada BPR mengalami penurunan dari 5,49% menjadi 5,12%. N
Grafik 3.14 NPL Bank Umum Konvensional
menurut Sektor Ekonomi Triwulan III 2011
*Posisi Agustus 2011
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan
* Posisi Agustus 2011
Grafik 3.13 Perkembangan NPL menurut Kelompok Bank
*Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
59
NPL pada setiap sektor ekonomi masih dibawah batas toleransi yaitu 5%. Berdasarkan
sektor ekonomi, penyaluran kredit di sektor industri mencatat persentase NPL tertinggi yaitu
sebesar 3,90%, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,47%.
Kemudian, NPL tertinggi selanjutnya dicatat oleh penyaluran kredit di sektor perdagangan
yaitu sebesar 3,53% dan NPL di sektor jasa konstruksi yaitu sebesar 2,18%.
3.7. Rentabilitas Perbankan
Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 0,99%, lebih rendah dibandingkan BPR
yang mencapai 3,28% dan dibandingkan BUSN yang mencapai 2,13%. Rasio beban
operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) Bank Pemerintah sebesar 104,29%.
Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu masing-masing sebesar
74,22% dan 70,70%.
Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan III 2011
No Indikator Angka Rasio*
Bank Pemerintah BUSN BPR
1 Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
104.29 74.22 70.70
2 Return on Asset (ROA) 0.99 2.13 3.28
3 Keuntungan (dalam Rp juta) 383,401 380,190 25,179
* Posisi Agustus 2011
3.8. Kelonggaran Tarik
Dari Laporan Bank Umum (LBU) di wilayah
KBI Palembang diperoleh informasi bahwa
undisbursed loan (kredit yang belum ditarik
oleh debitur) pada triwulan III 2011 tercatat
sebesar Rp2,28 triliun atau 6,92% dari
plafon kredit yang disetujui oleh perbankan,
meningkat dibandingkan dengan tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,12
triliun atau 7,98%, dan juga meningkat bila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar Rp2,21 triliun atau
6,89%.
Grafik 3.15 Perkembangan Undisbursed Loan
Perbankan Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
60
3.9. Risiko Likuiditas
Likuiditas bank umum konvensional di
Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan
III 2011 tergolong cukup likuid dengan
besaran angka rasio likuiditas sebesar
69,23%1. Rasio tersebut tercatat
meningkat jika dibandingkan dengan
rasio likuiditas triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 59,15%. Menurunnya
rasio likuiditas merupakan dampak dari
penurunan aktiva likuid < 1 bulan sebesar
17,19% (qtq) menjadi sebesar Rp37,48
triliun yang disertai dengan peningkatan
pasiva likuid < 1 bulan secara lebih tinggi,
yaitu sebesar 19,98% (qtq) menjadi
sebesar Rp60,30 triliun.
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
Perkembangan bank umum Syariah dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja
yang baik. Total aset pada triwulan III (hingga akhir Agustus 2011) tercatat sebesar
Rp3.135,1 miliar, meningkat sebesar 56,08% dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp2.008,7 miliar, dan juga meningkat apabila
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengalami peningkatan
sebesar 9,42%.
Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp2.053,5 miliar, meningkat sebesar 58,64%
(yoy) dan meningkat sebesar 3,28% (qtq). Dana investasi tidak terikat mendominasi pangsa
penghimpunan DPK yakni sebesar 88,94% atau sebesar Rp1.826,5 miliar yang terdiri dari
komponen tabungan mudharabah sebesar Rp597,4 miliar (pangsa 29,09% dari total DPK)
dan deposito mudharabah sebesar Rp1.229,1 miliar (pangsa 59,85% dari total DPK).
1 Diperoleh melalui rasio nilai aktiva likuid < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan
Grafik 3.16 Perkembangan Risiko Likuiditas
Perbankan Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
61
Penyaluran pembiayaan juga mengalami peningkatan secara tahunan, yaitu sebesar
39,76% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 7,25% (qtq). Dari total penyaluran
pembiayaan yang mencapai Rp2.031,1 miliar, piutang murabahah memiliki pangsa sebesar
63,19% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan mudharabah tercatat sebesar
Rp 271,7 miliar atau memiliki pangsa sebesar 14,20% dan pembiayaan musyarakah
tercatat sebesar Rp269,2 miliar atau memiliki pangsa sebesar 12,65%. Sementara itu,
piutang qardh, piutang istishna dan aktiva ijarah pangsanya masih relatif kecil yakni
masing-masing sebesar 9,73%, 0,02% dan 0,20%.
Secara triwulanan pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit
Ratio (FDR) meningkat dari sebesar 95,25% pada triwulan sebelumnya menjadi 98,91%.
Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami sedikit
kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 1,84% menjadi 1,87%.
Dibandingkan tahun sebelumnya, tingkat NPF lebih rendah.
Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)
INDIKATOR 2010 2011
III IV I II III*
Total Aset 2,008,655 2,160,856 2,273,600 2,865,259 3,135,085
Dana Pihak Ketiga 1,294,504 1,454,274 1,492,833 1,988,416 2,053,543
1. Simpanan Wadiah 159,938 197,031 185,015 266,459 227,074
- Giro Wadiah 94,874 119,916 101,282 166,828 125,789
- Tabungan Wadiah 65,064 77,115 83,733 99,631 101,285
2. Dana Investasi tidak terikat 1,134,566 1,257,243 1,307,818 1,721,957 1,826,469
- Tabungan Mudharabah 447,822 491,594 529,852 576,359 597,361
- Deposito Mudharabah 686,744 765,649 777,966 1,145,598 1,229,108
Komposisi Pembiayaan 1,453,330 1,565,633 1,711,983 1,893,882 2,031,132
- Piutang Murabahah 929,506 1,000,731 1,078,102 1,196,794 1,252,725
- Piutang Istishna 1,881 1,797 469 454 190
- Piutang Qardh 91,414 114,773 166,785 184,351 231,713
- Pembiayaan Mudharabah 228,497 236,958 244,094 268,924 271,728
- Pembiayaan Musyarakah 200,212 209,192 219,828 239,510 269,168
Aktiva Ijarah 1820 2182 2705 3849 5608
Non Performing Financing 2.70 2.00 2.15 1.84 1.87
*) Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
62
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan
perkembangan kinerja. Total aset BPR meningkat sebesar 21,27% (yoy) atau 3,47% (qtq)
menjadi Rp742,20 miliar. Peningkatan DPK tetap terjadi walaupun lebih lambat, yakni
sebesar 15,20% (yoy) menjadi Rp515,30 miliar dan secara triwulanan meningkat sebesar
3,64% (qtq).
Penyaluran kredit mengalami peningkatan cukup pesat sebesar 3,28% (qtq)
menjadi Rp532,96 miliar, dan secara tahunan juga menunjukkan peningkatan sebesar
28,80% (yoy). Dengan perkembangan DPK dan penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit
Ratio (LDR) pada BPR sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari
103,43% menjadi 103,07%. Secara bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada
BPR menurun dari 5,49% menjadi 5,12%.
Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio likuiditas BPR sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 39,99% menjadi 40,39%, yang
menunjukkan sedikit meningkatnya kondisi likuiditas pada BPR. Rasio likuiditas tersebut
juga meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 39,79%.
Grafik 3.17 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2011
Grafik 3.18 Perkembangan Rasio Likuiditas
Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
*Posisi Agustus 2011
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
63
Grafik 3.19 Perkembangan Kliring di Sumatera Selatan
0
50
100
150
200
250
300
0.001.002.003.004.005.006.007.008.009.00
10.00
III IV I II III
2010 2011
Lembar (Aksis Kanan) Nominal
Ribu LembarRp Triliun
3.12. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
Perkembangan kliring di Sumsel pada triwulan III 2011 mengalami peningkatan dari
segi jumlah warkat maupun nominal dibandingkan periode yang sama tahun lalu demikian
pula triwulan sebelumnya. Jumlah warkat yang dikliringkan pada periode triwulan laporan
tercatat sebanyak 255.131 lembar dengan nominal sebesar Rp8,96 triliun. Jumlah
warkat secara tahunan meningkat sebesar 34,41% (yoy), sedangkan berdasarkan nominal
meningkat sebesar 34,23% (yoy) dari sebesar Rp6,68 triliun.
Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan periode laporan mengalami
peningkatan secara tahunan maupun triwulanan masing-masing sebesar 28,94% (yoy) dan
14,09 % (qtq). Hal yang tidak berbeda pun terjadi pada volume (transaksi) net RTGS yang
tercatat mengalami peningkatan, baik dibandingkan periode yang sama tahun 2010
maupun dibandingkan triwulan sebelumnya. Dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, volume net RTGS meningkat sebesar 18,79% (yoy), sementara itu jika
dibandingkan triwulan sebelumnya tercatat meningkat sebesar 9,29% (qtq) menjadi
Rp8,76 triliun.
Grafik 3.20 Perkembangan RTGS di Sumatera Selatan
-5 10 15 20 25 30 35 40 45
-
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
III IV I II III
2010 2011
Nilai RTGS dari SumselNilai RTGS ke SumselNilai RTGS Net Volume RTGS dari Sumsel (Aksis Kanan)Volume RTGS ke Sumsel (Aksis Kanan)Volume RTGS Net (Aksis Kanan)
Ribu LembarRp Miliar
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
64
Dibandingkan triwulan sebelumnya
terjadi peningkatan jumlah warkat kliring
sebesar 26,01% (qtq) dari sebanyak
202.471 lembar, sedangkan berdasarkan
nominal warkat yang dikliringkan naik
sebesar 13,31% (qtq) dari sebesar Rp7,91
triliun. Meningkatnya kegiatan kliring
dibandingkan triwulan sebelumnya seiring
dengan bertambahnya jumlah hari kerja
pada triwulan laporan yang tercatat
sebanyak 62 hari atau lebih banyak
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya 60 hari kerja.
Secara proporsional dibandingkan dengan jumlah hari kerjanya, perputaran kliring
harian pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp144,59 miliar atau meningkat sebesar
9,65% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya sebesar Rp131,86 miliar/hari.
Seiring dengan peningkatan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan
bilyet giro kosong juga mengalami peningkatan. Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang
dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 3.815 lembar dengan nominal sebesar
Rp135,63 miliar.
Tabel 3.6 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong
Provinsi Sumatera Selatan
III IV I II III
1. Lembar Warkat 3,090 3,551 3,473 2,434 3,815
2. Nominal (Rp Miliar) 83.35 115.55 113.54 78.61 135.63
Keterangan2010 2011
Jumlah warkat cek/BG kosong meningkat 56,74% (qtq) dari triwulan sebelumnya
yang sebanyak 2.434 lembar menjadi 3.815 lembar, sedangkan dari sisi nominal naik
72,54% (qtq) dari Rp78,61 miliar. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya, nominal cek/BG kosong mengalami peningkatan sebesar 62,73% (yoy)
Grafik 3.21 Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja
59
60
61
62
63
0
20
40
60
80
100
120
140
160
III IV I II III
2010 2011
Perputaran Kliring/Hari Hari Kerja
Hari KerjaRp Miliar
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
65
sementara jumlah warkat tercatat mengalami peningkatan sebesar 23,46% (yoy) (lihat
tabel 5.1).
Aktivitas kliring bulanan paling tinggi selama triwulan laporan terjadi pada bulan
Agustus 2011 dengan nominal sebesar Rp3,46 triliun dan jumlah warkat sebanyak 82.599
lembar atau dengan rata-rata perputaran nominal kliring/hari sebesar Rp182,37 miliar dan
dengan rata-rata jumlah warkat kliring/hari mencapai 4.347 lembar. Tingginya aktivitas
kliring pada tersebut diperkirakan berkaitan erat dengan tingginya transaksi ekonomi
selama bulan Ramadhan 1432 H.
3.13. Perkembangan Perkasan
Kegiatan perkasan pada triwulan laporan mencatat inflow sebesar Rp2,70 triliun,
meningkat 7,74% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar
Rp2,51 triliun. Sementara iu, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi
peningkatan inflow yang signifikan yaitu sebesar 123,82% (qtq) dari Rp1,21 triliun. Pada
periode yang sama, outflow tercatat sebesar Rp3,40 triliun, meningkat sebesar 39,26%
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan sebesar 9,98% (qtq) dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya.
Grafik 3.23 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro
Kosong di Sumatera Selatan
0
10
20
30
40
50
60
02004006008001,0001,2001,4001,600
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011
Warkat (Aksis Kanan) Nominal
LembarRp Miliar
Grafik 3.22 Perkembangan Bulanan Jumlah
Perputaran Kliring di Sumatera Selatan
-500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 5,000
50
70
90
110
130
150
170
190
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011
Rata-rata Nominal Kliring/Hari
Rata-rata Jumlah Warkat Kliring/Hari (Aksis Kanan)
LembarRp Miliar
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
66
Grafik 3.25 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh
oleh KBI Palembang
-
5
10
15
20
25
-
100
200
300
400
500
600
III IV I II III
2010 2011
Nilai % thd Inflow
PersenRp Miliar
Dengan membandingkan angka
inflow dan outflow maka diperoleh net-
outflow selama triwulan berjalan sebesar
Rp0,70 triliun, sedangkan pada periode
triwulan sebelumnya tercatat mengalami net-
outflow sebesar Rp1,89 triliun. Adapun pada
periode yang sama tahun sebelumnya
tercatat mengalami net-inflow sebesar
Rp0,06 triliun.
Tabel 3.7
Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan (Rp Miliar)
III IV I II III
Inflow 2,508.09 1,747.93 1,001.56 1,207.37 2,702.34
Outflow 2,444.08 3,512.18 2,067.75 3,094.67 3,403.58
Net Inflow (Net Outflow) 64.02 (1,764.25) (1,066.19) (1,887.30) (701.25)
2010Keterangan
2011
Melalui kegiatan perkasan, dilakukan pula penarikan uang lusuh di KBI Palembang
sebagai wujud dari clean money policy Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang
dalam kondisi layak edar. Uang lusuh yang ditarik tercatat meningkat sebesar 74,74% (qtq)
dibandingkan triwulan sebelumnya, sedangkan dibandingkan tahun sebelumnya
mengalami penurunan sebesar 43,11% (yoy) dari sebesar Rp480,47 miliar.
Menurut proporsinya terhadap
inflow, persentase penarikan uang lusuh
mengalami penurunan dari sebesar 12,96%
pada triwulan sebelumnya menjadi 10,18%.
Secara nominal, uang lusuh yang ditarik dan
dimusnahkan pada triwulan laporan
mencapai Rp273,36 miliar.
Grafik 3.24 Perkembangan Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan
2010-2011
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011
Net Outflow Outflow Inflow
Rp Triliun
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
67
3.14. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi
Aliran perkasan selama periode laporan didominasi oleh denominasi Rp100.000,00,
hal tersebut terjadi pada inflow maupun outflow. Inflow uang kertas didominasi
denominasi Rp100.000,00 yakni sebesar Rp1.530,71 miliar atau mencapai 56,65%,
kemudian diikuti denominasi Rp50.000,00 sebesar Rp1.033,12 miliar atau 38,24%. Kedua
denominasi tersebut pun mendominasi aliran uang kertas ke luar (outflow) yakni masing-
masing tercatat sebesar 49,52% dan 45,28%. Sementara itu, denominasi Rp1.000,00
mendominasi inflow maupun outflow uang logam yakni masing-masing dengan pangsa
sebesar 72,29% dan 50,39%.
Penggunaan denominasi Rp100.000,00 mengalami peningkatan dibandingkan
tahun sebelumnya, hal tersebut terlihat dari peningkatan yang mencapai 41,66% (yoy).
Namun demikian, apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat mengalami
penurunan sebesar 24,87% (qtq).
Tabel 3.8
Pangsa Denominasi Uang dalam Inflow
Pada mata uang logam, penggunaan masyarakat terhadap denominasi Rp1.000,00
tercatat menurun sebesar 25,68% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya, sementara
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
68
dibandingkan tahun sebelumnya meningkat sebesar 16,53% (yoy). Sementara itu,
penggunaan uang logam denominasi Rp500,00 mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan triwulan maupun tahun sebelumnya yakni masing-masing sebesar
16.638,76% (qtq) dan 1.846,70% (yoy).
Tabel 3.9 Pangsa Denominasi Uang dalam Outflow
Grafik 3.26 Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Inflow
-
20 40
60 80
100
-
400 800
1,200 1,600
2,000
III IV I II III
2010 2011
100,000 50,000
20,000 (Aksis Kanan) 10,000 (Aksis Kanan)
5,000 (Aksis Kanan) 2,000 (Aksis Kanan)
1,000 (Aksis Kanan)
Rp Miliar Rp Miliar
Grafik 3.27 Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Outflow
-
20
40
60
80
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
III IV I II III
2010 2011
100,000 50,000 20,000 (Aksis Kanan) 10,000 (Aksis Kanan)5,000 (Aksis Kanan) 2,000 (Aksis Kanan)1,000 (Aksis Kanan)
Rp Miliar Rp Miliar
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
69
3.15. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia
menyelenggarakan kegiatan kas titipan di Kota Lubuk Linggau. Pertimbangan
penyelenggaraan kas titipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan
terhadap uang tunai serta jarak yang cukup jauh dari Kota Palembang.
Tabel 3.10
Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar)
III IV I II III
Inflow 1,095.19 1,119.30 318.01 253.32 279.05 155.32 333.16
Outflow 1,157.85 1,410.79 318.98 369.78 221.72 213.96 211.46
Net Inflow (Net Outflow) (62.67) (291.49) (0.97) (116.46) 57.34 (58.65) 121.70
20102010Keterangan 2009
2011
Nilai outflow di Lubuk Linggau tercatat sebesar Rp211,46 miliar, mengalami
penurunan sebesar 1,17% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu aktivitas
inflow tercatat sebesar Rp333,15 miliar, mengalami peningkatan yang cukup signifikan
yakni sebesar 114,50% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan aktivitas
inflow yang terjadi pada periode laporan diperkirakan erat kaitannya dengan penutupan
Kas Titipan Muaro Bungo, Jambi, sehingga perbankan yang berada di Kabupaten
Sorolangun dan Kabupaten Bangko, Jambi lebih memilih menyetor uang ke Lubuk Linggau
yang berjarak dalam radius 150 km dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2 (dua) jam.
Grafik 3.28 Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Inflow
-2 4 6 8 10 12 14 16 18
-
100 200 300 400
500 600 700
III IV I II III
2010 2011
1,000 500 200 (Aksis Kanan) 100 (Aksis Kanan)
Rp Juta Rp Juta
Grafik 3.29 Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Outflow
-
20
40
60
80
100
120
(100)
-
100
200
300
400
500
III IV I II III
2010 2011
1,000 500 200 (Aksis Kanan) 100 (Aksis Kanan)
Rp Juta Rp Juta
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
70
Meningkatnya aktivitas inflow tersebut menyebabkan terjadinya net-inflow pada
periode laporan yakni sebesar Rp121,70, sementara pada triwulan sebelumnya tercatat
mengalami net-outflow sebesar Rp58,65 miliar.
Grafik 3.30
Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2010-2011
(250)(200)(150)(100)(50)
-50
100 150 200 250
7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011
Outflow Inflow Net Outflow
Rp Miliar
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
71
UANG KERTAS Rp20.000, Rp50.000 DAN Rp100.000 DESAIN BARU TELAH DIEDARKAN
Pada tanggal 28 Oktober 2011, Bank Indonesia meresmikan peluncuran Uang Kertas (UK) Rupiah Desain Baru pecahan Rp20.000 Tahun Emisi (TE) 2004, Rp50.000 TE 2005 dan Rp100.000 TE 2004. Peluncuran desain baru ini dimaksudkan untuk meningkatkan perlindungan dari upaya pemalsuan serta memudahkan masyarakat mengenali keaslian uang Rupiah khususnya ketiga pecahan tersebut. Selanjutnya layanan distribusi dan penukaran uang dilakukan mulai 31 Oktober 2011. Penyempurnaan desain secara visual bersifat minor dan bukan merupakan uang emisi baru. Warna dominan uang, bahan uang, gambar utama dan ukuran uang adalah tetap atau tidak mengalami perubahan. Namun demikian, desain baru ini mengakomodasi beberapa unsur pengaman yang dapat dikenali tanpa menggunakan alat bantu. Dengan tambahan unsur pengaman ini diharapkan masyarakat dapat lebih cepat mengenali keaslian uang Rupiah. Dan tentunya ini menjadi upaya BI meningkatkan perlindungan dari upaya-upaya pemalsuan uang. Perubahan untuk mengoptimalkan fungsi elemen desain atau up-grading pada masing-masing ketiga pecahan uang kertas tersebut meliputi:
1. Pecahan Rp20.000 Tahun Emisi (TE) 2004 a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing di sebelah kanan gambar utama
pada bagian depan uang berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;
b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna hijau dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar di sebelah gambar utama pada bagian depan uang dan belakang uang;
c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah empat persegi panjang yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak di samping kiri gambar utama pada bagian depan uang;
Suplemen 6
Gambar 1. Desain Uang Kertas Denominasi Rp20.000
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
72
2. Pecahan Rp50.000 Tahun Emisi (TE) 2005 a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing di sebelah kanan gambar utama
pada bagian depan uang berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;
b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna oranye dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar di sebelah gambar utama pada bagian depan dan belakang uang;
c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah segi tiga yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak di samping kiri gambar utama pada bagian depan uang.
3. Pecahan Rp100.000 Tahun Emisi (TE) 2004
a. Penambahan unsur pengaman rainbow printing di atas gambar utama pada bagian depan uang berupa bidang berbentuk segi empat yang memiliki efek berubah warna (efek pelangi) apabila dilihat dari sudut pandang tertentu;
b. Penambahan desain berbentuk lingkaran-lingkaran kecil berwarna merah dan ditengahnya berwarna putih yang letaknya tersebar di sebelah gambar utama pada bagian depan dan belakang uang;
c. Perubahan kode tuna netra (blind code) berupa dua buah lingkaran yang semula tidak kasat mata (invisible) menjadi kasat mata dan terasa kasar apabila diraba (cetak intaglio), terletak di samping kiri gambar utama pada bagian depan uang.
d. Penambahan penulisan DEWAN PERWAKILAN DAERAH pada gambar utama di bagian belakang uang yang semula bertuliskan“MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT” menjadi “MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH”.
e. Menghilangkan unsur pengaman berupa Irisafe yang terletak di samping kanan gambar utama pada bagian depan uang.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
73
Sementara itu, elemen desain utama lainnya seperti warna dominan uang, bahan uang, gambar utama dan ukuran uang adalah tetap atau tidak mengalami perubahan. Sebagai informasi, uang kertas pecahan Rp20.000 TE 2004, Rp50.000 TE 2005 dan Rp100.000 TE 2004 desain lama masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran oleh Bank Indonesia.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran
74
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
• Realisasi pendapatan APBD pada periode laporan sebesar 75,62%, lebih tinggi
dibandingkan kinerja tahun sebelumnya. Sementara itu, realisasi belanja tercatat lebih rendah.
• Seiring batas waktu pembayaran PBB yang jatuh tempo pada bulan September menyebabkan tingginya realisasi penerimaan PBB mencapai Rp821,34 miliar.
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Triwulan III 2011
Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan terealisasi sebesar Rp2.845,53 miliar atau
mencapai 75,62% dari total anggaran perubahan yang sebesar Rp3.762,95 miliar. Total
realisasi belanja daerah mencapai Rp1.771,55 miliar atau sebesar 43,41% dari anggaran
yang sebesar Rp4.080,95 miliar. Realisasi pendapatan pada periode laporan tercatat lebih
tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya,
sementara realisasi belanja tercatat lebih rendah (lihat tabel 4.1).
Pada komponen pendapatan daerah, realisasi paling tinggi dicapai oleh Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu indikator kemandirian suatu daerah. Realisasi
PAD sebesar 80,21% dengan nominal mencapai Rp1.353,40 miliar dan menyumbang
47,56% terhadap total realisasi pendapatan. Lebih detail, komponen PAD yang mencatat
realisasi paling tinggi secara nominal adalah Pajak Daerah yakni Rp1.244,75 miliar atau
dengan realisasi sebesar 82,25% dari anggaran. Realisasi Lain-lain PAD yang sah mencapai
Rp64,49 miliar atau 73,52%, dan pendapatan Hasil Retribusi Daerah mencapai 57,40%
dengan nominal sebesar Rp7,54 miliar. Sementara itu, realisasi komponen Lain-lain
Pendapatan yang Sah sebesar Rp63,07 miliar atau mencapai 72,73% dengan kontribusi
sebesar 2,22% dari total realisasi pendapatan. Selanjutnya, realisasi Dana Perimbangan
tercatat Rp1.429,06 miliar yang ditopang oleh Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak yakni
sebesar Rp865,84 miliar.
Pada komponen belanja, realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 45,55%
atau sebesar Rp975,25 miliar. Capaian itu masih di bawah periode yang sama tahun
sebelumnya yang mencapai 51,07%. Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja
tidak langsung tercatat sebesar Rp357,33 miliar dan merupakan komponen belanja tidak
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
76
langsung yang tingkat realisasinya kedua tertinggi yakni sebesar 54,37%. Sementara itu,
realisasi belanja tidak langsung yang paling tinggi dibukukan belanja bantuan sosial yang
terealisasi 63,68% dengan nominal sebesar Rp36,11 miliar.
Tabel 4.1
Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2011 (Rp Miliar)
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Selatan, diolah
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
77
Realisasi komponen belanja langsung tercatat Rp796,30 miliar atau sebesar 41,05%
dari anggaran. Kinerja realisasi belanja langsung tersebut lebih rendah dibandingkan
pencapaian periode tahun sebelumnya yang mencapai 44,55%. Realisasi belanja modal
pada komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp553,37 miliar yang merupakan
tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 48,26%. Sementara itu, realisasi belanja
pegawai sebesar Rp50,68 miliar atau mencapai 40,30%. Komponen belanja langsung yang
terealisasi paling rendah adalah belanja barang dan jasa yakni sebesar 28,79% dari
anggaran dengan nominal Rp192,25 miliar.
Tabel 4.2 Realisasi Belanja Sumsel Triwulan III 2010 dan Triwulan III 2011 (Rp Miliar)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Grafik 4.2 Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran
Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2011
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Selatan
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Anggaran Perubahan Realisasi
52.46% 55.05%
47.54% 44.95%
Belanja T idak Langsung Belanja Langsung
Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan
Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2011
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Selatan
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Anggaran Perubahan Realisasi
44.84% 47.56%
52.86% 50.22%
2.30% 2.22%
PAD Dana Perimbangan Lain- lain PAD yang Sah
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
78
4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan
Penerimaan pajak Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2011 mengalami peningkatan
sebesar 360,07% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Data yang diperoleh dari Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung
menunjukkan bahwa tingginya penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi
pendorong utama signifikannya peningkatan penerimaan pajak. Penerimaan PBB mencapai
Rp821,34 miliar atau meningkat sebesar 4.452,83% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang disebabkan tingginya setoran dari masyarakat seiring batas waktu
pembayaran PBB yang jatuh tempo pada bulan September.
Penerimaan PPh Pasal 21 tercatat sebesar Rp352,04 miliar atau meningkat sebesar
51,90% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penurunan sebesar 13,13%
(qtq). Meningkatnya penerimaan PPh Pasal 21 salah satunya disebabkan pemberian
bonus/Tunjangan Hari Raya (THR) yang diberikan pada periode laporan.
Sementara itu, penerimaan PPh Orang Pribadi tercatat sebesar Rp6,55 miliar atau
turun sebesar 1,69% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Walaupun dibandingkan
triwulan sebelumnya mengalami penurunan, realisasi penerimaan PPh Orang Pribadi pada
Grafik 4.3 Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Bangka Belitung
(80)
(60)
(40)
(20)
-
20
40
-2 4 6 8
10 12 14 16 18
III IV I II III
2010 2011
PPh Orang Pribadi
Pertumbuhan PPh Orang Pribadi (Aksis Kanan)
Rp Miliar Persen
Grafik 4.4 Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Bangka Belitung
-5 10 15 20 25 30 35 40
-50
100 150 200 250 300 350 400
III IV I II III
2010 2011
PPh Pasal 21 Pertumbuhan PPh Pasal 21
Rp Miliar Persen
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
79
periode laporan tercatat sebagai penerimaan pajak paling tinggi apabila dibandingkan
dengan pencapaian tahun sebelumnya yakni mencapai 24,35% (yoy).
Grafik 4.5 Perkembangan Penerimaan PBB
Sumatera Selatan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan
Kepulauan Bangka Belitung
(120)(100)(80)(60)(40)(20)-20 40
-100 200 300 400 500 600 700 800 900
III IV I II III
2010 2011
PBB Pertumbuhan PBB
Rp Miliar Persen
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
80
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
• Tingkat Pengangguran Terbuka mengalami penurunan. • Penurunan harga komoditas pertanian diduga menekan Nilai Tukar Petani (NTP).
• Walaupun konsumen optimis terhadap penghasilan pada 6 bulan mendatang, namun mayoritas responden masih pesimis terhadap ketersediaan lapangan kerja.
5.1. Ketenagakerjaan
Kondisi ketenagakerjaan di Sumsel pada semester kedua tahun 2011 memperlihatkan
sedikit perbaikan yang digambarkan dengan peningkatan kelompok penduduk yang
bekerja dan penurunan tingkat pengangguran. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel
pada bulan Agustus 2011 mencapai 3.770.673 orang, bertambah 105.629 orang atau
2,88% (yoy) dibanding jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2010 yang tercatat
3.665.044 orang. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja tercatat sebesar
3.553.104 orang, bertambah 131.911 orang atau 3,86% (yoy) jika dibandingkan dengan
posisi yang sama pada tahun sebelumnya.
Tabel 5.1 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja
Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010 – Agustus 2011
*) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri dari Sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Bangunan, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan Perusahaan dan Jasa Perusahaan.
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
82
Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan menurut sektor
ekonomi relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dengan sebagian besar
penduduk bekerja di sektor pertanian. Hal ini disebabkan sektor pertanian merupakan
sektor ekonomi utama di Sumsel dan mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian pada
sektor tersebut. Walaupun demikian, pangsa tenaga kerja sektor pertanian pada Agustus
2011 mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya menjadi sebesar 57,12%.
Jumlah tenaga kerja pada semua sektor mengalami peningkatan dibandingkan
tahun sebelumnya. Sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi tercatat
meningkat 12,06% (yoy), Sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan
Perikanan naik 2,19% (yoy), sementara sektor lainnya tercatat meningkat 3,85% (yoy) atau
bertambah 13.470 orang.
Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan
Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi,
yakni formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha
dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal
umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan
berdasarkan klasifikasi formal dan informal, sebanyak 66,69% tenaga kerja Sumatera
Selatan pada bulan Agustus 2011 bekerja pada kegiatan informal.
Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2010 – Agustus 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
83
5.2. Pengangguran
Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan kesejahteraan.
Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan
ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Agustus 2011
mengalami penurunan sebanyak 10.515 orang atau 4,61% dibandingkan dengan posisi
bulan Februari 2011. Bahkan apabila dibandingkan dengan posisi bulan Agustus 2011
tercatat mengalami penurunan sebanyak 26.282 orang atau sebesar 10,78% yang
diperkirakan sebagai dampak dari meningkatnya kinerja beberapa sektor unggulan pada
periode survei.
Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,
Februari 2010 – Agustus 2011
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Membaiknya perekonomian secara umum juga telah menyebabkan penurunan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Agustus 2011 menjadi 5,77%
dibandingkan kondisi pada bulan Agustus 2010 yang sebesar 6,65% maupun
dibandingkan posisi periode semester sebelumnya yang sebesar 6,07%.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan pertumbuhan
alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan banyaknya pencari kerja
sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk perkotaan.
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
84
Grafik 5.2 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan
Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia
100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120
0200400600800
1,0001,2001,400
III IV I II III
2010 2011
Harga CPO DuniaHarga Karet DuniaNilai Tukar Petani (Aksis Kanan)
IndeksUSD
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan & Bloomberg, diolah
Grafik 5.1 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar
dan Nilai Tukar Petani
102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112
9095100105110115120125130135
9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011
Indeks Diterima Petani Indeks Dibayar Petani Nilai Tukar Petani (RHS)
Indeks Indeks
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
5.3. Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah suatu
indikator pengukur kemampuan tukar
produk pertanian dengan barang dan
jasa yang diperlukan petani untuk
konsumsi rumah tangganya dan untuk
keperluan dalam memproduksi produk
pertanian. Rata-rata NTP pada triwulan
III 2011 tercatat sebesar 109,49 yang
menunjukkan bahwa daya beli petani
mengalami penurunan sebesar 1,28%
(qtq) dibandingkan rata-rata NTP
triwulan sebelumnya yang sebesar 110,91.
Penurunan harga komoditas
pertanian menjadi salah satu
penyebab meningkatnya indeks
harga yang diterima petani jauh
lebih rendah daripada pertumbuhan
indeks harga yang dibayar petani.
Rata-rata indeks yang diterima
petani meningkat dari 139,76
menjadi 139,90 atau hanya sebesar
0,10% (qtq), sedangkan indeks yang
dibayar petani mengalami
peningkatan sebesar 1,39% (qtq) dari 126,01 menjadi 127,77. Rata-rata Indeks Konsumsi
Rumah Tangga Petani naik 1,68% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya dari 128,22
menjadi 130,38. Komponen indeks konsumsi yang mengalami peningkatan paling tajam
adalah bahan makanan yakni sebesar 2,20% (qtq), sementara indeks konsumsi yang
meningkat paling rendah terjadi pada komponen sandang yakni sebesar 0,39% (qtq).
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
85
Tabel 5.4 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan
III IV I II III
Konsumsi Rumah Tangga 124.51 126.21 128.91 128.22 130.38
Bahan Makanan 126.50 128.74 132.28 129.63 132.47
Makanan Jadi 121.53 122.99 125.43 127.30 129.01
Perumahan 127.36 128.99 130.69 132.48 134.36
Sandang 122.83 123.85 127.33 129.35 130.74
Kesehatan 121.82 122.70 123.57 124.60 125.90
Pendidikan 125.18 125.42 125.66 125.46 126.13
Transportasi 108.80 108.31 108.60 108.55 108.97
2011Komponen
2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan
sebesar 0,36% (qtq) yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan
penambahan modal dari 119,89 pada triwulan sebelumnya menjadi 120,33. Peningkatan
biaya produksi yang paling tinggi terjadi pada penambahan barang modal, sementara
peningkatan yang paling rendah terjadi pada upah buruh tani yakni sebesar 0,12% (qtq).
Tabel 5.5 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani
III IV I II III
Biaya Produksi 118.46 119.22 119.78 119.89 120.33
Bibit 117.46 117.62 118.04 118.38 118.95
Obat & Pupuk 119.14 119.99 120.84 120.66 121.29
Sewa Lahan 110.26 111.86 112.63 112.61 112.78
Transportasi 112.13 112.32 112.52 112.45 113.03
Penambahan Barang Modal 113.50 113.83 114.42 114.62 115.37
Upah Buruh Tani 126.92 127.71 128.18 128.49 128.65
2010 2011Komponen
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
5.4. Penyaluran Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin)
Data Perum Bulog Divre Sumsel menunjukkan penyaluran Raskin pada periode Juli –
Agustus 2011 sebanyak 21,85 ribu ton atau berkurang sebesar 12,72% (qtq) dibandingkan
penyaluran pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, penyaluran Raskin selama
triwulan III 2011 diestimasi mencapai 32,14 ribu ton atau naik 28,38% (qtq) dibanding
triwulan sebelumnya. Penyaluran Raskin (sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun
1998 merupakan awal pelaksanaan Raskin yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan
pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin.
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
86
Grafik 5.3 Stok Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
‐
20 40 60
80 100 120 140
160 180
III IV I II III*
2010 2011
Ribu Ton
*) Estimasi
Sumber : Perum Bulog Divre Sumatera Selatan, diolah
Dalam kaitan menjaga ketahan pangan,
jumlah stok beras yang dimiliki Perum Bulog
pada triwulan III 2011 diperkirakan mencapai
98,76 ribu ton atau mengalami peningkatan
sebesar 20,80% (qtq) dibandingkan triwulan
sebelumnya. Jumlah tersebut diperkirakan
cukup untuk memenuhi kebutuhan Raskin
selama 10 bulan ke depan dengan asumsi rata-
rata kebutuhan Raskin per bulan sebesar 10 ribu
ton.
5.5. Tingkat Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan pada
bulan Maret 2011 tercatat sebesar 1.074,81 ribu jiwa atau 14,24% dari jumlah penduduk
Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan sebesar 4,52% atau sebesar 50,92
ribu jiwa dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Maret 2010) yang tercatat
sebesar 1.125,73 ribu jiwa.
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2011 berfluktuasi dari
tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar
464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari
17,04% menjadi 23,87%.
Tabel 5.6 Penyaluran Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan
(dalam ton)
*) Estimasi
Sumber : Perum Bulog Divre Sumatera Selatan, diolah
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
87
Tabel 5.7
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2011
Tahun Jumlah Penduduk Miskin
(ribuan) Persentase
1993 901,9 15,73
1996 1.017,0 17,04 1999 1.481,9 23,87 2002 1.434,1 22,49 2003 1.397,3 21,54 2004 1.379,3 20,92
Januari 2005 1.429,0 21,01 Januari 2006 1.446,9 20,99 Maret 2007 1.331,8 19,15
Maret 2008 1.249,61 17,73 Maret 2009 1.167,87 16,28 Maret 2010 1.125,73 15,47
Maret 2011 1.074,81 14,24
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan pada Susenas Maret 2011 tercatat
sebanyak 1,07 juta jiwa atau mencapai 14,24% dari total penduduk Sumatera Selatan.
Jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 4,52% dibandingkan tahun
sebelumnya atau sebanyak 50,92 ribu jiwa.
Garis Kemiskinan mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir,
yakni sebesar 6,59% dari Rp221.687,00 per kapita/bulan menjadi Rp236.298,00 per
kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan
pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami
peningkatan sebesar 6,47% dari Rp258.304,00 per kapita/bulan menjadi Rp275.006,00 per
kapita/bulan. Sementara itu, Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan
sebesar 8,14% pada periode yang sama, dari Rp198.572,00 per kapita/bulan menjadi
Rp214.727,00 per kapita/bulan.
Peranan komoditi makanan pada garis kemiskinan berdasarkan komponen
makanan dan bukan makanan terlihat mengalami sedikit penurunan. Kontribusi garis
kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar
77,00%, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 77,08%.
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
88
Tabel 5.8 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2011
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan
(Rp/Kapita/Bulan)
Jumlah Penduduk
Miskin Persentase
Perkotaan Maret 2008 229.552 517,70 18,87
Maret 2009 247.661 470,03 16,93 Maret 2010 258.304 471,22 16,73 Maret 2011 275.006 409,15 15,15
Perdesaan Maret 2008 175.556 734,91 17,01
Maret 2009 190.109 697,85 15,87 Maret 2010 198.572 654,50 14,67 Maret 2011 214.727 665,66 13,73
Kota+Desa Maret 2008 196.452 1.249,61 17,73 Maret 2009 212.381 1.167,87 16,28 Maret 2010 221.687 1.125,73 15,47 Maret 2011 236.298 1.074,81 14,24
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Garis kemiskinan makanan makanan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar
Rp181.940,00/kapita/bulan, dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar
Rp54.357,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2010
yang mencatat Rp170.875,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan makanan dan
Rp50.813,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan bukan makanan.
Tabel 5.9 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel
Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2011
Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Total Makanan Bukan Makanan
Perkotaan Maret 2009 181.415 66.246 247.661
Maret 2010 188.781 69.523 258.304 Maret 2011 199.953 75.053 275.006
Perdesaan Maret 2009 152.681 37.427 190.109 Maret 2010 159.571 39.001 198.572 Maret 2011 171.903 42.824 214.727
Kota+Desa Maret 2009 163.801 48.580 212.381
Maret 2010 170.875 50.813 221.687 Maret 2011 181.940 54.357 236.298
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
89
5.6. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen
Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Palembang mencatat setidaknya
ada 2 (dua) pengukuran yang dapat dijadikan indikator kesejahteraan masyarakat. Survei
yang dilakukan secara bulanan tersebut melibatkan 300 responden dari berbagai kalangan
pendidikan dan pekerjaan di Kota Palembang.
5.6.1. Indikator Ketenagakerjaan
Survei Konsumen di Kota Palembang menunjukkan bahwa 41,78% responden
berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja pada periode laporan relatif sama
dibandingkan 6 bulan sebelumnya. Sementara itu, 39,67% responden berpendapat bahwa
ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini lebih buruk dibandingkan 6 bulan yang lalu. Hal
tersebut menunjukkan bahwa secara umum kondisi ketersediaan lapangan kerja cenderung
semakin memburuk.
Memburuknya ketersediaan lapangan pekerjaan pada masa yang akan datang juga
menjadi perhatian responden survei. Hal tersebut ditunjukkan dengan masih tingginya
persentase responden yang berpendapat demikian yakni sebesar 36,22%. Walaupun
demikian, optimisme responden akan perbaikan kondisi ketenagakerjaan semakin membaik
yang ditunjukkan dengan tingginya persentase responden yang berpendapat ketersediaan
lapangan pekerjaan 6 bulan mendatang yang mencapai 29,56%.
Tabel 5.10 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan III 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
90
5.6.2. Indikator Penghasilan
Dari sisi pendapatan, mayoritas responden yakni sebesar 46,11% menyatakan bahwa
penghasilan mereka pada periode laporan tidak berbeda dibandingkan dengan kondisi 6
bulan sebelumnya.
Hal yang cukup menggembirakan diperkirakan akan terjadi pada 6 bulan yang akan
datang ketika sebagian besar responden yakni sebanyak 58,89% optimis bahwa akan
terjadi kenaikan pendapatan seiring kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) terutama
bagi yang berpenghasilan Rp1 juta – Rp2 juta.
.
Tabel 5.13 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan III 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
Tabel 5.11 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan III 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
Tabel 5.12 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini
Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan III 2011
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
91
Grafik 5.4 Laju Kenaikan UMP dan Inflasi Sumatera Selatan 2007-2011
9,60
12,24 11,00
12,50 13,00
8,20
11,15
1,85
6,02 6,20
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
2007 2008 2009 2010 2011
Kenaikan U MP Inflasi
%, yoy
Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan BPS Provinsi Sumatera Selatan , diolah
5.7. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011
Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada tahun 2011 ditetapkan sebesar
Rp1.048.440,00 atau mengalami peningkatan sebesar 13,00% dibandingkan UMP tahun
2010 yang sebesar Rp927.825,00. Sektor bangunan mencatat UMP paling tinggi yakni
sebesar Rp1.750.000,00 sementara UMP terendah diberlakukan untuk sektor angkutan,
pergudangan, dan komunikasi dengan UMP sebesar Rp1.100.862,00.
Selain tercatat sebagai sektor ekonomi yang memiliki UMP paling tinggi, sektor bangunan
juga mengalami peningkatan yang paling tinggi yakni sebesat 45,83% dibandingkan UMP
tahun lalu. Sementara itu, sektor ekonomi yang mengalami peningkatan UMP paling
rendah adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta sektor perdagangan
besar, eceran, dan rumah yakni sebesar 7,62%.
Kesejahteraan
masyarakat (kaum pekerja
pada khususnya) relatif
meningkat setiap tahunnya
yang terindikasi dari lebih
tingginya rata-rata kenaikan
UMP dalam kurun waktu lima
tahun terakhir yang mencapai
13,05% (yoy) dibandingkan
dengan rata-rata inflasi yang
sebesar 7,13% (yoy).
Tabel 5.14 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011
Sumber : Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan
BAB 5 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
92
Halaman ini sengaja dikosongkan
This page is intentionally blank
BAB 6 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
• Pertumbuhan ekonomi dan inflasi diperkirakan melambat di akhir tahun terkait melemahnya permintaan akibat situasi ekonomi global
• Penyaluran kredit diprediksi melambat dan dibarengi dengan potensi meningkatnya NPL seiring menurunnya harga komoditas yang akan mempengaruhi repayment capacity debitur.
6.1. Pertumbuhan Ekonomi
Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV diperkirakan akan tetap tumbuh,
namun dengan laju yang melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Permintaan
domestik diprediksi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi, walaupun secara negatif
sudah terpengaruh oleh penurunan harga komoditas unggulan sejak pertengahan tahun.
Ekspor dan investasi diperkirakan melambat karena kondisi dan prospek permintaan
eksternal yang memburuk. Faktor penopang pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan
diperkirakan akan berasal dari realisasi pengeluaran pemerintah di akhir tahun serta
meningkatnya aktivitas ekonomi secara jangka pendek sehubungan penyelenggaraan SEA
Games XXVI di Kota Palembang. Hal tersebut akan menyebabkan pertumbuhan sektor
sekunder dan tersier akan lebih baik dibandingkan pertumbuhan sektor primer.
Kemungkinan perlambatan
pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan
triwulan IV juga disebabkan oleh faktor
teknikal. Berdasarkan data historis, kondisi
ekonomi terkini dan prediksi shock yang akan
terjadi di masa depan, diperkirakan
pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada
triwulan IV 2011 akan berada pada kisaran
5,7 ± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq)
pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan
terkontraksi di kisaran 4,1 ± 1%.
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
Sumber: BPS, estimasi BI
*Hasil proyeksi KBI Palembang
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
94
Laju pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi
akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu menjadi sebesar
1,3 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,4% (qtq,sa).1
Tabel 6.1
Ringkasan Leading Economic Indicator Kondisi Usaha Provinsi Sumsel Triwulan III 2011
Aspek Pertumbuhan
Triwulan III Penyebab Pertumbuhan
Ekspektasi triwulan
mendatang Keterangan Ekspektasi
Kegiatan Usaha (umum)
Meningkat Faktor musiman komoditas unggulan, persiapan SEA Games
Melambat Turunnya permintaan eksternal
Volume produksi
Menurun Turunnya permintaan eksternal
Meningkat Kondisi cuaca yang lebih mendukung
Nilai penjualan Menurun
Penurunan harga komoditas unggulan
Menurun Penurunan harga komoditas unggulan
Kapasitas produksi Menurun
Prospek permintaan yang memburuk
Menurun Prospek permintaan yang memburuk
Tenaga kerja Meningkat Faktor musiman, produksi yang lebih baik
Tetap Faktor musiman
Volume pesanan Melambat
Menurunnya harga komoditas dan prospek ekonomi dunia
Sedikit melambat Menurunnya harga komoditas dan prospek ekonomi dunia
Harga jual komoditas unggulan
Meningkat Meningkatnya permintaan domestik
Menurun Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang
Kondisi keuangan
Meningkat Baiknya prospek di sektor sekunder dan tersier terkait persiapan SEA Games
Sedikit terganggu
Turunnya penjualan ke pasar global
Akses kredit Meningkat Persiapan SEA Games Melambat
Koreksi prospek usaha dalam jangka pendek, terkait penurunan permintaan komoditas
Situasi bisnis Meningkat
Faktor musiman komoditas unggulan dan prospek pengembangan bisnis di pasar domestik terkait SEA Games
Sedikit melambat Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang
Sumber: SKDU KBI Palembang, Analisa Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan III dan analisis yang
dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan masih akan
mengalami perlambatan pada triwulan IV 2011. Penurunan diperkirakan terjadi baik dari
1 Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
95
aspek kapasitas produksi, nilai penjualan, kondisi keuangan, volume pesanan, maupun
situasi bisnis pada umumnya.
Konsumsi rumah tangga akan tumbuh stabil secara tahunan di triwulan IV 2011.
Penyelenggaraan SEA Games diperkirakan dapat meningkatkan konsumsi rumah tangga
khususnya di bulan November. Namun, dengan mengeliminir faktor SEA Games, konsumsi
secara riil diperkirakan akan turun sebagai dampak lanjutan dari penurunan harga
komoditas unggulan Sumatera Selatan sejak pertengahan tahun 2011. Berdasarkan BPS,
Indeks Tendensi Konsumen diperkirakan turun dari 108,96 pada triwulan III 2011 menjadi
106,94 di triwulan IV 2011. Indeks Keyakinan Konsumen juga menunjukkan penurunan
pada bulan September 2011. Walaupun mengalami penurunan, kedua indeks tersebut
mengindikasikan bahwa konsumen masih cenderung optimis terhadap perkembangan
perekonomian.
Pengeluaran pemerintah diperkirakan masih meningkat dan menjadi salah satu
faktor pendorong perekonomian di triwulan IV. Seperti yang dijelaskan pada Bab IV,
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan per triwulan III 2011 hanya
mencapai 43,41% dengan realisasi pendapatan sebesar 75,62%. Dengan asumsi sampai
dengan akhir tahun realisasi pengeluaran sebesar 80% dan realisasi pendapatan 100%,
maka perekonomian Sumatera Selatan akan memperoleh stimulus sebesar 36,39% dari
anggaran belanja atau sekitar Rp1,5 triliun. Hal ini mengindikasikan sisifiskal yang
cenderung ekspansif terhadap perekonomian pada triwulan IV 2011.
Investasi diperkirakan akan melambat di triwulan IV karena kondisi dan prospek
permintaan eksternal yang diduga akan memburuk. Harga komoditas unggulan khususnya
karet diperkirakan masih akan turun atau setidaknya stagnan di 2012 karena prospek
pertumbuhan ekonomi global yang melambat dan suplai karet yang meningkat dari
berbagai negara. Namun demikian, masih terdapat prospek investasi yang bersifat jangka
panjang yang dilakukan, yaitu diantaranya penambahan kapasitas angkutan batubara dan
pembangunan pembangkit listrik PLN.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk
tahun 2011 secara umum rendah, dan tetap rendah hingga tahun 2012. International
Monetary Fund (IMF) memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2011,
hanya sebesar 4,0%, turun dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 4,3%. Pertumbuhan
ekonomi Amerika Serikat untuk tahun 2011 dan 2012 diproyeksikan akan mencapai
masing-masing sebesar 1,5% dan 1,8%. Pertumbuhan ekonomi Euro justru diprediksi akan
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
96
semakin lemah dari 1,6% menjadi 1,1%. Negara maju lainnya yaitu Singapura dan Kanada
juga mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Negara maju yang diperkirakan
mengalami percepatan pertumbuhan ekonomi adalah Jepang, yaitu dari yang sebelumnya
turun 0,5% menjadi tumbuh 2,3%, sebagai implikasi pemulihan pasca gempa. Sementara
itu, negara berkembang diperkirakan akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi Cina diperkirakan melambat dari 9,5% di tahun 2011 menjadi
9,0% di tahun 2012. India diperkirakan mengalami perlambatan dari 7,8% menjadi 7,5%,
dan Malaysia dari 5,2% menjadi 5,2%.
Tabel 6.2
Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2011 dan 2012
(dalam persentase)
Negara Ekspor Sumsel1 Proyeksi2
2011 2012
AS 25,56 1,5 1,8
Euro 14,72 1,6 1,1
Cina 19,51 9,5 9,0
India 4,11 7,8 7,5
Jepang 6,37 -0,5 2,3
Malaysia 4,08 5,2 5,1
Singapura 3,74 5,3 4,3
Kanada 3,49 2,1 1.9
Negara Maju 1,6 1,9
Negara Berkembang 6,4 6,1
Dunia 4,0 4,0 1 Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2010 sampai dengan Mei 2011, Bank Indonesia 2 IMF, World Economic Outlook, September 2011
Selanjutnya, IMF juga memprediksi bahwa pertumbuhan volume perdagangan
dunia akan menurun dari 7,5% pada 2011 menjadi 5,8% pada 2012. Impor baik dari
negara maju maupun negara berkembang diproyeksikan akan mengalami penurunan,
masing-masing dari 5,9% dan 11,1% pada 2011 menjadi 4,0% dan 8,1% pada tahun
2012.
Penurunan volume perdagangan dunia secara umum dibandingkan tahun
sebelumnya disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, yang
utamanya dikontribusikan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi negara maju. Hal ini
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
97
akan turut menurunkan permintaan barang input yang berasal dari negara berkembang,
sehingga kemudian ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
Sebagai dampak dari melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, pertumbuhan
sektor unggulan Sumatera Selatan diperkirakan akan sedikit turun dibandingkan triwulan
sebelumnya. Harga komoditas yang diperkirakan menurun pada tingkat tertentu namun
diperkirakan akan sedikit terkompensasi dengan kuantitas produksi yang lebih besar
dibandingkan tahun sebelumnya.
Harga karet dan sawit diperkirakan turun pada triwulan IV 2011. Harga karet masih
akan mengalami fase penurunan sebagai konsekuensi memburuknya prospek pertumbuhan
ekonomi dunia, khususnya di negara maju. Harga minyak internasional, yang selama ini
berkorelasi kuat dengan harga karet, juga diperkirakan menurun dari sekitar USD 85 per
barrel pada September 2011 menjadi sekitar USD 73 per barrel pada Desember 2011 (versi
Financial Forecast Center).
Produksi komoditas perkebunan diperkirakan akan meningkat secara tahunan,
namun menurun secara triwulanan. Pada periode triwulan IV 2010, produksi komoditas
unggulan tidak optimal karena adanya anomali iklim, sedangkan pada periode triwulan IV
2011, cuaca diperkirakan jauh lebih kondusif bagi kegiatan produksi komoditas
perkebunan. Dengan mengasumsikan kondisi cuaca yang relatif sama pada triwulan III
2010 dan triwulan III 2011, akan terjadi pengaruh teknikal (base effect) yang cukup besar
pada triwulan IV 2011, sehingga pertumbuhan produksi akan mengalami percepatan.
Namun, dibandingkan triwulan sebelumnya produksi komoditas perkebunan diperkirakan
menurun karena pengaruh musiman, yaitu meningkatnya curah hujan.
Berbeda dengan kinerja komoditas karet dan sawit, permintaan batubara
diperkirakan masih stabil dengan risiko bias ke atas. Terlepas dari perkiraan pertumbuhan
ekonomi dunia yang semakin direvisi ke bawah, permintaan domestik atas batubara
Sumatera Selatan, khususnya untuk memenuhi ekspansi kelistrikan di Jawa, akan tetap
kuat. Proporsi konsumsi domestik atas batubara Sumatera Selatan lebih besar dibandingkan
konsumsi negara lain. Hal ini juga didukung oleh ekspansi kapasitas pengangkutan
batubara, yang pada beberapa bulan terakhir sudah meningkat melalui penambahan
jumlah lokomotif pengangkut batubara.
Kinerja sektor industri pengolahan diperkirakan juga akan sedikit melambat.
Perkembangan pada sektor primer akan berimplikasi lebih lanjut pada kinerja industri
pengolahan, dan juga sektor perdagangan. Kinerja sektor industri pengolahan diperkirakan
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
98
akan tetap stabil dengan suplai bahan baku yang relatif lebih baik dibandingkan tahun
sebelumnya, walaupun harga penjualan diperkirakan akan mengalami penurunan.
Sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diperkirakan
akan tumbuh tinggi pada triwulan IV 2011. Sektor bangunan masih akan terpengaruh oleh
realisasi pengeluaran pemerintah dan banyaknya pembangunan gedung swasta yang
dahulu dipicu oleh rencana penyelenggaraan SEA Games. Tingkat okupansi hotel dan
jumlah penumpang penerbangan akan meningkat signifikan sehubungan dengan
penyelenggaraan SEA Games. Sejalan dengan itu, omset subsektor restoran juga akan
mengalami peningkatan. Namun, terdapat risiko penurunan kinerja subsektor perdagangan
akibat turunnya permintaan eksternal atas komoditas unggulan.
6.2. Inflasi
Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan IV akan menurun pada kisaran 4,25±0,5%, sedangkan
inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan turun signifikan menjadi 1,32±0,5%. Angka
tersebut berada mendekati batas bawah target inflasi nasional yang sebesar 5±1%. Inflasi
diperkirakan turun sampai dengan akhir tahun karena efek tahun dasar, dimana pada
tahun lalu terjadi supply shock akibat anomali iklim.
Pada triwulan IV, tekanan inflasi dari faktor musiman akan jauh menurun. Bila
triwulan III terdapat momen bulan puasa dan Idul Fitri, pada triwulan IV hanya terdapat
perayaan Idul Adha dan perayaan Natal serta tahun baru yang secara historis memberikan
tekanan inflasi yang jauh lebih rendah dibandingkan Idul Fitri. Namun demikian, harga
pangan akan sedikit meningkat karena telah semakin jauh dari masa panen.
Namun demikian, inflasi tahunan turun lebih disebabkan karena adanya faktor
teknikal tahun dasar. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, tekanan inflasi tinggi
secara abnormal karena adanya efek anomali iklim yang cukup parah yang mulai terjadi
pada semester kedua 2010. Pada triwulan IV, efek tersebut diprediksi tidak berulang dan
tidak berdampak pada kenaikan harga-harga secara abnormal. Sehingga, inflasi tahunan
pada triwulan IV 2011 seolah melambat.
Harga-harga volatile foods diperkirakan akan meningkat kembali. Sampai dengan
bulan Oktober 2011, inflasi justru naik menjadi 5,17% dengan dominasi tekanan yang
berasal dari komponen volatile foods. Secara bulanan, inflasi IHK bulan Oktober 2011
tercatat sebesar 0,50% (mtm). Inflasi volatile foods pada Oktober 2011 sebesar 1,89%
(mtm) atau sebesar 8,36% (yoy). Harga-harga volatile foods pada Oktober 2011 mengalami
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
99
peningkatan didorong oleh komoditas padi-padian dan bumbu-bumbuan. Beberapa
komoditas volatile foods yang menyumbang inflasi paling besar adalah cabe merah, beras
dan daging ayam ras yang mengalami kenaikan harga masing-masing sebesar 42,38%,
3,48%, dan 6,99%. Pasokan cabe merah dari daerah sentra produksi ke pasar induk
berkurang karena curah hujan yang tinggi. Di samping itu, masa panen beras sudah lama
usai diikuti dengan keterlambatan musim hujan. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga
(SPH), komoditas volatile foods strategis yang telah mengalami kenaikan harga pada bulan
Oktober 2011 antara lain adalah cabe merah dan daging ayam dengan kenaikan harga
secara bulanan masing-masing sebesar 12,2% dan 7,3%. Komoditas-komoditas tersebut
umumnya mengalami kenaikan harga mulai minggu kedua Oktober 2011.
Variasi inflasi inti sampai dengan akhir tahun akan lebih dipengaruhi volatilitas harga
emas. Survei pemantauan harga juga menunjukkan bahwa harga emas merupakan salah
satu kontributor utama inflasi Palembang di triwulan III 2011. Peran emas sebagai safe
haven alternatif menjadi sangat penting disaat dunia dilanda risk averse, dan membuat
harga komoditas tersebut fluktuatif. Harga emas akan turun setiap muncul harapan baru
atas penyelamatan krisis Eropa dan AS, dan akan naik seiring dengan kembalinya
pesimisme.
Pada bulan Oktober 2011, komponen inti terdeflasi sebesar 0,19% (mtm) seiring
dengan turunnya harga emas, dan secara tahunan inflasi inti tercatat sebesar 4,47% (yoy).
Penurunan inflasi kelompok inti berasal dari penurunan harga emas perhiasan yang
berdasarkan SPH mengalami penurunan 5,7% (mtm). Selain karena premiumnya yang
sudah terlalu tinggi, harga emas menurun sejak akhir September seiring menguatnya USD
(karena kebijakan operation twist di AS yang meningkatkan preferensi perdagangan USD
sebagai substitusi sempurna emas), munculnya harapan atas penyelesaian krisis AS dan
Eropa (antara lain: utang Yunani yang dipotong 50% oleh pemimpin Eropa dan data
pertumbuhan ekonomi AS yang lebih tinggi dari ekspektasi pasar). Walaupun menurun
pada Oktober 2011, namun harga emas diperkirakan masih mempunyai risiko peningkatan
pada jangka pendek karena masih rentannya sentimen investor global.
Masyarakat mulai berekspektasi kembali atas kenaikan harga ke depan. Ekspektasi
inflasi ke depan pada bulan Oktober 2011 meningkat dibandingkan bulan September
2011, setelah pada tiga bulan terakhir mengalami penurunan. Hal tersebut tercermin dari
perkiraan harga 3 bulan mendatang relatif meningkat dibandingkan dengan bulan
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
100
sebelumnya tingginya indeks net balance perkiraan harga 3 bulan dan 6 bulan mendatang
dibandingkan saat ini.
Tekanan inflasi diperkirakan muncul karena penyelenggaraan Sea Games. Pada
tanggal 11-22 November 2011 terdapat penyelenggaraan Sea Games XXVI di Kota
Palembang, dengan jumlah tamu yang diperkirakan sekitar 5000 orang. Kenaikan harga
secara langsung diperkirakan terjadi sehubungan dengan meningkatnya permintaan
Subsektor Hotel dan Subsektor Restoran. Selain itu, diperkirakan terjadi sedikit hambatan
distribusi barang di jalan-jalan utama sekitar Kota Palembang, walaupun hanya bersifat
temporer.
Idul Adha diperkirakan tidak signifikan mempengaruhi inflasi November 2011.
Walaupun secara mingguan akan mempengaruhi kenaikan harga kelompok daging dan
hasil-hasilnya serta beberapa komoditas pangan strategis, namun karena Idul Adha terjadi
pada awal bulan, pasar akan mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan penyesuaian
kembali atas harga-harga sampai dengan akhir bulan November.
Dimulainya musim hujan dan curah hujan yang cukup tinggi mulai bulan Oktober
2011 berpotensi mengganggu distribusi ke depan. Terdapat 46 titik rawan banjir di Kota
Palembang yang dapat mengalami genangan air. Selain itu, meskipun belum terjadi pada
jalur yang vital bagi distribusi, namun terjadinya hujan telah membuat kerusakan yang
parah pada jalan di beberapa ruas jalan.
Grafik 6.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan dan
proyeksi KBI Palembang
Grafik 6.3 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen
Sumber: Survei Konsumen KBI Palembang
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
101
6.3. Perbankan
Kondisi perbankan pada triwulan IV 2011 diproyeksikan akan tetap stabil dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pada triwulan III, walaupun tidak terjadi penurunan, namun terjadi
perlambatan pada pertumbuhan aset, DPK dan kredit. Pada triwulan IV, perkembangan
indikator utama perbankan akan serupa dengan triwulan III. Hal ini utamanya disebabkan
karena prospek permintaan komoditas unggulan yang tidak begitu baik pada tahun 2012.
Pertumbuhan kredit diprediksi melambat menjadi sebesar 2,0 ± 1% (qtq) pada
triwulan IV. Permasalahan penurunan prospek permintaan komoditas unggulan
menurunkan prospek pertumbuhan kredit baik dari sisi permintaan maupun penawaran.
Pada sisi permintaan, pengusaha akan memilih menunda investasi ataupun mengalihkan
usahanya dari sektor yang mengalami penurunan prospek. Dari sisi penawaran, perbankan
dapat memandang penurunan harga komoditas unggulan sebagai bertambahnya risiko
pemberian kredit, dan hal tersebut sudah diindikasikan oleh sedikit meningkatnya NPL pada
triwulan IV dibandingkan triwulan III.
Pada triwulan IV, masih akan terjadi risiko capital outflow walaupun hanya bersifat
temporer, yang dipengaruhi oleh sentimen global yang rentan terhadap kondisi ekonomi
AS dan Eropa. Namun secara jangka panjang, fundamental ekonomi Indonesia yang baik,
yang salah satunya diindikasikan dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi dengan
inflasi yang cenderung menurun menuju tercapainya target tahun 2011. Selain itu, interest
rate differential Indonesia cukup tinggi dibarengi dengan potensi dinaikkannya rating
obligasi negara menjadi investment grade. Hal ini akan membuat Indonesia akan tetap
menarik sebagai tempat berinvestasi.
Suku bunga perbankan diperkirakan semakin turun. Di sisi konsumen, optimisme
masyarakat yang menurun atas penghasilan ke depan dapat menurunkan permintaan
kredit perbankan dibandingkan sebelumnya. Namun disisi lain, hal ini dapat menjadi alasan
tambahan bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kreditnya.
NPL diprediksi akan meningkat, namun masih berada dibawah dalam batas toleransi
yang sebesar 5%. Harga komoditas unggulan yang memiliki kecenderungan turun selepas
triwulan III 2011 ini diperkirakan mulai berpengaruh terhadap NPL. Berdasarkan data
historis, harga karet internasional cenderung berkorelasi negatif dengan persentase NPL
dengan lag sekitar 3-4 bulan.
BAB 6 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
102
Tabel 6.3
Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan IV 2011
Indikator Prediksi Faktor Penyebab
Ekspor Melambat Permintaan dunia cenderung turun, namun terdapat Depresiasi nilai tukar
Impor Stabil Depresiasi nilai tukar
Pertumbuhan Melambat Penurunan harga komoditas dan potensi penurunan konsumsi domestik
Inflasi Menurun Permintaan yang menurun dan efek tahun dasar
Pengangguran Relatif stabil
Menurunnya harga komoditas, namun terdapat kesempatan kerja yang
muncul secara jangka pendek menyusul aktivitas ekonomi domestik yang
meningkat menjelang SEA Games.
Investasi Melambat Permintaan dunia cenderung turun
Konsumsi domestik Melambat Pendapatan masyarakat yang menurun, meskipun tertahan oleh
penyelenggaraan SEA Games
Kredit perbankan Melambat Prospek permintaan dunia cenderung turun
*Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini, ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal
DAFTAR ISTILAH
Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share Of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas
Omzet
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut
Ekspor
Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.
Impor
Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil
PDRB atas dasar harga berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian
PDRB atas dasar harga konstan
Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
Cash inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya.
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent) Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) Industri Pekerja Pekerja Dibayar Pekerja Tidak Dibayar I n p u t Output Nilai Tambah/Value Added Produktivitas Tingkat Efisiensi
Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri. Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut. Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang. Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan. Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya. Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya. Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar. Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar. Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja Gross Margin Usaha Perusahaan Perusahaan Industri Jasa Industri
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah. Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output. Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko. Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi. Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki. Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).