provinsi sumatera selatan - bi.go.id · tabel 7.1 resume leading economic indicator provinsi sumsel...

127
KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan Kantor Bank Indonesia Palembang Triwulan II - 2011

Upload: truongdat

Post on 13-Jul-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan

Kantor Bank Indonesia Palembang

Triwulan II - 2011

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan

karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011” dapat

dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa

indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran,

dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank

Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami,

hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada

masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih

meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar

bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya

serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam

pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada

umumnya.

Palembang, Agustus 2011

Ttd

Didy Laksmono R. Pemimpin

Daftar Isi

ii

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Daftar Isi

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GRAFIK ix

DAFTAR SUPLEMEN xiii

INDIKATOR EKONOMI xv

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 7

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan 7

1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan 13

1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan 21

1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan 22

1.5. Struktur Ekonomi 23

1.6. Perkembangan Ekspor Impor 27

1.6.1. Perkembangan Ekspor 27

1.6.2. Perkembangan Impor 29

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG 35

2.1. Inflasi Secara Umum 35

2.2. Inflasi Inflasi Sisi Penawaran 43

2.3. Inflasi Inflasi Sisi Permintaan 48

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH 51

3.1. Kondisi Umum 51

3.2. Kelembagaan 52

3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 52

Daftar Isi

iv

3.3.1. Penghimpunan DPK 52

3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota 53

3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 54

3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral 54

3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan 56

3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten 56

3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM) 58

3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan 59

3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan 59

3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman 60

3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga 61

3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan 61

3.7. Rentabilitas Perbankan 62

3.8. Kelonggaran Tarik 63

3.9. Risiko Likuiditas 63

3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah 64

3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat 65

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 67

4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Triwulan II 2011 67

4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan 70

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 73

5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) 73

5.2. Perkembangan Perkasan 76

5.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi 77

5.4. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau 79

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN 81

6.1. Tingkat Kemiskinan 81

6.2. Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) 83

Daftar Isi

v

6.3. Nilai Tukar Petani 85

6.4. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011 86

6.5. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen 87

6.5.1. Indikator Ketenagakerjaan 88

6.5.2. Indikator Penghasilan 89

6.6. Ketenagakerjaan 89

6.7. Pengangguran 91

BAB 7 OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH 93

7.1. Pertumbuhan Ekonomi 93

7.2. Inflasi 98

7.3. Perbankan 100

Daftar Isi

vi

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Daftar Tabel

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 8

Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) 13

Tabel 1.3 Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi Sumatera Selatan 15

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010-2011 (%) 21

Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010-2011 (%) 23

Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%) 26

Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%) 26

Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD) 27

Tabel 1.9 Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta) 27

Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD) 29

Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD) 29

Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 54

Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta) 55

Tabel 3.3 Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan per Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta) 57

Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan II 2011 62

Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta) 64

Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 (Rp Miliar) 68

Tabel 4.2 Realisasi Belanja Sumsel Triwulan II 2010 dan Triwulan II 2011 (Rp Miliar) 69

Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan 75

Tabel 5.2 Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan (Rp Miliar) 76

Tabel 5.3 Pangsa Denominasi Uang dalam Inflow 78

Tabel 5.4 Pangsa Denominasi Uang dalam Outflow 78

Tabel 5.5 Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar) 80

Daftar Tabel

viii

Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2011 81

Tabel 6.2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2011 82

Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2011 83

Tabel 6.4 Penyaluran Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan (dalam ton) 84

Tabel 6.5 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan 86

Tabel 6.6 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani 86

Tabel 6.7 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011 87

Tabel 6.8 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011 88

Tabel 6.9 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011 88

Tabel 6.10 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011 89

Tabel 6.11 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011 89

Tabel 6.12 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010 - Februari 2011 90

Tabel 6.13 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2010 - Februari 2011 91

Tabel 6.14 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2010 - Februari 2011 92

Tabel 7.1 Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan II 2011 94

Tabel 7.2 Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011 (dalam persentase) 96

Tabel 7.3 Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan III 2011 101

Daftar Grafik

ix

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 7

Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan Perumahan di Sumatera Selatan 8

Grafik 1.3 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan 11

Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumatera Selatan 12

Grafik 1.5 Perkembangan Lifting Gas Bumi Provinsi Sumatera Selatan 12

Grafik 1.6 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 13

Grafik 1.7 Andil Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011 14

Grafik 1.8 Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan 14

Grafik 1.9 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan 14

Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Semen di Sumatera Selatan 15

Grafik 1.11 Perkembangan Pemakaian Listrik di Sumatera Selatan 18

Grafik 1.12 Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan 18

Grafik 1.13 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru di Sumatera Selatan 18

Grafik 1.14 Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional 19

Grafik 1.15 Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional 19

Grafik 1.16 Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional 20

Grafik 1.17 Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional 20

Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara di Sumatera Selatan 20

Grafik 1.19 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumatera Selatan 20

Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama 21

Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar 22

Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Sumatera Selatan 22

Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan 23

Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 26

Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 28

Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan 28

Daftar Grafik

x

Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan 28

Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Mar 11 - Mei 11 28

Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan 30

Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan 30

Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal 30

Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Mar 11 - Mei 11 30

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional 35

Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional 35

Grafik 2.3 Event Analysis Perkembangan Inflasi Palembang 36

Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 37

Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Bulanan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang 37

Grafik 2.6 Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan II 2011 37

Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi Tahunan 38

Grafik 2.8 Disagregasi Inflasi Bulanan 38

Grafik 2.9 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional 39

Grafik 2.10 Perkembangan Curah Hujan Bulanan 43

Grafik 2.11 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga 43

Grafik 2.12 Penyaluran dan Stok Beras Bulog 45

Grafik 2.13 Konsumsi BBM Bersubsidi 45

Grafik 2.14 Andil Disagregasi Inflasi Tahunan 48

Grafik 2.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani 48

Grafik 2.16 Perkembangan Output Gap dan Inflasi 49

Grafik 2.17 Perkembangan Keyakinan Konsumen 49

Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan 51

Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan 52

Grafik 3.3 Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan 53

Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Triwulan II 2011 di Provinsi Sumatera Selatan 53

Daftar Grafik

xi

Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011 55

Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan 56

Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan II 2011 56

Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011 Berdasarkan Wilayah 58

Grafik 3.9 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit 58

Grafik 3.10 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan 59

Grafik 3.11 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan 60

Grafik 3.12 Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan 61

Grafik 3.13 Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan 61

Grafik 3.14 Perkembangan NPL menurut Kelompok Bank 62

Grafik 3.15 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan II 2011 62

Grafik 3.16 Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan 63

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan 63

Grafik 3.18 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 66

Grafik 3.19 Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan 66

Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 69

Grafik 4.2 Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 69

Grafik 4.3 Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan 70

Grafik 4.4 Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan 70

Grafik 4.5 Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan 71

Grafik 5.1 Perkembangan Kliring di Sumatera Selatan 73

Grafik 5.2 Perkembangan RTGS di Sumatera Selatan 74

Grafik 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja 74

Grafik 5.4 Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring di Sumatera Selatan 75

Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong di Sumatera Selatan 75

Grafik 5.6 Perkembangan Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan 2010-2011 76

Grafik 5.7 Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang 77

Daftar Grafik

xii

Grafik 5.8 Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Inflow 79

Grafik 5.9 Perkembangan Denominasi Uang Kertas dalam Outflow 79

Grafik 5.10 Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Inflow 79

Grafik 5.11 Perkembangan Denominasi Uang Logam dalam Outflow 79

Grafik 5.12 Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2010-2011 80

Grafik 6.1 Stok Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan 84

Grafik 6.2 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani 85

Grafik 6.3 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia 85

Grafik 6.4 Laju Kenaikan UMP dan dan Inflasi Sumatera Selatan 2007-2011 87

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan 93

Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan 100

Grafik 7.3 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen 100

Daftar Suplemen

xiii

DAFTAR SUPLEMEN

Suplemen 1 WALAUPUN DIBAYANGI KENAIKAN BIAYA OPERASIONAL, KONDISI USAHA SECARA UMUM TETAP TERJAGA 9

Suplemen 2 PENYELESAIAN INFRASTRUKTUR SEA GAMES XXVI OPTIMIS TEPAT WAKTU 16

Suplemen 3 CATATAN DARI RAKOR FORUM GUBERNUR SE-WILAYAH SUMATERA: SUMATERA KORIDOR SENTRA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN HASIL BUMI DAN LUMBUNG ENERGI NASIONAL 24

Suplemen 4 INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENURUN KENDATI MASIH BERADA PADA LEVEL OPTIMIS 31

Suplemen 5 HARGA VOLATILE FOODS NAIK TERKAIT PUASA DAN MENJELANG LEBARAN 40

Suplemen 6 TREN STOK BERAS MENUNJUKKAN ANCAMAN INFLASI JANGKA MENENGAH 46

Suplemen 7 PERAN OUTPUT GAP SUMATERA SELATAN DALAM MEMPENGARUHI INFLASI PALEMBANG 50

Suplemen 8 PROYEKSI INFLASI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KURVA PHILLIPS SEDERHANA 102

Daftar Suplemen

xiv

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Indikator Ekonomi

xv

INDIKATOR EKONOMI

A. Inflasi dan PDRB

Indikator Ekonomi

xvi

B. Perbankan

Indikator Ekonomi

xvii

Lanjutan

C. Sistem Pembayaran

Indikator Ekonomi

xviii

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

II/11 RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Sumatera Selatan

Abstraksi

Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan II 2011 didominasi oleh percepatan kinerja sektor non primer. Pertumbuhan ekonomi meningkat, yang banyak didorong oleh kegiatan investasi dan kinerja sektor bangunan, sebagai implikasi dari kegiatan persiapan Sea Games. Realisasi pengeluaran pemerintah lebih cepat dibandingkan tahun lalu. Inflasi cenderung tetap karena terkendalinya tekanan sisi penawaran, walaupun terdapat tekanan pada sisi permintaan. Perbankan mengalami peningkatan kinerja, dengan penyaluran kredit yang lebih cepat pada sektor produktif, walaupun tingkat risiko sedikit meningkat. Perkembangan sistem pembayaran mengkonfirmasi meningkatnya aktivitas perekonomian. Perkembangan perekonomian ini berimplikasi positif terhadap kesejahteraan masyarakat, sampai dengan level grass-root.

Pada triwulan III 2011, pergeseran struktural perekonomian diperkirakan berlanjut. Permintaan domestik akan menopang pertumbuhan ekonomi pada saat perdagangan internasional mengalami koreksi. Konsumsi mengalami lonjakan pada saat Idul Fitri, sementara pengeluaran pemerintah dan investasi terdorong oleh penyelenggaraan Sea Games. Produksi komoditas yang membaik akibat iklim yang cenderung kondusif akan menyelamatkan sektor unggulan dari koreksi harga komoditas. Sektor tersier dan sekunder akan tumbuh lebih cepat dan menjadi primadona didorong oleh persiapan Sea Games. Inflasi secara bersamaan akan turun, dipengaruhi oleh tekanan inflasi sisi penawaran dan permintaan yang terkendali, namun secara musiman terdapat tekanan permintaan pada Idul Fitri. Faktor risiko akan muncul dari sisi inflasi inti. Perbankan akan tumbuh stabil, dengan penawaran kredit yang tumbuh lebih cepat dibanding permintaan kredit, sehingga berimplikasi pada penurunan suku bunga.

Ringkasan Eksekutif

2

Pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan II 2011 sebesar 6,0% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan sebelumnya, perekonomian tumbuh sebesar 5,9% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang oleh kinerja positif sektor bangunan dan meningkatnya investasi. Meningkatnya perekonomian terkonfirmasi oleh survei bisnis yang masih menunjukkan perkembangan yang positif seiring tingginya harga komoditas unggulan.

Secara sektoral, pertumbuhan tahunan tertinggi dicapai oleh sektor bangunan. Pertumbuhan ekonomi sektor bangunan sebesar 13,4% (yoy) dengan andil terhadap laju pertumbuhan PDRB sebesar 1,1%. Akselerasi pertumbuhan di sektor ini salah satunya didukung oleh pengerjaan proyek-proyek SEA Games XXVI. Selain itu, penyaluran kredit di sektor konstruksi dan perumahan mengalami pertumbuhan sebesar 16,26% (yoy) mencapai angka Rp5,27 triliun.

Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi secara tahunan didorong oleh konsumsi dengan andil sebesar 4,8%. Meskipun berandil tinggi, konsumsi secara umum mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi 6,8% (yoy) dari 7,5% (yoy). Kondisi tersebut terkonfirmasi juga melalui hasil survei konsumen yang menunjukkan penurunan indeks konsumsi.

Net ekspor mengalami perkembangan yang baik secara tahunan. Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Maret 2011 - Mei 2011) tercatat meningkat sebesar 70,49% (yoy) sedangkan nilai impor menurun 5,30% (yoy). Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar didominasi oleh komoditas karet dengan negara tujuan utama Amerika Serikat. Penurunan nilai impor terkait dengan menurunnya impor mesin-mesin yang digunakan dalam kegiatan sektor industri pengolahan. Pangsa negara asal impor terbesar didominasi oleh Cina.

Inflasi Palembang pada triwulan II 2011 sebesar 5,10% (yoy), sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia. Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan II 2011 relatif stabil dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,13% (yoy). Tekanan inflasi tahunan tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Inflasi tersebut sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia pada laporan sebelumnya yang sebesar 4,72 ± 0,5%. Selain itu, inflasi Palembang pada triwulan II 2011 juga lebih rendah dibandingkan nasional yang mencapai 6,65% (yoy).

Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi yaitu sebesar 9,30% (yoy), diikuti oleh kelompok sandang dan kelompok pendidikan. Kelompok

Ringkasan Eksekutif

3

bahan makanan juga mengalami penurunan inflasi yang paling tajam dari sebesar 11,72% di triwulan I 2011 menjadi 9,30% pada triwulan II 2011. Selain pengaruh tahun dasar yang signifikan karena terjadinya anomali iklim yang substansial pada tahun lalu, penurunan inflasi kelompok bahan makanan juga dipengaruhi oleh penyaluran raskin.

Harga pangan di pasar internasional mengalami penurunan temporer. Berdasarkan Bloomberg, harga terigu, beras, dan kedelai secara umum mengalami penurunan pada triwulan II 2011 ini. Di sisi lain, Food Price Index mengalami peningkatan drastis sebesar 39% dibandingkan tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa penurunan harga pangan yang terjadi hanya bersifat musiman, namun excess demand terhadap komoditas pangan secara global semakin melebar.

Tekanan inflasi di sisi penawaran menurun, utamanya disebabkan oleh iklim yang lebih kondusif. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan di wilayah Sumatera Selatan telah menurun dan berada di kisaran normal pada periode April-Juni 2011. Permasalahan iklim yang mereda tersebut berimplikasi terutama melalui penurunan inflasi tahunan bahan makanan atau penurunan inflasi komponen volatile foods.

Tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya, namun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Sumbangan inflasi kelompok core (inti) terhadap inflasi umum tahunan paling tinggi dibandingkan dua komponen lainnya. Hal ini mengindikasikan adanya tarikan inflasi dari sisi permintaan yang cukup dominan, yang didorong oleh kenaikan pendapatan masyarakat dibandingkan tahun sebelumnya karena naiknya harga komoditas unggulan Sumatera Selatan. Selain itu, estimasi mengindikasikan bahwa terdapat peningkatan output gap pada triwulan IV 2010, yang memberikan dampak terhadap inflasi tahunan pada triwulan II 2011.

Pertumbuhan kredit cukup tinggi, dengan akselerasi yang lebih cepat pada sektor produktif. Penyaluran kredit/ pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 30,96% (yoy) dari Rp30,05 triliun menjadi Rp39,36 triliun. Andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara tahunan dikontribusikan oleh penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan. Hal ini didukung oleh perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, yang secara rata-rata mengalami penurunan. Di sisi lain, risiko kredit sedikit meningkat walaupun NPL masih rendah.

Ringkasan Eksekutif

4

Peran fiskal cenderung lebih ekspansif pada perekonomian. Total realisasi belanja daerah mencapai Rp983,50 miliar atau sebesar 27,58% dari anggaran. Realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 34,01% atau sebesar Rp597,33 miliar. Kondisi tersebut di atas pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 33,26%. Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja tidak langsung merupakan komponen belanja dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 42,67%.

Perkembangan sistem pembayaran mengindikasikan peningkatan aktivitas ekonomi secara tahunan. Perputaran kliring di Sumsel pada menunjukkan penurunan dalam jumlah warkat maupun nominal dibandingkan triwulan sebelumnya. Namun demikian, perkembangan kliring tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan laporan mengalami peningkatan dan kegiatan perkasan mengalami peningkatan net outflow.

Kesejahteraan masyarakat terindikasi mengalami perbaikan. Jumlah pengangguran pada bulan Februari 2011 mengalami penurunan 3,81% (yoy). Jumlah penduduk miskin pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar 14,24% dari jumlah penduduk Sumsel, atau mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian, perkembangan NTP dalam satu tahun terakhir terus mengalami peningkatan.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2011 diperkirakan akan semakin cepat. Pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) akan berada pada kisaran 6,3 ± 1%, atau secara triwulanan (qtq) sebesar 4,2 ± 1%. Permintaan domestik diprediksi akan mendominasi pertumbuhan ekonomi. Produksi yang lebih baik dan penyelesaian proyek Sea Games diperkirakan mengkompensasi koreksi harga komoditas unggulan.

Konsumsi rumah tangga akan meningkat, didorong oleh adanya bulan puasa dan Idul Fitri. Konsumsi akan berpengaruh antara lain terhadap sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) serta sektor transportasi dan telekomunikasi. Tanpa adanya Idul Fitri, konsumsi rumah tangga kemungkinan besar akan melambat. Hasil Survei Konsumen pada bulan Juli 2011 menunjukkan indeks keyakinan konsumen yang menurun, walaupun masih dalam area optimis.

Pengeluaran pemerintah dan investasi diperkirakan meningkat dipicu oleh persiapan Sea Games. Pengeluaran pemerintah akan terdorong oleh penyelesaian proyek-proyek Sea Games, baik venues

Ringkasan Eksekutif

5

maupun infrastruktur penunjang. Seiring dengan penyelenggaraan Sea Games, investasi diperkirakan akan tetap kuat, khususnya pada sektor PHR.

Net ekspor diperkirakan mengalami penurunan walaupun masih berada pada zona positif. Ekspor diperkirakan akan relatif tetap karena melambatnya pertumbuhan permintaan komoditas unggulan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2011 secara umum direvisi ke bawah. Di sisi lain, impor diperkirakan akan relatif stabil. Perkembangan net ekspor ini dipengaruhi pula oleh nilai tukar Rupiah yang cenderung terapresiasi.

Pertumbuhan sektor unggulan Sumatera Selatan diperkirakan stabil dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas yang diperkirakan menurun pada tingkat tertentu diperkirakan akan dapat terkompensasi dengan kuantitas produksi yang lebih besar. Berbeda dengan harga komoditas karet dan sawit yang diperkirakan menurun, permintaan batubara diperkirakan masih stabil dengan risiko bias ke atas. Secara konsisten, kinerja sektor industri pengolahan diperkirakan akan tetap stabil dengan suplai bahan baku yang relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.

Sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diperkirakan menjadi primadona pada triwulan III 2011. Pembangunan berbagai venues Sea Games dan sarana penunjang lain ditargetkan akan selesai pada bulan September 2011 ini. Karena itu, pembangunan fasilitas tersebut akan dipercepat, dan permintaan sektor bangunan akan tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Selain itu, relatif stabilnya kinerja sektor unggulan Sumatera Selatan, diikuti dengan persiapan Sea Games, akan mendukung percepatan pertumbuhan sektor PHR.

Tekanan inflasi pada triwulan III 2011 lebih dipengaruhi oleh tekanan yang sifatnya musiman. Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan III 2010 akan menurun menjadi 4,87±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan meningkat signifikan menjadi 2,27±0,5%. Inflasi secara triwulanan akan dipengaruhi secara signifikan oleh momen bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Tekanan inflasi dari sisi permintaan rendah. Inflasi tahunan dari sisi permintaan diperkirakan akan menurun secara tahunan. Hal ini didorong oleh menurunnya ekspektasi penghasilan masyarakat dan sedikit koreksi pada harga komoditas internasional. Menurunnya tekanan inflasi dari sisi permintaan juga dikonfirmasi oleh proyeksi inflasi dengan Phillips Curve sederhana. Selain itu, Penurunan harga komoditas

Ringkasan Eksekutif

6

internasional secara umum berdampak cukup besar terhadap menurunnya tekanan inflasi.

Faktor kemungkinan dinaikkannya harga BBM bersubsidi akan tetap menjadi penentu utama pergerakan inflasi sampai dengan akhir tahun. Berdasarkan simulasi yang dilakukan Bank Indonesia, kenaikan harga BBM sebesar Rp500 diperkirakan akan mempunyai second round effect terhadap inflasi umum Palembang sebesar 0,8-0,9%. Kendati demikian, kemungkinan harga BBM dinaikkan sampai dengan akhir tahun adalah sangat kecil ditinjau dari kondisi fiskal dan perkiraan koreksi harga minyak dunia.

Tekanan inflasi dari sisi suplai diperkirakan terkendali. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, tekanan inflasi tinggi secara abnormal karena adanya efek anomali iklim yang cukup parah yang mulai terjadi pada semester kedua 2010. Curah hujan di Sumatera Selatan secara umum berada dalam kisaran rendah sampai dengan normal pada periode Juli – September 2011. Di samping itu, kondisi stok beras masih mencukupi untuk intervensi harga beras.

Terdapat faktor risiko inflasi yang berasal dari kenaikan harga emas dan ekspektasi inflasi. Harga emas sebagai save haven substitusi Dollar Amerika Serikat diperkirakan terus meningkat seiring perkembangan harganya di pasar internasional yang meningkat karena buruknya kinerja perekonomian Amerika Serikat dan terjadinya downgrading rating Amerika Serikat. Selain itu, ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen.

Kondisi perbankan pada triwulan III 2011 diproyeksikan akan tetap stabil. Peningkatan DPK diperkirakan akan terjadi lebih cepat dibandingkan penyaluran kredit. Hal ini berimplikasi pada menurunnya uang beredar di dalam perekonomian, dan dengan kata lain, akan terjadi penurunan Loan to Deposit Ratio.

Permasalahan penyaluran kredit dalam periode triwulan III 2011 akan lebih bersumber dari sisi permintaan. Di sisi konsumen, optimisme masyarakat yang menurun atas penghasilan ke depan dapat menurunkan permintaan kredit dibandingkan sebelumnya. Selain itu, diperkirakan akan terjadi shifting dari sektor pertanian/pertambangan menuju sektor industri dan sektor perdagangan yang juga didukung oleh penyelenggaraan Sea Games. Di sisi penawaran. Kondisi likuiditas bank tetap baik dan tingkat suku bunga pinjaman cenderung mengalami penurunan, seperti halnya pada triwulan I dan triwulan II tahun 2011.

Grafik 1.1 PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB

Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

5.7

5.3

6.0 5.9 6.0

4.8 5.0 5.2 5.4 5.6 5.8 6.0 6.2

15.2 15.4 15.6 15.8 16.0 16.2 16.4 16.6 16.8 17.0

II III IV I II

2010 2011

Nominal PDRB Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy)

PersenRp Triliun

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

• Laju pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan II 2011 mencapai 6,0% (yoy) yang ditopang oleh kinerja positif sektor bangunan dan meningkatnya investasi.

• Tingkat Keyakinan Konsumen terhadap kondisi perekonomian mengalami penurunan dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya.

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan II 2011 sedikit meningkat

menjadi 6,0% (yoy) dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mencetak

pertumbuhan sebesar 5,9% (yoy). Pertumbuhan ekonomi triwulan ini ditopang oleh sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) serta sektor bangunan terkait pembangunan

infrastruktur SEA Games XXVI. Selain itu, kinerja sektor-sektor ekonomi lainnya juga turut

menciptakan laju pertumbuhan ekonomi Sumsel pada tingkat yang moderat.

Nilai Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar

Harga Konstan (ADHK) 2000 sebesar

Rp16,8 triliun dengan nilai PDRB Atas

Dasar Harga Berlaku (ADHB) sebesar

Rp45,4 triliun. Meningkatnya

perekonomian terkonfirmasi oleh survei

bisnis yang masih menunjukkan

perkembangan yang positif seiring

tingginya harga komoditas unggulan

seperti karet dan CPO di pasar dunia.

Namun demikian, survei tersebut juga menunjukkan terjadinya peningkatan biaya

operasional terutama akibat peningkatan biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya tenaga

kerja. Tekanan terhadap biaya juga berasal dari biaya energi terkait dengan kenaikan harga

solar industri. Akibat tingginya biaya bahan baku, beberapa pelaku usaha yang bergerak di

subsektor pengolahan karet menerapkan beberapa strategi untuk menekan komponen

biaya energi. Upaya menekan biaya energi tersebut diantaranya : (1) penggunaan bahan

BAB 1  

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

8

Tabel 1.1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral

PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%) Lapangan

Usaha 2010 2011

II III IV I II

Pertanian 4.6 2.6 6.2 3.1 4.8

Pertambangan dan Penggalian 1.6 1.4 0.8 2.2 2.2

Industri Pengolahan 5.9 6.4 5.6 5.3 5.8

LGA 5.5 7.1 4.9 6.0 7.6

Bangunan 8.5 10.0 9.9 12.7 13.4

PHR 6.7 7.1 8.0 7.7 7.7

Pengangkutan & Komunikasi 13.9 15.0 12.2 12.0 10.0

Keuangan Persewaan & Js.

Perusahaan 7.8 7.4 8.8 9.5 7.9

Jasa-jasa 8.4 5.8 7.6 8.1 5.3

Total PDRB 5.7 5.3 6.0 5.9 6.0

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

Grafik 1.2 Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi dan

Perumahan di Sumatera Selatan

Sumber : Bank Indonesia

4,004,204,404,604,805,005,205,40

II III IV I II

2010 2011

Nominal Kredit

Rp Triliun

bakar yang terbuat dari cangkang sawit untuk mesin pengering yang relatif lebih murah

daripada penggunaan batu bara, (2) penghentian penggunaan mesin selama 2 jam pada

saat beban puncak, dan (3) penggunaan alat penghemat listrik (Lihat Suplemen 1.

Walaupun dibayangi Kenaikan Biaya Operasional, Kondisi Usaha Secara Umum Tetap

Terjaga).

Kinerja perekonomian triwulan II

2011 berdasarkan komponen sektoral

ditandai dengan pertumbuhan

tahunan tertinggi pada sektor

bangunan dengan andil terhadap laju

pertumbuhan PDRB sebesar 1,1%.

Kinerja sektor bangunan

meningkat cukup signifikan

dibandingkan pencapaian triwulan

sebelumnya yang hanya 12,7% (yoy).

Akselerasi pertumbuhan di sektor ini

salah satunya didukung oleh

pengerjaan proyek-proyek terkait SEA

Games XXVI.

Seiring dengan geliat pembangunan

proyek SEA Games, penyaluran kredit di sektor

konstruksi dan perumahan pun mengalami

pertumbuhan sebesar 16,26% (yoy) mencapai

angka Rp5,27 triliun. Hasil konfirmasi melalui

survei dunia usaha juga menunjukkan bahwa

pembangunan Rumah Sederhana Sehat (RSH)

masih cukup menjanjikan dengan masih

banyaknya pengembang yang menggarap proyek

RSH tersebut. Ketentuan pemerintah yang

mengijinkan RSH dapat dijual dengan harga sampai dengan Rp70 juta pun menjadi insentif

tersendiri bagi para pengembang.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

9

WALAUPUN DIBAYANGI KENAIKAN BIAYA OPERASIONAL, KONDISI USAHA SECARA UMUM TETAP TERJAGA *)

Perkembangan dunia usaha secara umum masih menunjukkan perkembangan yang positif seiring tingginya harga komoditas unggulan Sumsel seperti karet dan CPO di pasar dunia. Selain itu, faktor cuaca yang lebih bersahabat turut menopang peningkatan produksi subsektor perkebunan, khususnya kelapa sawit sehingga mampu meningkatkan pasokan bahan baku bagi industri pengolahan.

Permintaan domestik menunjukkan peningkatan terutama pada subsektor perkebunan, industri pengolahan, listrik, perumahan, perdagangan, perhotelan, dan jasa. Tingginya permintaan di subsektor perdagangan terjadi khususnya pada perdagangan ritel seperti barang kebutuhan rumah tangga seiring dengan tingginya tingkat persaingan di pasar modern yang ditunjukkan dan semakin banyaknya minimarket baru di tempat-tempat strategis.

Walaupun salah satu negara tujuan ekspor yaitu Jepang dilanda bencana tsunami pada beberapa bulan yang lalu, permintaan luar negeri tercatat masih cukup tinggi. Peningkatan ekspor terutama terjadi pada komoditas karet yang ditopang oleh tingginya harga di pasar internasional dengan negara tujuan ekspor ke Amerika, China, dan Eropa.

Di sisi investasi, pelaku usaha melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang melalui penambahan atau penggantian mesin baru, pembangunan pabrik baru, pembangunan gudang, dan penambahan fasilitas layanan untuk meningkatkan kapasitas terpasang dan penjualan. Untuk menunjang investasi yang dilakukan, para pelaku usaha cukup banyak merekrut karyawan baru sehingga jumlah tenaga kerja relatif meningkat dibanding tahun sebelumnya. Penambahan jumlah tenaga kerja terutama terjadi pada subsektor perhotelan. Selain itu, seiring dengan peningkatan kapasitas utilisasi, subsektor perkebunan pun menunjukkan peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 10-20%. Meskipun demikian, pada beberapa pelaku usaha terjadi pengurangan tenaga kerja karena pensiun atau kebijakan pengurangan tenaga kerja untuk menekan biaya operasional.

Biaya operasional mengalami peningkatan terutama karena peningkatan biaya bahan baku, biaya energi, dan biaya tenaga kerja. Tekanan terhadap biaya juga berasal dari biaya energi terkait dengan kenaikan harga solar industri. Akibat tingginya biaya bahan baku, beberapa pelaku usaha yang bergerak di subsektor pengolahan karet memiliki strategi tersendiri dengan menekan komponen biaya energi. Upaya menekan biaya energi tersebut adalah: a. Penggunaan bahan bakar yang terbuat dari cangkang sawit untuk mesin pengering

yang relatif lebih murah daripada penggunaan batu bara. b. Penghentian penggunaan mesin selama 2 jam pada saat beban puncak. c. Penggunaan alat penghemat listrik.

Suplemen 1

*) Diperoleh dari hasil Business Survey yang merupakan kegiatan pemantauan kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

10

Tingginya biaya produksi dan distribusi membuat beberapa pelaku usaha menaikkan harga jual atau tarif layanan. Terkait dengan penyelenggaraan SEA Games XXVI yang akan berlangsung pada bulan November 2011 di Sumatera Selatan, pelaku usaha di bidang jasa perhotelah berencana untuk menaikkan tarif bagi tamu individu pada kisaran 10-30%. Tarif jasa persewaan juga meningkat pada kisaran yang bervariasi tergantung pada tonase. Kenaikan harga juga terjadi di sektor bangunan, diantaranya yaitu naiknya harga jual rumah.

Penguatan nilai mata uang Rupiah cukup menekan margin pelaku usaha yang produknya ditujukan untuk pasar luar negeri. Namun demikian, kondisi tersebut tidak sampai mengganggu kinerja ekspor secara keseluruhan. Hal yang bertolak belakang terjadi pada pelaku usaha yang memiliki impor content yang tinggi, menguatnya nilai Rupiah sangat membantu mereka karena mengurangi biaya yang harus dikeluarkan.

Terkait dengan pembiayaan, sebagian besar pelaku usaha membiayai kegiatan operasionalnya secara internal atau dari perusahaan induk. Hanya beberapa pelaku usaha yang menggunakan dana perbankan. Beberapa hal yang masih menjadi kendala bagi pelaku usaha adalah lambannya penurunan tingkat suku bunga pinjaman perbankan dibandingkan dengan penurunan tingkat suku bunga bank sentral. Hal tersebut menyebabkan spread antara suku bunga acuan bank sentral dan suku bunga pinjaman masih tinggi. Selain itu, mayoritas pelaku usaha berharap agar tingkat suku bunga pinjaman tidak mengalami kenaikan karena akan berdampak pada penurunan konsumsi secara umum.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

11

Grafik 1.3 Pertumbuhan Jumlah Pelanggan dan

Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan

Sumber : PT. PDAM Tirta Musi, diolah

10.0 10.5 11.0 11.5 12.0 12.5 13.0

-5

10 15 20 25 30

II III IV I II

2010 2011

%, yoy

Pertumbuhan Penjualan Air Bersih

Pertumbuhan Jumlah Pelanggan (Aksis Kanan)

%,yoy

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi menunjukkan pertumbuhan tahunan

sebesar 10,0% (yoy). Seperti kondisi periode sebelumnya, kinerja subsektor komunikasi

masih memberikan andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja sektor

pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, kondisi cuaca

yang relatif lebih baik telah mendorong aktivitas perekonomian di subsektor pengangkutan

sehingga mengalami peningkatan kinerja tahunan.

Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan

tahunan yang relatif tinggi yakni sebesar 7,9% (yoy). Tingginya kinerja sektor keuangan

tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan yang cukup baik (pembahasan lebih

lanjut sektor ini dibahas pada bab mengenai Perkembangan Perbankan Daerah).

Seiring dengan pertumbuhan di sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan,

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mengalami pertumbuhan sebesar

7,7% (yoy). Hasil survei bisnis menunjukkan tingkat permintaan di subsektor perdagangan

ritel terutama barang untuk kebutuhan rumah tangga masih cukup baik. Sementara itu,

subsektor perhotelan menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dari sisi

pendapatan seiring peningkatan tingkat hunian.

Sektor Listrik, Gas Kota, dan Air

Bersih (LGA) tumbuh sebesar 7,6% (yoy),

mengalami akselerasi pertumbuhan yang

cukup besar dibanding kinerja triwulan

sebelumnya yang hanya sebesar 6,0%

(yoy). Hal tersebut salah satunya

disebabkan meningkatnya penjualan air

bersih dari sebesar 10,80% (yoy) pada

triwulan sebelumnya menjadi 12,46% (yoy).

Selain itu, hasil survei dunia usaha

menunjukkan kebutuhan kebutuhan listrik

di wilayah Sumatera Bagian Selatan yang masih cukup besar dan terus meningkat setiap

tahunnya. Rasio elektrifikasi di wilayah Sumatera Selatan pada saat ini berada pada kisaran

50%.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

12

Grafik 1.4 Perkembangan Lifting Minyak Bumi

Provinsi Sumatera Selatan

Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

6.47 6.22 6.05 5.96

4.08

0.0

1.0

2.03.0

4.0

5.0

6.0

7.0

II III IV I II

2010 2011

Juta Barel

Grafik 1.5 Perkembangan Lifting Gas Bumi

Provinsi Sumatera Selatan

Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

142.63 146.22

140.57 138.12

94.14

0

20406080

100120140

160

II III IV I II

2010 2011

MMBTU

Sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa masing-masing tumbuh

sebesar 5,8% (yoy) dan 5,3% (yoy). Tetap positifnya kinerja sektor industri pengolahan

secara umum masih didorong oleh kondisi cuaca yang cukup kondusif dan relatif tingginya

harga komoditas unggulan di pasar internasional. Sementara itu, permintaan terhadap jasa

angkutan, jasa layanan periklanan, dan jasa logistik mengalami peningkatan seiring dengan

peningkatan aktivitas perdagangan dan aktivitas perekonomian yang dilakukan perusahaan

maupun individu.

Sektor pertanian tumbuh sebesar 4,8% (yoy) atau mengalami akselerasi

dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang sebesar 3,0% (yoy). Selain dipengaruhi

kondisi cuaca yang semakin kondusif, membaiknya kinerja sektor pertanian juga tidak

terlepas dari peran aktif Pemerintah Daerah yang sangat berkepentingan dalam menjaga

ketahanan pangan, khususnya dalam mencapai target produksi beras.

Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor ekonomi yang

mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah yakni sebesar 2,2% (yoy). Dari subsektor

pertambangan migas diperoleh informasi bahwa lifting minyak mengalami penurunan

sebesar 36,92% (yoy). Kondisi tersebut lebih buruk dibandingkan pencapaian triwulan

sebelumnya yang mengalami penurunan lifting sebesar 2,73% (yoy). Sementara itu, lifting

gas bumi turun sebesar 34,00% (yoy) atau mengalami penurunan kinerja dibandingkan

pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan lifting sebesar 1,66% (yoy).

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

13

Tabel 1.2 Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral

PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)

Lapangan Usaha 2010 2011

II III IV I II

Pertanian 5.5 15.2 (18.1) 0.4 10.6

Pertambangan dan Penggalian 2.0 1.6 (1.8) 0.3 2.2

Industri Pengolahan 4.6 3.2 0.7 (1.0) 2.9

LGA 2.6 3.3 (0.4) 0.3 4.2

Bangunan 4.8 5.2 2.4 (0.2) 5.4

PHR 3.0 5.7 (1.1) 0.1 3.1

Pengangkutan & Komunikasi

2.6 4.4 2.5 1.0 1.9

Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

0.1 2.2 3.2 1.6 0.7

Jasa-jasa 3.9 0.3 1.5 0.7 2.7

Total PDRB 3.6 5.5 (3.7) 0.1 4.2

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

Grafik 1.6 PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB

Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

3.6 5.5

(3.7)

0.1

4.2

(6)

(4)

(2)

-

2

4

6

15.2 15.4 15.6 15.8 16.0 16.2 16.4 16.6 16.8 17.0

II III IV I II

2010 2011

Nominal PDRB Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq)

PersenRp Triliun

1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan

Perekonomian Sumatera Selatan secara triwulanan mengalami pertumbuhan sebesar 4,2%

(qtq). Kondisi tersebut lebih baik

dibandingkan triwulan sebelumnya

yang mengalami pertumbuhan

sebesar 0,1% (qtq). Penyebab utama

membaiknya pertumbuhan ekonomi

secara triwulanan adalah

meningkatnya kinerja sektor

pertanian, terutama subsektor

perkebunan seiring semakin

kondusifnya kondisi cuaca pada

masa panen.

Kinerja perekonomian triwulanan pada triwulan II 2011 ditandai dengan

pertumbuhan positif di seluruh sektor ekonomi. Kondisi cuaca yang semakin kondusif

dengan curah hujan yang relatif rendah dan terjaganya harga komoditas pada level yang

tetap tinggi menjadi kunci utama membaiknya perekonomian Sumatera Selatan

dibandingkan triwulan sebelumnya.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

14

Grafik 1.7 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB

Provinsi Sumatera Selatan Triwulan II 2011

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

19.4%21.4%

17.1%

0.5%

8.5%14.1%

6.0%

4.4%

8.7%

PERTANIANPERTAMBANGAN & PENGGALIANINDUSTRI PENGOLAHANLISTRIK, GAS DAN AIR BERSIHBANGUNANPERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORANPENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASIKEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAANJASA-JASA

Grafik 1.9 Perkembangan Harga Tandan Buah Segar

di Sumatera Selatan

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, diolah

(6.81)

13.10

40.28 38.68

25.12

-10

0

10

20

30

40

50

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800

II III IV I II

2010 2011

Harga TBS Pertumbuhan Tahunan (yoy) - Aksis Kanan

Rp/Kg %

Dari segi pangsa, sektor pertambangan dan penggalian merupakan penyumbang

PDRB yang paling besar dengan pangsa

sebesar 21,4%. Kontribusi sektor tersebut

mengalami penurunan setelah pada

triwulan sebelumnya tercatat memberikan

sumbangan sebesar 21,8%.

Sektor pertanian tercatat sebagai

sektor ekonomi yang mencatat kinerja

pertumbuhan triwulanan paling tinggi

yakni sebesar 10,6% (qtq). Kondisi

tersebut jauh lebih baik dibandingkan

pencapaian triwulan sebelumnya yang

mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 0,4% (qtq). Curah hujan yang lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya berdampak negatif terhadap produktivitas subsektor

tanaman bahan makanan yang terlihat dari berkurangnya luas panen padi sebagaimana

data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi

Sumatera Selatan.

Bertolak belakang dengan kinerja subsektor tabama, kinerja subsektor perkebunan

justru mengalami peningkatan seiring masa panen yang terjadi terutama pada tanaman

kelapa sawit. Namun demikian, panen yang terjadi berakibat negatif terhadap harga

Tandan Buah Segar (TBS) yang terus mengalami penurunan di tingkat petani.

Grafik 1.8 Perkembangan Curah Hujan

di Sumatera Selatan

Sumber: Stasiun Klimatologi Kenten

12.16  12.66 14.11 

11.71  11.78 

0

2

4

6

8

10

12

14

16

0

50

100

150

200

250

300

II III IV I II

2010 2011

Rata-rata Curah Hujan

Rata-rata Hari Hujan (Aksis Kanan)

harimili meter

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

15

Tabel 1.3 Perkembangan Luas Tanam dan Luas Panen Padi Sumatera Selatan

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Provinsi Sumatera Selatan

Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Semen di Sumatera Selatan

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

21.40

(4.49)

10.02

(2.23)

8.40

(10)

(5)

-

5

10

15

20

25

270

280 290

300 310

320 330 340

350 360

II III IV I II

2010 2011

Jumlah (ton) Pertumbuhan (qtq)

PersenRibu Ton

Kinerja sektor bangunan tumbuh

sebesar 5,4% (qtq) atau mengalami

perbaikan dibandingkan kinerja triwulan

sebelumnya yang terkontraksi sebesar

0,2% (qtq). Penyelesaian venue-venue yang

akan digunakan pada kegiatan SEA Games

XXVI telah memberikan andil yang sangat

besar terhadap akselerasi kinerja sektor

bangunan. Hal tersebut juga terkonfirmasi

dari data Asosiasi Semen Indonesia yang

menunjukkan terjadinya peningkatan penjualan semen sebesar 8,4% (qtq).

Kinerja sektor Listrik, Gas dan Air Bersih (LGA) tumbuh sebesar 4,2% (qtq),

mengalami perbaikan dibanding kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 0,3%

(qtq). Pertumbuhan sektor LGA terutama disebabkan meningkatnya kinerja subsektor air

bersih dan tingginya pemakaian listrik pada periode laporan yang diperkirakan mencapai

711,76 Juta KWH.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

16

PENYELESAIAN INFRASTRUKTUR SEA GAMES XXVI OPTIMIS TEPAT WAKTU

Pesta olahraga negara-negara Asia Tenggara (Southeast Asian Games) atau biasa disingkat SEA Games XXVI sebentar akan diselenggarakan di Indonesia. Gelaran pesta olahraga tersebut tepatnya akan dibuka secara resmi pada tanggal 11 November 2011 dan ditutup pada tanggal 25 November 2011 dengan tempat penyelenggaraan di dua kota, yaitu Palembang dan Jakarta. Sebagai salah satu tuan rumah, Kota Palembang terus berbenah menyelesaikan proyek-proyek pembangunan dan renovasi gedung/venue serta sarana penunjang lainnya. Hal yang cukup berat mengingat selain menjadi tempat penyelenggaraan pesta pembukaan dan penutupan, Kota Palembang juga menjadi tempat gelaran pertandingan 22 cabang olahraga. Kedua puluh dua cabang olahraga tersebut adalah : baseball, biliar, snooker, tinju, sepak bola, senam, sepak takraw, menembak, softball, tenis, soft tenis, voli, voli pantai, angkat besi, gulat, catur, fin swimming, petanque, ski air, bridge, sepatu roda, dan panjat tebing.

Biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan sarana dan prasarana SEA Games XXVI diperkirakan mencapai Rp2,2 triliun yang bersumber dari dana APBN, APBD, dan pihak ketiga (lihat Tabel 1. Anggaran Biaya Pembangunan Sarana dan Prasarana SEA Games XXVI di Kota Palembang).

Tabel 1. Anggaran Biaya Pembangunan Sarana dan Prasarana SEA Games XXVI

di Kota Palembang

Sumber : Paparan Gubernur Sumatera Selatan

Sejak ditetapkan menjadi tuan rumah utama penyelenggaraan SEA Games oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dalam Rapat Terbatas Pembahasan SEA Games XXVI pada tanggal 20 Juli 2010, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan terus melakukan pembenahan beberapa venue bekas tempat penyelenggaraan PON XVI tahun 2004 dan juga membangun beberapa venue baru untuk menyukseskan hajatan SEA Games XXVI.

Sumber Dana Jumlah

Swasta (CSR, Investasi, BOT, Hibah)

Rp. 1.582.407 juta

APBN(Kemenpora, Kementerian PU)

Rp.  560.000 juta

APBD (Renovasi/Rehabilitasi)

Rp.   98.939 juta

Total Rp. 2.187.346 juta

Suplemen 2

*) Diperoleh dari hasil Business Survey yang merupakan kegiatan pemantauan kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

17

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan, setidaknya terdapat 29 proyek utama dalam kaitan menyukseskan penyelenggaraan SEA Games XXVI di Kota Palembang. Berdasarkan Laporan Progress Pembangunan Venues & Sarana Pendukung SEA Games XXVI Tahun 2011 per tanggal 29 Juli 2011 diketahui bahwa secara umum penyelesaian proyek-proyek tersebut mengalami keterlambatan dengan rata-rata keterlambatan sebesar 15,62%. Beberapa hal yang menjadi kendala diantaranya : (1) masalah cuaca, (2) sulitnya mencari bahan baku bangunan, dan (3) masalah keterlambatan pencairan dana APBN untuk SEA Games XXVI.

Sejak November 2010 curah hujan yang cukup tinggi hampir setiap hari terjadi wilayah Jakabaring yang merupakan pusat penyelenggaraan SEA Games XXVI. Hal ini tentunya memperlambat proses pembangunan. Masalah lainnya adalah sulitnya mencari bahan baku bangunan yang mayoritas didatangkan dari Pulau Jawa sering terhambat oleh gelombang tinggi di Selat Sunda. Sementara itu hal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah keterlambatan cairnya dana APBN untuk biaya pembangunan venues SEA Games XXVI.

Tabel 2. Progress Pembangunan Venues & Sarana Pendukung SEA Games XXVI Tahun 2011

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Provinsi Sumatera Selatan

Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah mengambil beberapa langkah antisipasi dan penyempurnaan serta berkoordinasi dengan pihak Pemerintah Pusat sehingga tetap optimis bahwa proyek-proyek tersebut dapat diselesaikan tepat waktu.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

18

Grafik 1.13 Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Baru

di Sumatera Selatan

Sumber : Dispenda Provinsi Sumatera Selatan

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000 70,000

80,000

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

II III IV I II

2010 2011

unitunit

TRUK MOBIL MOTOR (Axis Kanan)

Kinerja sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) mengalami

pertumbuhan sebesar 3,1% (qtq) yang

diperkirakan sebagai dampak meningkatnya

konsumsi di subsektor perdagangan besar &

eceran. Kondisi yang sama terjadi pada

tingkat hunian hotel yang juga diperkirakan

mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan sebelumnya. Namun demikian, data

pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda

Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan

terjadinya penurunan pendaftaran mobil dan

motor baru masing-masing sebesar 31,57%

dan 29,64% (qtq).

Kinerja sektor industri pengolahan meningkat sebesar 2,9% (qtq), mengalami

perbaikan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi

pertumbuhan triwulanan sebesar 1,0% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha, banyaknya pelaku usaha di sektor industri pengolahan menyebabkan tingginya

tingkat persaingan usaha yang pada gilirannya mengakibatkan ketersediaan bahan baku

menjadi terbatas.

Grafik 1.11 Perkembangan Pemakaian Listrik di Sumatera Selatan

Sumber : Dispenda Provinsi Sumatera Selatan

711.76

2.91

2.60

2.65

2.70

2.75

2.80

2.85

2.90

2.95

620

640

660

680

700

720

740

760

II III IV I II

2010 2011

Pemakaian Listrik (KWH)Pelanggan (Aksis Kanan)

Juta Juta

*

*

*) estimasi

Grafik 1.12 Perkembangan Jumlah Pelanggan

dan Penjualan Air Bersih di Sumatera Selatan

Sumber : PT. PLN WS2JB, diolah

410 420 430 440 450 460 470 480 490 500 510

12.0

12.5

13.0

13.5

14.0

14.5

15.0

II III IV I II

2010 2011

Juta

Penjualan Air Bersih (M3)

Jumlah Pelanggan (Aksis Kanan)

Ribu Orang

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

19

Meningkatnya pasokan karet dunia dan sedikit menurunnya permintaan karet dunia

telah menyebabkan penurunan rata-rata harga karet di pasar internasional menjadi

USD544,83 cent/kg atau turun sebesar 1,07% (qtq) dibandingkan rata-rata harga pada

triwulan sebelumnya yang sebesar USD550,75 cent/kg. Sementara itu, rata-rata harga CPO

dunia tercatat sebesar USD1.109,68/metrik ton atau mengalami penurunan sebesar 7,92%

dibandingkan dengan harga rata-rata pada triwulan sebelumnya.

Sektor jasa-jasa sebagai sektor pendukung perekonomian tercatat mengalami

peningkatan sebesar 2,7% (qtq). Kondisi tersebut mengalami peningkatan dibandingkan

kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencatatkan pertumbuhan triwulanan sebesar

0,7% (qtq).

Meningkatnya permintaan dunia terhadap minyak bumi berpengaruh positif

terhadap kinerja sektor pertambangan dan penggalian sehingga mengalami

peningkatan pertumbuhan triwulanan sebesar 2,2% (qtq) dibandingkan triwulan

sebelumnya. Rata-rata harga minyak bumi tercatat di level USD102,52/barrel atau

mengalami peningkatan sebesar 9,14% (qtq). Sementara itu, batubara yang merupakan

alternatif sumber energi pun mengalami kenaikan harga. Rata-rata harga batu bara di pasar

internasional pada triwulan ini tercatat di level USD78,73/metrik ton atau mengalami

peningkatan sebesar 2,15% (qtq) dibandingkan posisi triwulan sebelumnya.

Grafik 1.14 Perkembangan Harga Karet

di Pasar Internasional

Sumber: Bloomberg

370.28371.00

434.67

550.75 544.83

150200250300350400450500550600

II III IV I II

2010 2011

USD cent/kg

Sumber : Bloomberg

Grafik 1.15 Perkembangan Harga CPO

di Pasar Internasional

Sumber: Bloomberg

781.46838.57

1,051.37

1,205.141,109.68

300400500600700800900

1,0001,1001,2001,300

II III IV I II

2010 2011

USD/Metrik Ton

Sumber : Bloomberg

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

20

Grafik 1.16 Perkembangan Harga Batu Bara

di Pasar Internasional

Sumber: Bloomberg

62.9067.95 70.94

77.0878.73

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

II III IV I II

2010 2011

USD/Metrik Ton

Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan triwulanan

sebesar 1,9% (qtq). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan dengan torehan kinerja pada

triwulan sebelumnya yang sebesar 1,0% (qtq). Meningkatnya jumlah pengguna dan barang

yang dimuat pada subsektor pengangkutan laut menjadi salah satu indikator yang

menunjukkan kondisi tersebut. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo

menunjukkan tingkat aktivitas angkutan penumpang yang mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat sebagai sektor

ekonomi yang mencatat kinerja pertumbuhan triwulanan paling rendah yakni sebesar 0,7%

(qtq). Kinerja tersebut terus mengalami penurunan dibandingkan pencapaian triwulan

sebelumnya yang mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 1,6% (qtq).

Grafik 1.19 Perkembangan Penumpang Angkutan Laut

Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumatera Selatan

Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah

-

1

2

-

20

40

60

80

100

120

II III IV I II

2010 2011

Arus Penumpang (Aksis Kiri)Arus Barang BongkarArus Barang Muat

Ribu Orang Juta Ton

Grafik 1.18 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara

di Sumatera Selatan

Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah

-2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

460 480 500 520 540 560 580 600 620

II III IV I I I

2010 2011

Penumpang Domestik (aksis kiri)

Penumpang Internasional (aksis kanan)

Ribu Orang Ribu Orang

Grafik 1.17 Perkembangan Harga Minyak Bumi

di Pasar Internasional

Sumber: Bloomberg

78.13 76.01 85.1093.93

102.52

203040506070

8090

100110

II II I IV I II

2010 2011

Harga Minyak WTI, USD/Barrel

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

21

Grafik 1.20 Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian

(Konsumsi) Barang Tahan Lama

Sumber : Survei Konsumen KBI Palembang

97.44100.78

92.22106.00

88.33

0

20

40

60

80

100

120

II III IV I II

2010 2011

Inde

ksO

ptim

isPe

sim

is

1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan

Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi secara tahunan didorong oleh konsumsi

dengan andil sebesar 4,8%. Kegiatan ekspor mengalami peningkatan sebesar 13,2% (yoy),

mengalami perlambatan dibandingkan kondisi pada triwulan sebelumnya yang mencapai

19,2% (yoy). Sementara itu, impor juga mengalami perlambatan dengan pertumbuhan

tahunan sebesar 12,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan kinerja tahunan pada triwulan

sebelumnya yang sebesar 15,7% (yoy).

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan

ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010 –2011 (%)

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

Konsumsi secara umum mengalami perlambatan dibandingkan triwulan

sebelumnya menjadi 6,8% (yoy) dari 7,5% (yoy). Kondisi tersebut terkonfirmasi juga

melalui hasil survei konsumen yang menunjukkan penurunan indeks konsumsi.

Berdasarkan komponen konsumsi,

konsumsi rumah tangga meningkat

sebesar 6,4% (yoy). Konsumsi lembaga

swasta nirlaba tumbuh sebesar 1,2% (yoy)

atau mengalami peningkatan

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 0,8% (yoy), sedangkan

konsumsi pemerintah meningkat sebesar

10,7% (yoy). Sementara itu, investasi

tercatat tumbuh sebesar 12,8% (yoy),

mengalami peningkatan kinerja dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

8,9% (yoy).

II III IV I II

1. Konsumsi Rumah Tangga 5.7 4.1 6.1 6.4 6.4

2. Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba (14.6) (7.0) 1.1 0.8 1.2

3. Konsumsi Pemerintah (3.0) 1.3 16.1 17.3 10.7

4. Investasi 7.7 8.8 7.1 8.9 12.8

5. Ekspor Barang dan Jasa 21.0 23.8 8.4 19.2 13.2

6. Impor Barang dan Jasa 14.3 17.7 12.9 15.7 12.5

TOTAL 5.7 5.3 6.0 5.9 6.0

Penggunaan2010 2011

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

22

Grafik 1.22 Perkembangan Konsumsi BBM di Sumatera Selatan

Sumber : Pertamina UPMS II Palembang

0.00.20.40.60.81.01.21.41.61.82.0

-

50

100

150

200

250

II III IV I II

2010 2011

Premium Solar M. Tanah (Aksis Kanan)

Kilo Liter Kilo Liter

Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar

Sumber : Bank Indonesia, diolah

1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan

Komponen PDRB Penggunaan yang mengalami pertumbuhan triwulanan paling tinggi

adalah investasi dan ekspor dengan pertumbuhan sebesar 4,5% (qtq). Tingginya

pertumbuhan ekspor diperkirakan terkait dengan peningkatan ekspor batubara. Sementara

itu, tingginya investasi diyakini terkait erat dengan penyelesaian proyek-proyek SEA Games

XXVI.

Impor tercatat tumbuh sebesar

4,3% (qtq) atau mengalami peningkatan

yang cukup tinggi dibanding triwulan

sebelumnya yang sebesar 2,1% (qtq)

Tingginya pertumbuhan impor

diperkirakan terkait erat dengan nilai

tukar rupiah yang terus menguat terhadap

dolar Amerika Serikat. Penguatan nilai

mata uang rupiah dalam kurun waktu satu tahun terakhir rata-rata sebesar 1,48% setiap

triwulannya.

Konsumsi mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,6% (qtq). Kondisi tersebut

lebih baik dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi

pertumbuhan sebesar 2,7% (qtq).

Membaiknya kinerja triwulanan sisi

konsumsi terutama disebabkan

meningkatnya konsumsi pemerintah hingga

sebesar 5,4% (qtq). Kondisi tersebut

diyakini sebagai dampak siklikal penyerapan

belanja APBD selama semester berjalan.

Kinerja konsumsi rumah tangga dan swasta

nirlaba mencatatkan peningkatan masing-

masing sebesar 2,2% (qtq). Kondisi tersebut

mengalami peningkatan dibandingkan

kinerja triwulan sebelumnya yang masing-masing hanya sebesar 0,0% (qtq) dan -1,2%

(qtq).

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

23

Tabel 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan

ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2010 –2011 (%)

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

1.5. Struktur Ekonomi

Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor

pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 40,0%.

Pangsa sektor primer tersebut sedikit meningkat dibandingkan kondisi tahun sebelumnya.

Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong peningkatan pangsa sektor

pertambangan dan penggalian dari sebesar 22,1% menjadi 23,7%.

Sektor sekunder sedikit

mengalami penurunan dibandingkan tahun

sebelumnya, yakni menjadi sebesar 30,3%.

Pangsa subsektor sektor bangunan

mengalami peningkatan dibandingkan

tahun sebelumnya menjadi 7,0%,

sedangkan subsektor industri pengolahan

mengalami penurunan menjadi sebesar

22,8%. Sementara itu subsektor LGA relatif

tidak mengalami perubahan.

Pangsa sektor tersier mengalami penurunan yakni menjadi 29,7%. Pada sektor ini

hanya subsektor PHR yang mengalami peningkatan pangsa yakni dari 12,4% menjadi

12,5%, sedangkan pangsa subsektor lainnya mengalami penurunan. Pangsa subsektor

pengangkutan, subsektor keuangan, dan subsektor jasa-jasa masing-masing turun menjadi

4,2%, 3,4%, dan 9,6%.

II III IV I II

1. Konsumsi Rumah Tangga 1.1 3.1 0.9 0.0 2.2

2. Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba 0.5 2.2 (2.0) (1.2) 2.2

3. Konsumsi Pemerintah 11.7 9.9 18.5 (19.4) 5.4

4. Investasi 1.2 3.9 3.6 (0.0) 4.8

5. Ekspor Barang dan Jasa 11.2 0.8 4.3 2.1 5.4

6. Impor Barang dan Jasa 9.0 2.8 2.8 2.1 4.3

TOTAL 3.6 5.5 (3.7) 0.1 4.2

Penggunaan2010 2011

Grafik 1.23 Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

38.6

30.4 31.0

39.2

30.3 30.5

37.3

31.1 31.6

38.7

30.8 30.5

40.0

30.3 29.7

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Sektor Primer Sektor Sekunder Sektor Tersier

2010 II 2010 III 2010 IV 2011 I 2011 II

Persen

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

24

CATATAN DARI RAKOR FORUM GUBERNUR SE-WILAYAH SUMATERA: SUMATERA KORIDOR SENTRA PRODUKSI DAN PENGOLAHAN HASIL BUMI

DAN LUMBUNG ENERGI NASIONAL*)

Dengan kontribusi 27% dari total penerimaan negara, sektor Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) masih memegang peranan penting bagi pembangunan perekonomian nasional, baik melalui sisi fiskal, moneter maupun sektor riil. Sektor migas memberikan kontribusi sebesar Rp185 triliun (78%), adapun sektor pertambangan umum sebesar Rp52 triliun (22%). Selain itu, sektor ESDM juga sangat berperan dalam menjamin sumber pasokan bahan bakar dan bahan baku (energi dan minerba) guna kelancaran pembangunan secara nasional. Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, pengembangan dan pemberdayaan sektor ESDM mendapat porsi cukup besar yang terindikasi oleh penetapan Koridor Sumatera, Kalimantan, dan Papua-Maluku sebagai basis pengembangan ESDM.

Koridor Sumatera yang ditetapkan sebagai ”Sentra Produksi dan Pengolahan Hasil Bumi dan Lumbung Energi Nasional” memiliki potensi yang baik dari segi geografis maupun geologis. Sumatera memiliki kedekatan dengan banyak negara-negara di daratan Asia, sehingga memiliki keunggulan komparatif yang sangat tinggi dalam perdagangan dengan negara Asia yang harus dimanfaatkan dan diwujudkan dalam bentuk keunggulan kompetitif melalui transformasi ekonomi. Selain itu, Sumatera memiliki beragam jenis energi yang paling lengkap dibandingkan pulau-pulau lainnya di Indonesia. Beberapa diantaranya yaitu potensi migas, batubara, Coal Bed Methane (CBM) dan bio fuel terbesar. Satu hal penting yang tidak boleh dilupakan bahwa produksi timah di Indonesa hanya diproduksi di Sumatera, tepatnya di Kepulauan Bangka Belitung dan merupakan pengekspor timah terbesar di dunia.

Cadangan minyak bumi di Sumatera tahun 2010 sebesar 4,8 miliar barel atau 61,5% dari total cadangan nasional sebesar 7,8 miliar barel. Dengan tingkat produksi sekitar 574 ribu barel/hari maka cadangan Sumatera diperkirakan bertahan sekitar 23 tahun (asumsi belum ada penemuan cadangan baru). Produksi minyak di wilayah Sumatera saat ini mendominasi 60% produksi minyak nasional.

Suplemen 3

Tabel 1. Potensi Sumber Energi dan Sumber Daya Mineral Sumatera

*) Merupakan angka resources recoverable

Sumber : Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

*) Paparan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Rapat Koordinasi Forum Gubernur Se-Wilayah Sumatera

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

25

Cadangan gas bumi di Sumatera tahun 2010 sebesar 79,10 TCF atau sekitar 50% dari total cadangan nasional sebesar 157 TCF. Dengan tingkat produksi sekitar 3.194 MMSCFD maka cadangan Sumatera diperkirakan bertahan sekitar 68 tahun (asumsi belum ada penemuan cadangan baru).

Dengan kekayaan alam yang dimiliki, wilayah Sumatera dan khususnya Sumatera Selatan dapat berperan strategis menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional sesuai amanat Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.

Namun demikian terdapat beberapa hal yang masih menjadi pekerjaan rumah dalam optimalisasi kekayaan ESDM Sumatera, yaitu : masalah infrastruktur dan tenaga listrik. Khusus untuk masalah listrik, saat ini telah disetujui rancangan pengembangan ketenagalistrikan di Sumatera ditujukan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dari 68,7% pada 2010 menjadi 83,3% pada 2014. Hal tersebut diharapkan dapat mengatasi masalah pemadaman bergilir dan meningkatkan kualitas tegangan.

Terdapat 10 proyek 10.000 MW tahap I di Sumatera dengan total kapasitas 1.325 MW, dimana 3 proyek diantaranya direncanakan COD pada tahun 2011 yaitu: PLTU Kep. Riau – Tjg. Balai Karimun (2x7 MW), PLTU 3 Babel–Bangka (2 x 30 MW), dan PLTU Lampung–Tarahan Baru (2x100 MW). Sementara itu, dalam program percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap II, di Sumatera direncanakan dibangun 7 proyek PLTU dengan kapasitas 540 MW, 12 PLTP dengan kapasitas 1.767 MW dan 2 PLTA dengan kapasitas 204 MW.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

26

Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih

memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen

tersebut mengalami penurunan menjadi 73,8% dibandingkan pangsa periode yang sama

tahun sebelumnya yang mencapai 75,1%.

Meningkatnya pangsa ekspor yang relatif tinggi berpengaruh cukup signifikan

terhadap peningkatan pangsa komponen eksternal menjadi 2,4%, lebih tinggi

dibandingkan pangsa pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 1,7%.

Sebagai konsekuensinya, komponen internal mengalami penurunan pangsa dibandingkan

kondisi tahun sebelumnya yakni menjadi 98,0%.

Tabel 1.6 Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%)

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

Tabel 1.7 Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%)

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

Grafik 1.24 Perkembangan Net Ekspor Provinsi Sumatera Selatan

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

37.5

38.9

35.9

37.9 38.3

35.8

33.5

34.9

36.935.9

1.7

5.5

1.0 1.0

2.4

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

30.031.032.033.034.035.036.037.038.039.040.0

II III IV I II

2011

Ekspor Impor Net Ekspor (Aksis Kanan)

Persen Persen

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

27

Tabel 1.8 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD)

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, diolah

1.6. Perkembangan Ekspor Impor

1.6.1. Perkembangan Ekspor

Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Maret 2011 - Mei 2011) tercatat sebesar

USD1.270,55 juta, meningkat sebesar 70,49% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada

periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD745,25 juta. Dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, nilai ekspor tercatat meningkat sebesar 10,87% (qtq) dari sebesar

USD1.145,99 juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi

oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 88,40%.

Nilai ekspor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat

sebesar USD2.085,42 juta atau meningkat sebesar 106,27% (yoy) dibandingkan dengan

posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD1.011,00 juta.

Tabel 1.9

Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan volume, ekspor pada periode Maret 2011 - Mei 2011 tercatat sebesar

1.451,38 ribu ton, meningkat sebesar 156,14% (yoy) dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 566,63 ribu ton. Sementara dibandingkan triwulan

sebelumnya, mengalami peningkatan sebesar 13,19% (qtq) dari sebesar 1.282,28 ribu ton.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

28

Volume ekspor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat

sebesar 2.306,91 ribu ton atau meningkat sebesar 175,07% (yoy) dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 838,67 ribu ton.

Berdasarkan negara tujuan, ekspor ke Amerika Serikat pada triwulan ini tercatat

paling tinggi dengan pangsa sebesar 28,23%, mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang mencapai 29,81%. Sementara itu pangsa ekspor ke Cina

mengalami penurunan dari sebesar 15,95% pada triwulan sebelumnya menjadi 14,81%.

Grafik 1.25 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter

Bank Indonesia

Grafik 1.26 Perkembangan Volume Ekspor

Provinsi Sumatera Selatan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter

Bank Indonesia

Grafik 1.27 Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan

Berdasarkan Negara Tujuan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter

Bank Indonesia

Grafik 1.28 Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan

Negara Tujuan Mar 11-Mei 11

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

29

Tabel 1.11 Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

1.6.2. Perkembangan Impor

Nilai impor periode Maret 2011 - Mei 2011 tercatat sebesar USD123,04 juta, turun sebesar

5,30% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar

USD119,03 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi peningkatan nilai impor

sebesar 3,37% (qtq) dari sebesar USD119,03 juta. Penurunan nilai impor secara triwulanan

terkait dengan menurunnya impor mesin-mesin yang banyak digunakan dalam menunjang

kegiatan sektor industri pengolahan.

Nilai impor Sumsel tahun 2011 sampai dengan bulan Mei 2011 (ytd) tercatat

sebesar USD209,76 juta, meningkat sebesar 25,46% (yoy) dibandingkan dengan posisi

yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD167,19 juta.

Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 141,29 ribu ton atau meningkat

sebesar 21,08% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar 116,69 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor

tercatat mengalami peningkatan sebesar 25,63% (qtq) dari sebesar 112,46 ribu ton.

Tabel 1.10 Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

30

Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini didominasi Cina yakni sebesar

21,56%, kemudian disusul oleh Malaysia dengan pangsa sebesar 15,57%, dan Amerika

Serikat dengan pangsa sebesar 6,07%. Sementara itu, pangsa negara asal impor terbesar

selama tahun 2011 hingga Mei 2011 adalah Cina dengan pangsa sebesar 30,00%.

Grafik 1.31 Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan

Berdasarkan Negara Asal

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

Grafik 1.32 Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan

Negara Asal Mar 11-Mei 11

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

Grafik 1.29 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

Grafik 1.30 Perkembangan Volume Impor

Provinsi Sumatera Selatan

Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

31

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENURUN KENDATI MASIH BERADA PADA LEVEL OPTIMIS

I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan II 2011

Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang terhadap kondisi perekonomian selama triwulan II 2011 secara umum mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada periode laporan mencapai 120,26, meningkat dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencapai 126,72. Indeks Keyakinan Ekonomi Saat Ini (IKESI) turun ke level 106,53 dari sebelumnya yang sebesar 117,00. Sementara itu, rata-rata Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) turun dari 136,45 pada triwulan sebelumnya menjadi 133,98.

Grafik 1.

IKK, IKESI, IEK Tahun 2010 - 2011

20 

40 

60 

80 

100 

120 

140 

160 

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2010 2011

IKK IKESI IEK

Opt

imis

Pesi

mis

Suplemen 4

Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

32

Beberapa hal yang menjadi perhatian utama konsumen Palembang antara lain: ketersediaan lapangan kerja dan ketepatan waktu konsumsi (lihat grafik 2).

Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Konsumen Tahun 2010 - 2011

II. Keyakinan Konsumen

Secara umum IKK selama periode laporan mengalami tren penurunan. Pada bulan April tercatat sebesar 122,98, dengan IKESI dan IEK masing-masing 112,33 dan 133,63. Pada bulan Mei mengalami sedikit penurunan menjadi sebesar 122,22 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 107,23 dan 137,20. Sementara itu, IKK pada bulan Juni turun drastis ke level 115,57 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 100,03 dan 131,10.

2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi

Mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi selama periode laporan relatif tidak berubah dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hal itu terkonfirmasi dari besarnya persentase responden yang berpendapat demikian, yakni sebesar 46,33%. Sementara responden yang menyatakan lebih baik sebanyak 38,56%.

2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja

Dari sisi ketersediaan lapangan kerja, 40,56% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja saat ini sama dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Sementara itu lebih dari seperempat jumlah responden yakni mencapai 33,44% berpendapat bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja saat ini lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Namun demikian, optimisme responden terhadap ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan mendatang relatif tinggi. Sebanyak 39,78% responden berkeyakinan bahwa kondisi ketersediaan lapangan kerja pada 6 bulan yang akan datang akan lebih baik.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6

2010 2011

Penghasilan saat ini dibandingkan 6 bln yang lalu

Ekspektasi penghasilan 6 bulan yad

Ketersediaan lapangan kerja saat ini

Ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad

Ketepatan waktu pembelian (konsumsi) barang tahan lamaKondisi ekonomi 6 bulan yad

Opt

imis

Pesi

mis

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

33

2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan

Sebanyak 47,33% responden menyatakan bahwa penghasilan mereka saat ini sama jika dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hanya sekitar 7,00% responden yang berkeyakinan bahwa peghasilannya lebih buruk. Seiring dengan optimisme penerimaan bonus di akhir tahun, mayoritas responden atau sebesar 55,22% berkeyakinan bahwa penghasilan mereka pada 6 bulan mendatang akan lebih baik.

2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang

Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa harga barang/jasa pada 3 bulan yang akan datang akan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari 82,44% responden yang berpendapat bahwa harga-harga akan naik. Bahkan sebanyak 24,00% responden berkeyakinan bahwa harga pada 3 bulan mendatang akan naik secara signifikan. III. Profil Responden

3.1 Profil Responden Bulan April 2011

Profil responden pada bulan April 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1.

Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang

Periode Bulan April 2011

BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

34

3.2 Profil Responden Bulan Mei 2011

Profil responden pada bulan Mei 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Mei 2011

3.3 Profil Responden Bulan Juni 2011

Profil responden pada bulan Juni 2011 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Profil Responden Survei Konsumen Kota Palembang Periode Bulan Juni 2011

PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG

• Inflasi stabil di kisaran yang relatif rendah, yang didukung oleh iklim yang lebih kondusif.

• Walaupun terdapat beberapa permasalahan, namun tekanan inflasi baik dari sisi permintaan maupun penawaran terkendali.

2.1. Inflasi Secara Umum

Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan II 2011 sebesar 5,10% (yoy), atau relatif

stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang sempat mencapai 5,13% (yoy). Tekanan

inflasi periode ini tetap terkendali baik dari sisi permintaan maupun sisi penawaran. Lebih

rendahnya capaian inflasi tersebut dipengaruhi oleh deflasi yang cukup besar pada periode

panen, meskipun pada bulan Juni inflasi sudah kembali menunjukkan kecenderungan

peningkatan. Capaian inflasi pada triwulan II 2011 sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia

pada laporan sebelumnya yang memperkirakan inflasi akan bergerak pada kisaran 4,72 ±

0,5% dan sudah dalam setahun ini inflasi Palembang lebih rendah dibandingkan angka

nasional yang mencapai 5,54% (yoy) pada Juni ini.

Secara bulanan pada akhir triwulan II, inflasi kota Palembang pada bulan Juni 2011

tercatat sebesar 0,65% (mtm), meningkat jauh dibandingkan bulan Maret 2011 dimana

terjadi deflasi sebesar 0,77% (mtm). Namun demikian, angka inflasi tersebut masih lebih

baik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 0,95% (mtm). Rendahnya inflasi Juni

disebabkan oleh kondisi iklim pada tahun ini yang relatif lebih kondusif bagi produksi dan

distribusi pangan dibandingkan tahun lalu.

Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang

dan Nasional

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

BAB 2  

Grafik 2.2 Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang

dan Nasional

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

36

Grafik 2.3

Event Analysis Perkembangan Inflasi Palembang

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah

Kota Palembang saat ini telah melewati masa panen raya, sehingga inflasi bulanan

sudah terlihat meningkat kembali pada bulan Mei dan Juni 2011. Namun, terkendalinya

inflasi baik dari sisi penawaran maupun permintaan yang tercermin oleh tidak adanya shock

di kedua sisi menyebabkan inflasi tahunan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.

Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi

tahunan tertinggi yaitu sebesar 9,30% (yoy), diikuti oleh kelompok sandang dan kelompok

pendidikan yaitu masing-masing sebesar 8,79% dan 4,59% (yoy). Sebaliknya, inflasi yang

cukup rendah terjadi pada kelompok transportasi, yaitu sebesar 1,59% (yoy).

Bila dibandingkan dengan triwulan I 2011, perubahan inflasi tahunan pada masing-

masing kelompok barang dan jasa bervariasi. Kelompok bahan makanan mengalami

penurunan inflasi yang paling tajam dari sebesar 11,72% di triwulan I 2011 menjadi 9,30%

pada triwulan II 2011. Selain pengaruh tahun dasar yang signifikan karena terjadinya

anomali iklim yang substansial pada tahun lalu, penurunan inflasi kelompok bahan

makanan juga dipengaruhi oleh penyaluran raskin khususnya yang dilakukan selama

periode Maret 2011 sampai dengan Juni 2011. Selain bahan makanan, kelompok yang

mengalami perlambatan inflasi tahunan adalah kelompok sandang. Di sisi lain,

subkelompok makanan jadi, pendidikan dan kesehatan mengalami peningkatan inflasi

dibandingkan triwulan I 2011.

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

37

Secara bulanan, kenaikan harga kelompok bahan makanan sudah mulai melonjak

kembali mulai bulan Mei 2011, yang berlanjut pada bulan Juni 2011, yaitu masing-masing

sebesar 1,94% dan 1,92% (mtm), setelah sebelumnya mengalami deflasi selama tiga bulan

berturut-turut pada saat panen raya. Perkembangan yang sama juga diikuti oleh beberapa

kelompok lainnya, yakni kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, dan kelompok

sandang pada periode April – Juni 2011. Selain itu, terdapat juga kenaikan kelompok

kesehatan dan kelompok pendidikan secara bersamaan pada bulan April 2011.

Sejak awal 2010 hingga Maret 2011, inflasi tahunan yang paling tinggi terjadi pada

komponen volatile foods. Namun demikian, selisih inflasi volatile foods terhadap komponen

Grafik 2.6 Inflasi Tahunan Kota Palembang

per Kelompok Pengeluaran Triwulan II 2011

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang

dan Jasa di Palembang

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

Grafik 2.5 Perkembangan Inflasi Bulanan per Kelompok

Barang dan Jasa di Palembang

Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

38

yang lain menipis dibandingkan periode sebelumnya. Core inflation dan inflasi komponen

administered prices masih terbilang stabil, walaupun sedikit mengalami peningkatan.

Melalui disagregasi inflasi bulanan, dapat diketahui bahwa tekanan inflasi pada

triwulan II 2011 lebih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation, diikuti dengan

komponen volatile foods, ditinjau dari andil inflasi bulanan kedua komponen ini yang cukup

tinggi sepanjang April sampai dengan Juni 2011.

Sama halnya dengan perkembangan harga domestik, harga beberapa komoditas

pangan (terigu, beras, dan kedelai) di pasar internasional secara umum mengalami

penurunan pada triwulan II 2011 ini. Menurut Bloomberg, dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, harga beras di pasar internasional pada triwulan II 2011 mengalami penurunan

dari USD 477,71/metrik ton menjadi USD 412,28/metrik ton, atau turun sebesar 13,70%

(qtq). Harga beras secara tahunan menurun sebesar 3,08% (yoy). Sementara itu harga

terigu dan harga kedelai mengalami penurunan dari USD 7,60/bushel menjadi USD

7,38/bushel dan dari USD 13,58/bushel menjadi USD 12,77/bushel, atau masing-masing

turun cukup tajam sebesar 2,85% (qtq) dan 5,91% (qtq). Secara tahunan pertumbuhan

harga terigu dan kedelai masing-masing sebesar 95,33% dan 36,15% (yoy). Adapun harga

emas mengalami peningkatan sebesar 2,27% (qtq) dari USD 1.386,35/oz menjadi USD

1.417,77/oz. Peningkatan harga emas secara tahunan mencapai 18,71% (yoy).

Di sisi lain, Food Price Index yang dikeluarkan oleh Food and Agriculture Association

(FAO), menunjukkan bahwa harga pangan relatif sama pada Juni 2011 dan Maret 2011.

Food Price Index pada bulan Juni 2011 juga mengalami peningkatan drastis sebesar 39%

Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi Tahunan

Grafik 2.8 Disagregasi Inflasi Bulanan

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

39

dibandingkan tahun lalu, yang mengindikasikan bahwa penurunan harga pangan yang

terjadi hanya bersifat musiman, namun excess demand terhadap komoditas pangan secara

global sebenarnya semakin melebar.

Grafik 2.9 Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional

Perkembangan Harga Terigu

Sumber : Bloomberg, diolah

Perkembangan Harga Beras

Sumber : Bloomberg, diolah

Perkembangan Harga Emas

Sumber : Bloomberg, diolah

Perkembangan Harga Kedelai

Sumber : Bloomberg, diolah

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

40

HARGA VOLATILE FOODS NAIK TERKAIT PUASA DAN MENJELANG LEBARAN Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang memperlihatkan tendensi terjadinya tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 3,34% pada triwulan II 2011 dibandingkan posisi triwulan I 2011. Kemudian, pada minggu I Agustus 2011, harga-harga sudah naik 3,74% dibandingkan triwulan II 2011.

Grafik 1. Pergerakan Harga Bulanan Berdasarkan SPH

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

Suplemen 5

Grafik 2. Inflasi SPH dan Inflasi BPS

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

41

Sesuai dengan disagregasi inflasi berdasarkan kelompok core, volatile foods, dan administered prices, memperlihatkan bahwa harga komoditas-komoditas yang termasuk pada volatile foods pada triwulan II 2011 ini secara umum masih mengalami penurunan. Walaupun demikian, volatilitas harga kelompok tersebut secara mingguan cukup tinggi, yaitu dengan rentang perubahan harga sekitar -2% sampai dengan 2% secara mingguan. Selain itu, komponen core inflation juga mengalami fluktuasi harga yang cenderung tinggi, dengan rentang perubahan harga sekitar -2% sampai dengan 2% secara mingguan. Sementara itu, pergerakan perubahan harga kelompok administered prices secara mingguan terbilang sangat rendah, yaitu antara 0 sampai dengan 1%.

Pola pergerakan harga beberapa komoditas secara umum sedikit menurun secara triwulanan. Untuk komponen volatile foods, harga cabe merah mengalami penurunan sebesar 42,5% dibandingkan triwulan sebelumnya (qtq), harga beras mengalami tendensi

Grafik 3. Pergerakan Harga Beras

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

Grafik 4. Pergerakan Harga Minyak Goreng

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

Grafik 5. Pergerakan Harga Daging Ayam

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

Grafik 6. Pergerakan Harga Cabe Merah

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

42

penurunan sebesar 1,1% (qtq), sedangkan minyak goreng mengalami penurunan harga sebesar 3,3% (qtq). Di sisi lain, gula, daging ayam dan daging sapi mengalami peningkatan harga masing-masing sebesar 1,1%, 1,5% dan 0,3%. Sampai dengan Minggu I Agustus, volatile foods mengalami peningkatan harga sebesar 2,41% dibandingkan triwulan II 2011. Pada periode tersebut, harga beras, daging ayam, dan daging sapi naik masing-masing sebesar 4,2%, 6,7% dan 4,2%.

Berbeda halnya dengan volatile foods, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation cenderung meningkat. Harga emas mengalami peningkatan sebesar 7,7% (qtq), sementara harga nasi dan harga mie cenderung tetap. Sampai dengan Minggu I Agustus, core inflation mengalami peningkatan harga sebesar 4,58% dibandingkan triwulan II 2011.

Grafik 9. Pergerakan Harga Gula

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

Grafik 8. Pergerakan Harga Mie

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

Grafik 10. Pergerakan Harga Emas Perhiasan

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

Grafik 7. Pergerakan Harga Daging Sapi

*Minggu I Agustus 2011

Sumber : SPH KBI Palembang

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

43

2.2. Tekanan Inflasi Sisi Penawaran

Tekanan inflasi di sisi penawaran menurun dibandingkan tahun sebelumnya

utamanya disebabkan oleh iklim yang lebih kondusif untuk produksi maupun distribusi

pangan. Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah

hujan di wilayah Sumatera Selatan telah menurun dan berada di kisaran normal pada

periode April-Juni 2011, walaupun sempat berfluktuasi cukup tinggi pada awal April. Selain

itu, data Australian Bureau of Meteorology mengindikasikan bahwa la nina telah berakhir

dan temperatur di wilayah pasifik telah kembali normal. Hal ini berimplikasi pada

membaiknya produksi pangan secara global, setidaknya jika dibandingkan tahun

sebelumnya.

Permasalahan iklim yang mereda tersebut berimplikasi terutama melalui penurunan

inflasi tahunan bahan makanan atau penurunan inflasi komponen volatile foods. Seperti

yang dijelaskan sebelumnya, inflasi bahan makanan turun drastis dari 11,72% pada

triwulan I 2011 menjadi 9,30% (yoy) pada triwulan II 2011. Sementara itu, inflasi volatile

foods menurun dari 11,88% pada triwulan I 2011 menjadi 9,12% (yoy) pada triwulan II

2011.

Di sisi ekspektasi inflasi, hasil Survei Konsumen di Kota Palembang mengindikasikan

bahwa ekspektasi inflasi cenderung tinggi. Hal tersebut tercermin dari indeks net balance

perkiraan harga 3 bulan dan 6 bulan mendatang dibandingkan saat ini yang bernilai di atas

100, walaupun relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Tingginya ekspektasi

inflasi konsumen dipengaruhi oleh pengaruh hari raya keagamaan/hari besar lainnya,

Grafik 2.10 Perkembangan Rata-Rata Curah Hujan

Sumber: BMKG

Grafik 2.11 Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan Harga

Sumber: Survei Konsumen, BI

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

44

penurunan/pencabutan subsidi pemerintah, serta menurunnya ketersediaan barang dan

jasa. Tekanan dari faktor ekspektasi inflasi juga dikonfirmasi oleh peningkatan inflasi inti

seiring dengan kenaikan pendapatan.

Perkembangan nilai tukar Rupiah mengurangi tekanan inflasi. Nilai tukar Rupiah

yang cenderung masih terapresiasi terhadap Dollar AS dibandingkan awal tahun

diperkirakan telah mengurangi imported inflation yang antara lain terjadi melalui

penurunan biaya pembelian bahan baku impor. Pada Desember 2010, nilai tukar Rupiah

bergerak di kisaran Rp9.000, kemudian terapresiasi secara gradual hingga bergerak di

kisaran Rp8.500 pada bulan Juni 2011.

Permasalahan belum mencukupinya kualitas infrastruktur masih memberikan

kerentanan di sisi suplai. Pada jalan yang menghubungkan Palembang dan beberapa

kabupaten/kota lainnya di Sumatera Selatan, seringkali terjadi kemacetan yang membuat

waktu tempuh menjadi bertambah sampai 50% sehingga membuat kenaikan biaya dan

mengurangi efisiensi dalam perekonomian secara umum. Hal ini ke depan berpotensi

membuat kenaikan tarif angkutan.

Kemacetan antara lain terjadi karena kondisi jalan yang mengalami kerusakan.

Kerusakan jalan tersebut salah satunya diperparah oleh penggunaan jalan untuk

pengangkutan batubara karena rendahnya kapasitas sarana transportasi khusus batubara.

Di lain pihak, pihak pemerintah tidak dapat secara terus-menerus menjaga kondisi jalan

karena anggaran pemeliharaan yang sangat terbatas. Dua hal ini menunjukkan pentingnya

peningkatan anggaran dan percepatan belanja untuk infrastruktur secara signifikan.

Selain itu, terjadi kelangkaan BBM di beberapa Kabupaten, di antaranya Musi

Rawas, Lubuklinggau dan Ogan Ilir. Kelangkaan terjadi terutama disebabkan oleh

peningkatan konsumsi BBM dan kepanikan masyarakat atas ketidakjelasan pembatasan

BBM bersubsidi pada beberapa waktu lalu. Peningkatan konsumsi terjadi karena jumlah

kendaraan bermotor yang meningkat pesat seiring dengan pertumbuhan yang tinggi di

sektor pertanian, serta masih tingginya kebutuhan BBM untuk genset. Kondisi ini akan

menyebabkan efisiensi pemakaian kendaraan, dan menyebabkan aktivitas perekonomian

berlangsung tidak optimal.

Di sisi suplai pangan, terdapat permasalahan yaitu penyerapan beras petani yang

dilakukan oleh Bulog tidak sesuai dengan yang ditargetkan. Permasalahan tersebut dapat

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

45

terjadi karena harga pembelian pemerintah (HPP) yang masih lebih rendah dibandingkan

harga di tingkat petani.

Meskipun demikian, penyaluran beras yang dilakukan Bulog terbilang cukup baik,

yaitu sekitar 25 ribu ton untuk periode April – Juni 2011 (termasuk operasi pasar dan

Raskin). Kurangnya penyerapan beras Bulog dibandingkan targetnya akan lebih berimplikasi

pada stok beras. Stok beras di Bulog pada bulan Juni 2011 adalah sekitar 40 ribu ton,

mengalami penurunan 40% dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya yaitu sekitar

67 ribu ton.

Selain itu, berdasarkan data dari Disperindagkop Kota Palembang, stok beras di

kota palembang khususnya masih relatif aman karena persediaan di distributor mencapai

20 ribu ton. Kenaikan harga beras sendiri disebabkan oleh beberapa faktor antara lain

adalah terjadinya gagal panen di daerah lain sehingga beras asal Sumsel dikirim ke daerah

lain.

Kondisi pasokan beras secara inter regional Sumbagsel terjaga. Kondisi stok beras di

Bulog Divre Lampung dan Bulog Divre Bengkulu setara dengan 3-4 bulan penyaluran, sama

dengan kondisi stok di Bulog Divre Sumsel. Selain itu, berdasarkan Angka Ramalan (ARAM)

II 2011, produksi beras wilayah Sumbagsel di tahun 2011 ini akan lebih baik dibandingkan

tahun sebelumnya.

Grafik 2.12 Penyaluran dan Stok Beras Bulog

Sumber: Perum Bulog Divre Sumsel

Grafik 2.13 Konsumsi BBM Bersubsidi

Sumber: PT. Pertamina UPMS II

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

46

TREN STOK BERAS MENUNJUKKAN ANCAMAN INFLASI JANGKA MENENGAH

Beras merupakan salah satu komoditas yang paling menentukan dalam perkembangan inflasi, yang tidak lain disebabkan oleh bobotnya yang besar di dalam keranjang konsumsi. Suplai beras mempunyai sifat musiman yang sangat kuat yang bergantung pada masa panen. Karena itu, suplai beras akan tinggi pada bulan Maret-April setiap tahun, yakni pada periode panen raya beras di Sumatera Selatan.

Sesuai dengan hukum ekonomi, harga suatu barang akan tinggi saat terjadi excess demand, dan sebaliknya, harga turun pada saat terjadi excess supply. Karena itu, harga beras akan turun jauh pada saat panen raya, yang biasanya diikuti dengan terjadinya deflasi dalam perekonomian. Sebaliknya, harga beras akan naik dan memberikan tekanan serius pada inflasi di saat pasokan beras turun.

Sesuai dengan fungsinya, Bulog berperan dalam stabilisasi harga beras dengan membeli beras di saat suplai beras melimpah, dan menyalurkannya kembali di saat harga beras tinggi, yakni saat suplai beras berkurang. Peran Bulog ini cukup signifikan dalam mempengaruhi inflasi bahan makanan, yang ditunjukkan oleh korelasi antara stok beras di Bulog Divre Sumsel dan inflasi bahan makanan tahunan yang mencapai -0,7.

Data 30 bulan terakhir menunjukkan bahwa stok beras di Bulog mengalami penurunan yang robust, bila faktor musiman dihilangkan. Rata-rata stok beras bulanan di Bulog mencapai 57 ribu ton pada 2009, menurun 31% menjadi 39 ribu ton pada 2010. Hal ini tentu akan mengurangi kemampuan Bulog untuk melakukan stabilitasi harga beras dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan estimasi proyeksi logaritmik, rata-rata stok beras bulanan di Bulog akan turun kembali menjadi sekitar 18 ribu ton pada 2011, dan menjadi 14 ribu ton pada 2012. Angka tersebut sudah sangat dekat dengan rata-rata penyaluran beras bulanan di Bulog yang sebesar 10 ribu ton (jumlah operasi pasar dan Raskin). Dengan kata lain, kemampuan stok tersebut hanya ekuivalen untuk sekitar 1-2 bulan penyaluran. Dalam kondisi seperti ini, terdapat potensi dikuranginya jumlah beras yang akan disalurkan ke pasar.

Suplemen 6

Grafik 1. Perkembangan Stok Beras dan Inflasi Bahan Makanan

Sumber: Bulog Divre Sumsel dan BPS

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

47

Bila proyeksi baseline tersebut terealisasi, kemampuan Bulog dalam mempengaruhi harga beras akan berkurang pada tahun 2011 dan 2012. Proyeksi baseline, adalah perkiraan kondisi yang terjadi tanpa adanya shock yang signifikan. Karena itu, kondisi ini dapat dicegah dengan adanya perubahan kebijakan, antara lain dengan peningkatan harga pembelian pemerintah untuk beras dan menyesuaikan jenis beras yang disalurkan dengan jenis beras yang dominan beredar di pasar. Di sisi lain, perlu diupayakan pengawalan terhadap pencapaian target produksi komoditas pangan dan mengeliminir faktor-faktor negatif yang dapat mengganggu pencapaian target. Terkait hal tersebut, diperlukan pemantauan terhadap ketersediaan saprodi dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau, serta memastikan kesiapan sistem irigasi dan antisipasi organisme pengganggu tanaman.

Grafik 1. Perkembangan Stok Beras: Aktual dan Proyeksi sampai 2012

Sumber: Bulog dan Estimasi BI

Grafik 2. Proyeksi Stok Beras: Seasonal Adjusted (SA) dan Tren Jangka Panjang (NR)

Sumber: Estimasi BI

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

48

2.3. Tekanan Inflasi Sisi Permintaan

Tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya,

namun meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tekanan inflasi tersebut

utamanya disebabkan oleh adanya tingginya harga komoditas unggulan Sumatera Selatan,

antara lain karet dan sawit. Harga komoditas karet di pasar internasional meningkat

47,14% (yoy), sedangkan harga komoditas CPO di pasar internasional meningkat 42,00%

(yoy).

Sumbangan inflasi kelompok core (inti) terhadap inflasi umum tahunan paling

tinggi dibandingkan dua komponen lainnya, menggantikan posisi volatile foods yang

sebelumnya mendominasi. Hal ini mengindikasikan adanya tarikan inflasi dari sisi

permintaan yang cukup dominan, yang didorong oleh kenaikan pendapatan masyarakat

dibandingkan tahun sebelumnya. Pada kelompok grass-root, kenaikan pendapatan tersebut

dapat dicerminkan oleh kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) yang cukup signifikan

dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut dapat terjadi karena kenaikan harga

komoditas unggulan yang tajam sejak tahun lalu, walaupun pada beberapa bulan terakhir

cenderung konstan atau terkoreksi. Selain itu, terjadi kenaikan upah tukang bukan mandor

yang berkontribusi cukup besar pada inflasi Mei 2011.

Secara teoretis, tekanan inflasi dari sisi permintaan secara langsung digambarkan

oleh output gap, yakni selisih antara output aktual dan output potensial. (Lihat Suplemen 6.

Peran Output Gap Sumatera Selatan dalam Mempengaruhi Inflasi Palembang). Hasil

Grafik 2.15 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Sumber: BPS Provinsi Sumsel

100

102

104

106

108

110

112

6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2010 2011

Nilai Tukar Petani

Indeks

Grafik 2.14 Andil Disagregasi Inflasi Tahunan

Sumber: BPS Provinsi Sumsel

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

49

estimasi mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan output gap pada

triwulan IV 2010, yang memberikan dampak terhadap inflasi tahunan pada triwulan II

2011. Selain itu, output gap saat ini mengalami peningkatan kembali.

Optimisme konsumen tetap terjaga walaupun mengalami penurunan dibandingkan

triwulan I 2011, seiring dengan terkoreksinya harga komoditas unggulan. Konsumen yang

terbilang optimis akan senantiasa melakukan konsumsi sehingga akan memberikan

tekanan inflasi dari sisi permintaan.

Tekanan inflasi kelompok inti berasal dari komoditas non-food khususnya emas

terus meningkat. Di pasar internasional, harga emas juga mengalami peningkatan yang

robust seiring dengan ketidakjelasan prospek ekonomi AS, mengingat emas dipandang

dapat mensubstitusi Dollar AS sebagai save haven. Secara bulanan emas memberikan

sumbangan inflasi yang cukup besar.

Grafik 2.16 Perkembangan Output Gap dan Inflasi

Sumber: BPS, Estimasi Peneliti BI

Grafik 2.17 Perkembangan Keyakinan Konsumen

Sumber: Survei Konsumen BI Palembang

BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang

50

PERAN OUTPUT GAP SUMATERA SELATAN DALAM MEMPENGARUHI

INFLASI PALEMBANG

Output gap merupakan kesenjangan antara output aktual dan output potensial dalam perekonomian. Output gap yang positif mengindikasikan perkembangan permintaan agregat yang melebihi penawaran agregat, yang kemudian akan memicu inflasi. Karenanya, output gap yang positif juga dikenal dengan inflationary gap. Sebaliknya, output gap yang negatif akan cenderung memicu deflasi.

Dengan mengingat Okun’s Law, output gap yang terjadi juga merefleksikan pengangguran siklikal yang terjadi pada perekonomian. Pengangguran siklikal adalah selisih antara pengangguran aktual dan tingkat pengangguran natural (NAIRU) di dalam perekonomian. Semakin rendah pengangguran siklikal, maka output gap yang terjadi akan semakin tinggi.

Dalam memperkirakan output gap, langkah yang dilakukan pertama kali adalah mengestimasi PDRB harga konstan dengan penyesuaian musiman (seasonally adjusted) dengan menggunakan metode X12-ARIMA yang sering dipergunakan oleh US Census Bureau. Kemudian, PDRB yang telah dinetralkan faktor musimannya tersebut diproses dengan menggunakan Hodrick-Prescott Filter. Namun metode ini mempunyai kekurangan antara lain disinyalir cenderung overshooting pada saat boom, dan cenderung undervalue pada saat krisis.

Output gap Sumatera Selatan hasil estimasi terlihat berkorelasi kuat dengan inflasi tahunan Palembang 1 sampai dengan 3 triwulan ke depan. Korelasi output gap periode t-1 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,70, korelasi output gap periode t-2 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,83, dan korelasi output gap periode t-3 dengan inflasi tahunan periode t mencapai 0,73.

Korelasi yang kuat tersebut juga terlihat dari pergerakan dua indikator tersebut pada grafik 1, dimana pergerakan inflasi tahunan mengikuti output gap beberapa 1-3 periode sesudahnya, kecuali saat terjadi shock yang besar pada administered prices, yaitu pada periode tahun 2005-2006.

Grafik 1. Output Gap dan Inflasi

Sumber: BPS dan Estimasi BI

Suplemen 7

  

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

• Pertumbuhan kredit di sektor industri pengolahan 58,42% (yoy) mendorong akselerasi penyaluran kredit kepada lapangan usaha.

• NPL sedikit naik dari 1,87% menjadi 2,29%, disumbang utamanya oleh sektor perdagangan seiring koreksi harga komoditas unggulan.

3.1. Kondisi Umum

Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi

Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan II

2011 (data hingga Mei 2011) dari beberapa

indikator seperti total aset, penghimpunan

Dana Pihak Ketiga (DPK) dan penyaluran

kredit/pembiayaan mengalami peningkatan

yang diiringi dengan kecenderungan penurunan

suku bunga.

Secara triwulanan (qtq) total aset

perbankan Sumsel tumbuh sebesar 3,98%

menjadi Rp56,85 triliun dan secara tahunan

meningkat 26,22% (yoy) dibandingkan triwulan

yang sama pada tahun sebelumnya.

Penghimpunan DPK triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 25,48% (yoy)

dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp36,56 triliun menjadi Rp45,88 triliun, dan secara

triwulanan tercatat meningkat sebesar 4,57% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/

pembiayaan secara tahunan mengalami peningkatan sebesar 30,96% (yoy) dari Rp30,05

triliun menjadi Rp39,36 triliun.

Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) secara tahunan (yoy) tercatat

mengalami peningkatan sebesar 24,85% dari Rp20,74 triliun menjadi sebesar Rp25,89

triliun. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengalami peningkatan

sebesar 5,57%.

Peningkatan penghimpunan DPK yang lebih rendah dari pertumbuhan penyaluran

pembiayaan/kredit secara triwulanan telah menyebabkan peningkatan Loan to Deposit

Ratio (LDR) triwulan II menjadi 85,79% dari sebelumnya 84,21% di triwulan I.

Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perban kan Provinsi Sumatera Selatan

* Posisi Mei 2011

BAB 3  

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

52      

Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan  

*Posisi Mei 2011

 

3.2. Kelembagaan

Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel

sampai dengan triwulan II 2011 berjumlah 57

bank. Jumlah kantor bank sebanyak 550 kantor

yang terdiri dari 4 Kantor wilayah Bank Umum

Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah

Daerah, 18 Kantor Pusat BPR/S, 65 Kantor

Cabang Bank Umum Konvensional, 12

Kantor Cabang Bank Umum Syariah dan 7

Kantor Cabang BPR/S, 325 Kantor Cabang

Pembantu Bank Umum Konvensional, 44

Kantor Cabang Pembantu Bank Umum Syariah,

serta 63 Kantor Kas Bank Umum, 6 Kantor Kas Bank Syariah dan 5 Kantor Kas BPR.

Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tercatat sebanyak 523 unit.

3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)

3.3.1 Penghimpunan DPK

Jika dibandingkan dengan akhir triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK

mengalami peningkatan sebesar 25,48%. Simpanan berjangka/deposito mengalami

peningkatan paling pesat, yaitu dari Rp14,31 triliun menjadi Rp19,67 triliun atau meningkat

sebesar 37,47%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 28,98% menjadi Rp18,90

triliun. Sementara itu, giro tercatat menurun dari Rp7,60 triliun menjadi sebesar Rp7,31

triliun atau sebesar 3,84%.

Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar

4,57% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito, simpanan tabungan dan

giro masing-masing sebesar 5,83%, 3,93% dan 2,93%.

Berdasarkan pangsa masing-masing komponen DPK, simpanan deposito tercatat

memiliki pangsa terbesar yaitu sebesar 42,87%. Sementara itu simpanan tabungan dan

giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 41,20% dan 15,93%.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

53  

 

 3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota

Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang mengelompokkan

perkembangan penghimpunan DPK berdasarkan 13 kabupaten/kota, DPK di Kabupaten

Banyuasin digabungkan ke DPK Kabupaten Musi Banyuasin, sedangkan DPK di Kabupaten

Lahat digabungkan ke DPK Kota Pagar Alam. Berdasarkan laju pertumbuhan secara

tahunan (yoy), penghimpunan DPK Ogan Komering Ulu Timur tercatat mengalami

pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 86,48% atau dengan pangsa pertumbuhan

tahunan sebesar 0,82%. Kota Palembang mencatat kontribusi terhadap pertumbuhan

tahunan yang tinggi, yaitu sebesar 15,19%. Pada periode ini, Empat Lawang merupakan

satu-satunya wilayah yang mengalami pertumbuhan kredit negatif secara tahunan, yaitu

menurun sebesar 9,80%.

Pertumbuhan DPK secara triwulanan di berbagai kabupaten/kota secara umum

pada periode ini cukup tinggi. Wilayah Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir tercatat sebagai

wilayah dengan peningkatan penghimpunan DPK terbesar secara triwulanan yakni masing-

masing naik sebesar 12,56% dan 12,45%. Tidak terdapat satu pun wilayah yang mencatat

penurunan DPK dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK Kota Palembang tercatat

berkontribusi terbesar sebagai pendorong pertumbuhan DPK secara triwulanan yaitu

dengan andil sebesar 2,25%, diikuti dengan Muara Enim dan Musi Banyuasin dengan andil

masing-masing sebesar 0,68% dan 0,52%. Berdasarkan pangsa, DPK Kota Palembang

masih merupakan wilayah dengan pangsa terbesar yakni sebesar 64,70% dari total DPK

Grafik 3.3 Pertumbuhan D PK Perban kan di Provinsi Sumatera Selatan

*Posisi Mei 2011

Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Tr iwulan II 2011

di Provinsi Sumatera Selatan

* Posisi Mei 2011

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

54      

Sumatera Selatan, diikuti oleh Muara Enim dan Musi Banyuasin yaitu masing-masing

sebesar 12,72% dan 5,27%. Sementara itu, wilayah yang mempunyai pangsa terkecil

adalah Musi Rawas dengan pangsa sebesar 0,16%.

Tabel 3.1 Pertumbuhan DPK Perban kan p er Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)

Kabupaten/Kota 2010 2011

II III IV I II*

Kab. Musi Banyuasin 1,795,384 1,803,372 1,666,455 2,202,474 2,420,171

Kab. Ogan Komering Ulu 1,166,979 1,202,715 1,336,804 1,489,224 1,594,925 Kab. Muara Enim 4,551,634 4,774,547 4,882,373 5,539,522 5,835,868

Kab. Musi Rawas 44,019 52,044 66,728 65,631 73,876

Kab. Ogan Komering Ilir 545,288 513,551 406,380 562,338 620,506 Kab. Ogan Komering Ulu Selatan 166,711 190,915 164,747 212,969 224,878

Kab. Ogan Komering Ulu Timur 232,120 232,044 250,204 392,796 432,860 Kab. Ogan Ilir 149,082 123,757 156,944 225,637 253,729

Kab. Empat Lawang 135,434 124,716 62,493 115,740 122,164

Kota Palembang 24,041,850 25,651,349 28,594,050 28,686,338 29,685,772 Kota Lubuklinggau 1,467,913 1,465,239 1,451,707 1,651,282 1,775,026

Kota Prabumulih 1,205,031 1,288,579 1,347,872 1,482,956 1,512,083 Kota Pagar Alam 1,062,856 1,123,496 1,173,236 1,248,691 1,329,119

Sumatera Selatan 36,564,301 38,546,324 41,559,992 43,875,597 45,880,977

*Posisi Mei 2011

3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan

3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral

Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 30,96%

dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp30,05 triliun menjadi Rp39,36 triliun. Laju

pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit sektor jasa listrik, gas, dan air dan kredit sektor

industri pengolahan masing-masing sebesar 99,47% dan 58,42%.

Andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara tahunan dikontribusikan oleh

penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan, yaitu sebesar 7,01%. Sementara itu,

penyaluran kredit di sektor pertanian, peternakan, kehutanan & perikanan memberikan

andil terbesar pada pertumbuhan kredit secara triwulanan.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

55  

Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral

Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)

Sektor 2010 2011

II III IV I II* Lapangan Usaha 18,247,235 19,858,960 20,825,598 22,231,120 23,856,263

Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

4,264,192 4,743,961 4,615,843 4,223,898 4,615,892

Pertambangan dan Penggalian 518,410 587,749 589,332 640,709 593,572

Industri Pengolahan 3,013,446 3,281,127 4,104,449 4,434,686 4,774,040

Listrik, Gas dan Air Bersih 284,303 637,027 624,922 590,563 567,103

Konstruksi 1,601,000 1,638,450 1,501,290 1,530,199 1,714,671

Perdagangan, Hotel dan Restoran

5,279,461 6,292,423 6,481,349 6,622,945 6,842,997

Pengangkutan dan Komunikasi 463,654 375,393 372,121 442,048 559,398

Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan 527,656 695,900 1,117,779 808,936 819,292

Jasa-jasa 2,295,113 1,606,930 1,418,512 2,937,136 3,369,299

Bukan Lapangan Usaha 11,807,676 12,652,426 12,238,269 14,714,745 15,503,040

Rumah Tinggal 2,667,146 2,623,963 2,786,533 2,954,349 3,088,285

Flat dan Apartemen 2,751 3,640 4,873 5,695 6,594

Rumah Toko (Ruko) dan Rumah Kantor (Rukan)

264,402 333,612 390,878 428,388 463,354

Kendaraan Bermotor 1,431,090 1,614,156 1,605,481 2,011,940 2,234,954

Lainnya 7,442,287 8,077,056 7,450,503 9,314,373 9,709,853

Total Pinjaman 30,054,911 32,511,385 33,063,866 36,945,864 39,359,303

*Posisi Mei 2011

Pertumbuhan penggunaan kredit

perbankan pada kelompok yang tidak

termasuk lapangan usaha (konsumsi)

lebih kecil d ibandingkan yang disalurkan

pada sektor produksi. Pertumbuhan

kredit yang tertinggi secara tahunan

dicapai oleh kredit untuk flat dan

apartemen serta kredit untuk ruko dan

rukan, yaitu masing-masing sebesar

139,69% dan 75,25%. Sementara itu,

kredit kendaraan bermotor tumbuh

56,17%.

Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral

Provinsi Sumatera Selatan Triwulan I I 2011

 *Posisi Mei 2011

 

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

56      

3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan

Penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengalami perubahan yang bervariasi

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit investasi

mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp5,37 triliun menjadi Rp7,35 triliun atau

36,75%. Kredit konsumsi mencatat pertumbuhan sebesar 31,48% dan kredit modal kerja

meningkat 28,07% (yoy). Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk

investasi mengalami tercatat mengalami peningkatan yang juga tertinggi yaitu sebesar

12,66%. Penyaluran kredit modal kerja mengalami peningkatan sebesar 5,09%, sedangkan

kredit konsumsi tercatat meningkat sebesar 5,36%.

Berdasarkan jenis penggunaan, penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit

modal kerja yakni sebesar 41,95%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar

39,39%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 18,66%. Jika diperhatikan pula data

triwulan sebelumnya, telah terjadi sedikit penurunan pada proporsi kredit modal kerja dari

sebelumnya sebesar 42,53%.

3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten

Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang mengelompokkan

perkembangan penyaluran kredit berdasarkan 15 kabupaten/kota. Berdasarkan daerah

penyaluran kredit, wilayah Banyuasin merupakan wilayah dengan pertumbuhan kredit

tahunan (yoy) tertinggi yaitu sebesar 81,23%, diikuti o leh wilayah Musi Banyuasin dan

Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan

Provinsi Sum atera Selatan

*Posisi Mei 2011

 

Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit /Pembiayaan

Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan II 2011

 *Posisi Mei 2011

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

57  

Pagar Alam yaitu masing-masing sebesar 55,55% dan 51,44%. Wilayah Palembang, Musi

Banyuasin, dan Ogan Komering Ulu tercatat sebagai wilayah yang berkontribusi paling

signifikan dalam penyaluran kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy) yakni dengan andil

pertumbuhan masing-masing sebesar 16,42%, 5,03% dan 2,72%.

Tabel 3.3 Perkembang an Penyaluran Kredit/Pemb iayaan Perb ankan per W ilayah

di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)

Wilayah 2010 2011

II III IV I II*

Kab. Musi Banyuasin 2,289,151 2,968,083 2,601,474 3,252,876 3,560,874

Kab. Ogan Komering Ulu 1,613,709 1,716,621 1,785,652 2,126,189 2,349,198

Kab. Muara E nim 1,805,130 1,886,641 1,795,061 2,081,055 2,118,347

Kab. Lahat 720,918 743,878 688,390 844,532 889,987

Kab. Musi Rawas 766,553 841,437 717,543 902,040 1,009,014

Kab. Ogan Komering Ilir 2,206,060 2,246,651 2,215,769 2,300,032 2,498,186

Kab. Ba nyuasin 452,026 498,367 540,384 780,523 819,209

Kab. Ogan Komeing Ulu Selatan 196,441 210,307 213,907 240,653 268,273

Kab. Ogan Komeing Ulu Timur 368,016 390,110 406,036 450,253 490,092

Kab. Ogan Ilir 278,812 273,492 285,745 299,512 306,055

Kab. Empat Lawang 79,270 91,596 92,054 104,103 114,184

Kota Palembang 16,810,504 18,061,677 19,225,490 20,639,760 21,794,136

Kota Lubuklinggau 1,130,351 1,146,571 1,148,454 1,381,331 1,484,589

Kota Prabumulih 1,066,585 1,121,427 1,065,379 1,154,849 1,246,172

Kota Pagar Alam 271,384 314,527 282,531 388,158 410,988

Sumatera Selatan 30,054,911 32,511,385 33,063,866 36,945,864 39,359,303

*Posisi Mei 2011

Pada pertumbuhan secara triwulanan, wilayah Musi Rawas tercatat sebagai wilayah

dengan pertumbuhan kredit paling cepat, yaitu sebesar 11,86%, yang diikuti oleh Ogan

Komering Ulu Selatan dan Komering Ulu yaitu masing-masing sebesar 11,48% dan

10,49%. Pada triwulan ini, tidak ada satu wilayah pun yang mengalami pertumbuhan

penyaluran kredit negatif. Menurut kontribusinya terhadap pertumbuhan kredit triwulanan

Sumatera Selatan, wilayah Palembang dan Musi Banyuasin tercatat sebagai wilayah dengan

kontribusi tertinggi terhadap pertumbuhan kredit/pembiayaan yakni masing-masing sebesar

3,10% dan 0,86%.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

58      

Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Pro vinsi Sum atera Selatan Triwulan II 2011

Berdasarkan Wilayah

*Posisi Mei 2011

Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa

penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 55,37%. Kemudian disusul oleh Musi Banyuasin

dan Ogan Komering Ilir yaitu masing-masing mempunyai pangsa sebesar 9,05% dan

6,35%.

3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM)

Realisasi kredit Mikro, Kecil, dan

Menengah (MKM) pada triwulan ini

secara tahunan tercatat mengalami

peningkatan dari posisi yang sama

tahun sebelumnya, yakni meningkat

sebesar 24,85% (yoy) dari Rp20,79

triliun menjadi sebesar Rp25,89 triliun.

Secara triwulanan, realisasi kredit MKM

meningkat cukup drastis, yaitu sebesar

5,57% (qtq).

Grafik 3.9 Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit

 *Posisi Mei 2011

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

59  

Berdasarkan plafon kredit, realisasi penyaluran kredit kecil masih mencatat

pertumbuhan tertinggi secara tahunan. Secara tahunan (yoy), perkembangan realisasi

penyaluran kredit mikro (plafon sd. Rp50 juta) mengalami peningkatan sebesar 14,85%,

sedangkan kredit kecil (plafon Rp51 juta s.d. Rp500 juta), dan menengah (Rp501 juta s.d.

Rp5 miliar) masing-masing meningkat sebesar 35,33%, dan 16,58%. Secara triwulanan

(qtq), perkembangan realisasi penyaluran kredit usaha mikro dan kredit usaha kecil masing-

masing meningkat sebesar 3,46% dan 7,05%, sedangkan penyaluran kredit menengah

masih meningkat sebesar 4,78%.

Menurut komposisinya, kredit kecil mempunyai pangsa tertinggi yaitu sebesar

50,53% dari keseluruhan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah, kemudian disusul oleh kredit

mikro dan kredit menengah yang masing-masing mempunyai pangsa sebesar 25,14% dan

24,32%.

3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan

Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku

bunga pinjaman pada triwulan II 2011 mengalami penurunan. Penurunan bunga simpanan

secara lebih landai d ibandingkan penurunan suku bunga pinjaman mempersempit spread

suku bunga kredit perbankan.

3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan

Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu

1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami penurunan

bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Suku bunga simpanan mengalami

penurunan setelah meningkat pada

beberapa periode terakhir. Rata-rata suku

bunga simpanan tercatat sebesar 7,19%,

menurun dibandingkan dengan tingkat suku

bunga simpanan pada triwulan sebelumnya

(qtq) yang tercatat sebesar 7,30%, dan juga

lebih rendah dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya (yoy), yang

sebesar 7,22%.

Grafik 3.10 Perkembang an Suku Bunga Simpanan

Sumatera Selatan

 *Posisi Mei 2011

 

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

60      

Grafik 3.11 Perkembang an Suku Bunga Pin jaman

Sumatera Selatan

 

*Posisi Mei 2011

Bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, berdasarkan jangka waktu

simpanan, jenis simpanan dengan berbagai jangka waktu mengalami perubahan yang

bervariasi. Penurunan suku bunga yang secara relatif paling tajam terjadi pada jenis

simpanan dengan jangka waktu 6 bulan, yaitu sebesar 0,21%.

Suku bunga simpanan yang tertinggi saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan

dengan jangka waktu 12 bulan, yakni sebesar 7,42%. Sedangkan suku bunga simpanan

yang memiliki rate paling rendah adalah dengan jangka waktu 24 bulan yakni sebesar

7,00%.

3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman

Perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal

kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, secara rata-rata mengalami penurunan baik

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), maupun dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (qtq).

Rata-rata tingkat suku bunga

pinjaman tercatat sebesar 14,63%, menurun

apabila dibandingkan dengan tingkat suku

bunga pinjaman pada triwulan sebelumnya

(qtq) yang sebesar 15,62%. maupun

dibandingkan dengan tahun sebelumnya

(yoy) yang tercatat sebesar 15,08%.

Berdasarkan penggunaan, suku bunga kredit

yang tertinggi pada triwulan II 2011 adalah

suku bunga kredit konsumsi, yaitu sebesar

17,10%. Sementara itu kredit investasi

tercatat sebagai kredit dengan suku bunga

terendah, yakni sebesar 13,35%.

Meskipun merupakan yang terendah, suku bunga kredit investasi mengalami sedikit

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 13,26% menjadi 13,35%.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

61  

3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga

Spread suku bunga bank umum

konvensional, yaitu selisih antara suku

bunga kredit dan suku bunga

simpanan perbankan tercatat

mengalami penurunan pada triwulan II

2011 menjadi 7,43% dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar

8,32%. Selain itu, angka tersebut lebih

rendah dibandingkan tahun

sebelumnya yang sebesar 7,85%.

3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan

Tingkat Non-Performing Loan (NPL)

gross bank umum Sumatera Selatan

pada triwulan II 2011 sebesar 2,32%,

meningkat dibandingkan kondisi tahun

sebelumnya yang sebesar 1,99%, dan

dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 1,96%. Sementara itu,

NPL net (sudah memperhitungkan

PPAP) posisi triwulan II 2011 tercatat

sebesar 0,98%, sedikit meningkat

apabila dibandingkan tingkat NPL net

triwulan sebelumnya.

Perubahan NPL gross pada periode triwulan II 2011 secara umum bervariasi pada

setiap kelompok bank. NPL pada Bank pemerintah meningkat dari 1,96% menjadi 2,60%.

Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) mengalami penurunan NPL dari 1,64% menjadi

1,54%. Sementara itu, NPL pada BPR mengalami penurunan dari 6,85% menjadi 5,74%.

Persentase NPL gross bank umum konvensional terbesar masih bersumber dari sektor

perdagangan yakni sebesar 35,22%, namun telah menurun dari triwulan sebelumnya yang

Grafik 3.12 Perkembang an Spread Suku Bunga Sumatera Selatan

 *Posisi Mei 2011

Grafik 3.13 Perkembang an NPL Perban kan Sumatera Selatan

*Posisi Mei 2011

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

62      

mencapai 37,81%. Sektor pertanian tercatat menyumbang NPL sebesar 5,03% dan sektor

konstruksi tercatat menyumbang NPL sebesar 7,70%. Berubahnya proporsi NPL di sektor–

sektor tersebut pada umumnya lebih bersifat temporer bergantung pada faktor musiman

permintaan barang dan jasa serta cash flow yang secara umum berbeda pada masing-

masing sektor.

3.7. Rentabilitas Perbankan

Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 1,52%, lebih rendah dibandingkan BPR

yang mencapai 2,04% namun masih lebih tinggi dibandingkan BUSN yang mencapai

1,28%. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) Bank

Pemerintah sebesar 91,40%. Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu

masing-masing sebesar 82,53% dan 70,73%.

Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan II 2011

No Indikator Angka Rasio*

Bank Pemerintah BUSN BPR

1 Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

91.40 82.53 70.73

2 Return on Asset (ROA) 1.52 1.28 2.04

3 Keuntungan (dalam Rp juta) 593,106 208,880 14,965

* Posisi Mei 2011

Grafik 3.15 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwulan II 2011

*Posisi Mei 2011

Grafik 3.14 Perkembang an NPL m enurut Kelompok B ank

*Posisi Mei 2011

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

63  

3.8. Kelonggaran Tarik

Dari Laporan Bank Umum (LBU) di wilayah

KBI Palembang diperoleh informasi bahwa

undisbursed loan (kredit yang belum ditarik

oleh debitur) pada triwulan II 2011 tercatat

sebesar Rp2,26 triliun atau 7,34% dari

plafon kredit yang disetujui oleh perbankan,

meningkat dibandingkan dengan tahun

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,90

triliun atau 7,48%, dan juga meningkat bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp2,10 triliun atau

7,16%.

3.9. Risiko Likuiditas

Likuiditas bank umum konvensional di

Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan

II 2011 tergolong cukup likuid dengan

besaran angka rasio likuiditas sebesar

78,96% 1. Rasio tersebut tercatat

menurun jika dibandingkan dengan rasio

likuiditas triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 81,55%. Menurunnya

rasio likuiditas merupakan dampak dari

kenaikan aktiva likuid < 1 bulan sebesar

5,25% (qtq) menjadi sebesar Rp34,50

triliun yang disertai dengan peningkatan

pasiva likuid < 1 bulan secara lebih tinggi,

yaitu sebesar 20,55% (qtq) menjadi

sebesar Rp43,70 triliun.

                                                                         1 Diperoleh melalui  rasio  nila i aktiva likuid  < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan  

Grafik 3.16 Perkembang an Undisbursed Loan

Perban kan Sumatera Selatan

*Posisi Mei 2011

 

Grafik 3.17 Perkembang an Risiko Likuiditas

Perban kan Sumatera Selatan

 *Posisi Mei 2011

 

 

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

64      

3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah

Perkembangan bank umum Syariah dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja

yang baik. Total aset pada triwulan II 2011 (hingga akhir Mei 2011) tercatat sebesar

Rp2.564,2 miliar, meningkat sebesar 47,56% dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp1.737,7 miliar, dan juga meningkat apabila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengalami peningkatan

sebesar 12,78%.

Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp1.787,5 miliar, meningkat sebesar 54,61%

(yoy) dan meningkat sebesar 19,74% (qtq). Dana investasi tidak terikat mendominasi

pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 88,78% atau sebesar Rp1.586,9 miliar yang

terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp559,5 miliar (pangsa 31,30% dari

total DPK) dan deposito mudharabah sebesar Rp1.027,5 miliar (pangsa 57,48% dari total

DPK).

Tabel 3.5 Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)

INDIKATOR 2010 2011

II III IV I II*

Total Aset 1,737,731 2,008,655 2,160,856 2,273,600 2,564,206

Dana Pihak Ketiga 1,156,153 1,294,504 1,454,274 1,492,833 1,787,473

1. Simpanan Wadiah 130,473 159,938 197,031 185,015 200,525

- Giro Wadiah 75,080 94,874 119,916 101,282 114,832

- Tabungan Wadiah 55,393 65,064 77,115 83,733 85,693

2. Dana Investasi tidak terikat 1,025,680 1,134,566 1,257,243 1,307,818 1,586,948

- Tabungan Mudharabah 433,700 447,822 491,594 529,852 559,494

- Deposito Mudharabah 591,980 686,744 765,649 777,966 1,027,454

Komposisi Pembiayaan 1,356,821 1,453,330 1,565,633 1,711,983 1,814,680

- Piutang Murabahah 869,120 929,506 1,000,731 1,078,102 1,150,892

- Piutang Istishna 1,753 1,881 1,797 469 458

- Piutang Qardh 85,373 91,414 114,773 166,785 174,747

- Pembiayaan Mudharabah 213,776 228,497 236,958 244,094 256,120

- Pembiayaan Musyarakah 185,764 200,212 209,192 219,828 229,502

Aktiva Ijarah 1035 1820 2182 2705 2961

Non Performing Financing 1.34 2.70 2.00 2.15 1.90

*) Posisi Mei 2011 

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah

65  

Penyaluran pembiayaan juga mengalami peningkatan secara tahunan, yaitu sebesar

33,74% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 6,00% (qtq). Dari total penyaluran

pembiayaan yang mencapai Rp1.814,7 miliar, piutang murabahah memiliki pangsa sebesar

63,42% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan mudharabah tercatat sebesar

Rp 256,1 miliar atau memiliki pangsa sebesar 14,11% dan pembiayaan musyarakah

tercatat sebesar Rp229,5 miliar atau memiliki pangsa sebesar 12,65%. Sementara itu,

piutang qardh, piutang istishna dan aktiva ijarah pangsanya masih relatif kecil yakni

masing-masing sebesar 9,63%, 0,03% dan 0,16%.

Secara triwulanan pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit

Ratio (FDR) meningkat dari sebesar 114,68% pada triwulan sebelumnya menjadi 101,52%.

Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 2,15% menjadi 1,90%. Dibandingkan tahun

sebelumnya, tingkat NPF lebih tinggi, namun secara besaran masih terbilang rendah.

3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan

perkembangan kinerja. Total aset BPR meningkat sebesar 25,12% (yoy) atau 4,92% (qtq).

Peningkatan DPK juga terjadi walaupun lebih lambat, yakni sebesar 16,47% (yoy) dan

secara triwulanan meningkat sebesar 1,09% (qtq).

Penyaluran kredit mengalami peningkatan cukup pesat sebesar 7,42% (qtq), dan

secara tahunan juga menunjukkan peningkatan sebesar 27,04% (yoy). Dengan

perkembangan DPK dan penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) pada BPR

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dari 95,92% menjadi 101,92%. Secara

bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada BPR menurun dari 6,15% menjadi

5,16%.

Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio likuiditas BPR menurun

dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu dari 43,53% menjadi 40,85%, yang

menunjukkan sedikit menurunnya kondisi likuiditas pada BPR. Namun demikian, rasio

likuiditas tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 38,67%.

BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah   

66      

Grafik 3.18 Perkembang an Aset, DPK, dan Kredit

Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan

 *Posisi Mei 2011

Grafik 3.19 Perkembang an Rasio Likuiditas

Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan

 *Posisi Mei 2011

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

• Realisasi pendapatan dan belanja daerah triwulan II 2011 lebih tinggi dibandingkan

dengan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya.

• Penurunan tarif PPh Pasal 21 untuk PNS Golongan III merupakan penyebab utama rendahnya penerimaan PPh Pasal 21 sehingga mengakibatkan turunnya penerimaan pajak selama triwulan II 2011.

4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan Triwulan II 2011

Pendapatan daerah Provinsi Sumatera Selatan terealisasi sebesar Rp1.797,77 miliar atau

mencapai 52,33% dari total anggaran yang sebesar Rp3.435,48 miliar. Sementara total

realisasi belanja daerah mencapai Rp983,50 miliar atau sebesar 27,58% dari anggaran

sebesar Rp3.565,89 miliar. Realisasi pendapatan maupun belanja dalam kurun waktu

berjalan tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama

tahun sebelumnya.

Dari komponen pendapatan daerah, realisasi paling tinggi dicapai oleh Lain-lain

Pendapatan yang Sah yakni sebesar Rp36,06 miliar atau mencapai 305,85% dengan

kontribusi sebesar 2,01% dari total realisasi pendapatan. Adapun realisasi komponen

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan salah satu indikator kemandirian suatu

daerah tercatat sebesar 54,40% dengan nominal mencapai Rp850,59 miliar. Pangsa

realisasi PAD terhadap realisasi total pendapatan APBD mencapai 47,31%. Komponen PAD

yang mencatat realisasi paling besar secara nominal adalah Pajak Daerah yakni Rp791,23

miliar atau dengan realisasi sebesar 57,09% dari anggaran. Realisasi Hasil Retribusi Daerah

mencapai 27,37% dengan nominal sebesar Rp5,19 miliar dan realisasi Lain-lain PAD yang

sah mencapai Rp36,93 miliar atau 43,05% dari target anggaran. Sementara itu, realisasi

Dana Perimbangan tercatat Rp911,12 miliar dengan sumbangan paling tinggi dari Dana

Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak yakni sebesar Rp524,13 miliar.

Pada komponen belanja, realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 34,01%

atau sebesar Rp597,33 miliar. Kondisi tersebut di atas pencapaian periode yang sama tahun

sebelumnya yang mencapai 33,26%. Realisasi belanja pegawai pada komponen belanja

tidak langsung tercatat sebesar Rp221,60 miliar yang merupakan komponen belanja tidak

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

68

langsung dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 42,67%. Sementara itu,

realisasi belanja hibah terealisasi sebesar Rp167,54 miliar atau mencapai 56,26% dan

komponen belanja tidak langsung yang belum terealisasi sama sekali adalah belanja subsidi.

Tabel 4.1 Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011 (Rp Miliar)

Sumber: Biro Keuanga n Provinsi S umatera Selatan, diolah

PENDAPATAN ASLI DAERAH 1,563.70 850.59 (713.11) 54.40Hasil Pajak Daerah 1,385.85 791.23 (594.62) 57.09Hasil Retribusi Daerah 18.95 5.19 (13.76) 27.37Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 73.14 17.25 (55.88) 23.59Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 85.77 36.93 (48.84) 43.05DANA PERIMBANGAN 1,859.99 911.12 (948.87) 48.99Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 1,315.62 524.13 (791.50) 39.84Pendapatan Dana Alokasi Umum 512.08 377.31 (134.78) 73.68Pendapatan Dana Alokasi Khusus 32.29 9.69 (22.60) 30.00LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 11.79 36.06 24.27 305.85Pendapatan Hibah 11.79 35.89 24.10 304.42Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 0.00 0.00 0.00 0.00Dana Tunjangan Pendidikan 0.00 0.17 0.17 0.00Jumlah Pendapatan 3,435.48 1,797.77 (1,637.71) 52.33

Belanja Tidak Langsung 1,756.13 597.33 (1,158.79) 34.01Belanja Pegawai 519.32 221.60 (297.72) 42.67Belanja Subsidi 1.30 0.00 (1.30) 0.00Belanja Hibah 297.82 167.54 (130.27) 56.26Belanja Bantuan Sosial 54.94 15.31 (39.63) 27.87Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa

400.00 127.10 (272.90) 31.77

Belanja Bantuan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa

477.75 65.26 (412.49) 13.66

Belanja Tidak Terduga 5.00 0.52 (4.48) 10.39Belanja Langsung 1,809.76 386.17 (1,423.59) 21.34Belanja Pegawai 170.14 16.92 (153.22) 9.94Belanja Barang dan Jasa 596.00 107.35 (488.65) 18.01Belanja Modal 1,043.62 261.90 (781.72) 25.10Jumlah Belanja 3,565.89 983.50 (2,582.39) 27.58

JUMLAH SURPLUS/DEFISIT (130.40) 814.27 944.67 (624.43)PEMBIAYAAN DAERAH 130.40 371.37 240.97 284.79PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 151.34 391.37 240.03 258.60Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu 151.34 391.37 240.03 258.60Pengeluaran Pembiayaan Daerah 20.94 20.00 (0.94) 95.51Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 20.00 20.00 0.00 100.00Pemberian Pinjaman Daerah 0.94 0.00 (0.94) 0.00JUMLAH PENGELUARAN PEMBIAYAAN 20.94 20.00 (0.94) 95.51PEMBIAYAAN NETTO 130.40 371.37 240.97 284.79SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN TAHUN BERKENAAN (SILPA)

(0.00) 1,185.64 1,185.64

PENDAPATAN DAERAH

AnggaranRealisasi s.d. Triwulan II

2011

Bertambah/ Berkurang

Persentase Realisasi (%)

BELANJA DAERAH

Komponen

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

69

Realisasi komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp386,17 miliar atau hanya

21,34% dari anggaran. Namun demikian, kondisi tersebut lebih baik dibandingkan

pencapaian periode tahun sebelumnya yang sebesar 19,98%. Realisasi belanja modal pada

komponen belanja langsung tercatat sebesar Rp261,90 miliar yang merupakan tingkat

realisasi paling t inggi yakni sebesar 25,10%. Sementara itu, realisasi barang dan jasa

sebesar Rp107,35 miliar atau mencapai 18,01%. Komponen belanja langsung yang

terealisasi paling rendah adalah belanja pegawai yakni sebesar 9,94% dari anggaran

dengan nominal Rp16,92 miliar.

Tabel 4.2 Realisasi B elanja Sumsel Tr iwulan II 2010 d an Triwulan I I 2011 (Rp Miliar)

Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah

Grafik 4.2 Perbanding an Komponen Sisi Pengelu aran

Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011

Sumber : Biro Ke uangan Provinsi S umatera Selatan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Anggaran Realisasi

49.25% 60.74%

50.75% 39.26%

Belanj a Tidak Lan gsung B el anj a Langs ung

Grafik 4.1 Perbanding an Komponen Sisi Pendapatan

Realisasi APBD Sumsel Triwulan II 2011

Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Anggaran R eali sasi

45.52% 47.31%

54.14% 50.68%

0.3 4% 2.0 1%

PA D Dana Perimbangan Lain-lain PA D yang Sah

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

70

4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan

Data yang diperoleh dari Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Kepulauan Bangka Belitung menunjukkan bahwa penerimaan pajak Provinsi Sumatera

Selatan pada triwulan II 2011 mengalami penurunan sebesar 10,51% (qtq) dibandingkan

triwulan sebelumnya yang disebabkan berkurangnya penerimaan PPh Pasal 21 sebagai

akibat turunnya tarif PPh Pasal 21 untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) Golongan III dari

sebesar 15% menjadi 5% yang berlaku efektif sejak bulan Februari 2011. Penurunan

penerimaan PPh Pasal 21 telah menekan penerimaan pajak sebesar 12,22%. Sementara itu,

belum optimalnya penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) memberikan andil yang

signifikan terhadap penurunan kinerja secara tahunan.

Penerimaan PPh Orang Pribadi sebesar Rp6,67 miliar atau turun sebesar 71,89%

(yoy). Kondisi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang

mengalami peningkatan sebesar 14,47% (yoy). Kondisi yang cukup menggembirakan

terjadi pada kinerja penerimaan PPh Pasal 21 yang mengalami peningkatan secara tahunan

dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya. Penerimaan PPh Pasal 21 meningkat

sebesar 7,30% (yoy) menjadi sebesar Rp231,76 miliar, lebih baik dibandingkan pencapaian

tahunan pada triwulan sebelumnya yang mencatatkan peningkatan sebesar 4,78% (yoy).

Grafik 4.3 Perkembang an Penerim aan PPh Orang Pribadi

Sumatera Selatan

Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Kepulauan Ba ngka Belitung

(100)(50)-50 100 150 200 250 300 350 400

-

5

10

15

20

25

II III IV I II

2010 2011

PPh Orang Pribadi

Pertumbuhan PPh Orang Pribadi (Aksis Kanan)

Rp Miliar Persen

Grafik 4.4 Perkembang an Penerim aan PPh Pasal 21

Sumatera Selatan

Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Kepulauan Ba ngka Belitung

-5 10 15 20 25 30 35 40

-

50

100

150

200

250

300

II III IV I II

2010 2011

PPh Pasal 21 Pertumbuhan PPh Pasal 21

Rp Miliar Persen

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

71

Sementara itu, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada triwulan II 2011

adalah sebesar Rp18,04 miliar atau turun sebesar 95,72% (yoy). Kondisi tersebut lebih

rendah dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar

4,98% (yoy). Penyebab rendahnya penerimaan PBB diyakini sebagai dampak masih belum

optimalnya setoran masyarakat pada triwulan laporan mengingat batas waktu pembayaran

PBB adalah pada bulan September.

Grafik 4.5 Perkembang an Penerim aan PBB

Sumatera Selatan

Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan

Kepulauan Ba ngka Belitung

(200)-200 400 600 800 1,000 1,200

-100 200 300 400 500 600 700 800 900

II III IV I II

2010 2011

PBB Pertumbuhan PBB

Rp Miliar Pe rsen

BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah

72

Halaman ini sengaja dikosongkan

This page is intentionally blank

Grafik 5.1 Perkembang an Kliring di Sumatera Selatan

0

50

100

150

200

250

0.001.002.003.004.005.006.007.008.009.00

II III IV I II

2010 2011

Lembar (Aksis Kanan) Nominal

Ribu LembarRp Triliun

BAB 5 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

• Menurunnya kegiatan kliring dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan bersifat temporer seiring menurunnya jumlah hari kerja pada triwulan laporan.

• Penggunaan uang kertas denominasi Rp100.000,00 mengalami peningkatan signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yakni sebesar 153,35% (qtq).

5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)

Perkembangan kliring dapat ditunjukkan

oleh jumlah warkat maupun nominal

kliring. Perkembangan kliring di Sumsel

pada triwulan II 2011 menunjukkan

penurunan dalam jumlah warkat

maupun nominal dibandingkan triwulan

sebelumnya, namun mengalami

peningkatan dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya.

Jumlah warkat yang dikliringkan pada

triwulan laporan sebanyak 202.471

lembar dengan nominal sebesar

Rp7,91 triliun. Jumlah warkat secara

tahunan meningkat sebesar 7,59% (yoy), sedangkan berdasarkan nominal meningkat

sebesar 24,87% (yoy) dari sebesar Rp6,34 triliun.

Perkembangan nilai net RTGS pada triwulan laporan mengalami peningkatan secara

tahunan maupun triwulanan masing-masing sebesar 12,68% (yoy) dan 6,92 % (qtq).

Sementara itu, volume (transaksi) net RTGS tercatat mengalami peningkatan secara

tahunan, namun mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, volume net RTGS naik 11,71% (yoy)

sedangkan dibandingkan triwulan sebelumnya turun 1,37% (qtq) menjadi Rp8,02 triliun.

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

74

Grafik 5.3 Perkembang an Perputaran Kliring dan Hari Kerja

59

60

61

62

63

0

20

40

60

80

100

120

140

II III IV I II

2010 2011

Perputaran Kliring/Hari Hari Kerja

Hari KerjaRp Miliar

Dibandingkan triwulan sebelumnya terjadi penurunan jumlah warkat kliring sebesar

14,08% (qtq) dari sebanyak 235.658 lembar, sedangkan berdasarkan nominal turun

sebesar 2,16% (qtq) dari sebesar Rp8,09 triliun. Menurunnya kegiatan kliring dibandingkan

triwulan sebelumnya diperkirakan bersifat

temporer seiring dengan menurunnya jumlah

hari kerja pada triwulan laporan yang tercatat

sebanyak 60 hari atau lebih sedikit

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

mencapai 62 hari kerja.

Secara proporsional dibandingkan

dengan jumlah hari kerjanya, perputaran kliring

harian pada triwulan laporan tercatat sebesar

Rp131,86 miliar atau meningkat sebesar

1,10% (qtq) dibandingkan triwulan

sebelumnya yang hanya sebesar Rp130,43 miliar/hari.

Seiring dengan penurunan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan

bilyet giro kosong juga mengalami penurunan. Cek dan bilyet giro (BG) kosong yang

dikliringkan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 2.434 lembar dengan nominal sebesar

Rp78,61 miliar.

Grafik 5.2 Perkembang an RTGS d i Sum atera Selatan

-5 10 15 20 25 30 35 40 45

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

II III IV I II

2010 2011

Nilai RTG S dari SumselNilai RTG S ke Sumse lNilai RTG S Ne t V olume RTGS dari Sumse l (Aksis K anan)V olume RTGS ke Sum sel (Ak sis Kanan)V olume RTGS Net (Ak sis K anan)

Ribu LembarRp Miliar

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

75

Jumlah warkat cek/BG kosong menurun 29,92% (qtq) dari triwulan sebelumnya

yang sebanyak 3.473 lembar, sedangkan dari sisi nominal turun 30,77% (qtq) dari

Rp113,54 miliar. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, nominal

cek/BG kosong mengalami penurunan sebesar 9,85% (yoy) sementara jumlah warkat

tercatat mengalami penurunan sebesar 17,04% (yoy).

Tabel 5.1 Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong

Provinsi Sum atera Selatan

II II I IV I I I

1. Lembar Warkat 2,934 3,090 3,551 3,473 2,434

2. Nominal (Rp Miliar) 87.19 83.35 115.55 113.54 78.61

Keterangan2010 2011

Aktivitas kliring bulanan paling tinggi selama triwulan laporan terjadi pada bulan

Mei 2011 dengan jumlah warkat sebanyak 68.555 lembar dan nominal sebesar Rp2,65

triliun atau dengan rata-rata perputaran nominal kliring/hari sebesar Rp132,35 miliar dan

rata-rata jumlah warkat kliring/hari mencapai 3.428 lembar.

Grafik 5.5 Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro

Kosong di Sumatera Selatan

05

1015202530354045

0200400600

8001,0001,2001,400

1,600

4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6

2010 2011

Warkat (Aksis Kanan) Nominal

LembarRp Miliar

Grafik 5.4 Perkembang an Bulanan Jumlah

Perputaran Kliring di Sumatera Selatan

-500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 4,000 4,500 5,000

50 60 70 80 90

100 110 120 130 140 150

4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2010 2011

Rata-rata Nominal Kliring/Hari

Rata-rata Jumlah Warkat Kliring/Hari (Aksis Kanan)

LembarRp Miliar

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

76

Grafik 5.6 Perkembang an Keg iatan Perkasan di Sumatera Selatan

2010-2011

5.2. Perkembangan Perkasan

Kegiatan perkasan pada triwulan laporan mencatat inflow sebesar Rp1,21 triliun atau turun

18,55% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp1,49

triliun. Sementara iu, dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi peningkatan inflow

sebesar 20,55% (qtq) dari Rp1,00 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar

Rp3,09 triliun, naik sebesar 23,69% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya dan naik sebesar 49,66% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Dengan membandingkan angka inflow dan outflow maka diperoleh net-outflow

selama triwulan berjalan sebesar Rp1,89 triliun, sedangkan pada periode yang sama tahun

sebelumnya tercatat mengalami net-outflow sebesar Rp1,01 triliun. Adapun kondisi net-

outflow pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar Rp1,07 triliun.

Tabel 5.2 Kegiatan Perkasan di Sumatera Selatan (Rp Miliar)

II III IV I II

Inflow 1,487.84 2,508.09 1,747.93 1,001.56 1,207.37

Outflow 2,501.95 2,444.08 3,512.18 2,067.75 3,094.67

Net Inflow (Net Outflow) ( 1,014.11) 64.02 (1,764.25) (1,066.19) (1,887.30)

20112010Keterangan

Melalui kegiatan perkasan,

dilakukan pula penarikan uang lusuh

di KBI Palembang sebagai wujud dari

clean money policy Bank Indonesia

untuk memenuhi kebutuhan uang

dalam kondisi layak edar. Uang lusuh

yang ditarik tercatat menurun

sebesar 19,42% (qtq) dibandingkan

triwulan sebelumnya, sedangkan

dibandingkan tahun sebelumnya

turun sebesar 67,17% (yoy) dari sebesar Rp476,52 miliar.

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

77

Grafik 5.7 Perkembang an Penarikan Uang Lusuh

oleh KBI Palembang

-

5

10

15

20

25

30

35

-

100

200

300

400

500

600

II I II IV I I I

2010 2011

N ila i % thd In flow

P ers enRp M i liar

Menurut proporsinya terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh mengalami

penurunan dari sebesar 19,38% pada triwulan sebelumnya menjadi 12,96%. Secara

nominal, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan pada triwulan laporan mencapai

Rp156,44 miliar.

5.3. Aliran Perkasan Berdasarkan Denominasi

Aliran perkasan selama periode laporan didominasi oleh denominasi Rp100.000,00, hal

tersebut terjadi pada inflow maupun outflow. Inflow uang kertas didominasi denominasi

Rp100.000,00 yakni sebesar Rp657,60 miliar atau mencapai 54,51%, kemudian diikuti

denominasi Rp50.000,00 sebesar Rp448,08 miliar atau 37,14%. Kedua denominasi

tersebut pun mendominasi aliran uang ke luar (outflow) yakni masing-masing tercatat

sebesar 72,50% dan 24,83%. Sementara itu, denominasi Rp500,00 mendominasi inflow

uang logam yakni sebesar 67,36%, sedangkan outflow didominasi denominasi Rp1.000,00

yang mencapai sebesar 83,82%.

Penggunaan denominasi Rp100.000,00 mengalami peningkatan dibandingkan

tahun sebelumnya, hal tersebut terlihat dari peningkatan yang mencapai 66,87% (yoy).

Bahkan apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tercatat mengalami

peningkatan yang signifikan yakni sebesar 153,35% (qtq).

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

78

Tabel 5.3

Pangsa Denomin asi Uang dalam Inf low

Tabel 5.4 Pangsa Denomin asi Uang dalam Outf low

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

79

Pada penggunaan mata uang logam, preferensi masyarakat terhadap denominasi

Rp1.000,00 tercatat meningkat sebesar 49,06% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya,

sementara dibandingkan tahun sebelumnya meningkat sangat signifikan. Adapun

peningkatan penggunaan uang logam yang paling tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya adalah denominasi Rp100,00 yakni sebesar 70,18% (qtq).

5.4. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau

Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia

menyelenggarakan kegiatan kas titipan di Kota Lubuk Linggau. Pertimbangan

penyelenggaraan kas titipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan

terhadap uang tunai serta jarak yang cukup jauh dari Kota Palembang.

Grafik 5.8 Perkembang an Denominasi Uang Kertas dalam Inflow

Grafik 5.9 Perkembang an Denominasi Uang Kertas dalam Outflow

Grafik 5.10 Perkembang an Denominasi Uang Logam dalam Inflow

Grafik 5.11 Perkembang an Denominasi

Uang Logam dalam Outflow

5. Perkembangan Sistem Pembayaran

80

Tabel 5.5 Perkembang an Kas Titip an Lubuk Linggau (Rp Miliar)

II III IV I II

Inflow 1,095.19 1,119.30 235.59 318.01 253.32 279.05 155.32

Outflow 1,157.85 1,410.79 437.42 318.98 369.78 221.72 213.96

Net Inflow (Net Outflow) (62.67) (291.49) (201.83) (0.97) (116.46) 57.34 (58.65)

201120102010Keterangan 2009

Nilai outflow di Lubuk Linggau tercatat sebesar Rp213,96 miliar, turun sebesar

3,50% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu aktivitas inflow tercatat

sebesar Rp155,32 miliar, turun sebesar 44,34% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.

Dengan membandingkan angka outflow dan inflow diperoleh net-outflow sebesar Rp58,65

miliar.

Grafik 5.12 Perkembang an Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau

Tahun 2010-2011

BAB 6 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN

• Jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan mengalami penurunan sebesar 4,52% (yoy) menjadi 1,05 juta jiwa pada Susenas Maret 2011.

• Stabilnya harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab meningkatnya rata-rata NTP sebesar 2,29% (qtq) menjadi 110,91.

6.1. Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin atau penduduk yang berada di

bawah Garis Kemiskinan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar 1.074,81 ribu jiwa atau

14,24% dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan

sebesar 4,52% atau sebesar 50,92 ribu jiwa dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya (Maret 2010) yang tercatat sebesar 1.125,73 ribu jiwa.

Tabel 6.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan

Tahun 1993-2011

Tahun Jumlah Penduduk Miskin

(ribuan) Persentase

1993 901,9 15,73 1996 1.017,0 17,04 1999 1.481,9 23,87 2002 1.434,1 22,49 2003 1.397,3 21,54 2004 1.379,3 20,92

Januari 2005 1.429,0 21,01

Januari 2006 1.446,9 20,99 Maret 2007 1.331,8 19,15 Maret 2008 1.249,61 17,73

Maret 2009 1.167,87 16,28 Maret 2010 1.125,73 15,47

Maret 2011 1.074,81 14,24

Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2011 berfluktuasi dari

tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar

464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari

17,04% menjadi 23,87%. Selama periode 1999-2011, jumlah penduduk miskin relatif

terus mengalami penurunan.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

82

Jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan pada Susenas Maret 2011 tercatat

sebanyak 1,07 juta jiwa atau mencapai 14,24% dari total penduduk Sumatera Selatan.

Jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 4,52% dibandingkan tahun

sebelumnya atau sebanyak 50,92 ribu jiwa.

Garis Kemiskinan mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir,

yakni sebesar 6,59% dari Rp221.687,00 per kapita/bulan menjadi Rp236.298,00 per

kapita/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan

pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami

peningkatan sebesar 6,47% dari Rp258.304,00 per kapita/bulan menjadi Rp275.006,00 per

kapita/bulan. Sementara itu, Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan

sebesar 8,14% pada periode yang sama, dari Rp198.572,00 per kapita/bulan menjadi

Rp214.727,00 per kapita/bulan.

Tabel 6.2 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Menurut Daerah, Maret 2008-Maret 2011

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan

(Rp/Kapita/Bulan)

Jumlah Penduduk

Miskin Persentase

Perkotaan

Maret 2008 229.552 517,70 18,87 Maret 2009 247.661 470,03 16,93 Maret 2010 258.304 471,22 16,73

Maret 2011 275.006 409,15 15,15

Perdesaan

Maret 2008 175.556 734,91 17,01 Maret 2009 190.109 697,85 15,87 Maret 2010 198.572 654,50 14,67

Maret 2011 214.727 665,66 13,73

Kota+Desa Maret 2008 196.452 1.249,61 17,73 Maret 2009 212.381 1.167,87 16,28 Maret 2010 221.687 1.125,73 15,47 Maret 2011 236.298 1.074,81 14,24

Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Peranan komoditi makanan pada garis kemiskinan berdasarkan komponen

makanan dan bukan makanan terlihat mengalami sedikit penurunan. Kontribusi garis

kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

83

77,00%, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 77,08%. Garis kemiskinan makanan

makanan pada bulan Maret 2011 tercatat sebesar Rp181.940,00/kapita/bulan, dan garis

kemiskinan bukan makanan sebesar Rp54.357,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami

kenaikan dibandingkan Maret 2010 yang mencatat Rp170.875,00/kapita/bulan untuk garis

kemiskinan makanan dan Rp50.813,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan bukan

makanan.

Tabel 6.3 Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel

Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2011

Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)

Total Makanan Bukan Makanan

Perkotaan Maret 2009 181.415 66.246 247.661

Maret 2010 188.781 69.523 258.304 Maret 2011 199.953 75.053 275.006

Perdesaan Maret 2009 152.681 37.427 190.109

Maret 2010 159.571 39.001 198.572 Maret 2011 171.903 42.824 214.727

Kota+Desa Maret 2009 163.801 48.580 212.381 Maret 2010 170.875 50.813 221.687 Maret 2011 181.940 54.357 236.298

Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

6.2. Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin)

Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai sejak 1998. Krisis

moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk

memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada

awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi RASKIN

mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat (social

safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat.

Penyaluran RASKIN berawal dari Surat Perintah Alokasi (SPA) dari Pemerintah

Kabupaten/Kota kepada Perum BULOG dalam hal ini kepada Kadivre/

Kasubdivre/KaKansilog Perum BULOG berdasarkan pagu RASKIN (tonase dan jumlah Rumah

Tangga Sasaran - RTS) dan rincian di masing-masing Kecamatan dan Desa/ Kelurahan. Pada

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

84

Tabel 6.4 Penyaluran Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan

(dalam ton)

Sumber : Perum Bulog Divre Sumatera Selatan

Grafik 6.1 Stok Beras Perum Bulog Divre Sumatera Selatan

‐20  40  60  80  

100  120  140  160  180  200  

II III IV I II

2010 2011

Ribu  Ton

Sumber : Perum Bulog Divre Sumatera Selatan

waktu beras akan didistribusikan ke Titik Distribusi, Perum BULOG berdasarkan SPA

menerbitkan Surat Perintah Pengeluaran Barang/Delivery Order (SPPB/DO) beras untuk

masing-masing Kecamatan atau Desa/ Kelurahan kepada Satker RASKIN. Satker RASKIN

mengambil beras di gudang Perum BULOG, mengangkut dan menyerahkan beras RASKIN

kepada Pelaksana Distribusi RASKIN di Titik Distribusi. Di Titik Distribusi,

penyerahan/penjualan beras kepada RTS-PM (Penerima Manfaat) RASKIN dilakukan oleh

salah satu dari tiga (3) Pelaksana Distribusi RASKIN yaitu Kelompok Kerja (Pokja), atau

Warung Desa (Wardes) atau Kelompok Masyarakat (Pokmas). Di Titik Distribusi inilah terjadi

transaksi secara tunai dari RTS - PM RASKIN ke Pelaksana Distribusi.

Data Perum Bulog Divre Sumsel menunjukkan penyaluran RASKIN pada periode

laporan tercatat sebanyak 25.031 ton atau naik sebesar 3,47% (qtq) dibandingkan

penyaluran pada triwulan sebelumnya. Namun demikian, dibandingkan kondisi yang sama

pada tahun sebelumnya justru mengalami penurunan sebesar 8,83% (yoy). Menurunnya

penyaluran RASKIN dibanding tahun sebelumnya dapat dijadikan salah satu indikator

pendukung semakin berkurangnya penduduk miskin di Sumatera Selatan.

Sementara itu, dalam kaitan menjaga

ketahan pangan, jumlah stok beras yang dimiliki

Perum Bulog pada triwulan II 2011 tercatat sebanyak

81.750 ton atau mengalami peningkatan sebesar

9,8% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya.

Jumlah tersebut diperkirakan cukup untuk

memenuhi kebutuhan RASKIN selama 10 bulan ke

depan dengan asumsi rata-rata kebutuhan RASKIN

per bulan sebesar 8.333 ton.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

85

Grafik 6.2 Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar

dan Nilai Tukar Petani

100 

102 

104 

106 

108 

110 

112 

9095100105110115120125130135

6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2010 2011

Indeks Diterima Petani Indeks Dibayar Petani  Nilai Tukar Petani (RHS)

Indeks Indeks

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Grafik 6.3 Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan

Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia

100 102 104 106 108 110 112 114 116 118 120

0200400600800

1,0001,2001,400

II III IV I II

2010 2011

Harga CPO DuniaHarga Karet DuniaNilai Tukar Petani (Aksis Kanan)

IndeksUSD

6.3. Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan

salah satu indikator kesejahteraan

masyarakat, khususnya petani.

Perkembangan NTP dalam satu tahun

terakhir terus mengalami peningkatan.

Rata-rata NTP pada triwulan II 2011

tercatat sebesar 110,91, meningkat

sebesar 2,29% (qtq) dibandingkan

periode triwulan sebelumnya yang

memiliki rata-rata NTP sebesar 108,43.

Stabilnya harga komoditas pertanian menjadi salah satu penyebab meningkatnya

indeks harga yang diterima petani menjadi jauh lebih besar daripada pertumbuhan indeks

harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat dari 137,17

menjadi 139,76 atau sebesar 1,89% (qtq), sedangkan indeks yang dibayar petani

mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) dari 126,52 menjadi 126,01.

Rata-rata Indeks Konsumsi

Rumah Tangga Petani turun sebesar

0,54% (qtq) dibanding triwulan

sebelumnya dari 128,91 menjadi 128,22.

Indeks konsumsi yang mengalami

penurunan paling tajam terjadi pada

komponen bahan makanan yang turun

sebesar 2,01% (qtq), sementara indeks

konsumsi yang meningkat paling tinggi

terjadi pada komponen sandang yakni

sebesar 1,59% (qtq).

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

86

Tabel 6.5 Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan

yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan penambahan modal dari

sebesar 119,78 pada triwulan sebelumnya menjadi 119,89. Peningkatan biaya produksi

yang paling tinggi terjadi pada biaya bibit, sementara biaya obat & pupuk justru mengalami

penurunan.

Tabel 6.6 Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

6.4. Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan Tahun 2011

Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Selatan pada tahun 2011 ditetapkan sebesar

Rp1.048.440,00 atau mengalami peningkatan sebesar 13,00% dibandingkan UMP tahun

2010 yang sebesar Rp927.825,00. Sektor bangunan mencatat UMP paling tinggi yakni

sebesar Rp1.750.000,00 sementara UMP terendah diberlakukan untuk sektor angkutan,

pergudangan, dan komunikasi dengan UMP sebesar Rp1.100.862,00.

Selain tercatat sebagai sektor ekonomi yang memiliki UMP paling tinggi, sektor

bangunan juga mengalami peningkatan yang paling tinggi yakni sebesat 45,83%

dibandingkan UMP tahun lalu. Sementara itu, sektor ekonomi yang mengalami

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

87

Tabel 6.7 UMP Berdasarkan Sektor Ekonomi di Sumatera Selatan Tahun 2011

Sumber : Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumatera Selatan

Grafik 6.4 Laju Kenaikan UMP dan Inflasi Sumatera Selatan 2007-2011

9,60

12,24 11,00

12,50 13,00

8,20

11,15

1,85

6,02 6,20

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

2007 2008 2009 2010 2011

Kenaikan UMP Inflasi

%, yoy

Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan BPS Provinsi Sumatera Selatan , diolah

peningkatan UMP paling rendah adalah sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan, serta

sektor perdagangan besar, eceran, dan rumah yakni sebesar 7,62%.

Kesejahteraan masyarakat (kaum pekerja pada khususnya) relatif meningkat setiap

tahunnya yang terindikasi dari lebih tingginya rata-rata kenaikan UMP dalam kurun waktu

lima tahun terakhir yang mencapai 13,05% (yoy) dibandingkan dengan rata-rata inflasi

yang sebesar 7,13% (yoy).

6.5. Indikator Kesejahteraan Masyarakat Berdasarkan Survei Konsumen

Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia Palembang mencatat setidaknya

ada 2 (dua) pengukuran yang dapat dijadikan indikator kesejahteraan masyarakat. Survei

yang dilakukan secara bulanan tersebut melibatkan 300 responden dari berbagai kalangan

pendidikan dan pekerjaan di Kota Palembang.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

88

6.5.1. Indikator Ketenagakerjaan

Mayoritas responden Survei Konsumen di Kota Palembang berpendapat bahwa

ketersediaan lapangan kerja pada triwulan II 2011 relatif sama dibandingkan 6 bulan

sebelumnya. Hal tersebut terkonfirmasi dari 40,56% responden yang berpendapat

demikian.

Sementara itu, jumlah responden yang berpendapat bahwa ketersediaan lapangan

kerja pada 6 bulan yang akan datang akan membaik sebanyak 39,78% atau mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 40,22. Hal tersebut

tercermin seiring dengan menurunnya keyakinan responden terhadap kondisi ekonomi

pada 6 bulan yang akan datang yang juga mengalami penurunan.

Tabel 6.8 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan Saat Ini

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang

Tabel 6.9 Pendapat Konsumen Terhadap Ketersediaan Lapangan Pekerjaan 6 Bulan YAD

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

89

6.5.2. Indikator Penghasilan

Dari sisi pendapatan, mayoritas responden yakni sebesar 47,33% menyatakan bahwa

penghasilan mereka pada periode laporan tidak berbeda dibandingkan dengan kondisi 6

bulan sebelumnya.

Hal yang cukup menggembirakan diperkirakan akan terjadi pada 6 bulan yang akan

datang ketika sebagian besar responden yakni sebanyak 55,22% optimis bahwa akan

terjadi kenaikan pendapatan seiring penerimaan bonus akhir tahun terutama bagi yang

berpenghasilan antara Rp1 juta – Rp2 juta.

.

6.6. Ketenagakerjaan

Kondisi ketenagakerjaan di Sumsel ditandai perubahan beberapa indikator ketenagakerjaan

yang cukup signifikan ke arah yang lebih baik. Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel

pada bulan Februari 2011 mencapai 3.760.226 orang, bertambah 141.049 orang atau

3,90% (yoy) dibanding jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2010 yang tercatat

Tabel 6.11 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan 6 Bulan YAD

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang

Tabel 6.10 Pendapat Konsumen Terhadap Penghasilan Saat Ini

Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Responden Triwulan II 2011

Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia Palembang

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

90

sebesar 3.619.177 orang. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja tercatat

sebesar 3.532.142 orang, bertambah 150.083 orang atau sebesar 4,44% (yoy) jika

dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya.

Tabel 6.12 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2010 – Februari 2011

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, komposisi ketenagakerjaan menurut sektor

ekonomi pada Februari 2011 relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dengan

sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. Hal ini disebabkan sektor pertanian

merupakan sektor ekonomi utama di Sumsel dan mayoritas penduduk memiliki mata

pencaharian pada sektor tersebut. Walaupun demikian, pangsa tenaga kerja sektor

pertanian pada Februari 2011 mengalami penurunan dibanding beberapa semester

sebelumnya menjadi sebesar 55,80%.

Jumlah tenaga kerja pada sektor pertambangan dan sektor industri mengalami

peningkatan yang signifikan dibandingkan semester sebelumnya. Jumlah tenaga kerja pada

kedua sektor tersebut tercatat meningkat masing-masing sebesar 53,07% dan 60,31%.

Terbatasnya lahan pertanian yang disertai dengan berubahnya pola hidup seiring tingkat

pendidikan yang semakin maju diyakini menjadi pendorong utama terjadinya transformasi

struktur ketenagakerjaan.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

91

Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan

Kerja Nasional (Sakernas), diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi,

yakni formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha

dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal

umumnya adalah mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan

berdasarkan klasifikasi formal dan informal, pada bulan Februari 2011 lebih dari 70%

tenaga kerja Sumatera Selatan bekerja pada kegiatan informal.

Tabel 6.13 Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2010 – Februari 2011

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

6.7. Pengangguran

Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan kesejahteraan.

Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan

ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat

pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2011

mengalami penurunan sebanyak 9.034 orang atau 3,81% dibandingkan dengan posisi

bulan Februari 2010. Bahkan apabila dibandingkan dengan posisi bulan Agustus 2010

tercatat mengalami penurunan sebanyak 15.767 orang atau sebesar 6,47% yang

diperkirakan sebagai dampak dari meningkatnya kinerja beberapa sektor unggulan pada

periode survei.

BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan

92

Tabel 6.14 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan,

Februari 2010 – Februari 2011

Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan

Membaiknya perekonomian secara umum juga telah menyebabkan penurunan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Februari 2011 menjadi 6,07%

dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2010 yang sebesar 6,55% maupun

dibandingkan posisi periode semester sebelumnya yang sebesar 6,65%.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan pertumbuhan

alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan banyaknya pencari kerja

sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk perkotaan.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

• Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat tanpa disertai oleh peningkatan inflasi

• Produksi komoditas unggulan yang lebih baik dan penyelesaian proyek SEA Games diperkirakan mengkompensasi koreksi harga komoditas.

• Inflasi menurun karena kondisi iklim yang lebih baik, namun secara musiman terjadi tekanan inflasi cukup besar saat Idul Fitri.

7.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2011 diperkirakan akan

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Permintaan domestik diprediksi akan

mendominasi pertumbuhan ekonomi. Investasi diperkirakan meningkat, baik dari

pemerintah maupun swasta, yang didorong oleh penyelesaian proyek-proyek infrastruktur

terutama yang terkait dengan persiapan Sea Games ke XXVI di Palembang. Selain itu,

konsumsi masyarakat juga diperkirakan meningkat seiring adanya momen bulan Ramadhan

dan Idul Fitri 1432 H. Di sisi lain, faktor risiko akan muncul karena adanya tren koreksi

harga komoditas unggulan, khususnya karet dan CPO, baik di pasar internasional maupun

pasar domestik.

Percepatan pertumbuhan ekonomi

Sumatera Selatan triwulan III 2011 juga

disebabkan oleh faktor teknikal. Berdasarkan

data historis, kondisi ekonomi terkini dan

prediksi shock yang akan terjadi di masa

depan, diperkirakan pertumbuhan ekonomi

tahunan (yoy) pada triwulan III 2011 akan

berada pada kisaran 6,3 ± 1%. Di sisi lain,

secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi

diperkirakan akan tumbuh di kisaran 4,2 ±

1%.

BAB 7  

Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan

 Sumber: BPS, estimasi BI

*Hasil proyeksi KBI Palembang

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

  

94

Laju pertumbuhan ekonomi triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi

akan mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu menjadi sebesar

1,1 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,7% (qtq,sa).1

Tabel 7.1

Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan II 2011

Aspek Pertumbuhan Penyebab Pertumbuhan Ekspektasi triwulan

mendatang Keterangan Ekspektasi

Kegiatan Usaha (umum)

Moderat Perlambatan permintaan secara jangka pendek, khususnya pada komoditas unggulan

Meningkat Faktor musiman komoditas unggulan, persiapan SEA Games

Volume produksi Meningkat

Kondisi cuaca yang lebih mendukung, faktor musiman

Meningkat Kondisi cuaca yang lebih mendukung, faktor musiman

Nilai penjualan

Moderat Penurunan harga komoditas unggulan

Moderat Penurunan harga komoditas unggulan

Kapasitas produksi

Moderat Investasi melambat setelah naik cukup tinggi pada triwulan sebelumnya

Meningkat Adanya investasi kembali mendekati Sea Games

Tenaga kerja Menurun penurunan harga komoditas jangka pendek

Meningkat Faktor musiman, produksi yang lebih baik

Volume pesanan

Meningkat Masih tingginya permintaan dari pasar domestik

Moderat Menurunnya harga komoditas dan prospek ekonomi dunia

Harga jual komoditas unggulan

Menurun Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang

Menurun Menurunnya permintaan dari negara maju dan berkembang

Kondisi keuangan

Meningkat Membaiknya produksi Meningkat Baiknya prospek di sektor sekunder dan tersier terkait persiapan SEA Games

Akses kredit Moderat

Koreksi prospek usaha dalam jangka pendek

Moderat

Koreksi prospek usaha dalam jangka pendek, terkait penurunan permintaan komoditas

Situasi bisnis Moderat

Adanya koreksi harga komoditas dapat memperlambat peningkatan konsumsi

Meningkat

Faktor musiman komoditas unggulan dan prospek pengembangan bisnis di pasar domestik terkait SEA Games

Sumber: SKDU KBI Palembang, Analisa Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang

Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan II 2011 dan analisis

yang dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan masih akan

                                                           1 Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

  

95

mengalami peningkatan pada triwulan III 2011, lebih cepat dibanding triwulan sebelumnya.

Peningkatan terjadi baik dari aspek volume produksi, kapasitas produksi, kondisi keuangan

maupun akses kredit.

Konsumsi rumah tangga akan meningkat, didorong oleh adanya bulan puasa dan

Idul Fitri. Konsumsi akan berpengaruh antara lain terhadap sektor Perdagangan, Hotel dan

Restoran (PHR) serta sektor transportasi dan telekomunikasi. Seperti yang terjadi pada

tahun 2009 dimana dampak krisis finansial global masih terasa, lonjakan konsumsi tetap

terjadi pada Idul Fitri, yang mengindikasikan pada momen tersebut konsumsi tidak sensitif

terhadap perubahan penghasilan.

Tanpa adanya Idul Fitri, konsumsi rumah tangga kemungkinan besar akan

melambat. Hasil Survei Konsumen pada bulan Juli 2011 menunjukkan indeks keyakinan

konsumen yang menurun, walaupun masih dalam area optimis. Penurunan keyakinan

konsumen ini disumbang baik oleh keyakinan konsumen atas kondisi saat ini maupun masa

depan. Konsumen utamanya memandang pesimis atas ketersediaan lapangan kerja, baik

untuk saat ini maupun masa depan. Hal ini juga diiringi dengan penurunan ketepatan

pembelian durable goods.

Di sisi lain, pengeluaran pemerintah diperkirakan akan meningkat. Pengeluaran

pemerintah akan terdorong oleh penyelesaian proyek-proyek Sea Games, baik venues

maupun infrastruktur penunjang. Pada posisi akhir Juni 2011, realisasi pembangunan

beberapa venues masih kurang dari rencananya, yang umumnya mempunyai deviasi 0-30%

dari target. Sehingga, diperkirakan akan terjadi percepatan pembangunan mengingat

seluruh fasilitas tersebut ditargetkan untuk selesai pada September 2011.

Investasi diperkirakan akan tetap kuat, khususnya pada sektor PHR. Hal ini

merupakan fenomena yang dipicu oleh penyelenggaraan Sea Games. Sampai dengan saat

ini, terdapat beberapa proyek swasta, antara lain berupa hotel dan pusat perbelanjaan yang

sudah dibangun, atau dalam proses pembangunan.

Net ekspor diperkirakan mengalami penurunan walaupun masih berada pada zona

positif. Ekspor diperkirakan akan relatif tetap karena melambatnya pertumbuhan

permintaan komoditas unggulan, walaupun produksi sedikit membaik karena kondisi iklim

yang lebih baik. Di sisi lain, impor diperkirakan akan relatif stabil. Perkembangan net ekspor

ini dipengaruhi pula oleh nilai tukar Rupiah yang cenderung terapresiasi.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk

tahun 2011 secara umum direvisi ke bawah. IMF kembali melakukan revisi ke bawah atas

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

  

96

pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2011, yaitu dari 4,5% menjadi 4,3%. Pertumbuhan

ekonomi Amerika Serikat diproyeksikan menurun masing-masing dari 2,8% menjadi 2,5%.

Sementara itu, World Bank pada Juni 2011 memperkirakan pertumbuhan ekonomi

Singapura dan Malaysia untuk tahun 2011 masing-masing sebesar 5,0% dan 4,8%, lebih

rendah dari yang diproyeksikan oleh IMF pada April 2011 yaitu masing-masing sebesar

5,2% menjadi 5,5%. Terjadinya gempa di Jepang membuat proyeksi pertumbuhan

ekonomi negara tersebut juga menurun dari 1,4% menjadi -0,7%. Kemudian, negara yang

mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu Cina dan India, tidak mengalami perubahan

proyeksi, yaitu tetap dengan tingkat pertumbuhan 9,6% dan 8,2%. Sementara itu,

proyeksi pertumbuhan ekonomi Zona Euro dan Kanada direvisi ke atas dari 1,6% menjadi

2,0% dan dari 2,8% menjadi 2,9%.

Tabel 7.2

Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 dan 2011

(dalam persentase)

Negara Ekspor Sumsel1 Proyeksi

20112 20113

AS 25,56 2,8 2.5

Euro 14,72 1,6 2.0

Cina 19,51 9,6 9,6

India 4,11 8,2 8,2

Jepang 6,37 1,4 -0.7

Malaysia 4,08 5,5 4,8*

Singapura 3,74 5,2 5,0*

Kanada 3,49 2,8 2.9

1 Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2010 sampai dengan Mei 2011, Bank Indonesia 2 IMF, World Economic Outlook, April 2011 3IMF, World Economic Outlook Update, July 2011 *World Bank, Global Economic Prospects, June 2011

Selanjutnya, juga berdasarkan IMF, pertumbuhan volume perdagangan dunia akan

menurun dari 12,4% pada 2010 menjadi 8,2% pada 2011. Impor baik dari negara maju

maupun negara berkembang diproyeksikan akan mengalami penurunan, masing-masing

dari 11,6% dan 13,7% pada 2010 menjadi 6,0% dan 12,1% pada tahun 2011.

Penurunan volume perdagangan dunia secara umum dibandingkan tahun

sebelumnya disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, yang

utamanya dikontribusikan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi negara maju. Hal ini

akan turut menurunkan permintaan barang input yang berasal dari negara berkembang,

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

  

97

sehingga kemudian ikut menurunkan pertumbuhan ekonomi di negara berkembang, yang

pada umumnya juga mulai menerapkan kebijakan moneter yang cenderung ketat.

Pertumbuhan sektor unggulan Sumatera Selatan diperkirakan akan stabil

dibandingkan triwulan sebelumnya. Harga komoditas yang diperkirakan menurun pada

tingkat tertentu diperkirakan akan dapat terkompensasi dengan kuantitas produksi yang

lebih besar.

Sensitivitas terhadap harga komoditas primer merupakan kekuatan sekaligus

kelemahan perekonomian Sumsel. Penurunan harga komoditas di pasar internasional,

seperti pada triwulan II 2011, akan diikuti oleh penurunan harga komoditas tersebut di

tingkat produsen, yang salah satunya dapat berimplikasi pada penurunan Nilai Tukar Petani

(NTP).

Harga karet dan sawit diperkirakan turun pada triwulan III 2011. Harga karet masih

akan mengalami fase penurunan sebagai konsekuensi naiknya harga komoditas tersebut

secara masif pada tahun 2010. Permintaan dunia dan ekspansi otomotif dunia diperkirakan

turun seiring dengan rentannya kondisi ekonomi negara maju, khususnya Amerika Serikat

dan Jepang. Di samping itu, harga minyak internasional, yang selama ini berkorelasi kuat

dengan karet, juga diperkirakan menurun sampai dengan sekitar USD 70 per barrel pada

Desember 2011 (versi Financial Forecast Center). Di sisi lain, seperti yang diperkirakan sejak

akhir tahun 2010, akan terjadi penurunan harga CPO pada semester kedua tahun 2011.

Produksi komoditas perkebunan diperkirakan akan mengalami percepatan. Pada

periode triwulan III 2010, produksi komoditas unggulan tidak optimal karena adanya

anomali iklim, sedangkan pada periode triwulan III 2011, iklim diperkirakan jauh lebih

kondusif bagi kegiatan produksi komoditas perkebunan. Dengan mengasumsikan kondisi

iklim yang relatif sama pada triwulan II 2010 dan triwulan II 2011, akan terjadi pengaruh

teknikal (base effect) yang cukup besar pada triwulan III 2011, sehingga pertumbuhan

produksi akan mengalami percepatan.

Berbeda dengan kinerja komoditas karet dan sawit, permintaan batubara

diperkirakan masih stabil dengan risiko bias ke atas. Terlepas dari perkiraan pertumbuhan

ekonomi India dan China yang tidak direvisi ke bawah (tetap di 9,6% dan 8,2%),

permintaan domestik atas batubara Sumatera Selatan, khususnya untuk memenuhi

ekspansi kelistrikan di Jawa, akan tetap kuat. Hal ini juga didukung oleh ekspansi kapasitas

pengangkutan batubara, meskipun diperkirakan penyelesaiannya akan terlambat sampai

dengan bulan September 2011. Selain itu, pada beberapa bulan terakhir harga batubara

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

  

98

masih cenderung stabil di level USD70 per metrik ton, di saat harga komoditas unggulan

lainnya menurun.

Kondisi ini akan berimplikasi lebih lanjut pada kinerja industri pengolahan, dan juga

sektor perdagangan. Kinerja sektor industri pengolahan diperkirakan akan tetap stabil

dengan suplai bahan baku yang relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya,

walaupun harga penjualan diperkirakan akan mengalami penurunan. Selain itu,

peningkatan investasi yang terjadi pada awal tahun 2011 juga mengindikasikan

peningkatan kapasitas produksi dibandingkan tahun sebelumnya.

Sektor bangunan dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diperkirakan

akan tumbuh sangat baik pada triwulan III 2011. Pembangunan berbagai venues dan

sarana penunjang lain ditargetkan akan selesai pada bulan September 2011 ini. Karena itu,

pembangunan fasilitas tersebut akan dipercepat, dan permintaan sektor bangunan akan

tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Relatif stabilnya kinerja sektor

unggulan Sumatera Selatan, diikuti dengan persiapan Sea Games, akan mendukung

percepatan pertumbuhan sektor PHR.

7.2. Inflasi

Tekanan inflasi pada triwulan III 2011 bersifat musiman. Inflasi tahunan (yoy) pada triwulan

III 2010 akan menurun menjadi 4,87±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan

akan meningkat signifikan menjadi 2,27±0,5%.

Secara musiman, inflasi akan dipengaruhi secara signifikan oleh momen bulan

Ramadhan dan Idul Fitri. Seperti tahun-tahun sebelumnya, permintaan atas beberapa jenis

barang, seperti bahan makanan dan sandang, akan mengalami peningkatan signifikan

menjelang Idul Fitri. Peningkatan permintaan tersebut juga bersifat inelastis terhadap

pendapatan, seperti halnya yang terjadi pada tahun 2009 lalu.

Inflasi tahunan turun lebih disebabkan karena adanya faktor teknikal tahun dasar.

Pada periode yang sama tahun sebelumnya, tekanan inflasi tinggi secara abnormal karena

adanya efek anomali iklim yang cukup parah yang mulai terjadi pada semester kedua 2010.

Pada triwulan III 2011, efek tersebut diprediksi tidak berulang dan tidak berdampak pada

kenaikan harga-harga secara abnormal. Sehingga, inflasi tahunan pada triwulan III 2011

seolah melambat.

Inflasi tahunan dari sisi permintaan diperkirakan akan menurun secara tahunan. Hal

ini didorong oleh menurunnya ekspektasi penghasilan masyarakat dan sedikit koreksi pada

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

  

99

harga komoditas internasional. Hasil Survei Konsumen menunjukkan adanya penurunan

ekspektasi ketersediaan lapangan kerja dan tingkat penghasilan. Hal ini terkait dengan

kecenderungan menurunnya beberapa indikator, antara lain harga TBS dan juga harga

komoditas di pasar internasional, seperti karet dan sawit. Menurunnya tekanan inflasi dari

sisi permintaan juga dikonfirmasi oleh proyeksi inflasi dengan Phillips Curve sederhana (lihat

Suplemen 8. Proyeksi Inflasi dengan Menggunakan Kurva Phillips Sederhana).

Penurunan harga komoditas internasional secara umum berdampak cukup besar

terhadap menurunnya tekanan inflasi. Selain disebabkan oleh harganya yang sudah

cenderung bullish, koreksi harga komoditas juga terjadi karena iklim yang lebih kondusif

dibandingkan tahun sebelumnya dan menyebabkan produksi komoditas perkebunan dunia

lebih baik. Kemudian, prospek perekonomian negara maju yang semakin rentan akan

menurunkan ekspektasi peningkatan permintaan ke depan, khususnya bagi komoditas

yang merupakan bahan bakar dan bahan baku industri.

Faktor kemungkinan dinaikkannya harga BBM bersubsidi akan tetap menjadi

penentu utama pergerakan inflasi sampai dengan akhir tahun. Berdasarkan simulasi yang

dilakukan Bank Indonesia, kenaikan harga BBM sebesar Rp500 diperkirakan akan

mempunyai second round effect terhadap inflasi umum Palembang sebesar 0,8-0,9%, jauh

lebih tinggi dibandingkan first-round effect-nya sebesar 0,3%.

Kendati demikian, kemungkinan harga BBM dinaikkan sampai dengan akhir tahun

adalah sangat kecil. Pemerintah sudah melakukan revisi APBN dan menaikkan anggaran

subsidi untuk BBM dan listrik. Selain itu, terdapat kecenderungan penurunan harga minyak

dunia seiring munculnya kekhawatiran dunia atas prospek perekonomian Amerika Serikat.

Selain itu, seperti yang sudah dijelaskan, Financial Forecast Center memperkirakan harga

minyak WTI akan turun terus sampai dengan Februari 2012.

Curah hujan di Sumatera Selatan secara umum berada dalam kisaran rendah

sampai dengan normal pada periode Juli – September 2011, berdasarkan perkiraan BMKG.

Hal ini dapat meningkatkan kualitas produksi dan memperlancar distribusi, khususnya

untuk komoditas bahan makanan.

Tekanan pada inflasi inti diprediksi akan meningkat secara musiman. Kenaikan

inflasi core akan terjadi seiring naiknya barang-barang sandang, dan transportasi pada

bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Selain itu, harga emas sebagai save haven substitusi Dollar

Amerika Serikat diperkirakan terus meningkat seiring perkembangan harganya di pasar

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

  

100

internasional yang meningkat karena buruknya kinerja perekonomian Amerika Serikat dan

terjadinya downgrading rating Amerika Serikat.

Stok beras masih mencukupi untuk intervensi harga beras. Stok beras Bulog pada

posisi Juli 2011 mencapai 40 ribu ton, yang kurang lebih setara dengan sekitar 4-5 lima

bulan penyaluran. Selain itu, berdasarkan informasi dari Disperindag Kota, stok beras di

distributor juga setara dengan 4 bulan penyaluran. Dalam mengantisipasi kenaikan harga

menjelang Idul Fitri, Bulog dan Disperindag Kota siap untuk melakukan operasi pasar.

Faktor risiko masih muncul dari sisi ekspektasi. Ekspektasi inflasi masyarakat ke

depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil Survei Konsumen dimana sebagian

besar responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga. Mayoritas responden

berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga pada 3 bulan, 6 bulan, maupun 12 bulan

ke depan. Ekspektasi atas peningkatan inflasi ini relatif lebih signifikan dibandingkan 3

bulan sebelumnya.

7.3. Perbankan

Kondisi perbankan pada triwulan III 2011 diproyeksikan akan tetap stabil. Peningkatan DPK

diperkirakan akan terjadi lebih cepat dibandingkan penyaluran kredit. Hal ini berimplikasi

pada menurunnya uang beredar di dalam perekonomian, dan dengan kata lain, akan

terjadi penurunan Loan to Deposit Ratio.

Permasalahan penyaluran kredit dalam periode triwulan III 2011 akan lebih

bersumber dari permintaan. Diperkirakan akan terjadi shifting dari sektor

pertanian/pertambangan menuju sektor industri dan sektor perdagangan. Hal ini juga

didukung oleh penyelenggaraan Sea Games.

Grafik 7.2 Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan

 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan dan

proyeksi KBI Palembang

Grafik 7.3 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Konsumen

 Sumber: Survei Konsumen KBI Palembang

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

  

101

Terkait penyaluran kredit, diperkirakan tidak terjadi masalah di sisi penawaran.

Kondisi likuiditas bank tetap baik dan tingkat suku bunga pinjaman cenderung mengalami

penurunan, seperti halnya pada triwulan I dan triwulan II tahun 2011.

Pada triwulan III 2011, akan terjadi risiko capital outflow walaupun hanya bersifat

temporer, yang dipengaruhi oleh sentimen global yang rentan karena penurunan rating

surat utang jangka panjang Amerika Serikat. Namun secara jangka panjang, fundamental

ekonomi Indonesia yang baik, yang salah satunya diindikasikan dengan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dengan inflasi yang cenderung menurun menuju tercapainya target

tahun 2011. Selain itu, interest rate differential Indonesia cukup tinggi dibarengi dengan

potensi dinaikkannya rating obligasi negara menjadi investment grade. Hal ini akan

membuat Indonesia akan tetap menarik sebagai tempat berinvestasi.

Di sisi konsumen, optimisme masyarakat yang menurun atas penghasilan ke depan

dapat menurunkan permintaan kredit dibandingkan sebelumnya. Hal ini dapat menjadi

alasan tambahan bagi perbankan untuk mulai menurunkan suku bunga kreditnya.

Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada

triwulan II 2011 akan stabil dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di kisaran 4% ± 1%

(qtq). Sementara itu, tingkat Non Performing Loan (NPL) diprediksi akan sedikit mengalami

peningkatan. Tabel 7.3

Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan III 2011

Indikator Prediksi Faktor Penyebab

Ekspor Menurun Permintaan dunia cenderung turun, namun terdapat perbaikan dari sisi

produksi komoditas.

Impor Stabil Apresiasi nilai tukar

Pertumbuhan Meningkat Potensi peningkatan investasi, penurunan optimisme konsumen dan

penurunan harga komoditas.

Inflasi Menurun Efek tahun dasar, kondisi iklim yang lebih baik dibandingkan tahun

sebelumnya

Pengangguran Menurun

Menurunnya harga komoditas, namun terdapat kesempatan kerja yang

muncul secara musiman, dan aktivitas ekonomi domestik yang meningkat

menjelang Sea Games.

Investasi Meningkat Penyelenggaraan Sea Games

Konsumsi domestik Meningkat Bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Kredit perbankan Stabil Adanya capital inflow, namun permintaan kredit diprediksi menurun

*Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini, ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

  

102

PROYEKSI INFLASI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL KURVA PHILLIPS SEDERHANA

Mengacu pada Suplemen 7: Peran Output Gap Sumatera Selatan terhadap Inflasi Palembang, output gap berkorelasi tinggi dengan data inflasi 1 sampai dengan 3 triwulan ke depan. Output gap, merupakan kesenjangan output dari output potensial. Output gap merupakan salah satu elemen dari formulasi phillips curve standar, yang sering digunakan sebagai representasi penawaran agregat:

Dimana adalah inflasi pada periode t, adalah output gap, yang diukur melalui persentase selisih output aktual dan potensial terhadap output potensial. Kemudian, v adalah elemen supply shock. Meskipun persamaan di atas tidak menggunakan intercept, namun beberapa penelitian seperti Roberts (1995) mengasumsikan adanya intercept. Sebagai pengembangan dari Phillips curve, terdapat expectation-augmented Phillips curve, yang berbentuk sebagai berikut:

Dimana adalah ekspektasi inflasi. Variabel ini seringkali digantikan dengan inflasi satu periode sebelumnya, , dengan mengasumsikan bahwa ekspektasi adalah adaptif. Berdasarkan model matematis tersebut, dikembangkan spesifikasi model ekonometrika sebagai berikut:

Phillips Curve dengan Tren:

,

Expectation-Augmented Phillips Curve:

,

Dimana c adalah intercept, D adalah variabel dummy kenaikan BBM tahun 2005, dan T adalah tren waktu.t menunjukkan periode, i menunjukkan lag yang digunakan, k menunjukkan lag minimum, dan n menunjukkan lag maksimum, sehingga 0. k dan i ditentukan berdasarkan signifikansi parameter dengan alternatif lag pertama hingga lag ketiga.

Metode estimasi yang digunakan adalah Ordinary Least Squares (OLS) dengan menggunakan beberapa data, yaitu PDRB Sumatera Selatan harga konstan yang nilainya disesuaikan secara musiman (seasonally adjusted), data inflasi tahunan Kota Palembang, dan variabel dummy yang bernilai 1 ketika terjadi efek abnormal kenaikan harga BBM di

Suplemen 8

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah

  

  

103

tahun 2005, serta 0 jika lainnya. Output potensial diperoleh melalui proses Hodrick-Prescott (HP) Filter dengan data PDRB Seasonally Adjusted.

Tabel 1. Parameter Hasil Estimasi OLS

Model Phillips Curve dengan Tren EAPC

Lag Output Gap 1-3 1 2 3 1

c 15.00 14.48 14.34 13.75 3.55

1.41 3.11 1.61

2.06 3.65

1.62 3.18

D 11.01 9.89 11.09 10.76 5.89

T -0.22 -0.21 -0.21 -0.19

0.57

R2 0.85 0.72 0.79 0.74 0,74

DW* 1.11 1.14 1.55 1.15 1.43

AIC 4.25 4.81 4.55 4.74 4.76

*Untuk Expectation-Augmented Phillips Curve (EAPC), uji autokorelasi yang ditampilkan adalah F-stat dari Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.

Sumber: Estimasi Peneliti

Hasil tersebut memperkuat indikasi bahwa output gap yang terjadi akan berpengaruh terhadap inflasi 1 sampai dengan 3 periode ke depan. Kemudian, pengaruh kenaikan harga BBM yang drastis seperti pada tahun 2005 sangat besar terhadap kenaikan inflasi.

Selain itu, temuan lainnya adalah bahwa inflasi Palembang jangka panjang telah mengalami penurunan, dengan kecenderungan penurunan inflasi jangka panjang sekitar 0,2% per triwulan. Hal ini menunjukkan perkembangan yang sangat baik dalam hal terkendalinya inflasi Palembang dari waktu ke waktu.

Model terbaik dari 5 alternatif estimasi adalah model phillips curve dengan tren yang menggunakan lag kedua output gap, hal ini ditinjau dari nilai adjusted R2 yang tinggi, statistik DW yang mendekati 2, dan nilai AIC terkecil. Hasil proyeksi dari model tersebut adalah penurunan inflasi tahunan pada triwulan III 2011 sebesar 0,1% dibandingkan triwulan II 2011. Mengingat inflasi pada triwulan II 2011 adalah 5,10%, maka model tersebut memperkirakan inflasi sebesar 5,00% pada triwulan III 2011. Hal tersebut lebih tinggi sebesar 0,13% dari proyeksi triwulan III 2011 yang dipaparkan sebelumnya sebesar 4,87%.

BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah  

  

104

Grafik 1. Nilai Residual, Actual, dan Fitted dari Model Phillips Curve dengan Lag 2

Referensi

Roberts, John M. (1995), “New Keynesian Economics and the Phillips Curve”, Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 27, No. 4, Part 1, pp. 975-984.

Phillips, A. W. (1958). "The Relationship between Unemployment and the Rate of Change of Money Wages in the United Kingdom 1861-1957". Economica, New Series, Vol. 25, No. 100, pp. 283-299

-6

-4

-2

0

2

4

6

0

5

10

15

20

25

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Residual Actual Fitted

DAFTAR ISTILAH

Mtm

Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya

Qtq

Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya

Yoy

Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya

Share Of Growth

Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB

Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal

Sektor ekonomi dominan

Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan

Migas

Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas

Omzet

Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi

Share effect

Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah

Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.

Indeks Pembangunan Manusia

Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli

APBD

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah

Andil inflasi

Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan

Bobot inflasi

Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut

Ekspor

Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil.

Impor

Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil

PDRB atas dasar harga berlaku

Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian

PDRB atas dasar harga konstan

Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya

Bank Pemerintah

Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito

Loan to Deposits Ratio (LDR)

Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun

Cash inflows

Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu

Cash Outflows

Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu

Net Cashflows

Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya

Aktiva Produktif

Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan

Kualitas Kredit

Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional

Inflasi Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent) Kliring

Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu

Kliring Debet

Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional

Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)

Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.

Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET

Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)

Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) Industri Pekerja Pekerja Dibayar Pekerja Tidak Dibayar I n p u t Output Nilai Tambah/Value Added Produktivitas Tingkat Efisiensi

Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri. Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut. Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang. Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan. Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya. Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya. Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar. Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar. Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.

 

 

 

 

 

Intensitas Tenaga Kerja Gross Margin Usaha Perusahaan Perusahaan Industri Jasa Industri

Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah. Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output. Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko. Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi. Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki. Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).