proyeksi curah hujan masa depan di das cisadane ... · luaran model iklim global (gcm) ... kemudian...
TRANSCRIPT
i
PROYEKSI CURAH HUJAN MASA DEPAN DI DAS CISADANE
MENGGUNAKAN TEKNIK STATISTICAL DOWNSCALING PADA
LUARAN MODEL IKLIM GLOBAL (GCM)
HERI KUSAERI
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
i
ABSTRAK
HERI KUSAERI. Proyeksi Curah Hujan Masa Depan di DAS Cisadane menggunakan Teknik
Statistical Downscaling pada Luaran Model Iklim Global (GCM). Dibimbing oleh BAMBANG
DWI DASANTO dan AKHMAD FAQIH.
Pergeseran pola dan lamanya musim penghujan akibat pengaruh perubahan iklim berdampak
pada ketersediaan air untuk sektor pertanian, salah satunya di daerah aliran sungai (DAS)
Cisadane. Informasi proyeksi perubahan iklim terutama curah hujan dalam skala lokal di wilayah
ini sangat diperlukan. Dalam hal ini data luaran Global Circulation Model (GCM) dapat
dimanfaatkan untuk proyeksi skala lokal dengan menggunakan pendekatan teknik downscaling.
Penyusunan model downscaling menggunakan analisis regresi sederhana menghasilkan nilai
koefisien yang relatif kecil yaitu berkisar antara 0 – 13% dengan korelasi antara -18.3 – 36.6%.
Untuk memperoleh hasil yang lebih baik digunakan metode analisis komponen utama (AKU)
untuk mereduksi variabel GCM dari model CSIRO, GFDL, dan CGCM3. Berdasarkan hasil
reduksi AKU ditentukan enam komponen utama (PC1-PC6) dari data GCM untuk membangun
model hubungan dengan data observasi. Analisis ini disebut analisis regresi komponen utama.
Hasil analisis menunjukkan model yang lebih baik pada hampir semua model GCM dari hasil
regresi komponen utama jika dibandingkan dengan hasil analisis regresi sederhana.
Model GCM CSIRO menghasilkan model downscaling yang paling baik dari ketiga model
GCM yang digunakan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi sebesar 53.3%
dengan nilai korelasi sebesar 73% pada stasiun Citeko, diikuti oleh model GCM CGCM3 dan
model GCM GFDL pada stasiun yang sama. Hasil validasi model menggunakan akar kuadrat
sisaan (Root Mean Square Error : RMSE) dan korelasi menunjukkan bahwa model yang
dihasilkan signifikan pada selang kepercayaan 95%. Proyeksi pada masing-masing model GCM
berdasarkan rataan seluruh stasiun menunjukkan peningkatan nilai rata-rata curah hujan dibanding
baseline, dimana persentase kenaikan tertinggi terjadi pada model GCM CGCM3 yaitu sebesar
21.63%. Sedangkan berdasarkan rataan seluruh model, stasiun yang memiliki presentase kenaikan
tertinggi yaitu stasiun Citeko sebesar 11.60%. Rata-rata presentase kenaikannya adalah sebesar
9.04%. Jika dipisahkan berdasarkan musim, pada musim penghujan terjadi peningkatan nilai rata-
rata curah hujan untuk setiap model GCM. Sedangkan pada musim kemarau cenderung terjadi
penurunan nilai rata-rata curah hujan bulanan, kecuali pada model GCM CGCM3 yang justru
mengalami kenaikan.
Kata kunci : Global Circulation Model (GCM), Statistical Downscaling, Analisis Komponen
Utama (AKU).
ii
ABSTRACT
HERI KUSAERI. Future Rainfall Projections in Cisadane Watershed using Statistical
Downscaling Technique on Global Climate Model (GCM) Outcome. Guided by BAMBANG
DWI DASANTO and AKHMAD FAQIH.
The changes of pattern and duration of the rainy season due to climate change affect water
availability for agriculture sector, particularly in the Cisadane watersheds. Climate change
projections particularly on local scale rainfall in the region are greatly needed. In this case the
output of Global Circulation Model (GCM) can be used to project the local scale rainfall by using
downscaling techniques. The result showed that the downscaling models developed by using
simple regression analysis has a relatively small determination and correlation coefficients
respectively ranging from 0 to 0.13 and from –0.183 to 0.366. In order to obtain better results,
Principle Component Analysis (PCA) was used to transform and reduce the variables from the
GCM outputs namely CSIRO, GFDL, and CGCM3. Six principle component (PC1-PC6) were
selected from each GCM data, and were then used to build multi-linear models with observation
data. This analysis is called principal component regression (PCR). It is found that PCR
reproduced better results for almost all GCMs in comparison with the simple regression results.
This study indicates that CSIRO produces better downscaling model compared to other GCMs
used in this study. This can be seen from the highest coefficient of determination (0.533) and
correlation (0.73) on Citeko Station resulted by the model, which was followed by CGCM3 and
GFDL at the same station. Model validation using root mean square error (RMSE) and correlation
showed that the resulted downscaling models based on PCR are significant at 95% confidence
level. Future projections on each GCM based on the average of all stations showed an increase in
mean rainfall values compared to the baseline data, where the highest percentage of increase
(around 21.63%) was found in CGCM3. Meanwhile, based on the average of all GCMs, Station
Citeko was projected to have the highest increase in future rainfall (11.6%). The average
percentage of all increases between current and future rainfall is 9.04%. If seperated based on
season, each model showed an increase of mean rainfall value during wet season and a decrease
during dry season, except for CGCM3.
Key words : Global Circulation Model (GCM), Statistical Downscaling, Principle Component
Analysis (PCA).
iii
PROYEKSI CURAH HUJAN MASA DEPAN DI DAS CISADANE
MENGGUNAKAN TEKNIK STATISTICAL DOWNSCALING PADA
LUARAN MODEL IKLIM GLOBAL (GCM)
HERI KUSAERI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
iv
Judul Skripsi : Proyeksi Curah Hujan Masa Depan di DAS Cisadane
menggunakan Teknik Statistical Downscaling pada Luaran Model
Iklim Global (GCM)
Nama : Heri Kusaeri
NIM : G24051197
Menyetujui
Pembimbing I, Pembimbing II,
Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si Akhmad Faqih, Ph.D
NIP. 19650919 199203 1 002 NIP. 19800823 200701 1 001
Mengetahui :
Ketua Departemen
Dr. Ir. Rini Hidayati, M.S
NIP. 19600305 198703 2 002
Tanggal Lulus :
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara, lahir di Tuban pada 4
April 1986. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 1 Margorejo tahun
1998, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Parengan lulus tahun
2001, dan pendidikan menengah umum di SMU Negeri 4 Bojonegoro lulus
tahun 2004. Pada tahun yang sama diterima di Universitas Padjajaran melalui
jalur SPMB, karena suatu hal penulis memilih untuk mengundurkan diri.
Kemudian pada tahun 2005 penulis berkesempatan melanjutkan kuliah di IPB
melalui jalur SPMB. Diterima sebagai mahasiswa dengan mayor Meteorologi Terapan
Departemen Geofisika dan Meteorologi pada tahun 2006.
Selama masa kuliah, penulis aktif dibeberapa organisasi seperti Koperasi Mahasiswa (KOPMA
IPB), Ikatan Keluarga Mahasiswa Muslim Meteorologi (IKLIMM), dan Himpunan Profesi
Mahasiswa Meteorologi (HIMAGRETO). Pendidikan Informal yang pernah penulis ikuti
diantaranya, Kuliah Informal Ekonomi Islam (KIEI) di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
tahun 2008. Mendapatkan pengakuan gelar profesi dari Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan
dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) sebagai Ajun Ahli Asuransi kesehatan (AAAK)
tahun 2009 dan Ahli Asuransi Kesehatan (AAK) tahun 2010.
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Proyeksi Curah Hujan Masa Depan di DAS Cisadane
menggunakan Teknik Statistical Downscaling pada Luaran Model Iklim Global (GCM)”.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyampaikan ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini :
1. Bapak Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si dan Akhmad Faqih, Ph.D selaku pembimbing
yang telah memberikan saran dan arahan selama penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibuku tercinta, Pak Lek Sutarmin, Bu Lek Umi, Mbak Yanti Tarwati terima kasih banyak
atas motivasinya. Adik-adikku tercinta Luluk Fera, Lisa Budi Argo, dan Miftakhul Budi
Samudro yang telah memberikan inspirasi penuh kepada penulis.
3. Seluruh civitas Departemen Geofisika dan Meteorologi atas segala bantuannya.
4. Teman-teman Laboratorium Klimatologi : Antonio Alberto, Irvan Harimena, Galih Charita
Winarto, dan Putri Tanjung atas segala bantuan dan dukungannya.
5. Limnologi LIPI dan BMKG Ciputat atas bantuan datanya.
6. Sahabat penulis selama kuliah : Verry Andriawan, Andri Suryadinata, Wahyu Suprapto
Hengky Hariadi.
7. Teman-teman GFM’42 : Gito, Nizar, Hardie, Tumpal, Wahyu, Singgih, Franz, Indra,
Victor, Arie, Apit, Ghulam, Dhani, Hengky, Budi, Ivan, Dori, Tigin, Zahir, Robert, Yudi,
Aan, Ningrum, Anis, Cici, Lisa, Nancy, Dewi, Wita, Veza, Rifa, Indah, Devita, Epi. Terima
kasih banyak atas kebersamaan suka dan duka selama masa kuliah.
8. Abdul Djamiun Nurzain, Sinta Rahmi Putri, Tjut Ahmad Perdana, Eva Puspitasari, Hasanul
Fajri Nuras atas segala dukungan dan bantuannya.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Akhir kata penulis
ucapkan banyak terima kasih.
Bogor, Juli 2010
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................................... 1
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 1
2.1 Iklim Regional Indonesia .............................................................................................. 1
2.1.1 Pola Curah Hujan................................................................................................... 1
2.1.2 Iklim DAS Cisadane .............................................................................................. 2
2.2 Perubahan Iklim ............................................................................................................ 2
2.2.1 Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ............................................................................. 2
2.2.2 Skenario Emisi Global .......................................................................................... 3
2.2.3 Kajian tentang Perubahan Iklim di Indonesia .......................................................... 3
2.3 Global Circulation Model (GCM) ................................................................................ 4
2.3.1 Karakteristik Luaran GCM ..................................................................................... 4
2.3.2 Model GCM .......................................................................................................... 4
2.3.2.1 Model GCM CSIRO ................................................................................... 4
2.3.2.2 Model GCM GFDL..................................................................................... 4
2.3.2.3 Model GCM CGCM3 ................................................................................. 5
2.4 Downscaling ................................................................................................................. 5
2.4.1 Dynamical Downscaling ....................................................................................... 5
2.4.2 Statistical Downscaling ......................................................................................... 5
2.4.2.1 Pendekatan Statistical Downscaling............................................................. 6
2.4.2.2 Kategori Teknik Statistical Downscaling ................................................... 7
2.4.2.3 Asumsi dan Permasalahan dalam Teknik Statistical Downscaling ................ 7
2.5 Analisis Komponen Utama ............................................................................................ 7
III. METODOLOGI .................................................................................................................. 8
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................ 8
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................................. 8
3.3 Metode Penelitian ......................................................................................................... 8
3.3.1 Penyiapan dan Konversi Data ................................................................................ 8
3.3.2 Penentuan Lokasi dan Reduksi Domain Wilayah Indonesia ..................................... 9
3.3.3 Reduksi dimensi grid (variabel) dengan Analisis Komponen Utama ........................ 9
3.3.4 Pendugaan Model dengan Regresi Komponen Utama............................................ 10
3.3.5 Validasi Model ................................................................................................... 10
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 11
4.1 Pola Hubungan Umum ............................................................................................... 11
iii
4.2 Analisis Komponen Utama ........................................................................................ 12
4.3 Analisis Regresi Komponen Utama ............................................................................ 13
4.4 Validasi Model .......................................................................................................... 16
4.5 Proyeksi Model GCM ................................................................................................ 17
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................................ 20
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 20
5.2 Saran ......................................................................................................................... 20
VI. DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 20
LAMPIRAN ............................................................................................................................. 23
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Kelebihan dan Kelemahan Utama Metode Statistical Downscaling (SD) ...................... 6
Tabel 2 Kategori Teknik Statistical Downscaling ..................................................................... 7
Tabel 3 Periodesasi Data Untuk Verifikasi dan Validasi Model................................................. 8
Tabel 4 Nilai koefisien determinasi (R2) untuk masing-masing data GCM pada stasiun yang
berbeda dengan Analisis Regresi Sederhana (Tahun 1989-1998)................................. 11
Tabel 5 Nilai korelasi untuk masing-masing data GCM pada stasiun yang berbeda dengan
Analisis Regresi Sederhana (Tahun 1989-1998) ......................................................... 11
Tabel 6 Nilai proporsi kumulatif masing-masing model GCM sampai dengan enam komponen
utama (PC6). ............................................................................................................. 12
Tabel 7 Nilai koefisien determinasi (R2) hasil verifikasi untuk model GCM CSIRO pada
masing-masing stasiun (Tahun 1989-1998). ............................................................... 14
Tabel 8 Nilai koefisien determinasi (R2) hasil verifikasi untuk model GCM GFDL pada masing-
masing stasiun (Tahun 1989-1998). ............................................................................ 14
Tabel 9 Nilai koefisien determinasi (R2) hasil verifikasi untuk model GCM CGCM3 pada
masing-masing stasiun (Tahun 1989-1998). ............................................................... 14
Tabel 10 Nilai koefisien determinasi (R2) untuk masing-masing data GCM pada stasiun yang
berbeda dengan Analisi Regresi Kompenen Utama (Tahun 1989-1998). ..................... 15
Tabel 11 Nilai korelasi untuk masing-masing data GCM pada stasiun yang berbeda dengan
Analisis Regresi Kompenen Utama (Tahun 1989-1998).............................................. 15
Tabel 12 Nilai RMSE dan korelasi hasil validasi untuk masing-masing data GCM pada stasiun
yang berbeda (Tahun 1999-2000) ............................................................................... 16
Tabel 13 Perbandingan nilai rata-rata curah hujan bulanan antara data observasi dan hasil
proyeksi pada masing-masing model GCM (mm/bulan).............................................. 18
Tabel 14 Perbandingan nilai rata-rata curah hujan bulanan antara musim penghujan dan musim
kemarau pada masing-masing model GCM (mm/bulan).............................................. 18
Tabel 15 Perbandingan nilai rata-rata curah hujan bulanan antara data observasi dan hasil
proyeksi model pada masing-masing stasiun (mm/bulan) ........................................... 19
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Pembagian Pola Iklim di Indonesia ......................................................................... 2
Gambar 2 Skenario emisi gas rumah kaca tahun 2000-2100 .................................................... 3
Gambar 3 Ilustrasi Downscaling ............................................................................................. 5
Gambar 4 Daerah Kajian Wilayah DAS Cisadane ................................................................... 9
Gambar 5 Reduksi Domain Wilayah Indonesia pada Model GCM CSIRO ............................ 10
Gambar 6 Diagram alir penelitian ......................................................................................... 11
Gambar 7 Grafik pola curah hujan untuk masing-masing stasiun hujan (Tahun 1989-1998) ... 12
Gambar 8 Grafik Scree Plot Model GCM CSIRO ................................................................. 13
Gambar 9 Grafik Scree Plot Model GCM GFDL .................................................................. 13
Gambar 10 Grafik Scree Plot Model GCM CGCM3 ............................................................... 13
Gambar 11 Grafik Perbandingan nilai R-Square antara Regresi Sederhana dengan Regresi
Komponen Utama (PCR) ...................................................................................... 15
Gambar 12 Grafik Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan pada St. Citeko model GCM
CSIRO (Tahun 1999-2000)................................................................................... 16
Gambar 13 Grafik Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan pada St. Citeko model GCM
GFDL (Tahun 1999-2000) .................................................................................... 17
Gambar 14 Grafik Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan pada St. Citeko model GCM
CGCM3 (Tahun 1999-2000) ................................................................................. 17
Gambar 15 Perbandingan pola distribusi gamma antara data observasi dengan masing-masing
model GCM (Tahun 2011-2050) ........................................................................... 18
Gambar 16 Grafik Proyeksi Masing-masing Model GCM (Tahun 2011-2050) ......................... 19
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Cara Penggunaan Software Panoply ................................................................... 23
Lampiran 2 Nilai Koefisien Determinasi (R2) sampai dengan 10 komponen utama (10PC) .... 27
Lampiran 3 Persamaan untuk masing-masing model GCM ................................................... 28
Lampiran 4 Signifikansi Model ............................................................................................ 31
Lampiran 5 Plotting hasil validasi antara data observasi dan hasil dugaan.............................. 33
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketidakseimbangan musiman jumlah air
hujan menyebabkan persediaan air berkurang
di musim kemarau dan berlimpah di musim hujan. Air hujan yang jatuh ke bumi
sebagian akan ditampung di Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang mempunyai fungsi
penting untuk mendukung kelangsungan
hidup masyarakat. DAS Cisadane merupakan
salah satu DAS di Jawa Barat yang banyak
dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan
hidup sehari-hari termasuk dalam kegiatan
pertanian.
Sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh
masalah ketersediaan air yang bergantung
pada perubahan pola dan lamanya musim
penghujan. Perubahan pola curah hujan ini
terjadi sebagai dampak dari adanya
perubahan iklim dalam jangka panjang.
Perubahan iklim merupakan perubahan
variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-
angsur dalam jangka waktu panjang (50 - 100
tahun) dan disebabkan oleh kegiatan
manusia, terutama yang berkaitan dengan
pemakaian bahan bakar fosil dan alih-guna
lahan (Kementerian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia, 2004).
Perubahan iklim memberikan dampak
yang mempengaruhi kondisi pertanian.
Kekeringan yang lebih lama dan musim
hujan yang lebih panjang karena pergeseran
pola curah hujan dalam jangka panjang
(Susandi, 2007), mendorong perlunya
perubahan pada pola dan musim tanam
(Subagyono, 2007) sebagai salah satu
langkah adaptasi. Tanpa adaptasi irigasi
menjadi semakin terbatasi ketika musim kemarau karena ketersediaan air sangat
terbatas, sehingga berdampak pada
penurunan produksi padi (MoE, 2007). Untuk
mengatasi masalah tersebut dibutuhkan
informasi iklim masa depan terutama curah
hujan.
Menurut Wigena (2006), Global
Circulation Model (GCM) dapat digunakan
sebagai alat prediksi utama iklim dan cuaca
secara numerik dan sebagai sumber informasi
primer untuk menilai perubahan iklim. Tetapi
informasi GCM masih berskala global dan
tidak untuk skala yang lebih detil (lokal),
sehingga masih sulit untuk mendapatkan
informasi skala lokal (Regional Climate
Model, RCM) dari data GCM. Untuk
memperoleh informasi skala lokal atau
regional tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan teknik
downscaling.
Ada dua tipe downscaling yang biasa digunakan yaitu Dynamical Downscaling
(DD) dan Empirical Statistical Downscaling
(ESD) (Suaydhi et al, 2008). Dalam
penelitian ini nantinya digunakan metode
Empirical Statistical Downscaling (ESD)
atau Statistical Downscaling (SD) dengan
menggunakan metode Analisis Komponen
Utama. Analisis komponen utama digunakan
untuk mereduksi dimensi grid, pendugaan
model dengan regresi komponen utama,
sedangkan kriteria validasi model menggunakan akar kuadrat sisaan (root mean
square error : RMSE) dan korelasi.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui keterkaitan antara data curah hujan luaran GCM dengan data observasi
di wilayah DAS Cisadane.
2. Membandingkan tiga data GCM yang
mempunyai hubungan kuat terhadap
kondisi observasi di wilayah kajian.
3. Membuat model proyeksi data curah
hujan untuk wilayah DAS Cisadane.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Iklim Regional Indonesia
Indonesia merupakan daerah tropik yang
terletak antara benua Asia dan Australia.
Kondisi suhu udara di Indonesia sepanjang
tahun hampir konstan, tetapi sebaliknya
kondisi curah hujan sangat berubah terhadap
musim (Tjasyono, 2004). Curah hujan
merupakan indikator penting di daerah tropik, dimana total curah hujan sangat beragam dari
tahun ke tahun dan di tempat yang berbeda.
2.1.1 Pola Curah Hujan
Pola curah hujan wilayah Indonesia
secara umum dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu (Tjasyono, 2004) :
1. Pola Monsun (monsoonal)
Daerah yang dipengaruhi oleh monsun
memiliki pola hujan dengan satu puncak
(unimodal). Dipengaruhi oleh angin laut atau
darat dalam skala yang sangat luas. Dicirikan
oleh adanya perbedaan yang jelas antara
periode musim kemarau dan musim hujan
2
Gambar 1. Pembagian pola iklim di Indonesia (Aldrian dan Susanto, 2003)
dalam setahun. Masing-masing berlangsung
selama kurang lebih 6 bulan, yaitu pada bulan
Oktober - Maret sebagai musim hujan dan
April - September sebagai musim kemarau. Saat monsun barat jumlah curah hujan
berlimpah, sebaliknya saat monsun timur
jumlah curah hujan sangat sedikit.
2. Pola Ekuatorial
Daerah yang dipengaruhi oleh sistem
ekuator memiliki pola hujan dengan dua
puncak (bimodal). Berhubungan dengan
pergerakan zona konvergensi ke utara dan
selatan, mengikuti pergerakan matahari. Pola
ini dicirikan dengan dua kali maksimum
curah hujan bulanan dalam setahun yang
biasanya terjadi setelah ekinoks, yaitu pada bulan Maret dan Oktober saat matahari
berada di dekat ekuator. Ekinoks adalah
kedudukan matahari tepat di atas ekuator
yang terjadi pada 21 Maret dan 23
September.
3. Pola Lokal
Daerah dengan pola hujan lokal memiliki
pola hujan unimodal dengan puncak yang
terbalik dibandingkan dengan pola hujan
monsun. Dipengaruhi oleh keadaan dan
kondisi setempat, seperti naiknya udara lembab secara paksa ke dataran yang lebih
tinggi atau pegunungan dan pemanasan lokal
yang tidak seimbang. Umumnya memiliki
distribusi hujan bulanan yang berkebalikan
dengan pola monsun. Di Indonesia daerah
yang memiliki pola hujan lokal sangat
sedikit, misalnya daerah Ambon.
Hasil analisis Aldrian dan Susanto (2003)
memperjelas pola curah hujan di atas
(Gambar 1). Gambar 1 menunjukkan bahwa
Region atau daerah A (monsoon), pola curah
hujannya berbentuk huruf U (paling kiri),
sedang pola Region B (ekuatorial), pola
curah hujannya berbentuk huruf M ( tengah)
dengan dua puncak curah hujan. Sedangkan pola Region C (lokal) berbentuk huruf U
terbalik (kanan) atau berkebalikan dengan
Region A. Garis merah (tengah) merupakan
rataan curah hujan dalam milimeter
sedangkan garis hitam (pinggir) merupakan
deviasinya.
2.1.2 Iklim DAS Cisadane
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane
merupakan salah satu DAS yang ada di
wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara
geografis terletak pada 6º2’12” - 6º46’48” LS
dan 106º28’12” - 106º57’0” BT. Mempunyai
daerah tangkapan seluas 11.000 ha dan
panjang sungai utama sekitar 80 km. Secara
umum kondisi iklim di DAS Cisadane relatif
basah dengan curah hujan rata-rata sekitar
2.000 - 4000 mm per tahun dan suhu rata- rata tahunan sebesar 22 - 34o C.
2.2 Perubahan Iklim
2.2.1 Emisi Gas Rumah Kaca (GRK)
Fenomena pemanasan global berlangsung
akibat terjadinya peningkatan konsentrasi gas
rumah kaca yang cepat di atmosfer. Hal ini
ditunjukkan dengan naiknya suhu udara
global yang sudah dimulai sejak awal
revolusi industri. Naiknya suhu global ini
disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi
gas rumah kaca (tiga gas rumah kaca utama : CO2, CH4, dan N2O) di atmosfer akibat
aktivitas manusia seperti pembakaran bahan
bakar fosil dan kegiatan industri serta
pembukaan hutan atau konversi lahan.
3
2.2.2 Skenario Emisi Global
Skenario dapat dinyatakan sebagai
alternatif kejadian yang akan datang
(Mahmud, 2007). Skenario SRES merupakan
skenario emisi yang dikembangkan oleh Nakicenovic et al (2000) yang didasarkan
pada skenario emisi karbondioksida. SRES
dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on
Climate Change atau IPCC untuk laporan
yang ketiga atau di sebut Third Assessment
Report (TAR) di tahun 2001. Ada empat
skenario emisi GRK utama yang disusun oleh
IPCC, asumsi yang digunakan oleh keempat
skenario utama tersebut adalah (IPCC, 2000)
1. Skenario emisi grup A1 (SRESA1)
Asumsi yang digunakan pada skenario ini bahwa pada masa mendatang pertumbuhan
ekonomi berlangsung cepat, populasi global
meningkat dan cepatnya pengenalan
teknologi baru yang lebih efisien.
Kecenderungan tersebut bersifat homogen
dan konvergen sehingga perbedaan
pendapatan per kapita antar wilayah menurun
dengan cepat.
Adapun dari famili A1 yang
mengkarakteristikkan pengembangan
alternatif teknologi pada :
A1F1 : Skenario dengan penggunaan bahan bakar fosil secara intensif
A1B : Skenario dengan penggunaan energi
yang seimbang antara bahan bakar
fosil dan non-fosil
A1T : Skenario dengan penggunaan bahan
bakar non-fosil yang lebih dominan
2. Skenario emisi grup A2 (SRESA2)
Asumsi yang digunakan yaitu pada masa
mendatang kondisi antar wilayah sangat
beragam, kerjasama antar wilayah sangat
lemah dan cenderung lebih bersifat individu. Pembangunan ekonomi sangat berorientasi
wilayah sehingga akan terjadi fragmentasi
antar wilayah baik pertumbuhan pendapatan
per kapita maupun dari segi perubahan
teknologi.
3. Skenario emisi grup B1 (SRESB1)
Skenario ini menggunakan asumsi yang
sama seperti pada grup A1, ditambah dengan
asumsi bahwa terjadi perubahan struktur
ekonomi yang cepat melalui peningkatan
pelayanan dan informasi ekonomi, serta
diperkenalkannya teknologi yang bersih dan hemat penggunaan sumberdaya.
4. Skenario emisi grup B2 (SRESB2)
Menekankan pada upaya penyelesaian
masalah ekonomi, sosial dan lingkungan
secara lokal. Populasi global terus meningkat
dengan laju sedikit lebih rendah dari skenario
emisi grup A2, pembangunan ekonomi pada
tingkat sedang, dan perubahan teknologi
sedikit lebih lambat dari skenario B1 dan A1.
Skenario SRES masih digunakan untuk
Fourth Assessment Report (AR4) yang
dikeluarkan tahun 2007. Dalam AR4
disebutkan bahwa emisi gas rumah kaca
(GRK) secara global masih akan naik sampai
beberapa dekade (IPCC, 2007). Seperti yang
terlihat pada Gambar 2, garis putus-putus
menunjukkan jarak minimum dan maksimum
dari skenario post-SRES.
Gambar 2. Skenario emisi gas rumah kaca
tahun 2000-2100 (IPCC, 2007)
2.2.3 Kajian tentang Perubahan Iklim di
Indonesia
Di Indonesia, kajian tentang perubahan
iklim dan dampaknya masih sangat terbatas.
Pendekatan yang digunakan dalam
melakukan kajian ini pada umumnya
pendekatan modeling dan/atau analog
(identifikasi kejadian masa lalu). Dari
beberapa kajian sementara yang sudah
dilakukan, diperkirakan curah hujan di
Indonesia akan mengalami perubahan. Hal
tersebut didasarkan pada dua model sirkulasi umum (GISS dan CCCM), dimana kedua
model menunjukkan bahwa wilayah
Indonesia bagian utara diperkirakan akan
menjadi lebih kering dan hal sebaliknya
terjadi pada wilayah Indonesia bagian selatan
(Boer et al, 2001).
Perubahan Iklim dimasa mendatang dapat
diproyeksikan dengan menggunakan sistem
model sirkulasi umum GCM (Global
Circulation Model). Beberapa model GCM
memprediksikan jika konsentrasi CO2
meningkat dua kali lipat maka akan terjadi
peningkatan suhu sebesar 2 – 4 0C dan
4
peningkatan curah hujan sebesar 0 – 800
mm/tahun (ICSTCC, 1998 ; Susandi, 2006).
Sedangkan Kaimuddin (2000)
memprediksikan bahwa jika terjadi
peningkatan konsentrasi CO2 sebesar dua kali
lipat, selain terjadi peningkatan suhu dan
curah hujan juga akan terjadi perubahan pola
hujan di wilayah Indonesia.
2.3 Global Circulation Model (GCM)
Global Circulation Model (GCM) atau model sirkulasi umum adalah model dinamik
yang berdasarkan pemahaman yang
mendalam mengenai sistem iklim saat ini
untuk mensimulasi proses-proses fisik
atmosfer dan lautan, yang dapat
mengestimasi iklim global (Kaimuddin,
2000). GCM banyak digunakan untuk
menilai dampak peningkatan gas rumah kaca
terhadap kondisi atmosfer pada sistem iklim
(Von Stroch et al, 1993).
2.3.1 Karakteristik Luaran GCM
Model GCM diyakini sebagai model
penting dalam upaya memahami iklim masa
lalu, sekarang, dan masa yang akan datang.
GCM mampu menduga perubahan unsur-
unsur cuaca dalam bentuk luaran grid-grid
yang berukuran 100-500 km menurut lintang dan bujur (Von Stroch et al, 1993). Meskipun
prediksi iklim berbasis GCM bisa akurat pada
skala grid, namun prediksi-prediksi tersebut
belum tentu sesuai bagi kondisi-kondisi lokal
(Ratag, 2006).
Model GCM mampu mensimulasi
kondisi-kondisi iklim beresolusi rendah,
namun tidak dirancang untuk menghasilkan
informasi penting dengan resolusi yang lebih
tinggi, misalnya untuk suhu dan curah hujan
skala lokal. Akibat langsung resolusi spasial
yang kasar dari GCM adalah ketidakcocokan
skala spasial antara prediksi iklim yang
tersedia dan skala yang dibutuhkan oleh
pengguna prediksi iklim.
2.3.2 Model GCM
Model GCM banyak dikembangkan oleh
berbagai negara sesuai dengan tujuan dan
aplikasi masing-masing. Pada penelitian ini
dicoba untuk menggunakan tiga model yang
diaplikasikan untuk wilayah Indonesia
khususnya untuk skala lokal DAS Cisadane.
Model yang akan digunakan antara lain model GCM CSIRO Mk3.0 yang
dikembangkan oleh CSIRO Atmospheric
Research (Australia) (Gordon et al, 2002),
model GCM GFDL yang dikembangkan oleh
Geophysical Fluid Dynamics Laboratory
(USA) (Wittenberg et al, 2004) dan model
GCM CGCM3 yang dikembangkan oleh
Canadian Centre for Climate Modelling &
Analysis (Canada) (CCCma, 2010). Ketiga
model ini dipilih karena memiliki resolusi
yang berbeda dan sejauh mana masing-
masing model yang dikembangkan dari
negara yang berbeda mensimulasi iklim di
daerah kajian.
2.3.2.1 Model GCM CSIRO
Model GCM CSIRO (Commonwealth
Scientific and Industrial Research
Organisation), merupakan model yang
dikembangkan oleh Division of Atmospheric
Research CSIRO, Melbourne, Australia (Gordon et al, 2002). Model ini berawal dari
model dengan resolusi vertikal 4 level dan
resolusi horizontal R21 (Rhombodial spektral
21) atau setara dengan 3.2 x 5.6 derajat.
Kemudian resolusi vertikalnya dikembangkan
menjadi 9 level dan 18 level, sedangkan
resolusi horizontalnya dikembangkan
menjadi R42 dan kemudian T63 (setara
dengan 1.875 x 1.875 derajat).
GCM CSIRO merupakan model atmosfer
yang dikopel dengan model slap lapisan
campuran lautan (kedalaman laut sekitar 150
m) yang menggambarkan interaksi antara
atmosfer dengan lautan. Model ini dapat
mensimulasikan siklus harian dan musiman,
dan dapat memprediksi beberapa parameter
iklim (Nugroho, 2001).
2.3.2.2 Model GCM GFDL
GFDL (Geophysical Fluid Dynamics
Laboratory) adalah salah satu institusi yang
sudah lama mengembangkan model sirkulasi
umum (GCM), model ini dikembangkan di
Universitas Princeton, Amerika Serikat (GFDL, 2010). GFDL bekerjasama dengan
NOAA untuk kemajuan dan ahli dalam
bidang perubahan iklim lokal maupun global
melalui penelitian, pengembangan model,
dan menghasilkan suatu produk. Tujuan dari
penelitian adalah untuk mengembangkan
pemahaman pemerintah terhadap proses fisik
atmosfer dan lautan sebagai sistem fluida
yang kompleks. Sistem ini kemudian dapat
dimodelkan secara matematis dan dapat
disimulasikan dengan komputer (computer
simulation methods).
GFDL mengembangkan dan
menggunakan model matematis dan simulasi
komputer untuk meningkatkan pemahaman
kita terhadap prediksi dari sifat atmosfer,
lautan dan iklim. Sejak 1955, GFDL telah
5
melaksanakan banyak penelitian tentang
pemodelan perubahan iklim global yang
memiliki peranan penting di dunia,
diantaranya di World Meteorological
Organization (WMO), Intergovermental
Panel on Climate Change (IPCC), dan U.S
Climate Change Science Program (GFDL,
2010).
2.3.2.3 Model GCM CGCM3
CGCM3 (The Third Generation Coupled
Global Climate Model) merupakan versi
ketiga dari Coupled Global Climate Model
(CGCM) yang dikembangkan oleh Canadian
Centre for Climate Modelling and Analysis
(CCCma). CGCM3 dikembangkan dalam dua
resolusi yang berbeda yaitu versi T63 dan T47 (CCCma, 2010). Versi T63 mempunyai
resolusi spasial permukaan grid yaitu sebesar
2.8 derajat lat/lon sedangkan versi T47
memiliki resolusi yang lebih rendah yaitu
3.75 derajat lat/lon yang akan digunakan
dalam penelitian ini.
2.4 Downscaling
Downscaling didefinisikan sebagai upaya
menghubungkan antara sirkulasi peubah
skala global (peubah penjelas) dan peubah
skala lokal (peubah respon) (Sutikno, 2008). Sedangkan menurut Wigena (2006), teknik
downscaling adalah suatu proses transformasi
data dari suatu grid dengan unit skala besar
menjadi data pada grid-grid dengan unit skala
yang lebih kecil.
Sumber : http://www.cccsn.ca/
Gambar 3. Ilustrasi Downscaling
Downscaling didasarkan pada asumsi
bahwa iklim regional dipengaruhi oleh iklim
skala global atau benua (Von Storch, 1999;
Sutikno, 2008). Iklim regional merupakan
hasil interaksi antara atmosfer, lautan,
sirkulasi spesifik (lokal), seperti topografi,
vegetasi, dan distribusi penggunaan lahan
(Gambar 3).
2.4.1 Dynamical Downscaling
Teknik Dynamical Downscaling (DD)
merupakan metode yang paling kompleks,
berkaitan dengan dinamika atmosfer, dan
memerlukan perangkat komputer dengan
kecepatan tinggi dan memori yang cukup
besar. DD menggunakan informasi skala
lokal (Regional Climate Model, RCM) untuk
mensimulasikan proses fisik evolusi cuaca
dalam skala besar dari data GCM [c.f. Giorgi et al., 2001; Mearns et al.,2004; Schmidli,
2005]. Untuk dapat menjalankan eksperimen
RCM dibutuhkan data GCM frekuensi tinggi
(misal 6 jam-an) sebagai fungsi waktu.
Hampir semua teknik ini hanya
menggunakan modus satu-arah (one-way nesting), yaitu tanpa adanya umpan balik dari
simulasi RCM ke dalam GCM. Pendekatan
satu-arah ini didasarkan atas GCM digunakan
untuk mensimulasikan respons sirkulasi
global terhadap forcings skala besar,
sedangkan RCM digunakan (1) untuk
mengakomodasikan forcings berskala sub-
GCM grid, dan (2) untuk meningkatkan
simulasi sirkulasi-sirkulasi atmosfer dan
variabel-variabel iklim pada skala-skala
ruang yang kecil (Ratag, 2006).
2.4.2 Statistical Downscaling
Statistical downscaling (SD) adalah
proses downscaling yang bersifat statik
dimana data pada grid-grid berskala besar
dalam periode dan jangka waktu tertentu
digunakan sebagai dasar untuk menentukan data pada grid berskala lebih kecil (Wigena,
2006). Statistical Downscaling meliputi
pengembangan kuantitatif hubungan antara
peubah atmosfer (resolusi rendah : peubah
penjelas) dan peubah lokal permukaan
(resolusi tinggi : peubah prediktan/respon)
(Sutikno, 2008). Penggunaan statistical
downscaling lebih menguntungkan karena
lebih murah dan bisa dirancang sesuai
tujuan. Kelebihan dan kelemahan metode ini
lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.
6
Tabel 1. Kelebihan dan kelemahan utama metode statistical downscaling (SD)
Metode Kelebihan Kelemahan
Tipe Cuaca
(weather typing) :
(metode analog,
pendekatan hybrid, klasifikasi fuzzy, metode Monte Carlo)
serba guna (dapat diterapkan untuk iklim permukaan, kualitas udara, banjir, erosi)
kombinasi untuk analisis kejadian ekstrim
kejuaraan fisik dapat diinterpretasikan dengan iklim permukaan
pola sirkulasi sering tidak sensitif untuk forcing iklim ke depan
mungkin tidak dapat menggambarkan ragam internal dalam iklim permukaan
Pembangkit Cuaca (weather generators) :
(markov chain, model stokastik)
menghasilkan esembel yang luas untuk analisis ketidakpastian atau simulasi yang panjang pada kondisi ekstrim
dapat membangkitkan informasi kondisi tengah harian (sub-daily)
hasil peubah berubah-ubah untuk iklim ke depan
dampak tidak terantisipasi peubah lain (secondary variabel) dari perubahan peubah presipitasi
Analisis Regresi (regression methods) :
(regresi linier, jaringan saraf tiruan, analisis korelasi kanonik, kriging)
relatif praktis untuk diterapkan
menggunakan semua peubah penjelas yang tersedia
software tersedia
representasi ragam observasi lemah
adanya asumsi linearitas atau normalitas data
representasi kejadian ekstrim lemah
(Sumber : Wilby et al., 2004)
2.4.2.1 Pendekatan Statistical Downscaling
Pendekatan Statistical Downscaling
menggunakan data regional atau global untuk
memperoleh hubungan fungsional antara
skala lokal dengan skala global GCM, seperti
model regresi (Wigena, 2006). Statistical
Downscaling luaran GCM diantaranya
pernah digunakan dalam estimasi curah hujan
di wilayah Iberian Peninsula (Von Storch et
al., 1993). Sementara itu untuk wilayah
Indonesia pernah dilakukan oleh Sutikno (2008) dalam pemanfaatan untuk peramalan
produksi pertanian dengan menggunakan
metode Regresi Splines Adaptif Berganda
(RSAB) di daerah Indramayu, Subang dan
Karawang.
Secara umum prosedur Statistical
Downscaling adalah sebagai berikut (Sutikno,
2008) : (1) pra-pemrosesan dan reduksi
dimensi peubah penjelas (GCM) (2)
menentukan domain peubah penjelas, (3)
mengidentifikasi dan menentukan peubah
penjelas yang berkorelasi tinggi terhadap
peubah prediktan/respon, (4) validasi dan
evaluasi model, dan (5) menerapkan data
GCM.
Metode SD dikelompokkan menjadi tiga
bagian yaitu (Wilby et al, 2004) :
1. Klasifikasi Pola Cuaca (Weather
Classification Schemes)
Metode klasifikasi cuaca adalah
mengeolompokkan hari kedalam jumlah yang
terbatas kedalam tipe cuaca tertentu atau status (states) menurut kesamaan sinoptiknya.
Metode berdasarkan klasifikasi mempunyai
keterbatasan dalam menghasilkan
karakteristik yang tetap pada musim hujan
atau musim kemarau pada suatu lokasi.
2. Analisis Regresi (Regression Models)
Model regresi merupakan konsep
sederhana yang menggambarkan bentuk
hubungan linear atau non-linear antara
peubah respon/prediktan dengan peubah
penjelas. Secara umum metode yang digunakan adalah regresi berganda, analisis
korelasi kanonik, dan jaringan saraf tiruan
yang serupa dengan regresi non-linear.
3. Pembangkit Cuaca (Weather Generator)
Pembangkit cuaca merupakan model yang
mereplikasi atribut/ukuran statistik peubah
iklim lokal (seperti rataan dan ragam), tetapi
tidak diamati urutan kejadiannya (Wilks dan
Wilby 1999 ; Sutikno 2008). Model ini
digunakan untuk statistical downscaling (SD)
dengan pengkondisian parameter peubah
penjelas yaitu atmosfer, kondisi cuaca atau
7
sifat curah hujan (Katz, 1996; Semenov dan
Barrow, 1997; Wilks, 1999 ; Wilby 2004).
2.4.2.2 Kategori Teknik Statistical
Downscaling
Banyak teknik yang dapat digunakan dalam analisis statistical downscaling,
Wigena (2006) mengelompokkan teknik-
teknik tersebut kedalam lima kategori (Tabel
2). Kategori ini berdasarkan teknik berbasis
Regresi dan Klasifikasi, teknik dengan model
Linear atau model Nonlinear, teknik dengan
model Parametrik atau model Nonparametrik,
teknik berbasis Proyeksi atau Seleksi, dan
teknik berbasis model-driven atau data-
driven.
Tabel 2. Kategori Teknik Statistical
Downscaling
No Kategori Teknik - teknik Statistical
Downscaling
1
a. Berbasis
Regresi
MOS, Perfect Prognosis,
Analog, PCR, CCA, MARS,
Regresi bertatar, ANN,
[PPR]
b. Berbasis
Klasifikasi CART (TSR), NHMM
2
a. Model
Linear
MOS, Perfect Prognosis,
Analog, Regresi
bertatar,PCR, CCA, CART
(TSR)
b. Model Non
Linear ANN, MARS, [PPR]
3
a. Model
Parametrik
MOS, Regresi bertatar,
PCR, CCA, CART (TSR)
b. Model Non
Parametrik ANN, MARS, [PPR]
4
a. Berbasis
Proyeksi PCR, [PPR]
b. Berbasis
Seleksi
CART (TSR), Regresi
bertatar
5
a. Model
driven
MOS, PCR, CCA, Regresi
Bertatar, ANN
b. Data driven MARS, CART (TSR),
[PPR]
(Sumber : Wigena, 2006)
2.4.2.3 Asumsi dan Permasalahan dalam
Teknik Statistical Downscaling
Asumsi dalam teknik SD sangat
diperlukan dalam penggunaan model statistik.
Asumsi yang penting dalam menilai dampak
iklim dengan pendekatan statistik adalah
adanya hubungan antara sirkulasi atmosfir
skala besar dan iklim lokal yang tidak
berubah dengan terjadinya perubahan iklim
(Zorita dan Storch, 1999; Wigena, 2006).
“Statistical downscaling” didasarkan
pada asumsi bahwa iklim regional
dikendalikan oleh dua faktor yaitu : iklim
skala besar dan kondisi/karakteristik
fisiografik regional/lokal seperti topografi
distribusi daratan-lautan dan tataguna lahan
(Von Storch, 1995, 1999.; Wilby et al, 2004).
Dari prespektif ini, informasi iklim
lokal/regional bisa didapatkan dari
menentukan model statistik yang
menghubungkan peubah iklim skala-besar
(prediktor/peubah penjelas) dengan peubah
regional atau lokal (prediktan/peubah
respon).
Menurut Sutikno (2008), beberapa
permasalahan yang muncul dalam SD adalah
: (1) menentukan domain (grid) dan reduksi
dimensi, (2) mendapatkan peubah penjelas
yang mampu menjelaskan keragaman peubah
lokal, dan (3) mendapatkan metode statistik
yang sesuai karakteristik data, sehingga bisa menggambarkan hubungan antara peubah
prediktan dan peubah penjelas, serta dapat
mengakomodasi kejadian ekstrim.
2.5 Analisis Komponen Utama
Analisis Komponen Utama atau PCA
(Principle Component Analysis) adalah
metode analisis peubah multi yang bertujuan
memperkecil dimensi peubah asal sehingga
diperoleh peubah baru (komponen utama)
yang tidak saling berkorelasi tetapi
menyimpan sebagian besar informasi yang terkandung dalam peubah asal (Morrisson
DF, 1990; Adiningsih 2004). Soemartini
(2008) menyimpulkan bahwa metode PCA
terbukti dapat mengatasi masalah
pelanggaran asumsi klasik multikolinearitas
tanpa perlu membuang variabel bebas yang
berkolinear tinggi.
Salah satu dari tujuan analisis komponen
utama adalah mereduksi dimensi data asal
yang semula terdapat p variabel bebas
menjadi k komponen utama (dimana k < p).
Kriteria pemilihan k yaitu (Prasetyo, 2007) :
1. Proporsi kumulatif keragaman data asal
yang dijelaskan oleh k komponen utama
minimal 80%, dan proporsi total variansi
populasi bernilai cukup besar.
2. Dengan menggunakan scree plot yaitu
plot antara i dan λi (plotting antara
proporsi atau proporsi kumulatif dengan
masing-masing komponen utama).
Pemilihan k berdasarkan scree plot
ditentukan dengan melihat letak
terjadinya belokan dengan menghapus komponen utama yang menghasilkan
beberapa nilai eigen kecil membentuk
pola garis lurus.
8
Model Regresi Komponen Utama adalah
sebagai berikut :
𝒚 = 𝒇 (𝒑𝒄)
𝒚 = 𝒃𝟎 + 𝒃𝟏𝒑𝒄𝟏 + 𝒃𝟐𝒑𝒄𝟐 + …+ 𝒃𝒌𝒑𝒄𝒌
Dimana :
y = data observasi curah hujan
pc = score komponen utama
Keuntungan penggunaan Principal
Component Analysis (PCA) dibandingkan dengan metode lain adalah (Adiningsih,
2004) :
1. Dapat menghilangkan korelasi secara
bersih (korelasi = 0), sehingga masalah
multikoliniearitas dapat benar-benar
teratasi secara bersih.
2. Dapat digunakan untuk segala kondisi
data/penelitian.
3. Dapat dipergunakan tanpa mengurangi
jumlah variabel asal.
4. Walaupun metode regresi dengan PCA ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi,
akan tetapi kesimpulan yang diberikan
lebih akurat dibandingkan dengan
penggunaan metode lain.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Agustus 2009 sampai dengan bulan Januari
2010 di Laboratorium Klimatologi,
Departemen Geofisika dan Meteorologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian
ini antara lain :
1. Data model Global Circulation Model
(GCM) dalam format netCDF (.nc) untuk
variabel precipitable water (prw), yaitu :
a) Data eksperimen “20h century in
coupled models” (20C3M), periode
data :
GCM CSIRO : Tahun 1871-2000
GCM GFDL : Tahun 1861-2000
GCM CGCM3 : Tahun 1850-2000
b) Data Skenario SRES A1B, periode
data:
GCM CSIRO : Tahun 2001-2200
GCM GFDL : Tahun 2001-2100
GCM CGCM3 : Tahun 2001-2100
(Sumber :Laboratorium Klimatologi, IPB)
Data dapat di-download di :
http://www-pcmdi.llnl.gov/ipcc/.
2. Data curah hujan observasi wilayah kajian
(DAS Cisadane) tahun 1989-2000, yaitu
pada St.Cianten, St.Citeko, St.Dramaga,
St.Pasar Baru, St.PLTA Jasinga, St.PLTA Kracak, dan St.Tangerang.
(Sumber : BMKG, Ciputat)
3. Peta Administrasi Indonesia
(Sumber : Bakosurtanal)
Sedangkan alat yang digunakan adalah
seperangkat komputer dengan beberapa
Software pendukung seperti Microsoft Office
2007, Minitab 14, ArcView 3.3, Panoply
2.8.2.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Penyiapan dan Konversi Data
Data observasi yang digunakan adalah
data curah hujan bulanan wilayah Cisadane
yang terdiri dari tujuh stasiun hujan yaitu
St.Cianten, St.Citeko, St.Dramaga, St.PLTA
Jasinga, St.PLTA Kracak, dan St.Tangerang
(Gambar 4). Periode datanya adalah Januari
tahun 1989 sampai dengan Desember tahun
2000. Untuk melihat keterandalan model,
maka data dibagi menjadi dua bagian (Tabel
3).
Tabel 3. Periodesasi data untuk verifikasi dan
validasi model
No Stasiun
CH
Periode Ketinggian
(mdpl) Verifikasi
model
Validasi
model
1 Cianten 1989-1998 1999-2000 942
2 Citeko 1989-1998 1999-2000 1016
3 Dramaga 1989-1998 1999-2000 190
4 Pasar
Baru 1989-1998 1999-2000 210
5 PLTA
Jasinga 1989-1998 1999-2000 124
6 PLTA
Kracak 1989-1998 1999-2000 380
7 Tangerang 1989-1998 1999-2000 14
9
Gambar 4. Daerah Kajian Wilayah DAS Cisadane (BMKG, Ciputat)
Sedangkan, data model Global
Circulation Model (GCM) yang digunakan
adalah data eksperimen “20th century in
coupled models” (20C3M) yang dapat
diperoleh dengan mengunduh langsung pada
situs berikut : http://www-pcmdi.llnl.gov/ipcc/. Format awal dari
proses pengambilan data yaitu dalam bentuk
netCDF (.nc) sehingga harus dikonversi
terlebih dahulu menjadi format ASCII (.txt).
Untuk mengkonversi data tersebut dapat
digunakan Software Matlab 6.5 atau dapat
dibuka secara langsung dengan menggunakan
Software Panoply 2.8.2 (Lampiran 1).
Penggunaan kedua Software tersebut
mempunyai kelebihan dan kelemahan
masing-masing.
3.3.2 Penentuan Lokasi dan Reduksi
Domain Wilayah Indonesia
Penentuan lokasi dan luasan domain grid
GCM penting dilakukan karena skill GCM
berbeda-beda antar model pada wilayah
observasi dan tidak seragam antar lokasi (space) dan waktu (Lambert dan Boer 2001,;
Wilby et al 2004). Wetterhel (2005) dalam
Sutikno (2008) menyimpulkan bahwa
terdapat perbedaan luasan domain pada
musim yang berbeda di wilayah temperate,
sementara untuk wilayah tropik tidak ada
perbedaan luas domain.
Pada penelitian ini ukuran grid diambil
sesuai wilayah Indonesia yaitu 60 LU – 110
LS dan 950 – 1410 BT. Karena resolusi pada
masing-masing model GCM berbeda, maka
reduksi domain disesuaikan dengan resolusi
yang ada pada GCM tersebut. Misalnya pada
GCM CSIRO dengan resolusi yaitu sekitar
1.8750 x 1.8750, maka reduksi wilayah
Indonesia dapat dilakukan pada koordinat 6.5250 LU – 12.1250 LS dan 93.750 – 142.50
BT (Gambar 5). Hal yang sama dapat
dilakukan pada GCM yang berbeda
3.3.3 Reduksi dimensi grid (variabel)
dengan Analisis Komponen Utama
Analisis Komponen Utama atau Principal Component Analysis (PCA) dalam penelitian
ini dikerjakan dengan bantuan Software
Minitab 14. Hasil perhitungan dengan
Analysis Multivariate pada data GCM akan
menghasilkan nilai eigen vektor dan
komponen utama (PC) sesuai dengan jumlah
variabel yang diinginkan (misalkan enam
variabel). Dimana nilai proporsi kumulatif
keragaman data yang dijelaskan oleh
komponen utama minimal sebesar 80%
(Prasetyo, 2007).
10
Gambar 5. Reduksi domain wilayah Indonesia pada model GCM CSIRO
3.3.4 Pendugaan Model dengan Regresi
Komponen Utama
Hasil perhitungan PCA di atas, yaitu skor
komponen utama (PC) diregresikan langsung
dengan data observasi pada masing-masing
stasiun hujan. Dimana model persamaan yang
diperoleh dapat digunakan untuk proses
validasi selanjutnya. Jika hasil validasi
menghasilkan nilai korelasi yang baik, maka
model persamaan hasil PCR ini mempunyai
kemungkinan untuk digunakan sebagai model
skenario.
Model Regresi Komponen Utama adalah
sebagai berikut :
𝒚 = 𝒇 (𝒑𝒄)
𝒚 = 𝒃𝟎 + 𝒃𝟏𝒑𝒄𝟏 + 𝒃𝟐𝒑𝒄𝟐 + …+ 𝒃𝒌𝒑𝒄𝒌
Dimana :
y = data observasi curah hujan
pc = score komponen utama
3.3.5 Validasi Model
Setelah diperoleh model persamaan curah
hujan dari nilai PC (Principal Component),
langkah selanjutnya adalah proses validasi
(testing) model tersebut. Uji validasi
dilakukan guna mengetahui sejauh mana
keterandalan suatu model.
Data yang akan digunakan untuk validasi
model dalam penelitian ini adalah data curah
hujan observasi pada masing-masing stasiun
dengan periode data yaitu bulan Januari tahun
1999 sampai dengan bulan Desember tahun
2000. Tingkat keterandalan validasi pada
model ditentukan dengan melihat nilai akar
rataan sisaan kuadrat (RMSE) dan
korelasinya. Jika hasil validasi menunjukkan hasil yang baik, berarti model downscaling
yang diperoleh memiliki kemungkinan untuk
dapat dipergunakan dalam estimasi curah
hujan.
Kriteria validasi model :
1. RMSE (Root Mean Square Error),
dimana semakin kecil nilainya semakin
baik.
𝑹𝑴𝑺𝑬 = (𝒙𝒐𝒃𝒊 − 𝒙𝒅𝒈𝒊)
𝟐𝒏𝒊=𝟏
𝒏
n = Banyaknya data yang digunakan
Xob = CH observasi
Xdg = CH dugaan
2. Korelasi (r) antara CH dugaan (Xdg) dan
CH observasi (Xob), dimana semakin besar
nilainya semakin baik.
𝒓𝒙𝒅𝒈𝒙𝒐𝒃=
𝒄𝒐𝒗𝒙𝒅𝒈𝒙𝒐𝒃
𝑺𝒙𝒅𝒈𝑺𝒙𝒐𝒃
= 𝒙𝒅𝒈𝒊 − 𝒙 𝒅𝒈 𝒙𝒐𝒃𝒊 − 𝒙 𝒐𝒃
𝒏𝒊=𝟏
𝒙𝒅𝒈𝒊 − 𝒙 𝒅𝒈 𝒏𝒊=𝟏
𝟐 𝒙𝒐𝒃𝒊 − 𝒙 𝒐𝒃
𝒏𝒊=𝟏
𝟐 𝟏 𝟐
Untuk mendapatkan hasil dugaan dari
model persamaan yang diperoleh, maka harus
dilakukan transformasi terlebih dahulu. Data
untuk validasi ditransformasi ke PC dengan menggunakan koefisien component (nilai
eigen vektor). Selanjutnya nilai PC hasil
transformasi bisa langsung dimasukkan ke
dalam model persamaan tersebut.
11
Transformasi model dari :
y = f(PC) ke y = f(X)
= c0 + c1 X1 + c2 X2 + ... + cp Xp ; p>k
Dimana :
y = observasi (curah hujan)
X = parameter GCM
C0 = b0
pci = a11 X1 + a12 X2 + ...+ a1p Xp
Untuk lebih memahami tahapan proses
dalam penelitian ini, dapat dilihat diagram
alir penelitian pada Gambar 6 di bawah.
Konversi format data GCM
netCDF (.nc) ke ASCII (.txt)
Data GCM :
1. CSIRO
2. GFDL
3. CGCM3
Reduksi Spasial (Domain)
Wilayah Indonesia:
1. CSIRO : 6.5250 LU-12.1250 LS dan 93.7500-142.5000 BT
2. GFDL : 7.0790 LU-11.1240 LS dan 93.7500-141.2500 BT
3. CGCM3 : 9.2780 LU-12.9890 LS dan 93.7500-142.5000 BT
Analisis Komponen Utama
(PCA)
Reduksi Spasial
Dimensi Grid (Variabel)
Data Curah Hujan
Wilayah Cisadane
Regresi Komponen Utama
(PCR)
Y=f(PC)
Validasi Model
(RMSEP dan Korelasi)
Apakah Validasi
Model Baik ?
Tidak
Digunakan Prediksi
Ya
Gambar 6. Diagram alir penelitian.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pola Hubungan Umum
Pola hubungan umum antara data
observasi dan data model GCM dapat dilihat
melalui pembentukan model regresi
sederhana dan korelasi atau hubungan kedua
data tersebut. Pembangunan model regresi
sederhana untuk setiap stasiun hujan wilayah
Cisadane merupakan integrasi antara data observasi sebagai peubah tak bebas (y) dan
rataan masing-masing data GCM sebagai
peubah bebas (x). Perbandingan nilai
koefisien determinasi (R2) dari model regresi
untuk masing-masing data GCM pada stasiun
yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4
berikut ini.
Tabel 4. Nilai koefisien determinasi (R2)
untuk masing-masing data GCM
pada stasiun yang berbeda dengan
Analisis Regresi Sederhana (Tahun
1989-1998).
No Stasiun R-Square (%)
CSIRO GFDL CGCM3
1 Cianten 0 0 1
2 Citeko 7.5 0.5 3.5
3 Dramaga 0.5 1.2 0
4 Pasar Baru 10 2.1 0.7
5 PLTA Jasinga 3.1 1.8 0
6 PLTA Kracak 0.1 0.1 0.7
7 Tangerang 13 2.3 0.1
Analisis awal dengan regresi sederhana
menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R2) yang dihasilkan sangat kecil, yaitu berkisar antara 0 – 13%. Nilai koefisien
determinasi terbesar terdapat pada stasiun
Tangerang model GCM CSIRO. Seperti yang
terlihat pada Tabel 5 di bawah, nilai korelasi
yang dihasilkan juga sangat kecil yaitu
berkisar antara -0.183 – 0.366. Nilai korelasi
terbesar berada pada stasiun Tangerang
model GCM CSIRO sedangkan nilai korelasi
paling kecil terdapat pada stasiun Citeko
model GCM CGCM3.
Tabel 5. Nilai korelasi untuk masing-masing
data GCM pada stasiun yang
berbeda dengan Analisis Regresi
Sederhana (Tahun 1989-1998).
No Stasiun Korelasi (%)
CSIRO GFDL CGCM3
1 Cianten -1.7 0.1 9.2
2 Citeko 28 8 -18.3
3 Dramaga 7.4 11 -0.4
4 Pasar Baru 32.1 14.7 -7.2
5 PLTA Jasinga 17.3 13.4 3.9
6 PLTA Kracak 3.3 -3.6 -8.6
7 Tangerang 36.6 15.2 -2
12
Gambar 7. Grafik pola curah hujan untuk masing-masing stasiun hujan (Tahun 1989-1998)
Jika dilihat dari pola curah untuk masing-
masing stasiun hujan, maka pola curah hujan
yang terbentuk adalah monsoonal (Gambar
7). Dimana pada masing-masing stasiun
hujan cenderung memiliki rata-rata curah
hujan bulanan yang rendah pada bulan kering
(JJA) dan tinggi pada bulan basah (DJF). Nilai koefisien determinasi yang kecil
disebabkan oleh sangat banyaknya variabel
atau peubah bebas yang digunakan sehingga
dimungkinkan terjadinya masalah
multikolinearitas. Oleh karena itu perlu
dilakukan analisis PCA (Principal
Component Analysis) untuk mengatasinya.
4.2 Analisis Komponen Utama
Penyusunan model melalui analisis
regresi sederhana menghasilkan nilai
koefisien determinasi dan korelasi yang tidak begitu memuaskan, sehingga perlu dilakukan
analisis multivariat untuk mereduksi peubah
bebas (variabel). Dalam analisis multivariat,
Principal Component Analysis (PCA) atau
analisis komponen utama dapat dijadikan
dasar untuk melakukan analisis faktor
sehingga dapat digunakan untuk
mendapatkan variabel baru dalam jumlah
yang lebih kecil.
Untuk mengetahui berapa jumlah
komponen utama yang dapat mewakili
sebagian besar informasi yang terkandung
dalam peubah asal, maka dilakukan
percobaan sehingga nilai proporsi kumulatif
keragaman data yang dijelaskan oleh
komponen utama minimal sebesar 80% atau
dengan menggunakan scree plot seperti yang telah dijelaskan pada tinjauan pustaka diatas.
Tabel 6. Nilai proporsi kumulatif masing-
masing model GCM sampai dengan
enam komponen utama (PC6).
No Jumlah
PC CSIRO GFDL CGCM3
1 PC1 0.723 0.607 0.669
2 PC2 0.834 0.751 0.828
3 PC3 0.879 0.823 0.866
4 PC4 0.918 0.876 0.889
5 PC5 0.939 0.905 0.909
6 PC6 0.953 0.929 0.925
Dengan tujuan efektivitas, pada penelitian
ini dilakukan percobaan sampai dengan enam
komponen utama (PC6). Pada Tabel 6
menunjukkan bahwa nilai proporsi kumulatif
semakin besar seiring dengan bertambahnya
jumlah komponen utama. Dipilihnya enam komponen utama didasarkan pada nilai
proporsi kumulatif yang lebih besar sama
dengan 0.925. Walaupun nilai kumulatif yang
lebih besar dari itu tidak menutup
kemungkinan memberikan hasil yang lebih
baik. Untuk nilai koefisien determinasi (R2)
sampi dengan 10 komponen utama dapat
dilihat pada Lampiran 2.
CSIRO
Nilai proporsi kumulatif pada Tabel 6 dan
grafik scree plot pada Gambar 8
memperlihatkan bahwa dengan jumlah
komponen utama dua buah (PC2) sebenarnya
sudah cukup mewakili variabel asal. Hal ini
ditunjukkan dari nilai proporsi kumulatif
(cumulative) sebesar 83.4% dan mulai terbentuk titik belok pada PC2 dimana grafik
cenderung naik seiring bertambahnya
0
100
200
300
400
500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Curah Hujan untuk Masing-masing Stasiun Hujan
(Th 1989-1998)
Cianten
Citeko
Dramaga
Pasar Baru
PLTA Jasinga
PLTA Kracak
Tangerang
13
komponen utama dan semakin mendatar.
Tetapi untuk memastikan komponen yang
diambil sudah tepat maka perlu dibandingkan
sampai dengan jumlah komponen yang telah
ditentukan (PC6).
Gambar 8. Grafik Scree Plot Model GCM
CSIRO
GFDL
Gambar 9 menunjukkan grafik scree plot
mulai terjadi proses pembelokkan pada PC2,
tetapi tidak terlalu signifikan seperti pada
model GCM CSIRO. Hal ini ditunjukkan
dari nilai proporsi kumulatif (cumulative)
yang hanya sebesar 75.1%, dimana nilai
tersebut belum memenuhi syarat minimal komponen utama yang dapat mewakili
peubah asal. Untuk memastikan bahwa
jumlah komponen utama yang diambil sudah
tepat, maka dilakukan penilaian terhadap
nilai koefisien determinasi (R2) pada masing-
masing nilai komponen utama.
Gambar 9. Grafik Scree Plot Model GCM
GFDL
CGCM3
Grafik scree plot pada model CGCM3
memperlihatkan adanya pembelokkan titik
yang signifikan pada PC2 yaitu dari 66.9%
menjadi 15.9% (Gambar 10). Jika dilihat dari
nilai kumulatifnya yaitu sebesar 82.8%, maka
titik belok ini sudah memenuhi syarat
minimum untuk mewakili jumlah
keseluruhan dari peubah asal. Untuk
mendapatkan jumlah komponen utama yang
mewakili peubah asal, maka perlu
dibandingkan dengan jumlah komponen lain
dilihat dari nilai koefisien determinasinya
(R2).
Gambar 10. Grafik Scree Plot Model GCM
CGCM3
4.3 Analisis Regresi Komponen Utama
Tindak lanjut dari analisis komponen
utama adalah dengan meregresikan data
observasi dengan hasil komponen utama yang
diperoleh dari analisis. Hasil yang diperoleh
dari analisis regresi ini nantinya dapat
diketahui jumlah komponen utama yang
dapat mewakili variabel asal, sehingga hanya
dengan menggunakan sedikit variabel sudah
dapat mewakili variabel bebas secara
keseluruhan.
CSIRO
Nilai koefisien determinasi (R2) dapat
memberikan informasi tambahan mengenai
penentuan jumlah komponen utama. Dari
Tabel 7 terlihat bahwa rata-rata peningkatan nilai koefisien determinasi yang signifikan
terdapat pada dua komponen utama (PC2).
Stasiun Citeko merupakan stasiun hujan
dengan nilai koefisien determinasi yang
paling tinggi yaitu sebesar 53.3%. Dari
ketujuh stasiun hujan yang ada di wilayah
Cisadane, seluruhnya memiliki nilai koefisien
determinasi yang terbesar pada enam
komponen utama (PC6).
GFDL
Tabel 8 menunjukkan bahwa peningkatan
nilai koefisien determinasi yang terjadi pada
model GCM GFDL relatif konstan. Pada
0
20
40
60
80
100
120
0
10
20
30
40
50
60
70
80
PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 PC9 PC10
Cu
mu
lati
ve (
%)
Pro
po
rsi (
%)
Scree Plot Model GCM CSIRO
Proporsi Cumulative
0
20
40
60
80
100
120
0
10
20
30
40
50
60
70
PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 PC9 PC10
Cu
mu
lati
ve(%
)
Pro
po
rsi(
%)
Scree Plot Model GCM GFDL
Proporsi Cumulative
0
20
40
60
80
100
120
0
10
20
30
40
50
60
70
80
PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 PC7 PC8 PC9 PC10
Cu
mu
lati
ve (
%)
Pro
po
rsi (
%)
Scree Plot Model GCM CGCM3
Proporsi Cumulative
14
model ini ternyata tidak semua nilai koefisien
determinasi terbesar terjadi pada enam
komponen utama (PC6). Pada tabel tersebut
terlihat bahwa di stasiun PLTA Kracak, nilai
koefisien determinasi terbesar terdapat pada
komponen yang berbeda, yaitu PC5 dan PC6
dengan nilai koefisien determinasi yang sama
sebesar 24%. Nilai koefisien determinasi
yang paling tinggi terdapat pada stasiun
Citeko sebesar 46.3%.
CGCM 3
Regresi komponen utama pada model
GCM CGCM3 mempunyai hasil yang tidak
jauh beda dengan model-model sebelumnya.
Dimana nilai koefisien determinasi yang dihasilkan juga beragam dengan nilai terbesar
terdapat pada stasiun Citeko sebesar 53%
(Tabel 9). Secara keseluruhan dari stasiun
hujan pada model GCM CSIRO memiliki
nilai koefisien determinasi terbesar pada
enam komponen utama.
Tabel 7. Nilai koefisien determinasi (R2) hasil verifikasi untuk model GCM CSIRO pada masing-
masing stasiun (Tahun 1989-1998).
No CH
Observasi Tahun
R-Square (%)
1PC 2PC 3PC 4PC 5PC 6PC
1 Cianten 1989 - 1998 2.3 14.8 15.2 17.6 19.3 20.3
2 Citeko 1989 - 1998 31 45.9 46 46.1 47.1 53.3
3 Dramaga 1989 - 1998 4.9 14.9 16.4 17.2 17.8 21.2
4 Pasar Baru 1989 - 1998 24.2 28.3 28.6 30.5 31.4 34.5
5 PLTA Jasinga 1989 - 1998 12.4 17.6 17.6 20.1 20.3 20.6
6 PLTA Kracak 1989 - 1998 3.1 12.3 14.6 15.9 16.5 19.2
7 Tangerang 1989 - 1998 30.7 34.4 34.9 36.2 39 39.9
Tabel 8. Nilai koefisien determinasi (R2) hasil verifikasi untuk model GCM GFDL pada masing-
masing stasiun (Tahun 1989-1998).
No CH
Observasi Tahun
R-Square (%)
1PC 2PC 3PC 4PC 5PC 6PC
1 Cianten 1989 - 1998 8.5 8.5 8.5 10.2 10.4 10.5
2 Citeko 1989 - 1998 40.2 40.3 44.5 44.5 45.6 46.3
3 Dramaga 1989 - 1998 11.2 12.7 12.9 15.3 15.9 17.1
4 Pasar Baru 1989 - 1998 29.9 31.1 33.9 34.2 35.8 35.9
5 PLTA Jasinga 1989 - 1998 22.1 22.8 22.8 22.8 24 24
6 PLTA Kracak 1989 - 1998 8.3 8.4 9 10.9 10.9 11
7 Tangerang 1989 - 1998 39 40.1 40.6 40.6 40.8 40.9
Tabel 9. Nilai koefisien determinasi (R2) hasil verifikasi untuk model GCM CGCM3 pada masing-
masing stasiun (Tahun 1989-1998).
No CH
Observasi Tahun
R-Square (%)
1PC 2PC 3PC 4PC 5PC 6PC
1 Cianten 1989 - 1998 7 7.1 8.3 12.8 14.2 14.5
2 Citeko 1989 - 1998 45.5 51.5 51.6 52.6 52.6 53
3 Dramaga 1989 - 1998 9.6 12.1 15.2 19.7 19.7 21
4 Pasar Baru 1989 - 1998 32.6 33.1 33.8 35.3 37 40.3
5 PLTA Jasinga 1989 - 1998 20.1 20.1 20.8 21 21.4 22.3
6 PLTA Kracak 1989 - 1998 9.3 11.5 12.5 12.5 12.5 14.1
7 Tangerang 1989 - 1998 37.6 37.8 37.9 39.8 39.8 41.8
15
Model GCM CSIRO merupakan model
terbaik dari ketiga model yang ada,
ditunjukkan oleh stasiun Citeko dengan nilai
koefisien determinasi sebesar 53.3% (Tabel
10) dan korelasinya sebesar 0.73 (Tabel 11).
Stasiun Citeko merupakan stasiun terbaik
dengan nilai koefisein determinasi terbesar
pada masing-masing model GCM. Hampir
semua model GCM menunjukkan perubahan
nilai koefisien determinasi dan korelasi yang
mengalami kenaikan dibandingkan dengan hasil analisis regresi sederhana.
Peningkatanya berkisar antara 10% - 50%
untuk koefisien determinasi (R2) dan 20% -
70% untuk korelasi.
Tabel 10. Nilai koefisien determinasi (R2) untuk masing-masing data GCM
pada stasiun yang berbeda dengan
Analisi Regresi Kompenen Utama
(Tahun 1989-1998)
No Stasiun R-Square (%)
CSIRO GFDL CGCM3
1 Cianten 20.3 10.5 14.5
2 Citeko 53.3 46.3 53
3 Dramaga 21.2 17.1 21
4 Pasar Baru 34.5 35.9 40.3
5 PLTA Jasinga 20.6 24 22.3
6 PLTA Kracak 19.2 11 14.1
7 Tangerang 39.9 40.9 41.8
Perbandingan nilai koefisien determinasi
(R2) dari hasil analisis regresi sederhana dan
analisis regresi komponen utama pada
masing-masing stasiun dengan model yang
berbeda dapat dilihat pada Gambar 11. Dari
gambar tersebut tampak jelas bahwa
perbandingan antara kedua metode tersebut
memberikan hasil akhir yang sangat jauh
berbeda. Dimana hasil perhitungan dari
analisis regresi sederhana hanya mempunyai
nilai koefisien determinasi dan korelasi
maksimal sampai dengan 13% dan 0.366.
Sedangkan dari analisis regresi komponen
utama menghasilkan nilai koefisiean
determinasi dan korelasi yang jauh lebih besar yaitu mencapai 53.3% dan 73%
Hal tersebut menunjukkan bahwa
penggunaan metode Analisis Komponen
Utama melalui pereduksian peubah bebas
model GCM, dilanjutkan dengan analisis Regresi Komponen Utama terbukti mampu
mengatasi masalah multikolinearitas pada
kasus ini.
Tabel 11. Nilai korelasi untuk masing-
masing data GCM pada stasiun
yang berbeda dengan Analisis Regresi Kompenen Utama (Tahun
1989-1998)
No Stasiun Korelasi (%)
CSIRO GFDL CGCM3
1 Cianten 45 32.4 38.0
2 Citeko 73 68.1 72.8
3 Dramaga 46.1 41.4 45.8
4 Pasar Baru 57.9 59.9 63.5
5 PLTA Jasinga 45.4 49.0 47.2
6 PLTA Kracak 43.8 33.1 37.6
7 Tangerang 63.1 64.0 64.6
Gambar 11. Grafik Perbandingan nilai R-Square antara Regresi Sederhana dengan Regresi
Komponen Utama.
0
10
20
30
40
50
60
Cia
nte
n
Cit
eko
Dra
mag
a
Pas
ar B
aru
PLT
A J
asin
ga
PLT
A K
raca
k
Tan
gera
ng
Cia
nte
n
Cit
eko
Dra
mag
a
Pas
ar B
aru
PLT
A J
asin
ga
PLT
A K
raca
k
Tan
gera
ng
Cia
nte
n
Cit
eko
Dra
mag
a
Pas
ar B
aru
PLT
A J
asin
ga
PLT
A K
raca
k
Tan
gera
ng
CSIRO GFDL CGCM3
R-S
qu
are
(%)
Perbandingan nilai R-Square
Reg. Sederhana Reg. Komponen Utama (PCR)
16
4.4 Validasi Model
Keterandalan suatu model dapat dilihat
dengan cara men-testing atau validasi model
tersebut dengan data observasi lain. Banyak metode atau kriteria validasi yang dapat
digunakan dalam menentukan baik buruknya
sebuah model. Pada penelitian ini digunakan
akar rataan sisaan kuadrat (root mean square
error : RMSE) dan analisis korelasi sebagai
kriteria dalam validasi model tersebut.
Hasil perhitungan pada masing-masing
stasiun hujan dengan data model GCM yang
berbeda, diperoleh nilai RMSE dan korelasi
yang beragam (Tabel 12). Untuk mengetahui
lebih jelas pola hubungan antara kedua data,
plotting antara data observasi dan hasil
dugaan dilakukan pada stasiun Citeko karena
merupakan stasiun terbaik pada model
verifikasi.
CSIRO
Gambar 12 menunjukkan pola hubungan
yang cukup mengikuti antara data model
GCM CSIRO dan data observasi di stasiun
Citeko. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai
korelasi sebesar 67.9% (Tabel 12).
Kesesuaian data yang cukup baik terjadi pada musim penghujan yaitu bulan September
tahun 1999 sampai dengan bulan Mei tahun
2000. Sedangkan hasil yang kurang baik
terlihat pada musim peralihan atau transisi,
yaitu dibulan Maret dan April tahun 1999,
serta bulan September dan Desember tahun
2000.
Gambar 12. Grafik Pola Hubungan Data
Observasi dengan Dugaan pada
St. Citeko model GCM CSIRO
GFDL
Nilai RMSE dan korelasi hasil validasi
yang ditunjukkan oleh model GCM GFDL
memperlihatkan hasil yang tidak jauh
berbeda dengan model sebelumnya. Model
GCM GFDL memiliki pola hubungan data
yang terlihat baik pada musim penghujan,
tetapi terlihat pola yang kurang mengikuti
pada bulan September dan Oktober tahun
1999 serta bulan Januari tahun 2000 (Gambar
13). Korelasi pada model GCM GFDL pada
stasiun Citeko cukup baik dengan nilai
sebesar 0.659 (Tabel 12).
Tabel 12. Nilai RMSE dan korelasi hasil validasi untuk masing-masing data GCM pada stasiun
yang berbeda (Tahun 1999-2000).
No Stasiun CH Tahun
CSIRO GFDL CGCM3
RMSE Korelasi
(%) RMSE
Korelasi
(%) RMSE
Korelasi
(%)
1 Cianten 1999-2000 262.599 -13.3 206.499 1.4 233.325 -10.9
2 Citeko 1999-2000 109.222 67.9 95.635 65.9 97.466 64.3
3 Dramaga 1999-2000 167.736 -8.2 141.1 -13.8 144.569 14.2
4 Pasar Baru 1999-2000 86.52 64.2 86.864 65.1 89.065 57.7
5 PLTA Jasinga 1999-2000 150.676 15.5 134.647 29 135.867 31.8
6 PLTA Kracak 1999-2000 200.448 7.2 191.804 -19.5 190.396 -9.9
7 Tangerang 1999-2000 94.033 62.1 78.421 70.9 94.727 59.8
0
100
200
300
400
500
Jan
Feb
Mar
Ap
rM
eiJu
nJu
lA
gust
Sep
Okt
No
pD
es Jan
Feb
Mar
Ap
rM
eiJu
nJu
lA
gust
Sep
Okt
No
pD
es
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Citeko (Th.1999-2000)
Observasi Dugaan
17
Gambar 13. Grafik Pola Hubungan Data
Observasi dengan Dugaan pada
St. Citeko model GCM GFDL
CGCM3
Gambar 14 di bawah terlihat adanya pola
hubungan yang cukup baik. Hubungan yang
kuat masih terlihat pada musim penghujan
tetapi ada sedikit hubungan di bulan
September dan Oktober tahun 1999 yang
kurang mengikuti pola. Secara keseluruhan, data model GCM CGCM3 mempunyai
hubungan keakuratan data yang cukup baik
pada setiap stasiun, kecuali stasiun Cianten
dan PLTA Kracak yang memiliki nilai
korelasi negatif. Korelasi terbaik terjadi pada
stasiun Citeko yaitu sebesar 64.3%.
Gambar 14. Grafik Pola Hubungan Data
Observasi dengan Dugaan pada
St. Citeko model GCM CGCM3
4.5 Proyeksi Model GCM
Model persamaan menunjukkan bahwa
data observasi dan data model GCM
mempunyai hubungan korelasi yang
signifikan (p-value < 0.05) dengan tingkat kepercayaan 95%. Sehingga model yang
diperoleh dapat digunakan untuk proyeksi.
Data proyeksi nantinya dibandingkan dengan
data observasi untuk mengetahui sejauh mana
perubahan yang terjadi. Periode proyeksi
dibagi menjadi sepuluh tahunan dan
dipisahkan berdasarkan musim. Proyeksi
menggunakan skenario A1B dengan asumsi
bahwa pertumbuhan ekonomi berlangsung
cepat, populasi global meningkat dan
cepatnya pengenalan teknologi baru yang lebih efisien (IPCC, 2000).
Penyebaran data kejadian hujan dapat
digambarkan dengan suatu histogram melalui
distribusi frekuensinya. Bentuk histogram
akan memberikan gambaran kasar bentuk
distribusi data tersebut. Beberapa distribusi frekuensi pokok yang sering digunakan
diantaranya distribusi normal, gamma, nilai
ekstrim, binomial, poisson, dan binomial
negatif (Walpole, 1982). Distribusi hujan
untuk harian, mingguan, bulanan dan tahunan
dapat diduga dengan menggunakan distribusi
gamma (Barger & Thom, 1949; Moolley &
Crutcher, 1968; Sen & Eljadid, 1999)
Distribusi gamma dan log-normal dapat
digunakan untuk perhitungan statistik antara
rata-rata hujan dilapangan dengan hasil
simulasi presipitasi Global Circulation Model
(GCM) (Cho et al, 2004). Gambar 15
menunjukkan perbandingan pola distribusi
gamma antara data observasi dengan hasil
proyeksi pada masing-masing model dengan
periode sepuluh tahunan.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa pola
distribusi yang terbentuk cenderung
mengalami kenaikan pada setiap model
GCM. Terjadi peningkatan rata-rata curah
hujan bulanan dan frekuensinya pada masing-
masing model GCM jika dibandingkan dengan data observasi. Dimana urutan
kenaikan dari yang terendah adalah model
GCM CSIRO, GCM GFDL dan GCM
CGCM3.
0
100
200
300
400
500
600Ja
n
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Citeko (Th.1999-2000)
Observasi Dugaan
0100200300400500600
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Citeko (Th.1999-2000)
Observasi Dugaan
18
Gambar 15. Perbandingan pola distribusi gamma antara data observasi dengan masing-masing
model GCM (Tahun 2011-2050)
Tabel 13. Perbandingan nilai rata-rata curah
hujan bulanan antara data
observasi dan hasil proyeksi pada
masing-masing model GCM
(mm/bulan).
Model
GCM
Observasi
(1989-1998)
Proyeksi
(2011-2050)
Prosentase
kenaikan
(%)
CSIRO 216 220 1.78
GFDL 216 224 3.70
CGCM3 216 263 21.63
Rata-rata 216 236 9.04
Tabel 14. Perbandingan nilai rata-rata curah
hujan bulanan antara musim
penghujan dan musim kemarau
pada masing-masing model GCM
(mm/bulan)
Musim Observasi CSIRO GFDL CGCM3
Hujan 309 319 314 350
Kemarau 134 103 129 171
CSIRO
Model proyeksi pada GCM CSIRO
menunjukkan pola hubungan yang cukup
baik pada musim penghujan (DJF) untuk
setiap periodenya. Dimana pola yang terlihat adalah kenaikan nilai rata-rata curah hujan
bulanan pada musim penghujan (DJF) dan
penurunan rata-rata curah hujan bulanan pada
musim kemarau (Gambar 16). Tabel 14
menununjukkan bahwa kenaikan rata-rata
curah hujan terjadi dari 309 mm/bulan pada
data observasi menjadi 319 mm/bulan pada
model proyeksi di musim penghujan.
Sementara itu terjadi penurunan nilai rata-rata
curah hujan dari 134 mm/bulan pada data
observasi menjadi 103 mm/bulan pada model proyeksi musim kemarau. Secara keseluruhan
peningkatan nilai rata-rata curah hujan
bulanan sebesar 1.78% (Tabel 13).
GFDL
Hasil proyeksi pada model GCM GFDL terlihat pola hubungan yang cukup baik pada
musim kemarau (JJA) untuk setiap periode
(Gambar 16). Dimana terjadi kenaikan nilai
Data
Fre
qu
en
cy
6005004003002001000
35
30
25
20
15
10
5
0
Shape
7.404 31.53 120
11.07 23.05 120
Scale N
2.839 80.22 120
4.817 48.26 120
Variable
GFDL
CGCM3
Observasi
CSIRO
Gamma
Histogram of Observasi; CSIRO; GFDL; CGCM3 (Th 2011-2020)
Data
Fre
qu
en
cy
6005004003002001000
30
25
20
15
10
5
0
Shape
5.969 36.84 120
9.285 27.42 120
Scale N
2.839 80.22 120
4.429 47.91 120
Variable
GFDL
CGCM3
Observasi
CSIRO
Gamma
Histogram of Observasi; CSIRO; GFDL; CGCM3 (Th 2021-2030)
Data
Fre
qu
en
cy
6005004003002001000
35
30
25
20
15
10
5
0
Shape
5.904 38.44 120
11.49 23.09 120
Scale N
2.839 80.22 120
4.127 53.04 120
Variable
GFDL
CGCM3
Observasi
CSIRO
Gamma
Histogram of Observasi; CSIRO; GFDL; CGCM3 (Th 2031-2040)
Data
Fre
qu
en
cy
6005004003002001000
35
30
25
20
15
10
5
0
Shape
5.354 40.41 120
11.54 23.93 120
Scale N
2.839 80.22 120
4.720 46.47 120
Variable
GFDL
CGCM3
Observasi
CSIRO
Gamma
Histogram of Observasi; CSIRO; GFDL; CGCM3 (Th 2041-2050)
19
rata-rata curah hujan dari 309 mm/bulan
menjadi 314 mm/bulan pada musim
penghujan (DJF), dan penurunan nilai rata-
rata curah hujan pada musim kemarau (JJA)
dari 134 mm/bulan menjadi 129 mm/bulan
(Tabel 14). Jika dilihat secara keseluruhan
periode (Tahun 2011-2050), proyeksi pada
model GCM GFDL mengalami peningkatan
nilai rata-rata curah hujan sekitar 3.70%
(Tabel 13).
CGCM3
Gambar 16 menunjukkan bahwa hasil
proyeksi model GCM CGCM3 secara
keseluruhan berada diatas grafik data
observasi, yaitu terjadi kenaikan nilai rata-rata curah hujan yang tinggi dari 309
mm/bulan menjadi 350 mm/bulan pada
musim penghujan. Sementara itu juga terjadi
peningkatan nilai rata-rata curah hujan pada
musim kemarau, dari 134 mm/bulan menjadi
171 mm/bulan (Tabel 14). Pada model ini
secara umum terjadi peningkatan rata-rata
curah hujan bulanan sebesar 21.63% (Tabel
13). Prosentase yang cukup besar ini
dimungkinkan karena resolusi model GCM
CGCM3 yang masih kasar (3.75o x 3.75o)
sehingga informasi lokal kurang begitu terwakili.
Tabel 15 menunjukkan bahwa rata-rata
dari setiap stasiun hujan di wilayah DAS
Cisadane mengalami peningkatan curah
hujan sebesar 9.04% pada model proyeksi yaitu tahun 2011-2050. Hampir semua
stasiun hujan menunjukkan prosentasi
proyeksi yang cenderung naik dan tidak ada
yang mengalami penurunan. Dimana
peningkatan rata-rata curah hujan tertinggi
terdapat pada stasiun Citeko sebesar 11.60%.
Tabel 15. Perbandingan nilai rata-rata curah
hujan bulanan antara data
observasi dah hasil proyeksi model
pada masing-masing stasiun
(mm/bulan).
Stasiun
Hujan
Observasi
(1989-1998)
Proyeksi
(2011-2050)
Prosentase
kenaikan
(%)
Cianten 327 351 7.22
Citeko 195 218 11.60
Dramaga 297 326 9.66
Pasar Baru 74 79 6.81
PLTA
Jasinga 215 238 10.65
PLTA
Kracak 258 275 6.76
Tangerang 149 163 9.11
Rata-rata 216 236 9.04
Meningkatnya curah hujan di DAS
Cisadane dapat mengakibatkan kenaikan
debit sungai di wilayah tersebut. Ditambah
dengan fungsi konservasi di hulu DAS yang
telah jauh berkurang sehingga mengakibatkan
fluktuasi ketersediaan air permukaan sangat
tinggi, sehingga sering terjadi kebanjiran
dimusim hujan dan kekeringan dimusim kemarau yang berdampak pada pertanian di
sekitar daerah aliran sungai karena banjir.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Grafik Perbandingan Data Observasi dengan Model Dugaan (Tahun 2011-2020)
Observasi (1989-1998) CSIRO GFDL CGCM3
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Grafik Perbandingan Data Observasi dengan Model Dugaan (Tahun 2021-2030)
Observasi (1989-1998) CSIRO GFDL CGCM3
20
Gambar 16. Grafik Proyeksi Masing-masing Model GCM (Tahun 2011-2050)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hubungan keterkaitan antara tiga data
curah hujan luaran GCM dengan data
observasi di wilayah DAS Cisadane dapat
dilihat dari nilai korelasinya. Nilai korelasi
yang ditunjukkan oleh GCM CSIRO sebesar
0.730 menunjukkan bahwa kedua data
tersebut memiliki hubungan keterkaitan yang cukup baik.
Model GCM CSIRO merupakan model
terbaik dari ketiga model GCM yang ada, hal
tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien
determinasi sebesar 53.3% dengan nilai korelasinya sebesar 0.730 pada stasiun
Citeko. Kemudian model GCM CGCM3
diurutan terbesar kedua dan model GCM
GFDL pada urutan terakhir dengan stasiun
yang sama.
Hasil proyeksi pada masing-masing model GCM cenderung mengalami
peningkatan nilai rata-rata curah hujan,
dimana persentase kenaikan tertinggi terjadi
pada model GCM CGCM3 sebesar 21.63%.
Sedangkan stasiun dengan presentase
kenaikan tertinggi ditunjukkan oleh stasiun
Citeko sebesar 11.60%. Sementara itu rata-
rata presentase kenaikannya adalah sebesar
9.04%. Jika dipisahkan berdasarkan musim,
pada musim penghujan terjadi peningkatan
nilai rata-rata curah hujan untuk setiap model GCM. Sebaliknya pada musim kemarau
cenderung terjadi penurunan nilai rata-rata
curah hujan bulanan, kecuali pada model
GCM CGCM3 yang justru mengalami
kenaikan.
5.2 Saran
Saran yang perlu dilakukan untuk
penelitian lebih lanjut adalah :
1. Penggunakan model GCM lain sebagai
data pembanding.
2. Penggunaan data model dengan variabel
presipitasi (pr).
3. Penggunaan data observasi dengan
periode waktu yang lebih lama, sehingga pola hubungan yang terjadi bisa lebih
akurat, baik untuk data verifikasi maupun
data untuk validasi.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anonim., 2004. Perubahan Iklim Global.
Kementerian Lingkungan Hidup
Republik Indonesia.
http://climatechange.menlh.go.id.
[3 Februari 2010]
Adiningsih ES, dkk., 2004. Aplikasi Analisis Komponen Utama dalam Pemodelan
Penduga Lengas Tanah dengan Data
Satelit Multispektral. Jurnal Matematika
dan Sains. Vol. 9 No.1, Maret 2004, hal
215-222.
Aldrian dan Susanto. 2003. Identification of
Three Dominant Rainfall Regions
Within Indonesia and Their
Relationship To Sea Surface
Temperatur. International Journal Of
Climatology : 1435-1452.
Boer et al, 2001. Naskah Akademis
Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) Tentang Perubahan Iklim.
Laporan Akhir. Kerjasama Jurusan
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)Grafik Perbandingan Data Observasi
dengan Model Dugaan (Tahun 2031-2040)
Observasi (1989-1998) CSIRO GFDL CGCM3
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Grafik Perbandingan Data Observasi dengan Model Dugaan (Tahun 2041-2050)
Observasi (1989-1998) CSIRO GFDL CGCM3
21
Geofisika dan Meteorologi, FMIPA,
IPB dengan Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup. Bogor.
CCCSN, 2007. Downscaling. Canadian
Climate Change Scenario Network –
National Node.
http://www.cccsn.ca/Help_and_Contact/
Downscaling-e.html. [ 3 Februari 2010].
CCCma., 2010. Canadian Centre for Climate
Modelling and Analysis. Environment
Canada. http://www.cccma.ec.gc.ca/data/cgcm3/
cgcm3.shtml. Update March 25th.
Cho, Hye-Kyung et al., 2004. A Comparison
of Gamma and Lognormal Distributions
for Characterizing Satellite Rain Rates
from the Tropical Rainfall Measuring
Mission. Department of Atmospheric
Sciences, Texas A&M University,
College Station, Texas. Journal of
Applied Meteorology. Vol 43.
GFDL., 2010. Geophysical Fluid Dynamics Laboratory. Princenton University
Forrestal Campus. http://www.gfdl.noaa.gov/. Update
March 26th. 9.57 am.
Gordon, H.B et al 2002., The CSIRO Mk3
Climate System Model [Electronic
publication]. Aspendale: CSIRO
Atmospheric Research. (CSIRO
Atmospheric Research technical paper;
no. 60). 130 pp.
IPCC, 2000. Emission Scenarios. A Special Report of Working Group III of the
IPCC. Intergovernmental Panel on
Climate Change. Cambridge University
Press.
IPCC, 2007. Climate Change 2007 :
Synthesis Report. Contribution of
Working Groups I, II and III to the
Fourth Assessment Report of the
Intergovermental Panel on Climate
Change [Core Writing Team, Pachauri,
R.K and Reisinger, A. (eds)]. IPCC,
Geneva, Switzerland, 104 pp.
Kaimuddin, 2000. Kajian Dampak
Perubahan Iklim dan Tataguna Lahan
Terhadap Keseimbangan Air Wilayah
Sulawesi Selatan (Studi Kasus DAS
Walanae Hulu dan DAS Saddang).
Disertasi. Program Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Mahmud., 2007. Skenario Perubahan
Variabilitas Iklim Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional Pemanasan Global
dan Perubahan Global – Fakta, Mitigasi
dan Adaptasi. Pusat Pemanfaatan Sains
Atmosfer dan Iklim LAPAN.
MoE., 2007. Indonesia Country Report :
Climate Variability and Climate
Changes, and their Implication.
Ministry of Environment Republic of
Indonesia. Jakarta.
Nakicenovic, N., 2000. Emissions Scenario :
A Special Report of Working Group III of the Intergovermental Panel on
Climate Change, Cambridge University
Press, Cambridge and New York,
pp.115-166.
Nugroho, 2001. Dampak Perubahan Input
Albedo Permukaan GCM CSIRO-9
Terhadap Iklim Regional Indonesia.
Skripsi. Jurusan Geofisika dan
Meteorologi, Fakultas Matematika dan
IPA, IPB. Bogor.
Prasetyo, dkk., 2007. Analisis Regresi Komponen Utama untuk Mengatasi
Masalah Multikolinieritas dalam
Analisis Regresi Linier Berganda.
Jurusan Matematika, FMIPA,
Universitas Negeri Jakarta.
Ratag, Mezak A., 2006. Pemodelan Iklim
Resolusi Tinggi : State of The Art dan
Perkembangan Pemodelan Iklim di
Indonesia. Disampaikan pada Pelatihan
Fungsional “Regional Modeling” dan
“Downscaling Model”, Puslitbang BMG, 12-19 September 2006. Jakarta.
Sen, Zekai & Eljadid, Ali Geath., 1999.
Rainfall Distribution Function for Libya
and Rainfall Prediction. Meteorology
Department, Istanbul Technical
University, Turkey. Hydrological
Sciences Journal, 44(5) october 1999.
Schmidli, J et al., 2005. Statistical and
Dynamical Downscaling of
Precipitation : An Evaluation and
Comparison of Scenario for The
European Alps. December 22, 2005. Journal of Geophysical Research
(Draft).
Soemartini, 2008. Principal Component
Analysis (PCA) Sebagai Salah Satu
Metode Untuk Mengatasi Masalah
Multikolinearitas. Jurusan Statistika.
Fakultas Matematika dan IPA.
Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
22
Suaydhi, et al., 2008. Kompilasi dan
Dokumentasi Model-model Atmosfer.
Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan
Iklim. LAPAN. Bandung.
Subagyono, Kasdi., 2007. Dampak
Perubahan Iklim Terhadap Pertanian.
Disampaikan dalam Seminar Sehari
“Keanekaragaman Hayati Di Tengah
Perubahan Iklim – Tantangan Masa
Depan Indonesia”, 28 Juni 2007. Jakarta
Susandi, Armi., 2006. Bencana Perubahan Iklim Global dan Proyeksi Perubahan
Iklim Indonesia. Kelompok Keahlian
Sains Atmosfer. Fakultas Ilmu
Kebumian dan Teknologi Mineral, ITB.
Bandung.
Susandi, Armi., 2007. Dampak Perubahan
Iklim. Disampaikan dalam IA ITB for
Global Climate Change (GCC) ToT &
Workshop. Bandung.
Sutikno., 2008. Statistical Downscaling
Luaran GCM dan Pemanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi.
Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Tjasyono, Bayong., 2004. Klimatologi. Edisi
kedua. ITB Press. Bandung.
Von Storch et al., 1993. Downscaling of
Global Climate Change Estimates to
Regional Scales : An Application to
Iberian Rainfall in Wintertime. Journal
of Climate Vol 6.
Walpole, R. E., 1982. Introduction to Statistic, third ed, 48-56. MacMillan,
London, UK.
Wigena, A.H, 2006. Statistical Downscaling
Luaran GCM. Departemen Statistika,
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Wilby RL et al. 2004. Guidelines for Use of
Climate Scenarios Developed from
Statistical Downscaling Methods.
Reviewed the Guidelines behalf of the
Task Group on Data and Scenario Support for Impact and Climate
Analysis (TGICA)
Wittenberg, A.T., A. Rosati, N-C Lau, and J.
Ploshay, 2004., GFDL's CM2 Global
Coupled Climate Models, Part III:
Tropical Pacific Climate and ENSO,
submitted to Journal of Climate, Vol 19.
24
Lampiran 1. Cara Penggunaan Software Panoply
Panoply merupakan aplikasi Java yang dapat digunakan untuk memplotting barisan grid-grid (geo-gridded
array) dari file netCDF (.nc), HDF, dan GRIB. Software ini dapat diunduh secara gratis di
http://www.giss.nasa.gov/tools/panoply/download_win.html. Software Panoply dikembangkan oleh NASA –
Goddard Institue for Space Studies (GISS) yang terletak di Morningside Heights, Columbia University, New
York City. Kita dapat menggunakan Program Panoly untuk :
a) Memotong (slice) dan plot lintang-bujur spesifik, lintang-vertikal, atau waktu-latitude array dari variabel
multidimensi yang lebih besar.
b) Mengkombinasikan dua array menjadi satu plot (differencing), penjumlahan (summing) atau rata-rata
(averaging).
c) Ploting bujur-lintang pada data global maupun regional (diatas 75 map proyeksi), atau membuat sebuah
ploting zona rata-rata (zonal average lineplot).
d) Overlay garis benua atau menutupi pada ploting lon-lat.
e) Menggunakan ACT, CPT, GGR, atau PAL untuk daftar skala warna.
f) Ploting dapat disimpan dalam bentuk GIF, JPEG, PNG atau TIFF bitmap atau sebagai PDF atau file
PostScript grafis.
g) Ekspor peta bujur-lintang dalam bentuk format KMZ.
Supaya program dapat dijalankan, terlebih dahulu install aplikasi Java pada komputer anda. Aplikasi Java
dapat diperoleh secara gratis di http://www.java.com/en/. Berikut adalah cara cropping file netCDF (.nc)
dengan menggunakan Software Panoply :
1. Double click pada icon Panoply yang sudah di install pada komputer anda. Maka akan muncul tampilan
seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
2. Sesaat setelah itu maka anda diminta untuk membuka file netCDF(.nc) dilokasi anda menyimpan file
tersebut. Double click atau pilih open pada file yang dikehendaki.
25
3. Pada dialog “Datasets Browser” klik dua kali file yang telah dibuka tadi, yaitu prw atau precipitable water.
Dialog ini bisa berisi beberapa file yang dapat dibuka secara bersamaan.
4. Muncul dialog “Select Plot Type”, anda diperkenankan untuk memilih jenis plot yang diinginkan. Saya
memilih Lon-Lat, artinya saya akan melihat ploting berdasarkan bujur-lintangnya. Jika dipilih menu “Time-
lat” berarti anda akan melihat hasil ploting berdasarkan waktu dan lintangnya.
5. Ketika menu “Lon-Lat” dipilih maka akan ada dua pilihan tampilan yaitu hasil ploting prw (precipitable
water) secara langsung, dan nilai numerik yang dapat kita lihat pada bagian “array1”. Seperti terlihat pada
tampilan gambar dibawah di bawah ini.
26
6. Untuk mendapatkan nilai numerik dari data GCM, saya memilih menu “array1” supaya lebih mudah dalam
proses pengambilan datanya. Pengambilan data dapat dilakukan dengan memotong (cropping) langsung data
yang tersedia sesuai dengan bujur-lintang yang dibutuhkan, kemudian dapat dipindahkan ke Microsoft Excel
atau software pengolah data yang lain.
7. Dalam hal ini saya memotong (cropping) wilayah Indonesia, yaitu pada 6.5280 LU – 12.1240 LS dan 93.750
– 142.5000 BT. Seperti terlihat pada gambar di atas.
8. Panoply disarankan penggunaanya untuk kebutuhan data yang tidak terlalu banyak (bulanan). Pemilihan
berdasarkan bulan dan tahun dapat dilihat pada menu “array1” bagian bawah.
9. Untukk cropping data dalam jumlah yang banyak dapat dikerjakan dengan membangun makro pada Software
MatLab 6.5.
27
Lampiran 2. Nilai Koefisien Determinasi (R
2) sampai dengan 10 komponen utama (10PC)
GCM CSIRO
CH Obs R-sq (%)
1PC 2PC 3PC 4PC 5PC 6PC 7PC 8PC 9PC 10PC
Cianten 2.3 14.8 15.2 17.6 19.3 20.3 20.3 20.4 20.7 20.7
Citeko 31 45.9 46 46.1 47.1 53.3 53.9 54.1 54.7 54.8
Dramaga 4.9 14.9 16.4 17.2 17.8 21.2 21.3 21.5 21.6 21.6
Pasar Baru 24.2 28.3 28.6 30.5 31.4 34.5 34.8 37.1 37.1 37.5
PLTA Jasinga 12.4 17.6 17.6 20.1 20.3 20.6 21.7 21.7 22 22
PLTA Kracak 3.1 12.3 14.6 15.9 16.5 19.2 19.7 19.8 19.8 19.8
Tangerang 30.7 34.4 34.9 36.2 39 39.9 43.1 43.9 44.7 44.7
GCM GFDL
CH Obs R-sq (%)
1PC 2PC 3PC 4PC 5PC 6PC 7PC 8PC 9PC 10PC
Cianten 8.5 8.5 8.5 10.2 10.4 10.5 10.7 12.8 16.2 16.2
Citeko 40.2 40.3 44.5 44.5 45.6 46.3 53.3 53.4 53.7 53.9
Dramaga 11.2 12.7 12.9 15.3 15.9 17.1 19.9 21.3 26 26.3
Pasar Baru 29.9 31.1 33.9 34.2 35.8 35.9 37.2 38 39 39.1
PLTA Jasinga 22.1 22.8 22.8 22.8 24 24 24.9 26.6 28.5 31.4
PLTA Kracak 8.3 8.4 9 10.9 10.9 11 12 13.4 17.2 17.2
Tangerang 39 40.1 40.6 40.6 40.8 40.9 41.6 42.2 44.2 44.3
GCM CGCM3
CH Obs R-sq (%)
1PC 2PC 3PC 4PC 5PC 6PC 7PC 8PC 9PC 10PC
Cianten 7 7.1 8.3 12.8 14.2 14.5 14.5 14.6 14.8 14.9
Citeko 45.5 51.5 51.6 52.6 52.6 53 53.6 53.6 55.2 53.8
Dramaga 9.6 12.1 15.2 19.7 19.7 21 21.6 21.8 22.2 24
Pasar Baru 32.6 33.1 33.8 35.3 37 40.3 41.2 41.2 41.3 41.6
PLTA Jasinga 20.1 20.1 20.8 21 21.4 22.3 23.1 23.2 24.1 24.7
PLTA Kracak 9.3 11.5 12.5 12.5 12.5 14.1 14.7 14.7 14.7 18
Tangerang 37.6 37.8 37.9 39.8 39.8 41.8 42.2 42.3 42.6 42.8
28
Lampiran 3. Persamaan untuk masing-masing model GCMg
1. GCM CSIRO
No CH Obs Tahun Persamaan
1pc 2pc 3pc 4pc 5pc 6pc
1 Cianten 1989 - 1998
CH Cianten =
216 - 0,348
pc1
CH Cianten =
1262 - 0,348
pc1 + 2,08 pc2
CH Cianten = 1007
- 0,348 pc1 + 2,08
pc2 - 0,580 pc3
CH Cianten = 820 -
0,348 pc1 + 2,08 pc2 -
0,580 pc3 + 1,54 pc4
CH Cianten = 933 -
0,348 pc1 + 2,08 pc2 -
0,580 pc3 + 1,54 pc4 +
1,79 pc5
CH Cianten = 769 - 0,348
pc1 + 2,08 pc2 - 0,580 pc3 +
1,54 pc4 + 1,79 pc5- 1,59
pc6
2 Citeko 1989 - 1998 CH Citeko = -
117 - 1,09 pc1
CH Citeko =
851 - 1,09 pc1
+ 1,93 pc2
CH Citeko = 946 -
1,09 pc1 + 1,93 pc2
+ 0,217 pc3
CH Citeko = 989 - 1,09
pc1 + 1,93 pc2 + 0,217
pc3 - 0,347 pc4
CH Citeko = 1060 - 1,09
pc1 + 1,93 pc2 + 0,217
pc3 - 0,347 pc4 + 1,13
pc5
CH Citeko = 701 - 1,09 pc1
+ 1,93 pc2 + 0,217 pc3 -
0,347 pc4 + 1,13 pc5- 3,47
pc6
3 Dramaga 1989 - 1998
CH Dramaga
= 167 - 0,453 pc1
CH Dramaga
= 991 - 0,453 pc1 + 1,64 pc2
CH Dramaga = 547
- 0,453 pc1 + 1,64 pc2 - 1,01 pc3
CH Dramaga = 449 -
0,453 pc1 + 1,64 pc2 - 1,01 pc3 + 0,808 pc4
CH Dramaga = 507 -
0,453 pc1 + 1,64 pc2 -
1,01 pc3 + 0,808 pc4 + 0,91 pc5
CH Dramaga = 229 - 0,453
pc1 + 1,64 pc2 - 1,01 pc3 +
0,808 pc4 + 0,91 pc5 - 2,69 pc6
4 Pasar Baru 1989 - 1998
CH Pasar Baru
= - 70,4 -
0,464 pc1
CH Pasar Baru
= 175 - 0,464
pc1 + 0,489
pc2
CH Pasar Baru =
265 - 0,464 pc1 +
0,489 pc2 + 0,205
pc3
CH Pasar Baru = 198 -
0,464 pc1 + 0,489 pc2
+ 0,205 pc3 + 0,557
pc4
CH Pasar Baru = 232 -
0,464 pc1 + 0,489 pc2 +
0,205 pc3 + 0,557 pc4 +
0,536 pc5
CH Pasar Baru = 109 - 0,464
pc1 + 0,489 pc2 + 0,205 pc3
+ 0,557 pc4 + 0,536 pc5-
1,19 pc6
5 PLTA Jasinga 1989 - 1998
CH PLTA
Jasinga = 63,2
- 0,532 pc1
CH PLTA
Jasinga = 507
- 0,532 pc1 +
0,882 pc2
CH PLTA Jasinga
= 493 - 0,532 pc1 +
0,882 pc2 - 0,030
pc3
CH PLTA Jasinga =
616 - 0,532 pc1 +
0,882 pc2 - 0,030 pc3 -
1,02 pc4
CH PLTA Jasinga = 645
- 0,532 pc1 + 0,882 pc2 -
0,030 pc3 - 1,02 pc4 +
0,452 pc5
CH PLTA Jasinga = 589 -
0,532 pc1 + 0,882 pc2 -
0,030 pc3 - 1,02 pc4 + 0,452
pc5 - 0,540 pc6
6 PLTA Kracak 1989 - 1998
CH PLTA
Kracak = 148
- 0,423 pc1
CH PLTA
Kracak = 1074
- 0,423 pc1 +
1,84 pc2
CH PLTA Kracak =
444 - 0,423 pc1 +
1,84 pc2 - 1,44 pc3
CH PLTA Kracak =
587 - 0,423 pc1 + 1,84
pc2 - 1,44 pc3 - 1,18
pc4
CH PLTA Kracak = 652
- 0,423 pc1 + 1,84 pc2 -
1,44 pc3 - 1,18 pc4 +
1,04 pc5
CH PLTA Kracak = 364 -
0,423 pc1 + 1,84 pc2 - 1,44
pc3 - 1,18 pc4 + 1,04 pc5 -
2,80 pc6
7 Tangerang 1989 - 1998
CH Tangerang
= - 115 - 0,865 pc1
CH Tangerang
= 267 - 0,865 pc1 + 0,761
pc2
CH Tangerang =
465 - 0,865 pc1 + 0,761 pc2 + 0,451
pc3
CH Tangerang = 372 -
0,865 pc1 + 0,761 pc2 + 0,451 pc3 + 0,773
pc4
CH Tangerang = 469 -
0,865 pc1 + 0,761 pc2 + 0,451 pc3 + 0,773 pc4 +
1,55 pc5
CH Tangerang = 362 - 0,865
pc1 + 0,761 pc2 + 0,451 pc3 + 0,773 pc4 + 1,55 pc5- 1,04
pc6
29
2. GCM GFDL
No CH Obs Tahun Persamaan
1pc 2pc 3pc 4pc 5pc 6pc
1 Cianten 1989 - 1998
CH Cianten =
328 + 0.772
pc1
CH Cianten =
337 + 0.772
pc1 + 0.017
pc2
CH Cianten = 315 +
0.772 pc1 + 0.017
pc2 + 0.157 pc3
CH Cianten = 482 +
0.772 pc1 + 0.017 pc2
+ 0.157 pc3 - 1.17 pc4
CH Cianten = 424 +
0.772 pc1 + 0.017 pc2 +
0.157 pc3 - 1.17 pc4 +
0.50 pc5
CH Cianten = 445 + 0.772
pc1 + 0.017 pc2 + 0.157 pc3
- 1.17 pc4 + 0.50 pc5- 0.48
pc6
2 Citeko 1989 - 1998 CH Citeko = 228 + 1.43
pc1
CH Citeko = 155 + 1.43 pc1
- 0.138 pc2
CH Citeko = 344 + 1.43 pc1 - 0.138
pc2 - 1.34 pc3
CH Citeko = 346 + 1.43 pc1 - 0.138 pc2 -
1.34 pc3 - 0.017 pc4
CH Citeko = 220 + 1.43
pc1 - 0.138 pc2 - 1.34 pc3 - 0.017 pc4 + 1.08
pc5
CH Citeko = 179 + 1.43 pc1
- 0.138 pc2 - 1.34 pc3 - 0.017 pc4 + 1.08 pc5+ 0.954
pc6
3 Dramaga 1989 - 1998
CH Dramaga
= 312 + 0.786
pc1
CH Dramaga
= 625 + 0.786
pc1 + 0.596
pc2
CH Dramaga = 671
+ 0.786 pc1 + 0.596
pc2 - 0.322 pc3
CH Dramaga = 845 +
0.786 pc1 + 0.596 pc2 -
0.322 pc3 - 1.23 pc4
CH Dramaga = 751 +
0.786 pc1 + 0.596 pc2 -
0.322 pc3 - 1.23 pc4 +
0.808 pc5
CH Dramaga = 695 + 0.786
pc1 + 0.596 pc2 - 0.322 pc3
- 1.23 pc4 + 0.808 pc5+ 1.29
pc6
4 Pasar Baru 1989 - 1998
CH Pasar Baru
= 76.9 + 0.594
pc1
CH Pasar Baru
= - 50.4 +
0.594 pc1 -
0.242 pc2
CH Pasar Baru =
23.1 + 0.594 pc1 -
0.242 pc2 - 0.523
pc3
CH Pasar Baru = - 8 +
0.594 pc1 - 0.242 pc2 -
0.523 pc3 + 0.215 pc4
CH Pasar Baru = - 81 +
0.594 pc1 - 0.242 pc2 -
0.523 pc3 + 0.215 pc4 +
0.627 pc5
CH Pasar Baru = - 88 +
0.594 pc1 - 0.242 pc2 -
0.523 pc3 + 0.215 pc4 +
0.627 pc5+ 0.156 pc6
5 PLTA Jasinga 1989 - 1998
CH PLTA
Jasinga = 233
+ 0.818 pc1
CH PLTA
Jasinga = 76 +
0.818 pc1 -
0.297 pc2
CH PLTA Jasinga
= 65 + 0.818 pc1 -
0.297 pc2 + 0.078
pc3
CH PLTA Jasinga = 75
+ 0.818 pc1 - 0.297 pc2
+ 0.078 pc3 - 0.068 pc4
CH PLTA Jasinga = - 27
+ 0.818 pc1 - 0.297 pc2
+ 0.078 pc3 - 0.068 pc4
+ 0.869 pc5
CH PLTA Jasinga = - 22 +
0.818 pc1 - 0.297 pc2 +
0.078 pc3 - 0.068 pc4+
0.869 pc5 - 0.108 pc6
6 PLTA Kracak 1989 - 1998
CH PLTA
Kracak = 283
+ 0.790 pc1
CH PLTA Kracak = 368
+ 0.790 pc1 +
0.162 pc2
CH PLTA Kracak = 460 + 0.790 pc1 +
0.162 pc2 - 0.652
pc3
CH PLTA Kracak = 639 + 0.790 pc1 +
0.162 pc2 - 0.652 pc3 -
1.26 pc4
CH PLTA Kracak = 609 + 0.790 pc1 + 0.162 pc2
- 0.652 pc3 - 1.26 pc4 +
0.26 pc5
H PLTA Kracak = 600 + 0.790 pc1 + 0.162 pc2 -
0.652 pc3 - 1.26 pc4 + 0.26
pc5+ 0.21 pc6
7 Tangerang 1989 - 1998
CH Tangerang
= 159 + 1.12
pc1
CH Tangerang
= - 41 + 1.12
pc1 - 0.380
pc2
CH Tangerang = 11
+ 1.12 pc1 - 0.380
pc2 - 0.370 pc3
CH Tangerang = 18 +
1.12 pc1 - 0.380 pc2 -
0.370 pc3 - 0.048 pc4
CH Tangerang = - 21 +
1.12 pc1 - 0.380 pc2 -
0.370 pc3 - 0.048 pc4 +
0.339 pc5
CH Tangerang = - 37 + 1.12
pc1 - 0.380 pc2 - 0.370 pc3 -
0.048 pc4 + 0.339 pc5 +
0.363 pc6
30
3. GCM CGCM3
No CH Obs Tahun Persamaan
1pc 2pc 3pc 4pc 5pc 6pc
1 Cianten 1989 - 1998
CH Cianten =
348 - 0.852
pc1
CH Cianten =
372 - 0.852
pc1 - 0.113
pc2
CH Cianten = 20 -
0.852 pc1 - 0.113
pc2 - 1.52 pc3
CH Cianten = - 783 -
0.852 pc1 - 0.113 pc2 -
1.52 pc3 - 3.64 pc4
CH Cianten = - 824 -
0.852 pc1 - 0.113 pc2 -
1.52 pc3 - 3.64 pc4 -
2.26 pc5
CH Cianten = - 836 - 0.852
pc1 - 0.113 pc2 - 1.52 pc3 -
3.64 pc4 - 2.26 pc5 + 1.04
pc6
2 Citeko 1989 - 1998 CH Citeko = 272 - 1.84 pc1
CH Citeko =
557 - 1.84 pc1 - 1.37 pc2
CH Citeko = 521 -
1.84 pc1 - 1.37 pc2 - 0.157 pc3
CH Citeko = 193 - 1.84
pc1 - 1.37 pc2 - 0.157 pc3 - 1.49 pc4
CH Citeko = 192 - 1.84
pc1 - 1.37 pc2 - 0.157 pc3 - 1.49 pc4 - 0.06 pc5
CH Citeko = 205 - 1.84 pc1
- 1.37 pc2 - 0.157 pc3 - 1.49 pc4 - 0.06 pc5 - 1.15 pc6
3 Dramaga 1989 - 1998
CH Dramaga
= 332 - 0.883
pc1
CH Dramaga
= 522 - 0.883
pc1 - 0.911
pc2
CH Dramaga = 34 -
0.883 pc1 - 0.911
pc2 - 2.12 pc3
CH Dramaga = - 681 -
0.883 pc1 - 0.911 pc2 -
2.12 pc3 - 3.24 pc4
CH Dramaga = - 677 -
0.883 pc1 - 0.911 pc2 -
2.12 pc3 - 3.24 pc4 +
0.21 pc5
CH Dramaga = - 700 - 0.883
pc1 - 0.911 pc2 - 2.12 pc3 -
3.24 pc4 + 0.21 pc5 + 2.06
pc6
4 Pasar Baru 1989 - 1998
CH Pasar Baru
= 94.8 - 0.751
pc1
CH Pasar Baru
= 136 - 0.751
pc1 - 0.196
pc2
CH Pasar Baru =
240 - 0.751 pc1 -
0.196 pc2 + 0.455
pc3
CH Pasar Baru = 48 -
0.751 pc1 - 0.196 pc2 +
0.455 pc3 - 0.872 pc4
CH Pasar Baru = 67 -
0.751 pc1 - 0.196 pc2 +
0.455 pc3 - 0.872 pc4 +
1.01 pc5
CH Pasar Baru = 84 - 0.751
pc1 - 0.196 pc2 + 0.455 pc3
- 0.872 pc4 + 1.01 pc5 - 1.57
pc6
5 PLTA Jasinga 1989 - 1998
CH PLTA
Jasinga = 255
- 0.945 pc1
CH PLTA
Jasinga = 256
- 0.945 pc1 -
0.004 pc2
CH PLTA Jasinga
= 86 - 0.945 pc1 -
0.004 pc2 - 0.738
pc3
CH PLTA Jasinga = -
37 - 0.945 pc1 - 0.004
pc2 - 0.738 pc3 - 0.558
pc4
CH PLTA Jasinga = - 24
- 0.945 pc1 - 0.004 pc2 -
0.738 pc3 - 0.558 pc4+
0.73 pc5
CH PLTA Jasinga = - 38 -
0.945 pc1 - 0.004 pc2 -
0.738 pc3 - 0.558 pc4+ 0.73
pc5 + 1.31 pc6
6 PLTA Kracak 1989 - 1998 CH PLTA Kracak = 307
- 1.01 pc1
CH PLTA
Kracak = 518 - 1.01 pc1 -
1.01 pc2
CH PLTA Kracak = 203 - 1.01 pc1 -
1.01 pc2 - 1.37 pc3
CH PLTA Kracak =
178 - 1.01 pc1 - 1.01 pc2 - 1.37 pc3 - 0.12
pc4
CH PLTA Kracak = 174
- 1.01 pc1 - 1.01 pc2 - 1.37 pc3 - 0.12 pc4 -
0.22 pc5
CH PLTA Kracak = 142 -
1.01 pc1 - 1.01 pc2 - 1.37 pc3 - 0.12 pc4 - 0.22 pc5 +
2.81 pc6
7 Tangerang 1989 - 1998
CH Tangerang
= 191 - 1.34
pc1
CH Tangerang
= 233 - 1.34
pc1 - 0.201
pc2
CH Tangerang =
303 - 1.34 pc1 -
0.201 pc2 + 0.307
pc3
CH Tangerang = - 51 -
1.34 pc1 - 0.201 pc2 +
0.307 pc3 - 1.61 pc4
CH Tangerang = - 50 -
1.34 pc1 - 0.201 pc2 +
0.307 pc3 - 1.61 pc4 +
0.105 pc5
CH Tangerang = - 27 - 1.34
pc1 - 0.201 pc2 + 0.307 pc3
- 1.61 pc4 + 0.105 pc5 - 2.02
pc6
31
Lampiran 4. Signifikansi model
Lampiran berikut merupakan hasil persamaan model yang diperoleh dari analisis data. Pada lampiran ini
hanya diambil beberapa persamaan untuk menunjukkan nilai p-value dari masing-masing model. Model
persamaan diambil dari yang memiliki nilai koefisien determinasi dan korelasi yang terbesar sampai yang
terkecil. Contoh yang digunakan diambil baik dari model verifikasi (1989-1998) maupun dari hasil validasi
(1999-2000).
1. Model Verifikasi dengan PCR (Tahun 1989-1998)
CSIRO
Regression Analysis: CH Citeko versus pc1; pc2; pc3; pc4; pc5; pc6
The regression equation is
CH Citeko = 701 - 1,09 pc1 + 1,93 pc2 + 0,217 pc3 - 0,347 pc4 + 1,13 pc5
- 3,47 pc6
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 701,4 302,4 2,32 0,022
pc1 -1,0872 0,1256 -8,65 0,000
pc2 1,9265 0,3206 6,01 0,000
pc3 0,2170 0,5027 0,43 0,667
pc4 -0,3473 0,5415 -0,64 0,523
pc5 1,1283 0,7403 1,52 0,130
pc6 -3,4712 0,8984 -3,86 0,000
S = 120,365 R-Sq = 53,3% R-Sq(adj) = 50,8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 6 1866800 311133 21,48 0,000
Residual Error 113 1637109 14488
Total 119 3503908
Source DF Seq SS
pc1 1 1085143
pc2 1 523072
pc3 1 2701
pc4 1 5960
pc5 1 33655
pc6 1 216269
Unusual Observations
Obs pc1 CH Citeko Fit SE Fit Residual St Resid
4 -400 142,4 170,1 52,3 -27,7 -0,26 X
37 -450 0,0 377,7 27,7 -377,7 -3,22R
85 -426 706,3 363,3 30,8 343,0 2,95R
86 -415 648,0 346,9 25,6 301,1 2,56R
R denotes an observation with a large standardized residual.
X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Correlations: CH Citeko; FITS6 Pearson correlation of CH Citeko and FITS6 = 0.730
P-Value = 0.000
32
GFDL Regression Analysis: CH Cianten versus pc1; pc2; pc3; pc4; pc5; pc6 The regression equation is
CH Cianten = 445 + 0.772 pc1 + 0.017 pc2 + 0.157 pc3 - 1.17 pc4 + 0.50 pc5
- 0.48 pc6
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 445.0 326.4 1.36 0.176
pc1 0.7725 0.2362 3.27 0.001
pc2 0.0172 0.4858 0.04 0.972
pc3 0.1568 0.6851 0.23 0.819
pc4 -1.1730 0.7960 -1.47 0.143
pc5 0.496 1.085 0.46 0.648
pc6 -0.478 1.177 -0.41 0.685
S = 196.530 R-Sq = 10.5% R-Sq(adj) = 5.8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 6 513602 85600 2.22 0.046
Residual Error 113 4364495 38624
Total 119 4878098
Source DF Seq SS
pc1 1 413188
pc2 1 48
pc3 1 2024
pc4 1 83887
pc5 1 8072
pc6 1 6383
Unusual Observations
Obs pc1 CH Cianten Fit SE Fit Residual St Resid
61 65 1398.0 364.8 44.4 1033.2 5.40R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Correlations: CH Cianten; FITS6 Pearson correlation of CH Cianten and FITS6 = 0.324
P-Value = 0.000
2. Model Validasi (Tahun 1999-2000)
Correlations: Dugaan; CH Obs Cianten Pearson correlation of Dugaan and CH Obs Cianten = -0.135
P-Value = 0.529
Correlations: Dugaan; CH Obs Citeko Pearson correlation of Dugaan and CH Obs Citeko = 0.679
P-Value = 0.000
33
Lampiran 5. Plotting hasil validasi antara data observasi dan hasil dugaan.
1. GCM CSIRO
a) St.Cianten b). St.Citeko
c) St.Dramaga d). St. Pasar Baru
0100200300400500600700800
Jan
Feb
Mar
Ap
rM
eiJu
nJu
lA
gust
Sep
Okt
No
pD
es Jan
Feb
Mar
Ap
rM
eiJu
nJu
lA
gust
Sep
Okt
No
pD
es
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Cianten (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 0
100
200
300
400
500
Jan
Feb
Mar
Ap
rM
eiJu
nJu
lA
gust
Sep
Okt
No
pD
es Jan
Feb
Mar
Ap
rM
eiJu
nJu
lA
gust
Sep
Okt
No
pD
es
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Citeko (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
0
100
200
300
400
500
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(m
m)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Dramaga (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 050
100150200250300350400
Jan
Feb
Mar
Ap
rM
eiJu
nJu
lA
gust
Sep
Okt
No
pD
es Jan
Feb
Mar
Ap
rM
eiJu
nJu
lA
gust
Sep
Okt
No
pD
es
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Pasar Baru (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
34
e) St.PLTA Jasinga f). St. PLTA Kracak
g) St. Tangerang
0
100
200
300
400
500
600Ja
n
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.PLTA Jasinga(Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 0100200300400500600700
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.PLTA Kracak(Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
050
100150200250300350400
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Tangerang (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
35
2. GCM GFDL
a) St.Cianten b). St.Citeko
c) St.Dramaga d). St. Pasar Baru
0100200300400500600700800
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Cianten (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 0
100
200
300
400
500
600
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Citeko (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
0
100
200
300
400
500
600
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Dramaga (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 050
100150200250300350400
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Pasar Baru(Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
36
e) St.PLTA Jasinga f). St.PLTA Kracak
g) St.Tangerang
0
100
200
300
400
500
600
700Ja
n
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.PLTA Jasinga(Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 0
100
200
300
400
500
600
700
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.PLTA Kracak(Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
050
100150200250300350400
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Tangerang(Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
37
3. GCM CGCM3
a) St.Cianten b). St.Citeko
c) St.Dramaga d). St. Pasar Baru
0100200300400500600700800
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Cianten (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 0
100
200
300
400
500
600
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Citeko (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
0
100
200
300
400
500
600
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Dramaga (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 050
100150200250300350400
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Pasar Baru (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
38
e) St.PLTA Jasinga f). St.PLTA Kracak
g) St.Tangerang
0
100
200
300
400
500
600Ja
n
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.PLTA Jasinga (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan 0
100
200
300
400
500
600
700
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.PLTA Kracak (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan
050
100150200250300350400
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu
st
Sep
Okt
No
p
Des
1999 2000
Cu
rah
Hu
jan
(mm
)
Pola Hubungan Data Observasi dengan Dugaan St.Tangerang (Th.1999-2000)
Observasi
Dugaan