psikologi sosial
DESCRIPTION
11TRANSCRIPT
Tugas Kelompok
Makalah Psikologi Sosial
Kelompok : III / Persepsi Diri
Oleh : Nina Va Nina (1126000099)
Nisrin Ulfah (1126000101)
Nuraini Ervina (1126000107)
Kelas : III C
Dosen : Imam Sunardi, M.Si
Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung
2013-2014
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat
diselesaikan.
Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Psikologi Sosial dengan
judul ”Persepsi diri hubungannya dalam membentuk kesan” Fakultas Psikologi
UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Terima kasih disampaikan kepada Bapak Imam M,Si. selaku dosen mata
kuliah Psikologi Sosial yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi
lancarnya tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna,oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk lebih
menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua.
Bandung, September 2013
Penyusun
Bab I
Pendahuluan
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah makhluk yang dilahirkan paling sempurna. Manusia memiliki
kemampuan kognitif untuk memproses informasi yang diperoleh dari lingkungan di
sekelilingnya melalui indera yang dimilikinya, membuat persepsi terhadap apa-apa
yang dilihat atau dirabanya, serta berfikir untuk memutuskan aksi apa yang hendak
dilakukan untuk mengatasi keadaan yang dihadapinya. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi kemampuan kognitif pada manusia meliputi tingkat intelejensi,kondisi
fisik, serta kecepatan sistem pemrosesan informasi pada manusia. Bila kecepatan
sistem pemrosesan informasi terganggu, maka akan berpengaruh pada reaksi manusia
dalam mengatasi berbagai kondisi yang dihadapi.
Keterbatasan kognitif terjadi apabila terdapat masalah atau gangguan pada
kemampuan kognitif. Masalah yang dialami bisa terjadi sejak lahir, atau terjadi
perubahan pada tubuh manusia seperti terluka, terserang penyakit, mengalami
kecelakaan yang dapat menyebabkan kerusakan salah satu indera, fisik atau juga
mental. Akibat dari adanya keterbatasan kognitif ini, manusia menjadi tidak mampu
untuk memproses informasi dengan sempurna. Dengan ketidaksempurnaan ini maka
manusia yang memiliki keterbatasan kognitif mengalami masalah dalam meraba,
mempelajari atau berfikir untuk bereaksi terhadap keadaan yang dihadapinya.
Persepsi dalam arti sempit melibatkan pengalaman kita tapi secara psikis
pengertian itu tidaklah tepat. Tetapi lebih tepatnya persepsi merupakan proses yang
menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita ( penginderaan) untuk
dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita,
termasuk sadar dengan diri kita sendiri. Dan didalam mempersepsi keadaan sekitar
maka kita harus melibatkan indra kita maka akan lahir sebuah argumen yang berasal
dari informasi yang dikumpulkan dan diterima oleh alat reseptor sensorik kita
sehingga kita dapat menggabungkan atau mengelompokkan data yang telah kita
terima sebelumnya melalui pengalaman awal kita.
B. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan tentang
persepsi, faktor-faktor yang mempengaruhinya , dan diharapkan dapat bermanfaat
bagi kita semua. Mempelajari tentang persepsi lebih mendalam sehingga dapat
dimanfaatkan dalam proses pembelajaran disekolah nantinya.
Bab II
Pembahasan
Persepsi Diri
Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-
kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku
individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada
kenyataan itu sendiri.
Persepsi Sosial
Proses membuat penilaian (judgement) atau membangun kesan (impression)
mengenai berbagai macam hal yang terdapat dalam lapangan penginderaan
seseorang. Penilaian atau pembentukan kesan ini adalah dalam upaya pemberian
makna kepada hal-hal tersebut (Harvey & Smith; Wrigthsman & Deaux)
Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Sosial
Robbin (1989) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor
utama yang memberi pengaruh terhadap pembentukan persepsi
sosial seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor penerima (the
perceiver), situasi (the situation), dan objek sasaran (the target).
1. Faktor Penerima
Pemahaman sebagai suatu proses kognitif akan sangat
dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian seorang pengamat.
Diantara karakteristik kepribadian utama itu adalah konsep diri,
nilai dan sikap, pengalaman di masa lampau, dan harapan-harapan
yang terdapat dalam dirinya.
Seseorang yang memiliki konsep diri (self concept) tinggi dan
selalu merasa diri secara mental dalam keadaan sehat, cenderung
melihat orang lain dari sudut tinjauan yang bersifat positif dan
optimistic, dibandingkan seseorang yang memiliki konsep diri
rendah. Orang yang memegang nilai dan sikap otoritarian tentu
akan memiliki persepsi sosial yang berbeda dengan orang yang
memegang nilai dan sikap liberal. Pengalaman di masa lalu sebagai
bagian dasar informasi juga menentukan pembentukan persepsi
seseorang. Harapan-harapan sering kali memberi semacam
kerangka dalam diri seseorang untuk melakukan penilaian terhadap
orang lain kea rah tertentu.
2. Faktor Situasi
Pengaruh faktor situasi dalam proses persepsi sosial dapat
dipilah menjadi tiga, yaitu:
Seleksi
Seseorang akan lebih memusatkan perhatiannya pada objek-objek
yang dianggap lebih disukai, ketimbang objek-objek yang tidak
disukainya. Proses kognitif ini disebut dengan seleksi informasi
tentang keberadaan suatu objek, baik yang bersifat fisik maupun
sosial.
Kesamaan
Kesamaan adalah kecenderungan dalam proses presepsi sosial
untuk mengklasifikasikan orang-orang ke dalam suatu katagori
yang kurang lebih sama. Seperti berlatar belakang jenis kelamin,
status sosial, dan etnik.
Organisasi
Dalam proses persepsi sosial, individu cenderung untuk memahami
orang lain sebagai objek persepsi ke dalam sistem yang bersifat
logis, teratur, dan runtun. Pemahaman sistematik semacam itu
biasa disebut dengan organisasi perceptual.
Para ahli psikologi sosial memandang situasi sebagai
keseluruhan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku individu
pada ruang dan waktu tertentu.
Definisi situasi adalah makna yang diberikan individu terhadap
suatu keadaan atau interpretasi individu terhadap faktor-faktor
sosial yang ditemui pada ruang dan waktu tertentu. Para ahli
sosiologi menyimpulkan bahwa apabila manusia mendefinisikan
situasi sebagai sesuatu yang bersifat nyata, maka itu akan menjadi
nyata dalam konsekuensi perilakunya.
3. Faktor Objek
Dalam persepsi sosial secara khusus, objek yang diamati itu
adalah orang lain. Ada empat ciri yang terdapat dalam diri objek
yang dapat memberi pengaruh terhadap terbentuknya persepsi
sosial, yaitu:
Keunikan
Ciri-ciri unik yang terdapat dalam diri seseorang adalah salah satu
unsur penting yang menyebabkan orang lain merasa tertarik untuk
memusatkan perhatiannya.
Kekontrasan
Seseorang akan lebih mudah dipersepsi orang lain terutama apabila
ia memiliki karakteristik berbeda disbanding lingkungan fisik
maupun sosialnya.
Ukuran dan intensitas yang terdapat dalam diri objek
Dalam konteks ini, seorang Miss world dengan ukuran fisik tertentu
dan wajah cantik akan lebih mudah menmbulkan kesan pada orang
lain ketimbang apabila seseorang melihat gadis-gadis pada
umumna.
Kedekatan (proximity) objek dengan latar belakang sosial orang
lain.
Orang-orang dalam suatu departemen tertentu akan cenderung
untuk diklasifikasikan sebagai memiliki ciri-ciri yang sama karena
hubungan yang dekat di antara mereka.
Pembentukan Kesan (Impression Formation)
Pembentukan pesan adalah proses di mana kita membentuk kesan tentang orang lain.
Bagaimana kesan pertama yang dibentuk dapat mempengaruhi penilaian atau
keputusan kita tentang orang lain. Pembentukan kesan pertama terhadap seseoerang
yang baru bertemu terjadi dalam waktu sangat pendek, relative singkat. Penyebabnya
adalah implicit personality theory, yaitu kecenderungan menggabungkan beberapa
sifat sentral dan peripheral (contoh: orang cantik pasti baik). Kesan pertama
seringkali salah karena lebih percaya teori sendiri daripada kenyataan. Perspektif
kognitif dalam pembentukan kesan telah memberikan peran openting dalam usaha
memahami karakteristik dan proses pembentukan kesan.
Manajemen kesan adalah usaha seseorang untuk menampilkan kesan pertama yang
disukai pada orang lain. Manajemen kesan ada 2 bentuk:
1. Strategi self-enhancement: usaha untuk meningkatkan daya tarik diri pada
orang diri pada orang lain, meliputi meningkatkan penampilan fisik melalui
gaya berbusana, charisma diri, dan penggunaan berbagai atribut sehingga
berusahga membuat deskripsi diri yang positif.
2. Strategi other-enhancement: upaya untuk membuat orang yang dituju merasa
nyaman dalam berbagai cara. Misalkan dengan pujian (membuat pernyataan
yang memuji orang yang kita tuju, sifat-sifat atau kesuksesannya) atau
menyatakan terang-terangan persetujuan kita pada pandangan oranglain,
menunjukan minat besar pada orang tersebut, member bantuan-bantuan kecil,
meminta nasihat dan umpan balik pada mereka. Atau menunjukan kesukaan
dengan cara nonverbal. Namun bisa saja gagal dan terjadi slime effect, yaitu
sebuah kecenderunagn untuk membentuk kesan sangat negative terhadap
seseorang yang “menjilat ke atas dan menendang ke bawah”.
Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi antar individu tanpa melibatkan isi bahasa
lisan, namun mengandalkan bahasa-bahasa nonlisan melalui ekspresi wajah, kontak
mata, dan bahasa tubuh. Perilaku nonverbal relative tak bisa dikekang dan sulit
dikontrol. Petunjuk nonverbal yang ditampilkan oleh seseorang dapat mempengaruhi
perasaan kita meskipun kita tidak secara sadar memperhatikan petunjuk ini, ataupun
sengaja membaca perasaannya. Penularan emosional (emotional contagion)
merupakan suatu mekanisme yang mentransfer perasaan secara otamatis dari satu
orang ke orang lain. Contohnya, saat mendengar berpidato, nada suara pembicara bisa
mempengaruhi perasaan kita. Saluran-saluran komunikasi nonverbal ada 4, yaitu:
1. Ekspresi wajah. “Wajah adalah gambaran jiwa” yang berarti perasaan dan
emosi manusia seringkali terbaca di wajahnya dan dapat dikenali melalui
berbagai ekspresinya. Terdapat 6 emosi dasar manusia yang terlihat jelas dan
telah dipelajari sejak kecil: marah, takut, bahagia, sedih, terkejut, dan jijik
(Izard, 1991; Rozin, Lowery & Elbert, 1994). Makna ekspresi wajah tidak
berlaku secara penuh berlaku universal di seluruh dunia (perbedaan budaya
dan konstektual memang ada dalam mengartikan ekspresi wajah yang tepat).
2. Kontak mata. “mata adalah jendela hati” yang berarti kita bisa mengetahui
perasaan orang lain melalui tatapan matanya. Kontak mata yang tinggi
ontensitasnya bisa diartikan sebagai bentuk rasa suka atau perasaan positif
lainnya, ada satu pengecualian. Bila seseorang memandangi kita terus
menerus dan mempertahankan kontak mata ini tanpa peduli apapun yang
sedang kita kerjakan, pandangan ini disebut staring (menatap).
3. Bahasa tubuh (gesture, postur dan gerakan). Bahasa tubuh acapkali
mengungkapkan keadaan emosional seseorang. Makin banyak pola gerakan
tubuh juga menyimpan makna tersendiri. Sementara gesture terbagi menjadi
beberapa kategori, namun satu yang terpenting adalah emblem (gerakan tubuh
yang menyiratkan makna khusus menurut budaya tertentu).
4. Sentuhan. Sentuhan yang dirasa tepat seringkali membangkitkan perasaan
positif dalam diri orang yang disentuh. Jabat tangan mengungkapkan banyak
hal tentang orang lain misalnya kepribafiannya—dan bahwa jabat tangan yang
kuat adalah teknik yang baik untuk menampilkan kesan pertama yang
menyenangkan pada orang lain.
Atribusi
Atribusi adalah proses dimana kita mencoba mencari informasi mengenai bagaimana
seseorang berbuat dan mengapa mereka berbuat demikian. Banyak Teori-teori yang
membahas tentang atribusi, namun kita hanya akan membahas Teori Kelley, “Theory
Of Causal Attribution”.
Dalam teori ini, perilaku seseorang bisa disebabkan oleh factor internal (sifat, motif,
intense), factor eksternal (aspek-aspek fisik dan social) maupun kombinasi keduanya.
Menurut teori ini, ada 3 sumber informasi penting untuk menjawab mengapa dalam
perilaku orang lain, yaitu:
1. Consensus, yaitu derajat kesamaan reaksi orang lain terhadap stimulus atau
peristiwa tertentu dengan orang yang sedang kita observasi. Makin tiggi orang
bereaksi serupa, makin tinggi konsesinya.
2. Konsistensi, yaitu derajat kesamaan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus
atau suatu peristiwa yang sama pada waktu yang berbeda.
3. Distingsi, yaitu derajat perbedaan reaksi seseorang terhadap berbagai stimulus
atau peristiwa yang berbeda-beda.
Kita mengatribusikan perilaku oranglain pada penyebab internal bila tingkat
consensus dan distingsi rendah namun konsistensi tinggi. Sebaliknya, kita
mengatribusi perilaku orang lain pada penyebab eksternal bila konsensus, distingsi
dan konsistensi tinggi. Kita bisa mengatribusi perilaku oranglain pada penyebab
kombinasi factor internal dan eksternal bila konsensusnya rendah namun distingsi dan
konsistensinya tinggi. Beberapa penyebab internal seperti kepribadian dan
temperamen, cenderung stabil dan bertahan lama, motif, kesehatan, kelelahan,
penyakit kronis, dll.
Elemen Social
Ada 3 elemen yang merupakan petunjuk tidak langsung ketika menilai seseorang:
1. Elemen pribadi. Proses pembentukan persepsi social berdadasarkan penilaian
pribadi, antara lain yang dilakukan dengan cepat, ketika melihat penampilan
fisik seseorang. Misalnya: ciri-ciri penampilan fisik, jenis kelamin, suku/ras,
status social ekonomi, fashion, pekerjaan, dll.
2. Elemen situasi. Semakin kaya pengalaman hidup seseorang, semakin bijak
persepsi social yang dibentuknya dari situasi. Contoh: seorang dosen yang
berjalan dengan seorang wanit. Bila mereka berjalan di kampus, orang akan
menilai itu hanyalah mahasiswanya. Namun, bila berjalannya di bioskop
orang bisa menilai kalau wanita itu selingkuhannya.
3. Elemen perilaku. Perilaku membutuhkan bukti-bukti yang dapat diamati
untuk mengidentifikasikan aktivitas seseorang.
Sumber Kesalahan (Bias) Dalam Atribusi
1. Bias korespondensi: kecenderungan untuk menjelaskan sumber perilaku
orang lain dari disposisi-disposisi yang ada, bahkan bila penyebab
situasionalnya jelas-jelas hadir. Contoh: Alex menumpahkan kopi ke bajunya.
Kita mempersepsikan bahwa, “Ah, si Alex memang canggung orangnya”.
Padahal bisa saja cangkir yang dipegangnya itu terlalu panas.
2. Efek actor-pengamat: kecenderungan untuk mengatribusikan perilaku kita
lebih pada factor situasional (eksternal) daripada disposisional (internal),
sementara perilaku orang lain disebabkan factor disposisi (internal). Contoh:
bila saya dan Andi sama-sama gagal dalam ujian. Saya akan menilai diri saya
gagal karena soalnya terlalu susah, tidak ada waktu untuk belajar, atau
dosennya pelit nilai. Sementara kita menilai Andi gagal karena memang dia
tidak mampu/ tidak pintar.
3. Bias mengutamakan diri sendiri (self serving bias): kecenderungan untuk
mengatribusi kesuksesan pada factor internal, namun mengatribusikan
kegagalan pada factor eksternal. Contoh: ketika saya berhasil, saya menilai
bahwa itu semua karena kerja keras saya, karena saya memang hebat, dsb.
namun ketika saya gagal, saya cenderung menyalahkan factor eksternal
seperti: karena dosennya pelit nilai, soalnya tidak sesuai materi, dll.
4. Berpikir irrasional (magic): kecenderungan untuk mempercayai bahwa
kekuatan pikiran bisa mempengaruhi kejadian atau objek fisik di luar diri.
Pengaruh Persepsi Sosial terhadap Perilaku Sosial
Dalam memperlajari perilaku sosial pada lingkungan interaksi
sosial, persepsi sosial menjadi penting karena perilaku seseorang
sering kali relavan untuk dijelaskan melalui penelaahan deskriptip
terhadap persepsi sosial seseorang terhadap hubungan sosial itu
atau secara khusus terhadap orang lain yang menjadi rekan
interaksi dalam hubungan itu. Pengetahuan akurat tentang orang
lain akan sangat berguna untuk mengatur hubungan saling
interaksi diantara mereka, baik dimasa kini maupun dimasa
mendatang. Dalam hubungan sosial, persepsi sosial dapat dijadikan
sebagai kerangka berpikir untuk mempermudah dan mengatur
hubungan seseorang dengan orang lain.
Persepsi sosial sebagai suatu gambaran penyederhanaan
kesimpulan tentang orang lain, terkadang juga dapat menimbulkan
masalah-masalah dengan kesalahan persepsi. Masalah-masalah
yang sering dihubungkan dengan kesalahan persepsi sosial adalah
streotip dan tampak gema (halo effect). Streotip adalah generalisasi
tentang karakteristik umum suatu kelas atau kelompok individu.
Dampak negatif persepsi yang termuat di dalam streotip adalah
perlakuan kepada orang lain oleh seorang individu ke dalam suatu
klasifikasi yang bersifat sempit. Pandangan streotip misalnya
adalah persepsi streotip Adi tentang teman kerja wanitanya yang
bernama Ani. Oleh Adi, Ani dipandang memiliki ciri-ciri wanita pada
umumnya yang dianggap bersifat emosional, lamban, dan cerewet.
Dalam kerangka psikologi sosial, dampak gema (halo effect)
dapat didefinisikan sebagai suatu kesimpulan tentang kesan umum
individu terhadap ciri-ciri orang lain pada suatu peristiwa yang
secara logis juga berlaku untuk peristiwa-peristiwa yang lain.
Dampak gema itu adalah kesimpulan evaluative berdasarkan
peristiwa-peristiwa tertentu yang membawa pada konsekuensi
penilaian yang sama untuk keseluruhan peristiwa yang lain (Myers,
2002).
Bab III
Penutup
Pesepsi itu dimiliki oleh setiap individu,artinya setiap dari manusia memiliki
cara pandang dan pemahaman yang pasti berbeda dalam melihat suatu obyek di
lingkungan kita,baik itu manusia,makhluk hidup lain,ataupun benda mati.Jadi
Persepsi merupan suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang dalam
memahami informasi tentang lingkungannya.
persepsi social dapat dilihat dari : Komunikasi
nonverbal,Atribusi,Pembentukan kesan,Sejauh mana ketepatan persepsi social
itu.keterkaitan antara persepsi social dan kognisi social adalah : Kognisi merupakan
implementasi dari persepsi sosial.
-
Daftar Pustaka
1. Dadang Supardan. Pengantar Ilmu Sosial, Bumi Aksara, Jakarta,
2008.
2. Fattah Hanurawan. Psikologi Sosial, ROSDA, Bandung, 2010.