psychological well-being pada anggota …lib.unnes.ac.id/28282/1/1511411045.pdf · iii iii...
TRANSCRIPT
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ANGGOTA
KELOMPOK SOSIAL KEAGAMAAN DI
KECAMATAN TEMBALANG
SKRIPSI
disajikan sebagai satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
oleh
Safira Shofa Suroyya
1511411045
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
ii
ii
iii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi dengan
judul “Psychological Well-Being pada Anggota Kelompok Sosial Keagamaan Di
Kecamatan Tembalang” ini benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari
karya tulis orang lain baik sebagian atau seluruhnya. Adapun pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini telah dikutip sesuai dengan
kaidah yang berlaku.
Semarang, 26 Juni 2016
Safira Shofa Suroyya
NIM. 1511411045
iv
iv
MOTTO DAN PERUNTUKAN
Motto
Where there is a will, there is a way.
If there is no struggle, there is no progress.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan mereka sendiri (QS Ar-Ra’d :11)
Peruntukan Skripsi ini penulis peruntukan kepada
MamaBapak dan Nenek yang selalu
memberikan dukungan bantuan serta doa yang
tidak pernah putus serta adik-adik yang telah
menjadi penghibur dalam pembuatan skripsi ini.
v
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulispanjatkankehadirat Allah
SWT, atas rahmat dan karunia yang telahdiberikanselamamenjalani proses
pembuatanskripsi yang berjudul “Psychological Well-Being pada Anggota
Kelompok Sosial Keagamaan Di Kecamatan Tembalang” sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
Penyusunan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar
Sarjana Psikologi di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Prof. Dr. Fakhrudin, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan beserta jajaran
pimpinan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Sugeng Hariyadi, S. Psi., M. S. Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang serta sebagai penguji kedua yang
telah memberikan masukan dan nilai terhadap skripsi ini.
3. Moh. Iqbal Mabruri, S.Psi., M.Si. sebagai penguji utama yang telah
memberikan masukan dan nilai terhadap skripsi ini.
4. Luthfi Fathan Dahriyanto S.Psi, M.A.. Dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, memberikan segala
kemudahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah membagikan ilmunya, terima kasih atas
segala pengajarannya.
vi
vi
6. Kedua orang tua penulis serta nenek terimakasih atas doa dan dukungan yang
telah diberikan.
7. Adik-adik tersayang, serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa dan
semangatnya.
8. Sahabat-sahabat terbaik Vyta, Hayu, Dipika, Indra dan Senka yang selalu
menjadi penghibur penulis dalam penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman Jurusan Psikologi angkatan 2011 yang membantu memberikan
masukan dan memberikan semangat; Muchlis, Intan, Ayu, Nouval dan lain
lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
10. Subjek Penelitian, terimakasih atas kesediaan waktunya dalam mengisi skala.
11. Semua pihak yang telah membantu sehingga dapat terselesaikannya skripsi
ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Penulis
berharap skripsi ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu khususnya
Psikologi. Semoga Allah SWT membalas semua amal baik kepada seluruh pihak
yang telah membatu dan berkontribusi dalam skripsi ini.
Semarang, 25 Juli 2016
Penulis
vii
vii
ABSTRAK
Suroyya, Safira Shofa. 2016. Psychological Well-Being pada Anggota Kelompok
Sosial Keagamaan Di Kecamatan Tembalang. Skripsi. Jurusan Psikologi, Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama: Luthfi
Fathan Dahriyanto S.Psi, M.A.
Kata Kunci : Psychological well-being, kelompok sosial keagamaan
Seseorang yang sejahtera juga mampu menguasai kondisi yang terjadi di
sekitarnya, memiliki tujuan dan makna hidup serta terus bertumbuh secara
personal. Contoh dalam kehidupan sehari-hari seseorang yang tidak sejahtera
adalah yang sedang terkena masalah ekonomi akan merasa kurang bahagia dan
kurang puas dalam hidupnya sehingga menimbulkan perasaan tidak bahagia,
merasa tertekan yang berujung pada ketidaksejahteraan.Berdasarkan beberapa
penelitian terdahulu terbukti bahwa religiuistas merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi psychological well-being seseorang. Untuk mencapai
kesejahteraan psikologis seseorang akan mencari berbagai cara untuk memenuhi
kebutuhan religiusitas, salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan sosial adalah
dengan turut serta dalam kegiatan sosial keagamaan. Peneliti tertarik untuk
melihat bagaimana psychological well-beingpada keikutsertaan seseorang dalam
suatu kelompok sosial keagamaan, karena belum tentu seseorang yang turut serta
dalam kelompok sosial keagamaan memiliki psychological well-being yang baik,
sebaliknya tidak selalu seseorang yang memiliki psychological well- being adalah
seseorang yang turut dalam kelompok sosial keagamaan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif
yang melibatkan populasi dalam penelitian ini adalah anggota kelompok sosial
keagamaan di Kecamatan Tembalang. Teknik sampling yang digunakan oleh
peneliti yaitu Simple Random Sampling dengan cara undian dari beberapa
kelompok pengajian. Jumlah subjek yang diteliti 60 orang. Data penelitian ini
diperoleh menggunakan skala psychological well-being yang terdiri dari 42 item.
Yang koefisiennya bergerak dari 0,327 sampai dengan 0,659dengan signifikansi
0,00-0,001 (lebih kecil dari α = 0,05) dan koefisien reliabilitas sebesar 0,912.
Psychological well-being pada anggota kelompok sosial keagamaan di
Kecamatan Tembalang masuk dalam kategori tinggi dengan aspek yang paling
berpengaruh yaitu aspek hubungan positif dengan orang lain. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pada tahap perkembangan dengan usia yang lebih tua atau
matang memliki psychological well-being yang lebih baik. Pada gender
psychological well-being perempuan lebih tinggi dibandingkan laki- laki. Dari ke
semua subyek ini didapatkan hasil bahwa subyek dengan latar belakang
pendidikan S2 memiliki psychological well-being yang lebih tinggi dibanding
dengan yang berlatar belakang SMA dan S1 dan subyek yang berada pada
kelompok PNS memiliki Psychological well-being yang tinggi.
viii
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .......................................................................................................... i
PERNYATAAN ............................................................................................ ii
PENGESAHAN ............................................................................................ iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xv
BAB
1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 10
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................ 10
2. LANDASAN TEORI............................................................................ 11
2.1 Psychological Well-Being ..................................................................... 11
2.1.1 Pengertian Psychological Well Being ................................................... 12
2.1.2 Dimensi -dimensi Psychological well-being ........................................ 13
ix
ix
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being ................... 16
2.2 Organisasi Sosial Keagamaan ................................................................ .... 19
2.2.1 Pengertian Organisasi ............................................................................. .... 19
2.2.1.1 Ciri- ciri Organisasi ............................................................................. .... 21
2.2.1.2 Pengertian Organisasi ......................................................................... .... 21
2.2.2 Organisasi Sosial .................................................................................... .... 22
2.3 Organisasi sosial keagamaan .................................................................. .... 22
2.4 Keagamaan (Religiusitas) ....................................................................... .... 23
2.4.1 Dimensi Religiusitas .............................................................................. 25
2.5 Kerangka Berpikir .................................................................................. .... 26
3. METODE PENELITIAN ...................................................................... .... 29
3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... .... 29
3.2 Desain Penelitian .................................................................................... .... 29
3.3 Variabel Penelitian.................................................................................. 31
3.3.1 Identifikasi Variabel Penelitian .............................................................. .... 31
3.3.2 Definisi Operasional Variabel ................................................................ 31
3.4 Populasi dan Sampel ............................................................................... .... 32
3.5 Metode Pengumpulan Data..................................................................... .... 37
3.6 Validitas Reliabilitas ............................................................................... .... 37
3.6.1 Validitas ................................................................................................. .... 37
3.6.2 Reliabilitas ............................................................................................. .... 38
3.7 Analisis Data ........................................................................................... .... 38
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. .... 41
x
x
4.1 Persiapan Penelitian ................................................................................... 41
4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ...................................................................... 41
4.1.2 Penentuan Subyek Penelitian .................................................................... 42
4.1.3 Penyusunan Instrumen .............................................................................. 42
4.2 Pelaksanaan Penelitian.............................................................................. 45
4.2.1 Pengumpulan Data .................................................................................... 45
4.2.2 Pelaksanaan Skoring ................................................................................. 45
4.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .......................................................... 46
4.3.1 Hasil Uji Validitas .................................................................................... 46
4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas.................................................................................. 46
4.4 Gambaran Subyek Penelitian ..................................................................... 47
4.5 Hasil Penelitian .......................................................................................... 49
4.5.2 Gambaran Spesifik Psychological well-being pada Tiap Aspek ............... 52
4.5.2.1 Aspek Hubungan Positif dengan Orang Lain ......................................... 52
4.5.2.2 Aspek Otonomi ........................................................................................ 56
4.5.2.3 Aspek Tujuan Hidup ................................................................................ 59
4.5.2.4 Aspek Pertumbuhan Pribadi ................................................................... 62
4.5.2.5 Aspek Penguasaan Terhadap Lingkungan .............................................. 65
4.5.3 Gambaran Psychological Well-Being Pada Tiap Kelompok Demografis 68
4.5.3.1 Usia ........................................................................................................ 69
4.5.3.2 Gender ..................................................................................................... 69
4.5.3.3 Pekerjaan ................................................................................................ 70
4.5.3.4 Latar Belakang Pendidikan..................................................................... 70
xi
xi
4.6 Pembahasan ............................................................................................. 71
4.6.1 Usia .......................................................................................................... 76
4.6.2 Gender...................................................................................................... 78
4.6.3 Latar Belakang Pendidikan ...................................................................... 80
4.7 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 83
5. PENUTUP ................................................................................................. 84
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 84
5.2 Saran .......................................................................................................... 85
5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya .......................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 86
LAMPIRAN ........................................................................................................ 89
xii
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Kriteria Skor Jawaban ................................................................................... 35
3.2 Blue Print ..................................................................................................... 36
4.1 Gambaran Subyek Berdasarkan Usia ............................................................ 47
4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ............................ 47
4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Latar Belakang
Pekerjaan ...................................................................................................... 48
4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Pendidikan Terakhir .................. 48
4.5 Penggolongan kriteria analisis berdasarkan mean hipotetik ......................... 49
4.6 Statistik Deskriptif Psychological well-being .............................................. 50
4.7 Distribusi Frekuensi Psychological Well-Being............................................ 51
4.8 Statistik Deskriptif Psychological Well-Being Aspek Hubungan
Positif Dengan Orang Lain .......................................................................... 53
4.9 Distribusi Frekuensi Aspek Hubungan Positif Dengan Orang Lain .......... 54
4.10 Statistik Deskriptif Psychological Well-Being Aspek Otonomi ................. 56
4.11 Distribusi Frekuensi Aspek Otonomi ......................................................... 57
4.12 Statistik Deskriptif Aspek Tujuan Hidup .................................................... 59
4.13 Distribusi Frekuensi Aspek Tujuan Hidup ................................................ 60
4.14 Statistik Deskriptif Aspek Petumbuhan Pribadi ........................................ 62
4.15 Distribusi Frekuensi Aspek Pertumbuhan Pribadi ..................................... 63
4.16 Statistik Deskriptif Aspek Penguasaan Terhadap Lingkungan ................. 65
4.17 Distribusi Frekuensi Aspek Penguasaan Terhadap Lingkungan ............... 66
xiii
xiii
4.18 Ringkasan Psychological Well-Being Berdasarkan Tiap Aspek ............... 68
4.19 Distribusi Frekuensi Psychological Well-Being ........................................ 69
xiv
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4.1 Diagram Persentase Psychological Well-Being ......................................... 52
4.2 Diagram Persentase Aspek Hubungan Positif Dengan Orang Lain .......... 55
4.3 Diagram Persentase Aspek Otonomi ......................................................... 58
4.4 Diagram Persentase Aspek Tujuan Hidup ................................................. 61
4.5 Diagram Persentase Aspek Pertumbuhan Pribadi ..................................... 64
4.6 Diagram Persentase Aspek Penguasaan Terhadap Lingkungan ................ 67
4.7 Diagram Ringkasan Psychological Well-Being Berdasarkan Tiap
Aspek ......................................................................................................... 68
4.8 Diagram Batang Presentase Psychological Well-Being Berdasarkan
Usia ............................................................................................................ 70
4.9 Diagram Batang Presentase Psychological Well-Being Berdasarkan
Gender........................................................................................................ 71
4.10Diagram Batang Presentase Psychological Well-Being Berdasarkan
Latar Belakang Pekerjaan......................................................................... 72
4.11 Diagram Batang Presentase Psychological Well-Being Berdasarkan
Latar Belakang Pendidikan ....................................................................... 73
xv
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skala Psikologi ............................................................................................. 91
2. Tabulasi ........................................................................................................ 91
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Tabulasi ............................................... 91
4. Deskriptif Statistik ....................................................................................... 91
5. Faktor Demografis ....................................................................................... 91
6. Deskriptif Statistik keseluruhan ................................................................... 91
7. Mean Masing-Masing Faktor Demografis ................................................... 91
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap manusia menginginkan hidupnya tidak dalam tekanan serta
merasakan kesejahteraan dalam hidupnya. Kesejahteraan dalam hidup
termasukbahagia. Kebahagiaan memiliki konsep yang luas, seperti emosi positif,
pengalaman menyenangkan, mood yang positif serta memiliki kepuasan hidup
yang tinggi. Jika kebahagiaan di definisikan secara keseluruhan maka
kebahagiaan adalah evaluasi mengenai hidup termasuk semua kriteria yang
berada dalam pemikiran masing-masing individu seperti bagaimana rasanya hidup
yang baik, apakah sejauh ini hidup sudah sesuai dengan ekpektasi dan bagaimana
mencapai hidup yang menyenangkan.
Kesejahteraan psikologis sangat penting dimiliki terutama dalam
menghadapi tugas-tugas perkembangan yang harus dilewati individu, karena
kesejahteraan psikologis tidak hanya berdampak pada kesehatan mental dan
kesehatan fisik. Individu yang merasa sejahtera akan mampu memandang masa
depan dan mampu membentuk kesejahteraan psikologis. Ryff, dan Keyes (1995:
719) telah mengungkapkan bahwa kesejahteraan merupakan tujuan akhir dalam
hidup manusia. Menurut Ryff dalam Ryff dan Keyes(1995: 720) mendefinisikan
psychological well-beingsebagai suatu dorongan untuk menyempurnakan dan
merealisasikan potensi diri yang sesungguhnya.
2
Kesejahteraan psikologis pada intinya merujuk pada perasaan seseorang
mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini berkisar dari kondisi mental
negatif seperti ketidakpuasan hidup, kecemasan hingga kondisi mental positif
seperti realisasi potensi dan aktualisasi diri. Indryawati (2014: 8). Seseorang yang
sejahtera secara psikologis adalah seseorang yang mampu menerima kondisi
dirinya menjalin relasi positif dengan orang lain dan mampu bersikap otonom.
Seseorang yang sejahtera juga mampu menguasai kondisi yang terjadi di
sekitarnya, memiliki tujuan dan makna hidup serta terus bertumbuh secara
personal.
Konsep kesejahteraan psikologis yang dikembangkan oleh Ryff ini bersifat
multidimensional karena mengandung enam dimensi, dimensi yang pertama
adalah penerimaan diri, penerimaan diri merupakan ciri sentral dari konsep
kesehatan mental. Seseorang dikatakan memiliki nilai tinggi dalam dimensi ini
adalah apabila memiliki sikap positif terhadap dirinya sendiri, menghargai dan
menerima berbagai aspek yang ada pada dirinya ( baik dan buruk) dan juga dapat
merasakan hal yang positif dari kehidupannya di masa lalu. Sedangkan orang
yang memiliki nilai rendah dalam dimensi ini merasa kurang puas terhadap
dirinya, dan merasa kecewa dengan kehidupannya di masa lalu.
Dimensi kedua adalah hubungan positif. Individu yang mampu bersikap
hangat dan percaya dalam berhubungan dengan orang lain, memiliki empati yang
tinggi dan keintiman yang kuat serta mampu memahami pemberian dan
penerimaan dalam suatu hubungan mengindikasikan kesejahteraan psikologis
yang tinggi dan merupakan salah satu indikasi kondisi mental yang
3
sehat.Sedangkan seseorang yang kurang baik dalam dimensi ini ditandai dengan
tingkah laku tertutup dengan orang lain, sulit untuk membina hubungan personal,
sulit untuk bersikap hangat dan peduli dengan orang lain.
Dimensi ketiga adalah otonomi, meliputi kualitas seperti penentuan diri,
kemandirian, pengendalian perilaku dan mampu mengevaluasi diri. Ciri utama
dari seseorang yang memiliki otonomi baik adalah dapat menentukan segala
sesuatu sendiri dan mandiri, mampu mengambil keputusan tanpa bantuan orang
lain, memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial serta dapat
mengevaluasi diri. Sebaliknya seseorang yang kurang memiliki otonom akan
sangat bergantung dengan orang lain, membutuhkan orang lain dalam mengambil
keputusan, dan bersifat konfirmis terhadap tekanan sosial. (dalam Rahayu 2008:
14).
Dimensi keempat adalah penguasaan terhadap lingkungan, beberapa
kualitas yang termasuk dalam dimensi ini meliputi kemampuan individu untuk
memilih, menciptakan lingkungan yang sesuai dengan dirinya, mengontrol
memanipulsai serta kekmpuan untuk mengambil kesempatan di lingkungan.
Sebalinya seseorang yang penguasaan terhadap lingkungannya kurang baik akan
mengalami kesulitan dalam mengatur situasi, tidak mampu mengubah atau
meningkatkan kualitas lingkungan, serta kurang peka terhadap kesemptan yang
ada dilingkungannya.
Dimensi kelima adalah tujuan hidup menurut Ryff orang yang dianggap
baik dalam dimensi ini adalah orang yang memiliki tujuan dan arah hidup,
memiliki arah hidup, merasakan arti masa lalu dan masa kini, serta memiliki
4
tujuan dan target yang harus dicapai dalam hidup. Sebaliknya seseorang yang
kurang memiliki tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, kehilangan arah
dalam hidup, dan tidak dapat merasakan makna hidupnya di masa lalu.
Dimensi keenam adalah pertumbuhan diri, seseorang yang memiliki
pertumbuhan diri yang baik ditandai dengan memandang diri sebagai individu
yang tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman baru, menyadari
potensi yang dimiliki, serta berubah menjadi pribadi yang efektif dan memiliki
pengetahuan yang bertambah. Sedangkan pertumbuhan diri yang kurang baik
tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan, dan tidak
mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang lebih baik (dalam
Rahayu 2008: 17).
Berdasarkan keenam dimensi diatas harapannya seseorang dapat
memenuhi semua dimensi dalam psychological well-being, tetapi kenyatannya
dalam kehidupan sehari-hari, tidak semua orang merasakan kesejahteraan
psikologis dalam hidupnya.Tetapi masalah yang kadang muncul pada seseorang
menyebabkan kebimbangan dan keresahan yang mengakibatkan rasa tidak
sejahtera. Contoh dalam kehidupan sehari-hari seseorang yang sedang terkena
masalah ekonomi akan merasa kurang bahagia dan kurang puas dalam hidupnya
sehingga menimbulkan perasaan tidak bahagia, merasa tertekan yang berujung
pada ketidaksejahteraan.
Sejahtera dan ketidaksejahteraan seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor, faktor faktor yang mempengaruhi psychological well being antara lain:
latar belakang budaya, kelas sosial tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan
5
kepribadian, pekerjaan, pernikahan, anak anak, kondisi masa lalu seseorang
terutama pola asuh keluarga, kesehatan dan fungsi fisik, serta faktor kepercayaan
dan emosi, jenis kelamin, serta religiusitas dalam Amawidyati dan Utami (2007:
167)
Salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well-beingadalah
religiusitas.Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan, hasil penelitian yang
dilakukan Argyle, menyatakan bahwa religiusitas membantu individu
mempertahankan kesehatan mental individu pada saat sulit. Selain itu penelitian
oleh Ellison menyatakan bahwa agama mampu meningkatkan psychological
well-being dalam diri seseorang, dan menunjukkan bahwa individu yang memiliki
kepercayaan terhadap agama yang kuat memiliki kepuasan hidup dan kebahagiaan
yang lebih tinggi, serta mengalami dampak negatif peristiwa traumatis lebih
rendah jika dibandingkan individu yang tidak memiliki kepercayaan agama yang
kuat. Kehidupan religius atau keagamaan dapat membantu manusia dalam
menurunkan kecemasan, kegelisahan, dan ketegangan Najati (2005) dalam
Amawidyati dan Utami (2007: 168).
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu terbukti bahwa religiuistas
merupakan faktor yang dapat mempengaruhi psychological well- being seseorang.
Untuk mencapai kesejahteraan psikologis seseorang akan mencari berbagai cara
untuk memenuhi kebutuhan religiusitas, salah satu cara untuk memenuhi
kebutuhan sosial adalah dengan turut serta dalam kegiatan sosial keagamaan.
6
Keikutsertaan dalam kelompok sosial keagamaan berkaitan dengan
dimensi religiusitas. Menurut Glock dan Stark dalam Subandi (2013: 88), ada
lima dimensi religiusitas (keagamaan) yaitu dimensi keyakinan, dimensi praktik
agama/peribadatan, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan agama, dimensi
konsekuensi. Pada keikutsertaan dalam kelompok sosial keagamaan,
burhubungan dengan dimensi religiusitas yaitu dimensi praktik agama, mencakup
perilaku pemujaan, pelaksanaan ritual formal keagamaan, ketaatan dan hal yang
dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
Selain dimensi praktik , dimensi konsekuensi juga berkaitan pada dimensi
konsekuensi ini mengacu pada identifikasi akibat keyakinan, praktik, pengalaman
dan pengetahuan seseorang. Dengan kata lain, sejauh mana implikasi ajaran
agama mempengaruhi perilaku, bisa berupa kepercayaan akan surga dan neraka
yang merupakan akibat dari keyakinan keagamaan, dan praktik yang sudah
dilaksanakan oleh seseorang.
Beberapa orang berusaha mencapai kebutuhan sosial dengan cara
mengikuti perkumpulan atau dengan berkelompok, kelompok sosial umum
maupun kelompok sosial keagamaan. Selain itusaatini banyak sekali bermunculan
kelompok sosial keagamaan, yang diikuti oleh semua lapisan masyarakat bahkan
publik figur pun terlihat juga beberapa mengikuti sebuah kelompok sosial
keagamaan tertentu. Kelompok sosial keagamaan semakin eksis karena adanya
bantuan dari teknologi yang ada saat ini, penyampaian informasi bisa dilakukan
dengan mudah dan murah, hal ini memudahkan para angggota kelompok untuk
7
berinteraksi dengan anggota kelompok yang lainnya. Kelompok sosial keagamaan
ada yang besar dan ada juga yang kecil.
Pada penelitian ini kelompok sosial keagamaan yang dijadikan obyek
adalah semua bentuk kelompok sosial keagamaan tidak berpaku pada lembaga
atau organisasi tertentu, tetapi pada kelompok sosial keagamaan yang tersebar
luas khususnya di kecamatan Tembalang. Kelompok sosial keagamaan yang
dijadikan obyek dalam penelitian ini meliputi kelompok pengajian yang memiliki
berbagai kegitan rutin yang dilakukan sebulan 3-4 kali. Bentuk dari kegiatan
dalam kelompok sosial keagamaan ini bermacam-macam, meliputi: kegiatan
yasinan, kegiatan tahlil ,pengajian yang menggunakan ustadz sebagai pembicara
dan juga kelompok sosial keagamaan yang membahas suatu kitab tertentu. Jadi
pada penelitian ini tidak berpaku pada organisasi atau lembaga keagamaan
tertentu.
Aktivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan atau
keaktifan. Aktivitas dalam psikologi adalah sebuah konsep yang mengandung arti
fungsi individu dalam interaksinya dengan sekitarnya. Kegiatan dilihat dari sudut
pandang bahasa Inggris yaitu act yang berarti perbuatan, tindakan, fakta,
kegiatan, yaitu pola tingkah laku yang bertujuan diarahkan pada satu sasaran.
Menurut Ancok dan Suroso dalam Nuandri (2014:63) mendefinisikan religiusitas
sebagai keberagamaan yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi
yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah)
tetapi juga ketika melakukan ativitas lain yang didorong oleh kekuatan
supranatural. Jadi, aktivitas keagamaan adalah suatu kegiatan keagamaan yang
8
menyangkut kepercayaan dalam bentuk ibadah sebagai bukti ketaatan kepada-
Nya. Sehingga beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antar
keduanya.
Pada realitanya aktivitas keagamaan merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan seseorang dalam bentuk ritual tertentu. Bentuk-bentuk aktivitas
keagamaan ada dua yaitu aktivitas keagamaan yang berupa ritual dan berupa
sosial keagamaan, pada aktivitas ritual ini pada dasarnya lebih didasarkan kepada
seperangkat ritual yang berupa tindakan keagamaan, baik dalam bentuk formal
atau praktek-praktek yang harus dilaksanakan bagi semua penganut agama
tertentu. Sedangkan bentuk yang kedua adalah kegiatan sosial keagamaan yaitu
kegiatan yang bersifat sosial keagamaan yang dilakukan sebagai bagian kegiatan
muamalah yang menyangkut hubungan atau interaksi sosial antara sesama.
Setelah peneliti melakukan observasi, mereka yang berada dalam suatu
kelompok sosial tertentu akan bersama-sama melakukan aktivitas sosial
keagamaan yang tidak terlepas dari interaksi sosial antar mereka. Mereka
memiliki latar belakang yang berbeda seperti budaya, dan status sosial.Perbedaan
budaya antar individu ini mempengaruhi nilai dan norma yang diyikini pada
masing-masing in dividu. Status sosial pada zaman sekarang dapat dipengaruhi
oleh latar belakang pendidikan dan pekerjaan, karena pendidikan dan pekerjaan
mempengaruhi perekonomian dan kekayaan seseorang. Walaupun berbeda latar
belakang status sosial tetapi pada kelompok tersebut mereka bisa bersama-sama
menjalin suatu interaksi sosial yang bernama aktivitas sosial keagamaan.
9
Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa saat ini
keikutsertaan dalam sebuah kelompok sosial keagamaan mulai banyak diikuti
masyarakat pedesaan dan perkotaan. Berdasarkan beberapa tinjauan yang sudah
peneliti tulis diatas, peneliti tertarik untuk melihat bagaimana psychological well-
beingpada keikutsertaan seseorang dalam suatu kelompok sosial keagamaan selain
itu juga bahwa pada penelitian-penelitian sebelumnya belum ada penelitian yang
melihat bagaimana psychological well-beingpada orang yangikut serta dalam
kelompok sosial, karena belum tentu seseorang yang turut serta dalam kelompok
sosial keagamaan memiliki psychological well-being yang baik, sebaliknya tidak
selalu seseorang yang memiliki psychological well- being adalah seseorang yang
turut dalam kelompok sosial keagamaan.
Sehingga hasil yang diungkap dalam penelitian ini pun akan berbeda
dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Maka peneliti berkeinginan untuk
melakukan penelitian dengan judul “Psychological Well-Being pada Anggota
Kelompok Sosial Keagamaan di Kecamatan Tembalang”.
1.2. Rumusan Masalah
Keikutsertaan dalam sebuah kelompok sosial keagamaan saat ini menjadi
sebuah kebutuhan, kebutuhan secara rohani untuk mencari ketenangan dan
kesejahteran pada setiap diri individu. Sehingga perumusan masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan dengan pertanyaan “bagaimana psychological
well-being pada anggota kelompok sosial keagamaan di Kecamatan Tembalang”.
10
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
Mengetahui bagaimanapsychological well-being pada anggota kelompok sosial
keagamaan di Kecamatan Tembalang, apakah tinggi atau rendah setelah
mengikuti aktivitas sosial keagamaan kira-kira setahun secara rutin.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi pengembangan kajian mengenai psikologi terkait psychological well-being.
1.4.2. Manfaat Praktis
Secara Praktis, hasil penelitian bagi organisasi sosial, organisasi tersebut
dapat melakukan aktivitas sosial keagamaan yang melibatkan anggotanya agar
berdampak pada peningkatan psychological well-being pada para anggotanya.
Bagi individu, dapat lebih aktif dalam mengikuti aktivitas sosial
keagamaan sehingga psychological well-being nya meningkat.
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Psychological Well Being
2.1.1. Pengertian Psychological Well Being
Konseptentang psychological well-being merupakan konsep yang banyak
ditemukan dalam berbagai sumber dan literatur, sehingga konsep tersebut
mempunyai banyak definisi dengan berbagai pengertian.Kesejahteraan psikologis
mengacu pada bagaimana orang menilai hidup mereka.
Pada sisi kognitif adalah penilaian berdasarkan dari kehidupan seseorang
itu dan ketika seseorang memberikan penilaian evaluatif secara sadar tentang
kepuasan seseorang terhadap kehidupannya secara keseluruhan. Pada sisi afektif
adalah evaluasi hedonis oleh emosi dan perasaan yang menyenangkan suasana
hati dan hal yang menyenangkan sebagai reaksi terhadap hidup mereka.Asumsi di
balik ini adalah bahwa kebanyakan orang menilai hidup mereka baik atau buruk,
sehingga mereka dapat memberikan penilaian.
Menurut Huppert dalam (Sari 2015: 3) kesejahteraan Psikologis adalah
tentang bagaimana hidup berjalan dengan baik. Ini adalah kombinasi dari perasaan
yang baik yang berfungsi secara efektif, dari definisi tersebut maka, orang dengan
psychological well-being yang tinggi merasa senang, mampu menjalani hidup
dengan baik, memiliki dukungan dalam hidup , merasa puas dengan
kehidupannya, dan sebagainya.; Ulasan Huppert dalam Sari (2015: 3)
12
jugamengklaim konsekuensi dari Psychological well-being termasuk kesehatan
mental yang baik meliputi kesehatan fisik yang sangat baik.
Teori tentang psychological well-being dikembangkan oleh
Ryff.mendefinisikanpsychological well-being sebagai suatu dorongan untuk
menyempurnakan dan merealisasikan potensi diri yang sesungguhnya. Dorongan
ini akan dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang
membuat psychological well-beingnya menjadi rendah atau berusaha untuk
memperbaiki keadaan hidupnya yang akan membuat psychological well-beingnya
meningkat Ryff dan Singer (1996 :16)
Pada intinya, psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang
mengenai aktivitas hidup sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi
mental negatif (misalnya ketidakpuasan hidup, kecemasan, dan sebagainya)
sampai ke kondisi mental positif, misalnya realisasi potensi atau aktualisasi diri
Ryff dan Keyes (1995:702).
Individu yang memiliki psychological well-being yang tinggi adalah
individu yang merasa puas dengan hidupnya, kondisi emosional yang positif,
mampu melalui pengalaman-pengalaman buruk yang dapat menghasilkan kondisi
emosional negatif, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan
psikologis secara umum dapat diartikan sebagai suatu bentuk kepuasan terhadap
aspek-aspek hidup sehingga mendatangkan atau menimbulkan perasaan bahagia
dan perasaan damai pada hidup seseorang, namun standar kepuasan pada setiap
orang berbeda sehingga hal ini bersifat subjektif.
13
2.1.2Dimensi -dimensi psychological well-being
Ryff dan Keyes (1995:720) menyatakan ada enam dimensi yang
membentuk psychological well-being yakni penerimaan diri (self-acceptance),
hubungan positif dengan orang lain (positif relation with others), otonomi
(autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup
(purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth).Ryff (1989: 1071)
enam dimensi psychological well-being, yakni :
a) Penerimaan diri (self acceptance)
Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan seseorang menerima
dirinya secara keseluruhan baik pada masa kini dan masa lalunya.Seseorang
yang menilai positif diri sendiri adalah individu yang memahami dan
menerima berbagai aspek diri termasuk di dalamnya kualitas baik maupun
buruk, dapat mengaktualisasikan diri, berfungsi optimal dan bersikap positif
terhadap kehidupan yang dijalaninya.Sebaliknya, individu yang menilai
negatif diri sendiri menunjukkan adanya ketidakpuasan terhadap kondisi
dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupan masa
lalu, bermasalah dengan kualitas personalnya dan ingin menjadi orang yang
berbeda dari diri sendiri atau tidak menerima diri apa adanya.
b) Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)
Hubungan positif yang dimaksud adalah kemampuan individu menjalin
hubungan yang baik dengan orang lain di sekitarnya. Individu yang tinggi
dalam dimensi ini ditandai dengan mampu membina hubungan yang hangat
dan penuh kepercayaan dari orang lain. Selain itu, individu tersebut juga
14
memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan
empati, afeksi, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam
hubungan antarpribadi.Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi
hubungan positif dengan orang lain, terisolasi dan merasa frustasi dalam
membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi
dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.
c) Otonomi (autonomy)
Otonomi digambarkan sebagai kemampuan individu untuk bebas namun tetap
mampu mengatur hidup dan tingkah lakunya. Individu yang memiliki
otonomi yang tinggi ditandai dengan bebas, mampu untuk menentukan nasib
sendiri (self-determination) dan mengatur perilaku diri sendiri, kemampuan
mandiri, tahan terhadap tekanan sosial, mampu mengevaluasi diri sendiri, dan
mampu mengambil keputusan tanpa adanya campur tangan orang lain.
Sebaliknya, individu yang rendah dalam dimensi otonomi akan sangat
memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain,
berpegangan pada penilaian orang lain untuk mmembuat keputusan penting,
serta mudah terpengaruh oleh tekanan sosial untuk berpikir dan bertingkah
laku dengan cara-cara tertentu.
d) Tujuan hidup (purpose of life)
Tujuan hidup memiliki pengertian individu memiliki pemahaman yang jelas
akan tujuan dan arah hidupnya, memegang keyakinan bahwa individu mampu
mencapai tujuan dalam hidupnya, dan merasa bahwa pengalaman hidup di
masa lampau dan masa sekarang memiliki makna. Individu yang tinggi dalam
15
dimensi ini adalah individu yang memiliki tujuan dan arah dalam hidup,
merasakan arti dalam hidup masa kini maupun yang telah dijalaninya,
memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup serta memiliki tujuan dan
sasaran hidup.Sebaliknya individu yang rendah dalam dimensi tujuan hidup
akan kehilangan makna hidup, arah dan cita-cita yang tidak jelas, tidak
melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu,
serta tidak mempunyai harapan atau kepercayaan yang memberi arti pada
kehidupan.
e) Pertumbuhan pribadi (personal growth)
Individu yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi ditandai dengan
adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam
dirinya, memandang diri sebagai individu yang selalu tumbuh dan
berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki
kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan
peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu serta
dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan
yang bertambah.Sebaliknya, individu yang memiliki pertumbuhan pribadi
rendah akan merasakan dirinya mengalami stagnasi, tidak melihat
peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat
terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan
sikap dan tingkah laku yang baik.
f) Penguasaan lingkungan (environmental mastery)
16
Penguasaan lingkungan digambarkan dengan kemampuan individu untuk
mengatur lingkungannya, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungan,
menciptakan, dan mengontrol lingkungan sesuai dengan kebutuhan.Individu
yang tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan
kompetensi dalam mengatur lingkungan.Ia dapat mengendalikan aktivitas
eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan
mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan
yang ada di lingkungan, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan pribadi.Sebaliknya individu yang memiliki
penguasaan lingkungan yang rendah akan mengalami kesulitan dalam
mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau
meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya serta tidak mampu
memanfaatkan peluang dan kesempatan diri lingkungan sekitarnya.
2.1.3.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being
Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi psychological well-being:Ryff
dan Singer (1996: 18) faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi psychological
well-being:
a) Status pernikahan
Individu yang telah menikah lebih banyak memiliki emosi positif daripada
individu yang tidak menikah.
b) Latar belakang budaya
17
Individu yang berasal dari negara timur mempunyai hubungan dengan orang
lain yang lebih tinggi, akan tetapi, mempunyai penerimaan diri, kemandirian,
dan pengembangan pribadi yang rendah daripada individu dari negara barat.
Selain itu individu dari negara timur lebih mementingkan kesejahteraan
psikologis orang lain (misal anaknya) untuk menentukan kesejahteraannya
sendiri.
c) Pengalaman hidup dan interpretasinya
Individu akan mengiterpretasikan pengalaman hidupnya dengan bervariasi.
Interpretasi tersebut berupa membandingkan dirinya dengan orang lain,
mengevaluasi umpan balik yang mereka terima dari orang orang terdekatnya,
mencoba mengerti penyebab pengalaman mereka, dan mengambil makna
yang relatif penting dari beberapa pengalaman hidup yang dialaminya.
Faktor-faktor sosiodemografis yang dapat mempengaruhi psychological
well-being pada diri individu (Ryff dan Singer, 1996:16):
a) Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Keyes (1995: 702) ditemukan
adanya perbedaan tingkat psychological well-being pada orang dari berbagai
kelompok usia. Ryff membagi kelompok usia ke dalam tiga bagian yakni
young (25-29 tahun), mildlife (30-64tahun), dan older (> 65 tahun). Pada
individu dewasa akhir (older), memiliki skor tinggi pada dimensi otonomi,
hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan penerimaan
diri sementara pada dimensi pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup memiliki
skor rendah. Individu yang berada dalam usia dewasa madya (mildlife)
18
memiliki skor tinggi dalam dimensi penguasaan lingkungan, otonomi, dan
hubungan positif dengan orang lain sementara pada dimensi pertumbuhan
pribadi, tujuan hidup, dan penerimaan diri mendapat skor rendah. Individu
yang berada dalam usia dewasa awal (young) memiliki skor tinggi dalam
dimensi pertumbuhan pribadi, penerimaan diri, dan tujuan hidup sementara
pada dimensi hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan,
dan otonomi memiliki skor rendah (Ryff dalam Ryan & Deci, 2001:144).
b). Gender
Hasil penelitian Ryff (1989: 1079) menyatakan bahwa dalam dimensi
hubungan dengan orang lain atau interpersonal dan pertumbuhan pribadi,
wanita memiliki nilai signifikan yang lebih tinggi dibanding pria karena
kemampuan wanita dalam berinteraksi dengan lingkungan lebih baik
dibanding pria.
c.) Status Sosial Ekonomi
Ryff mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan
dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan
pertumbuhan diri (dalam Ryan & Decci, 2001: 143).Perbedaan status sosial
ekonomi dalam psychological well-being berkaitan erat dengan kesejahteraan
fisik maupun mental seseorang. Individu dari status sosial rendah cenderung
lebih mudah stress dibanding individu yang memiliki status sosial yang
tinggi.
d) Pendidikan
19
Pendidikan menjadi satu faktor yang dapat mempengaruhi psychological
well-being. Semakin tinggi pendidikan maka individu tersebut akan lebih
mudah mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya dibanding
individu berpendidikan rendah. Faktor pendidikan ini juga berkaitan erat
dengan dimensi tujan hidup individu.
e) Budaya
Ryff dan singer (1996: 18) mengatakan bahwa sistem nilai individualisme
atau kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well-being yang
dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki nilai yang tinggi dalam
dimensi penerimaan diri dan otonomi, sedangkan budaya timur yang
menjunjung tinggi nilai kolektivisme memiliki nilai yang tinggi pada dimensi
hubungan positif dengan orang lain.
2.2. OrganisasiSosial Keagamaan
2.2.1 Pengertian Organisasi
Organisasi berasal dari kata Organon dalam bahasa Yunani yang berarti
alat, sedangkan dalam KBBI diterangkan bahwa organisasi adalah kelompok
kerjasama antara orang-orang untuk mencapai tujuan bersama.Beberapa definisi
tentang organisasi, Menurut Pabundu dalam Alindra (2015:11 ) organisasi adalah
suatu kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Tujuan
dari sebuah organisasi sangat mempengaruhi kinerja dari organisasi itu sendiri
maupun untuk mencari massa atau anggota baru dalam pengembangan sebuah
organisasi.
20
James D. Mooney dalam Wilis dalam Widyatmoko (2014: 13)
mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia
untuk mencapai tujuan bersama.Teori serupa juga dikemukakan oleh Robbins
(1994: 4) yang menyatakan organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang
dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat
diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai
suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.
Menurut Siswanto dalam Widyatmoko (2014: 13) organisasi dapat
didefinisikan sebagai sekelompok orang yang saling berinteraksi dan bekerja
sama untuk merealisasikan tujuan bersama”.Selain itu Robbins dalam Liliweri
dalam Solichah (2012:10) mengatakan, organisasi adalah sebuah bentuk
kerjasama yang sistematik antara sejumlah orang untuk memenuhi tujuan yang
telah ditetapkan. Disebut kerjasama karena di dalamnya terbentuk jalinan,
hubungan, relasi, dan komunikasi antar sejumlah orang yang mempunyai tugas
dan fungsi yang sama atau yang berbeda -beda lalu membentuk sebuah sistem
untuk memenuhi tujuan yang telah disepakati bersama.Oganisasi adalah sebuah
unit sosial yang dikoordinasikan secara sadar, terdiri atas dua orang atau lebih dan
yang relatif terus-menerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama.
Berdasarkan beberapa pengertian organisasi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa organisasi adalah kumpulan satu orang atau lebih yang diatur
dengan baik yang saling berinteraksi dan bekerja sama dalam rangka mencapai
tujuan organisasi. Organisasi sengaja didirikan untuk jangka waktu tertentu dan
terkordinasi dengan baik pola kerja yang terstruktur dengan tujuan bersama.
21
2.2.1.1 Ciri-ciri Organisasi
Dalam membentuk atau menentukan sebuah organisasi harus diperhatikan
ciri-ciri yang ada. Ciri-ciri organisasi merupakan beberapa hal yang harus
ada.Ciri-ciri organisasi menurut Siwanto dalam Widyatmoko (2014: 14) yaitu:
1. Suatu organisasi adalah adanya sekelompok orang yang menggabungkan diri dengan
suatu ikatan norma, peraturan, ketentuan dan kebijakan yang telah dirumuskan dan
masing-masing pihak siap untuk mejalankannya dengan penuh tanggung jawab.
2. Suatu organisasi yang terdiri atas sekelompok orang tersebut saling mengadakan
hubungan timbal balik, saling memberi dan menerima dan juga saling bekerjasama
untuk melahirkan dan merealisasikan maksud (purpose), sasaran (objective) dan
tujuan (goal).
3. Suatu organisasi yang terdiri atas sekelompok orang yang saling berinteraksi dan
bekerjasama tersebut diarahkan pada suatu titik tertentu., yaitu tujuan bersama dan
ingin direalisasikan.
2.2.1.2 Tujuandan Fungsi Organisasi
Tujuan dari organisasi secara umum adalah merealisasikan keinginan dan
cita cita bersama anggota organisasi, serta hasil akhir yang diinginkan di
kemudian hari. Fungsi dari organisasi secara umum memberikan arahan dan
pemusatan kegiatan organisasi, mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan
tidak dilakukan oleh organisasi, dapat meningkatkan kemampuan anggota
organsasi dalam mendapatkan sumber daya dan dukungan dari lingkungan
masyarakat, dapat memberikan pengetahuan yang baru kepada anggotanya.
2.2.2 Organisasi Sosial
22
Organisasi merupakan proses interaksi dan kerjasama yang perlahan-lahan
terus berkembang sehingga terbentuklah wadah yang menjadi tempat manusia
berkumpul. Sedangkan definisi organisasi menurut Liliweri dalam Solichah
(2012: 10) adalah sebagai sebuah sistem sosial yang dibentuk untuk mencapai
tujuan tujuan tertentu.Organisasi merupakan kelompok yang mempunyai
diferensiasi peranan, atau kelompok yang sepakat untuk memenuhi seperangkat
norma-norma.
Organisasi sosial ada yang bersifat umum dan bersifat keagamaan.
Organisasi yang bersifat umum bergerak di bidang umum, sedangkan yang
keagamaan adalah organisasi sosial yang terbentuk berbasis keagamaan. Berikut
akan dijelaskan tentang organisasi sosial keagamaan.
2.3. Organisasi Sosial Keagamaan
Organisasi sosial keagamaan adalah kumpulan orang orang yg mempunyai
tujuan yg sama dalam bidang keagamaan (organisasi sosial yang berkecimpung
dibidang agama). Organisasi ini sama dengan organisasi sosial lainnya cuma saja
organisasi ini lebih bersifat keagamaan, Contoh organisasi seperti ini misalnya
Majelis Ta'lim, Remaja Masjid, dan lainnya.
Organisasi sosial keagamaan ini terdapat aktivitas yang rutin dilakukan,
Aktivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kegiatan atau keaktifan.
Aktivitas dalam psikologi adalah sebuah konsep yang mengandung arti fungsi
individu dalam interaksinya dengan sekitarnya.Aktivitas yang terjadi pada
organisasi sosial keagamaan ini disebutaktivitas keagamaan yaitu suatu kegiatan
23
keagamaan yang menyangkut kepercayaan dalam bentuk ibadah sebagai bukti
ketaatan kepada-Nya.
Contoh aktivitas dalam organisasi sosial keagamaan bermacam-macam,
Kegiatan keagamaan yang diselenggarakan ada dua macam yaitu yang sifatnya
rutin maupun temporer. Kegiatan rutin yang dilakukan seperti jamaah sholat
fardhu, kultum, kajian yang diselenggarakan sehabis jamaah sholat Dhuhur, dan
pengajian bulanan.Sedangkan kegiatan temporer adalah seperti kunjungan dan
muhasabah ke berbagai pondok pesantren, peringatan hari besar Islam
dankegiatan yang dilakukan pada saat bulan Ramadhan, selainkegiatan yang
sifatnya ritual juga diselenggarakan kegiatan yang sifatnya sosial yangditujukan
pada masyarakat sekitar, sepertisantunan pada fakir miskin,dan anak yatim.
2.4. Keagamaan (Religiusitas)
Keagamaan atau religiusitas adalah religi berasal dari bahasa latin
“ereligio” yang akar katanya adalah religare yang berarti mengikat. Maksudnya
adalah bahwa di dalam religi (agama) pada umumnya terdapat aturan-aturan dan
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, yang semuanya itu berfungsi
untuk mengikat mengutuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam
hubungannya terhadap tuhan, sesama manusia serta alam sekitarnya.
Setiawan dalam Himmah (2015: 18) mengatakan bahwa agama adalah
seperangkat aturan hidup manusisa dalam hubungannya dengan tuhan dan
sesamanya, Sehingga dalam hal ini agama juga disebut sebagai pedoman hidup
manusisa, pdeoman bagaimana individu harus berpikir, bertingkah laku, dan
bertindak untuk terciptanya suatu hubungan yang baik antar manusia dan
24
hubungan erat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Shihab dalam Himmah (2015: 18)
mengartikan agama sebagai hubungan antara makhluk dengan Tuhan yang
berwujud ibadah ddan dilakukan dalam sikap keseharian.
Nashori dalam Himmah (2015: 18) mengggambarkan individu yang
religius akan selalu mencoba patuh terhadap ajaran agama dan selalu mencoba
patuh terhadap ajaran-ajaran agamanya, selalu berusaha mempelajari pengetahuan
agama, menjalankan ritual agama, dan meyakini doktrin dalam agamanya.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa agama
merupakan sistem kepercayaan yang muncul dari kesadaran akan ketergantungan
manusia kepada Tuhan dan dihayati melalui ritual ibadah yang dilakukan sehari-
hari, yang selanjutnya religiusitas dihayati oleh masing-masing individu dan
ditunjukkan dengan perilaku taat pada perintah agama.
2.4.1. Dimensi Religiusitas
Glock dan Stark dalam Subandi(2013:88) , ada lima aspek atau dimensi
religiusitas yaitu:
a. Religius Belief adalah tingkatan sejauh mana seseorang meneirima hal-hal yang
dofmatik dalam agamnya. Misalnya dalam islam dimensi keyakinan ini
tercakup dalam rukun iman.
b. Religius Practice yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan
kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Dalam islam rukun islam.
c. Religius Feeling yaitu perasaan atau pengalaman yang pernah dirasakan .
d. Religius Knowledge yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran
agamanya, atau sering disebut dimensi ilmu.
25
e. Religius Effect yatu mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh
ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial, misalnya menjenguk tetangga bila
ada yang sakit.
Kegiatan agama seperti contoh diatas masuk dalam konsep Religiusitas
Glock dan Stark pada konsep religius practice yaitu tingkatan sejauh mana
seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Seperti
contoh kegiatan diatas adanya kegiatan secara rutin dan temporer tersebut
merupakan suatu bentuk ritual keagamaan yang dilakukan secara berkala
tergantung waktu nya.
Dalam beberapa penelitian religiusitas dan kesejahteraan psikologis,
menunjukkan bahwa individu yang tingkat religiustasnya timggi mempunyai
sikap yang lebih baik, lebih merasa puas dalam hidup dan sedikit yang mengalami
rasa kesepian. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Coke, Walls dan
Zarit dalam Himmah (2015: 16) menunujukkan bahwa individu yang merasa
mendapatkan dukungan dari sosial terutama dari sisi keagamaan cenderung
mempunyai tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi.
2.6. Kerangka Berpikir
Individu mempunyai kecenderungan untuk berinteraksi dengan orang lain,
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antar orang perorangan antar kelompok maupun antara perorangan
dengan kelompok. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai, seperti
berbicara saling menyapa dan sebagainya. Aktivitas semacam itu merupakan
bentuk interaksi sosial. Interaksi yang terjadi pada kelompok dapat bertujuan
26
untuk bermacam-macam kepentingan misalnya untuk kepentingan dalam kegiatan
sosial. Kegiatan sosial ada banyak macamnya salah satunya kegiatan sosial yang
berbasis keagamaan. Kegiatan sosial berbasis keagamaan ini mempunyai rutinitas
seperti ritual dan anjuran yang harus dilakukan, ritual seperti santunan kepada
yang membutuhkan, atau pengajian rutin setiap bulan. Kegiatan keagamaan
tersebut sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian yang baik.
Kepribadian tersebut mencakup kesejahteraan individu, atau kesejahteraan secara
psikologis. Dalam kegiatan keagamaan tersebut pasti terjadi dukungan sosial,
serta hubungan sosial yang juga mempengaruhi kesejahteraan psikologis.
Dalam beberapa penelitian dukungan dan hubungan sosial yang baik dapat
mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Dukungan sosial dapat
membantu perkembangan individu yang lebih positif ataupun memberi dukungan
pada individu dalam menghadapai masalah dalam hidup. Turnerdalam Himmah
(2015: 17) menyatakan bahwa dukungan sosial merupakan hal utama yang paling
berdampak positif terhadap individu yang mengalami stres. Ryff dalam Himmah
(2015: 17) mengatakan bahwa pada enam dimensi kesejahteraan psikologis,
wanita memilih skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan
orang lain dibanding dengan pria. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial
merupakan salah satu faktor yang penting terhadap kesejahteraan psikologis
wanita. Pada individu dewasa, semakin tinggi tingkat interaksi sosialnya maka
semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan psikologisnya. Sebaliknya, menurut
Krammer dalam Himmah (2015: 17) individu yang tidak memiliki teman dekat
cenderung mempunyai kesejahteraan psikologis yang rendah.
27
Selain itu dengan mengikuti kegiatan dalam organisasi sosial keagamaan
seseorang akan merasa lebih tenang hatinya, terbukti dari beberapa penelitian,
yang menunjukkan bahwa individu yang tingkat religiusitasnya tinggi mempunyai
sikap yang lebih baik, lebih merasa puas dalam hidup dan sedikit yang mengalami
rasa kesepian. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Coke, Walls dan
Zarit dalam Himmah (2015: 16) menunujukkan bahwa individu yang merasa
mendapatkan dukungan dari sosial terutama dari sisi keagamaan cenderung
mempunyai tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi.
Disamping itu kegiatan keagamaan juga merupakan kegiatan yang
bermakna bagi individu. Kegiatan keagamaan yang rutin dan terus menerus
dilakukan diyakini akan mendapat balasan berupa surga dan pahala. Maka hal itu
yang mendorong seorang individu terus dan taat terhadap ajaran agamanya.
Seperti menurut Nashori dalam Himmah (2015: 18) bahwa individu yang religius
akan selalu mencoba patuh terhadap ajaran agama dan selalu mencoba patuh
terhadap ajaran-ajaran agamanya, selalu berusaha mempelajari pengetahuan
agama, menjalankan ritual agama, dan meyakini doktrin dalam agamanya.
Maka dari penjelasan diatas, keikutsertaan seseorang dalam organisasi
atau kelompok sosial keagamaan akan berhubungan dengan kesejahteraan
psikologisnya, karena dalam kegiatan keagamaan terdapat dukungan sosial,
hubungan yang baik serta karena religiusitas ini dinilai bermakna dan memiliki
nilai yang besar bagi kesejahteraan psikologis seseorang.
83
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa
psychological well-being pada anggota kelompok sosial keagamaan di Kecamatan
Tembalang memiliki tingkat psychological well-being yang tinggi. Aspek yang
mendapatkan skor tinggi adalah aspek hubungan positif dengan orang lain. Hasil
penelitian ini menunujukkan bahwa pada tahap perkembangan dengan usia yang
lebih tua atau matang memliki psychological well-being yang lebih baik, selain itu
subyek dalam penelitian ini, merupakan subyek yang aktif mengikuti aktivitas
sosial keagamaan dimana dalam aktivitas tersebut terdapat ritual keagamaan yang
mendorong subyek tersebut untuk menjadi semakin baik sesuai dengan ajaran
agamanya. Pada penelitian ini psychological well-being perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki- laki. Hal ini terlihat pada hasil skor perempuan yang memiliki
skor psychological well-beingsecara umum lebih tinggi, terlihat pada aspek
relation with other dan pada aspek personal growth. Dari ke semua subyek ini
didapatkan hasil bahwa subyek dengan latar belakang pendidikan S2 memiliki
psychological well-being yang lebih tinggi dibanding dengan yang berlatar
belakang SMA dan S1. Subyek yang berada pada kelompok PNS memiliki
Psychological well-being yang tinggimereka yang bekerja menjadi PNS berstatus
sosial ekonomi tinggi, pendapatan mereka pun biasanya sudah dikatakan cukup
hal ini yang mengakibatkan mereka cenderung tidak mudah mengalami stress.
84
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka peneliti
mengajukan saran sebagai berikut:
5.2.1 Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya agar lebih mengembangkan variabel-variabel lain
yang bisa di kaitkan dengan variabel dalam penelitian ini sehingga dapat
menambah wawasan bagi orang lain dan dapat mengembangkan ilmu di bidang
psikologi sosial yang berkaitan dengan psychological well-being. Apabila ingin
meneliti hal yang serupa dengan penelitian ini diharapkan untuk melakukan pada
subyek yang usianya sudah matang dan juga yang mengikuti aktivitas
sosialkeagamaan selama dua tahun atau lebih agar lebih mengerti bagaimana
psychological well-being nya.
85
DAFTAR PUSTAKA
Alindra, A. I. (2015). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja
Karyawan Depok Sport Center. Skripsi.
Amawidyati, S. A., & Utami, M. S. (2007). Religiusitas dan Psychological Well-
Being Pada Korban Gempa. Jurnal Psikologi Volume 34 No 2 , 164-176.
Arikunto, S. (2002). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT.Rineka Ciota.
_________. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Azwar, S. (2005). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
_______. (2008). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
_______. (2011). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
_______. (2013). Penyusunan Skala Psikologi Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Borgonovi, F. (2008). Doing Well by Doing Good. The Relationship Between
Formal Volunteering and Self Reported Health and Happines. Social Science & Medicine 66 , 2321-2334.
Darokah, M., & Diponegoro, A. M. (2005). Peran Akhlak Terhadap Kebahagiaan
Remaja Islam. Indonesian Psychological Journal Vol.2 No.1 , 15-27.
Himmah, F. (2015). Hubungan Religiusitas dengan Kesejahteraan Psikologis .
Skripsi.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Ruang Kehidupan . Jakarta: Erlangga.
Hutapea, B. (2011). Emotional Intelegence dan Psychological Well-Being pada
Manusia Lnjut Usia Anggota Organisasi Berbasis Keagamaan di Jakarta.
Skripsi.
86
_________. (2011). Terpenjara dan Bahagia? Psychological Well-Being pada
Narapidana ditinjau dari Karakteristik Kepribadian . Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Sipil Vol.4 .
Indriyawati, R. (2014). Kesejahteraan Psikologis Guru yang Mendapatkan
Sertifikasi . Jurnal Psikologi Vol.7 No. 2, 8.
Indriyawati, R. (2014). Kesejahteraan Psikologis Guru yang Mendapatkan
Sertifikasi . Jurnal Psikolog Volume 7 No. 2 .
Indriyawatii, R. (2014). Kesejahteraan Psikologis Guru yang Mendapatkan
Sertifikasi. Jurnal Psikologi Vol. 7 No.2, 8.
Mathar, J. (2008). Perbandingan Strategi Dakwah Muhammadiyah dan Nahdatul
Ulama Ranting Sawangan Baru . Skripsi .
Narbuko, C., & Achmadi, H. A. (1997). Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Nuandri, V. T. (2014). Hubungan Antara Sikap terhadap Religiusitas dengan
Sikap terhadap Kecenderungan Perilaku Seks Pranikah pada Remaja Akhir
yang sedang Berpacaran di Universias Airlangga Surabaya. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial.
Papalia, D. E. (1998). Human Development . America: The Mc Graw Hill
Companies, Inc.
Putri, F. O. (2012). Hubungan antara Gratitude dan Psychological Well-Being
pada Mahasiswa. Skripsi.
Rahayu, M. A. (2008). Psychological Well- Being pada Wanita Dewasa Muda
yang menjadi Istri Kedua dalam Pernikahan Poligami. Skripsi .
Rajawane, I. (2011). Hubungan Religiusits dengan Kesejahteraan Psikologis pada
Lanjut Usia . Skripsi.
Robbins, S. P. (1994). Perilaku Organisasi Struktur Desain dan Aplikasi. Jakarta:
PT. Prenhallindo.
Robbins, S. P. (1994). Perilaku Organisasi Struktur Desain dan Aplikasi . Jakarta:
PT. Prenhallindo .
87
Ryff, C. D. (1989). Happines is Everything or Is It? Explorations on The Meaning
of Psychological Well-Being. Journal Personality and Social Psychology,
1068-1081.
Ryff, C. D., & Keyes, C. L. (1995). The Structure of Psychological Well-Being
Revisited . Journal of Personality and Social Psychology, 719-725.
Ryff, C. D., & Singer, B. (1996). Psychological Well-Being: Meaning,
Measurement and Implication for Psychoteraphy Research. Psychoter Psychosom , 14-23.
Sari, N. A. (2015). Psychological Well- Being pada Kepala Keluarga yang
Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja oleh Perusahaan Batu Bara di
Desa Bukit Priaman. Ejournal Psikologi , 1-12.
Solichah, M. (2012). Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kinerja Pegawai .
Skripsi.
Subandi, M. (2013). Psikologi Agama dan Kesehatan Mental. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Suryabrata, S. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Utami, M. S. (2012). Religiusitas, Koping Religius dan Kesejahteraan Subyektif.
Jurnal Psikologi Vol 39 No 1 Juni 2012, 46-66.
Widyatmoko, Y. (2014). Pengaruh Keaktifan Mahasiswa dalam Organisasi dan
Prestasi Belajar Terhadap Kesiapan Kerja Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Ekonomi Universtas Negeri Yogyakarta. Skripsi.