pt intracawood manufacturing, kalimantan timur, indonesia

69
Laporam Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg Halaman 1 of 69 April 2006 Laporan Penilaian Sertifikasi SmartWood untuk: PT Intracawood Manufacturing, Kalimantan Timur, Indonesia Tanggal Penyelesaian Draf Laporan: Mei 2001 Tanggal Penyelesaian Laporan Akhir: November 2001 Laporan Akhir (update pertama): April 2003 Laporan Akhir (update kedua): Mei 2005 Laporan Akhir (update ketiga): Maret 2006 Tanggal Kunjungan Lapang: Maret 2001, Juli dan Oktober 2002, Pebruari 2004, Juni 2005 Fase II - Tim Penilai Sertifikasi : Jim Schweithelm, Team Leader, Social/Communities Scott A. Stanley, Forestry/Production Jim Jarvie, Ecology/Environment Aisyah E. Sileuw, Social/Communities Fase III – Tim Audit Prekondisi: Jeffrey Hayward, Team Leader/Environment Alex Hinrichs, Forestry/Production Dwi R. Muhtaman, Social/Communities Fase IV – Tim Audit Verifikasi:

Upload: leanh

Post on 09-Dec-2016

240 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Laporam Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg Halaman 1 of 69 April 2006

Laporan Penilaian Sertifikasi SmartWood untuk:

PT Intracawood Manufacturing,

Kalimantan Timur, Indonesia

Tanggal Penyelesaian Draf Laporan: Mei 2001 Tanggal Penyelesaian Laporan Akhir: November 2001

Laporan Akhir (update pertama): April 2003 Laporan Akhir (update kedua): Mei 2005

Laporan Akhir (update ketiga): Maret 2006 Tanggal Kunjungan Lapang: Maret 2001, Juli dan Oktober 2002, Pebruari 2004,

Juni 2005

Fase II - Tim Penilai Sertifikasi: Jim Schweithelm, Team Leader, Social/Communities

Scott A. Stanley, Forestry/Production Jim Jarvie, Ecology/Environment

Aisyah E. Sileuw, Social/Communities

Fase III – Tim Audit Prekondisi: Jeffrey Hayward, Team Leader/Environment

Alex Hinrichs, Forestry/Production Dwi R. Muhtaman, Social/Communities

Fase IV – Tim Audit Verifikasi:

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 2 of 69 April 2006

Bart Willem van Assen, Kehutanan/Produksi Dwi R. Muhtaman, Sosial/Masyarakat

Fase V – Tim Audit Verifikasi Kinerja:

Cecep Saepullah, Produksi Hutan Ating Sobari, Sosial/Kemasyarakatan

Machmud Thohari, Ekologi/Lingkungan

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 3 of 69 April 2006

DAFTAR ISI

AKRONIM DAN ISTILAH BAHASA INDONESIA ................................................................. 4 1. PENDAHULUAN................................................................................................................ 6

1.1. NAMA DAN INFORMASI PERUSAHAAN ................................................................................7 1.2. LATAR BELAKANG UMUM ...................................................................................................7 1.3. SISTEM HUTAN DAN PENGELOLAANNYA.............................................................................9 1.4. KONTEKS LINGKUNGAN HIDUP DAN SOSIAL-EKONOMI.....................................................13 1.5. PRODUK YANG DIHASILKAN..............................................................................................18

2. PROSES PENILAIAN SERTIFIKASI ........................................................................... 20 2.1. JADWAL DAN TANGGAL PENILAIAN ..................................................................................20 2.2. TIM PENILAI DAN PEER REVIEWERS..................................................................................24 2.3. PROSES PENILAIAN ............................................................................................................26 2.4. PEDOMAN PENILAIAN ........................................................................................................31 2.5. PROSES KONSULTASI STAKEHOLDER DAN HASILNYA.......................................................32

3. HASIL, KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................................... 41 3.1. PEMBAHASAN TEMUAN-TEMUAN SECARA UMUM.............................................................41 3.2 KEPUTUSAN SERTIFIKASI ..................................................................................................62 3.3 PRE-KONDISI, KONDISI, DAN PERMINTAAN TINDAKAN KOREKTIF (CAR).......................62

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 4 of 69 April 2006

AKRONIM dan ISTILAH BAHASA INDONESIA AAC Annual Allowable Cut/Jatah tebangan tahunan ACIAR Australian Centre for International Agricultural Research ALP Annual Logging Plan/Rencana Penebangan Tahunan AMDAL Analisis Dampak Lingkungan (Environmental Impact Analysis) Bupati District Leader CAR Corrective Action Request - Permintaan Tindakan Korektif CBD Convention on Biological Diversity CIFOR Center for International Forestry Research CITES Convention on Trade in Endangered Species DBH Diameter at Breast Height DHH Daftar Hasil Hutan Untuk Kayu Bulat (Forest Production List). DR Dana Reboisasi (Reafforestation Fee) FMO Forest Management Organization FSC Forest Stewardship Council Gaharu Valuable incense harvested from Aquilaria spp. trees Gunung (Gg.) Mountain Ha hectare HCVF High Conservation Value Forest HPH Hak Pengusahaan Hutan (license granted by the Indonesian government for selective

harvest of natural forest over a 20 year period) HRD Human Resource Development HTI Hutan Tanaman Industri (Industrial Timber Plantation) Hutan Lindung Protection Forest ILO International Labor Organization Inhutani Indonesian parastatal FMO IPK Izin Pemanfaatan Kayu (Wood Utilization Permit) IPPK Izin Pemanfaatan dan Pemangkuan Kayu (Wood Utilization Permit issued by District

Leader) IUPHHK Izin Usaha Pemungutan Hasil Hutan Kayu (Permit for Extraction of Timber Based Forest

Product) ITTA International Tropical Timber Agreement ITTO International Tropical Timber Organization IUCN World Conservation Union (formerly International Union for the Conservation of Nature) Kabupaten District Kalimantan The Indonesian portion of Borneo Island KalTim East Kalimantan Province LEI Lembaga Ekolabel Indonesia LHP Laporan Hasil Produksi (Forest Production Report) OSH Occupation Safety and Health P&C Principles and Criteria of the FSC P1.2 Used throughout as reference to specific P&C, i.e. Principle 1, Criteria 2 NTFP Non-Timber Forest Product Petak 100 ha cutting block or “compartment” PMDH Diagnostik Studi Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (Concession-financed village

development activities) PSDH Pungutan Sumber Daya Hutan (Forest Resource Royalty) PUP Plot Ukor Permanen (Permanent Sample Plot) PSP Permanent Sample Plot RIL Reduced Impact Logging RKL Rencana Karya Lima Tahun (Five-Year Working Plan)

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 5 of 69 April 2006

RKPH Rencana Karya Pengusahaan Hutan (Forest Management Plan) RKT Rencana Karya Tahunan (One-Year Working Plan) RPL Rencana Pengelolaan Lingkungan (Environmental Management Plan) RPL Rencana Pemantauan Lingkungan (Environmental Monitoring Plan) RTE Rare, Threatened or Endangered species RTRWP Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (Provincial Land Use Plan) Rupiah (Rp.) Unit of Indonesian currency (US$1=~Rp. 11,000) SAKB Surat Angkotan Kayu Bulat (Transfer Record for Round Logs) SFM Sustainable Forest Management SKSHH Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (Official Approval Document of Forest Production) SPSI Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Indonesian Labour Union) TFF Tropical Forest Foundation TGHK Tata Guna Hutan Kesepakatan (National Land Use Plan/ National Forest Function

Agreement) TNC The Nature Conservancy TPTI Tebang Pilih Tanam Indonesia (Indonesian Selective Felling and Planting System) UMR Upah Minimum Regional (Minimum Regional Wage Standard)

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 6 of 69 April 2006

1. PENGANTAR Laporan ini menjelaskan temuan-temuan dari penilaian independen yang dilakukan oleh tim spesialis yang mewakili Program SmartWood dari Rainforest Alliance. Tujuan penilaian ini adalah untuk mengevaluasi kelestarian ekologi, ekonomi dan sosial pada pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh PT Intracawood Manufacturing (yang kemudian disebut sebagai PTIM atau Intraca atau Intracawood di sepanjang laporan ini). Penilaian itu dilakukan secara bersama-sama dengan tim dari lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh LEI, PT TUV International Indonesia. Menurut Joint Certification Protocol antara FSC dan LEI, Intracawood harus memenuhi persyaratan kedua sistem, FSC dan LEI, untuk dapat disertifikasi. Persetujuan akhir dari sertifikasi FSC untuk Intracawood mensyaratkan adanya persetujuan formal dari lembaga pengambil keputusan LEI, sebagaimana diatur oleh sistem sertifikasi LEI. Laporan ini hanya berfokus pada penilaian FSC1. Laporan tersebut berisi lima bagian yang terdiri dari informasi dan temuan-temuan. Bagian satu hingga tiga menjadi informasi untuk publik mengenai pelaksanaan pengelolaan hutan yang mungkin didistribusikan oleh SmartWood atau Forest Stewardship Council (FSC) kepada pihak-pihak yang tertarik. Bagian empat, lima dan lampiran bersifat rahasia, hanya dilihat oleh staff SmartWood dan FSC yang berwenang dan reviewer yang terikat dengan perjanjian mengenai kerahasiaan. Sebagian besar laporan ini ditulis setelah penilaian pada bulan Maret 2001 dan difinalisasi pada Desember 2001. Karena perusahaan ini memiliki prekondisi yang signifikan (persyaratan yang dapat dipenuhi sebelum sertifikasi), maka update dari ringkasan publik ini dibuat untuk menunjukkan perkembangan untuk memenuhi prekondisi itu, dan untuk memberikan informasi baru, bukti kemajuan serta keprihatinan para stakeholder yang berlangsung selama periode antara Desember 2001 dan April 2003. Pada bulan Juni 2003 proses sertifikasi ditunda ketika Menteri Kehutanan menerbitkan surat yang menghentikan operasi di perusahaan tersebut. Audit selanjutnya pada bulan Pebruari 2004, Juni 2005 dan perkembangan-perkembangan hingga saat ini dibuat ringkasannya dan digunakan untuk memperbaharui laporan ini. SmartWood bertujuan tulus untuk transparan mengenai apa yang ditemukan, diputuskan dan ditulis berdasar penilaian awal (Fase II) dan semua yang berlangsung pada periode setelah finalisasi versi pertama laporan akhir sertifikasi hingga saat ini (Fase III, IV dan V). Ketika ada informasi, data dan kemajuan baru yang signifikan, langsung ditambahkan dalam ringkasan publik dan penambahannya ditunjukkan dengan membedakan antara bahan-bahan Fase II, Fase III, Fase IV dan Fase V. Fase-fase ini berhubungan dengan audit monitoring prekondisi dan kinerja yang dilakukan oleh SmartWood. Masing-masing audit memiliki laporan sendiri-sendiri, dan diringkas di dalam laporan ini. Laporan akhir penilaian sertifikasi dan ringkasan publik diselesaikan pada bulan Maret 2006. Detil dan klarifikasi terhadap kompleksitas yang ada dalam proses sertifikasi yang memakan waktu enam tahun ini bisa ditanyakan kepada SmartWood. Tujuan program SmartWood adalah untuk mengakui kepengurusan lahan dengan sangat teliti melalui evaluasi independen dan sertifikasi praktek-praktek kehutanan. Kegiatan kehutanan yang mendapatkan sertifikasi SmartWood boleh menggunakan label SmartWood untuk pemasaran dan iklan publik. Sebagaimana persyaratan FSC, perusahaan yang disertifikasi oleh SmartWood tunduk pada audit tahunan dan acak yang berkelanjutan. Dengan demikian, temuan-temuan dan hasil-hasil lain dari penilaian ini akan digunakan oleh Intracawood untuk melaksasnakan perbaikan kegiatan kehutanan mereka secara berkelanjutan dan untuk tujuan audit oleh SmartWood di masa mendatang. Observasi Umum mengenai situasi kehutanan di Indonesia dan relevansinya pada Sertifikasi FSC/LEI dan Intracawood 1 Untuk hasil dari proses penilaian LEI, hubungi LEI di www.lei.or.id

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 7 of 69 April 2006

Awalnya sertifikasi hutan dimulai pada tahun 1990 di Indonesia. Sejak saat itu dimulai perdebatan aktif mengenai sertifikasi secara umum, perusahaan yang telah disertifikasi dan masa depan untuk sertifikasi gabungan antara FSC dan LEI. Sejalan dengan diskusi tersebut, ada banyak perdebatan yang krusial yang terjadi mengenai kebijakan kehutanan Indonesia, penguasaan lahan, pengelolaan hutan komersial, kehutanan masyarakat, pengelolaan hasil hutan non kayu, dan kondisi sosial untuk pekerja, masyarakat dan kontraktor. Selain itu, ada perubahan mendasar dalam struktur dan fungsi pemerintahan Indonesia yang berimplikasi pada semua tingkat. Dinamika di atas memiliki implikasi besar pada sertifikasi hutan. Pembahasan sertifikasi yang mencerminkan hal-hal ini dan berbagai masalah lain berlangsung dengan berbagai cara. Misalnya, “Joint Certification Protocol” (JCP) telah dikembangkan antara LEI dan FSC. Sebagai hasil dari proses ini, berbagai pihak yang terlibat dalam LEI dan FSC bekerja sama untuk meyakinkan bahwa kenyataan dan dinamika nasional dihormati, sementara pada saat yang sama implikasi global dari perdagangan produk hutan Indonesia juga harus diperhatikan. Banyak pihak telah terlibat. Berbagai lokakarya besar dengan banyak pihak telah diselenggarakan untuk lebih mendalami masalah-masalah misalnya penguasaan lahan, masyarakat adat dan hutan dengan nilai konservasi tinggi (HCVF) dan sebagainya. Pada kondisi Indonesia seperti sekarang, sangat jelas bahwa segala bentuk sertifikasi hutan seharusnya tidak dipandang sebagai hasil akhir, tetapi sebagai titik awal menuju kelestarian sosial, lingkungan, ekonomi dan silvikultur. Jelasnya, SmartWood (dan FSC serta LEI) mengharapkan tingkat minimum tertentu dari kinerja untuk dapat disertifikasi. Berdasar pengalaman kami, tingkat kinerja minimum ini mewakili adanya perbaikan yang besar dalam kualitas pengelolaan hutan komersial dan hutan masyarakat di Indonesia. Aksi-aksi yang dilakukan oleh kandidat perusahaan untuk memenuhi standar sertifikasi FSC atau LEI mensyaratkan tidak hanya dokumen, tetapi juga kegiatan lapangan yang bisa dilihat oleh auditor. Melihat banyaknya ketidakpastian yang dihadapi oleh pengusaha hutan di Indonesia, FSC dan LEI telah menerapkan pendekatan bahwa pengakuan positif pada perusahaan yang telah menunjukkan komitmennya pada lingkungan dan masyarakat lokal bukan saja penting, tetapi juga sangat krusial. Selain untuk mempromosikan industri dan perdagangan hasil hutan yang dibangun atas dasar yang lebih lestari, menjadi perspektif SmartWood bahwa perusahaan yang memenuhi persyaratan FSC/SmartWood dan LEI, dapat memberikan dasar dimana dimungkinkan adanya revisi dan perbaikan kebijakan kehutanan. SmartWood tidak melihat sertifikasi sebagai solusi, atau jawaban, atas semua tantangan kehutanan Indonesia. RINGKASAN UMUM

1.1. Nama dan Kontak Informasi Nama Perusahaan: PT Intracawood Manufacturing

Contact Person: Mr. Totok Lestiyo Alamat: Jalan Terusan Lembang D51-53 Jakarta Pusat, Indonesia 10310

Tel: 62 21 3905751, 3148505 Fax: 62 21 3908469, 3908470

E-mail: [email protected]

1.2. Latar Belakang Umum

1. Tentang Perusahaan

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 8 of 69 April 2006

Fase II – PT Intracawood Manufacturing (PTIM) merupakan bagian dari Central Cipta Murdaya Group (CCM), sebuah konglomerat perusahaan swasta. Tiga perusahaan memegang mayoritas saham dalam PTIM, yaitu: PT Inhutani I (24.7%), PT. Altracks ‘78 (49.5%) dan PT Berca Indonesia (24.7%). PT Altracks dan PT Berca dimiliki oleh CCM group. Koperasi Karyawan PTIM Employees Cooperative juga memegang sebagian kecil saham dalam perusahaan itu (0.96%). PT Intracawood didirikan sebagai bisnis patungan dengan PT Inhutani I untuk mengelola kawasan HPH seluas 226,326 hektar, yang menggunakan tebang pilih untuk mensuplai log mentah ke industri kayu lapis Intraca di Tarakan. Sebagian besar kawasan HPH (42,050 ha) telah direklasifikasi oleh pemerintah sebagai hutan tanaman industri (HTI) dan dikelola bersama oleh Intracawood dan Inhutani (perusahaan pemerintah yang mengelola beberapa kawasan hutan negara). Kegiatan HTI dihentikan sejak tahun 2001. Ijin HTI dicabut pada bulan Oktober 2002. HTI tidak termasuk kawasan yang dinilai dalam proses penilaian ini2. Fase III - Membaiknya pemetaan dan analisis GIS dari Intraca menghasilkan statistik luas yang lebih akurat untuk keseluruhan kawasan konsesi dan HTI, khususnya dalam hal kawasan konservasi yang digambarkan dalam Bagian 1.3 B di bawah ini. Fase IV – Perusahaan menerima hak pengelolaan hutan selama 45 tahun untuk pengelolaan hutan alam seluas 195,110 hektar pada bulan Agustus 2004, yang digambarkan dalam Bab 1.3 B di bawah ini.

2. Lamanya beroperasi Fase II – Intracawood mendapatkan subkontrak hak konsesi dari PT Inhutani I pada tahun 1988, dengan syarat bahwa Inhutani menjadi pemegang saham utama dari konsesi baru tersebut. Pada gilirannya, Intraca berhasil mengantongi kesepakatan penguasaan jangka panjang, 75 tahun, lebih lama daripada 20 tahun yang biasanya diberikan kepada para pemegang HPH. Pemanenan mulai berlangsung pada tahun 1990, setelah hampir 15 tahun dalam pengelolaan Inhutani. Dalam aturan Indonesia, blok tahunan digabung menjadi blok lima tahunan, dan PTIM mulai tahun lalu dengan blok lima tahunan yang ketiga. Fase IV – Hak untuk menebang dipertanyakan ketika Menteri Kehutanan menerbitkan surat singkat pada bulan Mei 2003 yang menghentikan operasional di lapangan. Surat dari Menteri Kehutanan pada bulan Desember 2003 mengijinkan kembali operasionalnya dan pada bulan Agustus 2004 perusahaan mendapatkan ijin baru selama 45 tahun. 3. Tanggal pertama disertifikasi

April 2006

4. Garis Bujur dan Garis Lintang dari kawasan yang disertifikasi

Secara geografis kawasan Intracawood terletak antara koordinat: 2º48’27’’ – 3º37’30’’ LU and 116º30’00’’ -- 117º37’30’’ BB.

2 Pembangunan dan proses pengelolaan HTI merupakan keprihatinan utama bagi para stakeholder, termasuk SmartWood. LEI and FSC sekarang ini sedang mengeksplorasi bagaimana berhubungan dengan masalah-masalah HTI di Indonesia, dengan mempertimbangkan bahwa ada banyak perusahaan HTI, dan mereka terus berkembang dalam hal jumlah dan luas, sering melalui konversi hutan alam. Secara hukum hukum, HTI memperoleh ijin di Indonesia, namun menurut kebijakan FSC, hutan tanaman yang dibangun sekarang atau sejak tahun 1994, apalagi hasil konversi hutan, tidak dapat disertifikasi menurut sistem FSC.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 9 of 69 April 2006

1.3. Hutan dan Sistem Pengelolaan

Tipe Hutan dan Sejarah Tata guna lahan

Sebagian kawasan Intracawood ditumbuhi campuran Dipterocarpus dataran rendah dengan berbagai keragaman spesiesnya. Keragaman spesies secara umum meliputi sekitar 200-250 spesies pohon yang lebih besar dari 10 cm DBH per ha, dan kemungkinan 800-1,200 spesies pohon yang lebih besar dari 10 cm DBH di keseluruhan konsesi. Sementara kawasan ini sebagian besar merupakan kawasan homogen dalam hal tipe hutan, dengan sedikit variasi pada komposisi jenis. Paling tidak terdapat dua subtipe hutan: hutan yang kaya dengan jenis kapur (Dryobalanops spp.) dan ulin (Eusideroxylon zwageri) yang biasanya terdapat pada lembah yang agak tinggi, dan hutan tanpa spesies-spesies ini, yang biasanya terletak pada sistem elevasi yang lebih rendah. generally occurring on higher ridge/valley systems, and forests without these species, on generally lower elevation systems. Aliran sungai besar pada kawasan yang lebih bergunung dibatasi oleh hutan riparian. Masih ada hutan gambut air tawar yang tersisa di perbatasan sebelah utara. Hutan yang saat ini merupakan konsesi Intracawood dulu digunakan selama ratusan bahkan ribuan tahun untuk perladangan berpindah intensitas rendah, perburuan, pengumpulan NTFP oleh masyarakat adat (lihat Bagian 1.4). Satu konsesi kayu kemudian diberikan pada PT Inhutani I pada awal 1970an dengan luas 2,465,000 hektar, yang termasuk juga kawasan hutan yang akan dikelola oleh Intracawood seluas 250,000 hektar.3 Selama tahun 1970an dan 80an kawasan hutan sebelah utara dan timur dari Intraca yang sekarang ditebang oleh Inhutani, demikian juga kawasan timur konsesi Intraca. Banyak kawasan yang ditebang oleh Inhutani di masa lalu sekarang ini difungsikan sebagai HTI dan pada saat penilaian kawasan tersebut dalam proses pengembangan hutan tanaman oleh Intracawood, sebagaimana yang diijinkan di Indonesia. Intracawood mendapatkan ijin HPHnya pada tahun 1988 sebagaimana dijelaskan dalam Bagian 1.2.A.

5. Ukuran Unit Pengelolaan dan Kawasan dalam Hutan Produksi, Konservasi atau

Restorasi Fase II – Hak konsesi PTIM mencakup luasan 226,320 hektar dan diklasifikasikan menjadi produksi, produksi terbatas, konservasi dan hutan tanaman. Intraca merealokasikan klasifikasi lahan berdasar input dari laporan scoping oleh SmartWood. PTIM juga telah merespon adanya inisiatif desentralisasi dari pemerintah, dimana Bupati telah memberikan ijin IPPK pada desa-desa sekitar perusahaan untuk menebang kayu dalam kawasan PTIM. Skema ini jelas menimbulkan konflik, sebagian dipicu oleh pengusaha kayu di luar yang telah mendorong kepala desa untuk memperoleh hak penguasaan lahan agar dapat membeli kayu dari mereka dengan harga yang sangat rendah. Dengan demikian, Intracawood telah mengurangi lahannya dari kawasan produktif efektif, dan pada saat penilaian awal tidak jelas berapa lagi Intraca harus kehilangan lahan sebelum proses tersebut stabil. Intraca telah bernegosiasi dengan masyarakat di sekitarnya, menawarkan uang dan beberapa bentuk sumbangan sebagai alternatif untuk desa-desa itu, sebagai ganti dari usaha untuk mendapatkan IPPK. Tabel 1 menggambarkan perubahan peruntukan lahan dalam kawasan HPH. Fase II:

TABEL 1. KELOMPOK TATAGUNA LAHAN DALAM HPH PT INTRACAWOOD [DILUAR KAWASAN HTI]

3 Hingga bulan Agustus 2003 luasan ini menjadi 195,000 hektar.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 10 of 69 April 2006

Deskripsi (tata guna lahan) Luas

(Ha) Persentase (%)

Tata guna lahan sebagaimana yang diberikan oleh DepHut (diluar HTI)

Hutan Produksi (HP) 146,386 68.6 Hutan Produksi terbatas 66,972 31.4 Total 213,358 100.0 Pengurangan untuk kawasan konservasi dan

kawasan terbatas (dalam kawasan HPH di atas)

Kelerengan di atas 40% 18,441 8.6 Koridor kawasan penyangga tepi sungai 3,867 1.8 Cadangan plasma nutfah In-situ 1,070 0.5 Hidupan liar 100 0.1 Cagar ekologi yang unik 957 0.4 Kawasan penyangga antara kawasan lindung dan

HPH 2,950 1.4

Penyangga HPH 2,925 1.4 Subtotal 30,310 14.2 Pengurangan untuk kawasan non-produksi

dan kawasan masyarakat

Kawasan non produksi 4,729 2.2 Kawasan untuk masyarakat 9,124 4.3 Subtotal 13,853 6.5 TOTAL (luas efektif untuk produksi kayu) 169,195 79.3

Sumber: A. Salim (Kepala Bagian GIS pada PTIM, pada saat penilaian) HP: Hutan Produksi dalam areal dengan kelerengan kurang dari 30%, minimum diameter tebang >= 50 cm DBH. HPT: Hutan Produksi Terbatas dalam areal dengan kelerengan antara 30 hingga 40%, dengan minimum diameter tebang. >= 60 cm DBH. HTI: Hutan Tanaman Industri kawasan hutan pasca tebang yang telah atau akan dikonversi menjadi hutan tanaman. Hutan Lindung: Kawasan hutan dengan kelerengan melebihi 40%, zona penyangga sepanjang 500-m antara hutan lindung di perbatasan selatan, zona penyangga sepanjang 100-m pada sungai-sungai utama dan Kebun Plasma Nutfah (KPN). Table 1 meliputi kawasan masyarakat yang sudah dikeluarkan dari kawasan HPH. Tidak terlihat dalam Table 1 namun termasuk dalam peta monitoring sosial Intracawood adalah kawasan seluas kira-kira 30,000 hektar yang diklaim oleh penduduk desa, yang berbatasan dengan petak tebang tahun ini dan dua tahun berikutnya (RKT 2001-2003). Pada saat penilaian awal, kawasan ini masih dalam tahap negosiasi. Upaya Intracawood untuk menegosiasikan kesepakatan dengan masyarakat merupakan bagian penting dari usaha perusahaan untuk menyelesaikan konflik yang ada dan untuk mengelola hutan dengan meningkatnya keberterimaan masyarakat dari pertengahan tahun 2002 hingga pertengahan 2003. Fase III Tabel 1 yang diperbaharui dari Oktober 2002

KELOMPOK TATAGUNA LAHAN DALAM HPH PT INTRACAWOOD [DILUAR KAWASAN HTI]

Deskripsi (tata guna lahan) Luas Persentase (%)

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 11 of 69 April 2006

(Ha) Hutan Produksi (HP) 127,384 59.7 Hutan Produksi terbatas (HPT) 50,870 23.8 Total Hutan produksi 178,253 Kawasan yang sedang menunggu persetujuan

pemerintah daerah 35,192 16.5

Total FMU (tanpa HTI) 213,445 100.0 Pengurangan untuk Kawasan konservasi dan kawasan terbatas (dari total hutan produksi di atas)

Kelerengan di atas 40% 23,043 12.9 Koridor kawasan penyangga tepi sungai 6,987 3.9 Cadangan plasma nutfah In-situ 753 0.4 Hidupan liar 0 0 Cagar ekologi yang unik 1,898 1.1 Penyangga HPH 3,249 1.8 Hutan dengan nilai konservasi tinggi (HCVF) 8,331 4.7 Subtotal 44,261 24.8 TOTAL (luas efektif untuk produksi kayu) 133,992 75.2

Sumber: (Divisi Perencanaan Hutan PTIM) Fase IV – Dalam persiapan untuk ijin baru selama 45 tahun, divisi perencanaan hutan Intracawood mengelompokkan kembali luasan dan fungsi tutupan hutan pada bulan Oktober 2004 dari laporan sebelumnya pada bulan Oktober 2002. Kawasan update ini merupakan total kawasan yang disertifikasi. Fase IV Update Tabel 1 dari Oktober 2004.

KELOMPOK TATA GUNA LAHAN DALAM KONSESI PT INTRACAWOOD [KECUALI HTI]

Gambaran (Kelompok tataguna lahan) Luas (Ha)

Persentase (%)

Hutan Produksi (HP) 140,750 72.1 Hutan Produksi terbatas (HPT) 54,360 27.9 Total hutan produksi 195,110 Total UPH (tanpa HTI) 195,110 100.0 Pengurangan untuk kawasan konservasi dan kawasan terbatas (dari total luas hutan produksi di atas)

Kecuraman lebih dari 40% 20,172 10.6 Koridor penyangga sungai 8,078 4.1 Cadangan plasma nutfah in-situ 753 0.4 Cagar hidupan liar 0 0 Cagar ekologi yang unik 1,450 .7 HPH penyangga 5,273 2.7 Hutan dengan nilai konservasi tinggi lainnya

(HCVF) 7,287 3.7

Subtotal 43,546 22.3 TOTAL (kawasan efektif untuk produksi kayu) 151,564 77.7

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 12 of 69 April 2006

Sumber: (Divisi Perencanaan Hutan) 6. Jatah Tebangan Tahunan yang dijelaskan dalam Rencana Pengelolaan Fase II – Intracawood telah menghitung Jatah Tebangan Tahunan (JTT atau AAC) berdasar kawasan yang tersisa untuk ditebang selama siklus tebang 35 tahun pertama. Penebangan pohon di kawasan HPH ini dimulai pada tahun 1976; dengan demikian, masih ada 10 tahun pada siklus tebang pertama. PTIM memperkirakan bahwa areal yang masih tersisa dalam siklus tebang saat ini (hutan yang belum ditebang) adalah 40,545 ha yang terdiri dari 21,411 ha hutan produksi dan 19,134 ha hutan produksi terbatas. Menurut rencana pengelolaan yang baru, volume yang bisa ditebang komersial dalam hutan produksi (> 50 cm dbh) dan dalam hutan produksi terbatas (> 60 cm dbh) adalah 136 and 108 m3/ha, berturut-turut. Setelah menambahkan 5,194 ha logged-over forest (LOA) mereka menghitung ukuran maksimum petak tahunan dan volume yang dapat ditebang sebagai berikut:

AAC (luas) = yrhayears

/574,410

194,5545,40 =+

AAC (HP) = (21,411 ha x 136,87 m3/ha x 0.7 x 0.8)/10th = 164,109 m3/yr

AAC (HPT) = (19,134 ha x 108,40 m3/ha x 0.7 x 0.8)/10th = 116,151 m3/yr TOTAL = 280,260 m3/yr

Jatah tebangan tahunan berdasar volume dihitung berdasarkan kawasan tebang yang tersedia pada dua fungsi produksi, volume rata-rata perkiraan per hektar dan faktor pengurang yang diatur oleh pemerintah. Faktor-faktor ini untuk mengkompensasi pohon-pohon yang tidak dapat atau yang tidak seharusnya ditebang (faktor keamanan – 0.8) dan pohon-pohon yang rusak selama penebangan (faktor eksploitasi – 0.7-0.8). Perhitungan AAC terakhir pada prinsipnya berbeda dari perkiraan Intraca pada profil perusahaan pada bulan Maret 2000, yang menunjukkan 166,700 m3/yr. Perhitungan tersebut untuk HP dan HPT adalah 99 dan 67 m3/ha, berturut-turut sebagai rata-rata volume yang bisa ditebang. Perkiraan rata-rata volume Intraca sama saja dengan HPH lain dengan hutan yang sama, sedangkan perhitungan AAC terbaru PTIM tampak ditinggikan. Produksi lalu dari petak tahunan juga menunjukkan bahwa AAC tersebut sangat tidak realistik, volume maksimum yang didapatkan adalah 140,000 m3 (1997). Rencana pengelolaan yang baru yang direview pada saat penilaian awal tidak secara detil menggambarkan bagaimana bagaimana mendapatkan perkiraan rata-rata volume, ataupun justifikasi tambahan 5,194 ha logged-over forest (LOA). Salah satu dari prekondisi sertifikasi yang dipersyaratkan adalah bahwa Intracawood mengklarifikasi dan menjustifikasi perhitungan AAC, termasuk penjelasan mendetil tentang inventarisasi hutan yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung AAC. Analisis statistik harus dimasukkan dalam penjelasan ini, termasuk kesalahan sampling dari inventarisasi sebelum sertifikasi dapat diberikan. Fase III: Intracawood dalam proses penghitungan kembali dan evaluasi kembali mengenai dasar-dasar untuk penentuan AAC sejak ada kesimpulan dari penilaian lapangan pada tahun 2001. Telah didapatkan informasi inventarisasi tambahan dan informasi sebelumnya yang digunakan untuk menghitung AAC tidak lagi digunakan dalam audit SmartWood pada bulan Oktober 2002. Perusahaan telah menggunakan hasil dari plot pertumbuhan dan hasil, namun informasi ini masih terlalu awal. Proses perbaikan informasi inventarisasi tengah berlangsung, untuk mendapatkan

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 13 of 69 April 2006

data yang lebih akurat, perusahaan telah menerapkan pendekatan untuk mengurangi tebangan tahunan. Lihat Bagian 3.1, Ringkasan Pemenuhan Prekondisi. 7. Gambaran Umum tentang Detil dan Tujuan dari Rencana Pengelolaan

Hutan di kawasan perusahaan ini dikelola dengan dasar aturan silvikultur untuk hutan alam, yaitu TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia). TPTI merupakan sistem yang tidak seumur yang meliputi 11 kegiatan silvikultur dengan tujuan menjaga cadangan tegakan pada siklus tebang berikutnya dan memaksimalkan pertumbuhan pohon-pohon di masa depan. Siklus tebang yang 35 tahun tersebut, menurut perspektif SmartWood, merupakan tingkat pertumbuhan diameter rata-rata yang terlalu optimistik untuk mencapai 1 cm per tahun. Peraturan Pemerintah mensyaratkan rencana pengelolaan jangka panjang (20 tahun), dan juga rencana lima tahunan serta rencana tahunan. Inventarisasi cadangan tegakan dilakukan dengan intensitas sampling sebesar 1% pada waktu persiapan rencana 20 tahun, 5% untuk rencana lima tahunan dan 100% untuk rencana 1 tahun. Inventarisasi tegakan tinggal dengan intensitas 100% juga dilakukan untuk menentukan tingkat cadangan dan selama masa itu, PTIM melakukan penjarangan dengan cara menggunakan arborisida (Roundup) setelah teresan. Tanaman pengayaan dan penanaman sisi jalan juga dilaksanakan, tergantung pada hasil dari inventarisasi tegakan tinggal. Intracawood menggunakan spesies asli untuk tanaman pengayaannya, yang sebagian besar merupakan Dipterocarpus komersial. Perusahaan tersebut disyaratkan untuk membangun petak ukur permanen dalam tiap blok tebang lima tahunan. Plot ini diukur dan hasilnya dikirim ke Litbang Kehutanan untuk dianalisis. Hasil analisis ini harusnya dikembalikan lagi kepada perusahaan, namun hal ini tidak terjadi pada PTIM. Karena itu, perusahaan kemudian mencoba menganalisis data pertumbuhan dari plot tersebut, namun tidak memasukkan hasilnya ke dalam perbaikan pengelolaan hutan. Perusahaan juga diwajibkan mencadangkan petak seluas 100 hektar sebagai Kebun Benih (KB) dan 100 hektar lainnya untuk Kebun Plasma Nutfah untuk setiap lima tahun. Tim Chainsaw terdiri dari seorang operator chainsaw dan asisten tebangan. Pohon yang sudah ditebang disarad ke jalan dengan menggunakan traktor D7. Jalan sarad dibuat terlebih dahulu sebelum penebangan dan juga pada waktu penebangan. Dari tempat log, truk memuat log menuju log pond di Km 0, di sepanjang Sungai Sesayap. Dari log yard ini, logs diikat dan dikirim ke pabrik di Tarakan melalui sungai. Intracawood mempunyai 500 karyawan yang melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan dalam HPH. Terdapat 24 sarjana kehutanan, 13 diploma kehutanan dan 5 sarjana yang sangat tepat untuk bidang pekerjaannya. Ada 44 cruiser yang diakui pemerintah, 10 pengidentifikasi pohon/spesies; 52 scaler, dan 11 grader. Selain itu, ada banyak pekerja yang ahli seperti operator traktor, operator chainsaw, mekanik bengkel dan pengemudi. Empatpuluh persen dari karyawan tersebut dipekerjakan dari Tarakan dan kawasan sekitarnya, namun beberapa pekerja permanen berasal dari masyarakat di dalam ataupun di dekat kawasan HPH.

1.4. Konteks Lingkungan Hidup dan Sosial Ekonomi

Konteks Lingkungan Hidup Bagian utara dan barat dari konsesi Intraca mengalir ke Sungai Sesayap, dengan cabangnya yang mengalir ke utara, Sungai Bengalun, yang memberikan sarana untuk mencapai base kamp dan mengangkut log ke pabrik perusahaan tersebut di Tarakan. Sementara bagian timur dan selatan konsesi tersebut terbagi menjadi sungai yang lebih kecil yaitu, Betayau, Sekatak dan Bengara.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 14 of 69 April 2006

Sebagian besar kawasan Intraca terletak pada sedimentasi batu lumpur, pasir dengan sedikit batu kapur dan volkanik. Ketinggian sedimentasi tertinggi adalah sekitar 800 m. Areal di sebelah tenggara didominasi oleh lereng-lereng yang tajam. Jenis tanah yang khas untuk Borneo dan tanah tropis pada umumnya pada bentuk lahan seperti ini adalah: tanah bermineral pada slope yang landai, kawasan yang lebih lembab, dan jenis dyostropepts pada permukaan yang lebih curam dan muda. Dystropepts juga membentuk batuan awal yang curam, yang secara teoritis dengan status hara yang lebih baik dibanding batuan sedimen silika, meskipun terlihat bahwa pada riolit yang paling putih dari Gunung Tete, ada bentukan tanah dengan lapisan humus bergambut. Pembentukan gambut ditemukan sepanjang sungai di utara areal konsesi.

Karakteristik hutan dalam kawasan konsesi Intracawood dijelaskan pada Bagian 1.3.A. Karakteristik ini merupakan hutan dengan nilai konservasi tinggi (HCVF) karena mereka mewakili tegakan Dipterocarpaceae dataran rendah, batu kapur dan habitat rawa gambut yang penting dan semakin langka. Ke arah selatan masih ada hutan lindung. Citra satelit dan fly-over menunjukkan bahwa kawasan di sebelah timur dan barat sebagian besar sudah ditebang habis. Intracawood dikelilingi oleh konsesi lain, HTI dan pertambangan batu bara. Melihat kawasan Intracawood yang luas seperti ini, dan semua hutan yang masih bagus yang ada dalam perbatasannya, perusahaan ini mempunyai tanggung jawab khusus untuk mengelola hutannya dengan baik secara jangka panjang, dan investasi besarnya dalam fasilitas pengolahannya memberikan insentif keuangan bagi Intraca untuk mengelola hutannya secara lestari.

Selama penilaian awal berlangsung, perwakilan dari Royal Society, organisasi dari Inggris dan Danum Valley Centre yang berasal dari Sabah mengunjungi Intracawood untuk melihat viabilitas dalam rangka penyusunan konservasi jangka panjang dan fasilitas penelitian dalam kawasan itu. Pengelolaannya telah dirancang pada kesempatan ini dan sebuah areal telah dipilih untuk tujuan ini di bagian selatan dari konsesi tersebut. Hal ini menunjukkan keinginan untuk mengkonservasi dan melindungi sumberdaya hutan, yang perlu dilakukan oleh Intraca agar dapat disertifikasi. Pada penilaian awal, hanya 14% hutan yang dikelompokkan untuk tujuan konservasi, dan sebagian besar terletak pada kelerengan yang curam. Kawasan rawa gambut di bagian utara mungkin telah hilang ketika 42,050 ha dari konsesi awal direklasifikasi sebagai hutan tanaman industri (HTI) pada tahun 1996. Intraca mengkonsentrasikan perhatiannya pada sifat-sifat gunung kapur, yang memiliki nilai konservasi yang rendah dan telah menjadikannya sebaga zona konservasi hutan unik. Zona ini merupakan hutan dipterocarp dataran rendah dan perbukitan yang kini perlu dikonservasi dalam lokasi-lokasi strategis untuk menjamin viabilitas jangka panjangnya. Fase III: Pada akhir tahun 2001, Intracawood mulai proyek penilaian untuk mengidentifikasi kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi di dalam areal HPH bekerja sama dengan TNC Samarinda. Output dari pekerjaan itu adalah identifikasi tanggung jawab Intraca untuk mengkonservasi dan mengelola (dengan menggunakan teknik RIL) sub-habitat hutan Dipterocarpaceae dataran rendah, karena tipe hutan ini merupakan kawasan penting pada skala regional dan skala hutan itu sendiri. Demikian juga, TNC mengidentifikasi kawasan-kawasan sangat penting untuk memprioritaskan konservasi dan perlindungan dalam kawasan yang dapat mengoptimalkan manfaat konservasi dalam menghadapi berbagai ancaman (seperti penebangan karena IPPK). Jenis habitat kunci lainnya seperti mangrove dan hutan rawa serta hutan gunung juga diidentifikasi untuk konservasi. Studi tersebut memberikan indikasi tentang ukuran dan lokasi kawasan yang akan dikonservasi. Kemudian Intracawood memetakan semua lokasi HCVF yang diusulkan dengan GIS. Perusahaan ini masih dalam proses pengembangan rencana pengelolaan hutan yang baru yang akan secara lengkap mengintegrasikan perencanaan, strategi dan ukuran pengelolaan konservasi untuk HCVF dan zona konservasi lainnya yang akan mendapatkan perlakuan atau perlindungan khusus.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 15 of 69 April 2006

Pada tanggal 25 Januari 2003, sebuah Memorandum of Understanding untuk mengembangkan Penelitian Hutan hujan Intraca dan Program Training telah ditandatangani antara PT Intracawood Manufacturing, Innoprise Corporation Sdn. Bhd., Sabah, Malaysia, dan the Royal Society Southeast Asia Rainforest Research Programme, United Kingdom. Ketiga pihak ini, dengan persetujuan dari Pemerintah Indonesia dan Bupati Bulungan dan Malinau, memilih sebuah kawasan hutan primer untuk Intracawood seluas 26,257 ha yang terletak dekat dengan kawasan konsesi, yang akan digunakan untuk tujuan konservasi (fauna, flora dan daerah aliran sungai) dan untuk tujuan penelitian, training dan ekoturisme. Ketiga pihak sepakat untuk melaksanakan riset, proyek-proyek pengembangan dan rancangan, dengan pertukaran ilmuwan, spesialis, dan peneliti untuk melaksanakan penelitian lapangan dan program-program ilmiah yang akan memampukan Intraca untuk menjadi model konservasi dan pengelolaan hutan oleh pengelola industri di kawasan tropik. Lihat 3.1 Ringkasan Pemenuhan Prekondisi. Fase IV: Hutan dengan nilai konservasi tinggi secara eksplisit disebutkan dalam ijin HPH pada tahun 2004 yang ditandatangani oleh Menteri Kehutanan, yang merupakan hal unik dari sebuah SK HPH dan menunjukkan tumbuhnya keberterimaan dari perpaduan HCVF ke dalam pengeloaan hutan produksi. HCVF sekarang menjadi isu dalam dokumen dan pemetaan perencanaan perusahaan. Kegiatan MOU dengan Royal Society Southeast Asia Rainforest Research Programme ditunda, karena lembaga tersebut menunda bekerja sama dengan perusahaan yang tidak bersertifikat sebagai akibat tekanan dari Forest Peoples Programme. Ada kemungkinan bahwa setelah sertifikasi inisiatif tersebut akan dimulai lagi. Intracawood memulai lagi diskusi dengan TNC sehubungan dengan bantuan teknis dalam pengelolaan HCVF. Konteks Sosial Ekonomi Umum Konsesi Intraca termasuk dalam dua kabupaten di Propinsi Kalimantan Timur di sebelah timur Pulau Kalimantan. Propinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu propinsi terluas dan terkaya, dengan ekonominya yang berasal dari hasil minyak dan gas, kayu, pengolahan kayu dan pertambangan. Dulunya seluruh kawasan Intraca berada dalam Kabupaten Bulungan hingga kabupaten tersebut dimekarkan menjadi 3 kabupaten pada tahun 1999. Kira-kira ¾ wilayah konsesi tersebut berada dalam Kabupaten Bulungan dan sisanya dalam Kabupaten baru, yaitu Malinau.

Jarang sekali terdapat kawasan hunian di dalam dan sekitar Intraca, dengan beberapa desa yang terletak dalam perbatasan konsesi di sepanjang Sungai Bengalun, sedikit desa ada di utara perbatasan di sepanjang Sungai Sesayap dan sisanya berkelompok di perbatasan konsesi sepanjang sungai Sekatak dan Bengara di bagian tenggara. Sepertinya tidak ada yang tinggal di bagian barat dan selatan dari konsesi tersebut meskipun ada klaim tentang lahan dan manfaat hutan. Tim leader dan assessor sosial pada proses penilaian bisa mengumpulkan informasi selama seminggu penuh dengan mengunjungi desa-desa di sepanjang Sungai Bengalun dan Sekatak dan juga membahas masalah-masalah klaim lahan pada pertemuan publik di dua kabupaten. Diskusi ini memberikan informasi mengenai sifat dan besarnya klaim laian, yang secara jelas ada di kawasan Sekatak dan Bengara. Kerja lapang bagi asessor social selama scoping sangat terbatas pada desa-desa di sepanjang Sungai Bengalun dan Sesayap dima perusahaan telah banyak berinvestasi dalam bentuk energi dan uang untuk memberikan bantuan pembangunan dan kompensasi uang tunai. Dayak merupakan nama umum untuk penduduk asli Kalimantan. Meskipun setiap kelompok Dayak mempunyai karakter bahasa, budaya dan sosial yang berbeda, semua kelompok tersebut secara tradisional tergantung pada hutan untuk makanan, bahan bangunan, obat-obatan dan barang dagangan. Sebagian kecil kelompok Dayak merupakan pemburu–peramu, namun semua menggunakan perladangan berpindah untuk menghasilkan beras dan beberapa tanaman pangan lainnya dari hutan yang sudah ditebang habis. Kelompok etnis yang sangat mendominasi di dalam dan sekitar kawasan perusahaan adalah Dayak Berusu, tetapi juga ada masyarakat Punan, Kenyah dan Lun Dayeh. Beberapa

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 16 of 69 April 2006

desa di sepanjang Sungai Bengalun di sebelah timur laut konsesi terbentuk baru-baru saja dan beberapa keluarga dan beberapa kelompok etnis tinggal di sana. Pola pendapatan dari banyak kelompok Dayak berkembang menurut waktu hingga sekarang berasal dari praktek-praktek pertanian, penjualan produk hutan bernilai tinggi seperti gaharu dan upah buruh.

Klaim Lahan oleh Masyarakat Adat Klaim lahan tradisional di Kalimantan didasarkan pada penggunaan lahan tersebut di masa lalu dan masa sekarang. Penilaian klaim lahan saat ini memerlukan pemahaman konteks sejarah dari pendudukan dan penggunaan lahan. Selama beberapa dekade, masyarakat memindahkan desanya dan tidak sering berpindah jarak jauh untuk memperbaiki akses pada sumberdaya atau untuk melarikan diri dari tekanan oleh kelompok di sekitarnya. Selama masa kolonial, beberapa kelompok Daya mulai pindah dari kawasan hilir ke hulu untuk mendapatkan akses pelayanan pemerintah dan kenyamanan-kenyamanan modern. Selama akhir 1960an dan awal 1970an, pemerintah Indonesia memaksa banyak kelompok untuk pindah ke kawasan yang lebih aksesibel pada perkampungan yang terkonsolidasi. Rangkaian desa-desa Dayak di sepanjang Sungai Sekatak pada bagian timur konsesi Intraca dibuat oleh pemerintah tiga dekade yang lalu dengan memindahkan masyarakat dari anak-anak sungai. Beberapa anggota dari kelompok ini masih tinggal di lahan nenek moyang mereka, sementara yang lainnya kembali dalam beberapa waktu dan sisanya hanya mengunjungi lahan mereka secara periodik untuk berburu dan mengumpulkan produk hutan seperti gaharu, rotan, madu dan biji tengkawang.

Sejarah migrasi dan perkampungan paksa menciptakan sejarah kepemilikan lahan yang kompleks di dalam dan sekitar kawasan konsesi, tetapi kelompok-kelompok tersebut masih memahami batas-batas lahan mereka dengan batas alam dan lahan milik orang lain. Sengketa lahan di antara kelompok memang ada, dan hal-hal ini dapat diselesaikan dengan negosiasi pemerintah kabupaten yang sekarang mempunyai insentif politik untuk mengakui klaim lahan dan berperan sebagai fasilitator. Manajemen Intraca takut bahwa proses pendokumentasian dan pengakuan hak lahan lokal akan menyebabkan klaim lahan yang palsu dan permintaan yang tidak masuk akan untuk kompensasi tebangan masa lalu dan masa mendatang. Tim penilai mewawancarai pemimpin dari beberapa masyarakat yang mengklaim lahan tradisional dalam konsesi Intraca sepanjang aliran Sekatak dan menemukan bahwa mereka yakin bahwa Intracawood berkewajiban untuk mengakui klaim lahan mereka dan bernegosiasi dengan mereka sebelum penebangan berikutnya. Pemimpin-pemimpin ini mengetahui bahwa operator yang bekerja dengan ijin IPPK sekarang ini menawarkan masyarakat royalti sebesar antara Rp 15000 dan 40000 untuk setiap kubik meter dari kayu yang dipanen ditambah dengan pembangunan sekolah dan gereja. Status dan Berubahnya Konteks Politik Pengelolaan Hutan Hutan Kalimantan yang kaya spesies dan sangat berharga dari aspek komersial sudah banyak diekstraksi selama tiga dekade belakangan ini. Kualitas penebangan dan pengelolaan hutan di seluruh Kalimantan secara umum dinyatakan sangat parah oleh standar internasional, yang menyebabkan kerusakan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan suramnya hutan berkelanjutan. Sumberdaya hutan saat ini sedang mengalami kerusakan karena lemahnya pengelolaan lahan, penebangan liar dan kebakaran hutan. Yang tertinggal adalah hutan dengan nilai konservasi tinggi yang sedang menghadapi beberapa ancaman, yang dapat dikurangi melalui pengelolaan hutan yang bertanggungjawab. Ancaman terhadap hutan diperburuk dengan situasi politik dan hukum yang tak menentu yang menyebabkan adanya anggapan bebas untuk semua di dalam hutan.

Indonesia sedang berada di tengah-tengah transisi politik yang berkepanjangan yang menciptakan ketidakpastian mengenai kewenangan atas sumberdaya lahan dan sumberdaya alam lainnya yang dibagi antara berbagai tingkat pemerintahan. Kewenangan yang signifikan telah didelegasikan pada tingkat kabupaten berdasar peraturan otonomi daerah, namun masih ada ambiguitas mengenai besarnya kekuasaan ini yang mengabaikan persyaratan dari hukum nasional Indonesia yang ada

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 17 of 69 April 2006

sekarang. Di bawah sistem politik hirarki sebelumnya lebih dari 70% total lahan dikontrol oleh Departemen Kehutanan dan Menteri Kehutanan mempunyai kewenangan yang jelas untuk memberikan ijin penebangan kayu eksklusif pada perusahaan-perusahaan komersial. UUPK tahun 1967 dan sistem politik sebelumnya tidak mengakui hak penguasaan dari masyarakat adat yang memanfaatkan hutan secara tradisional.

Sejak jatuhnya rejim Suharto pada bulan Mei 1998, pelaku reformasi politik telah mencoba mengkompensasi ketidakadilan di masa lalu dengan memberikan masyarakat lokal lebih banyak hak atas kawasan adat mereka dan merubah banyak kewenangan untuk pengelolaan sumberdaya alam pada pemerintahan tingkat kabupaten. Pengelolaan oleh masyarakat dijelaskan dalam UUPK tahun 1999, meskipun prosedur untuk memberikan hak atas lahan pada masyarakat adat tidak diartikulasikan dengan jelas dalam undang-undang itu. Kerangka hukum yang berkembang tidak memberikan mekanisme untuk menyeimbangkan hak-hak pemegang konsesi terhadap hak-hak pemilik lahan adat. Pelaku bisnis yang tidak jujur mengeksploitasi ketidakpastian hukum dan politik untuk memanipulasi pemimpin masyarakat dalam rangka memperoleh ijin untuk menebang habis hutan mereka di bawah IPPK yang diterbitkan oleh bupati. Para Bupati melihat terbitnya IPPK ini sebagai sarana untuk membangun modal politik dan keuangan.

Bupati sekarang ini dipilih, tidak lagi ditunjuk sebagaimana waktu jaman rejim Suharto dulu, menjadikan mereka lebih responsif terhadap keinginan rakyat mereka dan juga tunduk pada tekanan dari kepentingan bisnis lokal. DPRD tingkat kabupaten sekarang lebih banyak memiliki kewenangan daripada di masa lalu untuk menciptakan peraturan daerah yang meliputi bidang-bidang yang dulunya diatur oleh kerangka hukum nasional. Oleh karena itu setiap kabupaten memiliki sekumpulan peraturan mengenai hak lahan masyarakat dan masalah-masalah pengelolaan sumberdaya alam lainnya. Pada saat penilaian awal berlangsung, DPRD Kabupaten Malinau sedang mempertimbangkan perumusan kembali peraturan yang berhubungan dengan proses legalisasi klaim lahan oleh masyarakat dan penerbitan ijin IPPK. Pemerintah kabupaten sedang mulai bekerja dengan masyarakat untuk mendokumentasikan batas-batas klaim lahan masyarakat. Begitu klaim-klaim ini secara formal diakui oleh pimpinan kabupaten, maka mereka akan memiliki dasar hukum yang kuat dalam lingkungan politik saat ini. Intracawood dan pemegang konsesi yang lain sekarang ini berada dalam posisi harus membangun kesepakatan dengan pimpinan kabupaten dan pemerintah daerah dan juga bernegosiasi dengan masyarakat secara langsung. Ijin HPH yang diterbitkan secara nasional tidak dengan sendirinya menjamin satu-satunya ijin pemanfaatan sumberdaya hutan dalam konsesi tersebut. Fase III: Dalam usahanya untuk menghentikan penerbitan ijin IPPK, Intracawood telah secara intensif melobi Departemen Kehutanan dan Kabupaten dan secara reguler melaporkan pada semua lembaga pemerintah yang terlibat termasuk polisi. Dengan peraturan No. 543/2001 (Bupati Bulungan) dan No. 68/2002 (Bupati Malinau) berturut-turut, semua ijin yang ada sekarang, semua ijin yang ada sekarang dihentikan. Di kawasan Bulungan, semua kontraktor IPPK sudah keluar. Intracawood memberlakukan protokol monitoring dan pelaporan yang sangat efektif dalam penilaian luas kawasan HPH yang terkena oleh penebangan IPPL. Ada catatan petan, foto, laporan tertulis dan dokumentasi lokasi dari semua operasi IPPK yang terjadi dalam konsesi. Informasi tersebut sangat berguna dalam audit verifikasi prekondisi dan pemeriksaan lapangan berhubungan dengan titik-titik GPS dalam catatan perusahaan.Lihat Bagian 3.1. Ringkasan Pemenuhan Prekondisi Fase IV: Pada tahun 2001 dan 2002, khususnya di desa Sekatak dan Rian, ada sengketa yang dialami oleh masyarakat yang berakhir dengan konflik terhadap perusahaan dan masyarakat desa. Dalam studi yang mengevaluasi pelaksanaan Prinsip 2 dan 3 di Indonesia, yang disiapkan oleh konsultan dari WALHI, AMAN dan Rainforest Foundation dari Norwegia, konflik ini timbul karena permasalahan kritik terhadap sertifikasi FSC di Indonesia. Dan juga, hak adat dari masyarakat terhadap kawasan hutan yang mereka klaim dan kebutuhan akan PT Intracawood untuk mengakui dan menghormati hak-

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 18 of 69 April 2006

hak ini, dan untuk mengamankan kesepakatan yang dinegosiasikan sebelum penebangan ditunjukkan sebagai masalah-masalah penting bagi sertifikasi di Indonesia. Sementara permasalahan ini sudah menjadi keprihatinan SmartWood pada penilaian awal, setelah publikasi study P2/P3 pada bulan Januari 2003 dan pertemuan untuk membahas studi tersebut di Jakarta SmartWood lebih lanjut mengevaluasi langkah-langkah oleh PT Intracawood untuk menyelesaikan sengketa dan mendapatkan ijin untuk kegiatan-kegiatan kehutanan pada lahan-lahan yang diklaim oleh masyarakat lokal. Dalam diskusi yang ekstensif dengan anggota masyarakat, perusahaan dan LSM independen serta peneliti yang mengevaluasi kasus sengketa Sekatak dan Rian, SmartWood memahami bahwa akar permasalahannya terletak pada tidak adanya kesepakatan antara perusahaan dan masyarakat untuk memenuhi permintaan akan manfaat dan kompensasi. Masyarakat mengharapkan lebih manfaat dari kegiatan Intracawood dalam kawasan mereka. Pada saat konflik meruncing, Intracawood tidak mampu menyelesaikan konflik secara memuaskan, namun setelah kecelakaan itu, dan sepanjang 2002 dan 2003, Intracawood benar-benar telah menyelesaikan sengketa melalui kesepakatan yang layak yang tampaknya dicapai tanpa tekanan. Menurut laporan dari berbagai anggota masyarakat, masyarakat Rian dan Sekatak telah menyepakati jumlah dan bentuk kompensasi yang mereka minta berdasar kesepakatan sukarela. Perusahaan telah mengembangkan struktur yang diperlukan untuk mekanisme resolusi perselisihan yang mudah dilakukan. Namun mekanisme ini dikembangkan oleh Intracawood, dan perlu keterlibatan masyarakat untuk menjadikan proses resolusi konflik tersebut sama-sama menguntungkan. Sudah jelas bagi tim penilai bahwa klaim lahan dalam kawasan konsesi, perusahaan harus mengupayakan kesepakatan sebelum kegiatan kehutanan berlangsung pada tiap tahunnya, dan mungkin untuk jangka panjang. Sementara perusahaan mengikuti hukum formal yang berlaku di negara ini yang memberikan “hak” bagi Intracawood untuk mengelola kawasan hutan, sejak tahun 2002 perusahaan perlu membahas dan mendapatkan solusi yang sesuai dengan kepentingan masyarakat sebelum kegiatan penebangan apapun. Sementara Intracawood tidak memiliki kewenangan untuk mengakui status hukum klaim masyarakat, perusahaan tersebut mencoba mengakomodasi kepentingan masyarakat. Intracawood telah memulai menerapkan pendekatan untuk “bekerja sama, sehingga perusahaan dan masyarakat mendapatkan keuntungan dalam jangka pendek dan panjang”. Untuk melakukan ini, ada negosiasi kesepakatan sebelum rencana operasional tahunan disetujui. Pada tahun 2002, Intracawood menunda penebangan selama 4 bulan hingga ada satu kesepakatan yang dapak diterima oleh masyarakat Seputuk. Saat ini, proses tersebut bisa berlangsung kurang dari sebulan, karena masyarakat dan perusahaan telah memiliki contoh sebelumnya. Memang bukan merupakan proses yang sempurna, dan ada dasar untuk perbaikan hingga dimana masyarakat dapat terlibat dalam negosiasi dan kesepakatan, yang akan dimonitor selama masa sertifikasi. 1.5. Produk-produk yang dihasilkan

A. Spesies dan produk Ada sekitar 60 spesies yang digunakan secara komersial untuk vinir dan kayu lapis, ditambah dengan spesies minor yang diekstraksi selama pembangunan jalan dan digunakan untuk papan blok. Spesies penting adalah sebagai berikut

Meranti merah (Shorea spp., ca. 10) - pink veneer. Meranti kuning (Shorea spp., ca. 5) - yellow veneer. Meranti putih (Shorea spp., ca. 5) - pale-yellow veneer. Bengkirai (Shorea laevis) - hard veneer for flooring. Selangan batu (Shorea spp., ca. 5) - veneer.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 19 of 69 April 2006

Kapur (Dryobalanops spp., ca. 2) - pink veneer. Keruing (Dipterocarpus spp., ca. 5) - veneer. Nyatoh (Sapotaceae spp., ca. 10) - veneer. Jelutong (Dyera costata) - veneer. Binuang (Duabanga moluccana) – kayu inti. Sepetir (Sindora sp.) – kayu inti Terap (Artocarpus spp., ca. 5) - kayu inti. Dara-dara (Myristicaceae spp., ca. 5) - kayu inti. Semangkok (Scaphium macropodum) - kayu inti. Agathis (Agathis borneensis) - veneer. Tabel 2 – Jenis produk yang dibuat oleh Intracawood dan pasar utama mereka Ukuran Kayu Lapis (untuk pasar AS): Ukuran Kayu Lapis

(selain pasar AS): 2.7 mm x 3’ x 7’ 2.7 mm x 4’ x 6.5’ 2.7 mm x 4’ x 7’ 2.7 mm x 4’ x 8’

2.4 mm x 3’ x 6’ 2.4 mm x Odd sizes 11.5 mm x 3’ x 6’ 12.0 mm x 3’ x 6’

3.4 mm x 4’ x 6.5’ 3.4 mm x 4’ x 7’ 3.4 mm x 4’ x 8’

5.2 mm x 4’ x 8’ 12.0 mm x 4’ x 8’ 15.0 mm x 4’ x 8’

18.0 mm x 4’ x 8’

B. Volume aktual dan potensial yang diproduksi tahunan

Menurut RKPH 1997-2016, yang ditulis tahun 1996, spesies komersial dengan kontribusi terbesar pada volume kayu aktual dan potensial adalah famili Dipterocarpaceae. Volume potensial dari dipterocarp komersial yang dominan adalah: Keruing (Dipterocarpus spp.), 29.18 m³/ha rata-rata; meranti merah (Shorea spp.), 22.95 m³/ha; meranti putih, 17.63 m³/ha; and meranti kuning, 10.33 m³/ha. Kayu komersial lainnya hanya berkontribusi kurang dari 8.00 m³/ha.

C. Penjelasan kapasitas produksi/pengolaan saat ini dan masa mendatang serta

rencana Intracawood menfokuskan produksinya pada produk-produk eksport kelas tinggi seperti kayu lapis, papan venir laminasi dan papan blok. Perusahaan ini mengekspor 90% produknya ke Jepang, Eropa dan Amerika Utara. Tekanan terbesar untuk sertifikasi sekarang ini berasal dari Amerika dan Eropa. Kapasitas terpasang pada pabrik kayu lapis adalah 12,000 m3/bulan dan untuk papan blok adalah 1,600 m3/bulan. Rata-rata produksi kayu lapis adalah 11,000 m3/bulan dan untuk papan blok adalah 1,400 m3/bulan. D. Sumber produk yang stabil Dalam Gambar 1 menggambarkan volume log yang diproses dalam pabrik Intracawood bersamaan dengan sumbernya. Untuk waktu yang lama, lebih dari 50% kebutuhan bahan baku pabrik dipenuhi oleh sumber dari luar dan mencapai maksimum 64% dari kebutuhan ini pada

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 20 of 69 April 2006

tahun 1994. Sumber dari luar ini biasanya berasal dari HTI, HPH lain dan dari sumber-sumber yang tidak jelas. Gambar 1 menunjukkan bahwa mulai tahun 1997; pabrik mulai menggunakan log dari kawasan HTI Intracawood. Log ini berasal dari hutan alam yang dikonversi dan bukan log yang berasal dari hutan yang ditanam. Sebagai bagian dari persyaratan sertifikasi untuk Intracawood, pabrik itu harus mengurangi konsumsi kayu dari sumber-sumber yang tidak legal dan kayu-kayu yang tidak memenuhi standar FSC.

020,00040,00060,00080,000

100,000120,000140,000160,000180,000

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

Log

Pro

duct

ion

(m3

HPH HTI Other

Gambar 1. Volume log tahunan dan sumber yang digunakan pada pabrik PTIM di Tarakan (sumber: Company Profile, March, 2000) Pabrik Intracawood disertifikasi untuk Lacak Balak FSC oleh Scientific Certification System pada tahun 2002 untuk produksi kayu lapis berbasis persentase. Sertifikasi SmartWood untuk PT Intracawood Manufacturing hanya berlaku untuk HPH saja, dari konsesi HPH hingga log pond penerima pada pabrik di Tarakan, Kalimantan Timur.

2. PROSES PENILAIAN SERTIFIKASI

2.1. Jadwal dan Tanggal Penilaian Proses sertifikasi hutan untuk Intracawood telah berlangsung, berhenti dan berjalan lagi selama hampir enam tahun, dari tahun 2000 hingga 2006. Langkah-langkah dan fase serta tanggal-tanggal kunci diberikan dalam kronologi di bawah ini. Ada tanggal-tanggal yang disebutkan namun ini tidak berarti selesainya kegiatan-kegiatan, pertemuan dan evaluasi ketaatan perusahaan terhadap standar FSC, yang telah menjadi upaya keras dari staf SmartWood di Amerika Serikat dan Indonesia, asesor internasional dan lokal, dan banyak pertemuan dengan staf perusahaan, dan juga diskusi dan komunikasi dengan stakeholder dan FSC. Fase 1 Scoping TAHUN 2000

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 21 of 69 April 2006

11-17 Maret Scoping oleh SmartWood, dipadukan dengan tim prepenilaian LEI (Panel Pakar I), dilakukan pada bulan Maret 2000 selama enam hari oleh tim dengan berbagai disiplin/latar belakang yang terdiri dari Jeff Hayward, Scott Stanley, Campbell Webb, Wibowo Sudjatmiko, dan Dwi Muhtaman.

Fase II Penilaian Utama Tahun 2001 5 Pebruari Pengumuman kepada Publik melalui email, koran dan fax 6 Maret Pertemuan stakeholder umum di Jakarta 11 Maret Pertemuan awal tim di Jakarta 12 Maret Pertemuan stakeholder umum di Samarinda (ibukota Propinsi) 13 Maret Pertemuan pembukaan, staf lapangan Intraca, Tarakan 14-21 Maret Penilaian lapang di PT Intracawood, Kalimantan Timur 20 Maret Pertemuan stakeholder umum di Malinau (ibukota Kabupaten) 21 Maret Pertemuan stakeholder umum di Tanjung Selor (Ibukota kabupaten Bulungan) 22 Maret Pertemuan dengan staf PT Intracawood di Tarakan 23 Maret Tim SmartWood kembali ke Jakarta 25 Maret Mulai menulis laporan dan melanjutkan komunikasi dengan stakeholder (email dan

wawancara) 29 Mei Laporan draf kepada PT Intracawood untuk review dan komentar perusahaan 18 Juni Pertemuan dengan PT Intracawood untuk mengklarifikasi dan merespon

pertanyaan perusahaan mengenai prekondisi dan prosedur selanjutnya. 17 Juli Komentar diterima oleh PT Intracawood Aug. 10 – 25 Laporan draft diberikan kepada peer review dan kantor pusat SmartWood Sept. 1 - 30 Komentar diterima oleh peer review Oct. 30 Draf laporan akhir diterima oleh SmartWood Des. 1 Draf laporan akhir disampaikan kepada Komite Sertifikasi SmartWood Des. 17 Draf akhir dengan prekondisi diberikan kepada PT Intracawood Tahun 2002 Jan. 22 Laporan kemajuan tentang kegiatan PT Intracawood untuk memenuhi prekondisi

disampaikan oleh konsultan yang bekerja untuk The Nature Conservancy dalam masalah hutan dengan nilai konservasi tinggi di Intraca.

Feb. 7 SW task manager bertemu dengan PT Intracawood untuk mengklarifikasi prekondisi dan harapan untuk memenuhi persyaratan-persyaratan ini.

4 Juli SW mengklarifikasi pada PT Intracawood bahwa SW menghormati permintaan Direktur FSC Heiko Leideker untuk menunggu rekomendasi penelitian yang sedang dilaksanakan mengenai penerapan Prinsip 2 dan 3 FSC) sebelum menerbitkan sertifikat untuk pengelolaan hutan di Indonesia.

Juli 8 – 10 SW task manager mengunjungi PT Intracawood di kantor Tarakan untuk mengevaluasi kesiapan dengan audit verifikasi prekondisi.

Juli 15 SW membuat laporan kepada perusahaan yang menunjukkan bahwa inspeksi lapangan harus dilakukan untuk audit prekondisi.

Aug. 2 Rencana dikembangkan untuk melakukan audit verifikasi prekondisi di bulan Oktober

Fase III Audit verifikasi prekondisi Oct. 7 – 12 Audit verifikasi prekondisi dilakukan di kantor dan areal HPH.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 22 of 69 April 2006

November 1: Draf laporan audit verifikasi prekondisi disampaikan ke Intracawood, yang menunjukkan bahwa 6 dari 7 prekondisi telah dipenuhi. Masih ada satu prekondisi yang perlu dipenuhi.

November 7: Pertemuan dengan Intracawood dan DirJEn Pengusahaan hutan, Departmen Kehutanan, sebagai langkah pendahuluan sebelum Bupati mencabut ijin penebangan.

November 15: Bupati Malinau menerbitkan surat yang mencabut perpanjangan ijin penebangan di Kabupaten Malinau, yang secara efektif mengakhiri kegiatan penebangan dalam konsesi Intracawood pada bulan Maret 2003 paling lambat. Sangat jelas dari surat tersebut bahwa hal ini bukan kesepakatan yang terjadi antara Intracawood dan pemerintah, tetapi lebih merupakan kebijakan pemerintah yang lebih luas yang akan merubah legalitas pemegang IPPKs/IUPHHK di kawasan mereka dan menghentikan operasi mereka – sebuah kondisi yang diinginkan.

Nov. 22 Laporan audit diselesaikan dengan 1 prekondisi yang masih tersisa December 11: SmartWood menyampaikan spesifikasi tambahan untuk memenuhi Prekondisi

01/02. TAHUN 2003 Jan. 20 Intracawood menyampaikan rencana aksi enam bulan yang menjelaskan apa yang

akan dilakukan oleh perusahaan untuk menangani potensi dampak negatif dari keputusan Bupati Malinau untuk menghentikan IPPK/IUPHHK. Secara khusus ada jaminan monitoring dan evaluasi dan pertemuan yang proaktif dengan masyarakat lokal (khususnya Desa Sesua), penduduk desa dan kontraktor IPPK

Jan 20 Intracawood menyampaikan laporan kemajuan tentang rencana aksi RIL yang menunjukkan langkah-langkah yang dilakukan sejak 12 Oktober 2002.

Jan 28 – 31 Intracawood (dan SmartWood) menghadiri lokakarya P2P3 di Jakarta. Feb. 13 Intracawood menyampaikan komentar kepada tim studi P2P3. Mar. 1 – 31 SW menggabungkan informasi laporan audit dengan temuan-temuan baru

mengenai kegiatan Intracawood pada tahun 2002 untuk memperbaharui laporan tersebut.

Apr. 7 Update dari laporan sertifikasi akhir yang komprehensif disampaikan kepada Kantor Pusat SmartWood untuk pengambilan keputusan.

21 Mei Keputusan awal untuk mensertifikasi dan kesepakatan sertifikasi dikirimkan kepada Intracawood

29 Mei SmartWood melakukan kesepakatan sertifikasi dengan PT Intracawood 5 Juni SmartWood mengetahui bahwa Menteri Kehutanan menerbitkan surat yang

menghentikan kegiatan operasional Intracawood. Kode sertifikasi dibekukan. 10 Juni SmartWood menverifikasi surat dari Menteri Kehutanan tersebut dengan

Intracawood dan meminta perusahaan untuk menghancurkan kesepakatan sertifikasi dan sertifikat.

18 Juni Kesepakatan sertifikasi dicabut karena penghentian sementara kegiatan operasional yang disebutkan dalam surat dari Menteri Kehutanan tertanggal 23 Mei 2003 (325/Menhut-I/2003).

15 Desember SmartWood menerima salinan surat dari Departemen Kehutanan (661/Menhut-VI/2003) tertanggal 12 Desember 2003 yang mengijinkan perusahaan itu beroperasi kembali.

17 Desember SmartWood memperbaharui proses sertifikasi untuk Intracawood, dengan memberitahukan bahwa audit lapangan harus dilakukan sebelum sertifikasi.

Fase IV Audit II verifikasi, prekondisi baru dan SK baru

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 23 of 69 April 2006

Tahun 2004 23 Januari SmartWood mengundang LSM lingkungan dan sosial kunci untuk bertemu dan

membahas pengelolaan hutan oleh Intracawood dan masalah-masalah sertifikasi 4-8 Pebruari Audit monitoring verifikasi dilaksanakan di konsesi Intracawood 9 Pebruari SmartWood mengirimkan surat pada publik untuk meminta input 27 Pebruari SmartWood mengirimkan draf laporan audit verifikasi kepada Intracawood.

Prekondisi baru diterbitkan hyang meminta Intracawood untuk mengembangkan rencana melaksanakan sistem monitoring permanen untuk menentukan tingkat ekstraksi kayu oleh masyarakat lokal.

24 Maret Intracawood memberikan tanggapan terhadap draf laporan tersebut, dan mempertanyakan perlunya prekondisi tersebut

18 Mei Intracawood menyampaikan bukti sistem monitoring yang dikembangkan untuk memenuhi prekondisi itu.

1 Juni SmartWood menunda review proses sertifikasi Intracawood karena masalah pembayaran yang belum dilakukan oleh perusahaan

1 September SmartWood memperbaharui proses sertifikasi begitu ada penerimaan pembayaran 18 Oktober Intracawood menunjukkan kepada SmartWood ijin baru HPH mereka yang

ditandatangani oleh Menteri Kehutanan pada 31 Agustus 2004 1 November SmartWood setuju untuk memulai review ijin baru tersebut, peta, informasi

mengenai kawasan tataguna lahan, rencana tebangan tahunan, kesepakatan dengan masyarakat, monitoring persengketaan dsb

17 Desember SmartWood memberitahukan kepada Intracawood bahwa review akan ditunda hingga tahun 2005 karena keterlambatan yang diakibatkan oleh pekerjaan penilaian lainnya.

TAHUN 2005 1 Maret SmartWood mulai review documen Intracawood 10 Mei SmartWood menyelesaikan review dan update dari laporan penilaian, menutup

prekondisi dan termasuk kondisi baru 12 Mei SmartWood mengirimkan update laporan kepada Intracawood dan penterjemah

untuk mempersiapkan laporan dalam bahasa Indonesia Fase V Audit Verifikasi Kinerja, prekondisi baru dan finalisasi 21 – 25 Juni tim audit dari TUV mengaudit Intracawood (karena sudah lebih dari 12 bulan

sejak audit lapangan terakhir), melakukan pemeriksaan ketaatan perusahaan terhadap Prinsip dan Kriteria FSC di HPH.

16 September Tim audit TUV menyampaikan draf laporan audit kinerja kepada SmartWood 30 November SmartWood melengkapi draf laporan audit kinerja tersebut 12 Desember SmartWood menyampaikan laporan tersebut kepada Intracawood dengan dua

prekondisi baru. TAHUN 2006 23 Januari Intracawood menerima laporan audit verifikasi kinerja dan menyampaikan bukti-

bukti pemenuhan dua prekondisi baru 27 Januari SmartWood memberitahu kepada Intracawood bahwa prekondisi sehubungan

dengan persiapan ringkasan publik dari rencana pengelolaan belum terpenuhi 13 Pebruari SmartWood menfinalisasi review terhadap ringkasan publik dari rencana

pengelolaan dan memberitahu Intracawood bahwa prekondisi sudah dipenuhi. 22 Maret SmartWood menyampaikan laporan penilaian sertifikasi kepada Intracawood

dengan semua prekondisi yang sudah dipenuhi. 22 Maret Laporan Final Penilaian Sertifikasi oleh SmartWood telah diselesaikan.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 24 of 69 April 2006

April 2006 Intracawood telah disertifikasi.

2.2. Tim Penilai dan Peer Reviewers Fase I – Tim Scoping • Jeffrey Hayward, Team Leader, Forester, adalah International Program Associate, SmartWood

Program dari the Rainforest Alliance. M.Sc. Forestry, (Univ. of British Columbia, Canada); B.Sc. Latin American Development and Forestry (Univ. of Washington, USA). Dia melakukan penelitian tentang silvikultur dan ekologi untuk Departemen Kehutanan BC dan Penelitian Kehutanan Alex Fraser UBC di Canada. Di negara bagian Oregon, dia pernah bekerja untuk pemerintah federal pada Biro Pengelolaan lahan di bidang inventarisasi hutan dan administrasi penjualan kayu, AS. Tiga tahun sebagai penggiat kehutanan masyarakat dari US Peace Corps di Guatemala, yang memberikan bantuan teknis pada konservasi dan agroforestri tripartit dari program sumberdaya alam. Memberikan konsultasi pada Departemen Kehutanan BC, FSC dan IIED. Publikasi meliputi penelitian tentang sertifikasi hutan dan silvikultur. Telah melaksanakan 5 penilaian pengelolaan hutan, scoping dan aurit, serta 10 penilaian dan audit COC pada saat scoping.

• Campbell O. Webb (Ph.D.), Arnold Arboretum of Harvard University; 10 tahun pengalaman untuk meneliti ekologi tanaman di hutan Kalimantan.

• Scott A. Stanley, MSc. Forest Production – Team Leader dan Rimbawan Senior dengan Proyek Pengelolaan Hutan berbasis masyarakat yang diatur oleh Universitas Harvard. Limabelas tahun pengalaman dengan pengelolaan hutan tropis dan silvikultur khususnya dengan pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat di Amerika Latin dan Indonesia.

• Dwi Rahmad Muhtaman, MPA (Auburn University, Alabama, USA), spesialis sertifikasi yang telah bekerja dengan isu sertifikasi selama lebih dari 5 tahun dan bekerja dengan permasalahan kebijakan kehutanan dan keanekragaman hayati selama lebih dari 10 tahun. Sudah bekerja sebagai auditor untuk aspek sosial dalam sertifikasi dan berpengalaman dalam kegiatan penilaian di HPH-HPH juga secara aktif terlibat dalam penilaian COC. Dia adalah penulis utama Buku mengenai Kriteria dan Indikator untuk Hutan Tanaman yang berkelanjutan di Indonesia yang diterbitkan oleh Center for International Forestry Research (CIFOR) dan Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR), 2000. Anggota badan pendiri dari Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN). Posisi saat ini di LATIN adalah sebagai Direktur Certification and Consultation Division, dan koordinator untuk Inisiatif SmartWood-LATIN, kolaborator internasional SW di Indonesia (1998-April 2002).

• Wibowo Dajatmiko, Indonesian Tropical Institute (Lembaga Alam Tropika Indonesia/LATIN); ahli ekologi hidupan liar.

Fase II – Tim Penilaian: • James Schweithelm, Ph.D. Team Leader and Social assessor – konsultan independen dengan

pengalaman 20 tahun dalam kebijakan dan perencanaan kehutanan, konservasi keanekaragaman hayati dan pengembangan masyarakat di negara-negara Asia Tenggara dan Asia Selatan.

• James J. Jarvie, Ph.D. Ecological and environmental assessor – konsultan independen dengan 15 tahun pengalaman internasional dalam keanekaragaman hayati, kehutanan, dan pengelolaan sumberdaya alam tropika dan pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat khususnya di Indonesia.

• Scott A. Stanley, MSc. Forest Production – lihat Tim Scoping untuk penjelasan.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 25 of 69 April 2006

• Aisyah E. Sileuw, S-1 Kehutanan. Assesor aspek sosial dengan pengalaman ekstensif dalam kehutanan masyarakat dan sertifikasi hutan selama delapan tahun belakangan di Indonesia. Saat ini menjadi staff senior di LSM lingkungan di Indonesia.

Fase II – Peer Reviewers: Tiga peer reviewer berbasis lokal (internasional dan lokal) melakukan review terhadap penilaian ini, yang kesemuanya memiliki pengalaman pengelolaan hutan dan/atau permasalahan kebijakan kehutanan di Kalimantan Timur:

• 1 spesialis pengelolaan hutan dengan gelar PhD • 1 ahli hukum dengan keahlian hukum lokal dan nasional Indonesia, serta dampaknya pada

pengelolaan sumberdaya alam; dan, • 1 peneliti permasalahan kehutanan masyarakat dengan gelar PhD.

Fase III – Tim Audit verifikasi prekondisi: • Jeffrey Hayward, Team Leader, Forester, lihat Tim Scoping untuk penjelasan. • Alexander Hinrichs, Ph.D, Forester, spesialis dalam Perencanaan Hutan, Pengelolaan hutan dan

Politik Ekonomi Kehutanan. Konsultan freelance dan dosen part time di University of Freiburg, Jerman. Selama enam tahun (1996-2002) dia menjabat sebagai wakil team leader untuk Proyek Implementasi Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Indonesia-Jerman di Kalimantan Timur, Indonesia dan selama masa ini dia bekerja dengan berbagai lembaga pemerintah, LSM dan lebih dari 30 HPH. Saat ini dia mengkoordinasi semua kegiatan pendukung sertifikasi dari Pemerintah Jerman ke Asia Pasifik. Sebelum bekerja di Indonesia, dia telah bekerja selama 10 tahun sebagai peneliti, konsultan pengelolaan, doses dan pelatih di Jerman, dengan satu tahun tinggal di Brazil, Selandia Baru, China dan Polandia. Di Indonesia sendiri dia telah menerbitkan 30 publikasi mengenai perencanaan hutan, kebijakan kehutanan dan pengelolaan hutan termasuk RIL. Dia adalah lead assessor yang dilatih oleh SmartWood dan telah melakukan beberapa penilaian pengelolaan hutan dan peer review.

• Dwi Rahmad Muhtaman, MPA (Auburn University, Alabama, USA), spesialis sertifikasi, lihat Tim Scoping untuk penjelasan.

Fase IV – Tim Audit Verifikasi:

• Bart W van Assen, MSc, Kehutanan (Universitas Pertanian Wageningen, Belanda) adalah konsultan independen dalam bidang hutan tropis. Dia telah bekerja di Indonesia selama delapan tahun dengan berbagai tugas, termasuk dengan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), UN-ESCAP CGPRT Pusat dan Lembaga Belanda untuk Penelitian Teknologi Pertanian. Dia juga telah banyak bekerja untuk penilaian dan scoping SmartWood.

• Dwi Rahmad Muhtaman, MPA (Auburn University, Alabama, USA), spesialis sertifikasi, lihat di atas untuk informasi lebih lanjut.

Fase V – Tim Audit Verifikasi Prekondisi:

• Dr. Ir. Machmud Thohari (Ahli Ekologi) PhD, specialis dalam konservasi hidupan liar. Lulus dari U Université des Sciences et Technique du Languedoc (USTL) di Montpellier, Perancis. Sejak tahun 1980 beliau bekerja sebagai dosen pada jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekoturisme, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan pada Universitas Indonesia. Sekarang ini beliau mengkoordinasikan program konservasi sumberdaya genetik pada Komite Nasional untuk Sumberdaya Genetik. Publikasi beliau meliputi penelitian tentang ekologi hidupan liar dan penangkaran.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 26 of 69 April 2006

• Cecep Saepullah (Produksi Hutan), Sarjana Kehutanan dari Jurusan Manajemen Hutan, lulus pada tahun 1995. Bekerja sebagai konsultan kehutanan dari tahun 1995 hingga 1996 dan sebagai pengelola hutan pada PT Kiani Lestari dari tahun 1996 hingga 2001. Saat ini bekerja sebagai auditor ISO dan Pengelola Proyek untuk Program Sertifikasi Hutan pada PT TUV International Indonesia (TUV Rheinland Group), yang diakreditasi oleh LEI.

• Ating Sobari (Sosial), S1 dari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian pada Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 1990. Dia telah mendapatkan pelatihan sebagai asesor untuk Pengelolaan Hutan Berkelanjutan pada hutan tanaman (2003) dan hutan alam produksi (1998).

2.3. Proses Penilaian

PT Intracawood pertama kali meminta SmartWood untuk sertifikasi FSC pada bulan Desember 1999. Segera setelah itu, Direktur Perusahaan Bapak Totok Lestiyo menandatangani kesepakatan untuk melakukan evaluasi scoping SmartWood pada bulan Maret 2000. Alasan utama untuk mengadakan evaluasi scoping ini adalah: • Intracawood ingin mendapatkan informasi tambahan mengenai sertifikasi dan potensi keuntungannya

sebelum melakukan full assessment. • Untuk mengidentifikasi kekuatan dan potensi kendala menuju sertifikasi dengan perhatian khusus pada

Hutan bernilai konservasi tinggi, Hak penguasaan dan pemanfaatan hutan oleh masyarakat adat.. • Untuk merancang strategy dan proses sertifikasi yang mempertimbangkan karakteristik unik dari situasi

tersebut dan sensitifitas pelaksanaan sertifikasi di HPH Indonesia. PT Intracawood menandatangani perjanjian pada bulan January 2001 untuk berlanjut dengan full assessment terhadap kawasan konsesi. Penilaian ini dilaksanakan dengan menggunakan joint certification protocol yang mulai berlaku pada bulan September 2000 menyusul penandatanganan MOU antara FSC dan Yayasan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) pada tahun 1999. JCP direncanakan beroperasi selama satu tahun atau sampai diperbaharui kembali pada tahun 2001 dan 2003. Karena JCP ini mempengaruhi proses penilaian FSC, pemahaman akan isi JCP adalah sebagai berikut:

1. Lembaga Sertifikasi-LEI (LS-LEI) dan Lembaga Sertifikasi-FSC (LS-FSC) sepakat bahwa proses sertifikasi bersama ini harus bersifat terbuka, transparan, dan kooperative dan semua pihak akan diuntungkan dari proses ini.

2. JCP diantara LS-LEI dan LS-FSC akan meliputi kerja sama di semua tahap proses sertifikasi untuk mendapatkan pengalaman dalam bekerja bersama dan pemahaman tentang sistem satu sama lain.

3. FSC, LEI, dan lembaga sertifikasi yang diakreditasi sepakat bahwa JCP harus memenuhi semua persyaratan dalam sistem sertifikasi FSC dan LEI.

4. Dalam JCP semua pihak sepakat bahwa kriteria dan indikator LEI akan digunakan oleh semua lembaga sertifikasi yang beroperasi di Indonesia. Hal ini berarti bahwa LS-FSC akan menggunakan semua kriteria dan indikator LEI, termasuk yang melebiho persyaratan FSC dan juga berbagai persyaratan FSC lainnya yang tidak termasuk dalam Kriteria dan Indikator LEI..

5. Hanya unit pengelolaan yang lulus sistem LEI dan FSC tersebut yang akan disertifikasi. 6. Unit pengelolaan tersebut akan menerima sertifikat LEI dan FSC. Unit pengelolaan akan

diijinkan untuk menggunakan logo LEI dan FSC. 7. Dalam JCP, scoping FSC tidak wajib. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa scoping

sepertinya diwajibkan. 8. LS-FSC dan LS-LEI sepakat untuk menggunakan satu tim dalam proses penapisan LEI dan

scoping FSC serta dalam full assessment. 9. Konsultasi publik merupakan komponen penting dalam JCP. Konsultasi ini dimulai dengan

pengumuman pada publik 30 hari minimum sebelum penilaian lapangan dapat berlangsung.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 27 of 69 April 2006

10. Ringkasan publik dari keputusan sertifikasi akan dibuat dalam bahasan Indonesia dan Inggris dan akan meliputi semua aspek proses sertifikasi bersama.

11. Kunjungan audit atau penilikan akan dilakukan menurut persyaratan setiap sistem, lebih disukai untuk audit bersama. Hasil-hasil penilikan harus diketahui LS-LEI dan LS-FSC.

Melihat isi JCP ini dan detil teknis lainnya dalam JCP, asesor SmartWood bekerja bersama dengan asesor dari PT TUV International Indonesia sebagai tim lapangan gabungan. Sebagai hasil dari proses gabungan, Intraca telah disetujui untuk sertifikasi dalam sistem LEI, dengan sertifikasi tersebut akan diumumkan jika dan ketika Intraca mampu untuk mendapatkan sertifikasi FSC/SmartWood. Untuk penjelasan keseluruhan mengenai proses dan sistem LEI, kunjungi website LEI di www.lei.co.id. Kedua sistem tersebut memiliki persyaratan yang sulit yang harus dipahami dalam rangka mengetahui dan menghargai keseluruhan proses sertifikasi yang harus dilalui oleh Intracawood. Tim lapangan mengevaluasi konsesi hutan yang dikelola oleh Intraca dengan menggunakan SmartWood Generic Guidelines for Assessing Forest Management (March 2000) yang telah diadaptasikan dengan kondisi lokal dan menggabungkan kriteria dan indikator LEI dari Standar LEI 5001. Tim menilai dokumen pengelolaan dan juga kinerja lapangan dan tergantung pada input stakeholder lokal. Tim fokus pada beberapa permasalahan yang berhubungan dengan penguasaan lahan, keamanan hutan, kegiatan-kegiatan silvikultur untuk produktifitas jangka panjang, kualitas teknis penebangan hutan, dampak pada lingkungan hidup, pemanfaatan hutan dan dampak pada masyarakat lokal dan viabilitas ekonomi dari kegiatan kehutanan. Untuk melengkapi komponen penilaian lapangan, tim tersebut mengikuti langkah-langkah standar dalam proses sertifikasi SmartWood: 1) Analisis Pra-Penilaian – Berdasar temuan scoping, tim membuat evaluasi untuk dokumentasi yang

ada yang meliputi rencana pengelolaan (rencana 20 tahun, 5 tahunan dan rencana tahunan), rencana operasional Intraca, data volume dan tebangan, kegiatan pengembangan masyarakat, penilaian dampak lingkungan dan tindak lanjut monitoringnya, prosedur operasi standar dan peta-peta yang tersedia.Citra LANDSAT VII dari konsesi tersebut yang diambil pada bulan Mei 2000 diperoleh sebelum kunjungan lapangan dilakukan. Citra ini dianalisis pada skala lanskap untuk menentukan keragaman habitat yang terlihat nyata, kualitas hutan dan dampak kegiatan pengelolaan. Selain itu, citra ini juga digunakan oleh pare asesor untuk membuat plot over-flight dari konsesi tersebut.

2) Pemilihan lokasi – Tim menyeleksi lokasi untuk dikunjungi berdasarkan bahan-bahan prapenilaian, analisis citra satelit, hasil over-flight, dan diskusi dengan staf Intracawood. Kunjungan ke masyarakat ditentukan berdasar kedekatan dan di dalam konsesi, komposisi etnis mereka, bukti konflik masa lalu dan sekarang dengan Intraca dan partisipasi dalam program PMDH. Lokasi dipilih untuk produksi hutan dan penilaian ekologi dalam rangka melihat petak tebang yang dipanen berdasar waktu, habitat yang dikonservasi oleh konsesi dan melihat semua kawasan dimana dicurigai ada penebangan liar. Koordinat GPS lokasi yang dikunjungi dan kawasan yang dikaver ditunjukkan dalam peta yang menjadi lampiran dari laporan ini. Proses yang sama juga digunakan selama Audit Verifikasi Prekondisi, dengan penekanan pada pertemuan dengan masyarakat dan evaluasi keamanan penguasaan lahan dalam hal merebaknya kegiatan IPPK di dalam konsesi sejak waktu penilaian awal.

3) Wawancara di lapangan dan Review lokasi – Tim Penilaian bertemu dengan tim pengelolaan lapangan Intraca setiap hari dan assesor kehutanan/ekologi ditemani di lapangan oleh staf pada semua lokasi. Asesor sosial diperkenalkan pada pimpinan desa oleh staf Intracawood, yang kemudian menunggu di tempat lain selama wawancara berlangsung. Asesor kehutanan dan ekologi melakukan kunjungan bersama-sama pada beberapa lokasi dan terpisah pada lokasi lainnya. Asesor sosial melakukan wawancara bersama dengan sosiologis LEI/TUV dan berbagi data dan kesan setelah wawancara tersebut. Bupati Bulungan diwawancara selama proses penilaian untuk menentukan status IPPK di dalam konsesi Intraca. Dalam Audit Verifikasi Prekondisi, tim melakukan wawancara

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 28 of 69 April 2006

kesekian kalinya dan pertemuan dengan anggota masyarakat yang tinggal di desa-desa yang mempunyai klaim lahan di dalam konsesi.

Tabel 3. Ringkasan Kawasan Hutan dan lokasi lain yang dikunjungi oleh Asesor SmartWood selama scoping, Penilaian dan Audit Verifikasi Prekondisi Fase I – Lokasi-lokasi selama kegiatan Scoping:

Lokasi Produksi hutan LingkunganSosial

Base camp HPH X X X Persemaian X X Masalah pekerja X Jalan Sarad yang direhabilitasi dalam RKT 1990/91 X X X Petak Ukur Permanen (PUP) X X X Petak tebang berumur 1bulan (petak 2508) X X X Water & sediment monitoring station (SPAS) X X X Blok tebang aktif (petak 2523) X X X Kebun Plasma Nutfah (KPN) X X X Under-brushing (petak 2481) X X X Base camp lama (abandoned 1997) X X X Pembangunan jalan baru (RKT 2000/01) X X Gunung Tete (petak 2564) X X Recently liberated block (RKT 1994/95) X X Tanaman pengayaan dgn pohon komersial dan pohobuah X X Desa Tanjung Keranjang X Desa Lidung X Desa Seputuk X Desa Kelembunan X Desa Sekatak X Fase II – Lokasi inspeksi selama full Assessment

Lokasi Forester Ecologist Social scientists

Hutan yang tidak ditebang X X Penebangan aktif X X Kebun Plasma Nutfah X Rencana logging 2001 X X Petak yang ditebang tahun 2000 X X X Log Pond X X Hutan unique X X Kawasan lindung khusus ulin X Plot permanen untuk monitoring hutan X X Lokasi monitoring kualitas air sungai X Persemaian X X Fasilitas perbaikan kendaraan X Fly Over di atas konsesi X X Kantor Kamp Bengalun X Kantor Tarakan X X

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 29 of 69 April 2006

IPPK X X Malinau Asst. Bupati X Bulungan Bupati X X Desa Seputuk X Desa Sesua X Desa Tanjung Keranjang X Desa Batu Lidung X Desa Punan Dalau X Desa Tenggiring X Desa Ujang X Desa Pekiliu X Desa Pungit X X Desa Mangkuasar X Fase III - Precondition Verification Audit Inspection Sites

Lokasi Produksi

hutan Lingkungan Sosial Camp Pembinaan, PT. Intracawood; X X X Boundary (ex. IPPK) CV Gunung Agung Lestari X X X Boundary marker site between Intraca and HTI X X X Pondok illegal logging in (ex. IPPK) CV GununAgung Lestari X X CV Prima Wana Bakti (ex. IPPK): landing &logging camp X CV Prima Wana Bakti (ex. IPPK): harvested site X PT Bakti Bumi Perdana (ex. IPPK): Base camKm. 43 X PT Bakti Bumi Perdana (ex. IPPK): Logging site X Log pond IPPK hulu X X Logging camp CV. Sengon Agung Jaya X Cutting block 2002 (logging aktif di petak Noo3453 & 3478) X X Cutting block 2002 (petak inspeksi No. 3475) X X Ex-cutting block 2001 (petak 3432, 3462) X X Planning cutting block URKT 2003 X X Desa Maritam X Kantor Kecamatan Sekatak di Sekatak Buji X Sekatak Buji X Desa Seputuk X Desa Sedulun X Desa Sesua X Desa Ujang X Desa Klembunan X Camp Km 9 (CV Sengon) X X Camp Km 13 (CV Sengon) X X Camp Sekatak, PT Intracawood X Camp Rian, PT Intracawood X Kantor lapangan WWF di Malinau X Fase IV – Lokasi Audit Verifikasi Kinerja

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 30 of 69 April 2006

Lokasi Produksi Hutan Sosial

Kantor PTIM Tarakan X X Logpond IPPK logponds di Desa Sempayang dan Sesua X X Persemaian, Kamp Bengalun X Blok tebang 3424 (2001) X Blok tebang 3433 (2001) X X Blok tebang 3453 (2002) X Blok tebang 3486 (2003) X Kawasan tebangan 2004 X Desa Mendupo X Desa Seputuk X Desa Rian X Desa Sesua X Desa Ujang X PTIM Camp Rian (log pond) X PTIM Camp Bengalun X X PTIM Camp Sekatak X X PTIM Camp Rian X X PTIM Camp Samit (workshop) X Fase V – Performance Verification Audit Inspection Sites 20 Juni 2005 Kantor Tarakan Pertemuan awal dan review dokumen 21 Juni 2005 Kantor Tarakan, Base Camp

Bengalun Review dokumen, perjalanan ke Base Camp Bengalun, pertemuan di base camp

22 Juni 2005 RKT Blok 2005, LOA RKT 2003, LOA RKT 2004,

Inspeksi lapangan: pemeriksaan RIL, kondisi stok tegakan, monitoring erosi, tanaman

23 Juni 2005 PT. Bumi Alam Lestari Area (pemegang SK Bupati yang tumpang tindih dengan Intracawood), Persemaian, Desa Gong Solok I, Desa Mendupo, Camp Sekatak

Pemeriksaan lapangan, wawancara dengan staf lapangan

24 Juni 2005 Base camp Bengalun, Desa Punan Dulau, Lokasi MHR di Desa Punan Dulau, camp Sekatak

Pemeriksaan dokumen, wawancara dengan staff

25 Juni 2005 Kantor Tarakan Penutupan, kembali ke Jakarta 4) Perkembangan Laporan Penilaian – Tanggung jawab untuk bagian-bagian laporan dikonfirmasikan

pada pertemuan perencanaan awal tim. Kemudian, selama penilaian lapang, pertemuan tim dilaksanakan untuk memeriksa temuan dan mengidentifikasi kekurangan. Setelah penilaian lapang, tim bertemu untuk membahas dan menyepakati temuan tim untuk setiap kriteria yang akan diberi nilai, dan prekondisi, kondisi atau rekomendasi yang akan diberikan. Setelah pertemuan ini, tim berpisah dan perkembangan laporan draf difasilitasi oleh Tim Leader selama sebulan. Kemudian laporan tersebut disampaikan kepada SmartWood Task Manager, Jeffrey Hayward untuk review dan editing awal, kemudian dikirim kembali ke perusahaan untuk direview dan kemudian disampaikan kepada peer review independent. Setelah dikomentari peer review, laporan itu kemudian direvisi agar mencerminkan input reviewer ke dalam prekondisi, kondisi dan rekomendasi lain dari tim penilai. Peer reviewer setuju dengan keputusan tim penilai, sehingga sertifikasi dapat diberikan hanya setelah

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 31 of 69 April 2006

perusahaan memenuhi semua prekondisi yang disebutkan dalam laporan. Laporan assessment difinalisasi dan diberikan kepada PT Intracawood pada bulan Desember 2001. Setelah beberapa kali pertemuan mengenai kemajuan di sepanjang tahun 2002, dan kunjungan singkat pada awal July 2002, perusahaan menunjukkan kesiapan untuk melaksanakan audit verifikasi prekondisi pada bulan Oktober 2002. Laporan audit ini diselesaikan pada bulan November 2002 dan disampaikan kepada Intracawood. Laporan audit ini telah digabungkan dalam finalisasi laporan sertifikasi untuk ringkasan publik untuk menunjukkan bidang-bidang yang telah mengalami kemajuan sejak penilaian awal. Laporan ini kemudian disetujui oleh Komite Keputusan Sertifikasi Kantor Pusat SmartWood yang terdiri dari Richard Donovan dan Jon Jickling pada bulan April 2003.

Fase IV – setelah masa jeda selama 14 bulan dari waktu audit lapangan pada bulan Oktober 2002 hingga waktu perusahaan meminta melanjutkan sertifikasi pada bulan Desember 2003, satu audit lapangan lagi dilaksanakan pada bulan Pebruari 2004. Setelah delapan bulan perusahaan meminta SmartWood untuk mereview ijin baru tersebut dan menfinalisasi pemenuhan satu-satunya prekondisi yang masih tersisa. Keterlambatan penyelesaian itu karena volume pekerjaan SmartWood yang tidak mengijinkan kantor Indonesia untuk segera menyelesaikan finalisasi laporan hingga April/Mei 2005. Pada masa ini, duabelas bulan sejak audit sebelumnya pada bulan Pebruari 2004, SmartWood mewajibkan adanya satu audit verifikasi kinerja yang segera dijadwalkan. Fase V – audit verifikasi kinerja dilakukan pada bulan Juni 2005 untuk mengevaluasi kepatuhan perusahaan terhadap standar sertifikasi sejak dilakukannya audit lapangan terakhir. Auditor merekomendasikan untuk menerbitkan dua prekondisi terhadap sertifikasi (CAR major). Pemenuhan prekondisi ini oleh perusahaan direview oleh SmartWood, dan dinyatakan sudah memenuhi dan keputusan untuk mensertifikasi PT Intracawood Manufacturing dibuat pada tanggal 22 Maret 2006. Laporan penilaian sertifikasi dan ringkasan publik dari laporan itu kemudian difinalisasi. 2.4. Pedoman

Penilaian Intracawood dilaksanakan dengan menggunakan SmartWood Guidelines for Assessing Forest Management, March 2000, yang telah disetujui oleh FSC dan yang telah dihubungkan dengan Kriteria dan Indikator LEI. Pada saat assessment, tidak ada pedoman nasional atau regional yang didukung oleh FSC untuk menilai pengelolaan hutan di Indonesia. Dalam konteks JCP, standar LEI harus dimasukkan dalam pedoman lapangan oleh assesor. SmartWood mengembangkan versi pertama untuk standar umum yang telah diadaptasi secara lokal untuk Indonesia pada bulan Oktober 2000. Kemudian versi kedua, dengan judul yang sama, pedoman ini disiapkan pada bulan Pebruari 2001 untuk dikomentari stakeholder dan diselesaikan sebelum penilaian lapangan pada bulan Maret 2001. Guideline (pedoman) ini memasukkan indikator dan verifier yang spesifik dari Kriteria dan Indikator LEI dalam struktur Prinsip dan Kriteria FSC. Kriteria dan Indikator LEI merupakan sekumpulan indikator dan verifier yang paling bisa diterapkan dalam standar untuk Indonesia dan merujuk semua hukum, aturan dan persyaratan administrasi nasional yang relevan. Rainforest Alliance melihat MOU antara LEI dan FSC sebagai dasar dimana kriteria dan indikator LEI digabungkan setelah melalui proses konsultasi yang panjang. Upaya ini dikoordinasikan melalui staff LEI. Pada tahun 2003, standar tersebut kemudian direvisi berdasarkan masukan yang muncul pada lokakarya P2P3 dan dengan pertimbangan rekomendasi dari “Pelaksanaan Prinsip 2 dan 3 FSC di Indonesia, Kendala dan Peluang”, Aman, Walhi, Rainforest Foundation, 2003. Revisi standar juga didasarkan pada hikmah yang diambil dari pelaksanaan penilaian hutan di negara ini, berdasar dokumen-dokumen berikut ini” Laporan Penilaian Sertifikasi Hutan SmartWood untuk PT Intracawood Manufacturing”, Rainforest Alliance, November 2001; “Laporan Penilaian Sertifikasi Hutan SmartWood untuk PT Inhutani I – Labanan”, Rainforest Alliance, November 2001; Laporan Penilaian Sertifikasi Hutan SmartWood untuk PT Xylo Indah Pratama”, Rainforest Alliance, April 2000; dan, “Laporan Penilaian Sertifikasi Hutan SmartWood untuk PT. Sari Bumi Kusuma”, Rainforest Alliance, Desember 2002.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 32 of 69 April 2006

Berdasar sistem sertifikasi yang diakreditasi oleh FSC, temuan, skor, prekondisi, kondisi dan rekomendasi disajikan menurut struktur Prinsip dan Kriteria FSC, sedangkan Kriteria dan Indikator LEI disisipkan dalam kriteria yang sesuai. Pengumuman untuk publik tentang penilaian mengundang komentar dan masukan para stakeholder terhadap standar sebelum kegiatan penilaian. SmartWood memiliki daftar stakeholder yang digunakan untuk menginformasikan tentang kegiatan penilaian dan menyimpan beberapa komentar yang diterima dalam file. Guideline (pedoman) yang digunakan untuk penilaian ini bisa diperoleh melalui website SmartWood, www.smartwood.org atau menghubungi SmartWood baik di Vermont, USA (email: [email protected]) atau di Jakarta, Indonesia (email: [email protected]).

2.5. Proses dan Hasil konsultasi Stakeholder SmartWood menyiapkan catatan singkat untuk stakeholder yang dibagikan 30 hari sebelum assessment. Dokumen konsultasi publik ini disiapkan secara bersama-sama oleh SmartWood dan PT TUV International Indonesia (dalam bahasa Inggris dan Indonesia) melalui email, faks, dan kirim langsung di Indonesia untuk mencari input mengenai proses sertifikasi Intracawood. Catatan singkat tersebut menjelaskan kapan kegiatan penilaian akan berlangsung, ruang lingkup evaluasi dan ketersediaan standar penilaian hutan serta detil kontak lembaga sertifikasi yang terlibat. Informasi yang sama juga dimuat dalam koran nasional dan lokal 30 hari sebelum kegiatan penilaian dimulai. SmartWood menghubungi organisasi-organisasi lingkungan hidup, kesejahteraan sosial dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dan juga yayasan-yayasan, universitas regional, lembaga pemerintahan dan pers. Undangan dikirim kepada para stakeholder ini untuk hadir dalam pertemuan-pertemuan publik yang diselenggarakan:

- Pada tingkat nasional di Jakarta;

- Pada tingkat propinsi di Samarinda;

- Pada dua ibukota kabupaten; Malinau (Kabupaten Malinau) dan Tanjung Selor (Kabupaten Bulungan).

Penting untuk dicatat bahwa dalam satu bulan sebelum penilaian Intracawood, SmartWood telah melaksanakan kegiatan penilaian pada PT Austral Byna (Kalimantan Tengah) dan PT Inhutani Labanan – I (Kalimantan Timur), dengan konsultasi stakeholder pada tiga tingkat yang sama, sehingga memberikan peluang bagi stakeholder yang bersangkutan bertemu dengan perwakilan SmartWood dan memberikan komentar mengenai standar dari proses sertifikasi.

Sebelum kegiatan penilaian, konsultasi juga dilakukan dengan ilmuwan dan staff LSM yang mempunyai pengetahuan yang relevan mengenai pengelolaan hutan berkelanjutan di Kalimantan Timur. (Lihat daftar stakeholder yang diwawancarai dalam Lampiran I pada laporan sertifikasi yang lengkap). Kegiatan penilaian lapangan dilakukan kurang lebih selama 10 hari (12-22 Maret , 2001), yang meliputi pertemuan pendahuluan dan briefing dengan staff Intracawood pada kantor produksi di Tarakan. Wawancara dan diskusi dengan staff Intracawood juga dilaksanakan di sepanjang proses penilaian. Jadwal penilaian sangat ketat, khususnya dengan mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan dari satu tempat ke tempat lainnya di sekitar HPH, namun serangkaian wawancara dan pertemuan publik memberikan peluang yang cukup untuk menilai permasalahan sosial. Selain stakeholder LSM/NGO yang menjadi rekan konsultasi ada stakeholder kunci lain yang mewakili bidang-bidang tertentu. Sebagai contoh adalah yang meliputi tetapi tidak terbatas pada kelompok masyarakat yang terkena dampak oleh kegiatan Intraca; universitas atau lembaga penelitian yang mengetahui perusahaan tersebut (mis, i.e., Universitas Mulawarman – Samarinda, Pajajaran University – Bandung, Universitas Tujuh Belas Agustus – Samarinda, Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan – Forest Research Headquarter – Samarinda, Badan Penelitian dan Pengembangan – Institute of Research and Development – Jakarta); lembaga pemerintah yang mengetahui perusahaan (Kanwil Kehutanan, Dinas Kehutanan, Departemen Kehutanan, Departemen Tenaga Kerja); lembaga lingkungan hidup pemerintah yang kenal perusahaan ini (BAPEDALDA – Samarinda, Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan, Kanwil Dephutbun – Samarinda, Bidang Konservasi Sumber Daya Alam – Kanwil Dephutbun – Samarinda).

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 33 of 69 April 2006

Selain pertemuan-pertemuan publik, konsultasi dengan stakeholder tingkat desa juga dilakukan melalui beberpa pertemuan kelompok kecil, biasanya dengan pimpinan desa tetapi juga dengan anggota masyarakat lainnya dan karyawan Intracawood, termasuk mereka yang tinggal di desa sekitar. Masyarakat diseleksi untuk diwawancarai berdasar kriteria yang dibahas pada Bab 2.3. Perwakilan dari LSM lokal sangat terus terang dalam mengungkapkan pandangan mereka pada pertemuan-pertemuan publik pada dua kabupaten. Perwakilan LSM dari Samarinda diwawancara melalui telepon. Akhirnya, kunjungan lapang diselesaikan dengan survey udara pada konsesi itu yang memampukan tim untuk merespon keprihatinan stakeholder yang memerlukan perspektif lanskap dan inspeksi pada: tipe habitat dan kualitas hutan, kualitas air sungai, erosi, besarnya kerusakan hutan di sekitas konsesi, dan besarnya penebangan oleh operator lain dalam perbatasan konsesi. Selama audit verifikasi prekondisi, asesor sosial SmartWood LEI menyelenggarakan berbagai pertemuan dengan masyarakat lokal dan stakeholder lokal, yang sering dimulai dengan kunjungan ke masyarakat pada pagi hari dan diteruskan hingga malam. Terlampir dalam laporan ini adalah daftar individu dan organisasi yang diwawancarai dalam audit ini. Permasalahan yang diidentifikasi melalui komentar stakeholder dan pertemuan-pertemuan publik Kegiatan konsultasi stakeholder diselenggarakan untuk memberikan kesempatan kepada para peserta berkomentar menurut kategori umum berdasar kriteria penilaian. SmartWood menerima input yang sangat berharga dari stakeholder ini selama pertemuan. Beberapa informasi informal dan formal diterima oleh stakeholder ini setelah penilaian awal, dan hal ini ditindaklanjuti selama audit prekondisi. Secara umum, besarnya partisipasi langsung LSM nasional dan internasional dalam proses sertifikasi SmartWood ini sangat terbatas – kaerna banyak organisasi ini telah menandatangani himbauan WALHI (FoE Indonesia) pada bulan Maret 2001 mengenai moratorium sertifikasi. Himbauan ini diwujudkan dengan dimulainya studi mengenai penerapan Prinsip 2 dan 3 FSC di Indonesia, yang dimotori oleh AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) dan WALHI. Dan didanai oleh DfID, GTZ dan Ford Foundation. Selama masa studi ini, SmartWood sangat sensitif terhadap permintaan Direktur FSC Heiko Leideker bahwa lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh FSC harus menunggu rekomendasi hasil studi ini sebelum mengeluarkan sertifikat baru di Indonesia. SmartWood bekerja sama penuh dengan studi ini dan menerima temuan-temuan dari Analisis P2P3 FSC terhadap hukum Indonesia dan proses-proses reformasi dengan antisipasi yang besar, karena hal ini secara substansial akan mempengaruhi proses-proses sertifikasi. Asesor SmartWood yang telah terlibat dalam penilaian PT Intracawood (Jim Jarvie, Aisyah Sileuw, Alex Hinrichs, and Jeff Hayward) berpartisipasi dalam lokakarya multipihak yang berlangsung pada 29-31 Januari 2003 di Jakarta. Sehubungan dengan sertifikasi di Intracawood, beberapa komentar yang muncul dari studi ini telah ditambahkan pada tabel komentar stakeholder untuk ditanggapi SmartWood secara spesifik. Tabel berikut ini meringkas permasalahan yang diidentifikasi oleh tim penilai awal, dengan pembahasan singkat pada setiap hasil wawancara atau komentar dalam pertemuan publik. Selain itu, komentar yang datang kemudian, setelah penilaian tersebut, juga telah dimasukkan dalam tabel ini. Tabel 4. Ringkasan permasalahan yang muncul selama konsultasi dengan stakeholder

Prinsip FSC Komentar Stakeholder Tanggapan SmartWood P1: Komitmen pada Prinsip FSC dan pada hukum

1.1. (Ketaatan pada hukum nasional/lokal)

Fase II: Peserta pada pertemuan Samarinda memperingatkan bahwa kebijakan

Fase II: Kenyataannya Intraca terjebak dalam kebijakan yang bertentangan ini. Tim

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 34 of 69 April 2006

pemerintah mengenai pengelolaan hutan bertentangan satu sama lain. Khususnya mengenai pengeluaran ijin penebangan jangka pendek dalam kawasan konsesi. Seorang peserta pada pertemuan Tanjung Selor mengatakan bahwa tidak ada kesepakatan antara tingkat pemerintah mengenai hutan apa yang boleh dikonversi menjadi fungsi pertanian. Mereka menyarankan bahwa pemerintah harus memberikan penguasaan yang jelas kepada Intracawood agar dapat menjalankan SFM. Fase III: Proses pengukuhan hutan yang belum selesai pada PT Inhutani atau Intracawood sehingga mengundang masalah legalitas penguasaan lahan. Fase V: Ada keprihatinan yang disampaikan kepada SmartWood bahwa perpanjangan ijin mungkin belum mengikuti proses yang sesuai.

merumuskan prekondisi yang menghendaki bahwa Intracawood harus proaktif dalam menstabilkan kontrol mereka atas konsesi tersebut, sementara mereka juga mengakui bahwa mereka perlu bekerja sama dengan pemerintahan daerah mengenai hal ini. {Prekondis 1} Fase III: Sebagai unit pengelolaan yang disubkontrakkan dalam kawasan HPH PT Inhutani I, maka tanggung jawab atas pengukuhan hukum untuk keseluruhan kawasan unit pengelolaan adalah PT. InhutaniI. Intracawood memiliki pengukuhan hukum atas kawasan hutan lindung dan dengan perbatasan pada Adindo, sebuah perusahaan non-PT Inhutani. Penandaan batas secara keseluruhan dari kawasan Intracawood akan dikehendaki, namun hal ini dapat terjadi setelah PT Intracawood meminta dan dijamin sebagai konsesi individual. {Kondisi baru 09/02} Fase V: SmartWood menerbitkan prekondisi yang meminta perusahaan untuk memberikan klarifikasi resmi dan legal sehubungan denganperpanjangan ijin {CAR 1 – 2005}

1.4. (Konflik antara hukum, peraturan dan Prinsip-Prinsip dan Kriteria FSC)

Fase II: LSM internasional dan nasional mengungkapkan keprihatinan secara tertulis tentang kesesuaian hukum-hukum di Indonesia(khususnya UUK 41/1999) dengan prinsip-prinsip FSC yang menyangkut hak-hak masyarakat adat atas lahan mereka. Beberapa LSM khawatir bahwa hukum hanya mengakui lahan milik swasta dan milik negara (yang meliputi lahan yang dianggap masyarakat adat sebagai milik mereka), dan bahwa hal ini mencegah pengakuan hak masyarakat adat. Fase III: 90% dari lahan hutan di Indonesia belum dikukuhkan secara hukum ataupun dialihkan pada yuridiksi Departemen Kehutanan, sehingga pengukuhan hukum harus dilakukan sebelum sertifikasi.

Fase II: Tim mereview hukum dan menyimpulkan bahwa diperlukan pedoman pelaksanaan tambahan untuk menjaga hak-hak masyarakat adat. Namun, tim berpikir bhawa Intraca masih dapat disertifikasi dalam kerangka hukum sekarang, dengan prekondisi/kondisi bahwa Intraca mengambil beberapa langkah khusus untuk mengidentifikasi dan mengakomodasi hak masyarakat lokal pada prakteknya. {Prekondisi 3 & 4} Fase III: Pengukuhan hutan negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Untuk konsesi yang diterbitkan dimana pemerintah belum memenuhi kewajibannya, konflik antara hukum dan apa yang menjadi kontrol dan kewenangan perusahaan menjadi masalah tersendiri. Batas-batas sudah dibuat di kawasan HPH yang diwajibkan. Ukuran batasdan keamanan penguasaan harus ada sementara unit pengelolaan menunggu pemerintah untuk memenuhi tanggung jawabnya untuk menyelesaikan proses

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 35 of 69 April 2006

pengukuhan itu. Intraca memiliki peta dasar yang kuat, citra satelit dan teknologi GIS /GPS technology untuk mendokumentasikan dan merencanakan kegiatan pada kawasan hutan yang sudah pasti. Wawancara dengan masyarakat lokal menunjukkan pemahaman antara kawasan masyarakat dan kawasan Intracawood. {Kondisi 07/02} Fase IV: Delineasi batas yang konsisten dengan ijin baru HPH (bukan kawasan baru) harus diselesaikan dalam 3 tahun sejak dari terbitnya ijin itu. Intracawood melakukan kegiatan pertama monitoring yang terus menerus terhadap pengaruh Intracawood padapolici atau aparat untuk mengatasi sengketa yang lebih luas yang akan dievaluasi sebagai bagian dari audit enam bulan pertama.

1.5. (Penebangan Liar)

Fase II: Banyak ilmuwan dan LSM mengungkapkan keprihatinan mereka secara lisan dan tulisan mengenai berlebihnya kapasitas industri kayu Indonesia dan besarnya penebangan liar, pada tingkat nasional, yang diperkirakan mencapai lebih dari separuh kayu yang ditebang dari hutan Indonesia. Phase III-IV: Analisis input bahan baku pada pabrik PT Intracawood pada tahun 2002 menunjukkan 70% log tidak berasal dari sumber legal (mis, HPH, HTI atau kawasan konservasi lahan yangdisetujui oleh pemerintah – IPK).

Fase II: Penebangan liar merupakan masalah utama di seluruh Kalimantan dan daerah lain di Indonesia. Penebangan yang saat ini dilaksanakan dalam ijin-ijin IPPK dari pimpinan kabupaten merupakan bentuk ketidakpastian hukum, namun memiliki dukungan politik yang kuat. Umumnya, Intracawood telah mengambil langkah untuk mengontrol penebangan liar, yang akan mempengaruhi penebangan IPPK di masa depan. Kondisi atau prekondisi khusus mensyaratkan bahw Intracawood harus bernegosiasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat untuk mengurangi ancaman dari penebangan IPPK. {Prekondisi 1} {Kondisi 5/02} Phase III-IV: Cakupan sertifikat FM/COC adalah HPH hingga pabrik, namun tidak mencakup di dalam industri atau persyaratan suplainya. Karena stakeholder telah memunculkan keprihatinan ini, SmartWood telah mensyaratkan bahwa pabrik Intracawood harus melembagakan rencana pengambilan kayu untuk masa transisi dan mengurangi kayu pada industri dalam masa sertifikasi.

P2: Hak Penguasaan, Hak guna dan tanggung jawab 2.1. (Hak Penguasaan dan persetujuan tanpa paksaan)

Fase II: LSM internasional dan nasional menyatakan bahwa konsesi beroperasi di kawasan di mana tidak ada jaminan persetujuan tanpa paksaan bagi masyarakat lokal dengan klaim lahan yang berada dalam kawasan konsesi.

Fase II: Konsesi tersebut diterbitkan oleh pemerintah, yang seharusnya menjamin persetujuan tanpa paksaan pertama kali. Karena gagal memenuhi ini, SmartWood telah mengevaluasi apa yang bisa dilakukan oleh Perusahaan untuk mendokumentasikan

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 36 of 69 April 2006

Fase III: Konflik kepentingan antara kantor kehutanan nasional, propinsi dan kabupaten mengabaikan keamanan penguasaan oleh unit pengelola hutan, apalagi dengan alokasi untuk IPPK dan IUHPPK.

dan menyelesaikan klaim lahan. Yang terpenting dari hal ini adalah bahwa Intracawood mendapatkan kesepakatan yang sesuai dengan para pelaku klaim, untuk menjamin persetujuan tanpa paksaan sebelum ada kegiatan pengelolaan. Hal ini ditangani dalam kondisi/prekondisi sertifikasi. {Prekondisi 3 & 4, Kondisi 5} Fase III: Intracawood telah bekerja sama sangat dekat dengan departemen kehutanan (nasional, propinsi dan kabupaten), pemerintah, masyarakat lokal dan dengan pelaksana IPPK/IUHPPK hingga mencapai konsensus untuk menghentikan semua ijin ini dalam kawasan konsesi dan segera menghentikan kegiatan yang tengah berlangsung. Beberapa konsesi yang lain dengan masalah IPPK ini akhirnya mampu mengendalikan situasi ini. Langkah Intraca untuk menghentikan IPPK dan mengeluarkannya dari kawasan HPH merupakan langkah besar. {Kondisi baru 1/02}

2.2. (Hak-hak masyarakat lokal)

Fase II: Perwakilan LSM dan pemerintah daerah pada pertemuan publik menunjukkan perlunya bertemu langsung dengan masyarakat lokal yang terkena dampak selama proses penilaian untuk mendapatkan pandangan mereka. Mereka merasa bahwa Intracawood harus mengakomodasi hak-hak dan kebutuhan masyarakat dalam kegiatan mereka. Tim diperingatkan akan adanya individu yang membuat klaim palsu.

Fase II: Tim penilai mengunjungi hampir semua desa-desa yang mempunyai andil dalam konsesi Intraca dan mewawancarai pimpinan adat dan anggota masyarakat. Lembaga LSM Dayak merupakan peserta yang aktif dalam pertemuan-pertemuan publik tingkat kabupaten. {Prekondisi 3 & 4}

Fase II: Pimpinan masyarakat, khususnya yang ada di kawasan Sungai Sekatak, menganggap bahwa hak-hak mereka atas lahan desa yang berada dalam kawasan konsesi Intraca tidak diakui dan dihormati oleh perusahaan tersebut. Beberapa desa memiliki keluhan terhadap Intraca sehubungan dengan kegiatan penebangan di masa lalu, dan semua ingin diajak bicara sebelum ada kegiatan pengelolaan di kawasan mereka.

Fase II: Wawancara dilakukan pada beberapa desa yang terkena dampak untuk membahas masalah ini dan menentukan besarnya klaim. Klaim tersebut dibahas dengan tim pengelola Intraca. Kebutuhan untuk mendokumentasikan dan menyelesaikan klaim ini dinyatakan dalam Kondisi atau Prekondisi sertifikasi. {Preconditions 3 & 4}

Fase II: PMDH (Program Pengembangan Masyarakat Desa Hutan) tidak dilaksanakan dengan cara yang partisipatif dan tidak meliputi banyak desa yang terkena dampak langsung oleh kegiatan penebangan di Intracawood. Beberapa kegiatan pengembangan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan dan keahlian

Fase II: Tuduhan ini segera diperiksa di lapangan dan ditemukan beberapa hal yang positif meskipun Intraca terlihat berusaha dengan tulus untuk melaksanakan program PMDH secara efektif. Ada kondisi yang dikenakan di mana Intracawood harus lebih banyak melakukan konsultasi yang lebih

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 37 of 69 April 2006

masyarakat target. Fase III: No agreements have been negotiated with the communities allowing Intracawood to log the communities areas with their prior and informed consent. Apakah kawasan adat telah dipetakan?

komprehensif sebelum memilih desa-desa PMDH dan merancang kegiatannya. {Kondisi 11} Fase III: Intracawood menyimpan kesepakatan tertulis formal dengan semua masyarakat yang memiliki klaim hutan adat untuk setiap areal di dalam konsesi yang akan ditebang oleh Intracawood, sebelum Intraca memulai kegiatan penebangan. Untuk beberapa blok tebang RKT 2002/2003 proses ini memakan waktu 3 hingga 4 bulan. Kesepakatan formal ini sedang dihubungkan dengan fee yang dapat dibayarkan per kubik meter yang dikeluarkan, dengan proyek-proyek pengembangan masyarakat in kind, dengan identifikasi situs-situs khusus dan persetujuan rencana penebangan dan resolusi sengketa-sengketa lain. {Kondisi 3/02} Intracawood telah melakukan beberapa pemetaan desa yang dikerjakan bersama dengan anggota masyarakat lokal dan hal ini merupakan upaya berkelanjutan sebagai bagian dari proses yang digarisbawahi tersebut di atas. Peta-peta ini digunakan sebagai bagian dari proses untuk menyelesaikan klaim dan untuk bernegosiasi dengan masyarakat mengenai kawasan hak-hak adat.

2.3. (Mekanisme untuk menyelesaikan sengketa)

Fase II: LSM lokal dan masyarakat lokal melaporkan sejumlah klaim lahan traditional yang belum diselesaikan di dalam konsesi. Secara implisit dalam keluhan ini adalah perlunya mengembangkan mekanisme untuk menyelesaikan sengketa. Fase III: Metode resolusi konflik atau sengketa yang layak belum dikembangkan. Intraca tergantungpada aparat seperti Brimob dan polisi untuk menyelesaikan masalah.

Fase II: Wawancara dilakukan dengan pimpinan-pimpinan masyarakat yang terkena dampak untuk mempelajari lebih lanjut mengenai sifat dan ruang lingkup dari klaim ini. Staff Intraca telah diberitahu akan perlunya memperluas negosiasi klaim lahan desa ke seluruh kawasan konsesi. Kondisi/prekondisi mensyaratkan Intraca untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan klaim. {Kondisi 4, 5, 7, & 8} Fase III: Intracawood sekarang ini telah mendokumentasikan mekanisme untuk menangani klaim dan sengketa lahan masyarakat. Hingga November 2001 telah diidentifikasi dengan masyarakat lokal dan pemerintah daerah adanya 92 tipe klaim masyarakat yang berbeda. Ada daftar klaim yang disetujui.Untuk setiap desa ada supervisor Intracawood yang ditunjuk dengan sebuah mandat untuk bekerja dengan masyarakat dan menyelesaikan konflik. Proses ini masih berlangsung.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 38 of 69 April 2006

Proses ini bisa dibuat lebih partisipatif dan disepakati bersama. {Kondisi 03/02}

P3 – Hak-hak masyarakat adat 3.1. (Hak masyarakat adat atas lahan)

Fase II: SAMA DENGAN 2.1, 2.2. DI ATAS Fase III dan IV: Sudahkah lahan masyarakat adat diakui dan dihormati oleh Intracawood? Apakah klaim-klaim lahan ini telah ditetapkan secara hukum?

Fase II: SAMA DENGAN 2.1, 2.2. DI ATAS Fase III dan IV: PT Intracawood tidak memiliki kewenangan untuk mengukuhkan kawasan hak adat secara hukum. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. PTIM bersedia untuk mengakui dan mengakomodasi klaim. PTIM secara pasti bersedia membahas solusi terbaik untuk menyeimbangkan kepentingan perusahaan dan masyarakat. Upaya-upaya untuk mengcopy kesepakatan-kesepakatan tertulis (meskipun logging jadi terlambat beberapa bulan) merupakan indikasi yang kuat bahwa perusahaan tersebut sangat serius untuk menghormati klaim-klaim dari masyarakat adat.

3.2. (Sumberdaya masyarakat adat)

Fase II: Beberapa perwakilan masyarakat lokal mengindikasikan bahwa kegiatan pengelolaan hutan telah mengurangi jumlah hasil hutan non kayu, binatang buruan dan tanaman obat. Banyak masyarakat mengeluh soal kualitas air sungai menurun dan mengurangi jumlah ikan di beberapa areal yang ditebang oleh Intraca.

Fase II: Wawancara dilakukan untuk mengevaluasi keabsahan klaim-klaim ini. Penemuan fakta yang terus berlanjut diperlukan untuk menentukan penyebab dan memonitor besarnya dampak. Kondisi atau prekondisi khusus dirumuskan yang menghendaki Intraca untuk menilai dan memonitor dampak pada sumberdaya hutan dan kualitas air dan mengembangkan prosedur-prosedur untuk menghindari dampak-dampak seperti ini di masa depan. {Prekondisi 3 & 6, Kondisi 4, 14, 18, & 21}

3.3. (Penghormatan pada tempat-tempat khusus)

Fase II: Sejumlah kecil desa mengklaim bahwa lokasi kuburan telah dirusak oleh kegiatan penebangan. Fase III dan IV: Stakeholder mengangkat isu kasus desa Punanyang lama dan yang ada sekarang di Bengalundimana ada perusakan terhadap kuburan dilahan mereka.

Fase II: Kasus-kasus khusus diinvestigasi melalui wawancara dengan masyarakat lokal. Hal ini tidak terlihat menjadi problem besar, namun harus ditangani melalui mekanisme resolusi sengketa yang baru. Kondisi atau prekondisi khusus dirumuskan yang menghendaki Intraca untuk mengidentifikasi situs-situs penting dan mengembangkan prosedur untuk menghindari perusakan kawasan-kawasan seperti ini. {Prekondisi 3, 4, & 5, Kondisi 4, 5, 7, & 8} Fase IV:

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 39 of 69 April 2006

Kompensasi dan perbaikan kerusakan pada dua kuburan nenek moyang Punan yang berasal dari tahun 1997, diselesaikan pada tahun 2002 dengan kepuasan pada masyarakat. Hal ini ditangani melalui musyawarah tradisional untuk membangun konsensus.

P4: Hubungan Masyarakat dan Hak-Hak Pekerja 4.1. (Peluang pekerjaan untuk masyarakat terdekat)

Fase II: Banyak pimpinan adat yang diwawancara mengeluhkan bahwa Intraca tidak memberikan peluang yang cukup untuk pekerjaan dan pelatihan bagi masyarakat Dayak yang tinggal di dalam dan sekitar konsesi. Pendapat ini juga disuarakan dalam pertemuan publik di TanjungSelor.

Fase II: Tim memeriksa daftar karyawan dan asal mereka dan memeriksa silang informasi tersebut dengan karyawan Intraca. Sebagian besar mereka berasal dari Tarakan, tetapi tidak banyak berasal dari desa di dalam atau dekat konsesi tersebut. Sebagian besar karyawan berasal dari Jawa dan Sulawesi dan beberapa dari daerah di Kalimantan. Di antaradesa-desa yang dikunjungi oleh tim penilai, hanya Desa Tanjung Keranjang yang mempunyai lebih dari satu atau dua penduduknya bekerja untuk Intraca. Masyarakat lokal cenderung dipekerjakan sebagai kruiser atau pada posisi-posisi sementara. Manajemen perusahaan menyatakan bahwa masyarakat lokal tidak memiliki kualifikasi untuk pekerjaan yang membutuhkan kemampuan atau pengetahuan teknis. Kebutuhan untuk meningkatkan peluang pekerjaan lokal ditangani sebagai kondisi untuk sertifikasi. {Kondisi 10}

4.4. (Konsultasi dengan masyarakat lokal yang terkena dampak pengelolaan hutan)

Fase II: Hampir semua pimpinan masyarakat yang diwawancara menyatakan bahwa Intraca tidak berkonsultasi dengan mereka sebelum mulai kegiatan penebangan pada lahan desa, ataupun menjaga hubungan dengan masyarakat secara efektif.

Fase II: Sebuah kondisi dirumuskan untuk mensyaratkan adanya konsultasi dan kesepakatan sebelumnya dengan masyarakat terkena dampak sebelum kegiatan penebangan dimulai. {Kondisi 5} Fase III dan IV: Intracawood tidak memulai operasional tahunannya sampai mereka berkonsultasi dengan masyarakat lokal tentang kegiatan operasional mereka. Dalam kawasan di mana mereka akan aktif menebang pada satu tahun tertentu, masyarakat akan mengetahui batas-batasnya. Hal ini adalah proses pengembangan hubungan yang telah dikembangkan oleh tim perhutanan sosial Intraca selama masa lima tahun.

4.5. (Mekanisme untuk menyelesaikan sengketa)

Fase II: SAMA DENGAN 2.3. DI ATAS

Fase II: SAMA DENGAN 2.3. DI ATAS

P5: Manfaat dari Hutan.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 40 of 69 April 2006

5.5. (Menjaga/ meningkatkan daerah aliran sungai dan perikanan)

Fase II: Beberapa masyarakat mengeluhkan bahwa kegiatan penebangan telah meningkatkan endapan dalam sungai yang mengalir ke petak tebang sekarang, karenanya mengurangi kualitas air yang digunakan untuk kebutuhan rumah tangga. Hasil ikan juga menurun secara dramatis, yang diyakini sebagai akibat dari penggunaan racun untuk menangkap ikan yangdilakukan oleh staff Intraca. Penduduk Malinau melaporkan bahwa sungai Malinau banjir lebih sering dan tak bisa diramalkan sebagai akibat dari kegiatan Intraca. Seorang peserta pada pertemuan Tanjung Selor mengeluh bahwa kegiatan Intraca telah mencemari air yang menjadi gantungan bagi masyarakat untuk penggunaan dalam rumah tangga.

Fase II: Kunjungan lapangan menunjukkan bahwa pembangunan jalan dalam blok tebang sekarang meningkatkan tumpukan endapan di sungai-sungai kecil. Kualitas air dalam sungai Bengalun dipengaruhi oleh kegiatan penebangan perusahaan lain dan tambang batubara, yang membuat sulit mengetahui berapa endapan tersebut disebabkan oleh kegiatan Intracawood. Kondisi dan prekondisi mensyaratkan Intraca untuk mengurangi dan memonitor endapan dari pembangunan jalan logging dan jalan sarad {Prekondisi 5 & 6, Kondisi 13, 14, & 23}

5.5 (Memelihara, meningkatkan daerah aliran sungai/perikanan)

Fase II: Seorang peserta pada pertemuan Tanjung Selormenuduh bahwa Intraca lebih tepat dikatakan mengelola kayu daripada mengelola ekosistem hutan.

Fase II: Intraca diwajibkan untuk merevisi rencana pengelolaannya dan memperbaiki kegiatan operasional lapangannya untuk mencapai SFM, termasuk pelaksanaan RIL. {Conditions 13 & 20}

5.6. (tingkat penebangan yang lestari)

Fase II: LIHAT POIN 1.1.dan 1.5. di atas

Fase II: LIHAT POIN 1.1.dan 1.5. di atas

P6: Dampak pada lingkungan hidup

Fase II: Peserta di kedua kabupaten (Malinau dan Tanjung Selor) mengatakan bahwa Intraca tidak peduli dengan masalah lingkungan pada kegiatan operasionalnya. Lihat 5.5 untuk pembahasan tentang kualitas air.

Fase II: Pemeriksaan lapangan dan wawancara staf Intraca menunjukkan bahwa sistem perusahaan untuk pengelolaan lingkungan hidup (terutamanya kegiatan operasional dan pembangunan jalan tarik) sangat lemah. Pengembangan prosedur pengelolaan lingkungan yang lebih kuat ke dalam perencanaan operasional merupakan prekondisi terhadap sertifikasi. {Preconditions 2, 5, & 6, Conditions 1 & 20}

P7: Rencana Pengelolaan

Fase II: Lihat 1.1

Fase II: Lihat 1.1

7.4. (Ketersediaan dokumen untuk publik)

Fase II: Tidak ada komentar khusus yang dibuat mengenai masalah ini, hanya terlihat nyata bahwa konflik yang ada sekarang dengan masyarakat dapat dikurrangi melalui keterbukaan informasi-informasi operasional.

Fase II: Kondisi mensyaratkan Intracawood untuk secara terbuka memberikan informasi kunci mengenai rencana pengelolaannya dan hasil-hasil monitoringnya. {Condition 20} Fase V: Intracawood harus menyiapkan ringkasan publik dari rencana pengelolaannya {CAR 4-2005}.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 41 of 69 April 2006

P8: Monitoring & Penilaian

Fase II: Tidak ada komentar yang dibuat mengenai permasalahan ini kecuali yang telah ditunjukkan dalam hal monitoring kualitas air.

Fase II: Lihat 7.4

P9: Pemeliharaan hutan dengan nilaikonservasi tinggi

Fase II: Semua pakar ekologi yang diwawancarai tim penilai mengungkapkan pendapat bahwa hutan alam yang masih tersisa di Kalimantan harus dianggap sebagai HCVF. Hutan dataran rendah yang terus berkurang di dalam konsesi Intracawood oleh karenanya harus dipertimbangkan sebagai HCVF.

Fase II: Prinsip kehatian-hatian digunakan dalam menilai habitat selama penilaian, dengan anggapan bahwa hutan dalam konsesi Intracawood merupakan HCVF. Satu prekondisi mensyaratkan Intracawood untuk mengidentifikasi dan melindungi jenis-jenis habitat dengan proporsi yang tepat terhadap luasan kawasan konsesi. {Prekondisi 2, Kondisi 2, 3, 16, 17, 18}

P10 – Hutan tanaman

Fase II: Tidak diterapkan di Intracawood – tidak ada hutan tanaman di bawah pengelolaan kawasan yang dinilai untuk sertifikasi.

Tidak diperlukan tanggapan.

3. HASIL, KESIMPULAN dan REKOMENDASI

3.1. Pembahasan Umum Temuan Lapangan

Prinsip/ Bidang

Masalah

Kekuatan Kelemahan {ditunjukkan dengan pre-

conditions/conditions} P1: Komitmen pada prinsip FSC dan ketaatan pada hukum

Fase II – kekuatan: • Intracawood merupakan salah satu dari

perusahaan yang berkomitmen pada sertifikasi FSC di Indonesia.

• Perusahaan mulai berinvestasi dalam membuat perubahan yang diperlukan untuk mencapai standar sertifikasi dengan memberikan training tentang RILpada staf lapangan.

• Intracawood memiliki insentif untuk memenuhi standar sertifikasi dalam rangka melanjutkan untuk mencapai pasar yang diinginkan di Amerika Serikat.

• Peserta pada pertemuan publik di Samarinda dan di Tanjung Selor menyatakan dukungannya pada upaya Intraca untuk menjadi perusahaan bersertifikat sebagai sarana untuk mempertahankan akses pada pasar global.

• Ketaatan Intraca pada peraturan perpajakan sangat bagus.

Fase II – kelemahan: • Intracawood telah berulangkali menebang

pada slope yang sangat curam melebihi ambang batas yang disyaratkan oleh hukum. {Prekondisi 5}

• Upaya Intracawood untuk mematuhi rekomendasi dalam laporan scoping bersifat hanya di permukaan, yang berfokus pada pemilihan persyaratan namun tidak memberikan respon terhadap maksud dari setiap Prinsip FSC.

• Budaya perusahaan Intracawood masih sangatberorientasi pada logging daripada pengelolaan hutan lestari. Filosofi dan strategiSFM harus dikembangkan dan lebih konsistendiadopsi pada tiap level dalam organisasi itu. Hal ini membutuhkan cara baru dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kehutanan. Budaya inovasi yang dikembangkan oleh pabrik pengolahan kayu Intracawood harus diperluas ke pengelolaan hutan. {Prekondisi 7, kondisi 1}

• Intracawood sekarang ini terjebak dalam situasi di mana ketaatan pada hukum

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 42 of 69 April 2006

Fase III-IV: Intraca terus mencapai tujuannya untuk mendapatkan sertifikasi FSC.

kehutanan dan perpajakan nasional tidak berarti langsung bisa mencegah konflik hukum dengan berkembangnya hukum pada tingkat kabupaten. Perusahaan mulai menjajagi bagaimana menangani situasi yang tidak pasti ini. {Prekondisi 1}

[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah ini]

P2: Hak penguasaan, hak guna dan tanggungjawab

Fase II – kekuatan: • Intracawood memiliki hak konsesi

selama 75 tahun, masa yang lebih lama daripada HPH lainnya di Indonesia. Perusahaan tersebut terlihat berkomitmenmengelola hutan produksi dengan jangka panjang secara lestari.

• Intracawood mengakui hak akses hutan tradisional masyarakat lokal untuk berburu dan mengumpulkan hasil hutan non-kayu.

• Intracawood telah mengembangkan prosedur untuk menangani klaim oleh masyarakat lokal sehubungan dengan tatagung lahan, penebangan kayu dan kerusakan pada pohon dan situs-situs yang penting. Konsesi tersebut memelihara dokumentasi mendetil dari kasus-kasus ini dan telah membayar kompensasi yang besar dalam beberapa kasus. Hubungan Intraca dengan desa-desa sekitar utara-barat relatif baik.

Fase II – kelemahan: • Disayangkan Intracawood belum mencapai

kesepakatan penggunaan hutan dengan semua masyarakat yang mengklaim lahan dalam konsesi untuk menjamin pengelolaan jangka panjang atas keseluruhan kawasan konsesi. Eksploitasi kecil-kecil mulai terjadi karena ijin bupati pada beberapa desa dalam konsesi.

• Intracawood belum membuat standar proseduruntuk menangani klaim masyarakat ataupun menanganinya dengan cara yang proaktif. Perusahaan harus membangun dialog masyarakat di desa Sekatak meskipun mereka memiliki klaim yang serius.

• Intraca belum secara komprehensif mengidentifikasi lahan tradisional dan hak guna hutan bagi masyarakat lokal. {untuk semua di atas: Prekondisi 3 & 4, Kondisi 5, 6, 7, 8, 9}

Kelemahan Fase IV – V: • Dua perusahaan, PT Bumi Anugrah Lestari

(PT BAL) dan PT Gunung Hutani Lestari (PT GHL), yang menerima surat ijin dari Bupati dan Gubernur yang tumpang tindih dengan konsesi Intracawood, ditemukan telah mengambil 650 log pada bulan Pebruari 2003. Menteri Kehutanan telah meminta semua kawasan yang tumpang tindih harus dibatalkan dan perusahaan tersebut membawa Departemen Kehutanan ke pengadilan. Intracawood sedang memonitor kegiatan ini, yang harus menghentikan operasionalnya karena proses peradilan dari kedua perusahaan tersebut. {CAR 2 – 2005}

[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah]

P3 – Hak-hak masyarakat adat

Fase II – kekuatan: • Masyarakat adat terdiri dari masyarakat

lokal di sekitar konsesi Intracawood. Perusahaan tersebut sudah mulai menangani klaim lahan dan mengijinkan perburuan dan pengumpulan hasil hutan non kayu dalam konsesinya sebagaimana yang digambarkan dalam Prinsip 2.

Fase II – kelemahan: • Gerakan reformasi politik Indonesia telah

memunculkan harapan masyarakat yang tinggal di hutan bahwa hak adat mereka akan dihormati dan bahwa mereka akan mampu berbagi keuntungan ekonomi dari hutan. Ada kemarahan dalam masyarakat tersebut terhadap industri kayu karena ketidakinginan

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 43 of 69 April 2006

Fase IV-V – kekuatan: • Sejak penilaian pertama, Intraca telah

menunjukkan dalam auditnya bahwa mereka memiliki prosedur kerja untuk bernegosiasi dengan masyarakat adat mengenai hutan adat atau kawasan yang diklaim oleh masyarakat di sekitar kawasan.

• Intracawood harus mendapatkan kesepakatan dengan masing-masing desa dimana kawasan hutan yang akan terkenadampak karena operasional Intraca, sebelum RKT itu dilaksanakan.

• Intraca mulai menandai batas-batas secara bersama-sama dengan masyarakat lokal di lapangan, yang kemudian dipetakan sebagai peta partisipatif sesuai dengan kesepakatan. Pihak-pihak yang terlibat adalah perwakilan dari masyarakat lokal seperti kepala adat, ataupara tetua atau perwakilan adat, kepala desa dan perwakilan anggota masyarakat.

mereka di masa lalu untuk mengakui hak adatatas tanah dan hak guna hutan. Intracawood sangat menyadari harus merubah sikap mereka dan mulai mendekati masyarakat, namun belum mengambil langkah-langkah yang efektif untuk membangun kerja sama dengan mereka. {Prekondisi 3 & 4, Kondisi 5, 6, 7, 8, 9}

• Lihat P2. [Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah ini]

P4: Hubungan masyarakat dan hak-hak pekerja

Fase II – kekuatan: • Melalui program yang dimandatkan

pemerintah, PMDH (Pengembangan Masyarakat Desa Hutan), Intracawood mencoba untuk menangani kebutuhan masyarakat lokal akan pembangunan dengan melaksanakan kegiatan pembangunan di beberapa desa. Perusahaan berkontribusi dua kali dari jumlah yang diwajibkan oleh pemerintah dan memiliki staf profesional dan fasilitator untuk melakukan kegiatan PMDH. Komitmen Intraca pada program ini sangat tinggi dibanding industri lain yang sejenis.

• Gaji dan tunjangan pekerja Intracawood melebihi standar upah minimum regional. Pekerja juga mendapatkan asuransi kesehatan, tunjangan pensiun, asuransi kematian dan kecelakaan. Klinikkesehatan dan pangan disediakan dan juga perumahan. Penitipan anak dan sekolah untuk umur prasekolah juga tersedia bagi anak-anak pekerja.

• Tiga serikat pekerja sangat aktif diantara para pekerja Intracawood dan perusahaan tidak mencampuri kegiatan mereka.

• Lihat 2.3.

Fase II – kelemahan: • Program PMDH Intracawood masih terbatas

pada desa-desa tertentu dan memilih kelompok masyarakat dalam desa tersebut. Partisipasi masyarakat dalam memilih dan melaksanakan kegiatan masih terbatas, dan beberapa kegiatan tidak menjawab kebutuhan masyarakat. {Prekondisi 4, Kondisi 11}

• Intracawood kurang memiliki rencana dan komitmen untuk membantu desa-desa di sekitar konsesi untuk mendapatkan kesempatan yang sama dalam hal peluang pekerjaan. {Kondisi 10}

• Intracawood memiliki kebijakan keselamatan pekerja, namun ini tidak berjalan di lapangan. Hal ini terkait dengan penggunaan alat-alat keselamatan pada saat pengoperasian mesin-mesin berat dan penebangan pohon. {Kondisi 12}

[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah ini]

P5: Manfaat dari hutan

Fase II – kekuatan: Fase II – kelemahan:

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 44 of 69 April 2006

• Intracawood merupakan tulang punggungekononomi di Tarakan, dimana dia menjadi perusahaan besar. Perusahaan berkontribusi pada pembangunan lokal melalui penyediaan lapangan kerja dan pembayaran pajak-pajak.

• Intracawood sekarang ini memanfaatkan 60 spesies dari 16 kelompok utama. Juga spesies kurang komersial yang ditebang saat membuat jalan digunakan untuk blockboard.

• Intracawood fokus pada produksi kayu dan mulai dalam tahap awal perubahan mendasar menuju sistem pengelolaan hutan yang secara efektif lebih mempertimbangkan peran masyarakat lokal dan pemerintah daerah.

• Intracawood belum melakukan upaya yang kredibel untuk menginvestigasi kelayakan menggunakan berbagai jenis kayu dan belum ada upaya untuk mengidentifikasi dan mengembangkan hasil hutan non kayu dan kerajinan tangan untuk inisiatif pengembangan desa.

• Belum ada perhatian yang memadai untuk penilaian keanekaragaman hayati dan nilai konservasi dan bagaimana mencerminkan nilai-nilai ini dalam pengelolaan hutan. {untuk kesemua hal di atas: Prekondisi 2 & 3, Kondisi 1, 3, 18, & 20}

Fase V – kelemahan: • Intracawood telah merugi pada tahun-tahun

belakangan ini, karena faktor-faktor seperti biaya pemenuhan klaim oleh masyarakat danpenebangan karena IPPK, dan juga pembekuan ijin pada tahun 2003 dan penurunan harga kayu lapis. {CAR 3 – 2005}.

[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah ini]

P6: Dampak pada lingkungan hidup

Fase II – kekuatan: • Dokumen dampak lingkungan umum

telah ada untuk memenuhi persyaratan pemerintah.

• Intracawood telah mengirimkan beberapa

karyawan untuk mengikuti kursus mengenai Penebangan berdampak rendah(Reduced Impact Logging, RIL) di Sabahdan merencanakan akan mengirimkan lebih banyak staf.

• Bahan-bahan kimia disimpan dan

digunakan secara layak. Limbah minyak mesin digunakan sebagai pelumas chainsaw daripada dibuang.

• Spesies eksotis tampak digunakan dalam

reforestasi.

Fase II – kelemahan: • Kegiatan penebangan Intracawood memiliki

dampak lingkungan hidup, khususnya pada slope yang curam (yang menjadi masalah pada petak tebang baru-baru ini). Tidak ada kebijakan dampak lingkungan yang berjalan untuk memprediksikan dan mengurangi kerusakan, menilai kerusakan yang telah terjadi, mengembangkan aturan-aturan atau ukuran pengendalian kerusakan, ataupun input untuk dokumen pengelolaan dan perencanaan HPH. {Prekondisi 5 & 6, Kondisi 13 & 14}

• Rancangan dan standar pembangunan jalan sarad perlu perbaikan besar. Jaringan jalan sarad harus dirancang supaya sesuai dengan kelerengan untuk meminimalkan dampak. {Prekondisi 5 & 6, Kondisi 13}

• Intracawood belum secara memadai mengidentifikasi nilai keanekaragaman hayatidan konservasi pada hutannya oleh karena itu tidak mungkin mereka dapat secara konsisten merencanakan kegiatan pengelolaan hutannyauntuk perlindungan pada nilai-nilai

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 45 of 69 April 2006

konservasi ini. {Prekondisi 2, Kondisi 1 & Kondisi 18}

[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah ini]

P7: Rencana Pengelolaan

Fase II – kekuatan: • Intracawood telah membuat rencana

pengelolaan yang baru pada tahun 2001 dengan memperbaiki dokumen lamanya.

• Sudah ada dokumen dan prosedur yang terperinci sesuai dengan TPTI.

Fase II – kelemahan: • Meskipun telah ada revisi rencana

pengelolaan, masih diperlukan perbaikan besar untuk mencapai standar internasional dalam hal kegiatan operasional hutan dan pengendalian dampak sosial dan lingkungan.

• Alat-alat perencanaan dan sumberdaya manusia perlu diperkuat untuk menciptakan kegiatan operasional kehutanan yang berkualitas lebih tinggi.

• Pelatihan dan pengawasan pekerja lapangan perlu ditingkatkan untuk memampukan perencanaan dan prosedur dapat dilaksanakan di lapangan.

• Kurangnya pengetahuan ekologi di antara staf Intraca telah menyebabkan lemahnya perencanaan pengelolaan dari sudut pandang konservasi. Kawasan dan koridor yang diperuntukkan hidupan liar tidak dipertimbangkan dengan memadai dan tidak ada konsep kerawanan dan keragaman yang tinggi pada sebagian besar kawasan konsesinya.

• Tidak ada prosedur yang jelas untuk monitoring dampak sosial dan lingkungan dalam rencana pengelolaan atau mekanisme untuk memberi informasi dari monitoring pada pengelolaan dan kegiatan operasional konsesi. {untuk kesemua hal di atas: Prekondisi 2, 3, 6, & 7, Kondisi 1, 17, 18, 19, & 20}

Fase V – kelemahan: • Intraca tidak membuat ringkasan publik

yang baru dari rencana pengelolaannya {CAR 4 – 2005}

[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah ini]

P8: Monitoring& Penilaian

Fase II – kekuatan: • Dilaksanakan pengambilan contoh

kualitas air. • Monitoring hutan pasca teband dan

prosedur lain TPTI dilaksanakan sebagaimana diwajibkan.

• Intracawood telah melaksanakan AMDAL dan membuat monitoring lingkungan dan rencana pengelolaan lingkungan.

Fase II – kelemahan: • Monitoring dan penilaian keanekaragaman

hayati non kayu tidak dilaksanakan karena kurangnya keahlian karyawan.

• Dengan pengecualian satu struktur pencatatan aliran sungai (SPAS), rencana monitoring lingkungan merupakan dokumen umum yang tidak mencerminkan kondisi dan kegiatan operasional di lapangan.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 46 of 69 April 2006

• Hasil Program PMDH dilaporkan setiap tahun.

• Monitoring dampak lingkungan sangat terbatas, tidak ada dampak pada perencanaan atau operasional dan tidak secara memadai membahas kerusakan yang disebabkan oleh pembangunan jalan dan jalan sarad. Tidak ada mekanisme feedback untuk menjamin bahwa kesalahan yang ditemukan di satu lokasi tidak akan diulangi di tempat lain.

• Monitoring dan penilaian dampak sosial belum dilaksanakan. {Untuk kesemuanya: Prekondisi 3, 6, & 7, Kondisi 3, 18, 19, 20, 21, 22, 23}

[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah ini]

P9: Pemeliharaan hutan dengan nilai konservasitinggi

Fase II – kekuatan: • Intracawood telah mengidentifikasi

“hutan unik” yang mengakui sifat keunikannya dan hutannya termasuk jarang dalam konsesi.

• Kawasan kecil hutan ulin juga dilindungi• Telah dibangun cadangan plasma nutfah.

Fase II – kelemahan: • Tidak ada pemahaman yang jelas tentang

konsep ini pada HPH ini, keragamannya ataupun rencana untuk mengkonservasi habitat-habitat representatif.

• Kawasan yang dikonservasi sangat kecil, kurang dari 1% of dari konsesi, dan tidak representative dari habitat hutan yang secara aktif ditebang. Namun, lebih banyak kawasan hutan yang difungsikan sebagai kawasan konservasi sejak Fase II. {untuk di atas: Prekondisi 2 & 3 Kondisi 1, 2, & 18}

[Kelemahan diatasi, lihat ringkasan prekondisi di bawah ini]

P10 – Hutan tanaman Tidak diterapkan Tidak diterapkan

Ringkasan Pemenuhan Prekondisi Berikut ini adalah review proses untuk meninjau kembali Prekondisi yang diberikan selama Fase II – Fase V. Sebagaimana yang dijelaskan dalam dokumen Ringkasan Publik ini, auditor SmartWood melakukan kunjungan lapangan, wawancara dengan stakeholder dan review dokumentasi untuk menilai ketaatan perusahaan terhadap pemenuhan Prekondisi. Prekondisi 1: Sebelum sertifikasi, Intraca harus mencapai kesepakatan dengan pemerintah Kabupaten Bulungan dan Malinau mengenai: 1) penghormatan pada batas-batas konsesi yang diakui secara nasional; dan 2) menghentikan penerbitan ijin-ijin IPPK, atau perpanjangan ijin IPPK sekarang, di dalam konsesi. Temuan: Selama tahun 2000 dan 2001, 30 ijin IPPK diterbitkan dalam kawasan perusahaan, 19 oleh Bupati Bulungan dan 11 oleh Bupati Malinau yang meliputi areal seluas 28,000 hektar. Semua lahan ini didasarkan pada klaim hutan adat. Sekitar separuh dari pemegang ijin langsung mulai operasinya, dengan cara memberikan ijin mereka kepada kontraktor logging, yang sering berasal dari Sabah, Malaysia. Dalam upayanya untuk menghentikan terbitnya ijin IPPK, Intraca secara intensif melobi Departemen Kehutanan

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 47 of 69 April 2006

dan aparat Kabupaten. Dengan peraturan No. 543/2001 (Bupati Bulungan) dan No. 68/2002 (Bupati Malinau) berturut-turuat, semua ijin-ijin yang ada sekarang dihentikan. Pada kawasan Bulungan, kontraktor IPPK sudah pindah semua. Pada tanggal 30 Juni 2002, Intracawood mencapai kesepakatan batas-batas awal dengan 4 kontraktor dari Bulungan yang disaksikan oleh pejabat pemerintahan. Dapat diharapkan bahwa ijin baru IPPK tidak akan diterbitkan dalam bagian Intraca di kabupaten Bulungan. Bagian dari prekondisi ini telah dipenuhi pada saat Audit verifikasi prekondisi. Pada bagian konsesi yang terletak di Kabupaten Malinau, ada satu IPPK yang dioperasikan oleh pemegang IPPK (CV. Wana Bhakti), yang mewakili masyarakat desa Sesua. Selanjutnya Bupati Malinau telah mengganti ijin IPPK yang dicabut dengan ijin IUPHHK (Izin Usaha Pemungutan Hasil Hutan Kayu), ijin penebangan tahunan yang mirip sebenarnya. Dijamin, sebagian besar pemegang ijin IPPK/IUPHHK belum memulai operasinya dan karena kelerengan yang sangat curam, dan kondisi mesin kontraktor yang sangat buruk, mereka jarang sekali melakukan penebangan. Sebuah jalan sedang dibuat oleh kontraktor IPPK di Kabupaten Malinau dan mendekati bagian selatan timut konsesi Intraca, sebagai akses angkutan pada kawasan IUPHHK yang belum beroperasi, KSU Alam Pandan Jaya (dalam URKT 2004). Jalan tersebut diperiksa pada bulan Juli 2002, dan diperiksa lagi pada audit prekondisi pada Oktober 2002 dan terletak pada tepi penyangga konsesi, namun pindah ke selatan dan di luar itu.

Kesimpulan: SmartWood memandang terbitnya ijin IPPK dan IUPHHK sebagai salah satu ancaman terbesar pada keamanan kawasan Intracawood. Hal ini tidak diselesaikan di konsesi bagian Malinau; dan selama audit verifikasi prekondisi auditor menyimpulkan bahwa prekondisi ini belum dipenuhi. Oleh karena itu diterbitkan prekondisi baru bagi PT Intracawood untuk diselesaikan sebelum SmartWood menyetujui sertifikasinya.

Prekondisi baru yang diterbitkan pada bulan November 2002:

Prekondisi 01/02: Sebelum sertifikasi, Intraca harus memiliki kesepakatan dengan Bupati Malinau mengenai hal-hal berikut: pemegang hak pengusahaan saat ini tidak diperbolehkan beroperasi dalam kawasan Intracawood, kecuali jika ada skema pengelolaan bersama (antara Intraca dan pemegang ijin), berdasar prinsip-prinsip SFM. Kesepakatan tersebut harus menyatakan bahwa tidak ada ijin baru penebangan skala kecil yang diterbitkan dalam kawasan konsesi Intracawood. Pemenuhan Prekondisi BARU 01/02:

Temuan: Bupati Malinau menerbitkan SK Nomor 522/254/EKPM/XI/2002 pada tanggal 15 November 2002 yang menyatakan bahwa semua IPPK/IUPHHK tidak akan diperluas dan secara otomatis akan tidak berlaku pada tanggal yang disebutkan dalam masing-masing ijin yang masih sah (sebagian besar sudah kadaluwarsa). Keputusan/kesepakatan dari Bupati Malinau ini bukan antara Intracawood dan pemerintah ataupun kontraktor IPPK/IUPHHK, namun lebih pada perubahan legalitas ijin penebangan jangka pendek. Karena sudah ada 23 ijin yang dikeluarkan di Kabupaten Malinau, dan enam diantaranya tumpang tindih dengan konsesi Intracawood, surat keputusan Bupati tersebut berlaku untuk seluruh Kabupaten, tidak secara khusus atau eksklusif berhubungan dengan Intracawood. Bupati menyatakan bahwa pencabutan yang dimaksud dalam surat keputusannya itu dilakukan karena ada banyak konflik di lapangan (antara kontraktor IUPHHK dan penduduk desa; dampak lingkungan yang besar yang mengganggu kelestarian, dan perubahan peraturan perundangan, sebagai tanggungjawab dari terbitnya ijin pemanfaatan yang telah dikembalikan lagi kepada Menteri Kehutanan). Keputusan ini berlaku untuk semua ijin jangka pendek yang ada sekarang yang bertumpangtindih dengan konsesi Intracawood, dengan luasan sekitar 5,975 hektar. Dua kawasan IUPHHK milik CV Wana Bakti berakhir pada tanggal 15 dan 18 Maret 2003. IUPHHK yang tidak beroperasi milik PT Malinau Jaya Sakti dan KSU Alam Pandan Jaya berakhir pada 18 Maret 2003 dan 20 Mei 2003, meskipun belakangan tidak mungkin beroperasi karena aksesnya sangat sulit. Kawasan Koperasi Tumu Bagu berakhir pada 8 Januari 2003. Selanjutnya, perwakilan dari kontraktor yang beroperasi, CV Wana Bakti, menandatangani surat pada tanggal 15 November dan 15 Desember 2003, yang sepakat untuk

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 48 of 69 April 2006

menghormati permintaan Bupati dan untuk menghentikan operasi mereka dalam kawasan konsesi Intracawood. Intracawood memonitor kegiatan perusahaan kontraktor ini dan memberikan informasi monitoring yang terperinci kepada SmartWood, yang meliputi peta, foto dan laporan lapangan. Pada tanggal 20 Januari 2003, PT Intracawood memberikan setumpuk dokumen yang mendokumentasikan kronologi kejadian yang diawali dengan perusahaan untuk mendorong pemerintah di semua level untuk mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh Bupati Malinau. Perusahaan menyampaikan Rencana Aksi untuk bekerja bersama dengan masyarakat lokal dalam masa pasca IPPK/IUHPPK. Perusahaan menjelaskan komitmennya untuk memperluas kewajiban dan program perhutanan sosialnya, dengan berbagai usulan pelatihan, pendidikan, koperasi dan inisiatif pengembangan bisnis. Yang paling terlihat nyata dalam pendekatan ini adalah fokus pada mekanisme untuk memungkinkan pembagian keuntungan dari kegiatan pengelolaan hutan dan pengembangan kesepakatan dan nota kesepahaman yang melibatkan masyarakat lokal untuk mendefinisikan hak dan kewajiban.

Kesimpulan: Berdasar perkembangan dan klarifikasi ini, yang terjadi sejak penyampaian laporan sertifikasi hingga 20 Januari 2003, rekomendasi dari task manager SmartWood adalah bahwa Prekondisi 01/02 telah dipenuhi. Penghentian operasional ini harus dimonitor secara dekat dan bukti bahwa kegiatan ini bulan kegiatan yang dimulai dari awal, SmartWood mengusulkan kondisi baru berikut ini: Kondisi baru: Kondisi 24: Dalam enam bulan pertama setelah sertifikasi, Intraca dan pemerintah daerah akan memindahkan kontraktor logging skala industri keluar dari konsesi di Kabupaten Malinau, sehingga batas-batas dihormati oleh operator-operator ini.

Prekondisi 2: Sebelum sertifikasi, Intraca harus mengembangkan protokol atau metodologi dan kriteria untuk menilai dan mengidentifikasi nilai-nilai konservasi dan keanekaragaman hayati dari konsesi tersebut sebagai HCVF. Intraca perlu menyusun target untuk pelaksanaan dan menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut sudah dimulai. Lebih jauh, Intracawood diharapkan dapat mempekerjakan atau mengontrak individu atau tim yang berkualifikasi dalam biologi konservasi di Kalimantan untuk membantu Intracawood dalam memenuhi kondisi sehubungan dengan permasalahan konservasi. Temuan: Intracawood menggunakan keahlian The Nature Conservancy untuk mengembangkan protokol atau metodologi untuk menjajagi nilai-nilai konservasi dan keanekaragaman hayati. Staf perencanaan dan lingkungan perusahaan bersama dengan konsultan TNC dan para pekerja bekerja bersama untuk melakukan penilaian pada akhir tahun 2001. Protokol yang dikembangkan difokuskan pada nilai-nilai ekologi dan biologi, sebagian besar, sementara penilaian sosial HCVF dilakukan secara internal oleh departemen sosial forestry dari Intraca. Dengan metodologi yang diterapkan, TNC dan Intraca merencanakan lokasi-lokasi hutan yang akan mereka ambil sebagai sample. Unit pengelolaan hutan dibuat stratanya menurut hutan virgin dan hutan bekas tebangan (LOF). Dalam LOF, digolongkan kelas-kelas kerusakan atau gangguan dengan skala tinggi, medium atau rendah. Lokasi-lokasi dipilih untuk mewakili skala tadi untuk pengambilan contoh bertujuan dengan memperhatikan topografi/elevasi, tutupan hutan, keunikan dsb. Dalam lokasi-lokasi itu, dikumpulkan infomrasi untuk menilai kondisi hutan lebih dari inventarisasi atau survey keanekaragaman hayati seperti jenis pohon, elevasi, area basal (pengganti untuk intensitas kerusakan), dan tanah. Kunjungan lapangan berlangsung dalam bulan Desember 2001. Sebagaimana dengan banyak HPH lain di Indonesia, awalnya ada kebingungan dan pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan HCVF (hutan dengan nilai konservasi tinggi) dan bagaimana pengelola hutan harus

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 49 of 69 April 2006

mengubah pengelolaan untuk menangani beberapa kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi (HCVs). Studi TNC merupakan keuntungan bagi Intraca untuk mengembangkan lebih lanjut pemahaman mereka mengenai konsep HCVF dan untuk memberikan titik awal tentang bagaimana menstrukturkan penilaian tingkat habitat pada areal dengan nilai konservasi tersebut. Intraca mengambil hasil dari studi TNC dan memasukkan informasi itu ke dalam peta mereka melalui GIS. Kemudian Intraca melewati proses evaluasi kemungkinan untuk memberikan perhatian lebih pada perlindungan kawasan-kawasan dengan nilai konservasi tinggi. Intraca juga memasukkan konsep ini ke dalam revisi (redesain) rencana pengelolaan hutan mereka dan telah menyiapkan beberapa draf rencana pengelolaan untuk perlindungan HCVF. Dalam survey sosial dan penilaian dampak sosial, Intraca mengembangkan indikator yang lebih komprehensif tentang manfaat hutan bagi masyarakat dan identifikasi nilai-nilai konservasi tinggi. Sementara beberapa kawasan telah diatur, penandaan batas juga berlangsung di sekitar kawasan hutan rawa dan hutan mangrove (sebelah utara HPH), Intraca belum menerapkan pendekatan untuk identifikasi dan pengelolaan nilai-nilai keanekaragaman hayati pada tingkat tegakan, karena hingga saat ini upaya mereka hanya ada pada tingkat habitat untuk analisis dan pendefinisian. Kesimpulan: Berdasar temuan di atasn, Auditor pada audit verifikasi prekondisi menyimpulkan bahwa prekondisi ini telah dipenuhi.

Beberapa hal untuk mengatasi kelemahan yang masih ada dalam hal identifikasi dan pengelolaan HCVF untuk Intraca:

• Konsultasi yang meningkat dan terus menerus dengan masyarakat lokal dalam hal identifikasi HCVs

dan penandaan batas-batas; • Pengembangan rejim atau skenario pengelolaan yang spesifik yang menjelaskan bagaimana perlakuan

penebangan, pembangunan jalan, pengelolaan, monitoring dan perlindungan akan dilembagakan dalam kawasan HCVF, misalnya lokasi yang mana yang akan mendapatkan perlindungan ketat, yang mana yang bisa ditebang dengan terbatas, atau ditebang dengan menggunakan RIL;

• Ekspansi dan pengembangan inventarisasi dan database untuk nilai-nilai dan karakter keanekaragaman hayati dalam konsesi, khususnya karena ini akan digunakan dalam merencanakan konservasi nilai-nilai yang sangat penting dan signifikan;

• Definisi lebih jauh diperlukan untuk mendefinisikan nilai-nilai spesifik pentingnya bagi Intraca dan masyarakat lokal sehingga ini akan dikelola pada level operasional (petak) dan juga level habitat atau lanskap.

Tidak ada tambahan kondisi baru, namun Intraca sangat direkomendasikan untuk merujuk kondisi yang ada sekarang: 1, 2, 3, 14, 16, 17, dan 18, dari laporan penilaian awal, yang menjelaskan detail kegiatan pengelolaan untuk Intraca setelah melaksanakan penilaian awal tentang HCVF dan apa yang cocok dengan situasi tersebut.

Prekondisi 3: Sebelum sertifikasi, Intraca harus melakukan survey masyarakat untuk mendokumentasikan dan memetakan klaim-klaim lahan masyarakat, manfaat sumberdaya, dan situs-situs kepentingan masyarakat termasuk kawasan konflik yang ada sekarang atau menyimpan potensi konflik. Survey masyarakat bertujuan untuk:

1) mengembangkan data dasar sosial; 2) menilai dampak sosial dari kegiatan operasional Intraca; 3) membuat rekomendasi mengenai kompensasi dan/atau mengurangi dampak;

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 50 of 69 April 2006

4) membuat rekomendasi untuk prosedur monitoring dampak sosial; dan 5) merekomendasikan aturan-aturan dasar untuk hubungan masyarakat, termasuk langkah-

langkah yang dibutuhkan untuk mengembangkan Forum Masyarakat sebagaimana yang digambarkan dalam prekondisi 4.

Temuan: Ada dua dokumen utama yang dihasilkan untuk menangani isu survey masyarakat, yaitu database dan penilaian dampak sosial. Pertama database survey masyarakat, yang dimulai Intraca dengan memiliki tim dari P3AE UI (Pusat Penelitian dan Pengembangan Antropologi dan Ekologi Universitas Indonesia) yang datang ke Intracawood. Tim tersebut menyarankan untuk melakukan survey sosial untuk mengidentifikasi dan memetakan sumberdaya lokal. Hasil dari survey sosial kemudian dapat digunakan sebagai dasar untuk interaksi masyarakat-perusahaan. Divisi Perencanaan dan Pengelolaan Sosial PT Intracawood, Bagian Supervisor, merancang format database pada pertengahan 2001. Setelah rancangan diselesaikan, keempatbelas supervisor lapangan yang bekerja pada 36 desa menggunakan format tersebut untuk mengisi data yang sesuai yang ditunjukkan dalam formulir ini. Database diselesaikan dalam waktu enam bulan (dari Agustus 2001 hingga Pebruari 2002). Data dikumpulkan dari kantor Kecamatan, kepala desa dan anggota masyarakat. Data tersebut meliputi batas masing-masing desa (menurut kesepakatan dengan masyarakat), luas dalam hektar dan lokasi geografis, struktur kepemerintahan desa dan adat dengan nama pejabat dan pengurusnya, data demografi, infrastruktur yang tersedia di desa, dan potensi desa untuk pembangunan. Beberapa data tidak lengkap di beberapa desa (seperti Desa Terindak, Desa Bunau, Desa Bambang, Desa Kendari). Supervisor tersebut mengakui bahwa sangat sulit untuk mengidentifikasi luasan yang tepat pada saat survey. Juga sangat sulit membedakan dengan konsisten mana yang disebut sebagai wilayah desa (sebagaimana didefinisikan oleh pemerintah sebagai “Desa”) dan kawasan adat (sebagaimana yang didefinisikan oleh masyarakat sebagai “Adat”). Namun sebagian besar desa-desa tersebut berhasil menentukan batas antar desa. Perusahaan meminta pemerintah untuk mengesahkan batas yang pasti ini, namun pemerintah belum secara formal mendelineasi batas desa dalam kawasan di sekitar Intracawood. Databse tersebut juga mencakup pemanfaatan hasil hutan non kayu (flora dan fauna) oleh masyarakat. Berdasar survey tersebut, ada paling tidak 94 tanaman dan 25 satwa yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Beberapa digunakan bersama di banyak desa, beberapa produk jarang dimanfaatkan. Meskipun data tersebut belum dianalisis, informasi survey yang dikumpulkan telah digunakan untuk persiapan draf rencana pengelolaan hutan yang baru. Bagian sosial dalam rencana ini sangat informatif. Bagian Pemetaan Hutan dari perusahaan ini sebenarnya telah memulai dengan apa yang mereka namakan “pemetaan partisipatif) yang melibatkan beberapa anggota masyarakat yang dikontrak sebagai narasumber) untuk desa-desa di Mendupo dan Bebakung. Proses ini dimulai untuk mengidentifikasi kawasan desa-desa dan batas-batasnya dengan desa lain dan areal Intraca. Ini merupakan upaya positif yang dapat diperluas ke desa-desa lain dengan pendekatan pemetaan partisipatif yang sesuai dan menghubungkannya dengan kegiatan bagian sosial. Informasi dari survey masyarakat dihubungkan dengan GIS perusahaan dan dapat menjadi rujukan tata ruang. Dokumen utama kedua menuju pemenuhan prekondisi ini adalah Penilaian Dampak Sosial. Sama dengan database, penilaian dampak dirancang oleh Departemen Perencanaan/Pengelolaan Sosial bekerja sama dengan Bagian Penelitian dan Pengembangan Intracawood. Penilaian dilaksanakan oleh supervisor Departement Perencanaan dan Pengelolaan Sosial bersamaan dengan survey sosial (Agustus 2001 hingga Pebruari 2002).

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 51 of 69 April 2006

Ada dua formulir yang dirancang untuk menangkap pendapat masayrakat mengenai kualitas lingkungan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Formulir lingkungan memiliki 12 pertanyaan yang berkisar tentang kegiatan penebangan, kebakaran hutan, hasil hutan non kayu, perburuan, rehabilitasi, penyebab erosi dan kualitas air, dan kondisi hutan secara keseluruhan. Formulir sosial mencakup data demografi, pekerjaan, prasarana ekonomi, norma-norma lokal seperti kehidupan sosial. Temuan-temuan tersebut belum didiskusikan dan dianalisis untuk program-program teknis sosial. Namun demikian, dokumen-dokumen tersebut memiliki kesimpulan yang didasarkan pada ringkasan data yang dikumpulkan. Kesimpulan tersebut dibagi menjadi tiga kategori sebagaimana yang diminta dalam Prekondisi 3. Pertama, ada rekomendasi Intracawood untuk memberikan kompensasi dan mengurangi dampak. Beberapa rekomendasi ini telah dilaksanakan atau dalam proses pelaksanaan. Sebagai contoh: • Jauh sebelum operasi logging dilaksanakan, perusahaan harus berkonsultasi dengan masyarakat

mengenai kompensasi dan pembagian keuntungan yang timbul dari kegiatan operasional tersebut. (misal, desa Mendupo dan Bebakung telah mencapai kesepakatan untuk RKT 2003).

• Kuburan dan tempat-tempat budaya dan spiritual harus ditandai, dilindungi dan dipetakan. • Konservasi tanah dan air harus secara seriud dipertimbangkan selama pembukaan hutan untuk

mencegah sedimentasi sungai dan polusi di atas ambang batas. • Jalan logging harus dibangun di luar ladang atau perumahan dengan kesepakatan dan kompensasi

yang layak jika jalan tersebut atau kegiatan logging menggunakan lahan atau rumah masyarakat. • Pemerintah daerah harus mengesahkan batas desa sesegera mungkin untuk mencegah konflik karena

ketidaksepakatan akan batas desa seperti yang terjadi di Sesayap dan Sekatak. • Menghindari pembersihan tanaman bawah karena akan merusak benih, akar rotan yang bermanfaat

bagi kebutuhan masyarakat. Kedua adalah rekomendasi untuk prosedur monitoring dampak sosial. Intraca telah mulai untuk: • Mengidentifikasi parameter komponen sosial yang dapat terkena dampak; • Mengidentifikasi semua kegiatan logging yang berpotensi memiliki dampak terhadap kehidupan

masyarakat; • Mengidentifikasi kawasan desa/masyarakat; • Mengidentifikasi kondisi awal desa/masyarakat; • Mengembangkan sistem monitoring dampak pada saat operasional dan pasca-operasional; dan, • Mengembangkan sistem monitoring dampak sosial melalui pendekatan regional untuk kawasan daerah

aliran sungai. Prosedur ini telah berlangsung namun masih dalam proses dilaksanakan dengan lebih sistematis. Saat ini perusahaan telah mengembangkan format untuk memonitor dampak sosial dan untuk menguji ini di lapangan untuk sekitar 13 parameter sosial yang berhubungan dengan kegiatan logging yang sangat penting, seperti delineasi batas, pembangunan jalan, pembangunan basecamp dan penebangan itu sendiri dsb. Ketiga adalah rekomendasi untuk aturan dasar hubungan masyarakat. Pada dasarnya rekomendasi ini untuk menangani resolusi konflik, prosedur dan langkah-langkah untuk mencapai serta membangun kesepakatan yang saling menguntungkan. Perusahaan tersebut sekarang telah menunjuk staf supervisor yang bertanggungjawab untuk memelihara hubungan langsung dengan masyarakat di masing-masing desa. Dimana ada keluhan masyarakat saluran pertamanya adalah supervisor tadi. Supervisor mencoba menyelesaikan keluhan tersebut. Jika dia tidak bisa menyelesaikannya maka dia akan membawa permasalahan itu kepada manajer camp, yang kemudian tim negosiasi, dan akhirnya tingkat Kabupaten jika perlu. Jika manajer camp dapat menyelesaikannya, maka permasalahan akan selesai di sana.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 52 of 69 April 2006

Intracawood sebenarnya telah mendokumentasikan mekanisme untuk menangani klaim lahan masyarakat melalui beberapa dokumen. Sampai November 2001, telah diidentifikasi sebanyak 92 jenis klaim masyarakat. Pemerintah daerah telah menyetujui daftar klaim ini. Dalam audit, banyak masyarakat yang dikunjungi (mis, desa Ujang, Klembunan, Maritam) menyatakan bahwa Intracawood menemui mereka dan menyelesaikan klaim mereka. Beberapa klaim belum terpecahkan. Sebagai contoh, Desa Sedulun memiliki klaim atas pohon buah sejak 14 April 2001 dan masyarakat meminta Intraca berhenti menggunakan log pond dalam kawasan masyarakat di Limbu Sedulun sejak 25 April 2001. Semua keluhan dan klaim masyarakat termasuk manfaat sumberdaya dan lokasi kepentingan masyarakat khusus (kuburan, sumber air) dan kawasan yang ada konflik atau yang memiliki potensi konflik sudah didokumentasikan dengan baik. Peta-peta telah dibuat untuk mengidentifikasi hal-hal ini. Kesimpulan: Berdasar temuan di atas auditor menemukan bahwa prekondisi tersebut telah dipenuhi dengan kondisi baru berikut ini : Kondisi 25: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus menyelesaikan, memperbaiki/meng-update akurasi data sosial yang sekarang ini dikumpulkan. Data yang sudah selesai kemudian diproses dan dianalisis menjadi informasi yang digunakan sebagai dasar untuk intervensi yang berhubungan dengan masalah sosial. Intraca harus melakukan rekomendasi yang dihasilkan oleh survey sosial. Penerapan pendekatan partisipatif (pemetaan partisipatif, inventarisasi partisipatif) harus diintegrasikan dengan bagian lain seperti Bagian Pemetaan Hutan dan Bagian Inventarisasi sehingga temuan tersebut akan saling melengkapi.

Prekondisi 4: Sebelum sertifikasi, Intraca harus mengembangkan forum masyarakat untuk konsultasi yang terdiri dari perwakilan masyarakat yang diakui, yang semua atau sebagian lahannya terletak di dalam konsesi dan meliputi perwakilan manajemen perusahaan dan pemerintah daerah. Anggota masyarakat dari Forum itu harus dipilih sendiri secara transparant oleh masyarakat. Tujuan dari forum ini adalah untuk menyusun pedoman dan kebijakan mengenai hubungan antara Intraca dan desa-desa, untuk menyelesaikan sengketa lahan dan sumberdaya, serta untuk membantu perusahaan memilih desa-desa yang akan dibantu dalam program PMDH. Intraca akan mendukung Forum ini secara financial dan administratif. Temuan: Intracawood menyelenggarakan pertemuan besar di Tarakan pada tanggal 26 Januari 2002 untuk memenuhi Prekondisi 4. Ada dua pertemuan yang diselenggarakan untuk menyiapkan pertemuan besar ini. Pertemuan perencanaan pertama dihadiri oleh 33 peserta, termasuk HPHs, asosiasi IPPK, asosiasi kehutanan MPI, LSM, Pemerintah Bulungan dan universitas. Pertemuan kedua membahas pendanaan pertemuan multipihak yang saat itu disediakan oleh DfID. Pertemuan multipihak ini dihadiri oleh 101 peserta yang menandatangani daftar hadir (tidak termasuk penyelenggara). Jumlah total peserta yang dilaporkan adalah 135 orang. Mereka terdiri dari perwakilan Kepala Desa, Kepala Adat, pemuda, pemerintah daerah, kantor dinas kehutanan, LSM, militer dan pejabat kebijakan, HPH, IPK dan masyarakat dari Desa Sekatak dan Sesayap. Peserta sepakat untuk mengembangkan apa yang mereka sebut sebagai Forum Konsultatif Pengelolaan Sumberdaya Alam Wilayah Kecamatan Sekatak. Tujuan utama dari Forum itu adalah untuk memperbaiki kesejahteraan semua pihak (termasuk tetapi tidak terbatas pada masyarakat di sekitar hutan) dan meningkatkan kesatuan dari multipihak. Forum tersebut diketuai oleh Bapak Supriyadi, seorang dosen dari Universitas Borneo. Pertemuan tersebut tidak memberikan tindak lanjut, sebagaimana yang ditentukan (dan diverifikasi oleh banyak peserta yang diwawancara pada saat audit verifikasi prekondisi) bahwa forum skala besar seperti ini bukan cara yang praktis atau yang sensitif budaya untuk menciptakan hubungan masyarakat yang efektif.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 53 of 69 April 2006

Untuk menciptakan hubungan atau pemahaman yang diinginkan antara Intraca dan masyarakat, perlu adanya pendekatan yang adaptif secara kontinyu berdasar komunikasi yang dibangun dan rasa saling percaya. Sebagian besar dari ini dilakukan melalui pertemuan yang panjang dan berulang dengan masyarakat mengenai proses pemberitahuan dan negosiasi kesepakatan sebelum penebangan. Namun, Intraca telah mengusulkan untuk menyelenggarakan pertemuan dan forum skala kecil pada tingkat masyarakat. Prekondisi 4 ditujukan untuk menangani kurangnya forum yang sesuai agar masyarakat dapat membahas keinginan, membangun rasa saling percaya dan pemahaman yang lebih baik dalam jangka panjang. Diakui bahwa sebagian besar dari sengketa, klaim dan tuntutan telah dialamatkan melalui pendekatan langsung antara masyarakat terkena dampak, dengan bantuan pimpinan desa atau pimpinan adat, dan juga hingga pejabat Kabupaten (mis, kasus dengan IPPK dan klaim lahan). Pada tingkat lokal beberapa masalah penting – yang diharapkan SmartWood dapat diselesaikan oleh Forum seperti menyelesaikan sengketa lahan dan sumberdaya – telah secara langsung diatasi kasus per kasus. Serangkaian kesepakatan yang dinegosiasikan telah ditandatangani oleh pihak-pihak untuk menyelesaikan klaim lahan dan isu-isu konflik lainnya. Mandat lain dari Forum yang diminta oleh Prekondisi itu adalah untuk menyusun kebijakan dan pedoman untuk membangun hubungan yang lebih baik dan menyelesaikan masalah sehubungan dengan kegiatan operasional perusahaan. Pada level praktis, semua kebijakan dan pedoman yang ada sekarang dikembangkan oleh perusahaan itu. Hal ini sebagian karena forum besar tidak efektif. Secara internal, tim sosial Intraca memiliki pertemuan berkala untuk merencanakan dan mengevaluasi pada wilayah kerja dan camp mereka, dimana ada rencana untuk memperluas dan memelihara pertemuan berkala tersebut dengan semua penduduk desa dan tidak hanya dengan elit desa.

Kesimpulan: Berdasar temuan ditas, prekondisi telah dipenuhi dengan kondisi berikut ini, yang ditargetkan pada skala yang harus membawa hasil yang lebih efektif. Kondisi 26: Dalam enam bulan setelah sertifikasi, Intraca harus mengembangkan forum masyarakat konsultatif (kelompok) di tingkat desa dan/atau terdiri dari beberapa desa pada daerah tertentu. Proses konsultasi harus terdiri dari perwakilan masyarakat yang kesemua atau sebagian lahannya terletak dalam konsesi dan meliputi perwakilan dari manajemen perusahaan dan pemerintah daerah (tingkat desa atau kecamatan atau kabupaten). Forum desa ini harus bertemu secara berkala untuk menyusun pedoman, agenda dan kebijakan untuk memperbaiki hubungan antara Intraca dan desa-desa, khususnya untuk menyelesaikan sengketa lahan atau sumberdaya dan untuk membantu perusahaan dalam memilih desa yang akan dibantu dalam Program PMDH. Intraca akan mendukung forum ini secara finansial dan administratif.

Prekondisi 5: Sebelum sertifikasi, Intraca secara penuh dan resmi berkomitmen untuk melaksanakan RIL pada rencana tebangan tahunan di masa depan (RKT). Komitmen pada RIL akan ditunjukkan melalui: 1) pelatihan tambahan dan masuknya sistem insentif untuk tim penebangan dan penyaradan; 2) pelatihan teknis untuk departemen perencanaan mengenai produksi dan interpretasi peta; 3) pembuatan rencana/prosedur khusus untuk menebangan kawasan yang curam yang menjelaskan bagaimana Intraca akan menebang pada slope yang curam, teknologi apa yang akan digunakan, bagaimana untuk mengurangi, memonitor dan mengurangi dampak dan bagaimana mendapatkan ijin jika melebihi batas kelerengan yang dipersyaratkan TPTI; 4) pembuatan SOP teknis untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan utama atau jalan sarad, dengan perhatian khusus pada pengurangan dampak pada saluran air, dan prosedur untuk mengoptimasi manfaat kayu dengan membatasi kerusakan akibat tebangan dan limbah log; 5) revisi rencana pengelolaan untuk merefleksikan adopsi RIL sebagai pendekatan yang digunakan dalam penebangan.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 54 of 69 April 2006

Temuan: Intraca telah berupaya untuk terus dengan pelaksanaan RIL. Perusahaan telah menunjuk 3 supervisor logging terhadap 6 tim logging dari kontraktor dan mempekerjakan dirinya sebagai satu operator traktor terlatih. Pada tahun 2001, perusahaan mengadopsi skema inspeksi blok, yang didasarkan pada indikator kinerja. Intraca memberikan bonus pada kru logging, jika logging dilakukan menurut standar RIL yang disepakati (maksium Rp 2 juta per petak teband ditawarkan berdasar hasil dari tim inspeksi blok). Baru-baru ini, tiga kebijakan atau SOP tentang RIL (pengurangan limbah, produksi peta dan pembangunan jalan dan jalan sarad serta pemeliharaannya) dikembangkan oleh penasihat logging dari Philippina. Kebijakan ini merupakan langkah maju namun perlu dikembangkan lebih lanjut menjadi SOP yang praktis dan pendek. Pada bulan Juni 2001, Intraca, yang didukung oleh Tropical Forest Foundation (TFF), menyelenggarakan kursus selama dua minggu mengenai survey topografi dan pelaksanaan RIL dan juga penjajagan kebutuhan pelatihan bagi kru logging. Kebutuhan akan pengembangan SOP, pemetaan kontur yang lebih baik, perbaikan teknik penebangan, tingkat pemanfaatan yang lebih tinggi dan penyaradan yang teliti secara jelas dinyatakan dalam SOP tersebut. Survey topografi dilaksanakan dengan dasar uji coba, namun juga belum menghasilkan informasi yang akurat. Perusahaan telah melihat dengan teliti sumber pengindraan jauh untuk modeling elevasi digital ( (IKONOS, DOSAR-Radar). Meskipun teknik-teknik ini merupakan alat terbaik untuk tugas-tugas perencanaan hutan umum, masih ada keraguan bahwa perencanaan sebelum tebangan dapat didasarkan pada alat-alat tersebut, khususnya dengan mempertimbangkan kecuraman dari lereng-lereng di areal konsesi. Untuk saat ini, Intraca harus menggunakan gabungan survey topografi dan ITSP sebagai prosedur pra-perencanaan standar. Intraca telah mengirimkan supervisor ke PT Sumalindo untuk mempelajari sistem logging kabel mereka dan berpartisipasi dalam lokakarya tentang logging kabel di Samarinda pada bulan September 2002. Perusahaan tersebut memutuskan untuk tidak menggunakan teknologi kabel karena slope yang pendek di kawasan mereka dan besarnya investasi yang dibutuhkan. Logging dengan menggunakan traktor yang berdampak rendah akan meninggalkan persentase yang besar sisa tegakan yang tidak ditebang dalam masing-masing petak yang berlereng curam, karena tidak mudahnya akses, kalaupun digunakan ambang batas lingkungan yang ketat. Pejabat tinggi manajemen mengungkapkan secara realistis, bahwa pelaksanaan RIL sepenuhnya akan makan waktu tiga tahun dan bahwa perusahaan telah mencapai 50 persennya selama ini. Observasi lapangan dalam petak tebang terbaru menunjukkan adanya masalah berikut ini: • Data topografi yang lama tidak memiliki kualitas yang sesuai untuk perencanaan jalan sarad sebelum

penebangan pada lereng yang curam (garis kontur didasarkan pada interpretasi foto udara yang menyebabkan salah penempatan jalan sarad pada peta sebanyak 40% dari semua kasus);

• Jalan sarad dibangun pada kawasan dimana tebangan dari jumlah pohon minimum yang layak ekonomi per uji coba tampak bermasalah;

• Peta-peta prapenebangan kehilangan banyak informasi penting (beberapa peta ada yang berkualitas bagus, namun tidak ada upaya untuk menggabungkan semua informasi yang penting kedalam satu peta yang menggambarkan posisi pohon, jalan sarad yang direncanakan, zona perlindungan sosial dan lingkungan, jalan, sungai-sungai, batas-batas dsb);

• Teknik penebangan masih memiliki limbag yang besar dan resiko yang besar bagi operator (tidak ada pegangan, tidak ada helper chain saw);

• Manuver traktor masih terlalu luas, khususnya pada bagian yang curam pada blok tebangan (winching hanya dilakukan sebagian);

• Penutupan lahan masih perlu perbaikan (lubang parit masih terlalu besar dan tinggi dan menjadi sumber erosi sendiri).

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 55 of 69 April 2006

Ketiga pemeriksa blok memahami sistem RIL dengan sangat baik dan mampu mengenali kinerja mereka yang lemah. Mereka mengikuti operator setiap hari dan harus didorong untuk memberikan feedback dan menyediakan data yang lebih baik mengenai dampak ekonomi pada pelaksanaan RIL. Situs-situs yang dikunjungi dalam blok-blok tebang tahun-tahun belakangan ini menunjukkan membaiknya kondisi dan sedikit erosi pada jalan sarad. Erosi masih besar di sepanjang jalan-jalan utama dan perlindungan yang dilakukan Intraca untuk mencegah erosi setelah pembangunan jalan menunjukkan dampak yang kecil (lihat Prekondisi 6). Pembangunan jalan pada blok tebang 2002 menunjukkan beberapa perbaikan (lebarnya jalan, pengelolaan air), namun secara keseluruhan perlu banyak perbaikan. Kebutuhan akan teknik jalan yang baik, penggunaan ekskavator selama pembangunan atau pemeliharaan jalan secara reguler, penerapan ukuran-ukuran untuk mengurangi erosi secara langsung setelah pembangunan jalan dan penutupan jalan-jalan sekunder tidak dapat dipenuhi, khususnya karena melihat kecuraman blok tebang Intraca pada tahun sekarang. Perusahaan menyiapkan Rencana Aksi enam bulan (rencana kerja setengah tahunan) untuk memperbaiki RIL dan pembangunan jalan. Kegiatan-kegiatan berikut ini diusulkan untuk dimulai dari Oktober 2002 hingga Mei 2003: A. Survey Topografi dan Timber Cruising Tujuan: 1. Harus dihasilkan peta kontur yang akurat dengan pemetaan pohon yang akurat. 2. Surveyors harus mampu mengukur secara akurat dengan penerapan prosedur survey

standar. Kegiatan:

a. Penyiapan rancangan SOP mengenai survey topografi dan timber cruising (15 Okt.-5 Nov.2002).

b. Pembahasan rancangan SOP tersebut (6-15 Nov. 2002). c. Perumusan akhir SOP (16-25 Nov. 2002). d. Penyiapan pelatihan lapangan (10-15 Des. 2002). e. Pelatihan lapangan (5-25 Jan. 2003).

B. Penebangan dan Penyaradan Tujuan: 1. SOP yang memenuhi persyaratan RIL harus disiapkan. 2. Operator traktor dan chainsaw harus mampu bekerja sesuai SOP. 3. Pemeriksa blok harus mampu mengawasi dan memantau pekerjaan sesuai SOP. Kegiatan:

C. Sistem Bonus Tujuan: 1. Insentif dan juga sanksi harus diterapkan kepada operator traktor dan chainsaw. 2. Insentif dan juga sanksi harus diterapkan kepada timber cruisers. 3. Insentif dan juga sanksi harus diterapkan kepada pemeriksa blok. Kegiatan:

a. Evaluasi sistem insentif yang dapat diterapkan dalam pelaksanaan RIL (15-30 Des. 2002). b. Formulasi sistem insentif (15-30 Des. 2002).

a. Pembahasan dan evaluasi SOP (15 Okt.-5 Nov. 2002). b. Perumusan akhir SOP (6-20 Nov. 2002). c. Pelatihan lapangan bagi operator traktor dan chainsaw (26 Jan.-10 Feb. 2003) d. Pelatihan lapangan bagi pemeriksa blok (11-15 Feb. 2002).

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 56 of 69 April 2006

c. Persiapan draf sistem insentif untuk cruiser dan pemeriksa blok (15-30 Des. 2002). d. Pembahasan dan perumusan sistem insentif final untuk cruiser dan pemeriksa blok (15-30 Des. 2002).

D. Pemeriksaan dan monitoring RIL Tujuan: 1. Prosedur standar untuk pemeriksaan dan monitoring RIL harus dirumuskan. 2. Pemeriksa blok harus memiliki pengetahuan yang sempurna tentang RIL untuk mampu melaksanakan

pemeriksaan dan monitoring RIL. Kegiatan: a. Perumusan sebuah SOP untuk pelaksanaan pemeriksaan dan monitoring RIL (5 Jan. 2003) b. Pelatihan lapangan untuk pemeriksa blok tentang pemeriksaan dan monitoring RIL(sebagaimana dijadwalkan). E. Pembangunan jalan dan jalan sarad Tujuan: 1. SOP untuk pembangunan jalan dan jalan sarad yang sesuai dengan persyaratan RIL. 2. Operator traktor harus mampu melaksanakan prosedur standar ini. Kegiatan: 1. Perumusan SOP untuk pembangunan jalan dan jalan sarad {16-20 Peb. 2003). 2. Pelatihan lapangan untuk operator traktor tentang pembangunan jalan dan jalan sarad (21-25Feb. 2003). Kegiatan-kegiatan yang direncanakan dapat diwujudkan dalam jangka waktu yang diberikan. Mereka memberikan langkah maju dalam pelaksanaan RIL dan pembuatan jalan yang lebih baik dan harus dipertimbangkan menjadi peraturan baku yang mengikat perusahaan. Kesimpulan: Berdasar penjelasan di atas, auditor menyimpulkan bahwa prekondisi tersebut telah dipenuhi dengan tambahan kondisi baru berikut ini:

Kondisi 27: Dalam enam bulan, Intraca harus menyampaikan kepada SmartWood laporan kemajuan tentang pelaksanaan rencana aksi untuk RIL dan perbaikan metode pembangunan jalan. Prekondisi 6: Sebelum sertifikasi, Intraca harus mengembangkan dan menunjukkan pelaksanaan awal dari penilaian dampak lingkungan hidup dan rencana monitoring dampak tersebut. Hal ini bisa dirancang untuk menilai dampak sebelum kegiatan penebangan, memonitor kegiatan operasional yang tengah berlangsung, dan melakukan penilaian kerusakan pasca tebangan. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk menghindari kerusakan lingkungan hidup dengan merencanakan semua kegiatan operasional dalam HPH itu sebelumnya. Sistem pengelolaan lingkungan ini diharapkan diintegrasikan ke dalam keseluruhan perencanaan dan operasional pengelolaan, dan untuk mengurangi dampak yang terjadi pada tingkat lanskap, khususnya dampak pada saluran air pada daerah hilir. Monitoring dalam Intracawood berada dalam tanggungjawab Divisi Kehutanan, Bagian Lingkungan dan Penelitian. Tim tersebut bersama-sama telah membuat program monitoring lingkungan yang sangat komporehensif. Fokus utama program ini adalah kualitas air (erosi dan sedimentasi) dan keragaman spesies (komposisi flora dan fauna, kelimpahan, frekuensi dsb). Program ini mulai mengembangkan plot pengukuran di sepanjang sungai dan sungai kecil yang mengalir sepanjang blok penebangan dimana masyarakat lokal tergantung padanya. Program tersebut mulai memonitor plot vegetasi pada lokasi-lokasi dengan beberapa tahap intervensi penebangan yang berbeda. Untuk kualitas air dan tanah serta nilai-nilai funcsional spesies/ekosistem, staf Intraca merencanakan mengumpulkan dapat pra-penebangan, selama

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 57 of 69 April 2006

penebangan dan setelah penebangan. Staf Intraca telah membuat laporan-laporan monitoring dan mendokumentasikannya. Dalam masa sebelum penilaian sertifikasi, Intraca mengumpulkan data air hanya pada stasium sampling permanen, yang sering terletak jauh dari logging aktif, dan oleh karena itu bukan merupakan indikator yang baik dari dampak pembangunan jalan, pembangunan jalan sarad, atau unsur-unsur lain dalam penebangan. Sejak penilaian sertifikasi, program tersebut telah dikembangkan untuk mengatur plot monitoring dalam blok yang tebangannya aktif. Pengumpulan data mulai sebelum logging untuk mengembangkan data dasar, dan kemudian berlanjut selama penebangan dan setelah penebangan. Stasiun sampling dibangun dengan susunan aliran airu pertama, kedua dan ketiga di dalam petak tebang 2002. Tim tersebut mampu menjelaskan prosedur monitoring dan berbagai uji yang pernah dilakukan. Data tersedia untuk debit air, kecepatan, kekeruhan dan sedimentasi. Dalam program monitoring juga dikumpulkan informasi mengenai hewan-hewan sungai meskipun hal ini masih dalam tahap awal. Staf monitoring Intraca menggunakan protokl CIFOR dan pemerintah untuk mengembangkan program monitoring air sungainya. Analis awal dari data itu menunjukkan bahwa logging memang berkontribusi dalam meningkatkan sedimentasi selama penebangan. Beberapa jenis monitoring dilakukan pada kondisi-kondisi yang sangat penting. Intraca melaksanakan protokol monitoring dan pelaporan yang sangat efektif dalam penilaian mereka pada besaran unit pengelolaan hutan yang terkena dampak dari penebangan IPPK. Ada catatan dari pemetaan, foto-foto, laporan tertulis, dan documentasi lainnya mengenai lokasi-lokasi operasional IPPK yang terjadi di dalam konsesi. Informasi tersebut sangat bermanfaat dalam audit verifikasi prekondisi, dan pemeriksaan lapangan pada lokasi penebangan IPPK dihubungkan dengan titik GPS dari catatan perusahaan. Identifikasi dan pengetahuan tentang masalah itu belum menjadikan perusahaan memiliki strategi rehabilitasi. Intraca membuat teras-teras pada kawasan yang memiliki slope dan gagalnya pembuatan teras bisa menyebabkan tanah longsor, khususnya dalam zona air sungai. Intraca memonitor teras-teras dari keefektifannya; namun terlihat indikasi bahwa teras-teras ini tidak cukup efektif untuk menahan erosi yang disebabkan oleh konstruksi jalan yang buruk. Agar monitoring ini berguna, Intraca akan membuat studi banding tentang erosi dari kawasan-kawasan yang menggunakan metode konstruksi jalan konvensional vs jalan yang menggunakan metode pembangunan jalan yang telah diperbaiki. Intraca telah mempertimbangkan dampak penebangan pada pemanfaatan hutan oleh lokal. Pemeriksaan blok sebelum penebangan berlangsung dengan Tim Sosial yang mengitari areal penebangan dengan pimpinan desa seperti ketua adat dan kepala desa, atau tetua masyarakat lainnya. Tim ini mengidentifikasi lokasi-lokasi kuburan dan mencadangkan kawasan penyangga terhadap lokasi-lokasi ini. Selanjutnya, monitoring dampak sosial adalah pengumpulan data tentang identifikasi pohon madu, kayu ulin, tengkawang, gaharu, rotan dan semua yang penting dalam pemanfaatan lokal. Kesimpulan: Berdasar temuan di atas, auditor menyimpulkan bahwa prekondisi tersebut telah dipenuhi. Karena adanya fakta bahwa masyarakat lokal melakukan kegiatan gergajian kayu dengan skala terbatas di dalam hutan dan bahwa Intraca memiliki program monitoring yang informal tetapi tidak sistematis untuk mengevaluasi besarnya penebangan ini atau pemanfaatan ini, kondisi berikut ini harus ditambah dalam kontrak sertifikasi:

Kondisi 28: Selama masa sertifikasi, Intraca harus memberikan bukti adanya langkah-langkah sistematis untuk mengendalikan penebangan liar (penebangan untuk tujuan komersial dalam kawasan konsesi, yang tidak disepakati oleh perusahaan, masyarakat dan pemerintah daerah). Intraca harus melaksanakan aturan yang bertujuan untuk mengurangi tingkat penebangan liar seperti:

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 58 of 69 April 2006

• Pelaksanaan sebuah metodologi untuk monitoring besarnya dan jumlah penebangan liar, dengan perkiraan volume kayu yang hilang;

• analysis dan pelaporan mengenai lokasi, besarnya dan jenis penebangan liar, perambahan dan pemukiman liar yang terjadi;

• identifikasi situs-situs yang paling penting dan pihak-pihak yang terlibat dalam aktifitas ini dan koordinasi dengan pejabat lokal yang bertanggungjawab untuk mengendalikan penebangan liar.

Prekondisi 7: Sebelum sertifikasi, Intraca akan menghitung kembali AAC berdasar penilaian luasan pengelolaan kayu efektif dan realistis. Selanjutnya, Intracawood perlu mengklarifikasi dan menjustifikasi perhitungan AAC, yang meliputi penjelasan lengkap tentang inventarisasi hutan yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung AAC. Analisis statistik harus dipadukan dalam penjelasan ini, termasuk kesalahan pengambilan contoh (sampling error) dari inventarisasi tersebut. Temuan: Intraca sekarang ini sedang menyiapkan rencana pengelolaan hutan jangka panjang yang baru, berdasar re-desain kawasannya. Perubahan batas utama adalah:

• batas-batas HTI dengan batas HPH harus dipastikan dan HTI dikeluarkan • beberapa kawasan yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal dalam HPH akan dikeluarkan. • Tumpang tindih antara Intraca dan Inhutani II dikeluarkan • Kawasan sebelah selatan antara kawasan konservasi dan Intraca (RKL VII) dipadukan pada konsesi

yang ada sekarang. Ada usulan rencana untuk mengelola konsesi dalam 3 sub-unit, yang masing-masing menerima RKT-nya sendiri (sub-rencana pengelolaan) dan demikian juga dengan AACnya. Perusahaan yakin bahwa bekerja secara simultan pada 3 lokasi akan mengembangkan hubungan yang lebih baik dengan desa-desa sekitar dan memberikan kontrol yang lebih baik terhadap kawasan, bahkan pada situasi yang rugi karena biaya produksi yang lebih tinggi. Tata letak kawasan baru didasarkan pada pembuatan zona yang intensif, termasuh penunjukkan menurut pertimbangan-pertimbangan HCVF. Rancangan proposal re-desain telah dipresentasikan kepada DINAS Kehutanan di Samarinda, namun perhitungan kawasan, khususnya penentuan blok RKT yang dapat dikerjakan dan layak secara ekonomi, yang juga didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sosial, perlu dilihat dan dikerjakan lagi. Tim audit verifikasi prekondisi terkesan dengan keinginan Intraca untuk mengakomodasi pertimbangan-pertimbangan sosial dan lingkungan dalam rencana pengelolaannya yang baru dan ingin segera melihat versi rencana redesain yang dielaborasi, termasuk perhitungan AAC yang realistis untuk masing-masing sub-unit. Intraca berharap bahwa penebangan nanti akan mengikuti layout yang baru paling cepat pada tahun 2004, namun dalam komunikasi setelah Januari 2003, menunjukkan bhawa rencana tersebut akan melibatkan dua sub-unit pengelolaan yang dibagi antara Kabupaten Malinau dan Bulungan. Perusahaan telah menyiapkan beberapa dokumen dan memberikan masukan lain ke dalam data inventarisasi. Sumber data yang tersedia adalah:

• Inventarisasi sebelum tebangan dari blok tebang 5 tahun untuk RKL IV-VI (intensitas sampling 5%)

• Inventarisasi sebelum tebangan dari blok tebang 1992/93-2003 (ITSP, intensitas sampling 100%, yang dilaksanakan dua tahun sebelum menebang)

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 59 of 69 April 2006

• Inventarisasi pasca tebang dari blok tebang lima tahun pada RKL I-III (intensitas sampling 5%, dilaksanakan pada 1998/99)

• Inventarisasi pasca tebang dari blok tebang 1 tahun pada 1994-2000 (intensitas sampling 100%, dilaksanakan dua tahun setelah menebang)

• Pemeriksaan kembali inventarisasi pasca tebang awal pada 4 petak di blok tebang 1991/92, 1993/94, 1994/95 (dilaksanakan pada tahun 2002; belum selesai)

• Inventarisasi orientasi dari hutan bekas tebang (intensitas 0,2%, dilaksanakan oleh konsultan pada tahun 1998)

• Rincian laporan produksi tahunan sejak 1991/92 Jumlah data sangat mengesankan, namun inventarisasi yang diterapkan untuk pengumpulan data sebelum dan setelah tebangan sangat sulit dibandingkan dan tidak dapat dianalisis statistiknya, karena rancangan samplingnya. Inventarisasi orientasi yang dilaksanakan oleh konsultan pada tahun 1998 bisa dianalisis secara statistik dan digunakan untuk perkiraan AAC yang diberikan kepada tim penilai pada tahun 2001. Namun, hasil inventarisasi ini sangat dipertanyakan, yang membawa pada tegakan volume 42% lebih tinggi daripada rata-rata volume yang ditentukan dalam inventarisasi sebelum tebangan tahunan untuk sepuluh tahun terakhir (ITSP). Karena hal ini, Intraca sepakat untuk mengabaikan perhitungan AAC yang didasarkan pada inventarisasi orientasi ini (lihat RKPH 1999) dan sekarang menggunakan data dari inventarisasi RKL IV-VI (intensitas sampling sebesar 5%) untuk penentuan AAC, sebagaimana dikatakan dalam proposal RKPH pada tahun 1996. Data ini masih 18% lebih besar daripada volume rata-rata yang ditentukan dalam inventarisasi sebelum tebangan selama 10 tahun terakhir, yang menghasilkan AAC sebesar 56 m3/ha. Perusahaan memberikan gambaran dari semua pohon yang ditebang antara tahun 1991 dan 2001 dan mempresentasikan rencana tebangannya untuk tahun 2003. Rata-rata 108,769 m3 ditebang setiap tahun, yang sama dengan 5,8 batang per hektar atau 32.5m3/Ha. Melihat ukuran konsesi dan kualitas hutan, pemanfaatan ini terlihat rendah dan tergambarkan dengan baik pada tingkat realisasi rata-rata AAC legal, yang disebut sebagai Jatah Penebangan Tahunan (JPT), sebesar 69%. Hal ini karena faktor eksploitasi yang besar yaitu 0.8 untuk areal hutan produksi yang curam, yang diberikan oleh Intraca kepada pemerintah. Faktor koreksi eksploitasi yang lebih realistis dapat dihitung selama study RIL (lihat Prekondisi 5). Pada tahun 2001, perusahaan mencapai tingkat realisasi yang bahkan lebih rendah, karena kehati-hatian dalam menebang pada kawasan curam dan pemenuhan klaim oleh masyarakat lokal. Pada tahun 2002, 40% dari JPT pun tidak sampai ditebang. Untuk tahun 2003, kawasan yang lebih kecil dari tahun 2002 dan hanya 31 m3/ha yang bisa ditebang. Seseorang dapat berkesimpulan, bahwa tebangan tahunan saat ini, meskipun penentuan AAC tidak didasarkan pada data yang akurat dan terlihat diatas perkiraan tebangan, tidak menyebabkan eksploitasi berlebihan dan hal ini sementara dapat dibenarkan. Kesan baik terhadap hutan diterima tim penilai pada saat over-flight dan observasi lapangan mendukung asumsi penebangan yang lestari ini. Data Pertumbuhan dan hasil tersedia dari 12 plot dalam satu hektar (2 seri PUP). Data tersebut menunjukkan pertumbuhan yang lambat pada spesies komersial (0.4 cm/tahun rata-rata di semua plot yang tidak mendapatkan perlakuan), namun perbedaan besar antara plot bisa terjadi, yang harus dianalisis lebih lanjut (jumlah pohon yang ditebang, kondisi tempat tumbuh, jumlah pohon besar dengan kualitas yang buruk). Terlalu awal untuk menggunakan data ini sebagai dasar penentuan AAC. Pengumpulan data yang teliti perlu diteruskan dan dipelihara dan analisis data, khususnya mengenai perbedaan pertumbuhan antara plot, harus lebih diintensifkan untuk mempelajari lebih jauh AAC di masa depan dan pilihan-pilihan silvikultur. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Kondisi 17, akan diperlukan beberapa PSP. Perusahaan juga telah meminta laboratorium perencanaan hutan dari Universitas Mulawarman di Samarinda untuk mendukung penentuan AAC. Studi pertama dilaksanakan dengan program MYRLIN, yang

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 60 of 69 April 2006

aplikasinya masih dalam tahap uji coba. Draf laporan, tertanggal 7 Pebruari 2002, menyatakan AAC yang lebih kecil daripada yang digunakan dalam praktek penebangan saat ini, namun asumsinya masih dipertanyakan dan hasilnya masih berupa hasil penelitian daripada digunakan langsung sebagai dasar untuk penentuan AAC. Kesimpulan: Berdasar informasi di atas, auditor menyimpulkan bhawa prekondisi tersebut telah dipenuhi dengan tambahan kondisi baru berikut ini:

Kondisi 29: Menjelang akhir tahun pertama, setelah pemerintah menyetujui rencana redesain Intraca, perusahaan harus melakukan inventarisasi orientasi untuk keseluruhan kawasan konsesi, untuk mendapatkan data yang lebih baik tentang stok tegakan dan pengaturan dampak dari IPPK atau penebangan ilegal. Perhitungan AAC di masa depan untuk tiga sub-unit harus didasarkan pada inventarisasi ini. Perusahaan harus memilih rancangan inventarisasi yang dapat dianalisis secara statistik (mis, tata letak plot atau garis-plot), memberikan pelatihan pada tim kerjanya sebelum pelaksanaan inventarisasi dan melakukan kontrol lapangan yang intensif. Kondisi 30: Menjelang akhir tahun pertama setelah sertifikasi, Intracawood harus menfinalisasi rencana pengelolaan hutan jangka panjangnya yang meliputi rincian pembuatan zona dan penentuan AAC pada skala sub-unit dan menyampaikan rencananya untuk disetujui oleh pemerintah. Rencana tersebut harus menggambarkan pertimbangan-pertimbangan pengelolaan sosial, lingkungan dan ekonomi untuk setiap sub-unit. Prekondisi baru yang diterbitkan pada bulan Pebruari 2004:

Selama audit Pebruari 2004, terdapat bukti adanya ekstraksi kayu oleh masyarakat lokal. Selama kunjungan tim audit pada kawasan kerja penebang lokal sangat aktif dan salah satunya bisa diwawancara. Berdasar observasi dan wawancara dengan masyarakat lokal ini, hasil pengamatan adalah sebagai berikut:

1. Pohon-pohon yang ditebang atau log limbah dibuat menjadi papan di dalam hutan atau di sepanjang jalan utama.

2. Papan-papan yang dihasilkan oleh masyarakat lokal dijual ke Malinau; 3. tidak ada informasi yang tersedia tentang tingkat ekstraksi atau mengenai dampak ekstraksi pada

riap tahunan dari kawasan bekas tebangan, meskipun diperkirakan kurang dari 10%. Prekondisi 01/04: Sebelum sertifikasi, perusahaan harus mengembangkan rencana untuk melaksanakan sistem monitoring permanen untuk menentukan tingkat ekstraksi kayu oleh masyarakat lokal, dan dampaknya pada ekosistem hutan. Pemenuhan Prekondisi BARU 01/04:

Temuan: Pada bulan Mei 2004, Intracawood menyampaikan rencana aksi dan sistem monitoring untuk memperkirakan jumlah batang dan volume log limbah dan juga tegakan yang sedang ditebang dan diekstraksi oleh masyarakat lokal dalam bentuk papan gergajian. Perusahaan (dan SmartWood) menerima bahwa tingkat ekstraksi lokal ini akan selalu ada, khususnya karena masyarakat ini tinggal di sekitar dan di dalam hutan. Pentingnya memonitoring ini adalah untuk memahami apakah tingkat ekstraksi ini akan mempengaruhi dinamika pertumbuhan hutan dan fungsi ekosistem. Perusahaan menyiapkan rencana aksi segera selama 4 bulan untuk memetakan dan menginventarisasi lokasi-lokasi ekstraksi kayu gergajian masyarakat; mengevaluasi volume dihubungkan dengan stok tegakan; untuk melatih pekerja mengenai prosedur monitoring dan untuk terus melaksanakan monitoring. Menjelang Agustus 2004, perusahaan memiliki data dari Mei hingga Agustus 2004. Volume kayu gergajian yang diekstraksi tidak mendekati jumlah yang signifikan. Rasio kayu gergajian yang diekstraksi terhadap stok tegakan kurang dari 0.01%. Perusahaan terus memonitor tingkat ekstraksi oleh masyarakat lokal.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 61 of 69 April 2006

Kesimpulan: Berdasar temuan di atas, SmartWood menyimpulkan bahwa Prekondisi tersebut telah dipenuhi. Prekondisi Baru (CARs major) yang diterbitkan pada bulan November 2005:

Selama audit verifikasi kinerja pada bulan Juni 2005, ada ketidaksesuaian yang diidentifikasi yang membuat SmartWood menerbitkan prekondisi baru. Prekondisi ini dijelaskan di bawah, dengan indikasi ketidaksesuaian tersebut. CAR # 1 - 2005: Standar referensi #: 1.1 Ketidakpatuhan: Major Minor

Beberapa masalah kecil ditemukan dalam koran-koran yang terbit pada bulan Juni dan Agustus 2005 yang memberitakan bahwa PT Intraca dicurigai menyalahi prosedur dalam proses mendapatkan ijin (SK IUPHHK).

Corrective Action Request: PT. Intracawood Manufacturing harus mengklarifikasi permasalahan yang diangkat dalam koran tersebut mengenai tuduhan kesalahan prosedur dalam mendapatkan ijin dari Departemen Kehutanan. Tenggat waktu untuk pemenuhan: 60 hari setelah laporan diterima. CAR #4 - 2005: Reference Standard #: 7.4 Ketidakpatuhan: Major Minor

Perusahaan tidak membuat ringkasan publik mengenai elemen-elemen utama dalam rencana pengelolaan, termasuk yang didaftar pada Kriteria 7.1

Corrective Action Request: Perusahaan harus membuat ringkasan publik tentang elemen-elemen utama dalam rencana pengelolaan sebagaimana yang dijelaskan dalam Kriteria 7.1 Timeline for Compliance: 60 days after report received. Pemenuhan Prekondisi BARU dengan CAR 1-2005:

Temuan: SmartWood meminta Intracawood untuk memberikan klarifikasi mengenai status hukum dari perpanjangan ijin yang didapatkan dari Departemen Kehutanan. Karena Departemen Kehutanan merupakan pihak terdakwa dalam proses pengadilan yang dibawa oleh PT BAL dan PT GHL, Departmen Kehutanan menjadi abstain dalam berkomentar tentang ijin tersebut karena dapat ditafsirkan sebagai ikut campur dalam proses judisial. Perusahaan menyampaikan keputusan hukum kepada SmartWood pada 23 Januari 2006 dari dua kasus pengadilan, yang mendukung validitas SK tersebut. Juga, Intraca memiliki opini hukum yang disiapkan untuk tujuan mengklarifikasi keputusan legal tersebut. SmartWood menerima text dari dua keputusan hukum itu. Keputusan hukum dari Pengadilan Tata Usaha Negara yang pertama pada 8 Maret 2005 (No. 168/C/TUN/2004/PTUN.Jkt) menyatakan bahwa Departemen Kehutanan berwenang untuk menerbitkan ijin tersebut (SK Menhut No. 335/Menhut-2/2004) tertanggal 31 Agustus 2004 dan bahwa penerbitan surat itu bersesuaian dengan aturan hukum yang berlaku dalam sektor kehutanan. Keputusan Pengadilan Tata Usaha Jakarta pada 4 Agustus 2005 (No.87/B/2005/PT.TUN.Jkt) menyimpulkan bahwa keputusan hukum sebelumnya adalah benar dan menegaskan keputusan bahwa penerbitan surat tersebut adalah bersesuaian dengan hukum yang berlaku. Kesimpulan: Berdasar penjelasan di atas, SmartWood menyimpulkan bahwa CAR 1-2005 major telah dipenuhi. Pemenuhan Prekondisi BARU CAR 4-2005:

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 62 of 69 April 2006

Temuan: Intracawood menyampaikan rancangan ringkasan publik dari rencana pengelolaan pada tanggal 23 Januari 2006. SmartWood menilai bahwa ringkasan itu belum cukup dan meminta perusahaan untuk memperbaikinya. Mereka menyampaikan kembali pada dan SmartWood menilai bisa diterima pada tanggal 13 Pebruari 2006. Keputusan: Berdasar penjelasan diatas, SmartWood menyimpulkan bahwa CAR 4-2005 major telah dipenuhi.

3.2 Keputusan Sertifikasi Berdasar review lapangan yang menyeluruh, analisis dan kompilasi temuan oleh tim penilai, tim audit verifikasi prekondisi SmartWood dan input stakeholder, direkomendasikan bahwa, karena perusahaan telah memenuhi ketujuh prekondisi awal dan 4 prekondisi lanjutan sebagai hal yang harus diselesaikan sebelum sertifikasi, PT Intracawood menerima Sertifikasi SmartWood untuk Pengelolaan Hutan dan Lacak Balak untuk unit yang dinilai, dengan kondisi. Lembaga sertifikasi yang diakreditasi oleh LEI, PT TUV Internasional Indonesia mencapai keputusan ini bahwa PT Intracawood Manufacturing telah lulus sistem LEI dengan predikat perunggu, dimana untuk ini sertifikat dapat diterbitkan. Dalam rangka memelihara sertifikasi, Intraca akan diaudit dalam enam bulan pertama masa sertifikasi, dan kemudian diaudit lapangan minimum satu tahun sekali dan diwajibkan untuk tetap tunduk pada Prinsip dan Kriteria FSC, Kriteria dan Indikator LEI, dan Intracawood juga diwajibkan untuk memenuhi kondisi sebagaimana yang digambarkan di bawah ini. Pakar dari SmartWood akan mereview kinerja pengelolaan hutan lanjutan dan pemenuhan kondisi yang digambarkan dalam laporan ini, serta menyelenggarakan audit terjadwal (dan jika diperlukan, audit acak).

3.3 Prekondisi dan Permintaan Tindakan Korektif (CAR) Prekondisi merupakan tindakan yang dapat diverifikasi yang perlu dilakukan oleh PT Intracawood sebelum sertifikat SmartWood dapat diberikan. Semua prekondisi yang terdapat pada poin 3.3 di bawah sudah dipenuhi oleh perusahaan dan bukan lagi menjadi penghalang pada sertifikasi. Prekondisi ini ditulis dalam laporan untuk tujuan dokumentasi. CAR merupakan tindakan yang dapat diverifikasi yang akan termasuk dalam kesepakatan sertifikasi bahwa PT Intracawood diharapkan akan memenuhi kondisi tersebut pada saat audit pertama dilakukan atau jangka waktu yang sudah disebutkan dalam CAR tersebut. Banyak dari CAR-CAR ini sudah dipenuhi atau dipenuhi sebagian oleh perusahaan karena CAR tersebut sudah lama, namun karena SmartWood belum melakukan audit dengan tujuan khusus untuk mengevaluasi pemenuhan CAR ini, mereka akan dimasukkan menjadi satu dan akan direview pada saat audit pertama setelah sertifikasi. Setiap CAR memiliki jangka waktu yang jelas untuk dipenuhi. Ketidakpatuhan akan menyebabkan de-sertifikasi. Fase II: Prekondisi (Hasil dari Full Assessment): Prekondisi 1: Sebelum sertifikasi, Intraca harus mencapai kesepakatan dengan pemerintah Kabupaten Bulungan dan Malinau mengenai: 1) penghormatan pada batas-batas konsesi yang diakui secara nasional; dan 2) menghentikan penerbitan ijin-ijin IPPK, atau perpanjangan ijin IPPK sekarang, di dalam konsesi. Prekondisi 2: Sebelum sertifikasi, Intraca harus mengembangkan protokol atau metodologi dan kriteria untuk menilai dan mengidentifikasi nilai-nilai konservasi dan keanekaragaman hayati dari konsesi tersebut

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 63 of 69 April 2006

sebagai HCVF. Intraca perlu menyusun target untuk pelaksanaan dan menunjukkan bahwa pekerjaan tersebut sudah dimulai. Lebih jauh, Intracawood diharapkan dapat mempekerjakan atau mengontrak individu atau tim yang berkualifikasi dalam biologi konservasi di Kalimantan untuk membantu Intracawood dalam memenuhi kondisi sehubungan dengan permasalahan konservasi. Prekondisi 3: Sebelum sertifikasi, Intraca harus melakukan survey masyarakat untuk mendokumentasikan dan memetakan klaim-klaim lahan masyarakat, manfaat sumberdaya, dan situs-situs kepentingan masyarakat termasuk kawasan konflik yang ada sekarang atau menyimpan potensi konflik. Survey masyarakat bertujuan untuk: 1) mengembangkan data dasar sosial; 2) menilai dampak sosial dari kegiatan operasional Intraca; 3) membuat rekomendasi mengenai kompensasi dan/atau mengurangi dampak; 4) membuat rekomendasi untuk prosedur monitoring dampak sosial; dan 5) merekomendasikan aturan-aturan dasar untuk hubungan masyarakat, termasuk langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mengembangkan Forum Masyarakat sebagaimana yang digambarkan dalam prekondisi 4. (Catatan untuk Prekondisi 3: Survey Masyarakat ini tidak ditujukan untuk menyelesaikan sengketa, namun hanya mendokumentasikan fakta dan membuat rekomendasi. Selanjutnya, Intraca akan diharapkan untuk menyewa atau mengkontrak individu atau tim yang berkualifikasi dalam penilaian masyarakat secara cepat dan pemetaan hutan di Kalimantan. Direkomendasikan bahwa Survey Masyarakat ini harus dilakukan dengan menggunakan teknik PRA sehingga dapat diselesaikan dalam waktu beberapa bulan. Intraca mungkin mau mempertimbangkan kemitraan dengan LSM atau lembaga penelitian dengan keahlian yang relevan. Penyelesaian akhir survey dibahas dalam Kondisi 4). Prekondisi 4: Sebelum sertifikasi, Intraca harus mengembangkan forum masyarakat untuk konsultasi yang terdiri dari perwakilan masyarakat yang diakui, yang semua atau sebagian lahannya terletak di dalam konsesi dan meliputi perwakilan manajemen perusahaan dan pemerintah daerah. Anggota masyarakat dari Forum itu harus dipilih sendiri secara transparant oleh masyarakat. Tujuan dari forum ini adalah untuk menyusun pedoman dan kebijakan mengenai hubungan antara Intraca dan desa-desa, untuk menyelesaikan sengketa lahan dan sumberdaya, serta untuk membantu perusahaan memilih desa-desa yang akan dibantu dalam program PMDH. Intraca akan mendukung Forum ini secara financial dan administratif. Prekondisi 5: Sebelum sertifikasi, Intraca secara penuh dan resmi berkomitmen untuk melaksanakan RIL pada rencana tebangan tahunan di masa depan (RKT). Komitmen pada RIL akan ditunjukkan melalui: 1) pelatihan tambahan dan masuknya sistem insentif untuk tim penebangan dan penyaradan; 2) pelatihan teknis untuk departemen perencanaan mengenai produksi dan interpretasi peta; 3) pembuatan rencana/prosedur khusus untuk menebangan kawasan yang curam yang menjelaskan bagaimana Intraca akan menebang pada slope yang curam, teknologi apa yang akan digunakan, bagaimana untuk mengurangi, memonitor dan mengurangi dampak dan bagaimana mendapatkan ijin jika melebihi batas kelerengan yang dipersyaratkan TPTI; 4) pembuatan SOP teknis untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan utama atau jalan sarad, dengan perhatian khusus pada pengurangan dampak pada saluran air, dan prosedur untuk mengoptimasi manfaat kayu dengan membatasi kerusakan akibat tebangan dan limbah log; 5) revisi rencana pengelolaan untuk merefleksikan adopsi RIL sebagai pendekatan yang digunakan dalam penebangan. Prekondisi 6: Sebelum sertifikasi, Intraca harus mengembangkan dan menunjukkan pelaksanaan awal dari penilaian dampak lingkungan hidup dan rencana monitoring dampak tersebut. Hal ini bisa dirancang untuk menilai dampak sebelum kegiatan penebangan, memonitor kegiatan operasional yang tengah berlangsung, dan melakukan penilaian kerusakan pasca tebangan. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk menghindari kerusakan lingkungan hidup dengan merencanakan semua kegiatan operasional dalam HPH itu sebelumnya. Sistem pengelolaan lingkungan ini diharapkan diintegrasikan ke dalam keseluruhan

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 64 of 69 April 2006

perencanaan dan operasional pengelolaan, dan untuk mengurangi dampak yang terjadi pada tingkat lanskap, khususnya dampak pada saluran air pada daerah hilir. Prekondisi 7: Sebelum sertifikasi, Intraca akan menghitung kembali AAC berdasar penilaian luasan pengelolaan kayu efektif dan realistis. Selanjutnya, Intracawood perlu mengklarifikasi dan menjustifikasi perhitungan AAC, yang meliputi penjelasan lengkap tentang inventarisasi hutan yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung AAC. Analisis statistik harus dipadukan dalam penjelasan ini, termasuk kesalahan pengambilan contoh (sampling error) dari inventarisasi tersebut. Prekondisi Fase III (ditambahkan sebagai hasil dari Audit Verifikasi Prekondisi Pada tahun 2002): Prekondisi 01/02: Sebelum sertifikasi, Intraca harus memiliki kesepakatan dengan Bupati Malinau mengenai hal-hal berikut: pemegang hak pengusahaan saat ini tidak diperbolehkan beroperasi dalam kawasan Intracawood, kecuali jika ada skema pengelolaan bersama (antara Intraca dan pemegang ijin), berdasar prinsip-prinsip SFM. Kesepakatan tersebut harus menyatakan bahwa tidak ada ijin baru penebangan skala kecil yang diterbitkan dalam kawasan konsesi Intracawood. Prekondisi Fase IV (ditambahkan sebagai hasil dari Audit Verifikasi 2004): Prekondisi 01/04: Sebelum sertifikasi, perusahaan harus mengembangkan rencana untuk melaksanakan sistem monitoring permanen untuk menentukan tingkat ekstraksi oleh masyarakat lokal, dan dampaknya pada ekosistem hutan. Prekondisi Fase V (CARs Major) tambahan dari hasil Audit Verifikasi Kinerja pada tahun 2005: CAR # 1 - 2005: Standar Referensi #: 1.1 Ketidakpatuhan: Major Minor

Beberapa masalah kecil ditemukan pada koran-koran yang terbit pada bulan Juni dan Agustus 2005 yang memberitakan bahwa PT Intracawood adalah pihak yang dicurigai dalam prosedur yang tidak benar dalam proses mendapatkan ijin (SK IUPHHK).

Corrective Action Request: PT. Intracawood Manufacturing harus mengklarifikasi masalah yang diangkat dalam koran-koran sehubungan dengan kesalahan prosedur dalam proses pemberian ijin oleh Departemen Kehutanan. Tenggat waktu pemenuhan: 60 hari setelah laporan diterima.

CAR #4 - 2005: Standar referensi #: 7.4 Ketidakpatuhan: Major Minor

Perusahaan tidak membuat ringkasan publik mengenai elemen-elemen utama dalam rencana pengelolaan, termasuk yang didaftar pada Kriteria 7.1

Corrective Action Request: Perusahaan harus membuat ringkasan publik tentang elemen-elemen utama dalam rencana pengelolaan sebagaimana yang dijelaskan dalam Kriteria 7.1 Tenggat waktu pemenuhan: 60 hari setelah laporan diterima.

CAR terahir pada tahun 2006: Sejak SmartWood mulai system baru dilakukan CARs dalam tahun 2005 dan bukan pakai “Kondisi” lagi, semuanya kondisi-kondisi yang lama dinamakan baru. Adalah meija dibah seksi ini bahwa mengelaskan nomor kondisi dahuluan dengan CAR yang baru.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 65 of 69 April 2006

CAR 1-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus melaksanakan studi dasar untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati dan nilai-nilai konservasi dari HPH tersebut sebagai HCVF, yang meliputi 1) jenis vegetasi dan habitat; 2) spesies jarang, terancam dan hampir punah dan yang dilindungi oleh hukum; 3) potensi spesies pohon “kunci”; 4) ancaman serius dari perburuan dan perdagangan; dan 5) pertimbangan perencanaan tingkat lanskap. Studi ini akan mencakup strategi untuk konservasi spesies individu atau jenis habitat; rekomendasi untuk bagaimana mengintegrasikan strategi ini ke dalam perencanaan pengelolaan, operasional lapangan, dan monitoring, serta rekomendasi untuk pelatihan-pelatihan yang relevan sebagaimana yang dikehendaki dalam CAR 2. CAR 2-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus membuat dokumen pedoman bagi stafnya yang meringkas unsur-unsur kunci dari CITES, CBD, dokumen ILO yang relevan, Kriteria dan Indikator LEI, Prinsip dan Kriteria FSC, dan spesies RTE (seperti yang diidentifikasi dalam studi dasar yang disebutkan dalam CAR 1). Intraca harus memulai program untuk melatih staf yang sesuai dalam rangka memahami konvensi-konvensi, kesepakatan dan prinsip-prinsip sertifikasi karena mereka melaksanakan pekerjaan tersebut. CAR 3-2006: Menjelang akhir tahun kedua, Intraca harus memiliki sistem monitoring yang dilaksanakan untuk menentukan dampak perburuan dan penebangan pada spesies terancam dan rawan berdasar temuan-temuan dalam survey keanekaragaman hayati sebagaimana yang dipersyaratkan dalam CAR 1 dan survey masyarakat seperti yang diwajibkan dalam prekondisi 4. CAR 4-2006: Menjelang akhir tahun pertama, hasil-hasil dari Survey Masyarakat yang diwajibkan dalam Prekondisi 3 harus dijelaskan kepada masyarakat yang terkena dampak dan pemerintah kabupaten untuk mendapatkan komentar dan rekomendasi mereka, dan Intraca harus mulai melaksanakan rekomendasi tersebut. Intraca harus memasukkan derajat spesifik lokasi untuk menghindari dan mengurangi dampak sosial dalam rencana RKT dan RKL. Berdasar rekomendasi dari tim survey, harus dikembangkan sebuah sistem monitoring dampak sosial dan dilaksanakan selama masa sertifikasi.

CAR 5-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus mengembangkan prosedur standar untuk menegosiasikan kesepakatan tertulis dengan masyarakat sebelum dimulainya kegiatan lapangan. Kesepakatan ini harus mendefinisikan batas-batas kawasan yang akan ditebang, menjelaskan peringatan-peringatan khusus yang harus diperhatikan selama dan setelah penebangan, mengidentifikasi situs-situs kepentingan masyarakat harus dilindungi, dan menggambarkan secara detil setiap royalti, kompensasi, atau bantuan ada masyarakat sebagai ganti penebangan. Intraca harus memasukkan lokasi situs-situs kepentingan masyarakat pada peta operasional dan perencanaan perusahaan. CAR 6-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus melembagakan posisi dan peran pegawai hubungan masyarakat dan memberikan staf dan pendanaan yang perlu untuk melakukan tugas-tugas yang digambarkan dalam Prekondisi 4 dan CAR 5. CAR 7-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus melembagakan pendekatan resolusi konflik dengan masyarakat ke dapal prosedur operasional standar (SOP), menyiapkan daftar masyarakat dan permasalahannya (berdasar hasil dari Survey Masyarakat yang digambarkan dalam Prekondisi 3), menyiapkan jadwal untuk menyelesaikan sengketa dengan desa-desa ini, dan memulai proses penyelesaian konflik. Sepanjang masa sertifikasi, sengketa baru akan diselesaikan menurut jadwal ini. CAR 8-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus membentuk komite, dengan persetujuan dari Forum Masyarakat (lihat Prekondisi 4), untuk bertindak sebagai penengah dalam persengketaan yang tidak dapat diselesaikan secara langsung antara perusahaan dan masyarakat atau individual.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 66 of 69 April 2006

CAR 9-2006: Menjelang akhir tahun ketiga, Intraca harus menunjukkan kemajuan yang signifikan untuk menyelesaikan semua persengketaan masyarakat yang terjadi sebelum sertifikasi. Sebagian dari proses resolusi konflik dengan masyarakat yang mengklaim lahan dalam konsesi akan dituliskan kesepakatan atau kontrak yang menyatakan bahwa masyarakat ini tidak akan menjual kayu mereka pada operator luar atau melakukan kegiatan penebangan komersial atas nama mereka, namun mereka akan menjual ke Intraca. CAR 10-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus mengembangkan kebijakan untuk mengontrak dan melatih masyarakat dari semua desa di dalam dan di sekitar konsesi, menyusun target yang masuk akal dan merata untuk kontrak dan pelatihan ini selama masa sertifikasi. Setiap tahun selama masa sertifikasi, Intraca akan menemui target mereka sebagaimana yang disebutkan dalam kebijakan perusahaan. CAR 11-2006: Menjelang akhir tahun kedua, Intraca akan mengembangkan dan melaksanakan prosedur untuk seleksi partisipatif dan pelaksanaan kegiatan dalam program PMDH. CAR 12-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca akan menggunakan kebijakan untuk menjamin ketaatan pada kebijakan keselamatan perusahaan sebagaimana yang ditunjukkan oleh penggunaan peralatan keselamatan bagi pekerja lapangan. CAR 13-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca akan fungsional secara penuh melaksanakan RIL di sepanjang operasinya. Penutupan jalan utama dan jalan sarad harus berlangsung, penahan air, gorong-gorong dan saluran drainase harus sudah dipasang, tumpukan endapan yang tertinggal di pinggir-pinggir jalan harus sudah diminimalkan, dsb. CAR 14-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca akan menentukan dimana kegiatannya yang terus memiliki dampak buruk pada saluran jalan dan menghentikan kegiatan yang menyebabkan dampak-dampak ini. Intraca akan mensurvey semua desa di dalam hilir konsesi untuk mengetahui dampak kegiatan mereka terhadap sedimentasi dan perikanan. Harus ada perhatian khusus untuk penilaian dampak yang terus menerus dari slope yang curam yang telah mereka tebang. Penggunaan racun untuk menangkap ikan oleh staf Intraca harus dilarang dan diberi sanksi bila terbukti melanggar. CAR 15-2006: menjelang akhir tahun pertama, Intraca akan harus menilai resiko kebakaran di dalam konsesinya dan mengembangkan rencana pengelolaan kebakaran untuk mengantisipasi bahaya kebakaran. CAR 16-2006: Dalam waktu enam bulan setelah sertifikasi, Intraca akan bernegosiasi dengan masyarakat di sebelah utara timur HPH/HTI untuk memelihara kawasan hutan rawa gambut di sebelah utara kawasan konsesi. Jika tim survey biologi menentukan bahwa kawasan tersebut terlalu rusak, harus ada upaya untuk menyelamatkan kawasan rawa gambut tersebut dalam HTI. CAR 17-2006: Menjelang akhir tahun kedua, plot PSP akan ditunjukkan untuk mewakili kisaran habitat yang sedang ditebang dalam hutan, dan data dari plot ini akan dimasukkan ke dalam rencana pengelolaan untuk menentukan berapa siklus tebangan yang optimal. Identifikasi biologi pada pohon-pohon harus dilakukan dengan benar. CAR 18-2006: Menjelang akhir tahun pertama, hutan dengan HCV harus difungsikan dalam rencana dan peta pengelolaan, dan prosedur yang dikembangkan untuk memonitor dan mengelola hutan ini menurut strategi pengelolaan konservasi. Menjelang akhir tahun kedua, Intraca harus mulai melaksanakan strategi konservasi di seluruh HPH untuk mengeluarkan dan melindungi kawasan, yang didasarkan pada survey biologi dan rekomendasi untuk pengelolaan strategis bagi jenis-jenis habitat (lihat CAR 4).

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 67 of 69 April 2006

CAR 19-2006: Menjelang akhir tahun kedua, Intraca harus menyiapkan dan melaksanakan Rencana Pengelolaan Limbah yang mencakup protokol untuk memonitor dan mendokumentasikan pembuangan limbah pada semua lokasi pekerjaan. CAR 20-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca akan merevisi rencana pengelolaannya sehingga rencana pengelolaan tersebut memadukan permasalahan yang dominan ekonomi, sosial/masyarakat dan lingkungan/konservasi dihadapkan dengan pengelolaan konsesi tersebut. Rencana ini harus menjelaskan isu-isu yang diangkat selama proses sertifikasi, dan sebaiknya memberikan gambaran yang memadai mengenai kebijakan dan praktek perusahaan menuju kriteria SFM, sehingga staf perusahaan secara jelas memahami bagaimana melaksanakan rencana tersebut. Intraca harus memiliki prosedur yang berjalan baik untuk mereview dan memperbaharui secara berkala rencana pengelolaan tersebut berdasar hasil-hasil monitoring kegiatan kehutanan dan juga dampak sosial dan dampak pada lingkungan hidup. CAR 21-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca akan membuat ringkasan dari unsur-unsur utama pda revisi rencana pengelolaannya (CAR 20) dan informasi yang berhubungan dengan indikator monitoring (lihat kriteria 8.1) dengan bahasa yang bisa dipahami oleh publik. Ringkasan ini akan mencakup peta umum yang menjelaskan lokasi dari perbatasan konsesi dan petak tebang saat ini dan yang direncanakan. Akan ada pengumuman di koran regional yang memberikan informasi mengenai bagaimana menghubungi perusahaan dan permintaan ringkasan dari rencana pengelolaan. Ringkasan rencana pengelolaan dan indikator monitoring akan diperbaharui setiap tahun. CAR 22-2006: Sebelum terjadi penjualan produk bersertifikat, Intraca harus mendokumentasikan dan mulai melaksanakan sistem lacak balak yang secara jelas dapat menelusuri log per petak, dari hutan ke log pond. Dalam log pond, log dari HPH akan disimpan dan diatur secara terpisah dari sumber IPK, atau log yang dibeli dari pasar terbuka dari pihak ketiga. CAR 23-2006: Selama masa sertifikasi, Intraca harus melaksanakan monitoring indikator dari dampak-dampak lingkungan (dijelaskan dalam Prekondisi 6) dan dampak sosial (digambarkan dalam Prekondisi 3 dan CAR 4). CAR 24-2006: Dalam enam bulan pertama sertifikasi, Intraca dan pemerintah daerah akan memindahkan kontraktor logging skala industri dari konsesi ini di Kabupaten Malinau, sehingga batas-batas dihormati oleh operator-operator ini. CAR 25-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus menyelesaikan, memperbaiki/meng-update akurasi data sosial yang sekarang ini dikumpulkan. Data yang sudah selesai kemudian diproses dan dianalisis menjadi informasi yang digunakan sebagai dasar untuk intervensi yang berhubungan dengan masalah sosial. Intraca harus melakukan rekomendasi yang dihasilkan oleh survey sosial. Penerapan pendekatan partisipatif (pemetaan partisipatif, inventarisasi partisipatif) harus diintegrasikan dengan bagian lain seperti Bagian Pemetaan Hutan dan Bagian Inventarisasi sehingga temuan tersebut akan saling melengkapi.

CAR 26-2006: Dalam enam bulan setelah sertifikasi, Intraca harus mengembangkan forum masyarakat konsultatif (kelompok) di tingkat desa dan/atau terdiri dari beberapa desa pada daerah tertentu. Proses konsultasi harus terdiri dari perwakilan masyarakat yang kesemua atau sebagian lahannya terletak dalam konsesi dan meliputi perwakilan dari manajemen perusahaan dan pemerintah daerah (tingkat desa atau kecamatan atau kabupaten). Forum desa ini harus bertemu secara berkala untuk menyusun pedoman, agenda dan kebijakan untuk memperbaiki hubungan antara Intraca dan desa-desa, khususnya untuk menyelesaikan sengketa lahan atau sumberdaya dan untuk membantu perusahaan dalam memilih desa

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 68 of 69 April 2006

yang akan dibantu dalam Program PMDH. Intraca akan mendukung forum ini secara finansial dan administratif.

CAR 27-2006: Dalam enam bulan setelah sertifikasi, Intraca harus menyampaikan kepada SmartWood laporan kemajuan tentang pelaksanaan rencana aksi untuk RIL dan memperbaiki metode pembangunan jalan. CAR 28-2006: Selama masa sertifikasi, Intraca harus memberikan bukti adanya langkah-langkah sistematis untuk mengendalikan penebangan liar (penebangan untuk tujuan komersial dalam kawasan konsesi, yang tidak disepakati oleh perusahaan, masyarakat dan pemerintah daerah). Intraca harus melaksanakan aturan yang bertujuan untuk mengurangi tingkat penebangan liar seperti:

• Pelaksanaan sebuah metodologi untuk monitoring besarnya dan jumlah penebangan liar, dengan perkiraan volume kayu yang hilang;

• analysis dan pelaporan mengenai lokasi, besarnya dan jenis penebangan liar, perambahan dan pemukiman liar yang terjadi;

• identifikasi situs-situs yang paling penting dan pihak-pihak yang terlibat dalam aktifitas ini dan koordinasi dengan pejabat lokal yang bertanggungjawab untuk mengendalikan penebangan liar.

CAR 29-2006: Menjelang akhir tahun pertama, setelah pemerintah menyetujui rencana re-desain Intraca, perusahaan harus melakukan inventarisasi orientasi terhadap kawasan keseluruhan unit pengelolaan, yang bisa menghasilkan data yang lebih baik tentang stok tegakan dan penyelesaian dampak IPPK/penebangan liar. Penghitungan AAC untuk sub-unit harus didasarkan pada inventarisasi ini. Perusahaan harus memilih rancangan inventarisasi yang menggunakan analisis statistik (misal, tata letak plot atau garis-plot), memberikan pelatihan untuk tim kerja sebelum pelaksanaan inventarisasi atau melakukan kontrol lapangan yang intensif. CAR 30-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intraca harus menfinalisasi rencana pengelolaan hutan jangka panjangnya untuk ijin yang baru termasuk rincian pembuatan zona dan penentuan AAC pada skala sub-unit dan menyampaikan rencananya untuk disetujui oleh pemerintah. Rencana tersebut harus menggambarkan pertimbangan sosial, lingkungan dan ekonomi untuk setiap sub-unit. CAR 31-2006: Dalam enam bulan pertama, Intraca harus mengembangkan forum pekerja yang mengorganisir konsultasi reguler dengan pimpinan-pimpinan serikat dan pekerja sebagai sarana untuk menghindari sengketa dan memberikan mekanisme komunikasi dua arah. Selama masa sertifikasi, Intraca harus melapor pada kantor SmartWood untuk setiap ada pemogokan dan perselisihan. Laporan tersebut harus menjelaskan cara menyelesaikan masalah yang dilakukan oleh perusahaan. Berdasar kasus tersebut, laporan ini akan mengijinkan SmartWood untuk mempertimbangkan tim investigasi independen. CAR 32-2006: Menjelang akhir tahun pertama, Intracawood akan membuat permintaan formal untuk menerima ijin konsesi yang disetujui yang mungkin akan dikukuhkan secara independen dari PT Inhutani. Menjelang akhir tahun ketiga, Intracawood harus memenuhi kewajiban-kewajiban pemegang HPH untuk melaksanakan proses delineasi batas. Diharapkan bahwa Intracawood akan bekerja bersama masyarakat lokal dan lembaga pemerintah yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan tugas ini. CAR 33-2006: Menjelang akhir tahun pertama, PTIM harus menformalkan dan mendokumentasikan pendekatan/mekanisme resolusi konflik yang disepakati antara masyarakat dan PTIM apakan melalui Tim 10 atau mekanisme lain yang disepakati. Mekanisme yang disepakati harus dikomunikasikan dengan baik dan dipahami dengan baik oleh masyarakat. PTIM harus bertanggungjawab untuk mendistribusikan informasi ini kepada masyarakat.

Laporan Penilaian SmartWood untuk PT Intracawood Mfg. Halaman 69 of 69 April 2006

CAR 34-2006: Dalam enam bulan setelah sertifikasi, PTIM harus mengembangkan rencana strategis untuk mengurangi pembelian dan konsumsi log pada pabrik perusahaan di Tarakan yang tidak berasal dari sumber dengan hak hukum yang jelas (HPH, HTI, atau ijin lain yang resmi secara hukum). Rencana pengurangan ini harus memberikan kerangka kerja yang mendetil, terukur dan bisa diaudit untuk secara progresif meninggalkan sumber ini dalam masa lima tahun. Perusahaan harus melaporkan pelaksanaan dan monitoring rencana pengurangan ini kepada SmartWood.

CAR 35-2006 Standar Referensi #: 1.5 Ketidakpatuhan: Major Minor

Kegiatan penebangan tak berijin dilaporkan terjadi dalam kawasan Intraca yang tumpang tindih dengan kawasan PT BAL dan PT GHL. Kedua perusahaan ini adalah pemegang ijin Bupati Malinau dan Gubernur Kalimantan Timur. Saat ini para pihak tersebut dalam proses pengadilan.

Corrective Action Request: PT. Intracawood harus memonitor kegiata penebangan PT. BAL dan PT. GHL dalam kawasan yangtumpang tindih dan mencatat log yang ditebang sambil menunggu finalisasi proses hukum dari pengadilan. Tenggat waktu untuk pemenuhan: Dalam waktu 6 bulan

CAR 36-2006 Standar Referensi #: 5.1 Ketidakpatuhan: Major Minor

Selama tiga tahun terakhir, kinerja keuangan Intraca berada dalam posisi negatif menurut laporan keuangan.

Corrective Action Request: Perusahaan harus membuat perencanaan untuk meningkatkan kinerja keuangan di masa depan untuk keluar dari cash flow negatif selama tiga tahun terakhir ini. Tenggat waktu pemenuhan: Dalam waktu 12 bulan

Meija direferensi untuk Kondisi lama dengan CAR baru: Was Kondisi # Now is CAR # Was Kondisi # Now is CAR # Kondisi 1 CAR 1-2006 Kondisi 19 CAR 19-2006 Kondisi 2 CAR 2-2006 Kondisi 20 CAR 20-2006 Kondisi 3 CAR 3-2006 Kondisi 21 CAR 21-2006 Kondisi 4 CAR 4-2006 Kondisi 22 CAR 22-2006 Kondisi 5 CAR 5-2006 Kondisi 23 CAR 23-2006 Kondisi 6 CAR 6-2006 Kondisi 01/02 CAR 24-2006 Kondisi 7 CAR 7-2006 Kondisi 02/02 CAR 25-2006 Kondisi 8 CAR 8-2006 Kondisi 03/02 CAR 26-2006 Kondisi 9 CAR 9-2006 Kondisi 04/02 CAR 27-2006 Kondisi 10 CAR 10-2006 Kondisi 05/02 CAR 28-2006 Kondisi 11 CAR 11-2006 Kondisi 06/02 CAR 29-2006 Kondisi 12 CAR 12-2006 Kondisi 07/02 CAR 30-2006 Kondisi 13 CAR 13-2006 Kondisi 08/02 CAR 31-2006 Kondisi 14 CAR 14-2006 Kondisi 09/02 CAR 32-2006 Kondisi 15 CAR 15-2006 Kondisi 1/04 CAR 33-2006 Kondisi 16 CAR 16-2006 Kondisi 2/04 CAR 34-2006 Kondisi 17 CAR 17-2006 CAR 2-2005 CAR 35-2006 Kondisi 18 CAR 18-2006 CAR 3-2005 CAR 36-2006 [Akhir dari ringkasan publik]