ptpsp sanitary land fill

Download Ptpsp Sanitary Land Fill

If you can't read please download the document

Upload: edo-hand

Post on 27-Jun-2015

483 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Rolee Chan Rumampuk Studi/penelitian tentang sampah telah banyak dilakukan orang dengan fokus kajian pengelolaan sampah, analisis keragaan ekonomi dan kelembagaan pengelola sampah, pencemaran yang diakibatkan sampah, dan lain-lain. Seperti penelitian ya ng dilakukan Mandailing et al. (2001) tentang partisipasi pedagang dalam program kebersihan dan pengelolaan sampah pasar yang mengambil studi kasus di Kota Bogor. Untuk mencapai tujuan penelitiannya, peneliti melakukan survai terhadap 9 0 responden (pedagang) dengan variabel yang diperhatikan adalah karakteristik pedagang dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi pedagang dalam pengelolaan sampah pasar. Penelitian lain dilakukan oleh Virgota et al. (2001) tentang kajian simulasi kelayakan sistem pemisahan sampah rumah tangga pada pengelolaan sampah di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Penelitian tersebut menggunakan metoda simulasi terhad ap skenario-skenario sistem pengelolaan yang telah dilakukan. Selanjutnya penelitia n yang dilakukan oleh Jumiono et al. (2000) mengenai prospek pendirian industri vermikompos berbahan baku sampah kota yang memfokuskan kepada analisis finansial industri vermikompos yang berbahan baku sampah kota. Penelitian yang dilakukan Hanifah et al. (1999) mengenai analisis kandungan logam berat dalam ubi kayu yang dipupuk dengan sampah kota di Desa Kulim, Pekanbaru mengkaji dampak sampah kota terhadap pencemaran tanah dengan 13 menggunakan perancangan percobaan rancangan acak kelompok. Suhartiningsih et al. (1998) melakukan penelitian tentang sistem penunjang keputusan investasi usa ha daur ulang sampah kota untuk produksi kompos. Metoda penelitiannya mengarah kepada simulasi dengan menggunakan paket program komputer INVESKOM yang berbasiskan Visual Basic. Djuwendah et al. (1998) meneliti keragaan ekonomi dan kelembagaan penanganan sampah perkotaan yang mengambil studi kasus di kota Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitiannya bertujuan mengetahui aspek teknis operasional pengelolaan sampah di Kota Bandung, aktifitas pemanfaatan sampah kota serta aspe k ekonominya, dan pengaruh aktifitas pemanfaatan sampah terhadap penurunan volume dan biaya pengelolaan sampah. Untuk mencapai tujuan penelitiannya, Djuwendah et al. (1998) mengambil sampel 100 orang perangkas, 42 orang lapak, dan 9 orang bandar. Sundra et al. (1997) juga melakukan penelitian tentang pengaruh pengelolaan sampah terhadap kualitas air sumur gali disekitar tempat pembuangan akhir sampah Suwung, Denpasar, Bali. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui pengaruh TPA Suwung Denpasar terhadap kualitas air sumur penduduk sekitarnya dan mengetahui hubungan antara indeks kualitas air sumur dengan faktor lingkungan. Metoda yang digunakan adalah pengambilan contoh air sumur penduduk untuk selanjutnya dianalisis sifat fisik, kimia, dan biologinya. Disamping itu dilakukan pula pengambilan data sosial ekonomi masyarakat yang tinggal disekitar TPA untuk mengetahui karakteristiknya. 14 Aida et al. (1996) meneliti usaha pemanfaatan barang bekas dari sampah dan pengaruhnya terhadap pengelolaan sampah di Kota Bogor yang mengambil studi kasus di TPA Gunung Galuga Kabupaten Bogor. Penelitian tersebut mengarah kepada kajian aktifitas perangkas dan pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualita s sampah di TPA Galuga. Iriani et al. (1994) meneliti sistem organisasi pengelolaan sampah pemukiman di Kota Medan. Dalam penelitiannya, diambil responden sebanyak 80 kepala keluarga. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi langsung, dan studi dokumentasi. Variabel yang digunakan sebagai indikator adalah pendidik

an, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga, lamanya tinggal, dan pengetahuan masyarakat tentang sampah. Penelitian Diana et al. (1992) adalah pemantauan dampak lokasi pembuangan akhir sampah secara sanitary landfill Bantar Gebang terhadap kualitas air permuk aan, air tanah, dan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya. Dalam rangka mencapai tujuan penelitiannya, peneliti mengambil sampel air sumur penduduk sekitar TPA, kemudian menganalisis sifat fisik dan kimianya. Disamping itu dilakukan pula wawancara dengan masyarakat sekitar TPA. Bakri et al. (1992) melakukan penelitian tentang pengelolaan sampah pemukiman dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya di Kota Depok. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui pola pengelolaan sampah yang dilakukan di Kota Depok serta sejauh mana tingkat partisipasi masyarakat Kota Depok dalam pengelolaan sampah. Metoda yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah wawancara dan pengamatan lapangan dengan variabel yang diamati mencakup 15 partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program kebersihan, umur, tingkat pendidikan, pendapatan, keadaan lingkungan pemukiman, lama tinggal, luas halaman , dan bimbingan penyuluhan yang pernah diterima masyarakat. Raharja et al. (1988) meneliti pengelolaan sampah pemukiman dengan sistem jali-jali di Jakarta Pusat. Penelitiannya bertujuan mengetahui efektifitas dan e fisiensi pengelolaan sampah sistem jali-jali, partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah sistem jali-jali, dan swadaya masyarakat dalam pengelolaan sampah di loka si masing-masing. Faktor yang diamati sebagai dasar pengambilan sampel adalah jalur pelayanan sistem jali-jali dengan non jali-jali. Syamsuddin et al. (1985) juga melakukan penelitian tentang pengelolaan sampah di Kota Ujung Pandang. Dalam penelitiannya digunakan empat faktor untuk menilai keberhasilan sistem pengelolaan sampah rumah tangga di Ujung Pandang, yaitu: partisipasi masyarakat, persepsi masyarakat, pengelolaan sampah oleh pemerintah kota, dan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian seperti telah diuraikan, dapat diketahui bahwa dalam penelitian mengenai sampah, belum ada yang menggunakan metoda CVM dan AHP. 2. Sampah Azwar (1990) mengatakan bahwa sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari kegiatan manusia dan bersifat padat. Definisi lain dikemukakan oleh Hadiwijoto 16 (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan baik telah diambil bagian utamanya, telah mengalami pengolahan, dan sudah tidak bermanfaat, dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya serta dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian alam. Murtadho dan Gumbira (1988) membedakan sampah atas sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik meliputi limbah padat semi basah berupa bahanba han organik yang umumnya berasal dari limbah hasil pertanian. Sampah ini memiliki sifat mudah terurai oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena memiliki rantai karbon relatif pendek. Sedangkan sampah anorganik berupa sampah padat yang cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme karena memiliki ra ntai karbon yang panjang dan kompleks seperti kaca, besi, plastik, dan lain-lain. Kategori sumber penghasil sampah yang sering digunakan adalah : 1) sampah domestik, yaitu sampah yang berasal dari pemukiman; 2) sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari lingkungan perdagangan atau jasa komersial berupa toko, pasar, rumah makan, dan kantor; 3) sampah industri, yaitu sampah yang berasal da

ri suatu proses produksi; dan 4) sampah yang berasal selain dari yang telah disebut kan diatas misalnya sampah dari pepohonan, sapuan jalan, dan bencana alam (Hadiwijot o, 1983). 3. Pengolahan Sampah Pengolahan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan memperkecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan 17 lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengolahan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah tidak menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit serta tidak menjadi perantara penyebarluasan suatu penyakit. Syarat lai n yang harus dipenuhi adalah tidak mencemari udara, air, atau tanah, tidak menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan kebakaran (Azwar, 1990). Pada penelitian ini dikemukakan tiga jenis alternatif teknologi pengolahan sampah yang dapat digunakan dalam pengolahan sampah di Jakarta Timur, yakni: pengomposan, incenerator, dan tempat penimbunan akhir sampah (TPA) secara sanitary landfill. Berikut uraian mengenai hal-hal yang terkait dengan ketiga je nis alternatif teknologi pengolahan sampah tersebut . A. Pengomposan (Composting) Uraian mengenai proses pengomposan berikut ini bersumber dari Suriawiria (1996). Pengomposan merupakan salah satu contoh proses pengolahan sampah secara aerobik dan anaerobik yang merupakan proses saling menunjang untuk menghasilkan kompos. Sampah yang dapat digunakan dengan baik sebagai bahan baku kompos adalah sampah organik, karena mudah mengalami proses dekomposisi oleh mikroba-mikroba. Proses dekomposisi senyawa organik oleh mikroba merupakan proses berantai. Senyawa organik yang bersifat heterogen bercampur dengan kumpulan jasad hidup yang berasal dari udara, tanah, air, dan sumber lainnya, lalu di dalamnya terjad i proses mikrobiologis. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar proses tersebut berjalan lancar adalah perbandingan nitrogen dan karbon (C/N rasio) di dalam bah an, 18 kadar air bahan, bentuk dan jenis bahan, temperatur, pH, dan jenis mikroba yang berperan didalamnya. Indikator yang menunjukkan bahwa proses dekomposisi senyawa organik berjalan lancar adalah adanya perubahan pH dan temperatur. Proses dekomposisi akan berjalan dalam empat fase, yaitu mesofilik, termofilik, pendinginan, dan ma sak. Hubungan diantara keempat fase tersebut sebagai berikut: a. Pada proses permulaan, media mempunyai nilai pH dan temperatur sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada, yaitu pH + 6.0 dan temperatur antara 18 - 22C; b. Sejalan dengan adanya aktifitas mikroba (khususnya bakteri indigenousi) di da lam bahan, maka temperatur mulai naik, dan akhirnya akan dihasilkan asam organik; c. Pada kenaikan temperatur diatas 40C, aktifitas bakteri mesofilik akan terhenti , kemudian diganti oleh kelompok termofilik. Bersamaan dengan pergantian ini, amoniak dan gas nitrogen akan dihasilkan, sehingga nilai pH akan berubah kembali menjadi basa; d. Kelompok jamur termofilik, yang terdapat selama proses, akan mati akibat kenaikan temperatur diatas 60C. Selanjutnya akan diganti oleh kelompok bakteri dan actinomycetes termofilik sampai batas temperatur + 86C. e. Jika temperatur maksimum sudah tercapai serta hampir seluruh kehidupan di dalamnya mengalami kematian, maka temperatur akan turun kembali hingga mencapai kisaran temperatur asal. Fase ini disebut fase pendinginan dan akhirnya

terbentuklah kompos yang siap digunakan. 19 Beberapa faktor, baik biotik maupun abiotik yang mempengaruhi proses pengomposan, antara lain: a. Pemisahan bahan. Bahan-bahan yang sekiranya lambat atau sukar didegradasi harus dipisahkan. Bahan-bahan tersebut dapat berupa logam, batu, plastik dan sebagainya. Bahkan bahan-bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat menghambat pertumbuhan mikroba, antara lain residu pestisida, harus benar-benar dibebaskan dari dalam timbunan bahan baku kompos. b. Bentuk bahan. Lebih kecil dan homogen bentuk bahan, maka proses pengomposan akan berjalan lebih cepat dan baik. Karena lebih kecil dan homogen bahan baku kompos, lebih luas permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktifitas mikroba. Juga pengaruhnya terhadap kelancaran difusi oksigen yang diperlukan serta pengeluaran CO2 yang dihasilkan. c. Nutrien. Aktifitas mikroba di dalam tumpukan sampah memerlukan sumber nutrien karbohidrat, antara 20% - 40% karbohidrat yang digunakan akan diasimilasikan menjadi komponen sel dan CO2. d. Kadar air bahan. Kadar air bahan bergantung pada bentuk dan jenis bahan, namu n optimum pada kisaran 50% hingga 70%, terutama selama proses fase pertama. Kadang-kadang dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai sampai 85%, misal pada jerami. 20 B. Incenerator (Pembakar Sampah) Pembakaran sampah dengan menggunakan incenerator adalah salah satu cara pengolahan sampah, baik padat maupun cair. Didalam incenerator, sampah dibakar secara terkendali dan berubah menjadi gas (asap) dan abu. Dalam proses pembuanga n sampah, cara ini bukan merupakan proses akhir. Abu dan gas yang dihasilkan masih memerlukan penanganan lebih lanjut untuk dibersihkan dari zat-zat pencemar yang terbawa, sehingga cara ini masih merupakan intermediate treatment (Sidik et al., 1985). Salah satu kelebihan incenerator menurut Salvato (1982) adalah dapat mencegah pencemaran udara dengan syarat incenerator harus beroperasi secara berkesinambungan selama enam atau tujuh hari dalam seminggu dengan kondisi temperatur yang dikontrol dengan baik dan adanya alat pengendali polusi udara hingga mencapai tingkat efisiensi, serta mencegah terjadinya pencemaran udara da n bau. Kelebihan incenerator sebagai alat pengolah sampah juga dikemukakan oleh Sidik et al. (1985), yaitu meskipun incenerator masih belum sempurna sebagai sar ana pembuangan sampah, akan tetapi terdapat beberapa keuntungan sebagai berikut : a. Terjadi pengurangan volume sampah yang cukup besar, sekitar 75% hingga 80% dari sampah awal yang datang tanpa proses pemisahan. b. Sisa pembakaran yang berupa abu cukup kering dan bebas dari pembusukan c. Pada instalasi yang cukup besar kapasitasnya (lebih besar dari 300 ton/hari) dapat dilengkapi dengan peralatan pembangkit listrik 21 Menurut Sidik et al. (1985), sistem incenerator pada dasarnya terdiri atas dua macam, yaitu : a. Sistem pembakaran berkesinambungan. Sistem ini menggunakan gerakan mekanisasi dan otomatisasi dalam kesinambungan pengumpanan sampah ke dalam ruang bakar (tungku) dan pembuangan sisa pembakaran. Sistem ini umumnya dilengkapi fasilitas pengendali pembersih sisa pembakaran untuk membersihkan abu dan gas. Sistem ini dapat digunakan untuk instalasi dengan kapasitas besar (lebih besar dari 100 ton/hari) dan beroperasi selama 24 jam ata u 16 jam per hari.

b. Sistem pembakaran terputus. Sistem ini umumnya sederhana dan mudah dioperasikan. Digunakan untuk kapasitas kecil (kurang dari 100 ton/hari). Biasanya beroperasi kurang dari 8 jam per hari. Cara kerjanya terputus-putus dalam arti bila sampah yang sudah dibakar menjadi abu, maka untuk pembakaran berikutnya abu tersebut harus dikeluarkan lebih dahulu. Setelah bersih, baru dap at dilakukan pembakaran sampah selanjutnya. Proses yang terdapat pada incenerator pada dasarnya terdiri atas enam tahap, yaitu : 1) proses pembakaran; 2) proses pengolahan abu; 3) proses pendinginan ga s; 4) proses pengolahan gas; 5) proses pengolahan air kotor; dan 6) proses pemanfaa tan panas (Sidik, et al., 1985). Proses tersebut menunjukkan bahwa pengolahan sampah dengan incenerator dilakukan dengan memperhatikan aspek keamanan terhadap lingkungan. 22 C. Tempat Pembuangan Akhir Sampah = TPA (landfill) Menurut Sidik et al. (1985), pengolahan sampah metoda pembuangan akhir dilakukan dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir adalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah (mengkonversi menjadi tanah), dan merubahnya kedalam siklus metabolisme alam. Ditinjau dari segi teknis, proses in i merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan b. Mudah dicapai oleh kendaraan-kendaraan pengangkut sampah c. Aman terhadap lingkungan sekitarnya. Ada dua teknik yang dikemukakan oleh Salvato (1982) yang termasuk dalam kategori TPA, yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumpi ng adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan disuatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, ma ka ditinggalkan. Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat, dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary landfill. 23 Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan untuk kemudian dilapisi dengan tanah dan dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah. Pada bagian dasar dari konstruksi sanitary landfill dibangun suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-p ipa pengumpul dan penyalur air lindi (leachate) serta pipa penyalur gas yang terbent uk dari hasil penguraian sampah-sampah organik yang ditimbun. Menurut Sidik et al. (1985) penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. D asar dari pelaksanaannya adalah meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah dengan menggunakan compactor, dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga dipadatkan. Ketebalan lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau kurang dari 2 meter bergantung pada sifat sampah, metoda

penimbunan, peralatan yang digunakan, topografi lokasi penimbunan, pemanfaatan tanah bekas penimbunan, kondisi lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi lapisan penutup tersebut sebagai berikut : a. Mencegah berkembangnya vektor penyakit b. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan c. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul d. Mencegah kebakaran 24 e. Menjaga agar pemandangan tetap indah f. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah g. Mengurangi volume lindi Hal yang sangat penting diperhatikan sehubungan dengan pembangunan TPA dengan teknik sanitary landfill adalah kemungkinan timbulnya pencemaran lingkungan di areal TPA tersebut. Sidik et al. (1985) mengatakan bahwa ada beberapa jenis pencemaran di lahan penimbunan sampah (TPA) yaitu : a. Air lindi, yang keluar dari dalam tumpukan sampah karena masuknya rembesan air hujan ke dalam tumpukan sampah lalu bersenyawa dengan komponenkomponen hasil penguraian sampah; b. Pembentukan gas. Penguraian bahan organik secara aerobik akan meghasilkan gas CO2, sedangkan penguraian bahan organik pada kondisi anaerobik akan menghasilkan gas CH4, H2S, dan NH3. Gas CH4 perlu ditangani karena merupakan salah satu gas rumah kaca serta sifatnya mudah terbakar. Sedangkan gas H2S, dan NH3 merupakan sumber bau yang tidak enak. 4. Proses Hirarki Analitik Proses Hirarki Analitik atau Analytic Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg, Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu ska la 25 preferensi diantara berbagai alternatif. AHP juga banyak digunakan pada keputusa n untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas d ari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik (Saaty, 1993). AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain : a. Dekomposisi, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan yang utuh menjadi unsur unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan. b. Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison. c. Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks pairwise comparison vektor eigen (ciri) nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lok al. 26 d. Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1) obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya; dan 2) tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty, 1993) adalah :

a. AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur. b. AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. c. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier. d. AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemenelemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat. e. AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapatkan prioritas. f. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas. g. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 27 h. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka. i. AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda. j. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan http://www.facebook.com/topic.php?uid=187049863306&topic=24645 Pengaruh letak TPA pada kualitas air sumur sekitarnya : Studi kasus sanitary lan dfill di LPA sampah Kotamadya Padang Samuel, - (1997) Pengaruh letak TPA pada kualitas air sumur sekitarnya : Studi k asus sanitary landfill di LPA sampah Kotamadya Padang. UNSPECIFIED thesis, UNSPE CIFIED. [img] PDF Download (2173Kb) Official URL: http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.... Abstract Setiap orang penduduk Kotamadya Padang memproduksi sampah 4,4 liter/hari. Dengan jumlah penduduk 711 ribu jiwa, total volume sampah yang dihasilkan sekitar 2950 m3/hari. Dengan rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 2,76 % per tahun diperki rakan pada tahun-tahun mendatang jumlah penduduk akan mengalami peningkatan yang cukup besar. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, jumlah sampah yan g dihasilkan juga akan meningkat. Sedang lahan untuk pembuangan akhir sampah ter batas. Untuk mengatasi masalah tersebut khususnya menangani sampah kota, perlu d ikembangkan teknologi pemusnahan yang tepat. Salah satu upaya yang dilakukan ada lah Sistem Sanitary Landfill. Sistem sanitary landfill adalah pembuangan sampah ke daerah parit, daerah legok atau daerah lereng kemudian ditimbun dan dipadatka n dengan lapisan tanah secara berlapis-lapis dengan sampah tidak boleh terbuka s elama lebih dari 24 Jam. Penelitian dilaksanakan di LPA sampah sanitary landfill di Kotamadya Padang. Daerah digunakan adalah daerah dengan topografi bergelomba ng dengan Janis tanah podzolik merah kuning yang mempunyai kandungan fiat tinggi serta homogen sehingga penyaringan larutan akan lebih baik daripada jenis tanah yang banyak mengandung pasir. Sistem sanitary landfill di daerah ini masih terg olong sederhana karena pada lapisan bawah dari LPA Sampah belum dibuat lapisan k edap air. Pelaksanaan sistem sanitary landfill tanpa lapisan kedap akan menimbul kan suatu masalah yaitu sampah yang tertimbun di LPA akan mengalami proses akumu lasi dan degradasi (pemecahan). Hasil-hasil degradasi tersebut akan tersebar ke dalam tanah di sekitarnya melalui infiltrasi dan perkolasi. Tujuan Penelitian ad alah: 1) Mengetahui kualitas air kolam penampung air limbah (leachate); 2) menge

tahui kualitas air sumur penduduk pada berbagai jarak dari pusat LPA sampah sani tary landfill sehingga dapat ditentukan wilayah aman pencemaran yang dapat digun akan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya Padang gu na menentukan kebijakan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) bagi daerah pemukiman; 3) Mengetahui dampak aspek sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Adanya LPA sampah sani tary landfill mempengaruhi kualitas air sumur di sekitarnya; 2) Tingkat pencemar an air tanah dipengaruhi oleh jarak dari pusat LPA sampah sanitary landfill. Jen is data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yaitu jenis tanah di lokasi penelitian, jumlah, kandungan sampah dari PEMDA Tingkat I I Padang; data iklim dari Stasiun Badan Meteorologi Taping Padang, serta data pe nelitian yang sama yang dilakukan oleh peneiiti terdahulu di tempat lain. Data p rimer, terdiri dari data hasil analisis kualitas kolam penampung air limbah, air sumur penduduk dan data sosial berupa daftar pertanyaan tentang persepsi masyar akat pada LPA yang ada di sekitar mereka. Jenis penelitian ini adalah eksplanato ri/penjelasan/ eksperimen yaitu penelitian pengujian hipotesa yang menguji hubun gan sebab akibat di antara variabel yang diteliti. Sampel air diambil dari kolam penampung air limbah dan juga diambil dari air sumur penduduk dengan jarak 300 m, 600 m, 900 m dan 1100 m dari pusat LPA Sampah. Untuk mengetahui kualitas air dilakukan dengan analisis di laboratorium PDAM dan Dinas Kesehatan Kotamadya Pad ang. Hasil analisis dibandingkan dengan baku mutu limbah KEP-51/MENLH/10/1995 da n PERMENKES R.I. No. 416/MENKES/ PER/IX/I990. Analisis data fisika dan kimia dil akukan dengan menggunakan karelasi dan regresi linear. Sebagai variable babas di gunakan data jarak dan sebagai variabel terikat digunakan data yang diukur. Kemu dian data diuji melalui uji satu-arah (one tailed test) dari distribusi t-Studen t pada taraf nyata 0,05. Berdasarkan analisis data, diperoleh kesimpulan penelit ian sebagaiberikut: 1. Gambaran air kolam pembuangan limbah adalah: Kualitas air kolam penampung air cucian (leachate) LPA sampah sanitary landfil Air dingin da ri hasil analisis sifat fisika dan kimia kualitasnya cukup rendah, jika dibandin gkan dengan parameter Baku Mutu Air Limbah Kep-51/ MENLH/10/1991. 2. Gambaran Ii ngkungan a. Berdasarkan analisis sifat fisika dapat diketahui parameter yang mel ampaui baku mutu adalah kekeruhan untuk semua jarak, sedangkan parameter bau met ampaui baku mutu untuk jarak 300 m dan 600 m dari LPA Sampah. Untuk parameter su hu masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan. Berdasarkan analisis sifat ki mia parameter yang melampaui baku mutu adalah pH, NH3, dan SO4 untuk semua jarak , parameter KMnO4 untuk jarak 300 m dan 600 m dari LPA Sampah, sedangkan N03 dan NO2 tidak melampaui baku mutu. Kandungan bakteriologi di daerah peneiltian cuku p tinggi. b. Adanya LPA sampah sanitary landfill menambah lapangan pekerjaan bar u bagi masyarakat yang bertempat tinggal di sekitarnya. Hasil analisis regresi l inear yang dilanjutkan dengan uji t menunjukkan bahwa, kualitas air di daerah pe nelitian dipengaruhi oleh jarak dari pusat LPA sampah sanitary landfill, yaitu s emakin jauh jarak dan pusat LPA Sampah semakin baik kualitas air. Berdasarkan da ta yang diperoleh dengan menggunakan analisis trend free hand method. Hasil rata -rata analisis memperlihatkan bahwa daerah aman pencemaran pada air tanah adalah daerah yang mempunyai jarak + 1,26 km dari LPA sampah sanitary landfill. E. Daf tar Kepustakaan : 59 (1969-1996) --- The Influence of Waste Disposal Location on the Water Quality of the Surrounding Wells. ( A Case Study of Sanitary Landfill at the Padang Municipal Waste Disposal)Garbage production per capita in the mun icipality of Padang is approximately 4.4 liter per day. With a population of 711 .000 Its volume will be approximately 2950 m3/day. The average population growth is around 2.76% per year and It seems this population growth for the following year will Increase significantly. Due to this significant population growth, the amount of rubbish will increase. Meanwhile the garbage disposal is limited. The problem Is how to deal with proper disposal technology such as sanitary landfil l . Sanitary landfill is a disposal system garbage to a hole, concave or slope a rea. Garbage is piled and compressed with soil layer by layer and this procedure should be performed at least for 24 hours. This research was implemented at LPA Sanitary Landfill Garbage in municipality of Padang whose sanitary landfill is simple because the bottom layer of garbage LPA is not hermetically layer. The re searched area is a wave topography area with podzolic types and yellowish red so

il. Since the clay content of the researched soil is high and homogeneous, its t he ability to filter will be better than that of the soil containing much sand. The implementation of sanitary landfill without hermetically layer will cause a problem, garbage pilled in LPA will be accumulated and degraded. The effect of t his degradation will spread to the soli surronding through infiltration dan perc olation. The objective of this research are : 1) to know the quality of leachate water; 2) to know the quality of well water of people living close, at differen t distance, to LPA center of sanitary landfill garbage in order to be able to kn ow the safe area. This information can be use as a contribution for the governme nt of municipality of Padang, particularly to decide any policy related to the p ermission of regional settlement development; 3) to know the socio-economic aspe cts of the people surrounding the area. The hypotheses of this research are : 1) Sanitary landfill garbage at LPA influences well water quality at the surroundi ng of sanitary landfill garbage; 2) The level pollution of ground water is Influ enced by distance between the location and sanitary landfill garbage center. The data instruments used are primary and secondary data. Secondary data is the dat a about the kind of the soil, the amount of garbage, the content of the garbage, and the weather. The source of secondary data Is the research of municipality o f Padang and the measurement of meteorology station In Tabing Padang. Primary da ta consists of data from the analysis of water cesspool quality, well water of t he people and social data, obtained through interview and questioner, about the perception of the people over the LPA surrounding their environment. The type of this research Is explanatory or experiment research that perform hypothesis's t est related to causal relationship among variables. For this analysis, sample; w ater; was taken from water cesspool (leachate) and well water of the people with in a distance of 300 m, 600 m, 900 m and 1100 m from LPA center. To know water q uality, it was performed analysis at the laboratory of PRAM and the Branch Offic e of The Ministry of Health at Padang. The result of the analysis was compared w ith standard qualify of waste, KEP-51/MENLH/10/1995 and PERMENKES RI No. 416/MEN KES/PER/IX/I990. In physical and chemical data analysis, it was used correlation and regression linear. The independent variable of this analysis is the data ab out distance and dependent variable is the calculated data. Then, the data was t ested with one test from distribution of t-student, level of significance 0.05. Considering the analysis of the data, it can take the conclusions as follows : 1 . The condition of waste water The quality of the waste water reservoir at the L PA sanitary landfill, from the analysis of physical and chemical, is lower than that of the Waste Product Water Quality Standard Parameter (KEP-51/MENLH/1995), except for the temperature and pH_ 2. Environmental Condition a. Based of the ph ysical analysis, it is identified that the parameter turbidity for all distance (range) exceeds the quality standard for the scent (smell) parameter exceeds the quality standard for the distance of 300 m and 600 m from the center of sanitar y landfill location but temperature parameter is lower than that of permitted. A ccording to the chemical analysis, parameters that exceeds the qualityanalysis f ollowing by t-test showed that w standard are the pH, NH3-N and SO4 for all dist ance from the center of sanitary landfill location, parameters KMnO4 for the dis tance 300 m and 600 m from the center of sanitary landfill location, meanwhile N O. and NO2 do not exceed the standard of quality. Bacteriological contents at th e research field area are reasonably high. b. The presence of the center of sani tary landfill location could increase employment opportunity for the people livi ng in the neighborhood. The result of linear regression ater quality in this are a researched is influenced by distance of LPA garbage center; farther the distan ce the better quality of water is. Based on data analysis of trend of free hand method, it is Identified that the save area from any cesspool pollution to its g round water is the area whose distance from sanitary landfill LPA garbage center is + 1,26 km. E Total of References : 59 (1969-1996)

TINJAUAN EKOLOGIS TEMPAT PEMUSNAHAN AKHIR BANTAR GEBANG, BEKASI

Oleh:

Nita Noriko ([email protected])

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk di DKI Jakarta memberikan dampak terhadap peningkat an volume sampah. Upaya mengurangi volume sampah yang pernah dilakukan oleh Pe merintah DKI Jakarta dengan cara membakar di lahan terbuka seperti di Cilincing dan Kapuk telah menimbulkan polusi asap dan debu. Karena itu Pemerintah DKI Jakarta menganggap perlu memiliki lokasi tempat pembuangan yang memadai dan meme nuhi persyaratan ambang batas lingkungan hidup. Dalam pembahasan dengan Bappeda dan Dinas Kebersihan DKI Jakarta dimunculkan tiga gagasan yaitu dikubur, dibaka r, dan Sanitary Landfill. Sistem dikubur diawali dengan membuat galian dengan kedalaman tertentu lalu diberi penadah plastik kemudian diisi tanah setinggi 5 meter . Resiko dari perlakuan ini adalah hancurnya plastik oleh pelarut kim ia. Sistem pembakaran dengan incenerator pada suhu 1100 0C. Lama pembakaran, s uhu, dan pencampuran oksigen yang tepat dapat menghancurkan 99% sampah. Asap y ang terbentuk diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke udara. Resiko dari si

stem pembakaran yang tidak mencapai tingkat suhu tersebut adalah dioksin yang s angat beracun dan menimbulkan berbagai jenis kanker (Sirait, 2003). Sistem Sani tary Landfill adalah metode pembuangan akhir limbah dengan teknik tertentu sehingga tidak menimbulkan pencemaran dan membahayakan kesehatan. Berdasark an tiga pilihan tersebut, pengolahan sampah dengan metode Sanitary Landfill dianggap paling efektif. Pemerintah DKI Jakarta akhirnya an Bantar Gebang sebagai Tempat pakan bekas lahan galian tanah han di Jakarta, seperti Sunter, lan di Narogong pada tahun 1986 menetapkan salah satu daerah di wilayah kecamat Pemusnahan Akhir sampah. Areal ini semula meru untuk kepentingan pembangunan beberapa peruma Podomoro, dan Kelapa Gading serta perbaikan ja (Anwar, 2003).

Mencuatnya masalah dampak TPA Bantar Gebang diawali dengan adanya perubahan sta tus Kota Administratif menjadi Kota Bekasi pada tahun 1996. Akar permasalaha nnya kemungkinan disebabkan tidak jelasnya kewenangan instansi pengelola sampah Selama kurun waktu tersebut pemerintah DKI Jakarta kurang memperhatikan penge lolaan TPA Bantar Gebang. Keadaan ini diperparah dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997. Krisis ekonomi tersebut juga menyebabka n banyak terjadinya pemutusan hubungan kerja, pengangguran, dan tingginya harga kebutuhan bahan pokok. Sampah dijadikan tumpuan sumber penghasilan bagi p ara pemulung yang memiliki rumah liar di sekitar penampungan. Dampak sosia l yang timbul diantaranya adalah terjadinya pencurian ratusan pipa paralon pa da Sanitary Landfill yang berfungsi untuk membuang gas metan sehingga menyebabk an saluran mengalami kebuntuan. Akibatnya timbul kebakaran di beberapa zona TPA sehingga menimbulkan asap. Di samping itu timbul pula bau yang menebar hin gga mencapai kawasan Kemang Pratama, Kranji, Pekayon, dan wilayah-wilayah lain d i Kota Bekasi yang jaraknya mencapai lebih dari 10 km dari Bantar Gebang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa TPA Bantar Gebang memberi kan efek negatif terhadap kualitas air, tanah, dan kesehatan masyarakat.

1.2. Masalah

Beranjak dari paparan yang telah dikemukakan timbul masalah:

1. Bagaimana kondisi ekologi di sekitar TPA Bantar Gebang a rumah-rumah liar dan penduduk .

mengingat banyakny

2. Apa efek sosial dan kesehatan masyarakat di sekitar TPA Bantar Gebang.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ekologi di sekitar TPA

Bantar Gebang dan pengaruhnya terhadap masyarakat di sekitarnya. Selanjutnya diharapkan tulisan ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi Pemerint ah Kota Bekasi dalam program pengelolaan sampah.

BAB II KONDISI FISIK DAN LINGKUNGAN TPA BANTAR GEBANG

2.1.

Letak dan Luas Wilayah

Kecamatan Bantar Gebang merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kota Bekasi. Kecamatan ini berdiri pada tahun 1981 dan merupakan peme karan dari kecamatan Setu. Kecamatan Bantar Gebang secara geografis terleta k antara 107 0 21 - 107 010 Bujur Timur dan 6 0 17 - 6 0 27 Lintang Selatan, dengan batas-batas sebagai berikut:

gor gor.

Sebelah

Utara berbatasan dengan daerah Tambun Sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Bo Sebelah Timur berbatasan dengan daerah Setu Sebelah Selatan berbatasan dengan kabupaten Bo

Daerah Bantar Gebang dan sekitarnya dilalui oleh jalur utama Jalan Raya Bekas i - Bogor dan sekaligus sebagai daerah industri, permukiman, dan pertanian (D ata Monografi Desa/Kelurahan, 1999).

2.2.

Tata Guna Lahan

Luas wilayah kecamatan Bantar Gebang Bekasi adalah 4.478.803 Ha yang terdiri dari lahan perumahan dan permukiman 1.640.899 ha, lahan sawah seluas 1.206.036 Ha, pertanian darat 1.336.735 Ha, dan penggunaan lain-lain seluas 295.131 Ha. . Dari delapan desa yang ada tiga diperuntukkan sebagai Lokasi Pemusnahan Akhir sampah seluas 108 Ha, yaitu desa Ciketing Udik, Desa Cikiwul, dan desa Sumur batu. Berdasarkan fungsinya desa Bantar Gebang diperuntukkan untuk ja lur industri ringan, desa Pedurenan, desa Mustika Jaya dan desa Mustika Sari di peruntukkan sebagai jalur perumahan dan desa Sumur Batu untuk area hortikultur a. Penggunaaan lahan terbesar di kecamatan Bantar Gebang adalah lahan pemuki man yang mencapai 52,60%. Sebanyak 13 % lahan pertanian darat dan 11,60 % lahan sawah telah dijadikan lahan perumahan untuk menampung para pendatang karena kota Bekasi merupakan daerah penyangga bagi provinsi DKI Jakarta.

2.3. Keadaan Penduduk

Pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah kecamatan Bantar Gebang merupakan day a tarik tersendiri bagi penduduk daerah lain. Hal ini terutama disebabkan o leh banyaknya perusahaaan-perusahaan yang dapat menyerap banyak tenaga kerja . Jumlah penduduk Kecamatan Bantar Gebang pada tahun 1997 adalah 68.255 jiwa d an pada tahun 1998 meningkat menjadi 70.559 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak adalah desa Bantar Gebang, Mustika Jaya, dan Pedurenan Sejak terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 terjadi peningkatan urbanisasi yang cukup signifikan. Gejala ini juga diikuti oleh terdapatnya peningkatan jum lah pendatang yang mendirikan perumahan liar di sekitar TPA. Kondisi lingkung an yang buruk berpengaruh pada kesehatan penduduk khususnya anak-anak yang d iperlihatkan dengan penampilan yang tidak sehat. Hal ini diperburuk lagi dengan keikutsertaan anak-anak membantu orang tuanya memilah sampah berupa plastik, bo tol, kaca, kain, dan benda-benda lain yang memiliki nilai tukar yang cukup bera rti. Berdasarkan harian Republika 5 Oktober 1999 penyakit yang diderita ole h penduduk di sekitar TPA Bantar Gebang adalah Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) , penyakit gigi, infeksi kulit, anemia, diare, disentri, pneumonia, da n infeksi telinga.

2.4.

Tempat Pemusnahan Akhir (TPA) Sampah

Pada tahun 1986 Pemerintah D K I Jakarta mulai membangun TPA Bantar Geban g. Bantar Gebang dinilai sangat cocok untuk dijadikan TPA karena lahannya yang cekung dapat dijadikan tempat pengumpul sampah dan lokasi yang jauh denga n pemukiman penduduk. Areal ini semula merupakan bekas lahan galian tanah untu k kepentingan pembangunan beberapa perumahan di Jakarta, seperti Sunter, Podo moro, dan Kelapa Gading serta perbaikan jalan di Narogong.

Areal TPA Bantar Gebang mencakup 3 desa dari 8 desa yang ada di wilayah kecamat an Bantar Gebang, yaitu desa Ciketing, desa Cikiwul, dan desa Sumur Batu. TPA ini menerapkan metode Sanitary Landfill yang terdiri atas 5 zona dengan tota l area seluas 108 ha. Perencanaan pembangunan lokasi TPA ini telah dilakukan se cara matang. Menurut Dinas Kebersihan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (2000) pembuatan Sanitary Landfill pada zona V TPA Bantar Gebang telah d ilengkapi dengan pembangunan penyiapan lahan, perpipaan untuk pengumpulan ai r sampah (leachate), jalan permanen, tanggul jalan, saluran drainase , dan venti lasi.

BAB III TINJAUAN EKOLOGIS TPA BANTAR GEBANG

3.1.

Sampah dan Sanitary Landfill

Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat baik berupa zat organik maupun anorganik yang bersifat dapat terurai maupun tidak dapat t erurai dan dianggap sudah tidak berguna lagi sehingga dibuang ke lingkungan (Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2003) Penguraian sampah disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme. Pembusuka n sampah ini akan menghasilkan gas metana (CH 4 dan H2S ) yang bersifat rac un bagi tubuh makhluk hidup. Sampah yang tidak dapat membusuk adalah sampah yan g memiliki bahan dasar plastik, logam, gelas, karet. Untuk pemusnahannya dapa t dilakukan pembakaran tetapi dapat menimbulkan dampak lingkungan karena menghas ilkan zat kimia, debu dan abu yang berbahaya bagi makhluk hidup. Peningkatan jumlah sampah disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, keadaan sosial eko nomi, dan kemajuan teknologi. Volume sampah Jakarta tahun 1990 adalah 21.67 1 m3 per hari sedangkan yang dapat ditangani hanya 17.331 m3 (79,97%), Predi ksi peningkatan jumlah sampah dan penduduk Jakarta tahun 2005 hingga 2020 disaji kan pada grafik1. Grafik 1. Prediksi Timbulan Sampah

Silahkan klik untuk penamppilan lebih jelas http://www.bappedajakarta.go.id/images/prediksisampahbig.gif

Berdasarkan grafik 1. peningkatan jumlah penduduk Jakarta akan diikuti dengan p eningkatan volume sampah. Jika masalah sampah tidak dikelola secara professio nal dapat menimbulkan efek yang tidak menguntungkan bagi lingkungan yang akhirny a mempengaruhi flora, fauna, dan manusia Pemusnahan sampah dengan metode Sanitary Landfill adalah membuang dan menumpuk sampah ke suatu lokasi yang cekung, memadatkan sampah tersebut kemudian menutup nya dengan tanah. Metode ini dapat menghilangkan polusi udara. Secara umum Sanit ary Landfill terdiri atas elemen sebagai berikut : 1. Lining System berguna untuk mencegah atau mengurangi kebocoran leachate ke da lam tanah yang akhirnya bisa mencemari air tanah. Biasanya Lining System terb uat dari compacted clay, geomembran, atau campuran tanah dengan bentonite

2. Leachate Collection System dibuat di atas Lining system dan berguna untuk men gumpulkan leachate dan memompa ke luar sebelum leachate menggenang di lining s ystem yang akhirnya akan menyerap ke dalam tanah. leachate yang dipompa kelua r melalui sumur yang disebut Leachate Extraction System yang biasanya di kiri m ke Wastewater untuk diproses sebelum pembuangan akhir.

3. Cover atau cap system berguna untuk mengurangi cairan akibat hujan yang masuk ke dalam landfill. Dengan berkurangnya cairan yang masuk akan mengurangi leacha te.

4. Gas ventilation System berguna untuk mengendalikan aliran dan konsentrasi di dalam landfill dengan demikian mengurangi resiko gas mengalir di dalam tanah t anpa terkendali yang akhirnya dapat menimbulkan peledakan.

5. Monitoring system bisa dibuat di dalam atau di luar landfill sebagai peringat an dini kalau terjadi kebocoran atau bahaya kontaminasi di lingkungan sekitar. (http://www.indoconstruction.com/200108/#Ir. Franciscus S Hardianto, MSCE, PE.) Berdasarkan uraian di atas hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan samp ah adalah penyediaan dan pemilihan lokasi pembuangan, perencanaan kapasitas, pe ngaruh terhadap air tanah, penutupan sampah dan perlindungan terhadap api. Untu k menghindari dampak negatif sanitary landfill terhadap air tanah perlu diperha tikan kedudukan air tanah. Sebaiknya posisi sanitary landfill di bawah air tan ah karena dapat menimbulkan polusi air yang menyebabkan bau, uap zat kimia ber acun , bahan organik dan anorganik beracun serta bibit penyakit. Bantar Gebang dinilai cocok untuk dijadikan TPA karena lahannya yang cekung dapat dijadik an tempat pengumpul sampah disamping itu lokasinya yang jauh dari pemukiman pen duduk. Sanitary landfill pada TPA Bantar Gebang menerapkan metode area fill s

ehingga sampah akan langsung diletakkan di atas suatu lahan terbuka yang sudah disiapkan , kemudian disebar , disusun dan dipadatkan. Setiap hari timbunan sam pah akan dilapisi dengan tanah penutup. Operasi hari berikutnya dimulai pada lokasi yang bersebelahan langsung. TPA Bantar Gebang terdiri atas 5 zona de ngan luas total area 108 ha. Jika ketinggian penimbunan sampah telah mencapai 15 meter maka penimbunan akan dipindah ke zona lain dan kembali lagi ke zona 1. Untuk mempercepat proses dikomposisi sebaiknya sebelum sampah dimasukk an dalam sanitary land fill diperlukan pemilihan sehingga secara ideal sampah yang masuk ke dalam sanitary land fill adalah sampah organik. Hingga tahun 199 9 usaha pemilahan sampah belum ditangani secara khusus, hanya mengharapkan jas a pemulung di sekitar lokasi TPA. Akibatnya di areal sanitary landfill masih ditemukan sampah-sampah yang sulit terurai. Gas metana yang dihasilkan melalui teknik sanitary landfill dapat dimanfaatkan tetapi penggunaanya belum optimum.

3.2.

Tinjauan Aspek Hukum Lingkungan

Pembangunan dan pengelolaan TPA Bantar Gebang secara umum telah mengikut i peraturan yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Studi AMDAL untuk kegiatan ini telah dilakukan pada tahun 1989. Beberapa cacatan penting yang diperoleh d ari studi tersebut diantaranya sebagai berikut:

1. Timbulnya pencemaran udara akibat meni ngkatnya konsentrasi gas serta timbulnya bau, baik yang ditimbulkan pada tahap o perasi penimbunan dan pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi.

2. Terjadinya perubahan pada aliran dan vo lume tanah yang ditimbulkan akibat adanya pembuatan lapisan kedap air di sekita r lokasi. Dengan terjadinya perubahan pada aliran dan volume air tanah di sekita r lokasi maka kemungkinan akan mengganggu kepentingan dan fungsi dari sumur-sum ur yang selama ini dipergunakan penduduk di sekitar lokasi.

3. Secara geologi akan terjadi perubahan s truktur lapisan tanah sebagai akibat dilakukannya pembersihan lahan, pematangan tanah maupun pelapisan oleh sampah atau tanah itu sendiri. Hal ini akan mengaki batkan terjadinya perubahan angka permeabilitas tanah, berkurangnya daya dukung tanah dan berkurangnya kesuburan tanah karena hilangnya humus penyubur tanah.

4. Berubahnya struktur flora dan fauna aki bat dilakukannya pembersihan. Ekosistem tertentu akan punah dan akan muncul su atu ekosistem baru terutama setelah tahap operasi. Lahan akan menjadi tandus , suatu pemandangan yang tidak baik akan muncul ditinjau dari segi estetika.

Sedangkan secara operasional terdapat peraturan yang juga perlu di

jadikan acuan yaitu Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyeh atan Pemukiman Departemen kesehatan No. 281 tahun 1989 tentang Persyaratan Kese hatan Pengelolaan Sampah yaitu :

1. Pengelolaan sampah yang baik da n memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mencapai derajat ke sehatan yang mendasar.

2. Masyarakat perlu dilindungi dar i kemungkinan gangguan kesehatan akibat pengelolaan sampah sejak awal hingga tem pat pembuangan akhir.

Dalam lampiran Keputusan Dirjen tersebut dijelaskan pula persyaratan kesehatan p engelolaan sampah untuk Pembuangan Akhir Sampah yang dinyatakan antara lain:

1. tuan sebagai berikut:

Lokasi untuk TPA harus memenuhi keten

a. Tidak merupak an sumber bau, asap, debu, bising, lalat, binatang pengerat bagi pemukiman terde kat (minimal 3 KM) b. Tidak merupak an pencemar bagi sumber air baku untuk minum dan jarak sedikitnya 200 meter dan perlu memperhatikan struktur geologi setempat. c. k pada daerah banjir. d. k pada lokasi yang permukaan airnya tinggi. e. an sumber bau, kecelakaan serta memperhatikan aspek estetika. f. bandara tidak kurang dari 5 KM Tidak terleta Tidak terleta Tidak merupak Jarak dari

2. uhi ketentuan sebagai berikut:

Pengelolaan sampah di TPA harus memen

a. Diupayakan ag ar lalat, nyamuk, tikus, kecoa tidak berkembang biak dan tidak menimbulkan bau. b. nase yang baik dan lancar. c. s diamankan sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran. Memiliki drai Leachate haru

d. TPA yang dig unakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya, lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda. e. Dalam hal ter tentu jika populasi lalat melebihi 20 ekor per blok gril atau tikus terlihat pad a siang hari atau nyamuk Aedes, maka harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.

3. a. ntuk pemukiman b. engambil air untuk keperluan sehari-hari

TPA yang sudah tidak digunakan: Tidak boleh u Tidak boleh m

3.3.

Tinjauan Aspek Kimia Fisik Lingkungan

Pada tahun 1991, 1992, 1993 dan 1994 telah dilakukan penelitian terhad ap kondisi kimia dan fisik air (Hendrawan, 1996). Perubahan sifat fisik dan ki mia air terjadi sebelum dan sesudah melewati sungai Ciketing Udik yaitu de sa yang termasuk dalam lokasi TPA. Perubahan tersebut meliputi peningkatan Day a Hantar Listrik (DHL), alkali, ammonia, Biological Oxigen Demand (BOD), dan Chemical Oxygen Demand (COD) dan menunjukkan di atas baku mutu. DHL yang me ningkat memperlihatkan kadar kation dan anion yang terlarut pada air sungai meningkat sebagai akibat banyaknya zat kimia yang terlarut dalam air. Keada an ini dibuktikan pula dengan tingginya kandungan COD yang memperlihatkan kebutuhan terhadap oksigen yang tinggi untuk mereaksikan zat-zat kimia yang t erlarut dalam air. Kadar amonia di atas baku mutu menggambarkan aktifita s dekomposer akibat zat-zat organik yang terlarut dalam air sungai. Kondisi in i diperkuat oleh data yang memperlihatkan kadar BOD yaitu kebutuhan oksigen m ikroorganisme di dalam air di atas baku mutu. Zat organik merupakan media pert umbuhan mikroorganisme. Dengan kondisi seperti di atas menunjukkan pengelolaan drainase dan sanitary landfill di TPA Bantar Gebang kurang mendapat perhatian. Tercemarannya air sungai dapat berdampak negatif pada areal pertanian dan pendu duk di sekitar TPA. Bau sampah merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena mencemari ud ara di sekitar kota Bekasi. Penelitian Noriko dkk (1999) mengemukakan peny akit tertinggi di sekitar TPA Bantar Gebang adalah Infeksi Saluran Pernafasan At as (ISPA) . Penyakit ini jika tidak ditangani secara tuntas dapat berkembang me njadi pneumonia dan penyakit paru yang lebih berat. Penyakit lainnya adalah pe nyakit perut dan kulit. Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan (PPSM L) mengemukakan penyakit yang diderita penduduk pada bulan Juli 2000 adalah I SPA, gigi, kulit, gastritis, dan diare. Noriko , dkk (1999) mengemukakan dari hasil penelitiannya terhadap 5 sampel air sumur di zona I Bantar Gebang menunjukkan kondisi yang buruk. Hal ini dit andai dengan pH air 6 dan warna air di luar baku mutu normal. Selain itu juga ditemukan Bakteri Escherichia coli dan Salmonela thyposa yaitu bakteri yang m enyebabkan penyakit infeksi pencernaan makanan . Ditemukannya Escherichia coli d

an Salmonela typhosa diduga berasal dari air sampah yang mencemari sumur karen a sumur penduduk di sekitar zona I tidak dibuat sekat penghalang dan jarak anta ra sumber air bersih dengan sanitary landfill yang tidak mengikuti ketentuan. Ha l ini didukung oleh Kepala Pusat Penelitian Sumber Daya Manusia dan Lingkunga n (PPSML) Universitas Indonesia dan Universitas Islam 1945 (2002) air sumur di sekitar TPA Bantar Gebang tercemar Escherichia coli dan pH air masam yang d apat disebabkan oleh asam-asam organik yang berasal dari air sampah (leachate) serta aktifitas bakteri. Selain itu juga dikemukakan pula bahwa kadar COD, BOD, Fe , SO2, dan CH 4. di kawasan TPA Bantar Gebang telah melampaui stann dar baku mutu . Kedua gas ini bersumber dari sanitary landfill dan proses anae robik. Kadar Fe yang tinggi menurut Noriko (1999) kemungkinan berasal dari ba tuan mineral sebagai pembentuk tanah di lokasi TPA Bantar Gebang, tetapi ada pen dapat lain yang mengemukakan Fe berasal dari perembesan leacheat. Untuk menghind ari perembesan leachate terhadap air tanah perlu dilakukan : 1. ampah 2. 3. Pemilahan sampah yang dilaksanakan pada sumber s Efisiensi dalam pengangkutan sampah Teknologi pengolahan sampah yang mengacu pada

3.1. prioritas kepada pengolahan sampah organik seperti proses Bio fertilized 3.2. memaksimalkan sistem 3 R (reuse, recycle, reduce) 3.3. mengembangkan penggunaan sistem incenarator 3.4. kan hanya untuk menampung residu sistem sanitary landfill tetap diperguna

sampah yang tidak terolah dengan jumlah lokasi TPA yang tidak hanya satu (http:www.bappedajakarta.go.id/jktbangun/#rencana sampah)

3.4. Tinjauan Aspek Sosial dan Ekonomi

Krisis moneter tahun 1997 memberikan efek terhadap TPA Bantar Geb ang. Sampah menjadi tumpuan sumber ekonomi alternatif bagi masyarakat urban. Tumbuhnya perumahan liar di sekitar TPA menimbulkan permasalahan yang perlu d isikapi. Berdasarkan survey di zona I MCK penduduk masih jauh dari kriteria seh at karena jarak sumur sebagai sumber air dan kakus cukup dekat. Keadaan ini me mperparah kondisi lingkungan TPA yang ditandai dengan banyaknya keluhan penya kit yang dialami penduduk. Azis (2000) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa 83,95% penduduk urban bermata pencarian pemulung, 6,17% wiraswasta, 3,7% buruh pabrik, 6,17% petani. Masyarakat di sekitar TPA mengambil kesempatan memilah sampah organi k dan anorganik . Plastik, botol bekas, kaleng, kaca merupakan bahan bekas yan g dapat didaur ulang. Kontribusi pemulung dalam mendaur ulang sampah cukup be sar , tetapi proses pencucian sampah plastik belum memperhatikan aspek kebers ihan. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah lalat yang jumlahnya di atas kriteria baku mutu. Pemilahan sampah anorganik membantu sistem sanitary landfill karen a sampah organik telah terpisah, tetapi upaya pemilahan belum optimum sehingga masih ditemukan sampah organik dan anorganik masih tercampur. Plastik yang tid ak terurai ini dapat menimbulkan masalah lingkungan. Usaha pengumpulan sampah

plastik, kaca, besi memberikan nilai positif bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat sekitar TPA Bantar Gebang karena limbah ini merupakan komuditi yang bernilai ekonomi.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

1. TPA Bantar Gebang yan g telah menerapkan sistem Sanitary Landfill, pada kenyataannya masih memberikan dampak negatif pada lingkungan, sehingga secara operasional diperlukan penyempur naan melalui proses monitoring dan evaluasi secara berkala.

2. erlu mendapat perhatian serius adalah terjadinya emar baik pada air, udara, dan tanah.

Dampak negatif yang p akumulasi berbagai bahan penc

3. Kehadiran penduduk u rban di sekitar TPA memberikan kontribusi yang positif terutama dalam proses pem isahan sampah anorganik dan ornganik. Namun jumlahnya yang terus bertambah dan t idak terkendali dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan sosial dan keaman an, termasuk keamanan atas peralatan dan prasarana TPA. Karena itu diperlukan p enataan dan pengorganisasian secara baik.

4. Untuk menampung sampa h dari kota besar seperti Jakarta, jumlah TPA yang hanya satu dinilai sangat kur ang, sehingga diperlukan penambahan TPA di tempat lain.

5. Kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah perlu ditingkatkan melalui program Pemerintah ter utama dalam pemilahan sampah organik dan anorganik sebelum dibawa ke TPA. Denga n demikian beban sanitary land fill tidak terlalu berat. Sistem sanitary landf ill yang baik akan mendukung proses dekomposisi sampah organik. Di samping itu p emberdayaan masyarakat untuk mengolah sampah menjadi kompos perlu dimasyarakatk an. Pengolahan sampah menjadi sumber enegi baru tampaknya sudah saatnya dikem bangkan

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Data Monografi / Desa / Kelurahan

Anwar, A. 2003. Konflik Sampah Kota. Komunitas Jurnalis Bekasi

Azis, A. (1999/2000). Urbanisasi di Kecamatan Bantar Gebang Bekasi (Studi kas us terhadap Penduduk Urbanisasi di sekitar TPA Bantar Gebang. Pusat Penelitia n Sumber Daya Manusia dan Lingkungan (PPSML) Universitas Indonesia dan Pusat Studi Penelitian Lingkungan Univesitas Islam 45 (UNISMA) Bekasi .

http://www.bappedajakarta.go.id/images/prediksisampahbig.gif

http:www.bappedajakarta.go.id/jktbangun/#rencana sampah

http://www.indoconstruction.com/200108/#Ir. Franciscus S Hardianto, MSCE, PE.

Hendrawan, ID. 1996. Dampak Lokasi Pembuangan akhir (LPA) Sampah Sistem Sa nitary Landfill terhadap Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus di Bantar Gebang Bekasi). Program Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana.

Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2003. Japan Internasional Cooperation Agency (JICA). Draft Naskah Akademis Peraturan Perundang-undangan Pengelolaan Sampah. Yayasan Pesantren Islam AL AZHAR.

Noriko , N., Attila, A., Ayu, P. Isni. 1999. Perbandingan Kualitas Air Setelah Penyaringan dengan Karbon Aktif dan Arang Tempurung Kelapa di Lokasi Pembuangan Akhir Bantar Gebang Bekasi. Yayasan Pesantren Islam AL AZHAR

Noriko, N., Qurotuaini., Elisa, . 1999 . Penyakit di Sekitar TPA Bantar Geban g Bekasi.Yayasan Pesantren Islam AL AZHAR.

Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan (PPSML). Universitas Indones ia. 2000.

Pusat Penelitian Sumberdaya Manusia dan Lingkungan (PPSML) Universitas Indonesia dan Universitas Islam 1945. 2002.

Sirait, S. Seminar

Update on Multidisciplinary Management of Cancer .

http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/06223/nita_noriko.htm