publication-bi.orgpublication-bi.org/repec/idn/wpaper/wp62018.pdf1 nur m. adhi purwanto, ina...
TRANSCRIPT
1
Nur M. Adhi Purwanto, Ina Nurmalia Kurniati, Reni Indriani
Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
2018
PEMBANGUNAN MODEL MAKROFINANSIAL
BERBASIS DYNAMIC STOCHASTIC GENERAL
EQUILIBRIUM
INDONESIA: SMALL OPEN ECONOMY
WP/6/2018
WORKING PAPER
0
Pembangunan Model Makrofinansial Berbasis Dynamic Stochastic General Equilibrium
Indonesia: Small Open Economy
Nur M. Adhi Purwanto, Ina Nurmalia Kurniati1, Reni Indriani2
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk membangun model makrofinansial
berbasis Dynamic Stochastic General Equilibrium (DSGE) yang digunakan untuk mempelajari transmisi kebijakan makroprudensial dan interaksinya
dengan kebijakan moneter untuk mencapai stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan. Model dalam penelitian ini dibangun dengan asumsi bahwa small open economy dikalibrasi dengan menggunakan data
Indonesia yang diambil pada periode mulai dari 2000Q3 sampai dengan 2107Q4. Instrumen kebijakan yang dimodelkan terdiri atas suku bunga
kebijakan, LTV ratio, minimum CAR requirement, dan RIM. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa instrumen kebijakan makroprudensial yang terdapat di dalam model dapat digunakan untuk meredam pertumbuhan
kredit dan akan berdampak pada penurunan PDB (bersifat countercyclical). Hasil simulasi model juga menunjukkan bahwa penerapan bauran kebijakan
moneter dan makroprudensial memiliki kinerja yang lebih baik dalam mencapai stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan jika dibandingkan dengan implementasi kebijakan moneter dalam menghadapi technological shock.
Keywords: DSGE, monetary policy, macroprudential policy
JEL classification: E32, E44, E52, E58
1 Peneliti Ekonomi Senior dan Peneliti Ekonomi di Departemen Kebijakan Makroprudensial, email: [email protected]; [email protected]. 2 Konsultan peneliti di Departemen Kebijakan Makroprudensial.
1
1. Pendahuluan
Adanya krisis keuangan global pada tahun 2008 menekankan kelemahan
kerangka kerja makroekonomi yang ada dan menyadarkan para ekonom bahwa
terdapat hubungan yang sangat kuat antara sektor keuangan dan sektor riil. Sejak
saat itu, banyak kajian yang mengangkat keterkaitan antara kebijakan moneter dan
kebijakan makroprudensial.
Sebagai bank sentral, BI memerlukan model struktural yang menggambarkan
perilaku agen-agen perekonomian dalam merespons kebijakan, baik moneter
maupun makroprudensial yang dikeluarkannya. Otoritas memerlukan model yang
dapat menggambarkan bagaimana kebijakan moneter dan makroprudensial
berinteraksi dalam mewujudkan kestabilan makroekonomi dan kestabilan sistem
keuangan. Salah satu model yang dapat menangkap perilaku tersebut adalah model
struktural berbasis Dynamic Stochastic General Equilibrium (DSGE). Model DSGE
telah dikembangkan dan digunakan oleh beberapa bank sentral, seperti European
Central Banks, the Federal Reserve, Bank of Canada, Norges Bank, dan Sveriges
Riskbank.
Model DSGE memiliki banyak kelebihan jika dibandingkan dengan model
ekonomi lainnya. Kelebihan tersebut terutama dalam hal berikut: i) memiliki
landasan mikroekonomi yang jelas karena mencakup agen-agen perekonomian yang
fungsi utilitasnya akan dioptimalkan; ii) robust terhadap Lucas Critique; iii) memiliki
welfare analysis yang jelas karena dapat membandingkan beberapa kebijakan
secara bersamaan; dan iv) dapat digunakan untuk melakukan formulasi kebijakan
yang optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk membangun model makrofinansial berbasis
DSGE dengan data dan karakteristik ekonomi Indonesia. Model ini merupakan
kelanjutan dari pengembangan model yang telah dilakukan pada tahun 2017
(Purwanto dkk., 2017). Model DSGE awal yang dikembangkan pada tahun 2017
tersebut mengasumsikan closed economy. Model yang dikembangkan dalam
penelitian ini mengasumsikan small open economy dengan sektor perbankan yang
lebih terperinci sehingga dimungkinkan untuk melakukan simulasi transmisi
kebijakan moneter dan makroprudensial ke sektor riil. Model yang dibangun
variabel dan parameternya dikalibrasi dengan menggunakan data Indonesia terkini.
2
Pada penelitian ini kebijakan moneter yang dimodelkan adalah suku bunga
kebijakan, sedangkan kebijakan makroprudensial yang dimodelkan terdiri atas Loan
to Value ratio requirement (LTV ratio), minimum Capital Adequacy Ratio (CAR)
requirement, dan kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) yang baru
diperkenalkan di Indonesia pada tahun 2017. Dalam penelitian ini, selain simulasi
shock kebijakan moneter dan makroprudensial, dilakukan analisis bauran
kebijakan optimal ketika ekonomi menghadapi technological shock.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa instrumen makroprudensial yang
dimodelkan memiliki karakteristik countercyclical sehingga dapat digunakan untuk
mengurangi (menambah) laju pertumbuhan kredit dan berdampak pada
perlambatan (percepatan) laju pertumbuhan ekonomi. Hasil simulasi model juga
menunjukkan bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial
memiliki kinerja yang lebih baik dalam mencapai stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan jika dibandingkan dengan hanya mengimplementasikan kebijakan
moneter dalam menghadapi technological shock.
Penulisan karya ilmiah ini terbagi ke dalam lima bagian. Bagian 1 (satu)
mengenai pendahuluan, bagian 2 (dua) menjabarkan kajian literatur terkait model
DSGE dan kebijakan makroprudensial. Penjelasan mengenai model dan persamaan
fungsi utilitas dari agen-agen yang digunakan disediakan pada bagian 3 (tiga).
Bagian 4 (empat) membahas mengenai angka kalibrasi dan simulasi model. Pada
bagian akhir, bagian 5 (lima) akan menjelaskan simpulan dan saran untuk
kelanjutan penelitian ini.
3
2. Studi Literatur
2.1. Studi Terdahulu
Salah satu penelitian yang banyak dijadikan dasar pengembangan model
untuk simulasi kebijakan makroprudensial di berbagai bank sentral adalah
penelitian Gerali et al. (2010). Penelitiannya menggunakan model DSGE untuk
ekonomi tertutup dengan financial frictions dan sektor perbankan. Gerali et al.
mengestimasi model DSGE dengan data Euro Area dengan menggunakan metode
Bayesian. Friksi di pasar finansial/kredit dalam model berupa borrowing constraint
dan sektor perbankan yang beroperasi pada kondisi monopolistic competitive. Di
dalam model tersebut terdapat agen rumah tangga (patient dan impatient),
pengusaha, monopolistically-competitive financial intermediaries (banks), capital
goods producers, goods retailers, dan otoritas kebijakan moneter. Dalam model
Gerali et al., penambahan “financial channel” memberikan dampak pada ekonomi
riil melalui spread suku bunga. Selain itu, shock yang terjadi pada sektor keuangan
atau perbankan merupakan faktor yang paling berdampak pada jatuhnya output di
Euro area selama periode GFC. Hasil simulasi memberikan gambaran bahwa dengan
skenario “credit crunch” terdapat potensi yang berdampak besar pada output dan
investasi.
Di Indonesia telah dilakukan penelitian yang mengacu pada model yang
dikembangkan oleh Gerali et al. (2010) dan telah disesuaikan dengan kondisi di
Indonesia. Harmanta et al. (2012) melakukan modifikasi pada model Gerali et al.
dengan menerapkan asumsi small open economy, financial frictions berupa collateral
constraints, sektor perbankan, serta penambahan agen pemerintah. Model ini
mampu menyimulasikan kebijakan moneter (suku bunga BI) dan kebijakan
makroprudensial (simulasi perubahan Giro Wajib Minimum (GWM), minimum CAR
requirement, dan LTV ratio) serta dapat digunakan untuk melakukan analisis
kebijakan guna menghadapi shock yang berasal dari sektor perbankan.
Harmanta et al. (2013) melakukan penyempurnaan pemodelan financial
frictions di model DSGE sebelumnya dengan memasukkan pendekatan financial
accelerator. Financial accelerator diterapkan pada agen pengusaha yang
menyewakan hasil investasi modal yang dimilikinya.
Perbandingan beberapa penelitian terkait dengan DSGE dan kebijakan
makroprudensial dapat dilihat pada tabel berikut ini.
4
Tabel 2.1. Penelitian terkait DSGE dan Kebijakan Makroprudensial
Paper Keterangan Tujuan Hasil Agen Instrumen Makropru-
densial
Gerali et al. (2010)
Data Eropa dengan teknik
Bayesian
Mengetahui peran bank dan imperfect competition pada
sektor perbankan dalam transmisi kebijakan moneter dan technology shock.
Shock yang berasal dari
sektor perbankan memberikan dampak yang
besar pada penurunan output Euro tahun 2008, sedangkan shock dari
makroekonomi memberi dampak yang kecil
Patient households, Impatient households, Pengusaha Loans and deposits demand, Banks: wholesale branch & retail banking (loan branch dan deposit branch), Labor market, Capital goods producers, Goods retailers, Monetary Policy
LTV ratio
Drehman
et al. (2011)
36 negara
dengan tambahan Euro Area dengan signal extraction method
Meneliti kinerja
variabel yang berbeda sebagai anchors untuk
menetapkan besar countercyclical regulatory capital buffer bagi bank
Deviasi antara rasio credit-to-GDP dan tren jangka
panjangnya memberikan performa terbaik sebagai leading indikator pada fase
build-up. Indikator lain, seperti credit spread lebih
baik sebagai indikator dalam fase release.
Counter-
cyclical Capital Buffer (CCB)
Agenor et al. (2011)
Data Brazil
DSGE dengan imperfect credit markets. Closed economy.
Meneliti peran dari regulasi bank kapital
dan kebijakan moneter dalam mengurangi prosiklikalitas dan
mengembangkan kebijakan makroekonomi dan stabilitas keuangan
Hasil numerik menunjukkan bahwa walaupun kebijakan
moneter dapat berpengaruh kuat terhadap deviasi inflasi dari target, penggabungan aturan suku bunga credit-augmented dan Basel III-type countercyclical capital regulatory rule dapat
mengoptimalkan stabilitas ekonomi secara keseluruhan
Infinitely-lived households
(constrained dan unconstrained), intermediate &
finan good producer, Capital good producer, Bank, Pemerintah, Bank Sentral
(mandatnya termasuk regulasi terhadap bank)
Min CAR Requirement
Chadha dan Currado
(2012)
UK General Equilibrium
Monetary Model
Penggunaan kebijakan makroprudensial
pada sistem perbankan menggunakan likuiditas dan
penahanan modal. Bank dapat memilih optimal mix dari aset
mereka, baik untuk reserve kepada bank
sentral maupun pinjaman swasta.
BASEL III membuat bank komersial mendapat insentif untuk menyimpan aset
likuid yang lebih besar, seperti reserves, tetapi juga
memberikan insentif untuk meningkatkan variasi siklus pada penyimpanan reserve.
Household and production sector, Commercial Banks and Asset Management, Central bank
5
Paper Keterangan Tujuan Hasil Agen Instrumen Makropru-
densial
Kannan et al.
(2012)
US DSGE model
dengan Housing
Meneliti respons kebijakan yang tepat
atas beberapa pertanyaan: • manfaat dari bereaksi terhadap
sinyal kerentanan pada sistem keuangan • apakah kebijakan
moneter merupakan alat yang tepat dalam merespons indikator tersebut
ataukah kebijakan lain yang sebaiknya digunakan • trade off antara
kebijakan yang berfokus pada kestabilan output gap dan inflasi dan
mencoba untuk mengurangi risiko asset price
Reaksi moneter yang kuat terhadap mekanisme
akselerator yang mendorong pertumbuhan kredit dan harga rumah dapat membantu stabilitas
makroekonomi. Penggunaan instrumen makroprudensial yang didesain secara khusus untuk meredam siklus pasar
kredit juga dapat membantu menjaga kestabilan ketika perekonomian menghadapi shock sektor keuangan dan
permintaan perumahan.
Households (savers dan
borrowers), Financial intermediaries, Producers (intermediate and final goods producers)
Min CAR Requirement, LTV ratio
Angelini et al. (2012)
Euro area DSGE
Meneliti interaksi antara kebijakan makroprudensial
dan kebijakan moneter.
Dalam kondisi "normal" (ketika siklus ekonomi didorong oleh shock di sisi
supply), kebijakan
makroprudensial memberi manfaat yang tidak terlalu
besar untuk stabilitas makroekonomi jika dibandingkan dengan dunia yang "monetary-policy-only".
Kurangnya kerja sama antara otoritas makroprudensial dan bank sentral akan menghasilkan
kebijakan yang bertentangan sehingga hasilnya kurang optimal. Manfaat menggunakan kebijakan
makroprudensial cenderung cukup besar ketika terjadi shock keuangan yang memengaruhi supply kredit
dan penting dalam mendorong dinamika ekonomi.
Households (patient and impatient), pengusaha, bank
Min CAR Requirement, LTV ratio
Suh (2012)
US DSGE model dengan financial frictions
Meneliti interaksi antara kebijakan makroprudensial dan kebijakan
moneter menggunakan DSGE model dengan financial frictions
Kebijakan makroprudensial dapat menstabilkan siklus kredit. Memaksimalkan welfare dalam kebijakan
moneter hanya mengarah pada kestabilan inflasi dan kebijakan makroprudensial
yang hanya menstabilkan kredit.
Households
(penabung dan peminjam), Pengusaha,
Financial contract (business & household loan)
dan financial intermediary,
Modal dan
produsen barang-barang retail
Min CAR Requirement, LTV ratio
Cecchetti
& Kohler (2014)
Sederhana,
Statis, model linear
meneliti apakah
syarat kecukupan modal dan suku bunga dapat menjadi pengganti dalam
memenuhi tujuan kestabilan ekonomi
Kedua tools tersebut dapat
menjadi pengganti dalam memenuhi tujuan kebijakan moneter konvensional. Selain itu, pada prinsipnya
kedua variabel tersebut dapat memenuhi tujuan stabilitas keuangan.
Minimum CAR requirement
6
Paper Keterangan Tujuan Hasil Agen Instrumen Makropru-
densial
Quint & Rabanal
(2014)
Euro Area, Bayesian
DSGE, real, nominal, dan financial frictions dari
kebijakan moneter dan
makropru-densial.
Mencari optimal mix kebijakan moneter
dan makroprudensial dalam estimasi model dua negara
euro area
Penggunaan kebijakan makroprudensial dapat
mengurangi volatilitas makroekonomi, meningkatkan welfare, dan
secara parsial mengganti
peran kebijakan moneter yang masih belum tepat
Domestic dan international intermediaries, Households
(penabung dan
peminjam), Perusahaan, teknologi, dan nominal rigidities final & intermediate goods producers.
LTV ratio
Alpand, et al. (2014)
Kanada DSGE dengan real, nominal, dan financial friction
Melihat dampak kebijakan makroprudensial terhadap
perekonomian dengan 4 pendekatan: - Interaksi rumah
tangga, perusahaan, dan bank - Risk taking channel investor
- Penggabungan utang jangka panjang rumah tangga dan
pengusaha untuk beberapa periode - interaksi antara
instrumen makroprudensial (LTV dan CAR)
Kebijakan tertarget (misalnya LTV) merupakan kebijakan yang paling efektif dan paling murah,
selanjutnya diikuti oleh regulasi bank kapital dan kebijakan moneter.
Patient dan impatient households, Banks
(intermediaries),
dan pengusaha.
Minimum CAR requirement, LTV ratio
Ferreira
dan Nakane (2015)
Brazil
Bayesian
Kebijakan
makroprudensial dan moneter
Insentif untuk menahan aset
likuid dilemahkan oleh peningkatan berlebihan pada external financial premium.
• Household
(patient dan impatient household)
• Bank (monopolistically competitive bank)
• Pengusaha • Bank Sentral
CCB
Vermandel (2015)
Euro Zone 2 countries
DSGE
Mengetahui bentuk instrumen
makroprudensial yang paling sesuai dengan federasi,
seperti Euro Zone
Terdapat kemungkinan konflik antara implementasi
makroprudensial yang heterogen pada level federal dan nasional apabila
menggunakan instrumen tunggal.
• Households
• Firma • Pengusaha • Bank • Capital Supplier
• Bank Sentral
CCB, sectoral Capital Req., LTV, Loan to Income, LCR, Net
Stable Funding Ratio, LDR, Margin & Haircut Req., Large Exposure Req., CCP clearing req., SIFI capital surcharge, Increased disclosure, Structural systemic risk buffer
Tjahyono dan Waluyo
(2010)
Indonesia DSGE dengan financial accelerator
Mengembangkan model DSGE dengan memasukkan faktor financial accelerator (efek procyclicality)
Dampak kebijakan moneter pada makroekonomi lebih tinggi jika memperhitungkan financial accelerator.
-
7
Paper Keterangan Tujuan Hasil Agen Instrumen Makropru-
densial
Harmanta et al.
(2012)
Indonesia • model untuk small open economy
• dilengkapi oleh financial frictions
berupa collateral constraints
dan sektor perbankan
Mengembangkan
model DSGE dengan sektor perbankan dan mencakup financial friction
pada rumah tangga berupa collateral constraints
simulasi kebijakan moneter dan makroprudensial
Analisis kebijakan dalam menghadapi shock dari sektor
perbankan
Kebijakan moneter penting
untuk dilaksanakan tepat waktu untuk menghadapi shock yang berasal dari
sektor perbankan
Peningkatan LTV ratio requirement untuk kredit
rumah tangga/
perusahaan akan mendorong peningkatan hasil dan inflasi.
Patient dan impatient households;
pengusaha; Capital good producers; housing producers; final
(konsumsi)
produsen barang; retailer domestik; Exporting retailers;
Importing retailers; Bank;
Pemerintah, dan
Bank Sentral.
Minimum CAR requirement minimum, LTV ratio, GWM
Harmanta et al.
(2013) dan (2014)
Indonesia DSGE
Menyempurnakan
model sebelumnya dengan menambah financial frictions pada sisi
pengusaha berupa financial accelerator di samping frictions
pada sisi household berupa collateral constraints
Melakukan simulasi kebijakan
moneter dan makroprudensial
Melakukan analisis kebijakan
yang diperlukan dalam menghadapi shock yang berasal
dari sektor perbankan
Shock pada sektor
perbankan menyebabkan penurunan PDB dan inflasi
Policy mix antara moneter
dan makroprudensial akan menghasilkan PDB dan inflasi yang stabil, juga
mengontrol konsumsi dan permintaan impor.
Households:
patient dan impatient households
serta
pengusaha (entrepreneur)
Produsen: capital good producers, housing producers, dan
final (konsumsi) produsen
barang
Retail: retail domestik, exporting retailers, dan importing retailers
Bank
Pemerintah
dan Bank Sentral
Minimum CAR requirement minimum, LTV ratio, GWM
8
3. Model dan Persamaan
3.1. Model Makrofinansial Berbasis DSGE
Model makrofinansial berbasis DSGE yang dibangun pada penelitian ini
merupakan pengembangan dari model DSGE sebelumnya dengan menambahkan
asumsi perekonomian yang bersifat terbuka (small open economy). Model dasarnya
tetap mengacu pada model Gerali et al. (2010). Pemodelan small open economy untuk
Indonesia mengikuti model yang dikembangkan oleh Purwanto (2017). Kerangka
model DSGE yang dibangun dapat dilihat pada skema berikut.
Gambar 3.1 Kerangka Model DSGE
Keterangan: C : Consumption BE : Borrowing to entrepreneur D : Deposits BG : Borrowing to government K : Capital B* : Borrowing to external (ROW) L : Labour YE : Output H : Housing YF : Import I : Investation YH : Domestic BI : Borrowing to impatient household YH* : Export
Agen yang terdapat di dalam model terbagi menjadi rumah tangga
(households), pengusaha (entrepreneurs), bank, produsen (producers), pengecer
Housing Producers
Impatient Households
Patient Households
Entepreneurs
Capital Goods Producers
Domestic Retailers
Banks
Government/ Central Banks
BGExporting Retailers
Finished Goods Producers
Importing Retailers
External(Rest of The
World)
YE
YH
YH*
K
L
L&K
BE
C
H
CK
B*
D
H
BI
YFYH*
YF
C
I
I
9
(retailers), dan sektor eksternal (rest of the world). Agen rumah tangga terbagi
menjadi savers dan borrowers.
Berbeda dengan model DSGE sebelumnya, savers, selain melakukan
konsumsi, investasi perumahan, bekerja untuk pengusaha, melakukan investasi
kapital dan memiliki akses ke pasar keuangan internasional. Pendapatan yang
diperolah dari pengusaha digunakan oleh savers untuk membiayai pengeluarannya.
Selain itu, savers menyimpan sebagian pendapatannya di bank. Dalam penelitian
ini, selanjutnya savers disebut sebagai patient household.
Borrowers melakukan konsumsi, investasi perumahan, dan bekerja untuk
pengusaha. Untuk membiayai pengeluarannya, selain dari pendapatan yang
diperoleh dari pengusaha, borrowers meminjam dari bank. Jumlah pinjaman yang
dapat diperoleh dari bank dibatasi oleh borrowing constraint yang terkait dengan
jumlah agunan yang dimiliki dalam bentuk aset perumahan (housing). Selanjutnya,
borrowers disebut sebagai impatient household.
Agen pengusaha menjalankan usaha untuk memproduksi barang
menggunakan tenaga kerja dari rumah tangga dan barang modal yang dibeli dari
capital goods producers. Dalam menjalankan usahanya, pengusaha mendapat
pinjaman dari bank untuk investasi dan modal kerja. Jumlah pinjaman yang dapat
diperoleh dari bank juga dibatasi oleh borrowing constraint yang terkait dengan
jumlah agunan yang dimiliki dalam bentuk aset barang modal. Karena memperoleh
sebagian barang modal yang digunakan untuk proses produksi dari patient
household, pengusaha juga harus membayar sewa barang modal tersebut ke patient
household.
Bank memegang peranan penting dalam proses intermediasi keuangan dalam
model. Bank mengumpulkan deposito dari savers dan menyalurkan pinjaman ke
impatient households dan pengusaha. Model ini mengasumsikan bahwa bank hanya
dapat menambah modalnya melalui retained earnings. Dalam menentukan
portofolio asetnya, bank dipengaruhi oleh CAR requirement dan Rasio Intermediasi
Makroprudensial (RIM) yang ditentukan oleh otoritas yang berwenang.
Agen retailers (pengecer) yang terdapat dalam model terbagi menjadi tiga,
yaitu domestic retailers, exporting retailers, dan importing retailers. Domestic retailers
dan exporting retailers mengubah homogeneous goods yang dibeli dari pengusaha
menjadi differentiated goods, lalu menjualnya ke pasar domestik dan pasar luar
negeri (export). Sementara itu, importing retailers mengubah homogeneous goods
10
yang diperoleh dari pasar luar negeri menjadi differentiated goods, lalu menjualnya
ke pasar domestik. Finished goods producers akan menggabungkan differentiated
goods yang diperoleh dari domestic retailers dan importing retailers menjadi barang
final yang dapat digunakan untuk kebutuhan konsumsi dan investasi.
3.1.1. Households (Rumah Tangga)
Patient Households
Patient household memaksimalkan fungsi utilitas berikut.
Max𝐸0∑𝛽𝑝𝑡 [휀𝑡
𝑧 log( 𝑐𝑡𝑃(𝑖)) + 𝑗휀𝑡
ℎ log ℎ𝑡𝑃(𝑖) −
𝑙𝑡𝑃(𝑖)1+∅
1 + ∅]
∞
𝑡=0
(3.1)
Fungsi utilitas patient household ini bergantung pada pilihan tingkat konsumsi 𝑐𝑡𝑃,
kepemilikan aset perumahan (housing services) ℎ𝑡𝑃, lama waktu bekerja 𝑙𝑡
𝑃, dan faktor
diskon 𝛽𝑃3. Budget constraint yang dihadapi oleh patient household adalah
𝑐𝑡𝑃(𝑖) + 𝑞𝑡
𝑘 (𝑘𝑡𝑃(𝑖) − (1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡−1
𝑃 (𝑖)) + 𝑞𝑡ℎ (ℎ𝑡
𝑃(𝑖) − (1 − 𝛿ℎ)ℎ𝑡−1𝑃 (𝑖)) + 𝑑𝑡(𝑖)
+ 𝑒𝑡(1 + 𝜌𝑡−1)(1 + 𝑟𝑡−1∗ )
𝐵𝑡−1∗ (𝑖)
𝜋𝑡
≤ 𝑤𝑡𝑃𝑙𝑡𝑃(𝑖) + (1 + 𝑟𝑡−1
𝑑 )𝑑𝑡−1(𝑖)
𝜋𝑡+ 𝑅𝑡
𝑘𝑞𝑡𝑘𝑘𝑡−1
𝑝 (𝑖) + 𝑒𝑡𝐵𝑡∗(𝑖) + 𝑡𝑡
𝑃(𝑖)
(3.2)
Patient household memiliki pendapatan atas penyediaan tenaga kerja bagi
pengusaha 𝑤𝑡𝑃𝑙𝑡𝑃 (dengan 𝑤𝑡
𝑃 penghasilan riil patient household), pendapatan bunga
deposito periode sebelumnya (1 + 𝑟𝑡−1𝑑 )
𝑑𝑡−1
𝜋𝑡 (dengan 𝜋𝑡 =
𝑃𝑡
𝑃𝑡−1 adalah gross inflation),
dan 𝑡𝑡𝑃 yang merupakan lump-sum transfer (antara lain dividen dari perusahaan dan
bank yang diasumsikan dimiliki oleh patient household). Sebagai tambahan, patient
household juga memperoleh pendapatan dari sewa barang modal yang dibebankan
kepada pengusaha dengan rate sebesar 𝑅𝑡𝑘 dan memperoleh pinjaman dari luar
negeri 𝐵𝑡∗ karena terbukanya akses terhadap pasar keuangan internasional.
Penghasilan yang diperoleh digunakan untuk membiayai konsumsi saat ini,
investasi barang modal (dengan harga riil 𝑞𝑡𝑘 dan tingkat depresiasi 𝛿𝑘), investasi
housing (dengan harga riil 𝑞𝑡ℎ dan tingkat depresiasi nilai rumah 𝛿ℎ), membayar
bunga pinjaman luar negeri periode sebelumnya, dan menyimpan sisanya dalam
deposito 𝑑𝑡.
3 Terdapat dua shock di dalam persamaan, yaitu 휀𝑡
𝑧 shock terhadap konsumsi, dan 휀𝑡ℎ shock terhadap
housing demand. Kedua shock tersebut merupakan shock intertemporal yang memiliki dinamika AR (1) dengan eror yang i.i.d.
11
Terkait dengan akses pasar keuangan internasional diasumsikan bahwa
pembayaran pinjaman internasional oleh patient household dipengaruhi oleh suku
bunga internasional (𝑟𝑡∗) dan country risk premium (𝜌𝑡−1). Diasumsikan juga bahwa
country risk premium ditentukan oleh nilai rasio pinjaman internasional terhadap
output:
(1 + 𝜌𝑡) = 𝑒𝑥𝑝 (−𝜑𝑒𝑡𝐵𝑡
∗
𝑦𝑡𝐸 ) 휀𝑡
𝜌
(3.3)
Impatient Household
Impatient household memaksimalkan fungsi utilitas berikut:
Max𝐸0∑𝛽𝐼𝑡
∞
𝑡=0
[휀𝑡𝑧log(𝑐𝑡
𝐼(𝑖)) + 𝑗휀𝑡ℎlogℎ𝑡
𝐼(𝑖) −𝑙𝑡𝐼(𝑖)1+𝜙
1 + 𝜙]
(3.4)
Fungsi utilitas untuk impatient household tidak jauh berbeda dengan patient
household, yaitu bergantung pada pilihan tingkat konsumsi 𝑐𝑡𝐼, housing services ℎ𝑡
𝐼,
dan lama waktu bekerja 𝑙𝑡𝐼4.
Budget constraint yang dihadapi oleh impatient household adalah
𝑐𝑡𝐼(𝑖) + 𝑞𝑡
ℎ (ℎ𝑡𝐼(𝑖) − (1 − 𝛿ℎ)ℎ𝑡−1
𝐼 (𝑖)) + (1 + 𝑟𝑡−1𝑏𝐻 )
𝑏𝑡−1𝐼 (𝑖)
𝜋𝑡= 𝑤𝑡
𝐼𝑙𝑡𝐼(𝑖) + 𝑏𝑡
𝐼(𝑖) (3.5)
Untuk membiayai pengeluarannya, impatient household mendapatkan pemasukan
dari penghasilannya 𝑤𝑡𝐼𝑙𝑡𝐼 (dengan wt
𝐼 merupakan penghasilan riil untuk impatient
household) dan mendapatkan pinjaman bank sebesar 𝑏𝑡𝐼. Oleh karena itu, impatient
household memiliki kewajiban untuk membayar pinjaman yang dilakukan pada
periode sebelumnya, yaitu sebesar (1 + 𝑟𝑡−1𝑏𝐻 )
𝑏𝑡−1𝐼
𝜋𝑡 (pengembalian pokok pinjaman dan
bunga sebesar 𝑟𝑡−1𝑏𝐻 ).
Selain budget constraint, impatient household juga memiliki borrowing
constraint. Hal itu disebabkan dalam melakukan pinjaman untuk membiayai
pengeluarannya, total pinjaman yang dapat diperoleh impatient household dibatasi
oleh nilai aset perumahan yang dimilikinya dikalikan dengan syarat LTV ratio, yaitu
sebesar 𝑚𝑡𝐼. Persamaan borrowing constraint dapat dituliskan sebagai berikut.
(1 + 𝑟𝑡𝑏𝐻)𝑏𝑡
𝐼(𝑖) ≤ 𝑚𝑡𝐼(1 − 𝛿ℎ)𝐸𝑡[𝑞𝑡+1
ℎ ℎ𝑡𝐼(𝑖)𝜋𝑡+1] (3.6)
4 Sama seperti pada persamaan patient households 휀𝑡
ℎ dan 휀𝑡ℎ merupakan shock terhadap housing
demand dan konsumsi.
12
Dari sisi makroekonomi, 𝑚𝑡𝐼 menentukan besarnya jumlah pinjaman yang
ditawarkan bank kepada household untuk nilai aset perumahan yang dimilikinya.
Diasumsikan bahwa variasi dari rasio LTV ini tidak tergantung pada pilihan tiap-
tiap bank, tetapi pada suatu proses eksogen yang dinamikanya memungkinkan kita
untuk mempelajari transmisi kebijakan LTV ratio requirement terhadap sektor riil.
3.1.2. Entrepreneurs
Entrepreneur (pengusaha) memaksimalkan fungsi utilitas berikut:
Max𝐸0∑𝛽𝐸𝑡
∞
𝑡=0
log (𝑐𝑡𝐸(𝑖))
(3.7)
Budget constraint yang dihadapi oleh pengusaha adalah
𝑐𝑡𝐸(𝑖) + 𝑤𝑡
𝑃 𝑙𝑡 𝑃(𝑖) + 𝑤𝑡
𝐼 𝑙𝑡 𝐼 (𝑖) + (1 + 𝑟𝑡−1
𝑏𝐸 ) 𝑏𝑡−1 𝐸 (𝑖)
𝜋𝑡+ 𝑞𝑡
𝑘 (𝑘𝑡𝐸(𝑖) − (1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡−1
𝐸 (𝑖))
+ 𝑅𝑡𝑘𝑞𝑡𝑘𝑘𝑡−1𝑝 (𝑖) =
𝑃𝑡𝐸
𝑃𝑡𝑦𝑡𝐸(𝑖) + 𝑏𝑡
𝐸(𝑖)
(3.8)
Pengusaha memperoleh pendapatan dari penjualan hasil produksi homogeneous
intermediate goods kepada pengecer dengan harga 𝑃𝑡𝐸 dan pinjaman baru dari bank
𝑏𝑡 𝐸. Pendapatan dari pengusaha digunakan untuk membiayai pengeluaran konsumsi
𝑐𝑡𝐸, membayar jasa pekerja untuk keperluan produksi yang berasal dari patient
household 𝑤𝑡 𝑃 𝑙𝑡 𝑃 dan impatient household 𝑤𝑡
𝐼 𝑙𝑡 𝐼 , membayar pokok utang beserta
bunganya dari utang periode sebelumnya, berinvestasi barang modal dengan tingkat
harga 𝑞𝑡 𝑘 dan tingkat depresiasi 𝛿𝑘, serta membayar sewa barang modal kepada
patient household.
Sama halnya dengan impatient household, pengusaha juga memiliki
borrowing constraint yang dikaitkan dengan nilai barang modal yang dimilikinya
dengan persamaan sebagai berikut:
(1 + 𝑟𝑡𝑏𝐸) 𝑏𝑡
𝐸(𝑖) ≤ 𝑚𝑡 𝐸𝐸𝑡[ 𝑞𝑡+1
𝑘 𝜋𝑡+1(1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡
𝐸(𝑖)] (3.9)
dengan 𝑚𝑡 𝐸 adalah tingkat rasio LTV untuk pengusaha dengan asumsi yang sama
dengan 𝑚𝑡 𝐼 5.
5 Sama halnya dengan Gerali et al. (2010) dan Lacoviello (2005), diasumsikan bahwa ukuran dari
shocks pada model adalah “cukup kecil” sehingga seluruh variabel selalu berada di sekitar steady state. Hal ini memungkinan kita untuk dapat menemukan solusi model dengan mengasumsikan binding borrowing constraint.
13
Pengusaha memproduksi intermediate goods dan memiliki fungsi produksi sebagai
berikut:
𝑦𝑡𝐸(𝑖) = 𝑎𝑡
𝐸 [(𝑘𝑡−1𝐸 (𝑖))
𝜎(𝑘𝑡−1𝑝 (𝑖))
1−𝜎]𝛼
𝑙𝑡 𝐸(𝑖)1−𝛼
(3.10)
dengan 𝑎𝑡𝐸 adalah total factor productivity, 𝑘𝑡
𝐸 adalah stok kapital yang dimiliki oleh
pengusaha, 𝑘𝑡𝑝 adalah sewa kapital yang berasal dari patient household, 𝑙𝑡
𝐸 adalah
total input pekerja yang berasal dari impatient household dan patient household.
3.1.3. Domestic Retailers
Homogeneous intermediate goods diproduksi oleh pengusaha, kemudian
dibeli oleh pengecer domestik dan pengecer domestik mengubahnya menjadi
differentiated intermediate goods. Differentiated intermediate goods tersebut dijual
kepada finished goods producers. Dalam penentuan harganya, pengecer domestik
menggunakan pendekatan Calvo sebagai berikut:
𝑃𝑡𝐻 = (휃𝐻(𝑃𝑡−1
𝐻 𝜋𝑡−1𝐻 )1−𝜀𝑅𝐻 + (1 − 휃𝐻)(𝑃𝑡−1
𝐻 )1−𝜀𝑅𝐻)1
1−𝜀𝑅𝐻 (3.11)
dengan (1 − 휃𝐻) adalah peluang pengecer domestik untuk mengubah harga dan 휃𝐻
adalah peluang untuk tidak melakukan reoptimasi harga. Pengecer domestik yang
tidak melakukan reoptimasi akan menentukan harga sesuai dengan persamaan
𝑃𝑡𝐻 = 𝑃𝑡−1
𝐻 𝜋𝑡−1𝐻 .
Pengecer domestik memiliki fungsi utilitas yang memaksimalkan profit sebagai
berikut:
max𝑃𝑡𝐻(𝑖)
𝐸𝑡∑(𝛽𝑃휃𝐻)𝑘𝑐𝑡𝑃
𝑐𝑡+𝑘𝑃
휀𝑡+𝑘𝑧
휀𝑡𝑧 {𝑃𝑡𝐻(𝑖)
𝑃𝑡+𝑘𝐻 Φ𝑡,𝑘𝑦𝑡+𝑘
𝐻 (𝑖) −𝑃𝑡+𝑘𝐸
𝑃𝑡+𝑘𝐻 𝑦𝑡+𝑘
𝐻 (𝑖)}
∞
𝑘=0
(3.12)
dengan kendala
𝑦𝑡+𝑘𝐻 (𝑖) = 𝑦𝑡+𝑘
𝐻 (𝑃𝑡𝐻(𝑖)
𝑃𝑡+𝑘𝐻 Φ𝑡,𝑘)
−𝜀𝑅𝐻
(3.13)
dengan Φ𝑡,𝑘 = 𝜋𝑡𝐻𝜋𝑡+1
𝐻 𝜋𝑡+2𝐻 ⋯𝜋𝑡+𝑘−1
𝐻 , Φ𝑡,0 = 1.
3.1.4. Importing Retailers
Berbeda dengan pengecer domestik, importing retailers membeli homogeneous
intermediate goods dari pasar internasional dan mengubahnya menjadi
differentiated intermediate goods, lalu menjualnya kepada finished goods producers.
14
Dalam penentuan harganya, importing retailers menggunakan pendekatan Calvo
dengan harga agregat sebagai berikut:
𝑦𝑡+𝑘𝐻 (𝑖) = 𝑦𝑡+𝑘
𝐻 (𝑃𝑡𝐻(𝑖)
𝑃𝑡+𝑘𝐻 Φ𝑡,𝑘)
−𝜀𝑅𝐻
(3.14)
dengan (1 − 휃𝐹) adalah peluang importing retailer untuk mengubah harga dan 휃𝐹
adalah peluang untuk tidak melakukan reoptimasi harga. Importing retailers yang
tidak melakukan reoptimasi akan menetapkan harga sesuai dengan persamaan 𝑃𝑡𝐹 =
𝑃𝑡−1𝐹 𝜋𝑡−1
𝐹 .
Importing retailers akan memaksimalkan profit dari fungsi utilitas sebagai berikut:
max𝑃𝑡𝐹(𝑖)𝐸𝑡∑(𝛽𝑃휃𝐹)
𝑘𝑐𝑡𝑃
𝑐𝑡+𝑘𝑃
휀𝑡+𝑘𝑧
휀𝑡𝑧 {
𝑃𝑡𝐹(𝑖)
𝑃𝑡+𝑘𝐹 Φ𝑡,𝑘𝑦𝑡+𝑘
𝐹 (𝑖) −𝑒𝑡+𝑘𝑃𝑡+𝑘
𝐹∗
𝑃𝑡+𝑘𝐹 𝑦𝑡+𝑘
𝐹 (𝑖)}
∞
𝑘=0
(3.15)
dengan kendala
𝑦𝑡+𝑘𝐹 (𝑖) = 𝑦𝑡+𝑘
𝐹 (𝑃𝑡𝐹(𝑖)
𝑃𝑡+𝑘𝐹 Φ𝑡,𝑘)
−𝜀𝐹
(3.16)
dengan Φ𝑡,𝑘 = 𝜋𝑡𝐹𝜋𝑡+1
𝐹 𝜋𝑡+2𝐹 ⋯𝜋𝑡+𝑘−1
𝐹 , Φ𝑡,0 = 1.
3.1.5. Exporting Retailers
Seperti halnya pengecer domestik, agen exporting retailers membeli
homogeneous intermediate goods yang diproduksi oleh pengusaha dan
mengubahnya menjadi differentiated intermediate goods, kemudian menjualnya ke
pasar internasional.
Persamaan permintaan terhadap barang ekspor adalah sebagai berikut:
𝑦𝑡𝐻∗(𝑖) = (
𝑃𝑡𝐻∗(𝑖)
𝑃𝑡𝐻∗
)
−(1+𝜇𝐻∗)𝜇𝐻∗
𝑦𝑡𝐻∗
(3.17)
Barang ekspor dijual oleh exporting retailers ke pasar internasional dengan harga
𝑃𝑡𝐻∗. Agregat volume ekspor dan harga barang ekspor dinyatakan sebagai berikut:
𝑦𝑡𝐻∗ = (∫(𝑦𝑡
𝐻∗(𝑖))
11+𝜇𝐻∗ 𝑑𝑖
1
0
)
1+𝜇𝐻∗
(3.18)
𝑃𝑡𝐻∗ = (∫(𝑃𝐻,𝑡
∗ (𝑖))
−1𝜇𝐻∗ 𝑑𝑖
1
0
)
−𝜇𝐻∗
(3.19)
15
Selain itu, diasumsikan bahwa permintaan barang ekspor dari luar negeri
dipengaruhi oleh harga barang ekspor di luar negeri 𝑃𝑡𝑥∗. Parameter yang
menentukan elasticity of substitution dari ekspor 𝜇𝐻∗ dan permintaan dari luar negeri
𝑦𝑡∗ dinyatakan oleh persamaan berikut:
𝑦𝑡𝐻∗ = (1 − 휂∗) (
𝑃𝑡𝐻∗
𝑃𝑡𝑥∗)
−(1+𝜇𝐻∗)𝜇𝐻∗
𝑦𝑡∗
(3.20)
Sama halnya dengan domestic dan importing retailers, penentuan harga
barang exporting retailers dilakukan dengan menggunakan pendekatan Calvo
sebagai berikut:
𝑃𝑡𝐻∗ = (휃𝐻∗(𝑃𝑡−1
𝐻∗ 𝜋𝑡−1𝐻∗ )
1−𝜀𝐻∗ + (1 − 휃𝐻∗)(𝑃𝑡𝐻∗)
1−𝜀𝐻∗)
11−𝜀𝐻∗
(3.21)
dengan (1 − 휃𝐻∗) adalah peluang exporting retailers untuk mengubah harga dan 휃𝐻∗
adalah peluang untuk tidak melakukan reoptimasi harga. Exporting retailers yang
tidak melakukan reoptimasi harga akan menentukan harga dengan persamaan
𝑃𝑡𝐻∗ = 𝑃𝑡−1
𝐻∗ 𝜋𝑡−1𝐻∗ .
Exporting retailers akan memaksimalkan profit dengan fungsi utilitas sebagai
berikut:
𝑚𝑎𝑥𝑃𝑡𝐻∗(𝑖)
𝐸𝑡∑(𝛽𝑃휃𝐻∗)𝑘𝑐𝑡𝑃
𝑐𝑡+𝑘𝑃
휀𝑡+𝑘𝑧
휀𝑡𝑧 {
𝑒𝑡𝑃𝑡𝐻∗(𝑖)
𝑒𝑡+𝑘𝑃𝑡+𝑘𝐻∗𝛷𝑡,𝑘𝑦𝑡+𝑘
𝐻∗ (𝑖) −𝑃𝑡+𝑘𝐸
𝑒𝑡+𝑘𝑃𝑡+𝑘𝐻∗𝑦𝑡+𝑘𝐻∗ (𝑖)}
∞
𝑘=0
(3.22)
dengan kendala
𝑦𝑡+𝑘𝐻∗ (𝑖) = 𝑦𝑡+𝑘
𝐻∗ (𝑒𝑡𝑃𝑡
𝐻∗(𝑖)
𝑒𝑡+𝑘𝑃𝑡+𝑘𝐻∗𝛷𝑡,𝑘)
−𝜀𝐻∗
(3.23)
dengan 𝛷𝑡,𝑘 = 𝜋𝑡𝐻∗𝜋𝑡+1
𝐻∗ 𝜋𝑡+2𝐻∗ … 𝜋𝑡+𝑘−1
𝐻∗ , 𝛷𝑡,0 = 1.
3.1.6. Bank
Bank memegang peranan penting dalam proses intermediasi untuk semua
transaksi keuangan yang dilakukan agen di dalam model. Instrumen keuangan yang
dapat digunakan oleh patient household untuk menabung adalah deposito.
Instrumen keuangan yang dapat digunakan oleh impatient household dan
pengusaha untuk meminjam uang adalah kredit bank.
Di dalam model, sektor perbankan beroperasi pada kondisi monopolistic
competitive. Bank diasumsikan memiliki market power dalam melakukan aktivitas
16
intermediasinya. Bank memiliki kekuatan dalam menentukan, baik tingkat suku
bunga deposito maupun suku bunga kredit. Selain itu, diasumsikan bahwa terdapat
stickiness dalam suku bunga retail perbankan terhadap dinamika suku bunga
kebijakan.
Setiap bank di dalam model terdiri atas tiga unit, yaitu unit wholesale, unit
loan-retail, dan unit deposit-retail. Unit loan-retail bertanggung jawab untuk
memberikan pinjaman kepada impatient households dan pengusaha, sedangkan
deposit-retail bertanggung jawab untuk menghimpun deposito dari patient
household. Unit-unit tersebut menentukan suku bunga di dalam kondisi
monopolistic competitive. Setiap wholesale unit beroperasi untuk mengelola neraca
keseluruhan bank. Penambahan yang cukup penting pada model DSGE dalam
penelitian ini adalah masuknya variabel kebijakan makroprudensial yang baru,
yaitu Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) di dalam neraca keseluruhan bank.
Wholesale branch
Setiap wholesale branch beroperasi pada kondisi pasar kompetisi sempurna
dan mengelola neraca keseluruhan bank.
𝐵𝑡 + 𝐵𝑡𝐺 = (1 − Γ𝑡 − Χ𝑡)𝐷𝑡 + 𝐾𝑡
𝑏 (3.24)
Aset bank terdiri atas total pinjaman yang disalurkan oleh bank kepada pengusaha
dan impatient households, 𝐵𝑡, dan total aset likuid bank-zero risk bonds yang dimiliki
oleh bank, yaitu 𝐵𝑡𝐺. Sementara itu, kewajiban bank terdiri atas total deposito yang
dihimpun, yaitu 𝐷𝑡, reserve ratio, Γ𝑡, yang nilainya ditentukan oleh bank dan
dipengaruhi oleh reserve ratio requirement yang ditentukan oleh bank sentral,
tambahan giro RIM, Χ𝑡, yang besarnya ditentukan oleh bank sentral, dan modal
bank, 𝐾𝑡𝑏.
Bank mengakumulasikan modal yang dimiliki melalui retained earning:
𝐾𝑡𝑏 = (1 − 𝛿𝑏)
𝐾𝑡−1𝑏
𝜋𝑡+ω𝑏
𝑗𝑡−1𝑏
𝜋𝑡
(3.25)
dengan 𝑗𝑡𝑏 merupakan profit keseluruhan yang dihasilkan oleh ketiga unit bank, ω𝑏
menunjukkan porsi pembagian dividen bank, dan 𝛿𝑏 menunjukkan sumber daya
yang digunakan dalam mengatur modal bank. Aturan mengenai dividen
diasumsikan eksogen sehingga modal bank bukan merupakan variabel pilihan
untuk bank. Fungsi utilitas dari wholesale unit adalah
17
𝑚𝑎𝑥{𝐵𝑡 , 𝐷𝑡, 𝐵𝑡
𝐺}𝐸0∑Λ0,𝑡𝑃 [(1 + 𝑅𝑡
𝑏)𝐵𝑡 − 𝐵𝑡+1 + (1 + 𝑅𝑡)𝐵𝑡𝐺 − 𝐵𝑡+1
𝐺 +𝐷𝑡+1
∞
𝑡=0
− (1 + 𝑅𝑡𝑤𝑑)𝐷𝑡 + Γ𝑡𝐷𝑡 + Χ𝑡𝐷𝑡 − Γ𝑡+1𝐷𝑡+1 − Χ𝑡+1𝐷𝑡+1 + ∆𝐾𝑡+1
𝑏
−𝜅𝐾𝑏2(𝐾𝑡𝑏
𝐵𝑡− 𝜐𝑡
𝑏)
2
𝐾𝑡𝑏]
(3.26)
Dengan jabaran bahwa 𝜅𝐾𝑏 adalah parameter biaya deviasi dari target CAR, 𝑣𝑏
adalah target CAR dari bank (yang dipengaruhi oleh minimum CAR requirement), 𝑅𝑡
adalah suku bunga kebijakan, 𝑅𝑡𝑏 adalah tingkat suku bunga kredit wholesale, dan
𝑅𝑡𝑤𝑑 tingkat suku bunga deposit wholesale.
Pada kondisi 𝐶𝐴𝑅 =𝐾𝑡𝑏
𝐵𝑡= 𝜐𝑡
𝑏6, maka 𝑅𝑡𝑏 = 𝑅𝑡, sedangkan dalam keadaaan 𝐶𝐴𝑅 =
𝐾𝑡𝑏
𝐵𝑡> 𝜐𝑡
𝑏, bank akan bereaksi untuk menurunkan CAR dengan meningkatkan jumlah
penyaluran pinjaman 𝐵𝑡 (dengan menurunkan 𝑅𝑡𝑏 ) sehingga besarnya CAR dapat
mendekati besaran aturan minimum, yaitu 𝐶𝐴𝑅 ≈ 𝜐𝑡𝑏.
Dalam kondisi 𝐺𝑊𝑀 = Γ𝑡 = 0, 𝑅𝑡𝑤𝑑
𝑅𝑡= 1, sedangkan dalam kondisi 𝐺𝑊𝑀 > 0, bank akan
mengalami peningkatan opportunity cost dalam penyaluran dana sehingga bank
bereaksi untuk menurunkan cost dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan untuk
mengumpulkan deposito atau setara dengan menurunkan 𝑅𝑡𝑤𝑑.
Loan-Retail Branch
Loan-retail branch mendapatkan wholesale loans 𝐵𝑡 dari wholesale unit
dengan suku bunga 𝑅𝑡𝑏, kemudian menyalurkannya kepada household dan
pengusaha dengan menerapkan dua markup yang berbeda. Stickiness dan imperfect
bank pass-through diasumsikan terjadi melalui fungsi adjustment cost pada
perubahan suku bunga pinjaman yang dihadapi tiap-tiap bank dalam bentuk
persamaan quadratic. Besarnya biaya tersebut ditentukan oleh parameter 𝜅𝑏𝐸 dan
𝜅𝑏𝐻.
Retail loan bank memaksimalkan fungsi utilitas berikut:
6 Apabila diasumsikan bahwa 𝜐𝑡
𝑏 yang merupakan target CAR bank adalah sama nilainya dengan
minimum CAR requirement yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang.
18
max{𝑟𝑡𝑏𝐻(𝑗),𝑟𝑡
𝑏𝐸(𝑗)}𝐸0∑Λ0,𝑡
𝑃 [𝑟𝑡𝑏𝐻(𝑗)𝑏𝑡
𝐼(𝑗) + 𝑟𝑡𝑏𝐸(𝑗)𝑏𝑡
𝐸(𝑗) − 𝑅𝑡𝑏𝐵𝑡(𝑗)
∞
𝑡=0
−𝜅𝑏𝐻2(𝑟𝑡𝑏𝐻(𝑗)
𝑟𝑡−1𝑏𝐻 (𝑗)
− 1)
2
𝑟𝑡𝑏𝐻𝑏𝑡
𝐼 −𝜅𝑏𝐸2(𝑟𝑡𝑏𝐸(𝑗)
𝑟𝑡−1𝑏𝐸 (𝑗)
− 1)
2
𝑟𝑡𝑏𝐸𝑏𝑡
𝐸]
(3.27)
yang bergantung pada permintaan pinjaman impatient household 𝑏𝑡𝐼(𝑗), permintaan
pinjaman oleh pengusaha 𝑏𝑡𝐸(𝑗).
𝑏𝑡𝐼(𝑗) = (
𝑟𝑡𝑏𝐻(𝑗)
𝑟𝑡𝑏𝐻 )
−𝜀𝑡𝑏𝐻
𝑏𝑡𝐼
(3.28)
𝑏𝑡𝐸(𝑗) = (
𝑟𝑡𝑏𝐸(𝑗)
𝑟𝑡𝑏𝐸 )
−𝜀𝑡𝑏𝐸
𝑏𝑡𝐸
(3.29)
𝐵𝑡(𝑗) = 𝑏𝑡𝐼(𝑗) + 𝑏𝑡
𝐸(𝑗) (3.30)
Deposit-Retail Branch
Serupa dengan loan branch, deposit branch mengumpulkan deposito 𝐷𝑡 dari
household dan meneruskannya kepada wholesale unit. Suku bunga 𝑟𝑡𝑑 adalah suku
bunga deposito yang ditawarkan kepada patient households. Utility function dari
deposit branch adalah sebagai berikut.
max{𝑟𝑡𝑑(𝑗)}
𝐸0∑Λ0,𝑡𝑃 [𝑅𝑡
𝑤𝑑𝐷𝑡(𝑗) − 𝑟𝑡𝑑(𝑗)𝐷𝑡(𝑗) −
𝜅𝑑2(𝑟𝑡𝑑(𝑗)
𝑟𝑡−1𝑑 (𝑗)
− 1)
2
𝑟𝑡𝑑𝐷𝑡]
∞
𝑡=0
(3.31)
dengan kendala
𝐷𝑡(𝑗) = (𝑟𝑡𝑑(𝑗)
𝑟𝑡𝑑 )
−𝜀𝑡𝑑
𝑑𝑡
(3.32)
3.1.7. Finished Goods Producers
Finished goods producers merupakan agen yang menggabungkan
differentiated goods yang diperoleh dari domestic retailers (𝑦𝑡𝐻) dan importing retailers
(𝑦𝑡𝐹) menjadi barang final dan menjualnya di pasar yang bersifat kompetitif
sempurna. Fungsi produksi dari finished goods producers adalah sebagai berikut.
𝑦𝑡 = [𝜉𝜇𝐹𝑃1+𝜇𝐹𝑃(𝑦𝑡
𝐻)1
1+𝜇𝐹𝑃 + (1 − 𝜉)𝜇𝐹𝑃1+𝜇𝐹𝑃(𝑦𝑡
𝐹)1
1+𝜇𝐹𝑃]
1+𝜇𝐹𝑃
(3.33)
19
dengan 𝜉 adalah home bias parameter dan 𝜇𝐹𝑃 adalah parameter elasticity of
substitution antara barang domestik dan barang luar negeri.
Optimisasi dilakukan terhadap profit nominal dari finished goods producers
sebagai berikut:
Π𝑡𝐹𝑃 = 𝑦𝑡𝑃𝑡 − 𝑦𝑡
𝐻𝑃𝑡𝐻 − 𝑦𝑡
𝐹𝑃𝑡𝐹 (3.34)
dengan 𝑃𝑡 merupakan harga final barang konsumsi/investasi.
3.1.8. Capital Goods Producers
Capital good producers beroperasi dalam pasar kompetitif sempurna dan
menggunakan barang final yang diproduksi oleh finished goods producer untuk
menghasilkan barang modal. Selain itu, capital good producers menggunakan
barang modal lama yang tidak terdepresiasi, yaitu (1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡−1.
Capital good producers membeli barang final dengan harga 𝑃𝑡 dari finished
goods producer untuk meningkatkan stock of effective capital �̅�𝑡, yang dijual kembali
kepada entrepreneur dan patient households pada akhir periode dengan harga 𝑞𝑡𝑘.
Fungsi utilitas dari capital good producer adalah
max{�̅�𝑡, 𝑖𝑡
𝑘}𝐸0∑Λ0,𝑡𝑃 (𝑞𝑡
𝑘Δ�̅�𝑡 − 𝑖𝑡𝑘)
∞
𝑡=0
(3.35)
dengan kendala
�̅�𝑡 = �̅�𝑡−1 + 휀𝑡𝑞𝑘(1 −
𝜅𝑖2(𝑖𝑡𝑘
𝑖𝑡−1𝑘 − 1)
2
) 𝑖𝑡𝑘
(3.36)
dengan Δ�̅�𝑡 = 𝑘𝑡 − (1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡−1.
Barang modal yang dihasilkan oleh capital good producer dimiliki oleh pengusaha
dan patient household sehingga 𝑘𝑡 = 𝑘𝑡𝑃 + 𝑘𝑡
𝐸.
3.1.9. Housing Producers
Serupa dengan capital good producer, housing producer memiliki fungsi
utilitas sebagai berikut:
max{ℎ̅𝑡, 𝑖𝑡
ℎ} 𝐸0∑Λ0,𝑡𝑃 (𝑞𝑡
ℎΔℎ̅𝑡 − 𝑖𝑡ℎ)
∞
𝑡=0
(3.37)
dengan kendala
20
ℎ̅𝑡 = ℎ̅𝑡−1 + 휀𝑡𝑞ℎ(1 −
𝜅ℎ2(𝑖𝑡ℎ
𝑖𝑡−1ℎ − 1)
2
) 𝑖𝑡ℎ
(3.38)
dengan Δℎ̅𝑡 = ℎ𝑡 − (1 − 𝛿ℎ)ℎ𝑡−1 sebagai flow dari output perumahan.
Aset perumahan dimiliki oleh patient households dan impatient households sehingga
ℎ𝑡 = ℎ𝑡𝑃 + ℎ𝑡
𝐼.
3.1.10. Market Clearings
Kondisi market clearing untuk semua barang yang diproduksi oleh finished
goods producers, barang yang diproduksi pengusaha, pasar perumahan, pasar
modal, balance of payment, dan country’s risk premium dapat dituliskan dengan
persamaan berikut.
Finished goods producers output:
𝑦𝑡 = 𝑐𝑡𝑃 + 𝑐𝑡
𝐼 + 𝑐𝑡𝐸 + 𝑖𝑡
𝑘 + 𝑖𝑡ℎ + 𝛿𝑏
𝐾𝑡−1𝑏
𝜋𝑡
(3.39)
Intermediate goods yang diproduksi pengusaha:
𝑦𝑡𝐸 = 𝑦𝑡
𝐻 + 𝑦𝑡𝐻∗ (3.40)
Pasar perumahan dan pasar modal:
ℎ𝑡 = ℎ𝑡𝑃 + ℎ𝑡
𝐼 (3.41)
𝑘𝑡 = 𝑘𝑡𝑃 + 𝑘𝑡
𝐸 (3.42)
Balance of payment:
𝑠𝑡�̃�𝑡𝐹∗𝑦𝑡
𝐹 + 𝑠𝑡(1 + 𝜌𝑡−1)(1 + 𝑟𝑡−1∗ )(1 + 𝜏𝑡−1
∗ )�̃�𝑡−1∗ (𝑖)
𝜋𝑡∗
= 𝑠𝑡�̃�𝑡𝐻∗𝑦𝑡
𝐻∗ + 𝑠𝑡�̃�𝑡∗(𝑖) − (Γ𝑡 + Χ𝑡)𝑑𝑡 + (Γ𝑡−1 + Χ𝑡−1)
𝑑𝑡−1𝜋𝑡
−𝐵𝑡𝐺 +
𝐵𝑡−1𝐺
𝜋𝑡
(3.43)
First order condition dari fungsi utilitas dengan kendala dari tiap-tiap agen yang telah
dijabarkan dan dapat dilihat pada lampiran.
21
4. Kalibrasi dan Simulasi
4.1. Kalibrasi
Nilai kalibrasi yang digunakan untuk menentukan steady state dari variabel
endogen dan parameter pada penelitian ini berdasarkan data dan karakteristik
perekonomian Indonesia. Nilai steady state variabel terkait disagregasi produk
domestik bruto (PDB), suku bunga, dan neraca bank dihitung dengan menggunakan
data dari 2000Q3 sampai dengan 2017Q4, sedangkan angka kalibrasi variabel dan
parameter lainnya berdasarkan penelitian Harmanta et al. (2012) dan (2013).
Data yang digunakan untuk disagregasi PDB berasal dari publikasi Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) Bank Indonesia. Data suku bunga
kebijakan (7 Days Repo Rate), suku bunga dana pihak ketiga (DPK), suku bunga
kredit rumah tangga (kredit konsumsi), suku bunga kredit ke perusahaan (kredit
investasi dan modal kerja) bersumber dari CEIC dan Bank Indonesia. Data
komposisi neraca bank berasal dari LBU (laporan bulanan bank umum), sedangkan
data variabel sektor eksternal, seperti suku bunga luar negeri (Fed Fund Rate),
menggunakan data dari CEIC.
Nilai steady state variabel-variabel disagregasi PDB diperoleh dengan
menggunakan Hodrick-Prescott Filter (HP Filter) selama periode estimasi. Hasil yang
diperoleh dapat dilihat pada gambar dan tabel berikut.
Gambar 4.1. Data Asli dan Steady State Variabel Disagregasi PDB
Nilai steady state variabel disagregasi PDB yang digunakan dalam penelitian
ini didasarkan pada nilai rata-rata (mean) dari tiap-tiap variabel dengan pembulatan
2 angka di belakang koma dan dapat dilihat pada tabel 4.1.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
2000
Q1
2000
Q3
2001
Q1
2001
Q3
2002
Q1
2002
Q3
2003
Q1
2003
Q3
2004
Q1
2004
Q3
2005
Q1
2005
Q3
2006
Q1
2006
Q3
2007
Q1
2007
Q3
2008
Q1
2008
Q3
2009
Q1
2009
Q3
2010
Q1
2010
Q3
2011
Q1
2011
Q3
2012
Q1
2012
Q3
2013
Q1
2013
Q3
2014
Q1
2014
Q3
2015
Q1
2015
Q3
2016
Q1
2016
Q3
2017
Q1
2017
Q3
Konsumsi/PDB Konsumsi/PDB_SS Konsumsi Pemerintah/PDB
Konsumsi Pemerintah/PDB_SS Investasi/PDB Investasi/PDB_SS
Ekspor/PDB Ekspor/PDB_SS Impor/PDB
Impor/PDB_SS
22
Tabel 4.1. Nilai Steady State Variabel Disagregasi PDB
Konsumsi Swasta/PDB
Konsumsi Pemerintah/PDB
Investasi/PDB
Ekspor/PDB Impor/PDB
𝑐
𝑦𝐸
𝑖
𝑦𝐸
𝑦𝐻∗
𝑦𝐸
𝑦𝐹
𝑦𝐸
Mean 0.579 0.080 0.323 0.234 0.215
Median 0.573 0.083 0.315 0.237 0.221
Maximum 0.622 0.088 0.341 0.253 0.237
Minimum 0.554 0.063 0.308 0.209 0.179
Std. Dev 0.025 0.007 0.013 0.016 0.020
Data investasi yang digunakan di dalam model terbagi menjadi dua, yaitu
investasi perumahan dan investasi barang modal. Nilai steady state investasi
perumahan dihitung dari rasio nilai PDB sektor real estate terhadap PDB total untuk
periode 2010Q1 sampai dengan 2017Q4 (sesuai dengan ketersediaan data).
Berdasarkan data tersebut, nilai steady state untuk rasio investasi perumahan
terhadap total PDB sebesar 0.03 sehingga nilai steady state investasi barang modal
sebesar 0.29.
Dengan menggunakan pendekatan yang sama, nilai steady state untuk
variabel sektor perbankan diperoleh sebagaimana terlihat pada gambar dan tabel
berikut.
Gambar 4.2. Data Asli dan Steady State Variabel Suku Bunga
Nilai steady state yang digunakan untuk variabel-variabel suku bunga dalam
penelitian ini adalah nilai rata-rata (mean) dari tiap-tiap variabel dengan
pembulatan 2 angka di belakang koma.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Suku Bunga BI 7DRR Suku Bunga BI 7DRR_SS Suku Bunga DPK Suku Bunga DPK_SS
Suku Bunga KK Suku Bunga KK_SS Suku Bunga KI dan KMK Suku Bunga KI dan KMK_SS
FFR FFR_SS
23
Tabel 4.2 Nilai Steady State Variabel Suku Bunga (% p.a)
7DRR Suku Bunga DPK
Suku Bunga Kredit
Konsumsi
Suku Bunga KMK dan KI
FFR
𝑹 𝒓𝒅 𝒓𝒃𝑯 𝒓𝒃𝑬 𝒓∗
Mean 7,508 5,518 15,793 11,683 1,620
Median 6,323 4,783 15,745 11,665 1,571
Maximum 14,959 10,587 19,167 13,805 4,127
Minimum 4,858 3,749 13,185 9,844 0,007
Std. Dev 2,750 1,914 2,011 1,274 1,289
Nilai steady state variabel-variabel dalam neraca bank diperoleh dengan
menggunakan nilai rata-rata selama periode estimasi sebagai berikut.
Tabel 4.3. Nilai Steady State Neraca Bank
Aset Kewajiban
𝑩
𝑻𝑨
Kredit 0,52 𝐷
𝑇𝐴
DPK 0,89
𝒃𝑰
𝑻𝑨
Kredit Konsumsi 0,14 𝐾𝑏
𝑇𝐴
Modal 0.11
𝒃𝑬
𝑻𝑨
Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja
0,38
𝑩𝑮
𝑻𝑨
Risk Free Asset 0,41
𝚪𝑫
𝑻𝑨
Reserve 0,07
Keterangan:
Nilai komponen aset dan kewajiban dalam rasio terhadap total aset/kewajiban
Sementara itu, untuk variabel exporter’s profit margin, peneliti menggunakan
nilai gross profit margin sektor komoditas berdasarkan Laporan Perekonomian
Indonesia (LPI) tahun 2016, yaitu sebesar 25%.
Nilai untuk parameter dan variabel steady state yang digunakan oleh model
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4. Parameter
No. Variabel Keterangan Nilai
1. 𝛽𝐼 Discount factor dari fungsi utilitas impatient householdz 0.960
2. 𝛽𝐸 Discount factor dari fungsi utilitas Entrepreneur 0.967
3. ω𝑏 Porsi pembagian dividen bank 0.500
4. 𝛿ℎ Tingkat depresiasi rumah 0.013
5. 𝛿𝑘 Tingkat depresiasi barang modal 0.025
6. 𝑗 Bobot housing dalam fungsi utilitas rumah tangga 0.120
7. 𝛼 Share modal dalam fungsi produksi 0.540
8. 𝜙 Parameter terkait labor elasticity 0.010
9. 휃𝐻 Calvo parameter untuk domestic retailer 0.600
24
No. Variabel Keterangan Nilai
10. 휃𝐹 Calvo parameter untuk import retailer 0.500
11. 휃𝐻∗ Calvo parameter untuk export retailer 0.400
12. 𝜅𝑏𝐻 Adjustment cost parameter untuk perubahan suku bunga
kredit rumah tangga
8.040
13. 𝜅𝑏𝐸 Adjustment cost parameter untuk perubahan suku bunga
kredit entrepreneur 3.480
14. 𝜅𝑑 Adjustment cost parameter untuk perubahan suku bunga
deposito
3.300
𝜅𝑖 Adjustment cost parameter untuk perubahan investasi
barang modal
0.980
15. 𝜅ℎ Adjustment cost parameter untuk perubahan investasi
housing 3.650
16. 𝜙𝑅 Interest rate smoothing parameter dalam Taylor Rule 0.750
17. 𝜙𝑦 Output gap parameter dalam Taylor Rule 0.250
18. 𝜙𝜋 Inflation parameter dalam Taylor Rule 2.000
19. 𝜇𝐹𝑃 Elasticity of substitution antara domestic dan foreign goods
0.435
20. 𝜇𝐻∗ Elasticity of substitution dari barang ekspor 0.370
21. 𝜎 Porsi modal yang dimiliki entrepreneur 0.267
22. 𝜉 Home bias parameter 0.786
23. 𝜌 Risk premium parameter 0.010
Tabel 4.5. Steady States
No. Variabel Keterangan Nilai
1. 𝑐
𝑦𝐸 Rasio konsumsi terhadap PDB 0.66
2. 𝑖
𝑦𝐸
Rasio investasi terhadap PDB 0.32
3. 𝑖ℎ
𝑦𝐸
Rasio investasi perumahan terhadap PDB 0.03
4. 𝑖𝑘
𝑦𝐸
Rasio investasi barang modal terhadap PDB 0.29
5. 𝑦𝐻∗
𝑦𝐸
Rasio ekspor terhadap PDB 0.23
6. 𝑦𝐹
𝑦𝐸
Rasio impor terhadap PDB 0.21
7. 𝑅 Policy rate (% p.a) 7.51%
8. 𝑟∗ Suku bunga luar negeri (% p.a) 1.62%
9. 𝑟𝑑 Suku bunga deposit (% p.a) 5.52%
10. 𝑟𝑏𝐻 Suku bunga kredit rumah tangga (% p.a) 15.79%
11. 𝑟𝑏𝐸 Suku bunga kredit entrepreneur (% p.a) 11.68%
12. 𝐵
𝑇𝐴
Rasio kredit terhadap total aset bank 0.52
13. 𝑏𝐼
𝑇𝐴
Rasio kredit rumah tangga terhadap total aset bank 0.14
14. 𝑏𝐸
𝑇𝐴
Rasio kredit entrepreneur terhadap total aset bank 0.38
15. 𝐵𝐺
𝑇𝐴
Rasio risk free asset terhadap total aset bank 0.41
25
No. Variabel Keterangan Nilai
16. 𝐾𝑏
𝑇𝐴
Rasio modal terhadap total aset bank 0.11
17. 𝐷
𝑇𝐴
Rasio deposito terhadap total aset bank 0.89
18. 𝐷
𝑦𝐸
Rasio deposito terhadap PDB 1.70
19. 𝑚𝐼 LTV kredit rumah tangga 0.75
20. Γ Rasio giro wajib minimum 0.08
4.2. Simulasi Transmisi Kebijakan Moneter dan Makroprudensial
4.2.1. Transmisi Policy Rate
Untuk melihat transmisi kebijakan suku bunga digunakan persamaan Taylor
Rule sebagai berikut:
(1 + 𝑅𝑡) = (1 + 𝑅)1−𝜙𝑅(1 + 𝑅𝑡−1)
𝜙𝑅 ((𝜋𝑡𝜋)𝜙𝜋(𝑦𝑡𝐸
𝑦𝑡−1𝐸 )
𝜙𝑦
)
1−𝜙𝑅
𝜖𝑡𝑅
(4.1)
dengan 𝑅𝑡 merupakan suku bunga kebijakan. Parameter 𝜙𝑅 , 𝜙𝜋, 𝜙𝑦 adalah parameter
persistensi suku bunga kebijakan, parameter terkait respons deviasi inflasi dan
parameter terkait respons pertumbuhan output. 𝜖𝑡𝑅 adalah eror yang i.i.d dengan
distribusi normal dan standar deviasi sama dengan 𝜎𝜖𝑅. Nilai parameter yang
digunakan dalam simulasi adalah 𝜙𝑅 = 0.75, 𝜙𝜋 = 2, dan 𝜙𝑦 = 0.25.
Shock positif pada suku bunga kebijakan akan direspons oleh bank melalui
suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Simulasi shock suku bunga pada
model dilakukan dalam dua kondisi, yaitu imperfect pass-through dan perfect pass-
through. Kondisi pass-through yang berbeda dipengaruhi oleh maturity structure
deposito dan kredit di dalam neraca keuangan bank. Makin panjang maturity, makin
lambat pass-through. Di dalam model, kondisi ini ditentukan oleh parameter 𝜅𝑑
untuk suku bunga deposito, 𝜅𝑏𝐻 untuk suku bunga kredit rumah tangga, dan 𝜅𝑏𝐸
untuk suku bunga kredit pengusaha.
Gambar 4.3 menunjukkan impulse respons dari 1% shock positif dari suku
bunga kebijakan terhadap variabel-variabel utama di dalam model. Grafik berwarna
biru menunjukkan bahwa shock 1% diberikan kepada suku bunga kebijakan dalam
kondisi imperfect pass-through, grafik berwarna merah menunjukkan bahwa shock
1% diberikan kepada suku bunga kebijakan dalam kondisi perfect pass-through.
Peningkatan suku bunga kebijakan akan berdampak pada penurunan total
deposito yang dihimpun, penurunan total kredit yang didistribusikan, dan
26
peningkatan aset likuid. Perubahan pada variabel-variabel neraca perbankan akan
berdampak pada menurunnya rasio loan to deposit (LDR). Dampak dari variabel
keuangan pun akan ditransmisikan ke sektor riil dengan menurunnya PDB,
menurunnya inflasi, menurunnya harga aset perumahan dan barang modal, dan
apresiasi nilai tukar.
Perubahan suku bunga kebijakan pada kondisi pass-through yang berbeda
akan memberikan dampak yang berbeda pula pada variabel sektor keuangan.
Perubahan jumlah simpanan deposito dan distribusi kredit akan lebih kecil pada
saat kondisi imperfect pass-through. Karena pass-through suku bunga kredit lebih
lambat daripada suku bunga deposito, total distribusi kredit akan lebih besar
daripada total deposito. Hal itu berdampak pada lebih tingginya rasio loan to deposit
jika dibandingkan pada saat kondisi perfect pass-through.
Perbedaan komposisi neraca keuangan bank pada kondisi pass-through yang
berbeda akan memengaruhi bagaimana seharusnya kebijakan moneter dan
makroprudensial berinteraksi satu sama lain, terutama pada saat kebijakan
tersebut bertujuan pada suatu kondisi neraca atau portfolio perbankan tertentu.
27
Gambar 4.3. Impulse Response Function atas Shock Suku Bunga Kebijakan
Keterangan: Impulse response menunjukkan deviasi dari steady state. Grafik berwarna biru
menunjukkan bahwa shock positif 1% diberikan kepada suku bunga kebijakan dalam
kondisi imperfect pass-through. Grafik berwarna merah menunjukkan bahwa shock positif
1% diberikan kepada suku bunga kebijakan dalam kondisi perfect pass-through.
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
0.018
1 10 19
CAR
-0.016
-0.014
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
1 10 19
Investasi
-0.018
-0.016
-0.014
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
1 10 19
Konsumsi
-0.001
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
1 10 19
BI Rate
Imperfect pass-through
Perfect pass-through
-0.001
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
1 10 19
Suku Bunga Deposito
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
1 10 19
Suku Bunga Pinjaman Entrepreneur
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
1 10 19
Suku Bunga Pinjaman Rumah Tangga
-0.04
-0.035
-0.03
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
1 10 19
Deposito
-0.07
-0.06
-0.05
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
1 10 19
Pinjaman Entrepreneur
-0.1
-0.09
-0.08
-0.07
-0.06
-0.05
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
1 10 19
Pinjaman Rumah Tangga
-0.08
-0.07
-0.06
-0.05
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
1 10 19
Total Pinjaman
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
1 10 19
Aset Likuid Bank
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0.025
0.03
1 10 19
Modal Bank
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
1 10 19
LDR
-0.009
-0.008
-0.007
-0.006
-0.005
-0.004
-0.003
-0.002
-0.001
0
1 10 19
PDB
-0.006
-0.005
-0.004
-0.003
-0.002
-0.001
0
0.001
0.002
1 10 19
Inflasi
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
1 10 19
Harga Rumah
-0.014
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
0.002
1 10 19
Harga Barang Modal
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
0.002
0.004
1 10 19
Real Exchange Rate
-0.016
-0.014
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
1 10 19
Domestic Demand
28
4.2.2. Transmisi Kebijakan LTV Ratio Requirement
Untuk melihat transmisi perubahan rasio LTV diasumsikan dinamika rasio
LTV sebagai berikut:
𝒎𝒕𝑰 = 𝝓𝒎𝑰𝒎𝒕−𝟏
𝑰 + (𝟏 − 𝝓𝒎𝑰)𝒎𝑰 + 𝝐𝒕
𝒎𝑰 (4.2)
𝒎𝒕𝑬 = 𝝓𝒎𝑬𝒎𝒕−𝟏
𝑬 + (𝟏 − 𝝓𝒎𝑬)𝒎𝑬 + 𝝐𝒕
𝒎𝑬 (4.3)
dengan 𝜙𝑚𝐼 dan 𝜙𝑚𝐸 adalah parameter persistensi serta 𝜖𝑡𝑚𝐼 dan 𝜖𝑡
𝑚𝐸 adalah eror
yang i.i.d dengan distribusi normal dan standar deviasi sama dengan 𝜎𝜖𝑚𝐼 dan 𝜎𝜖𝑚𝐸.
Nilai persistensi yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah 𝜙𝑚𝐼 = 0.9 dan
𝜙𝑚𝐸 = 0.9.
Gambar 4.4 menunjukkan impulse respons dari 1% shock negatif dari rasio
LTV terhadap variabel-variabel utama di dalam model. Grafik berwarna biru
menunjukkan shock 1% yang diberikan hanya kepada LTV untuk kredit rumah
tangga; grafik berwarna merah menunjukkan shock 1% yang diberikan hanya
kepada LTV untuk kredit pengusaha, sedangkan grafik berwarna hijau
menunjukkan shock 1% yang diberikan kepada kredit rumah tangga dan pengusaha
secara simultan.
Shock negatif dari 𝑚𝑡𝐼 akan menurunkan kredit kepada rumah tangga dan
kredit total. Penurunan LTV untuk kredit rumah tangga ini akan menyebabkan
penurunan, baik LDR, konsumsi maupun pembelian aset perumahan oleh rumah
tangga. Pada gilirannya harga aset perumahan juga akan turun. Hal tersebut akan
menurunkan output dan inflasi. Dalam rangka menurunkan pinjaman, bank akan
menambah aset bebas risiko (risk free asset) yang dimilikinya.
Serupa dengan 𝑚𝑡𝐼, shock negatif dari 𝑚𝑡
𝐸 akan menurunkan kredit kepada
pengusaha, kredit total, dan turunnya harga modal aset (asset capital) dan juga
output dari perekonomian. Hal itu menunjukkan bahwa tujuan kebijakan
penurunan rasio LTV adalah meredam pertumbuhan kredit yang berdampak
terhadap menurunnya pertumbuhan ekonomi (memiliki karakteristik
countercyclical) yang dapat terpenuhi.
Jika dilihat dari tiap-tiap shock individual (𝑚𝑡𝐼 dan 𝑚𝑡
𝐸), terlihat adanya
perpindahan distribusi kredit dari sektor yang lebih terestriksi ke sektor yang tidak
direstriksi. Shock negatif dari 𝑚𝑡𝐼 mengakibatkan turunnya kredit rumah tangga,
tetapi meningkatkan kredit untuk pengusaha. Sebaliknya, shock negatif dari 𝑚𝑡𝐸
menurunkan kredit pengusaha dan meningkatkan kredit kepada rumah tangga. Hal
29
tersebut akan menimbulkan dampak yang berbeda terhadap sektor riil. Pergeseran
dari kredit rumah tangga kepada kredit pengusaha akan meningkatkan harga aset
kapital, sedangkan pergeseran dari kredit entrepreneur akan meningkatkan harga
aset perumahan. Bank sentral perlu mempertimbangkan dampak dari pergeseran
distribusi kredit dalam merancang kebijakan LTV.
30
Gambar 4.4. Impulse Response Function atas Shock LTV
Keterangan: Impulse response menunjukkan deviasi dari steady state. Grafik berwarna biru
menunjukkan shock negatif 1% yang diberikan hanya kepada LTV untuk kredit rumah
tangga; grafik berwarna merah menunjukkan shock negatif 1% yang diberikan hanya kepada
LTV untuk kredit entrepreneur, sedangkan grafik berwarna hijau menunjukkan shock
negatif 1% yang diberikan kepada rumah tangga dan entrepreneur secara simultan.
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
1 10 19
CAR
-0.0025
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
1 10 19
Investasi
-0.003
-0.0025
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
1 10 19
Konsumsi
-0.0004
-0.00035
-0.0003
-0.00025
-0.0002
-0.00015
-0.0001
-0.00005
0
0.00005
0.0001
1 10 19
BI Rate
Shock LTV Rumah Tangga(RT)Shock LTV Entrepreneur €
-0.0002
-0.00015
-0.0001
-0.00005
0
0.00005
1 10 19
Suku Bunga Deposito
-0.003
-0.0025
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
1 10 19
Suku Bunga Pinjaman Entrepreneur
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
1 10 19
Suku Bunga Pinjaman Rumah Tangga
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
1 10 19
Deposito
-0.045
-0.04
-0.035
-0.03
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
0.005
1 10 19
Pinjaman Entrepreneur
-0.05
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0
0.01
0.02
1 10 19
Pinjaman Rumah Tangga
-0.045
-0.04
-0.035
-0.03
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
1 10 19
Total Pinjaman
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
0.006
0.007
0.008
0.009
0.01
1 10 19
Aset Likuid Bank
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
0.005
1 10 19
Modal Bank
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
1 10 19
LDR
-0.0012-0.001
-0.0008-0.0006-0.0004-0.0002
00.00020.00040.00060.0008
0.001
1 10 19
PDB
-0.0006
-0.0005
-0.0004
-0.0003
-0.0002
-0.0001
0
0.0001
0.0002
1 10 19
Inflasi
-0.0004
-0.0003
-0.0002
-0.0001
0
0.0001
0.0002
0.0003
0.0004
0.0005
1 10 19
Harga Rumah
-0.0004
-0.0003
-0.0002
-0.0001
0
0.0001
0.0002
0.0003
0.0004
1 10 19
Harga Barang Modal
-0.0003
-0.0002
-0.0001
0
0.0001
0.0002
0.0003
0.0004
1 10 19
Real Exchange Rate
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
1 10 19
Domestic Demand
31
4.2.3. Transmisi Kebijakan CAR Requirement
Untuk melihat transmisi dari perubahan CAR requirement, diasumsikan
dinamika CAR sebagai berikut:
𝜻𝒕 = 𝝓𝜻𝜻𝒕−𝟏 + (𝟏 − 𝝓𝜻)𝜻 + 𝝐𝒕𝜻 (4.4)
dengan 휁𝑡 adalah CAR requirement, 𝜙𝜁 adalah parameter persistensi, serta 𝜖𝑡𝜁 adalah
eror yang i.i.d berdistribusi normal dan standar deviasi 𝜎𝜖𝜁. Nilai persistensi yang
digunakan dalam persamaan tersebut adalah 𝜙𝜁 = 0.97.
Gambar 4.5 berikut menunjukkan impulse respons dari 1% shock positif dari
CAR requirement terhadap variabel-variabel utama di dalam model. Grafik berwarna
merah menunjukkan respons bank yang memiliki tingkat adjustment yang besar
(𝜅𝐾𝑏 = 10, cepat bereaksi) kepada shock CAR requirement; grafik berwarna hijau
menunjukkan respons bank yang memiliki tingkat adjustment yang moderat (𝜅𝐾𝑏 =
1), sedangkan grafik berwarna kuning menunjukkan respons bank yang memiliki
tingkat adjustment yang kecil (𝜅𝐾𝑏 = 0.1, respon yang lambat) kepada shock CAR.
Kecepatan respons dari bank ini dipengaruhi oleh besarnya excess capital
buffer yang dimiliki. Makin kecil excess capital buffer akan makin cepat respons dari
bank terhadap perubahan CAR requirement. Dengan tingkat adjustment yang besar,
bank yang cepat bereaksi atas peningkatan CAR requirement akan menurunkan
kredit yang disalurkan dengan memindahkan dananya ke aset likuid (𝐵𝐺
meningkat). Pada saat bank memiliki excess capital buffer yang besar (tingkat
adjustment yang kecil), bank dimungkinkan untuk tidak secara dominan
mengalihkan dananya ke aset likuid karena dapat meningkatkan CAR yang dimiliki
melalui peningkatan profit.
Dampak dari penurunan kredit yang disalurkan bank akibat shock positif
CAR akan menurunkan LDR; konsumsi dan investasi dan pada gilirannya akan
menurunkan PDB.
7 Diasumsikan bahwa target CAR bank dipengaruhi oleh CAR requirement melalui fungsi sebagai
berikut:𝜐𝑡𝑏 =
𝜐
𝜁휁𝑡
32
Gambar 4.5 Impulse Response Function atas Shock CAR Requirement
Keterangan: Impulse response menunjukkan deviasi dari steady state. Grafik berwarna merah
menunjukkan penyesuaian yang besar terhadap shock positif 1% CAR; grafik berwarna hijau
menunjukkan penyesuaian yang moderat terhadap shock positif 1% CAR, sedangkan grafik
berwarna kuning menunjukkan penyesuaian yang kecil terhadap shock positif 1% CAR.
33
4.2.4. Transmisi Kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial
Untuk melihat transmisi dari kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial
diasumsikan bahwa nilai tambahan rasio reserve requirement yang dibebankan
kepada bank sebesar X𝑡 dengan persamaan sebagai berikut:
𝚾𝒕 = 𝑿_𝒃𝒂 [(𝑩𝒕𝑫𝒕−𝝌𝒕)
𝟐
]
𝟏𝟐
(4.5)
dengan 𝜒𝑡 adalah rasio LDR yang ditargetkan oleh bank sentral dan 𝑋_𝑏𝑎 adalah
parameter beban deviasi LDR dari target. Berbeda dengan kebijakan RIM yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia8, di dalam model diasumsikan bahwa beban deviasi
bersifat simetris, baik untuk deviasi positif maupun negatif dari target LDR.
Diasumsikan bahwa 𝜒𝑡 memiliki dinamika sebagai berikut:
𝜒𝑡 = 𝜙𝜒𝜒𝑡−1 + (1 − 𝜙𝜒)𝜒 + 𝜖𝑡𝜒 (4.6)
dengan 𝜖𝑡𝜒 adalah eror yang i.i.d berdistribusi normal dan standar deviasi 𝜎𝜖𝜒. Nilai
persistensi yang digunakan dalam persamaan tersebut adalah 𝜙𝜁 = 0.9.
Gambar 4.6 berikut menunjukkan impulse respons dari 1% shock negatif dari target
LDR terhadap variabel-variabel utama di dalam model. Penurunan target LDR akan
direspons melalui penurunan pinjaman bank yang didominasi oleh penurunan
pinjaman terhadap pengusaha. Sementara itu, pinjaman terhadap rumah tangga
mengalami peningkatan pada periode-periode awal, tetapi akan menurun pada
periode berikutnya. Peningkatan sementara pada pinjaman rumah tangga
mencerminkan upaya bank untuk meminimalkan pengurangan pendapatannya
akibat penurunan loanable funds dengan mengalokasikan pada kredit yang memiliki
suku bunga yang lebih tinggi.
Penurunan target LDR yang ditetapkan bank sentral akan berdampak pada
penurunan konsumsi, investasi, dan keseluruhan output perekonomian. Harga
barang modal juga mengalami penurunan. Sejalan dengan meningkatnya pinjaman
rumah tangga pada periode-periode awal, harga rumah juga ikut meningkat, tetapi
menurun sesuai dengan penurunan kredit rumah tangga pada periode selanjutnya.
8 Untuk simulasi ini ditetapkan 𝑋_𝑏𝑎 sebesar 0,2. Perbedaan lain dengan penerapan kebijakan RIM
oleh Bank Indonesia adalah terkait beban deviasi target LDR yang dikaitkan dengan nilai CAR yang dimiliki bank. Keterangan lebih lengkap mengenai kebijakan RIM yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dapat dilihat dalam lampiran.
34
Gambar 4.6. Impulse Response Function atas Shock Rasio Intermediasi
Makroprudensial
-0.00005
0
0.00005
0.0001
0.00015
0.0002
0.00025
0.0003
0.00035
0.0004
1 10 19
CAR
-0.0009
-0.0008
-0.0007
-0.0006
-0.0005
-0.0004
-0.0003
-0.0002
-0.0001
0
1 10 19
Investasi
-0.00016
-0.00014
-0.00012
-0.0001
-0.00008
-0.00006
-0.00004
-0.00002
0
1 10 19
Konsumsi
-0.00001
-0.000005
0
0.000005
0.00001
0.000015
0.00002
0.000025
0.00003
1 10 19
BI Rate
Shock terhadap Target LDR
-0.000018
-0.000016
-0.000014
-0.000012
-0.00001
-0.000008
-0.000006
-0.000004
-0.000002
0
1 10 19
Suku Bunga Deposito
-0.0001
-0.00008
-0.00006
-0.00004
-0.00002
0
0.00002
1 10 19
Suku Bunga Pinjaman Entrepreneur
-0.00006
-0.00005
-0.00004
-0.00003
-0.00002
-0.00001
0
0.00001
0.00002
1 10 19
Suku Bunga Pinjaman Rumah Tangga
-0.0012
-0.001
-0.0008
-0.0006
-0.0004
-0.0002
0
1 10 19
Deposito
-0.003
-0.0025
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
1 10 19
Pinjaman Entrepreneur
-0.0006
-0.0004
-0.0002
0
0.0002
0.0004
0.0006
0.0008
1 10 19
Pinjaman Rumah Tangga
-0.0018
-0.0016
-0.0014
-0.0012
-0.001
-0.0008
-0.0006
-0.0004
-0.0002
0
1 10 19
Total Pinjaman
-0.0045
-0.004
-0.0035
-0.003
-0.0025
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
1 10 19
Aset Likuid Bank
-0.0012
-0.001
-0.0008
-0.0006
-0.0004
-0.0002
0
1 10 19
Modal Bank
-0.00045
-0.0004
-0.00035
-0.0003
-0.00025
-0.0002
-0.00015
-0.0001
-0.00005
0
1 10 19
LDR
-0.00025
-0.0002
-0.00015
-0.0001
-0.00005
0
1 10 19
PDB
-0.00002
-0.00001
0
0.00001
0.00002
0.00003
0.00004
0.00005
1 10 19
Inflasi
-0.00004-0.00002
00.000020.000040.000060.00008
0.00010.000120.000140.000160.00018
1 10 19
Harga Rumah
-0.0001
-0.00008
-0.00006
-0.00004
-0.00002
0
0.00002
1 10 19
Harga Barang Modal
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
1 10 19
Target LDR
-0.00006
-0.00004
-0.00002
0
0.00002
0.00004
0.00006
0.00008
0.0001
0.00012
0.00014
1 10 19
Real Exchange Rate
-0.0004
-0.00035
-0.0003
-0.00025
-0.0002
-0.00015
-0.0001
-0.00005
0
1 10 19
Domestic Demand
35
4.3. Simulasi Bauran Kebijakan Optimal
4.3.1. Central Bank’s Objective dan Macroprudential Policy Rules
Pada bagian ini dilakukan simulasi bagaimana bauran kebijakan moneter
dan makroprudensial dapat mencapai stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem
keuangan. Di dalam model diasumsikan bahwa hanya bank sentral yang bertugas
sebagai pengambil keputusan dari kedua kebijakan tersebut sebagaimana mandat
yang dimiliki oleh Bank Indonesia.
Stabilitas makroekonomi pada penelitian ini didefinisikan sebagai
penjumlahan dari variansi inflasi dan variansi PDB, sedangkan stabilitas keuangan
adalah variansi dari rasio total kredit terhadap total PDB. Kebijakan yang dapat
digunakan untuk mencapai stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan adalah
suku bunga kebijakan, CAR requirement, kebijakan RIM, dan kebijakan LTV ratio
requirement.
Dalam menentukan kebijakan LTV ratio requirement, bank sentral
menggunakan persamaan berikut:
𝑚𝑡𝐼 = (𝑚𝑡−1
𝐼 )𝜌𝑚𝐼
(
𝑚𝐼
(
𝐵𝑡𝐼
𝑦𝑡𝐸
𝐵𝐼
𝑦𝐸)
−𝜙𝑚𝐼
)
1−𝜌𝑚𝐼
휀𝑡𝑚𝐼
(4.7)
𝑚𝑡𝐸 = (𝑚𝑡−1
𝐸 )𝜌𝑚𝐸
(
𝑚𝐸
(
𝐵𝑡𝐸
𝑦𝑡𝐸
𝐵𝐸
𝑦𝐸)
−𝜙𝑚𝐸
)
1−𝜌𝑚𝐸
휀𝑡𝑚𝐸
(4.8)
dengan 𝜌𝑚𝐼 dan 𝜌𝑚𝐸 merupakan smoothing parameter, 𝜙𝑚𝐼 dan 𝜙𝑚𝐸 merupakan
parameter yang menentukan reaksi countercyclical. Variabel yang digunakan
sebagai trigger variable adalah deviasi rasio kredit tiap sektor terhadap PDB dari
steady state-nya.
Dalam menentukan kebijakan CAR requirement, bank sentral menggunakan
persamaan berikut:
𝜐𝑡𝑏 = (𝜐𝑡−1
𝑏 )𝜌𝜐𝑏
(
𝜐𝑏(
𝐵𝑡𝑦𝑡𝐸
𝐵𝑦𝐸
)
−𝜙𝜐𝑏
)
1−𝜌𝜐𝑏
휀𝑡𝜐𝑏
(4.9)
36
dengan 𝜌𝜐𝑏 merupakan parameter persistensi dan 𝜙𝜐𝑏 merupakan parameter yang
menentukan respons dari kebijakan CAR requirement pada perubahan dari rasio
kredit terhadap PDB. Sementara itu, dalam menentukan kebijakan RIM, bank
sentral menggunakan pendekatan yang sama dengan CAR requirement sebagaimana
dituliskan pada persamaan berikut:
𝜒𝑡 = (𝜒𝑡−1)𝜌𝜒
(
𝜒(
𝐵𝑡𝑦𝑡𝐸
𝐵𝑦𝐸
)
−𝜙𝜒
)
1−𝜌𝜒
휀𝑡𝜒
(4.10)
dengan 𝜌𝜒 merupakan parameter persistensi dan 𝜙𝜒 merupakan parameter yang
menentukan respons dari target LDR pada perubahan dari rasio kredit terhadap
PDB.
Bank sentral memiliki beberapa opsi kebijakan dalam menghadapi berbagai
guncangan dan risiko yang menimbulkan ketidakstabilan makroekonomi dan
keuangan. Terdapat dua skenario kebijakan yang digunakan dengan memanfaatkan
central bank loss function. Skenario pertama adalah skenario baseline, yaitu bank
sentral hanya memiliki suku bunga kebijakan sebagai alat untuk menjaga
kestabilan makroekonomi. Skenario kedua adalah bank sentral menggunakan suku
bunga kebijakan dan instrumen kebijakan makroekonomi yang lain (CAR
requirement, RIM, dan LTV rasio) untuk mencapai stabilitas makroekonomi dan
stabilitas sistem keuangan.
Pada skenario pertama, bank sentral hanya memiliki tujuan untuk menjaga
kestabilan makroekonomi dengan kebijakan yang digunakan, yaitu kebijakan
moneter berupa suku bunga kebijakan dengan persamaan Taylor Rule seperti pada
persamaan (4.1). Fungsi kerugian bank sentral untuk skenario pertama dituliskan
sebagai berikut:
𝐿 = 𝜎𝜋2 + 𝜍𝑦𝐸𝜎𝑦𝐸
2 + 𝜍𝑟𝜎Δ𝑟2 (4.11)
Skenario kedua, selain memiliki suku bunga kebijakan, bank sentral memiliki
beberapa instrumen kebijakan makroekonomi lain dengan central bank loss function
sebagai berikut:
𝐿 = 𝜎𝜋2 + 𝜍𝑦𝐸𝜎𝑦𝐸
2 + 𝜍𝐵 𝑌𝐸⁄ 𝜎B Y𝐸⁄2 + 𝜍𝑟𝜎Δ𝑟
2 + 𝜍𝜐𝑏𝜎Δ𝜐𝑏2 + 𝜍𝜒𝜎Δ𝜒
2 + 𝜍𝑚𝐼𝜎Δ𝑚𝐼2 + 𝜍𝑚𝐸𝜎Δ𝑚𝐸
2 (4.12)
37
dengan 𝜍𝑦𝐸 dan 𝜍𝐵 𝑌𝐸⁄ merupakan bobot kestabilan PDB dan kestabilan keuangan
dan 𝜍𝑟, 𝜍𝜐𝑏, 𝜍𝜒, 𝜍𝑚𝐼, dan 𝜍𝑚𝐸 merupakan preferensi bank sentral terhadap variabilitas
kebijakan yang diberikan. Pada model digunakan 𝜍𝑦𝐸 = 0.5 dan 𝜍𝐵 𝑌𝐸⁄ = 1 dan nilai
0.1 untuk variabilitas instrumen kebijakan yang lain.
4.3.2. Bauran Kebijakan Menghadapi Technology Shocks
Pada bagian ini dibahas mengenai strategi kebijakan dalam menghadapi total
factor productivity (TFP) shock. Total factor productivity diasumsikan mengikuti
persamaan berikut:
𝑙𝑛(𝑎𝑡𝐸) = 𝜌𝑎𝐸𝑙𝑛(𝑎𝑡−1
𝐸 ) + 𝜖𝑡𝑎𝐸 (4.13)
dengan 𝜌𝑎𝐸 merupakan parameter persistensi dan 𝜖𝑡𝑎𝐸 merupakan eror yang i.i.d
berdistribusi normal dan standar deviasi 𝜎𝑎𝐸.
Gambar 4.7 berikut menunjukkan impulse respons dari 1% shock positif dari
technology shock terhadap variabel-variabel utama di dalam model. Grafik berwarna
biru menunjukkan bahwa bank sentral bertujuan menjaga stabilitas makroekonomi
dengan hanya menggunakan suku bunga kebijakan. Grafik berwana merah
menunjukkan bahwa bank sentral bertujuan menjaga stabilitas makroekonomi dan
sistem keuangan dengan hanya menggunakan suku bunga kebijakan. Grafik
berwarna hijau, kuning, dan ungu masing-masing menunjukkan bahwa bank
sentral menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan
menggunakan suku bunga kebijakan dan dikombinasikan dengan kebijakan CAR
requirement, RIM, dan LTV ratio requirement.
Shock positif terhadap teknologi akan berdampak pada meningkatnya PDB
dan turunnya inflasi. Bank sentral akan memberikan respons yang berbeda untuk
suku bunga kebijakan. Pada saat kebijakan yang digunakan hanya suku bunga
kebijakan dan dikombinasikan dengan LTV, bank sentral akan meningkatkan suku
bunga. Sementara itu, pada saat dikombinasikan dengan kebijakan yang lain, bank
sentral akan menurunkan suku bunganya. Hal itu akan memengaruhi respons bank
dalam penentuan suku bunga deposito dan suku bunga pinjaman yang juga akan
berpengaruh terhadap penyaluran kredit perbankan kepada sektor riil.
38
Gambar 4.7. Impulse Response Function atas Technology Shock
-0.004
-0.003
-0.002
-0.001
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
1 10 19
CAR
-0.004
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
1 10 19
Investasi
-0.001
0
0.001
0.002
0.003
0.004
0.005
1 10 19
Konsumsi
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
1 10 19
BI Rate
Standard Taylor Rule (MS)Standard Taylor Rule (MS+FS)Taylor Rule + CAR RequirementTaylor Rule + RIMTaylor Rule + LTV Ratio Rule
-0.001
-0.0008
-0.0006
-0.0004
-0.0002
0
0.0002
0.0004
0.0006
1 10 19
Suku Bunga Deposito
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
1 10 19
Suku Bunga Pinjaman Entrepreneur
-0.001-0.0008-0.0006-0.0004-0.0002
00.00020.00040.00060.0008
1 10 19
Suku Bunga Pinjaman Rumah Tangga
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
1 10 19
Deposito
-0.03
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
1 10 19
Pinjaman Entrepreneur
-0.01
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
1 10 19
Pinjaman Rumah Tangga
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
0.005
0.01
0.015
1 10 19
Total Pinjaman
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
1 10 19
Aset Likuid Bank
-0.006
-0.005
-0.004
-0.003
-0.002
-0.001
0
0.001
0.002
0.003
1 10 19
LDR
-0.002
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
1 10 19
PDB
-0.002
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
1 10 19
Inflasi
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
0.0025
0.003
0.0035
1 10 19
Harga Rumah
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
0.0025
0.003
0.0035
1 10 19
Harga Barang Modal
-0.015
-0.01
-0.005
0
0.005
0.01
1 10 19
Target LDR
-0.03
-0.025
-0.02
-0.015
-0.01
-0.005
0
0.005
1 10 19
Kredit per PDB
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
0.0025
1 10 19
Real Exchange Rate
-0.0015
-0.001
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
0.0025
0.003
1 10 19
LTV Rumah Tangga
-0.012
-0.01
-0.008
-0.006
-0.004
-0.002
0
1 10 19
Pinjaman Luar Negeri per PDB
-0.0005
0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
0.0025
0.003
0.0035
0.004
1 10 19
LTV Entrepreneur
-0.008
-0.007
-0.006
-0.005
-0.004
-0.003
-0.002
-0.001
0
0.001
0.002
1 10 19
CAR Requirement
39
Secara umum terlihat bahwa seluruh kombinasi kebijakan yang
dioptimalisasi untuk mencapai stabilitas makroekonomi dan stabilitas sistem
keuangan dapat mencapai stabilitas sistem keuangan yang lebih baik jika
dibandingkan dengan kebijakan yang dioptimalisasi hanya untuk mencapai
stabilitas makroekonomi. Hal itu dapat terlihat dengan jelas dalam tabel 4.6. Dari
tabel tersebut terlihat bahwa stabilitas inflasi dan sistem keuangan mengalami
peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan skenario baseline.
Namun, hal itu dibarengi dengan peningkatan instabilitas yang cukup tinggi
terhadap output. Dari tabel 4.7 juga terlihat bahwa terjadi peningkatan yang
signifikan terhadap stabilitas nilai tukar, harga rumah dan rasio pinjaman luar
negeri terhadap PDB. Seperti halnya output, stabilitas harga barang modal
mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal itu menunjukkan bahwa
terdapat trade-off antara pencapaian stabilitas inflasi, sistem keuangan (bank), nilai
tukar, harga rumah, dan rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB dengan
pencapaian stabilitas output dan harga barang modal ketika ekonomi mengalami
technology shock. Bank sentral perlu mencermati trade-off ini agar dapat memilih
kebijakan optimal yang akan diterapkan.
Selain itu, hasil simulasi model menunjukkan bahwa penerapan bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial memiliki kinerja yang lebih baik dalam
mencapai stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan jika dibandingkan dengan
hanya mengimplementasikan kebijakan moneter. Hal itu terlihat dari penurunan
ketidakstabilan total yang lebih besar ketika menggabungkan penerapan suku
bunga kebijakan dengan salah satu instrumen kebijakan makroprudensial jika
dibandingkan dengan hanya menerapkan suku bunga kebijakan untuk mencapai
stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Tabel 4.6. Hasil Optimisasi Model untuk Stabilitas Makroekonomi dan Keuangan
dalam Menghadapi Technology Shock
Variansi Inflasi
Variansi Output
Ketidakstabilan Makroekonomi
Ketidaktabilan Sistem
Keuangan
Ketidakstabilan Total
Optimisasi untuk Stabilitas Makroekonomi
Standard Taylor Rule
0.063 1.499 0.813 22.133 22.946
Optimisasi untuk Stabilitas Makroekonomi dan Stabilitas Sistem Keuangan
Standard Taylor Rule
0.031 2.891 1.476 0.912 2.389
(-51.593) (92.853) (81.650) (-95.878) (-89.590)
Taylor Rule dan CAR Requirement
0.032 2.909 1.487 0.092 1.578
40
(-48.844) (94.021) (82.941) (-99.585 ) (-93.121)
Taylor Rule dan RIM
0.020 3.005 1.523 0.600 2.123
(-67.768 ) (100.454) (87.407) (-97.290) (-90.749 )
Taylor Rule dan LTV Rasio
0.035 1.950 1.010 0.219 1.229
(-44.258) (30.075) (24.310) (-99.012) (-94.645)
Keterangan:
Variansi, ketidakstabilan makroekonomi, ketidakstabilan sistem keuangan, dan ketidakstabilan total dinyatakan sebagai rasio terhadap variansi exogeneous shock. Nilai di
dalam kurung menunjukkan persentase perbedaan dari variansi/ketidakstabilan yang dihasilkan model dengan hasil optimasi untuk stabilitas makroekonomi dengan Standard Taylor Rule. Nilai dengan warna merah mengindikasikan peningkatan ketidakstabilan,
sedangkan nilai dengan warna biru mengindikasikan penurunan ketidakstabilan.
Tabel 4.7 Hasil Optimisasi Model untuk Variabel Lain dalam Menghadapi
Technology Shock
Variansi Nilai
Tukar Harga Aset Perumahan
Harga Barang Modal
Rasio Pinjaman Luar
Negeri terhadap PDB
Optimisasi untuk Stabilitas Makroekonomi
Standard Taylor Rule 0.137 0.370 0.059 11.646
Optimisasi untuk Stabilitas Makroekonomi dan Stabilitas Sistem Keuangan
Standard Taylor Rule 0.063 0.147 0.193 5.172 (-53.791) (-60.337) (225.071) (-55.589)
Taylor Rule and CAR Requirement 0.063 0.133 0.204 5.332 (- 53.741) (-64.045) (244.014) (-54.217)
Taylor Rule and RIM 0.075 0.153 0.227 4.867 (-45.527) (-58.584) (281.513) (-58.204)
Taylor Rule and LTV Ratio Rule 0.083 0.250 0.109 8.169 (-39.446) (-32.541) (84.091) (-29.853)
Keterangan: Variansi dinyatakan sebagai rasio terhadap variansi exogeneous shock. Nilai di dalam kurung
menunjukkan persentase perbedaan dari variansi/ketidakstabilan yang dihasilkan model dengan hasil optimasi untuk stabilitas makroekonomi dengan Standard Taylor Rule. Nilai
dengan warna merah mengindikasikan peningkatan ketidakstabilan, sedangkan nilai
dengan warna biru mengindikasikan penurunan ketidakstabilan.
41
5. Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan dan Saran
Dalam penelitian ini dibangun model makrofinansial berbasis Dynamic
Stochastic General Equilibrium (DSGE) untuk mempelajari transmisi dari kebijakan
moneter dan kebijakan makroprudensial. Model yang dibangun mengasumsikan
small open economy dan dikalibrasi dengan menggunakan data Indonesia dengan
periode data mulai dari 2000Q3 sampai dengan 2107Q4.
Hasil simulasi model menunjukkan bahwa instrumen kebijakan
makroprudensial yang terdapat di dalam model (Loan to Value (LTV) ratio
requirement, Capital Adequacy Ratio (CAR) requirement dan kebijakan Rasio
Intermediasi Makroprudensial (RIM) memiliki perilaku countercyclical sehingga
dapat digunakan untuk meredam perilaku procyclical dari sistem perbankan.
Transmisi suku bunga kebijakan terhadap suku bunga retail perbankan
ditentukan dari tingkat interest rate passthrough yang dipengaruhi oleh maturity
structure portofolio kredit dan deposito perbankan. Tingkat interest rate passthrough
sangat menentukan alokasi portofolio asset dan liabilities perbankan sehingga dapat
menentukan interaksi antara kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial,
terutama apabila kebijakan makroprudensial didasarkan pada suatu kondisi neraca
atau keseimbangan portofolio asset-liabilities tertentu (misalnya, apabila trigger
variable kebijakan makroprudensial adalah LDR di level tertentu). Bank sentral
perlu secara rutin melakukan pengawasan terhadap passthrogh suku bunga
kebijakan ke suku bunga retail perbankan untuk kebutuhan analisis bauran
kebijakan moneter dan makroprudensial.
Excess capital buffer yang dimiliki oleh perbankan akan menentukan
transmisi kebijakan terkait Capital Adequacy Ratio (CAR) requirement yang
ditetapkan oleh bank sentral (misalnya, kebijakan countercyclical capital buffer atau
CCB). Makin tinggi excess capital buffer yang dimiliki perbankan makin tidak efektif
kebijakan CCB untuk mengurangi procyclicality dari sektor perbankan.
Penurunan LTV untuk kredit rumah tangga akan menyebabkan turunnya,
baik kredit rumah tangga, kredit total, penurunan konsumsi maupun pembelian
aset perumahan oleh rumah tangga. Pada gilirannya harga aset perumahan juga
akan turun. Hal tersebut akan menurunkan output dan inflasi. Senada dengan itu,
penurunan LTV untuk kredit pengusaha menyebabkan penurunan kredit dan
42
turunnya investasi kapital yang selanjutnya pada penurunan output. Berdasarkan
simulasi model, terlihat adanya perpindahan distribusi kredit dari sektor yang lebih
terestriksi kepada sektor yang tidak direstriksi. Bank sentral perlu
mempertimbangkan dampak dari pergeseran distribusi kredit dalam merancang
kebijakan LTV.
Hasil simulasi model juga menunjukkan bahwa penerapan bauran kebijakan
moneter dan makroprudensial memiliki kinerja yang lebih baik dalam mencapai
stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan jika dibandingkan dengan hanya
mengimplementasikan kebijakan moneter dalam menghadapi technology shock.
Namun, terdapat trade-off antara pencapaian stabilitas inflasi, sistem keuangan
(bank), nilai tukar, harga rumah, dan rasio pinjaman luar negeri terhadap PDB
dengan pencapaian stabilitas output dan harga barang modal ketika ekonomi
mengalami technology shock. Bank sentral perlu mencermati trade-off tersebut
untuk dapat memilih kebijakan optimal yang akan diterapkan.
5.2. Arah Penelitian Kedepan
Secara umum, model pada penelitian ini mampu memenuhi tujuan
pengembangannya, yaitu mempelajari transmisi dan interaksi kebijakan moneter
dan makroprudensial. Model pada penelitian ini juga dapat digunakan untuk
melakukan simulasi bauran kebijakan optimal untuk menghadapi suatu kondisi
shock tertentu, baik yang berasal dari domestik maupun dari eksternal. Dalam
penelitian ini dilakukan simulasi bauran kebijakan optimal dalam menghadapi
technology shock. Ke depan dapat dilakukan simulasi bauran kebijakan optimal
dalam menghadapi capital inflow shock, domestic price shock, dan consumer’s
preference shock.
Dengan sedikit modifikasi, model ini juga dapat digunakan untuk melakukan
simulasi kebijakan Capital Flow Management (CFM) sebagaimana ditunjukkan
dalam Purwanto (2017). Dengan demikian, analisis bauran kebijakan yang
dilakukan meliputi kebijakan moneter, makroprudensial, dan CFM. Hal ini terutama
akan sangat berguna dalam melakukan simulasi bauran kebijakan optimal dalam
menghadapi capital inflow shocks.
Model yang dikembangkan dalam penelitian ini juga dapat digunakan untuk
melakukan welfare analysis dari kebijakan optimal yang diterapkan bank sentral9.
9 Welfare analysis dari kebijakan optimal bank sentral dapat dilakukan mengikuti Purwanto (2017).
43
Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak kebijakan tertentu yang akan
diimplementasikan oleh bank sentral terhadap welfare dari rumah tangga, baik
savers, borrowers maupun pengusaha. Informasi yang didapat akan sangat berguna
dalam proses formulasi kebijakan, terutama untuk melihat apakah kebijakan bank
sentral yang ditujukan untuk mencapai stabilitas makroekonomi dan sistem
keuangan memiliki unintended negative externalities terhadap agen ekonomi
tertentu.
44
Daftar Pustaka
Agenor, P., Alper, K., dan Silva, L. 2011. Capital regulation, monetary policy and
financial stability. Working Papers Series No237, Central Bank of Brazil,
Brazil
Alpanda, S., Cateau, G. and Meh, C. 2014. A Policy Model to Analyze
Macroprudential Regulations and Monetary Policy. BIS Working Paper 461.
Angelini, P., Enria, A., Neri, S., Panetta, F. and Quagliariello, M. 2010. Pro-cyclicality
of capital regulation: is it a problem? How to fix it?. Questioni di Economia
e Finanza (Occasional Papers) 74. Bank of Italy. Economic Research and
International Relations Area.
Angelini, P., Neri, S. and Panetta, F. 2011.Monetary and macroprudential policies.
Temi di discussione (Economic working papers) 801.Bank of Italy. Economic
Research and International Relations Area.
Bianchi, J. and Mendoza E. 2010). Overborrowing, Financial Crises, and
Macroprudential: Taxes. NBER Working Paper 16091.
Cecchetti, S. G. dan Kohler, M. 2014. When capital adequacy and interest rate policy
are substitutes (and when they are not). International Journal of Central
Banking. 10(3):205-232.
Chadha, J., dan Corrado, L., 2012. Macro-prudential Policy in Liquidity: What does
a DSGE Model tell us?
Chen, J. dan Columba, F. 2016. Macroprudential and Monetary Policy Interactions
in a DSGE Model for Sweden. IMF Working Paper WP/16/74.
Drehmann, M., Borio, C., dan Tsatsaronis, K. 2011. Anchoring countercyclical
capital buffers: the role of credit aggregates. BIS Working Paper No 335,
Bank for International Settlements, Basel.
Ferreira, L., dan Nakane, M., 2015. Macroprudential Policy in a DSGE Model:
Anchoring the Countercyclical Capital Buffer.
Gerali, A., Neri, S. Sessa, L. and Signoretti, F., 2010. Credit and banking in a DSGE
model of the euro area. Temi di discussione (Economic working papers) 740.
Bank of Italy. Economic Research and International Relations Area.
Harmanta, Purwanto, N. and Oktiyanto, F. 2012. Sektor Perbankan dalam Model
DSGE. Bank Indonesia Working Paper No. WP/16/2012.
Harmanta, Purwanto, N., Rachmanto, A., and Oktiyanto, F. 2013. Penyempurnaan
Pemodelan Financial Frictions pada Model DSGE-Bank. Bank Indonesia
Working Paper No. WP/3/2013.
45
Kannan, P., Rabanal, P., dan Scott, A. M. 2012. Monetary dan Macroprudential
policy rules in a model with house price booms. The B.E. Journal of
Macroeconomics, 12(1):16.
Kitoyaki, N. and J. Moore 1997. Credit Cycles. Journal of Political Economy 105(2),
211-248.
Meh, C. and Moran, K. 2010. The Role of Bank Capital in the Propagation of Shocks.
Journal of Economic Dynamics and Control 34, 555-576.
Purwanto, N. 2017. Essays on Macroeconomic Policy Mix for The Emerging Asian Economies-
Post Global Financial Crisis. Phd Thesis. University of Nottingham.
Purwanto, N., Suryaningsih, N., Kurniati, I. and Indriani, R. 2017. Pembangunan
Model Makroprudensial Berbasis Dynamic Stochastic General Equilibrium.
LHP. Bank Indonesia.
Quint, D. and Rabanal, P. 2013. Monetary and Macroprudential Policy in an
Estimated DSGE Model of the Euro Area. IMF Working Paper WP/13/209.
Suh, H. 2012. Macroprudential policy: Its effects and relationships to monetary
policy. Working Paper No 12-28, Federal Reserve Bank of Philadelphia,
Philadelphia.
Vermandel, G. 2015. The Setting of Macroprudential Instruments in the Eurozone:
An Estimated DSGE Analysis.
46
Lampiran
Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM)
Perilaku sektor keuangan, khususnya perbankan cenderung prosiklikal
dengan perekonomian yang bergerak naik dan turun. Saat kondisi ekonomi sedang
baik, perbankan akan melakukan ekspansi dan meningkatkan perilaku dalam
pengambilan risiko. Sementara itu, ketika kondisi ekonomi menurun, perbankan
cenderung menahan ekspansi dengan menahan penyaluran kredit atau mengurangi
perilaku dalam pengambilan risiko.
Bank Indonesia memperkenalkan kebijakan makroprudensial yang baru,
yaitu Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada tahun 2018 untuk mencegah
dan mengurangi risiko perilaku perbankan yang proksiklikal dan gangguan
terhadap fungsi intermediasi perbankan. Instrumen kebijkan RIM diharapkan dapat
mendorong fungsi intermediasi perbankan yang seimbang dan berkualitas kepada
sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap
menjaga prinsip kehati-hatian. Kebijakan ini bersifat countercyclical dan dapat
disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi yang diimplementasikan kepada
seluruh perbankan, baik konvensional maupun syariah.
Kebijakan RIM bagi bank konvensional telah dikenal sebelumnya dengan
GWM LFR (Giro Wajib Minimum loan to funding ratio), sedangkan bagi bank syariah
dikenal dengan GWM FDR (Giro Wajib Minimum Financing to Deposit Ratio) yang
merupakan bagian dari kebijakan GWM (Giro Wajib Minimum). Instrumen RIM
mengalami penyempurnaan dari sebelumnya dengan menambahkan komponen
surat berharga dalam perhitungannya.
Pemenuhan kewajiban Giro RIM, Giro RIM Syariah dipenuhi setelah
pemenuhan GWM dalam rupiah secara harian. Beberapa pokok pengaturan Giro
RIM dan RIM Syariah sebagai berikut.
Pengaturan RIM (BUK) RIM Syariah (BUS dan UUS)
Formula 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 + 𝑆𝐵 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖
𝐷𝑃𝐾 + 𝑆𝐵 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑏𝑖𝑡𝑘𝑎𝑛
𝑃𝑒𝑚𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎𝑎𝑛 + 𝑆𝐵 𝑆𝑦𝑎𝑟𝑖𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑚𝑖𝑙𝑖𝑘𝑖
𝐷𝑃𝐾 + 𝑆𝐵 𝑆𝑦𝑎𝑟𝑖𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑏𝑖𝑡𝑘𝑎𝑛
Besaran dan
Parameter
Batas atas 92% Batas atas 92%
Batas bawah 80% Batas bawah 80%
KPMM sebesar 14% KPMM sebesar 14%
Bagi UUS, KPMM mengikuti KPMM BUK
yang menjadi induk UUS
Parameter disinsentif atas sebesar 0,2
Parameter disinsentif atas sebesar 0,2
47
Pengaturan RIM (BUK) RIM Syariah (BUS dan UUS)
Parameter disinsentif
bawah sebesar 0,1
Parameter disinsentif bawah sebesar 0,1
Kriteria SB
dimiliki
Obligasi Sukuk Korporasi
diterbitkan oleh korporasi bukan bank dan oleh penduduk, public offering, investment grade, ditatausahakan di lembaga yang berwenang
Kriteria SB
diterbitkan
MTN, FRN, dan obligasi
selain obligasi subordinasi
MTN syariah dan sukuk selain sukuk
subordinasi
Dimiliki bukan bank, baik penduduk maupun bukan penduduk, public offering, rating investment grade, ditatausahakan di lembaga yang
berwenang
Dengan memperhatikan pokok-pokok kebijakan RIM, formula perhitungan
RIM pada perbankan dapat diilustrasikan sebagai berikut.
Keterangan Bank Disinsentif
Bank A
RIM = RIM target
Sesuai dengan target, tidak dikenakan Giro
RIM.
Bank B RIM < RIM target (batas bawah)
Di bawah target. 𝐺𝑖𝑟𝑜 𝑅𝐼𝑀 = 0.1 × (𝑅𝐼𝑀 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 − 𝑅𝐼𝑀) × 𝐷𝑃𝐾
Bank C
RIM > RIM target (batas atas)
Di atas target.
- CAR ≥ 14%, Giro RIM = 0%
- CAR < 14% 𝐺𝑖𝑟𝑜 𝑅𝐼𝑀 = 0.2 × (𝑅𝐼𝑀 − 𝑅𝐼𝑀 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡) × 𝐷𝑃𝐾
Berdasarkan tabel tersebut, Bank A memiliki RIM yang berada pada kisaran
RIM target (80%--92%). Bank A tidak akan dikenakan Giro RIM. Bank B memiliki
RIM di bawah batas bawah target RIM (80%) sehingga dikenakan Giro RIM dengan
parameter disinsentif 0,1. Bank C yang memiliki RIM melebihi batas atas target RIM
akan dilihat CAR-nya. Jika mencapai KPMM 14% atau lebih, CAR tidak akan
dikenakan Giro RIM. Sementara itu, jika kurang dari KPMM 14%, CAR akan
dikenakan Giro RIM dengan parameter disinsentif 0,2.
Persamaan Model
1. Patient Household
a. 𝑐𝑡𝑃(𝑖) + 𝑞𝑡
𝑘 (𝑘𝑡𝑃(𝑖) − (1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡−1
𝑃 (𝑖)) + 𝑞𝑡ℎ (ℎ𝑡
𝑃(𝑖) − (1 − 𝛿ℎ)ℎ𝑡−1𝑃 (𝑖)) + 𝑑𝑡(𝑖) +
𝑠𝑡(1 + 𝜌𝑡−1)(1 + 𝑟𝑡−1∗ )
�̃�𝑡−1∗ (𝑖)
𝜋𝑡∗ = 𝑤𝑡
𝑃𝑙𝑡𝑃(𝑖) + (1 + 𝑟𝑡−1
𝑑 )𝑑𝑡−1(𝑖)
𝜋𝑡+ 𝑅𝑡
𝑘𝑞𝑡𝑘𝑘𝑡−1
𝑝 (𝑖) + 𝑠𝑡�̃�𝑡∗(𝑖) +
𝑡𝑡𝑃(𝑖)
b. 𝑗𝜀𝑡ℎ
ℎ𝑡𝑃(𝑖)
+ 𝛽𝑃𝜀𝑡+1 𝑧
𝑐𝑡+1𝑃 (𝑖)
𝑞𝑡+1ℎ (1 − 𝛿ℎ) =
𝜀𝑡𝑧
𝑐𝑡𝑃(𝑖)𝑞𝑡ℎ
c. 𝑙𝑡𝑝(𝑖)∅
𝑤𝑡𝑃 =
𝜀𝑡𝑧
𝑐𝑡𝑃(𝑖)
d. (1 − 𝛿𝑘) + 𝑅𝑡+1𝑘 =
𝑐𝑡+1𝑃 (𝑖)
𝛽𝑃𝑐𝑡𝑃(𝑖)
𝑞𝑡𝑘
𝑞𝑡+1𝑘
𝜀𝑡+1 𝑧
𝜀𝑡𝑧
e. 𝑐𝑡+1𝑃 (𝑖)
𝑐𝑡𝑃(𝑖)
𝜀𝑡𝑧
𝜀𝑡+1 𝑧
𝜋𝑡+1
𝛽𝑃= (1 + 𝑟𝑡
𝑑)
48
f. (1+𝑟𝑡
𝑑)
(1+𝜌𝑡)(1+𝑟𝑡∗)=𝑠𝑡+1𝜋𝑡+1
𝑠𝑡𝜋𝑡+1∗
g. 𝑡𝑡𝑃 = Π𝑡
𝐻 + Π𝑡𝐹 + 𝛱𝑡
𝐻∗ + (1 − ω𝑏)𝑗𝑡−1𝑏
𝜋𝑡+𝜅𝐾𝑏
2(𝐾𝑡−1𝑏
𝐵𝑡−1− 𝜐𝑡−1
𝑏 )2𝐾𝑡−1𝑏
𝜋𝑡+𝜅𝑑
2(𝑟𝑡−1𝑑 (𝑗)
𝑟𝑡−2𝑑 (𝑗)
−
1)2
𝑟𝑡−1𝑑 𝑑𝑡−1
𝜋𝑡+𝜅𝑏𝐻
2(𝑟𝑡−1𝑏𝐻 (𝑗)
𝑟𝑡−2𝑏𝐻 (𝑗)
− 1)2
𝑟𝑡−1𝑏𝐻 𝑏𝑡−1
𝐼
𝜋𝑡+𝜅𝑏𝐸
2(𝑟𝑡−1𝑏𝐸 (𝑗)
𝑟𝑡−2𝑏𝐸 (𝑗)
− 1)2
𝑟𝑡−1𝑏𝐸 𝑏𝑡−1
𝐸
𝜋𝑡− 𝑅𝑡−1
𝐵𝑡−1𝐺
𝜋𝑡+
𝑠𝑡(1 + 𝜌𝑡−1)(1 + 𝑟𝑡−1∗ )
�̃�𝑡−1∗
𝜋𝑡∗
2. Impatient Household
a. 𝑐𝑡𝐼(𝑖) + 𝑞𝑡
ℎ (ℎ𝑡𝐼(𝑖) − (1 − 𝛿ℎ)ℎ𝑡−1
𝐼 (𝑖)) + (1 + 𝑟𝑡−1𝑏𝐻 )
𝑏𝑡−1𝐼 (𝑖)
𝜋𝑡= 𝑤𝑡
𝐼𝑙𝑡𝐼(𝑖) + 𝑏𝑡
𝐼(𝑖)
b. (1 + 𝑟𝑡𝑏𝐻)𝑏𝑡
𝐼(𝑖) ≤ 𝑚𝑡𝐼(1 − 𝛿ℎ)𝐸𝑡[𝑞𝑡+1
ℎ ℎ𝑡𝐼(𝑖)𝜋𝑡+1]
c. 𝜀𝑡𝑧
𝑐𝑡𝐼(𝑖)=𝑙𝑡𝐼(𝑖)𝜙
𝑤𝑡𝐼
d. 𝑗𝜀𝑡ℎ
ℎ𝑡𝐼(𝑖)+ (
𝜀𝑡𝑧
𝑐𝑡𝐼(𝑖)
𝜋𝑡+1
(1+𝑟𝑡𝑏𝐻)− 𝛽𝐼
𝜀𝑡+1𝑧
𝑐𝑡+1𝐼 (𝑖)
)𝑚𝑡𝐼(1 − 𝛿ℎ)𝐸𝑡[𝑞𝑡+1
ℎ ] + 𝛽𝐼𝜀𝑡+1𝑧
𝑐𝑡+1𝐼 (𝑖)
𝑞𝑡+1ℎ (1 − 𝛿ℎ) =
𝜀𝑡𝑧
𝑐𝑡𝐼(𝑖)𝑞𝑡ℎ
3. Entrepreneurs
a. 𝑦𝑡𝐸(𝑖) = 𝑎𝑡
𝐸 [(𝑘𝑡−1𝐸 (𝑖))
𝜎(𝑘𝑡−1𝑝 (𝑖))
1−𝜎]𝛼
[( 𝑙𝑡 𝑃)𝜇( 𝑙𝑡
𝐼 )1−𝜇]1−𝛼
b. (1 + 𝑟𝑡𝑏𝐸) 𝑏𝑡
𝐸(𝑖) ≤ 𝑚𝑡 𝐸𝐸𝑡[ 𝑞𝑡+1
𝑘 𝜋𝑡+1(1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡
𝐸(𝑖)]
c. 𝑐𝑡𝐸(𝑖) + 𝑤𝑡
𝑃 𝑙𝑡 𝑃(𝑖) + 𝑤𝑡
𝐼 𝑙𝑡 𝐼 (𝑖) + (1 + 𝑟𝑡−1
𝑏𝐸 ) 𝑏𝑡−1 𝐸 (𝑖)
𝜋𝑡+ 𝑞𝑡
𝑘 (𝑘𝑡𝐸(𝑖) − (1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡−1
𝐸 (𝑖)) +
𝑅𝑡𝑘𝑞𝑡𝑘𝑘𝑡−1𝑝 (𝑖) = �̃�𝑡
𝐸𝑦𝑡𝐸(𝑖) + 𝑏𝑡
𝐸(𝑖)
d. 𝑅𝑡+1𝑘 = �̃�𝑡+1
𝐸 (1 − 𝜎)𝛼𝑦𝑡+1𝐸
𝑘𝑡𝑝(𝑖)𝑞𝑡+1
𝑘
e. 𝑤𝑡 𝑃 = (1 − 𝛼)𝜇�̃�𝑡
𝐸 𝑦𝑡𝐸
𝑙𝑡 𝑃
f. 𝑤𝑡 𝐼 = (1 − 𝛼)(1 − 𝜇)�̃�𝑡
𝐸 𝑦𝑡𝐸
𝑙𝑡 𝐼
g. 1
𝑐𝑡𝐸(𝑖)𝑞𝑡𝑘 = (
𝜋𝑡+1
𝑐𝑡𝐸(𝑖)(1+𝑟𝑡
𝑏𝐸)−
𝛽𝐸
𝑐𝑡+1𝐸 (𝑖)
)𝑚𝑡𝐸𝐸𝑡[𝑞𝑡+1
𝑘 (1 − 𝛿𝑘)] +𝛽𝐸
𝑐𝑡+1𝐸 (𝑖)
((1 − 𝛿𝑘) 𝑞𝑡+1 𝑘 +
𝛼𝜎�̃�𝑡+1𝐸 𝑦𝑡+1
𝐸
𝑘𝑡𝐸(𝑖))
4. Domestic Retailers
a. (1
1−𝜃𝐻((𝜋𝑡
𝐻)1−𝜀𝑅𝐻 − 휃𝐻(𝜋𝑡−1𝐻 )1−𝜀𝑅𝐻))
1
1−𝜀𝑅𝐻
𝐸𝑡 ∑ (𝛽𝑃휃𝐻)𝑘 𝜀𝑡+𝑘
𝑧
𝑐𝑡+𝑘𝑃 𝑦𝑡+𝑘
𝐻 (𝜋𝑡+𝑘𝐻 )
𝜀𝑅𝐻−1∞𝑘=0 =
𝜀𝑅𝐻
𝜀𝑅𝐻−1𝐸𝑡 ∑ (𝛽𝑃휃𝐻)
𝑘 𝜀𝑡+𝑘𝑧
𝑐𝑡+𝑘𝑃 𝑦𝑡+𝑘
𝐻 (𝜋𝑡+𝑘𝐻 )
𝜀𝑅𝐻 �̃�𝑡+𝑘𝐸
�̃�𝑡+𝑘𝐻
∞𝑘=0
b. Π𝑡𝐻 = (�̃�𝑡
𝐻 − �̃�𝑡𝐸)𝑦𝑡
𝐻
c. 𝜋𝑡𝐻 =
�̃�𝑡𝐻
�̃�𝑡−1𝐻 𝜋𝑡
5. Import Retailers
a. (1
1−𝜃𝐹((𝜋𝑡
𝐹)1−𝜀𝐹 − 휃𝐹(𝜋𝑡−1𝐹 )1−𝜀𝐹))
1
1−𝜀𝐹
𝐸𝑡 ∑ (𝛽𝑃휃𝐹)𝑘 𝜀𝑡+𝑘
𝑧
𝑐𝑡+𝑘𝑃 𝑦𝑡+𝑘
𝐹 (𝜋𝑡+𝑘𝐹 )
𝜀𝐹−1∞𝑘=0 =
𝜀𝐹
𝜀𝐹−1𝐸𝑡 ∑ (𝛽𝑃휃𝐹)
𝑘 𝜀𝑡+𝑘𝑧
𝑐𝑡+𝑘𝑃 𝑦𝑡+𝑘
𝐹 (𝜋𝑡+𝑘𝐹 )
𝜀𝐹 𝑠𝑡+𝑘�̃�𝑡+𝑘𝐹∗
�̃�𝑡𝐹
∞𝑘=0
49
b. Π𝑡𝐹 = (�̃�𝑡
𝐹 − 𝑠𝑡�̃�𝑡𝐹∗)𝑦𝑡
𝐹
c. 𝜋𝑡𝐹 =
�̃�𝑡𝐹
�̃�𝑡−1𝐹 𝜋𝑡
6. Export Retailers
a. 𝑦𝑡𝐻∗ = (1 − 휂∗) (
�̃�𝑡𝐻∗
�̃�𝑡𝑥∗)
−(1+𝜇𝐻∗)
𝜇𝐻∗𝑦𝑡∗
b. (1
1−𝜃𝐻∗((𝜋𝑡
𝐻∗)1−𝜀𝐻∗ − 휃𝐻∗(𝜋𝑡−1
𝐻∗ )1−𝜀𝐻∗))
1
1−𝜀𝐻∗
𝐸𝑡 ∑ (𝛽𝑃휃𝐻∗)𝑘 𝜀𝑡+𝑘
𝑧
𝑐𝑡+𝑘𝑝 𝑦𝑡+𝑘
𝐻∗ (𝜋𝑡+𝑘𝐻∗ )
𝜀𝐻∗−1∞𝑘=0 =
𝜀𝐻∗
𝜀𝐻∗−1𝐸𝑡 ∑ (𝛽𝑃휃𝐻∗)
𝑘 𝜀𝑡+𝑘𝑧
𝑐𝑡+𝑘𝑝 𝑦𝑡+𝑘
𝐻∗ (𝜋𝑡+𝑘𝐻∗ )
𝜀𝐻∗ �̃�𝑡+𝑘𝐸
𝑠𝑡+𝑘�̃�𝑡+𝑘𝐻∗
∞𝑘=0
c. 𝛱𝑡𝐻∗ = (𝑠𝑡�̃�𝑡
𝐻∗ − �̃�𝑡𝐸)𝑦𝑡
𝐻∗
d. 𝜋𝑡𝐻∗ =
�̃�𝑡𝐻∗
�̃�𝑡−1𝐻∗ 𝜋𝑡
∗
7. Bank – Wholesale Branch
a. 𝐵𝑡𝐺 = (1 − Γ𝑡 − Χ𝑡)𝐷𝑡 + 𝐾𝑡
𝑏 − 𝐵𝑡
b. 𝐾𝑡𝑏 = (1 − 𝛿𝑏)
𝐾𝑡−1𝑏
𝜋𝑡+ω𝑏
𝑗𝑡−1𝑏
𝜋𝑡
c. 𝑅𝑡𝑑 = (1 − Γ𝑡 − Χ𝑡)𝑅𝑡
d. 𝑅𝑡𝑏 = 𝑅𝑡 − 𝜅𝐾𝑏 (
𝐾𝑡𝑏
𝐵𝑡)2
(𝐾𝑡𝑏
𝐵𝑡− 𝜐𝑡
𝑏)
e. 𝑗𝑡𝑏 = 𝑅𝑡𝐵𝑡
𝐺 + 𝑟𝑡𝑏𝐻𝑏𝑡
𝐼 + 𝑟𝑡𝑏𝐸𝑏𝑡
𝐸 − 𝑟𝑡𝑑𝐷𝑡 − [
𝜅𝐾𝑏
2(𝐾𝑡𝑏
𝐵𝑡− 𝜐𝑡
𝑏)2
𝐾𝑡𝑏] − [
𝜅𝑑
2(𝑟𝑡𝑑(𝑗)
𝑟𝑡−1𝑑 (𝑗)
− 1)2
𝑟𝑡𝑑𝑑𝑡 +
𝜅𝑏𝐻
2(𝑟𝑡𝑏𝐻(𝑗)
𝑟𝑡−1𝑏𝐻 (𝑗)
− 1)2
𝑟𝑡𝑏𝐻𝑏𝑡
𝐼 +𝜅𝑏𝐸
2(𝑟𝑡𝑏𝐸(𝑗)
𝑟𝑡−1𝑏𝐸 (𝑗)
− 1)2
𝑟𝑡𝑏𝐸𝑏𝑡
𝐸]
f. 𝐷𝑡 = 𝑑𝑡
8. Bank – Loan Branch
a. 𝐵𝑡 = 𝑏𝑡𝐼 + 𝑏𝑡
𝐸
b. 1 +𝑅𝑡𝑏𝜀𝑡𝑏𝐻
𝑟𝑡𝑏𝐻 + 𝛽𝑃
𝑐𝑡𝑝
𝑐𝑡+1𝑝
𝜀𝑡+1𝑧
𝜀𝑡𝑧 𝜅𝑏𝐻 (
𝑟𝑡+1𝑏𝐻
𝑟𝑡𝑏𝐻 − 1)(
𝑟𝑡+1𝑏𝐻
𝑟𝑡𝑏𝐻)
2𝑏𝑡+1𝐼
𝑏𝑡𝐼 = 휀𝑡
𝑏𝐻 + 𝜅𝑏𝐻 (𝑟𝑡𝑏𝐻
𝑟𝑡−1𝑏𝐻 − 1)
𝑟𝑡𝑏𝐻
𝑟𝑡−1𝑏𝐻
c. 1 +𝑅𝑡𝑏𝜀𝑡𝑏𝐸
𝑟𝑡𝑏𝐸 + 𝛽𝑃
𝑐𝑡𝑝
𝑐𝑡+1𝑝
𝜀𝑡+1𝑧
𝜀𝑡𝑧 𝜅𝑏𝐸 (
𝑟𝑡+1𝑏𝐸
𝑟𝑡𝑏𝐸 − 1)(
𝑟𝑡+1𝑏𝐸
𝑟𝑡𝑏𝐸)
2𝑏𝑡+1𝐸
𝑏𝑡𝐸 = 휀𝑡
𝑏𝐸 + 𝜅𝑏𝐸 (𝑟𝑡𝑏𝐸
𝑟𝑡−1𝑏𝐸 − 1)
𝑟𝑡𝑏𝐸
𝑟𝑡−1𝑏𝐸
9. Bank – Deposit Branch
a. 휀𝑡𝑑 + 𝛽𝑃
𝑐𝑡𝑝
𝑐𝑡+1𝑝
𝜀𝑡+1𝑧
𝜀𝑡𝑧 𝜅𝑑 (
𝑟𝑡+1𝑑
𝑟𝑡𝑑 − 1)(
𝑟𝑡+1𝑑
𝑟𝑡𝑑 )
2𝑑𝑡+1
𝑑𝑡=𝜀𝑡𝑑𝑅𝑡
𝑑
𝑟𝑡𝑑 + 1 + 𝜅𝑑 (
𝑟𝑡𝑑
𝑟𝑡−1𝑑 − 1)
𝑟𝑡𝑑
𝑟𝑡−1𝑑
10. Capital Goods Producers
a. 𝑘𝑡 = (1 − 𝛿𝑘)𝑘𝑡−1 + 휀𝑡
𝑞𝑘(1 −
𝜅𝑖
2(𝑖𝑡𝑘
𝑖𝑡−1𝑘 − 1)
2
) 𝑖𝑡𝑘
b. 𝑘𝑡 = 𝑘𝑡𝑃 + 𝑘𝑡
𝐸
c. 𝑞𝑡𝑘 =
𝜅𝑖𝑞𝑡𝑘
2(𝑖𝑡𝑘
𝑖𝑡−1𝑘 − 1)
2
+𝜅𝑖𝑞𝑡
𝑘𝑖𝑡𝑘
𝑖𝑡−1𝑘 (
𝑖𝑡𝑘
𝑖𝑡−1𝑘 − 1) +
1
𝜀𝑡𝑞𝑘 − 𝛽𝑃
𝑐𝑡𝑝
𝑐𝑡+1𝑝
𝜀𝑡+1𝑧
𝜀𝑡𝑧 (𝜅𝑖𝑞𝑡+1
𝑘 𝜀𝑡+1𝑞𝑘
𝜀𝑡𝑞𝑘 (
𝑖𝑡+1𝑘
𝑖𝑡𝑘 − 1)(
𝑖𝑡+1𝑘
𝑖𝑡𝑘 )
2
)
50
11. Housing Producers
a. ℎ𝑡 = (1 − 𝛿ℎ)ℎ𝑡−1 + 휀𝑡
𝑞ℎ(1 −
𝜅ℎ
2(𝑖𝑡ℎ
𝑖𝑡−1ℎ − 1)
2
) 𝑖𝑡ℎ
b. ℎ𝑡 = ℎ𝑡𝑃 + ℎ𝑡
𝐼
c. 𝑞𝑡ℎ = (
𝜅ℎ𝑞𝑡ℎ
2(𝑖𝑡ℎ
𝑖𝑡−1ℎ − 1)
2
+𝜅ℎ𝑞𝑡
ℎ𝑖𝑡ℎ
𝑖𝑡−1ℎ (
𝑖𝑡ℎ
𝑖𝑡−1ℎ − 1)) +
1
𝜀𝑡𝑞ℎ − 𝛽𝑃
𝑐𝑡𝑝
𝑐𝑡+1𝑝
𝜀𝑡+1𝑧
𝜀𝑡𝑧 𝜅ℎ𝑞𝑡+1
ℎ 𝜀𝑡+1𝑞ℎ
𝜀𝑡𝑞ℎ (
𝑖𝑡+1ℎ
𝑖𝑡ℎ −
1)(𝑖𝑡+1ℎ
𝑖𝑡ℎ )
2
12. Finished Goods Producers
a. 𝑦𝑡𝐻 = 𝑦𝑡𝜉�̃�𝑡
𝐻(−1+𝜇𝐹𝑃𝜇𝐹𝑃
)
b. 𝑦𝑡𝐹 = 𝑦𝑡(1 − 𝜉)�̃�𝑡
𝐹−(1+𝜇𝐹𝑃𝜇𝐹𝑃
)
c. 𝑦𝑡 = 𝑦𝑡𝐻�̃�𝑡
𝐻 + 𝑦𝑡𝐹�̃�𝑡𝐹
13. Country’s Risk Premium
a. (1 + 𝜌𝑡) = 𝑒𝑥𝑝 (−𝜑𝑠𝑡�̃�𝑡
∗
𝑦𝑡𝐸 ) 휀𝑡
𝜌
14. Market Clearing dan Balance of Payment
a. 𝑦𝑡𝐸 = 𝑦𝑡
𝐻 + 𝑦𝑡𝐻∗
b. 𝑦𝑡 = 𝑐𝑡𝑃 + 𝑐𝑡
𝐼 + 𝑐𝑡𝐸 + 𝑖𝑡
𝑘 + 𝑖𝑡ℎ + 𝛿𝑏
𝐾𝑡−1𝑏
𝜋𝑡
c. 𝑠𝑡�̃�𝑡𝐹∗𝑦𝑡
𝐹 + 𝑠𝑡(1 + 𝜌𝑡−1)(1 + 𝑟𝑡−1∗ )
�̃�𝑡−1∗ (𝑖)
𝜋𝑡∗ = 𝑠𝑡�̃�𝑡
𝐻∗𝑦𝑡𝐻∗ + 𝑠𝑡�̃�𝑡
∗(𝑖)
15. Others
a. (1 + 𝑅𝑡) = (1 + 𝑅)(1−𝜙𝑅)(1 + 𝑅𝑡−1)
𝜙𝑅 (𝜋𝑡
𝜋)𝜙𝜋(1−𝜙𝑅)
(𝑦𝑡
𝑦)𝜙𝑦(1−𝜙𝑅)
𝜖𝑡𝑅
b. (1 + 𝑟𝑡∗) = (1 − 𝜌𝑟∗)(1 + 𝑟∗) + 𝜌𝑟∗(1 + 𝑟𝑡−1
∗ ) + 𝜖𝑡𝑟∗
c. 𝑚𝑡𝐼 = (𝑚𝑡−1
𝐼 )𝜌𝑚𝐼 (𝑚𝐼 (
𝐵𝑡𝐼
𝑦𝑡𝐸
𝐵𝐼
𝑦𝐸
)
−𝜙𝑚𝐼
)
1−𝜌𝑚𝐼
휀𝑡𝑚𝐼 or
𝑚𝑡𝐼 = 𝜙𝑚𝐼𝑚𝑡−1
𝐼 + (1 − 𝜙𝑚𝐼)𝑚𝐼 + 𝜖𝑡
𝑚𝐼
d. 𝑚𝑡𝐸 = (𝑚𝑡−1
𝐸 )𝜌𝑚𝐸 (𝑚𝐸 (
𝐵𝑡𝐸
𝑦𝑡𝐸
𝐵𝐸
𝑦𝐸
)
−𝜙𝑚𝐸
)
1−𝜌𝑚𝐸
휀𝑡𝑚𝐸 or
𝑚𝑡𝐸 = 𝜙𝑚𝐸𝑚𝑡−1
𝐸 + (1 − 𝜙𝑚𝐸)𝑚𝐸 + 𝜖𝑡
𝑚𝐸
e. 𝜐𝑡𝑏 = (𝜐𝑡−1
𝑏 )𝜌𝜐𝑏 (𝜐𝑏 (
𝐵𝑡
𝑦𝑡𝐸
𝐵
𝑦𝐸
)
−𝜙𝜐𝑏
)
1−𝜌𝜐𝑏
휀𝑡𝜐𝑏 or
𝜐𝑡𝑏 = 𝜙𝜐𝑏𝜐𝑡−1
𝑏 + (1 − 𝜙𝜐𝑏)𝜐𝑏 + 𝜖𝑡
𝜐𝑏
f. 휀𝑡𝑧 = 𝜌𝜀𝑧휀𝑡−1
𝑧 + (1 − 𝜌𝜀𝑧)휀𝑧 + 𝜖𝑡𝜀𝑧
g. 휀𝑡ℎ = 𝜌𝜀ℎ휀𝑡−1
ℎ + (1 − 𝜌𝜀ℎ)휀ℎ + 𝜖𝑡𝜀ℎ
h. 휀𝑡𝑏𝐻 = 𝜌𝜀𝑏𝐻휀𝑡−1
𝑏𝐻 + (1 − 𝜌𝜀𝑏𝐻)휀𝑏𝐻 + 𝜖𝑡𝜀𝑏𝐻
i. 휀𝑡𝑏𝐸 = 𝜌𝜀𝑏𝐸휀𝑡−1
𝑏𝐸 + (1 − 𝜌𝜀𝑏𝐸)휀𝑏𝐸 + 𝜖𝑡𝜀𝑏𝐸
51
j. 휀𝑡𝑑 = 𝜌𝜀𝑑휀𝑡−1
𝑑 + (1 − 𝜌𝜀𝑑)휀𝑑 + 𝜖𝑡𝜀𝑑
k. 휀𝑡𝑞𝑘= 𝜌𝜀𝑞𝑘휀𝑡−1
𝑞𝑘+ (1 − 𝜌𝜀𝑞𝑘)휀𝑞𝑘 + 𝜖𝑡
𝜀𝑞𝑘
l. 휀𝑡𝑞ℎ= 𝜌𝜀𝑞ℎ휀𝑡−1
𝑞ℎ+ (1 − 𝜌𝜀𝑞ℎ)휀𝑞ℎ + 𝜖𝑡
𝜀𝑞ℎ
m. 휀𝑡𝜌= 𝜌𝜀𝜌휀𝑡−1
𝜌+ (1 − 𝜌𝜀𝜌)휀𝜌 + 𝜖𝑡
𝜀𝜌
n. 𝑙𝑛(𝑎𝑡𝐸) = 𝜌𝑎𝐸𝑙𝑛(𝑎𝑡−1
𝐸 ) + 𝜖𝑡𝑎𝐸
o. 𝜋𝑡∗ = 𝜌𝜋∗𝜋𝑡−1
∗ + (1 − 𝜌𝜋∗)𝜋∗ + 𝜖𝑡𝜋∗
p. �̃�𝑡𝐹∗ = 𝜌𝑝𝐹∗�̃�𝑡−1
𝐹∗ + (1 − 𝜌𝑝𝐹∗)�̃�𝑡𝐹∗ + 𝜖𝑡
𝐹∗
q. �̃�𝑡𝑥∗ = 𝜌𝑝𝑥∗�̃�𝑡−1
𝑥∗ + (1 − 𝜌𝑝𝑥∗)�̃�𝑡𝑥∗ + 𝜖𝑡
𝑥∗
r. 𝑦𝑡∗ = 𝜌𝑦∗𝑦𝑡−1
∗ + (1 − 𝜌𝑦∗)𝑦𝑡∗ + 𝜖𝑡
𝑦∗
s. Γ𝑡 = 𝜌ΓΓ𝑡−1 + (1 − 𝜌
Γ)Γ + 𝜖𝑡Γ
t. Χ𝑡 = 𝑋_𝑏𝑎 [(𝐵𝑡
𝐷𝑡− 𝜒𝑡)
2]
1
2
u. 𝜒𝑡 = (𝜒𝑡−1)𝜌𝜒 (𝜒(
𝐵𝑡
𝑦𝑡𝐸
𝐵
𝑦𝐸
)
−𝜙𝜒
)
1−𝜌𝜒
휀𝑡𝜒 or
𝜒𝑡 = 𝜌𝜒𝜒𝑡−1 + (1 − 𝜌
𝜒)𝜒 + 𝜖𝑡𝜒
v. 𝑐𝑡 = 𝑐𝑡𝑃 + 𝑐𝑡
𝐼 + 𝑐𝑡𝐸
w. 𝑖𝑡 = 𝑖𝑡𝑘 + 𝑖𝑡
ℎ
x. 𝐶𝐴𝑅𝑡 =𝐾𝑡𝑏
𝐵𝑡
y. 𝐿𝐷𝑅𝑡 =𝐵𝑡
𝐷𝑡