r i s a l a h rapat kerja pansus rancangan · pdf filejika bapak/ibu ke jepang dan ada logo...
TRANSCRIPT
R I S A L A H RAPAT KERJA PANSUS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG
MEREK Tahun Sidang : 2015-2016
Masa Persidangan : I
Rapat ke- : 12
Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum
Sifat Rapat : Tertutup
Hari, tanggal
: Senin, 28 September 2015
Waktu
: Pukul 13.00 WIB s.d. selesai
T e m p a t : Ruang Rapat Pansus B Gedung Nusantara II Lt.3 Jln. Jend. Gatot Subroto – Jakarta
Acara
: Memperoleh masukan mengenai Rancangan Undang-undang tentang Merek
Ketua Rapat
:
Hj. Desi Ratnasari, M.Si., M.Psi. (Ketua Pansus Merek/F-PAN) Didampingi: 1. Drs. Wenny Warouw
(Wakil Ketua/F-P.Gerindra) 2. H. Refrizal
(Wakil Ketua/F-PKS) 3. H. Iskandar D. Syaichu, S.E.
(Wakil Ketua/F-PPP)
Sekretaris Rapat : Drs. ULI SINTONG SIAHAAN, M.Si. (Kepala Bagian Pansus)
2
NO. NO.
ANGGOTA NAMA JABATAN/FRAKSI
Pimpinan Pansus
1. 472 Hj. Desi Ratnasari, M.Si., M.Psi. Ketua/F-PAN
2. 387 Drs. Wenny Warouw Wakil Ketua/F-P. Gerindera
3. 89 H. Refrizal Wakil Ketua/F-PKS
4. 531 H. Iskandar Dzulkarnain Syaichu, S.E. Wakil Ketua/F-PPP
Anggota Pansus
5. 208 Marinus Gea, S.E. Anggota/F-PDIP
6. 282 Ir. H. Adies Kadir, S.H., M.Hum. Anggota/F-PG
7. 321 DR. Syaiful Bahri Buray, S.H., M.Si. Anggota/F-PG
8. 261 Dra. Wenny Haryanto, S.H. Anggota/F-PG
9. 372 Wihadi Wiyanto, S.H. Anggota/F-P. Gerindera
10. 341 H. Biem Triani Benjamin, B.Sc., M.M. Anggota/F-P. Gerindera
11. 399 Ruhut Poltak Sitompul, S.H. Anggota/F-PD
12. 442 I Putu Sudiartana Anggota/F-PD
13. 408 Wahyu Sanjaya, S.E. Anggota/F-PD
14. 512 Achmad Fauzan Harun, S.H., M.Kom.I Anggota/F-PPP
15. 554 DR. H. Dossy Iskandar Prasetyo Anggota/F-P. Hanura
3
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Selamat siang, salam sejahtera bagi kita semua.
Saya ucapkan selamat datang dan Terima kasih kepada Saudara Singgih
Susilo Kartono dan juga Saudara DR. Hendri Sulistyo Budi, SH.,LLM dan juga
seluruh Anggota Pansus.
Serta hadirin yang berbahagia.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan karunianya kepada kita semua
sehingga kita bisa melakukan RDPU pada siang hari ini.
Dan menurut laporan dari Sekertariat bahwa yang telah
menandatangani daftar hadir itu ada, jumlahnya sebetulnya ada 14 orang, izin
3 orang dan yang hadir di sini sudah ada dari 4 Fraksi dan sedang menuju
satu Fraksi lagi sedang jalan, menuju ke ruang rapat dan karena ini RDPU
apakah kita siap akan melanjutkan rapat ini dengan hanya 5 Fraksi saja yang
Insya Allah hadir atau akan kita skor lebih dahulu untuk menunggu rekan-
rekan yang akan hadir, bagaimana Anggota?
ANGGOTA RAPAT :
Lanjut saja.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Sambil menunggu rekan-rekan yang lain kita lanjut saja barang kali ya
dan saya akan memberikan jangka waktu hingga pukul 15.30 saja rapat kita
lakukan.
Bagaimana?
RAPAT SETUJU
Baik, untuk mempercepat waktu rapat kita pada siang hari ini, kami
mohon kepada Bapak Singgih Susilokartono untuk lebih dulu memberikan
paparannya dalam rangka peembentukan Rancangan Undang-undang
tentang Merek.
Kami persilakan.
NARASUMBER (SINGGIH SUSILOKARTONO) :
Selamat siang.
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
4
Terima kasih, saya sudah di undang dan diberikan kesempatan untuk
bicara di dalam forum penyusunan Rancangan Undang-undang Merek ini.
Saya hadir di sini bukan sebagai pakar hukum tetapi saya pelaku industri
kreatif yang berhasil membangun merek dari sebuah desa menjadi sebuah
merek yang terkenal di internasional. Brand yang saya bangun adalah Magno,
mungkin untuk gambaran sekilas bisa diputarkan video, jadi untuk
memberikan gambaran tentang kegiatan saya.
Saya akan menyampaikan sedikit tentang latar belakang saya. Saya
lahir di Desa Kandangan, Temanggung, 21 April 1968, oleh karena itu nama
belakang saya Kartono. Dari kecil sampai SMA saya di Temanggung, mulai
Tahun 1986 saya kuliah desain produk di ITB di Bandung, lulus 1992.
Tahun 1994 saya memutuskan untuk pulang kampung membangun
industry di desa saya. Tahun 1994 saya membangun industry dengan produk
wooden toys untuk pasar ekspor di Eropa dengan brand Anomali. Kemudian
saya resign tahun 2003. Tahun 2005 saya membangun perusahaan baru
dengan Brand Magno dan tahun 2005 mulai produksi rutin dalam skala kecil.
Tahun 2006, 2007, 2008 dia mulai bergulir. Tahun 2008, 2009 itu peak ya
karena Magno banyak mendapat international award. Beberapa yang saya
bisa sebutkan di sini adalah Good Design Award dari Jepang yang disebut G
Mark. Jika Bapak/Ibu ke Jepang dan ada logo merah dengan tulisan G
persegi garis-garis, itu adalah label produk yang berkwalitas dan Magno
mendapat G Mark untuk semua item product.
Kemudian tahun 2008 mendapat Design For Asia Awar, radio saya
berkompetisi dengan Iphone yang pertama. Jadi mungkin di Indonesia belum
banyak yang meengetahui, pada saat itu dewan juri terbagi 2 dan tidak bisa
memutuskan siapa yang menang karena kedua-duanya memberikan suatu
keunggulan yang berbeda. Jadi akhirnya juri sangat bijak dengan memberikan
dua grand award. Sampai sekarang dari Indonesia belum pernah ada yang
mendapat grand award di Design For Asi Award di Hongkong. Kemudian
yang paling membanggakan bagi saya adalah award dari desain museum di
London, tahun 2009 Magno terpilih menjadi product of the year.
Kenapa ini menjadi sangat bergengsi, karena ilmu desain itu
sebenarnya lahir di London, Inggris pada saat revolusi industry. Jadi bisa
dibayangkan bahwa sebuah brand yang lahir di desa, itu sebenarnya bisa
mencapai puncak tertinggi di penghargaan desain internasional.
Kemudian yang terakhir saya mendapat penghargaan dari Kidz Design
Award di Jepang tahun 2013. Itu menarik karena ini penghargaan untuk
anak-anak. Sebenarnya produk saya untuk anak-anak tapi reasonnya sangat
menarik karena ketika saya mendapat informasi dari mereka, mereka
mengatakan bahwa produk dan filosofi dari produk-produk Magno ini
memberikan inspirasi yang positif bagi masa depan generasi muda.
Saya merasa berterima kasih dapat di undang di sini, tidak sebagai
pakar hukum tapi pelaku industry kreatif dan terus terang saya pusing sekali
5
membaca pasal-pasal tapi saya usahakan untuk membaca dan saya melihat
beberapa….
Pemutaran video
Terima kasih.
Video ini dibuat oleh sebuah portal di internet dimana saya menjadi
salah satu pemenang untuk kategori kreatif hero. Sedikit tentang Brand
Magno, Magno itu berasal dari kata Magnifying Glass jadi produk saya yang
pertama bukan radio tapi kaca pembesar, saya mengaambil kata
mengabadikan itu karena itu produk pertama, kemudian saya adalah orang
yang sangat suka detail. Jadi jika melihat produk Magno itu detailnya akan
tergarap sangat-sangat baik.
Produk saya sering disalah persepsikan dengan produk dari
skandinavia, jadi Bapak bisa melihat di Toko Buah Aksara, di Galeri Dialog.
Bisa di ketik di Google search dengan kata kunci wooden radio. Magno radio
itu ada di top rank dan itu tidak direkayasa, itu sangat natural seperti itu.
Magno saya pilih sebagai kata yang singkat, kemudian saya menggunakan
huruf G yang sebenarnya aneh logo ini karena brand Magno itu yang terbaca
terbesar adalah huruf G seperti di kaos saya. Jadi gambar yang besar ini
adalah huruf G tapi bacanya harus Magno.
Jadi waktu pertamaini memang membuat sangat membuat susah, tapi
brand itu sebuah gambar dan syaratnya untuk menjadi brand itu berhassil, dia
harus sering di publikasikan. Jadi ini fenomena yang aneh, membaca huruf G
yang besar tapi bunyinya Magno. Pemilihan huruf G ini alasannya karena dia
adalah huruf yang paling cantik diantara kata Magno, jadi saya tidak peduli
apa ityu ditengah, jadi tag line dari Magno adalah saya ingin membuat produk
secantik huruf G meskipun itu ada di tengah dan itu juga melambangkan apa
yang saya lakukan sekarang dengan membuat aktifitas di sebuah desa di
pelosok. Jika kita melakukan sesuatu dengan sangat baik, tentu dia juga akan
muncul. Jadi itu simbolisasi sebuah brand.
Brand Magno sudah di daftarkan tahun 2006, jadi pada waktu itu ada
program dari Pemerintah Trade Expo, saya ikut berpartisipasi kemudian di
fasilitasi bagi peserta untuk mendaftar. Sekarang sudah keluar sertifikatnya,
tapi yang saya agaak heran prosesnya itu demikian lama, saya hampir lupa
bahwa saya sudah mendaftar dan sekarang ini sudah setahun lagi saya harus
memperpanjang lagi. Jadi tahun 2006 dan selesai tahun 2016 dan saya harus
memperpanjang lagi di situ.
Jadi proses antara mendaftar dan menerima sertifikat, sertifikat ini
pentingnya untuk segera di terima karena itu menjadi bukti hukum bagi
kepemilikan sebuah merek. Di dalam kehidupan bisnis yang sangat cepat
seperti sekarang ini perlindungan hukum yang lambat mucul ini akan
memberikan dampak yang sangat fatal bagi sebuah brand dan brand itu
kadang-kadang umurnya bisa tidak panjang karena perubahan itu sangat
6
cepat berganti. Dulu kita kenal friendster di internet sekarang anak-anak
muda yang sekarang sudah tidak kenal lagi. Jadi ada proses berubah yang
sangat cepat.
Jadi antisipasi bahwa perlindungan hukum itu dibuat dengan proses
yang cepat, itu akan lebih baik. Saya sudah membaca draft naskah akademik
yang diusulkan, sudah ada usulan p[erbaikan-perbaikan tentang waktu
pendaftaran dan itu menjadi lebih cepat. Kedua adalah perlunya membuat
publikasi yang lebih luas dan lebih mudah di akses, diketahui oleh public. Jadi
brand yang didaftarkan tau logo atau merek yang dudaftarkan itu memang
harus dipublikasikan agar ada masukan bahwa itu meniru atau apa segala
macam keberatan dan itu perlu segera disebarkan dengan sangat luas.
Menurut saya mungkin sudah saatnya bagi institusi kehakiman atau institusi
hukum untuk menggunakan media sosial untuk menggunakan menjadi
saluran-saluran bagi publikasi seperti itu. Jadi masyarakat akan melihatnya
dengan lebih cepat.
Kemudain yang terakhir yang menarik sebenarnya dari catatan saya
adalah bahwa ada pembahasan tentang Protocol Madrid. Protocol Madrid ini
sebenarnya memberikan peluang untuk ,mendaftar di satu negara tapi
kemudian secara otomatis bahwa merek itu terdaftar di beberapa negara lain
yang terafiliasi dan meratifikasi Protocol Madrid. Saya fikir ini sesuatu yang
harus dilakukan tapi saya tidak tau apa, ini masuk di dalam naskah
Rancangan Undang-undang atau sebanrnya sesuatu yang harus dilakukan
setelah Rancangan Undang-undang ini jadi dan kemudian dilakukan sebagai
hubungan suatu aktifitas yang lain. Tapi dengan dunia yang semakin global
seperti ini, mengaplikasi pendaftaran merek maupun hak cipta maupun paten
secara internasional, menurut saya sebauh hal yang sanngat mutlak.
Jadi kalau kita hanya melindungi di Indonesia ini akan sangat mudah
bagi ornag untuk mendapatkan informasi itu dan memproduksi di negara lain
dan ini akan menjadi sebuah masalah yang sangat besar. Kemudian hal yang
lain yang saya mungkin perlu soroti adalah berapa hal yang baru saya
diskusikan dengan Pak Hendri adalah pertanyaan-pertanyaan menganai jika
saya mempunyai sebuah brand Magno, saya daftarkan dengan kelas
kerajinan kayu. Kemudian ada orang melihat bahwa brand Magno ini sangat
kuat karena dia sudah mewakili produk dengan high class dan high market,
jadi Magno itu dijual dihampir semua kota utama di dunia, pernah ya dulu,
sekarang sudah tidak tapi di New York, Tokyo, London hampir semua negara
penting di dunia, sampai Moscow itu pernah menjual produk ini dan dia
hanya ada di high class tidak pernah ada di kelas yang bawah. Jadi Magno ini
sebenarnya sudah punya class, punya brand nah ini akan menarik orang
untuk melihatnya dan orang yang tau ketentuan hukum, dia akan dengan
mudah, wah saya pakai aja ini untuk brand, katakanlah seperti tadi yang
disampaikan oleh Pak Hendry adalah brand parfum, karena dia sudah
mewakili kelas yang atas, dia tidak terdaftar di kelas parfum dan secara
hukum saya tidak bisa apa-apa walaupun jelas bahwa itu adalah ssebuah
7
itikad buruk, karena kalau itu dibuat dengan persis sama berarti seakan-akan
dia di produksi oleh Magno dan seakan-akan itu perusahaan saya.
Jadi kalau Bapak tadi melihat video sebenarnya yang ada di belakang
dari brand Magno itu adalah sikap-sikap atau fikiran-fikiran saya. Jadi ketika
orang menjual parfum dengan brand Magno, bisa jadi orang akan
mengafilisasikan bahwa ini karya Mas Singgih yang lain, padahalini bukan.
Jadi saya fikir ini suatu hal yang sangat penting untuk di akomodasi di dalam
penyusunan merek yang sekarang.
Kemudian hal yang lain lagi yang saya amati adalah bahasa asing itu
adalah bahasa yang eksotis, jadi artinya bahasa Indonesia, bahasa Jawa,
bahasa Bali, bahasa-bahasa di Sumatera itu adalah eksotis bagi negara lain
dan merek itu adalah rata-rata kata-kata yang eksotis dan kita sudah lihat
bahwa coklat monggo, itu dibalik coklat monggo itukan orang Belgia kalau
tidak salah, bukan orang Indonesia. Saya sekarang berusaha di perusahaan,
saya tidak bekerja ya, saya menjadi desainer dari sebuah perusahaan
Jerman, nama perusahaan dan brandnya adalah santai, itu kata-kata
Indonesia. Dan kalau orang yang bergerak di computer, dia akan tau bahasa
program adalah java, apakah kita akan membiarkan seperti ini untuk menjadi
milik bangsa lain, atau seperti apa. menurut saya Pemerintah sebaiknya di
dalam Rancangan Undang-undang ini memasukan hal-hal yang terkait
dengan yang seperti tadi, itu hanya boleh di daftarkan oleh oraang Indonesia
atau orang yang berkewarga negaraan Indonesia, sehingga itu memberikan
proteksi seperti itu. Tentu saja ada cara-cara mengakali hukum tapi minimal
dengan cara seperti itu akan terlindungi, ada banyak hal yang sebenarnya
harus dilindungi, saya tidak tau apakah ini masuk di dalam definisi identitas
geografis atau apa, tapi saya melihat pentingnya itu.
Kemudian icon-icon grafis, jadi bukan hanya kata-kata tapi icon-icon
grafis, katakanlah kalau Jakarta ini Monas, kalau di Jawa Tengah ada
Borobudur, kemudian wayang. Di dalam draft Rancangan Undang-undang ini
saya membaca ada beberapa hal yang sudah baru yaitu menyangkut
kemungkinan pendaftaran untuk merek yang berbentuk tiga dimensi, suara,
aroma, itu masuk ya. Ini menarik, tapi menurut saya akan sangat penting juga
bagi kita untuk melindungi kekayaan budaya kita sendiri dan saya fikir ini akan
cepat sekali terjadi. Nanti akan muncul merek-merek yang lain. Saya fikir itu
hal-hal yang penting untuk dilakukan, kemudian hal yang lain adalah
bagaimana Pemerintah ini dengan pola bahwa kita harus mendaftar ini
apakah itu di akomodasi di dalam Rancangan Undang-undang atau nanti di
dalam program pelaksanaannya oleh Pemerintah adalah untuk membantu
indiustri-industri kecil.
Jadi industry-industri kecil ini sebenarnya punya peluang atau punya
potensi untuk menjadi brand internasional atau brand regional atau brand
nasional. Jadi misalnya da seseorang yang punya talenta membuat makanan
yang sangat enak dengan bentuk yang sangat menarik, tapi dia modalnya
sangat kecil, tiba-tiba karena interaksi komonikasi itu sudah sangat mudah
8
dilakukan, datang orang yang punya modal besar dan tiba-tiba dia di ambil
begitu saja. Jadi hal –hal seperti ini mungkin perlu di bantu.
Saya kira mungkin masukan saya yang terpenting seperti itu dan saya
berharap bahwa masukan-masukan itu bisa di akomodasi di dalam
Rancangan Undang-undang yang baru.
Terima kasih.
Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Terima kasih Pak Singgih.
Sebelum dilanjutkan, saya mau bertanya berapa lama waktu itu Bapak
daftar merek nya Pak?
NARASUMBER (SINGGIH SUSILOKARTONO) :
Mungkin sekitar 5 tahun saya terima itu
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Dari trade expo yang Bapak di fasilitasi itu?
NARASUMBER (SINGGIH SUSILOKARTONO) :
Tahun 2006 saya terima sekitar tahun 2011.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Baik, Terima kasih Pak Singgih.
Selanjutnya kami persilakan kepada DR. Hendry untuk memberikan
paparannya.
NARA SUMBER (DR. HENRY SULISTIO BUDI) :
Ibu Pimpinan yang saya hormati.
Bapak Ibu Anggota DPR Yang Terhormat.
Terlebih dahulu saya ucapkan Terima kasih atas undangan ini, sesuatu
yang saya kira sangat prestisius bagi saya untuk saya berkesempatan bisa
sharing dalam beberapa apek yang mungkin menarik. Namun demikian
mohon saya di izinkan untuk membatasi dari, dari 103 Pasal yang disiapkan
dalam Rancangan Undang-undang saya hanya akan suppotting beberapa isu
saja, karena saya tau dinamika pembahasan nanti akan sangat menarik dan
punya banyak kemungkinan untuk berubah. Oleh karena itu saya membatasi
hal-hal yang sifatnya substansial saja.
9
Saya menyiapkan satu bahan paparan, namun demikian ada
kesalahan di dalam pengetikan, join Protocol Madrid sebagai isu pertama
yang ingin saya haturkan ke dalam diskusi forum pada siang hari ini. Bukan
sistim pendapatan tetapi sistim pendaftaran. Seingat saya tadi sudah saya
perbaiki, tetapi kok ya yang muncul masih file ini. Saya mohon maaf untuk itu.
Tapi yang slide kedua saya kira sudah aman.
Ibu Pimpinan Pansus yang saya homati, Bapak-Bapak Anggota DPR
Yang Terhormat.
Salah satu sisi dari konsekwensi ke ikut sertaan di dalam perjanjian
traktat atau yang lebih rendah dari itu agreement atau protocol seperti ini
adalah konsekwensi yang terkait dengan dampak hukum, ekonomi dan sosial.
Saya kira ini yang menjadi wilayah saya untuk saya kaji dari sisi akademik, 16
tahun saya sebagai tenaga law maker, sebagai tenaga perancang perundang-
undangan, saya merasakan ada semacam metodologi cost and benefits atau
economic and ….. of law yang sekarang ini populer yang harus dikuasai oleh
law maker. Jadi tidak hanya sekedar keluar dengan satu gagasan yang
kesannya hebat, tetapi tidak di dasari oleh satu kajian yang mendalam.
Saya tidak ingin bersebrangan dengan Pemerintah di dalam menyusun
rancangan ini apalagi di sebelah saya ada Pak Singgih yang sudah
mendahului ambil posisi untuk oke dengan joint protocol karena pertimbangan
yang sangat kasuistik pada kepentigan beliau, saya ingin melihat pada posisi
yang lebih makro, bahwa joint protocol membawa beberapa konsekwensi
yang perlu kita cermati. Secara konseptual memang benar, itu bisa ditebak
bahwa Protocol Madrid memberikan satu tawaran efesiensi dan efektifitas di
dalam pendaftaran merek. memberikan impact yang posistif di dalam
kehidupan ekonomi nasional tetapi apakah itu riil atau masih sebatas asumsi,
saya melihat konsep one application, one number of registration, one renewal,
one currency saya tempatkan diatas sebagai satu bahasa yang indah yang
iming-iming, yang ujungnya adalah memang oke dari sisi ekonomi menjadi
sanagat sederhana. Tetapi dalam konteks Indonesia secara prosedural saya
melihat bahwa mengajukan pendaftaran di lm konteks registrasi internasional
memerlukan dukungan staffing dan system yang tidak sederhana.
Pengalaman kita dahulu mengadopsi pattern law treaty, ….. dan ke dalam
aspek operasionalnya itu tidak mudah, banyak terminologi-terminologi
berbahasa Inggris yang kita memperdebatkan dan tidak ketemu bagaimana
kita harus memaknai secara tunggal.
Dalam konteks Protocol Madrid, maslah yang sama akan kita hadapi
bagaimana kita mengajukan pendaftaran internasional untuk menentukan
kelas apa yang tekstualnya dalam nis agreement itu dalam bahasa Inggris.
Apakah itu mempunyai padanan kata dalam bahasa Indonesia yang kita
persepsikan sama seperti maunya kita, dengan kata lain kalau saya
sandingkan translasi nis agreement yang berisi jenis-jenis barang-barang
yang dikelakan ke dalam pengelompokan-pengelompokan itu, apakah persis
seperti makna dalam bahasa aslinya. Ini satu masuk pintu pertama yang tidak
10
mudah bagi kita, saya mohon maaf ada rekan-rekan yang membisikan saya,
are you sure? Dengan kapasitas dari kantor merek untuk bisa nge-run satu
system yang dengan bahasa seperti itu, ini pertanyaan kepada saya. Saya
lama di birokrasi, saya merasakan memang salah satu kendala kita di dalam
mengoptimalkan kinerja adalah kemampuan bahasa. Selalu ini menjadi
persoalan yang menjadikan kita left behind dan menjadi seringkali
menghadapkan kita kepada kesulitan-kesulitan ketika kita harus
mengadministrasikan sesuatu.
Ibu Pimpinan yang saya hormati.
Membangun alur kerja baru, mungkin bisa, kita bisa cloning dari ….
Atau vietnam yang sudah jalan lebih dulu, Filipina juga sudah mengadopsi ini
tetapi sekali lagi mereka tetap menggunakan bahasa mereka. Gagasan untuk
mengadopsi Protocol Madrid harus juga dilihat dari sisi cost and benefit study,
bagaimanapun pendaftaran ini mempunyai suatu konsekwensi waktu yang
sangat rigid, saya seperti di ingatkan kembali oleh Mas Singgih, pendaftaran
yang normal-normal saja bisa lebih dari 4 tahun. Bagaimana kita
mengadministrasikan satu permintaan pendaftaran internasional dengan
segala kenadala yang masih melekat, sementara di situ ada batasan 12 bulan
plus 6 bulan harus mengambil keputusan. Keputusannya apa, kita harus
menyatakan menolak kakalu kepentingan kita atau system internal kita
menjadi masalah, ada aplikasi yang di diktekan, mohon maaf bahasa saya,
disodorkan dari permintaan pendaftaran merek dari Jepang misalnya masuk
ke Indonesia, bagaimana kita mengtrit aplikasi yang baru masuk tadi dalam
batas waktu 12 bulan dengan ekstensi 6 bulan harus mengambil posisi yes or
no.
Kalau kita diam maka yang terjadi adalah kita harus mendaftar dan
komit memberikan perlindungan. Jangka waktu yang sangat eksa seperti in
apa juga sudah dikalkulasi dikaitkan dengan capacity building kita. Kapasitas
dari institusi kita, saya tidak menginginkan ada satu kritik tetapi setidak-
setidaknya kalau ini dikalkulasikan dihadapkan pada pengalaman teman-
teman pelaku usaha yang hampir frustasi karena pendaftaran yang demikian
lama, bagaimana kita menghandel persoalan aplikasi internasional ini baik
yang sifatnya keluar maupun yang ke dalam yang harus kita putuskan,
terutama program bahasa terkait dengan interpretasi kelas barang yang tadi
saya haturkan.
Ibu Pimpinan Pansus yang saya hormati, Bapak-Bapak Anggota
Pansus Yang Terhormat.
Ada 3 assesment yang saya lakukan. Pertama pertanyaan yang
provokatif, apa benar plaku usaha diuntungkan? Beberapa kawan pelaku
usaha mengatakan iya, karena merek dengan mudah akan go internasional.
Tetapi go internasional ke mana? Berapa banyak negara yang kita mau
masuk. Apakah negara-negara itu sudah kita cek dan memang menjadi
anggota dari Protocol Madrid. Dari 80 negara memang pasar-pasar besar
seperti Amerika, Korea, Inggris dan Jerman memang negara-negara ini sudah
11
mengikuti joint Protocol Madrid, tetapi apa iya kita sangat confidence untuk
kita memang ……. Ke situ sehingga kita seperti diberi jembatan dengan
karpet merah untuk mudah kita masuk ke sana. Ini masing-masing
memerlukan kalkulasi bisnis yang tidak sederhana.
Apa iya produknya Mas Singgih ini ke Amerika? Secara pasar, besar,
tetapi apa iya itu marketable di sana. Karena ada sentuhan-sentuhan
emosional dan kultural yang mungkin tidak nyambung. Pasar itu juga punya
nuansa kultural juga, kalau Jepang kalau Asean mungkin ada nuansa itu yang
menjadi pertimbangan daya serap pasar.
Ibu Pimpinan, saya juga melakukan assesmen terhadap kondisi
pasar di dalam negeri sendiri. Potensi ekonomi kreatif, ini menjadi andalan
dan sedang digalakan, saya menjadi pendukung gagasan itu, tetapi dikaitkan
dengan karakter pelaku usaha Indonesia, apa iya pelkau usaha kita seperti
Pak Singgih semua yang punya fighting spirit seperti itu. Apa bukan angot-
angotan yang sedang mengikuti trend saja, ini juga harus kita baca.
Kemudian dar pengalaman menjadi negosiator untuk beberapa perundingan
di tingkat Asean, para pelaku bisnis itu sesungguhnya relactan untuk ikut di
dalam negosiasi itu karena berfikir sederhana, its not my market, pelaku
bisnis Indonesia masih berfikir domestik, pasar kita sangat besar, itu saja
belum bisa kita penuhi semuanya, apakah iya kita akan ekspansi ketingkat
Asean, sementara produknya relatif sama, produk Indonesia, Vietnam,
Thailand, Filipina itu relatif sama untuk ekonomi kreatif. Bagaimana kita
melihat pasar Asean versus pasar domestik, ini juga harus kita sounding kp
para pelaku usaha kita. Apa memang benar mereka punya preferensi untuk
masuk ke sana.
Kesimpulannya kemudian bagaimana dengan pasar yang non-Asean,
dengan beberapa pertimbangan tadi apakah tidak ada satu arah pendekatan
one by one atau case by case registration apa iya approach seperti ini masih
tidak valid untuk konteks sekarang ini dengan situasi yang kita hadapi dalam
perekonomian nasional kita.
Ibu Bapak sekalian, assesmen dari sisi teknis substantif, merek punya
suatu norma, kaidah, ketentuan yang berbeda dengan bidang-bidang HKI
lainnya, dia punya kriteria substantif dengan filter similarity tidak boleh ada
persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya. Bagaimana kita
membaca filter similarity ini ketika ini diletakan pada pasar global. Saya
mengambil contoh misalnya merek Mas Singgih tadi Magno, bagaimana
dihadapkan dengan magnolia, bagaimana dengan es rim magnum, kemudian
tropical, minyak goreng kita, ada hotel tropic, ada tropicana yang itu kalau Ibu
Bapak sekalian travelling keliling Asean, banyak sekali. Apa iya kita tidak
akan mental-mentak ketika kita menunjuk satu negara untuk kita masuk ke
situ, sama seperti juga sikap kita merespon aplikasi secara internasional yang
diajukan oleh Thailand, karena bahasa kita sama dengan Malaysia, merek
kecuali yang inventif word selalu berpangkal dari kamus-kamus yang nota
bene sama. apa tidak kusut, saya belum berani membayangkan tetapi
12
setidak-tidaknya satu faktor ini akan menimbulkan reaksi bolak-balik aplikasi
kita ke Malaysia punya probabilitas untuk di tolak karena dianggap sama
dengan bahasa mereka. Kita pun punya defensif yang sama ketika aplikasi
internasional dari Asean misalnya masuk ternyata mirip yang kita punya
karena filter similarity tadi.
Bagaimana dengan motif bad fits, pengalaman selama ini banyak
sekali pengadilan harus di sibukan dengan kasus-kasus terkait dengan motif
bad fits yang di miliki oleh para pelaku usaha kita. Mereka banyak mengambil
merek-merek asing yang belum di daftarkan atau setidak-tidaknya mengambil
sekmen kela yang belum di daftar karena konsep kita ini sangat teknis Ibu
Pimpinan. Saya yakin ini benar-benar masalah yang krusial terkait dengan
cara kita mengadministrasikan pendaftaran karena harus dibayar sesuai
dengan kelas atau jenis barang tetapi setidak-tidaknya untuk satu kelas yang
sama yang terdiri dari katakanlah 20 jenis barang kalau pemilik merek hanya
mendaftar 10 saja, sisanya bisa di isi oleh orang lain. Apa iya kita masih bisa
hidup dengan …… dengan persaingan yang damai, sama-sama memiliki
sama-sama tidak akan mepersoalkan.
Bapak-Bapak Anggota DPR yang saya hormati.
Dari sisi requirenment registerbility kita juga punya moral value dan
ukuran-ukuran public order yang kita pakai untuk menolak satu pendaftar.
Kasus Kido, kido itu diambil dari kata Kid prouksinya konimex membuat
permen coklat yang dimaksudkan untuk konsumsi dengan market anak-anak.
Tetapi supaya tidak semata-mata diambil dari kamus, kemudian di buat, di
modifikasi menjadi Kido. Kita di protes oleh komunitas masyarakat di
Manggarai Barat di NTT, karena kido itu mengandung arti bersetubuh, saya
mohonmaaf, menurut lawyernya, kalau ada pria yang berkunjung ke wanita
dalam rangka pendekatan dia bawa permen itu. bahasa simbol supya self
explanatory, dia bicara sendiri. Akhirnya merek seperti itu di gugat
pembatalannya dan berhasil. Kita mungkin tidak menduga bahwa komunitas
masyarakat kita yang jauh dari Jakarta ternyata punya kamus yang sangat
sensitif. Itu sebabnya bagaimana kita mengukur moral value dan public order
ini dalam konteks yang lebih makro, lebih global. Jangan-jangan kita brmain-
main dengan invented word, misalnya Humpuss, tiba-tiba Humpuss itu punya
arti yang negatif di satu komunitas misalnya, apa yang terjadi dengan nasib
pendaftaran kalau ini lintas negara dan itu diperluas, difasilitasi oleh Protocol
Madrid ini. Itu sesuatu yang memang tidak bisa kita elakan, ini bukan
keniscayaan untuk kita menolak Protocol Madrid, tetapi saya hanya ingin
memastikan bahwa Proocol Madrid bukan segalanya untuk memudahkan kita,
potensi penolakan tetap ada karena beberapa hal yang mungkin kita tidak
pernah menduga.
Kemudian juga terkait dengan klausul penghapusan merek karena non
jus, apa iya kita sudah memperhitungkan market produk raio kayunya mas
singgih ini akan kita masukan misalnya di Belanda. Ada hubungan emosional
dan kultur di sana, tetapi apa iya ini punya markt misalnya di Belgia yang
13
relatif bertetangga, rasanya mungkin tidak. Ketika sama-sama mengamankan
pasar Belanda dengan menggandengkan dengan pasar Belgia, mungkin di
Belgia tidak akan di gunakan karena tidak ada markt di sana tetapi sudah
terlanjur di daftar ini akan besar kemungkinannya terkena pembatalan karena
non jus, ya memang ada aspek teknisnya untuk bisa terungkap bahwa ini non
jus, ada masukan-masukan dari kalangan bisnis yang berkepentingan.
Belajar dari pengalaman mengadministrasikan sistem hukum merek di
domestik saja, kita sebenarnya bisa membangun satu asumsi-asumsi besar
bagaimana nasib kita nanti ketika kita joint Protocol Madrid ini.
Yang menjadi kerisauan rekan-rekan konsultan HKI adalah Protocol
Madrid akan merugikan mereka, pertanyaan saya, apa iya konsultan HKI
akan dirugikan. Ada hitung-hitungannya economic lost-nya mereka
menghitung kalau 1 aplikasi itu 3000 US Dollar termasuk biaya konsultan fee
nya, dan kalau misalnya aplikasi, saya tidak tau pertahun berapa ya, saya
dengar dari teman-teman ada sekitar 4000 karena dari hitungan kemarin pada
3 tahun terakhir itu ada 12000 sekian dan kemudian ada catatan ded lock itu
ada 100.000, berarti as abig number aplikasi yang yeraly itu masuk. Maka
cash flow yang ada itu akan ada sekitar 1,2 juta US Dollar. Ini kalau di hitung
dari pajak yang diterima oleh Pemerintah itu sekitar 10%, it’s a big money. Ini
yang harus kita hitung ulang akan ada penurunan yang sangat besar,
aplikasi-aplikasi yang semula di administrasikan melalui konsultan-konsultan
merek atau konsultan HKI kita itu aka menjadi kurang besar. Singapur dari
pengalaman mereka setelah melakukan asesi dari Protocol Madrid aplikasi
mereka turun 40 sampai 60%, tetapi bagi mereka it’s a good news karena
mereka punya sistem yang sangat efesien, orang-orangnya terbatas, human
resourcessnya terbatas. Kalau aplikasi aplikasinya lebih rendah tetapi bisa
masuk back door melalui Protocol Madrid, mereka tidak teralu repot dengan
pengurusan ini dari awal. Dulu mereka hanya menggantungkan kepada
aplikasi karena negara common well menggantungkan kepada British System
setelah harus mengurus dirinya sendiri memang mereka mengaku kesulitan
dengan penyiapan SDM nya.
Ibu Pimpinan dan Bapak Anggota DPR yang saya hormati.
Saya juga menghitung dari rasio penurunan aplikasi ini, apa iya bisa
dikompensasi dengan peningkatan litigasi, dua hal yang berbeda tetapi
seperti pengayem-ayem, oh iya aplikasi turun tapi nanti sengketa akan
banyak. dari mana muaranya, dari benturan-benturan yang lintas negara tadi,
tapi akan seberapa besar minat mereka untuk kemudian mngajukan legal
action di Indonesia karena merek nya benturan dengan merek kita, ini harus
di hitung dan bagaimanapun ini tetap tidak sebanding dengan aplikasi
internasional yang masuk melalui system tadi.
Dari sisi cost and benefits and…… saya melihat, ini rinciannya dari sisi
benefitnya akan benar go internasional, akan lebih mudah dan murah karena
prinsip five one tadi, kemudian kita akan menjadi good boy di forum
internasional karena kita memfasilitasi pelaku usaha internasional. Di mata
14
internasional kita akan mejadi negara yang baik karena kita taat asas dan
joint dengan komunitas Protocol Madrid ini dan juga mengurangi beban kerja
kantor merek dalam batas tertentu, tetapi dari sisi cost nya, memang benar
pekerjaan konsultan domestik akan turun sangat banyak, fee dan tax akan
menurun kemudian juga yang perlu kita pertimbangkan, sudah mulai
masuknya law fim – lawa firm asing di Indonesia yang mereka dengan mudah
akan menjadi agent bagi aplikasi-aplikasi, misalnya pengusaha-pengusaha
Jepang mereka akan mengajukan permintaan pendaftaran merek di sini,
mereka akan menggunakan law firm nya Jepang atau law firm nya yang
berafiliasi ke law firm Jepang. Law firm domestik akan diragukan oleh mereka,
saya tidak tau, ini saya kira wajar, ini faktor trust, apa iya demikian yang akan
berjalan, saya kira itu perlu kita cermat.
Kita juga perlu mengembangkan satu mekanisme pembatalan
merek-merek yang sudah terdaftar karena back door registration, saya
menggunakan istilah yang dipakai oleh rekan dari Kanada. Kita seperti di
todong melalui pintu belakang kita untuk mendaftar merek asing ketika
mereka masuknya melalui Kanada, Inggris atau Jerman, tiba-tiba kita harus
meng-creat, bagaimana kalu ternyata domestik MAK itu ternyata sama.
apakah kita dengan mudah serta merta akan mentorpedo pendaftaran
domestik yang dulu kita administrasikan semata-mata karena sudah masuk
merek asing yang originaly yang memang true ownernya memang dari
mereka.
Ini satu konsekwensi yang harus di jawab bagaimana kita bisa
meyakinkan bahwa it’s a good boy ternyata tidak hanya sekedar joint, tetapi
konsekwensi ikutan teknis administratif SDM dan sistemnya ternyata panjang
dan bagi masyarakat\, Mas Singgih mungkin jauh melampaui pemahaman
comment people yang aktif di bidang industri kreatif, konomi kreatif, karena
belaiu secara pendidikan di ITB. Kesadaran dan pemahamannya sudah
cukup tinggi, tetapi bagaimana dengan yang lain. Ini juga menuntut adanya
sosialisai yang intensif untuk Protocol Madrid bisa dipahami.
Saya tidak nrni mengatakan ini konklusi tetapi ini hanya asumsi saja,
yang terjadi adalah Protocol Madrid akan memfailitasi for rent trade mark
holder untuk menjadi lebih menguntungkan.
Ekonomi kreatif dan pelaku bisnis domestik tidak bisa mengoptimalkan
manfaat keanggotaan pada Protocol Madrid, apabila aspek pemahaman tidak
dibangun melalui sosialisasi yang intensif dan kedua, tidak diberi pemahaman
rasio-rasio bisnis seperti tadi yang sudah sy haturkan ketika para negosiator
dari ABAK dari Kadin, ketika mereka harus berlelah-lelah di forum negosiasi
di Asean mereka sebenarnya sudah merasa, maaf, bahasa luasnya ogah
karena mereka merasa Asean bukan pasar mereka, jadi untuk apa ikut-ikutan
negosiator delegasi Indonesia untuk ikut memperjuangkan karena tidak ada
sesuatu yang ingin mereka perjuangkan. Untuk mengurus pasar omestik saja
investasinya masih kurang, mereka belum bisa memenuhi untuk hal yang
sifatnya umum tetapi untuk prouk-produk yang sifatnya spesifik saya kira
15
pendekatannya akan beda. Pertanyaan would be as a good boy kalau kita join
Protocol Madrid, menurut saya ini masih menjadi pertanyaan dan detailiring
jawaban masalah ini, saya termasuk yang pesimis, saya cenderung untuk
mendorong mengoptimalkan existing system. Sistem yang ada sekarang saja
di optimalkan kalau mau menjadi good boy. Kenapa? Karena sistem
administrasi pendaftaran merek masih merupakan wajah buruk kita di mata
internasional yang sampai saat ini belum bisa kita perbaiki secara optimal.
Bagaimana kita bisa mengefektifkan penegakan hukum, saya kira saya tidak
mengarah semata-mata kepada Dirjen HKI atau Dirjen KI tetapi potret ini
merupakan potret besar penegakan hukum kita, salah satunya menyangkut
mengenai merek, diluar irtu ada hak cipta danlain-lain saya kira ini komulatif,
tetapi yang pasti penegakan hukum kita masih belum bisa kita andalkan. Ini
persoalan kemarin terkait dengan stelsel pidana akan seperti apa ini saya
kira, mungkin akan muncul suatu breakthrogh di sini pemikiran-pemikiran
yang out of the box yang tidak sekedar berfikir oh negara lain punya stelsel,
delik aduan dan ini karena private right dan sebagainya itu gagasan-gagasan
yang secara akademik benar tetapi secara realitas itu harus di gugat.
Ibu Pimpian Pansus yang saya hormati.
Ibu dan Bapak Anggota DPR.
Saya ingin mengakhiri dengan 4 isu lain. Selama ini kita punya
masalah terkait dengan bagaimana kita membuktikan bahwa aplicant, orang
yang mendaftarkan merek itu memang punya itikad baik, Undang-undang
yang sekarang tidak mengatur adanya declaration of owner shape hal ini
hanya diatur di dalam PP mengenai tata cara pendaftaran merek, kalau tidak
salah Pasal 2. Diturunkan derajatnya, padahal secara konseptual ketika saya
dulu ditugasi ikut merancang gagasan bagaimana mengefktifkan sistem
hukum merek kita. Declaration of owner shapes merupakan salah satu
persyaratan yang bisa menjadi dasar bagi pembatalan merek apabila
pernyataan tadi tidak benar. Saya mohon izin untuk sedkit bicara teknis,
Declaration of owner shapes adalah surat pernyataan dari orang yang
mengajukan permintaan pendaftaran merek yang menyatakan bahwa dirinya
adalah pemilik merek tadi. Di Vietnam sekalipun bahkan Declaration of owner
shapes dituangkan dalam satu format yang standar, tetapi di tempat kita tidak
muncul di dalam Undang-undang tetapi hanya muncul di dalam PP. di dalam
Rancangan Undang-undang yang baru sudah ada tetapi apakah, Declaration
of owner shapes dipahami sebagai satu evidence untuk menyatakan niat
baiknya. Saya mengambil simulasi misalnya saya mengajukan pendaftaran
merek Pierre Cardin, karena di syaratkan harus ada Declaration of owner
shapes saya buat pernyataan bahwa Pierre Cardin adalah merek saya, tiba-
tiba ketika saya proses semuanya ini dan sudah saya daftarkan dan
dapatkan, belakangan Mister Pierre Cardin datang ke Indonesia sampai
ketemu ke Ibu Tien Soeharto pada waktu itu untuk mempertanyakan apa iya
ada orang Indonesia bernama Pierre Cardin, tidak ada, tapi kenapa kok ini di
16
daftar atas nama orang Indonesia dan ada Declaration of owner shapes
bahwa ini milik orang Indonesia.
Ibu Pimpinan, Bapak Ibu Anggota DPR yang saya hormati.
Seharusnya requirement Declaration of owner shapes di beri bobot
yang lebih substansial tidak sekedar persyaratan administratif bahwa iya ini
adalah milik saya, tetapi kejujuran dan kebenaran yang di buat itu akan
menjadi pancingan if someday ada true ownernya, pemilik yang
sesungguhnya bukan Henry tapi Pierre Cardin datang menyatakan itu milik
saya, maka dengan serta merta kantor merek punya bukti bahwa si aplikan
Henry ini sudah membuat keterangan palsu, membuat pernyataan palsu.
Kalau pernyataan saya palsu maka persyaratan yang harus saya penuhi
berarti tidak terpenuhi. Dengan demikian kantor merek punya posisi dengan
mudah untuk melakukan pembatalan exofficio. Sekarang ini yang terjadi
sudah ada Declaration of owner shapes tapi harus fight ke pengadilan karena
pengadilan sama sekali tidak mau melihat dalam konteks, hey si aplikan ini
sudah berniat tidak baik dan niat tidak baik itu fatal bagi sistem hukum merek
karena sistem ini di bangun dari konsep itikad baik. Ketika ini di sikapi dengan
pernyataan yang niatnya tidak baik, seharusnya …… system, harus ada
instrumen pembatalan yang bisa menyelesaikan permasalahan itu, apakah
ada orang yang mengajukan keberatan setelah pasca pendaftaran, mohon
maaf maksud saya, tetapi pada saat secara system pada saat proses
memang di buka ada moment waktu untuk oposisi. Ketika oposisi ini dibuka
ada yang keberatana maka akan dipertimbangkan dan seterusnya.
Ibu Pimpinan yang saya hormati, Bapak Ibu Anggota DPR.
Itu gagasan provokatif yang saya ingatkan kembali kepada teman-
teman di dl pengadministrasian system ini jangan hanya mengartikan
Declaration of owner shapes sekedar persyaratan administratif saja.
kemudian dari sisi perpanjangan pendaftaran merek. Ini juga punya rasio legis
yang sama kalau memang perpanjangan pendaftaran merek itu menjadi hak
aplicant, apa iya kantor merek tidak punya kewenangan untuk melakukan
review terhadap proses pemeriksaan yang dahulu di lakukan. Ketika tahun
2000 merek ini di daftar dan oke di terima register, karena persyaratan-
persyaratan terpenuhi. Dalam perjalanannya ternyata ini jadi ramai karena
muncul ada orang yang mengaku sebagai pemilik dan punya bukti-bukti yang
lebih kuat daripada si pemilik ini. Apa kantor merek menutup mata th gegeran
seperti itu dan kemudian pada saat yang bersangkutan datang tiba-tiba minta
diperpanjang, lalu kantor merek dengan serta merta memperpanjang.
Bagaimana dengan keributan di luar itu, apa memang solusinya harus
selalu settlement by cord, apa tidak ada satu kewenangan untuk
menyelesaikan problema-problema seperti yang dahulu di alami oleh Pierre
Cardin sampai menghadap ke Pak Ismail Saleh, Menteri Kehakiman pada
waktu itu menhadap ke Ibu tien Soeharto untuk minta bantuan penyelesaian,
tetapi by law memang tidak mungkin.
17
Apa tidak ada satu solusi cerdas, say memang pernah menguji
gagasan ini dan di kritik oleh senior saya Pak Bambang Kesowo “Hen, do you
really trust to the people those administrate the system?” dengan kata lain
beliau ingin mengingatkan saya secara gagasan oke, tetapi kalau ini di
operasikan oleh orang-orang yang tidak punya tanggung jawab saya kira
akan punya peluang abuse of power, dengan mudah saya bisa ngomporin
temen-temen untuk bikin geger. Kalau sudah geger kemudian saya punya
dasar untuk request kepada kantor merek, ini masalah, karena kalau saya
berperkara di pengadilan, biaya tinggi, bayar pengacara, waktunya lama dan
sebagainya. Secara gagasan baik tetapi harus dijalankan dengan hati-hati
dan saya tidak bisa menjawab ketika dipertanyakan apakah kamu percaya
dengan teman-teman kamu yang akan menjalankan sistem ini.
Ibu pimpinan Pansus, dua hal terakhir menyangkut mengenai merek
terkenal. Saya ingin sharing dan ini benar-benar sharing saya. Ketika dahulu
saya terlibat dalam penyusunan Undang-undang Merek yang sekarang
berlaku tahun 2001, kita sangat sensitif san hati-hati dengan nomenklatur
merek terkenal ini. Pada saat itu di forum internasional sudah ada
perundingan untuk expert meeting untuk menentukan apa sih yang dimasud
dengan well known mark, kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan
padanan katanya yaitu merek terkenal. Well known mark sampai saat ini tidak
berhasil mndapatkan definisi hukum yang bisa di pegang, karena kami
menyadari bahwa well known mark bisa memperulit posisi kita ketika kita
mengadministrasi kan sistem ini, maka kita keluar dari persoalan teknis
bahasa, kita hanya menggunakan bahasa yang cair. Kalau Ibu Bapak
sekalian memeriksa Undang-undang Merek yang sekarang ini berlaku, kita
menyebutnya merek yang sudah terkenal. Dengan kata merek yang sudah
terkenal cair seperti itu maka kita terhidar dari kewajiban memberikan definisi
pada Pasal 1, apa yang dimaksud dengan merek terkenal. Tetapi di dalam
pasal yang sekarang dalam Rancangan Undang-undang ini kita berani
menggunakan nomenklatur merek terkenal tapi saya cek di Pasal 1 nya tidak
ada definisi. Jadi kita menaruh bom di pasar kita, ketika nanti ada orang yang
mengclaim merek saya adalah merek terkenal, kemudian pihak yang
menggunakan akan mengatakan tidak, bukan merek terkenal, maka tidak ada
satu hakimpun yang mmpunyai guidence.
Ini berat menurut saya, apalagi kita masih akan mengulangi janji kita,
sudah kita set, baik berfikirnya membuka ruang untuk kita gegeran tentang
definisi merek terkenal, kita masih membuat janji lagi, saya lupa di psal
berapa yang mengatakan bahwa perlindungan terhadap merek terkenal juga
berlaku terhadap barang yang tidak sejenis yang akan diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah.
Undang-undang merek tahun 2001 sudah mengatakan seperti itu, tapi
sekarang 2015, Peraturan Pemerintah mengenai itu belum ada, 14 tahun dan
ini akan kita perpanjang, janji kita ini akan kita perpanjang. Saya juga punya
jiwa tetap yang tidak hilang pada diri saya adalah sebagai law maker, sebagai
18
tenaga penyusun perundang-undangan. Saya merasakan bukan hla yang
mudah tapi di sini di letakan lagi pasal yang seperti itu. sementara di
Mahkamah Agung, saya mendorong Bapak Ibu sekalian untuk juga
mengundang dari Mahkamah Agung untuk memberikan update
perkembangan legitasi kita.
Sekarang sudah ada kevenderungan Hakim Agung yang menolak
memberikan perlindungan dengan status merek terkenal bagi produk yang
tidak sejenis karena Peraturan Pemerintah mengenai itu belum ada, dianggap
sebagai bolong, karena tidak ada. Bagaimana kita bisa keluar dari persoalan
ini, saya kira kita harus mereview kembali pasal-pasal yang berjaring seperti
itu yang masih mendelegasikan lebih lanjut tapi kita tau itu bukan hal yang
mudah. Kalau memang decision kita mau mengatakan perlindungan bagi
merek terkenal berlaku bagi merek yang sejenis maupun yang tidak sejenis,
geber saja, karena untuk kepentingan yang lebih jelas dan tinggal di beri
acuan, oh yang dimaksud dengan merek terkenal adalah ini, diberi rasio legis,
mengapa lintas jenis , lintas kelas, karena ini menyangkut reputasi. Reputasi
itu tidak ada batasan, kalau Magno misalnya sudah mempunyai status
sebagai merek yang terkenal, maka punya reputasi dan reputasi inii
merupakan asset bagi perusahaan yang di milikinya.
Ibu Pimpinan saya mohon izin sekali lagi yang terakhir ini menyangkut
tim ahli indikasi geografis. Saya tidak tau sejarahnya tetapi ketika di awal-awal
dulu ada gagasan merevisi Undang-undang Merek sampai diskusi di
Bandung, saya masih terlibat, tidak ada ini. Sekarang saya melihat
Rancangan Undang-undang Merek ini ada 10 pasal yang bicara mengenai
indikasi geografis. Kalau memang indikasi geografis menjadi substansi yang
besar, judul Undang-undang ini adalh Undang-undang Merek dan Indikasi
Geografis , sebab secara karakter sebetulnya indikasi geografis itu bukan
merek, itu berbeda, ketika ini di sisipkan dulu, karena kita hanya ingin fesien
saja. dulu Undang-undang merek kita gendong norma mengenai indikasi
geografis hanya beberapa pasal tapi sekarang sudah di elaborasi dalam
eksploratif, bahkan sampai pembatalan gugatan dan sebagainya. Tapi
judulnya Undang-undang Merek, orang asing nanti kalau mau tanya, saya
mau cari perlindungan indikasi geografis, oh adanya di merek. Secara
konseptual, itu saya kira kliru.
Sekarang ada satu lagi, di desain adanya tim ahli indikasi geografis,
memang ada Pak Surip di Banyuwangi, ada Made Ada di Bali yang
mengetahui mengenai kopi Kintamani. Indikasi geografis kita selain
tembakau, kebanyakan kopi, ada madu dari Sumbawa, tetapi pertanyaannya,
apa urgensinya kita harus membentuk tim ahli indikasi geografis. Aplikasinya
coba dilihat berapa banyak dan seberapa sulit untuk membuat penilaian
terhadap ……… dari indikasi geografis, memang ada, kenapa tidak dilokalisir
pada ahli-ahli yang ada di situ dan sifatnya ad hoc. Kalau dibentuk seperti ini,
kritik saya, ini pasti pemborosan, ini birikratis, lalu pertanyaannya siapa?
19
Karena saya kenal Pak Wihadi lalu saya dimasukan jadi anggota itu, mohon
maaf bukan KKN tetapi pola kita masih sering kali seperti itu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Baik, Terima kasih Pak Hendri yg sangat komprehensif sekali
masukannya. Merupakan sebuah pencerahan bagi kami di sini untuk
kemudian lebih bisa mempersiapkan nanti di Panja barang kali bagaimana isi-
isi dari klausul-klausul pasal-pasal di Rancangan Undang-undang Merek yang
Insya Allah bisa mendekati kesempurnaan.
Barangkali ada tanggapan dari rekan-rekan, tapi sebelumnya in kan
Insya Allah 5 menit lagi dari waktu yang kita janjikan yaitu 15.30, kita
perpanjang sampai pukul 16.00? barangkali nanti bagi Anggota yang ingin
menyampaikan kalau memang sekiranya pernyataan atau pertanyaannya
sama bisa di titipkan barang kali kepada rekan yang lain.
Untuk yang pertama silakan Pak Biem.
F GERINDRA (H. BIEM TRIANI BENJAMIN, B.Sc.,MM) :
Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh.
Ini sangat menarik sekali apa yang di paparkan Pak DR. Hendri. Satu
aja dan ini sangat kruisial, pertanyaannya apakah menurut Bapak itu di
Protocol Madrid itu kita join atau tidak?
Kalau tidak kapan waktunya kita kaan join di Protocol Madrid itu, karena
memang yang namanya dunia sudah mengglobal, sudah menjadi satu dan
sudah pasti kita tidak bisa sendiri, maksudnya ada komitmen secara global
yang harus kita ikuti.
Jadi yang ingin saya tau, usulan Bapak itu terhadap Protocol madrid itu
seperti apa, apakah sistem yang sudah ada saja dan mengabaikan Protocol
Madrid atau kira-kira kapan kita bisa join dengan Protocol Madrid itu?
Saya rasa itu saja Pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Barangkali ada yang lain?
FPG (Dra. WENNY HARYANTO, SH) :
Yang Terhormat Pimpinan beserta rekan-rekan.
Yang Terhormat Bapak Hendri dan Bapak Singgih.
20
Baik Pak Hendri tadi Bapak menjelaskan mengenai masih adanya citra
buruk internasional terhadap Indonesia, sekarang bagaimana Pansus Merek
ini bisa menghilangkan citra buruk internasional terhadap Indonesia terkait
pendaftaran merek yang akan kita buat itu supaya tertib apabial kita belum
meratifikasi Protocol Madrid.
Itu saja Pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Dari Anggota yang lain barangkali?
FPG (DR. SAIFUL BAHRI BURAY, SH.,M.Si) :
Terima kasih Ketua.
Yang Terhormat Pak Hendri dan Pak Singgih.
Saya ingin bertanya Pak Hendri, selain Protocol Madrid kita tau ada
ketentuan WIPO (World Intelectual Property Organization) yang bermarkas di
Genewa, apa perlu Undang-undang Merek kita ini juga mereferensi ke sana.
Kalau Protocol Madrid memang ada pembicaraan dari Universitas Indonesia
dan Padjadjaran memang jangan terlalu cepat-cepat karena infrastruktur
industri kreatif kita belum pada siap.
Mereka membandingkan dengan China, China itu menolak Protocol
Madrid tapi perang dagang global sekarang, Amerika pun sekarang megap-
megap di mata China. Saya ingat dimana Hillary Clinton pada kabinet
sebelumnya itu meminta-minta datang ke China untuk segera China
berinvestasi di Amerika. Kita bisa lihat sekarang mata uang China sedang
menguasai dunia.
Apakah Undang-undang kita ini harus merujuk pula kepada ketentuan-
ketentuan WIPO yang bermarkas di Genewa?
Itu saja Pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Pak Wih barang kali?
F GERINDRA (WIHADI WIYANTO, SH) :
Terima kasih Pimpinan.
Saya sebenarnya tidak mau mengomentari senior saya, guru saya Pak
Hendri, tapi ini karena untuk kepentingan negara, jadi saya hanya ingin
menegaskan kembali. Apakah dengan draft Rancangan Undang-undang yang
sekarang ini layak untuk diteruskan atau apakah perlu ada revisi ulang.
21
Melihat begitu banyaknya permasalahan-permasalahan yang sebenarnya
sangat krusial dan in adalah ke depannya justru akan menjebak kita ke dalam
sistem yang tidak melindungi tetapi yang merugikan negara kita ini.
Nah ini yang perlu kami tau sehingga sikap kami pun dengan kajian-
kajian akademis bukan karena kajian emosional tapi kajian kademis dan juga
ooportunity ke depan itu bisa membuat kiat berfikir bahwa sepertinya perlu
ada satu kajian ulang terhadap Undang-undang ini dan juga adanya suatu
audit terhadap kinerja dari pada Direktorat HKI karena melihat pada saat itu
seperti yang Pak Hendri sampaikan, qda 14 tahun PP belum ada dan itu
menimbulkan polemik hukum saat ini dan itu mungkin saya kaitkan dengan
kasus IKEA yang barusan terjadi di mana pada PK kasus tersebut dari
Mahkamah Agung memenangkan IKEA yang dipunyai oleh pabrik lokal di
Surabaya.
Ini perlu kiranya apakah memang sampai sejauh itu kita harus masuk
ke dalam Pansus Merek ini.
Saya kira itu aja.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Baik, barangkali Pak Putu ada yang ingin disampaikan juga?
Nanti Pak Fauzan sekalian mungkin.
Silakan Pak.
FPD (I PUTU SUDIARTANA) :
Terima kasih Pimpinan.
Saya hanya ke Pak Singgih, karena Bapak ini seperti artis, kalau artis
itu no care, tapi bagus itu Pak untuk di luar negeri tapi kita ini di rumah rakyat
Pak. tadi disampaikan pemaparan dengan sangat bagus tapi kami belum
ngerti Pak karena art work itu kan susah di nilai Pak, artis artinya artistik
menurut Bapak itu good bagi orang asing tapi kita kan belum mengerti.
Saya berterima kasih atas masukan ini, karena produk Bapak itukan
naturan apalagi Bapak dengan penampilan yang asli Bapak, kalau pelukis di
Bali itu pakai celana pendek dan baju tidak pakai Pak, salah satunya mungkin
karena pengaruh seperti itu Pak. ini kan gaya-gaya srtistik, seniman, saya
juga terkejut sekali melihat Bapak ini.
Ada positifnya Pak yang saya dapat karena terkait dengan Dapil kami,
apa yang Bapak lakukan itu gampang sekali di duplikasikan Pak karena
teknologi sekarang itu sudah jauh apa yang kita rasakan 25 tahun yang lalu.
Saya hanya menyampaikan Bapak itu menyentuh hati kami dari Dapil Bali.
Terima kasih
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
22
Baik, Terima kasih Pak Putu.
Pak Fauzan silakan.
F PPP (H. ACHMAD FAUZAN HARUN, SH.,M.Kom.I) :
Terima kasih.
Saya sama dengan Pak Putu, melihat Pak Singgih ini menarik Pak,
produk Bapak itu apa Pak?
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Radio kayu.
F PPP (H. ACHMAD FAUZAN HARUN, SH.,M.Kom.I) :
Soalnya saya dengar magnum, jadi agak sama dengan produk
makanan itu.
Pak Hendri tadi, banyak sekali penjelasan-penjelasan yang kita terima,
namun secara keseluruhan kesimpulannya itu pesimis. Artinya kita harus
berhati-hati terhadap Rancangan Undang-undang yang akan kita golkan ini,
oleh karena itu dari Tim Rancangan Undang-undang ini memang harus
melakukan pertimbangan yang lebih jauh, apakah dengan audit dan lebih
memperdalam lagi.
Kira-kira dari pengamatan Bapak solusi yang terbaik untuk Indonesia in
iyg citra Indonesia kurang baik itu sebab apa yang terus-menerus di lakukan,
sampai 14 tahun yang mestinya sudah terbit oleh Pemerintah tidak
diterbitkan. Ini apa yang terkandung di dalam ini, kita tidak mengerti rahasia
yang di dalam nya itu.
Barangkali itu dulu Bu.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (Hj. DESY RATNASARI, M.Si.,M.Psi) :
Baik, Terima kasih.
Nanti barangkali bisa ditanggapi oleh DR. Hendri ataupun Baak
Singgih secara bergantian. Yang terpenting barangkali apa yang kita inginkan
hadir di sisni dari Anggota Pansustentunya Undang-undang ini ketika sudah
menjadi Undang-undang bisa melindungi pelaku usaha lokal khususnya
adalah ekonomi menengah ke bawah itu yang sangat di inginkan sekali,
sehingga tadi Pak Wih meyatakan kalau memang tidak usah ya tidak usah
jadi, balikin lagi aja, barangkali kasarnya seperti itu. Tapi kalau memang ini
sekiranya sambil berjalan kita bisa menyempurnakan apa pun kekurangan
23
yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini kali ini adalah merupakan
inisitaif Pemerintah itu bisa dilakukan sambil berjalan, itu akan lebih baik
barangkali Pak ya, karena keputusan yang terlalu ekstrim saya rasa juga itu
kurang bijaksana. Akan lebih baik jika itu bisa disempurnakan sambil berjalan,
kenapa tidak?
Dan tentunya kehadiran Bapak-Bapak di sini untuk menyempurnakan
apa yang menjadi keinginan dari Pemerintah untuk kemudian mengganti
Undang-undang Merek yang sudah ada.
Sebelum Bapak dan Pak Singgih ataupun Pak DR. Hendri
menyampaikan saran, saya mohon izin untuk meninggalkan rapat ini dan
akan dilanjutkan oleh Pak Refrizal.
Mohon maaf ekali Bapak, saya ucapkan Terima kasih sekali sudah
bisa memberikan pandangannya dan Insya Allah di kemudian hari pada saat
penyempurnaan Rancangan Undang-undang kita bisa terus komunikasi.
Terima kasih
Silakan Pak Refrizal.
KETUA RAPAT (H. REFRIZAL) :
Silakan lanjut, terserah mau duluan Pak Singgih apa Pak Hendri?
NARASUMBER (SINGGIH S. KARTONO) :
Terima kasih.
Saya sebenarnya malah belajar dari Pak Hendry, karena saya praktisi
di industri kreatif tapi saya tidak mendalami di pasal-pasal tentang merek,
saya pernah mendaftar, saya punya pegalaman dan kebetulan saya bisa
membangun brand untuk yang internasional.
Jika saya boleh mengomentari dai uraian berdasarkan yang
disampaikan oleh Pak Hendry tadi, memang saya lihat jika kita melihatnya
secara lebih utuh, Undang-undang yang baru yang diajukan ini
membutuhkan suatu kesiapan yang sangat baik di level birokrasi yang akan
melaksanakan nanti. Pengalaman saya dengan mendaftar tahun 2006 dan
baru selesai sekitar 5 tahun, itu juga membuktikan bahwa untuk pendaftaran
merek yang sederhana itu juga membutuhkan waktu yang sangat lama.
Yang kedua adalah tentang Protocol Madrid, jadi memang perlu kajian
dari yang ahli danperlu pertimbangan yang sangat mendalam apakah itu akan
diratifikasi atau tidak. Komentar saya pada saat memberikan pandangan yang
pertama adalah karena saya melihat dari sisi praktis ketika saya mengaplikasi
di satu tempat, di satu negara kemudian dia otomatis teraplikasi di negara
yang melakukan ratifikasi. Ternyata setelah di dalami lebih jauh, itu
mengisyaratkan suatu kondisi-kondisi kesiapan di perangkat atau pelaksana
di Indonesia dan juga harus dipertimbangkan dampak positif dan negatifnya
24
terhadap pelaku industri yang sebenarnya ingin berharap diuntungkan dari
Protocol Madrid tersebut.
Jadi saya kira kalau dari sisi saya, saya melihat lebih menarik lagi
ketika tadi juga dibahas tentang penamaan dari Rancangan Undang-undang
Merek ini. Saya setuju dan saya merasakan pada saat membaca naskah ini
kok ada 2 esensi yang berbeda antara merek dan indikasi geografis. Saya
orang yang tidak mendalami di hukum tentu saya tidak mempunyai ke pekaan
seperti Pak Hendri, tapi saya punya perasaan situ. Jadi apa yang
disampaikan Pak Hendri tadi menurut saya adalah suatu yang masuk akal
untuk dimungkinkan untuk memperbaiki judul Rancangan Undang-undang itu
sendiri, karena say melihat ini ada 2 esensi yang berbeda.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan, saya mengkoreksi kembali
tentang masalah bahwa saya mendukung ratifikasi Protocol Madrid tapi
setelah saya mndengar penjelasan yang lebih dalam, ini harus
dipertimbangkan kembali lebi dalam dan saya berharap bahwa nanti
Rancangan Undang-undang yang nanti kaan terbentuk itu betul-betul sesuai
dengan kondisi sekarang dan secara bertahap itu juga kan membangun,
bersinergi dengan kondisi riil di dalam industri atau bisnis yang akan di
bangun di lokal maupun internasional.
Saya kira demikian.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (H. REFRIZAL) :
Lanjut Pak DR. Hendri, silakan.
NARASUMBER (DR. HENDRI) :
Terima kasih Bapak Pimpinan Pansus.
Jika di izinkan saya mulai dari Pak Achmad Fauzan terlebih dahulu,
terkait dengan sistem administrasi kita, saya kira saya tidak terlalu optimis
kalau harus diberi opsi joint, kecuali saya bisa diyakinkan kalau kita siap.
Elemen kesiapan itu bukan hanya administrasi di kantor merek dengan segala
sistem dan orang-orangnya, tetapi masyarakat kita juga yang akan kita
entertaint dengan sistem yang baru ini, apa iya pelaku usaha kita memang
benar-benar membutuhkan itu dan mengerti tentang manfaat dari Protocol
Madrid ini. Sederhananya Pak, kalau misalnya sekedar menunjuk negara
mana saya mau jualan, iya saya bisa menunjuk dengan bayangan Inggris,
Amerika, Perancis, Itali dan Jepang itu adalah pasar-pasar besar, tetapi
pakah iya itu pasar saya? Itu kan tahap asessment ekonomi, yang saya tidak
yakin jika teman-teman pelaku usaha ini tidak di beri informasi yang memadai,
tadi Pak Putu juga menyinggung tentang karya Pak Singgih, apa ya kira-kira
dan dimana, saya melihat ini produk budaya bukan produk masif yang seperti
25
barang elektronik, hand phone dan sebagainya. Nilai jualnya terletak pada
nilai budaya juga.
Nah bagaimana dalam pengamatan Pak putu tadi, apakah Amerika
memahami ini sebagai suatu komoditas yang kemudian sellable di sana. Kira-
kira saya termasuk yang pesimis kalau ini bisa memberi jawaban terhadap the
real interest pelaku industri kreatif kita. Lebih baik di bimbing, diberi arahan, di
dorong dalam satu komunitas bersama baru kemudian secara bersama-
sama, secara kolektif bergerak bersama, tetapi bukan sistemnya yang kita
sendiri masih bingung yang kita siapkan.
Pak Benjamin yang saya hormati, joint atau tidak, menurut saya tidak,
lalu kapan? Ini sangat kondisional sifatnya. Saya melihat Pemerintah keliru
melihat pasar, seakan-akan kita hanya terkesima dengan pasar global
dengan magnitude dengan daya serapnya yang sangat besar, tetapi apa iya
produk-produk kita in punya daya serap seperti yang ditawarkan oleh pasar
global. Batik saja kita sekarang ini sudah di hantam oleh produk tekstilnya
China yang seperti itu. yang produk legendaris kita, kita mau membanggakan
motof-motif kita, dengan mudah mereka sudah membuat desain-desain
serupa dengan yang sama. bahkan kita pun sulit untuk membedakan ini batik
atau tekstil.
Bahwa ini suatu pengalaman yang traumataik saya kira, ketika masuk
ke pasar global, rival kita akan serta merta muncul dan akan menghadirkan
suatu biaya produksi yang lebih efesien, lebih murah, dan sebagainya.
Memasuki pasar global harus ada kalkulasi yang benar-benar cerdas,
bagaimana proteksinya, bukan hanya proteksi merek tetapi juga proteksi-
poteksi yang lain, yang saya kira teman-teman pelaku bisnis yang lebih
mengerti hal seperti itu.
Lalu bagaimana solusinya?
Dulu kita pernah mengadopsi PCT (Pattern Co-operataion Threaty)
ada instrumen-instrumen, Prof. Hikmanto memperkenalkan yang istilahnya
transplantasi, konsep hukum di sana kita transplan di sini, kita bisa adopsi atu
kita adaptasi. Sistem hukum internasional bisa kita nasionalkan dengan
berbagai cara tadi. Pilihannya bagaimana kalau Protocol Madrid ini? Secara
hirarki sebenarnya protocol ini hanya masalah administrasi. Jadi tidak ada
substansinya kalau agreement ada substansinya, tapi kalau hanya protocol
seperti Protocol Kyoto, itu hanya masalah administrasi murni Pak. Jadi kalau
harus kemudian di adopsi di sini dengan diberi wadah Undang-undang , saya
mohon maaf, kasian lembaganya. Lembag yang mmbuat Undang-undang itu
Pemerintah dan DPR, kalau hanya masalah teknis administrasi seperti itu, lha
wong Paris Convention saja kita ratifikasi dengan Perpres kok.
Materi muatannya ini lho Pak, kok di bawa ke DPR di beri wadah
Undang-undang . kalau sekedar mau joint, di ratifikasi dengan Perpres dan
soal teknisnya nanti diatur dengan apakah Peraturan Menteri atau apa, itu
urusan sanalah, tetapi jangan bawa DPR yang sesuatu sebetulnya, mohon
26
maaf agak remeh temeh. Kenapa harus di tampung di sini, apakah kita tidak
bisa menggunakan instrumen ratifikasi melalui Perpres.
Kedua, saya ingin mengkaitkan dengan apa yang tadi disampaikan
oleh Pak Wih, saya sebenarnya ikut berdosa 14 tahun tidak ada PP itu,
karena lahirnya Undang-undang itu y ada di situ Pak. saya 30 tahun saya di
Sekertariat Negara, 16 tahun saya sebagai tenaga perancang Undang-
undang.
Undang-undang Merek in saya terlibat. Saya tau bahwa ini blunder,
dulu kita hanya sekedar ecape close karena tidak bisa kita nunggu saja, nanti
kalau forum internasional berhasil ….. dengan apa definisi merek terkenal?
Kita pakai itu. Tetapi mereka tidak berhasil sampai sekarang, nah kita bawa
ke sana, karena tidak berhasil berhentilah sampai dengan janji. Saya tau
teman-teman di Pemerintah, saya juga masih PNS meskipun sekarang saya
ful di Perguruan Tinggi sebagai pejabat fungsional. Di Pemerintah memang
tidak mudah untuk bisa membuat PP ini karena mau gima apakah 12 kriteria
merek terkenal itu yang akan kita translasikan ke dalam Bahasa Indonesia
untuk kita pakai sebagai muatan PP. Berbahaya juga, karena itu nanti
internasional akan menggugat kita menggunakan itu sebagai pedoman,
sementara kita tidak siap.
Jika terkait dengan point Pak Wihadi, apakah kemudian kita harus set,
kita tolak saja, kembalikan kepada Pemerintah. Saya juga takut berdosa kalau
menyarankan seperti itu, whatever the quality. Ini sudah diantarkan ke DPR
melalui Perpres, melalui surat Presiden. Dulu dalam Inpres 1570, sifatnya
Ampres, sekarang ini diantarkan oleh Presiden ke DPR. Jadi kemudian kalau
kita kembalikan rasanya secara etika kelembagaan, munkin jg atdk baik.
Saya sampai pada satu usia, ini karena Pak wihadi masih muda,
mungkin masih punya energi yang berkobar-kobar untuk itu. Saya tidak
mengatakan kalau saya lebih bijak dari Pak Wih, tapi rasanya saya ingin
mengajak, tadi karena saya disebut seniornya, saya ingin lebih mengajak
yunior saya untuk kita lebih coba kita petakan satu persatu permasalahannya
dan dalam tugas yang mulia ini kita bisa menyelesaikan dengan sebaik-
baiknya untuk kepntingan rakyat.
Audit saya kira perlu untuk bisa meyakinkan kita kalau memang iya,
with or without aturan mengenai Protocol Madrid apakah nanti di ratifikasi
dengan Perpres yang penting kita punya satu bukti bahwa kita itu sudah siap.
Tingkat kesiapan di ukur dari potret kinerja yang kemarin, karena kalau
kemarin masih pontang-panting harus menghandel beban pekerjaan yang
baru lagi yang relatif juga punya masalah yang besar, jangan-jangan nanti
200 ribu deadlock nya. In makintdk karu-karuan saya kira, audit saya kira
harus menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk kita bisa mendapatkan
bahan pertimbangan pemikiran yang lebih tepat.
Mohon izin Pak Syaiful, Bapak benar, ada beberapa komitmen kita
dalam kerangka WTO dan keanggotaan kita di PBB, kita juga harus complied
dengan seluruh 21 atau 23 peraturan perjanjian internasional yang dijanjikan
27
oleh WIPO, kita memang harus melihat salah satu yang relevan dengan
substansi Rancangan Undang-undang ini adalah Trade Mark Law Threaty,
tetapi stelah saya dalami substansinya sebetulnya itu sudah teradopsi di
dalam. Yang berbeda memang menyangkut mengenai Protocol Madrid ini.
Ibu Wenny, saya tidak bisa menghaturkan satu terapi yang permanen
atau yang benar-benar bisa menjawab, tetapi dalam pemahaman saya
sebetulnya sistem hukum merek kita itu sudah embangun satu filter dari hulu
ke hilir. Di hulu itu sudah di cegah dengan Pasal 56 Undang-undang Merek
kita yang ada jangan sampai ada persamaan pada pokoknya atau
keseluruhannya, kemudian jangan sampai ada persamaan dengan merek
yang sudah terkenal, itu di sini sudah di cegah, filter pertama.
Filter kedua apabila ternyata kantor merek lolos tetap memberikan
pendaftaran, misalnya seperti Baby Dior, saya sampai tidak habis mengerti
Baby Dior, kata Dior yang sudah sangat iconic seperti itu bisa di daftar atas
nama orang Indonesia dengan di kombinasi kata depan Baby. Ketika ini
masuk di pengadilan, sampai dipertanyakan “what the reason behind it?” ada
penguraian dari pemilik merknya, Baby Dior itu singkatan, Baby-nya saya lupa
sedangkan Dior-nya iru singkatan dari Dia Itu Orang Ramah.
Saya bisa pelesetkan, kalau gitu saya punya anak saya beri nama
Lestari Vitri nanti saya bisa bikin logo LV, bisa kemana-mana. Nah hal seperti
ini yang, kalau filter di depan sudah bobol sebetulnya da 2 instrumen koreksi
yang kita sebut dengan gugatan pembatalan dan gugatan penghapusan.
Pembatalan apabila sudah register tetapi ada masalah terkait dengan
persyaratan-persyaratan, maka pihak yang berkeberatan bisa mengajukan
gugatan pembatalan. Lalu yang kedua, kalau itu ternyata tidak di gunakan,
ada gugatan penghapusan, itu di tengah-tengah, di akhir ini yang tadi saya
haturkan, mustinya terhadap merek-merek yang punya masalah seperti itu, di
depan dicegah, ditangkal tidak berhasil, lolos di sini di gugat pembatalannya.
Mohon izin yang namanya Baby dior itu putusan Pengadilan membolehkan,
jadi itu dimiliki oleh orang Indonesia dengan segala kontroversinya. Ini
mestinya bisa dicegah di hilirnya, ketika dia mengajukan permintaan
perpanjangan, seharusnya bisa. Da satu instrumen koreksi yang dilekatkan
kepada kantor merek untuk bisa membereskan yang itu. yang ini yang bolong,
di hulu sampai di tengah-tengah ada mekanism koreksi tapi diterakhirnya
tidak ada, diserahkan ke Pengadilan untuk silakan nanti gugat pembatalannya
di Pengadilan. Ternyata salah satu kasusnya kemudian yang IKEA kemarin di
Surabaya, juga menggelikan putusannya.
Ibu Wenny, kalau boleh saya menyimpulkan, dari hulu sampai hilir
harus kita petakan lagi, kita beri instrumen-instrumen mulai dari administrasi
sampai dengan koreksinya, kemudian yang harus kita ingatkan adalah
operatornya. Sebagai sistem mungkin sudah bagus, tetapi kalau ini dijalankan
tetap harus ada dedikasi yang kuat, teman-teman yang menjalankan juga
harus punya komitmen yang sama untuk bersih dari segala kekusutan ini.
Kalau misalnya salah satu cara untuk mempercepat pendaftaran itu dengan
28
sistem otomasi, dengan komputerisasi, ya jangan di jebol sistemnya, jangan
di rusak kan mudah kalau mau membreak down sistem yang tadinya sudah
mauk online. Saya juga khawatir, oke pendaftaran bisa online tetapi kalau
onlinenya tiba-tiba kemudian karena kepentingan, di destroy dengan cara
yang tidak bertanggung jawab, akhirnya jadi manual lagi. Tumpukan-
tumpukan yang seratus ribu tadi bisa menjadi bisnis besar, tumpukan yang di
bawah bisa ke atas dan seterusnya. Ini cerita lama, ketika saya masih di
awal-awal dahulu mengikuti perkembangan bagaimana suara-suara itu saya
dengarkan, rasanya ini tidak lagi terjadi. Tetapi kenapa tidak kita juga harus
hati-hati, karena peluang itu meskipun otomatis , tetap saja sistem itu bisa
dijebol dan kalau sampai 3 bulan harus repair dan proses harus jalan, saya
kira selama manual ini apa yang terjadi Wallahualam.
Saya kira itu yang saya haturkan kepada Ibu Wenny.
Bapak Pimpinan demikian yang bisa saya haturkan.
KETUA RAPAT (H. REFRIZAL) :
Sudah?
Masih ada ya?
Tadi Ibu dessy memperpanjang sampai Pukul 16.00.
Tidak ada ya, kalau masih ada saya perpanjang.
Terima kasih Pak DR. Hendry.
F GERINDRA (H. BIEM TRIANI BENJAMIN, B.Sc.,MM) :
Pimpinan.
Ini saran saja, ini Pak Hendru luar biasa, saya menginginkan nanti
Pimpinan juga tetap mengakomodir, tetap mengikutsertakan Pak Hendry ini
untuk pembahasan-pembahan lebih lanjut lagi.
Terima kasih.
KETUA RAPAT (H. REFRIZAL) :
Terima kasih sekali lagi saya ucapkan kepada DR. Hendry yang telah
memberikan masukan kepada kita. Seperti permintaan dari teman-teman,
kalau bisa ini di kawal Pak sampai selesai Pak, di bantu karena ini untuk
kepentingan bangsa dan negara dan juga untuk praktisi kita Pak Singgih juga
kita minta.
Undang-undang ini jika jadi akan digunakan oleh semua elemen
bangsa khususnya adalah praktisi. Sekali lagi kami atas nama Pimpinan dan
Anggota Pansus Merek berterima kasih dan kami mohon ada kelanjutannya
sampai Undang-undang ini selesai.
Nanti bisa berhubungan dengan sekertariat kami untuk memberikan
masukan-masukan bila ada perkembangan-perkembangan yang menarik.
Memang pasti ad kontroversinya ya, Protocol Madrid saja ada dua pendapat,
29
misalnya tadi masalah delik saja kita, delik aaduan apa delik biasa juga kita
dua pendapat.
Nanti kita buatlah yang terbaik untuk kita tuangkan dalam Undang-
undang ini.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih sekali lagi.
Wassalamualaikum Warrohmatullahi Wabarakatuh.
RAPAT DITUTUP PUKUL 16.00 WIB
Jakarta, 28 September 2015
a.n Ketua Rapat
SEKRETARIS RAPAT,
ttd.
DRS. ULI SINTONG SIAHAAN, M.SI.
NIP. 19601108 199003 1002