radio pagar hidup otonomi daerah - edisi kedua
DESCRIPTION
Pemerintahan Otonomi DaerahTRANSCRIPT
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
1
RADIO Pagar Hidup
Otonomi Daerah
membangun semangat kebersamaan dan keterbukaan menuju pemerintahan daerah yang otonom dan demokratis
melalui radio siaran: mengoptimalkan RRI, memberdayakan Radio Siaran Swasta dan
menumbuhkembangkan Radio Swadya Masyarakat
Hinca IP Pandjaitan, SH., MH Christiana Chelsia Chan, SH
Louis Carl Schramm, SH Louie N Tabing
edisi kedua
Media Law Department
Internews Indonesia Februari 2000
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
2
Kata Pengantar
Edisi Pertama
Menutup tahun 1999, Media Law Department Internews Indonesia kembali
menghadirkan sebuah buku yang berupa pensarian ulang dari beberapa makalah dua
pembicara pada seminar yang dilakukan di Pekanbaru, Manado dan Jakarta. Kedua
pembicara itu adalah Louie N Tabing dari AMARC yang kedudukannya saat ini
adalah sebagai Vice Presiden for ASIA dan Hinca IP Pandjaitan,SH.MH, sebagai
Media Law Ombudsperson Internews Indonesia. Kedua pembicara mengupas dan
menggagas bagaimana mengantarkan proses penyerahan ---pengembalian,
barangkalai ?--- otonomi daerah yang seharusnya sudah harus dikembalikan dalam
waktu singkat ke daerah. Sekalipun sesungguhnya, diberikan batas waktu
mempersiapkan diri 48 bulan. Dua pokok pikiran yang disampaikan kedua
pembicara memiliki rel pemikiran yang sangat pararel, yang dapat disajikan dalam
suatu tema menggugah; Membangun Semangat Kebersamaan dan Keterbukaan
Menuju Pemerintahan Daerah yang Otonom dan Demokratis Melalui Radio Siaran
Swasta. Tema ini dapat dijadikan suatu pemikiran awal dalam lenturan kalimat;
Mengoptimalkan RRI, Memberdayakan Radio Siaran Swasta dan
Menumbuhkembangkan Radio Swadaya Masyarakat. Keseluruhan makna ini
dipasang dalam satu bingkai judul RADIO PAGAR HIDUP OTONOMI DAERAH.
Inilah pesan yang hendak disampaikan dalam buku ini.
Seperti sudah dijelaskan bahwa buku ini merupakan pensarian ulang dari apa
yang sudah diungkapkan kedua pembicara. Namun disadari bahwa pembukuan
kembali pemikiran-pemikiran itu menjadi sangat bermakna bagi kebanyakan orang
yang memang tidak sempat mengikuti acara seminar dimaksud. Barangkali buku,
yang lebih merupakan gagasan awal, menarik untuk dibaca dan disikapi oleh
Pemerintah, mulai dari Pemerintah Pusat sampai ke Pemerintah Daerah dan elemen
masyarakat radio itu sendiri. Dan tentunya, masyarakat luas yang hendak mengetahui
secara lebih lengkap materi muatan pemikiran yang terkandung di dalam buku ini.
Sebagai pensariulang pemikiran kedua pembicara ini, kami menyadari bahwa
buku ini masih belum sempurna, karena itu kami sangat berterimakasih atas kritik dan
saran bagi penyempurnaan buku ini.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
3
Akhirnya, kami ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang sudah
membantu terlaksananya seminar sampai ke penerbitan buku ini. Pihak Radio PAS
FM Pekanbaru, Radio Memora Manado, Perintis Radio Kampus Atma Jaya Jakarta
disampaikan terimakasih atas kerjasamanya. Rekan-rekan di Internews Indonesia,
Mita P Witjaksono, Teddy Wahyu, Teddy A Akrab, Efendy Rachmat, Aya Muchtar,
Yon Tairun, Bela Kusumah dan kawan-kawan yang tak dapat disebut namanya satu
per satu atas kerjasama yang sangat baik. Khusus untuk Daniel Bolger dan Kathleen
Reen, disampaikan salam hangat dan terimakasih atas dukungan dan kepercayaannya
untuk seluruh acara seminar sampai ke penerbitan buku. Terimakasih.
Pensariulang,
Desember 1999
Hinca IP Pandjaitan, SH., MH
Christiana Chelsia Chan, SH
Tanpa diduga sebelumnya, ternyata buku dengan judul RADIO PAGAR HIDUP
OTONOMI DAERAH yang kami terbitkan di penghujung tahun 1999 sangat dinanti
para pembaca, sehingga dalam hitungan satu bulan buku itu sudah beredar luas dan
habis. Di awal bulan Februari 2000, permintaan teman-teman dari seluruh pelosok
tanah air agar buku ini diterbitkan ulang begitu besar. Dimulai dari Medan melalui
LSM Kelompok Pelita Sejahtera yang meminta dikirimi sebanyak 1000 buah dan
akan disebarluaskan ke masyarakat di Sumatera Utara, Radio El Bayu Gersik, Jawa
Timur, Bali, Makasar, termasuk Badan Pembina Radio Siaran Non Pemerintah Pemda
Dati I Jawa Timur, dan lain-lain baik melalui surat resmi maupun melalui telepon. Isu
otonomi daerah yang menjadi perdebatan hangat di tengah masyarakat, juga turut
mendorong permintaan agar buku ini diterbitkan ulang. Karena itu, kami
berterimakasih atas atensi itu.
Terdorong akan tantangan dan permintaan itu, Media Law Department Internews
Indonesia sepakat untuk menerbitkan ulang menjadi edisi kedua dengan tambahan
materi yang cukup banyak mengenai otonomi daerah. Pembahasan secara lengkap
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
4
otonomi daerah itu dilakukan dalam dua bab, yaitu bab tentang Pemerintah Daerah
dan bab tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Sebenarnya kedua bab ini
adalah bentuk lain yang sederhana untuk mudah memahami Undang-undang Nomor
22 tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, yang populer disebut
dengan Undang-undang Otonomi Daerah. Dengan tambahan kedua materi muatan
undang-undang itu, kami sangat berharap bahwa wawasan tentang RADIO PAGAR
HIDUP OTONOMI DAERAH menjadi lebih lengkap, lebih berwarna dan lebih
mudah dipahami.
Namun demikian, kami menyadari bahwa buku ini masih mengandung beberapa
kekurangan, karena itu kritik membangun dari para pembaca mendapat tempat yang
sangat terhormat bagi kami untuk memperbaiki diri di kemudian hari.
Buku tentang RADIO PAGAR HIDUP OTONOMI DAERAH edisi kedua ini, lahir
sebagai upaya kerja keras tanpa henti dari semangat Media Law Department
Internews Indonesia mendorong proses demokratisasi melalui radio siaran. Kepada
semua pihak yang telah memberikan dorongan semangat, kami sampaikan
terimakasih. Terimakasih sangat besar disampaikan kepada Kathleen Reen, Direktur
INTERNEWS Indonesia yang memberikan dorongan untuk terbitnya buku edisi
kedua ini. Kepada Penerbit Nuansa disampaikan terimakasih atas kerjasamanya.
Pensariulang
Jakarta, 4 Februari 2000.
Hinca IP Pandjaitan, SH., MH
Christiana Chelsia Chan, SH
Louis Carl Schramm, SH
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
5
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bagian Satu
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
Bagian Dua
Pemerintah Daerah
Bagian Tiga
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
Bagian Empat
Radio Swadaya Masyarakat
Bagian Lima
Kiat Pemprograman Radio Swadaya Masyarakat
Bagian Enam
Lampiran
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
6
Bagian Satu
RADIO
Pagar Hidup Otonomi Daerah1
A. Catatan Awal
Dipercaya bahwa wacana ini sangat baru dan terasa asing, sekalipun di
kalangan broadcaster itu sendiri apalagi bagi orang kebanyakan. Pertanyaan seputar
apa sih hubungannya antara radio dengan otonomi daerah, memang akan menarik
disiasati. Belum lagi pertanyaan kritis tentang Radio sebagai pagar hidup otonomi
daerah ? Wacana otonomi daerah saja terasa asing, apalagi wacana tentang otonomi
daerah dipararelkan dengan radio itu sendiri. Penulis, termasuk pada kelompok yang
mempertanyakan hal ini. Tetapi, rasanya perlu memberanikan diri untuk membuka
wacana ini sebagai suatu ide yang sangat debatable. Setidaknya menjadi awal
perdebatan untuk menghasilkan gagasan yang lebih besar.
Tema ini menarik ditekuni, sehubungan dengan wacana publik berskala
nasional yang terkuras habis membicarakan perihal otonomi daerah. Gagasan yang
berkembang adalah bahwa bagaimana secepatnya memberlakukan otonomi daerah
tanpa menunggu dan menunggu lagi, yang memang sudah didisain dengan bagus
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dan, memang demikianlah
adanya sesungguhnya seturut undang-undang, hari ini pun sudah harus segera
diserahkan, atau barangkali lebih tepat jika dikatakan dikembalikan. Bukan
DIBERIKAN ! Tetapi kemudian yang muncul adalah pertanyaan klise yang menurut
sebagian kecil orang, baca: aparatus negara, pantas diajukan adalah, seandainya hari
ini diserahkan ke daerah, apa sudah siap ?
Pertanyaan klise ini sebenarnya sudah usang. Pertanyaan kritis yang harus
segera diajukan adalah Pakai apa mengangkut Otonomi Daerah itu ? Sesudah sampai
lalu bagaimana mengelolanya ? Pertanyaan ini tentulah turunan dari pertanyaan
umum yang dilontar petinggi negara, sebagaimana diurai di atas, apakah daerah
sudah siap ? apakah sumber daya manusianya sudah siap ? Begitulah seterusnya.
Akibatnya, tidak heran kalau yang muncul adalah nada sinisme Daerah yang
1 Hinca IP Pandjaitan, SH., MH, Media Law Ombudsperson INTERNEWS INDONESIA. Bagian ini merupakan sajian makalah yang disampaikan dalam dua seminar di Pekanbaru dan Manado tentang Membangun Semangat Kebersamaan dan Keterbukaan Menuju Pemerintahan Daerah yang Otonom dan Dekokratis Melalui Radio Siaran Swasta.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
7
menyatakan bahwa Pemerintah Pusat terkesan mengulur-ulur waktur. Seperti main
layangan saja !
Atas dasar fakta demikian, dicoba memasuki pertemuran gagasan di wilayah
ini; bagaimana sebaiknya mengantarkan penyerahan otonomi daerah ini ? Secara tidak
ragu-ragu, ingin dikatakan bahwa media adalah salah satu jawabannya. Dan, dari
sekian banyak media itu, maka radio siaran adalah salah satu kendaraan paling
nyaman, aman, dan murah membawa kembali Otonomi Daerah dari terminal Pusat
ke terminal Daerah, untuk selanjutnya, menyiapkan dan menyerahkannya ke
mikrolet-mikrolet kecil yang mengantar dan menjamin lalulalang pelaksanaan
otonomi daerah itu. Mikrolet-mikrolet kecil itu akan menjadi pelengkap terhadap bis
kota, truck, dan bis-bis lain di daerah. Bis kota tak lain adalah Radio Republik
Indonesia dan truck, bis-bis lain, mikrolet adalah radio siaran swasta. Bagaimana
dengan radio siaran swadaya masyarakat ? Harus dibuka peluang bagi masyarakat
sendiri untuk menyiapkan kendaraannya. Syarat mutlaknya, di daerahnya tidak ada
bis kota, truck, mikrolet dan atau alat angkut lain. Jadi, Radio Siaran Swadaya
masyarakat adalah kendaraan baru yang disiapkan oleh masyarakat itu sendiri,
untuk masyarakat itu sendiri dan oleh masyarakat itu sendiri. Dalam tataran konsep
yang demikian, konsep MARSIPATURE HUTANA BE (membangun kampung
halaman sensiri) yang sangat populer di Sumatera Utara 10 tahun terakhir menjadi
lebih bermakna. Dengan begitu, menarik sekali rasanya untuk membuat statement
berupa ajakan bahwa perlu dibangun semangat kebersamaan dan keterbukaan
menuju pemerintahan daerah yang otonom dan demokratis melalui radio siaran.
Sebab, tanpa spirit kebersamaan dan spirit keterbukaan upaya penyerahan otonomi
daerah menjadi tidak optimal. Dalam lantunan lain bolehlah ajakan ini diterjemahkan
menjadi suatu asumsi awal Mengoptimalkan RRI, Memberdayakan Radio Siaran
Swasta dan Menumbuhkembangkan Radio Swadaya Masyarakat dan pada posisi
inilah tataran wacana RADIO PAGAR HIDUP OTONOMI DAERAH menjadi pas
diperbincangkan.
B. Euforia Otonomi Daerah
Euforia perbincangan masalah Otonomi Daerah mengalir deras di pelataran bumi
nusantara menjelang memasuki millenium baru. Tak berlebihan jika dikatakan dalam
wacana nasional masalah Otonomi Daerah adalah salah satu kado khusus akhir abad
ini. Bahkan ada yang kemudian menterjemahkannya sebagai federalisme,
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
8
otonomi yang diperluas, dan banyak lagi. Ada pula yang menarik benang merah
otonomi daerah ini ke masalah referendum menuju suatu kemerdekaan. Gambaran ini
mendorong kita untuk berpikir keras dan merenung, dan barangkali harus mencari
ensiklopedia untuk menjelaskan secara benar masalah Otonomi Daerah ini ? Padahal
persoalan Otonomi Daerah ini telah dilansir dengan baik dan benar oleh dua undang-
undang, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(7 Mei 1999) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah (19 Mei 1999). Kedua undang-undang inilah yang
sebenarnya acapkali disebut undang-undang otonomi daerah itu, yang sesungguhnya
lahir atas amanah Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998. Dan, yang pasti kedua
undang-undang ini membukakan babak baru (yang sebenarnya sudah dijanjikan oleh
Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1974) duapuluh lima tahun yang lalu, dalam
pelaksanaan pemerintahan daerah Indonesia.
Gonjang-ganjing ini semakin menggila karena memang penerapan ataupun
pelaksanaan dari kedua Undang-Undang ini merekomendasikan penyesuaian
selambat-lambatnya dua tahun sejak ditetapkan. Sebenarnya masa waktu ini
memberikan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk mempersiapkan dan
mengembangkan diri, dan millenium ketiga merupakan tahun yang sangat penting
sebagai masa persiapan tersebut. Tetapi, hari ini pun sudah bisa dilaksanakan. Bahkan
untuk mengantisipasinya, Pemerintahan Kabinet Persatuan di bawah kepemimpinan
Presiden Abdurahmann Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri telah
membentuk Kantor Menteri Negara Otonomi Daerah. Namun demikian ini, antisipasi
ini masih jauh dari cukup !
C. Makna Otonomi Daerah
Sederhana saja, Otonomi Daerah itu adalah kewenangan Daerah Otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan. Yang
manakah yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan itu ? Antara lain UU
Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999. Sedangkan Daerah Otonom
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daearh tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
9
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.2
Jadi, sebenarnya kata kunci dalam otonomi daerah adalah kewenangan daerah !
Seberapa besarkah undang-undang memberikan kewenangan daerah itu ? Ini
pertanyaan besarnya !
Undang-undang3 secara tegas menyatakan bahwa kewenangan daerah mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama,
serta kewenangan bidang lain, yang meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional
secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi,
dan standarisasi nasional. Artinya, kecuali yang disebutkan di atas diberikan menjadi
kewenangan daerah. Apa yang hendak dikatakan dari aturan yang demikian ? Aturan
yang ini adalah aturan setengah hati dan tidak iklas ! Sebab belum jelas dan belum
tegas, sebenarnya kewenangan manasajakah yang akan diberikan ke daerah itu ?
D. Filosofis Pelaksanaan Otonomi Daerah4
Pada hakekatnya otonomi daerah ini merupakan amanat Ketetapan MPR
Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, dimana ditegaskan
akan pentingnya menyelenggarakan otonomi dengan memberikan kewenangan yang
luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah, termasuk pengaturan, pembagian,
dan pemanfaataan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsekuensinya, penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada Daerah
secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan
Pusat dan Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan juga dengan prinsip-
prinsip denokrasi, peranserta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah.
Hal yang mendasar dari latar belakang pemikiran pelaksanaan otonomi daerah
ini adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa
2 Lihat lebih lanjut Pasal 1 huruf h dan huruf I UU Nomor 22 Tahun 1999. 3 Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 UU Nomor 22 Tahun 1999.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
10
dan kreativitas, meningkatkan peranserta masyarakat, mengembangkan peran dan
fungsi DPRD. Konkritnya, Otonomi Daerah diberikan pada Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota.
E. Berbagi Pendapatan: Pusat vs Daerah ?5
Pembangunan daerah sebagai bagian integral pembagunan nasional
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan sumber daya
nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja
daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani
yang bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Penyelenggaraan pemerintahan
daerah sebagai sub sistem pemerintahan negara dimaksudkan untuk meningkatkan
dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.
Sebagai daerah otonom, Daerah mempunyai kewenangan dan tanggungjawab
menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan,
partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Dalam tataran yang demikian, maka sesungguhnya pemerintahan suatu negara
pada hakekatnya mengemban fungsi utama yakni fungsi alokasi yang meliputi antara
lain; pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan pembangunan, dan fungsi
stabilisasi yang meliputi antara lain pertahanan, keamanan, ekonomi dan moneter.
Namun dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan kondisi dan situasi yang
berbeda-beda dari masing-masing wilayah. Dengan demikian, pembagian ketiga
fungsi dimaksud sangat penting sebagai landasan dalam penentuan dasar-dasar
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah secara jelas dan tegas.
Sumber pembiayaan pemerintahan Pusat dan Daerah dilaksanakan atas dasar
desentralisasi6, dekonsentrasi7, dan tugas pembantuan.8
Sumber-sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri dari pendapatan
asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah dan lain-lain penerimaan yang sah.
Sumber pendapatan asli daerah merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari
dalam wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil
4 Oenjelasan Umum UU Nomor 22 Tahun 1999 5 Penjelasan Umum UU Nomor 25 Tahun 1999 6 Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 7 Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
11
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
Dana perimbangan merupakan sumber pembiayaan yang berasal dari bagian
Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam, serta
dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana perimbangan tersebut tidak dapat
dipisahkan satu sama lain mengingat tujuan masing-masing jenis sumber tersebut
saling mengisi dan melengkapi.
Bagian Daerah dari perimanaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimanaan sumber daya alam, merupakan
sumber penerimaan yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil.
Dana alokasi umum dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan
potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah penduduk, dan tingkat
pendapatan masyarakat di Daerah, sehingga perbedaan antara daerah yang maju
dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. Dana alokasi khusus
bertujuan untuk membantu membiayai kebutuhan-kebutuhan khusus Daerah. Di
samping itu, untuk menanggulangi keadaan mendesak seperti bencana alam, kepada
Daerah dapat dialokasikan Dana Darurat. Dengan demikian tergambar jelas prinsip
dan landasan pengaturan pembagian keuangan antara Pusat dan Daerah.
Dalam pelaksanaan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah ini, perlu
memperhatikan kebutuhan pembiayaan bagi pelaksanaan kewenangan yang menjadi
tanggungjawab Pemerintah Pusat, antara lain pembiayaan bagi politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, pengelolaan moneter dan fiskal, agama serta
kewajiban pengembalian pinjaman Pemerintah Pusat.
Daerah juga berwenang membentuk Dana Cadangan yang bersumber dari
penerimaan Daerah, serta sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
dalam pelaksanaan desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Pertanggungjawaban keuangan dalam rangka desentralisasi dilakukan oleh Kepala
Daerah kepada DPRD. Berbagai laporan keuangan daerah ditempatkan dalam
dokumen Daerah9 agar dapat diketahui masyarakat sehingga terwujud keterbukaan
dan pengelolaan keuangan daerah. Pemeriksanaan keuangan Daerah dilakukan oleh
8 Tugas pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada Daerah dan Desa dan dari Daerah ke Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. 9 Adalah semua dokumen yang diterbitkan Pemerintah Daerah yang bersifat terbuka dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
12
instansi pemeriksa fungsional. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan sistem
informasi keuangan daerah dan menetapkan Sekretariat Bidang Perimbangan
Keuangan Pusat dan Daerah yang bertugas mempersiapkan rekomendasi mengenai
perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah.
F. Bagaimana konkritnya ?
Penyelenggaraan tugas Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi
dibiayai atas beban APBD, sedangkan penyelenggaraan tugas Pemerintah Pusat yang
dilaksanakan oleh perangkat Daerah Propinsi dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi dibiayai APBN. Penyelenggaraan tugas Pemerintah Pusat yang
dilaksanakan perangkat Daerah dan Desa dalam rangka tugas pembantuan dibiayai
atas beban APBN. Penyerahan atau pelimpahan kewenangan Pemerintah Pusat
kepada Gubernur atau penyerahan kewenangan atau penugasan Pemerintah Pusat
kepada Bupati/Walikota diikuti dengan pembiayaannya.10
Konkrit perimbangan keuangan Pusat dan Daerah itu dapat dirinci sebagai
berikut. Sumber-sumber penerimaan Daerah adalah:
1. Pendapatan Asli Daerah, yang terdiri dari:
1.1. hasil pajak Daerah;
1.2. hasil retribusi Daerah;
1.3. hasil perusahaan milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya
yang dipisahkan;
1.4. lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan11, yang terdiri dari:
2.1. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam;
2.2. Dana Alokasi Umum12;
2.3. Dana Alokasi Khusus13.
3. Pinjaman Daerah14
10 Lihat Pasal 2 UU Nomor 25 Tahun 1999 11 Adalah dana yang bersumber dari penerimaan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Besarnya jumlah dana perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Untuk selanjutnya periksa Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 UU Nomor 25 Tahun 1999. 12 Adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 13 Adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
13
4. Lain-lain Penerimaan yang sah.
Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan imbangan
10% untuk Pusat dan 90% untuk Daerah. Penerimaan Negara dari Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan 20% untuk Pusat dan 80% untuk
Daerah. 10% dari penerimanaan Pajak Bumi dan Bangunan dan 20% penerimaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang menjadi bagian Pusat dibagikan ke
seluruh Kabupaten dan Kota. Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor
kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan
imbangan 20% untuk Pusat dan 80% untuk Daerah. Untuk sektor kehutanan ini, 80%
dari penerimaan Iuran HPH dibagi dengan rincian 16% untuk Propinsi dan 64% untuk
Kabupaten/Kota. 80% dari penerimaan Provisi Sumber Daya Hutan dibagi dengan
rincian 16% untuk bagian Propinsi, 32% untuk bagian Kabupaten/Kota Penghasil dan
32% untuk bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi yang bersangkutan. Untuk
sektor pertambangan umum dibagi sebagai berikut, 80% dari penerimaan Iuran Tetap
(land rent0 dibagi dengan rincian 16% bagian Propinsi dan 64% bagian
Kabupaten/Kota Penghasil. 80% dari penerimaan iuran eksploirasi dan iuaran
ekploitasi (royalti) dibagi dengan rincian, 16% bagian Propinsi, 32% bagian
Kabupaten/Kota penghasil, dan 32% bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi
yang bersangkutan. 80% dari Pungutan Pengusahaan Perikanan dan Pungutan Hasil
Perikanan dibagikan secara merata kepada seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan
gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan dibagi dengan
imbangan sebagai berikut:
Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi berasal dari wilayah Daerah
setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi
dengan imbangan 85% untuk Pusat dan 15% untuk Daerah. Bagian Daerah ini
dibagi dengan rincian 2% bagian Propinsi yang bersangkutan, 6% bagian
Kabupaten/Kota penghasil dan 6% bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam Propinsi
yang bersangkutan.
Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari wilayah Daerah
setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi
14 Adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat bernilai uang sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
14
dengan imbangan 70% untuk Pusat dan 30% untuk Daerah. Bagian Daerah ini
dibagi secara rinci, 6% bagian Propinsi yang bersangkutan, 12% bagian
Kabupaten/Kota penghasil dan 12% bagian Kabupaten/Kota lainnya dalam
Propinsi yang bersangkutan.
Dana alokasi umum ditetapkan sekurang-kurangngnya 25% dari penerimaan
dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. Dana alokasi umum untuk Daerah
Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% dan 90%
dari Dana Alokasi Umum. Dalam hal terjadi perubahan kewenangan diantara Daerah
Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota disesuaikan dengan perubahan tersebut.
Dana Alokasi Umum untuk satu Daerah Propinsi tertentu ditetapkan
berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh Daerah Propinsi
yang ditetapkan dalam APBN, dengan porsi Daerah Propinsi yang bersangkutan.
Porsi Daerah Propinsi ini merupakan proporsi bobot Daerah Propinsi yang
bersangkutan terhadap jumlah bobot semua Daerah Propinsi di seluruh Indonesia.
Dana alokasi khusus dapat dialokasikan dari APBD kepada daerah tertentu
untuk membantu membiayai kebutuhan khusus, dengan memperhatikan dana dalam
APBN. Kebutuhan khusus itu antara lain kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan
dengan menggunakan rumus alokasi umum, dan/atau kebutuhan yang merupakan
komitmen atau prioritas nasional. Dana alokasi khusus ini termasuk yang berasal dari
dana reboisasi. Dana reboisasi ini dibagi dengan imbangan 40% dibagikan kepada
Daerah penghasil sebagai Dana Alokasi Khusus dan 60% untuk Pemerintah Pusat.
Kecuali dalam rangka reboisasi, Daerah yang mendapat pembiayaan kebutuhan
khusus menyediakan dana pendamping dari APBD sesuai dengan kemampuan Daerah
yang bersangkutan.
G. Tujuan Otonomi Daerah15
Sesungguhnya secara umum, tujuan pemberian otonomi daerah ini sangat
baik, yakni:
Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah;
Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil proporsional, rasional,
transparan, partisipasif, bertanggungjawab (akuntabel), dan pasti;
15 Penjelasan umum UU Nomor 25 Tahun 1999.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
15
Mewujudkan sistem perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah yang
mencerminkan pembagian tugas kewenangan dan tanggung jawab yang jelas
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, mendukung pelaksanaan
otonomi Daerah dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang transparan,
memperhatikan partisipasi masyarakat dan pertanggungjawaban kepada
masyarakat, mengurangi kesenjangan antar Daerah dalam kemampuannya untuk
membiayai tanggungjawab otonominya, dan memberikan kepastian sumber
keuangan Daerah yang bersal dari wilayah daerah yang bersangkutan;
Menjadi acuan dalam alokasi penerimaan negara bagi Daerah;
Mempertegas sistem pertanggungjawaban keuangan oleh Pemerintah Daerah;
Menjadi pedoman pokok tentang keuangan Daerah.
Dalam konteks tujuan mulia ini, maka sesungguhnya yang menjadi masalah saat
ini dalam tataran diskursus wacana publik, adalah kelambanan dan
ketidakmampuan pemerintah mensosialisasikan otonomi daerah itu sendiri secara
cepat. Padahal menurut asas hukum, pemerintah wajib mensosialisasikan setiap
undang-undang yang ada kepada masyarakat. Ternyata pemerintah kita, hanya
produktif memproduksi undang-undang, tetapi sangat miskin dan lemah dalam
mensosialisasikan apalagi me-law enforcement-nya. Nah, dalam tataran inilah saya
mengusulkan untuk menyiapkan "kndaraannya", yang salah satunya adalah Radio
Siaran, khususnya Radio Siaran Swadaya Masyarakat.
H. Radio Siaran dan People Listener; apa sih itu!
Sekarang mari bicara soal radio dan people listener ! Dipercaya, masih terasa
sulit memaknai tema ini. Dari istilahnya saja kita sudah kerapkali terkecoh. Secara
teknis, di Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi istilah radio itu banyak sekali,
mulai radio panggil, radio tetap, astronomi radio, radio penentu, dan lain-lain. Bahkan
ketika semasa Departemen Penerangan belum almarhum, radio siaran ini dibedakan
dengan membaginya RRI (Radio Republik Indonesia) untuk menunjukkan radionya
pemerintah, dan Non RRI, untuk menunjukkan radio swasta. Padahal istilah ini saja
sudah diskriminatif dan sangat kabur. Apa sih yang dimaksud dengan Radio Non RRI
? Jika ditulis secara lengkap menjadi Non (bukan) Radio Republik Indonesia, kalau
begitu radio republik yang mana ?
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
16
Data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik melalui SUSPENAS 1995,
menunjukkan bahwa dari 45.653.084 kepala keluarga yang tersebar di seluruh
Indonesia ada 43,2 % yang memiliki pesawat televisi, yang setara dengan 19.709.480
buah. Itu berarti, jika setiap satu televisi ditonton oleh lima anggota keluarga, maka
ada 98.547.400 penonton televisi di seluruh Indonesia. Bagaimana dengan media
cetak ? Sampai dengan tahun 1999 baru ada 1457 SIUPP, dan yang aktif hidup
hanya 430-an dengan oplah sekitar 14,5 juta eksemplar. Kalau setiap koran
diasumsikan dibaca oleh lima pembaca, maka ada 72.500.000 pembaca. Bagaimana
dengan radio ? Ada 69,4% dari 45.653.084 kepala keluarga di Indonesia yang
memiliki radio. Sehingga, jika diasumsikan satu radio didengar oleh lima pendengar
maka akan terdapat 158.460.050 pendengar ! Bukan main ! Bahkan menurut hasil
survey yang dilakukan oleh AC Nielsen yang dilakukan tahun 1999 periode Mei
sampai dengan Agustus ternyata di kota besar, 4 dari 10 orang mendengarkan radio.16
Bukankah ini sangat rentan untuk diolah menjadi people listener ? Kondisi
seperti ini akan menjadi luar biasa pengaruhnya, sebab sampai tanggal 14 Oktober
1999 pemerintahan BJ Habibibie sudah mengeluarkan 1070 buah izin radio siaran
swasta. Padahal, tahun 1995/1996 baru terdapat 780 radio siaran swasta komersial, 4
radio siaran swasta non komersial, 133 radio Pemerintah Daerah, 4 radio Departemen.
Tahun 1996/1997 jumlah radio siaran swasta komersial meningkat menjadi 829 buah
dan 7 bua radio milik ABRI, sedangkan yang lain tetap.17 People listener ini jika
diolah dengan sangat baik dan benar, ia sekaligus merupakan kekuatan dan potensi
besar sebagai sarana demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat Indonesia.
Keadaan ini semakin terpacu oleh kebijakan Undang-undang Penyiaran
Nomor 24 Tahun 1997 yang membolehkan radio membuat dan menyiarakan berita
sendiri. Kebijakan ini diikuti dengan lahirnya Surat Keputusan Menteri Penerangan
tanggal 5 Juni 1998 Nomor 134/Menpen/1998 yang menyebutkan bahwa radio siaran
swasta diberi kesempatan untuk membuat berita (berjurnalistik) dan mengakhiri masa
pahit selama 32 tahun melakukan relai dari RRI hampir setiap jam sekali. 18 kali
sehari ! Bahkan dipersilahkan mencari sumber berita dari mana saja termasuk dari
internet dan dari luar negeri. Kebijakan ini telah membukakan kebuntuan dan
penjajahan terhadap informasi selama 32 tahun yang dialami radio siaran swasta.
Kebijakan ini sekaligus membuka kesempatan bagi radio siaran swasta memainkan
16 Harian Umum Media Indonesia, Selasa 16 Oktober 1999 Nomor 6997 Tahun ke-30, halaman 10. 17 Lihat Data dan Fakta RTF 1997/1998, Dirjen RTF, Departemen Penerangan, 1998, halaman 186.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
17
fungsinya sebagai the early warning system dalam mekanisme the fourth state sebagai
media pensuplai dan pentransformasikan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat untuk menghasilkan mendukung dan mendorong terciptanyan
pemerintahan daerah yang demokratis, jujur, transparan dan kokoh.
I. Informasi sebagai Hak Asasi Manusia
Untuk melihat secara jelas benang merah pemahaman tentang informasi
sebagai bagian dari hak asasi manusia, mari kita telusuri Ketetapan MPR Nomor
XVII/MPR/1998 tentang HAM secara selintas.
Apa itu Hak Asasi Manusia ? Hak asasi manusia adalah hak dasar yang
melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan,
perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan, dirampas, atau
diganggu-gugat oleh siapa pun.
Ada tiga pemahaman bagsa Indonesia terhadap Hak asasi manusia, yaitu:
hak asasi merupakan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan.
Megingat hak dasar merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka
pengertian hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerak Tuhan Yang Maha Esa
yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan
dengan harkat dan martabat manusia.
setiap manusia diakui dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa
membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan
politik, status sosial, dan bahasa serta status lain. Pengabaian atau perampasannya,
mengakibatkan hilangnya harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga kurang
dapat mengembangkan diri dan peranannya secara utuh.
Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan
dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
Di dalam komunitas (rumah) Hak Asasi Manusia itu terdapat delapan
substansi hak asasi manusia , yaitu:
1. Hak untuk hidup
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3. Hak mengembangkan diri
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
18
4. Hak keadilan
5. Hak kemerdekaan
6. Hak berkomunikasi
7. Hak keamanan, dan
8. Hak kesejahteraan.
Dari kedelapan hak asasi itu, sekalipun hak berkomunikasi itu ditempatkan
pada urutan nomor enam, tetapi merupakan hak asasi manusia yang utama, sebab
apalah artinya kehidupan manusia tanpa kebebasan berkomunikasi, tanpa
kemerdekaan mendapatkan informasi. Bahkan sejak manusia masih dalam kandungan
ibunya pun sudah mempunyai hak asasi mengakses informasi lewat ibunya. Lewat
bahasa sentuhan ibunya. Karena itu, informasi itu dapat dianalogikan sebagai
UDARA, dan karenanya menjadi NAFAS KEHIDUPAN. Artinya, tanpa informasi
yang cukup sesungguhnya kehidupan kita tidak berarti apa-apa. Itulah sebabnya
dalam Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 secara tegas diatur tentang Hak atas
Kebebasan Informasi. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Setiap orang
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Apa yang sudah digariskan secara tegas dalam Ketetapan MPR ini, kemudian
dipertegas lagi dalm Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Dalam posisi yang demikianlah, media penyiaran radio menjadi sangat
penting, utamanya dalam konteks menjadi pipa raksasa penjamin terjadinya free
flow of information dan cganges of ideas bagi masyarakat untuk memenuhi hak
asasinya mendapatkan informasi itu. Pada gilirannya, jaminan free flow of information
dan changes of ideas akan mendorong percepatan terciptanya pemerintahan daerah
yang otonom, demokratis, transparan, jujur dan kokoh. Sang Gubernur atau Bupati
dan jajaran aparatusnya, sang legislator beserta rombongannya, sang pebisnis dengan
sejuta mitra bisnisnya, sang aktivis dengan ribuan gagasannya, sang tokoh adat dan
pemuka agama dan sang yang lain, berada dalam jembatan yang sama, yakni spirit
kebersamaan dan spirit keterbukaan, dan itu dapat dilakukan di RADIO SIARAN !!!!!
Dengan penetrasi dan pengaruhnya yang besar sebagaimana diuraikan di atas, maka
sangat logis untuk dikatakan bahwa radio itu sebenarnya dapat dijadikan pagar
hidup otonomi daerah ! Radio adalah jawaban awal bagi membawa dari Pusat ke
Daerah, lalu memulai, melaksanakan dan mengawal pelaksanaan otonomi daerah.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
19
Pagar hidup mengandung filosofis bahwa dipandang dari dalam otonomi daerah
itu solid dan kokoh, sedangkan dipandang dari luar otonomi daerah itu indah.
Jadi, radio disini berperan menjadi roh yang menghidupi otonomi daerah itu
sendiri. Menghidupi dalam tataran proaktif, pagar dalam tataran jembatan
emas. Pengejahwantahan otonomi daerah dalam perspektif civil society adalah
pemberdayaan dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh komponen dan
elemen daerah berpartisipasi aktif dalam menumbuhkembangkan pemerintahan
daerah yang demokratis, jujur, transparan dan adil. Jika semua elemen ini adalah
ikan, maka radio adalah kolam yang penuh dengan air-air kehidupan. Air
tempat sang ikan berenang dan bersendagurang, bercengkrama dan hidup.
Dalam konteks keterhubungan antara radio siaran dan hak asasi manusia ini,
baiklah kita simak delapan substansi perlindungan dan pemajuan Hak asasi manusia,
yang harus kita lakukan secara bersama-sama yaitu:
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui secara
pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun (non-derogable).
Setiap orang berhak bebas dari dan mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang tidak bersifat diskriminatif.
Dalam pemenuhan hak asasi manusia, laki-laki dan perempuan berhak
mendapatkan perlakuan dan perlindungan yang sama.
Kelompok masyarakat yang rentan, seperti anak-anak dan fakir miskin, berhak
mendapatkan perlindungan lebih terhadap hak asasinya.
Identitas budaya masyarakat tradisional, termasuk hak atas tanah ulayat
dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.
Hak warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi di jamin dan
dilindungi.
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia terutama
menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip
negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin,
diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
20
Apa yang sudah dipatrikan dalam Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 ini
kemudian diaminkan oleh Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia.
J. Keunikan Radio Siaran
Setelah dibicarakan benang merah antara radio, hak asasi manusia, dan
otonomi daerah, mari kita dalami pemahaman perihal radio siaran ini. Sebab, dari
pengalaman penulis selama satu tahun terakhir berbicara, berdiskusi dan berdebat
tentang kelangsungan dan sepakterjang serta kehidupan radio, ingin dikatakan secara
tegas bahwa Penyelenggaraan radio siaran itu unik ! Adalah suatu kenyataan bahwa
media penyiaran radio, merupakan suatu yang sangat berbeda dengan media cetak.
Perbedaan yang sangat menonjol itu adalah persoalan (1) dampak penyiaran yang
ditimbulkannya sangat besar dan (2) keterbatasan sumber daya frekuensi. Artinya
kedua persoalan ini dapat digambarkan sebagai suatu mata uang. Untuk yang
disebutkan pertama kita sebut saja public goods (sebut saja informasi), sedangkan
yang kedua kita sebut saja public domain atau ranah publik. Tidak akan pernah ada
penyiaran yang dilakukan apabila public domainnya tidak ada. Dalam konteks mata
uang itu, seolah terlihat paradoks. Di satu sisi, dalam rangka pemenuhan hak
masyarakat untuk tahu dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, maka
seharusnya seluruh aspek public goods harus dibiarkan merdeka dan bebas. Di sisi
lain, pendistribusian ranah publik tidak dapat dengan begitu saja dibiarkan bebas
tanpa aturan yang ketat untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat. Sebab, selain harus
tunduk pada pasal 27 dan Pasal 33 UUD 1945, harus pula diperhitungkan seberapa fit
and propernya sang candidate untuk memanfaatkan frekuensi itu menghasilkan
public goods yang memenuhi informasi sebagai tuntutan masyarakat yang berkualitas
dan berstandar tinggi. Fit and proper ini juga harus diwujudkan dalam konteks
performance promisies sang candidate, yang berarti seberapa layakkah finacial yang
disiapkan untuk periode izin tertentu, seberapa layakkah content yang hendak
dibroadcast memenuhi hak masyarakat akan informasi itu. Dengan begitu,
pemahaman filosofis tentang pengaturan media penyiaran ini tidak bisa dipisah-
pisahkan antara public goods dan public domainnya. Oleh karena itu, baik public
goods maupun untuk public domain harus mencerminkan keberagaman kepemilikan
dan keberagaman informasi yang disiarkan. Dalam tataran inilah UU Penyiaran
dibutuhkan, yaitu memberikan landasan hukum yang kuat bagi terciptanya suatu
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
21
public goods (baca; informasi) yang berkualitas dan berstandar tinggi dalam konteks
memenuhi amanat Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998, Undang-undang Hak
Asasi Manusia Nomor 39 Tahun 1999 dan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
K. Dampak Penyiaran Radio Siaran yang besar
Penyiaran radio merupakan media dengar yang aktif dan memiliki kekuatan
besar. Audiensnya sangat besar dan dapat terbangun menjadi sebuah listener power,
heterogen tanpa mengenal batasan fisik, dan anonim tanpa mengenal strata.
Penyelenggaraannya mahal dan membutuhkan pengorganisasian secara profesional.
Content yang hendak disampaikan ke pendengarnya bersifat local content (untuk
radio), sangat cepat, dan memiliki penetrasi sangat dalam. Media penyiaran radio
adalah telinga bangsa. Ia merupakan pipa besar informasi sebagai bagian dari hak
asasi manusia. Ia merupakan pejuang tanpa pamrih dalam memenuhi hak masyarakat
untuk mengakses informasi. Dengan pendek kata dapat ditegaskan bahwa media
penyiaran radio memiliki pengaruh yang sangat besar dalam turut serta membangun,
mengawal dan mendorong berseminya demokrasi. Itulah sebabnya dunia penyiaran
membutuhkan suatu regulasi yang lebih profesional dan berstandar tinggi dalam
mendorong dan mewujudkan industri penyiaran yang mampu menjalankan fungsinya
secara baik dan benar, BUKAN untuk DIBATASI secara semberono. Media
penyiaran radio juga berperan aktif melakukan peringatan dini bagi
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih demokratis, lebih bersih, lebih transparan
dan lebih jujur. Karena itu, sekalipun kebebasan dan kemerdekaan pers diserahkan
pengaturannya kepada masyarakat, maka pemaknaan masyarakat itu harus
diterjemahkan sebagai masyarakat penyiaran itu sendiri (broadcasting community).
Pengaturan yang demikian memang sudah tidak tepat lagi berada dalam teritori
pemerintah. Karena itu, kata kunci untuk jawaban persoalan ini adalah harus segera
dibentuk INDEPENDENT REGULATORY BODY (IRB), yang mengurusi segala
sesuatu yang berhubungan dengan penyiaran. IRB ini diwujudkan atas perintah
undang-undang. Karena itu Undang-undang Penyiaran yang ada harus segera di revisi
total. Revisi ini sudah tidak bisa ditawar lagi, karena secara tegas Ketetapan MPR
Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM mengamanatkan agar akses masyarakat untuk
mendapatkan informasi sebagai bagian dari hak asasinya dijamin. Di Indonesia,
pentingnya hak masyarakat mengakses informasi telah mendapat tempat yang layak
dalam tataran konstitusional. Pasal 28 UUD 1945, Ketetapan MPR Nomor
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
22
XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
1999 tentang Pers telah memberikan jaminan yang sangat bagus. Pasal 20 Ketetapan
MPR Nomor XVII/MPR/1998 dengan tegas menyatakan bahwa setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya. Pasal 21 dengan tegas menyatakan pula bahwa setiap orang
berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 42 menegaskan bahwa hak warga negara untuk berkomuniakasi dan
memperoleh informasi dijamin dan dilindungi. Sesungguhnya dapat dikatakan bahwa
konsekuensi pengaturan yang demikian, maka pemahaman terhadap pelanggaran
HAM bukan hanya soal matinya orang atau penyiksaan terhadap penduduk, tetapi
juga ketika masyarakat tidak mendapatkan informasi secara benar, itu juga termasuk
pelanggaran HAM.
L. Keterbatasan sumber daya frekuensi
Penyiaran radio merupakan suatu bisnis yang unik. Sebab dalam
menyelenggarakan siarannya membutuhkan suatu medium (baca: frekuensi) sebagai
ranah publik. Dengan ranah publik inilah media penyiaran kemudian menghasilkan
public goods. Padahal frekuensi sebagai ranah publik jumlahnya terbatas dan harus
tunduk pada regulasi internasional. Oleh karena itu berdasarkan Pasal 33 UUD 1945,
ranah publik ini harus dikuasai negara. Namun demikian, sekalipun ranah publik
dikuasai negara harus diperuntukkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penyiaran yang menggunakan ranah publik sebagai medium utamanya harus
memberikan informasi yang benar-benar berkualitas kepada publik. Ranah publik
harus didelegasikan kepada masyarakat secara sama seturut Pasal 27 UUD 1945.
Hanya media penyiaran radio yang fit and proper serta mampu memberikan
informasi yang lebih baik ke publik-lah yang seharusnya boleh diberikan kepercayaan
menggunakan ranah publik itu. Dengan demikian, masalah pengaturan pendistribusian
ranah publik harus dibuat secara benar dan profesional dan ditegaskan dalam suatu
undang-undang untuk kemudian dilaksanakan oleh sebuah INDEPENDENT
REGULATORY BODY, yang oleh Masyarakat Pers dan Penyiaran Indonesia disebut
Komisi Penyiaran Indonesia. Ide ini menjadi penting sebagai antisipasi bubarnya
Departemen Penerangan.18 Dengan begitu tuntutan kehadiran Undang-undang
18 Sampai tulisan ini dibuat, perdebatan tentang bubarnya Departemen Penerangan sudah berakhir ketika Komisi I menggunakan haknya untuk bertanya kepada Presiden pada bulan November 1999 yang lalu, yang pada prinsipnya
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
23
Penyiaran baru adalah tuntutan pengaturan standar pelayanan informasi publik
bermutu tinggi.
M. Radio Siaran dan UU Pers
Seturut UU Pers, maka pers dimaknai sebagai pers dalam arti luas. Artinya,
tidak hanya terbatas pada pers cetak tetapi juga pers elektronik seperti televisi, radio,
internet dan lain-lain. Konsekuensinya, radio siaran yang selama ini sudah memulai
menyajikan informasi atau berita ke masyarakat pendengarnya harus tunduk pada
undang-undang ini. Dengan kata lain, ingin saya katakan bahwa ada perkembangan
bagus dalam memberikan makna PERS di Indonesia. Undang-undang Nomor 40
Tahun 1999 tentang Pers telah melakukan perubahan yang sangat radikal, termasuk
memaknai pengertian pers itu sendiri. Jika sebelumnya, pemahaman tentang pers
dibelenggu pada pemahaman dalam arti sempit, yaitu media cetak, maka kini
pemahaman sempit itu diakhiri. Pers kini dimaknai sebagai lembaga sosial dan
wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik
dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun
dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala
jenis saluran yang tersedia.19 Ikutan dari pemaknaan ini, juga dirumuskan dalam
Perusahaan Pers yaitu suatu badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha
pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta
perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau
menyalurkan informasi. Sehingga Pers Nasional pun diberi makna yang lebih
komprehensif, yaitu pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia
Dengan begitu Radio Siaran yang melakukan kegiatan jurnalistik pastilah
bagian dari perusahaan pers sebagaimana dimaksudkan oleh UU Nomor 40 Tahun
1999. Artinya, Radio Siaran dan tentu media lainnya harus percaya diri, bahwa
sesungguhnya undang-undang telah memberikan landasan yang sangat kuat bagi
memang Departemen Penerangan tidak diperlukan lagi, karena urusan informasi ini seharusnya diatur oleh masyarakat itu sendiri. Namun demikian secara teknis, Presiden telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 136 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen tanggal 10 Nopember 1999. Dalam Keputusan Presiden ini ditegaskan bahwa persoalan penyiaran masuk wewenang tugasnya Departemen Perhubungan. Secara lengkap disebutkan bahwa ..: (a) penetapan kebijakan pelaksanaan, kebijakan teknis dan pengendalian pelaksanaannya, pengeleolaan kekayaan negara, serta perumusan dan penyiapan kebijakan umum dibidang perhubungan yang mencakup transportasi terpadu meliputi darat, laut, udara, pos dan telekomunikasi, serta penyiaran, search and rescue (SAR), dan meteorologi dan geofisika berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 19 Pasal 1 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
24
pelaksanaan peran pers secara utuh, sekaligus sebagai amanah Ketetapan MPR
Nomor XVII/MPR/1998. Peran yang utuh ini menjadi sangat hebat, jika kemudian
dikaitkan dengan fungsi dan kewajiban pers itu sendiri. Fungsi pers ditegaskan
sebagai media informasi, media pendidikan, media hiburan, dan media kontrol sosial,
serta sebagai lembaga ekonomi. Di sisi lain berkewajiban untuk memberitakan
peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat serta asas praduga tak bersalah. Selain itu berkewajiban pula melayani
hak jawab20 dan hak tolak.21
Pers nasional melaksanakan beberapa peran22 utama, yaitu:
1. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui;
2. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan;
3. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan
benar;
4. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum;
5. memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Peran utama ini menjadi sangat penting terutama dalam tataran tanggungjawab
pers nasional untuk memenuhi hak masarakat untuk mengetahui dan mengembangkan
pendapat umum, dengan menyampaikan informasi yang tepat, akuran dan benar. Hal
ini akan mendorong ditegakkannya keadilan dan kebenaran, serta diwujudkannya
supremasi hukum untuk menuju masyarakat yang tertib.
Perlindungan bagi wartawan sesungguhnya disediakan oleh UU Pers secara
tegas yang sekaligus memberikan garis pertahanan yang amat keras. Apa itu ? Jika
dalam paradigma lama, wartawan akan dengan sangat mudah dijadikan kambing
hitam dan lalu dikirim ke penjara, maka kini sebaliknya, orang yang secara melawan
hukum dengan sengaja mengakibatkan terhambatnya atau terhalanginya fungsi pers
dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak
Rp. 500 juta. Misalnya, ketika sang wartawan radio siaran hendak meliput acara di
Kantor Pemerintah Daerah, ia mendapatkan hambatan dan dihalang-halangi dalam
20 Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya. Sedangkan hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang meruginakan nama baiknya. 21 Pasal 3 dan Pasal 5 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers 22 Pasal 6 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
25
bentuk apa saja, misalnya harus mendapat izin, maka aparat Pemerintah Daerah itu
telah melakukan pelanggaran terhadap UU Pers yang dapat dituntut pidana penjara
paling lama 2 tahun atau denda Rp. 500 juta.
Tantangan lain adalah konsekuensi dibubarkannya Departemen Penerangan
yang selama puluhan tahun memainkan peran sebagai komandan penjaga malam
bagi media di Indonesia. Terlebih bagi media elektronik yang ditempatkan sebagai
alat penguasa saja, bahkan untuk mengontrolnya dibentuk Dewan Pembina di setiap
daerah. Konsekuensinya, radio siaran tak berdaya. Kebijakan pemerintah melakukan
pembubaran atas Departemen Penerangan tentu memberikan dampak psikologis yang
besar. Bisa diterjemahkan sebagai suatu karunia tetapi bisa diterjemahkan
sebaliknya sebagai malapetaka. Meskipun sebenarnya sudah dijelaskan secara
sangat terbuka oleh Gus Dur, bahwa soal informasi adalah soalnya masyarakat !
Tetapi karena terlalu lama terkomando dan terbelenggu, terjemahannya bisa jadi lain.
Barangkali bijak menjelaskannya dengan perumpamaan ini . Bagaikan seekor kelinci
yang diikat di sebatang pohon, ia hanya bisa berlari dan berputar serta berkeliling di
pusaran pohon karena memang dibina dan dilatih seperti itu. Karena lamanya
(bayangkan 32 tahun !) ia berlatih mengitari pohon itu, sang kelinci menjadi sangat
mahir berputar-putar. Sehingga sekalipun pohon sudah ditebang dan tali sudah
dibuka sang kelinci masih saja berputar dan berputar
N. Radio Siaran dan UU Penyiaran
Selain tunduk terhadap UU Pers, saya ingin mengingatkan para insan radio
untuk taat terhadap UU Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran. Di dalam undang-
undang ini (seharusnya segera direvisi) terdapat dua jenis ancaman yang berat, yaitu
ancaman sanksi adminsitratif dan ancaman pidana. Dalam hal sanksi adminsitratif,
Pemerintah paling tidak dapat memilih dan mengenakan 57 (limapuluh tujuh) buah
jenis sanksi. Tentu masih harus dipilah mana saja yang langsung berhubungan dengan
penyelenggaraan radio siaran. Kelimapuluhtujuh jenis sanksi itu ialah sanksi
administratif atas pelanggaran terhadap:
1. pendirian LPS yang dilakukan oleh warga negara atau badan hukum Indonesia
yang pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan
yang menentang Pancasila, (Pasal 11 ayat (2));
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
26
2. pendirian LPS dan LPSK semata-mata hanya dikhususkan untuk menyiarkan mata
acara tentang aliran politik, ideologi, agama, aliran tertentu, perseorangan, atau
golongan tertentu, (Pasal 11 ayat (3) jo Pasal 22 ayat (1));
3. pendirian LPS dan LPSK yang modalnya dimiliki oleh orang yang bukan warga
negara atau badan hukum Indonesia, (Pasal 12 ayat (1)jo Pasal 22 ayat (1));
4. penambahan atau pemenuhan modal berikutnya bagi pengembangan LPS yang
dilaksanakan oleh LPS yang bersangkutan sebelum mendapat persetujuan
Pemerintah, (Pasal 12 ayat (2));
5. pemilikan dan penguasaan LPS dan LPSK, baik yang mengarah pada pemusatan
di satu tangan atau di satu badan hukum maupun yang mengarah pada pemusatan
di satu tempat atau di satu wilayah, (Pasal 13 ayat (1) jo Pasal 22 ayat (1)). Yang
dikenakan sanksi administratif adalah khusus kerja sama teknis dan jasa tanpa
izin Pemerintah;
6. kepemilikan silang antara LPS dengan perusahaan media cetak dan antara LPS
dengan LPSK, baik langsung maupun tidak langsung, (Pasal 13 ayat (2) jo Pasal
22 ayat (1));
7. LPS dan LPSK yang tidak memberi hak memiliki saham bagi karyawannya,
(Pasal 13 ayat (3) jo Pasal 22 ayat (1));
8. LPS dan LPSK yang menerima bantuan modal dari pihak asing, (Pasal 14 jo
Pasal 22 ayat (1));
9. LPS yang menyelenggarakan siaran melebihi satu programa/saluran siaran, yaitu
siaran lokal, siaran regional atau siaran nasional, (Pasal 16 ayat (3));
10. LPS dan LPSK yang tidak membayar biaya izin penyelenggaraan penyiaran dan
kontribusi kepada pemerintah, tidak termasuk LPS radio, (Pasal 17 ayat (4) jo
Pasal 22 ayat (1));
11. pemindahtanganan izin penyelenggaraan penyiaran, (Pasal 17 ayat (5) jo Pasal 22
ayat (1));
12. LPSK yang tidak menyelenggarakan sensor internal terhadap semua isi siaran
yang akan disiarkan dan/atau disalurkan, (Pasal 22 ayat (2));
13. penyelenggara siaran berlangganan melalui satelit yang tidak menggunakan sarana
pemancar ke satelit (uplink) yang berlokasi di Indonesia dan tidak mengutamakan
penggunaan satelit Indonesia, (Pasal 23 ayat (1));
14. penyelenggara siaran berlangganan melalui satelit dan pemancar kabel yang
menyelenggarakan siarannya tidak menyiarkan 1 (satu) siaran produksi dalam
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
27
negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri, sekurang-kurangnya 1
(satu) siaran produksi dalam negeri, (Pasal 24 ayat (1));
15. penyelenggara siaran berlangganan melalui pemancaran terestrial yang
menyelenggarakan sirannya tidak menyiarkan 1 (satu) siaran produksi dalam
negeri berbanding 5 (lima) siaran produksi luar negeri, sekurang-kurangnya 1
(satu siaran produksi dalam negeri, (Pasal 24 ayat (2));
16. penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel yang tidak menyalurkan siaran
televisi baik dari LPP maupun dari LPS yang dapat diterima di wilayah lokal,
tempat lembaga yang bersangkutan melakukan kegiatan siaran berlangganan,
(Pasal 25));
17. LPA yang melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dari Indonesia membawa
perangkat pengiriman siaran ke satelit tanpa izin dari Pemerintah, (Pasal 27 ayat
(3));
18. LPA yang membuka perwakilan atau menempatkan koresponden untuk
melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia tanpa izin Pemerintah, (Pasal 27 ayat
(4));
19. LPA yang menyewa fasilitas transmisi ke satelit dan transponder satelit Indonesia
untuk siaran internasional melakukan pengiriman siarannya dari Indonesia tanpa
izin Pemerintah, (Pasal 27 ayat (6));
20. LPS yang menjadi peserta atau anggota pada forum, badan, atau organisasi
penyiaran internasional tanpa izin Pemerintah, (Pasal 30 ayat (3));
21. kerja sama pemancaran siaran, teknik, dan jasa dengan LPA di luar negeri tanpa
izin Pemerintah, (Pasal 31 ayat (1));
22. isi siaran LPP dan LPS yang tidak memuat acara siaran produksi dalam negeri
lebih banyak, (Pasal 32 ayat (1));
23. mata acara siaran radio dan televisi dalam negeri yang tidak memuat paling sedikit
70 (tujuh puluh) berbanding 30 (tiga puluh) dengan mata acara siaran yang berasal
dari luar negeri, (Pasal 32 ayat (2));
24. isi siaran yang disiarkan oleh LPP dan LPS yang tidak sesuai dengan standar isi
siaran, terutama program produksi dalam negeri dan program anak, (Pasal 32 ayat
(4));
25. isi siaran yang tidak memberikan perlindungan dan pemberdayaan pada anak dan
remaja dengan menyiarkan acara pada waktu khusus, (Pasal 32 ayat (5);
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
28
26. menggunakan bahasa pengantar utama dalam pelaksanaan siaran bukan bahasa
Indonesia, (Pasal 33 ayat (1));
27. menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan siaran
tidak hanya untuk mendukung mata acara tertentu, (Pasal 33 ayat (2));
28. menggunakan bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya sebagai bahasa pengantar
tetapi tidak sesuai dengan keperluan suatu mata acara, (Pasal 33 ayat (3) dan ayat
(4));
29. penyiaran mata acara berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya, kecuali bahasa
yang serumpun dengan bahasa Indonesia, dalam radio tanpa narasi bahasa
Indonesia, dan untuk televisi tanpa disulihsuarakan ke dalam bahasa Inggris dan
tidak diberi narasi atau teks dalam bahasa Indonesia, (Pasal 33 ayat (6) dan ayat
(7));
30. setiap mata acara film atau rekaman video cerita yang akan disiarkan tanpa
mendapat sensor dari LSF, (Pasal 34 ayat (3));
31. mata acara yang bersumber dari rumah produksi yang tidak sesuai dengan standar
isi siaran dan bertentangan dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran,
(Pasal 34 ayat (4));
32. rumah produksi yang tidak berbadan hukum dan tanpa izin dari Pemerintah,
(Pasal 34 ayat (5));
33. LPS yang tidak merelai siaran yang dilaksanakan oleh LPP dalam bentuk siaran
sentral, (Pasal 35 ayat (1));
34. lembaga penyiaran dalam negeri yang merelai siaran LPA untuk dijadikan acara
tetap, (Pasal 35 ayat (3));
35. kepemilikan hak siar yang tidak dicantumkan secara jelas dalam penjelasan mata
acara, (Pasal 38 ayat (2));
36. lembaga penyiaran yang tidak membuat klasifikasi acara siaran untuk film,
sinetron, dan/atau mata acara tertentu, baik melalui radio maupun televisi, yang
seharusnya disesuaikan dengan kelompok umur khlayak dan waktu penyiaran,
(Pasal 39 ayat (1));
37. penyiaran yang tidak mencantumkan klasifikasi acara siaran baik pada saat
diiklankan maupun pada waktu disiarkan, (Pasal 39 ayat (2));
38. LPS yang tidak memenuhi standar berita dan tidak menaati KES serta KEJ dalam
melaksanakan siaran berita, (Pasal 40 ayat (2));
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
29
39. LPKS yang menyelenggarakan siaran berlangganan menyiarkan berita sendiri,
(Pasal 40 ayat (3));
40. Rumah produksi yang memproduksi mata acara untuk keperluan siaran berita
kecuali karangan khas (feature) atau hal-hal yang menarik perhatian orang (human
interest), (Pasal 40 ayat (4));
41. perusahaan yang membuat materi siaran iklan niaga tanpa memiliki izin dari
Pemerintah atau oleh lembaga penyiaran itu sendiri, (Pasal 42 ayat (1));
42. siaran iklan niaga yang melebihi persentase waktu siaran iklan niaga yang
ditetapkan, siaran iklan niaga yang disipkan pada acara siaran sentral dan pada
acara siaran agama, (Pasal 42 ayat (7));
43. isi siaran iklan niaga yang tidak sesuai dengan standar isi siaran, (Pasal 42 ayat
(8));
44. LPS yang tidak menyiarkan siaran iklan layanan masyarakat sekurang-kurangnya
10 % (sepuluh persen) dari waktu siaran iklan niaga, dan LPP yang tidak
menyiarkan siaran iklan layanan masyarakat sekurang-kurangnya 20 (dua puluh)
menit dalam sehari, yang disiarkan tersebar sepanjang waktu siaran, (Pasal 43);
45. lembaga penyiaran yang tidak menyusun pola acara, (Pasal 46 ayat (1));
46. lembaga penyiaran yang tidak membuat penggolongan acara siaran yang memuat
jenis, tujuan, dan maksud acara siaran, (Pasal 46 ayat (2));
47. lembaga penyiaran dan LPSK yang memperluas wilayah jangkauan siarannya
melebihi ketentuan sebagaimana tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran
yang dimilikinya, (Pasal 47 ayat (5));
48. lembaga penyiaran yang menggunakan sarana teknik siaran tidak sesuai dengan
sistem dan tidak memenuhi standar kinerja teknik yang ditetapkan oleh
Pemerintah, (Pasal 48 ayat (1));
49. lembaga penyiaran yang tidak mengutamakan penggunaan sarana teknik yang
telah dibuat di dalam negeri, sejauh telah terbukti sesuai dengan standar sistem
dan memenuhi standar kinerja teknik berdasarkan hasil pengujian lembaga yang
berwenang, (Pasal 48 ayat (2));
50. badan usaha berbadan hukum Indonesia yang menggunakan perangkat khusus
penerima siaran untuk tujuan komersial tanpa memenuhi persyaratan teknis yang
ditetapkan oleh pemerintah, (Pasal 50 ayat (2) huruf b);
51. LPS yang melaksanakan jasa tambahan penyiaran tanpa izin dari Pemerintah,
(Pasal 51 ayat (1));
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
30
52. LPS yang melaksanakan jasa tambahan penyiaran tanpa menggunakan standar
sistem dan tidak memenuhi kinerja teknik yang ditetapkan Pemerintah, (Pasal 51
ayat (2));
53. penyelenggara penyiaran yang dalam melaksanakan kegiatan penyiarannya
menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, (Pasal 52 ayat (1));
54. lembaga penyiaran yang tidak menggunakan bahasa, tutur kata, dan sopan santu
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, (Pasal 52 ayat (2));
55. lembaga penyiaran yang tidak meralat isi siaran dan/atau berita padahal diketahui
telah terdapat kekeliruan atau telah terjadi sanggahan atas isi siaran dan/atau
berita, (Pasal 54 ayat (1));
56. lembaga penyiaran yang tidak menyimpan bahan siaran yang sudah disiarkan,
baik berupa rekaman audio, rekaman video, gambar, maupun naskah, (Pasal 58
ayat (1)); dan
57. ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan pelaksana dari hal-hal yang
disebutkan di atas.
Sanksi-sanksi adminsitratif ini dapat berupa peringatan tertulis, pembatasan
pelayanan administrasi tertentu, pembatasan kegiatan siaran, pembekuan kegiatan
siaran untuk waktu tertentu atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.
Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara bertahap. Khusus untuk pelanggaran
tertentu, pengenaan sanksi administratif dapat dilakukan secara tidak bertahap,
berdasarkan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan, misalnya lembaga
penyiaran yang dinilai melakukan pelanggaran berat yang mengganggu keamanan dan
ketertiban dapat langsung dikenai sanksi pembekuan kegiatan siarannya. Pengenaan
sanksi administratif berupa pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran karena
menyangkut aspek yang luas dilakukan secara cermat dan teliti melalui berbagai
pertimbangan. Pembatasan pelayanan administrasi tertentu, misalnya tidak
memberikan rekomendasi penyensoran film asing (impor) yang akan disiarkan oleh
lembaga penyiaran yang bersangkutan. Dalam pengenaan sanksi administratif,
Pemerintah memperhatikan pertimbangan BP3N.
Dalam konteks bubarnya Departemen Penerangan, maka sanksi administratif
ini sama sekali tidak dapat diberlakukan sebab Menteri Penerangan yang seharusnya
menjadi tukang jagal-nya sudah tidak ada. Tambahan pula BP3N sebagai mitra
tempat meminta pertimbangan yang seharusnya ada sebagai amanat UU Penyiaran tak
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
31
kunjung padam, eh datang ! Tentu berbeda dengan ketentuan pidana, sebab yang jadi
tukang jagalnya dalam hal ini adalah polisi. Dalam konteks Radio sebagai Pagar
Hidup Daerah, maka Polisi sesungguhnya dapat membangun spirit kebersamaan dan
spirit keterbukan dengan radio-radio siaran untuk melindungi dan mengayomi
masyarakat.
Namun demikian, para insan radio harus bekerja secara profesional sesuai
kode etik jurnalistik dan hati nuraninya. Sebab, jika disisir dengan seksama UU
Penyiaran, maka paling tidak ada 25 (duapuluh lima) ketentuan pidana yang dapat
diancamkan kepada pelaku usaha bidang broadcasting, termasuk broadcaster yaitu:23
1. barangsiapa dengan sengaja menyiarkan melalui radio, televisi atau media
elektronik lainnya hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau
bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkan martabat manusia dan
budaya bangsa, atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu
persatuan dan kesatuan bangsa, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp. 700.000.000.oo (tujuh ratus juta
rupiah ), (Pasal 32 ayat (9)). Atas perintah pengadilan rekaman audio dan
rekaman audiovisual dirampas untuk dimusnahkan. Tindak pidana ini adalah
kejahatan;
2. barangsiapa dengan sengaja menyiarkan rekaman musik dan lagu dengan lirik
yang mengungkapkan pornografi dan hal-hal yang bersifat menghasut,
mempertentangkan, dan/atau bertentangn dengan ajar agama, atau merendahkan
martabat manusia dan budaya bangsa atau memuat hal-hal yang patut dapat
diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp. 700.000.000.oo
(tujuh ratus juta rupiah), (Pasal 37 ayat (2) huruf b)). Atas perintah pengadilan
rekaman audio dan audiovisual dirampas untuk dimusnahkan. Tindak pidana ini
adalah kejahatan;
3. barangsiapa dengan sengaja menyiarkan hal-hal yang bersifat sadisme, pornografi,
dan/atau bersifat perjudian, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 300.000.000.oo (tiga ratus juta rupiah), (Pasal 32 ayat
23 Namun demikian, jika ditelusuri dengan seksama antara apa yang diatur dalam UU Pers dan UU Penyiaran telah terjadi tabrakan besar, utamanya dalam hal kriminalisasi baru di UU Penyiaran. Jika UU Penyiaran masih memberikan ancaman yang besar, maka ternyata UU Pers sama sekali tidak lagi memberikan ancaman. Dalam hal terjadi masalah dengan wartawan media radio siaran dalam menjalankan tugas dan fungsi jurnalistiknya secara profesional, yang dipakai adalah UU Pers.
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
32
(7)). Atas perintah pengadilan rekaman audio dan rekaman audivisual dirampas
untuk dimusnahkan. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
4. barangsiapa dengan sengaja menyelenggarakan penyiaran tanpa izin, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 8 (delan) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 800.000.000.oo (delapan ratus juta rupiah), (Pasal 17 ayat (1)). Atas perintah
pengadilan perangkat atau peralatan dirampas untuk negara. Tindak pidana ini
adalah kejahatan;
5. barangsiapa dengan sengaja mendirikan LPA di Indonesia , dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000.oo (satu milyar rupiah), (Pasal 27 ayat (1)). Atas perintah
pengadilan perangkat atau peralatan dirampas untuk negara. Tindak pidana ini
adalah kejahatan;
6. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan
melalui satelit, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000.oo (lima ratus juta rupiah), (Pasal 20 huruf
a jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat dan peralatan dirampus untuk
negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
7. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan
melalui kabel, dipidan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp. 500.000.000.oo (lima ratus juta rupiah), (Pasal 20 huruf
c jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat atau peralatan dirampas untuk
negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
8. barang siapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan
melalui pemancaran terstrial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp. 300.000.000.oo (tiga ratus juta rupiah), (Pasal
20 huruf b jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat atau peralatan
dirampas untuk negara. Tindah pidana ini adalah kejahatan;
9. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran yang khusus
untuk disalurkan ke saluran radio atau televisi berlangganan atau ke
penyelenggara penyiaran untuk menjadi bagian dari siaran, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.
300.000.000.oo (tiga ratus juta rupiah), (Pasal 20 huruf d jo. Pasal 21). Atas
perintah pengadilan perangkat atau peralatan dirampas untuk negara. Tindak
pidana ini adalah kejahatan;
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
33
10. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyalurkan siaran melalui satelit dengan
1 (satu) saluran atau lebih, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp. 300.000.000.oo (tiga ratus juta rupiah), (Pasal
20 huruf f jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat atau peralatan
dirampas untuk negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
11. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyalurkan siaran dalam lingkungan
terbatas, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp. 300.000.000.oo (tiga ratus juta rupiah), (Pasal 20 huruf g jo.
Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat atau peralatan dirampas untuk
negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
12. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa audiovisual
berdasarkan permintaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp. 300.000.000.oo (tiga ratus juta rupiah), (Pasal
20 huruf h jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat dan peralatan
dirampas untuk negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
13. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi
multimedia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp. 300.000.000.oo (tiga ratus juta rupiah), (Pasal 20 huruf k jo.
Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat dan peralatan dirampas untuk
negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
14. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa audiovisual secara
terbatas di lingkungan terbuka, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2
(dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000.oo (dua ratus juta rupiah),
(Pasal 20 huruf e jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat dan peralatan
dirampas untuk negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
15. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi
suara dengan teks, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
denda paling banyak Rp. 200.000.000.oo (dua ratus juta rupiah), (Pasal 20 huruf i
jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat dan peralatan dirampas untuk
negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
16. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi
gambar dengan teks, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
atau denda paling bayak Rp. 200.000.000.oo (dua ratus juta rupiah), (Pasal 20
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
34
huruf j jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat dan peralatan dirampas
untuk negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan;
17. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran khusus, dipedana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.
500.000.000.oo (lima ratus juta rupiah), yang akan ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah, (Pasal 20 huruf l jo. Pasal 21). Atas perintah pengadilan perangkat
dan peralatan dirampas untuk negara. Tindak pidana ini adalah kejahatan
18. barangsiapa dengan sengaja memindahtangankan izin penyelenggaraan penyiaran,
dipidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
100.000.000.oo (seratus juta rupiah), (Pasal 17 ayat (5)). Tindak pidana ini adalah
pelanggaran;
19. barangsiapa tanpa izin melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dan/atau
kegiatan jurnalistik asing di Indonesia, dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.oo (seratus
juta rupiah), (Pasal 27 ayat (2)). Tindak pidana ini adalah pelanggaran;
20. barangsiapa tanpa izin melakukan kerja sama apemancaran siaran dengan LPA di
luar negeri, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp. 200.000.000.oo (duaratus juta rupiah), (Pasal 31 ayat
(1)). Tindak pidana ini adalah pelanggaran;
21. barangsiapa tanpa izin menggunakan perangkat khusus penerima siaran untuk
tujuan komersial, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 9 (sembilan)
bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.oo (seratus juta rupiah), (Pasal
50 ayat (2) huruf a). Atas perintah pengadilan perangkat dan peralatan dirampas
untuk negara. Tindak pidana ini adalah pelanggaran;
22. barangsiapa menyiarkan iklan niaga yang memuat promisi yang berkaitan dengan
ajaran suatu agama atau aliran tertentu, ajaran politik atau idiologi tertentu,
promosi pribadi, atau kelompok tertentu, dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.oo (seratus juta
rupiah), (Pasal 42 ayat (2) huruf a). Tindak pidana ini adalah pelanggaran;
23. barangsiapa menyiarkan iklan niaga yang memuat promosi barang dan jasa yang
berlebih-lebihan dan yang menyesatkan, baik mengenai mutu, asal, isi, ukuran,
sifat, komposisi maupun keasliannya, dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.oo (seratus
juta rupiah), (Pasal 42 ayat (2) huruf b). Tindak pidana ini adalah pelanggaran;
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
35
24. barangsiapa menyiarkan iklan niaga yang memuat iklan minuman keras dan
sejenisnya, bahan/zat adiktif serta iklan yang menggambarkan penggunaan rokok,
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda
paling banyak Rp. 100.000.000.oo (seratus juta rupiah), Pasal 42 ayat (2) huruf
c). Tindak pidana ini adalah pelanggaran; dan
25. barangsiapa menyiarkan iklan niaga yang memuat hal-hal yang bertentangan
dengan rasa kesusilaan masyarakat, dipidana dengan pidana kurungan paling lama
9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp. 100.000.000.oo (seratus juta
rupiah), (Pasal 42 ayat (2) huruf d). Tindak pidana ini adalah pelanggaran.
O. Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah:
Bagaimana Penerapannya ?
Setelah terurai dengan sangat panjang dengan beragam dan berwarna gagasan
yang berterbangan ke sana ke mari, mari kita rumuskan bagaimana penerapan radio
siaran sebagai pagar hidup otonomi daerah.
Pertama, mendorong seluruh radio siaran di daerah untuk menyamakan visi
tentang pemahaman bahwa radio siaran di daerah bahwa pada prinsipnya adalah baik
radio siaran maupun otonomi daerah bersifat local content. Artinyanya otonomi
daerah dapat diwujudkan dalam bahasa kesaharian yang ringan lewat radio siaran.
Sifat kelokalan radio siaran ini tampak dari adanya limitasi jangkauan siarannya,
yang hanya berisfat lokal, atau per kabupaten atau per propinsi untuk DKI Jakarta.
Sehingga, sebenarnya materi siaran radio itu hanya didengar di daerah itu sendiri. Dan
sesungguhnya informasi yang dibutuhkan di daerah itulah yang seharusnya menjadi
materi muatan siaran radio itu. Bagi pendegar di pinggiran pantai di pesisir Riau
misalnya, lebih membutuhkan informasi tentang cuaca, harga ikan, dan informasi
tentang kelautan yang lebih utama, ketimbang mendengar berita atau informasi
tentang peperangan antara Chenchya dengan Rusia. Dalam konteks otonomi daerah,
maka radio-radio di daerah seharusnya sudah berada pada posisi pemahaman yang
jelas tentang kue iklan daerah yang bisa dikelola dengan baik, ketimbang meminta
dan meminta kue iklan nasional. Misalnya kita hitung potensi Daerah Riau. Menurut
Media Indonesia, 18 November 1999, disebutkan bahwa Riau termasuk propinsi
terkaya di dunia, tetapi berapa anggaran dari pusat yang kembali ke daerah itu ?
-
Radio Pagar Hidup Otonomi Daerah
http://www.internnews.or.id
36
Ternyata hanya sekitar 1%.24 Dengan pelaksanaan otonomi daerah, seharusnya kue
iklan nasional tidak perlu diburu oleh radio siaran di Riau, tetapi lebih menggali kue
iklan daerah Riau sendiri. Hal ini sangat mudah mewujudkannya, yaitu perlu segera
menetapkan aturan mainnya melalui Peraturan Daerah.
Kedua, ketika visinya sudah sama, maka selanjutnya adalah membangun spirit
kebersamaan dan spirit keterbukaan. Kebersamaan diantara sesama radio siaran untuk
membuat acara bersama dengan menjual program semangat keterbukaan Gubernur
atau Bupati dan rakyatnya dalam acara talkshow yang intraktif, misalnya setiap hari
senin setiap minggu selama dua jam. Sang Gubernur atau sang Bupati berdialog
secara terbuka di udara tentang apa yang sudah dikerjakannya minggu yang lalu dan
apa yang akan dikerjakannya minggu yang akan datang. Demikian seterusnya. Acara
ini bisa diselingi oleh tokoh legislator, pemuda, mahasiswa, pebisnis dan yang lain.
Tentu acara ini sangat terbuka dengan pertanyaan dan perdebatan dari masyarakatnya.
Dalam konteks inilah sesungguhnya proses demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat dimulai, dilaksanakan dan dikawal terus di daerah itu. Semua itu bisa
dilaksanakan melalui radio siaran.
Ketiga, Pemerintah c.q. Pemerintah Daerah otonom seharusnya segera
memprogramkan Radio Siaran Swadaya Masyarakat (radio community) utamanya di
da