rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu · 2018-12-08 · penanganan...
TRANSCRIPT
i
RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS
PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU
IDING CHAIDIR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2007
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan judul Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapapun serta belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Bogor, Agustus 2007 Iding Chaidir NIP P25600007
iii
ABSTRAK IDING CHAIDIR. Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, DANIEL R MONINTJA, A AZIZ DARWIS, ANAS M FAUZI dan MARIMIN.
Pengembangan agroindustri perikanan kerapu budi daya menghadapi kendala utama yaitu masih lemahnya penguasaan teknologi dan belum sinkronnya hubungan antar pelaku perbenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen sehingga belum terbentuk rantai keterkaitan produksi yang kuat. Penelitian ini bertujuan menghasilkan model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan kerapu yang dapat digunakan sebagai alat simulasi guna perumusan kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut. Rancang bangun dan simulasi model dinamis dilakukan menggunakan program Powersim Studio Versi 2005, sedangkan urutan prioritas penerapan kebijakan ditetapkan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Simulasi model peningkatan keuntungan melalui perbaikan teknologi menunjukkan bahwa faktor penentu keberhasilan pembenihan adalah fekunditas induk, frekuensi memijah, dan sintasan benih. Faktor kunci keberhasilan pembesaran adalah tingkat sintasan ikan, padat penebaran, dan pertumbuhan ikan, sedangkan keberhasilan usaha pascapanen adalah tingkat sintasan kerapu, padat penebaran dan lama proses pasca panen. Kontribusi masing-masing faktor terhadap tingkat keuntungan serta optimalisasi penggunaan input produksi berupa induk dan jumlah KJA dapat diperhitungakan melalui simulasi. Demikian juga titik kritis setiap faktor terhadap keuntungan usaha. Kebijakan yang perlu diterapkan untuk mendukung keberhasilan agroindustri kerapu budidaya berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%). Keterkaitan antar pelaku usaha dapat dicapai apabila setiap pelaku usaha mengetahui kapasitas produksi optimal masing-masing sesuai dengan daya serap pasar dan penyesuaian jadwal produksi sesuai dengan fluktuasi yang terjadi di pasar. Kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan tahun 2009 sesuai skenario optimistis masing-masing adalah 2.265.864 ekor, 1.601.352 ekor dan 993.072 ekor, dan produksi optimal sesuai skenario pesimistis adalah 1.273.008 ekor, 972.036 ekor, dan 670.608 ekor. Simulasi evaluasi distribusi keuntungan masing-masing pelaku usaha menunjukkan hasil bahwa kegiatan pembesaran memberikan keuntungan yang paling tinggi, diikuti oleh pascapanen dan pembenihan. Untuk lebih menyeimbangkan distribusi keuntungan perlu kebijakan pemerintah seperti kebijakan harga benih atau subsidi pakan. Kata kunci: model dinamis, agroindustri kerapu, budi daya, AHP, Powersim, Batam
iv
ABSTRACT
IDING CHAIDIR, Construction of dynamic model for the management of grouper aquaculture agroindustry, under supervision of IRAWADI JAMARAN, DANIEL R MONINTJA, A AZIZ DARWIS, ANAS M FAUZI and MARIMIN.
The development of grouper aquaculture agroindustry in Indonesia is encountered by the problem of unsynchronized relationship among involved bussiness actors (hatchery, grower, post harvest / collector). This condition has led to a slow growth of the industry and small contribution to national income and fish farmers prosperity. The objective of the research was to increase the performance of the industry and strengthen the relationship among the actors through construction of a computer model using Powersim Studio Version 2005 combined with analytical hierarchy process (AHP) method. The simulation’s results indicate that the success of grouper hatchery industry depend on larvae survival rate, broodstock fecundity, and broodstock spawning rate. Meanwile grow-out productivity is depending on survival rate, stocking rate, and rearing period, and the success of post harvest activity is also depend on survival rate, stocking rate, and rearing period. Contribution of each factors to profit gain can be calculated through simulation. The simulation can also be employed to optimize the use of broodstocks in hatchery and the use of cages in grow out and post harvest activities. It also calculate the critical point for each factors in maximizing profit. A more detailed analysis using Analytical Hierarchy Process is conducted to formulate policy actions in improving grouper aquaculture industry. The policy actions are (1) healthy seed, (2) artificial food production, (3) broodtock genetic improvement, (4) fish grading, (5) drugs, vitamine and vaccine, (6) market information system, (7) seed certification, (8) good aquaculture practices, (9) stocking rate management (10) water quality improvement, and (11) cage maintenance. The relationship between three actors in the industry can be improved by setting up each production capacity that match the aggregate market demand. The relationship can also be improved by harmonizing their production schedule and managing their product inventory properly. The analysis indicate that the production capacity of this species for hatchery should be 2.265.864 seed/year, for grow-out 1.601.352 head/year, and for post harvest 993.073 head/year. If the demand is levelling up at current state (pesimistic scenario), then the production rate are estimated to be consecutively 1.273.008 seed/year, 972.036 head/year, and 670.608 head/year. Finally, through simulation we can evaluate the profit distribution among the three actors in the industry, i.e. hatchery, grow-out, and post harvest though which we can formulate a specific government policy that initiate a balancing process for profit distribution such as seed pricing or feed production support.
Key words: dynamic model, grouper aquaculture, Powersim, AHP, Batam.
v
RINGKASAN Industri budidaya perikanan kerapu di Indonesia masih belum berkembang seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan produksi dan jumlah usaha budidaya kerapu. Produksi ikan kerapu budidaya meningkat dari 6.879 ton tahun 2000 menjadi 7.057 ton pada tahun 2002, kemudian menurun menjadi 6.552 ton pada tahun 2004 (Dirjen Perikanan Budidaya, 2006). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa industri ini masih belum mapan (established) sehingga memerlukan masukan teknologi untuk menjadikan industri tesebut sebagai andalan. Permasalahan yang dihadapi dalam industri budidaya perikanan kerapu adalah belum terbentuknya sruktur yang mantap yang menjamin aliran suplai barang dari hulu ke hilir dan aliran informasi dari hilir (pasar) ke hulu. Belum eratnya keterkaitan antar subsistem ini disertai juga dengan rendahnya penguasaan teknologi dalam mata rantai produksi yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya produktivitas. Permasalahan dalam industri kerapu budidaya bersifat kompleks, dinamis dan probabilistrik, sehingga perlu diatasi melalui pendekatan sistem. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu. Rancang bangun dan simulasi model dinamis dilakukan menggunakan program Powersim Studio Versi 2005, sedangkan urutan prioritas penerapan kebijakan ditetapkan dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Ruang lingkup penelitian meliputi tahap tahap (1) Identifikasi faktor-faktor atau komponen yang berpengaruh, (2) Pengkonstruksian model dinamis dan (3) Simulasi untuk optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri perikanan kerapu. Penelitian ini dibatasi pada subsistem pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen, sedangkan lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau, dan jenis ikan kerapu yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan kerapu macan (E. fuscoguttatus). Sesuai dengan tahapan dalam pendekatan sistem maka dilakukan (1) analisis kebutuhan (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang bangun model. Model yang dirancangbangun terdiri dari sub model peningkatan nilai tambah pembenihan, sub model peningkatan nilai tambah budidaya dan sub model peningkatan nilai tambah pasca panen. Penggabungan ketiga sub model tersebut dalam model integral digunakan dalam simulasi kapasitas produksi agregat dan simulasi pemerataan distribusi profit. Hasil penelitian yang meliputi hasil simulasi dan penerapan model mencakup simulasi peningkatan nilai tambah produksi (pembenihan, budidaya dan pasca panen), simulasi untuk prediksi kapasitas produksi, dan simulasi untuk pemerataan distribusi keuntungan antar subsistem produksi yang terlibat. Hasil simulasi ini selanjutnya diperingkatkan untuk mengetahui prioritas kebijakan yang perlu diterapkan dalam pembangunan agroindustri perikanan kerapu.
vi
Nilai tambah pada pembenihan dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang diukur dari peningkatan parameter produksi yaitu “tingkat sintasan benih” pada 11%, 16% dan 21%, “prosentase induk memijah” pada 10%,20% dan 30%, dan “fekunditas induk” pada level 1 juta, 1,5 juta dan 2,0 juta telur. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah pembenihan adalah (1) peningkatan persentase induk memijah (51,94 %), (2) peningkatan fekunditas (25,81 %), dan (3) peningkatan sintasan (22,25 %). Nilai tambah pada budidaya dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang dilihat dari parameter “tingkat sintasan kerapu” pada 90%, 80% dan 70%, padat penebaran pada 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA dan 600 ekor/KJA, dan “lama pemeliharaan kerapu” pada 4 bulan, 5 bulan dan 6 bulan. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah budidaya adalah (1) meningkatkan pertumbuhan ikan (39,25%), (2) peningkatan padat penebaran (38,55 %), dan (3) peningkatan sintasan (22,20 %). Nilai tambah pada pasca panen, seperti halnya pada subsistem budidaya dapat dimaksimalkan dengan optimalisasi penggunaan input produksi yang dilihat dari parameter “tingkat sintasan kerapu” pada 90%, 80% dan 70%, padat penebaran pada 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA dan 600 ekor/KJA dan lama proses pasca panen yaitu 1, 1,5 dan 2 bulan. Simulasi dilakukan juga untuk mengetahui titik kritis setiap faktor yang menentukan tingkat keuntungan pembenihan, pembesaran dan pasca panen. Analisis menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) menunjukkan bahwa urutan prioritas optimalisasi input produksi untuk peningkatan nilai tambah pasca panen adalah (1) mempersingkat lama pasca panen (55,94 %), (2) peningkatan padat penebaran (28,02 %), dan (3) peningkatan sintasan (16,04 %). Untuk mendukung sukses pengembangan industri perikanan kerapu yang meliputi pembenihan, pembesaran dan pasca panen, maka kebijakan teknis yang perlu diterapkan berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%). Simulasi dalam rangka mengukur kapasitas produksi optimal pembenihan, budidaya dan pasca panen dilakukan sesuai dengan tiga skenario proyeksi permintaan kerapu macan. Berdasarkan skenario optimistik, yaitu kecenderungan permintaan mengikuti kecenderungan saat ini, maka kapasitas produksi optimal pembenihan adalah 1.938.144 ekor/tahun, pembesaran 1.596.516 ekor/tahun dan pasca panen 1.271.976 ekor/tahun. Pada skenario moderat, pembenihan sebesar 1.396.932 ekor/tahun, pembesaran 1.191.312 ekor/tahun dan pasca panen 971.004 ekor/tahun. Untuk skenario pesimistis, produksi optimal pembenihan adalah 843.300 ekor/tahun, pembesaran 786.096 ekor/tahun dan pasca panen 668.508 ekor/tahun. Hasil ini menunjukkan kebutuhan benih, budidaya maupun pasca panen kerapu macan yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasar Hong Kong, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar bagi perencanaan pengembangan kegiatan usaha dan menghindarkan terjadinya produksi yang
vii
berlebih. Dengan menggunakan data permintaan jenis ikan kerapu lain dapat pula diprediksikan kapasitas produksi yang sesuai dengan kebutuhan. Keuntungan yang diperoleh masing-masing subsistem dalam industri perikanan kerapu disimulasikan dengan menggunakan harga jual sebagai faktor peubah, sedangkan variabel teknis lainnya sesuai dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan simulasi diperoleh informasi bahwa bila lakukan perubahan terhadap variabel harga jual benih dari Rp 6000,-/ekor menjadi Rp 7.000,-, terjadi perubahan total profit kumulatif pada subsistem pembenihan dari 17,89 M menjadi 21,21 M, perubahan profit pada subsistem budidaya dari Rp 43,36 menjadi Rp 41,59 M, dan tidak terjadi perubahan pada subsistem pascapanen yaitu tetap Rp 39,39 M. Apabila dilakukan perubahan terhadap harga jual benih dari Rp 6000,- menjadi Rp 8.000,-. Perubahan harga ini memberikan dampak pada komposisi keuntungan subsistem pembenihan, budidaya dan pasca panen masing-masing menjadi Rp 25,49 M, Rp 37,48 M dan Rp 39,39 M. Tampak bahwa peningkatan harga jual benih telah memberikan pengaruh terhadap pemerataan pendapatan industri budidaya perikanan kerapu, sehingga dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu dapat digunakan untuk mensimulasikan proses peningkatan nilai tambah maksimum pada rantai produksi pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen, prediksi kapasitas produksi optimal serta pemerataan distribusi profit. Faktor teknis yang menentukan keuntungan pembenihan berturut-turut adalah peningkatan frekuensi memijah, fekunditas telur, dan sintasan larva. Keuntungan pembesaran ditentukan oleh pertumbuhan ikan, padat penebaran dan sintasan ikan. Keuntungan pasca panen ditentukan oleh pertumbuhan ikan, padat penebaran dan sintasan ikan. Kebijakan yang diperlukan guna meniungkatkan pengembangan industri perikanan kerapu budidaya adalah pengembangan pakan buatan, pengembangan induk unggul, penggunaan obat/vitamin/vaksin , penggunaan benih bermutu, pengaturan padat tebar, perbaikan kualitas air , perawatan KJA, grading/seleksi ikan, pengembangan sistem informasi pasar, sertifikasi benih dan penerapan Good Aquaculture Practices . Model pengembangan kapasitas produksi dapat memprediksi tingkat produksi optimal pembenihan, budidaya dan penanganan pasca panen untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (ekses suplai). Perencanaan tersebut dirancang untuk setiap spesies kerapu bernilai ekonomis tinggi sehingga dapat digunakan untuk membatasi atau mengembangkan industri perikanan kerapu sesuai dengan spesies kerapu yang menjadi unggulan Indonesia. Model distribusi keuntungan dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan subsidi harga yang dapat menarik minat investor untuk berinvestasi di kegiatan usaha yang secara finansial tidak menarik. Untuk meningkatkan efektivitas program, hasil penelitian ini perlu didukung dengan penanganan aspek non teknis melalui kebijakan pemerintah yang mendorong pengembangan kawasan, litbang teknologi produksi melalui peran aktif pihak swasta. Secara spesifik pemerintah perlu mendorong produksi induk unggul, industri pakan, vaksin dan obat-obatan serta meningkatkan promosi pasar untuk memperluas pemasaran ikan kerapu.
viii
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ix
RANCANG BANGUN MODEL DINAMIS
PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU
IDING CHAIDIR
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
x
Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu
Nama Mahasiswa : Iding Chaidir
Nomor Pokok : P 25600007
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua
Prof. Dr. Daniel R. Monintja Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, M.Sc Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Irawadi Jamaran Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MSi. Tanggal Ujian: 13 Agustus 2007 Tanggal Lulus:
xi
PRAKATA
Penulis menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunianya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian ini bertemakan agroindustri kerapu budidaya, dengan judul Rancang Bangun Model Dinamis Pengelolaan Agroindustri Kerapu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak-bapak Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis MSc, Dr. Ir. Anas M. Fauzi M.Eng, dan Prof. Dr. Ir. Marimin MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan secara tulus sejak penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dr. Ir. Amril Aman MSc sebagai penguji luar komisi, dan pimpinan Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program S3 di IPB. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Dr. Wahono Sumaryono, Apt. APU, Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi, beserta jajaran pimpinan dan teman-teman di Pusat Teknologi Produksi Pertanian yang telah memberikan dukungan moril maupun materil selama saya melaksanakan studi S3 di IPB. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada istri dan anak-anak saya yang terus menerus memberikan dorongan semangat, pengertian, dan pengorbanan selama saya melaksanakan studi ini. Terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada teman-teman sesama mahasiswa S-3 Teknologi Industri Pertanian IPB yang sering memberikan dorongan semangat dan dukungan bahan-bahan referensi untuk penyelesaian studi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan bagi pembangunan sektor perikanan pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya.
xii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 8 September 1956 sebagai anak ke 5 dari 8 bersaudara dari pasangan Mas Abdul Hadi dan Nontjik Nurimah, menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di kota Palembang dan SMA di Cilimus - Kuningan. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budi daya Perikanan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1985, disponsori oleh pemerintah RI melalui Overseas Fellowship Program, penulis diterima studi S-2 di Departement of Agricultural Economics and Rural Development, Universitas North Carolina Agricultural and Technical State University, Greensboro, North Carolina, USA dan menyelesaikannya pada tahun 1987. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Doktor diperoleh pada tahun 2000 di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 1979 dan ditempatkan di Jakarta. Selama bekerja di BPPT penulis pernah menjabat sebagai Ketua Kelompok Studi Pengkajian Sistem Pedesaan (1988-1992), Kasubdit Pengkajian Sistem Industri Pertanian (1992-1997), Direktur Pengkajian Sistem Industri Primer (1997-1998), dan Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian (1998-2006). Selama bekerja di BPPT banyak melakukan penelitian khususnya di bidang budi daya perikanan. Selama melaksanakan penelitian ini, penulis juga menjabat sebagai Penanggung Jawab Program Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) Kerapu yang diselenggarakan oleh Kementerian Riset dan Teknologi.
xiii
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviiDAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xxiDAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxiv1 PENDAHULUAN ………………………………..……………………… 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………...... 1
1.2 Tujuan .......................…..…………………………………………... 6
1.3 Ruang Lingkup ............... ………………………………………...... 6
1.3.1 Ruang lingkup rancang bangun model ..................................... 6
1.3.2 Ruang lingkup pengelolaan ...................................................... 7
1.3.3 Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya ......................... 7
1.3.4 Lokasi penelitian ...................................................................... 8
1.3.5 Jenis ikan kerapu ...................................................................... 8
2 TINJAUAN PUSTAKA ……….………………………………………... 9
2.1 Industri Perikanan Kerapu ……………………………………........ 9
2.2 Rancang Bangun Model Sistem Dinamis…………………………… 11
2.3 Rantai Pasokan ……………………………………………………… 14
2.4 Rantai Nilai….……………………………………………………..... 15
2.5 Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) .……………............... 16
2.6 Analisis Kelayakan Finansial ………………………………………. 17
3 METODOLOGI………………………..………………………………….. 19
3.1 Kerangka Pemikiran ………………………………………………… 19
3.2 Tahapan Penelitian…………………………………………………... 22
3.2.1 Analisis kebutuhan …………………………………………… 25
3.2.2 Permodelan sistem …………………………………………… 25
3.2.3 Rancangbangun model dan impelemtasi komputer ………….. 26
3.2.4 Operasi ……………………………………………………….. 27
3.2.5 Simulasi model ……………………………………………….. 28
3.3 Pengumpulan Data………………………………………………....... 28
3.3.1 Jenis data ……………………………………………………... 28
3.3.2 Metode pengumpulan data …………………………………… 28
3.4 Metode Pengolahan Data……………………………………………. 31
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian ………….…………………………… 31
xiv
Halaman
4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA ............…….. 32
4.1 Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budidaya................................. 32
4.2 Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi daya ................................... 33
4.2.1 Industri pembenihan kerapu...................................................... 33
4.2.2 Industri pembesaran kerapu ..................................................... 35
4.2.3 Industri pascapanen dan perdagangan kerapu ......................... 36
4.3 Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup ....................................................... 37
4.3.1 Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong........... 37
4.3.2 Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong ........................ 40
5 PE NGEMBANGAN MODEL …………………………………………... 42
5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya ............................ 42
5.1.1 Analisis kebutuhan ………………..………………………... 42
5.1.2 Formulasi permasalahan .…………………………………… 43
5.1.3 Identifikasi sistem .………………………………………….. 46
5.2 Rancang Bangun Model………………………………………..…… 51 5.2.1 Rancang bangun model peningkatan keuntungan
agroindustri kerapu budidaya................................................ 51 5.2.2 Rancang bangun model penguatan struktur industri kerapu
budi daya ....................................……................................... 65
5.3 Pengujian Model................................................................................. 73
5.3.1 Verifikasi model....................................................................... 73
5.3.2 Validasi model ........................................................................ 74
5.3.3 Analisis sensitivitas ................................................................. 75
5.3.4 Analisis stabilitas ..................................................................... 75
5.4 Pengoperasian Model ......................................................................... 76
6 SIMULASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA...............................................................................
77
6.1 Simulasi Peningkatan Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya..................................................................................................... 77
6.1.1 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui perba-ikan fekunditas, persentase memijah dan sintasan benih........... 77
6.1.2 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui optimasi jumlah induk digunakan.............................................. 86
6.1.3 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran nelalui perba- ikan padat penebaran, sintasan dan lama pemeliharaan............. 90
xv
Halaman
6.1.4 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui optimalisasi jumlah KJA digunakan ......................................... 97
6.15 Simulasi peningkatan keuntungan pasca panen melalui perbaikan sintasan, padat tebar dan lama pemeliharaan. .......... 101
6.1.6 Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui optimasi jumlah KJA digunakan................................................ 108
6.2 Simulasi Perencanaan Kapasitas Produksi Agroindustri Kerapu Budi Daya..................................................................................................... 112
6.2.1 Kapasitas produksi pembenihan................................................ 115
6.2.2 Kapasitas produksi pembesaran dan pascapanen....................... 116
6.3 Simulasi Pemerataan Distribusi Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi Daya ........................................................................................... 117
6.3.1 Hasil simulasi distribusi keuntungan………………..………... 117
6.3.2 Hasil analisis finansial……………………………………....... 119
6.4 Simulasi Titik Kritis Agroindustri Kerapu Budidaya ......................... 127
6.4.1 Titik kritis pembenihan kerapu ……………………..………... 127
6.4.2 Titik kritis pembesaran kerapu ………………………………. 129
6.4.2 Titik kritis pasca panen kerapu ….………………………....... 130
7 ANALISIS PRIORITAS PENINGKATAN KEUNTUNGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA............................................... 131
7.1 Pemeringkatan Prioritas Perbaikan Faktor Produksi Berdasarkan Hasil Simulasi ..................................................................................... 131
7.1.1 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembenihan ............................................................................... 131
7.1.2 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembesaran ............................................................................... 134
7.1.3 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pasca panen ....................................................................................... 136
7.2 Pemeringkatan Prioritas Kebijakan Pengembangan Agroindustri Kerapu Berdasarkan Akuisisi Pendapat Pakar Dengan Metode AHP..................................................................................................... 139
8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN ...................................... 145
8.1 Perencanaan Kapasitas Produksi Agregat ........................................... 146
8.2 Pemerataan Distribusi Keuntungan .................................................... 148
9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA ............................................... 150
xvi
9.1 Kebijakan Perbaikan kInerja Teknis Produksi..................................... 150
9.1.1 Perbaikan faktor produksi pembenihan kerapu ........................ 150
9.1.2 Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu ......................... 151
9.1.3 Perbaikan faktor produksi pasca panen kerapu ......................... 152
9.2 Kebijakan Pengembangan Program Pendukung ................................. 153
9.2.1 Pengembangan produksi pakan buatan...................................... 153
9.2.2 Pengembangan induk unggul..................................................... 155
9.2.3 Penggunaan obat-obatan dan vitamin ...................................... 157
9.2.4 Penerapan prosedur operasi terstandar ..................................... 157
9.3 Kebijakan Penciptaan Iklim Kondusif ................................................ 158
9.3.1 Aspek perdagangan dan pemasaran .......................................... 158
9.3.2 Pengaturan kapasitas produksi agregat ..................................... 159
9.3.3 Pengembangan kawasan budi daya kerapu .............................. 160
9.3.4 Pengembangan industri alat dan mesin produksi ...................... 161
10 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 162
10.1 Keimpulan ………………………………………………………. 162
10.2 Saran ………………………………………………………………. 164
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 165
LAMPIRAN…………………………………………………………………… 170
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk 2
2. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini ......... 29
3. Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang tahun 2002 dan 2003……. 36
4. Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: Kg) ………………………………………….………………
37
5. Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (satuan: $ HK) ....................................................................................
38
6. Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK)...... 38
7. Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan negara pemasok tahun 2000-2005 (Satuan: Kg).................................
39
8. Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis kerapu...................................................................................................
40
9. Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (%)…………………………………………..
41
10. Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem industri kerapu budidaya ......................................................................
44
11. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu......................................................................
55
12. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri budi daya ikan kerapu. ……………………………………………....
60
13. Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pascapanen ikan kerapu…………………………………………......
64
14. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK)..............................................................
81
15. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK) .........................................................................
81
16. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR)..................................................................
83
17. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (FK) ............................................................................................
83
18. Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah .......................................................
85
19. Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK)..........................................................................
86
20. Jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival (SR) benih untuk maksimalisasi profit pembenihan.............................
87
xviii
Halaman
21.
22.
23.
Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai prosentase jumlah induk memijah ...........
Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk ..........................
Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha budi daya pada berbagai tingkat padat penebaran pembesaran .................................................
88
90
92
24. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran benih /KJA ......................................................................... 93
25. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat sintasan pembesaran ................................................................ 94
26. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat sintasan 95
27. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran ......................................... 96
28. Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran ............................................................................. 97
29.
30.
Jumlah karamba jaring apung (KJA) untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan .......................
Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran........................
99
100
31.
32.
Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran..........................
Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat sintasan....................................................................................
101
103
33. Tingkat produksi bulanan pascapanen yang diperoleh pada berbagai tingkat sintasan ikan pascapanen ....................................................... 103
34. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran....................................................................... 105
35. Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran ikan / KJA ................................................................ 106
36. Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat lama proses pascapanen ......................................................... 107
37. Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai lama proses pascapanen .............................................................................. 108
38. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat sintasan ikan........................................... 109
39.
Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai padat penebaran.................................................. 111
xix
Halaman
40. Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai lama waktu pasca panen.....................................
112
41. Hasil simulasi kapasitas produksi maksimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan untuk memenuhi pasar Hong Kong per tahun merurut tiga skenario pertumbuhan (ekor).................................. 115
42. Perbandingan tingkat keuntungan bulanan yang diperoleh ketiga subsistem dalam industri pembesaran perikanan kerapu..................... 118
43. Pengaruh perubahan variabel dalam subsistem pembenihan terhadap total keuntungan ketiga subsistem industri.......................................... 119
44. Biaya investasi pembenihan kerapu skala produksi 1 juta ekor benih per bulan. ............................................................................................. 121
45. Biaya operasional pembenihan ikan kerapu setiap siklus (6 bulan)................................................................................................... 122
46. Biaya investasi pembesaran kerapu skala 4 unit karamba................... 123
47. Biaya operasional pembesaran ikan kerapu (4 karamba)..................... 124
48. Biaya investasi penanganan pascapanen kerapu skala 4 unit karamba. 125
49. Biaya operasional usaha pascapanen ikan kerapu (4 karamba)......... 126
50. Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembenihan pada tingkat keuntungan pembenihan sama dengan nol .............................. 128
51. Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembesaran kerapu pada tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol ...................... 129
52. Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pasca panen kerapu pada tingkat keuntungan pasca panen sama dengan nol...................... 130
53. Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pembenihan ikan kerapu...... 132
54. Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP......................................................... 133
55. Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP......................................................... 133
56. Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap perubahan tingkat keuntungan pembesaran ikan kerapu.................... 134
57. Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP......................................................... 135
58. Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP........................................................ 136
59. Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pascapanen kerapu .............. 137
xx
Halaman
60. Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP .......................................................... 138
61. Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP ......................................................... 138
62. Hasil perbandingan berpasangan dari peranan aktor terhadap program pengembangan agroindustri kerapu budidaya ..................................... 141
63. Hasil perhitungan bobot kepentingan variabel sasaran ........................ 142
xxi
DAFTAR GAMBAR Halaman
1. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia 2002-2003…………... 3
2. Perkembangan harga kerapu tahun 2002-2003 di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau ………………………........................... 4
3. Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA............ 13
4. Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM........................................................................................... 13
5. Rabtai nilai generik (Porter, 1994)…………………………………… 16
6. Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri perikanan kerapu...................................................................................................... 20
7. Tahap penelitian dan rancang bangun model dinamis pengelolaan agroindustri perikanan kerapu................................................................ 23
8. Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model pengelolaan agroindustri budidaya perikanan kerapu................................................. 24
9. Diagram sebab-akibat sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya. ................................................................................... 48
10. Diagram input output sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya..................................................................................... 50
11. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu. …………………………… 53
12. Struktur model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu menggunakan program Powersim Studio. …………………………….. 54
13. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri budi daya perikanan kerapu. ……………………. 57
14. Struktur sub model peningkatan keuntungan industri budi daya kerapu menggunakan program Powersim Studio……………………… 59
15. Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu. ………………………… 61
16. Struktur sub model peningkatan keuntungan penanganan pasca panen kerapu……………………………………………………………......... 63
17. Diagram sebab akibat untuk model penguatan struktur industri perikanan kerapu ……….…………………………………………….. 67
18. Struktur model penguatan struktur industri perikanan kerapu menggunakan program Powersim Studio............................................... 72
19. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK)................................................................. 80
20. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR)..................................................................... 82
xxii
Halaman
21. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah.......................................................... 85
22.
23.
24.
Grafik jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival benih untuk maksimalisasi profit pembenihan ...........................
Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai prosentase jumlah induk memijah.................
Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk ...............................
87
88
89
25. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda................................................................................ 92
26. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda................................................................................
94
27. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah lama pembesaran pada tiga tingkatan berbeda................................................................................
96
28.
29.
30.
Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan .............................
Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran ikan ........................
Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran ................................
98
99
100
31. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda................................................................................
102
32. Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda............................................................................... 105
33.
34
35
36.
Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda...............................................................................
Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan ............................
Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai tingkat padat penebaran ...............................
Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pasca panen pada berbagai lama waktu pasca panen .............................
107
109
110
111
xxiii
Halaman 37. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan
pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario optimistik.................. 113
38. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario moderat...................... 114
39. Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran, dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario pesimistik................... 114
40. Grafik perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh ketiga subsistem produksi dalam agroindustri kerapu budi daya....................... 118
41. Hierarki untuk menentukan prioritas program pengembangan agroindustri kerapu budidaya.................................................................... 140
42. Bentuk tampilan pada layar komputer penghitungan AHP menggunakan Expert Choice Versi 11 ............................................................................. 142
43. Tampilan hasil AHP peringkat kebijakan pengembangan agroindustri kerapu menggunakan Expert Choice Versi 11 ......................................... 143
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. Perkembangan produksi ikan kerapu tangkap Indonesia (Kg) ....... 171
2. Perkembangan produksi ikan kerapu dari budi daya (Kg)………… 172
3. Produksi benih nasional 1999-2002………………………………. 173
4. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia 2002 dan 2003...... 174
5. Elemen yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya .. 177
6. Peta kawasan Batam - Rempang – Galang (Barelang) lokasi utama penelitian dilaksanakan.................................................................... 178
7. Diskripsi fisik jenis-jenis ikan kerapu yang banyak diperdagangkan di Indonesia.......................................................... 179
8a.
Proyeksi permintaan kerapu macan menggunakan metode kuadrat terkecil............................................................................... 180
8b. Proyeksi harga kerapu macan di pasar Hong Kong (HK$) menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis)......... 181
9. Manual pengoperasian model simulasi pengelolaan agroindustri kerapu budi daya ...........................................................
182
10. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah gabungan Fekunditas secara probabilistik....................................................................................... 187
11. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah sintasan benih secara probabilistik........... 187
12. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah persentase induk memijah secara probabilistik....................................................................................... 188
13. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah padat penebaran secara probabilistik ............ 188
14. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah sintasan ikan secara probabilistik ................. 189
15. Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah lama pemeliharaan secara probabilistik........ 189
16. Hasil simulasi optimalisasi distribusi keuntungan, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 7.000,- ................................................ 190
17. Hasil simulasi optimalisasi distribusi keuntungan, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 8.000,-.................................................
190
18. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembenihan................ 191
19. Proyeksi biaya operasi pembenihan kerapu.................................... 192
20. Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembenihan kerapu............... 193
xxv
Halaman
21. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembenihan kerapu..............................................................................................
194
22. Proyeksi rugi laba pembenihan kerapu........................................... 195
23. Proyeksi arus kas (cash flow) pembenihan kerapu......................... 196
24. Proyeksi neraca pembenihan kerapu ............................................. 197
25. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembenihan kerapu………………………………………..
198
26. Analisa break even pembenihan kerapu......................................... 200
27. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembesaran............... 201
28. Proyeksi biaya operasi pembesaran kerapu.................................... 202
29. Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembesaran kerapu............... 203
30. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembesaran kerapu.............................................................................................
204
31. Proyeksi rugi laba pembesaran kerapu........................................... 205
32. Proyeksi arus kas (cash flow) pembesaran kerapu………………. 206
33. Proyeksi neraca pembesaran kerapu............................................... 207
34. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembesaran kerapu………………………………………..
208
35. Analisa break even pembesaran kerapu.......................................... 209
36. Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pascapanen............... 211
37. Proyeksi biaya operasi pascapanen kerapu................................... 212
38. Proyeksi penyusutan dan amortisasi pascapanen kerapu.............. 213
39. Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pascapanen . 214
40. Proyeksi rugi laba pascapanen kerapu.......................................... 215
41. Proyeksi arus kas (cash flow) pascapanen kerapu...................... 216
42. Proyeksi neraca pascapanen kerapu............................................. 217
43. Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pascapanen kerapu……………………………………….
218
44. Analisis break even pascapanen kerapu...................................... 220
45. Hasil simulasi titik kritis fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan ...................................................................................
222
46. Hasil simulasi titik kritis persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan ................................................................
222
xxvi
Halaman
47. Hasil simulasi titik kritis biaya pakan benih terhadap keuntungan pembenihan ....................................................................................
223
48. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan benih terhadap keuntungan pembenihan.................................................................
223
49. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual benih terhadap keuntungan pembenihan.................................................................
224
50. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pembesaran..................................................................
224
51. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli benih terhadap keuntungan pembesaran..................................................................
225
52. Hasil simulasi titik kritis tingkat biaya pakan ikan terhadap keuntungan pembesaran..................................................................
225
53. Hasil simulasi titik kritis padat penebaran benih terhadap keuntungan pembesaran ................................................................
226
54. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan terhadap keuntungan pembesaran.....................................................................................
226
55. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pasca panen.................................................................
227
56. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli kerapu terhadap keuntungan pasca panen.................................................................
227
57. Hasil simulasi titik kritis tingkat harga pakan terhadap keuntungan pasca panen.................................................................
228
58. Hasil simulasi titik kritis tingkat padat tebar ikan terhadap keuntungan pasca panen.................................................................
228
59. Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan ikan terhadap keuntungan pasca panen.................................................................
229
60. Grafik perkembangan harga kerapu Hong Kong 2002 -2006........ 230
xxvii
DAFTAR ISTILAH
AHP : Analytical Hierarchy Process, merupakan metoda yang digunakan untuk menstrukturkan suatu situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh berbagai prioritas
Break even point : Titik impas, yaitu jumlah unit penjualan pada kondisi keuntungannya adalah nol.
Causal loop diagram : Diagram sebab-akibat yang menggambarkan hubungan antar variabel dalam suatu sistem yang dikaji.
Expert Choice : Paket program komputer yang dapat digunakan untuk penyusunan struktur hierarki dan penghitungan nilai dalam metoda AHP.
Fekunditas : Jumlah butir telur yang dikandung oleh rata-rata seekor induk ikan.
Hatchery : Pembenihan, yaitu fasilitas yang digunakan untuk mengembangbiakkan ikan melalui pemijahan dan pemeliharaan larva.
IRR : Internal rate of return, tingkat bunga yang menggambarkan bahwa nilai sekarang dari benefit dan nilai sekarang dari cost sama dengan nol.
KJA : Karamba jaring apung. Perlengkapan untuk memelihara ikan di perairan terbuka, terdiri atas kerangka kayu persegi empat dilengkapi pelampung dan jaring.
Memijah : Saat induk betina melepas telur dan dibuahi oleh ikan jantan.
Mortalitas : Persentase jumlah ikan yang mati dibandingkan dengan populasi awal.
MSY : Maximum sustainable yield. Jumlah ikan maksimum yang dapat ditangkap secara berkelanjutan.
Net Present Value : Nilai sekarang dari laba yang diperoleh di masa yang akan datang atas suatu investasi.
Pascapanen :
Proses lanjutan dari pembesaran sebelum ikan dijual ke pasar yang terdiri atas seleksi, grading, dan pemulihan kondisi ikan hingga siap dijual ke pasar.
Pembenihan : Lihat: Hatchery.
Pembesaran : Pemeliharan ikan berukuran benih hingga ukuran konsumsi. Dalam kasus ikan kerapu, pembesaran dilaksanakan di dalam karamba jaring apung yang diletakkan di laut.
xxviii
Phytoplankton : Jasad renik di dalam air yang berupa tanaman dan mengandung butir hijau daun (chlorophyl).
Powersim Studio Paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang berbasis Windows yang didukung dengan fasilitas untuk menggambarkan diagram alir dan diagram sebab-akibat serta persamaan yang menghubungkan antar variabel.
Padat penebaran : Jumlah ikan / benih yang ditebarkan dalam satuan volume air (m3).
Payback period : Jangka waktu periode yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya biaya yang telah dikeluarkan dalam investasi suatu proyek.
Rasio biaya manfaat : Benefit cost ratio, merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari benefit bersih dan nilai sekarang dari biaya bersih.
Sintasan : Survival rate. Persentase jumlah ikan yang bertahan hidup dari populasi awal.
Sistem dinamis : Metode analisis masalah yang melibatkan aspek waktu sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan (perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut
Validasi model : Proses pengujuan bahwa model komputer yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan dan konsisten dengan maksud dari penerapan model
Verifikasi model : Proses meyakinkan bahwa program komputer dari model yang dibuat beserta implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana program komputer yang dibuat telah menunjukkan prilaku dan respon yang sesuai dengan tujuan dari model.
Zooplankton : Jasad renik di dalam air yang berupa hewan (zoo).
xxix
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup:
Dr. Ir. Amril Aman, MSc.
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka:
1. Dr. Wahono Sumaryono, Apt.APU
2. Dr. Ir. Made L Nurdjana
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km2 dan
wilayah laut 5,8 juta km2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki
potensi sumber daya perikanan yang cukup besar. Tingkat pemanfaatan lestari
(maximum sustainable yield) sumber daya perikanan laut seluruh perairan
Indonesia adalah sebesar 6,18 juta ton. Sementara itu, produksi perikanan laut
Indonesia pada tahun 1998 sebesar 3,6 juta ton, atau 58,5% dari tingkat
pemanfaatan lestarinya (Dahuri 2003). Potensi perikanan tersebut merupakan
salah satu keunggulan komparatif yang dapat menjadi modal dasar bagi Indonesia
dalam persaingan perdagangan internasional.
Pemanfaatan potensi perikanan melalui kegiatan penangkapan memiliki
keterbatasan karena dapat mengancam kelestarian. Karena adanya keterbatasan
tersebut, maka produksi perikanan mulai beralih dari penangkapan ke kegiatan
budi daya. Perkembangan produksi perikanan tangkap di laut Indonesia selama
kurun waktu 2002-2005 hanya meningkat rata-rata sebesar 4,31%, sedangkan
produksi perikanan budi daya di laut pada kurun waktu yang sama meningkat
sebesar 23,35% (Koeshendrajana et al. 2006).
Salah satu komoditi perikanan laut yang memiliki prospek yang baik
untuk dikembangkan adalah ikan kerapu karena memiliki nilai ekonomis dan
permintaan pasar ekspor yang tinggi. Beberapa jenis ikan kerapu yang memiliki
nilai ekonomi yang tinggi antara lain adalah kerapu bebek atau kerapu tikus
(Cromileptes altivelis), kerapu macan (Ephinephelus fuscogutatus), kerapu
lumpur (Ephinephelus tauvina), kerapu malabar (Ephinephelus malabaricus),
kerapu sunu (Plectopomus leopardus), dan ikan napoleon (Cheilinus undulatus).
Sekitar 93% produksi ikan kerapu di Indonesia (tahun 2001) masih
didominasi oleh kegiatan penangkapan di laut, selebihnya merupakan hasil budi
daya. Penangkapan dilakukan dengan cara-cara yang tidak memperhatikan
kelestariannya seperti penggunaan bahan peledak atau racun sianida. Akibatnya
terjadi kerusakan terumbu karang yang merupakan habitat ikan kerapu dan
mengancam kelestarian ikan kerapu di alam.
Budi daya atau pembesaran (grow-out) ikan kerapu dalam karamba jaring
apung (KJA) yang menggunakan benih hasil pembenihan (hatchery) atau
2
menggunakan dari alam telah mulai berkembang di beberapa daerah seperti di
Lampung, Bali, dan Riau. Pengembangan budi daya ikan kerapu ini diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan, mengurangi tekanan
terhadap kerusakan lingkungan melalui penangkapan di laut, dan menghasilkan
devisa melalui ekspor.
Tabel 1 Perkembangan produksi kerapu berdasarkan jenis usaha dan produk
Tahun Produksi
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Penangkapan (ton)*)
39.342 48.422 48.516 48.400 53.743 t.a.d t.a.d
Budi daya (ton)**)
1.759 6.879 3.818 7.057 8.638 6.552 12.000
Benih (ekor) 186.100 287.000 2.742.900 3.356.200 t.a.d t.a.d t.a.dSumber: *) Ditjen Perikanan Tangkap (2005) dikutip oleh Koeshendrajana (2007). **)Laporan Tahunan Ditjen Perikanan Budidaya , 2005 t.a.d = tidak ada data, Perkembangan industri perikanan kerapu budi daya di Indonesia sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1, masih belum seperti yang diharapkan, tercermin dari lambatnya peningkatan volume produksi dan jumlah usaha budi daya kerapu. Perkembangan produksi penangkapan kerapu sesuai dengan provinsi dapat dilihat di Lampiran 1, sedangkan perkembangan produksi asal budi daya per provinsi dapat dilihat di Lampiran 2, dan perkembangan produksi benih kerapu, khususnya kerapu macan dan kerapu bebek dapat dilihat di Lampiran 3. Sebagian besar produksi ikan kerapu Indonesia baik melalui penangkapan maupun budi daya diekspor ke luar negeri, terutama Hong Kong. Perkembangan volume dan jenis kerapu yang diimpor oleh Hong Kong dari Indonesia tahun 2002 dan 2006 dapat dilihat pada Gambar 1. Dapat dilihat pula bahwa volume impor kerapu Hong Kong tersebut sangat berfluktuasi sesuai dengan perkembangan permintaan pasar pada musim tertentu yang dikaitkan dengan perayaan hari-hari besar di kawasan tersebut. Meskipun demikian, prospek pasar ikan kerapu di masa yang akan datang sangat cerah karena masyarakat etnis cina tersebar di berbagai negara. Data lebih rinci mengenai perkembangan impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 4. Fluktuasi permintaan yang juga mempengaruhi tingkat harga pada
gilirannya menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh produsen ikan
3
kerapu. Sering terjadi kondisi bahwa ikan yang telah siap dipanen tidak dapat
diserap pasar karena permintaan sedang turun, atau sebaliknya permintaan
tinggi tetapi tidak tersedia pasokan dari produsen. Sementara itu, untuk
memproduksi ikan kerapu diperlukan jangka waktu setidaknya 1 tahun sejak
benih ikan ditebarkan. Benih tersebut harus dipesan dari pembenihan (hatchery)
yang belum tentu “ready stock” karena juga dipengaruhi musim. Kondisi seperti
ini mencerminkan ketidakpastian dalam melaksanakan usaha pembenihan,
pembesaran maupun pascapanen, sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya
agroindustri kerapu budi daya di Indonesia secara pesat.
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
Jan'
02 Apr Ju
lO
ctJa
n'03 Apr Ju
l
Oct
Jan'
04 Apr Ju
lO
ctJa
n'05 Apr Ju
lO
ctJa
n'06 Apr
Bulan/Tahun
Volu
me
(Kg)
/ B
ulan
Kerapu Tikus Kerapu Lumpur Kerapu Macan
Kerapu Malabar Kerapu Sunu Leopard Kerapu Sunu TotolNapoleon
(Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006).
Gambar 1 Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia tahun 2002-2006.
Permasalahan yang dihadapi dalam agroindustri kerapu budi daya
sebagaimana dijelaskan di atas terjadi karena masih belum terbentuknya
keterkaitan yang erat antar pelaku-pelaku usaha yang terlibat di dalam rantai
produksi perikanan kerapu. Aliran informasi tentang permintaan pasar masih
belum transparan, sehingga pembudidaya tidak mengetahui secara pasti kapan
4
harus mulai memproduksi agar sesuai kebutuhan pasar. Demikian pula halnya
dengan produsen benih yang tidak dapat mengantisipasi kapan harus
menyediakan benih sesuai kebutuhan. Hal ini menunjukkan adanya
ketidakpastian dalam pelaksanaan kegiatan usaha bagi pelaku dalam rantai
produksi agroindustri kerapu budi daya.
Ketidakpastian dalam kegiatan usaha dalam agroindustri kerapu budi daya
diindikasikan dengan terjadinya fluktuasi harga kerapu sepanjang tahun. Hal ini
dapat dilihat pada Gambar 2, yang menunjukkan fluktuasi harga kerapu di tingkat
pedagang pengumpul di Kepulauan Riau selama tahun 2002-2003. Dapat dilihat
bahwa perubahan harga ikan kerapu berubah setiap bulan dengan fluktuasi yang
cukup besar. Perubahan tersebut sangat ditentukan oleh kondisi permintaan pasar
di Hong Kong. Tingkat fluktuasi harga yang sangat besar ini jelas menyulitkan
produsen ikan kerapu untuk memperoleh keuntungan secara pasti.
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
Janu
ari02
Maret
Mei Juli
Septem
ber
Nopem
ber
Janu
ari 03
Maret
Mei Juli
Septem
ber
Nopem
ber
Bulan
Rp
/ kg
Rata-rata Harga Macan Sunu Halus Lumpur Napoleon
(Sumber: PT Trimina Dinasti Agung – Tanjung Pinang).
Gambar 2 Perkembangan harga kerapu tahun 2002-2003 di tingkat pedagang pengumpul di Kepulauan Riau.
5
Selain permasalahan yang terjadi pada rantai pasokan agroindustri kerapu
budi daya yang diakibatkan oleh faktor eksternal sebagaimana diuraikan di atas,
permasalahan yang bersifat internal terutama menyangkut belum dikuasainya
teknologi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen ikut mempengaruhi kinerja
pelaku usaha di bidang agroindustri kerapu budi daya. Belum dikuasainya
teknologi antara lain berimplikasi pada masih tingginya tingkat kematian
(mortality rate) ikan dan rendahnya produktivitas pada usaha pembenihan
maupun pembesaran.
Mengingat agroindustri perikanan budi daya kerapu sangat potensial
sebagai sumber pendapatan dan penyediaan lapangan pekerjaan, sekaligus
mendorong pertumbuhan perekonomian daerah, maka pengembangannya di
masa yang akan datang perlu didukung oleh perencanaan komprehensif yang
mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi. Perencanaan tersebut perlu
dituangkan dalam suatu konsep manajemen yang meningkatkan keterkaitan antar
pelaku yang terlibat dalam agroindustri kerapu budi daya dan meningkatkan
penguasaan teknologi oleh pelaku usaha. Dengan demikian akan menjamin
tumbuhnya industri perikanan yang berkelanjutan yang memberikan keuntungan
yang maksimum bagi para pelaku usaha, baik pembenih, pembudidaya maupun
pascapanen, sekaligus memberikan efek pengganda (multiplier effect) terhadap
berkembangnya kegiatan ekonomi lainnya.
Manajemen industri perikanan melibatkan interaksi rumit antara proses
biologis, lingkungan yang bervariasi, kelompok pengguna yang berbeda, dan
tujuan manajemen yang bertentangan. Selain itu, industri perikanan berhubungan
dengan perilaku yang berubah menurut waktu sehingga bersifat dinamis (Johnson
1995). Pemecahan masalah yang kompleks tidak dapat dilakukan dengan cara
sederhana dengan menggunakan penyebab tunggal, tetapi dengan menerapkan
pendekatan sistem yang dapat memberikan dasar untuk memahami penyebab
ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem (Marimin 2005). Selanjutnya
Eriyatno (1999) menyatakan bahwa keunggulan pendekatan sistem adalah dapat
mengidentifikasi dan memahami berbagai aspek dari suatu permasalahan dan
dapat mengarahkan pemecahannya secara menyeluruh.
Pemecahan masalah malalui pendekatan sistem dilakukan antara lain
melalui tahap pembuatan model (pemodelan) dan simulasi. Model tersebut dapat
6
diklasifikasikan sebagai model statik dan model dinamik. Dalam model statis,
perubahan input memiliki pengaruh langsung terhadap output, karena tidak
melibatkan waktu tunda (delays) atau konstanta waktu (time constant).
Sebaliknya model dinamis melibatkan umpan balik dan waktu tunda informasi
untuk memahami perilaku dinamis suatu sistem yang kompleks (Laurikkala et al.
2001).
Sejalan dengan pendapat di atas, Coyle (1995) menyatakan bahwa sistem
dinamis adalah suatu pendekatan sistem yang memperhatikan aspek umpan balik
(feedback) dan waktu tunda untuk mengetahui perilaku sistem yang kompleks
secara keseluruhan. Permodelan sistem dinamis bertujuan untuk menjelaskan
sistem dan memahami, melalui model kualitatif dan model kuantitatif, bagaimana
umpan balik (feedback) informasi mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan
mendisain struktur umpan balik informasi yang tepat serta kebijakan
pengontrolan melalui simulasi dan optimalisasi (Coyle 1995).
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan rancangan model
pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dengan menggunakan teknik
permodelan sistem dinamis dan akuisisi pendapat pakar. Model yang dihasilkan
digunakan untuk simulasi peningkatan keuntungan maksimum, prediksi kapasitas
produksi optimal, dan penyeimbangan distribusi keuntungan pada rantai produksi
pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen kerapu.
1.3 Ruang Lingkup
1.3.1 Ruang lingkup rancangbangun model dinamis
Rancang bangun model dinamis yang dilaksanakan dalam penelitian ini
meliputi tahap-tahap (1) identifikasi faktor-faktor atau komponen yang
berpengaruh dalam pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, (2) rancang
bangun model dinamis yang dapat digunakan untuk optimalisasi sistem
pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, dan (3) simulasi dalam rangka
optimalisasi sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Proses rancang
bangun dan simulasi model dilakukan dengan menggunakan paket program
Powersim Studio Versi 2005.
7
1.3.2 Ruang lingkup pengelolaan (manajemen)
Pengelolaan adalah penggunaan sumberdaya, termasuk SDM, modal,
peralatan, dan material, secara bijak dan terencana untuk mencapai tujuan.
Fungsi pengelolaan meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengadaan staf,
pengarahan dan pengendalian (Wedemeyer 2001). Pengelolaan yang dibahas
dalam penelitian ini terdiri atas pengelolaan pada level taktis dan level strategis.
Pengelolaan pada level taktis meliputi pengelolaan input untuk memperoleh
keuntungan maksimum pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen.
Pengelolaan pada level strategis meliputi (1) pengelolaan kapasitas produksi
untuk menghindarkan terjadinya produksi berlebih (excess supply) di pasar, dan
(2) pengelolaan distribusi keuntungan untuk menyeimbangkan keuntungan yang
diperoleh masing-masing mata rantai produksi perikanan kerapu.
1.3.3 Ruang lingkup agroindustri kerapu budi daya
Ruang lingkup sistem agroindustri kerapu budi daya yang dibahas dalam
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5. Fokus penelitian ini dibatasi pada:
(1) Subsistem pembenihan (hatchery),
(2) Subsistem pembesaran (grow-out),
(3) Subsistem penanganan pascapanen (pengumpulan, grading, dan pengolahan).
Subsistem lain yang terkait dan mempengaruhi kinerja subsistem inti, yang juga
mendapat perhatian dalam penelitian ini adalah:
(1) Subsistem nelayan (pemasok induk dan pakan ikan rucah)
(2) Subsistem transportasi dan pemasaran,
(3) Subsistem produksi pakan buatan,
(4) Subsistem produksi / pemasok obat ikan dan bahan kimia,
(5) Subsistem industri alat dan mesin perikanan kerapu.
(6) Subsistem pembiayaan
(7) Subsistem penyedia teknologi (litbang)
Agroindustri kerapu budi daya dalam penelitian ini dibatasi pada produksi
perikanan budi daya yang berbeda dengan perikanan tangkap yang tidak menjadi
fokus penelitian ini.
8
1.3.4 Lokasi penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai kasus penelitian ini adalah kawasan
Batam-Rempang-Galang (Barelang), Propinsi Kepulauan Riau (Lampiran 6).
Lokasi ini dipilih karena di kawasan tersebut telah tersedia unit pembenihan ikan
kerapu milik Departemen Kelautan dan Perikanan maupun swasta, dan
Pemerintah Daerah setempat sangat mendorong pengembangan industri budi
daya ikan laut, khususnya kerapu. Kegiatan budi daya kerapu di kawasan ini
masih belum berkembang karena masih menghadapi berbagai kendala yang perlu
diatasi melalui penelitian yang komprehensif.
1.3.5 Jenis ikan kerapu
Jenis ikan kerapu yang dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah ikan
kerapu macan (E. fuscoguttatus) dan ikan kerapu tikus (C. altivelis) yang
benihnya telah dapat diproduksi di panti pembenihan (hatchery), dan di beberapa
lokasi telah berkembang usaha budidayanya. Pemasaran jenis ikan ini terutama
ditujukan ke pasaran Hong Kong sebagaimana telah berkembang selama ini.
Gambar jenis ikan kerapu macan, kerapu tikus dan beberapa jenis ikan kerapu
komersial lainnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroindustri Kerapu Budi Daya
Agroindustri adalah kegiatan usaha yang memproses bahan nabati atau
hewani. Proses tersebut mencakup perubahan dan pengawetan melalui
perwakilan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan, dan distribusi. Produk
yang dihasilkan dari agroindustri dapat merupakan produk akhir siap dikonsumsi
atau digunakan oleh manusia, atau sebagai produk yang merupakan bahan baku
untuk industri lain (Austin 1992). Perikanan adalah semua kegiatan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan
lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan
pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Selanjutnya
disebutkan bahwa pembudidayaan adalah kegiatan untuk memelihara,
membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam
lingkungan terkontrol (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan).
Pemanfaatan sumberdaya ikan terdiri atas kegiatan penangkapan (fishing)
dan kegiatan budi daya (aquaculture). Berdasarkan habitat tempat produksi,
usaha aquakultur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu budi daya perikanan
berbasis daratan (land based aquaculture) dan budi daya perikanan berbasis laut
(marine based aquaculture). Berdasarkan sistem produksinya, budi daya
dibedakan menjadi budi daya tradisional, budi daya semi intensif dan budi daya
intensif (Dahuri 2003).
Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan,
dan/atau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat,
mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau
mengawetkannya (Undang Undang RI No 31 /2004, tentang Perikanan).
Selanjutnya undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pengelolaan perikanan
adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan
informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi
sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan
perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau
otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumber
daya hayati perairan dan tujuan yang disepakati.
10
Menurut Sadovy et al. (2003), industri perikanan kerapu yang
berkembang di kawasan indo-pasifik terdiri atas (1) penangkapan ikan kerapu
hidup di terumbu karang, (2) pembesaran (grow out) di dalam karamba ikan
kerapu berukuran kecil (under size) hasil tangkapan di laut hingga ukuran
konsumsi, dan (3) akuakultur (budi daya) siklus penuh (full-cycle aquaculture),
yaitu pemeliharaan ikan sejak dari telur hasil pengembangbiakan di pembenihan
hingga ukuran konsumsi. Pomeroy (2002) menjelaskan bahwa budi daya
kerapu berkembang pesat di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini ditunjukkan
oleh meningkatnya kegiatan usaha budi daya karamba dengan tingkat
pertumbuhan 16 persen selama tahun 1990-an. Daerah utama pembesaran kerapu
di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Utara (Nias dan Sibolga), Kepulauan Riau,
Pulau Bangka, Lampung, Jawa Barat, Karimunjawa (Jateng), Teluk Saleh (NTB),
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara. Budi daya kerapu di
Indonesia dicirikan dengan digunakannya benih asal tangkapan di alam dan
penggunaan ikan rucah sebagai pakan. Penggunaan benih asal hatchery masih
sangat terbatas, meskipun penggunaannya terus berkembang. Kerapu terutama
dipelihara di dalam karamba jaring apung dan beberapa dilakukan di kolam
dengan jaring apung berukuran kecil, tetapi semakin terbatasnya lahan untuk
kolam membatasi perkembangannya (Sadovy et al. 2000).
Produktivitas usaha pembenihan kerapu masih dicirikan oleh tingkat
kelulusan hidup (survival rate) atau sintasan yang masih sangat rendah, yaitu
rata-rata hanya 4% (Rimmer 2000). Sementara itu pada usaha pembesaran masih
banyak menghadapi kematian yang tinggi akibat serangan penyakit dan suplai
pakan yang masih menggunakan ikan rucah karena belum berkembangnya
industri pakan buatan khusus untuk kerapu.
Johnson (1995) menunjukkan bahwa manajemen perikanan sering
melibatkan interaksi rumit antara proses biologis, lingkungan yang bervariasi,
kelompok pengguna yang berbeda, dan tujuan manajemen yang bertentangan.
Manajemen dapat didefinisikan sebagai proses penganalisaan risiko dan
keuntungan dari barbagai alternatif tindakan, kemudian menetapkan tindakan
mana yang perlu dilaksanakan untuk mencapai tujuan manajemen. Salah satu
cara untuk memahami hubungan yang kompleks dan pengaruhnya terhadap
manajemen adalah melalui simulasi dan pemodelan. Berbagai jenis model yang
11
telah tersedia antara lain (1) population dynamics, (2) peraturan penangkapan (3)
pengkajian resiko (4) analisis keputusan, (5) bioenergetik (6) fate of
contaminants, dan (7) kualitas air.
Erdmann dan Pet-Soede (1996) menjelaskan bahwa perdagangan ikan
karang hidup terjadi karena adanya permintaan yang tinggi di pasaran Hong
Kong, Singapura, Taiwan, Cina, dan sentra pecinan lainnya untuk memperoleh
ikan yang benar-benar segar, yaitu dengan memilih ikan hidup dari akuarium
restoran beberapa menit sebelum dimakan. Jenis ikan ini dihargai sangat tinggi
bukan hanya karena kesegarannya dan rasanya, tetapi juga karena reputasinya
dalam membangkitkan kejantanan (virility) dan mempertahankan kesehatan
jasmani. Aspek negatif dari perdagangan ikan karang hidup adalah rusaknya
terumbu karang karena penangkapan ikan yang menggunakan sodium cyanide.
Rimmer M et al. (1997) menyatakan bahwa pemasaran ikan laut di Hong
Kong lebih dari 220.000 ton per tahun, dan pasar saat ini untuk ikan karang hidup
berkualitas tinggi diperkirakan sebesar 1.600 – 1.700 ton per tahun. Besarnya
permintaan ini akan meningkat dua kali lipat setiap 6 tahun.
Stok ikan karang yang ditangkap dari laut untuk memasok permintaan
ikan karang hidup di pasar Asia dilaporkan sangat berkurang karena
”overfishing” dan penggunaan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan seperti
penggunaan sianida (Johannes dan Riepen 1995).
2.2 Rancangbangun Model Sistem Dinamis
Menurut Eriyatno (1999) model didefinisikan sebagai suatu perwakilan
atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan
hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal-balik
dalam istilah sebab-akibat. Oleh karena suatu model adalah suatu abstraksi dari
realitas, maka pada wujudnya kurang kompleks daripada realitas itu sendiri.
Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas
yang sedang dikaji.
Marimin (2005) menyatakan bahwa sistem adalah suatu kesatuan usaha
yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha
mencapai suatu tujuan dalam suatu lingkungan yang kompleks. Ditinjau dari
komponen input, proses, output, suatu sistem dapat diklasifikasikan dalam 3
kategori yaitu sistem analisis, sistem desain, dan sistem kontrol. Pendekatan
12
sistem adalah suatu pendekatan analisis organisatoris yang menggunakan ciri-ciri
sistem sebagai titik tolak analisis.
Selanjutnya Eriyatno (1999) menyatakan bahwa sistem merupakan
totalitas himpunan hubungan yang mempunyai struktur dalam nilai posisional
serta matra dimensional terutama dimensi ruang dan waktu. Oleh karena itu,
setiap pendekatan kesisteman selalu mengutamakan kajian tentang struktur
sistem baik yang bersifat penjelasan maupun sebagai dukungan kebijakan.
Metodologi sistem pada dasarnya melalui enam tahap analisis sebelum sintesa
(rekayasa), meliputi: (1) analisis kebutuhan, (2) identifikasi sistem, (3) formulasi
masalah, (4) pembentukan alternatif sistem, (5) determinasi dari realisasi fisik,
sosial dan politik, (6) penentuan kelayakan ekonomi dan keuangan (finansial).
Sistem dinamis adalah suatu metode analisis masalah yang melibatkan
aspek waktu sebagai faktor penting. Metode ini mempelajari sejauh mana suatu
sistem dapat dipertahankan atau memperoleh manfaat dari adanya goncangan
(perubahan) dari dunia luar yang menerpa sistem tersebut. Sistem dinamis
berhubungan dengan perilaku suatu sistem yang berubah menurut waktu, dengan
tujuan menjelaskan dan memahami bagaimana umpan balik (feedback) informasi
mempengaruhi perilaku sistem tersebut, dan mendesain struktur umpan balik
informasi serta kebijakan pengontrolan yang tepat melalui simulasi dan
optimalisasi sistem dengan menggunakan model kualitatif dan model kuantitatif.
(Coyle 1995).
Menurut System Dynamic Society (2005), sistem dinamis adalah suatu
metodologi untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik yang kompleks
seperti yang ditemukan pada sistem bisnis dan sistem sosial lainnya. Metodologi
sistem dinamik tersebut mencakup (1) identifikasi masalah, (2) mengembangkan
hipotesis dinamis menjelaskan penyebab timbulnya masalah, (3) membangun
model simulasi komputer untuk sistem tersebut pada akar permasalahannya, (4)
menguji model untuk meyakinkan bahwa model tersebut mereproduksi perilaku
yang sama pada dunia nyata, (5) melengkapi dan menguji model alternatif
kebijakan yang dapat memecahkan masalah, dan (6) mengimplementasikan
pemecahan masalah. Tahapan tersebut biasanya melalui proses review untuk
memperbaiki tahap sebelumnya. Sistem dinamik dapat diterapkan pada bidang-
bidang (1) perencanaan korporat dan disain kebijakan, (2) manajemen dan
13
kebijakan publik, (3) modeling biologi dan medika, (4) energi dan lingkungan,
(5) pengembangan teori pada ilmu pengetahuan alam dan sosial, (6) pengambilan
keputusan dinamik dan (7) dinamik nonlinear yang kompleks.
STELLA merupakan salah satu software yang dapat digunakan untuk
analisis sistem dinamis yang menggunakan simbol-simbol (ikon) grafis yang
mudah dimengerti. Ikon-ikon yang digunakan terdiri atas: stok (stock), aliran
(flows), pengubah (converter) dan penghubung (connectors) (Gambar 3).
Kesemua ikon tersebut mewakili semua bagian yang mempengaruhi perilaku
sistem. STELLA didesain untuk memudahkan proses pengembangan model,
penspesifikasian model, mengotomatiskan proses komputasi, dan dengan mudah
menghasilkan output dalam bentuk grafik atau angka ( Ruth and Linholm 2001).
Gambar 3 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman STELLA.
Selain STELLA, dapat juga digunakan POWERSIM STUDIO untuk
pemrograman sistem dinamis yang karakteristik dan cara pengoperasian yang
agak mirip antara keduanya. Dalam Powersim Studio peristilahan untuk simbol-
simbol yang digunakan adalah sebagai berikut:
Gambar 4 Simbol-simbol yang digunakan dalam pemrograman POWERSIM
STUDIO.
STOCK
FLOW
CONVERTER
CONNECTOR
LEVEL
FLOW
VARIABLE
LINKS CONSTANT
14
Powersim adalah paket pemodelan sistem dinamis secara grafikal yang
berbasis Windows. Paket pemodelan ini didukung dengan fasilitas untuk
menggambarkan diagram alir (flow diagram) dan diagram sebab-akibat (causal
loop diagram). Persamaan (equation) yang menghubungkan antar variabel dalam
model dapat dibuat dengan panduan yang ada dalam paket dan ditampilkan
secara visual dalam bentuk grafik. Hasil simulasi dapat ditampilkan dalam
bentuk animasi, angka maupun grafik. Perubahan parameter untuk proses
simlulasi dapat dilakukan dengan menggunakan tobol geser (slider button),
tombol tekan (push button), maupun tombol radio (radio button) (Coyle 1995).
Dengan menggunakan program Powersim Studio dapat dilakukan berbagai
operasi simulasi dengan merubah parameter tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu, optimisasi yang mengoptimalkan variabel penentu (prime decision
variable) untuk mencapai tujuan, pengkajian risiko (risk assessment) atau disebut
juga dengan analisis sensitivitas, dan manajemen risiko yang merupakan
kombinasi dari optimisasi dan pengkajian risiko (www.powersim.com).
2.3 Rantai Pasokan
Rantai pasokan (Supply chain) adalah suatu sistem dimana pelaku-
pelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas produksi, jasa
distribusi, dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya melalui
aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke belakang
(feedback flow) (Stevens 1989 yang diacu dalam Angerhover and Angelides
2000).
Menurut Angerhofer dan Angelides (2000), ada 6 jenis sistem aliran
dalam rantai pasokan, yaitu (1) aliran informasi, (2) aliran material, (3) aliran
order, (4) aliran uang, (5) aliran tenaga kerja, dan (6) aliran peralatan modal
(capital equipment). Selanjutnya dijelaskan oleh Akkermans et al. (1999) yang
diacu dalam Angerhover and Angelides (2000), bahwa dalam manajemen rantai
pasokan dipersyaratkan adanya (1) keterlibatan multiple eselon, proses dan fungsi
organisasi, (2) menggambarkan secara jelas fokus pada koordinasi dan/atau
integrasi, (3) ditujukan pada peningkatan secara simultan pelayanan terhadap
konsumen dan keuntungan (profitabilitas).
Austin (1992) menyatakan bahwa ada 4 keterkaitan yang harus dalam
sistem agroindustri, yaitu (1) keterkaitan rantai produksi, (2) keterkaitan
15
kebijakan makro-mikro, (3) keterkaitan institusional dan (4) keterkaitan
internasional. Keterkaitan rantai produksi terdiri atas bermacam tahap
operasional aliran bahan sejak dari tempat produksi, melalui unit pengolahan
hingga sampai ke konsumen. Keterkaitan kebijakan makro-mikro merupakan
pengaruh ganda dari kebijakan makro pemerintah (seperti pajak, kredit, subsidi,
dan lain-lain) terhadap operasional pada agroindustri (teknologi, harga, kualitas,
dan lain-lain). Keterkaitan institusional, mencakup hubungan antar berbagai
kelembagaan yang beroperasi dan berinteraksi dengan rantai produksi
agroindustri hasil laut; Keterkaitan internasional, mencakup kegiatan pasar
dalam dan luar negeri dimana produk agroindustri berfungsi.
Penerapan simulasi sistem dinamik dalam bidang manajemen rantai
pasokan dapat dilakukan untuk mendiagnosa masalah dan mengevaluasi
pemecahan masalah, mengoptimalkan operasi, dan memitigasi faktor risiko
(GoldSim Technology Group LLC 2004). Simulasi model dinamis rantai
pasokan pada umumnya dapat digunakan dalam kategori sebagai berikut: (1)
optimisasi, (2) analisis keputusan, (3) evaluasi diagnostik, (4) manajemen risiko,
dan (5) perencanaan proyek.
Aliansi strategis pada dasarnya merupakan kolaborasi atau kemitraan
sinergis antara dua atau multi pihak dalam bidang-bidang spesifik yang dinilai
strategis. Aliansi strategis umumnya dilakukan untuk satu atau beberapa alasan
sebagai berikut: (1) meningkatkan peluang keuntungan, (2) mencapai keunggulan
yang terkait dengan skala, jangkauan, dan kecepatan, (3) meningkatkan penetrasi
pasar, (4) meningkatkan daya saing dalam pasara domestik dan/atau global, (5)
meningkatkan pengembangan produk, (6) mengembangkan peluang bisnis baru
melalui produk dan jasa baru, (7) memperluas pengembangan pasar, (8)
meningkatkan ekspor, (9) diversifikasi, (10) menciptakan bisnis baru, dan (11)
mengurangi biaya (Taufik 2004).
2.4 Rantai Nilai
Porter (1994) mengembangkan konsep rantai nilai (value chain) yang
digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor yang menentukan keberhasilan suatu
perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Faktor-faktor tersebut dibagi dalam
aktivitas utama dan aktivitas pendukung seperti dapat dilihat pada Gambar 5.
16
Gambar 5 Rantai Nilai Generik (Porter 1994).
Aktivitas utama terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(1) Logistik ke dalam yang meliputi penerimaan, penanganan bahan,
penggudangan, pengendalian, penjadwalan kendaraan pengangkut, dan
pengembalian barang kepada pemasok.
(2) Operasi, merupakan kegiatan untuk mengubah masukan menjadi produk
akhir, seperti produksi, pengemasan, perakitan, pemeliharaan peralatan,
pengujian, dan operasi fasilitas.
(3) Logistik ke luar, terdiri atas kegiatan pengumpulan, penyimpanan, dan
distribusi produk kepada pembeli yang meliputi penggudangan barang jadi,
operasi kendaraan, pengiriman, pemasaran pesanan, dan penjadwalan.
(4) Pemasaran dan penjualan yang meliputi penyediaan sarana yang
memungkinkan pembeli terpengaruh untuk melakukan pembelian seperti
periklanan, promosi, penyediaan tenaga penjual, pemilihan saluran
penjualan, hubungan dengan penyalur, dan penetapan harga.
(5) Pelayanan, meliputi kegiatan untuk meningkatkan atau mempertahankan
nilai produk yang meliputi pemasangan, reparasi, penyediaan suku cadang,
dan penyesuaian produk.
Aktivitas pendukung terdiri atas kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
(1) Pembelian, yang mencakup fungsi pembelian masukan yang digunakan
dalam dalam rantai nilai perusahaan.
(2) Pengembangan teknologi, yang meliputi seluruh teknologi yang dipakai
dalam setiap titik pada rantai nilai perusahaan.
Manajemen Sumberdaya Manusia
Pengembangan Teknologi
Pembelian
Operasi Logistik ke Luar
Pemasaran Pelayanan
Margin
Margin
Aktivitas Utama
Infrastruktur Perusahaan
Logistik Ke Dalam
Akti
vitas
Pen
duku
ng
17
(3) Manajemen sumber daya manusia, meliputi kegiatan penerimaan, pelatihan,
pengembangan, promosi dan kompensasi karyawan.
(4) Infrastruktur perusahaan meliputi manajemen umum, perencanaan,
keuangan, hukum, hubungan dengan pemerintah, manajemen mutu, dan
sebagainya.
2.5 Metode AHP ( Analytical Hierarchy Process)
AHP merupakan metode yang digunakan untuk menstrukturkan suatu
situasi yang kompleks, mengidentifikasi kriteria dan faktornya, mengukur
interaksi antar sesamanya dan mensintesis semua informasi untuk memperoleh
berbagai prioritas (Saaty 1993). Metode ini dimaksudkan untuk membantu
memecahkan masalah kualitatif yang kompleks dengan menggunakan
perhitungan kuantitatif, melalui pengekpresian masalah dimaksud dalam
kerangka berpikir yang terorganisir, sehingga dimugkinkan dilakukannya proses
pengambilan keputusan secara efektif (Eriyatno dan Sofyar 2007).
Menurut Marimin (2004) prinsip kerja AHP adalah: (1) Penyusunan
hierarki, di mana permasalahan yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-
unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur
hierarki. (2) Penentuan prioritas, di mana untuk setiap kriteria dan alternatif
dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison), kemudian nilai-nilai
perbandingan relatif diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh
alternatif. Baik kriteria kualitatif maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan
sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan
prioritas. (3) Konsistensi logis, di mana semua elemen dikelompokkan secara
logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
2.6 Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan finansial dilaksanakan untuk mengetahui apakah suatu
proyek layak secara finansial untuk dijalankan. Metode yang digunakan untuk
mengukur kelayakan tersebut sesuai yang ditulis oleh Gittinger (1986) dengan
uraian sebagai berikut:
(1) Payback Period
Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa lama jangka waktu
yang diperlukan agar investasi bisa kembali. Cara yang digunakan adalah
18
dengan mengakumulasikan aliran kas hingga mencapai nilai positif. Pada saat
nilai kumulatif tersebut positif berarti pengeluaran proyek telah tertutupi.
(2) Net Present Value (NPV)
Metode ini mendiskontokan seluruh aliran kas, baik aliran kas masuk
maupun aliran kas keluar, pada basis waktu sekarang. Untuk menghitung ini
ditentukan faktor pendiskon yaitu, biaya modal. NPV adalah jumlah dari seluruh
aliran kas yang telah didiskontokan. Ukuran kelayakan adalah apabila NPV lebih
besar dari nol (positif) yang berarti bahwa proyek tersebut menguntungkan atau
dapat diterima.
(3) Internal Rate of Return (IRR)
IRR merupakan nilai tingkat bunga yang menunjukkan bahwa jumlah
nilai sekarang netto (NPV) sama dengan jumlah seluruh ongkos investasi proyek,
atau dengan perkataan lain IRR adalah suatu tingkat bunga, di mana seluruh
aliran kas bersih setelah ditransformasikan dengan nilai sekarangnya (present
value) sama jumlahnya dengan investment cost (initial cost).
(4) Rasio Biaya Manfaat
Metode ini sering disebut juga dengan B/C ratio. Metode ini
membandingkan atau membagi antara penerimaan proyek yang telah
didiskontokan dengan pengeluaran proyek yang telah didiskontokan juga.
Ukurannya adalah apabila nilai B/C < 1 maka proyek ini merugi atau dapat
ditolak.
(5) Break Even Point (BEP)
BEP adalah jumlah unit penjualan di mana keuntungannya adalah nol.
BEP merupakan analisis pulang pokok yang dapat digunakan untuk analisis
perencanaan laba.
19
3 METODOLOGI
3.1 Kerangka Pemikiran
Pemikiran utama yang melandasi perlunya penelitian ini adalah bahwa
industri kerapu budi daya di Indonesia belum dapat berkembang dengan pesat,
sedangkan potensi industri ini sangat besar dan diharapkan mampu memberikan
sumbangan yang berarti bagi pembangunan nasional. Belum berkembangnya
industri ini terjadi karena masih rendahnya kinerja dalam mata rantai produksi
yang ditunjukkan dengan masih tingginya angka mortalitas dan rendahnya
produktivitas pada usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Kondisi ini
dipengaruhi oleh belum terbentuknya struktur industri yang mantap yang
menjamin aliran material, finansial, dan informasi dari hulu ke hilir maupun
aliran sebaliknya dari hilir ke hulu.
Dalam penelitian ini dilakukan rancang bangun model dinamis yang dapat
digunakan untuk mensimulasikan berbagai skenario pengelolaan pada level
taktis maupun level strategis yang dapat meningkatkan daya saing agroindustri
kerapu budi daya. Pengelolaan level taktis ditujukan untuk meningkatkan
keuntungan melalui skenario perbaikan teknologi pembenihan, pembesaran dan
penanganan pascapanen untuk menekan tingkat mortalitas (meningkatkan
sintasan) atau mempercepat pertumbuhan (growth) ikan melalui perbaikan input
benih, pakan, obat-obatan, kualitas air, dan maintenance peralatan produksi.
Skenario pengelolaan level strategis ditujukan untuk memperkuat struktur
agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan melalui penataan kapasitas
produksi agregat yang sejalan dengan fluktuasi permintaan pasar secara agregat
sehingga tidak terjadi oversupply. Pengelolaan level strategis lainnya adalah
kebijakan pengaturan harga yang dapat menyeimbangkan distribusi keuntungan
antar pelaku usaha untuk menghindarkan penumpukan pada sektor usaha tertentu
saja.
Model dinamis yang dirancangbangun untuk simulasi skenario
pengelolaan level taktis adalah model peningkatan keuntungan produksi yang
terdiri atas (1) submodel peningkatan keuntungan pembenihan, (2) submodel
peningkatan keuntungan pembesaran, dan (3) submodel peningkatan keuntungan
penanganan pascapanen. Model dinamis untuk simulasi skenario pengelolaan
level strategis adalah model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.
20
Model ini digunakan untuk simulasi optimalisasi skala produksi kerapu secara
agregat dan simulasi pemerataan distribusi keuntungan antar mata rantai
produksi. Proses simulasi skala produksi dilakukan dengan menggunakan
variabel proyeksi permintaan pasar ikan kerapu secara agregat pada berbagai
kemungkinan. Simulasi optimalisasi distribusi keuntungan dilakukan dengan
menggunakan variabel harga jual pada berbagai kemungkinan.
Kerangka konsep pengelolaan agroindustri kerapu budi daya dalam
rangka peningkatan keuntungan dan penguatan struktur industri dapat dilihat
pada Gambar 6.
Gambar 6 Kerangka konseptual sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi
daya.
Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya merupakan sistem dunia
nyata (real world) yang diobservasi. Observasi terhadap kinerja aktual masing-
masing elemen dalam agroindustri kerapu budi daya digunakan sebagai bahan
Analisis finansial agroindustri kerapu
budi daya
Kondisi aktual agroindustri kerapu budi daya
Observasi kinerja agroindustri kerapu budi daya
Pengembangan model dinamis peningkatan
keuntungan pembenihan
Pengembangan model dinamis peningkatan
keuntungan pembesaran
Pengembangan model dinamis peningkatan
keuntungan pascapanen
Pengembangan model dinamis penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya
Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan
Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran
Simulasi perencanaan
kapasitas prod optimal
Simulasi pemerataan
distribusi keuntungan
Rekomendasi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya
Rekomendasi penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya
Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen
Analisis proyeksi pasar ekspor ikan
kerapu
Pemeringkatan program peningkatan keuntungan agroindustri perikanan BD kerapu (AHP)
Observasi struktur agroindustri kerapu budi daya
21
untuk merancangbangun model peningkatan keuntungan pembenihan, model
peningkatan keuntungan pembesaran dan model peningkatan keuntungan
pascapanen agroindustri kerapu budi daya. Ketiga model ini dilengkapi dengan
observasi struktur industri di dunia nyata selanjutnya digunakan untuk menyusun
model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya yang merupakan
penggabungan dari ketiga model terdahulu. Dengan demikian terdapat 4 model
yang digunakan dalam penelitian ini.
Model peningkatan keuntungan yang telah melalui tahap verifikasi dan
validasi digunakan untuk simulasi dalam rangka maksimalisasi tingkat
keuntungan pada pembenihan, pembesaran, dan pascapanen melalui optimasi
faktor produksi. Untuk melengkapi hasil simulasi tersebut dilakukan pula
analisis finansial dengan menggunakan informasi aktual di lapangan. Hasil
simulasi ini selanjutnya digunakan untuk merekomendasikan kebijakan
taktis/operasional meliputi di bidang teknis dan manajemen untuk meningkatkan
produktivitas pada masing-masing subsistem industri. Pemeringkatan kebijakan
taktis operasional berdasarkan tingkat kepentingannya dilakukan dengan
menggunakan metode AHP.
Tidak semua variabel teknis dapat disimulasikan dengan menggunakan
model dinamis peningkatan nilai tambah. Untuk melengkapi analisis tersebut
maka dilakukan akuisisi pendapat pakar tentang faktor teknis lebih detail yang
mempengaruhi kinerja pembenihan, pembesaran, dan pascapanen, untuk
selanjutnya diperingkatkan menggunakan AHP. Penggabungan antara hasil
simulasi model dinamis (hard system methodology) dan hasil AHP (soft system
methodology) memberikan hasil yang lebih lengkap.
Sejalan dengan analisis peningkatan nilai tambah, analisis penguatan
struktur agroindustri kerapu budi daya dilakukan dengan menggunakan model
hasil penggabungan. Berdasarkan model tersebut dilakukan simulasi penentuan
kapasitas produksi optimal yang berimbang untuk masing-masing elemen industri
dengan mempertimbangkan perkembangan pasar akhir dan simulasi perimbangan
perolehan keuntungan pada masing-masing elemen industri berdasarkan
pertimbangan tingkat harga dan tingkat teknologi. Hasil simulasi tersebut
digunakan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan strategis penguatan
struktur agroindustri kerapu budi daya.
22
3.2 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan melalui tahap-tahap persiapan, pengumpulan
data, rancang bangun model, validasi model, verifikasi, dan implementasi model
seperti dapat dilihat pada Gambar 7. Tahap persiapan meliputi kegiatan studi
pustaka, penyusunan daftar pertanyaan dan perlengkapan lainnya. Tahap
selanjutnya adalah pengumpulan data yang meliputi data kondisi lingkungan
eksternal agroindustri kerapu budi daya terutama perkembangan pasar ikan
kerapu, kebijakan pengembangan perikanan kerapu di tingkat pemerintah pusat
maupun daerah. Data tentang kinerja agroindustri kerapu budi daya terutama
aspek finansial pembenihan, budi daya dan industri pengolahan dikumpulkan
langsung kepada responden (data primer) dan dari laporan maupun hasil
penelitian terdahulu (data sekunder). Dalam melihat kinerja industri perikanan
kerapu dilihat pula tingkat teknologi dan skala usaha yang berkembang di
masyarakat. Selanjutnya, data yang dikumpulkan adalah data mengenai
hubungan (keterkaitan) antar pelaku usaha pembenihan, pembudidaya dan
penanganan pascapanen, terutama menyangkut pola kerjasama yang berlaku di
lapangan.
Tahap selanjutnya adalah perancangan model yang mengikuti tahapan
dalam pendekatan sistem, yaitu dari analisa kebutuhan hingga analisis stabilitas.
Berdasarkan hasil perancangan ini diperoleh model utama yang digunakan
dalam proses simulasi yang terdiri atas (1) model peningkatan keuntungan
industri, yang terdiri atas submodel pembenihan, submodel budi daya, dan
submodel pascapanen serta (2) model penguatan struktur industri yang terdiri
atas submodel perencanaan kapasitas produksi dan submodel pemerataan
distribusi keuntungan. Selanjutnya model tersebut digunakan dalam simulasi
untuk diimplementasikan untuk memperoleh kebijakan pengelolaan agroindustri
kerapu budi daya. Sejalan dengan tahap simulasi dilakukan juga analisis
finansial untuk menyempurnakan hasil analisis dan implementasi sehingga
diperoleh hasil perumusan kebijakan yang lebih baik. Dalam proses perumusan
kebijakan dilakukan pemeringkatan rumusan kebijakan berdasarkan
efektivitasnya mencapai tujuan. Proses pemeringkatan faktor, kriteria dan
alternatif dilaksanakan dengan menggunakan metode AHP.
23
PERSIAPAN PENELITIAN (PENYUSUNAN PROPOSAL, PENYUSUNAN KUESIONER,& PERLENGKAPAN
PENELITIAN
KETERKAITAN ANTAR PELAKU USAHA: - RANTAI PRODUKSI - RANTAI PEMASARAN - PERMODALAN - PEMBINAAN TEKNOLOGI
LINGKUNGAN EKSTERNAL: - PERDAGANGAN REGIONAL/
INTERNASIONAL - KEBIJAKAN NASIONAL - KEBIJAKAN DAERAH
IDENTIFIKASI SISTEM
ANALISA KEBUTUHAN
RANCANG BANGUN MODEL
MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AI PERIKANAN B D KERAPU
IMPLEMENTASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA
DATA SEKUNDER
DATA PRIMER
PENDAPAT PAKAR
KAJIAN PUSTAKA
PENGUMPULAN
DATA
PERANCANGAN
MODEL
MODEL
IMPLEMENTASI
FORMULASI PERMASALAHAN
ANALISIS STABILITAS
ANALISIS SENSITIVITAS
VERIFIKSI & VALIDASI MODEL
IMPLEMENTASI KOMPUTER
MODEL PENINGKATAN KEUNTUNGAN PRODUKSI
MODEL PENGUATAN STRUKTUR INDUSTRI
KEBIJAKAN PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA
KINERJA PELAKU USAHA: (PEMBENIHAN, BUDI DAYA, PEN.PASCAPANEN) - TINGKAT TEKNOLOGI - SKALA USAHA - KINERJA FINANSIAL
ANALISIS FINANSIAL
AGROINDUSTRI KERAPU BUDI
DAYA
SIMULASI MODEL
PEMERINGKATAN PRIORITAS KEBIJAKAN (AHP)
Gambar 7 Tahapan penelitian rancang bangun model dinamis pengelolaan industri perikanan kerapu.
24
Dalam pengembangan model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu
budi daya, diterapkan pendekatan sistem yang tahapannya secara diagramatis
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Tahapan pendekatan sistem dalam rancang bangun model
pengelolaan agroindustri perikanan budi daya kerapu.
Reevaluasi dari penampilan
ANALISIS SISTEM
PERMODELAN SISTEM
SPESIFIKASI SISTEM DETAIL
Lengkap ?
Cukup ?
MODEL ABSTRAK OPTIMAL
Cukup?
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
IMPLEMENTASI
Puas ? Tidak
Ya
KEBUTUHAN
SISTEM OPERASIONAL
OPERASI
PUAS? Tidak
Ya
GUGUS SOLUSI YG LAYAK
RANCANG BANGUN IMPLEMENTASIInformasi normatif dan positif
25
Tahapan dalam pendekatan sistem yang berhubungan dengan rancang
bangun model dinamis pengelolaan agroindustri kerapu budi daya adalah tahap
analisis sistem dan tahap permodelan sistem, dengan uraian sebagai berikut:
3.2.1 Analisis sistem
(1) Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan merupakan tahap awal pengkajian suatu sistem.
Analisa ini dinyatakan dalam kebutuhan-kebutuhan yang ada, baru kemudian
dilakukan tahapan pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang
dideskripsikan. Analisis kebutuhan menyangkut interaksi antara respon yang
timbul dari seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Pada tahap
ini ditentukan komponen-komponen yang berpengaruh dan berperan dalam
sistem. Komponen-komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-
beda sesuai dengan tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama
lain serta berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada (Marimin 2005).
(2) Formulasi permasalahan
Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu
budi daya terutama adalah adanya konflik kepentingan (conflict of interest) antar
pelaku-pelaku dalam bisnis tersebut. Untuk mengetahui permasalahan secara
detail maka dilakukan analisis tentang berbagai keinginan atau kepentingan
(interest) masing-masing pelaku yang terlibat, yaitu pembenihan, pembudidaya,
pelaku agroindustri, pedagang, nelayan, pemerintah, serta pelaku yang terlibat
lainnya. Berdasarkan daftar keinginan tersebut selanjutnya dilakukan identifikasi
konflik kepentingan sehingga dapat diketahui potensi permasalahan yang
dihadapi dalam pembangunan agroindustri kerapu budi daya.
(3) Identifikasi sistem
Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan
dari kebutuhan-kebutuhan dengan pernyataan khusus dari masalah yang harus
dipecahkan untuk mencukupi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini sering
digambarkan dalam bentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop). Diagram
lingkar sebab-akibat tersebut selanjutnya diinterpretasikan ke dalam konsep
kotak gelap (black box). Hasil analisis ini dijadikan dasar bagi penentuan elemen
dari sistem dan penentuan variabel-variabel yang termasuk dalam kelompok
input, proses maupun output.
26
3.2.2 Permodelan Sistem
(1) Rekayasa model dan implementasi komputer
Dalam rekayasa model dilakukan pentransferan diagram pengaruh ke
dalam bahasa simulasi yang khusus untuk permodelan sistem dinamis. Dalam
hal ini digunakan Software POWERSIM untuk permodelan tersebut.
POWERSIM merupakan pemrograman komputer yang bersifat ”object oriented”,
berbeda dengan bahasa pemrograman terdahulu yang bersifat ”code oriented”,
sehingga POWERSIM lebih ”user friendly”. Objek-objek yang digunakan dalam
pemrograman POWERSIM telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka yang terdiri
atas level, yang merupakan akumulasi dari suatu aliran yang merupakan ”noun”
dari suatu sistem, flow merupakan aliran yang masuk atau keluar dari suatu level,
yang merupakan ”verb” dari suatu sistem, lingkaran menunjukkan suatu variabel
pengontrol yang dapat juga merupakan fungsi dari komponen lainnya, belah
ketupat menunjukkan suatu konstanta, tanda panah menunjukkan hubungan
(links) satu arah. Jika kita membuat sebuah hubungan, maka atribut asal objek
menjadi variabel yang membantu menentukan nilai atribut objek penerima.
(2) Verifikasi dan validasi model
Verifikasi model merupakan tahap pembuktian bahwa model komputer
yang telah disusun pada tahap sebelumnya mampu melakukan simulasi dari
model abstrak yang dikaji (Eriyatno 1999). Menurut Sargent (2001) yang
mengutip Schlesinger et al. (1979), verifikasi model didefinisikan sebagai proses
meyakinkan bahwa program komputer dari model yang dibuat beserta
implementasinya adalah benar. Cara yang dilakukan adalah menguji sejauh mana
program komputer yang dibuat telah menunjukkan perilaku dan respon yang
sesuai dengan tujuan dari model.
Tahap validasi model, adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem
tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji, dimana dapat
dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi dilakukan secara iteratif yang
berupa pengujian berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model komputer
(Eriyatno 1999). Cara yang dilakukan untuk memvalidasi model adalah dengan
menguji keabsahan tanda-tanda aljabar, tingkat kepangkatan dan besaran (order
of magnitude), format respons (linier, eksponensial, atau logaritmik), arah
27
perubahan peubah apabila input atau parameter diganti-ganti, dan pengamatan
terhadap nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem.
Sargent (2001) yang mengutip Schlesinger et al. (1979) mendefinisikan
validasi model sebagai pensubstansian bahwa model yang dikomputerisasikan
tersebut dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi yang memuaskan
dan konsisten dengan maksud dari penerapan model. Dalam proses pemodelan,
validasi dan verifikasi dilakukan untuk setiap tahap pemodelan, yaitu validasi
terhadap model konseptual, verifikasi terhadap model komputer dan validasi
operasional serta validitas data. Verifikasi dan validasi model tersebut dapat
dilakukan secara iteratif dalam proses penyusunan model.
(3) Analisis sensitivitas dan stabilitas
Tahap analisis sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan
mana yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah
keputusan yang akan ditelaah tingkat kepentingannya akan diutamakan pada
peubah-peubah yang bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan
yang dipelihara, rasio pakan dan pertumbuhan ikan, dan peubah-peubah lain yang
dapat ditetapkan sebagai peubah eksogen. Berdasarkan analisis ini maka faktor-
faktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi dapat
lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi dari
proses pengambilan keputusan.
Tahap selanjutnya dari rekayasa model adalah analisis stabilitas, yaitu
untuk menguji sejauh mana model tersebut bersifat stabil. Perilaku tidak stabil
dapat terjadi apabila parameter diberi nilai yang di luar batas tertentu sehingga
mengakibatkan perilaku acak dan tidak mempunyai pola yang tidak realistik.
Parameter-parameter yang akan diberi nilai diluar batas untuk analisa stabilitas
antara lain adalah volume permintaan ikan kerapu atau tingkat harga yang turun
hingga level terendah, atau kelangkaan pakan ikan dll.
3.2.3 Implementasi model
Tahap ini merupakan pengoperasian model untuk mempelajari secara
mendetail kebijakan yang dipermasalahkan. Dalam tahap ini dapat dilibatkan
pengambil keputusan yang bertindak sebagai pengarah pada proses kreatif-
interaktif tersebut. Beberapa permasalahan yang dianalisis melalui
pengaplikasian model ini antara lain adalah sebagai berikut:
28
(1) Alternatif penggunaan teknologi mana yang paling tepat untuk
meningkatkan keuntungan produksi pada kondisi permintaan pasar dan
persaingan usaha yang dialami oleh agroindustri kerapu budi daya.
(2) Seberapa besar kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya yang harus
dikembangkan dengan melihat perkembangan permintaan pasar saat ini dan
kecenderungannya di masa yang akan datang. Hal ini penting bagi
pemerintah untuk menyusun perencanaan pengembangan agroindustri
kerapu budi daya.
(3) Sejauh mana perubahan pada demand (ekspor) dan kebijakan pemerintah
(subsidi atau penetapan harga dasar) berpengaruh terhadap keseimbangan
tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha dalam rantai pasokan
agroindustri kerapu budi daya (pembenihan), pembesaran dan agroindustri.
3.3 Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis data
Pengumpulan data dilakukan terutama untuk melengkapi rancang bangun
model, terutama dalam mengisi parameter-parameter yang terdapat dalam model
yang disusun. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka jenis, sumber, dan cara
pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.
3.3.2 Metode pengumpulan data
Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder. Data primer yang terdiri atas data pendapat mereka tentang
kelayakan usaha diperoleh dari perusahaan swasta maupun milik pemerintah
(Balai Budi daya Laut) pembenihan dan pembesaran ikan kerapu yang berada di
Lampung dan Batam. Data sekunder untuk keperluan penelitian ini diperoleh
dari Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya DKP, BPS, BPPT serta hasil
penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Khusus untuk data
impor kerapu di Hong Kong, dilakukan kontak dengan Hong Kong Trade
Council melalui sarana internet.
29
Tabel 2 Jenis, sumber dan cara pengumpulan data dalam penelitian ini
Subsistem Jenis Data Sumber data Jenis Data / Cara Pengumpulan data
Struktur Biaya – Manfaat Usaha Pembenihan Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi
• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil • Pembenihan sepenggal
(backyard hatchery)
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter teknis produksi pembenihan: jumlah induk, fekunditas, hatching rate, growth rate, mortality rate, feed ratio
• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil • Pembenihan sepenggal
(backyard hatchery)
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter ekonomis pembenihan: Harga Induk, harga benih, harga pakan, tenaga kerja, biaya listrik/ BBM, biaya air dll.
• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil • Pembenihan sepenggal
(backyard hatchery)
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data time series volume penjualan benih dan perkembangan harga per bulan.
• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil • Pembenihan sepenggal
(backyard hatchery)
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Pembenihan (Hatchery)
Data pola hubungan bisnis dan kelembagaan (kemitraan, cara pembayaran, aliansi dll.
• Pembenihan skala besar • Pembenihan skala sedang • Pembenihan skala kecil • Pembenihan sepenggal
(backyard hatchery)
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
• Pendapat pakar
Struktur Biaya – Manfaat Usaha Pembesaran Pada berbagai skala dan Tingkat Teknologi
• Pengusaha pembudidaya • Petani pembudidaya
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter teknis produksi pembesaran: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama budi daya.
• Pengusaha pembudidaya • Petani pembudidaya
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter ekonomis pembesaran: harga benih, harga jual, harga pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK,
• Pengusaha pembudidaya • Petani pembudidaya
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Pembesaran (Grow Out)
Data time series volume produksi dan penjualan ikan dan perkembangan harga per bulan.
• Pengusaha pembudidaya • Petani pembudidaya
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Struktur Biaya – Manfaat Usaha Agroindustri pada berbagai modus usaha
• Pedagang pengumpul • Eksportir
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter teknis agroindustri: padat tebar, growth rate, mortality rate, feed ratio, lama penampungan, jenis alat transport dll.
• Pedagang pengumpul • Eksportir
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Penanganan Pascapanen (Penampu-ngan, grading, dan penjualan)
Data parameter ekonomis penampungan: harga beli, harga jual, harga pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK, biaya pengankutan (ekspor).
• Pedagang pengumpul • Eksportir
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
30
Tabel 2 (lanjutan) Data time series volume
penjualan ikan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan.
• Pedagang pengumpul • Eksportir
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Struktur Biaya - Manfaat Usaha Pabrik Pakan Ikan pada berbagai modus usaha
• Industri / pabrik pakan • Industri kecil
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter teknis produksi pakan : jenis dan komposisi bahan baku, tahapan produksi, kapasitas produksi, tingkat produksi.
• Industri / pabrik pakan • Industri kecil
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter ekonomis produksi pakan: harga bahan baku, harga jual pakan, biaya listrik/BBM, biaya TK, biaya penjualan.
• Industri / pabrik pakan • Industri kecil
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Produsen Pakan Buatan (Pakan Pabrik)
Data time series volume penjualan pakan lokal maupun ekspor dan perkembangan harga per bulan.
• Industri / pabrik pakan • Industri kecil
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Struktur Biaya - Manfaat Usaha Penangkapan ikan rucah pada berbagai modus usaha
• Nelayan • Tempat Pelelangan Ikan
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter teknis produksi pakan rucah : jenis perahu, alat tangkap, produktivitas, Tenaga kerja.
• Nelayan • Tempat Pelelangan Ikan
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data parameter ekonomis produksi pakan rucah: harga ual pakan, biaya BBM, biaya TK, biaya retribusi.
• Nelayan • Tempat Pelelangan Ikan
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Produsen Pakan Rucah (Nelayan)
Data time series volume produksi dan penjualan pakan serta perkembangan harga per bulan.
• Nelayan • Tempat Pelelangan Ikan
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Data time series impor negara tujuan (Hong Kong) per bulan, berdasarkan jenis ikan, volume, nilai dan negara asal.
• Statistik Perdagangan Hong Kong;
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Pasar
Data time series ekspor ikan kerapu hidup berdasarkan negara tujuan per bulan, dirinci menurut jenis, volume, nilai dan jalur transportasi.
• Pelabuhan / Bandara ekspor di Kepri.
• Eksportir kerapu.
• Data Primer / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Penyediaan Teknologi
Data tentang penggunaan teknologi untuk meningkatkan produktivitas industri kerapu.
• Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu;
• Wawancara / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Kelemba-gaan
Data tentang pola hubungan kerja yang ideal untuk pengembangan industri perikanana kerapu.
• Pendapat Pakar Teknologi Budi daya Kerapu;
• Wawancara / Kuesioner
• Telaah laporan / literatur
Untuk perkembangan teknologi dilakukan dengan melakukan wawancara
mendalam ”depth interview” terhadap pakar (expert) menggunakan kuesioner
sebagai alat bantu. Pemilihan responden sebagai pakar dilakukan berdasarkan
31
kriteria bahwa yang bersangkutan mempunyai pengalaman dan reputasi di
bidangnya. Analisis dengan menggunakan metode AHP dilakukan menggunakan
informasi yang digali dari para pakar di bidang perikanan kerapu. Kuesioner
digunakan sebagai alat bantu dalam wawancara.
3.4 Metode Pengolahan Data
Pengolahan data yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pengolahan
terhadap data yang digunakan dalam komponen dalam Model Sistem Dinamik
yang alat utamanya menggunakan Progran Komputer POWERSIM STUDIO.
Pengolahan data terutama dilakukan untuk merumuskan hubungan antar elemen
yang terlibat dalam sistem. Data struktur biaya usaha diolah dengan
menggunakan metode analisis finansial dengan tolok ukur kelayakan net B/C
ratio, net present value (NPV), internal rate of return, payback period (PBP) dan
break event point (BEP) guna mengetahui kinerja perusahaan. Perumusan
strategi peningkatan keuntungan agroindustri kerapu budi daya dilaksanakan
dengan menggunakan metode AHP.
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil studi kasus di Batam yang
dilaksanakan pada bulan Maret hingga Agustus 2006. Pengolahan data dan
penyusunan disertasi dilakukan di Jakarta dan Bogor.
32
4 KERAGAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA
Untuk dapat mengetahui secara lebih mendalam tentang perilaku sistem
pengelolaan agroindustri kerapu budi daya, maka dilakukan analisis situasional
tentang agroindustri kerapu budi daya di lokasi yang dijadikan kasus. Dalam
analisis ini diuraikan gambaran tentang lokasi studi, perkembangan usaha
pembenihan, pembudidayaan dan penanganan pascapanen, dan pemasaran ikan
kerapu.
4.1 Deskripsi Kawasan Perikanan Kerapu Budi daya
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil kasus di daerah barelang
(Batam, Rempang dan Galang), yang merupakan kawasan yang dikelola oleh
Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIP Batam) dan
Pemerintah Kota Batam. Daerah ini terdiri atas beberapa pulau utama, yaitu
Batam, Setoko, Rempang Galang dan Galang Baru (Lampiran 5). Luas daratan
Barelang adalah 715 km2 (71.500 ha) yang terletak pada 0o , 25’, 29” - 1o, 15’,
00” LU dan 103 o , 34’, 35” – 104 o , 26’, 04” BT. Kawasan ini dihuni oleh
penduduk yang jumlahnya meningkat pesat dari 462.528 jiwa pada tahun 2000
menjadi sebanyak 636.629 jiwa pada tahun 2005.
Kawasan Barelang merupakan daerah kepulauan sehingga potensial
untuk pengembangan perikanan, terutama budi daya laut. Kawasan ini sangat
berdekatan dengan Singapura yang merupakan pasar yang potensial untuk
produk-produk perikanan. Penduduk Singapura juga banyak yang berkunjung ke
Batam pada akhir pekan sehingga merupakan konsumen tetap untuk produk
perikanan melalui restoran-restoran setempat. Kedekatan kawasan Barelang ke
Singapura dan pasar potensial lainnya seperti Hong Kong, menjadikan Barelang
sebagai salah satu lokasi pengumpulan produk perikanan kerapu untuk diekspor
ke negara tujuan. Selain berasal dari perairan sekitar Kepulauan Riau, ikan
kerapu hidup yang dikumpulkan oleh pedagang di Barelang berasal dari perairan
lainnya seperti Sumatera Utara, selat malaka dan Bangka Belitung.
Banyak terdapat petani atau pengusaha yang membudidayakan ikan
kerapu di kawasan Barelang dan pulau-pulau sekitarnya baik dalam skala
tradisional hingga skala komersial. Usaha tersebut berupa pembesaran benih
yang berasal dari pembenihan (hatchery), pembesaran ikan kerapu hidup ukuran
kecil (under size) hasil tangkapan nelayan hingga ukuran konsumsi. Ikan yang
33
dibudidayakan pada umumnya dijual kepada pedagang pengumpul yang ada di
Batam, atau dijual ke pengusaha restoran yang banyak terdapat di kawasan
Barelang.
4.2 Aspek Teknis Agroindustri Kerapu Budi Daya
4.2.1 Industri pembenihan kerapu
Pembenihan merupakan usaha memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan induk-induk ikan dewasa, menetaskan telur, memelihara larva hingga ukuran tertentu yang siap ditebarkan di karamba jaring apung untuk dibesarkan. Induk-induk ikan dipelihara dalam bak-bak berukuran 150 – 200 m3 dengan kedalaman air 2 hingga 3 meter dan diberi makanan yang sesuai agar dapat bereproduksi sesering mungkin. Secara periodik, terutama pada saat bulan gelap, induk ikan betina akan memijah (melepaskan telur) dan dibuahi oleh ikan jantan. Telur-telur yang dibuahi akan mengambang di permukaan air dan segera dipisahkan dari bak pemijahan untuk ditetaskan di bak pemeliharaan larva. Dalam waktu 18 hingga 20 jam setelah pemijahan, telur tersebut akan menetas dan menjadi larva (Setiadharma et al. 2001). Sampai dengan umur 2 hari, larva belum diberi makan karena masih memiliki kuning telur (egg yolk), dan pada umur 2 hinga 5 hari larva mulai diberi makan zooplankton (Brachionus sp.), dan umur 5 hingga 30 hari diberi plankton yang lebih besar dan mulai hari ke-15 diberi makanan buatan sesuai dengan ukuran larva. Pada umur 20 hinga 40 hari, larva juga diberi nauplii artemia yang diperkaya dengan berbagai vitamin penguat. Selama pemeliharaan larva dilakukan penyiponan dasar bak setiap 2 hari untuk membuang sisa-sisa kotoran dan pergantian air sebanyak 20% - 30% hingga 50% - 80% setiap hari, sesuai dengan umur larva. Pada umur 40 hingga 45 hari dilakukan pemanenan larva, dimana pada saat itu 60% hingga 80% larva telah mengalami metamorfosa (Setiadharma et al. 2001). Pembenihan ikan kerapu merupakan kegiatan usaha yang memerlukan biaya investasi yang cukup besar sehingga hanya dilakukan oleh pengusaha atau unit usaha milik pemerintah. Investasi yang cukup besar diperlukan untuk membangun sistem penyediaan air (pompa, bak penampungan, bak treatment, penyaringan, pipa distribusi dan drainase), sistem pemeliharaan ikan yang terdiri atas bak-bak induk dan larva serta bangunan pelindungnya, sistem penyediaan pakan alami (plankton) yang terdiri atas kultur murni di laboratorium dan bak-bak pembiakan plankton, sistem perlistrikan (power supply) dan sistem aerasi (blower), gudang pakan, dan bahan tambahan serta perkantoran.
34
Pengelolaan pembenihan memerlukan tenaga profesional karena kegiatannya memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, jadwal yang ketat dan waktu pengamatan 24 jam. Sebagai contoh, induk-induk ikan biasanya memijah pada malam hari (jam 22.00 – 24.00) dan sebelum menetas telur harus segera dipindahkan ke bak pemeliharaan larva melalui proses pemilahan telur yang dibuahi dan telur mati serta penempatan dalam bak larva dengan kepadatan yang sesuai. Selama pemeliharaan, perlu diberikan makanan dengan jadwal tertentu dan dilakukan penyiponan serta monitoring kualitas air untuk mencegah timbulnya penyakit dan kematian larva. Selain usaha pembenihan skala besar yang lengkap terdapat juga yang disebut dengan hatchery sepenggal, yaitu usaha pembenihan yang hanya memiliki fasilitas untuk menetaskan telur dan membesarkan larva ikan kerapu. Pembenihan ini disebut juga dengan “backyard hatchery”. Pembenihan seperti ini tidak memelihara induk, tetapi membeli telur yang dipijahkan di pembenihan besar kemudian memeliharanya di dalam bak-bak semen hingga menjadi benih ikan yang siap ditebar di karamba jaring apung. Pembenihan sepenggal ini juga memelihara plankton untuk pakan ikan dan dilengkapi dengan sistem aerasi.
Di kawasan Barelang terdapat 2 pembenihan ikan kerapu yang terdiri atas 1 milik pemerintah (Departemen Kelautan dan Perikanan) dan 1 milik swasta, yaitu PT. Nalendra. Jenis ikan yang dibenihkan oleh kedua pembenihan tersebut antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus, sunu dan ikan kakap. Kapasitas produksi pembenihan milik pemerintah adalah 2 juta ekor per tahun. Berdasarkan hasil diskusi, pembenihan ikan laut milik pemerintah tersebut masih menghadapi kendala-kedala sehingga pembenihan tersebut belum mencapai hasil yang maksimal. Produksi benih oleh swasta pada saat survei dilakukan, difokuskan pada jenis kakap dengan produksi sebesar 2 juta ekor / tahun. Pembenihan swasta tersebut memproduksi benih kakap dan kerapu macan.
Benih yang dihasilkan pembenihan skala rumah tangga biasanya berkualitas rendah. Benih unggul dapat dilihat dari ciri-ciri morfologis seperti bentuk tubuh normal (tidak bengkok) dan proporsional, bagian tubuh lengkap (operculum tidak terbuka). Selain itu ciri-ciri lainnya adalah tahan hidup pada kondisi ekstrim. Benih yang unggul dapat ditelusuri juga dari rekaman terhadap kualitas induk yang melahirkan benih tersebut. Induk yang digunakan sedapat mungkin cukup umur, sehat dan pasangannya tidak berasal dari perairan yang sama.
Pembenihan kerapu di Barelang belum mampu memasok kebutuhan pembudidaya kerapu untuk kawasan tersebut, sehingga benih kerapu masih harus didatangkan dari daerah lain terutama Bali dan Situbondo. Jenis benih yang
35
didatangkan antara lain adalah kerapu macan, kerapu tikus dan ikan kakap. Di Batam terdapat juga hatchery sepenggal yang memelihara larva berukuran kecil hingga berukuran yang siap ditebarkan di karamba jaring apung.
4.2.2 Industri pembesaran kerapu
Kegiatan pembesaran kerapu, yaitu pemeliharaan ikan di dalam KJA di
selat atau teluk, banyak dilakukan oleh masyarakat Barelang. Berdasarkan hasil
pengamatan di lapangan, KJA yang digunakan oleh petani ikan di Barelang
terbuat dari kayu berukuran 8 m x 8 m yang dibagi dalam 4 kotak dan dilengkapi
dengan pelampung dari drum plastik dan diberi jangkar. Masing-masing kotak
berukuran 3 m x 3 m untuk meletakkan jaring polietilen 3 m x 3 m x 3 m
bermata jaring 0,75 – 1,25 inci.
Dilihat dari skala usahanya, pembesaran ikan kerapu di Barelang dapat
digolongkan ke dalam skala perusahaan dan skala rumah tangga. Pembesaran
kerapu skala perusahaan memiliki jumlah KJA hingga 200 kotak, sedangkan
skala rumah tangga berkisar antara 4 hingga 16 kotak. Pembesaran skala
perusahaan dikelola secara lebih profesional, yaitu dengan menempatkan tenaga
kerja di rumah tingga yang dibangun di atas KJA, sedangkan pembesaran
tradisional biasanya dikelola secara sambilan dan menempatkan KJAnya di
belakang rumah di pinggir pantai.
Setiap KJA ditebari ikan sebanyak 20 – 25 ekor per m3, atau 500 hingga
600 ekor per kotak. Sebagian petani ikan menggunakan benih yang berasal dari
pembenihan (hatchery) dan sebagian lagi membesarkan ikan-ikan yang
”undersize” untuk dipelihara hingga ukuran konsumsi. Ikan undersize tersebut
mereka beli dari nelayan yang sengaja menangkap ikan dalam keadaan hidup
untuk dijual kepada para pembudidaya atau pedagang pengumpul.
Proses pembesaran ikan kerapu tergolong tidak rumit sebagaimana halnya
pembenihan. Pembesaran dimulai dengan pemasangan jaring polietilen dalam
kerangka karamba. Selanjutnya benih ikan ditebarkan ke dalam jaring untuk
selanjutnya dipelihara. Untuk benih ikan yang masih berukuran kecil, biasanya
terlebih dahulu ditempatkan pada jaring halus (waring) hingga cukup besar dan
kuat untuk ditempatkan di KJA. Para pembudidaya ikan kerapu di Barelang
hampir semuanya menggunakan ikan rucah sebagai pakan ikan yang dipelihara.
Hanya sebagian kecil yang menggunakan pakan buatan (pakan pabrik). Ikan
36
rucah dibeli dari nelayan (bagan) secara langsung atau melalui tempat pelelangan
ikan (TPI) setempat. Ikan tersebut selanjutnya disimpan dalam ”cool box” agar
tetap segar pada saat dicacah dan diberikan kepada ikan. Lama pemeliharaan
ikan di dalam KJA berkisar antara 6 hingga 9 bulan, tergantung pada ukuran
benih pada saat di tebarkan dan jenis ikan. Ikan kerapu tikus membutuhkan
waktu pemeliharaan yang lebih lama dibandingkan dengan ikan kerapu macan.
4.2.3 Industri pascapanen dan perdagangan kerapu
Kegiatan penanganan pascapanen ikan kerapu di kawasan Barelang pada
umumnya menyatu dengan kegiatan perdagangan dan ekspor ikan kerapu. Di
kawasan Barelang terdapat satu pedagang besar yang bertindak sebagai eksportir
kerapu ke Hong Kong yaitu PT Trimina Dinasti Agung. Pedagang ini memiliki
lokasi penampungan ikan kerapu dan ikan laut hidup lainnya berupa karamba-
karamba jaring apung. Di lokasi ini dilakukan kegiatan penanganan pascapanen
yang meliputi penyeragaman ukuran (grading), penyeragaman jenis, pemulihan
kesehatan ikan, pengepakan, pengiriman (pengangkutan) ikan hidup.
Pengiriman ke negara pengimpor dilakukan dengan menggunakan kapal angkut
ikan hidup atau menggunakan jasa angkutan pesawat terbang.
Jumlah dan jenis ikan yang diperdagangkan terutama adalah ikan kerapu
macan, kerapu tikus dan kerapu sunu yang hampir kesemuanya diekspor ke Hong
Kong, Volume perdagangan ikan kerapu yang hampir kesemuanya melalui
pedagang tersebut yang jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Volume ekspor ikan kerapu asal Barelang Tahun 2002 dan 2003 Volume Ekspor (kg) No Jenis Kerapu
2002 2003 1 Macan (Tiger grouper) t.a.d*) 18.394 2 Sunu halus (Leopard c.trout) 30.072 20.585 3 Sunu kasar (Spotted c.trout) 29.337 21.396 4 Hitam 28.451 15.903 5 Lumpur (Green grouper) 29.930 16.984 6 Napoleon (Humphead wrasse) 7.795 5.331 7 Bakau 32.121 19.775 8 Gepeng 27.402 19.928 9 Ringau t.a d 10.725
Sumber: PT Trimina Dinasti Agung. *) tidak ada data
Sebagian besar kerapu yang diperdagangkan merupakan hasil tangkap di laut
yang ditampung oleh nelayan dalam keadaan hidup, dan sebagian lagi merupakan
hasil budi daya, terutama untuk jenis-jenis kerapu macan, dan kerapu tikus.
37
4.3 Aspek Pasar Ikan Kerapu Hidup
4.3.1 Perkembangan pasar ikan kerapu hidup di Hong Kong
Hong Kong merupakan pasar utama bagi ikan kerapu hidup yang berasal
dari kawasan Asia dan Mediterania. Perkembangan perdagangan ikan kerapu di
Hong Kong sangat berpengaruh terhadap produksi ikan kerapu di negara
produsen utama, termasuk Indonesia. Berdasarkan data primer yang diperoleh
dari Kantor Statistik Perdagangan Hong Kong, maka ada paling tidak 9 jenis
kerapu yang diperdagangkan, yaitu kerapu kertang (giant grouper), kerapu tikus
(high finned grouper), kerapu lumpur (green grouper), kerapu macan (tiger
grouper), kerapu malabar (flowery grouper), kerapu sunu leopard (leopard coral
trout), kerapu sunu totol (spotted coral trout), kerapu lainnya (other grouper) dan
ikan napoleon (humphead wrasse).
Perkembangan volume impor ikan kerapu di Hong Kong dari tahun 2000
hingga tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan volume yang
diimpor, maka jenis kerapu sunu leopard dan kerapu lumpur memegang
peringkat tertinggi pertama dan kedua. Dilihat dari nilainya, kedua jenis kerapu
ini juga memegang urutan tertinggi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4 Perkembangan volume impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis
(satuan: kg)
Tahun Jenis Kerapu
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Giant Grouper (Krp. Kertang)
20,816 2,687 3,668 23,873 30 000 1 590
High Finned (Krp. Tikus)
4,370 7,753 11,943 7,066 1 466 704
Green Grouper (Krp. Lumpur)
1,559,260 1,470,281 1,182,634 1,754,079 1 487 643 1 148 360
Tiger Grouper (Krp. Macan)
50,994 51,230 123,696 216,270 328 921 422 867
Flowery Grouper (Krp. Batik)
120,177 104,402 139,722 97,077 239 386 294 426
Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard)
1,617,862 1,989,836 2,237,650 2,179,914 2 345 822 2 382 256
Spotted Coral Trout (Krp. Sunu Totol)
82,079 95,153 93,799 87,392 56 682 41 648
Humphead Wrasse (Napoleon)
42,899 12,291 28,642 16,274 9 252 22 097
Other Grouper*) (Kerapu Lainnya)
1,827,680 1,966,136 1,495,441 1,397,728 1 273 800 1 706 617
Total 5,326,137 5,699,769 5,317,195 5,779,673 5,772,972 6,020,565
Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *)Terdiri atas: brown-spotted grouper, bared cheek spotted grouper, red grouper, yellow-edged lyretail, speckled blue grouper, yellow grouper, slender grouper, malabar grouper, etc
38
Tabel 5 Perkembangan nilai impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis
(satuan: $ HK)
Tahun JENIS KERAPU
2002 2003 2004 2005 2006*) Giant Grouper (Kerapu Kertang)
369,000 2,387,000 3,000,000 287,000 75,000
High Finned (Kerapu Tikus)
3,137,000 2,255,000 387,000 99,000 10,000
Green Grouper (Kerapu Lumpur)
64,307,000 90,020,000 74,304,000 64,058,000 25,114,000
Tiger Grouper (Kerapu Macan)
12,869,000 18,420,192 26,291,000 32,717,000 29,140,000
Flowery Grouper (Kerapu Batik)
8,541,000 7,541,000 19,294,000 23,526,000 8,488,000
Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard)
322,351,000 311,452,000 336,610,000 324,554,000 194,289,000
Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol)
12,763,000 10,411,000 6,424,000 3,788,000 991,000
Humphead Wrasse (Ikan Napoleon)
6,622,000 3,441,000 1,462,241 3,199,000 1,107,000
Other Grouper (Kerapu Lainnya)
162,100,000 56,321,764 93,192,000 120,989,000 49,689,000
Total Nilai Kerapu 593,059,000 502,248,956 560,964,241 573,217,000 308,903,000
Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah). *) Januari-Juni.
Perkembangan harga jual ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat
pada Tabel 6. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa harga tertinggi ditempati
oleh Kerapu Tikus dan Ikan Napoleon, dengan kecenderungan harga yang
fluktuatif.
Tabel 6 Perkembangan rata-rata harga ikan kerapu di Hong Kong ($ HK)
Tahun No Jenis Kerapu
2002 2003 2004 2005 2006*)
1 Kerapu Kertang 108 99 100 180 145 2 Kerapu Tikus 260 252 172 166 195 3 Kerapu Lumpur 54 52 50 57 53 4 Kerapu Macan 104 87 80 77 78 5 Kerapu Batik 60 81 80 80 80 6 Kerapu Sunu Leopard 144 141 144 137 138 7 Kerapu Sunu Totol 138 120 116 93 80 8 Napoleon 234 207 174 203 141 9 Kerapu Lainnya 110 40 73 71 76
*) Januari-Juni.
Dari 9 jenis ikan kerapu yang diimpor oleh Hong Kong, Indonesia
merupakan pemasok tetap untuk 8 jenis kerapu, kecuali giant grouper (kerapu
kertang). Volume pasokan jenis kerapu berdasarkan negara pemasok dapat dilihat
pada Tabel 7. Berdasarkan data yang diperoleh, secara kumulatif, negara
pemasok kerapu ke Hong Kong yang terbesar adalah Philipina, diikuti oleh
39
Indonesia, Thailand dan Australia. Apabila dilihat untuk masing-masing jenis
kerapu yang dipasok ke Hong Kong, maka untuk kerapu kertang, pemasok
terbesar adalah Taiwan dan Maldives, pemasok terbesar kerapu tikus adalah
Indonesia dan Philipina, pemasok terbesar kerapu lumpur adalah Thailand,
Philipina dan Taiwan, pemasok terbesar kerapu macan adalah Indonesia dan
Philipina. Untuk kerapu batik, pemasok terbesar adalah Philipina, Taiwan,
Thailand dan Indonesia. Untuk kerapu sunu leopard, pemasok terbesar adalah
Australia, Philipina dan Indonesia. Sementara itu untuk kerapu sunu totol,
pemasok terbesar adalah Philipina. Indonesia dan Malaysia. Untuk ikan
napoleon, pemasok terbesar adalah Philipina dan Thailand.
Tabel 7 Perkembangan volume impor ikan kerapu Hong Kong berdasarkan
negara pemasok tahun 2000 - 2005 (satuan: kg)
Tahun No Neg.Pemasok
2000 2001 2002 2003 2004 2005 1 Kamboja 34,587 21,520 25,815 18,851 25 638 6,395
2 Taiwan 361,117 263,276 31,173 197,630 304 113 209,120
3 Indonesia 698,894 1,266,736 1,189,266 991,382 1 057 919 1,309,366
4 Philipina 1,108,600 1,126,403 1,398,603 1,559,637 1 543 772 1,720,993
5 Thailand 1,734,941 1,343,117 769,070 1,354,652 1 021 060 874,686
6 Mainland China 132,310 29,800 0 1,000 1,562
7 Vietnam 133,726 128,313 98,686 19,359 26 584 17,994
8 Maladewa 38 0 59,000 57,000 80 097 70,200
9 Brunei 4,853 4,206 4 208 3,619
10 Malaysia 365,745 389,758 386,365 619,020 853 634 718,231
11 Singapura 11,034 1,416 4,344 12,346 29 746 21,537
12 Australia 724,944 1,090,583 1,242,955 926,833 819 371 976,176
13 Marshall Island 59,977 16,840 1 198
14 USA 490 158
15 Myanmar 3 421 1,631
16 Togo 126 66
17 New Zealand 1 867 1,720
18 Canada 200
19 Namibia 3,304
20 Papua New
Guinea 59,675
21 India 60 24,090
22 Lainnnya 15,348 34,641 51,941 4,633
Total (kg) 5,326,137 5,699,769 5,317,195 5,779,673 5,772,972 6,020,565
Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).
40
4.3.2 Pangsa pasar kerapu Indonesia di Hong Kong
Indonesia merupakan salah satu dari 21 negara pemasok ikan kerapu ke
Hong Kong. Ditinjau dari volume, ekspor kerapu Indonesia di pasaran Hong
Kong meningkat dari 698.894 kg pada tahun 2000 menjadi 1.309.366 kg pada
tahun 2005 (Tabel 8). Kontribusi kerapu Indonesia di pasaran Hong Kong
menunjukkan kecenderungan yang juga meningkat, yaitu dari 13,12% pada tahun
2000, menjadi 21,75% pada tahun 2005 (Tabel 9). Berdasarkan jenis ikan kerapu
yang dipasok, maka Indonesia mendominasi jenis kerapu macan, kerapu tikus
dan kerapu lainnya. Kontribusi terbesar dicapai oleh kerapu tikus pada tahun
2003 yang mencapai 74,58% dari impor kerapu tikus Hong Kong, dan kerapu
macan yang pada tahun 2005 mencapai 53,17% pangsa pasar ikan tersebut di
Hong Kong.
Tabel 8 Volume ekspor kerapu Indonesia ke Hong Kong berdasarkan jenis
kerapu
Tahun Jenis Kerapu 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Giant Grouper (Kerapu Kertang)
81 - - - -
High Finned (Kerapu Tikus)
269
2,270
6,058
5,270 450
116
Green Grouper (Kerapu Lumpur)
103,434
116,576
58,211
33,474 40,653
17,480
Tiger Grouper (Kerapu Macan)
2,917
11,378
26,746
31,306 69,754
224,830
Flowery Grouper (Kerapu Batik)
42,792
486
483
339 2,968
3,950
Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard)
49,195
265,148
274,327
319,122
412,826
330,493
Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol)
27,664
23,574
11,874
25,672 13,041
5,550
Other Grouper (Kerapu Lainnya)
471,167
846,805
806,572
573,673
517,683
722,028
Humphead Wrasse (Napoleon)
1,375
499
4,995
2,526 544
4,919
Total 698,894 1,266,736 1,189,266 991,382 1,057,919 1,309,366
Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).
41
Tabel 9 Kontribusi pasokan kerapu Indonesia terhadap impor kerapu Hong Kong berdasarkan jenis (%)
Tahun Jenis Kerapu
2000 2001 2002 2003 2004 2005 Giant Grouper (Kerapu Kertang) 0.39 - - - -
-
High Finned (Kerapu Tikus) 6.16
29.28
50.72
74.58
30.70
16.48
Green Grouper (Kerapu Lumpur) 6.63
7.93
4.92
1.91
2.73
1.52
Tiger Grouper (Kerapu Macan) 5.72
22.21
21.62
14.48
21.21
53.17
Flowery Grouper (Kerapu Batik) 35.61
0.47
0.35
0.35
1.24
1.34
Leopard Coral Trout (Krp. Sunu Leopard) 3.04
13.33
12.26
14.64
17.60
13.87
Spotted Coral Trout (Kerapu Sunu Totol) 33.70
24.77
12.66
29.38
23.01
13.33
Other Grouper (Kerapu Lainnya) 25.78
43.07
53.94
41.04
40.64
42.31
Humphead Wrasse (Napoleon) 3.21
4.06
17.44
15.52
5.88
22.26
Total 13.12 22.22 22.37 17.15 18.33 21.75
Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (diolah).
Berdasarkan analisis terhadap perkembangan pangsa pasar kerapu
Indonesia di pasar Hong Kong yang merupakan pasar utama ikan kerapu, dan
juga perkembangan pasokan ikan kerapu dari negara-negara lain, maka ada
indikasi yang kuat bahwa Indonesia memiliki spesialisasi dalam memproduksi
ikan kerapu macan dan kerapu tikus. Meskipun harga kerapu macan tidak terlalu
tinggi, namun memiliki kecenderungan permintaan yang meningkat, sedangkan
kerapu tikus yang memiliki tingkat harga yang tinggi tidak diproduksi oleh
negara lain, sehingga dapat dijadikan menjadi komoditas kerapu sebagai
unggulan Indonesia. Di samping itu, perairan Indonesia relatif aman dari
serangan badai (taifun) yang sering melanda negara-negara sub tropis. Serangan
badai yang pada awal tahun 2007 melanda negara produsen kerapu seperti
Taiwan, Filipina, Vietnam dan Thailand telah mengakibatkan kelangkaan suplai
dan melonjaknya harga jual. Indonesia harus dapat memanfaatkan keunggulan
ini sebagai produsen utama kerapu di dunia.
42
5 PENGEMBANGAN MODEL
5.1 Analisis Sistem Agroindustri Kerapu Budi Daya
Sebagaimana dijelaskan pada bab metode penelitian, maka
pengembangan model dinamis perencanaan dan pengelolaan agroindustri kerapu
budi daya dilakukan dengan menerapkan pendekatan sistem yang tahapannya
mengikuti diagram pada Gambar 8. Tahap tersebut terdiri atas (1) analisis
kebutuhan, (2) formulasi permasalahan, (3) identifikasi sistem, (4) rancang
bangun model, (5) pengujian model, dan (6) penerapan model. Berikut ini
diuraikan langkah-langkah yang dilaksanakan dalam setiap tahapan tersebut.
5.1.1 Analisis kebutuhan
Analisis kebutuhan mengidentifikasi dan menguraikan mengenai apa yang
dibutuhkan oleh pelaku (komponen) yang terlibat dalam sistem. Komponen-
komponen tersebut mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda sesuai dengan
tujuannya masing-masing dan saling berinteraksi satu sama lain serta
berpengaruh terhadap keseluruhan sistem yang ada. Dalam sistem
pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada penelitian ini, komponen-
komponen yang terlibat serta kebutuhan-kebutuhan masing-masing komponen
terhadap jalannya sistem adalah sebagai berikut:
(1) Pemerintah membutuhkan kondisi di mana usaha budi daya kerapu
berkembang di berbagai daerah sehingga dapat menyediakan lapangan
pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat serta meningkatkan penghasilan
devisa melalui ekspor dan menghindarkan terjadinya produksi yang berlebih
sehingga merugikan pelaku usaha.
(2) Pelaku pembenihan (hatchery) membutuhkan kondisi di mana benih yang
diproduksinya dapat terjual secara kontinyu, dengan harga yang setinggi-
tingginya, serta harga input produksi (pakan, obat-obatan, listrik, dan lain
lain) yang serendah-rendahnya.
(3) Para pembudidaya ikan membutuhkan benih yang sehat dan input produksi
lainnya (pakan, obat-obatan) dengan harga murah, pada waktu dan jumlah
yang tepat, dan dapat menjual ikan yang dibesarkan secara kontinyu dengan
harga setinggi-tingginya.
43
(4) Para pengepul / pedagang (eksportir) ikan kerapu membutuhkan informasi
tentang permintaan pasar dan pasokan ikan kerapu hidup ukuran konsumsi
dari pembudidaya/ nelayan sesuai dengan permintaan pasar dengan harga beli
yang serendah mungkin dan harga jual setinggi mungkin.
(5) Nelayan pemasok induk dan benih alam, maupun sebagai pemasok pakan
(ikan rucah) membutuhkan kondisi agar induk, benih maupun ikan rucah
yang ditangkap dapat dijual dengan harga setinggi-tingginya, sehingga
memperoleh pendapatan yang memadai.
(6) Produsen pakan ikan membutuhkan kondisi agar pakan yang diproduksinya
dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan
memperoleh bahan baku secara kontinyu dan dengan harga serendah-
rendahnya.
(7) Produsen / pemasok obat-obatan ikan dan bahan kimia untuk produksi
pembenihan membutuhkan kondisi di mana produk yang dihasilkan / dipasok
dapat terjual secara kontinyu dengan harga yang setinggi-tingginya, dan
memperoleh bahan baku secara kontinyu dan dengan harga beli serendah-
rendahnya.
(8) Industri jasa transportasi membutuhkan adanya pesanan (order) yang
kontinyu untuk mengangkut benih, ikan konsumsi atau jasa transport lainnya
dari agroindustri kerapu budi daya sehingga ia memperoleh pendapatan yang
memadai.
(9) Konsumen membutuhkan pasokan ikan kerapu hidup secara kontinyu dengan
kualitas baik dan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli mereka.
5.1.2 Formulasi permasalahan
Permasalahan akan timbul apabila terjadi konflik kepentingan antar para
pelaku yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya. Uraian tentang
keinginan dan konflik kepentingan yang menimbulkan masalah dapat dilihat
pada Tabel 10.
Meskipun terdapat konflik kepentingan, dalam kasus pengembangan
agroindustri kerapu budi daya ini terdapat pula problem bersama (common
problems) yang dihadapi oleh para pelaku yang dapat dijadikan dasar bagi para
pelaku untuk saling bersinergi.
44
Tabel 10 Daftar keinginan dan konflik kepentingan antar pelaku dalam sistem
agroindustri kerapu budi daya
No Pelaku /Aktor Interest / Keinginan Konflik Kepentingan Dengan Nelayan: • Nelayan lebih suka menangkap
ikan kerapu di terumbu karang. Pemerintah melarang penggu-naan bahan peledak dan sianida yang merusak terumbu karang.
1. Pemerintah • Berkembangnya industri perikanan kerapu sehingga memperluas lapangan kerja, PAD dan pertumbuhan ekonomi;
• Meningkatnya devisa melalui ekspor kerapu;
Dengan Pedagang: • Eksportir lebih suka membeli
kerapu hasil tangkap nelayan dari terumbu karang, karena lebih murah dan mudah.
Dengan Produsen/Pemasok Obat-obatan/ Bahan Kimia: • Produsen ingin menjual
semahal mungkin, sedangkan pembenih ingin membeli semurah mungkin.
2 Pelaku Pembenihan
• Ingin menjual benih semahal mungkin dan membeli input produksi (biaya produksi) semurah mungkin.
• Dapat menekan kematian (mortalitas) benih dan memperoleh benih yang bebas penyakit (virus dll.).
Dengan Nelayan: • Nelayan ingin menjual induk
kerapu semahal mungkin, sedang hatchery ingin semurah mungkin.
Dengan Produsen Benih: • Pembenih ingin menjual benih
semahal mungkin, sedangkan pembudidaya semurah mungkin.
• Sering terjadi kelangkaan benih saat dibutuhkan, atau kelimpahan benih saat tidak dibutuhkan.
• Pembudidaya sering mengeluhkan kualitas benih yang rendah mengakibatkan mortalitas tinggi.
3. Pembudidaya Ikan
• Ingin menjual ikan semahal mungkin dan membeli input produksi (biaya produksi) semurah mungkin.
• Dapat menekan kematian (mortalitas) ikan dan mempercepat pertumbuhan ikan.
Dengan Produsen Pakan : • Produsen pakan ingin menjual
pakan semahal mungkin, sedangkan pembudidaya membeli semurah mungkin.
45
Tabel 10 (lanjutan) 4. Pengepul /
pedagang/ Eksportir
• Memperoleh pasokan ikan sesuai permintaan pasar dengan harga semurah mungkin;
• Dapat menjual ikan sebanyak mungkin dengan harga setinggi-tingginya;
• Cenderung menutup-nutupi informasi pasar sehingga dapat menekan petani ikan.
Dengan Pembudidaya: • Pembudidaya ingin menjual
ikan semahal mungkin, pedagang ingin semurah mungkin.
• Sering terjadi kelangkkan suplai pada saat dibutuhkan, atau kelebihan suplai pada saat permintaan pasar menurun.
• Pembudidaya menginginkan transparansi informasi pasar sehingga tidak dikelabui oleh eksportir.
5. Nelayan Pemasok Induk dan Pakan Rucah
• Ingin menjual induk dan ikan rucah semahal mungkin dan membeli input produksi semurah mungkin
Dengan Pembudidaya: • Pembudidaya ingin membeli
ikan rucah (pakan) semurah mungkin sedangkan nelayan semahal mungkin.
7. Pemasok Obat-obatan dan Bahan Kimia
• Ingin menjual Obat-obatan dan Bahan Kimia semahal mungkin dan membelinya semurah mungkin.
Dengan Pengusaha Pembenihan: • Idem butir 4.
8. Pengusaha Jasa Transportasi
• Membutuhkan adanya pesanan (order) yang kontinyu untuk mengangkut benih, ikan konsumsi atau jasa transport lainnya dgn biaya semahal mungkin.
• Dengan Pengguna jasa (Pembenihan, Pembudidaya, Pedagang): Mereka mengunginkan biaya angkut yang semurah mungkin.
9. Konsumen • Membutuhkan pasokan ikan kerapu hidup sesuai kebutuhan dengan harga yang terjangkau oleh daya beli mereka
• Dengan Pedagang: Suplai ikan tergantung produsen, sering tidak sesuai dengan permintaan. Harga pasar sering di bawah tingkat yang diharapkan.
Permasalahan bersama tersebut adalah masih belum terciptanya sinergi
dan kerjasama yang saling menguntungkan antar pelaku usaha. Belum
terciptanya sinergi tersebut terlihat dari sering terjadinya kelangkaan benih pada
saat dibutuhkan oleh pembudidaya, atau sebaliknya kelebihan benih pada saat
tidak dibutuhkan oleh pembudidaya. Demikian pula antara pembudidaya dengan
pengolah / pedagang pengumpul sering terjadi ketidaksesuaian antara kebutuhan
dan pasokan. Permasalahan bersama ini terutama terjadi karena proses produksi
benih dan kegiatan budi daya ada ketergantungan pada musim sehingga
mengalami puncak pada musim-musim tertentu, di sisi lain konsumen juga
menginginkan suplai yang cukup besar pada bulan-bulan tertentu.
46
Ketidaksesuaian antara demand dan supply ini mengakibatkan ketidakharmonisan
yang berkepanjangan.
Permasalahan lain yang menjadi perhatian bersama pelaku usaha dalam
agroindustri perikanan budi daya kerapu adalah belum dikuasainya teknologi
sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas dan kualitas produk.
Pembenihan ikan kerapu masih mengeluhkan tingginya tingkat kematian
(mortality rate) terhadap larva yang dihasilkan sehingga sering mengalami
kerugian. Di sisi lain, pembudi daya sering mengeluhkan benih yang dibeli dari
pembenihan banyak mengalami kematian karena kualitasnya yang kurang baik.
Dalam transaksi jual beli ini belum ada perjanjian antara kedua belah pihak untuk
menanggung bersama risiko kematian, sehingga pembudidaya sering mengalami
kerugian.
Permasalahan bersama ini perlu diatasi agar tidak menjadi penghambat
bagi pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Berkembangnya industri
budi daya secara tidak langsung akan mengurangi terjadinya kerusakan terumbu
karang akibat penangkapan ikan kerapu dengan cara-cara yang tidak ramah
lingkungan. Bagi pemerintah, pengembangan agroindustri kerapu budi daya
selain akan memberikan dampak ekonomi yaitu peningkatan pendapatan
nelayan/petani ikan dan perolehan devisa, juga akan memberikan dampak
kelestarian lingkungan yang penting bagi kelangsungan pembangunan dimasa
yang akan datang.
5.1.3 Identifikasi sistem
Tahap selanjutnya dalam rancangbangun model dinamis pengelolaan
agroindustri kerapu budi daya adalah identifikasi sistem. Dalam tahap ini
dilakukan penggambaran diagram sebab-akibat (causal loop diagram) dan kotak
gelap. Identifikasi sistem tersebut dilaksanakan dengan berdasarkan pada hasil
analisis kebutuhan dan identifikasi permasalahan yang telah dilaksanakan pada
tahap sebelumnya. Secara spesifik konsep diagram lingkar sebab-akibat untuk
sistem pengelolaan agroindustri kerapu budi daya digambarkan pada Gambar 9,
sedangkan konsep kotak gelap dijelaskan pada Gambar 10.
(1) Causal loop
Keterkaitan antar pelaku maupun kegiatan yang terlibat dalam sistem
pengelolaan agroindustri kerapu budi daya berbasis budi daya dapat digambarkan
47
dalam diagram sebab-akibat (causal loop diagram) pada Gambar 9. Dalam
penelitian ini perhatian utama ditujukan pada pemecahan permasalahan bersama
yang diformulasikan pada tahap sebelumnya. Permasalahan utama tersebut
adalah lemahnya keterkaitan antar rantai produksi pembenihan, pembudidayaan
dan penanganan pascapanen dan rendahnya penguasaan teknologi, sehingga
diagram sebab-akibat yang dibuat lebih berorientasi pada pendiskripsian
permasalahan tersebut.
Dalam diagram sebab-akibat tersebut terdapat 3 (tiga) subsistem, yaitu
pembenihan, pembesaran, dan pascapanen yang dirangkai menjadi satu. Setiap
subsistem memiliki struktur yang hampir serupa karena karakteristik kegiatannya
hampir sama. Proses pengkonstruksian diagram sebab-akibat pada masing-
masing subsistem dilakukan secara bertahap, yaitu tahap pengkonstruksian
diagram sebab-akibat untuk aliran material dan diagram sebab untuk akibat aliran
finansial.
Diagram sebab-akibat aliran material untuk pembenihan ikan kerapu
dimulai dari jumlah induk yang tersedia yang menentukan berapa jumlah benih
yang dapat diproduksi. Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh
produktivitas induk. Selanjutnya tingkat produksi benih akan menentukan
jumlah persediaan (inventory) benih yang juga dipengaruhi oleh jumlah
penjualan. Besarnya inventory akan menentukan berapa jumlah benih yang harus
diproduksi (desired production). Desired production tersebut disamping
dipengaruhi oleh besarnya inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi
permintaan benih yang diperhitungkan berdasarkan permintaan benih saat ini.
Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembenihan
merupakan pentransferan aliran material ke nilai finansialnya. Besarnya
produksi benih dikalikan dengan biaya produksi per unit benih akan
menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi. Demikian juga jumlah
inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan besarnya
biaya inventori. Demikian juga dengan income (pemasukan) pembenihan
merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual. Selanjutnya
pengurangan antara pemasukan dengan biaya-biaya akan menghasilkan
perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh oleh subsistem
pembenihan.
48
Tingkatpermintaan
benih
Produksibenih
kerapu
Inventoribenih
Kerapu
Tkt prodbenih
diinginkan
_
+
+
Jumlahinduk +
+
Produktivitas
induk
Ekspektasipermintaan
benih
+
+
_
Penjualanbenih
kerapu
_
Tingkatpermintaankerapu BD
Produksikerapu
BD
InventoriKerapu
BD
Tkt prodkerapu BDdiinginkan
_
+
+
JumlahKJA BD +
+
Produktivitas KJA
Ekspektasipermintaankerapu BD
+
+
_
Penjualankerapu BD
_
+
Tingkatpermintaankerapu PP
ProduksikerapuP.Panen
InventoriKerapuP.Panen
Tkt prodkerapu PPdiinginkan
_
+
+
JumlahKJA PP
+
+
Produktivitas KJA
Ekspektasipermintaankerapu PP
+
+
_
Penjualankerapu P.
panen
_
+
+
++
Harga inputproduksi
benihkerapu
Incomepemb.
Hargabenih
kerapu
BiayaProduksi
benih
Profitpembeni
han
Biayainventori
benih
Biayainventori
/unit
+
Harga inputproduksi
kerapu BD
IncomeBD
Hargakerapu
BD
BiayaProduksikrp BD
Profitbudidaya
Biayainventorikrp BD
Biayainventori
/unit_
+
Harga inputproduksi
kerapu PPn
IncomePP
Hargakerapu
PP
BiayaProduksikrp PP
Profitpascapa
nen
Biayainventorikrp PP
Biayainventori
/unit
+
+
++ +
+
+
--
-
-
-
-
--
+
+ +
++
+
+
+
+
+
+
++
+
+
+ +
Gambar 9 Diagram sebab akibat sistem pengembangan agroindustri kerapu budi daya.
49
Pendeskripsian diagram sebab-akibat untuk subsistem budi daya dan
subsistem penanganan pascapanen hampir serupa dengan diagram subsistem
pembenihan. Diagram sebab-akibat aliran material untuk budi daya kerapu
dimulai dari jumlah KJA yang tersedia yang menentukan berapa jumlah ikan
yang dapat diproduksi. Tingkat produksi tersebut ditentukan juga oleh
produktivitas KJA. Selanjutnya tingkat produksi ikan akan menentukan jumlah
persediaan (inventory) yang juga dipengaruhi oleh jumlah penjualan. Besarnya
inventory akan menentukan berapa jumlah ikan yang harus diproduksi (desired
production). Desired production tersebut disamping dipengaruhi oleh besarnya
inventory juga dipengaruhi oleh proyeksi / ekspektasi permintaan ikan yang
diperhitungkan berdasarkan permintaan ikan kondisi nyata saat ini.
Diagram sebab-akibat untuk aliran finansial pada subsistem pembesaran
seperti pada subsistem pembenihan merupakan pentransferan aliran material ke
nilai finansialnya. Besarnya produksi ikan dikalikan dengan biaya produksi per
ekor akan menghasilkan perhitungan tentang biaya produksi. Demikian juga
jumlah inventori dikalikan dengan biaya inventori per unit akan menentukan
besarnya biaya inventori. Demikian juga dengan income (pemasukan)
pembesaran merupakan perkalian dari angka penjualan dengan harga jual.
Selanjutnya pengurangan antara pemasukan dengan biaya-biaya akan
menghasilkan perhitungan tentang tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh
oleh subsistem pembesaran.
Untuk diagram sebab-akibat pada subsistem penanganan pascapanen,
deskripsi elemennya identik dengan subsistem pembesaran baik untuk aliran
material maupun aliran fiansialnya, hanya pada subsistem pascapanen ini elemen
tingkat permintaan kerapu langsung berhubungan dengan angka permintaan pasar
yang merupakan elemen penentu bagi sistem secara keseluruhan.
Dalam diagram sebab-akibat ini ketiga subsistem yang dapat dianalisis
secara terpisah tersebut dirangkaikan menjadi suatu kesatuan sistem, dimana
elemen permintaan pasar pada pembenihan merupakan refleksi dari kebutuhan
subsistem pembesaran, sehingga tingkat permintaan benih ditentukan oleh tingkat
produksi pembesaran pada subsistem pembesaran. Demikian pula halnya secara
identik, permintaan kerapu budi daya ditentukan oleh tingkat produksi pada
subsistem pascapanen.
50
(2) Diagram input output
Konsep diagram input-output merupakan tahapan lebih lanjut dari
diagram sebab-akibat, yaitu sebagai interpretasinya ke dalam konsep “black
box”. Dalam konsep black box tersebut, informasi dikategorikan menjadi tiga
golongan, yaitu (1) peubah input, (2) peubah output, dan (3) parameter-parameter
yang membatasi struktur sistem (Eriyatno 1999). Input terdiri atas dua
golongan, yaitu input yang berasal dari luar sistem (exogen) atau input
lingkungan dan input yang berasal dari dalam sistem (overt input). Overt input
merupakan peubah endogen yang ditentukan oleh fungsi dari sistem. Input
tersebut terdiri atas input terkendali dan input tak terkendali. Output dari sistem
terdiri atas output diinginkan dan output tidak diinginkan.
Gambar 10 di atas menunjukkan diagram input-output untuk sistem
pengelolaan agroindustri kerapu budi daya. Untuk pengelolaan industri tersebut
dibutuhkan input yang tergolong dalam input tak terkendali yaitu harga ikan
konsumsi dan permintaan pasar, harga input industri seperti harga induk ikan,
benih dan pakan, ketersediaan kawasan budi daya, dan nilai tukar rupiah (yang
berhubungan dengan harga jual) dan tingkat bunga pinjaman untuk investasi dan
modal kerja. Sementara itu untuk input yang dapat dikendalikan adalah teknologi
Gambar 10 Diagram input output sistem pengelolaan industri budi daya perikanan kerapu.
SISTEM PENGELOLAAN INDUSTRI PERIKANAN
KERAPU
Input Tak Terkendali • Harga jual dan permintaan kerapu di
pasaran; • Harga input produksi pembenihan,
pembesaran dan pascapanen. • Ketersediaan kawasan Budi daya • Kesehatan Lingkungan perairan • Nilai Tukar Rupiah • Tingkat Bunga Pinjaman
Input Terkendali • Teknologi pembenihan • Teknologi budi daya • Tekn. pascapanen/Pengolahan • Teknologi Transportasi • Tata ruang kawasan
Output Diinginkan • Peningkatan keuntungan pembenih,
pembudi daya dan agroindustri ; • Berkembangnya industri kerapu budi
daya & pendukungnya; • Peningkatan Devisa; • Lestarinya terumbu karang
Output Tak Diinginkan • Tidak terkendalinya perkembangan
industri perikanan kerapu • Oversupply kerapu, harga turun • Kelangkaan supply, harga naik • Kelangkaan input produksi (pakan,
benih, obat-obatan).
Manajemen Industri
Input Lingkungan • Peraturan pemerintah • Globalisasi Perdagangan • Perubahan Iklim Global
51
pembenihan, teknologi budi daya, teknologi pengolahan, teknologi transportasi
dan perencanaan kawasan untuk budi daya.
Sistem yang dikembangkan bertujuan untuk menghasilkan output yang
diinginkan yaitu peningkatan pendapatan nelayan dan petani ikan, lestarinya
terumbu karang dan berkembangnya usaha budi daya kerapu dan industri
pendukungnya. Meskipun demikian dihasilkan pula output yang tidak diinginkan
seperti tidak terkendalinya perkembangan usaha budi daya kerapu dan terjadinya
oversuplai sehingga harga jatuh, kemungkinan terjadinya kepunahan terhadap
ikan karang karena eksploitasi yang berlebih, dan kelangkaan input produksi
yang dibutuhkan seperti pakan, benih, dan obat-obatan.
Untuk mengendalikan sistem agar lebih mengarah pada output yang
diinginkan, maka dibuatlah mekanisme umpan balik (feedback) berupa
manajemen sistem agroindustri sedemikian rupa agar output yang dihasilkan
mengarah pada output yang diinginkan dan tidak mengarah pada output yang
tidak diinginkan. Dalam penelitian ini fokus umpan balik manajemen
agroindustri kerapu budi daya diarahkan pada penguatan keterkaitan antar pelaku
usaha dalam rantai produksi dan peningkatan penggunaan teknologi sehingga
tercipta suatu agroindustri kerapu budi daya yang tanguh dan berproduktivitas
tinggi. Berkembangnya agroindustri kerapu budi daya akan mencegah terjadinya
eksploitasi ikan kerapu di perairan terumbu karang sehingga dapat menjaga
kelestariannya.
5.2 Rancang Bangun Model
Berdasarkan hasil identifikasi sistem yang akan dibuat untuk pengelolaan
agroindustri kerapu budi daya, terutama diagram sebab-akibat, maka dilakukan
rancang bangun model dinamis dengan menggunakan paket program Powersim
Studio yang menerjemahkan diagram sebab-akibat ke dalam program komputer.
5.2.1 Rancangbangun model peningkatan keuntungan agroindustri kerapu
budi daya.
(1) Rancang bangun model peningkatan keuntungan subsistem
pembenihan.
Model peningkatan keuntungan produksi pembenihan kerapu
dirancangbangun sebagai alat untuk mensimulasikan tingkat keuntungan yang
diperoleh pembenihan kerapu dengan mempertimbangkan berbagai variabel yang
52
terlibat di dalamnya. Tingkat keuntungan merupakan fungsi dari tingkat
pendapatan dikurangi oleh pengeluaran produksi. Tingkat pendapatan
merupakan fungsi dari tingkat produksi dan harga jual benih, sedangkan tingkat
pengeluaran produksi merupakan fungsi dari penggunaan volume input produksi
dan harga beli input produksi tersebut.
Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga
jual benih yang berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi karena
induk-induk ikan kerapu hanya memijah (melepas telur) pada umur tertentu dan
pada periode-periode tertentu, terutama pada masa bulan gelap. Jumlah telur
yang dihasilkan juga sangat bergantung pula pada umur induk yang dipijahkan,
sedangkan persentase jumlah telur yang bertahan (survive) menjadi benih sangat
tergantung pula pada input produksi yang digunakan selama masa pemeliharaan
(4-6 bulan) terutama pakan, obat-obatan dan penanganan kualitas air.
Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan
input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi
tersebut. Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan, maka tingkat
pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel
yang disebutkan di atas.
Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan
meningkatkan efisiensi penggunaan input produksi dan mencegah kemungkinan
terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau kekurangan produksi pada
saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak). Tujuan ini dapat dicapai
apabila fluktuasi permintaan benih dapat diantisipasi oleh produsen melalui
pengaturan waktu produksi atau melalui pengontrolan persediaan (inventory
control).
Model peningkatan keuntungan industri pembenihan dikembangkan
berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop diagram) sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar 11.
53
Gambar 11 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu.
Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan
keuntungan industri pembenihan kerapu dapat didiskripsikan dalam persamaan
matematis sebagai berikut:
• Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan – Pengeluaran pembenihan
• Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih
• Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih + biaya pemeliharaan induk
+ biaya inventori benih.
• Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah
Produksi Benih
• Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih
• Biaya pemeliharaan induk = Jumlah induk * biaya pemeliharaan induk/ekor.
• Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk.
KeuntunganPembeni-
han
Biaya Produksi
Benih
Biaya Inventori
Benih
Income Pembeni-
han
Biaya Inventori Bnh/Unit
Biaya Produksi Bnh/Unit
Harga Benih /Unit
Inventori Benih
Kerapu
Penjualan Benih
Kerapu
Tkt Inventory
Diinginkan
Tkt Per mintaan benih
Expektasi Permintaan
benih
Jumlah Induk
disediakan
Produk tivitas induk
Produksi Benih
Kerapu
Biaya pemeliharaan
induk
Biaya pemeliharaan
induk/ekor
Penge-luaran pem
benihan
+
-
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+ +
+
+ +
+
Coverage Inventori
Benih
+ Trend
Permintaan Benih
54
• Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih – jumlah penjualan benih.
• Tingkat inventori benih diinginkan (t+1) = ekpektasi permintaan benih(t) *
Coverage inventori benih(t)
Berdasarkan diagram sebab-akibat dan hubungan antar elemen pada
model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu, maka
dikonstruksikan model dengan menggunakan POWERSIM STUDIO yang dapat
digunakan untuk proses simulasi. Model powersim untuk peningkatan
keuntungan industri pembenihan kerapu dapat dilihat pada Gambar 12.
Inventori benih kerapu
produksi benihkerapu
penjualan benihkerapu
Jumlah induk
Penyediaan indukbaru
Fekunditas induk
Survival rate benih
Kematian Induk
Lifetime indukWaktu utk
penyediaan indukbaru
Tkt permintaanbenih per bulan
Expected demandbenih
Perubahan Expdemand benih
Tingkat produksibenih diinginkan
Waktu untukmerubah ekpektasi
Jumlah indukdiinginkan
Prosentase indukmemijah
Produktivitas induk
Tkt inventori benihdiinginkan
Coverage inventori Bnh
Waktu utk perbaikiinventori
Total Profit Pembenihan
Profit pembenihan
PengeluaranPembenihan
PemasukanPembenihan
Biaya Produksibenih
Biaya InventoryBenih
Faktor Biaya inventorybenih
Biaya pemel induk
Biaya pemel induk perekor
Harga Benih
Biaya Tak Langsung
By Pakan Bnh perekor
By lainnya per ekor
Biaya Prod Bnh perekr
Penyusutan
Survival rate kerapu
Permintaan KerapuPasca Panen
Konversi Kg ke Ekor
Demand Ikan UkuranKonsumsi
Gambar 12 Struktur Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu
menggunakan program Powersim Studio.
55
Model peningkatan keuntungan industri pembenihan kerapu terdiri atas
elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem operasi yang ada di lapangan, yaitu
memproduksi benih ikan kerapu yang dapat dijual sesuai dengan permintaan
pasar. Sesuai dengan kerangka konseptual, model ini ditujukan untuk dapat
mensimulasikan jumlah induk yang harus disediakan untuk menghasilkan benih
dalam jumlah yang tepat dan jumlah inventori yang harus disediakan untuk
mengantisipasi fluktuasi permintaan pasar sehingga memperkecil kemungkinan
terjadinya kelebihan pasokan (”over supply”) atau kekurangan pasokan di
pasaran. Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar
variabel maupun konstanta diuraikan pada Tabel 11 yang terdiri atas nama
variabel, satuan yangdigunakan dan definisi dari variabel tersebut.
Tabel 11 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembenihan ikan kerapu.
Nama Unit Definisi Biaya Inventory Benih Rp / mo Faktor Biaya inventory benih* Harga Benih
*Inventory benih kerapu Biaya Pemeliharaan Induk
Rp / mo Biaya pemel induk per ekor * jumlah induk
Biaya Pemel Induk / ekor Rp/Induk/mo 108000 Biaya Produksi Benih Rp / mo Produksi benih * Biaya Produksi per ekor benih Biaya produksi per ekor benih
Rp/ekor Biaya pakan benih per ekor + biaya lainnya per ekor
Biaya Tak Langsung Rp/mo 24666000 Biaya lainnya per ekor Rp/ekor 796 Biaya pakan benih per ekor
Rp/ekor 1692
Coverage inventori benih mo 1 Expected demand benih ekor / mo Tkt permintaan benih per bulan Faktor biaya inventori benih
%/mo 5
Fekunditas induk Ekor/induk/6 mo NORMAL(1.500.000, 150.000) Harga benih Rp/ekor 6000 Inventory benih kerapu ekor Tkt inventory benih diinginkan Jumlahbinduk induk Jumlah induk diinginkan Jumlah induk diinginkan induk Tingkat produksi benih diinginkan /
produktivitas induk Kematian induk Induk/mo Jumlah induk / lifetime induk Konversi Kg ke Ekor Ekor/kg 2 Lifetime induk mo 36 Pemasukan pembenihan Rp / mo Penjualan Benih kerapu * harga benih Pengeluaran Pembenihan Rp / mo Biaya inventory benih + Biaya pemeliharaan
induk + Biaya produksi benih Penjualan benih kerapu ekor / mo Tkt permintaan benih per bulan
Penyediaan induk baru Induk / mo (jumlah induk diinginkan - jumlah induk
tersedia) / waktu untuk penyediaan induk baru + kematian induk
56
Tabel 11 (lanjutan) Permintaan kerapu pascapanen
Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME<STARTTIME,1<<mo>>, ‘Demand Ikan Ukuran Konsumsi’*’Konversi Kg ke Ekor’
Perubahan expected demand benih
ekor/mo (tkt permintaan benih / bulan – Expected demand benih / wktu untuk merubah ekpektasi)
Produksi benih kerapu ekor / mo Jumlah induk * produktivitas induk Produktivitas induk Ekor/mo/induk Fekunditas induk*persentase induk memijah*
Survival Rate Keuntungan pembenihan Rp / mo Pemasukan pembenihan – pengeluaran
pembenihan Persentase induk memijah
% NORMAL (20, 2)
Survival rete benih % NORMAL (16, 1.6) Survival rate kerapu % NORMAL (80, 8) Time delay mo 6 Tkt inventory benih diinginkan
ekor Expected demand benih * coverage inventory benih
Tkt permintaan benih per bulan
ekor / mo 10000
Total Keuntungan pembenihan
Rp
Waktu untuk merubah ekspektasi
mo 2
Waktu utk penyediaan induk baru
mo 12
Keterangan: mo = bulan
(2) Rancangbangun model peningkatan nilai tambah subsistem
pembesaran.
Model peningkatan keuntungan usaha pembesaran kerapu disusun untuk
digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalisasi keuntungan
pembesaran kerapu dengan meningkatkan pendapatan dan menekan biaya
produksi. Upaya menekan biaya produksi dapat dilakukan dengan meningkatkan
efisiensi penggunaan input produksi dan memperkecil terjadinya kelebihan
produksi (ekses suplai).
Tingkat pendapatan sangat berfluktuasi karena tingkat produksi dan harga
jual ikan hasil budi daya berfluktuasi sepanjang tahun. Fluktuasi produksi terjadi
karena adanya keterbatasan suplai benih dan kondisi musim yang tidak
memungkinkan budi daya dilakukan sepanjang tahun.
Tingkat pengeluaran produksi selain ditentukan oleh volume penggunaan
input produksi (pakan, obat-obatan, tenaga kerja) dan juga harga input produksi
tersebut. Sebagaimana halnya dengan tingkat pendapatan, maka tingkat
pengeluaranpun berfluktuasi sesuai dengan perubahan yang terjadi pada variabel
yang disebutkan di atas.
57
Tujuan dari model ini adalah memaksimalkan keuntungan dengan
mencegah kemungkinan terjadinya produksi yang berlebih (over supply) atau
kekurangan produksi pada saat fluktuasi permintaan mencapai puncak (peak).
Tujuan ini dapat dicapai apabila fluktuasi permintaan ikan konsumsi dapat
diantisipasi oleh produsen melalui pengaturan waktu produksi atau melalui
pengontrolan persediaan (inventory control).
Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat (causal loop
diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan
keuntungan industri pembesaran perikanan kerapu.
Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan
industri pembesaran kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut:
KeuntunganBudi daya
Biaya Produksi
Kerapu BD
Biaya Inventori
Kerapu BD
Income Budi daya
Biaya Inventori Krp/Unit
Biaya Produksi
Kerapu/Ekr
Harga Kerapu/
Ekor
InventoriKerapu
BD
Penjualan Kerapu
BD
Tkt Inventory
Diinginkan
Tkt Per mintaan kerapu
Expektasi Permintaan
Krp BD
Jumlah KJAdisediakan
Produk tivitas KJA
Produksi Kerapu
BD
Biaya pemeliharaan
KJA
Biaya pemeliharaan
KJA/unit
Penge-luaran Budi
daya
+
-
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+ +
+
+ +
+
Coverage Inventori
Kerapu BD
+ Trend
Permintaan Kerapu BD
58
• Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran – Pengeluaran Pembesaran.
• Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD.
• Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu BD +Biaya Inventori kerapu BD.
• Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.
• Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran.
• Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran.
• Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD.
• Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu – jumlah penjualan kerapu.
• Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran.
• Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit.
Model peningkatan keuntungan pembesaran yang dirancang
menggunakan Powersim Studio dapat dilihat pada Gambar 14. Seperti model
pembenihan, model ini terdiri atas elemen-elemen disusun sesuai dengan sistem
pembesaran yang ada di lapangan, yaitu memproduksi ikan ukuran konsumsi
yang dapat dijual sesuai dengan permintaan pasar. Sesuai dengan kerangka
konseptual pada Gambar 6, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan
proses peningkatan keuntungan pada industri pembesaran kerapu melalui
efisiensi penggunaan input produksi dan pengelolaan inventory yang disesuaikan
dengan fluktuasi permintaan pasar dan ketersediaan benih hasil hatchery
sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply)
atau kekurangan pasokan ikan ukuran konsumsi di pasaran.
59
Inventori krp BD
produksi kerapu BDpenjualan kerapu
BD
Jumlah KJA
Perubahan jumlahKJA
Padat tebar KJA
Survival rate kerapu
KJA Rusak
Lifetime KJA
Produktivitas perKJA
Waktu utkpenambahan KJA
SR selamapenampungan
Tingkat PermintaanKerapu BD
Expected demandkerapu BD
Perubahan Expdemand Krp BD
Waktu untukmerubah ekpektasi
demand
Jumlah KJAdibutuhkan
Tingkat produksiKrp BD diinginkan
Tkt inventori Krpdiinginkan
Coverage inventori KrpBD
Waktu utk perbaikiinventory Krp BD
Total Profit Budidaya
Profit budidaya
PengeluaranBudidaya
PemasukanBudidaya
Biaya Produksikerapu per ekor
Biaya InventoryKerapu BD
Faktor Biaya inventorykrp BD
Biaya pemel KJA
Biaya pemel KJA perunit
Harga Kerapu BD
Jumlah KJA
Biaya input BD
Biaya BD Tak Langsung
By Prod BD per ekor
Bi Pkn BD per ekor
By BD lainnya perekor
Penyusutan BD
Permintaan KerapuPasca Panen
Konversi Kg ke Ekor
Demand Ikan UkuranKonsumsi
Harga Benih
Gambar 14 Struktur submodel peningkatan keuntungan industri pembesaran
kerapu menggunakan program Powersim Studio.
Deskripsi masing-masing elemen model dan hubungannya antar variabel
maupun konstanta dalam model peningkatan keuntungan industri pembesaran
perikanan kerapu diuraikan pada Tabel 12.
60
Tabel 12 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pembesaran ikan kerapu Nama Unit Definisi
Biaya pakan BD per ekor Rp/ekor 10800 Biaya BD Tak langsung Rp/mo 4400000 Biaya input BD Rp/ekor Biaya Produksi BD per ekor + Harga benih Biaya Inventory Kerapu BD Rp / mo (Faktor biaya invntory * Harga kerapu BD) *
Inventory kerapu BD Biaya Pemeliharaan KJA Rp / mo Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA Biaya pemeliharaan KJA per unit
Rp / induk / mo
25.000
Biaya Produksi Kerapu BD Rp / mo Produksi kerapu BD * biaya input BD Biaya BD lainnya per ekor Rp/ekor 1908 Biaya produksi BD / ekor Rp/ekor Biaya pakan BD per ekor + Biaya BD Lainnya Coverage inventory kerapu BD mo 1 Demand ikan ukuran konsumsi Kg/mo {2440,460,2090,10400,7696,10780,1239 ...... Expected demand kerapu BD ekor / mo Tkt permintaan kerapu per bulan Faktor biaya inventori %/m0 5 Harga kerapu BD Rp/ekor 40000 Inventory kerapu BD ekor Tkt inventory kerapu BD diinginkan Jumlah KJA KJA Jumlah KJA diinginkan Jumlah KJA dibutuhkan KJA+ 40 KJA Rusak Induk/mo Jumlah KJA / lifetime KJA Konversi Kg ke Ekor Ekor/kg 2 Lama Pembesaran mo NORMAL (5, 0.5) Lifetime KJA mo 60 Padat tebar per KJA ekor/induk/
6 mo NORMAL (500,50)
Pemasukan Pembesaran Rp / mo Penjualan kerapu BD * harga kerapu BD Pengeluaran Pembesaran Rp / mo Biaya inventory kerapu BD + Biaya
pemeliharaan Penjualan kerapu BD Tingkat permintaan kerapu BD Permintaan kerapu pascapanen Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>,’
Deman Ukan Ukuran Konsumsi)’Konversi Kg ke Ekor’
Perubahan expected demand kerapu BD
ekor/mo (tkt permintaan kerapu BDh / bulan – Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi
Perubahan jumlah KJA KJA/mo (Jumlah KJA dibutuhkan-Jumlah KJA)/Waktu untuk penembahan KJA+KJA rusak.
Produksi BD kerapu ekor / mo Jumlah KJA * produktivitas KJA Produktivitas per KJA ekor/mo/i
nduk Padat tebar per KJA* Survival Rate
Keuntungan pembesaran Rp / mo Pemasukan pembesaran – pengeluaran pembesaran
Survival rete p_panen % 90 Survival rate kerapu % NORMAL (80, 8) Tkt permintaan kerapu BD per bulan
ekor / mo {2440, 460, 2090, 10400, dst...}
Tkt inventory kerapu diinginkan
ekor Expected demand kerapu * coverage inventory kerapu BD
Total Keuntungan pembesaran Rp Waktu untuk merubah ekspektasi
mo 1
Waktu utk penyediaan KJA mo 6 Keterangan: mo = bulan
61
(3) Rancangbangun model peningkatan keuntungan subsistem penanganan
pascapanen.
Model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen kerapu disusun
untuk digunakan sebagai alat untuk mensimulasikan maksimalissi keuntungan
pascapanen kerapu melalui minimalisasi inventori dan efisiensi penggunaan
input produksi. Model tersebut disusun berdasarkan hubungan sebab-akibat
(causal loop diagram) sebagai berikut:
Gambar 15 Diagram hubungan sebab-akibat dalam model peningkatan
keuntungan penanganan pascapanen kerapu.
Profit Pascapanen
Biaya Produksi
Kerapu PP
Biaya Inventori
Kerapu PP
Income Pasca Penen
Biaya Inventori Krp/Unit
Biaya Produksi
Kerapu PP/Ekr
Harga Kerapu/
Ekor
InventoriKerapu
BD
Penjualan Kerapu
PP
Tkt Inventory
Diinginkan
Tkt Per mintaan kerapu
Expektasi Permintaan
Krp PP
Jumlah KJAdisediakan
Produk tivitas KJA
Produksi Kerapu
PP
Biaya pemeliharaan
KJA
Biaya pemeliharaan
KJA/unit
Penge- luaran
Pascapanen
+
-
+
+
+ +
+
+
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+ +
+
+ +
+
Coverage Inventori Krp PP
+ Trend
Permintaan Kerapu
62
Hubungan antar elemen yang terlibat dalam model peningkatan keuntungan
pascapanen kerapu dapat didiskripsikan dalam formula sebagai berikut:
• Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen – Pengeluaran Pascapanen.
• Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP.
• Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu
PP +Biaya Inventori kerapu PP.
• Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.
• Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi
Pascapanen.
• Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen.
• Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP.
• Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP – jumlah penjualan
kerapu PP.
• Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage
kerapu pascapanen.
• Biaya pemeliharaan KJA = Jumlah KJA * Biaya pemeliharaan / unit.
Model peningkatan keuntungan usaha pascapanen yang dirancang
menggunakan program Powersim Studio dapat dilihat pada Gambar 16. Elemen-
elemen model disusun sesuai dengan sistem yang ada di lapangan, yaitu
mengumpulkan, menyeleksi, menampung dan pemasarkan ikan ukuran konsumsi
ke pasar, terutama pasar ekspor. Sesuai dengan kerangka konseptual pada
Gambar 6, model ini ditujukan untuk dapat mensimulasikan proses peningkatan
keuntungan pada industri penangan pascapanen dan pengelolaan inventori yang
disesuaikan dengan fluktuasi permintaan pasar dan pasokan ikan hasil
pembesaran atau dari sumber-sumber lainnya seperti penangkapan, sehingga
memperkecil kemungkinan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) atau
kekurangan pasokan ikan ukuran konsumsi di pasaran.
63
Inventori krp P_panen
produksi kerapup_panen
penjualan kerapuPP
Jumlah KJA PP
Perubahan jumlahKJA PP
Pdt tebar per KJA PP
SR selamapenampungan
KJA PP Rusak
Lifetime KJA PP
Jumlah KJA PPdibutuhkan
Waktu utkpenambahan KJA-
PP
Expected demandkerapu PP
Perubahan Expdemand Krp PP
Waktu untukmerubah ekpektasi
demand Krp PP
Produktivitas KJAPasca panen
Tingkat produksiKrp PP diinginkan
Tkt inventori Krp PPdiinginkan
Coverage inventoriKrp PP
Waktu utk perbaikiinventori Krp PP
Permintaan KerapuPasca Panen
Konversi Kg ke Ekor
Harga Kerapu BD
Total Profit Pascapanen
Profit Pascapanen
Pengeluaran Pascapanen
PemasukanPascapanen
Biaya Produksikerapu PP per ekor
Biaya InventoryKerapu PP
Faktor Biaya inventorykrp PP
Biaya pemel KJA PP
Biaya pemel KJA PP perunit
Harga KerapuPascapanen
Jumlah KJA PP
Demand Ikan UkuranKonsumsi
Biaya input PP
Biaya PP Tak Langsung
Bya PP per ekor
Bya Pakan per ekor
Bya PP lain per ekor
Penyusutan PP
Gambar 16 Struktur submodel peningkatan keuntungan penanganan pascapanen
kerapu.
Deskripsi masing-masing elemen dan hubungannya antar variabel maupun
konstanta pada model peningkatan keuntungan penanganan pascapanen
perikanan kerapu dapat dilihat pada Tabel 13.
64
Tabel 13 Deskripsi elemen pada model peningkatan keuntungan industri pascapanen (PP) ikan kerapu
Nama Unit Definisi Biaya Inventory Kerapu PP Rp / mo Biaya inventory kerapu PP per ekor * Inventory
kerapu Biaya Pemeliharaan KJA Rp / mo Biaya pemel KJA per unit * jumlah KJA Biaya pemeliharaan KJA per unit
Rp / induk / mo
25.000
Biaya pengadaan per ekor ikan Rp/ekor 20.000 Biaya Produksi Kerapu PP Rp / mo Pembenian kerapu BD * biaya pengadaan per
ekor Biaya PP Lain per ekor Rp/ekor 2480 Biaya pakan per ekor Rp/ekor 5000 Biaya PP Tak langsung Rp/mo 21000000 Coverage inventory kerapu PP mo 1 Demand ikan ukuran konsumsi Kg/mo {2440,460,2090,10400,7696,10780,...} Expected demand kerapu PP ekor / mo Tkt permintaan kerapu PP per bulan Faktor biaya inventori kerapu PP %/mo 10 Harga kerapu BD Rp/ekor 40000 Harga kerapu PP Rp/ekor 60000 Inventory kerapu PP ekor Tkt inventory kerapu PP diinginkan Jumlah KJA PP induk Jumlah KJA PP diinginkan Jumlah KJA PP diinginkan induk Tingkat produksi kerapu PP
diinginkan/produktivitas KJA PP KJA PP Rusak Induk/mo Jumlah KJA PP / lifetime KJA PP Padat tebar per KJA ekor/induk/2
mo NORMAL (500,50)
Produktivitas per KJA PP Ekor/mo/induk
Padat tebar per KJA PP * Survival Rate
Keuntungan pascapanen Rp / mo Pemasukan pascapanen – pengeluaran pascapanen
Pembelian kerapu BD Ekor/mo DELAYMTR(Jumah KJA*Produktivitas KJA PP, Waktu tunda)
Pengeluaran pascapanen Rp / mo Biaya inventory kerapu PP + Biaya pemeliharaan kerapu PP
Penjualan kerapu PP ekor / mo Tkt permintaan kerapu PP per bulan Penyusutan PP Rp/mo 10896842 Permintaan kerapu pascapanen Ekor/mo GRAPHSTEP(TIME,STARTTIME,1<<mo>>,’
Deman Ukan Ukuran Konsumsi),’Konversi Kg ke Ekor’
Perubahan expected demand kerapu PP
ekor/mo (tkt permintaan kerapu PP / bulan – Expected demand kerapu / waktu untuk merubah ekpektasi
Perubahan Jumlah KJA PP KJA/mo (jumlah KJA dibutuhkan- Jlh KJA)/waktu utk penambahan KJA PP + KJA PP Rusak.
Produktivitas per KJA PP ekor/mo/KJA Padat tebar per KJA PP* Survival Rate Keuntungan Pascapanen Rp / mo Pemasukan pascapanen – pengeluaran
pascapanen. Survival rete p_panen % NORMAL (80, 8) Tkt inventory kerapu diinginkan ekor Expected demand kerapu * coverage inventory
kerapu PP Total Keuntungan Pascapanen Rp Waktu tunda mo NORMAL (1.5, 0.15) Waktu untuk merubah ekspektasi
mo 3
Waktu utk penyediaan KJA mo 6
Keterangan: mo = bulan
65
5.2.2 Rancangbangun model penguatan struktur agroindustri kerapu budi
daya.
Model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya dirancang
bangun sebagai alat untuk dapat (1) mensimulasikan berapa besar kapasitas
produksi yang harus dikembangkan untuk industri pembenihan, pembesaran dan
penanganan pascapanen kerapu secara nasional dan (2) mensimulasikan seberapa
besar tingkat keuntungan yang diperoleh industri pembenihan, pembesaran dan
pascapanen kerapu pada kondisi lapangan. Pengetahuan tentang kapasitas
produksi secara agregat diperlukan untuk menghindarkan terjadinya suplai yang
berlebih (excess supply) yang sering terjadi pada industri pertanian dalam arti
luas. Pengetahuan tentang pengaruh variabel produksi terhadap tingkat
keuntungan tersebut akan sangat berguna dalam merumuskan kebijakan yang
dapat mengatasi masalah ketimpangan pendapatan antar pelaku usaha yang
menghambat pengembangan agroindustri kerapu budi daya.
Faktor peubah utama yang menentukan perencanaan kapasitas produksi
perikanan kerapu maupun perencanaan distribusi keuntungan antar pelaku usaha
adalah volume permintaan konsumen dan perkembangan harga terutama di
pasaran Hong Kong yang merupakan tujuan utama pemasaran ikan kerapu hidup.
Semakin tinggi volume permintaan pasar maka makin besar industri yang bisa
dikembangkan. Demikian pula sebaliknya semakin kecil permintaan pasar,
semakin kecil pula produksi yang harus dihasilkan. Perubahan harga kerapu di
pasaran akan berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh.
Model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya merupakan
gabungan dari ke tiga model yang telah disusun terdahulu yaitu model
peningkatan kinerja pembenihan, model peningkatan kinerja budi daya dan
model peningkatan kinerja pascapanen menjadi suatu kesatuan. Tujuan
rancangbangun model ini adalah dapat mensimulasikan pengembangan kapasitas
produksi serta pemerataan distribusi keuntungan antar ketiga pelaku usaha dalam
agroindustri kerapu budi daya. Elemen yang terhimpun pada model industri
perikanan ini serupa dengan elemen masing-masing model terdahulu dengan
modifikasi pada hubungan elemen jumlah induk dan jumlah KJA serta
penggabungan elemen-elemen tersebut sehingga menjadi satu kesatuan.
66
Model penguatan struktur industri dirancang bangun berdasarkan alur
pikir bahwa permintaan pasar di Hong Kong merupakan muara dari kegiatan
produksi perikanan kerapu yang terdiri atas pembenihan, pembesaran,
penanganan pascapanen dan juga kegiatan penangkapan di alam (fishing). Pasar
Hong Kong tersebut merupakan salah satu dari beberapa tujuan pasar ikan kerapu
seperti Singapura, Taiwan, Jepang dan negara-negara lainnya. Permintaan ikan
kerapu di pasaran Hong Kong ini dapat dijadikan sebagai barometer fluktuasi
permintaan pasar ikan kerapu, sehingga produksi ikan kerapu melalui budi daya
perlu mengantisipasi fluktuasi tersebut dengan mengatur jadwal dan kapasitas
produksi sehingga menghindarkan terjadinya suplai yang berlebih (excess
supply).
Harmonisasi kegiatan produksi benih, pembesaran, maupun penanganan
pascapanen dengan fluktuasi pasar dilakukan dengan menyusun model yang
menggambarkan rangkaian kegiatan produksi yang saling terkait satu dengan
lain. Keterkaitan antar elemen tersebut digambarkan dalam diagram sebab-akibat
(causal loop diagram) sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 17. Diagram
sebab-akibat tersebut terdiri atas tiga kegiatan (subsistem) utama, yaitu produksi
benih (hatchery), produksi kerapu pembesaran, dan kegiatan pascapanen. Pada
sisi paling kanan diagram tersebut terdapat variabel impor kerapu Hong Kong
sebagai variabel yang menentukan perilaku model secara keseluruhan.
Permintaan kerapu Hong Kong akan menentukan berapa besar permintaan kerapu
di subsistem pascapanen yang secara berantai selanjutnya menentukan berapa
besarnya penjualan kerapu pascapanen dan juga mempengaruhi ekspektasi
terhadap permintaan kerapu di masa yang akan datang.
Ekpektasi permintaan tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk
memproduksi kerapu oleh pelaku pascapanen. Keinginan untuk memproduksi
kerapu pascapanen ini akan diterjemahkan ke jumlah karamba jaring apung
(KJA) yang harus disediakan. Jumlah karamba apung yang tersedia
dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah
produksi yang dihasilkan subsistem pascapanen. Basarnya produksi pada
subsistem pascapanen selain menentukan persediaan (inventory) kerapu juga
akan mempengaruhi tingkat permintaan pada subsistem pembesaran. Selanjutnya
besarnya inventory akan menentukan keinginan (desired) produksi kerapu.
67
Tingkatpermintaan
benih
Produksibenih
kerapu
Inventoribenih
Kerapu
Tkt prodbenih
diinginkan
_
+
+
Jumlahinduk +
+
Produktivitasinduk
Ekspektasipermintaan
benih
+
+
_Penjualan
benihkerapu
_
Tingkatpermintaankerapu BD
Produksikerapu
BD
InventoriKerapu
BD
Tkt prodkerapu BDdiinginkan
_
+
+
JumlahKJA BD +
+
Produktivitas KJA
Ekspektasipermintaankerapu BD
+
+
_
Penjualankerapu BD
_
+
Tingkatpermintaankerapu PP
ProduksikerapuP.Panen
InventoriKerapuP.Panen
Tkt prodkerapu PPdiinginkan
_
+
+
JumlahKJA PP
+
+
Produktivitas KJA
Ekspektasipermintaankerapu PP
+
+
_
Penjualankerapu P.
panen
_
+
+
++
Hargainput prod
benihkerapu
Incomepemb.
Hargabenih
kerapu
BiayaProduksi
benih
Profitpembeni
han
Biayainventori
benih
Biayainventori
/unit
+
Hargainput prodkerapu BD
IncomeBD
Hargakerapu
BD
BiayaProduksikrp BD
Profitbudidaya
Biayainventorikrp BD
Biayainventori
/unit_
+
Hargainput prodkerapu PP
IncomePP
Hargakerapu
PP
BiayaProduksikrp PP
Profitpascapa
nen
Biayainventorikrp PP
Biayainventori
/unit
+
+
++ +
+
+
--
-
-
-
-
--
+
+ +
++
+
+
+
+
+
+
++
+
+
+ +
Gambar 17 Diagram sebab-akibat untuk model penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya.
68
Hampir serupa dengan subsistem pascapanen, diagram sebab-akibat pada
subsistem pembesaran mempunyai perilaku yang sama, dimana permintaan ikan
kerapu hasil pembesaran menentukan berapa besarnya penjualan kerapu hasil
pembesaran dan juga mempengaruhi ekspektasi terhadap permintaan kerapu
pembesaran di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan tersebut
selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi kerapu oleh pelaku
pembesaran. Keinginan untuk memproduksi kerapu pembesaran ini akan
diterjemahkan ke jumlah KJA yang harus disediakan.
Jumlah karamba apung yang tersedia dimultiplikasikan dengan
produktivitas setiap KJA akan menentukan jumlah produksi yang dihasilkan
subsistem pembesaran. Basarnya produksi pada subsistem pembesaran selain
menentukan persediaan (inventory) kerapu juga akan mempengaruhi tingkat
permintaan pada subsistem pembenihan. Selanjutnya besarnya inventory akan
menentukan keinginan (desired) produksi kerapu pembesaran yang secara
siklikal mempengaruhi variabel lainnya.
Pada subsistem pembenihan yang merupakan bagian hulu dari rangkaian
produksi, permintaan benih yang dipengaruhi oleh produksi pada subsistem
menentukan berapa besarnya penjualan benih dan juga mempengaruhi ekspektasi
terhadap permintaan benih di masa yang akan datang. Ekpektasi permintaan
tersebut selanjutnya menentukan keinginan untuk memproduksi benih oleh
pelaku pembenihan. Keinginan untuk memproduksi benih tersebut ini akan
diterjemahkan ke jumlah induk yang harus disediakan. Jumlah induk yang
tersedia dimultiplikasikan dengan produktivitas setiap induk akan menentukan
jumlah produksi yang dihasilkan subsistem pembenihan. Basarnya produksi pada
subsistem pembenihan ini akan menentukan persediaan (inventory) benih.
Selanjutnya besarnya inventory benih bersama-sama dengan variabel expected
demand benih akan menentukan keinginan (desired) produksi benih yang secara
siklikal mempengaruhi variabel lainnya.
Hubungan antar elemen dalam model prediksi kapasitas produksi dan
prediksi tingkat keuntungan masing-masing pelaku sebagaimana dijelaskan di
atas merupakan gambaran tentang aliran material dan aliran informasi dalam
agroindustri kerapu budi daya. Model ini belum memasukkan aliran finansial
yang mempengaruhi model dan akan dibahas dalam bagian lain yang membahas
69
distribusi keuntungan antar subsistem. Untuk memudahkan proses penyusunan
model menggunakan Powersim Studio, maka hubungan antar elemen ini
dideskripsikan sebagai berikut:
• Keuntungan Pembenihan = Income Pembenihan – Pengeluaran pembenihan.
• Income Pembenihan = Jumlah Penjualan Benih * Harga Benih.
• Pengeluaran pembenihan = Biaya produksi benih + biaya pemeliharaan induk + biaya inventori benih.
• Biaya produksi benih = Biaya produksi benih per ekor * Jumlah Produksi Benih.
• Biaya inventory = Biaya Inventory/ekor * Inventory Benih.
• Jumlah induk(t+1) = Tkt produksi benih diinginkan(t+1) / Produktivitas induk.
• Jumlah Produksi Benih = Jumlah Induk * Produktivitas induk.
• Inventori benih kerapu = Jumlah produksi benih – jumlah penjualan benih.
• Tingkat inventori benih diinginkan (t+1) = ekpektasi permintaan benih(t) * Coverage inventori benih(t).
• Keuntungan Pembesaran = Income Pembesaran – Pengeluaran Pembesaran.
• Income Pembesaran = Jumlah Penjualan Kerapu BD * Harga Kerapu BD.
• Pengeluaran pembesaran = Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu BD +Biaya Inventori kerapu BD.
• Produksi kerapu BD = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA.
• Biaya produksi Kerapu BD = Biaya produksi BD per ekor * Jumlah Produksi Pembesaran.
• Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pembesaran.
• Jumlah Produksi Pembesaran = Jumlah KJA BD * Produktivitas KJA BD.
• Inventori kerapu = Jumlah produksi kerapu – jumlah penjualan kerapu.
• Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pembesaran * coverage kerapu pembesaran.
• Keuntungan Pascapanen = Income Pascapanen – Pengeluaran Pascapanen.
• Income Pascapanen = Jumlah Penjualan Kerapu PP * Harga Kerapu PP.
• Pengeluaran pascapanen= Biaya pemeliharaan KJA + Biaya Produksi Kerapu PP +Biaya Inventori kerapu PP.
• Produksi kerapu PP = Jumlah KJA * Produktivitas / KJA
• Biaya produksi Kerapu PP = Biaya produksi PP per ekor * Jumlah Produksi Pascapanen.
• Biaya inventori = Biaya Inventory/ekor * Inventory Pascapanen.
70
• Jumlah Produksi Pascapanen = Jumlah KJA PP * Produktivitas KJA PP.
• Inventori kerapu PP = Jumlah produksi kerapu PP – jumlah penjualan krp PP.
• Tingkat inventori diinginkan = ekpektasi permintaan pascapanen * coverage kerapu pascapanen. Permintaan kerapu pascapanen = (permintaan kerapu Hong Kong * market
share kerapu Indonesia ). Penjualan kerapu pascapanen = min (permintaan kerapu pascapanen,
inventory kerapu pascapanen ). Expected demand kerapu pascapanen (t+1) = tingkat permintaan kerapu pasca
panen t + (tingkat permintaan kerapu pascapanen t * rate kenaikan). Desired produksi kerapu pascapanen(t+1) = Expected demand kerapu PP(t+1)
+ (Tkt inventori KrpPP diinginkan(t+1) – Inventori krp P_panen(t)) / Waktu utk perbaiki inventori Krp PP. Jumlah KJA PP = Tingkat produksi Krp PP diinginkan / Produktivitas KJA
Pascapanen. Permintaan kerapu pembesaran(t+1) = produksi kerapu PP(t+1) + (tingkat
mortalitas * produksi kerapu PP(t+1) ). Penjualan kerapu pembesaran = min (permintaan kerapu pembesaran ,
inventory kerapu pembesaran ). Expected demand kerapu pembesaran (t+1) = tkt permintaan krp pembesaran (t)
+ (tingkat permintaan kerapu pembesaran (t) * rate kenaikan).
Desired produksi kerapu pembesaran(t+1) = Expected demand kerapu BD(t+1) +('Tkt inventori Krp BD diinginkan(t+1) – Inventori krp BD(t+1)) /'Waktu utk perbaiki inventori Krp BD. Jumlah KJA BD = Tingkat produksi Krp BD diinginkan/Produktivitas KJA
Pembesaran. Permintaan benih kerapu(t+1) = produksi kerapu BD(t) + ( tingkat mortalitas
* produksi kerapu BD(t)). Penjualan benih kerapu(t+1) = min (permintaan benih kerapu(t+1) , inventory
benih kerapu(t+1) ). Expected demand benih kerapu (t+1) = tingkat permintaan benih kerapu (t) +
(tingkat permintaan benih kerapu (t) * rate kenaikan). Desired produksi benih kerapu(t+1) = Expected demand benih kerapu (t+1)
+(Tkt inventori benih kerapu diinginkan(t+1) – Inventori benih krp(t+1)) /Waktu utk perbaiki inventori benih Krp.
71
Diagram sebab-akibat dan deskripsi hubungan antar elemen pada model
penguatan struktur agroindustri kerapu budi daya ini selanjutnya diterjemahkan
ke dalam model komputer menggunakan pemrograman Powersim Studio. Model
ini selanjutnya dinamakan dengan Model Manajemen Agroindustri Kerapu,
disingkat dengan Model MAGRIPU. Struktur model pengelolaan agroindustri
kerapu budi daya yang merupakan struktur menyeluruh dari model yang dibuat
dapat dilihat pada Gambar 18. Model ini menggambarkan agroindustri kerapu
budi daya mulai dari pembenihan, pembesaran, agroindustri, dan pemasaran ikan
kerapu. Model ini dirancang untuk dapat mensimulasikan kapasitas produksi
optimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen proses serta optimasi distribusi
keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku usaha. Di samping itu, model
tersebut dapat juga digunakan untuk mengatahui rantai pasokan (supply chain)
dimana pelaku-pelakunya yang terdiri atas pemasok bahan baku, fasilitas
produksi, jasa distribusi dan pelanggan dihubungkan (linked) satu dengan lainnya
melalui aliran material ke depan (feed-forward flow) dan aliran informasi ke
belakang (feedback flow).
72
Inventori benih kerapu
produksi benih kerapupenjualan benih
kerapu
Jumlah induk
Penyediaan indukbaru
Fekunditas induk
Survival rate benih
Kematian Induk
Lifetime indukWaktu utk
penyediaan indukbaru
Inventori krp BD
produksi kerapu BD penjualan kerapu BD
Jumlah KJA
Perubahan jumlah KJA
Padat tebar KJA
Survival rate kerapu
KJA Rusak
Lifetime KJA
Produktivitas per KJA
Waktu utkpenambahan KJA
Inventori krp P_panen
produksi kerapup_panen penjualan kerapu PP
Jumlah KJA PP
Perubahan jumlah KJAPP
Pdt tebar per KJA PPSR selama
penampungan
KJA PP Rusak
Lifetime KJA PPJumlah KJA PP
dibutuhkan
Waktu utkpenambahan KJA-PP
Tkt permintaan benihper bulan
Tingkat PermintaanKerapu BD
Expected demand benih
Perubahan Expdemand benih
Tingkat produksibenih diinginkan
Waktu untuk merubahekpektasi
Jumlah indukdiinginkan
Prosentase indukmemijah
Produktivitas induk
Produktivitas induk
Expected demandkerapu BD
Perubahan Expdemand Krp BD
Waktu untuk merubahekpektasi demand
Jumlah KJAdibutuhkan
Produktivitas per KJA
Expected demandkerapu PP
Perubahan Expdemand Krp PP
Waktu untuk merubahekpektasi demand Krp
PP
Produktivitas KJAPasca panen
Produktivitas KJAPasca panen
Tkt inventori benihdiinginkan
Coverage inventori Bnh
Waktu utk perbaikiinventori
Tingkat produksi KrpBD diinginkan
Tkt inventori Krpdiinginkan
Coverage inventori Krp BD
Waktu utk perbaikiinventory Krp BD
Tingkat produksi KrpPP diinginkan
Tkt inventori Krp PPdiinginkan
Coverage inventori KrpPPWaktu utk perbaiki
inventori Krp PP
Permintaan KerapuPasca Panen
Konversi Kg ke Ekor
Total Profit Pembenihan
Profit pembenihan
PengeluaranPembenihan
PemasukanPembenihan
Biaya Produksi benih
Biaya Inventory Benih
Faktor Biaya inventorybenih
Biaya pemel induk
Biaya pemel induk perekor
Harga Benih
Total Profit Budidaya
Profit budidaya
Pengeluaran Budidaya
Pemasukan Budidaya
Biaya Produksikerapu per ekor
Biaya InventoryKerapu BD
Faktor Biaya inventory krpBD
Biaya pemel KJA
Biaya pemel KJA per unit
Harga Kerapu BD
Jumlah KJA
Total Profit Pascapanen
Profit Pascapanen
Pengeluaran Pascapanen
PemasukanPascapanen
Biaya Produksikerapu PP per ekor
Biaya InventoryKerapu PP
Faktor Biaya inventory krpPP
Biaya pemel KJA PP
Biaya pemel KJA PP perunit
Harga KerapuPascapanen
Jumlah KJA PP
Demand Ikan UkuranKonsumsi
Biaya input BD
Biaya input PP
Biaya Tak Langsung
Biaya BD Tak Langsung
Biaya PP Tak Langsung
By Pakan Bnh perekor
By lainnya per ekor
Biaya Prod Bnh perekr
By Prod BD per ekor
Bi Pkn BD per ekor
By BD lainnya per ekor
Bya PP per ekor
Bya Pakan per ekor
Bya PP lain per ekor
PenyusutanPenyusutan BD Penyusutan PP
Delay Delay_1
Delay_2
Gambar 18 Struktur model manajemen agroindustri kerapu (MAGRIPU) menggunakan program Powersim Studio.
73
5.3 Pengujian Model
5.3.1 Verifikasi model
Verifikasi terhadap model komputer MAGRIPU dilakukan untuk
meyakinkan bahwa program komputer dan implementasi dari model konseptual
adalah benar. Menurut Sargent (1998), jenis bahasa komputer yang digunakan
akan mempengaruhi diperolehnya program yang benar. Penggunaan bahasa
simulasi untuk tujuan khusus (special purpose) seperti halnya penggunaan
POWERSIM STUDIO untuk pemodelan sistem dinamik, akan menghasilkan
tingkat kesalahan yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan
bahasa simulasi yang ”general purpose”.
Verifikasi terhadap model komputer pertama-tama dilakukan dengan
menguji keabsahan tanda-tanda aljabar dan kepangkatan dilakukan dengan
mencermati persamaan-persamaan yang digunakan sebagaimana dapat dilihat
pada Tabel 11, Tabel 12, dan Tabel 13. Persamaan-persamaan tersebut
merupakan bagian yang ditampilkan pada pemrograman Powersim Studio Versi
2005. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam model ini sebagian besar
merupakan persamaan sederhana yang menggambarkan penjumlahan,
pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Proses verifikasi terhadap model komputer MAGRIPU secara otomatis
dilakukan oleh paket program Powersim Studio. Apabila terdapat hubungan
yang tidak logis maka program tersebut tidak dapat dijalankan (di”run”) dan
menunjukkan tanda tanda tertentu seperti ”?” pada variabel-variabel atau
hubungan antar variabel yang tidak logis. Hubungan yang tidak logis tersebut
terutama akan dapat terdeteksi apabila ”satuan ” yang digunakan pada variabel
yang dihubungkan satu dengan lain tidak sama (match). Apabila pada model
yang dirancang sudah tidak ditemukan lagi tanda-tanda yang mencerminkan
hubungan yang tidak logis maka model tersebut telah dianggap dapat
dioperasikan.
Proses verifikasi terhadap model komputer, selain dilakukan sebelum
model divalidasi, juga dilakukan setelah proses validasi model. Proses tersebut
dilakukan secara iteratif termasuk memodifikasi struktur model komputer untuk
memperoleh hasil yang memuaskan dan sesuai dengan tujuan penyusunan model,
yaitu untuk memprediksi proses peningkatan keuntungan pada pembenihan,
74
pembesaran dan pascapanen kerapu, serta model untuk memprediksi kapasitas
produksi optimal dan distribusi keuntungan ke tiga subsistem tersebut dalam
sistem agroindustri kerapu budi daya.
5.3.2 Validasi model
Validasi model adalah proses menguji substansi model, yaitu sejauh mana
model komputer yang dibuat dalam lingkup aplikasinya memiliki kisaran akurasi
yang memuaskan, konsisten dengan tujuan dari penerapan model. Sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Sargent (1998), atribut yang digunakan dalam proses
validasi sangat dipengaruhi oleh kondisi sistem yang digunakan dalam model
tersebut apakah dapat diobservasi (observable system) atau tidak dapat
diobservasi (non observable system). Sistem tersebut dapat diobservasi apabila
dimungkinkan untuk mengumpulkan data di dunia nyata tentang perilaku
operasional dari sistem yang dikaji.
Dalam kasus penelitian ini, tidak dimungkinkan untuk memperoleh data
lapangan mengenai pengaruh faktor produksi pembenihan, budi daya dan
pascapanen kerapu terhadap tingkat keuntungan masing-masing subsistem,
sehingga dikategorikan sebagai non observable system. Data lapangan yang
tersedia pada umumnya hanya meliputi hubungan antara dua variabel misalnya
antara jumlah pekan dengan pertumbuhan, tetapi pengaruh gabungan faktor-
faktor produksi misalnya pakan, penggunaan vaksin dan benih unggul terdapat
pertumbuhan ikan tidak dapat diperoleh. Untuk kasus non observable system
seperti ini, maka proses validasi terhadap model dilakukan dengan mengeksplor
perilaku model atau membandingkannya dengan model lainnya. Eksplorasi
terhadap perilaku model pada prinsipnya adalah penggunaan model tersebut
dalam proses simulasi untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor produksi
terhadap perilaku model. Proses simulasi yang dilakukan dalam penelitian ini
pada kenyataannya dilakukan secara iteratif sekaligus menguji apakah keluaran
yang dihasilkan berupa grafik maupun angka-angka masih logis, misalnya tidak
ada angka produksi atau inventory yang di bawah nol (negatif). Proses tersebut
dilakukan secara berulang-ulang hingga tidak ditemukan lagi keganjilan dan
terbentuk model yang sempurna.
Validasi model dalam penelitian ini yang dilakukan bersamaan dengan
proses simulasi dilaksanakan terhadap submodel peningkatan keuntungan industri
75
pembenihan, submodel peningkatan keuntungan industri budi daya dan submodel
peningkatan keuntungan industri pascapanen. Ketiga submodel ini dirangkaikan
menjadi satu kesatuan yang membentuk model penguatan struktur agroindustri
kerapu budi daya yang digunakan dalam analisis kapasitas produksi dan
pemerataan distribusi keuntungan. Validasi terhadap model penguatan struktur
industri perikanan yang merupakan penggabungan dari submodel yang
membentuknya dengan demikian akan mencerminkan tingkat validitas bagian-
bagian yang membentuknya. Dalam proses validasi ini terlihat bahwa keluaran
yang ditunjukkan dalam proses simulasi menunjukkan perilaku yang sesuai
dengan tujuan dari model.
5.3.3 Analisis sensitivitas
Analisa sensitivitas dilakukan untuk menentukan peubah keputusan mana
yang cukup penting ditelaah lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan
yang ditelaah tingkat kepentingannya diutamakan pada peubah-peubah yang
bersifat teknis seperti tingkat mortalitas benih atau ikan yang dipelihara, tingkat
fekunditas induk, dan persentase jumlah induk memijah terhadap tingkat
keuntungan industri pembenihan. Analisis sensitivitas pada industri budi daya
menggunakan peubah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama budi daya
terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan analisis ini maka
faktor-faktor yang kurang penting dapat dihilangkan sehingga pemusatan studi
dapat lebih ditekankan pada peubah keputusan kunci serta menaikkan efisiensi
dari proses pengambilan keputusan.
Analisis sensitivitas terhadap peubah-peubah pada model pembenihan
dilakukan dengan menggunakan program powersim studio. Hasil analisis
menunjukkan bahwa semua peubah teknis seperti tingkat mortalitas, padat
penebaran dan persentase induk memijah sensitif terhadap tingkat keuntungan
yang diperoleh. Untuk model pembesaran, peubah-peubah yang sensitif
terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh adalah tingkat mortalitas
pembesaran, padat penebaran dan lama pembesaran. Sementara itu untuk model
pascapanen, peubah yang sensitif terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh
adalah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama pascapanen.
76
5.3.4 Analisis stabilitas
Analisis stabilitas dilakukan untuk menguji sejauh mana model tersebut
bersifat stabil. Perilaku tidak stabil dapat terjadi apabila parameter diberi nilai
yang di luar batas tertentu sehingga mengakibatkan perilaku acak dan tidak
mempunyai pola yang tidak realistik. Parameter-parameter yang diberi nilai di
luar batas untuk analisa stabilitas antara lain adalah volume permintaan ikan
kerapu atau tingkat harga yang turun hingga level terendah, atau kelangkaan
pakan ikan dan lain-lain.
Analisis stabilitas dilakukan dengan menganti-ganti harga benih, berturut-
turut sebesar Rp 6.000,-/ekor, menjadi Rp 8.000,- / ekor dan Rp 10.000,- per ekor
telah merubah tingkat pendapatan pembenihan masing-masing Rp
13.015.000.000,-, Rp 19.776.000.000,- dan Rp 26.505.000.000,- per tahun.
Perubahan harga benih tersebut berpengaruh juga terhadap pendapatan subsistem
pembesaran dan subsistem pascapanen, namun dengan kisaran yang jauh lebih
kecil dibanding pendapatan pembenihan. Hasil ini menunjukkan bahwa model
yang dirancang menunjukkan stabilitas.
5.4 Pengoperasian Model
Pengoperasian model komputer yang telah disusun dilakukan dengan
menggunakan program operasi POWERSIM STUDIO versi 2005. Model yang
dioperasikan terdiri atas 5 (lima) submodel, yaitu submodel peningkatan
keuntungan pembenihan, submodel peningkatan keuntungan pembesaran,
submodel peningkatan keuntungan pascapanen, submodel perencanaan kapasitas
produksi optimal, dan submodel pemerataan distribusi keuntungan. Dengan
menggunakan submodel tersebut maka dapat dilakukan simulasi untuk
maksimalisasi maupun optimalisasi tujuan yang ingin dicapai.
Manual untuk pengoperasian model simulasi ke lima submodel tersebut
dapat dilihat pada Lampiran 9. Dalam manual tersebut diberikan petunjuk dan
tuntunan untuk mengoperasikan program simulasi tersebut secara ”user friendly”.
Hasil-hasil pengoperasian model komputer tersebut sebagian besar ditampilkan
pada Bab 6.
77
6 SIMULASI MODEL DINAMIS PENGELOLAAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA
Simulasi merupakan tahap dimana model MAGRIPU dioperasikan untuk mempelajari secara detail bagaimana perlakuan (kebijakan) terhadap peubah tertentu dapat berpengaruh terhadap sistem. Melalui simulasi kita dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku dari suatu sistem, melalui penelaahan model dimana hubungan sebab-akibatnya seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya. Sebagaimana yang dijelaskan dalam ruang lingkup penelitian ini, maka simulasi dan penerapan model mencakup simulasi peningkatan keuntungan industri, simulasi untuk prediksi kapasitas produksi, dan simulasi untuk pemerataan distribusi keuntungan antar subsistem produksi yang terlibat. Khusus untuk peningkatan keuntungan industri, simulasi dilakukan terhadap masing-masing subsistem pembenihan, subsistem pembesaran dan subsistem penanganan pascapanen. Peningkatan keuntungan produksi tersebut dilakukan melalui peningkatan efisiensi parameter produksi dan diukur dengan tingkat keuntungan (profit) yang diperoleh. Untuk memperoleh tingkat ketelitian yang tinggi, maka dilakukan analisis Monte Carlo untuk mengetahui tipe distribusi sebaran data yang digunakan sebagai variabel dalam simulasi. Analisis tipe distribusi dilakukan meggunakan program Stat Fit.
6.1 Simulasi Peningkatan Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi daya
6.1.1 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui perbaikan fekunditas, persentase memijah dan sintasan benih. Pembenihan merupakan usaha memproduksi benih ikan dengan cara
mengawinkan induk-induk ikan dewasa, menetaskan telur, memelihara larva hingga ukuran tertentu yang siap ditebarkan di KJA untuk dibesarkan dalam proses pembesaran. Keberhasilan dalam kegiatan produksi pembenihan kerapu diukur dari berapa banyak benih yang dihasilkan dari sejumlah induk yang dimiliki. Jumlah benih yang dihasilkan selain ditentukan oleh banyaknya induk yang tersedia, juga sangat ditentukan oleh persentase induk yang memijah per periode tertentu, fekunditas (jumlah butir telur dilepas per induk), persentase telur yang dibuahi dan menetas, dan tingkat kematian (mortalitas) larva selama masa pemeliharaan hingga menjadi benih (40 hingga 45 hari). Dengan demikian ketersediaan induk yang sehat dan penanganan larva sangat menentukan produktivitas pembenihan. Peningkatan produktivitas pada pembenihan dengan demikian dapat
dilakukan dengan memperbaiki kualitas induk agar memijah secara rutin,
78
memiliki fekunditas tinggi, daya tetas telur yang tinggi, dan menghasilkan benih
yang sehat dan bertahan hidup. Pengalaman di beberapa pembenihan
menunjukkan bahwa perlakuan terhadap induk seperti pemberian ikan cumi dan
vitamin dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas telur. Faktor lain adalah
sarana dan prasarana yang kurang mendukung seperti kondisi dan jumlah bak,
penyediaan air, aerasi, pencahayaan, dan fasilitas penyediaan atau produksi pakan
alami (plankton) untuk larva. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut
membawa konsekwensi biaya, sehingga penerapan teknologi belum tentu
memberikan keuntungan yang maksimal bagi pelaku usaha. Dalam kondisi
seperti ini diperlukan simulasi untuk memperoleh perlakuan yang paling optimal
sehingga memberikan keuntungan yang paling tinggi.
Berdasarkan informasi dari pelaku pembenihan (Setiadharma et al. 2001)
diperoleh keterangan bahwa dari pengamatan terhadap 20 ekor betina dan 8
jantan kerapu macan hanya 4 hingga 6 ekor atau sekitar 20% hingga 30% induk
yang memijah dari populasi induk yang tersedia. Masa pemijahan berlangsung
seama 3 hingga 5 hari pada sebelum dan setelah bulan gelap. Dalam satu tahun
biasanya pada bulan Juli hingga September tidak memijah. Setiap masa
pemijahan tersebut rata-rata dihasilkan 9.264.000 butir telur, dibuahi 6.494.000
butir dan daya tetas sebesar 71% atau menetas sebanyak 4.610.740 butir per
bulan.
Umur induk dan perlakuan terhadap induk selama proses pemeliharaan
menentukan tingkat kesuburan atau keberhasilan induk menghasilkan telur. Pada
awal kematangan gonad (induk muda), yaitu pada saat induk kerapu macan
berukuran 1-3 kg, fekunditas (jumlah telur yang dihasilkan) berkisar 300.000 –
700.000 butir (Hassa dan Carlos, yang diacu dalam Setiadharma et al. 2001),
namun pada puncak masa kesuburan 3,5 – 8,0 kg fekunditas mencapai 1.500.000
hinga 2.500.000 butir. Perlakuan yang menentukan kesuburan induk antara lain
adalah pemberian pakan berupa ikan segar sebanyak 2-3 % dari biomass per hari
dan pemberian cumi segar 7 – 10 hari sebelum bulan gelap, pergantian air 200%,
mempertahankan temperatur 27,5 oC – 31 oC.
Tingkat keberhasilan pembenihan juga ditentukan oleh perlakuan
(penanganan) terhadap telur dan larva setelah dipijahkan oleh induk. Perlakuan
standar pada pembenihan setelah telur dilepas oleh induk adalah bahwa telur
79
yang dibuahi akan mengapung dan yang tidak dibuahi akan mengendap. Telur-
telur yang mengapung tersebut kemudian dikumpulkan dan ditempatkan dalam
akuarium bervolume 200 liter untuk dibersihkan dan dipilah. Selanjutnya telur
dipindahkan ke tangki pemeliharaan larva dengan kepadatan 5 – 10 butir per liter
air, dan telur akan menetas setelah 18 hingga 20 jam. Larva akan dipelihara di
bak larva selama 40-45 hari dan diberi makan berupa plankton (Brachionus sp.,
Nannochloropsis sp., Rotifer, bahan pengkaya komersial, pakan buatan, dan larva
Artemia sp. Selama masa pemeliharaan dilakukan penyiponan (pembuangan
kotoran dasar) setiap 2 hari mulai hari ke 15, dan pengantian air mulai 20%
hingga 80% per hari.
Berdasarkan identifikasi terhadap faktor-faktor teknis yang menentukan
keberhasilan industri pembenihan, terutama dalam menghasilkan benih dalam
kuantitas dan kualitas yang tinggi, maka dalam simulasi peningkatan keuntungan
industri pembenihan ini digunakan peubah (1) fekunditas induk , (2) tingkat
sintasan benih, dan (3) persentase jumlah induk memijah, sebagai faktor yang
menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan. Ketiga peubah ini
dinilai sebagai peubah antara (intervening variable) dari faktor perbaikan kualitas
induk yang sulit dikuantifikasi dalam bentuk angka. Simulasi ini dilaksanakan
dengan mengambil kasus pembenihan dengan kapasitas yang banyak ditemukan
di lapangan yaitu dengan jumlah stok induk sebanyak 6 ekor, atau sekitar
250.000 ekor benih per tahun.
Pengaruh peningkatan fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan.
Fekunditas adalah jumlah telur yang dikandung oleh induk ikan yang
jumlahnya sangat tergantung pada kondisi umur dan perlakuan terhadap induk.
Tingkat fekunditas ini berpengaruh terhadap produktivitas pembenihan dan
tingkat keuntungan yang diperoleh. Simulasi dilakukan untuk mengetahui
pengaruh tingkat fekunditas terhadap keuntungan yang diperoleh pembenihan,
sedangkan peubah lain yaitu tingkat sintasan dan persentase jumlah induk
memijah diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal.
Hasil simulasi pengaruh peningkatan fekunditas terhadap tingkat
keuntungan pembenihan menggunakan program Powersin studio dapat dilihat
pada Lampiran 10 dengan hasil sebagai berikut:
80
Asumsi: - Persentase induk memijah : Nilai Harapan : 20 % Standar Deviasi : 2 % - Survival rete benih : Nilai Harapan : 16 % Standar deviasi : 1,6 % Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada Fekunditas 2 juta ekor / induk : Rata-rata : 12.620.536.905,- Standar deviasi : 1.405.661.015,- - Pada Fekunditas 1,5 juta ekor/ induk: Rata-rata : 10.197.473.434,- Standar deviasi : 1.578.893.507,- - Pada Fekunditas 1 juta ekor/induk : Rata-rata : 6.989.270.568,- Standar deviasi : 1.212.651.377,-
Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik
sebagamana dapat dilihat pada Gambar 19. Grafik pada tersebut menunjukkan
tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat fekunditas 1 juta,
1,5 juta dan 2 juta telur per ekor induk. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa
semakin tinggi tingkat fekunditas maka semakin tinggi pula keuntungan yang
diperoleh.
05 06 07 08
0
5,000,000,000
10,000,000,000
Rp
Total Profit Pembenihan FK 1 jt (Average)
Total Profit Pembenihan FK 1-5 jt (Average)
Total Profit Pembenihan FK 2 jt (Average)
Gambar 19 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai
tingkat fekunditas induk (FK).
Hasil simulasi tentang pengaruh tingkat fekunditas terhadap keuntungan
pembenihan dalam bentuk angka dapat dilihat pada Tabel 14. Angka tersebut
menunjukkan keuntungan kumulatif yang diperoleh pembenihan dalam kurun
waktu simulasi yaitu hingga awal tahun 2009.
Waktu (tahun)
81
Tabel 14 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan (Rupiah) pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK)
Waktu Total
Keuntungan Benih Fk 1Jt
Total Keuntungan
Benih Fk 1,5 Jt
Total Keuntungan Benih Fk 2Jt
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 210.682.575
(88.969.147) - 36.488.066 (130.668.106)
- 283.374.572 (170.814.473)
1 Januari 2006 2.283.024.026 (272.813.471)
2.037.291.163 (380.173.450)
1,281.556.359 (539.198.425)
1 Januari 2007 3.915.312.489 (647.368.397)
5.137.714.077 (526.873.013)
4.430.603.697 (919.672.546)
1 januari 2008 5.454.397.384 (936.027.630)
7.836.092.337 (1.088.888.690)
8.617.925.660 (929.840.406)
1 Januari 2009 6.989.270.568 (1.212.651.377)
10.197.437.434 (1.578.893.507)
12.620.536.904 (1.405.661.015)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Selain simulasi pengaruh fekunditas induk terhadap tingkat keuntungan,
juga dilakukan simulasi pengaruh peningkatan fekunditas terhadap tingkat
produksi bulanan pembenihan. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi
bahwa peningkatan fekunditas dari 1 juta ekor per induk menjadi 2 juta ekor per
induk dapat meningkatkan produksi dari 31.970 ekor / bulan menjadi 63.990
ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 100,15% (Tabel 15).
Tabel 15 Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk (FK)
Waktu Produksi benih/ bln Fk 1 Jt
Produksi benih/ bln Fk 1,5 Jt
Produksi benih/ bln Fk 2 Jt
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 31.970 (5.378) 47.984 (8.297) 63.990 (11.045) 1 januari 2006 31.970 (5.378) 47.984 (8.297) 63.990 (11.045) 1 Januari 2007 31.970 (5.378) 47.984 (8.297) 63.990 (11.045) 1 januari 2008 31.970 (5.378) 47.984 (8.297) 63.990 (11.045) 1 Januari 2009 31.970 (5.378) 47.984 (8.297) 63.990 (11.045)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Pengaruh peningkatan sintasan benih terhadap keuntungan pembenihan.
Sintasan benih merupakan persentase jumlah benih yang dapat bertahan
hidup mulai dari larva hingga benih yang siap ditebar di KJA. Pada kondisi
lapangan, tingkat sintasan benih ini masih sangat rendah, yaitu berkisar antara
82
11% hingga 21%. Semakin tinggi tingkat sintasan, maka semakin banyak benih
yang dihasilkan sehingga semakin tinggi pendapatan yang diperoleh. Pengaruh
tingkat sintasan terhadap keuntungan pembenihan disimulasikan dalam penelitian
ini. Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat sintasan maka
semakin tingi pula keuntungan yang dihasilkan. Kisaran tingkat sintasan yang
digunakan dalam simulasi ini adalah 11%, 16% dan 21%, sedangkan peubah lain
yaitu tingkat fekunditas dan persentase induk memijah dianggap menyebar
menurut kurva distribusi normal dengan nilai rata-rata masing-masing 1,5 juta
dan 20% (Lampiran 11). Simulasi ini digunakan untuk memprediksi tingkat
keuntungan yang diperoleh oleh pembenihan. Hasil simulasi dengan
menggunakan model peningkatan profitabilitas pembenihan sebagai berikut:
Asumsi: - Persentase induk memijah : Nilai Harapan : 20 % Standar Deviasi : 2 % - Fekunditas induk : Nilai Harapan : 1.500.000 ekor/induk Standar deviasi : 150.000 ekor/induk Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada Survival rate 11 % : Rata-rata : 7.199.629.847,- Standar deviasi : 1.244.528.541,- - Pada Survival rate 16% : Rata-rata : 10.197.473.434,- Standar deviasi : 1.578.893.507,- - Pada Survival rate 21% : Rata-rata : 12.530.281.817,- Standar deviasi : 1.443.399.944,-
Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik
sebagamana dapat dilihat pada Gambar 20. Grafik pada tersebut menunjukkan
tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat sintasan benih
sebesar 11%, 16% dan 21%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin
tinggi tingkat sintasan maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh.
05 06 07 08
0
5,000,000,000
10,000,000,000
Rp
Total Profit Pembenihan SR 11% (Average)
Total Profit Pembenihan SR 16% (Average)
Total Profit Pembenihan SR 21% (Average)
Gambar 20 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR).
Waktu (tahun)
83
Tabel 16 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR)
Waktu Total Keuntungan
Benih -SR 11%
Total Keuntungan
Benih -SR 16%
Total Keuntungan
Benih -SR 21%
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 195.223.238
(91.798.655) -36.488.066 (130.668.106)
-267.914.928 (168.145.497)
1 januari 2006 2.314.348.031 (259.626.417)
2.037.291.163 (380.173.450)
1.330.356.766 (530.773.450)
1 Januari 2007 4.027.447.248 (657.204.338)
5.137.714.077 (526.873.013)
4.507.743.853 (889.664.291)
1 januari 2008 5.616.735.626 (959.277.007)
7.836.092.337 (1.088.888.690)
8.645.366.898 (892.528.503)
1 Januari 2009 7.199.629.847 (1.244.528.541)
10.197.473.434 (1.578.893.507)
12.530.281.817 (1.443.399.944)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Selain simulasi pengaruh sintasan terhadap tingkat keuntungan, juga
dilakukan simulasi pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat produksi
bulanan pembenihan. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa
peningkatan sintasan dari 11% menjadi 21% sebagaimana yang terjadi di
lapangan dapat meningkatkan produksi benih dari 32.969 ekor / bulan menjadi
62.991 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 91,06%. Hasil analisis tersebut
dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat sintasan benih (SR)
Waktu Produksi benih/ bln SR 11%
Produksi benih/ bln SR 16%
Produksi benih/ bln SR 21%
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 32.969 (5.546) 47.984 (8.297) 62.991 (10.872) 1 januari 2006 32.969 (5.546) 47.984 (8.297) 62.991 (10.872) 1 Januari 2007 32.969 (5.546) 47.984 (8.297) 62.991 (10.872) 1 januari 2008 32.969 (5.546) 47.984 (8.297) 62.991 (10.872) 1 Januari 2009 32.969 (5.546) 47.984 (8.297) 62.991 (10.872)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
84
Pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap keuntungan
pembenihan.
Tidak semua induk yang dimiliki oleh pembenihan memijah (melepaskan
telur) setiap musim pemijahan. Berdasarkan pengalaman jumlah induk yang
memijah dari populasi induk yang tersedia hanya sekitar 10% hingga 30% yang
memijah. Hal ini sangat tergantung dari komposisi umur induk dan kondisi
lingkungan (temperatur dan kekeruhan air). Semakin tinggi persentase induk
yang memijah, semakin banyak larva yang dihasilkan dan pada akhirnya akan
berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh pembenihan.
Pengaruh persentase induk memijah terhadap keuntungan pembenihan
disimulasikan dalam penelitian ini. Hasil simulasi menunjukkan bahwa semakin
tinggi persentase induk memijah maka semakin tinggi pula keuntungan yang
dihasilkan. Kisaran persentase induk memijah yang digunakan dalam simulasi
ini adalah 10%, 20% dan 30%, sedangkan peubah lain diasumsikan menyebar
menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah (rata-rata) untuk fekunditas
induk dan tingkat sintasan masing-masing sebesar 1,5 juta dan 16%. Hasil
simulasi dengan menggunakan model peningkatan profitabilitas dapat dilihat
pada Lampiran 12 dengan hasil sebagai berikut:
Asumsi: - Survival rate benih : Nilai Harapan : 16 % Standar Deviasi : 1,6 % - Fekunditas induk : Nilai Harapan : 1.500.000 ekor/induk Standar deviasi : 150.000 ekor/induk Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada persentase induk memijah 10%: Rata-rata : 5.276.946.878,- Standar deviasi : 934.750.143,- - Pada persentase induk memijah 20%: Rata-rata : 10.197.473.434,- Standar deviasi : 1.578.893.507,- - Pada persentase induk memijah 30%: Rata-rata : 12.919.109.850,- Standar deviasi : 1.298.033.494,-
Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik
sebagamana dapat dilihat pada Gambar 21. Grafik pada tersebut menunjukkan
tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada tingkat persentase induk
memijah sebesar 10%, 20% dan 30%. Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa
semakin tinggi persentase induk memijah maka semakin tinggi pula keuntungan
yang diperoleh.
85
05 06 07 08
0
5,000,000,000
10,000,000,000
Rp
Total Profit Pembenihan Mijah 10%
Total Profit Pembenihan Mijah 20%
Total Profit Pembenihan Mijah 30%
Gambar 21 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai
tingkat persentase induk memijah. Berdasarkan informasi tersebut di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi
persentase induk yang memijah maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang
diperoleh. Pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap tingkat
keuntungan tersebut apabila diukur dalam nilai rupiah adalah sebesar Rp
382.108.150,- untuk setiap 1 % peningkatan persentase induk memijah.
Tabel 18 Tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah
Waktu
Total Keuntungan
Benih Memijah 10%
Total Keuntungan
Benih Memijah 20%
Total Keuntungan
Benih Memijah 30%
1 Januari 2004 - - -
1 Januari 2005 333.650.245 (65.279.400)
-36.488.066 (130.668.106)
-407.051.725 (192.166.282)
1 Januari 2006 1.821.772.841 (303.648.745)
2.037.291.163 (380.173.450)
891.153.106 (606.598.228)
1 Januari 2007 2.975.537.103 (519.711.489)
5.137.714.077 (526.873.013)
3.754.120.975 (1.107.981.977)
1 januari 2008 4.126.241.990 (727.227.393)
7.836.092.337 (1.088.888.690)
8.110.422.964 (1.374.015.006)
1 Januari 2009 5.276.946.878 (934.750.144)
10.197.437.434 (1.578.893.507)
12.919.109.850 (1.298.033.494)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Simulasi pengaruh peningkatan persentase induk memijah terhadap
tingkat produksi bulanan pembenihan juga dilakukan dalam penelitian ini.
Waktu (tahun)
86
Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan persentase
induk memijah dari 10% menjadi 30 % sebagaimana kisaran yang terjadi di
lapangan dapat meningkatkan produksi benih dari 38.103 ekor / bulan menjadi
76.433 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 100,59%. Hasil analisis tersebut
dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Tingkat produksi bulanan pembenihan pada berbagai tingkat persentase induk memijah.
Waktu Produksi benih/
bln Memijah 10%
Produksi benih/ bln Memijah
20%
Produksi benih/ bln Memijah
30%
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 23.977 (4.033) 47.984 (8.297) 71.989 (12.425) 1 januari 2006 23.977 (4.033) 47.984 (8.297) 71.989 (12.425) 1 Januari 2007 23.977 (4.033) 47.984 (8.297) 71.989 (12.425) 1 januari 2008 23.977 (4.033) 47.984 (8.297) 71.989 (12.425) 1 Januari 2009 23.977 (4.033) 47.984 (8.297) 71.989 (12.425)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
6.1.2 Simulasi peningkatan keuntungan pembenihan melalui optimalisasi jumlah induk digunakan. Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembenihan dilakukan
optimalisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan.
Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah induk yang sesuai
dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah induk akan menambah beban
biaya pemeliharaan induk yang cukup mahal. Sebaliknya kekurangan induk akan
mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang ditetapkan. Proses
simulasi yang mengoptimalkan jumlah induk dilaksanakan dengan menggunakan
model peningkatan efisiensi produksi pembenihan.
Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat sintasan
Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah induk untuk memperoleh
keuntungan maksimal dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan
tingkat survival rate (sintasan) benih yang mungkin terjadi, yaitu 11%, 16% dan
21%. Sedangkan variabel teknis lainnya seperti fekunditas (jumlah telur per ekor
induk) dengan nilai tengah 1.500.000 butir dan persentase jumlah induk memijah
dengan nilai tengah 20% diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal.
Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah induk yang harus disediakan
87
untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang berbeda.
Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 22, sedangkan
hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 20.
05 06 07 080
5
10
15
20
25
30induk
Jlh induk 11% SR (Average)
Jlh induk 16% SR (Average)
Jlh induk 21% SR (Average)
Gambar 22 Grafik jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival benih untuk maksimalisasi profit pembenihan.
Semakin tinggi angka sintasan maka semakin sedikit jumlah induk yang
duperlukan untuk memproduksi jumlah benih yang sama. Pada tingkat sintasan
11 %, jumlah induk ikan kerapu macan yang harus tersedia untuk memenuhi
pasaran Hong Kong pada akhir tahun 2008 adalah 29 ekor. Apabila tingkat
sintasan dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kualitas induk, penggunaan
pakan, obat-obatan dan kualitas air, misalnya menjadi 16%, maka jumlah induk
yang dibutuhkan menjadi 20 ekor. Apabila tingat sintasan menjadi 21% maka
jumlah induk yang dibutuhkan menjadi sekitar 15 ekor.
Tabel 20 Jumlah induk yang harus disediakan pada berbagai tingkat survival
(SR) benih untuk maksimalisasi profit pembenihan
Waktu Jumlah Induk pada SR 11%
Jumlah Induk pada SR 16%
Jumlah Induk pada SR 21%
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 4,56 (0,84) 3,13 (0,54) 2,39 (0,41) 1 januari 2006 16,86 (3,09) 11,58 (2,01) 8,82 (1,52) 1 Januari 2007 18,34 (3,36) 12,60 (2,19) 9,59 (1,65) 1 januari 2008 22,78 (4,17) 15,64 (2,72) 11,91 (2,05) 1 Januari 2009 29,42 (5,39) 20,21 (3,51) 15,38 (2,64)
Keterangan : (...) = Standar deviasi.
Tahun
88
Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat persentase induk memijah
Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah induk untuk memperoleh
keuntungan maksimal dilakukan juga dengan menggunakan beberapa
kemungkinan persentase jumlah induk memijah, yaitu 20%, 30%, dan 40%.
Tidak semua induk yang dipelihara dalam bak induk memijah setiap periode
pemijahan. Hal ini tergantung dari umur induk, kondisi kesehatan, pengaruh
lingkungan, dan faktor lainnya. Dalam simulasi ini, variabel teknis lainnya
seperti fekunditas telur dan tingkat sintasan diasumsikan menyebar menurut
kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing sebesar 1.500.000
butir dan 11%. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah induk yang
harus disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat
persentase jumlah induk memijah yang berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk
grafik dapat dilihat pada Gambar 23, sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat
dilihat pada Tabel 21.
05 06 07 080
10
20
30
40induk
Jlh induk 10% mijah (Average)
Jlh induk 20% mijah (Average)
Jlh induk 30% mijah (Average)
Gambar 23 Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi
profit pembenihan pada berbagai persentase jumlah induk memijah. Tabel 21 Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit
pembenihan pada berbagai persentase jumlah induk memijah
Waktu Jumlah Induk pada 10% mijah
Jumlah Induk pada 20% mijah
Jumlah Induk pada 30% mijah
1 Januari 2004 - - -
1 Januari 2005 6,27 (1,15) 3,13 (0,54) 2,09 (0,36)
1 januari 2006 23,19 (4,25) 11,58 (2,01) 7,72 (1,33)
1 Januari 2007 25,22 (4,62) 12,60 (2,19) 8,39 (1,44)
1 januari 2008 31,32 (5,74) 15,64 (2,72) 10,42 (1,79)
1 Januari 2009 40,45 (7,41) 20,21 (3,51) 13,46 (2,31)
Keterangan : (...) = Standar deviasi.
Waktu (tahun)
89
Dari simulasi terhadap persentase jumlah induk memijah di atas diperoleh
hasil bahwa apabila persentase jumlah induk yang memijah setiap periode hanya
10% dari populasi induk, maka jumlah induk yang harus disediakan untuk
memenuhi permintaan pasar ikan konsumsi Hong Kong adalah sebanyak 40 ekor.
Apabila persentase jumlah induk memijah dapat ditingkatkan dengan
menggunakan stimulasi hormonal atau manipulasi lingkungan menjadi 20%,
maka jumlah induk yang disediakan cukup 20 ekor. Apabila persentase jumlah
induk memijah dapat ditingkatkan menjadi 30%, maka jumlah induk yang perlu
disediakan oleh pembenihan lebih sedikit lagi yaitu 13 ekor.
Jumlah optimal induk pada berbagai tingkat fekunditas
Variabel lain yang digunakan dalam simulasi jumlah induk yang harus
disediakan oleh pembenihan agar dapat memenuhi kebutuhan ikan konsumsi
adalah tingkat fekunditas induk, yaitu jumlah telur yang dikandung oleh induk
yang jumlahnya sangat tergantung pada umur induk, kondisi kesehatan induk,
dan pemberian pakan tertentu. Tiga kemungkinan tingkat fekunditas induk yang
digunakan dalam simulasi ini adalah 1,0 juta, 1,5 juta dan 2,0 juta butir telur.
Dalam simulasi ini, variabel teknis lainnya seperti persentase induk memijah dan
tingkat sintasan diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan
nilai tengah masung-masing sebesar 20% dan 11%. Berdasarkan hasil simulasi
maka diperoleh angka jumlah induk yang harus disediakan untuk mencapai
keuntungan yang sama pada 3 tingkat fekunditas induk tersebut di atas. Hasil
simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 24, sedangkan hasil
dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 22.
05 06 07 080
10
20
30induk
Jlh induk FK 1jt (Average)
Jlh induk FK 2jt (Average)
Jlh induk FK1-5jt (Average)
Gambar 24 Grafik jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi
profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk.
Waktu (tahun)
90
Tabel 22 Jumlah induk yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembenihan pada berbagai tingkat fekunditas induk
Waktu Jumlah Induk pada FK 1 Jt
Jumlah Induk pada FK 1,5 Jt
Jumlah Induk pada FK 2 Jt
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 4,70 (0,86) 2,35 (0,40) 3,13 (0,54) 1 januari 2006 17,39 (3,19) 8,68 (1,49) 11,58 (2,01) 1 Januari 2007 18,92 (3,47) 9,44 (1,62) 12,60 (2,19) 1 januari 2008 23,49 (4,30) 11,73 (2,02) 15,64 (2,72) 1 Januari 2009 30,34 (5,56) 15,14 (2,60) 20,21 (3,51)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Dari simulasi terhadap tingkat fekunditas induk di atas diperoleh hasil
bahwa apabila fekunditas induk hanya 1 juta butir, maka jumlah induk yang harus
disediakan untuk memenuhi permintaan pasar ikan konsumsi Hong Kong adalah
sebanyak 30 ekor. Apabila tingkat fekunditas adalah 1,5 juta butir maka jumlah
induk diperlukan sebanyak 15 ekor, dan bila tingkat fekunditas sebesar 2 juta
maka jumlah induk yang diperlukan adalah 20 ekor. Sebagaimana dijelaskan
terdahulu yaitu tingkat fekunditas ikan kerapu macan dapat berkisar antara
500.000 butir hingga mencapai 2,5 juta butir tergantung fase pertumbuhan induk
6.1.3 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui perbaikan
padat penebaran, sintasan, dan lama pemeliharaan
Pembesaran merupakan usaha memproduksi ikan ukuran konsumsi
dengan cara membeli benih dari hatchery dan memeliharanya dalam KJA hingga
ukuran konsumsi (0,5 kg per ekor). Lama pemeliharaan berkisar antara 4-6 bulan
tergantung kondisi benih dan penanganan selama pembesaran. Keberhasilan
dalam kegiatan produksi pembesaran kerapu sangat ditentukan oleh ketersediaan
benih yang di sehat, penanganan proses pembesaran dan pemberian pakan yang
menjamin pertumbuhan dan sintasan (survival rate) yang tinggi. Indikator
keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan dan bobot ikan yang
dicapai dalam batas waktu tertentu. Namun upaya perbaikan proses produksi
tersebut membawa konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan
tingkat keuntungan yang diperoleh.
Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembesaran dilakukan
optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan
pada industri pembesaran berkapasitas 10 unit (40 KJA). Faktor peubah yang
91
digunakan dalam simulasi ini adalah padat penebaran, tingkat sintasan ikan, dan
lama proses pembesaran. Ketiga peubah ini merupakan cerminan dari perbaikan
teknologi dalam industri pembesaran kerapu terutama dalam hal penggunaan
pakan buatan dan penerapan praktek pembesaran yang baik (good aquaculture
practices).
Pengaruh peningkatan padat penebaran terhadap keuntungan pembesaran
Simulasi jumlah keuntungan pembesaran antara lain dilakukan dengan
mengubah variabel padat penebaran per KJA, sedangkan faktor lain dianggap
tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran ditetapkan sebesar 400
ekor/KJA, 500 ekor/KJA dan 600 ekor/KJA. Variabel lainnya seperti sintasan
dan lama pembesaran diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal
dengan nilai tengah masing-masing 80% dan 5 bulan sesuai dengan kondisi nyata
di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada lampiran 13 dengan hasil
sebagai berikut:
Asumsi:
- Survival rate kerapu : Nilai Harapan : 80 %
Standar Deviasi : 8 %
- Lama pembesaran : Nilai Harapan : 5 bulan
Standar deviasi : 0,5 bulan
Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran :
- Pada padat tebar 400 ekor/KJA : Rata-rata : 2.968.793.055,-
Standar deviasi : 400.280.091,-
- Pada padat tebar 500 ekor/KJA : Rata-rata : 3.670.500.012,-
Standar deviasi : 502.911.427,-
- Pada padat tebar 600 ekor / KJA : Rata-rata : 4.370.761.718,-
Standar deviasi : 594.568.690,-
Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 25 dan Tabel 23,
dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan yang pada
berbagai tingkat padat penebaran dalam kegiatan pembesaran.
92
05 06 07 080
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000
Rp
Total Profit Pembesaran PDT 400 (Average)
Total Profit Pembesaran PDT 500 (Average)
Total Profit Pembesaran PDT 600 (Average)
Gambar 25 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran
berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda.
Tabel 23 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai
tingkat padat penebaran pembesaran
Waktu Total Keuntungan BD PDT 400/KJA
Total Keuntungan BD PDT 500/KJA
Total Keuntungan BD PDT 600/KJA
1 Januari 2004
- - -
1 Januari 2005 560.544.495 (49.920.618)
648.019.955 (62.666.624)
735.240.874 (74.023.099)
1 Januari 2006 1.162.606.635 (137.510.484)
1.403.639.969 (172.727.821)
1.644.121.085 (204.159.491)
1 Januari 2007 1.764.668.775 (225.100.353)
2.159.259.984 (282.789.022)
2.553.001.296 (334.295.890)
1 Januari 2008 2.366.730.915 (312.690.222)
2.914.879.998 (392.850.224)
3.461.881.507 (464.432.290)
1 Januari 2009 2.968.793.055 (400.280.091)
3.670.500.012 (502.911.427)
4.370.761.718 (594.568.690)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pengaruh peubah
padat penebaran terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh oleh usaha
pembesaran pada akhir tahun 2008 adalah sebesar Rp 700.984.000,- untuk setiap
kenaikan padat penebaran sebesar 100 ekor per KJA.
Selain pengaruh padat penebaran terhadap tingkat keuntungan, dilakukan
juga analisis pengaruh padat penebaran terhadap produksi hasil pembesaran.
Berdasarkan analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan padat
penebaran dari 400 menjadi 600 ekor benih/KJA sebagaimana kisaran yang
terjadi di lapangan, dapat meningkatkan produksi ikan dari 2.558 ekor / bulan
Waktu (tahun)
93
menjadi 3.839 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 50,08%. Hasil analisis
tersebut dapat dilihat pada Tabel 24
Tabel 24 Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran benih /KJA
Waktu Produksi benih/
bln PDT 400 Produksi benih/
bln PDT 500 Produksi benih/
bln PDT 600
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 2.558 (349) 3.200 (456) 3.839 (537) 1 Januari 2006 2.558 (349) 3.200 (456) 3.839 (537) 1 Januari 2007 2.558 (349) 3.200 (456) 3.839 (537) 1 Januari 2008 2.558 (349) 3.200 (456) 3.839 (537) 1 Januari 2009 2.558 (349) 3.200 (456) 3.839 (537)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Pengaruh peningkatan sintasan (survival rate) terhadap keuntungan pembesaran Simulasi tingkat keuntungan pembesaran berdasarkan kondisi tingkat
sintasan ikan yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90% dilakukan dalam penelitian
ini. Sementara itu variabel lainnya yaitu padat penebaran dan lama pembesaran
dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-
masing 500 ekor dan 5 bulan. Tingkat sintasan yang tinggi dicapai apabila
pembudidaya mengunakan teknologi pembesaran yang baik, misalnya dengan
menggunakan pakan buatan dan pencegahan serta pemberantasan penyakit yang
menyerang ikan. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Lampiran 14 dengan
hasil sebagai berikut:
Asumsi: - Lama pembesaran : Nilai Harapan : 5 bulan Standar Deviasi : 0,5 bulan - Padat penebaran : Nilai Harapan : 500 ekor/KJA Standar deviasi : 50 ekor/KJA Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran : - Pada tingkat sintasan 70% : Rata-rata : 3.231.870.341,- Standar deviasi : 437.787.083,- - Pada tingkat sintasan 80% : Rata-rata : 3.670.500.012,- Standar deviasi : 502.911.426,- - Pada tingkat sintasan 90% : Rata-rata : 4.107.797.746,- Standar deviasi : 557.435.776,-
Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik
sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 26. Grafik pada tersebut menunjukkan
94
tingkat keuntungan yang diperoleh pembesaran pada tingkat sintasan (SR)
pembesaran yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90%. Dari grafik di atas dapat
dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan pembesaran, maka semakin tinggi
pula keuntungan yang diperoleh.
05 06 07 080
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000Rp
Total Profit Budidaya SR 70% (Average)
Total Profit Budidaya SR 80% (Average)
Total Profit Budidaya SR 90% (Average)
Gambar 26 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran
berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda.
Tabel 25 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai tingkat sintasan pembesaran
Waktu Total
Keuntungan BD SR 70%
Total Keuntungan BD
SR 80%
Total Keuntungan BD
SR 90% 1 Januari 2004
- - -
1 Januari 2005 593.348.478 (43.506.465)
648.019.955 (49.838.589)
702.549.343 (55.970.484)
1 januari 2006 1.252.978.944 (119.865.863)
1.403.639.970 (137.363.522)
1.553.949.426 (154.326.238)
1 Januari 2007 1.912.609.410 (196.225.262)
2.158.970.460 (224.888.456)
2.405.147.350 (252.681.995)
1 januari 2008 2.572.239.876 (272.584.661)
2.914.879.998 (312.413.391)
3.256.749.592 (351.037.751)
1 Januari 2009 3.231.870.341 (348.944.060)
3.669.978.980 (399.938.327)
4.108.149.675 (449.393.508)
Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi
tingkat sintasan yang disebabkan oleh perbaikan sistem pembesaran akan
semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pembesaran.
Besarnya pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat keuntungan yang
diperoleh kegiatan pembesaran berkapasitas 40 KJA adalah sebesar Rp
875.927.405,- untuk setiap kenaikan sintasan sebesar 20%.
Waktu (tahun)
95
Selain pengaruh sintasan terhadap tingkat keuntungan, dilakukan juga
analisis pengaruh sintasan terhadap produksi hasil pembesaran. Berdasarkan
analisis tersebut diperoleh informasi bahwa peningkatan sintasan dari 70%
menjadi 90% sebagaimana kisaran yang terjadi di lapangan, dapat meningkatkan
produksi ikan dari 2.799 ekor / bulan menjadi 3.600 ekor per bulan, atau
peningkatan sebesar 28,62%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR).
Waktu Produksi ikan/ bln SR 70%
Produksi ikan/ bln SR 80%
Produksi ikan/ bln SR 90%
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) 1 januari 2006 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) 1 Januari 2007 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) 1 januari 2008 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408) 1 Januari 2009 2.799 (310) 3.200 (361) 3.600 (408)
Keterangan: (…) = Standar deviasi. Pengaruh lama pemeliharaan ikan terhadap keuntungan pembesaran. Faktor teknis pembesaran lainnya yang berpengaruh terhadap keuntungan yang diperoleh adalah lama proses pemeliharaan ikan yang berada pada kisaran 4 bulan, 5 bulan, atau 6 bulan untuk memperoleh rata-rata bobot ikan yang sama. Melalui proses simulasi dapat diketahui perbedaan keuntungan yang diperoleh pada lama proses pembesaran yang berbeda-beda, sementara faktor lain yaitu padat penebaran dan tingkat sintasan dianggap menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah 500 ekor dan 80%. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 15 dengan hasil sebagai berikut: Asumsi:
- Tingkat sintasan : Nilai Harapan : 80 % Standar Deviasi : 0,8 % - Padat penebaran : Nilai Harapan : 500 ekor/KJA Standar deviasi : 50 ekor/KJA Hasil simulasi tingkat keuntungan pembesaran : - Pada lama pembesaran 4 bulan: Rata-rata : 4.507.106.700,- Standar deviasi : 618.590.366,- - Pada lama pembesaran 5 bulan: Rata-rata : 3.639.592.232,- Standar deviasi : 497.869.786,- - Pada lama pembesaran 6 bulan: Rata-rata : 3.059.885.421,- Standar deviasi : 409.015.768,-
96
Semakin singkat masa pembesaran maka semakin tinggi keuntungan yang
diperoleh. Proses mempersingkat waktu pembesaran dapat dilakukan apabila
para pembudidaya memberikan pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup ikan
baik secara kuantitas maupun kualitas. Proses ini antara lain dapat dilakukan
apabila digunakan pakan buatan dengan komposisi gizi yang sesuai untuk
pertumbuhan ikan kerapu.
Hasil simulasi pengaruh lama pembesaran terhadap tingkat keuntungan
pembesaran dalam bentuk grafik dilihat pada Gambar 27, sedangkan uraian
dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 27.
05 06 07 080
1,000,000,000
2,000,000,000
3,000,000,000
4,000,000,000
Rp
Total Profit Budidaya LAMA 4 BL (Average)
Total Profit Budidaya LAMA 5 BL (Average)
Total Profit Budidaya LAMA 6 BL (Average)
Gambar 27 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran
berdasarkan hasil simulasi menggunakan peubah lama pembesaran pada tiga tingkatan berbeda.
Tabel 27 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pembesaran pada berbagai
tingkat lama proses pembesaran
Waktu Total Keuntungan
Lama BD 6 bln
Total Keuntungan
Lama BD 5 bln
Total Keuntungan
Lama BD 4 bln 1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 556.710.720
(48.490.458) 625.305.584 (58.799.950)
727.459.522 (72.614.979)
1 januari 2006 1.182.504.395 (138.621.749)
1.378.877.246 (168.567.308)
1.672.371.317 (209.108.585)
1 Januari 2007 1.808.298.070 (228.753.083)
2.132.448.908 (278.334.787)
2.617.283.111 (345.602.478)
1 januari 2008 2.434.091.746 (318.884.424)
2.886.020.570 (388.102.283)
3.562.194.906 (482.096.415)
1 Januari 2009 3.059.885.421 (409.015.768)
3.639.592.232 (497.869.786)
4.507.106.701 (618.590.366)
Keterangan: (…) = Standar Deviasi.
Waktu (tahun)
97
Pengaruh lama pross pembesaran terhadap tingkat produksi pembesaran
juga dianalisis dalam penelitian ini. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh
informasi bahwa peningkatan efisiensi lama pembesaran dari 6 bulan menjadi 4
bulan yang terjadi karena peningkatan teknologi, dapat meningkatkan produksi
ikan dari 2.666 ekor/bulan menjadi 3.997 ekor per bulan, atau peningkatan
sebesar 49,92 %. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Tingkat produksi bulanan pembesaran pada berbagai tingkat lama proses pembesaran
Waktu Produksi ikan/ bln Lama 6 bln
Produksi ikan/ bln Lama 5 bln
Produksi ikan/ bln Lama 4 bln
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 2.666 (373) 3.200 (456) 3.997 (546) 1 januari 2006 2.666 (373) 3.200 (456) 3.997 (546) 1 Januari 2007 2.666 (373) 3.200 (456) 3.997 (546) 1 januari 2008 2.666 (373) 3.200 (456) 3.997 (546) 1 Januari 2009 2.666 (373) 3.200 (456) 3.997 (546)
Keterangan: (…) = Standar deviasi.
6.1.4 Simulasi peningkatan keuntungan pembesaran melalui optimalisasi jumlah KJA digunakan.
Pembesaran merupakan usaha memproduksi ikan ukuran konsumsi
dengan cara membeli benih dari hatchery dan memeliharanya dalam karamba
jaring apung hingga ukuran konsumsi (0,5 kg per ekor). Lama pemeliharaan
berkisar antara 4-6 bulan tergantung kondisi benih dan penanganan selama
pembesaran. Keberhasilan dalam kegiatan produksi pembesaran kerapu sangat
ditentukan oleh ketersediaan benih yang di sehat, penanganan proses pembesaran
dan pemberian pakan yang menjamin pertumbuhan dan sintasan (survival rate)
yang tinggi. Indikator keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan
dan bobot ikan. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa
konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan
yang diperoleh.
Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pembesaran dilakukan
optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan.
Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah karamba jaring
98
apung (KJA) yang sesuai dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah KJA
akan menambah beban biaya pemeliharaan KJA yang cukup mahal. Sebaliknya
kekurangan KJA akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang
ditetapkan. Proses simulasi yang mengoptimalkan jumlah KJA dilaksanakan
dengan menggunakan model peningkatan efisiensi produksi pembesaran.
Jumlah KJA optimal pada berbagai kemungkinan sintasan pembesaran
Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah KJA untuk memperoleh
keuntungan maksimal dilakukan dengan menggunakan beberapa kemungkinan
tingkat survival rate (sintasan) ikan yang mungkin terjadi, yaitu 90%, 80%, dan
70%. Sedangkan variabel teknis lainnya seperti padat penebaran sebesar 500
ekor/KJA dan waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran yaitu 4 bulan
diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah
tersebut. Berdasarkan hasil simulasi maka diperoleh jumlah KJA yang harus
disediakan untuk mencapai keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang
berbeda. Hasil simulasi dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 28,
sedangkan hasil dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Tabel 29.
05 06 07 080
500
1,000
1,500
2,000
2,500KJA
Jumlah KJA SR 70% (Average)
Jumlah KJA SR 80% (Average)
Jumlah KJA SR 90% (Average)
Gambar 28 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan.
Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat
sintasan pembesaran sebesar 70%, jumlah karamba jaring apung (KJA) yang
harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan ikan kerapu macan di
pasaran Hong Kong pada akhir tahun 2008, dibutuhkan KJA sebanyak 2.401 unit.
Apabila tingkat sintasan menurun menjadi 80%, maka jumlah KJA yang harus
disediakan meningkat menjadi 2.100 unit, dan bila sintasan 90%, maka jumlah
KJA dibutuhkan menjadi 1.869 unit.
Waktu (tahun)
99
Tabel 29 Jumlah karamba jaring apung (KJA) untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan
Waktu Jumlah KJA
pada SR 70% Jumlah KJA pada SR 80%
Jumlah KJA pada SR 90%
1 Januari 2004 - - -
1 Januari 2005 343,86 (49,02) 300,78 (41,48) 267,64 (39,78)
1 januari 2006 1.325,15 (189,79) 1.158,99 (159,76) 1.031,38 (153,55)
1 Januari 2007 1.672,08 (242,59) 1.462,35 (205,04) 1.301,08 (193,38)
1 januari 2008 1.728,98 (245,64) 1.512,53 (208,90) 1.345,74 (199,21)
1 Januari 2009 2.401,29 (344,87) 2.100,31 (290,51) 1.869,23 (281,18)
Keterangan: (…) = Standar deviasi.
Jumlah KJA optimal pada berbagai tingkat padat penebaran
Simulasi jumlah KJA yang sesuai dilakukan dengan mengubah variabel
padat penebaran per KJA, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel
padat penebaran ditetapkan sebesar 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA, dan 600
ekor/KJA. Variabel lainnya seperti sintasan dan lama pembesaran diasumsikan
menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing
90% dan 4 bulan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 29 dan Tabel 30, dimana diperoleh hasil
bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada padat
penebaran 400 ekor/KJA dibutuhkan KJA sebanyak 2.626 unit. Pada padat
penebaran 500 ekor/KJA maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 2.101
unit, dan pada padat penebaran 600, jumlah KJA yang dibutuhkan 1.752 unit.
05 06 07 080
500
1,000
1,500
2,000
2,500
KJA
Jumlah KJA PTebar400 (Average)
Jumlah KJA PTebar500 (Average)
Jumlah KJA PTebar600 (Average)
Gambar 29 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran ikan.
Waktu (tahun)
100
Tabel 30 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai tingkat padat penebaran
Waktu Jumlah KJA pada PT 300
Jumlah KJA pada PT 250
Jumlah KJA pada PT 200
1 Januari 2004 - - -
1 Januari 2005 376,10 (53,62) 300,93 (42,83) 250,92 (37,30)
1 januari 2006 1.449,24 (206,51) 1.159,47 (164,08) 966,92 (143,95)
1 Januari 2007 1.828,73 (264,88) 1.462,84 (208,67) 1.219,76 (181,29)
1 januari 2008 1.891,26 (269,98) 1.513,33 (216,15) 1.261,63 (186,76)
1 Januari 2009 2.626,09 (375,06) 2.101,33 (300,14) 1.752,40 (263,60)
Keterangan: (....) = Standar deviasi.
Jumlah KJA optimal pada berbagai tingkat padat penebaran
Simulasi jumlah KJA yang dibutuhkan untuk mencapai keuntungan
maksimal juga dilakukan dengan mengubah variabel lama proses pembesaran,
faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel lama pembesaran
ditetapkan 4 bulan, 5 bulan, dan 6 bulan sesuai dengan variasi yang ditemukan di
lapangan, sedangkan variabel lainnya seperti sintasan dan padat penebaran
ditetapkan konstan sebesar masing-masing 90% dan 300 ekor / KJA sesuai
dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada
Gambar 30 dan Tabel 31, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh
tingkat keuntungan yang maksimal maka pada lama pembesaran 4 bulan
dibutuhkan jumlah KJA sebanyak 2.098 unit. Pada lama pembesaran 5 bulan
maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 2.100 unit, dan pada lama
pembesaran 6 bulan dibutuhkan 2.042 unit KJA.
05 06 07 080
500
1,000
1,500
2,000
KJA
Jumlah KJA Lama BD 4 bln (Average)
Jumlah KJA Lama BD 5 bl (Average)
Jumlah KJA Lama BD 6 bl (Average)
Gambar 30 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran.
Waktu (tahun)
101
Tabel 31 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit
pembesaran pada berbagai lama waktu pembesaran
Waktu Jumlah KJA pada BD 4 bln
Jumlah KJA pada BD 5 bln
Jumlah KJA pada BD 6 bln
1 Januari 2004 - - -
1 Januari 2005 301.06 (43,97) 300,78 (41,48) 300,86 (42,89)
1 januari 2006 1.132,48 (165,45) 1.158,99 (159,76) 1.166,34 (166,39)
1 Januari 2007 1.384,32 (203,02) 1.462,35 (205,04) 1.555,55 (228,43)
1 januari 2008 1.532,31 (225,61) 1.512,53 (208,90) 1.527,54 (217,51)
1 Januari 2009 2.098,25 (305,70) 2.100,31 (290,51) 2.041,53 (296,00)
Keterangan: (....) = Standar deviasi.
6.1.5 Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui perbaikan
sintasan, padat tebar, dan lama pemeliharaan
Pascapanen merupakan usaha mengumpulkan ikan dari kegiatan
pembesaran untuk ditampung dan seleksi (grading) untuk kemudian dijual ke
konsumen. Proses pascapanen dilakukan dengan menggunakan KJA
sebagaimana kegiatan pembesaran. Lama pemeliharaan berkisar antara 1-2 bulan
tergantung kondisi ikan yang dibeli. Keberhasilan dalam kegiatan pascapanen
ditentukan oleh kemampuan untuk memulihkan kondisi ikan agar pada kondisi
yang baik sesuai dengan selera konsumen pada saat dipasarkan. Selama
penampungan ikan diberi makan dan perlakuan untuk menjaga kesehatan ikan.
Indikator keberhasilan pascapanen adalah tingginya angka sintasan dan bobot
ikan. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa konsekuensi
biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh.
Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pascapanen dilakukan
optimalisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan
pada kapasitas produksi yang sama dengan pembesaran yaitu 40 KJA.
Sebagaimana dalam subsistem pembesaran, faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen kerapu adalah
padat penebaran, tingkat sintasan ikan, dan lama proses pascapanen. Ketiga
peubah ini merupakan cerminan dari perbaikan teknologi dalam industri
102
pascapanen kerapu terutama dalam hal penggunaan pakan buatan dan
penanganan pascapanen yang baik.
Pengaruh sintasan ikan terhadap keuntungan pascapanen. Simulasi tingkat keuntungan pascapanen berdasarkan kondisi tingkat
sintasan ikan yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90% dilakukan dalam penelitian
ini. Variabel lainnya yaitu padat penebaran dan lama pascapanen dianggap
menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing
500 ekor dan 1,5 bulan. Hasil analisis tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Asumsi: - Lama pascapanen : Nilai Harapan : 1,5 bulan Standar Deviasi : 0,15 bulan - Padat penebaran : Nilai Harapan : 500 ekor/KJA Standar deviasi : 50 ekor/KJA Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan : - Pada tingkat sintasan 70% : Rata-rata : 12.598.734.953,- Standar deviasi : 1.711.097.167,- - Pada tingkat sintasan 80% : Rata-rata : 14.317.648.280,- Standar deviasi : 1.929.573.210,- - Pada tingkat sintasan 90% : Rata-rata : 16.012.954.736,- Standar deviasi : 2.149.630.141,-
Hasil simulasi tersebut di atas digambarkan dalam bentuk grafik
sebagamana dapat dilihat pada Gambar 31, dan dalam bentuk tabel pada Tabel
32. Grafik pada tersebut menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh
pascapanen pada tingkat sintasan (SR) yang berbeda yaitu 70%, 80%, dan 90%.
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat sintasan
pascapanen, maka semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh.
05 06 07 08
0
5,000,000,000
10,000,000,000
15,000,000,000
Rp
Total Profit SR 70% (Average)
Total Profit SR 80% (Average)
Total Profit SR 90% (Average)
Gambar 31 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen
berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah tingkat sintasan pada tiga tingkatan berbeda.
Waktu (tahun)
103
Tabel 32 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat sintasan
Waktu Total
Keuntungan PP SR 70%
Total Keuntungan PP
SR 80%
Total Keuntungan PP
SR 90% 1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 1.513.460.162
(136.665.370) 1.618.125.271 (126.468.570)
1.613.005.325 (187.178.283)
1 januari 2006 4.285.717.728 (531.579.542)
4.811.460.588 (583.076.659)
5.314.227.714 (628.358.979)
1 Januari 2007 7.056.732.470 (924.716.951)
7.980.189.819 (1.031.842.406)
8.880.470.055 (1.135.345.715)
1 januari 2008 9.827.729.212 (1.317.899.974)
11.148.919.049 (1.480.694.729)
12.446.712.396 (1.642.468.104)
1 Januari 2009 12.598.734.953 (1.711.097.167)
14.317.648.280 (1.929.573.210)
16.012.954.737 (2.149.630.141)
Keterangan: (....) = Standar deviasi.
Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi
tingkat sintasan yang disebabkan oleh perbaikan sistem pascapanen akan semakin
tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pascapanen. Besarnya
pengaruh peningkatan sintasan terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh
kegiatan pascapanen berkapasitas 40 KJA adalah sebesar Rp 166.878.626,-
untuk setiap kenaikan sintasan sebesar 10%.
Analisis juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat sintasan pada
pascapanen terhadap tingkat produksi yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut.
Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa peningkatan sintasan ikan
selama pascapanen dari 70% menjadi 90% dapat meningkatkan pascapanen dari
9.327 ekor / bulan menjadi 11.955 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 28,17
%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 33.
Tabel 33 Tingkat produksi bulanan pascapanen yang diperoleh pada berbagai tingkat sintasan ikan pascapanen
Waktu Produksi PP/ bln SR 70%
Produksi PP/ bln SR 80%
Produksi PP/ bln SR 90%
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 9.327 (1.278) 10.666 (1489) 11.995 (1.656) 1 januari 2006 9.327 (1.278) 10.666 (1489) 11.995 (1.656) 1 Januari 2007 9.327 (1.278) 10.666 (1489) 11.995 (1.656) 1 januari 2008 9.327 (1.278) 10.666 (1489) 11.995 (1.656) 1 Januari 2009 9.327 (1.278) 10.666 (1489) 11.995 (1.656)
Keterangan: (....) = Standar deviasi.
104
Pengaruh padat penebaran terhadap keuntungan pascapanen. Simulasi jumlah keuntungan pascapanen antara lain dilakukan dengan
mengubah variabel padat penebaran per KJA, sedangkan faktor lain dianggap
tetap. Dalam simulasi ini variabel padat penebaran ditetapkan sebesar 400
ekor/KJA, 500 ekor/KJA, dan 600 ekor/KJA, sedangkan variabel lainnya seperti
sintasan dan lama pascapanen diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi
normal dengan nilai tengah sebesar masing-masing 80% dan 1,5 bulan sesuai
dengan kondisi real di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat sebagai
berikut:
Asumsi:
- Lama pascapanen : Nilai harapan : 1,5 bulan
Standar deviasi : 0,15 bulan
- Tingkat sintasan : Nilai harapan : 80 %
Standar deviasi : 8 %
Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan :
- Pada padat penebaran 400 ekor/KJA: Rata-rata : 12.944.383.693,-
Standar deviasi : 1.760.917.416,-
- Pada padat penebaran 500 ekor/JKA: Rata-rata : 16.013.446.444,-
Standar deviasi : 2.142.385.526,-
- Pada padat penebaran 600 ekor/KJA: Rata-rata : 19.008.419.168,-
Standar deviasi : 2.510.552.945,-
Hasil simulasi peningkatan padat penebaran pada pascapanen ditampilkan
dalam bentuk grafik pada Gambar 32 dan dalam bentuk angka pada Tabel 34,
dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan pada berbagai
tingkat padat penebaran dalam kegiatan pascapanen.
Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi
padat penebaran yang merupakan cerminan perbaikan sistem pascapanen akan
semakin tinggi tingkat keuntungan yang diperoleh oleh unit usaha pascapanen.
Besarnya pengaruh peningkatan padat penebaran terhadap tingkat keuntungan
yang diperoleh kegiatan pascapanen berkapasitas 40 KJA adalah sebesar Rp
3.032.018.000,- untuk setiap kenaikan padat penebaran sebesar 100 ekor/KJA.
105
05 06 07 08
0
5,000,000,000
10,000,000,000
15,000,000,000
20,000,000,000Rp
Total Profit PDT 400 (Average)
Total Profit PDT 500 (Average)
Total Profit PDt 600 (Average)
Gambar 32 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen
berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah padat penebaran pada tiga tingkatan berbeda.
Tabel 34 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai
tingkat padat penebaran
Waktu Total Keuntungan PP
PDT 400
Total Keuntungan PP
PDT 500
Total Keuntungan PP
PDT 600 1 Januari 2004
- - -
1 Januari 2005 1.539.137.816 (135.766.867)
1.617.161.815 (184.707.630)
1.291.141.921 (426.874.630)
1 januari 2006 4.392.602.075 (543.770.962)
5.314.485.290 (627.657.155)
6.163.078.306 (691.231.442)
1 Januari 2007 7.243.195.948 (949.444.015)
8.880.805.675 (1.132.466.150)
10.444.858.593 (1.297.454.758)
1 januari 2008 10.093.789.820 (1.335.172.203)
12.447.126.059 (1.637.406.586)
14.726.638.880 (1.903.964.437)
1 Januari 2009 12.944.383.693 (1.760.917.416)
16.013.446.444 (2.142.385.526)
19.008.419.168 (2.510.552.945)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Analisis juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh tingkat padat
penebaran pada pascapanen terhadap tingkat produksi yang dihasilkan oleh
kegiatan tersebut. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa
peningkatan padat penebaran ikan selama pascapanen dari 400 menjadi 600
ekor/KJA dapat meningkatkan produksi pascapanen dari 9.596 ekor / bulan
menjadi 14.391 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar 49,97 %. Hasil analisis
tersebut dapat dilihat pada Tabel 35.
Waktu (tahun)
106
Tabel 35 Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran ikan / KJA
Waktu Produksi PP/ bln
PDT 400 Produksi PP/ bln
PDT 500 Produksi PP/ bln
PDT 600
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 9.596 (1.324) 11.999 (1.675) 14.391 (1.971) 1 Januari 2006 9.596 (1.324) 11.999 (1.675) 14.391 (1.971) 1 Januari 2007 9.596 (1.324) 11.999 (1.675) 14.391 (1.971) 1 Januari 2008 9.596 (1.324) 11.999 (1.675) 14.391 (1.971) 1 Januari 2009 9.596 (1.324) 11.999 (1.675) 14.391 (1.971)
Keterangan: (...) = Standar deviasi. Pengaruh lama penampungan ikan terhadap keuntungan pascapanen. Faktor teknis pascapanen lainnya yang berpengaruh terhadap keuntungan
yang diperoleh adalah lama proses pascapanen yang berada pada kisaran 1 bulan,
1,5 bulan, atau 2 bulan. Melalui proses simulasi dapat diketahui perbedaan
keuntungan yang diperoleh pada lama proses pascapanen yang berbeda-beda,
sementara faktor lain yaitu padat penebaran dan tingkat sintasan dianggap
menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah 500 ekor dan
80%. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Asumsi: - Tingkat sintasan : Nilai harapan : 80 %
Standar deviasi : 8 %
- Padat penebaran : Nilai harapan : 500 ekor/KJA
Standar deviasi : 50 ekor/KJA
Hasil simulasi tingkat keuntungan pembenihan :
- Lama pascapanen 1 bulan : Rata-rata : 23.345.597.817,-
Standar deviasi : 2.987.848.638,-
- Lama pascapanen 1,5 bulan : Rata-rata : 16.013.446.444,-
Standar deviasi : 2.142.385.526,-
- Lama pascapanen 2 bulan : Rata-rata : 12.166.013.901,-
Standar deviasi : 1.659.999.427,-
Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 33 dan Tabel 36,
dimana diperoleh hasil yang menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh
107
pada berbagai lama masa pascapanen. Semakin singkat masa pascapanen maka
semakin tinggi keuntungan yang diperoleh.
05 06 07 08
0
5,000,000,000
10,000,000,000
15,000,000,000
20,000,000,000
Rp
Total Profit PP 1 bln (Average)
Total Profit PP 1-5 bl (Average)
Total Profit PP 2 bln (Average)
Gambar 33 Grafik tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen
berdasar-kan hasil simulasi menggunakan peubah lama pascapanen pada tiga tingkatan berbeda.
Tabel 36 Tingkat keuntungan yang diperoleh usaha pascapanen pada berbagai tingkat lama proses pascapanen
Waktu Total
Keuntungan PP Lama 2 bln
Total Keuntungan PP
Lama 1,5 bln
Total Keuntungan PP
Lama 1 bln 1 Januari 2004
- - -
1 Januari 2005 1.478.504.795 (137.830.062)
1.617.161.815 (184.707.630)
450.022.559 (627.653.595)
1 Januari 2006 4.150.968.634 (518.896.702)
5.314.485.290 (627.657.155)
7.279.921.740 (717.677.733)
1 Januari 2007 6.822.650.390 (899.232.776)
8.880.805.675 (1.132.466.150)
12.635.147.099 (1.472.738.453)
1 Januari 2008 9.494.332.145 (1.279.609.714)
12.447.126.059 (1.637.406.586)
17.990.372.458 (2.230.026.443)
1 Januari 2009 12.166.013.901 (1.659.999.427)
16.013.446.444 (2.142.385.526)
23.345.597.818 (2.987.848.638)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
Analisis tentang pengaruh lama proses pascapanen terhadap tingkat
produksi yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut juga dilakukan dalam penelitian
ini. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh hasil bahwa peningkatan efisiensi
lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan dapat meningkatkan pascapanen
dari 8.996 ekor / bulan menjadi 17.989 ekor per bulan, atau peningkatan sebesar
99,96%. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 37.
Waktu (tahun)
108
Tabel 37 Tingkat produksi bulanan usaha pascapanen pada berbagai lama proses pascapanen
Waktu Produksi PP/ bln
Lama 2 bln Produksi PP/ bln
Lama 1,5 bln Produksi PP/ bln
Lama 1 bln
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 8.996 (1.242) 11.999 (1.675) 17.989 (2.464) 1 Januari 2006 8.996 (1.242) 11.999 (1.675) 17.989 (2.464) 1 Januari 2007 8.996 (1.242) 11.999 (1.675) 17.989 (2.464) 1 Januari 2008 8.996 (1.242) 11.999 (1.675) 17.989 (2.464) 1 Januari 2009 8.996 (1.242) 11.999 (1.675) 17.989 (2.464)
Keterangan: (...) = Standar deviasi.
6.1.6 Simulasi peningkatan keuntungan pascapanen melalui optimalisasi
jumlah KJA digunakan.
Pascapanen merupakan usaha mengumpulkan ikan dari kegiatan
pembesaran untuk ditampung dan seleksi (grading) untuk kemudian dijual ke
konsumen. Proses pascapanen dilakukan dengan menggunakan karamba jaring
apung sebagaimana kegiatan pembesaran. Lama pemeliharaan berkisar antara 1-
2 bulan tergantung kondisi ikan yang dibeli. Keberhasilan dalam kegiatan
pascapanen ditentukan oleh kemampuan untuk memulihkan kondisi ikan agar
pada kondisi yang baik sesuai dengan selera konsumen pada saat dipasarkan.
Selama penampungan ikan diberi makan dan perlakuan untuk menjaga kesehatan
ikan. Indikator keberhasilan pembesaran adalah tingginya angka sintasan dan
bobot ikan. Namun upaya perbaikan proses produksi tersebut membawa
konsekwensi biaya yang pada akhirnya akan menentukan tingkat keuntungan
yang diperoleh.
Dalam simulasi peningkatan efisiensi produksi pascapanen dilakukan
optimisasi penggunaan input produksi yang dapat memaksimalkan keuntungan.
Input produksi yang dioptimalkan adalah penggunaan jumlah karamba jaring
apung (KJA) yang sesuai dengan kebutuhan, karena berlebihnya jumlah KJA
akan menambah beban biaya pemeliharaan KJA yang cukup mahal. Sebaliknya
kekurangan KJA akan mengakibatkan tidak tercapainya target produksi yang
ditetapkan. Proses simulasi yang mengoptimalkan jumlah KJA dilaksanakan
dengan menggunakan model peningkatan efisiensi produksi pascapanen.
109
Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai tingkat sintasan ikan
Simulasi dalam rangka mengoptimalkan jumlah KJA untuk memperoleh
keuntungan maksimal pada subsistem penanganan pascapanen dilakukan dengan
menggunakan beberapa kemungkinan tingkat survival rate (sintasan) ikan yang
mungkin terjadi, yaitu 90%, 80%, dan 70%. Variabel teknis lainnya seperti padat
penebaran sebesar 500 ekor/KJA dan waktu yang dibutuhkan untuk pembesaran
yaitu 1,5 diasumsikan menyebar menurut kurva distribusi normal. Berdasarkan
hasil simulasi maka diperoleh jumlah KJA yang harus disediakan untuk mencapai
keuntungan yang sama pada 3 tingkat sintasan yang berbeda. Hasil simulasi
dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 34, sedangkan hasil dalam bentuk
tabel dapat dilihat pada Tabel 38.
05 06 07 080
200
400
600
KJA
Jumlah KJA SR 70% (Average)
Jumlah KJA SR 80% (Average)
Jumlah KJA SR90% (Average)
Gambar 34 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit
pascapanen pada berbagai tingkat sintasan (SR) ikan. Tabel 38 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit
pascapanen pada berbagai tingkat sintasan ikan
Waktu Jumlah KJA pada SR 70%
Jumlah KJA pada SR 80%
Jumlah KJA pada SR 90%
1 Januari 2004 - - -
1 Januari 2005 85,09 (15,89) 71,09 (13,51) 60,32 (12,95)
1 Januari 2006 417,06 (57,32) 366,96 (48,25) 328,43 (46,16)
1 Januari 2007 363,69 (50,48) 320,17 (41,48) 287,71 (38,87)
1 Januari 2008 598,79 (92,92) 515,28 (82,05) 448,71 (80,96)
1 Januari 2009 676,23 (83,90) 607,77 (66,61) 558,78 (60,71)
Keterangan: (....) = Standar deviasi.
Waktu (tahun)
110
Berdasarkan hasil simulasi tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat
sintasan pascapanen sebesar 70%, jumlah karamba jaring apung yang harus
disediakan untuk memenuhi kebutuhan permintaan ikan kerapu macan di pasaran
Hong Kong pada akhir tahun 2008 adalah sebanyak 676 unit. Apabila tingkat
sintasan menurun menjadi 80%, maka jumlah KJA yang harus disediakan
meningkat menjadi 608 unit, dan bila sintasan 90%, maka jumlah KJA
dibutuhkan menjadi 559 unit.
Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran
Simulasi jumlah KJA yang sesuai dilakukan dengan mengubah variabel
padat penebaran per KJA, faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel
padat penebaran tetapkan sebesar 400 ekor/KJA, 500 ekor/KJA, dan 600
ekor/KJA. Variabel lainnya seperti sintasan dan lama pascapanen diasumsikan
menyebar menurut kurva distribusi normal dengan nilai tengah masing-masing
90% dan 5 bulan sesuai dengan kondisi nyata di lapangan. Hasil simulasi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 35 dan Tabel 39, dimana diperoleh hasil
bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang maksimal maka pada padat
penebaran 600 ekor/KJA dibutuhkan jumlah KJA sebanyak 672 unit. Pada padat
penebaran 500 ekor/KJA maka jumlah KJA yang dibutuhkan sebanyak 708 unit,
dan pada padat penebaran 400, jumlah KJA yang dibutuhkan 834 unit.
05 06 07 080
300
600
KJA
Jumlah KJA PdT 400 (Average)
Jumlah KJA PdT 500 (Average)
Jumlah KJA PdT600 (Average)
Gambar 35 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit
pascapanen pada berbagai tingkat padat penebaran.
Waktu (tahun)
111
Tabel 39 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai padat penebaran
Waktu Jumlah KJA pada PDT 400
Jumlah KJA pada PDT 500
Jumlah KJA pada PDT 600
1 Januari 2004 - - -
1 Januari 2005 95,56 (17,53) 71,20 (14,62) 54,88 (12,13)
1 januari 2006 454,78 (63,55) 367,41 (52,18) 308,73 (43,90)
1 Januari 2007 397,06 (57,02) 320,42 (45,69) 271,91 (35,36)
1 januari 2008 659,91 (101,45) 515,94 (87,47) 414,17 (77,57)
1 Januari 2009 730,38 (94,62) 608,29 (73,48) 535,29 (56,40)
Keterangan: (....) = Standar deviasi.
Jumlah optimal KJA pascapanen pada berbagai lama penampungan ikan
Simulasi jumlah KJA yang dibutuhkan untuk mencapai keuntungan
maksimal juga dilakukan dengan mengubah variabel lama proses pascapanen,
faktor lain dianggap tetap. Dalam simulasi ini variabel lama pascapanen
ditetapkan 1 bulan, 1,5 bulan, dan 2 bulan sesuai dengan variasi yang ditemukan
di lapangan. Variabel lainnya seperti sintasan dan padat penebaran ditetapkan
konstan sebesar masing-masing 90% dan 300 ekor / KJA sesuai dengan kondisi
real di lapangan. Hasil simulasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 36 dan Tabel
40, dimana diperoleh hasil bahwa untuk memperoleh tingkat keuntungan yang
maksimal maka pada lama pembesaran 1 bulan dibutuhkan jumlah KJA
sebanyak 624 unit. Pada lama pembesaran 1,5 bulan maka jumlah KJA yang
dibutuhkan sebanyak 639 unit, dan pada lama pembesaran 2 bulan dibutuhkan
816 unit KJA.
05 06 07 080
200
400
600
KJA
Jumlah KJA Lama 1-5bln (Average)
Jumlah KJA Lama 2bln (Average)
Jumlah KJA Lama1bln (Average)
Gambar 36 Grafik jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai lama waktu pascapanen.
Waktu (tahun)
112
Tabel 40 Jumlah KJA yang harus disediakan untuk maksimalisasi profit pascapanen pada berbagai lama waktu pascapanen
Waktu Jumlah KJA pd
Lama PP 1 bln Jumlah KJA pd Lama PP 1,5 bln
Jumlah KJA pd Lama PP 2 bln
1 Januari 2004 - - -
1 Januari 2005 71,20 (14,62) 70,00 (14,36) 72,75 (14,27)
1 januari 2006 367,41 (52,18) 382,37 (53,37) 349,93 (48,95)
1 Januari 2007 320,42 (45,69) 321,42 (40,65) 329,32 (49,02)
1 januari 2008 515,94 (87,47) 488,10 (91,38) 515,07 (80,86)
1 Januari 2009 608,29 (73,48) 711,80 (83,66) 563,60 (74,47)
Keterangan: (....) = Standar deviasi.
6.2 Simulasi Perencanaan Kapasitas Produksi Agroindustri Kerapu Budi
Daya
Dalam program POWERSIM STUDIO, proses simulasi untuk
memprediksi kapasitas produksi maksimum pada berbagai tingkat permintaan
pasar dilakukan dengan menggunakan data trend permintaan ikan kerapu dan
proyeksinya di masa yang akan datang dengan skenario optimistik, moderat dan
dan pesimistik. Skenario optimistik adalah permintaan mengalami peningkatan
mengikuti kecenderungan yang saat ini, skenario pesimistik adalah permintaan
mengalami stagnasi (levelling) sesuai perkembangan permintaan terakhir,
sedangkan skenario moderat adalah permintaan mengalami kenaikan di antara
skenario optimistis dan pesimistis.
Data perkembangan permintaan ikan kerapu untuk jenis kerapu macan
yang digunakan adalah data bulanan sejak bulan April 2004 hingga Juni 2006 (27
bulan). Proyeksi permintaan ke depan dilakukan dengan menggunakan metode
kuadrat terkecil untuk menentukan trend. Hasil proyeksi dengan menggunakan
metode tersebut dapat dilihat pada Lampiran 8a dan 8b.
Data proyeksi permintaan kerapu sesuai menurut skenario yang telah
dibuat kemudian dimasukkan ke dalam model powersim untuk perencanaan
kapasitas produksi sebagai faktor peubah utama. Berdasarkan hasil simulasi
tersebut diperoleh hasil perhitungan kapasitas produksi maksimal yang dapat
digunakan sebagai dasar bagi pengembangan industri pembenihan, industri
113
pembesaran dan industri penanganan pascapanen perikanan kerapu macan (tiger
grouper) sebagai berikut:
Nilai Rata-rata Standar Deviasi Asumsi: - Sintasan benih (%) 16 1.6 - Persentase induk memijah (%) 20 2 - Fekunditas induk (butir/induk) 1.500.000 150.000 - Padat tebar pembesaran (ekor/KJA) 500 50 - Sintasan pembesaran (%) 80 8 - Padat tebar pascapanen (ekor/KJA) 500 50 - Sintasan pascapanen (%) 80 8 Hasil simulasi: - Produksi optimal pembenihan
(ekor/bulan) 163.539 24.291
- Produksi optimal pembesaran (ekor/bulan)
133.857 13.805
- Produksi optimal pascapanen (ekor/bulan)
105.998 3.800
Secara diagramatis perkembangan kapasitas produksi pembenihan,
pembesaran dan pascapanen dari tahun 2004 hingga 2008 dengan skenario
peningkatan trend permintaan optimistik dapat dilihat pada Gambar 37. Pada
gambar berikutnya (Gambar 38) dapat dilihat grafik peningkatan kapasitas
produksi yang layak dikembangkan dengan skenario moderat, sedangkan pada
Gambar 39 adalah grafik peningkatan dengan skenario peningkatan pesimistik.
05 06 07 080
50,000
100,000
150,000
ekor/mo
produksi benih kerapu (Average)
produksi kerapu BD (Average)
produksi kerapu p_panen (Average)
Gambar 37 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario optimistik.
Waktu (tahun)
114
05 06 07 080
50,000
100,000
ekor/mo
produksi benih kerapu (Average)
produksi kerapu BD (Average)
produksi kerapu p_panen (Average)
Gambar 38 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario moderat.
05 06 07 080
50,000
100,000
ekor/mo
produksi benih kerapu (Average)
produksi kerapu BD (Average)
produksi kerapu p_panen (Average)
Gambar 39 Grafik peningkatan kapasitas produksi benih, pembesaran dan
pascapanen untuk kerapu macan dengan skenario pesimistik.
Hasil simulasi juga dapat ditampilkan dalam bentuk tabel yang
menunjukkan besaran angka-angka kapasitas produksi yang dapat dikembangkan
menurut berbagai skenario proyeksi untuk industri pembenihan, industri
pembesaran dan industri pascapanen. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat
bahwa kapasitas produksi pembenihan melampaui pembesaran dan pascapanen.
Hal ini dapat dimengerti mengingat bahwa dalam proses produksi semakin ke
hilir terjadi proses kematian (mortalitas) sehinga jumlah yang harus disediakan
di hulu harus lebih banyak. Kapasitas produksi maksimal kerapu macan pada
tahun 2008 sesuai dengan trend permintaan pasar dapat dilihat pada Tabel 41.
Waktu (tahun)
Waktu (tahun)
115
Tabel 41 Hasil simulasi kapasitas produksi maksimal pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu macan untuk memenuhi pasar Hong Kong per tahun merurut tiga skenario pertumbuhan pasar (ekor/tahun)
Skenario Kapasitas
produksi pembenihan
Kapasitas produksi
pembesaran
Kapasitas produksi
pascapanen
Optimistik Nilai Rata-rata : 1.938.144 1.596.516 1.271.976 Standar deviasi: (174.864) (103.152) ( 54.360) Moderat Nilai Rata-rata : 1,396.932 1.191.312 971.004 Standar deviasi: (126.036) ( 76.968) ( 43.080) Pesimistik Nilai Rata-rata : 843.300 786.096 668.508 Standar deviasi: (76.080) ( 50.784) ( 34.080)
Angka-angka kapasitas produksi kerapu yang dapat dikembangkan
tersebut di atas adalah hanya untuk jenis kerapu macan dan untuk pasaran Hong
Kong. Simulasi dapat dilakukan untuk jenis kerapu lainnya yang diproduksi di
Indonesia seperti kerapu tikus, kerapu sunu, kerapu lumpur, dan lainnya.
6.2.1 Kapasitas produksi pembenihan
Apabila diasumsikan bahwa semua produksi ikan kerapu dilaksanakan
melalui budi daya, maka akan diperlukan industri pendukung yang merupakan
imbas dari pengembangan tersebut. Salah satu keterkaitan yang erat adalah
produksi benih yang merupakan kebutuhan mutlak bagi pengembangan
agroindustri kerapu budi daya. Selama ini kegiatan budi daya kerapu di
Indonesia masih tergantung pada benih dari alam dengan berbagai
permasalahannya. Kecenderungan yang berkembang adalah meningkatnya
produksi benih dari hatchery (panti pembenihan).
Ditinjau dari karakteristik kegiatan usahanya, maka kegiatan pembenihan
di Indonesia dapat dikategorikan menjadi pembenihan skala besar dan
pembenihan skala rumah tangga (back yard hatcheries). Perbedaan nyata dari
kedua kategori ini adalah dalam hal pemikan induk uantuk dipijahkan.
Pembenihan skala besar umumnya memiliki sendiri induk-induk yang dipelihara
sepanjang tahun untuk dipijahkan dan mengkasilkan telur dan benih, sedangkan
pembenihan skala rumah tangga biasanya membeli telur dari pembenihan skala
besar kemudian memeliharanya hingga ukuran benih yang siap jual. Oleh karena
itu, pembenihan skala rumah tangga ini pada umumnya berkembang di sekitar
116
pembenihan besar sebagaimana terjadi di Gondol (Bali), Situbondo, atau
Lampung.
Berdasarkan hasil analisis terhadap kapasitas permintaan kerapu dan
kecenderungannya di masa yang akan datang, maka telah diprediksikan jumlah
benih yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengembangan agroindustri
kerapu budi daya macan sesuai dengan permintaan pasar (Tabel 35).
Berdasarkan skenario optimistis, maka jumlah benih yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan pasar ikan kerapu macan, khusus untuk pasar Hong Kong
adalah sebesar 1.938.144 ekor per tahun. Dengan memperhitungkan angka
mortalitas, fekunditas telur dan persentase induk memijah dan faktor lainnya
sesuai dengan struktur model, maka untuk memperoduksi benih sebanyak itu
dibutuhkan sebanyak 17 ekor induk.
Pada skenario pesimistis, di mana jumlah permintaan pasar pada akhir
2008 adalah pada jumlah yang sama dengan pertengahan tahun 2006, maka
jumlah benih yang dibutuhkan pada skenario pesimistis adalah sebanyak
843.300 ekor per tahun. Dengan memperhitungkan faktor-faktor yang
mempengaruhi produktivitas pembenihan, maka untuk memperoduksi benih
sebanyak itu dibutuhkan induk sebanyak 7 hingga 8 ekor.
6.2.2 Kapasitas produksi pembesaran dan pascapanen
Apabila digunakan angka proyeksi volume ekspor kerapu macan dengan
skenario optimistik, maka pada tahun 2008 diperlukan produksi sebesar
1,596,516 ekor/tahun. Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan model,
maka jumlah KJA yang dibutuhkan untuk memperoduksi kerapu tersebut adalah
1.590 unit KJA. Jumlah KJA tersebut dibutuhkan dengan asumsi bahwa setiap
KJA memiliki padat penebaran 500 ekor, angka sintasan sebesar 80% dan lama
pembesaran 5 bulan (2 kali panen per tahun). Jumlah KJA ini hanya utuk
memperoduksi jenis ikan kerapu macan untuk kebutuhan pasar Hong Kong.
Apabila setiap petani ikan mampu mengelola 8 unit KJA, maka dibutuhkan
sekitar 199 petani. Jumlah petani ini hanya untuk memenuhi kebutuhan pasar
Hong Kong sesuai dengan trend yang ada saat ini.
Perhitungan mengenai kapasitas produksi pembesaran yang perlu
dikembangkan tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa semua produksi kerapu
dilakukan melalui pembesaran. Pada kenyataannya sebagian besar produksi
117
tersebut masih merupakan hasil tangkapan di laut. Namun demikian, mengingat
kecenderungan yang ada saat ini menunjukkan bahwa produsen semakin sulit
memperoleh ikan kerapu di perairan laut akibat kerusakan terumbu karang, maka
pengembangan pembesaran merupakan jalan keluar yang logis.
6.3 Simulasi Pemerataan Distribusi Keuntungan Agroindustri Kerapu Budi
Daya
6.3.1 Hasil simulasi distribusi keuntungan
Model yang dirancang dalam penelitian ini dapat pula menunjukkan
perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku usaha
dan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan distribusi
keuntungan yang lebih merata (fair profit distribution) antara pembenihan,
pembesaran dan penanganan pascapanen / pemasaran. Simulasi distribusi
keuntungan dilaksanakan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut:
Nilai Rata-rata Standar Deviasi Asumsi: - Sintasan benih (%) 16 1,6 - Persentase induk memijah (%) 20 2 - Fekunditas induk (butir/induk) 1.500.000 150.000 - Padat tebar pembesaran (ekor/KJA) 500 50 - Sintasan pembesaran (%) 80 8 - Padat tebar pascapanen (ekor/KJA) 500 50 - Sintasan pascapanen (%) 80 8 Keputusan (decision): - Harga jual benih (Rp / ekor) 6.000 - Harga jual ikan pembesaran
(Rp/ekor) 40.000
- Harga jual ikan pascapanen (Rp/ekor)
60.000
Hasil simulasi: - Total keuntungan pembenihan (Rp) 17.890.198.378,- 2.657.340.992,-
- Total keuntungan pembesaran (Rp) 43.361.574.264,- 4.477.096.243,-
- Total keuntungan pascapanen (Rp) 39.392.671.542,- 57.113.573,-
Hasil simulasi yang digambarkan dalam bentuk grafik pada Gambar 40 dan
dalam angka pada Tabel 42 menunjukkan bahwa keuntungan usaha pembesaran
ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan usaha pascapanen dan pembenihan.
118
Hal ini menunjukkan bahwa risiko yang dihadapi oleh usaha pembesaran lebih
kecil dibandingkan dengan subsistem usaha lainnya.
05 06 07 08
0
10,000,000,000
20,000,000,000
30,000,000,000
40,000,000,000
Rp
Total Profit Budidaya (Average)
Total Profit Pascapanen (Average)
Total Profit Pembenihan (Average)
Gambar 40 Grafik perbandingan tingkat keuntungan yang diperoleh ketiga
subsistem produksi dalam agroindustri kerapu budi daya.
Tabel 42 Perbandingan tingkat keuntungan bulanan yang diperoleh ketiga subsistem dalam agroindustri kerapu budi daya
Waktu Total
Keuntungan Pembenihan
Total Keuntungan Pembesaran
Total Keuntungan Pascapanen
1 Januari 2004 - - - 1 Januari 2005 171.839.858 566.712.864 672.905.997 1 Januari 2006 1.093.146.128 4.672.846.392 5.273.531.926 1 Januari 2007 4.747.974.032 13.991.103.131 13.950.570.022 1 Januari 2008 10.488.379.117 26.670.654.386 24.959.666.111 1 Januari 2009 17.890.198.378 43.361.574.264 39.392.671.542
Simulasi selanjutnya dilakukan untuk mengatahui bagaimana pengaruh
perubahan variabel penting dalam industri pembenihan, pembesaran dan
penanganan pascapanen kerapu terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh oleh
masing-masing subsistem usaha. Variabel yang paling mungkin diintervensi oleh
pemerintah adalah harga jual benih, mengingat bahwa harga jual ikan konsumsi
ditentukan oleh mekanisme pasar. Untuk itu harga jual benih dijadikan sebagai
peubah yaitu Rp 6.000,- , Rp 7.000,-, dan Rp 8.000,- per ekor. Berdasarkan
variasi tersebut dilakukan simulasi (Lampiran 16 dan 17) dengan hasil sebagai
berikut:
Waktu (tahun)
119
Tabel 43 Pengaruh perubahan variabel dalam subsistem pembenihan terhadap total keuntungan ketiga subsistem industri
Variabel Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3Assumsi: - Harga benih Rp 6.000 Rp 7000 Rp 8000- Harga kerapu BD Rp 40.000 Rp 40.000 Rp 40.000- Harga kerapu PP Rp 60.000 Rp 60.000 Rp 60.000Decision: - Demand ikan konsumsi {2440,460,.. {2440,460,.. {2440,460,..Objective: - Total keuntungan
pembenihan Rp 17,89 M Rp 21,21 M Rp 25,49 M
- Total keuntungan pembesaran
Rp 43,36 M Rp 41,59 M Rp 37,84 M
- Total keuntungan pascapanen
Rp 39,39 M Rp 39,39 M Rp 39,39 M
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Alternatif 1 adalah kondisi
variabel sesuai dengan data di lapangan. Dalam simulasi tersebut dilakukan
berbagai perubahan, di mana pada alternatif 2 dilakukan perubahan terhadap
variabel harga jual benih dari Rp 6000,-/ekor menjadi Rp 7.000,-, terjadi
perubahan total keuntungan kumulatif pada subsistem pembenihan dari Rp 17,89
milyar menjadi Rp 21,21 milyar, perubahan keuntungan pada subsistem
pembesaran dari Rp 43,36 milyar menjadi Rp 41,59 milyar dan tidak ada
perubahan pada subsistem pascapanen yaitu tetap Rp 39,39 milyar. Pada
alternatif 3 dilakukan perubahan terhadap harga jual benih dari Rp 6000,-
menjadi Rp 8.000,-. Ternyata perubahan harga ini memberikan dampak pada
komposisi keuntungan subsistem pembenihan, dan pembesaran masing-masing
menjadi Rp 25,49 milyar, dan Rp 37,84 milyar, sedangkan pendapatan
pascapanen tetap Rp 39,39 milyar. Tampak bahwa peningkatan harga jual benih
telah memberikan pengaruh terhadap pemerataan pendapatan industri
pembesaran perikanan kerapu.
6.3.2 Hasil analisis finansial
Analisis finansial terhadap usaha pembenihan, pembesaran, dan
pascapanen dilaksanakan untuk mendukung hasil analisis tentang peningkatan
kinerja maupun distribusi keuntungan usaha pada agroindustri kerapu budi daya.
Untuk menyetarakan hasil analisis finansial dengan analisis sebelumnya maka
digunakan parameter dan besaran yang sama (skala usaha, harga input, harga
120
output, tingkat mortalitas, dan produktivitas), sehingga dapat dibandingkan satu
dengan lainnya. Hasil analisis finansial tersebut disajikan sebagai berikut:
(1) Analisis finansial pembenihan kerapu
Pembenihan ikan kerapu merupakan usaha yang penting dalam
pengembangan agroindustri kerapu budi daya. Hal ini disebabkan karena pasokan
benih (ikan undersize) yang berasal dari penangkapan di laut tidak dapat
diandalkan keberlanjutannya. Usaha pembenihan merupakan usaha memijahkan
induk-induk ikan untuk menghasilkan larva dan benih ikan yang dipelihara
hingga ukuran tertentu hingga siap untuk dibesarkan.
Investasi yang diperlukan untuk usaha pembenihan ikan kerapu terdiri
atas bangunan dan perlengkapan pembenihan. Bangunan pembenihan terdiri
atas bangunan indoor (dalam ruangan), bangunan semi indoor (beratap tanpa
dinding), dan bangunan outdoor (terbuka). Bangunan indoor diperlukan untuk
bak larva, kultur murni plankton, laboratorium, gudang, dan ruang mesin.
Bangunan semi outdoor diperlukan untuk kultur algae di akuarium, bak
penetasan artemia, bak pendederan dan tempat pengepakan.
Besarnya biaya investasi tergantung pada kelengkapan kegiatan dalam
kegiatan usaha tersebut. Investasi untuk pembenihan dengan skala produksi 1
juta benih per bulan dapat dilihat pada Tabel 44.
121
Tabel 44 Biaya investasi pembenihan kerapu skala produksi 1 juta ekor benih per bulan
No
Komponen Proyek
Jumah Unit
Biaya Satuan (Rp)
Biaya Total (Rp)
(1) (2) (3) (4) (5) 1 LAHAN 1,5 ha 150.000.000,- 2 BANGUNAN SIPIL 1.070.000.000,-
a. Bangunan indoor 1500 m2 500.000,- 750.000.000,- b. Bangunan semi indoor 760 m2 250.000,- 190.000.000,- c. Bangunan outdoor 400 m2 100.000,- 40.000.000,-
d. Bak reservoir dan penyaringan 30.000.000,-
e. Jalan dan tempat parkir 50.000.000,- f. Pagar dan taman 10.000.000,-
2 BAK KULTUR 540.000.000,- a. Bak induk 2 unit @ 40 t 20.000.000,- 40.000.000,- b. Bak pemeliharaan larva 20 unit @ 10 t 5.000.000,- 100.000.000,- c. Bak pendederan 20 unit @ 20 t 10.000.000,- 200.000.000,- d. Bak kultur plankton 40 unit @ 10 t 5.000.000,- 200.000.000,- 3 PERALATAN MEKANIK,
LISTRIK DAN LAB 690.000.000,- a. Instalasi suplai air laut 2 unit 100.000.000,- 200.000.000,- b. Instalasi suplai air tawar 1 unit 50.000.000,- 50.000.000,-
c. Instalasi pengolahan limbah 1 unit 20.000.000,-
d. Instalasi sistem aerasi 1 unit 200.000.000,-
e. Instalasi listrik dan perkabelan 1 unit 150.000.000,-
f. Peralatan laboratorium 1 unit 50.000.000,- g. Peralatan perbengkelan 1 unit 20.000.000,-4 PERLENGKAPAN
KANTOR, RUMAH & KOMUNIKASI 16.000.000,-
a. Telepon 1 unit 1.000.000,- b. Paralatan kantor 1 unit 5.000.000,- c. Peralatan rumah / mess 1 unit 10.000.000,-5 KENDARAAN 232.000.000,-
a. Speed boat 1 unit 75.000.000,- b. Kendaraan roda 4 1 unit 150.000.000,- c. Kendaraan roda 2 1 unit 7.000.000,-
6 PEMBELIAN INDUK 20 ekor 500.000,- 10.000.000,-7 BIAYA KONSULTANSI 50.000.000,-
Total Biaya Investasi 2.758.000.000,-
Sumber: Data primer.
Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan
kerapu dapat dilihat pada Tabel 45.
122
Tabel 45 Biaya operasional pembenihan ikan kerapu setiap siklus (6 bulan)
No
Komponen Proyek
Jumah Unit
Biaya Satuan
(Rp) Biaya Total
(6 Bulan)(Rp) 1 BIAYA LANGSUNG a. Biaya pakan induk 20 108.000 12.960.000
b. Obat dan vitamin untuk
induk 6 bln 25.000 3.000.000 c. Pakan larva 100 bag 150.000 15.000.000 d. Pupuk plankton 1.000.000 1.000.000 e. Artemia 100 kaleng 300.000 30.000.000 f. Pakan benih 800.000.000 g. BBM / solar ( liter) 50,000 4.000 200.000.000 h. Pelumas (liter) 300 60.000 18.000.000 i. Buruh harian 20 1.500.000 180.000.000
2 BIAYA TIDAK LANGSUNG
a. Biaya pemasaran 10.000.000 b. Biaya administrasi 10.000.000 c. Biaya maintenance 20.000.000 d. Logistik harian 60.000.000 e. Gaji karyawan 4 12.000.000 48.000.000
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 1.407.960.000
Sumber: Data primer.
Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional
pembenihan, selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial
usaha pembenihan yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai
dengan Lampiran 26, dan hasil perhitungannya sebagai berikut:
1. Internal rate of return (IRR) : 25,28
2. Net present value (NPV) : Rp 1.117.018.000,-
3. Benefit cost ratio (B/C) : 1,74
4. Payback period : 5 tahun
5. Break even point (Volume) : 92.497 ekor
6. Break even point (Harga) : Rp.2.800,-
(2) Analisis finansial pembesaran kerapu
Pembesaran ikan kerapu merupakan usaha lanjutan dari pembenihan yang
membesarkan benih yang diproduksi oleh pembenihan hingga ukuran konsumsi.
Usaha pembesaran umumnya dilakukan pelaku yang berbeda dengan pelaku
usaha pembenihan. Usaha pembesaran membutuhkan biaya investasi yang relatif
lebih kecil dibandingkan dengan usaha pembenihan.
123
Investasi yang diperlukan untuk usaha budiaya ikan kerapu terdiri atas
bangunan dan perlengkapan untuk pembesaran ikan. Bangunan pembesaran
terdiri atas karamba, rumah jaga beserta perlengkapan pembesaran.
Besarnya biaya investasi tergantung pada skala kegiatan yang
dilaksanakan. Investasi untuk pembesaran dengan skala produksi 10 unit
karamba (40 lubang) dapat dilihat pada Tabel 46.
Tabel 46 Biaya investasi pembesaran kerapu skala 40 karamba
No
Komponen Proyek
Jumah Unit
Biaya Satuan
(Rp) Biaya Total
(Rp) 1 LAHAN (LAND BASE) 0,5 ha 50.000.000 2 BANGUNAN SIPIL 160.000.000
a. Karamba 10 15.000.000 150.000.000 b. Rumah jaga 1 10.000.000 10.000.000
3 PERLENGKAPAN PEMBESARAN 113.000.000
a. Jaring apung 60 1.250.000 75.000.000 b. Waring 40 200.000 8.000.000 c. Ice box 2 2.000.000 4.000.000 d. Peralatan kerja 1 1.000.000 1.000.000 4 PERALATAN MEKANIK,
LISTRIK DAN LAB 13.500.000 a. Tanki air tawar 2 1.000.000 2.000.000 b. Kompresor / sistem aerasi 2 2.000.000 4.000.000 c. Genset / listrik dan kabel 2 3.000.000 6.000.000 d. Peralatan laboratorium 1 1.000.000 1.000.000 e. Peralatan perbengkelan 1 500.000 500.000 5 PERLENGKAPAN KANTOR,
RUMAH & KOMUNIKASI 6.000.000 a. Telepon 1 unit 1.000.000 b. Peralatan rumah / mess 1 unit 5.000.000
6 KENDARAAN 82.000.000 a. Speed boat 1 unit 75.000.000 b. Kendaraan roda 2 1 unit 7.000.000
7 BIAYA KONSULTANSI 10.000.000
Total Biaya Investasi 409.500.000
Sumber: Data primer.
Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pembenihan ikan kerapu
dapat dilihat pada Tabel 47.
124
Tabel 47 Biaya operasional pembesaran ikan kerapu (40 karamba)
No
Komponen Proyek
Jumah Unit
Biaya Satuan
(Rp) Biaya Total
(6 Bulan) (Rp) 1 BIAYA LANGSUNG a. Benih ikan 20.000 6.000 120.000.000 b. Biaya pakan ikan 63,000 3.000 189.000.000 c. Obat dan vitamin 10 250.000 2.500.000
d. BBM / solar ( liter) 1,800 4.000 7.200.000 e. Pelumas (liter) 20 60.000 1.200.000 f. Buruh harian 4 3.000.000 12.000.000 2 BIAYA TIDAK
LANGSUNG a. Biaya pemasaran 2.000.000 b. Biaya administrasi 2.500.000 c. Biaya maintenance 1.500.000 d. Logistik harian 7.200.000 e. Gaji karyawan 1 9.000.000 9.000.000
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 354.100.000
Sumber: Data primer.
Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional pembesaran,
selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial usaha
pembesaran yang perhitungannya dapat dilihat pada lampiran dan hasil
perhitungannya sebagai berikut:
1. Internal rate of return (IRR) : 25,03
2. Net present value (NPV) : Rp 542.627.000,-
3. Benefit cost ratio (B/C) : 1,36
4. Payback period : 7 tahun
5. Break even point (Volume) : 2.398 kg
6. Break even point (Harga) : Rp 44.260,-/kg
(3) Analisis finansial penanganan pascapanen kerapu
Penanganan pascapanen ikan kerapu merupakan usaha lanjutan dari
pembesaran yang menampung hasil panen untuk dilakukan penyeleksian,
grading, perbaikan (pemulihan) kondisi ikan sebelum dipasarkan. Usaha
penanganan pascapanen umumnya dilakukan pelaku yang berbeda dengan pelaku
usaha pembesaran. Usaha penanganan pascapanen membutuhkan biaya investasi
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan usaha pembenihan.
125
Investasi yang diperlukan untuk usaha penanganan pascapanen ikan
kerapu terdiri atas bangunan dan perlengkapan untuk penampungan ikan.
Bangunan penampungan terdiri atas karamba, rumah jaga beserta perlengkapan
penampungan ikan. Investasi untuk penanganan pascapanen dengan skala
produksi 4 unit karamba dapat dilihat pada Tabel 48.
Tabel 48 Biaya investasi penanganan pascapanen kerapu skala 4 unit karamba
No
Komponen Proyek
Jumah Unit
Biaya Satuan
(Rp) Biaya Total
(Rp) 1 LAHAN (LAND BASE) 0,5 ha 50.000.000,- 2 BANGUNAN SIPIL 160.000.000,-
a. Karamba 10 15.000.000,- 150.000.000,- b. Rumah jaga 1 10.000.000,- 10.000.000,- 3 PERLENGKAPAN
PASCAPANEN 112.000.000,- a. Jaring apung 80 1.250.000,- 100.000.000,- b. Ice box (penyimpanan pakan) 2 5.000.000,- 10.000.000,- c. Peralatan kerja 1 2.000.000,- 2.000.000,-
4 PERALATAN MEKANIK,
LISTRIK DAN LAB 13.500.000,- a. Tanki air tawar 2 1.000.000,- 2.000.000,- b. Kompressor / sistem aerasi 2 2.000.000,- 4.000.000,- c. Genset / listrik dan kabel 2 3.000.000,- 6.000.000,- d. Peralatan laboratorium 1 1.000.000,- 1.000.000,- e. Peralatan perbengkelan 1 500.000,- 500.000,-
5 PERLENGKAPAN KANTOR,
RUMAH & KOMUNIKASI 6.000.000,- a. Telepon 1 unit 1.000.000,- b. Peralatan rumah / mess 1 unit 5.000.000,-
6 KENDARAAN 282.000.000,- a. Kapal pengumpul 1 unit 200.000.000,- b. Speed boat 1 unit 75.000.000,- c. Kendaraan roda 2 1 unit 7.000.000,-
7 BIAYA KONSULTANSI 10.000.000,-
TOTAL BIAYA INVESTASI 633.500.000,-
Sumber: Data primer.
Biaya operasi yang diperlukan untuk menjalankan usaha pascapanen ikan kerapu
dapat dilihat pada Tabel 49.
126
Tabel 49 Biaya operasional usaha pascapanen ikan kerapu (4 karamba)
No
Komponen Proyek
Jumah Unit
Biaya Satuan
(Rp) Biaya Total
(2 Bulan) (Rp) 1 BIAYA LANGSUNG a. Pembelian ikan 5000 80.000 400.000.000 b. Biaya pakan ikan 8,000 2.500 20.000.000 c. Obat dan vitamin 2 500.000 1.000.000
d. BBM / solar ( liter) 1,200 4.000 4.800.000 e. Pelumas (liter) 10 60.000 600.000 f. Buruh harian 4 1.500.000 6.000.000 2 BIAYA TIDAK
LANGSUNG a. Biaya pemasaran 2.000.000 b. Biaya administrasi 2.000.000 c. Biaya maintenance 1.000.000 d. Logistik harian 12.000.000 e. Gaji karyawan 2 4.000.000 8.000.000
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 457.400.000
Sumber: Data primer.
Berdasarkan informasi tentang biaya investasi dan biaya operasional
pascapanen, selanjutnya dilakukan penghitungan parameter kelayakan finansial
usaha pascapanen kerapu yang perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 27
sampai dengan Lampiran 35, dan hasil perhitungannya sebagai berikut:
1. Internal rate of return (IRR) : 26,58
2. Net present value (NPV) : Rp 881.808.000,-
3. Benefit cost ratio (B/C) : 1,31
4. Payback period : 7 tahun
5. Break even point (volume) : 4.545 kg
6. Break even point (harga) : Rp 76.180,-
Dalam perhitungan analisis finansial masing-masing kegiatan usaha,
maka dapat dilihat bahwa usaha budi daya lebih menguntungkan dibandingkan
pascapanen maupun pembenihan, sedangkan usaha pascapanen lebih
menguntungkan dibandingkan dengan usaha pembenihan. Hal ini dapat dilihat
dari parameter finansial yang dihasilkan dimana nilai IRR untuk pembenihan,
pembesaran, dan penanganan pascapanen berturut-turut adalah 25,28 ; 25,03;
dan 26,58.
Perbedaan tingkat profitabilitas antara ketiga pelaku usaha tersebut
berhubungan dengan besarnya investasi yang dibutuhkan dan tingkat kerumitan
127
yang dialami dalam kegiatan produksi. Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan
pembenihan membutuhkan berbagai kegiatan antara lain pemeliharaan induk,
pemeliharaan pakan, pemeliharaan larva dan sifat larva yang sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan sehingga resiko kegagalan sangat tinggi.
Salah satu upaya upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
”memenggal” siklus usaha menjadi beberapa siklus yang lebih pendek. Di
lapangan, proses pemenggalan ini terjadi pada unit produksi pembenihan, di
mana berkembang yang disebut dengan usaha ”back yard hatchery” atau
”hatchery sepenggal”, yaitu usaha yang memelihara ikan yang baru menetas
hingga ukuran tertentu (5 Cm). Unit usaha ini membeli telur dari hatchery siklus
penuh (full cycle hatcheries) yang memiliki induk dan fasilitas pemeliharan induk
lengkap. Dengan modal yang cukup kecil usaha ini dapat menghasilkan
keuntungan yang cukup baik sehingga banyak berkembang di daerah sekitar
hatchery besar seperti di Gondol (Bali), Situbondo (Jatim) atau Lampung. Hasil
penelitian Sadovy et al. (2003) menunjukkan bahwa agroindustri kerapu budi
daya dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat pantai di
berbagai lokasi. Backyard hatchery kerapu di Bali memiliki nilai IRR dari 12%
hingga 356%, sedangkan pembesaran kerapu di karamba dan kolam di Philipina
memberikan IRR masing-masing 59% dan 82%.
6.4 Simulasi Titik Kitis Agroindustri Kerapu Budi Daya
Simulasi yang dilakukan pada subbab 6.1 lebih banyak membahas
pengaruh perubahan berbagai variabel terhadap tingkat keuntungan yang
diperoleh pembenihan, pembesaran atau pascapanen dalam industri budi daya
perikanan kerapu. Dalam sub bab ini dibahas tingkat ke-kritisan variabel tersebut
terhadap output yang dihasilkan (dalam hal ini tingkat keuntungan usaha).
Indikator utama yang digunakan untuk menilai kekritisan industri budi daya
perikanan kerapu adalah tidak tercapainya keuntungan karena biaya yang
dikeluarkan melebihi pendapatan yang diperoleh. Titik kritis variabel industri
budi daya perikanan kerapu dilakukan untuk masing-masing subsistem usaha dan
juga sistem secara keseluruhan.
128
6.4.1 Titik kritis pembenihan kerapu.
Variabel yang menentukan tingkat keuntungan pembenihan kerapu terdiri
atas variabel teknis (produksi) dan variabel ekonomi terutama harga input
maupun harga jual produk. Sejalan dengan variabel yang digunakan dalam
simulasi sebelumnya, maka titik kritis dianalisis melalui simulasi untuk variabel
teknis, yaitu tingkat fekunditas induk, persentase induk memijah, dan tingkat
sintasan benih. Selain itu dianalisis juga titik kritis untuk variabel ekonomis yang
terdiri dari harga jual benih dan harga pakan benih. Simulasi dilakukan dengan
menetapkan tingkat keuntungan total sama dengan nol pada “objective” simulasi.
Melalui proses simulasi ini dapat diketahui pada titik mana variabel-variabel itu
mengakibatkan keuntungan sama bengan nol, dengan asumsi variabel lain pada
kondisi normal.
Hasil simulasi dengan menggunakan model MAGRIPU dapat dilihat pada
Lampiran 45 hingga 49. Secara keseluruhan, hasil simulasi titik kritis variabel
pembenihan dapat dilihat pada Tabel 50.
Tabel 50 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembenihan pada
tingkat keuntungan pembenihan sama dengan nol
No Variabel Titik Kritis Keterangan
1 Fekunditas induk 221.011 Jumlah butir telur minimum per induk ikan.
2 Persentase induk memijah 2,95 Persentase minimum jumlah induk memijah dari populasi tersedia.
3 Sintasan benih 2,36 Persentase minimum jumlah benih bertahan hidup.
4 Harga jual benih per ekor Rp 3.063,- Harga jual benih minimum per ekor untuk memperoleh keuntungan pembenihan.
5 Biaya pakan benih per ekor Rp 4.584,- Biaya pakan maksimal per ekor benih selama pemeliharaan.
Dari Tabel 50 dapat dilihat bahwa usaha pembenihan akan mencapai
kondiisi kritis, yaitu keuntungan mencapai titik nol apabila variabel-variabel yang
disebutkan di atas mencapai titik kritis. Penghitungan titik kritis ini sebagaimana
dapat dilihat pada lampiran hasil penghitungan, diperoleh dengan
mengasumsikan variabel lainnya dalam keadaan normal. Kondisi normal
129
fekunditas induk adalah 1.500.000 butir / ekor, persentase induk memijah 20%,
sintasan benih 16%, harga jual benih Rp 6.000,-, atau biaya pakan per ekor
benih Rp 1.692,-.
6.4.2 Titik kritis pembesaran kerapu
Variabel-variabel yang digunakan dalam simulasi penghitungan titik kritis
pembesaran kerapu terdiri dari tingkat sintasan ikan, padat penebaran, harga
pakan ikan, harga benih, dan harga jual ikan. Titik kritis tersebut adalah pada
titik mana masing-masing variabel akan mengakibatkan tingkat keuntungan
pembesaran sama dengan nol, sedangkan variabel lainnnya diasumsikan pada
kondisi normal. Penghitungan titik kritis tersebut dilakukan melalui simulasi
dengan menggunakan model MAGRIPU yang dapat dilihat pada Lampiran 50
hingga Lampiran 54.
Hasil penghitungan titik kritis untuk pembesaran kerapu dapat dilihat
pada Tabel 51.
Tabel 51 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pembesaran kerapu
pada tingkat keuntungan pembesaran sama dengan nol.
No Variabel Titik Kritis Keterangan
1 Padat penebaran (ekor/ KJA)
43,79 Jumlah ikan ditebar minimum per KJA.
2 Sintasan ikan 21,26 % Persentase minimum jumlah ikan bertahan hidup.
3 Harga benih per ekor Rp 25.244,- Harga beli maksimum benih untuk memperoleh keuntungan budi daya.
4 Harga jual kerapu per ekor
Rp 21.419,- Harga jual minimum per ekor untuk memperoleh keuntungan budi daya.
5 Biaya pakan per ekor Rp 30.044,- Biaya pakan maksimal per ekor ikan selama pemeliharaan.
Dari Tabel 51 dapat dilihat bahwa usaha pembesaran akan mencapai
kondisi kritis apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik
sebagaimana terlihat pada tabel tersebut. Penghitungan titik kritis ini dilakukan
secara satu persatu dengan mengasumsikan variabel lainnya dalam keadaan
normal. Kondisi normal padat penebaran diasumsikan 500 ekor / KJA, sintasan
130
ikan pada 80%, harga benih Rp 6.000,-, harga jual kerapu Rp 40.000,-/ekor, atau
biaya pakan per ekor Rp 10.800,-.
6.4.2 Titik kritis pascapanen kerapu
Variabel-variabel yang digunakan dalam simulasi penghitungan titik kritis
pascapanen kerapu terdiri atas tingkat sintasan ikan, padat penebaran, harga
pakan ikan, dan harga jual ikan. Titik kritis tersebut adalah pada titik mana
masing-masing variabel akan mengakibatkan tingkat keuntungan pascapanen
sama dengan nol, sedangkan variabel lainnya diasumsikan pada kondisi normal.
Penghitungan titik kritis tersebut dilakukan melalui simulasi dengan
menggunakan model MAGRIPU yang perhitungannya dapat dilihat pada
Lampiran 55 hingga Lampiran 59.
Hasil penghitungan titik kritis untuk pascapanen kerapu dapat dilihat pada
Tabel 52.
Tabel 52 Hasil simulasi penghitungan titik kritis variabel pascapanen kerapu pada
tingkat keuntungan pascapanen sama dengan nol.
No Variabel Titik Kritis Keterangan
1 Padat penebaran (ekor/ KJA)
141,67 Jumlah minimum ikan ditebar per KJA.
2 Sintasan ikan 22,67% Persentase minimum jumlah ikan bertahan hidup.
3 Harga beli kerapu per ekor Rp 48.604,- Harga beli ikan maksimum untuk memperoleh keuntungan pascapanen.
4 Harga jual kerapu per ekor
Rp 51.424,- Harga jual minimum per ekor kerapu pascapanen.
5 Biaya pakan per ekor Rp 13.604,- Biaya pakan maksimal per ekor ikan selama pemeliharaan.
Tabel 52 menunjukkan bahwa usaha pascapanen kerapu akan mencapai
kondisi kritis apabila variabel-variabel yang disebutkan di atas mencapai titik
sebagaimana terlihat pada tabel tersebut. Penghitungan titik kritis ini dilakukan
secara satu persatu. Pada saat melakukan penghitungan titik kritis untuk salah
satu variabel, maka variabel lainnya diasumsikan dalam keadaan normal.
Kondisi normal padat penebaran adalah 500 ekor / KJA, sintasan ikan pada 80%,
harga beli kerapu Rp 40.000,-, harga jual kerapu Rp 60.000,-/ekor, atau biaya
pakan per ekor Rp 10.800,-.
131
7 ANALISIS PRIORITAS PENINGKATAN KEUNTUNGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan model peningkatan
keuntungan pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen, diperoleh
gambaran tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan
(profit) yang diperoleh masing-masing pelaku usaha. Pada subsistem
pembenihan, faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usaha adalah
tingkat fekunditas induk, persentase induk memijah dari populasi induk yang
tersedia, dan tingkat mortalitas larva. Pada subsistem pembesaran, faktor yang
berpengaruh terhadap tingkat keuntungan usaha adalah tingkat mortalitas, padat
penebaran, dan lama proses pembesaran. Demikian pula untuk subsistem
penanganan pascapanen, faktor yang berpengaruh terhadap keuntungan usaha
adalah tingkat mortalitas, padat penebaran dan lama proses pascapanen.
Besaran kuantitatif tentang pengaruh faktor-faktor terhadap tingkat
keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen dapat dihitung dengan
menggunakan model yang dirancang. Faktor-faktor yang digunakan dalam
analisis tersebut dipilih karena tingkat ketersediaan data kuantitatifnya di
lapangan. Untuk lebih memperdalam analisis dilakukan pengumpulan informasi
yang lebih detail yang mengurai lebih jauh faktor-faktor tersebut. Sebagai
contoh, tingkat mortalitas larva dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti
penggunaan pakan, pemilihan induk, atau penggunaan obat-obatan. Namun
sejauh ini tidak tersedia informasi yang menggambarkan kuantifikasi hubungan
antar faktor-faktor tersebut dengan tingkat mortalitas yang terjadi di dunia nyata.
Untuk mengatasi ini maka digunakan metode yang dapat mengkuantifikasi
hubungan yang bersifat kualitatif, antara lain dengan metode AHP. Hubungan
antar variabel kualitatif tersebut diperoleh dengan menjaring pendapat pakar di
bidang perikanan kerapu.
7.1 Pemeringkatan Prioritas Perbaikan Faktor Produksi Berdasarkan Hasil
Simulasi
7.1.1 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembenihan
Pada bab terdahulu telah dilakukan simulasi untuk mengetahui pengaruh
perubahan faktor produksi dalam pembenihan terhadap tingkat keuntungan dan
tigkat produksi yang dicapai oleh pembenihan. Simulasi dilakukan dengan
132
mengubah beberapa variabel survival rate, persentase induk memijah dan
fekunditas induk sesuai dengan kisaran yang berlaku di lapangan, yaitu sintasan
(survival rate) antara 11% s/d 21%, persentase induk memijah antara 10% - 30%
dan fekunditas induk 1.000.000 – 2.000.000. Besarnya pengaruh perubahan
tersebut terhadap perubahan pada tingkat keuntungan dan tingkat produksi
pembenihan dapat dilihat pada Tabel 53
Tebel 53 Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pembenihan ikan kerapu
No
Faktor Peubah
Perubahan
Pengaruh terhadap keuntungan
pembenihan (%)
Pengaruh terhadap produksi /bln
(%)
1. Sintasan (Survival rate)
11 % ke 21% 77,11 90,91
2. Persentase induk memijah
10% ke 30% 152,03 200,00
3. Fekunditas induk 1 jt ke 2 jt 84,22 100,00
Peningkatan sintasan benih dari 11% menjadi 21% meningkatkan
keuntungan pembenihan sebanyak 77,11%, atau sebesar 7,71% untuk setiap
persen kenaikan sintasan. Kenaikan persentase induk memijah dari 10% menjadi
30% menaikkan tingkat keuntungan sebesar 152,03%, atau 7,60% untuk setiap
persen kenaikan persentase induk memijah. Kenaikan fekunditas induk dari
1.000.000 ke 2.000.000 meningkatkan keuntungan sebesar 84,22%, atau sekitar
8,42% untuk setiap kenaikan 100.000 fekunditas induk.
Pengaruh perubahan faktor produksi pembenihan terhadap tingkat
produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi
menunjukan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 11% ke 21%
meningkatkan produksi sebesar 90,91%, perubahan persentase induk memijah
dari 10% ke 30% meningkatkan produksi sebesar 200%, sedangkan peningkatan
fekunditas induk dari 1.500.000 ke 2.000.000 meningkatkan produksi 100%.
Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap
pencapaian tujuan peningkatan keuntungan pembenihan, maka dilakukan
pemeringkatan dengan metode AHP. Uraian tentang pelaksanaan metode AHP
tersebut adalah sebagai berikut:
133
Sasaran: Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pembenihan.
Kriteria: (1) Kontribusi terhadap peningkatan keuntungan pembenihan (bobot 50%)
(2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pembenihan (bobot 50%) Alternatif pilihan program:
(1) Peningatan persentase induk memijah. (2) Peningkatan fekunditas induk. (3) Peningkatan sintasan benih. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu
memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan berdasarkan kriteria
(keuntungan dan produksi) sebagai berikut:
Tabel 54 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP
Persen pengaruh Pemeringkatan No Alternatif Pilihan Keuntungan Produksi Keuntungan Produksi
1. Sintasan (Survival rate)
77,11 90,91 0,2124 0,2326
2. Persentase induk memijah
152,03 200,00 0,5272 0,5116
3. Fekunditas induk
84,22 100,00 0,2604 0,2558
Total 352,78 390,91 1,0000 1,0000
Selanjutnya dilakukan pengalian antara matriks peringkat dengan matriks bobot
kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 55 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembenihan menggunakan AHP
No Alternatif Keuntungan Produksi Bobot Kriteria Hasil Ranking
1 Sintasan 0,2124 0,2326 0,5 22,25 3
2 Induk Memijah 0,5272 0,5116 0,5 51,94 1
3 Fekunditas 0,2604 0,2558 25,81 2
Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP, maka diperoleh
gambaran bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada produksi pembenihan
peringkat alternatif program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan
prioritas sebagai berikut:
134
(1) Peningkatan persentase induk memijah;
(2) Peningkatan fekunditas induk;
(3) Peningkatan sintasan (survival rete) benih.
7.1.2 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pembesaran
Peningkatan produktivitas usaha pembesaran kerapu sebagai langkah
untuk menciptakan keunggulan kompetitif pembesaran kerapu terutama dilihat
dari indikator seberapa cepat pertumbuhan ikan dan seberapa besar tingkat
kematian (mortalitas) ikan selama pembesaran. Kecepatan tumbuh ikan dapat
dilihat juga dari berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membesarkan ikan
dari ukuran tertentu hingga ukuran konsumsi (0,5 kg / ekor).
Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui pengaruh perubahan faktor
peubah dalam pembesaran terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha
pembesaran. Hasil simulasi dengan mengubah beberapa variabel survival rate,
padat penebaran dan lama pembesaran sesuai dengan kisaran yang berlaku di
lapangan, yaitu sintasan (survival rate) antara 70% s/d 90%, padat penebaran
antara 200 ekor hingga 300 ekor ikan per KJA dan lama pembesaran antara 4
bulan hingga 6 bulan. Besarnya pengaruh perubahan tersebut terhadap perubahan
pada tingkat keuntungan dan tingkat produksi dapat dilihat di Tabel 56.
Peningkatan sintasan ikan dari 70% menjadi 90% meningkatkan
keuntungan pembesaran sebanyak 25,78 %, atau sebesar 1,289% untuk setiap
persen kenaikan sintasan. Kenaikan padat penebaran ikan dalam KJA dari 200
ekor/KJA menjadi 300 ekor / KJA menaikkan tingkat keuntungan sebesar 44,42
% untuk kenaikan padat tebar sebanyak 100 ekor per KJA. Efisiensi lama
pembesaran dari 6 bulan menjadi 4 bulan meningkatkan keuntungan sebesar
46,03 %, atau sekitar 23,02% per bulan.
Tabel 56 Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap perubahan tingkat keuntungan pembesaran ikan kerapu
No Faktor Peubah Perubahan Pengaruh terhadap keuntungan
pembesaran (%)
Pengaruh terhadap produksi pembesaran (%)
1. Sintasan (Survival rate)
70 % ke 90% 27,13 28,57
2. Padat penebaran 200 ekor ke 300 ekor
47,26 50,00
3. Lama pembesaran 6 bln ke 4 bln 47,23 50,00
135
Pengaruh perubahan faktor produksi pembesaran terhadap tingkat
produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 70% ke 90%
meningkatkan produksi sebesar 27,13%, perubahan padat penebaran dari 200 ke
300 ekor/KJA meningkatkan produksi sebesar 47,26%, sedangkan peningkatan
efisiensi lama pembesaran dari 6 bulan menjadi 4 bulan meningkatkan produksi
sebesar 47,23%.
Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap
pencapaian tujuan peningkatan keuntungan dan produktivitas pembesaran, maka
dilakukan pemeringkatan dengan metode AHP. Uraian tentang pelaksanaan
metode AHP tersebut adalah sebagai berikut:
Sasaran : Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pembesaran.
Kriteria :(1) Kontribusi terhadap peningkatan keuntungan pembesaran (bobot 50%)
(2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pembesaran (bobot 50%)
Alternatif pilihan program:
(1) Peningkatan sintasan pembesaran. (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan efisiensi lama pembesaran. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu
memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan terhadap kriteria (keuntungan
dan produksi) sebagai berikut:
Tabel 57 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP
Persen pengaruh Pemeringkatan No Alternatif Pilihan Keuntungan Produksi Keuntungan Produksi
1. Sintasan (Survival rate)
27,13 28,57 0,2218 0,2222
2. Padat penebaran
47,26 50,00 0,3821 0,3889
3. Lama pembesaran
47,23 50,00 0,3961 0,3889
Total 121,62 128,57 1,0000 1,0000
Selanjutnya dilakukan pengalian antara matrik peringkat dengan matriks bobot
kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
136
Tabel 58 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pembesaran menggunakan AHP
No Alternatif Keuntungan Produksi Bobot Kriteria Hasil Ranking
1 Sintasan 0,2218 0,2222 0,5 22,20 3
2 Padat penebaran
0,3821 0,3889 0,5 38,55 2
3 Lama pembesaran
0,3961 0,3889 39,25 1
Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP diperoleh gambaran bahwa untuk
meningkatkan keuntungan pada produksi pembesaran, maka peringkat alternatif
program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan prioritas sebagai
berikut:
(1) Peningkatan efisiensi lama pembesaran (mempersingkat lama pembesaran).
(2) Peningkatan padat penebaran
(3) Peningkatan sintasan (survival rete) pembesaran.
7.1.3 Pemeringkatan prioritas perbaikan faktor produksi pascapanen
Karakteristik permasalahan dalam peningkatan produktivitas pada
subsistem penanganan pascapanen kurang lebih sama dengan permasalahan
dalam subsistem pembesaran, sehinga pemecahan masalahnya akan sama pula.
Perbedaan yang utama adalah bahwa waktu yang dibutuhkan dalam penanganan
pascapanen jauh lebih singkat dibandingkan dengan subsistem pembesaran.
Selain itu proses yang dilakukan dalam subsistem ini lebih kepada peningkatan
kualitas ketimbang peningkatan produktivitas. Cara yang paling mudah
dilakukan adalah memperketat proses seleksi pada saat pembelian ikan dari
produsen sebelumnya (pembudidaya atau nelayan).
Di kalangan pelaku pascapanen dan pembesaran telah ada semacam
kesepakatan bahwa harga ikan per kilogram akan dipengaruhi oleh ukuran per
ekornya. Ikan-ikan yang berukuran di bawah 0,5 kg dimasukkan ke dalam
kelompok ”baby fish” dan harga per kilogramnya dapat berkurang hingga 20%
dibandingkan dengan ikan yang berbobot 0,5 hingga 1,0 kg per ekor yang disebut
sebagai ”table fish”. Di lain pihak, ikan-ikan yang berukuran terlalu besar (di
137
atas 1 kg per ekor) tidak disukai oleh konsumen sehingga harganya lebih murah.
Hal terakhir ini dikecualikan untuk ikan-ikan tertentu seperti ikan napoleon atau
kerapu kertang yang secara dewasa normalnya berukuran besar dan biasanya
dikonsumsi untuk kelompok besar.
Berdasarkan hasil simulasi dapat diketahui pengaruh perubahan faktor
peubah dalam pascapanen terhadap tingkat keuntungan yang diperoleh usaha
pascapanen. Hasil simulasi dengan merubah beberapa variabel survival rate,
padat penebaran dan lama pascapanen sesuai dengan kisaran yang berlaku di
lapangan, yaitu sintasan (survival rate) antara 70% s/d 90%, padat penebaran
antara 200 ekor hingga 300 ekor ikan per KJA dan lama proses pascapanen antara
1 bulan hingga 2 bulan. Besarnya pengaruh perubahan tersebut terhadap
perubahan pada tingkat keuntungan dapat dilihat pada Tabel 59.
Tebel 59 Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap perubahan tingkat keuntungan dan tingkat produksi pascapanen kerapu
No Faktor Peubah Perubahan Pengaruh terhadap keuntungan
pascapanen (%)
Pengaruh terhadap produksi
PP (%) 1. Sintasan (Survival
rate) 70 % ke 90% 26,48 28,57
2. Padat penebaran
200 ekor ke 300 ekor
183,49 50,00
3. Lama pascapanen 2 bln ke 1 bln 93,15 100,00
Peningkatan sintasan ikan dari 70% menjadi 90% meningkatkan
keuntungan pascapanen sebanyak 27,46. Kenaikan padat penebaran ikan dalam
KJA dari 200 ekor/KJA menjadi 300 ekor / KJA menaikkan tingkat keuntungan
sebesar 47,88, sedangkan efisiensi lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan
meningkatkan keuntungan sebesar 95,45%.
Pengaruh perubahan faktor produksi pascapanen terhadap tingkat
produksi juga dianalisis dengan menggunakan peubah yang sama. Hasil simulasi
menunjukan bahwa perubahan sintasan (survival rate) dari 70% ke 90%
meningkatkan produksi sebesar 28,57%, perubahan padat penebaran dari 200 ke
300 ekor/KJA meningkatkan produksi sebesar 50%, sedangkan peningkatan
efisiensi lama pascapanen dari 2 bulan menjadi 1 bulan meningkatkan produksi
sebesar 100%.
138
Untuk dapat mengetahui tingkat kepentingan setiap peubah terhadap
pencapaian tujuan peningkatan keuntungan dan produktivitas pascapanen, maka
dilakukan pemeringkatan dengan metode AHP. Uraian tentang pelaksanaan
metode AHP tersebut adalah sebagai berikut:
Sasaran : Menentukan prioritas program peningkatan keuntungan pascapanen.
Kriteria : (1) Kontribusi terhadap peningkatan profit pascapanen (bobot 50%) (2) Kontribusi terhadap peningkatan produksi pascapanen (bobot 50%) Alternatif pilihan program:
(1) Peningkatan sintasan pascapanen. (2) Peningkatan padat penebaran (3) Peningkatan efisiensi lama pascapanen. Analisis menggunakan AHP dilakukan dengan terlebih dahulu
memeringkatkan angka pengaruh alternatif pilihan terhadap kriteria (keuntungan
dan produksi) sebagai berikut:
Tabel 60 Pemeringkatan alternatif pilihan program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP
Persen pengaruh (%) Pemeringkatan No Alternatif Pilihan Keuntungan Produksi Keuntungan Produksi
1. Sintasan (survival rate)
26,48 28,57 0,2804 0,1600
2. Padat penebaran
183,49 50,00 0,1608 0,2800
3. Lama pascapanen
93,15 100,00 0,5589 0,5600
Total 303,12 178,57 1,0000 1,0000
Selanjutnya dilakukan pengalian antara matrik peringkat dengan matrik bobot
kriteria, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 61 Hasil pemeringkatan alternatif program peningkatan keuntungan pascapanen menggunakan AHP
No Alternatif Keuntungan Produksi Bobot Kriteria
Hasil Ranking
1 Sintasan 0,2227 0,1600 0,5 16,04 3 2 Padat
penebaran 0,3886 0,2800 0,5 28,02 2
3 Lama pascapanen
0,3886 0,5600 55,94 1
139
Berdasarkan hasil analisis menggunakan AHP diperoleh gambaran
bahwa untuk meningkatkan keuntungan pada produksi pascapanen, maka
peringkat alternatif program yang perlu dilakukan adalah berdasarkan urutan
prioritas sebagai berikut:
(1) Peningkatan efisiensi lama pascapanen (mempersingkat lama pascapanen).
(2) Peningkatan padat penebaran
(3) Peningkatan sintasan (survival rate) pascapanen.
7.2 Pemeringkatan Prioritas Kebijakan Pengembangan Agroindustri
Kerapu Berdasarkan Akuisisi Pendapat Pakar Dengan Metode AHP
Analisis lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
peningkatan keuntungan industri perikanan kerapu budi daya dilakukan dengan
metoda Hierarchy Process (AHP) yang menggunakan informasi yang diperolah
dari pakar di bidang budi daya perikanan kerapu. Pengolahan data dilakukan
dengan menggunakan EXPERT CHOICE Versi 11. Dalam analisis ini, struktur
pengembangan agroindustri perikanan kerapu budi daya dikelompokkan menurut
fokus, aktor, sasaran, faktor, dan kebijakan. Struktur hierarki tersebut dapat
dilihat pada Gambar 41. Dalam struktur tersebut, fokus yang ingin dicapai
adalah pemeringkatan kebijakan program pengembangan agroindustri kerapu
budi daya. Aktor yang terlibat dan berkepentingan terdiri dari pelaku usaha
pembenihan, pelaku usaha pembesaran (pembudidaya), pelaku usaha pascapanen
dan pemerintah. Setiap aktor memiliki sasaran yang spesifik masing-masing,
namun secara umum sasaran pelaku usaha adalah peningkatan produktivitas
untuk memperoleh keuntungan setinggi-tingginya dan peningkatan devisa negara
melalui ekspor kerapu. Sasaran masing-masing aktor diuraikan lebih lanjut ke
dalam faktor yang lebih teknis untuk mencapai sasaran peningkatan produktivitas
tersebut. Sebagai contoh, sasaran peningkatan produktivitas pembenihan dapat
dicapai apabila terjadi peningkatan fekunditas telur, frekuensi memijah dan
peningkatan sintasan benih / larva. Selanjutnya untuk mencapai sasaran teknis
tersebut diperlukan kebijakan atau alternatif program yang diperlukan sesuai
dengan fokus yang ditetapkan. Dalam kasus pembenihan alternatif program yang
dilaksanakan adalah pengembangan induk unggul, pengembangan pakan buatan,
penggunaan obat, vitamin dan vaksin, serta peningkatan kualitas air.
140
Fokus:
Aktor:
Sasaran:
Faktor:
Kebijakan:
Gambar 41 Hierarki untuk menentukan prioritas program pengembangan agroindustri kerapu budi daya.
Seleksi program Pengembangan
Agroindustri Kerapu Budi daya
Peningkatan Produktivitas Pembesaran Kerapu
Peningkatan Produktivitas Pembenihan Kerapu
Peningkatan Produktivitas Pascapanen Kerapu
Pelaku Usaha Pembesaran
Pelaku Usaha Pembenihan
Pelaku Usaha Pascapanen
Pemerintah
Peningkatan Pendapatan Devisa melalui Ekspor
Frekuensi memijah
Sintasan Benih
Pertumbuhan Ikan
Sintasan ikan
Akses pasar
Pembinaan Teknologi
Pengemb. Induk Unggul
Pengemb. Pakan buatan
Obat / Vitamin/ Vaksin
Peningkatan Kua litas Air
Sertifi kasi
Benih
Penerap an GAP
Grading Ikan
Pengem. Info. pasar
Fekunditas telur/Induk
Pengaturan padat
tebar
Perawatan KJA
Penggu naan bnhunggul
141
Pengumpulan pendapat pakar dilakukan untuk menjaring pendapat
mereka tentang perbandingan tingkat kepentingan atau peranan masing-masing
aktor dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya, perbandingan tingkat
kepentingan setiap sararan mengacu pada kepentingan aktor, perbandingan
tingkat kepentingan setiap faktor mengacu pada sasaran, dan perbandingan
tingkat kepentingan setiap kebijakan mengacu pada faktor. Hasil pengolahan
data yang diperoleh selanjutnya dituangkan dalam matriks perbandingan
berpasangan pada untuk setiap tingkatan. Tabel 62 menunjukkan matriks
perbandingan kepentingan aktor terhadap pencapaian tujuan pengembangan
agroindustri kerapu. Hasil tersebut merupakan rata-rata aritmatik dari angka-
angka hasil pengisian para responden (pakar).
Tabel 62 Hasil perbandingan berpasangan dari peranan aktor terhadap program pengembangan agroindustri kerapu budi daya
Pelaku Pembenihan
Pelaku Pembesaran
Pelaku Pascapanen
Pemerintah
Pelaku pembenihan 1,00 4,33 6,00 3,00
Pelaku pembesaran 0,24 1,00 4,67 2,67
Pelaku pascapanen 0,18 0,22 1,00 1,22
Pemerintah 0,33 0,39 2,11 1,00
Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan EXPERT CHOICE
diperoleh kesimpulan bahwa bobot masing-masing aktor yaitu pelaku
pembenihan, pelaku pembesaran, pelaku pascapanen dan pemerintah terhadap
suksesnya pengembangan agroindustri kerapu budi daya adalah berturut-turut
0,569, 0,242, 0,074, dan 0,115. Apabila diurutkan berdasarkan tingkat
kepentingannya maka urutannya adalah (1) pelaku pembenihan, (2) pelaku budi
daya, (3) pemerintah, dan (3) pelaku pascapanen. Angka tingkat inkonsistensi
yang dicapai adalah 0,09, sehingga hasil pengisian para pakar adalah konsisten
karena dibawah 0,1.
Pengolahan AHP mengunakan EXPERT CHOICE selanjutnya dilakukan
dengan memasukkan semua data hasil perbandingan berpasangan untuk semua
level. Program tersebut secara langsung akan menghitung nilai eigen untuk
setiap level. Gambaran bentuk tampilan pada layar komputer untuk halaman
utama program tersebut dapat dilihat pada Gambar 42.
142
Gambar 42 Bentuk tampilan pada layar komputer penghitungan AHP
menggunakan Expert Choice Versi 11.
Berdasarkan hasil AHP menggunakan program Expert Choice, diperoleh
bobot untuk masing-masing sasaran sesuai dengan aktor yang menjadi acuan.
Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 63.
Tabel 63 Hasil perhitungan bobot kepentingan variabel sasaran
Sasaran
Pelaku pembenihan
Pelaku pembesaran
Pelaku pascapanen
Peme rintah
Produktivitas pembenihan 0,602 0,224 0,148 0,240 Produktivitas pembesaran 0,222 0,599 0,161 0,147 Produktivitas Pascapanen 0,101 0,094 0,594 0,085 Peningkatan ekspor 0,075 0,083 0,097 0,527
Consistency: 0,07 0,09 0,07 0,10
143
Selanjutnya dilakukan pengolahan data terhadap perbandingan
berpasangan yang mengurai lebih jauh sasaran menjadi faktor produksi. Dalam
tahap ini dilakukan penghitungan bobot setiap faktor mengacu pada masing-
masing sasaran. Berdasarkan hasil penghitungan tersebut maka dapat diketahui
bobot masing-masing faktor mengacu pada masing-masing sasaran. Selanjutnya
setiap faktor diurai menjadi kebijakan yang perlu dilakukan dalam rangka
mengembangkan agroindustri perikanan kerapu secara keseluruhan.
Hasil AHP menggunakan Expert Chioce menghasilkan hasil perhitungan
final untuk bobot masing-masing kebijakan pengembangan agroindustri kerapu
yang sekaligus menunjukkan peringkat (rangking) kebijakan yang perlu
mendapat prioritas menurut pendapat pakar. Hasil akhir peringkat kebijakan
pengembangan agroindustri kerapu tersebut dapat dilihat pada Gambar 43.
Gambar 43 Tampilan hasil AHP peringkat kebijakan pengembangan agroindustri
kerapu menggunakan Expert Choice Versi 11.
Berdasarkan hasil analisis yang dituangkan dalam Gambar 43, dapat
dilihat bahwa kebijakan utama yang perlu dilaksanakan dalam rangka memacu
perkembangan industri perikanan kerapu budi daya berturut-turut adalah (1)
pengembangan benih unggul, (2) pengembangan pakan buatan dan (3)
144
pengembangan induk unggul, dan (4) grading atau seleksi ikan. Urutan tingkat
kepentingan kebijakan yang dihasilkan melalui AHP ini merupakan cerminan
dari pendapat pakar tentang program atau kebijakan teknis yang perlu
dikembangkan untuk mendukung pengembangan agroindustri perikanan kerapu.
Hasil pemeringkatan ini dipengaruhi oleh pendapat yang berbeda dari
masing-masing pelaku usaha. Pengembangan benih unggul dinilai sebagai faktor
yang paling penting bagi pelaku pembesaran maupun pelaku pembenihan,
pengembangan pakan menduduki peringkat kedua karena dianggap penting baik
oleh pembenih, pelaku pembesaran maupun pascapanen, pengembangan induk
unggul menduduki peringkat ketiga karena dianggap penting oleh pelaku
pembenihan maupun pemerintah. Grading dan seleksi ikan merupakan hal yang
dianggap paling penting oleh pelaku pascapanen karena mereka lebih dekat ke
konsumen akhir yang mementingkan kualitas. Meskipun demikian urutan yang
dihasilkan oleh AHP ini telah mencerminkan preferensi semua pelaku yang
terlibat.
Berdasarkan hasil pemeringkatan ini, maka dapat disusun kebijakan
penerapan teknologi yang perlu diterapkan berdasarkan tingkat kepentingannya.
Pembahasan mengenai hal ini dilakukan pada bagian lain yang membahas
tentang implikasi bagi kebijakan pemerintah.
145
8 ANALISIS KESEIMBANGAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMERATAAN DISTRIBUSI KEUNTUNGAN
Agroindustri kerapu budi daya terdiri atas rangkaian kegiatan usaha
yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, yaitu pembenihan,
pembesaran, dan pascapanen. Sebagaimana dapat dilihat di diagram pada
Lampiran 5, usaha pembenihan akan berkembang apabila usaha pembesaran yang
menggunakan benih juga berkembang. Sebaliknya, usaha pembesaran
membutuhkan pasokan dari pembenihan. Selanjutnya usaha pembesaran
membutuhkan pembeli, yaitu usaha pascapanen (merangkap pedagang
pengumpul ikan hidup) dan demikian pula sebaliknya. Kelemahan pada salah
satu mata rantai dapat mengakibatkan tidak bekerjanya sistem secara
keseluruhan. Sebagai contoh, keengganan para pelaku usaha untuk memasuki
segmen usaha pembesaran karena sulitnya mencari lahan perairan yang bebas
dari gangguan polusi maupun keamanan akan mengakibatkan tidak terjualnya
benih ikan yang dihasilkan oleh pembenihan. Sebaliknya tidak diproduksinya
benih ikan akibat kondisi alam yang kurang mendukung akan mengakibatkan
terhentinya usaha pembesaran dan pascapanen.
Selain masalah keterkaitan antar kegiatan usaha, permasalahan penting
lainnya dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya adalah
kecenderungan terjadinya produksi yang berlebih terdorong oleh keinginan
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya karena harga jual ikan kerapu yang
tinggi. Kecenderungan ini dapat terjadi karena permintaan pasar ikan kerapu
hidup masih terbatas pada pasaran Hong Kong, sedangkan pemasok ikan kerapu
ke pasar tersebut terdiri atas berbagai negara di kawasan Asia Tenggara dan
Australia. Produksi yang berlebih terhadap ikan kerapu jenis tertentu akan
mengakibatkan penurunan harga kerena berlebihnya suplai di pasaran.
Kecenderungan berlebihnya pasokan di pasaran terlihat dari menurunnya harga
jual ikan kerapu yang lebih banyak ditentukan oleh pembeli (buyer’s market).
Masalah potensial lainnya yang dapat menghambat perkembangan
agroindustri kerapu budi daya adalah adanya ketimpangan pendapatan antar mata
rantai kegiatan usaha satu dengan yang lainnya. Ketimpangan tersebut dapat
mengakibatkan kurang diminatinya mata rantai usaha yang kurang
menguntungkan atau memiliki tingkat risiko yang tinggi. Terhambatnya
146
perkembangan pada salah satu mata rantai dapat mengakibatkan terhambatnya
perkembangan sistem agroindustri kerapu budi daya secara keseluruhan.
Memperhatikan permasalahan tersebut di atas maka diperlukan upaya
untuk menata dan memperkuat struktur agroindustri kerapu budi daya sehingga
terbentuk keterkaitan yang erat antar subsistem yang terlibat di dalamnya. Model
dinamik dirancang bangun untuk menggambarkan perilaku agroindustri kerapu
budi daya, dan dengan menggunakan model tersebut dapat disimulasikan
dinamika yang terjadi pada sistem akibat adanya perubahan pada komponen
sistem tersebut. Proses simulasi telah dilaksanakan pada bab terdahulu yaitu
optimasi perencanaan kapasitas agroindustri kerapu budi daya yang sesuai
dengan kapasitas pasar dan simulasi distribusi keuntungan antar subsistem
produksi.
8.1 Perencanaan Kapasitas Produksi Agregat
Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui kapasitas produksi maksimum pembenihan, pembesaran dan penanganan pascapanen yang harus dikembangkan untuk mengantisipasi permintaan pasar. Analisis tersebut dilakukan khusus untuk ikan kerapu macan dan khusus untuk pasar Hong Kong. Berdasarkan analisis tersebut diperoleh tiga perhitungan kecenderungan permintaan pasar yaitu berdasarkan skenario optimistik, skenario moderat, dan skenario pesimistik untuk tiga subsistem usaha, yaitu pembenihan, pembesaran, dan pascapanen (Tabel 35). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa apabila permintaan pasar mengikuti kecenderungan sesuai dengan skenario optimistik dibutuhkan produksi sebanyak 1.938.144 benih kerapu macan per tahun, pembesaran sebanyak 1.596.516 ekor per tahun dan produksi pascapanen/pemasaran sebanyak 1.271.976 ekor per tahun. Perhitungan ini dapat dilakukan untuk jenis-jenis kerapu lainnya seperti kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu sunu, dan kerapu malabar yang tersdia informasinya. Peningkatan keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi daya Indonesia terhadap negara pesaing, selain dengan menentukan kapasitas produksi yang optimal sesuai dengan permintaan pasar adalah dengan menetapkan spesies ikan kerapu yang merupakan keunggulan komparatif Indonesia. Secara alami Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di daerah tropis yang sesuai untuk jenis ikan kerapu tertentu. Untuk itu perlu perlu pengkajian yang lebih
147
mendalam untuk memilih spesies kerapu yang menjadi unggulan Indonesia. Dengan menentukan spesialisasi produk, maka upaya penciptaan keunggulan kompetitif sektor perikanan laut, khususnya ikan kerapu, melalui pemfokusan kegiatan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan. Hasil analisis ini dapat dijadikan dasar bagi kebijakan boleh atau tidaknya ekspor benih. Apabila berdasarkan hasil simulasi diperoleh informasi bahwa pada musim tertentu kapasitas produksi benih melebihi kemampuan budi daya untuk menyerap benih, maka dapat dilakukan ekspor benih. Sebaliknya apabila kapasitas produksi kurang dari kebutuhan maka dilakukan pelarangan ekspor. Perencanaan kapasitas produksi agroindustri kerapu budi daya secara makro nasional diperlukan untuk menghindarkan terjadinya produksi yang melampaui kemampuan pasar untuk menyerapnya, terlebih pada komoditi ikan kerapu yang diperdagangkan dalam keadaan hidup dan memiliki pasar yang sebagian besar ditujukan ke pasar Hong Kong. Informasi tentang kapasitas produksi maksimal selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi perencanaan pengembangan produksi ikan kerapu. Informasi tentang penyerapan ikan kerapu di pasaran Hong Kong dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari informasi tersebut terlihat bahwa paling tidak ada 7 jenis ikan kerapu asal Indonesia yang diperjual-belikan di pasaran Hong Kong. Dilihat dari volumenya, impor Hong Kong tersebut memperlihatkan kecenderungan meningkat. Untuk kerapu macan, volume impor dari Indonesia meningkat dari 2.280 kg/bulan pada awal tahun 2002 menjadi 33.140 kg/bulan pada pertengahan tahun 2006. Berdasarkan hasil proyeksi, melalui skenario optimistik, maka volume impor ikan kerapu macan hidup dari Indonesia akan mencapai 51.807 kg/bulan pada akhir tahun 2008. Apabila dilihat dari semua jenis kerapu hidup yang diimpor Hong Kong dari Indonesia, maka angka impor tersebut meningkat dari 78.655 kg/bulan pada awal tahun 2003 menjadi 95.293 kg/bulan pada pertengahan tahun 2006 dan diproyeksikan menjadi sebesar 119.706 kg/bulan pada akhir tahun 2008.
Informasi mengenai volume impor kerapu Hong Kong asal Indonesia tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam memperkirakan seberapa besar kapasitas produksi pembenihan, pembesaran, dan penanganan pascapanen ikan kerapu macan yang dapat dikembangkan di Indonesia. Besarnya kapasitas produksi tersebut belum memperhitungkan ekspor kerapu ke negara lain dan juga angka ekspor yang tidak tercatat.
148
8.2 Pemerataan Distribusi Keuntungan
Tingkat profitabilitas ketiga pelaku usaha dalam agroindustri kerapu budi
daya mengalami ketimpangan. Ketimpangan ini terjadi karena karakter kegiatan
usahanya yang lebih rentan terhadap risiko kegagalan dan membutuhkan
investasi yang cukup besar. Berdasarkan hasil simulasi, kegiatan pembenihan
memiliki tingkat risiko yang tinggi. Apabila hal ini dibiarkan maka ada
kecenderungan pelaku usaha untuk menghindari kegiatan tersebut yang akhirnya
merugikan industri secara keseluruhan karena terputusnya mata rantai industri.
Alternatif jalan keluar yang mungkin dilakukan adalah melalui intervensi
pemerintah, dimana segmen usaha yang memiliki risiko tinggi diambil alih oleh
pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena beberapa pembenihan kerapu yang
dinilai berhasil berada di bawah pengelolaan pemerintah, dalam hal ini
Departemen Kelautan dan Perikanan. Untuk menyelamatkan agroindustri
kerapu budi daya secara keseluruhan, maka pemerintah perlu mensubsidi
kegiatan usaha tersebut. Dapat pula dilakukan langkah bahwa pihak swasta tetap
menangani pembenihan, namun diberi subsidi oleh pemerintah. Dapat juga,
segmen kegiatan tertentu seperti pemeliharaan induk ditangani oleh pemerintah
dan pembenih swasta boleh menggunakan induk yang disediakan pada saat
diperlukan.
Berdasarkan hasil simulasi telah dapat diketahui variabel-variabel mana
yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat keuntungan
pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Untuk subsistem pembenihan, faktor-
faktor teknis yang sangat berpengaruh terhadap keuntungan adalah produktivitas
induk (fekunditas dan frekuensi memijah) dan sintasan benih. Untuk faktor
ekonomis, maka faktor yang berpengaruh adalah harga jual benih dan biaya
produksi per unit benih. Untuk subsistem pembesaran, faktor teknis yang
berpengaruh adalah sintasan ikan, kecepatan tumbuh ikan (lama pemeliharaan),
dan padat penebaran, sedangkan faktor ekonomis yang menentukan keuntungan
adalah harga jual ikan hasil pembesaran, harga benih, dan biaya produksi. Untuk
subsistem pascapanen, faktor teknis yang berpengaruh adalah sama dengan
subsistem pembesaran, sedangkan faktor ekonomis penentu keuntungan adalah
harga jual ikan pascapanen, harga beli ikan, dan biaya pemeliharaan.
149
Melalui intervensi pemerintah dapat dilakukan upaya menyeimbangkan
pendapatan para pelaku usaha di bidang perikanan kerapu, misalnya melalui
pemberian insentif langsung maupun tidak langsung. Bentuk insentif fiskal
dapat berupa subsidi bunga pinjaman bagi usaha pembenihan atau pembebasan
tarif impor barang modal untuk pembenihan yang belum diproduksi di dalam
negeri. Bentuk insentif non fiskal untuk kegiatan pembenihan antara lain adalah
kemudahan perizinan, bantuan survey lokasi, bantuan tenaga akhli dan
pendidikan dan pelatihan di bidang pembenihan. Melalui berbagai insentif ini
maka akan tercipta iklim usaha yang kondusif bagi terciptanya keunggulan
kompetitif agroindustri kerapu budi daya di antara negara pesaing di kawasan
Asia Pasifik.
Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri pembenihan ikan
kerapu, dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengizinkan pemasaran
benih ikan kerapu ke luar negeri, terutama negara konsumen ikan kerapu. Dapat
pula dipertimbangkan kemungkinana memfasilitasi usaha budi daya di negara
lain dengan pasokan benih dari Indonesia. Hal ini dapat dilakukan untuk jenis-
jenis ikan kerapu yang merupakan spesialisasi Indonesia seperti kerapu tikus atau
kerapu sunu karena sesuai dengan ekosistem Indonesia. Meskipun demikian,
kebijakan ini perlu didukung oleh perlindungan terhadap hak atas kekayaan
intelektual (HAKI), sehingga menghindarkan terjadinya perpindahan sumber
daya dan tenaga akhli Indonesia ke negara lain.
Untuk subsistem pembesaran (budi daya), permasalahan umum yang
dihadapi oleh pelaku usaha adalah kepastian hukum untuk penggunaan kawasan
perairan untuk kegiatan budi daya laut. Tumpang tindih penggunaan kawasan
dengan kegiatan lain seperti pariwisata atau kegiatan penambangan dapat
mengakibatkan berkurangnya minan investor memasuki bidang budi daya kerapu.
Untuk mengatasi hal ini, maka upaya implementasi dari Undang-undang tentang
Perikanan Nomor 31 / 2004 terutama yang menyangkut tata pemanfaatan air dan
lahan pembudidayaan ikan dalam bentuk peraturan pemerintah akan sangat
membantu mendorong peningkatan industri kerapu budi daya.
150
9 IMPLIKASI BAGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI KERAPU BUDI DAYA
Pengembangan agroindustri kerapu budi daya pada dasarnya ditujukan
untuk meningkatkan produktivitas sehingga mampu meningkatkan ekspor
komoditas tersebut sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani ikan. Sasaran
program pengembangan budi daya kerapu dalam periode 2005-2009 yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya - DKP adalah ekspor
komoditas kerapu sebesar 8.400 ton senilai US$ 42 juta pada tahun 2005
meningkat menjadi 21.000 ton senilai US$ 105 juta pada tahun 2009. Disadari
bahwa tingkat persaingan di dunia semakin ketat, sehingga penguatan daya saing
perikanan budi daya perlu dilakukan baik dalam tahap pembenihan (hatchery)
maupun dalam tahap pembesaran (grow out) (Nurdjana 2005).
Menurut Porter (1998) keunggulan kompetitif suatu industri dapat
diciptakan melalui pengembangan kegiatan berbiaya rendah atau memimpin
diferensiasi untuk membedakan dirinya secara unik dengan para pesaing.
Kegiatan yang berbiaya rendah merupakan keunggulan produktivitas
(productivity advantage), sedangkan diferensiasi merupakan bagian dari
keunggulan nilai (value advantage). Berdasarkan pengertian tersebut maka
peningkatan daya saing atau keunggulan kompetitif agroindustri kerapu budi
daya nasional dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan
peningkatan keunggulan nilai dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang
dihasilkan negara-negara pesaing.
9.1 Kebijakan Perbaikan Kinerja Teknis Produksi Kerapu
Hasil analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan keberhasilan dalam
pengembangan agroindustri kerapu budi daya telah dilakukan pada bab terdahulu.
Analisis tersebut telah dapat pula memberikan urutan kebijakan teknis yang perlu
diterapkan dalam rangka meningkatkan produktivitas maupun tingkat keuntungan
yang diperoleh pelaku usaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu.
Berikut akan dibahas mengenai implikasi temuan dalam penelitian ini terhadap
kebijakan pengembangan agroindustri perikanan kerapu di Indonesia.
9.1.1 Perbaikan faktor produksi pembenihan kerapu
Hasil analisis menggunakan model dinamis MAGRIPU telah menunjukkan
faktor-faktor teknis penentu keberhasilan usaha pembenihan kerapu yang
151
berdasar urutan besarnya tingkat pengaruh terhadap produktivitas dan
keuntungan usaha berturut-turut adalah (1) peningkatan frekuensi induk memijah
(51,94%), (2) peningkatan fekunditas induk (25,81%), dan (3) peningkatan
sintasan benih (22,25%). Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas pembenihan
sangat ditentukan oleh kemampuan membuat induk ikan memijah. Berdasarkan
pengamatan di lapangan, frekuensi induk memijah sangat dipengaruhi oleh
kualitas lingkungan perairan yang digunakan sebagai sumber air. Hal ini
ditunjukkan oleh kenyataan bahwa pembenihan di Batam (dengan kondisi
perairan yang buruk) mengalami kesulitan dalam memijahkan induk-induk
kerapu dibandingkan dengan di Lampung maupun Situbondo yang kondisi
perairannya relatif lebih baik. Dugaan ini perlu dikaji lebih jauh untuk
mengetahui parametar kualitas air yang mempengaruhi frekuensi memijah
maupun tingkat sintasan larva dan benih, sehinga dengan demikian dapat
dilakukan langkah-langkah perbaikan secara nyata.
Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor ini menunjukkan bahwa usaha
pembenihan akan mengalami tingkat kritis (tidak memperoleh keuntungan)
apabila dari populasi induk yang dimiliki hanya 2,95% memijah setiap bulannya.
Selanjutnya, hasil simulasi menunjukkan bahwa titik kritis untuk faktor tingkat
fekunditas telur adalah 221.011 butir, yang berarti bahwa apabila faktor lainnya
dalam kondisi normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila induk
hanya menghasilkan telur kurang dari jumlah tersebut. Titik kritis untuk sintasan
benih adalah 2,36%, yang berarti bahwa apabila kondisi faktor lain dalam
keadaan normal, maka pembenihan akan mengalami kerugian apabila sintasan
benih lebih rendah dari 2,36%. Angka-angka ini dapat dijadikan indikator untuk
mengukur keberhasilan usaha pembenihan atau memberikan peringatan
(warning) terhadap kemungkinan kerugian yang akan dialami.
9.1.2 Perbaikan faktor produksi pembesaran kerapu
Faktor-faktor teknis yang mempengaruhi keberhasilan usaha pembesaran
kerapu yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sintasan ikan, padat penebaran
benih, dan lama pemeliharaan (kecepatan tumbuh). Hasil simulasi menunjukkan
bahwa lama pemeliharaan menempati rangking pertama ( 39,25%), diikuti oleh
padat penebaran (38,55%), dan sintasan ikan (22,20%), dalam memberikan
pengaruh terhadap produktivitas dan keuntungan usaha pembesaran. Hasil ini
152
mengindikasikan bahwa tingkat sintasan yang dicapai pada usaha pembesaran di
lapangan telah mencapai angka yang cukup baik (berkisar antara 70% hingga
90%), sedangkan lama proses pemeliharaan, yang mencerminkan juga lambatnya
pertumbuhan ikan kerapu, menjadi permasalahan utama yang sangat
mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Semakin lama proses pemeliharaan
maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya pakan dan upah tenaga
kerja. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, ukuran ikan kerapu macan
yang diinginkan oleh pasar adalah yang beratnya minimal 0,5 kg per ekor. Untuk
mencapai ukuran tersebut maka untuk kerapu macan dibutuhkan waktu sekitar 4
hingga 6 bulan. Sementara itu tingkat padat penebaran akan mempengaruhi
kecepatan tumbuh ikan dan kemungkinan kanibalisme.
Implikasi dari hasil simulasi ini terhadap kebijakan pemerintah adalah
perlu dikembangkannya produksi pakan buatan untuk menggantikan pakan
berupa ikan rucah yang selama ini banyak digunakan oleh petani ikan kerapu.
Pengembangan pakan buatan ini perlu memperhatikan ketersediaan bahan baku
dan kesesuaian komposisinya sehingga dapat mempercepat laju pertumbuhan
ikan, dengan rasio konversi pakan (feed conversion ratio) yang baik.
Hasil analisis lain yang diperoleh dari penggunaan model MAGRIPU
adalah titik kritis faktor produksi pembesaran. Menurut hasil simulasi diperoleh
angka titik kritis untuk padat penebaran sebesar 141,67 ekor / KJA. Hal ini
berarti keuntungan akan diperoleh apabila jumlah ikan yang ditebar lebih banyak
dari angka tersebut. Titik kritis sintasan ikan pada pembesaran adalah 22,67%
yang berarti bahwa usaha pembesaran kerapu akan memperoleh keuntungan
apabila persentase jumlah ikan yang bertahan hidup lebih besar dari angka
tersebut. Angka tersebut dicapai dengan asumsi kondisi faktor lainnya adalah
normal.
9.1.3 Perbaikan faktor produksi pascapanen kerapu
Usaha pascapanen kerapu merupakan lanjutan dari usaha pembesaran
yang kegiatannya terdiri dari grading, rekondisi dan penampungan ikan sebelum
dipasarkan dalam keadaan hidup. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
keberhasilan usaha pascapanen hampir serupa dengan kegiatan pembesaran yaitu
sintasan ikan, padat penebaran dan lama proses penampungan. Kontribusi
pengaruh faktor lama proses penampungan menduduki tempat tertinggi
153
(55,94%), kedua adalah padat penebaran (28,02%), dan terakhir sintasan ikan
(16,04%). Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha pascapanen lebih
menginginkan ikan yang ditampungnya segera dapat dijual sehingga mengurangi
pengeluaran untuk biaya pakan dan tenaga kerja selama penampungan.
Hasil simulasi tingkat kritis faktor-faktor pascapanen menunjukkan bahwa
usaha pascapanen akan mengalami tingkat kritis apabila padat penebaran lebih
rendah dari 141,67 ekor / KJA, dan sintasan ikan lebih rendah dari 22,67%.
Angka-angka ini dijadikan sebagai patokan bagi pengusaha pascapanen ikan
kerapu macan untuk mengetahui secara dini mengenai keuntungan yang akan
diperolehnya.
9.2 Kebijakan Pengembangan Program Pendukung
Hasil analisis menggunakan AHP untuk kebijakan pendukung yang
menurut para pakar perlu dikembangkan berturut-turut adalah penggunaan benih
unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk
unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin
(8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%),
penerapan Good Aquaculture Practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar
(8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%).
9.2.1 Penggunaan benih unggul
Berdasarkan hasil analisis menggunakan metoda AHP yang
mengumpulkan pendapat pakar diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan benih
unggul merupakan unsur yang secara keseluruhan dianggap paling penting dalam
memacu pengembangan industri budi daya perikanan kerapu di Indonesia.
Perhatian terhadap penyediaan benih unggul akan memberikan implikasi
terhadap perlunya memperbaiki kualitas induk, memperbaiki pemberian pakan
benih, dan memberikan dampak terhadap perbaikan pada sektor budi daya
maupun pascapanen. Dengan perkataan lain, kualitas benih merupakan kunci
sukses pengembangan industri perikanan kerapu.
Salah satu indikator yang berkaitan dengan mutu benih adalah tingkat
sintasan yang dicapai selama pemeliharaan larva dan benih. Hasil analisis titik
kritis menunjukan bahwa usaha pembenihan masih dianggap menguntungkan
apabila tingkat sintasan benih lebih besar dari 2,36%. Perbaikan kualitas benih
154
dilakukan selain melalui perbaikan mutu induk, juga dilakukan melalui perbaikan
jenis, mutu dan cara pemberian pakan, serta pemberian obat-obatan dan vitamin
selama masa pemeliharaan larva. Kekurangan dalam pemberian pakan dan
vitamin dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas (terbukanya penutup
insang / operculum, atau bentuk tubuh bengkok) khususnya pada pembenihan
skala rumah tangga. Untuk itu perlu penyuluhan dan pembinaan secara intensif
terhadap pembenihan tersebut.
9.2.2 Pengembangan produksi pakan buatan
Penyediaan pakan buatan merupakan unsur yang dianggap penting untuk
dikembangkan dalam rangka mendukung sukses budi daya kerapu. Hal ini
disebabkan karena pakan digunakan di semua subsistem produksi dari
pembenihan hingga pascapanen. Selain itu faktor pakan sangat menentukan
tingkat pertumbuhan serta sintasan benih atau ikan yang dipelihara, sehingga
sangat menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh pelaku usaha.
Berdasarkan hasil simulasi menggunakan model MAGRIPU, titik kritis
harga pakan maksimal setiap ekor benih adalah Rp 4.584,-, dengan asumsi harga
jual benih sebesar Rp 6.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa unsur pakan sangat
dominan dalam memperoleh keuntungan dalam usaha pembenihan. Pada usaha
pembesaran, titik kritis harga pakan adalah Rp 30.044,- dengan asumsi harga jual
ikan Rp 40.000,-. Sedangkan titik kritis pakan untuk pascapanen adalah Rp
13.604,- dengan asumsi harga jual ikan Rp 60.000,-. Dalam kasus pascapanen,
unsur biaya yang paling dominan adalah harga beli ikan yang mencapai Rp
40.000,-.
Pakan untuk pembenihan maupun pembesaran dapat berupa pakan alami
dan pakan buatan. Dalam usaha pembenihan terutama untuk stadia larva, jenis
pakan alami dibutuhkan berupa plankton (phytoplankton dan zooplankton) yang
dikembangbiakkan sendiri hingga sista artemia yang diimpor. Untuk stadia benih
yang lebih besar hingga ikan pada proses pembesaran digunakan pakan berupa
ikan rucah atau pakan buatan (pellet). Kelemahan yang masih dihadapi dalam
penyediaan pakan untuk budi daya kerapu adalah pakan larva berupa sista
artemia masih didatangkan dari luar negeri dan belum berkembangnya industri
pakan buatan khusus untuk ikan kerapu. Kebijakan yang perlu dilaksanakan oleh
155
pemerintah menyangkut penyediaan pakan adalah mendorong pengembangan
industri pakan di dalam negeri baik untuk artemia maupun pakan pellet.
Teknologi produksi artemia di dalam negeri sebenarnya telah dikuasai, namun industrinya belum berkembang. Proses produksi artemia membutuhkan lokasi yang perairan pantai yang bersih dan berkadar garam tinggi. Produksi artemia bisa juga dikombinasikan dengan tambak garam karena larva artemia yang merupakan “filter feeder” dapat berfungsi sebagai filter yang membersihkan garam yang diproduksi. Untuk mendorong produksi artemia di dalam negeri perlu dikembangkan pilot percontohan yang melibatkan lembaga penelitian dan universitas. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari produsen pakan, belum berkembangnya industri pakan buatan khusus untuk ikan kerapu di dalam negeri terutama disebabkan karena volume yang diperlukan oleh industri budi daya kerapu belum mencapai kapasitas yang menguntungkan bagi produsen. Selain itu, para pembudi daya ikan telah menggunakan pakan ikan kakap yang banyak beredar di pasaran, meskipun secara teknis tidak optimal bagi pertumbuhan ikan kerapu yang dipelihara. Untuk mendorong berkembangnya industri pakan kerapu diperlukan kebijakan antara lain penyediaan insentif bagi industri yang memanfaatkan hasil-hasil penelitian lembaga litbang dan perguruan tinggi. Selain itu dapat pula dikembangkan skema subsidi bunga pinjaman dan atau penurunan tarif impor barang modal bagi produsen pakan yang memproduksi pakan ikan kerapu. Selain mengembangkan produksi pakan buatan, aspek lain yang perlu dikembangkan adalah penerapan budi daya yang berbasis trophic level, yaitu yang memperhatikan jenis ikan berdasarkan jenis makanan (herbivora, dertivora, omnivora, atau carnivora). Dengan mengkombinasikan jenis ikan dalam suatu wadah akan mampu memanfaatkan makanan secara maksimal dan produktivitasnya akan tinggi (Surawidjaja, 2006). Dalam kasus budi daya ikan kerapu, maka ikan yang bersifat carnivora ini dapat dikobinasikan dalam budi dayanya dengan jenis ikan lain sehingga terjadi sinergi dan pemanfaatan kolom air secara optimal.
9.2.2 Pengembangan induk unggul.
Penyediaan induk unggul menjadi faktor penting dalam mendukung keberhasilan agroindustri kerapu budi daya, khususnya bagi industri pembenihan (hatchery). Induk ikan yang digunakan dalam pembenihan selama ini masih berasal dari hasil tangkapan di alam yang hanya diketahui karakteristik
156
morfologis dan daerah asalnya. Keunggulan biologisnya baru diketahui setelah induk tersebut dipijahkan (dikawinkan) dan menghasilkan keturunan, sehingga ada unsur “trial and error”. Di lapangan juga ditemukan kondisi di mana induk alam yang dijadikan pasangan berasal dari garis keturunan yang sama sehingga terjadi perkawinan seketurunan (inbreeding) yang menghasilkan keturunan yang abnormal. Untuk menciptakan induk unggul seyogyanya dilaksanakan program produksi induk yang terencana dengan baik sehingga induk yang dihasilkan benar-benar unggul dan mampu menghasilkan keturunan yang unggul pula. Proses produksi induk unggul tersebut dilakukan dengan mengumpulkan stok induk, menyilangkan induk tersebut dengan induk yang berasal dari perairan yang berbeda, kemudian menyeleksi keturunan yang dihasilkan untuk dipilih yang memiliki kriteria unggul (cepat tumbuh, tahan penyakit, dan bentuk morfologis normal). Keturunan pertama (F-1) ini kemudian dikawinkan dengan calon induk unggul dari garis keturunan yang berbeda untuk menghasilkan keturunan kedua (F-2), demikian seterusnya proses seleksi dilakukan sehingga diperoleh induk yang benar-benar unggul karena melalui pembiakkan terseleksi. Proses produksi induk unggul ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena satu generasi ikan kerapu membutuhkan waktu 3 hingga 4 tahun. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan (pakan, obat-obatan, listrik, air dan tenaga kerja) juga cukup besar sehingga akan menjadi beban berat apabila diserahkan kepada pembenihan untuk melaksanakannya. Memperhatikan hal tersebut di atas, maka program produksi induk unggul ini perlu disponsori oleh pemerintah dengan dimotori oleh unit-unit pembenihan milik pemerintah pusat yang ada di berbagai lokasi, dan didukung oleh lembaga litbang dari berbagai instansi pemerintah dalam suatu kerjasama jangka panjang. Opsi kedua untuk penyediaan induk unggul adalah dengan memperbaiki penyediaan induk dari penangkapan di alam. Pembenahan yang dapat dilakukan adalah melalui perlindungan (konservasi) terhadap perairan yang biasanya digunakan oleh ikan untuk memijah (spawning ground). Pada musim-musim tertentu, ikan kerapu akan berkumpul di perairan tertentu untuk melakukan pemijahan. Perairan tersebut mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologi yang sesuai untuk ikan kerapu melakukan pemijahan. Perlindungan perlu dilakukan dengan pelarangan penangkapan ikan pada perairan tertentu dan pada periode waktu tertentu melalui penerbitan peraturan pemerintah, memperkuat aturan adat/tradisi yang melarang penangkapan ikan di daerah tertentu, serta memfasilitasi penyediaan kawasan budi daya bagi nelayan/petani ikan.
157
9.2.3 Penggunaan obat-obatan dan vitamin
Salah satu penyebab tingginya angka kematian larva pada pembenihan
maupun pembesaran ikan kerapu adalah timbulnya penyakit. Penyebab
timbulnya penyakit dikelompokkan dalam penyebab non hayati, yaitu rendahnya
kualitas air, pakan yang kurang tepat dan kelainan genetik, serta penyebab hayati,
yaitu virus, bakteri, protozoa, jamur, dan parasit (Kamiso 2002). Untuk
mengatasi penyakit yang disebabkan oleh faktor hayati, para petani ikan
menggunakan obat-obatan atau cara-cara tradisional untuk mencegah atau
mengobati ikan yang sakit. Cara yang paling sederhana dalam menghilangkan
bibit penyakit pada tubuh bagian luar ikan ikan kerapu adalah dengan cara
merendam ikan selama beberapa menit ke dalam larutan formalin atau iodium,
atau merendam dalam air tawar.
Cara yang lebih ideal untuk menjaga agar ikan tetap sehat adalah dengan
menciptakan kekebalan tubuh pada ikan dengan menggunakan vaksin. Di
beberapa negara maju seperti Jepang, vaksin untuk ikan telah diproduksi secara
komersial. Melalui penelitian Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS)
Kementerian Riset dan Teknologi, telah dikembangkan vaksin vibriosis untuk
ikan kerapu dan telah diujicobakan keefektifannya dalam mencegah penyakit.
Kebijakan yang perlu dikembangkan untuk meningkatkan pencegahan
terhadap timbulnya penyakit pada industri budi daya kerapu, maka setiap
pembenihan kerapu diwajibkan untuk memberikan vaksin terhadap benih
sebelum diedarkan ke pasaran. Dengan cara ini maka pencegahan penyakit dapat
dilakukan secara lebih efektif. Upaya ini perlu didukung oleh “law enforcement”
sehingga menjadi gerakan nasional dalam menghadapi tuntutan pasar global yang
sangat memperhatikan aspek keamanan pangan.
9.2.4 Penerapan prosedur operasi terstandar.
Aspek aspek penggunaan benih bermutu, pengaturan padat tebar,
perbaikan kualitas air, perawatan KJA, grading/seleksi ikan, sertifikasi benih dan
penerapan GAP, dapat dikelompokkan menjadi aspek penerapan prosedur
operasi terstandar. Pelaksanaan kegiatan operasional pembenihan, pembesaran,
maupun pascapanen ikan kerapu oleh masyarakat pada umumnya belum
menerapkan prosedur operasi secara ketat. Sebagai contoh, untuk mencegah
timbulnya penyakit pada larva yang dipelihara di pembenihan, sebaiknya ruangan
158
untuk memelihara larva benar-benar steril sehingga tidak semua orang dapat
masuk ke dalam ruangan tersebut tanpa melalui jalur sterilisasi terlebih dahulu.
Selain itu, larva ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga
kedisiplinan pegawai dalam memonitor dan menjaga kualitas air dalam bak larva
perlu ditekankan.
Dalam kegiatan operasional pembesaran dan pascapanen, kematian pada
ikan dapat terjadi apabila lingkungan tempat hidup ikan tidak terjaga dengan
baik. Bertumpuknya kotoran dan hewan air pada jaring dapat mengakibatkan
penyumbatan pada mata jaring yang dapat mengganggu sirkulasi air dan akhirnya
dapat mengakibatkan kematian ikan karena kekurangan oksigen. Untuk itu perlu
ditetapkan jangka waktu berapa lama jaring harus dibersihkan atau diganti untuk
mencegah penumpukan. Demikian pula jadwal yang tetap untuk pemberian
pakan perlu ditentukan sehingga menjamin keberhasilan kegiatn produksi.
Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah dapat menginformasikan
kepada masyarakat tentang prosedur operasi terstandar kegiatan pembenihan atau
pembesaran melalui kerjasama dengan lembaga penelitian. Dari segi teknologi,
perlu dikembangkan penelitian yang mengarah pada penciptaan sistem
otomatisasi untuk memonitor kualitas air, otomatisasi pemberian pakan, dan
peralatan yang dapat meningkatkan ketelitian dan presisi dalam kegiatan budi
daya ikan kerapu.
9.3 Kebijakan Penciptaan Iklim Kondusif
Selain kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan efisiensi teknis
operasional, dalam pengembangan agroindustri kerapu budi daya diperlukan pula
kebijakan yang bersifat non teknis yang mendorong terciptanya iklim yang
kondusif bagi pengembangan agroindustri perikanan kerapu di masa yang akan
datang.
9.3.1 Aspek perdagangan dan pemasaran
Ditinjau dari aspek perdagangan, hal yang perlu diperhatikan adalah
aspek pemilihan spesies kerapu yang menjadi spesialisasi Indonesia. Hal ini
diperlukan mengingat bahwa spesies ikan kerapu yang diperdagangkan di pasaran
Asia yang berasal dari kawasan Oceania (termasuk Australia) cukup beragam.
Masing-masing negara memiliki spesialisasi spesies karena lingkungan ekologis
yang berbeda. Sebagai contoh, Australia dengan “great barrier reef” nya
159
mempunyai spesialisasi pada jenis kerapu sunu. Indonesia sebenarnya memiliki
spesialisasi pada kerapu tikus (Cromileptes altivelis) dan kerapu macan
(Epinephelus striatus). Spesialisasi spesies ini perlu dikaji baik dari segi potensi
sumbedayanya maupun dari prospek pasarnya. Dengan spesialisasi maka
kegiatan penelitian dan pengembangan akan dapat dilakukan secara lebih
terfokus.
Mulai berkembangnya konsumsi ikan kerapu untuk “sashimi” di negara
Jepang, merupakan salah satu pertanda baik bagi perkembangan permintaan pasar
kerapu yang selama ini dikonsumsi dalam keadaan hidup. Untuk pembuatan
sashimi tidak diperlukan kerapu hidup, sehingga pasar ikan kerapu dapat
berkembang untuk kerapu yang diawetkan dalam es. Untuk mengantisipasi
perkembangan ini maka diperlukan penelitian lebih lanjut tentang jenis-jenis
kerapu dan persyaratan mutu yang harus dipenuhi sehingga Indonesia dapat
memanfaatkan peluang pasar tersebut secara maksimal.
Pengembangan produk unggulan perlu pula didukung oleh informasi yang
akurat tentang preferensi masyarakat terhadap produk yang dihasilkan dan
volume permintaan yang diinginkan. Melalui pengembangan informasi pasar,
didukung oleh promosi di luar dan dalam negeri diharapkan akan mampu
memacu peningkatan permintaan eskpor maupun di dalam negeri, yang pada
gilirannya akan memacu peningkatan produksi kerapu melalui pembenihan dan
budi daya serta industri pendukungnya.
Aspek penting lain yang perlu diperhatikan dalam ekspor produk
perikanan adalah adanya embargo dari negara importir, dengan menggunakan
isue keamanan pangan dan kandungan bahan berbahaya. Untuk produk
perikanan kerapu yang diperdagangkan dalam keadaan hidup perlu terus dijaga
agar terhindar dari penggunaan bahan kimia dan obat-obatan yang dilarang.
Untuk mengatasi penyakit sebaginya digunakan vaksin yang tidak memberikan
efek kandungan zat berbahaya yang dipermasalahkan negara pengimpor.
9.3.2 Pengaturan kapasitas produksi agregat
Ditinjau dari aspek produksi, hal yang perlu mendapat perhatian adalah
masalah pengaturan kapasitas industri secara agregat. Harga jual kerapu hidup
yang relatif mahal mengundang pada investor untuk memasuki bidang usaha ini
tanpa mengetahui secara pasti berapa besar skala yang harus dikembangkan.
160
Kecenderungan terjadinya “rush” tersebut dapat mengakibatkan berlebihnya
produksi, atau kelangkaan input produksi (benih) karena permintaan. Perlu
kebijakan yang mengarahkan kapasitas produksi secara nasional untuk
pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Penetapan kapasitas tersebut
didasarkan pada proyeksi pasar yang akurat dan diterapkan untuk setiap spesies
yang dibudidayakan berdasarkan masing-masing permintaan pasar. Perencanaan
kapasitas dan spesialisasi jenis kerapu budi daya akan dapat menciptakan suatu
industri perikanan kerapu nasional yang tangguh.
Penelitian ini telah menyediakan piranti yang dapat digunakan untuk
memperediksi kapasitas produksi optimal pembenihan, pembesaran dan
pascapanen untuk ikan kerapu macan melalui proses simulasi. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa apabila permintaan pasar kerapu macan di masa yang akan
datang meningkat sesuai dengan kecenderungan (trend) saat ini, maka kapasitas
produksi yang harus disediakan pada akhir 2008 adalah 1.271.976 ekor ( 638 ton)
kerpu macan hidup khusus untuk pasar Hong Kong. Dengan memperhitungkan
angka mortalitas selama pembesaran dan pascapanen, maka jumlah benih yang
harus disediakan adalah sebanyak 1.938.144 ekor per tahun. Angka-angka
prediksi ini dapat dihitung untuk jenis ikan lainnya dengan cara yang sama.
9.3.3 Pengembangan kawasan budi daya kerapu
Untuk menghindarkan terjadinya pencemaran lingkungan perairan untuk
budi daya perikanan oleh kegiatan lain yang menghasilkan limbah, diperlukan
kebijakan yang mengatur tersedianya kawasan yang dikhususkan untuk budi daya
kerapu. Kawasan tersebut perlu diobservasi kesesuaian fisiknya untuk budi
daya kerapu dan diperhitungkan daya dukungnya untuk menampung sejumlah
karamba jaring apung (KJA). Pengaturan jumlah KJA yang diperbolehkan pada
suatu kawasan perlu ditetapkan untuk menghindarkan terjadinya kepadatan yang
berlebih (over crowding) yang dapat mengakibatkan menurunnya kualitas
perairan. Kepadatan yang berlebih akan berakibat lebih buruk pada perairan
yang tidak mengalir seperti teluk, sebaliknya pada perairan selat kepadatan KJA
dapat lebih tinggi karena lebih sering terjadi pergantian air karena adanya arus.
Berdasarkan hasil simulasi dapat diprediksikan jumlah KJA yang harus
tersedia untuk memasok kebutuhan tersebut. Khusus untuk memasok kebutuhan
kerapu macan untuk pasaran Hong Kong harus tersedia 2.019 unit KJA
161
pembesaran dan 532 unit KJA pascapanen yang berproduksi secara kontinyu.
Unit-unit KJA ini membutuhkan kawasan budi daya dengan kondisi perairan
yang baik dan memiliki akses yang baik untuk pemasarannya.
Untuk mendorong pengembangan kawasan budi daya kerapu, pemerintah
dapat mengembangkan model percontohan pengembangan kawasan bekerjasama
dengan pemerinah daerah. Pengembangan kawasan budi daya dapat ditetapkan
pada suatu perairan di bawah pengawasan sejenis otorita yang mengatur jumlah
KJA yang diperbolehkan, monitoring kualitas air, penyediaan sarana dan
prasarana produksi dan pemasaran hasil. Melalui pola ini maka risiko yang
dihadapi oleh pembudidaya baik dari aspek teknis maupun aspek keamanan
dapat diperkecil.
9.3.4 Pengembangan industri alat dan mesin produksi
Kegiatan agroindustri kerapu budi daya baik pembenihan, pembesaran
maupun usaha pascapanen membutuhkan peralatan dan mesin untuk mencapai
produksi maksimal. Usaha pembenihan lebih banyak menggunakan peralatan
dan mesin karena proses pemeliharaan ikan dan larva dilakukan dalam
lingkungan buatan (bak) sehingga memerlukan alat bantu seperti pompa air,
kompressor, pembangkit listrik, serta perlengkapan produksi seperti tanki sirkular
dan sistem perpipaan. Salah satu aspek penting dalam instalasi pembenihan
adalah pengelolaan kualitas air, sementara itu sumber air yang digunakan berupa
air laut pada umumnya berkualitas rendah. Untuk itu sebaiknya unit pembenihan
kerapu memiliki perlengkapan untuk resirkulasi air (water recirculation system)
karena disamping dapat menjaga kualitas air juga menghindarkan masuknya bibit
penyakit dari luar.
Pada usaha pembesaran dan pascapanen, peralatan yang digunakan pada
umumnya berupa KJA yang rata-rata masih terbuat dari kerangka kayu dan
pelampung dari styrofoam atau drum plastik. Perlengkapan seperti ini memiliki
daya tahan rendah sehingga harus sering diganti. Untuk memenuhi kebutuhan
perlengkapan budi daya ini sebaiknya pemerintah mendorong pengembangan
industri alat mesin budi daya melalui kerjasama antara lembaga litbang dan
universitas dengan industri swasta.
162
10 KESIMPULAN DAN SARAN
10.1 Kesimpulan (1) Penelitian ini telah menghasilkan model dinamis pengelolaan agroindustri
kerapu budi daya yang selanjutnya disebut dengan Model MAGRIPU (Manajemen Agroindustri Kerapu). Model MAGRIPU adalah model konseptual sistem dinamis pengelolaan agroindustri kerapu yang mendeskripsikan keterkaitan antar komponen teknis dan finansial dalam rangkaian produksi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen kerapu. Model tersebut terdiri dari submodel peningkatan keuntungan (pembenihan, pembesaran dan pascapanen) dan submodel penguatan struktur (prediksi kapasitas dan prediksi distribusi keuntungan). Model MAGRIPU digunakan untuk perumusan kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu melalui simulasi pengaruh perubahan faktor produksi terhadap keuntungan pembenihan, pembesaran dan pascapanen kerapu, simulasi kapasitas produksi optimal berdasar skenario perubahan permintaan pasar, dan simulasi distribusi keuntungan berdasarkan perkembangan harga produk.
(2) Model MAGRIPU dirancang bangun dengan menggunakan paket pemrograman komputer sistem dinamis Powersim Studio versi 2005, sedangkan paket program komputer Expert Choice Versi 11 digunakan untuk pemeringkatan rumusan kebijakan. Verifikasi model komputer yang dilakukan secara otomatis oleh program komputer tidak mendeteksi adanya keganjilan atau angka yang tidak logis, sedangkan validasi model melalui eksplorasi perilaku model menunjukkan respon yang normal terhadap perubahan. Penerapan model MAGRIPU melalui simulasi dengan menggunakan asumsi memberikan hasil yang dapat digunakan untuk perumusan kebijakan pengelolaan agroindustri kerapu.
(3) Hasil simulasi model dinamis menunjukkan bahwa faktor yang menentukan keuntungan pembenihan berturut-turut adalah peningkatan frekuensi memijah (kontribusi: 51,94%), fekunditas telur (25,81%), dan sintasan larva (22,25). Keuntungan pembesaran ditentukan oleh pertumbuhan ikan (39,25), padat penebaran (39,25%) dan sintasan ikan (22,20%). Keuntungan pascapanen ditentukan oleh lama penampungan (55,94%), padat penebaran (28,02) dan sintasan ikan (16,04).
(4) Usaha pembenihan kerapu macan akan mengalami kondisi kritis (kerugian) apabila fekunditas induk di bawah 221.001 butir/induk, persentase induk
163
memijah dibawah 2,95%, sintasan benih di bawah 2,36%, harga jual benih per ekor di bawah Rp 3.063,-, atau biaya pakan benih per ekor melebihi Rp 4.584,-. Usaha pembesaran kerapu macan akan mengalami kondisi kritis apabila padat penebaran ikan di bawah 43,79 ekor/KJA, sintasan ikan di bawah 21,26%, harga beli benih per ekor lebih dari Rp 25.244,-, harga jual kerapu per ekor lebih rendah dari Rp 21.419,-, atau biaya pakan per ekor lebih dari Rp 30.044,-. Usaha pascapanen kerapu macan akan mengalami kritis apabila padat penebaran di bawah 141,67 ekor/KJA, sintasan ikan di bawah 22,67%, harga beli kerapu per ekor lebih tinggi dari Rp 48.604,-, harga jual kerapu per ekor lebih rendah dari Rp 51.424,-, atau biaya pakan per ekor melebihi Rp 13.605,-.
(5) Kebijakan yang perlu diterapkan dalam rangka memacu perkembangan industri perikanan kerapu budi daya berdasarkan analisis AHP berturut-turut adalah penggunaan benih unggul (10,9%), pengembangan pakan buatan (10,7%), pengembangan induk unggul (10,3%), grading/seleksi ikan (9,9%), penggunaan obat/vitamin/vaksin (8,7%), pengembangan sistem informasi pasar (8,6%), sertifikasi benih (8,5%), penerapan good aquaculture practices (GAP) (8,4%), pengaturan padat tebar (8,1%), perbaikan kualitas air (8,0%) , dan perawatan KJA (7,8%).
(6) Untuk menghindarkan terjadinya kelebihan pasokan (over supply) terutama untuk pasaran Hong Kong, maka kapasitas produksi maksimal (skenario optimistik) benih kerapu macan Indonesia adalah 1.938.144 ekor per tahun, produksi pembesaran sebanyak 1.596.516 ekor per tahun dan produksi pascapanen sebesar 1.271.976 ekor per tahun.
(7) Hasil simulasi dan analisis finansial tentang distribusi keuntungan antar subsistem produksi menunjukan bahwa usaha pembesaran relatif memberikan keuntungan yang lebih besar. Untuk pemerataan distribusi keuntungan antara lain dapat dilakukan dengan subsidi bunga pinjaman bagi usaha pembenihan, atau pembebasan tarif impor barang modal yang belum diproduksi di dalam negeri untuk usaha pembenihan. Melalui insentif tersebut maka tingkat keuntungan pembenihan dapat ditingkatkan sehingga lebih memeratakan keuntungan para pelaku usaha.
(8) Kebijakan yang dapat mendorong penguatan agroindustri kerapu budi daya di Indonesia meliputi kebijakan perbaikan teknis produksi, perbaikan industri pendukung dan kebijakan yang mendorong penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan agroindustri kerapu budi daya. Perbaikan
164
teknis meliputi perbaikan mutu induk, penggunaan pakan buatan, penggunaan obat, vitamin dan vaksin, dan penerapan good aquaculture practices, kebijakan pendukung meliputi sertifikasi mutu benih, pengembangan industri pakan, riset genetika induk, dan riset vaksin ikan, sedangkan penciptaan iklim kondusif dilakukan penguatan perdagangan melalui penetapan spesies kerapu unggulan Indonesia, pengaturan kapasitas produksi agregat dan pengembangan kawasan budi daya kerapu.
10.2 Saran
(1) Dalam rangka meningkatkan keuntungan usaha pada rantai produksi kerapu melalui pengembangan induk unggul, pakan buatan, dan vaksin ikan sebagaimana disimpulkan dalam simulasi model MAGRIPU, maka untuk pengembangan induk unggul disarankan agar pemerintah merancang institusi yang mengkoordinasikan pemuliaan induk unggul, inventarisasi lokasi habitat dan musim pijah kerapu di alam, dan penerbitan peraturan perlindungan habitat. Untuk pengembangan pakan dan vaksin, maka disarankan pemerintah memberikan insentif untuk riset formulasi pakan buatan dan riset pengembangan vaksin ikan.
(2) Untuk menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan dan mengetahui kecenderungan permintaan pasar sebagaimana disimpulkan dalam penelitian ini, maka pemerintah disarankan membentuk divisi khusus yang menganalisis dan memprediksi kecenderungan permintaan pasar dan menginformasikan antisipasi produksi yang harus dilakukan oleh pengusaha pembenihan, pembesaran dan pascapanen. Disarankan biaya operasi untuk divisi tersebut didukung oleh asosiasi pengusaha kerapu.
(3) Untuk menyeimbangkan proporsi distribusi keuntungan antar mata rantai usaha, yang menunjukkan proporsi keuntungan yang kecil pada pembenihan, maka pemerintah disarankan menerbitkan peraturan yang memungkinkan pemberian insentif bunga pinjaman dan pengurangan bea masuk impor barang modal bagi investasi di bidang pembenihan kerapu.
(4) Untuk meningkatkan investasi di bidang pembesaran dan pascapanen kerapu maka disarankan pemerintah memberikan dukungan berupa survey lokasi budi daya laut, pelatihan teknis bagi pembudidaya, penegakan hukum untuk kelangsungan usaha, serta perluasan pemasaran produk perikanan kerapu melalui promosi dan misi dagang.
165
DAFTAR PUSTAKA
Angerhofer BJ, Angelides MC. 2000. System Dynamic Modelling in Supply Chain Management: Research Review. Proceeding of the 2000 Winter Simulation Conference. http://www.informs-sim.org/wsc00papers /049.PDF.
Austin JE. 1992. Agroindustrial Project Analysis. Critical Design Factor. EDI Series in Economic Development. Baltimore and London: The John Hopkins University Press.
Coyle RG. 1995. System Dynamics Modelling – Practical Approach. London: Chapman & Hall.
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Dawid H, Wersching K. 2005. On Technological Specialization in Industrial Cluster: An Agent-based Analysis. Department of Business Administration and Economics. Bielefeld University, Bielefeld, Germany. http://www.wiwi.uni-belefeld.de/~dawid/ papers/WP-Specialization.pdf.
Dharmawan T. 1999. Strategi Pengembangan Agribisnis Yang Berorientasi Industri. Di dalam: Seminar Tantangan dan Strategi Pengembangan Industri Agro Sebagai Usaha Mengatasi Masa Krisis; Jakarta, 22-23 Jun 1999. Jakarta: Ditjen IKAH, Deperindag.
Dirdjojuwono RW. 2004. Kawasan Industri Indonesia. Sebuah Konsep perencanaan dan Aplikasinya. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1996. Laporan Evaluasi Pembinaan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Pada Terumbu Karang, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan 2006. Rencana Strategis Perikanan Budi daya 2005-2009. Edisi Revisi.
Djohar S, H Tanjung, Cahyadi ER. Building a Competitive Advantage on CPO through Supply Chain Management: A Case Study in PT. Eka Dura Indonesia, Astra Agro Lestari, Riau. J. Manajemen & Agribisnis 1:20-32.
Erdmann MV, Pet-Soede L. 1996. How Fresh is too fresh? The live reef food fish trade in Eastern Indonesia. NAGA, The ICLARM Quarterly, January 1996.
Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem. Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. Bogor: IPB Press.
Eriyatno dan F. Sofyar. 2007. Riset Kebijakan, Metode Penelitian Untuk Pasca Sarjana. Bogor: IPB Press.
166
Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerjemah: Sutomo S dan K Mangiri. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta: UI Press.
GoldSim Technology Group LLC. 2004. Dynamic Simulation and Supply Chain Management. White Paper. www.goldsim.com/Downloads/ WhitePapers/SCM%20Paper.pdf.
Grolier. New Webster’s Dictionary. Connecticut: Grolier Incorporated. Hartarto A. 2004. Strategi Clustering dalam Industrialisasi Indonesia.
Yogyakarta: Penerbit Andi. Harry W. 2001. Production. Di dalam:. GA Wedemeyer (editor). Fish Hatchery
Management (second edition) Pages 31-89. Maryland: American Fisheries Society.
Heimgartner C. 2001. System Dynamic Modelling of Transport and Land Use – A first Model Draft. Conference Paper STRC 2001. Session Modelling. Ascona: Swiss Transport Research Coference. http://e-collection.ethbib.ethz.ch/ecol-pool/incoll/incoll_82.pdf
JICA Team Study. 2003. Towards Creation of the Dynamic Cluster. . http://ilmea.dprin.go.id/jst-sme-cluster/theory.pdf.
Johnson BL. 1995. Applying Computer Simulation Models as Learning Tools in Fishery Management. North American Journal of Fisheries Management. 15:736-747.
Jolly CM and Clonts HA, 1993. Economics of Aquaculture. New York.: Food Products Press.
Kamiso H N. 2002. Pengembangan Teknologi Produksi Kerapu, Kelompok Kerja Penyakit. Di dalam: Prosiding Lokakarya Nasional dan Pameran Pengembangan Agribisnis Kerapu II; Jakarta, 8-9 Okt 2002. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian, BPPT.
Koeshendrajana S. 2007. Production and marketing of live reef-fish for food in Indonesia. Economics and market analysis of live reef-fish trade in the Asia-Pacific region. ACIAR Working Paper No 63, 173 pp. Johnson, B (ed.).
Koeshendrajana S, Nasution Z dan Hartono TT, 2006. Indikator Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan; Suatu Ringkasan. Di dalam: 60 Tahun Perikanan Indonesia, Editor: Fuad Cholik et al. Jakarta: Masyarakat Perikanan Nusantara.
Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran. Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol. Edisi Bahasa Indonesia, Jilid 1. Jakarta: PT. Prenhallindo.
Laurikkala H, Vilkman H, Mikko Ek, Koivisto H, and Xiong GY, 2001. Modelling and Control of Supply Chain With System Theory. http://ea.tut.fi/projects/systema/julkaisut/Norddesign%20final.pdf.
Leigh WE, Doherty ME. 1986. Decision Support and Expert System. Cincinnati Ohio: South-Western Publishing Co.
LeVeen J. 1998. Urban and Regional Development. Industry Cluster Literature Review. http://www.planning.unc.edu/courses/261/leveen/ litrev.htm.
167
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Marimin, Eriyatno, Muktirizka SA, Tamura H. 1995. Expert System for Product-Advertising Strategy Development. Journal of Intelligent and Fuzzy Systems, 3: 107-116.
Marimin. 2005. Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial. Bogor: IPB Press.
Miranda ST, Tunggal AW. 2003. Manajemen Logistik dan Supply Chain Management. Jakarta: Harvarindo.
Mollona E, Messina A. 2006. Dynamic and Performance Determinants in Cluster of Firms: A Computational Approach. http://www.cs.unibo.it/en/research/ projects/dynamics.html.
Nasution M. 1999. Kerangka Kelembagaan Untuk Pertanian Indonesia Masa Depan. Di dalam: Simposium Nasional Rekonseptualisasi Pembangunan Pertanian Sebagai Basis Ekonomi Bangsa Proposal untuk Pemerintahan Baru; Jakarta, 23-24 Jul 1999. Jakarta.
Nasution M. 2000. Status kini dan Peningkatan Daya Saing Agroindustri Dalam menyongsong Era Pasar Bebas. Bahan Kuliah Ekonomi Industri Program S-1 Institut Pertanian Bogor.
Nickols F. 2000. Competitive Strategy: The Basics a la Michael Porter. Distance Consulting. http://home.att.net./~nickols/competitive_strategy_basics.htm.
Nickols F. 2000. Industry Analysis a la Michael Porter. Five Forces Affecting Competitive Strategy Distance Consulting. http://home.att.net.five forces.htm.
Nikijuluw VPH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo.
Nurdjana ML. 2005. Program Pengembangan Budidaya Kerapu. Makalah disampaikan pada Temu Bisnis Pengembangan Budidaya Kerapu dan Perdagangannya, Batam 29-30 Agustus 2005. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.
Paplovich K, Alkoorie M. 2005. Cluster Analysis: Mapping the Nelson Seafood industry. Business Review 7 No 2. The University of Auckland. http://www.uabr. auckland.ac.nz /files/articles/Volume II/VIIi2-cluster analysis.pdf.
Pomeroy R. 2002. The Status of Grouper Culture in Southeast Asia. John Parks and Cristina Balboa (eds.); Washington DC: World Resources Institute.
Porter ME. 1980. Competitive Strategy. Techniques for Analyzing Industries and Competitors. New York: The Free Press.
Porter, ME. 1994. Competitive Advantage. New York: Maxwell Macmillan International.
Powersim Software. www.powersim.com/
168
Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Unggulan Daerah dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat, Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, BPPT. 2003. Pengembangan Klaster Industri Unggulan Deerah. Jakarta: BPPT.
Recklies D. 2001. The Value Chain. Recklies management Project GmbH. www.themanager.org.
Rimmer M, O’Sullivan M, Gillespie J, Young C, Hinton A and Rhodes J. 1997. Grouper aquaculture in Australia. In Live Reef Fish Information Bulletin, Number 3 – December 1997. South Pacific Commision.
Rimmer M. 2000. Review of grouper hatchery technology. In Live Reef Fish Information Bulletin, Number 7 – May 2000. South Pacific Commision.
Riyadi, Bratakusumah DS. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah. Strategi Menggali Potensi Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ruth M, Lindholm J, editors. 2001. Dynamic Modelling for Marine Conservation, New York: Springer
Saaty TL. 1982. Decision Making for Leaders. The Hierarchy Process for Decisions in a Complex World. California: Lifetime Learning Publications,
Sadovy YJ, Donaldson TJ, Graham TR, McGilvray F, Muldoon GJ, Phillips MJ, Rimmer MA, Smith A, Yeeting B. 2003. While Stocks Last: The Life Reef Food Fish Trade. Manila: Asian Development Bank.
Sargent RG. 1998. Verification and Validation of Simulation Models. Poceedings of the 1998 Winter Simulation Conference. DJ Medeiros, EF Watson, JS Carson and MS Manivannan, eds.
Sargent RG. 2001. Some Approaches and Paradigms for Verifying and Validating Simulation Models. Poceedings of the 2001 Winter Simulation Conference. BA Peters, JS Smith, DJ Medeiros, and MW Rohrer, eds.
Satria A, Umbari A, Fauzi A, Purbayanto A, Sutarto E, Muchsin I, Muflikhati I, Karim M, Saad S, Oktariza W, Imran Z. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo.
Searchcio.com. 2006. Supply Chain Management. http://searchcio.techtarget. com/ sDefinition/0,,sid19_gci214564,00.html, 2006.
Setiadharma T, INA Giri, Wardoyo and A Priyono. 2001. Pembenihan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT.
Sudradjat A. (Penyunting). 2001. Teknologi Budi Daya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency.
169
Sulaeman S, Eriyatno. 2001. Rekayasa Kemitraan Usaha dan Peran BDS dalam Pengembangan Ekonomi Lokal. Di dalam: Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Bunga Rampai) Penyunting Herman Heruman Js dan Eriyatno, Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota dan Business Innovation Center of Indonesia.
Sunaryanto, Sulistyo, Chaidir I, dan Sudjiharno. 2001. Pengembangan Teknologi Budi daya Kerapu: Permasalahan dan Kebijakan. Di dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat pengkaian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT.
Supranto J, 2000. Metode Ramalan Kuantitatif Untuk Perencanaan Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.
Surawidjaja EH. 2006. Akuakultur Berbasis “Trophic Level”: Revitalisasi Untuk Ketahanan Pangan, Daya Saing Ekspor dan Kelestarian Lingkungan. Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Ilmu Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
System Dynamic Society. 2005. MIT System Dynamic Group Literature Collection. What Is System Dynamics. http://www.systemdynamic.org/
Taufik TA. 2004. Penyediaan Teknologi, Komersialisasi Hasil Litbang, dan Aliansi Strategis. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi, Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Bekerjasama Dengan Kementerian Riset dan Teknologi.
Tesch T, Deschamps PT, Weiler R. 2003. The COSMOPAD modelling framework: Conceptual System Dynamics Model of Planetary Agricultural & Biomass Development. Paper presented at the Conference Digital Earth 2003, September 21-25, BRNO, Czech Republic. www.kuleuven.be/cwte/ index.php? LAN=E&TABLE =DOCS&ID=35.
Tridjoko, Ismi S, Wardoyo dan Setiadi E. 2001. Teknik Produksi Telur Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Pada Bak Secara Terkontrol. Di dalam Prosiding Lokakarya Nasional Pengembangan Agribisnis Kerapu. Jakarta: Pusat pengkaian dan Penerapan Teknologi Budi daya Pertanian, BPPT.
Turban E. 1993. Decision Support System: Management Support System. New York: Mac Millan Publishing Co.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Wedemeyer G.A, 2001. Fish Hatchery Management. Second Edition. Bethesda,
Maryland: American Fisheries Society,. Whiting DG, Tolley HD, Fellingham GW. 2000. An empirical Bayes procedure
for adaptive forecasting of shrimp yield. Aquaculture 182 (2000)215-228.
170
L A M P I R A N
171
Lampiran 1 Perkembangan produksi ikan kerapu tangkap Indonesia (ton)
T a h u n
Provinsi 1997 1998 1999 2000 2001
Aceh 1,826 2,833 2,484 2,377 2,352 Sumut 5,424 5,74 5,960 6,221 6,547 Sumbar 3,966 4,238 1,806 1,229 881 Bengkulu 301 270 327 319 1,196 Lampung 2,084 832 1,505 1,242 1,178 Jambi 16 11 62 18 222 Sumsel 632 762 833 833 Babel 3,893 Riau 4,650 4,861 487 6,156 6,487 Banten 719 Jabar 313 121 366 471 346 Jateng 86 302 376 28 134 Yogyakarta 58 Jatim 2,445 2,862 944 6,230 2,450 DKI-Jakarta 61 75 160 162 94 Bali 134 215 280 265 144 Nustengbar 2,111 2,138 2,486 2,686 2,352 Nustengtim 1,070 928 1,066 1,378 1,739 Kalbar 227 218 189 122 224 Kalteng Kalsel 100 30 6 86 24 Kaltim 999 894 1,002 1,151 1,436 Sulsel 2,424 3,111 4,036 3,387 3,510 Sultenggara 4,362 3,750 4,290 4,178 4,507 Sulut 1,003 623 1,395 1,516 1,787 Goronotalo 248 Sultengah 4,441 3,486 3,486 1,742 3,057 Maluku 2,645 4,224 4,224 4,224 796 Maluku Utara 1,295 Irian Jaya 829 808 1,572 2,401 1,898
Indonesia 42,149 43,766 39,342 48,422 49,574 Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan.
172
Lampiran 2 Perkembangan produksi kerapu dari budi daya (ton)
T a h u n Provinsi 1999 2000 2001 2002 2004 Sumatera Utara 401 489 496Sumatera Barat 16 4Riau 1,759 758 1,297 4,353 4188Bangka Belitung 80 70 20Lampung 51 97 197DKI Jakarta 9Jawa Timur 359Bali 2 11 37Nustenggara Barat 103 195Nustenggara Timur 5 7Kalimantan Barat 3,750 15 28Kalimantan Selatan 453 Kalimantan Timur 19 30Sulawesi Utara 5 348Gorontalo 1Sulawesi Tengah 1,900 1,900 1,900 Sulawesi Tenggara 7Maluku 35 35 610Maluku Utara 9 15Papua 1Total 1,759 6,879 3,818 7,057 6552
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004.
173
Lampiran 3 Produksi benih nasional 1999-2002
Satuan: Ekor
T a h u n
Provinsi Spesies 1999 2000 2001 2002 Bali Macan 0 0 1.252.500 1.954.000 Bebek 65.000 74.000 883.900 389.300 Jumlah 65.000 74.000 2.135.400 2.343.300 Lampung Macan 45.600 69.700 302.900 564.500 Bebek 14.500 73.300 37.000 171.200 Malabar 3.500 0 0 0 Lumpur 0 0 14.100 2.200 Jumlah 63.600 143.000 354.000 737.900 Jawa Timur Macan 17.500 20.000 60.000 137.700 Bebek 43.500 50.000 193.500 137.300 Jumlah 61.000 70.000 253.500 275.000 Nasional Macan 63.100 89.700 1.614.400 2.656.200 Bebek 123.000 197.300 1.114.400 697.800 Malabar 3.500 0 0 0 Lumpur 0 0 14.100 2.200 Jumlah 186.100 287.000 2.742.900 3.356.200
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004.
174
Lampiran 4. Impor Hong Kong untuk kerapu asal Indonesia tahun 2002 dan 2006 (Januari-Juni).
Impor Hong Kong Tahun 2002
No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total 1 Kerapu Tikus 314 409 543 483 739 0 557 745 313 295 627 1,033 6,058 2 Kerapu Lumpur 3,398 4,573 3,563 3,799 3,392 3,561 3,101 4,168 9,350 10,161 5,618 3,527 58,211 3 Kerapu Macan 2,280 3,356 2,497 3,068 2,442 933 2,559 2,024 2,600 1,244 1,514 2,229 26,746 4 Kerapu Malabar 164 0 0 0 0 0 173 0 146 0 0 0 483 5 Kerapu Sunu Lepard 22,598 24,492 33,715 28,707 18,767 16,633 30,482 25,098 13,879 19,838 19,763 20,355 274,327 6 Kerapu Sunu Totol 1,527 1,029 1,021 1,218 951 64 785 975 933 707 555 2,109 11,874 7 Napoleon 274 46 273 931 517 68 557 423 47 87 442 1,330 4,995 8 Kerapu Lainnya 77,100 70,557 101,008 85,365 78,335 57,045 46,193 31,354 50,894 85,437 72,915 50,369 806,572
Total 107,655 104,462 142,620 123,571 105,143 78,304 84,407 64,787 78,162 117,769 101,434 80,952 1,189,266
Impor Hong Kong Tahun 2003
No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total 1 Kerapu Tikus 627 1,202 1,438 66 277 607 638 352 0 0 0 0 5,207 2 Kerapu Lumpur 3,056 3,409 4,312 5,764 425 729 0 2,448 4,881 3,354 4,837 259 33,474 3 Kerapu Macan 1,426 1,831 2,906 110 661 1,644 4,594 4,352 3,988 5,368 3,426 1,000 31,306 4 Kerapu Malabar 0 0 0 0 0 0 0 22 0 317 0 0 339 5 Kerapu Sunu Lepard 24,336 22,911 34,114 15,101 9,155 8,516 14,031 17,807 35,708 53,461 52,226 31,756 319,122 6 Kerapu Sunu Totol 1,683 2,018 3,963 543 1,065 2,305 1,098 1,813 928 800 4,992 4,464 25,672 7 Napoleon 829 510 148 0 0 814 225 0 0 0 0 0 2,526 8 Kerapu Lainnya 46,698 72,383 95,099 54,047 55,217 64,291 54,729 54,249 26,989 15,356 17,424 17,191 573,673
Total 78,655 104,264 141,980 75,631 66,800 78,906 75,315 81,043 72,494 78,656 82,905 54,670 991,319
175
Lampiran 4 (lanjutan) Impor Hong Kong Tahun 2004
No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total
1 Kerapu Tikus 53 310 87 450 2 Kerapu Lumpur 2 732 7 257 4 943 8 701 5 959 3 161 3 167 1 267 500 1 784 1 182 40,653 3 Kerapu Macan 9 959 15 950 9 979 2 440 460 2 090 10 400 7 696 10 780 69,754 4 Kerapu Malabar 868 1 100 1 000 2,968 5 Kerapu Sunu Leopard 45 875 27 756 36 674 32 867 47 963 30 278 23 797 18 163 32 465 38 302 34 105 44 581 412,826 6 Kerapu Sunu Totol 5 984 288 72 1 654 3 908 1 018 117 13,041 7 Napoleon 189 274 81 544 8 Kerapu Lainnya 40 318 23 803 35 977 26 856 28 238 28 774 24 011 21 864 31 718 51 957 76 767 127 400 517,683
Total 94,909 59,972 77,594 78,383 98,182 72,192 53,415 41,754 69,269 105,651 121,538 185,060 1,057,919
Impor Hong Kong Tahun 2005
No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total
1 Kerapu Tikus 116 116 2 Kerapu Lumpur 614 3 860 2 470 1 394 2 621 735 2 121 481 233 2 951 17,480 3 Kerapu Macan 12 394 18 952 17 840 21 660 21 124 14 640 14 820 14 150 18 420 22 430 17 640 30 760 224,830 4 Kerapu Malabar 1 200 2 750 3,950 5 Kerapu Sunu Leopard 30 574 22 107 30 059 25 218 18 322 14 731 21 193 24 466 28 483 34 425 17 442 63 473 330,493 6 Kerapu Sunu Totol 684 2 397 716 1 753 5,550 7 Napoleon 60 182 598 843 766 343 109 922 80 512 264 240 4,919 8 Kerapu Lainnya 78 121 79 439 97 819 79 994 63 142 58 445 64 052 42 824 63 249 32 540 27 130 35 273 722,028
Total 123,763 126,937 149,502 129,109 108,725 88,894 102,295 82,843 110,465 94,611 62,476 129,746 1,309,366
176
Lampiran 4 (lanjutan) Impor Hong Kong Tahun 2006
No Jenis Kerapu Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total
1 Kerapu Tikus 0 2 Kerapu Lumpur 582 2 700 3,282 3 Kerapu Macan 15 290 15 620 20 610 33 140 33 790 26 270 144,720 4 Kerapu Malabar 2 400 2,400 5 Sunu Leopard 37 325 38 299 38 576 45 934 53 167 31 330 244,631 6 Sunu Totol 0 7 Napoleon 295 650 325 1,270 8 Kerapu Lainnya 32 096 45 515 36 767 34 658 36 381 34 993 220,410
Total 85,588 100,084 96,278 116,132 123,338 95,293 0 0 0 0 0 0 616,713
177
Lampiran 5 Elemen yang terlibat dalam sistem agroindustri kerapu budi daya
PASAR L.N
PEMBENIHAN -Pemel. induk -Pemijahan -Penetasan Telur
PEMBESARAN -Penyiapan Lokasi -Penyiapan karamba -Penebaran Benih -Pemberian Pakan -Penang.Penyakit
PASCAPANEN / AGROINDUSTRI - Grading, - Penampungan - Pengepakan
NELAYAN
Benih Ikan Hidup
Ikan Hidup Induk
Ikan Undersize
FOKUS PENELITIAN
TPI Ikan Rucah
Pakan Benih
Pakan Pembesaran
INDUSTRI PAKAN & OBAT-OBATAN
PEMERINTAH DAERAH
INDUSTRI ALAT & MESIN BUDI DAYA
LEMBAGA PERBANKAN LEMBAGA RISET
Tata Ruang Daerah
Alat/mesin budi daya
Modal
INDUSTRI TRANSPORTASI
Jasa Angkutan budi daya
Teknologi
Ikan Commercial Size
178
Lampiran 6 Peta kawasan Batam - Rempang – Galang (Barelang) lokasi utama penelitian dilaksanakan
179
Lampiran 7 Diskripsi fisik jenis-jenis ikan kerapu yang banyak diperdagangkan di Indonesia
Cromileptis altivelis Humpback or Polka dot grouper (Kerapu Tikus atau Kerapu Bebek)
Ephinephelus. fuscoguttatus Brown marbled grouper (Kerapu Macan)
Epinephelus tauvina Green grouoper (Kerapu Lumpur)
Epinephelus malabaricus Estuarine grouper (Kerapu Malabar)
Plectropomus leopardus Spotted coral grouper (Kerapu Sunu)
Chelinius undulatus Napoleon wrasse (Ikan Napoleon)
Epinephelus lanceolatus Giant grouper (Kerapu Ketang)
180
Lampiran 8a Proyeksi permintaan kerapu macan menggunakan metode kuadrat
terkecil (skenario optimistis)
No Bulan Y
X
XY
X2 X’ Bulan
Proyeksi Y’ 1 Apr-04 9,959 -13 (129,467) 169 14 Juli 2006 27,824 2 Mei 15,950 -12 (191,400) 144 15 Agustus 28,651 3 Juni 9,979 -11 (109,769) 121 16 September 29,478 4 Juli 2,440 -10 (24,400) 100 17 Oktober 30,305 5 Agustus 460 -9 (4,140) 81 18 November 31,132 6 September 2,090 -8 (16,720) 64 19 Desember 31,959 7 Oktober 10,400 -7 (72,800) 49 20 Januari 2007 32,786 8 November 7,696 -6 (46,176) 36 21 Februari 33,613 9 Desesmer 10,780 -5 (53,900) 25 22 Maret 34,440
10 Januari 2005 12,394 -4 (49,576) 16 23 April 35,267 11 Februari 18,952 -3 (56,856) 9 24 Mei 36,094 12 Maret 17,840 -2 (35,680) 4 25 Juni 36,921 13 April 21,660 -1 (21,660) 1 26 Juli 37,748 14 Mei 21,124 0 - 0 27 Agustus 38,575 15 Juni 14,640 1 14,640 1 28 September 39,402 16 Juli 14,820 2 29,640 4 29 Oktober 40,229 17 Agtustus 14,150 3 42,450 9 30 November 41,056 18 September 18,420 4 73,680 16 31 Desesmer 41,883 19 Oktober 22,430 5 112,150 25 32 Januari 2008 42,710 20 November 17,640 6 105,840 36 33 Februari 43,537 21 Desember 30,760 7 215,320 49 34 Maret 44,364 22 Januarai 2006 15,290 8 122,320 64 35 April 45,191 23 Februari 15,620 9 140,580 81 36 Mei 46,018 24 Maret 20,610 10 206,100 100 37 Juni 46,845 25 April 33,140 11 364,540 121 38 Juli 47,672 26 Mei 33,140 12 397,680 144 39 Agtustus 48,499 27 Juni 26,270 13 341,510 169 40 September 49,326 Jumlah 438,654 0 1,353,906 1638 41 Oktober 50,153 Rata-rata 16,246 42 November 50,980 43 Desember 51,807 a= 16,246 b= 827
Persamaan: Y = 16,246 + 827 X
181
Lampiran 8b Proyeksi harga kerapu macan di pasar Hong Kong (HK$)
menggunakan metode kuadrat terkecil (skenario optimistis)
No Bulan Y X XY X2 X Proyeksi Y 1 Apr-04 75.55 -13 (982) 169 14 Juli 2006 78.68 2 Mei 80.12 -12 (961) 144 15 Agustus 78.73 3 Juni 76.98 -11 (847) 121 16 September 78.79 4 Juli 77.42 -10 (774) 100 17 Oktober 78.84 5 Agustus 78.64 -9 (708) 81 18 November 78.89 6 September 79.54 -8 (636) 64 19 Desember 78.95 7 Oktober 77.70 -7 (544) 49 20 Januari 2007 79.00 8 November 80.48 -6 (483) 36 21 Februari 79.06 9 Desesmer 78.92 -5 (395) 25 22 Maret 79.11
10 Januari 2005 78.14 -4 (313) 16 23 April 79.16 11 Februari 83.01 -3 (249) 9 24 Mei 79.22 12 Maret 78.23 -2 (156) 4 25 Juni 79.27 13 April 77.06 -1 (77) 1 26 Juli 79.33 14 Mei 79.18 0 - 0 27 Agustus 79.38 15 Juni 75.52 1 76 1 28 September 79.43 16 Juli 75.56 2 151 4 29 Oktober 79.49 17 Agtustus 78.99 3 237 9 30 November 79.54 18 September 78.03 4 312 16 31 Desesmer 79.60 19 Oktober 76.18 5 381 25 32 Januari 2008 79.65 20 November 73.51 6 441 36 33 Februari 79.70 21 Desember 74.83 7 524 49 34 Maret 79.76 22 Januarai 2006 80.06 8 640 64 35 April 79.81 23 Februari 82.42 9 742 81 36 Mei 79.87 24 Maret 79.78 10 798 100 37 Juni 79.92 25 April 76.20 11 838 121 38 Juli 79.98 26 Mei 77.07 12 925 144 39 Agtustus 80.03 27 Juni 74.78 13 972 169 40 September 80.08 Jumlah 2,103.91 0 (89) 1638 41 Oktober 80.14 Rata-rata 77.92 42 November 80.19 43 Desember 80.25 a= 77.92 b= (0.05408)
Persamaan: Y = 77.92 + 0.05408 X
182
Lampiran 9 Manual software yang digunakan dalam Model MAGRIPU. 1. Pengantar Model MAGRIPU adalah model konseptual sistem dinamis
pengelolaan agroindustri kerapu yang mendeskripsikan keterkaitan antar komponen teknis dan finansial dalam rangkaian produksi pembenihan, pembesaran, dan pascapanen kerapu. Model tersebut terdiri dari submodel peningkatan keuntungan (pembenihan, pembesaran dan pascapanen) dan submodel penguatan struktur (prediksi kapasitas dan prediksi distribusi keuntungan). Model MAGRIPU dirancang bangun dengan menggunakan paket pemrograman komputer sistem dinamis Powersim Studio versi 2005 dan paket program komputer Expert Choice Versi 11 digunakan untuk pemeringkatan rumusan kebijakan.
2. Hardware dan Software Untuk dapat mengoperasikan kedua perangkat lunak (software)
tersebut di atas digunakan perangkat keras komputer (hardware) Pentium 4, CPU 2,66 GHz, 480 MB of RAM. Kedua perangkat lunak yang digunakan merupakan paket yang dapat diperoleh dipasaran.
Powersim Studio Software Powersim Studio Versi 2005, POWERSIM merupakan pemrograman komputer yang bersifat ”object oriented”, berbeda dengan bahasa pemrograman terdahulu yang bersifat ”code oriented”, sehingga POWERSIM lebih ”user friendly”. Powersim Studio adalah perangkat yang digunakan untuk pemodelan yang berdasarkan pada ilmu pengetahuan sistem dinamis. Studio memungkinkan kita untuk membuat model sistem – dengan semua hubungan sebab dan akibat nya, loop umpan balik, dan waktu tunda – dalam suatu bentuk grafik yang intuitif. Simbol-simbol yang menunjukkan level, flow, dan variabel penolong (disebut auxiliaries), digunakan untuk menciptakan gambaran grafis sistem dalam diagram constructor. Kaitan aliran (flow) dan informasi menunjukkan keterhubungan dan interkoneksi. Seluruh struktur sistem, seberapapun kompleksnya, dapat digambarkan oleh studio dengan menggunakan jenis-jenis variabel dan koneksi tersebut. Expert Choice
Expert Choice Versi 11 adalah paket software komputer yang digunakan sebagai alat penunjang keputusan multi objektif yang berbasiskan pada Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan metodologi yang cukup ampuh dan komprehensif untuk memfasilitasi pengambilan keputusan yang layak dengan menggunakan data empiris dan pendapat subjektif para pengambil keputusan. AHP membantu proses pengambilan keputusan dengan menyediakan struktur untuk mengorganisasi dan mengevaluasi tingkat kepentingan (importance) berbagai tujuan dan preferensi terhadap alternatif pemecahan masalah yang harus dipilih. Expert Choice mempunyai metode yang unik yaitu dengan menggunakan perbandingan berpasangan untuk membangkitkan prioritas yang secara akurat merefleksikan persepsi dan penilaian kita. Expert Choice mensintesa atau mengkombinasikan prioritas yang kita dapat dari masing-masing sudut pandang terhadap permasalahan yang dihadapi, kemudian menggabungkannya untuk memperoleh prioritas keseluruhan dari alternatif
183
yang kita miliki. Dengan melakukan analisis “what-if” dan analisis sensitivitas, kita dapat secara cepat menentukan bagaimana perubahan tingkat kepentingan suatu tujuan dapat mempengaruhi alternatif pilihan.
Expert Choice memungkinkan kita untuk mensintesis pendapat orang-orang yang berbeda melalui model kelompok. Expert Chioce juga berguna untuk forecasting, mengukur risiko dan ketidakpastian, serta mengembangkan distribusi peluang.
3. Struktur Sistem Struktur sistem untuk model MAGRIPU digambarkan dalam diagram
sebagai berikut: Perangkat lunak Powersim Studio digunakan untuk membuat model
dinamik MAGRIPU yang terdiri dari model prediksi profit pembenihan, model prediksi profit pembesaran dan model prediksi profit pascapanen kerapu. Model-model tersebut selanjutnya digunakan untuk mensimulasikan berbagai kemungkinan perubahan faktor produksi sehingga diperoleh berbgai alternatif program perbaikan kinerja produksi untuk memperoleh keuntungan yang maksimal. Berdasarkan alternatif program perbaikan kinerja tersebut dilakukan survey pendapat pakar untuk mengetahui tingkat kepentingan program perbaikan kinerja tersebut berdasarkan “judgement” mereka dengan menggunakan model AHP menggunakan software Expert Choice.
Selanjutnya dengan menggunakan model prediksi kapasitas produksi agregat dilakukan simulasi untuk mengetahui kapasitas produksi pembenihan, pembesaran dan pascapanen yang optimal berdasarkan berbagai skenario perubahan pasar.
Model prediksi distribusi profit dilakukan untuk mensimulasikan proporsi profit yang diperoleh oleh pelaku pembenihan, pembesaran dan pasca panen berdasarkan berbagai skenario harga produk dan faktor produksi lainnya. Hasil simulasi dan analisis ini selanjutnya dikomunikasikan dengan pengguna (pengambil keputusan) melalui sistem manajemen dialog yang dibuat user friendly.
Sistem Manajemen Basis Data Permodelan Tingkat Teknologi Teknis Produksi Struktur Biaya
Sistem Manajemen Basis Model Prediksi profit pembenihan Prediksi profit pembesaran Prediksi profit pascapanen Prediksi kapasitas agregat Prediksi distribusi profit
Peringkat kebijakan (AHP)
Sistem Manajemen Basis Pengetahuan Pendapat pakar Pendapat pihak terkait
Sistem Pengolahan Terpusat
Sistem Manajemen Dialog
Data Model Pengetahuan
Penguna
184
4. Prosedur Instalasi Prosedur Instalasi Powersim Studio Untuk menginstal paket perangkat lunak Powersim Studio Versi 2005 dengan Windows 98 atau Windows 2000, dapat dilakukan melalui langkah-langkah memasukkan CD ke dalam CD Drive, selanjutnya ikuti langkah-langkah sesuai dengan petunjuk yang tertayang di layar monitor. Apabila terhenti (prompted) maka ketik nama perusahaan dan nomor seri Powersim Studio. Prosedur Instalasi Expert Choice Untuk menginstal paket perangkat lunak Expert Choice dengan Windows 98, Windows NT, Windows 2000 atau Windows XP, lakukan langkah sebagai berikut: - Masukkan CD ke dalam CD drive. - Ikuti langkah-langkah sesuai dengan petunjuk. - Apabila CD tidak secara memulai secara otomatis, maka lakukan langkah
dari Windows sebagai berikuit: 1. Pilih “Start”, dan kemudian pilih “Run”. 2. Pilih “Browse”, kemudian pilih file launch.exe dari direktori CD
Rom. - Ikuti instruksi pada layar komputer. Apabila terhenti (prompted), ketik
nama, nama perusahaan, dan nomor seri Expert Choice. Apabila anda tidak memiliki nomor seri, maka anda hanya memiliki versi percontohan (trial).
5. Pengoperasian Sistem
Powersim Studio Software Powersim Studio Versi 2005 yang telah diinstall ke dalam komputer akan dapat dioperasikan dengan meng-klik shortcut Studio maka akan muncul layar pengenalan seperti Gambar 1.
Gambar 1. Layar pengenalan pada Posersim Studio 2005.
185
Selanjutnya dengan meng-klik finish akan muncul layar “Shared Diagram” seperti Gambar 2, yang siap untuk pengoperasian Powersim Studio.
Gambar 2. Tampilan “Shared Diagram” pada Powersim Studio
Untuk memperdalam cara pengoperasian Powersim Studio disarankan terlebih dahulu mempelajari tutorial yang dapat diakses pada kolom sebelah kanan Gambar 2. Dalam tutorial diberikan contoh cara mengkonstruksi sebuah model dinamik berdasarkan kasus-kasus masalah yang berbeda-beda, baik untuk inventory, optimisasi, analisis risiko dan manajemen risiko. Berdasarkan kasus yang dihadapi dalam model kerapu, maka dilakukan konstruksi model dengan menggunakan perlengkapan (tools) yang tersedia, terutama level, flow, konstanta maupun variabel serta link antar variabel / konstan. Dengan meng klik Introduction to Powersim Studio, maka di layar akan muncul penjelasan secara detail bagaimana menyusun suatu model sesuai dengan contoh kasus yang diberikan secara detail langkah demi langkah. Dengan mengikuti langkah-langkah tersebut kita dapat menyusun model dan cara penggunaan model tersebut untuk simulasi. Gambar 3 menunjukkan hasil pengkonstruksian sebuah model produksi dan pengiriman dari sebuah perusahaan.
186
Gambar 3. Gambar tampilan tutorial untuk kasus dalam Powersim Studio.
Dengan mengacu pada cara-cara yang dilakukan dalam tutorial, dan mengambil contoh kasus mirip dengan permasalahan yang akan kita tangani, maka kita akan dapat menyusun model dan menapilkannya dalam bentuk Frontpage.
Expert Choice Software Expert Choice Versi 11 yang telah diinstall ke dalam komputer akan dapat dioperasikan dengan meng-klik shortcut EC yang terdapat di layar, sehingga muncul di layar seperti Gambar 3 yang memberikan pilihan (1) membuat model baru, atau (2) membuka model yang telah ada.
Gambar 3. Tayangan utama Expert Choice
187
Untuk pengenalan sebaiknya pilih existing model untuk mengetahui cara-cara yang dilakukan untuk menyusun suatu struktur AHP. Dengan memilih existing model dan menseleksi misalnya model pembelian kendaraan (car purchase) maka akan muncul tayangan seperti Gambar 4.
Gambar 4. Contoh tayangan existing model untuk AHP pembelian
kendaraan. Dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam program, maka kita dapat memasukkan tujuan (goal), aktor, sasaran dan faktor serta kebijakan dalam kolom yang tersedia, sehingga diperoleh kondisi seperti Gambar 4 Perbandingan berpasangan dapat dilakukan dengan meng klik tombol di sebelah kiri atas, sehingga diperoleh layar seperti Gambar 5.
Gambar 5. Layar untuk perbandingan berpasangan pipihan merek kendaraan
berdasarkan kriteria initial cost.
188
Dengan melengkapi perbandingan berpasangan sesuai dengan pendapat pakar, maka akan dapat diperoleh bobot keseluruhan yang menunjukkan peringkat (rangking) pilihan kebijakan berdasarkan pendapat pakar untuk masalah yang dikaji. Apabila pengisian seluruh perbandingan berpasangan telah dilakukan, maka dengan meng klik “Synthesis result” maka akan muncul hasil sintesa akhir seperti Gambar 6 yang menunjukkan peringkat merek kendaraan keseluruhan.
Gambar 6. Tampilan hasil sintesa kriteria AHP pemilihan kendaran.
Halaman Muka Model MAGRIPU 1. Untuk dapat mengoperasikan model simulasi ini terlebih dahulu buka file:
FRONTPAGE.sip. Dengan membuka file tersebut, maka pada layar akan terlihat halaman muka seperti Gambar 1.
Gambar 7. Halaman muka (frontpage) program simulasi pengelolaan
industri budidaya perikanan kerapu
189
2. Tahap selanjutnya adalah memilih program simulasi dengan cara meng’klik” program simulasi yang akan dioperasikan, dengan pilihan:
a. Simulasi Nilai Tambah Pembenihan b. Simulasi Nilai Tambah Pembesaran c. Simulasi Nilai Tambah Pasca Panen d. Simulasi Perencanaan kapasitas produksi, dan e. Simulasi Pemerataan distribusi keuntungan.
3. Dengan membuka simulasi nilai tambah subsistem pembenihan, maka
pada layar akan terlihat tampilan seperti Gambar 2. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng ‘klik’ tanda “ Reset Simulation” (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Survival rate (SR), Fekunditas (Fekun) dan Persentase Induk Memijah (Mijah) akan ditetapkan dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me ‘run’ simulasi dengan menekan tanda “Toggle Play” (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pembenihan yang diperoleh.
Gambar 8. Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan nilai
tambah subsistem pembenihan.
4. Pengoperasian simulasi nilai tambah pembesaran dilakukan serupa dengan simulasi pembenihan, yaitu dengan meng ‘klik’ pilihan ‘simulasi nilai tambah pembesaran’ pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 3. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng ‘klik’ tanda “ Reset Simulation” (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Padat Penebaran, Survival Rate (SR) dan Lama Budidaya dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me ‘run’ simulasi dengan menekan tanda “Toggle Play” (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pembesaran yang diperoleh.
190
5. Pengoperasian simulasi nilai tambah pasca panen dilakukan dengan meng ‘klik’ pilihan ‘simulasi nilai tambah pasca panen’ pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 4. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng ‘klik’ tanda “ Reset Simulation” (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan pada tingkat berapa Padat Penebaran, Survival Rate (SR) dan Lama Pasca Panen dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me ‘run’ simulasi dengan menekan tanda “Toggle Play” (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan pasca panen yang diperoleh.
Gambar 9. Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan profit
pembesaran.
Gambar 10. Tampilan pada layar untuk simulasi peningkatan profit pasca
panen.
191
6. Pengoperasian simulasi perencanaan kapasitas produksi dilakukan dengan meng ‘klik’ pilihan ‘simulasi perencanaan kapasitas produksi’ pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 5. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng ‘klik’ tanda “ Reset Simulation” (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan skenario mana yang akan dipakai (Pesimistis, Moderat dan Optimistis dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me ‘run’ simulasi dengan menekan tanda “Toggle Play” (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan kapasitas produksi optimal industri budidaya perikanan kerapu. Untuk mengulangi proses simulasi maka dilakukan tahapan yang sama dengan me ‘Reset Simulation’
Gambar 11. Tampilan pada layar untuk simulasi kapasitas produksi
optimal industri budidaya perikanan kerapu.
7. Pengoperasian simulasi pemerataan distribusi keuntungan dilakukan dengan meng ‘klik’ pilihan ‘simulasi pemerataan distribusi keuntungan’ pada halaman muka, maka akan mucul tayangan seperti Gambar 6. Cara mengoperasikan simulasi ini adalah dengan terlebih dahulu meng ‘klik’ tanda “ Reset Simulation” (I<<) di pojok kiri atas. Selanjutnya adalah menentukan pilihan tingkat harga benih, ikan hasil pembesaran dan ikan hasil pasca panen yang akan dipakai dengan menekan tombol switch. Setelah pilihan ditetapkan, selanjutnya me ‘run’ simulasi dengan menekan tanda “Toggle Play” (>) di pojok kiri atas, maka di layar akan muncul gambar grafik dan tabel yang menunjukkan tingkat keuntungan yang diperoleh pembenihan, pembesaran dan pasca panen sesuai dengan komposisi harga yang ditetapkan. Untuk mengulangi proses simulasi maka dilakukan tahapan yang sama dengan me ‘Reset Simulation’
192
Gambar 12. Tampilan pada layar untuk simulasi pemerataan distribusi
keuntungan industri budidaya perikanan kerapu.
193
Lampiran 10 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah gabungan Fekunditas secara probabilistik
Lampiran 11 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan
menggunakan peubah sintasan benih secara probabilistik
194
Lampiran 12 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembenihan menggunakan peubah persentase induk memijah secara probabilistik
Lampiran 13 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran
menggunakan peubah padat penebaran secara probabilistik
195
Lampiran 14 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran menggunakan peubah sintasan ikan secara probabilistik
Lampiran 15 Hasil simulasi maksimalisasi keuntungan usaha pembesaran
menggunakan peubah lama pemeliharaan secara probabilistik
196
Lampiran 16 Hasil simulasi optimasi distribusi keuntungan agroindustri kerapu budi daya, harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 7.000,-
Lampiran 17 Hasil simulasi optimasi distribusi keuntungan agroindustri kerapu
budi daya , harga benih naik dari Rp 6.000,- menjadi Rp 8.000,-
197
Lampiran 18 Proyeksi produksi dan harga-harga proyek pembenihan
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Penjualan Telur 0 - -
-
-
-
-
-
-
-
-
- -
2. Penjualan Larva 0 - -
-
-
-
-
-
-
-
-
- -
3. Penjualan Benih 0 500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
900,000
900,000
900,000
900,000
900,000
900,000
900,000
4. Harga Jual Telur 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50
5. Harga Jual Larva 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00
6. Harga Jual Benih 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00
198
Lampiran 19 Proyeksi biaya operasi pembenihan kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BIAYA LANGSUNG a. Biaya Pakan Induk 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 25,920 12,000 b. Obat dan Vitamin untuk Induk 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 c. Pakan larva 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 d. Pupuk Plankton 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 e. Artemia 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 f. Pakan Benih 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 1,600,000 g. BBM / solar ( liter) 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 h. Pelumas (liter) 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 i. Buruh harian 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000 360,000
TOTAL BIAYA LANGSUNG 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,506,000
BIAYA TAK LANGSUNG: a. Biaya Pemasaran 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 b. Biaya administrasi 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 20,000 c. Biaya maintenance 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 40,000 d. Logistik harian 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 e. Gaji karyawan 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000 96,000
TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG 0 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 0 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,815,920 2,802,000
MODAL SENDIRI (20%) 563,184
MODAL PINJAMAN (80%) 2,252,736
199
Lampiran 20 Proyeksi penyusutan dan amortisasi pembenihan kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN NILAI METODE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
PENYUSUTAN:
LAHAN 150,000 5% Grs.Lrs. 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500 7,500
BANGUNAN SIPIL 1,070,000 10% Grs.Lrs. 107,000 107,000 107,000 107,000 107,000 107,000 107,000 107,000 107,000 107,000 107,000
BAK KULTUR 540,000 10% Grs.Lrs. 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000 54,000
PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB 690,000 10% Grs.Lrs. 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000 69,000
PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. 16,000 10% Grs.Lrs. 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600 1,600
KENDARAAN 232,000 10% Grs.Lrs. 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200 23,200
PEMBELIAN INDUK 10,000 10% Grs.Lrs. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
TOTAL 2,708,000 263,300 262,300 262,300 262,300 262,300 262,300 262,300 262,300 262,300 262,300 262,300
AKUMULASI PENYUSUTAN 263,300 525,600 787,900 1,050,200 1,312,500 1,574,800 1,837,100 2,099,400 2,361,700 2,624,000 2,886,300
AMORTISASI:
1. BIAYA KONSULTANSI 50,000 10% Grs.Lrs. 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000
2. CONTINGENCIES 0 10% Grs.Lrs. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. I D C 347,508 10% Grs.Lrs. 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751
4. PRA OPERASI 0 10% Grs.Lrs. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL: 397,508
JUMLAH AMORTISASI 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751 39,751
AKUMULASI AMORTISASI 39,751 79,502 119,252 159,003 198,754 238,505 278,256 318,006 357,757 397,508 437,259
JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI 303,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI 303,051 605,102 907,152 1,209,203 1,511,254 1,813,305 2,115,356 2,417,406 2,719,457 3,021,508 3,323,559
200
Lampiran 21 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal pembenihan kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
M O D A L I N V E S T A S I
- POKOK PINJAMAN 2,206,400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 2,206,400 2,206,400 1,985,760 1,765,120 1,544,480 1,323,840 1,103,200 882,560 661,920 441,280 220,640 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 397,152 357,437 317,722 278,006 238,291 198,576 158,861 119,146 79,430 39,715 0 0
- ANGSURAN 0 220,640 220,640 220,640 220,640 220,640 220,640 220,640 220,640 220,640 220,640 0 0
M O D A L KERJA
- POKOK PINJAMAN 2,229,360 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 2,229,360 2,229,360 2,006,424 1,783,488 1,560,552 1,337,616 1,114,680 891,744 668,808 445,872 222,936 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 401,285 361,156 321,028 280,899 240,771 200,642 160,514 120,385 80,257 40,128 0 0
- ANGSURAN 0 222,936 222,936 222,936 222,936 222,936 222,936 222,936 222,936 222,936 222,936 0 0
P I N J A M A N I D C
- POKOK PINJAMAN 347,508 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 347,508 347,508 312,757 278,006 243,256 208,505 173,754 139,003 104,252 69,502 34,751 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 62,551 56,296 50,041 43,786 37,531 31,276 25,021 18,765 12,510 6,255 0 0
- ANGSURAN 0 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 34,751 0 0
T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) 4,783,268 4,783,268 4,304,941 3,826,614 3,348,288 2,869,961 2,391,634 1,913,307 1,434,980 956,654 478,327 0 0
BUNGA 0 860,988 774,889 688,791 602,692 516,593 430,494 344,395 258,296 172,198 86,099 0 0
ANGSURAN 0 478,327 478,327 478,327 478,327 478,327 478,327 478,327 478,327 478,327 478,327 0 0
201
Lampiran 22 Proyeksi rugi laba pembenihan kerapu DALAM RIBU RUPIAH
TAHUN URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. PEMASUKAN:
1. Penjualan Telur 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2. Penjualan Larva 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3. Penjualan Benih 0.00 500.00 600.00 700.00 800.00 900.00 900.00 900.00 900.00 900.00 900.00 900.00 900.00
4. Harga Jual Telur 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50 2.50
5. Harga Jual Larva 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00 2,000.00
6. Harga Jual Benih 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00 6,000.00
7. Nilai Penjualan Telur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8. Nilai Penjualan Larva 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
9. Nilai Penjualan Benih 0 3,000,000 3,600,000 4,200,000 4,800,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000
TOTAL NILAI PENJUALAN 0 3,000,000 3,600,000 4,200,000 4,800,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000
2. BIAYA POKOK
a. BIAYA LANGSUNG 0 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,506,000
LABA KOTOR 0 480,080 1,080,080 1,680,080 2,280,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,894,000
b. BIAYA TAK LANGSUNG 0 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000
3. BUNGA PINJAMAN 0 865,196 778,676 692,157 605,637 519,118 432,598 346,078 259,559 173,039 86,520 0 0
4. BIAYA PENYUSUTAN 0 303,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051
LABA SEBELUM PAJAK 0 (984,167) (296,647) 389,872 1,076,392 1,762,912 1,849,431 1,935,951 2,022,470 2,108,990 2,195,510 2,282,029 2,295,949
5. PAJAK PERSEROAN 0 (344,458) (103,826) 136,455 376,737 617,019 647,301 677,583 707,865 738,147 768,428 798,710 803,582
LABA SESUDAH PAJAK 0 (639,708) (192,821) 253,417 699,655 1,145,893 1,202,130 1,258,368 1,314,606 1,370,844 1,427,081 1,483,319 1,492,367
AKUMULASI LABA BERSIH 0 (639,708) (832,529) (579,112) 120,543 1,266,436 2,468,566 3,726,934 5,041,540 6,412,383 7,839,464 9,322,783 10,815,150
202
Lampiran 23 Proyeksi arus kas (cash flow) pembenihan kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ARUS KAS MASUK
1. LABA BERSIH 0 (639,708) (192,821) 253,417 699,655 1,145,893 1,202,130 1,258,368 1,314,606 1,370,844 1,427,081 1,483,319 1,492,367
2. KREDIT INVESTASI 2,206,400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. KREDIT MODAL KERJA 2,252,736 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4. MODAL SENDIRI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- INVESTASI 551,600
- MODAL KERJA 563,184 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI 303,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051 302,051
JUMLAH KAS MASUK 5,573,920 (336,658) 109,230 555,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 1,794,418
ARUS KAS KELUAR:
1. INVESTASI 2,758,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. IDC 347,508
3. ANGSURAN KREDIT: 0 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 0 0
JUMLAH KAS KELUAR 3,105,508 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 480,664 0 0
KAS SURPLUS/DEFISIT 2,468,412 (817,322) (371,434) 74,804 521,041 967,279 1,023,517 1,079,754 1,135,992 1,192,230 1,248,468 1,785,370 1,794,418
SALDO KAS AWAL 0 2,468,412 1,651,090 1,279,656 1,354,459 1,875,501 2,842,780 3,866,296 4,946,051 6,082,043 7,274,273 8,522,740 10,308,110
SALDO KAS AKHIR 2,468,412 1,651,090 1,279,656 1,354,459 1,875,501 2,842,780 3,866,296 4,946,051 6,082,043 7,274,273 8,522,740 10,308,110 12,102,528
203
Lampiran 24 Proyeksi neraca pembenihan kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A K T I V A
1. AKTIVA LANCAR - KAS / BANK 2,439,192 1,987,186 2,728,293 3,525,366 4,378,402 5,287,402 6,252,367 7,273,296 8,350,190 9,483,047 10,671,869 12,394,982 14,113,154 - PIUTANG 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 JUMLAH AKTIVA LANCAR 2,439,192 1,987,186 2,728,293 3,525,366 4,378,402 5,287,402 6,252,367 7,273,296 8,350,190 9,483,047 10,671,869 12,394,982 14,113,154
2. AKTIVA TETAP - HARTA TETAP 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 2,708,000 - AKUMULASI PENYUSUTAN 263,300 525,600 787,900 1,050,200 1,312,500 1,574,800 1,837,100 2,099,400 2,361,700 2,624,000 2,886,300 3,148,600 NILAI BUKU AKTIVA TETAP 2,708,000 2,444,700 2,182,400 1,920,100 1,657,800 1,395,500 1,133,200 870,900 608,600 346,300 84,000 (178,300) (440,600)
3. AKTIVA LAIN
- HARTA LAIN 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508 397,508
- AKUMULASI AMORTISASI 39,751 79,502 119,252 159,003 198,754 238,505 278,256 318,006 357,757 397,508 437,259 477,010
NILAI BUKU AKTIVA LAIN 397,508 357,757 318,006 278,256 238,505 198,754 159,003 119,252 79,502 39,751 0 (39,751) (79,502)
J U M L A H A K T I V A 5,544,700 4,789,643 5,228,700 5,723,721 6,274,707 6,881,656 7,544,570 8,263,449 9,038,291 9,869,098 10,755,869 12,176,931 13,593,053
P A S S I V A
1. H U T A N G
- PINJAMAN INVESTASI 2,206,400 2,206,400 1,985,760 1,765,120 1,544,480 1,323,840 1,103,200 882,560 661,920 441,280 220,640 0 0
- PINJAMAN MODAL KERJA 2,229,360 2,229,360 2,006,424 1,783,488 1,560,552 1,337,616 1,114,680 891,744 668,808 445,872 222,936 0 0
- PINJAMAN I D C 347,508 312,757 278,006 243,256 208,505 173,754 139,003 104,252 69,502 34,751 0 0
JUMLAH HUTANG 4,435,760 4,783,268 4,304,941 3,826,614 3,348,288 2,869,961 2,391,634 1,913,307 1,434,980 956,654 478,327 0 0
2. M O D A L
- EQUITY SHARES 1,108,940 711,432 711,432 711,432 711,432 711,432 711,432 711,432 711,432 711,432 711,432 711,432 711,432
- LABA/RUGI TAHUN BERJALAN 0 (276,730) 917,384 973,348 1,029,312 1,085,277 1,141,241 1,197,205 1,253,169 1,309,134 1,365,098 1,421,062 1,416,122
- LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA 0 0 (276,730) 640,653 1,614,002 2,643,314 3,728,590 4,869,831 6,067,036 7,320,206 8,629,339 9,994,437 11,415,499
JUMLAH MODAL 1,108,940 434,702 1,352,085 2,325,434 3,354,746 4,440,022 5,581,263 6,778,468 8,031,638 9,340,771 10,705,869 12,126,931 13,543,053
J U M L A H P A S S I V A 5,544,700 5,217,970 5,657,027 6,152,048 6,703,034 7,309,983 7,972,897 8,691,776 9,466,618 10,297,425 11,184,196 12,126,931 13,543,053
204
Lampiran 25 Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period pembenihan kerapu
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
INVESTASI -2758000
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 (336,658)
109,230
555,468
1,001,706
1,447,943
1,504,181
1,560,419
1,616,657
1,672,894
1,729,132
1,785,370
PENERIMAAN BERSIH (2,758,000) (336,658) 109,230 555,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 9,888,342
IRR = 23.40
ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%:
INVESTASI -2895900 TOTAL
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 -336658 109230 555468 1001706 1447943 1504181 1560419 1616657 1672894 1729132 1785370
PENERIMAAN BERSIH (2,895,900) (336,658) 109,230 555,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 9,750,442
IRR = 22.52 HARGA TURUN 5%:
INVESTASI -2758000 TOTAL
LABA BERSIH - PENYUSUTAN 0 -486658 -70770 345468 761706 1177943 1234181 1290419 1346657 1402894 1459132 1515370 KAS SURPLUS/DEFISIT: (2,758,000) (486,658) (70,770) 345,468 761,706 1,177,943 1,234,181 1,290,419 1,346,657 1,402,894 1,459,132 1,515,370 7,218,342
IRR = 17.77 BIAYA NAIK 10%:
INVESTASI -3033800 TOTAL
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 -336658 109230 555468 1001706 1447943 1504181 1560419 1616657 1672894 1729132 1785370
PENERIMAAN BERSIH (3,033,800) (336,658) 109,230 555,468 1,001,706 1,447,943 1,504,181 1,560,419 1,616,657 1,672,894 1,729,132 1,785,370 9,612,542
IRR = 21.69
205
HARGA TURUN 10%
INVESTASI -2758000 TOTAL
LABA BERSIH - PENYUSUTAN 0 -636658 -250770 135468 521706 907943 964181 1020419 1076657 1132894 1189132 1245370 KAS SURPLUS/DEFISIT: (2,758,000) (636,658) (250,770) 135,468 521,706 907,943 964,181 1,020,419 1,076,657 1,132,894 1,189,132 1,245,370 4,548,342
IRR = 11.78
TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = 844,547 844,547
844,547 PROFITABILITY INDEX = - = 0.31 2,758,000
PAYBACK PERIOD = (2,758,000) (3,094,658) (2,985,427) (2,429,959) (1,428,254) 19,690 1,523,871 3,084,289 4,700,946 6,373,840 8,102,972 9,888,342 TAHUN KE : 5
B/C RATIO = 3.59
206
Lampiran 26 Analisa break even pembenihan kerapu
TAHUN KE URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
VOLUME PENJUALAN (ekor) 0 500000 600000 700000 800000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000 900000
HARGA JUAL / UNIT 6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
6,000.00
NILAI PENJUALAN (RP 1000) 0 3,000,000 3,600,000 4,200,000 4,800,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000 5,400,000
BIAYA VARIABEL (RP 1000) 0 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,519,920 2,506,000
BIAYA VARIABEL /UNIT 0.00 5039.84 4199.87 3599.89 3149.90 2799.91 2799.91 2799.91 2799.91 2799.91 2799.91 2799.91 2784.44
MARGIN KEUNTUNGAN 0 480,080 1,080,080 1,680,080 2,280,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,880,080 2,894,000
BIAYA TETAP (Rp 1000) 0 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000 296,000
BREAK EVEN POINT (VOLUME) 0.00 308,280 164,430 123,330 103,860 92,500 92,500 92,500 92,500 92,500 92,500 92,500 92,500
BREAK EVEN POINT ( HARGA) 0.00 5040.43 4200.36 3600.31 3150.27 2800.24 2800.24 2800.24 2800.24 2800.24 2800.24 2800.24 2784.77
BREAK EVEN POINT DALAM % 0.00 61.66 27.41 17.62 12.98 10.28 10.28 10.28 10.28 10.28 10.28 10.28 10.23
207
Lampiran 27 Proyeksi produksi dan harga-harga usaha pembesaran kerapu
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Penebaran Ikan (2x / th) 0
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
40,000
2. Survival Rate (%) 0
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
3. Pemanenan Ikan (ekor) 0
32,000
32,000
32,000
32,000
32,000
32,000
32,000
32,000
32,000
32,000
32,000
32,000
4. Konversi ekor : kg 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50 0.50
5. Pemanenan ikan (kg) 0.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00
6. Harga Jual Per Kg (Rp 000) 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00
7. Nilai Penjualan (Rp 000)
-
960,000
960,000
960,000
960,000
960,000
960,000
960,000
960,000
960,000
960,000
960,000
960,000
208
Lampiran 28 Proyeksi biaya operasi usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BIAYA LANGSUNG a. Benih Ikan 240,000 240,000 240,000 240,000 240,000 240,000 240,000 240,000 240,000 240,000 240,000 240,000 b. Biaya Pakan IKAN 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000 378,000 c. Obat dan Vitamin 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 d. BBM / solar ( liter) 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 e. Pelumas (liter) 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 2,400 f. Buruh harian 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000 24,000
TOTAL BIAYA LANGSUNG 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800
BIAYA TAK LANGSUNG: a. Biaya Pemasaran 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 4,000 b. Biaya administrasi 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 5,000 c. Biaya maintenance 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 d. Logistik harian 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 14,400 e. Gaji karyawan 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000 18,000
TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG 0 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 0 708,200 708,200 708,200 708,200 708,200 708,200 708,200 708,200 708,200 708,200 708,200 708,200
MODAL SENDIRI (20%) 141,640
MODAL PINJAMAN (80%) 566,560
209
Lampiran 29 Proyeksi penyusutan dan amortisasi usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
PENYUSUTAN:
LAHAN (LAND BASE) 50,000 5% Grs.Lrs. 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500
BANGUNAN SIPIL 160,000 10% Grs.Lrs. 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000
PERLENGKAPAN BUDI DAYA 88,000 10% Grs.Lrs. 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800 8,800
PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB 13,500 10% Grs.Lrs. 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350
PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. 6,000 10% Grs.Lrs. 600 600 600 600 600 600 600 600 600 600 600
KENDARAAN 82,000 10% Grs.Lrs. 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200 8,200
TOTAL 399,500 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450 37,450
AKUMULASI PENYUSUTAN 37,450 74,900 112,350 149,800 187,250 224,700 262,150 299,600 337,050 374,500 411,950
AMORTISASI:
1. BIAYA KONSULTANSI 10,000 10% Grs.Lrs. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
2. CONTINGENCIES 0 10% Grs.Lrs. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. I D C 32,248 10% Grs.Lrs. 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225
4. PRA OPERASI 0 10% Grs.Lrs. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL: 42,248
JUMLAH AMORTISASI 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225 4,225
AKUMULASI AMORTISASI 4,225 8,450 12,674 16,899 21,124 25,349 29,574 33,799 38,023 42,248 46,473
JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675
AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI 41,675 83,350 125,024 166,699 208,374 250,049 291,724 333,399 375,073 416,748 458,423
210
Lampiran 30 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
M O D A L I N V E S T A S I
- POKOK PINJAMAN 347,600 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 347,600 347,600 312,840 278,080 243,320 208,560 173,800 139,040 104,280 69,520 34,760 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 62,568 56,311 50,054 43,798 37,541 31,284 25,027 18,770 12,514 6,257 0 0
- ANGSURAN 0 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 34,760 0 0
M O D A L KERJA
- POKOK PINJAMAN 394,720 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 394,720 394,720 355,248 315,776 276,304 236,832 197,360 157,888 118,416 78,944 39,472 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 71,050 63,945 56,840 49,735 42,630 35,525 28,420 21,315 14,210 7,105 0 0
- ANGSURAN 0 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 39,472 0 0
P I N J A M A N I D C
- POKOK PINJAMAN 54,747 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 54,747 54,747 49,272 43,798 38,323 32,848 27,374 21,899 16,424 10,949 5,475 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 9,854 8,869 7,884 6,898 5,913 4,927 3,942 2,956 1,971 985 0 0
- ANGSURAN 0 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 5,475 0 0
T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) 797,067 797,067 717,360 637,654 557,947 478,240 398,534 318,827 239,120 159,413 79,707 0 0
BUNGA 0 143,472 129,125 114,778 100,430 86,083 71,736 57,389 43,042 28,694 14,347 0 0
ANGSURAN 0 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 79,707 0 0
211
Lampiran 30 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha pembesaran kerapu
DALAM RIBU RUPIAH T A H U N K E URAIAN
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
M O D A L I N V E S T A S I
- POKOK PINJAMAN 204,750 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 204,750 204,750 184,275 163,800 143,325 122,850 102,375 81,900 61,425 40,950 20,475 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 36,855 33,170 29,484 25,799 22,113 18,428 14,742 11,057 7,371 3,686 0 0
- ANGSURAN 0 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 20,475 0 0
M O D A L KERJA
- POKOK PINJAMAN 566,560 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 566,560 566,560 509,904 453,248 396,592 339,936 283,280 226,624 169,968 113,312 56,656 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 101,981 91,783 81,585 71,387 61,188 50,990 40,792 30,594 20,396 10,198 0 0
- ANGSURAN 0 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 56,656 0 0
P I N J A M A N I D C
- POKOK PINJAMAN 32,248 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 32,248 32,248 29,023 25,799 22,574 19,349 16,124 12,899 9,674 6,450 3,225 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 5,805 5,224 4,644 4,063 3,483 2,902 2,322 1,741 1,161 580 0 0
- ANGSURAN 0 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 3,225 0 0
T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) 803,558 803,558 723,202 642,847 562,491 482,135 401,779 321,423 241,067 160,712 80,356 0 0
BUNGA 0 144,640 130,176 115,712 101,248 86,784 72,320 57,856 43,392 28,928 14,464 0 0
ANGSURAN 0 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 0 0
212
Lampiran 31 Proyeksi rugi laba usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH
TAHUN URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. PEMASUKAN:
1. Penjualan Ikan (Kg) 0.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00 16,000.00
2. Harga Jual Ikan /Kg 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00 60.00
3. Nilai Penjualan Ikan 0 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000
TOTAL NILAI PENJUALAN 0 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000
2. BIAYA POKOK
a. BIAYA LANGSUNG 0 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800
LABA KOTOR 0 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200
b. BIAYA TAK LANGSUNG 0 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400
3. BUNGA PINJAMAN 0 144,640 130,176 115,712 101,248 86,784 72,320 57,856 43,392 28,928 14,464 0 0
4. BIAYA PENYUSUTAN 0 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675
LABA SEBELUM PAJAK 0 65,485 79,949 94,413 108,877 123,341 137,805 152,269 166,733 181,197 195,661 210,125 210,125
5. PAJAK PERSEROAN 0 22,920 27,982 33,044 38,107 43,169 48,232 53,294 58,357 63,419 68,481 73,544 73,544
LABA SESUDAH PAJAK 0 42,565 51,967 61,368 70,770 80,172 89,573 98,975 108,376 117,778 127,180 136,581 136,581
AKUMULASI LABA BERSIH 0 42,565 94,532 155,900 226,670 306,842 396,415 495,390 603,766 721,544 848,724 985,305 1,121,887
213
Lampiran 32 Proyeksi arus kas (cash flow) usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ARUS KAS MASUK
1. LABA BERSIH 0 42,565 51,967 61,368 70,770 80,172 89,573 98,975 108,376 117,778 127,180 136,581 136,581
2. KREDIT INVESTASI 204,750 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. KREDIT MODAL KERJA 566,560 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4. MODAL SENDIRI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- INVESTASI 204,750
- MODAL KERJA 141,640 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675 41,675
JUMLAH KAS MASUK 1,117,700 84,240 93,642 103,043 112,445 121,846 131,248 140,650 150,051 159,453 168,855 178,256 178,256
ARUS KAS KELUAR:
1. INVESTASI 409,500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. IDC 32,248
3. ANGSURAN KREDIT: 0 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 0 0
JUMLAH KAS KELUAR 441,748 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 80,356 0 0
KAS SURPLUS/DEFISIT 675,952 3,884 13,286 22,687 32,089 41,491 50,892 60,294 69,695 79,097 88,499 178,256 178,256
SALDO KAS AWAL 0 675,952 679,836 693,122 715,809 747,898 789,389 840,281 900,575 970,270 1,049,367 1,137,866 1,316,122
SALDO KAS AKHIR 675,952 679,836 693,122 715,809 747,898 789,389 840,281 900,575 970,270 1,049,367 1,137,866 1,316,122 1,494,378
214
Lampiran 33 Proyeksi neraca usaha pembesaran kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A K T I V A
1. AKTIVA LANCAR - KAS / BANK 675,952 679,836 693,122 715,809 747,898 789,389 840,281 900,575 970,270 1,049,367 1,137,866 1,316,122 1,494,378 - PIUTANG 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH AKTIVA LANCAR 675,952 679,836 693,122 715,809 747,898 789,389 840,281 900,575 970,270 1,049,367 1,137,866 1,316,122 1,494,378
2. AKTIVA TETAP - HARTA TETAP 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 399,500 - AKUMULASI PENYUSUTAN 37,450 74,900 112,350 149,800 187,250 224,700 262,150 299,600 337,050 374,500 411,950 449,400
NILAI BUKU AKTIVA TETAP 399,500 362,050 324,600 287,150 249,700 212,250 174,800 137,350 99,900 62,450 25,000 (12,450) (49,900)
3. AKTIVA LAIN - HARTA LAIN 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 42,248 - AKUMULASI AMORTISASI 4,225 8,450 12,674 16,899 21,124 25,349 29,574 33,799 38,023 42,248 46,473 50,698
NILAI BUKU AKTIVA LAIN 42,248 38,023 33,799 29,574 25,349 21,124 16,899 12,674 8,450 4,225 0 (4,225) (8,450)
J U M L A H A K T I V A 1,117,700 1,079,909 1,051,520 1,032,533 1,022,947 1,022,763 1,031,980 1,050,599 1,078,620 1,116,042 1,162,866 1,299,447 1,436,029
P A S S I V A 1. H U T A N G - PINJAMAN INVESTASI 204,750 204,750 184,275 163,800 143,325 122,850 102,375 81,900 61,425 40,950 20,475 0 0 - PINJAMAN MODAL KERJA 566,560 566,560 509,904 453,248 396,592 339,936 283,280 226,624 169,968 113,312 56,656 0 0 - PINJAMAN I D C 32,248 29,023 25,799 22,574 19,349 16,124 12,899 9,674 6,450 3,225 0 0 JUMLAH HUTANG 771,310 803,558 723,202 642,847 562,491 482,135 401,779 321,423 241,067 160,712 80,356 0 0 2. M O D A L - EQUITY SHARES 346,390 304,142 304,142 304,142 304,142 304,142 304,142 304,142 304,142 304,142 304,142 304,142 304,142 - LABA/RUGI TAHUN BERJALAN 0 42,565 51,967 61,368 70,770 80,172 89,573 98,975 108,376 117,778 127,180 136,581 136,581 - LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA 0 0 42,565 94,532 155,900 226,670 306,842 396,415 495,390 603,766 721,544 848,724 985,305
JUMLAH MODAL 346,390 346,707 398,674 460,042 530,812 610,984 700,557 799,532 907,908 1,025,686 1,152,866 1,289,447 1,426,029
J U M L A H P A S S I V A 1,117,700 1,150,265 1,121,876 1,102,888 1,093,303 1,093,118 1,102,336 1,120,955 1,148,976 1,186,398 1,233,222 1,289,447 1,426,029
215
Lampiran 34 Internal rete of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period usaha pembesaran kerapu
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
INVESTASI -409500
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 84,240
93,642
103,043
112,445
121,846
131,248
140,650
150,051
159,453
168,855
178,256
PENERIMAAN BERSIH (409,500) 84,240 93,642 103,043 112,445 121,846 131,248 140,650 150,051 159,453 168,855 178,256 1,034,228
IRR = 25.0322
ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%:
INVESTASI -429975 TOTAL
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 84240 93642 103043 112445 121846 131248 140650 150051 159453 168855 178256
PENERIMAAN BERSIH (429,975) 84,240 93,642 103,043 112,445 121,846 131,248 140,650 150,051 159,453 168,855 178,256 1,013,753
IRR = 23.7254 HARGA TURUN 5%:
INVESTASI -409500 TOTAL
LABA BERSIH - PENYUSUTAN 0 36240 45642 55043 64445 73846 83248 92650 102051 111453 120855 130256
KAS SURPLUS/DEFISIT: (409,500) 36,240 45,642 55,043 64,445 73,846 83,248 92,650 102,051 111,453 120,855 130,256 506,228
IRR = 13.0222 BIAYA NAIK 10%:
INVESTASI -450450 TOTAL
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 84240 93642 103043 112445 121846 131248 140650 150051 159453 168855 178256
PENERIMAAN BERSIH (450,450) 84,240 93,642 103,043 112,445 121,846 131,248 140,650 150,051 159,453 168,855 178,256 993,278
IRR = 22.5152
216
HARGA TURUN 10%: INVESTASI -409500 TOTAL
LABA BERSIH - PENYUSUTAN 0 -11760 -2358 7043 16445 25846 35248 44650 54051 63453 72855 82256
KAS SURPLUS/DEFISIT: (409,500) (11,760) (2,358) 7,043 16,445 25,846 35,248 44,650 54,051 63,453 72,855 82,256 (21,772)
IRR = (0.6277)
TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = (409,500) 71,435 67,235 62,753 58,022 53,247 48,693 44,164 39,914 36,036 32,251 28,878 542,627
542,627 PROFITABILITY INDEX = - = 1.33 N P V = 542,627 409,500
PAYBACK PERIOD = (409,500) (338,065) (270,830) (208,077) (150,055) (96,808) (48,115) (3,951) 35,962 71,999 104,250 133,127 TAHUN KE : 7
B/C RATIO = 1.36
217
Lampira 35 Analisa break even usaha pembesaran kerapu
TAHUN KE URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
VOLUME PENJUALAN (kg) 0 16000 16000 16000 16000 16000 16000 16000 16000 16000 16000 16000 16000
HARGA JUAL / UNIT (Rp1000) 60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
60.00
NILAI PENJUALAN (RP 1000) 0 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000 960,000
BIAYA VARIABEL (RP 1000) 0 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800 663,800
BIAYA VARIABEL /UNIT 0.00 41.49 41.49 41.49 41.49 41.49 41.49 41.49 41.49 41.49 41.49 41.49 41.49
MARGIN KEUNTUNGAN 0 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200 296,200
BIAYA TETAP (Rp 1000) 0 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400 44,400
BREAK EVEN POINT (VOLUME) 0.00 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38 2,398.38
BREAK EVEN POINT ( HARGA) 0.00 44.26 44.26 44.26 44.26 44.26 44.26 44.26 44.26 44.26 44.26 44.26 44.26
BREAK EVEN POINT DALAM % 0.00 14.99 14.99 14.99 14.99 14.99 14.99 14.99 14.99 14.99 14.99 14.99 14.99
218
Lampiran 36 Proyeksi produksi dan harga-harga usaha penanganan pascapanen
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pembelian Ikan (ekor) 6x/th 0
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
30,000
2. Harga Beli ikan (Rp 000/ekor)
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
2. Survival Rate (%) 0.00 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99 0.99
3. Pemanenan Ikan (ekor) 0
29,700
29,700
29,700
29,700
29,700
29,700
29,700
29,700
29,700
29,700
29,700
29,700
4. Konversi ekor : kg 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55 0.55
5. Pemanenan ikan (kg) 0.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00
6. Harga Jual Per Kg (Rp 000) 95.00 97.50 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
7. Nilai Penjualan (Rp 000) - 1,592,663
1,633,500
1,633,500
1,633,500
1,633,500
1,633,500
1,633,500
1,633,500
1,633,500
1,633,500
1,633,500
1,633,500
219
Lampiran 37 Proyeksi biaya operasi usaha penanganan pascapanen kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BIAYA LANGSUNG a. Pembelian Ikan 900,000 900,000 900,000 900,000 900,000 900,000 900,000 900,000 900,000 900,000 900,000 900,000 b. Biaya Pakan IKAN 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 c. Obat dan Vitamin 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 d. BBM / solar ( liter) 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 28,800 e. Pelumas (liter) 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 3,600 f. Buruh harian 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000 36,000
TOTAL BIAYA LANGSUNG 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400
BIAYA TAK LANGSUNG: a. Biaya Pemasaran 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 b. Biaya administrasi 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 c. Biaya maintenance 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 6,000 d. Logistik harian 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 72,000 e. Gaji karyawan 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000 48,000
TOTAL BIAYA TAK LANGSUNG 0 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000
TOTAL BIAYA OPERASIONAL 0 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400 1,244,400
MODAL SENDIRI (50%) 622,200
MODAL PINJAMAN (50%) 622,200
220
Lampiran 38 Proyeksi penyusutan dan amortisasi usaha penanganan pascapanen kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN NILAI METODA 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
PENYUSUTAN:
LAHAN 50,000 5% Grs.Lrs. 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500 2,500
BANGUNAN SIPIL 160,000 10% Grs.Lrs. 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000 16,000
PERLENGKAPAN P.PANEN 112,000 10% Grs.Lrs. 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200 11,200
PER. MEKANIK, LISTRIK DAN LAB 13,500 10% Grs.Lrs. 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350 1,350
PERL.KANTOR, RUMAH & KOM. 6,000 10% Grs.Lrs. 600 600 600 600 600 600 600 600 600 600 600
KENDARAAN / KAPAL ANGKUT 0 10% Grs.Lrs. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL 341,500 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650 31,650
AKUMULASI PENYUSUTAN 31,650 63,300 94,950 126,600 158,250 189,900 221,550 253,200 284,850 316,500 348,150
AMORTISASI:
1. BIAYA KONSULTANSI 10,000 10% Grs.Lrs. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
2. CONTINGENCIES 0 10% Grs.Lrs. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. I D C 49,888 10% Grs.Lrs. 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989
4. PRA OPERASI 0 10% Grs.Lrs. 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL: 59,888
JUMLAH AMORTISASI 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989 5,989
AKUMULASI AMORTISASI 5,989 11,978 17,966 23,955 29,944 35,933 41,922 47,911 53,899 59,888 65,877
JUMLAH PENYUSUTAN & AMORTISASI 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639
AKUMULASI PENY. DAN AMORTISASI 37,639 75,278 112,916 150,555 188,194 225,833 263,472 301,111 338,749 376,388 414,027
221
Lampiran 39 Jadwal angsuran pokok pinjaman dan bunga modal usaha penanganan pascapanen DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
M O D A L I N V E S T A S I
- POKOK PINJAMAN 316,750 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 316,750 316,750 285,075 253,400 221,725 190,050 158,375 126,700 95,025 63,350 31,675 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 47,513 42,761 38,010 33,259 28,508 23,756 19,005 14,254 9,503 4,751 0 0
- ANGSURAN 0 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 31,675 0 0
M O D A L KERJA
- POKOK PINJAMAN 622,200 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 622,200 622,200 559,980 497,760 435,540 373,320 311,100 248,880 186,660 124,440 62,220 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 111,996 100,796 89,597 78,397 67,198 55,998 44,798 33,599 22,399 11,200 0 0
- ANGSURAN 0 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 62,220 0 0
P I N J A M A N I D C
- POKOK PINJAMAN 49,888 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- KUMULATIF PINJAMAN 49,888 49,888 44,899 39,911 34,922 29,933 24,944 19,955 14,966 9,978 4,989 0 0
- BUNGA (18,0%) 0 8,980 8,082 7,184 6,286 5,388 4,490 3,592 2,694 1,796 898 0 0
- ANGSURAN 0 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 4,989 0 0
T O T A L: PINJAMAN (KUMULATIF) 988,838 988,838 889,954 791,071 692,187 593,303 494,419 395,535 296,651 197,768 98,884 0 0
BUNGA 0 168,488 151,640 134,791 117,942 101,093 84,244 67,395 50,547 33,698 16,849 0 0
ANGSURAN 0 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 0 0
222
Lampiran 40 Proyeksi rugi laba usaha penanganan pascapanen kerapu DALAM RIBU RUPIAH
TAHUN URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. PEMASUKAN:
1. Penjualan Ikan (kg) 0.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00 16,335.00
2. Harga Jual Ikan (Rp 000) 95.00 97.50 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
3. Nilai Penjualan Ikan 0 1,592,663 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500
TOTAL NILAI PENJUALAN 0 1,592,663 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500
2. BIAYA POKOK
a. BIAYA LANGSUNG 0 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400
LABA KOTOR 0 498,263 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100
b. BIAYA TAK LANGSUNG 0 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000
3. BUNGA PINJAMAN 0 168,488 151,640 134,791 117,942 101,093 84,244 67,395 50,547 33,698 16,849 0 0
4. BIAYA PENYUSUTAN 0 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639
LABA SEBELUM PAJAK 0 142,135 199,822 216,670 233,519 250,368 267,217 284,066 300,915 317,764 334,612 351,461 351,461
5. PAJAK PERSEROAN 0 49,747 69,938 75,835 81,732 87,629 93,526 99,423 105,320 111,217 117,114 123,011 123,011
LABA SESUDAH PAJAK 0 92,388 129,884 140,836 151,788 162,739 173,691 184,643 195,595 206,546 217,498 228,450 228,450
AKUMULASI LABA BERSIH 0 92,388 222,272 363,108 514,895 677,635 851,326 1,035,969 1,231,563 1,438,109 1,655,607 1,884,057 2,112,507
223
Lampiran 41 Proyeksi arus kas (cash flow) usaha penanganan pascapanen kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
ARUS KAS MASUK
1. LABA BERSIH 0 92,388 129,884 140,836 151,788 162,739 173,691 184,643 195,595 206,546 217,498 228,450 228,450
2. KREDIT INVESTASI 316,750 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. KREDIT MODAL KERJA 622,200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4. MODAL SENDIRI 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
- INVESTASI 316,750
- MODAL KERJA 622,200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3. PENYUSUTAN DAN AMORTISASI 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639 37,639
JUMLAH KAS MASUK 1,877,900 130,027 167,523 178,475 189,426 200,378 211,330 222,282 233,233 244,185 255,137 266,089 266,089
ARUS KAS KELUAR:
1. INVESTASI 633,500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2. IDC 49,888
3. ANGSURAN KREDIT: 0 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 0 0
JUMLAH KAS KELUAR 683,388 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 98,884 0 0
KAS SURPLUS/DEFISIT 1,194,512 31,143 68,639 79,591 90,543 101,494 112,446 123,398 134,350 145,301 156,253 266,089 266,089
SALDO KAS AWAL 0 1,194,512 1,225,655 1,294,294 1,373,885 1,464,427 1,565,922 1,678,368 1,801,765 1,936,115 2,081,416 2,237,669 2,503,758
SALDO KAS AKHIR 1,194,512 1,225,655 1,294,294 1,373,885 1,464,427 1,565,922 1,678,368 1,801,765 1,936,115 2,081,416 2,237,669 2,503,758 2,769,846
224
Lampiran 42 Proyeksi neraca usaha penanganan pascapanen kerapu DALAM RIBU RUPIAH
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A K T I V A
1. AKTIVA LANCAR - KAS / BANK 1,485,279 1,481,887 1,506,614 1,559,462 1,640,431 1,749,519 1,886,728 2,052,057 2,245,507 2,467,076 2,716,766 3,234,920 3,753,075 - PIUTANG 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH AKTIVA LANCAR 1,485,279 1,481,887 1,506,614 1,559,462 1,640,431 1,749,519 1,886,728 2,052,057 2,245,507 2,467,076 2,716,766 3,234,920 3,753,075
2. AKTIVA TETAP - HARTA TETAP 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 1,173,500 - AKUMULASI PENYUSUTAN 114,850 229,700 344,550 459,400 574,250 689,100 803,950 918,800 1,033,650 1,148,500 1,263,350 1,378,200 NILAI BUKU AKTIVA TETAP 1,173,500 1,058,650 943,800 828,950 714,100 599,250 484,400 369,550 254,700 139,850 25,000 (89,850) (204,700)
3. AKTIVA LAIN - HARTA LAIN 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 159,121 - AKUMULASI AMORTISASI 15,912 31,824 47,736 63,648 79,561 95,473 111,385 127,297 143,209 159,121 175,033 190,945 NILAI BUKU AKTIVA LAIN 159,121 143,209 127,297 111,385 95,473 79,561 63,648 47,736 31,824 15,912 (0) (15,912) (31,824)
J U M L A H A K T I V A 2,817,900 2,683,745 2,577,711 2,499,797 2,450,003 2,428,330 2,434,777 2,469,344 2,532,031 2,622,838 2,741,766 3,129,158 3,516,550
P A S S I V A
1. H U T A N G - PINJAMAN INVESTASI 946,800 946,800 852,120 757,440 662,760 568,080 473,400 378,720 284,040 189,360 94,680 0 0 - PINJAMAN MODAL KERJA 1,307,520 1,307,520 1,176,768 1,046,016 915,264 784,512 653,760 523,008 392,256 261,504 130,752 0 0 - PINJAMAN I D C 149,121 134,209 119,297 104,385 89,473 74,561 59,648 44,736 29,824 14,912 (0) (0)
JUMLAH HUTANG 2,254,320 2,403,441 2,163,097 1,922,753 1,682,409 1,442,065 1,201,721 961,376 721,032 480,688 240,344 (0) (0)
2. M O D A L
- EQUITY SHARES 563,580 404,459 404,459 404,459 404,459 404,459 404,459 404,459 404,459 404,459 404,459 404,459 404,459
- LABA/RUGI TAHUN BERJALAN 0 106,190 134,310 162,430 190,550 218,671 246,791 274,911 303,031 331,152 359,272 387,392 387,392
- LABA/RUGI TAHUN SEBELUMNYA 0 0 106,190 240,499 402,929 593,480 812,150 1,058,941 1,333,852 1,636,884 1,968,035 2,327,307 2,714,699
JUMLAH MODAL 563,580 510,649 644,958 807,388 997,939 1,216,609 1,463,400 1,738,311 2,041,343 2,372,494 2,731,766 3,119,158 3,506,550
J U M L A H P A S S I V A 2,817,900 2,914,090 2,808,055 2,730,141 2,680,347 2,658,674 2,665,121 2,699,688 2,762,375 2,853,182 2,972,110 3,119,158 3,506,550
225
Lampiran 43 Internal rate of return, sensitivitas, NPV, B/C, dan payback period usaha pascapanen
T A H U N K E URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 TOTAL
INVESTASI -633500
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 130,027
167,523
178,475
189,426
200,378
211,330
222,282
233,233
244,185
255,137
266,089
PENERIMAAN BERSIH (633,500) 130,027 167,523 178,475 189,426 200,378 211,330 222,282 233,233 244,185 255,137 266,089 1,664,584
IRR = 26.58
ANALISA SENSITIVITAS BIAYA NAIK 5%:
INVESTASI -665175 TOTAL
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 130027 167523 178475 189426 200378 211330 222282 233233 244185 255137 266089
PENERIMAAN BERSIH (665,175) 130,027 167,523 178,475 189,426 200,378 211,330 222,282 233,233 244,185 255,137 266,089 1,632,909
IRR = 25.20 HARGA TURUN 5%:
INVESTASI -633500 TOTAL
LABA BERSIH - PENYUSUTAN 0 50394 85848 96800 107751 118703 129655 140607 151558 162510 173462 184414
KAS SURPLUS/DEFISIT: (633,500) 50,394 85,848 96,800 107,751 118,703 129,655 140,607 151,558 162,510 173,462 184,414 768,201
IRR = 13.25 BIAYA NAIK 10%:
INVESTASI -696850 TOTAL
LABA BERSIH (- PENYUSUTAN) 0 130027 167523 178475 189426 200378 211330 222282 233233 244185 255137 266089
PENERIMAAN BERSIH (696,850) 130,027 167,523 178,475 189,426 200,378 211,330 222,282 233,233 244,185 255,137 266,089 1,601,234
IRR = 23.93
226
HARGA TURUN 10%:
INVESTASI -633500 TOTAL
LABA BERSIH - PENYUSUTAN 0 -29239 4173 15125 26076 37028 47980 58932 69883 80835 91787 102739
KAS SURPLUS/DEFISIT: (633,500) (29,239) 4,173 15,125 26,076 37,028 47,980 58,932 69,883 80,835 91,787 102,739 (128,182)
IRR = (2.58)
TOTAL NET PRESENT VALUE (BUNGA:18%) = (633,500) 110,263 120,281 108,691 97,744 87,565 78,403 69,796 62,040 55,186 48,731 43,106 881,808 881,808 PROFITABILITY INDEX = - = 1.39 N P V = 881,808 633,500 PAYBACK PERIOD = (633,500) (523,237) (402,956) (294,265) (196,521) (108,956) (30,552) 39,244 101,284 156,470 205,201 248,308
= TAHUN KE : 9
TOTAL B/C RATIO = 1.31
227
Lampiran 44 Analisa break even usaha pascapanen
TAHUN KE URAIAN 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
VOLUME PENJUALAN (kg) 0 16335 16335 16335 16335 16335 16335 16335 16335 16335 16335 16335 16335
HARGA JUAL / UNIT (Rp 1000) 95.00
97.50
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
NILAI PENJUALAN (RP 1000) 0 1,592,663 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500 1,633,500
BIAYA VARIABEL (RP 1000) 0 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400 1,094,400
BIAYA VARIABEL /UNIT 0.00 67.00 67.00 67.00 67.00 67.00 67.00 67.00 67.00 67.00 67.00 67.00 67.00
MARGIN KEUNTUNGAN 0 498,263 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100 539,100
BIAYA TETAP (Rp 1000) 0 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000 150,000
BREAK EVEN POINT (VOLUME) 0.00 4,917.59 4,545.08 4,545.08 4,545.08 4,545.08 4,545.08 4,545.08 4,545.08 4,545.08 4,545.08 4,545.08 4,545.08
BREAK EVEN POINT ( HARGA) 0.00 76.18 76.18 76.18 76.18 76.18 76.18 76.18 76.18 76.18 76.18 76.18 76.18
BREAK EVEN POINT DALAM % 0.00 30.10 27.82 27.82 27.82 27.82 27.82 27.82 27.82 27.82 27.82 27.82 27.82
228
Lampiran 45 Hasil simulasi titik kritis fekunditas induk terhadap keuntungan pembenihan
Lampiran 46 Hasil simulasi titik kritis persentase induk memijah terhadap
keuntungan pembenihan
229
Lampiran 47 Hasil simulasi titik kritis biaya pakan benih terhadap keuntungan pembenihan
Lampiran 48 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan benih terhadap
keuntungan pembenihan
230
Lampiran 49 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual benih terhadap keuntungan pembenihan
Lampiran 50 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap
keuntungan pembesaran
231
Lampiran 51 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli benih terhadap keuntungan pembesaran
Lampiran 52 Hasil simulasi titik kritis tingkat biaya pakan ikan terhadap
keuntungan pembesaran
232
Lampiran 53 Hasil simulasi titik kritis padat penebaran benih terhadap keuntungan pembesaran
Lampiran 54 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan terhadap keuntungan
pembesaran
233
Lampiran 55 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga jual kerapu terhadap keuntungan pascapanen
Lampiran 56 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga beli kerapu terhadap
keuntungan pascapanen
234
Lampiran 57 Hasil simulasi titik kritis tingkat harga pakan terhadap keuntungan pascapanen
Lampiran 58 Hasil simulasi titik kritis tingkat padat tebar ikan terhadap
keuntungan pascapanen.
235
Lampiran 59 Hasil simulasi titik kritis tingkat sintasan ikan terhadap keuntungan pascapanen
236
Lampiran 60 Grafik perkembangan harga kerapu Hong Kong 2002 -2006
Perkembangan Harga Kerapu Hongkong 2002-2006
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Jan_20
02 Mar Mei Jul
SepNov
Jan_20
03 Mar Mei Jul
SepNov
Jan_20
04 Mar Mei Jul
SepNov
Jan_20
05 Mar Mei Jul
SepNov
Jan_20
06 Mar Mei
Bulan
HK
$
Giant GrouperKerapu TikusKerapu LumpurKerapu MacanKerapu MalabarKerapu Sunu LeopardKerapu Sunu TotolNapoleonKerapu Lainnya
Sumber: Hong Kong Trade Statistics, 2006 (Diolah)