rancangan bab iii edited
TRANSCRIPT
Contents1.1. Latar Belakang Masalah..............................................................................................2
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1.3. Tujuan Peneitian..........................................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian.......................................................................................................4
1.5. Keaslian Penelitian......................................................................................................4
1. Landasan Teori............................................................................................................5
1.1. Hipertensi....................................................................................................................5
1.2. Klasifikasi Hipertensi..................................................................................................6
1.3. Etiologi Hipertensi.......................................................................................................7
1.4. Patofisiologi Hipertensi...............................................................................................7
1.5. Manifestasi Klinis Hipertensi......................................................................................8
1.6. Penatalaksanaan Hipertensi.........................................................................................9
1.7. Lanjut Usia................................................................................................................10
1.8. Pengetahuan...............................................................................................................10
1.9. Perilaku......................................................................................................................12
1.10. Hubungan Pengetahuan Pasien Hipertensi dengan Kepatuhan Pasien dalam Pelaksanaan Program Terapi................................................................................................15
2. Kerangka Konsep......................................................................................................18
3. Hipotesis....................................................................................................................18
1. Desain Penelitian.......................................................................................................19
2. Tempat dan Waktu Penelitian...................................................................................19
2.1. Tempat.......................................................................................................................19
2.2. Waktu........................................................................................................................19
3. Populasi dan Sampel..................................................................................................19
4. Variabel dan Definisi Operasional............................................................................20
4.1. Variabel.....................................................................................................................20
4.2. Definisi Operasional..................................................................................................20
5. Matrik Prioritas Masalah...........................................................................................21
6. Instrumen Penelitian..................................................................................................21
7. Cara Pengumpulan Data............................................................................................22
Persiapan Penelitian.............................................................................................................22
Pelaksanaan Penelitian.........................................................................................................22
Tahap penyelesaian..............................................................................................................22
8. Analisis Data.............................................................................................................22
9. Kesulitan Penelitian...................................................................................................23
10. Etika Penelitian..........................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kemajuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat dan
meningkatnya pengetahuan masyarakat yang bermuara dengan meningkatnya pada
kesejahteraan rakyat akan meningkatkan usia harapan hidup sehingga menyebabkan
jumlah penduduk usia lanjut dari tahun ke tahun semakin meningkat (Nugroho, 2000).
Pada tahun 2000 jumlah usia lanjut di Indonesia sekitar 15.1 juta jiwa atau 7.2% dari
seluruh penduduk (Depsos, 2005). Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk usia
lanjut di Indonesia, sebesar 24 juta jiwa atau 9.77% dari total jumlah penduduk (Depkes,
2008).
Usia lanjut sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap perkembangan
normal yang akan dialami oleh setiap individu yang sudah mencapai usia lanjut tersebut
dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihalangi (Stanley, 2006). Pada lanjut usia
terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan
organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit
degeneratif. Hal ini akan menimbulkan masalah kesehatan, sosial, ekonomi dan
psikologis (Depkes, 2008).
Salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada masa usia lanjut adalah
hipertensi. Sekitar 60% lansia akan mengalami hipertensi setelah berusia 75 tahun. Hal
ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya.
Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES)
menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah
sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta penderita hipertensi di Amerika
(Yogiantoro, 2006). Berdasarkan data Depkes (2008), prevalensi hipertensi di Indonesia
sebesar 31.7%. Proporsi mortality rate hipertensi di seluruh dunia adalah 13% atau
sekitar 7,1 juta kematian. Sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum
terdeteksi dan tidak diketahui penyebabnya. Keadaan ini tentu sangat berbahaya yang
menyebabakan kematian dan berbagai komplikasi seperti stroke. Hipertensi merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit stroke dan tuberkulosis mencapai 6,7%
dari populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Prevalensi hipertensi secara
nasional mencapai 31,7% (Riskesdas, 2007). Pada kelompok umur 25-34 tahun sebesar
7% naik menjadi 16% pada kelompok umur 35-44 tahun dan kelompok umur 65 tahun
atau lebih menjadi 29% (Survey Kesehatan Nasional, 2001).
Meningkatnya kasus hipertensi menjadi masalah yang cukup besar. Pemerintah
mengadakan penanggulangan hipertensi bekerjasama dengan Perhimpunan Hipertensi
Indonesia atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH) membuat kebijakan berupa
pedoman penanggulangan hipertensi sesuai kemajuan tekhnologi dan kondisi daerah
(local area specific), memperkuat logistik dan distribusi untuk deteksi dini faktor resiko
penyakit jantung dan hipertensi, mengembangkan SDM dan sistem pembiayaan serta
memperkuat jejaring serta memonitoring dan evaluasi pelaksanaan.
Peran pemerintah sangat penting didukung juga oleh tingkat pengetahuan keluarga
maupun pasien dalam tindakan pencegahan komplikasi hipertensi diharapkan dapat
mengontrol tekanan darah yaitu mengurangi konsumsi garam, membatasi lemak,
olahraga teratur, tidak merokok dan tidak minum alkohol, menghindari kegemukan atau
obesitas (Gunawan, 2001 cit Yanti, 2008). Pengetahuan dalam pencegahan komplikasi
hipertensi dilatarbelakangi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi meliputi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai, tradisi keluarga, faktor pendukung meliputi
ketersediaan sumber fasilitas, faktor pendorong meliputi sikap, perilaku petugas
kesehatan, anggota keluarga dan teman dekat (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Mubarak
dkk, 2007). Peningkatan pengetahuan penderita hipertensi tentang penyakit akan
mengarah pada kemajuan berfikir tentang perilaku kesehatan yang lebih baik sehingga
berpengaruh terhadap terkontrolnya tekanan darah.
Penelitian Mardiyati (2009), menunjukkan bahwa penderita hipertensi mempunyai
sikap yang buruk dalam menjalani diet hipertensi, hal tersebut disebabkan oleh faktor
pengetahuan penderita hipertensi. Sikap merupakan suatu tindakan aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi dari perilaku. Menurut (WHO, 1992 cit Notoatmodjo, 2007),
perilaku seseorang adalah penyebab utama menimbulkan masalah kesehatan,tetapi juga
merupakan kunci utama pemecahan. Perilaku merupakan faktor kedua terjadi perubahan
derajat kesehatan masyarakat.
Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
1.2. Rumusan Masalah1. Apakah terdapat hubungan antara tngkat pengetahuan terhadap perilaku pada
lansia penderita hipertensi ?
2. Bagaimana hubugan antara tingkat pengetahuan terhadap perilaku pada lansia
dengan hipertensi ?
1.3. Tujuan Peneitian1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan terhadap perilaku
pada lansia dengan hipertensi.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat pengetahuan terhadap
perilaku pada lansia dengan hipertensi.
1.4. Manfaat Penelitian1. Memberikan kontribusi dalam perkembanan ilmu pengetahuan khususnya
Ilmu Kesehatan Masyarakat.
2. Memberikan informasi berkaitan dengan pentingnya menjaga gaya hidup,
meningkatkan kepatuhan minum obat dan melakukan kontrol tekanan darah
secara rutin pada pasien lansia dengan hipertensi.
3. Memberikan kontribusi terhadap pengambilan kebijakan pemerintah dalam
usaha penaggulangan hipertensi.
1.5. Keaslian Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Landasan Teori
1.1. Hipertensi
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensinya yang terus meningkat
sejalan dengan perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Hipertensi adalah keadaan
meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg, atau diastolik lebih
besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam
keadaan cukup istirahat/ tenang (Kuswardhani, 2005).
Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor
resiko yang dimiliki seseorang. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan
keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti stress, obesitas, nutrisi,
alkohol, dan merokok; serta faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti genetik,
umur, jenis kelamin, dan etnis. (Anggraini, et al., 2009). Saat ini terdapat kecenderungan
pada masyarakat perkotaan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan masyarakat
pedesaan. Hal ini antara lain dihubungkan dengan adanya gaya hidup masyarakat kota
yang berhubungan dengan risiko hipertensi seperti stress, obesitas (kegemukan),
kurangnya olah raga, merokok, alkohol, dan makan makanan yang tinggi kadar
lemaknya.
Perubahan gaya hidup seperti perubahan pola makan menjurus kesajian siap santap
yang mengandung banyak lemak, protein, dan garam tinggi tetapi rendah serat pangan,
membawa konsekuensi sebagai salah satu faktor berkembangnya penyakit degeneratif
seperti hipertensi (Yundini, 2006).
Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik akan meningkatkan angka mortalitas dan
menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital seperti jantung (infark miokard,
jantung koroner, gagal jantung kongestif), otak (stroke, enselopati hipertensif), ginjal
(gagal ginjal kronis), mata (retinopati hipertensif) (Anggraini, et al.,2009).
1.2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun 2003,
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa dengan usia lebih dari 18 tahun terbagi
menjadi kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Chobanian, et al., 2004).
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut JNC VII
(2003)
Klasifikasi tekanan darah Tekanan darah sistolik (mmHg)
Tekanan darah
diastolik (mmHg)
Normal * < 120 dan < 80
Prehipertensi ** 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi grade 1 140 – 159 atau 90 – 99
Hipertensi grade 2 > 160 atau > 100
Keterangan:
1. Tanda * yaitu batas optimal untuk resiko penyakit kardiovaskuler. Namun, tekanan
darah yang terlalu rendah juga dapat mengakibatkan masalah jantung dan membutuhkan
bantuan dokter.
2. Tanda ** yaitu prehipertensi merupakan keadaan dimana tidak memerlukan
medikasi, namun termasuk pada kelompok beresiko tinggi untuk menjadi hipertensi,
penyakit jantung koroner dan stroke. Individu dengan prehipertensi tidak memerlukan
medikasi, tetapi dianjurkan untuk modifikasi pola hidup sehat yang mencakup penurunan
berat badan, mengurangi asupan garam, berhenti merokok dan membatasi minum
alkohol.
1.3. Etiologi Hipertensi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi yaitu dengan penyebab yang
tidak diketahui (hipertensi esensial/ primer atau idiopatik) dan dengan penyebab
diketahui (hipertensi sekunder). Sebagian besar kasus hipertensi sekitar 90%
diklasifikasikan sebagai hipertensi esensial, yaitu tanpa kelainan dasar patologi yang
jelas. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik, lingkungan, hiperaktivitas
susunan saraf simpatik, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi natrium,
peningkatan natrium dan kalsium intraseluler, serta faktor-faktor yang dapat
meningkatkan resiko seperti : obesitas, alkohol, rokok, serta polisitemia (Tjay, 2002).
Hipertensi sekunder adalah hipertensi dengan penyebabnya diketahui dan ini
menyangkut 10% dari kasus-kasus hipertensi (Sheps, 2005). Menurut Nafrialdi (2007),
yang termasuk dalam kelompok ini adalah hipertensi akibat penyakit ginjal (hipertensi
renal), hipertensi endokrin, kelainan syaraf pusat, obat-obatan.
1.4. Patofisiologi Hipertensi
Corwin (2001) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut
jantung, volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan salah
satu dari ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf
atau hormon pada nodus SA. Peningkatan kecepatan denyut jantung kronik sering
menyertai keadaan hipertiroidisme, namun peningkatan kecepatan denyut jantung
biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak
meninbulkan hipertensi (Astawan, 2002). Peningkatan volume sekuncup yang
berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma yang
berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi
garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan
aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal.
Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir
sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkatan preload
biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik (Amir, 2002). Peningkatan TPR
yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan saraf atau hormon
pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat rangsangan
normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
Peningkatan Total Peripheral Resistance membuat jantung harus memompa secara
lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut
peningkatan dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan
diastolik. Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin
mulai mengalami hipertrofi (membesar), sehingga kebutuhan ventrikel akan oksigen
semakin meningkat dan ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai
tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003).
1.5. Manifestasi Klinis Hipertensi
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakkan gejala sampai
bertahun-tahun. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah
dan kreatinin. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau
serangan iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada satu sisi
(hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Wijayakusuma, 2000).
Menurut Corwin (2001) bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang
disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan
kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap
karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan
kapiler. Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka
merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal,
telinga berdengung, dan mata berkunang-kunang (Wiryowidagdo, 2002).
1.6. Penatalaksanaan Hipertensi
Menurut Ganiswarna (2007), penatalaksanaan penyakit hipertensi ini memerlukan
terapi dalam pengobatannya. Tujuan terapi hipertensi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan darah sitolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor resiko. Menurut Katzung & Bertram (2007),
ada dua terapi yang dilakukan untuk mengobati hipertensi. Terapi yang diberikan pada
penderita hipertensi yaitu terapi farmakologis dan terapi nonfarmakologis.
a. Terapi farmakologis
Manajemen pengobatan hipertensi berdasarkan klasifikasi hipertensi. Individu dengan
tekanan darah normal cukup dianjurkan melakukan perubahan gaya hidup, sedangkan
pada penderita hipertensi grade I obat antihipertensi diberikan bila dalam pemantauan
selama bulan, tekanan darah tetap tinggi setelah melakukan modifikasi gaya hidup.
Pada hipertensi grade I dapat diberikan monoterapi (1 macam obat) dulu golongan
diuretik, penyekat ACEIs (Angiotensin Converting Enzymes), penyekat beta (beta
blockers), penyekat reseptor Angiotensin dan penyekat Calsium Channel Bloker atau
dimungkinkan kombinasi obat (Hakim, 2006). Penderita hipertensi grade II, sangat
dianjurkan untuk memberikan terapi kombinasi karena berdasarkan suatu penelitian
hampir jarang mencapai tekanan darah diinginkan dengan menggunakan monoterapi.
Sebagian besar tekanan darah baru mencapai level yang diinginkan dengan kombinasi
2 - 4 macam kombinasi obat (Hakim, 2006).
b. Terapi nonfarmakologis
Terapi ini meliputi perubahan gaya hidup yang merupakan kunci utama dalam
pengendalian penyakit hipertensi. Terapi yang menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap
orang dan melakukan modifikasi gaya hidup yang terbukti dapat menurunkan tekanan
darah, mempertinggi kinerja obat-obat antihipertensi dan mengurangi resiko terserang
penyakit kardiovaskuler (Chobanian et al., 2003). Modifikasi gaya hidup yang dapat
menurunkan tekanan darah meliputi: mengurangi berat badan untuk individu yang obes
atau gemuk, perencanaan pola makan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
yang kaya akan potassium dan kalsium, diet rendah natrium, mengkonsumsi alkohol
seperlunya, olahraga aerobik secara teratur minimal 30 menit/hari seperti jogging,
berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, menghentikan rokok, mempelajari cara
mengendalikan diri/ stres seperti melalui relaksasi atau yoga (Ayu, 2008).
Menurut Astawan (2002), adapun cakupan modifikasi gaya hidup antara lain berhenti
merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi diet serta
yang mencakup psikis antara lain mengurangi stres, olahraga, dan istirahat.
1.7. Lanjut Usia
1.8. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan umumnya
datang dari pengalaman, juga bisa didapat dari informasi yang disampaikan oleh guru,
orang tua, teman, buku, dan surat kabar (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Setiawati (2008), pengetahuan adalah hasil dari proses pembelajaran dengan
melibatkan indra penglihatan, pendengaran, penciuman, dan pengecap. Pengetahuan
akan memberikan penguatan terhadap individu dalam setiap mengambil keputusan
sehingga individu tersebut akan melakukan perubahan dengan mengadopsi perilaku.
Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia sementara orang lain tinggal
menerimanya.
Menurut Wahid,dkk. (2007) faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang antara lain :
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain agar
mereka dapat memahami. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah
pula bagi mereka untuk menerima informasi, dan pada akhirnya semakin banyak
pengetahuan yang mereka miliki.
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
c. Umur
Semakin bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan aspek fisik dan
psikologis (mental), dimana aspek psikologis ini taraf berpikir seseorang semakin
matang dan dewasa.
d. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada
akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
e. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam
dirinya ataupun dari lingkungannya. Pada dasarnya pengalaman mungkin saja
menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi individu yang melekat menjadi
pengetahuan pada individu secara subjektif.
f. Informasi
Kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Penderita hipertensi harus
mempunyai pengetahuan dan sikap kepatuhan untuk dapat menyesuaikan
penatalaksanaan terapi hipertensi dalam kehidupan sehari- hari (Willy, 2007).
Kepatuhan dalam mengontrol tekanan darah dipengaruhi oleh pengetahuan pasien
tentang penyakit yang dideritanya serta diit hipertensi (Saputro, 2009). Kurangnya
kesadaran dan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi terbukti dengan pasien
yang masih memilih makanan siap saji yang umumnya rendah serat, tinggi lemak, dan
mengandung banyak garam, yang merupakan pola makan yang kurang sehat sebagai
pemicu penyakit hipertensi (Austriani, 2008).
1.9. Perilaku
a) Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan berasal dari kata dasar “patuh”, yang berarti disiplin dan taat. Kepatuhan
adalah suatu tingkat dimana perilaku individu (misalnya dalam kaitan dengan mengikuti
pengobatan, mengikuti instruksi diet, atau membuat perubahan gaya hidup) sesuai atau
tepat dengan anjuran kesehatan (Sackett, 1976 dalam Smet, 2002). Kepatuhan juga
didefenisikan sebagai tingkatan dimana individu mengikuti instruksi yang diberikan
untuk mendukung pengobatan terhadap sakitnya (Morrison, 2004). Shillinger (1983,
dalam Isnanda, 2005) mengatakan bahwa kepatuhan mengacu pada proses dimana
seorang klien mampu mengasumsikan dan melaksanakan beberapa tugas yang
merupakan bagian dari sebuah regimen terapeutik. Akhir dari kepatuhan
diimplikasikan individu pada tingkat yang lebih aktif, sukarela, dan keterlibatan pasien
dalam melatih perilaku tersebut (Meichenbaum & Turk, 1998 dalam Mairani, 2006).
Menurut Feuer Stein, et al. dalam Niven (2002), ada beberapa faktor yang dapat
mendukung sikap patuh pasien, diantaranya:
a. Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang pendidikan tersebut
merupakan pendidikan yang aktif, seperti penggunaan buku dan lain-lain.
b. Akomodasi
Suatu usaha harus dilakukan untuk memahami ciri kepribadian pasien yang dapat
mempengaruhi kepatuhan. Pasien yang lebih mandiri, harus dilibatkan secara aktif dalam
program pengobatan sementara pasien yang tingkat ansietasnya tinggi harus diturunkan
terlebih dahulu. Tingkat ansietas yang terlalu tinggi atau rendah, akan membuat
kepatuhan pasien berkurang.
c. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial
Membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman sangat penting,
kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu memahami kepatuhan terhadap
program pengobatan, seperti pengurangan berat badan dan lainnya.
d. Perubahan Model Terapi
Program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin dan pasien terlibat aktif
dalam pembuatan program tersebut.
e. Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien.
Hal penting memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi
diagnosis.
Menurut Brunner dan Suddarth (2002) dalam buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah:
a. Faktor demografi seperti usia,jenis kelamin,suku bangsa,status sosial ekonomi dan
pendidikan.
b. Faktor penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala akibat terapi.
c. Faktor program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek samping obat
yang tidak menyenangkan.
d. Faktor psikososial seperti intelegensia,sikap terhadap tenaga kesehatan,
penerimaan,atau penyangkalan terhadap penyakit,keyakinan agama atau budaya dan
biaya financial dan lainnya yang termasuk dalam mengikuti regimen.
Penderita hipertensi sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah dan faktor
resiko guna meningkatkan derajat kesehatannya. Suhardjono (2008) menyatakan bahwa
penyakit hipertensi merupakan penyebab tersering yang menimbulkan kesakitan dan
kematian akibat komplikasi penyakit kardiovaskuler. Berdasarkan hal tersebut maka
kepatuhan pasien hipertensi dalam mengontrol tekanan darah adalah tindakan yang
sangat penting. Kepatuhan pasien hipertensi dapat dilihat dari perilaku pasien hipertensi
yang menaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh kalangan medis guna
mencapai keberhasilan pengobatan.
Kepatuhan mencakup kombinasi antara kontrol tekanan darah dan penurunan
faktor resiko yang dilakukan pasien. Keberhasilan dalam mengendalikan tekanan darah
tinggi merupakan usaha bersama antara pasien dan dokter yang menanganinya.
Kepatuhan seorang pasien yang menderita hipertensi tidak hanya dilihat berdasarkan
kepatuhan dalam meminum obat antihipertensi tetapi juga dituntut peran aktif pasien dan
kesediaannya untuk memeriksakan kesehatannya ke dokter sesuai dengan jadwal yang
ditentukan serta perubahan gaya hidup sehat yang dianjurkan (Burnier, 2001). Hal ini
didukung juga oleh pendapat Nazir (2008) berdasarkan hasil studinya yang menyatakan
bahwa kepatuhan pasien hipertensi dalam mengontrol tekanan darah dan menghindari
komplikasi penyakit dapat dilihat dari perilaku pasien dalam mengkonsumsi obat
antihipertensi secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, menghindari konsumsi garam
yang berlebihan dalam setiap masakan atau makanan dan rajin melakukan olahraga.
Kepatuhan pasien hipertensi melalui modifikasi gaya hidup menurut Evi (2008) yaitu
dengan menurunkan berat badan apabila kegemukan, membatasi konsumsi minuman
beralkohol, meningkatkan aktivitas fisik, menurunkan konsumsi sodium (natrium),
mempertahankan asupan potassium, mempertahankan asupan kalsium dan magnesium
untuk kesehatan, berhenti merokok, serta menurunkan asupan lemak jenuh dan kolesterol
untuk kesehatan kardiovaskuler.
Penderita hipertensi juga tidak sadar dengan gejala yang timbul tenggelam. Ketika
penderita hipertensi dinyatakan bisa berhenti minum obat karena tekanan darahnya bisa
normal, dia sering menganggap kesembuhannya permanen, padahal sekali divonis
hipertensi, pasien hipertensi akan menyandang penyakit tersebut seumur hidup. Pada
sebagian kasus, hipertensi memang bisa disembuhkan total tetapi presentasenya kecil,
itu pun hanya sebatas prehipertensi atau hipertensi ringan. Maka yang bisa dilakukan
pasien adalah mengontrolnya dengan mengomsumsi obat penurun hipertensi dan
menjalankan pola hidup sehat (Lawrance, 2002).
Ketidakpatuhan adalah tingkat dimana perilaku seseorang gagal dalam penyesuaian
dengan kegiatan yang mendukung kesehatannya atau rencana terapi tidak dilaksanakan
oleh individu. Menurut Niven (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan
dapat digolongkan menjadi empat bagian yaitu:
a. Pemahaman Tingkat Intruksi.
Tidak seorangpun dapat memenuhi intruksi jika ia salah paham tentang instruksi
yang diberikan kepadanya.
b. Kualitas interaksi.
Kualitas interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang
penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
c. Isolasi sosial dan keluarga.
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan
keyakinan dan nilai kesehatan individu serta juga dapat menentukan tentang program
pengobatan yang dapat mereka terima.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian.
Becker et al (1979) dalam Niven (2002) telah membuat suatu usulan bahwa model
keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan adanya ketidakpatuhan.
1.10. Hubungan Pengetahuan Pasien Hipertensi dengan Kepatuhan Pasien dalam Pelaksanaan Program Terapi
Kepatuhan dalam menjalankan terapi guna mengontrol tekanan darah dipengaruhi
oleh pengetahuan. Pasien yang tidak mengetahui bahaya laten yang tersembunyi dibalik
penyakit hipertensi membuat pasien tidak mengambil tindakan terhadap penyakit yang
diderita serta membuat pasien tidak patuh dalam mengikuti pengobatan (Health Care
Compliance Proggram, 2007).
Satu hal yang penting dalam pelaksanaan terapi pasien yang baru terdiagnosa
hipertensi adalah kepatuhan. Monitor pasien yang ketat pada tahun pertama akan
menurunkan jumlah resiko putus obat dan dapat mengganti obat antihipertensi bila tidak
sesuai dengan pasien. Informasi tentang kelompok organisasi pendukung, web sites atau
materi edukasi dapat menambah pengetahuan pasien dan membantu pasien yang baru
terdiagnosa untuk patuh pada pengobatan sehingga tekanan darah dapat terkontrol
(Andra, 2007).
Penyebab kontrol tekanan darah yang tidak baik antara lain karena banyak pasien
yang tidak meminum obat yang diresepkan. Pada kebanyakan survei, kira-kira 25-50%
pasien-pasien yang mulai meminum obat antihipertensi kemudian menghentikannya
dalam 1 tahun (Irmalita, 2003). Oleh karena itu, sangat penting memberikan edukasi
akan manfaat pengontrolan penyakit dalam jangka panjang yang pada akhirnya akan
sangat berguna untuk mencapai terapi yang diinginkan (Kaplan, 2001). Menurut Ragot
et al. (2005), pentingnya informasi mengenai hipertensi akan menambah pengetahuan
pasien sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien mengontrol tekanan darah.
b) Gaya Hidup
Menurut Lisnawati (2001), pasien hipertensi dianjurkan untuk melakukan gaya hidup
sehat yang menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang mengarah pada upaya
memelihara kondisi fisik, mental dan sosial berada dalam keadaan positif. Gaya hidup
sehat meliputi kebiasaan tidur, makan, pengendalian berat badan, tidak merokok atau
minum-minuman beralkohol, berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola
stres yang dialami. Sejalan dengan pendapat Lisnawati, Notoatmojo (2005)
menyebutkan bahwa perilaku sehat (healthy behavior) adalah perilaku-perilaku atau
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan.
Perilaku sehat (healthy behavior) yang dimaksud mencakup beberapa hal antara lain :
a. Makan dengan menu seimbang (appropriate diet), mencakup pola makan sehari-
hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh baik menurut
jumlahnya ( kuantitas ) maupun jenisnya ( kualitas ).
b. Olahraga teratur, mencakup kualitas ( gerakan ) dan kuantitas dalam arti frekuensi
dan waktu yang digunakan untuk olah raga. Kedua aspek ini tergantung dari usia dan
status kesehatan yang bersangkutan.
c. Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol serta tidak menggunakan
narkoba.
d. Istirahat yang cukup, berguna untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Istirahat
yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kesehatannya.
e. Pengendalian atau manajemen stress. Stres tidak dapat dihindari oleh siapapun
namun hanya dapat dilakukan adalah mengatasi, mengendalikan atau mengelola stres
tersebut agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan baik kesehatan fisik maupun
kesehatan mental (rohani).
Penanganan hipertensi dilakukan bersama dengan diet rendah kolesterol atau, diet
tinggi serat dan diet rendah energi bagi penderita hipertensi yang juga obesitas. Pasien
hipertensi supaya banyak mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah
lemak dapat menurunkan tekanan darah. Pengubahan pola hidup dapat berupa penurunan
berat badan jika overweight; membatasi konsumsi alkohol, berolahraga teratur;
mengurangi konsumsi garam, mempertahan konsumsi natrium, kalsium, magnesium
yang cukup, dan berhenti merokok. Selain itu penderita hipertensi juga harus mempunyai
pengetahuan dan sikap kepatuhan untuk dapat menyesuaikan penatalaksanaan hipertensi
dalam kehidupan sehari- hari (Willy, 2007).
c) Kontrol Tekanan Darah
Menurut Gonner (2008), pasien hipertensi perlu mengetahui cara pengontrolan
tekanan darah yaitu dengan berkonsultasi secara teratur dengan dokternya dan
mendapatkan informasi mengenai obat antihipertensi seperti mengapa obat diperlukan
dan resiko apa yang mungkin terjadi bila tidak mengkonsumsi obat tersebut, informasi
mengenai manfaat dan efek samping obat. Kontrol tekanan darah dilakukan
setiap ...................
Informasi-informasi tersebut akan menambah pengetahuan pasien hipertensi sehingga
dapat meningkatkan kepatuhannya dalam melaksanakan program terapi.
2. Kerangka Konsep
Terdapat beberapa
3. Hipotesis
1. Ada hubungan antara tngkat pengetahuan terhadap perilaku pada lansia penderita
hipertensi
2. Semakin tinggi tingkat pengetahuan semakin baik perilaku pada lansia dengan
hipertensi.
Tingkat Pengetahuan
Tekanan Darah
Perilaku:1. Kontrol Rutin Tekanan Darah2. Gaya Hidup3. Kepatuhan Minum Obat
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental berbentuk survey deskriptif
analitik dengan rancangan penelitan cross sectional , yaitu dengan melakukan
pengukuran tekanan darah dan pengisian kuisioner terhadap subyek.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
2.1. Tempat
Penelitian ini, dilakukan di Posyandu Lansia Prancak Glondong, Posyandu Lansia
Prancak Dukuh dan Posyandu Lansia Pandes, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul
yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sewon II Bantul. Posyandu – posyandu
tersebut dijadikan sampel karena termasuk kriteria inklusi, dari segi jumlah penduduk,
ciri – ciri masyarakat dan jenis pekerjaan.
2.2. Waktu
Penelitian dilakukan selama 2 minggu dari tanggal 10 September sampai 24
September 2013.
3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia yang datang di posyandu – posyandu
lansia di wilayah kerja Puskesmas Sewon II Bantul. Sampel penelitian yang digunakan
adalah lansia yang datang ke Posyandu Lansia Prancak Dukuh, Posyandu Lansia Prancak
Glondong dan Posyandu Lansia Pandes.
Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah seluruh lansia dengan hipertensi yang
datang di Posyandu Lansia Prancak Dukuh, Posyandu Lansia Prancak Glondong dan
Posyandu Lansia Pandes, yang mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Kriteria
eksklusi pada penelitian ini adalah lansia yang saat dilakukan pengukuran tekanan darah
terbukti tidak hipertensi, lansia yang tidak mengisi inform consent, lansia yang absent
saat pemberian kuisioner , lansia yang tidak mengumpulkan kuisioner dan lansia yang
tidak tahu bahwa dirinya menderita hipertensi atau lansia yang baru mengetahui saat
dilakukan pemerikasaan.
4. Variabel dan Definisi Operasional
4.1. Variabel
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel
tergantung. Variabel bebas pada penelitian ini meliputi tingkat pengetahuan pada lansia
penderita hipertensi, sedangkan variabel tergantungnya adalah perilaku pada lansia
penderita hipertensi (gaya hidup, kepatuan minum obat dan kontrol tensi rutin).
4.2. Definisi Operasional
a. Tingkat Penegetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang
diketahui penderita hipertensi tentang hipertensi, seperti pengertian hipertensi,
penyebab, faktor risiko, gejala, pengobatan, pengendalian dan memahami cara
pencegahan terhadap naiknya tekanan darah. Pengetahuan diukur dengan
menggunakan skala ordinal dengan ukuran tinggi, sedang dan rendah.
b. Perilaku dalam penelitian ini merupakan perbuatan yang dilakukan oleh orang yang
terdiagnosis hipertensi dalam menjaga tekanan darah agar tetap normal. Pada
penelitian kali ini perilaku subyek dikaji dalam beberapa aspek yaitu, kepatuhan
meminum obat, rutin control tekanan darah dan menjaga pola hidup sehat. Dari tiap –
tiap aspek tersebut dimasukan dalam poin – poin dalam kuisioner yang kemudian
dibuat skala ordinal yaitu baik, sedang dan buruk.
c. Kepatuhan minum obat pada penelitian ini adalah tindakan pasien menjalankan
perintah dokter atau tenaga kesehatan lain yang memberikan obat antihipertensi
kepada subyek penelitian bersangkutan secara teratur sesuai anjuran yang
disampaikan. Kepatuhan pada subyek dikaji dalam poin – poin yang ada pada
kuisioner. Kemudian digabungkan dan dibuat skala ordinal baik, sedang dan buruk.
d. Kontrol rutin tekanan darah pada penelitian ini adalah tindakan subyek penelitian
yang bersangkutan dalam memeriksakan tekanan darahnya ke posyandu atau layanan
kesehatan lain secara rutin dan berkala. Kepatuhan dinilai dengan kuisioner yang
kemudian hasilnya dibuat skala ordinal baik, sedang dan buruk.
e. Pola hidup sehat pada penelitian ini adalah tindakan subyek yang bersangkutan dalam
menjaga asupan garam, mengurangi porsi makan, menghindari makanan cepat saji,
melakukan olahraga, mengatur jadual olahraga dan jadual istirahat dan melakukan
refreshing saat stress. Pola hidup sehat pada penelitian ini diukur dengan
menggunakan kuisioner dan dibuat skala ordinal baik, sedang dan buruk.
f. Lansia pada penelitian ini adalah individu dengan batasan usia lebih dari 60 tahun.
g. Penderita hipertensi pada penelitian kali ini adalah individu yang saat dilakukan
pengukuran tekanan darah sesuai prosedur di posyandu tersebut menunjukan tekanan
darah sistolik >=140 mmHg dan tekanan darah diastolic >= 90 mmHg
5. Matrik Prioritas Masalah
NoDaftar
Masalah
Importancy
T R IxTxRP S RI DU
S
BPB PC
1 Hipertensi 5 3 3 5 4 5 3 5 5 337500
2 Scizo 3 2 2 3 5 3 2 4 5 21600
3 Maag 3 2 2 3 3 3 1 5 5 8100
4 Lepto 1 2 1 1 1 1 1 5 5 50
Prioritas masalah yang ditentukan adalah berdasarkan laporan tahunan
penyakit pada tahun 2012 di puskesmas Sewon II kabupaten bantul daerah istimewa
yogyakarta. Masalah masalah tersebut antara lain hipertensi, gangguan jiwa, gastritis,
dan leptospirosi. Untuk mentukan prioritas masalah digunakan matriks dengan
komponen penilaian terdiri dati Importancy (kepentingan), Technology, Resource
(ketersediaan sumber daya), yang kemudian dinilai dan hasil tertinggi dijadiakn sebagai
prioritas masalah, yaitu Hipertensi.
6. Instrumen Penelitian
1. Informed Consent
2. Kuisioner
3. Spyghnomanometer / tensi meter
7. Cara Pengumpulan Data
Persiapan Penelitian
Penetapan masalah dan judul yang akan diteliti
Mencari segala informasi terkait dengan permasalahan ini baik dari text book,
jurnal, ataupun segala referensi yang terkait dengan penelitian ini.
Menentukan lokasi, populasi dan pengurusan izin penelitian pada lokasi yang
telah ditentukan.
Penyediaan informed concent dan kuisioner serta instrumen penelitian yang
dibutuhkan.
Pelaksanaan Penelitian
Dilakukan pengukuran tekanan darah sesuai prosedur pada semua lansia yang
datang ke posyandu
Penyaringan lansia yang memiliki tekanan darah yang tinggi yang masuk
criteria inklusi
Lansia yang tekanan darahnya tinggi diminta untuk mengisi informed concent,
dan dibantu oleh peneliti dalam mengisi kuisioner
Pengumpulan kuisioner, melakukan koding, scoring dan rekapitulasi kuisioner
sehingga diperoleh skor untuk tiap responden.
Tahap penyelesaian
Pengolahan dan analisa data.
Penyusunan laporan penelitian.
8. Analisis Data
Setelah pengumpulan data selesai dilaksanakn maka data dianaisa menggunakan
metode pengolahan despkripsi isi (content analysis). Data yang diperoleh berupa data
kategorikal berkelompok, dengan jenis komparatif maka dilakukan pengolahan dengan
metode Chi-square menggunakan alat bantu SPSS 15.0 Evaluation for windows.
9. Kesulitan Penelitian
Kesulitan yang dialami selama penelitian ini adalah dalam hal pengisian kuisioner
dimana karena subyek yang dipilih adalah lansia yang rata – rata tidak bisa membaca,
tidak dapat melihat tulisan dengan jelas dan tidak mengerti maksud dari kuisioner, maka
peneliti membacakan tiap poin dalam kuisioner dan mencatat jawaban didepan
responden. Karena waktu posyandu yan terbatas, mengharuskan pengisian kuisioner
berlangsung singkat tanpa bisa menggali informasi lebih dalam terhadap subyek
penelitian. Kesulitan lain adalah waktu penelitian yang disediakan amat terbatas +/- 2
minggu, sehingga menyulitkan peneliti untuk mengurus perizinan, mencari informasi
terkait dan pengolahan data penelitian.
10. Etika Penelitian
Penelitian yang berjudul "Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Pada
Lansia Dengan Hipertensi Di Puskesmas Sewon II Bantul" memiliki surat ijin dari
program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY yang
sah untuk melakukan penelitian. Segala bentuk jawaban dan data pribadi dari responden
akan dijaga kerahasiaannya. Karena subyek penelitian adalah manusia, maka peneliti
menggunakan Informed consent yang merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Identitas dari subyek
penelitian tidak disebarluaskan baik melalui media clektronik maupun media cetak.