rancangan disertasi(2)
TRANSCRIPT
1
PENGEMBANGAN FITOSTRUKTUR BERBASIS ULAYATDALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
KOTA PALANGKA RAYA
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi
Diajukan kepada Program PascasarjanaInstitut Teknologi Sepuluh Nopember
pada tanggal 18 Agustus 2009
1. Perumusan Masalah
Biro Sensus Amerika Serikat mengestimasi bahwa per tanggal 12 Agustus
2009, penduduk bumi mencapai 6,7 milyar jiwa (World POPClock Projection,
2009). Indonesia sendiri berkontribusi sebesar 230,72 juta jiwa atau sekitar 3,41%
terhadap total populasi dunia (Wikipedia, 2009). Peningkatan dan kepadatan
jumlah penduduk tanpa dibarengi upaya pemeliharaan lingkungan dapat menjadi
salah satu ancaman terhadap keseimbangan ekosistem global. Fowler (2009: 83)
secara spesifik mengungkapkan bahwa “… Perubahan yang dialami ekosistem…
acap kali berkorelasi langsung dengan populasi manusia.”
Masalah ekosistem telah menjadi perhatian dunia sehingga Protokol Kyoto
menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 5% sejak tahun 1990.
Target ini diharap dapat tercapai pada periode 2008-2012 (KPRAG, 2003). Untuk
itu, diperlukan komitmen transnasional mengenai baseline mikroklimat dan
perhitungan karbon yang terdapat dalam elemen lingkungan, seperti tumbuhan
dan tanah dalam sistem kehutanan (AGO, 2002). Kesemua notifikasi tersebut
menunjukkan bahwa masalah ekosistem sudah tidak relevan lagi untuk dipandang
sebagai masalah lokal karena dampaknya yang signifikan terhadap lingkungan
secara global.
Masalah peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer telah
diidentifikasi sebagai penyebab utama pemanasan global. Konsentrasi CO2
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
2
atmosfer telah meningkat dari 250 ppm sampai kini sebesar 370 ppm dalam kurun
waktu 100 tahun. Pertambahan konsentrasi CO2 dalam kisaran 30% berdampak
pada peningkatan temperatur rata-rata permukaan bumi sebesar 0,6° C (Prentice et
al., 2001). Pemanasan global juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan melalui
meningkatnya temperatur permukaan tanah.
Dalam kerangka mikroklimat, Ludang et al (2007b) melaporkan bahwa
temperatur udara rata-rata harian pada lahan pertanian (29o C) ditemukan lebih
tinggi dibanding lahan hutan (27 o C), dan temperatur tanah yang tinggi pada lahan
pertanian akan meningkatkan proses oksidasi, sehingga pada gilirannya akan
meningkatkan emisi gas karbon dioksida dan metana. Konsekuensi dari temuan
ini turut didukung pula oleh Moore dan Knowles (1989), Moore dan kawan-
kawan (1990), Fiedler dan Sommer (2000), Otter dan Scholes (2000), serta
Hatano dan kawan-kawan (2004).
Di samping itu, menelaah lebih lanjut lagi, cadangan air di Indonesia yang
merupakan suatu negara kepulauan hanya mampu memenuhi kebutuhan 1.700 m3
air per jiwa setiap harinya. Hal ini masih tergolong minim apabila dibandingkan
rerata cadangan air dunia, yaitu lebih dari 2.000 m3 per jiwa per hari. Secara
geohidrologi, Ludang et al (2007a) melaporkan bahwa curah hujan harian,
bulanan dan tahunan di lahan pertanian dan lahan kehutanan tidak berbeda secara
signifikan. Perbedaan signifikan di antara kedua lahan itu terletak pada elemen
ketinggian air tanah. Fluktuasi ketinggian air tanah dipengaruhi oleh temperatur
tanah dan udara, dengan lahan pertanian memiliki fluktuasi ketinggian air tanah
lebih tinggi daripada lahan kehutanan. Zalewski, Santiago-Fandino, dan Neate
(2003) berkeyakinan bahwa degradasi pelapis tanaman telah menyebabkan
berkurangnya cadangan air di banyak tempat di dunia ini.
Konversi wilayah pemukiman untuk mengakomodasi kuantitas manusia yang
semakin bertambah secara langsung turut membawa dampak pada keseimbangan
ekosistem. Fowler (2009) berkeyakinan bahwa perubahan akibat campur-tangan
manusia dapat menimbulkan stress yang pada akhirnya turut mempengaruhi siklus
dan konten dari nutrien, serta berdampak terhadap sistem secara keseluruhan.
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
3
Nutrien, seperti karbon dan oksigen, biasanya mengalami peningkatan laju siklus
sehingga dapat dianggap sebagai kerugian.
Potensi kehutanan, khususnya di Indonesia, dalam mengendalikan masalah
mikroklimat telah diakui dapat menurunkan emisi gas CO2 dan metana. Ekosistem
yang terdapat dalam hutan secara langsung berkaitan dengan beberapa isu
konservasi, misalnya kemampuannya dalam menyimpan dan menyerap karbon,
fungsinya sebagai habitat penting bagi flora dan fauna, dan kaitannya dengan
sumberdaya air tawar yang penting bagi kehidupan makhluk hidup. Akan tetapi,
maraknya kebakaran hutan yang terjadi telah mengemisikan karbon ke atmosfer
dalam jumlah masif (Page et al., 2002) sehingga berdampak buruk bagi
pemanasan global (Joosten & Clarke, 2002).
Zalewski, Santiago-Fandino, dan Neate (2003) mengungkapkan bahwa salah
satu doktrin fundamental yang terdapat dalam konsep pembangunan berkelanjutan
adalah pemeliharaan keseimbangan homeostasis di dalam ekosistem. Indonesia
turut mengakui azas-azas tersebut melalui Agenda 21 yang mendukung konsep
pembangunan berkelanjutan, yaitu turut mempertimbangkan manfaat ekonomi,
kesejahteraan masyarakat, dan pemeliharaan manfaat positif dari lingkungan.
Pengabaian terhadap pemeliharaan keseimbangan homestasis akan menimbulkan
berkurang atau justru hilangnya manfaat yang dapat diperoleh dari suatu sumber
daya.
Penggunaan teknologi yang selama ini diandalkan sebagai panacea dalam
mengatasi masalah lingkungan masih memiliki tantangan, terutama ditilik dari sisi
biaya ekonomi. Di sini, fitoteknologi sebagai bentuk pemanfaatan vegetasi untuk
mengatasi masalah lingkungan menjadi salah satu alternatif yang memiliki
keunggulan nilai ekonomis (Ho, 2004). Zalewski dan kawan-kawan (2003)
berkeyakinan bahwa fitoteknologi dapat menjadi suatu pendekatan guna
meningkatan kapasitas-bawa suatu ekosistem serta mendukung ketahanan dan
fungsionalitas ekosistem bila dibarengi dengan pendekatan bersifat holistik.
Merentang lebih jauh lagi, pendekatan yang telah diterapkan di negara-negara
maju ini juga diharapkan mampu meningkatkan peluang kesempatan kerja karena
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
4
terpeliharanya keanekaragaman hayati, produksi pertanian, dan penciptaan
bioenergi.
Sebagai contoh, Mangkoedihardjo (2007) mengungkapkan bahwa
fitoteknologi perlu diformulasikan secara komprehensif agar layak diterapkan
dalam kerangka sanitasi lingkungan yang berkelanjutan. Secara khusus,
fitostruktur atau struktur ruang terbuka hijau sebagai salah satu subyek
fitoteknologi, dan selanjutnya disingkat sebagai RTH (Ruang Terbuka Hijau) dapat diintensifkan untuk mengatasi pemanasan global, menyerap karbon dioksida
dalam jaringan tumbuhan melalui proses evapotranspirasi, menyediakan sumber
tanaman untuk bahan pangan dan pekerjaan bagi rakyat sehingga berkontribusi
secara aktual dan langsung untuk mencapai Millenium Development Goals
(Mangkoedihardjo, 2007). Di sini, semua lahan hijau seperti jajaran pohon
sepanjang jalan, pepohonan sepanjang sungai, taman, tempat bermain, kuburan,
kebun, dan lain-lain, termasuk tempat pembuangan sampah, dapat digolongkan
sebagai RTH. Dengan demikian, RTH selama ini sebenarnya telah menjadi bagian
integral kehidupan sehari-hari, namun belum difungsikan secara optimal.
Selayaknya, pengembangan kawasan pemukiman dan perkotaan patut
memperhitungkan lebih jauh lagi mengenai optimalisasi RTH dalam
pembangunannya. Walaupun dalam implementasinya RTH sering mengalami
kompromisasi akibat tuntutan prioritas kebutuhan akan perumahan dan
kepentingan lainnya, Samudro dan Mangkoedihardjo (2006) menyediakan
formula RTH yang relevan karena berfokus pada basis jumlah penduduk, yaitu
GA = [29P0.7 – 3.2P], di mana GA adalah luas RTH (dinyatakan dalam satuan
km2) dan P adalah jumlah penduduk (dinyatakan dalam satuan jutaan jiwa).
Sebagai pembanding, Peraturan Pemerintah No. 63/2002 menetapkan batas luasan
RTH sebesar 10% dari luas kota, terlebih lagi Undang-Undang Kehutanan No.
41/1999 yang mencanangkan luasan RTH sebesar minimal 30% dari luas daerah
aliran sungai. Secara mendasar, luasan RTH belum didefinisikan secara konkrit
karena adanya beberapa pendekatan yang dapat diterapkan di dalamnya, misalnya
pendekatan model ekosistem kota (Odum, 1985) dan pemenuhan oksigen (Kunto,
1986).
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
5
Formula berbasis penduduk tersebut dipertimbangkan untuk mengakomodasi
kepentingan berdasarkan kebutuhan aktual masyarakat akan ruang tinggal yang
kian meningkat tanpa mengompromikan keperluan akan konservasi ekosistem
yang sehat agar dapat bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. RTH
dapat dijadikan solusi terhadap masalah fluktuasi iklim perkotaan, lenyapnya
unsur-unsur biotik akibat perubahan ulah tangan manusia, maupun sumber
rekreasi natural dengan lokasi yang terjangkau dari permukiman penduduk kota.
Terakhir, perubahan paradigma keilmuan mengubah ilmu-ilmu yang bersifat
fisika menuju ilmu pengetahuan hayati atau life science. Sebagai akibatnya,
manusia mengalami peningkatan kesadaran terhadap ekologi. Kondisi sosial juga
dapat mempercepat terjadinya perubahan paradigma dan sebaliknya, perubahan
paradigma akan turut mempengaruhi perubahan sosial (Heisenberg, 1958). Karena
itu, penelitian ini berusaha mempertautkan antara kearifan lokal dari masyarakat
yang telah dikenal hidup dari dan dekat dengan alam dan pengetahuan saintifik
guna menghasilkan sinergi dalam upaya penyelamatan lingkungan.
WorldBank (2009) turut mengakui pendekatan pembangunan yang
bersandarkan pada pengetahuan ulayat untuk mencapai target dalam Millennium
Development Goals. Pengetahuan ulayat atau indigenous knowledge dalam
penelitian ini secara spesifik didefinisikan sebagai kearifan lokal yang
berhubungan dengan pemeliharaan lingkungan, terutama dalam bentuk
pengetahuan oleh masyarakat setempat mengenai keanekaragaman dan interaksi
antarspesies, aliran air, bentuk-bentuk tanah, serta kualitas-kualitas lainnya yang
terdapat dalam lingkungan biofisik yang bersangkutan.
Zalewski dan kawan-kawan (2003) berpendapat bahwa tiap spesies tanaman
memiliki kinerja fisiologis dan kapasitas adaptif yang berbeda, yang
memampukannya berfungsi sebagai alat yang efektif bagi upaya pemulihan proses
ekologi serta meningkatkan potensi ekosistem guna meredam dampak negatif dari
ulah manusia. Ini berarti bahwa pengetahuan masyarakat mengenai jenis vegetasi
khas yang bersifat lokal dan diasosiasikan dengan fungsi-fungsi konservasi
tertentu dapat diintegrasikan bersama RTH agar dapat memenuhi tujuan dalam
kerangka berpikir pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian,
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
6
keterlibatan masyarakat secara aktual dapat diimplementasikan secara langsung
dan bersamaan dengan hasil penelaahan saintifik mengenai RTH dan isu-isu
konservasi lainnya. Secara spesifik, RTH di sini dirancang untuk diaplikasikan
pada ibukota provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Palangkaraya, sebagai daerah
yang acap mengalami kebakaran hutan dalam skala besar dan kontinu, sebagai
salah satu upaya nyata dari fitoteknologi.
2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah, terutama, dari segi perkembangan
teoretis dan praktis. Secara teoretis, kajian terhadap fitoteknologi pada umumnya
dan fitostruktur secara spesifik turut memperkaya cakrawala keilmuan bidang
sanitasi lingkungan. Sebagai bidang yang relatif novel untuk dikembangkan,
fitoteknologi memiliki keunggulan ekonomis dibandingkan teknologi yang
konservatif dan berbiaya tinggi. Setiap wilayah bumi memiliki karakteristik
vegetasi yang unik dan distinktif, sehingga aplikasi dan pengukuran fitostruktur
pada suatu wilayah geografis tertentu akan bersumbangsih terhadap bertambahnya
sediaan data. Mengetahui lebih jauh secara empiris mengenai karakteristik
keunggulan fitoteknologi melalui fitostruktur dapat menjadi pemicu gairah sains
bagi sesama ilmuwan yang berkecimpung di bidang sanitasi dan konservasi
lingkungan untuk mengembangkan konsep rehabilitasi lingkungan.
Dalam segi praktis, tanggung jawab terhadap masyarakat yang dituangkan
melalui aplikasi fitostruktur dalam suatu wilayah diharapkan berkontribusi secara
aktual dan holistik sehingga membawa kebaikan bagi semua khalayak. Terdapat
tiga manfaat prospektif yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Pertama,
dengan melibatkan pengetahuan ulayat ke dalam isu konservasi lingkungan,
diharapkan proses ini menjadi cara yang inovatif untuk memberikan daya hidup
terhadap pengetahuan ulayat akibat transferansi kepada generasi-generasi baru
(IdpNorway, 2007). Kedua, dengan melibatkan masyarakat sebagai pemilik
pengetahuan ulayat, peran dan kontribusi mereka dalam pembangunan dapat
semakin didukung dan dikuatkan, sehingga pada akhirnya, kesadaran konservasi
sungguh-sungguh menjadi kesadaran yang terbangun secara global. Ketiga,
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
7
dengan mengaplikasikan RTH, kerusakan ekosistem dapat ditanggulangi. Dengan
turut mempertimbangkan ciri-ciri bawaan pada suatu ekosistem yang telah terberi,
diharapkan penelitian ini sensitif terhadap struktur alamiah yang telah terdapat
dalam suatu wilayah. Selain itu, dengan mengingat isu pemanasan global,
penelitian ini diharapkan bersumbangsih secara positif bagi pelambatan kerusakan
lingkungan tersebut.
3. Metode Penelitian
Pertama, studi literatur dilakukan secara intensif untuk mengidentifikasi dan
menemukan runut alur perkembangan penelitian dan aplikasi fitostruktur dalam
kerangka konservasi maupun sanitasi lingkungan. Studi literatur juga dilakukan
untuk mengungkap dinamika pengetahuan ulayat yang berkaitan dengan
konservasi. Terakhir, studi literatur ditujukan untuk mengetahui sekaligus
berfungsi sebagai sintesis antara performa fitostruktur dan pengetahuan ulayat
dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, suatu kerangka
konseptual penelitian dapat terbentuk secara solid sebagai basis tinjauan teoretik
dan sumber data sekunder terhadap penelitian ini.
Kedua, untuk menggali pengetahuan ulayat, dilakukan elisitasi terhadap
kalangan masyarakat lokal. Elisitasi diperlukan untuk meminimalkan kontaminasi
pengetahuan peneliti terhadap obyek yang hendak diteliti, yakni pengetahuan
ulayat. Elisitasi ini berperan sebagai data primer penelitian yang bersifat kualitatif.
Selanjutnya, penerapan dari hasil elisitasi yang telah mengalami pengecekan
silang dengan sumber data sekunder sehingga tidak berbenturan dengan prinsip-
prinsip konservasi diaplikasikan dalam wilayah bakal RTH. Proses selanjutnya
adalah pemantauan hasil dalam bentuk rekam data secara kuantitatif. Dapat
dikatakan bahwa penelitian ini mengambil forma action research.
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
8
4. Jadwal Penelitian
Penelitian ini, secara garis besar, dapat dijabarkan ke dalam jadwal berisi lima
tahap utama sebagai berikut:
ElemenDurasi(dalam bulan)
Fase Tugas
Peng
umpu
lan
Dat
a Pr
imer
dan
Sek
unde
r 6 Tinjau 1. Mengumpulkan literatur yang relevan dengan topik,
2. Mengumpulkan literatur yang relevan dengan metode penelitian yang akan digunakan,
3. Melakukan elisitasi terhadap kelompok target, dan
4. Menyusun literatur menjadi suatu ide yang koheren.
2 Desain 1. Mengembangkan konstruk berdasarkan data sekunder,
2. Mendesain RTH sesuai hasil elisitasi dan literatur konservasi.
8 Implemen Implementasi hasil tinjauan dan desain.
Ana
lisis
3 1. Analisis dengan teknik statistik yang sesuai,2. Refleksi temuan dan data sekunder,3. Menarik kesimpulan yang diperlukan dan
relevan.
Penu
lisan
L
apor
an
Pene
litia
n 2 Menulis laporan penelitian sesuai pedoman yang telah ditetapkan.
Fee
dbac
k L
apor
an
Pene
litia
n 2 Umpan-balik pra-laporan final dari penyelia/promotor penelitian.
Lap
ora
n Fi
nal 1 Submisi laporan final.
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
9
REFERENSI
AGO. (2002). Project-level carbon accounting in forests. Greenhouse Notes, Australian Greenhouse Office, Canberra. 4 pp.
Fiedler, S., and Sommer, M. (2000). Methane emissions, groundwater levels and redox potentials of common wetland soils in a temperate-humid climate. Global Biogeochemical Cycles, 14 (4): 1081-1093.
Fowler, C.W. (2009). Systemic Management: Sustainable Human Interactions with Ecosystems and the Biosphere. Oxford University Press.
Hatano, R., Morishita, T., Darung, U., Limin, S. H. and Anwar, S. (2004). Impact of agriculture and wildfire on CO2, CH4 and N2O emissions from tropical peat soil in Central Kalimantan, Indonesia. Field Science Center for Northern Biosphere, Hokkaido University, Sapporo, Japan. pp 1-14.
Heisenberg, W. (1958). Physics and Philosophy: The Revolution in Modern Science. NY: Harper & Brothers Publishers.
Ho, G. (2004). Bioremediation, phytotechnology and artificial groundwater recharge: potential applications and technology transfer issues for developing countries. Industry & Environment, 27(1), 35-38.
IdpNorway. (2007). Pengetahuan dan Pendidikan Pribumi. http://www.idp-europe.org/eenet/newsletter4_indonesia/page39.php. Diakses pada 12 Agustus 2009.
Joosten, H. and Clarke, D. (2002). Wise Use of Mires and Peatlands: Background and Principles Including a Framework for Decision-Making. International Mire Conservation Group and International Peat Society. Jyvaskyla, Finland, 304pp
KPRAG - Kyoto Protocol Ratification Advisory Group. (2003). Report of the Kyoto Protocol Ratification Advisory Group: A Risk Assessment. The Cabinet Office New South Wales, Sydney, 45 pp.
Kunto, H. (1986). Semerbak Bunga di Bandung Raya. Bandung, Indonesia: Granesia.
Ludang, Y., A. Jaya and T. Inoue, (2007a). Geohydrological Conditions of the Developed Peatland in Central Kalimantan. World Applied Sciences Journal 2 (3): 198-203.
Ludang, Y., A. Jaya and T. Inoue, (2007b). Microclimate Conditions of the Developed Peatland in Central Kalimantan. Journal of Applied Sciences, 7 (18): 2604-2609.
Mangkoedihardjo, S. (2007). Integritas Fitoteknologi dalam Sanitasi Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan. Pidato Ilmiah Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Sanitasi Lingkungan dan Fitoteknologi pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Surabaya, Desember 2007.
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
10
Moore, T.R., and Knowles, R. (1989). The influence of water table levels on methane and carbon dioxide emissions from peatlands soils. Canadian Journal of Soil Science, 69:33-38.
Moore, T.R., Roulet, N., and Knowles, R. (1990). Spatial and temporal variations of methane flux subartic/northern boreal fen. Global Biogeochemical Cycles, 4(1): 29-46.
Odum, E.P. (1985). Trends expected in stressed ecosystems. Bioscience, 35, 419–422.
Otter, L. B. and Scholes M.C. (2000). Methane sources and sinks in a periodically flooded South African savanna. Global Biogeochemical Cycles, 14 (1) 97-111.
Page, S.E., Siegert, F., Rieley, J.O., Jaya, A. and Limin, S.H. (2002). The amount of Carbon Released from Peat and Forest Fires in Indonesia During 1997. Nature. 420: 61-65
Phytotechnology Guidance Document Issued. (2002). Hazardous Waste Consultant, 20(2), 1-4.
Prentice, I.C., Farquhar, G.D., Fasham, M.J.R., Goulden, M.L., Heimann, M., Jaramillo, V.J., Kheshgi, H.S., Le Quere, C., Scholes, R.J., and Wallace, D.W.R. (2001). The carbon cycle and atmospheric carbon dioxide. In: Climate Change 2001: The Scientific Basis. (eds. J.T. Houghton, Y. Ding, D.J. Griggs, M. Noguer, P.J. van der Linden, X. Dai, K. Maskell and C.A. Johnson), Cambridge University Press, Cambridge, UK and New York, USA, pp. 183-237.
Samudro, G. and S. Mangkoedihardjo. (2006). Water Equivalent Method for City Phytostructure of Indonesia. International Journal of Environmental Science and Technology, 3 (3): 261-267.
Wikipedia. (2009). World Population. http://en.wikipedia.org/wiki/World_population Diakses pada 12 Agustus 2009.
WorldBank. (2009). Indigenous Knowledge for Development Results. http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/AFRICAEXT/EXTINDKNOWLEDGE/0,,menuPK:825562~pagePK:64168427~piPK:64168435~theSitePK:825547,00.html Diakses pada 12 Agustus 2009.
World POPClock Projection. (2009). http://www.census.gov/ipc/www/popclockworld.html. Diakses pada 12 Agustus 2009.
Zalewski, M., Santiago-Fandino, V., and Neate, J. (2003). Energy, water, plant interactions: green feedback as a mechanism for environmental management and control through the application of phytotechnology and ecohydrology.Hydrological Processes, 17(14), 2753-2767.
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
11
CURRICULUM VITAE
Nama LengkapIr. Yetrie Ludang, M.P.
Tempat & tanggal lahirPalangka Raya, 17 Juni 1963
Pangkat dan jabatanPembina Utama Muda dan Guru Besar
Pendidikan Tinggi: ■ Sarjana, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru, Banjarmasin (lulus tahun 1987). Magister Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Banjarmasin (lulus tahun 2004).
Karya ilmiah: Jurnal Agripeat Fakultas Pertanian UNPAR Kalimantan Tengah, Vol. 3
No. 1 Maret 2002Efek Variasi Konsentrasi Bahan Pengawet Farmay Plus dan Lama Perendaman terhadap Retensi dan Penetrasi pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera L) dengan Metode Rendaman Dingin
Ludang, Y. and H. Palangka Jaya, 2007. Biomass and Carbon Content in Tropical Forest of Central Kalimantan. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation, 2 (1): 7-12.
Ludang, Y., A. Jaya and T. Inoue, 2007a. Geohydrological Conditions of the Developed Peatland in Central Kalimantan. World Applied Sciences Journal 2 (3): 198-203, 2007.
Ludang, Y., A. Jaya and T. Inoue, 2007b. Microclimate Conditions of the Developed Peatland in Central Kalimantan. Journal of Applied Sciences, 7 (18): 2604-2609.
Pertemuan ilmiah yang dihadiri Penataran Pra-Pasca Sarjana untuk Ilmu-ilmu Hayati dalam rangka proyek
URGE pada Program Pasca Sarjana UGM, 6 Nopember 1995 – 8 April 1996.
Pelatihan Pengelolaan Kawasan Lindung oleh Proyek Bantuan Pengelolaan Kawasan Lindung Tersebar di 6 Kabupaten/Kotamadya DATI II Tahun Angggaran 1998/1999 Dinas Kehutanan Propinsi DATI I Kalimantan Tengah, 8 – 11 Februari 1999.
Pelatihan Pos Komando Wana Siaga Ramin I tahun 1999/2000 Pengamanan Hutan dan Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, 20 – 23
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang
12
Maret 2000. Pelatihan Perencanaan Penghijauan dan Reboisasi dalam rangka
Pelaksanaan Otonomi Daerah oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan Dirjen RLPS tahun 2000, Wonogiri, 20 – 24 Nopember 2000.
Workshop on the Establishment of Taught Post and Short Courses Program in the Natural Resources Management and Sustainable Development tahun 2002, 26 – 28 Maret 2002.
Pelatihan Pengembangan Kepribadian dengan Trainer Abhiseka Yogyakarta, 2002.
Pelatihan Dosen tentang Teknologi Informasi untuk Pengelolaan SDA di Bogor, 21 Juli – 2 Agustus 2003.
Pelatihan Pembuatan Peta Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 20 – 23 Juli 2004.
Pelatihan International Restoration and Wise Use of Tropical Peatlands: Problem of Biodiversity, Fire, Property and Water Management, Palangka Raya, 2005.
Workshop Real Implementation in Indonesia with Reference to Asia Pacific Region Review and Experience, Bogor, 15 – 16 Februari 2006.
Workshop Jabatan Fungsional dan Angka Kredit Universitas Lambung Mangkurat di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 2006.
Pelatihan Kepemimpinan Perempuan, Kabupaten Kapuas, 2006 Semiloka Nasional Pengelolaan dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah,
diselenggarakan Universitas Negeri Malang, Batu, 27 – 30 Mei 2007.
Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang