rancangan disertasi(2)

19
1 PENGEMBANGAN FITOSTRUKTUR BERBASIS ULAYAT DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KOTA PALANGKA RAYA Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Diajukan kepada Program Pascasarjana Institut Teknologi Sepuluh Nopember pada tanggal 18 Agustus 2009 1. Perumusan Masalah Biro Sensus Amerika Serikat mengestimasi bahwa per tanggal 12 Agustus 2009, penduduk bumi mencapai 6,7 milyar jiwa (World POPClock Projection, 2009). Indonesia sendiri berkontribusi sebesar 230,72 juta jiwa atau sekitar 3,41% terhadap total populasi dunia (Wikipedia, 2009). Peningkatan dan kepadatan jumlah penduduk tanpa dibarengi upaya pemeliharaan lingkungan dapat menjadi salah satu ancaman terhadap keseimbangan ekosistem global. Fowler (2009: 83) secara spesifik mengungkapkan bahwa “… Perubahan yang dialami ekosistem… acap kali berkorelasi langsung dengan populasi manusia.” Masalah ekosistem telah menjadi perhatian dunia sehingga Protokol Kyoto menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 5% sejak tahun 1990. Target ini Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

Upload: sarita-sharchis

Post on 05-Dec-2014

69 views

Category:

Documents


25 download

TRANSCRIPT

1

PENGEMBANGAN FITOSTRUKTUR BERBASIS ULAYATDALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KOTA PALANGKA RAYA

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi

Diajukan kepada Program PascasarjanaInstitut Teknologi Sepuluh Nopember

pada tanggal 18 Agustus 2009

1. Perumusan Masalah

Biro Sensus Amerika Serikat mengestimasi bahwa per tanggal 12 Agustus

2009, penduduk bumi mencapai 6,7 milyar jiwa (World POPClock Projection,

2009). Indonesia sendiri berkontribusi sebesar 230,72 juta jiwa atau sekitar 3,41%

terhadap total populasi dunia (Wikipedia, 2009). Peningkatan dan kepadatan

jumlah penduduk tanpa dibarengi upaya pemeliharaan lingkungan dapat menjadi

salah satu ancaman terhadap keseimbangan ekosistem global. Fowler (2009: 83)

secara spesifik mengungkapkan bahwa “… Perubahan yang dialami ekosistem…

acap kali berkorelasi langsung dengan populasi manusia.”

Masalah ekosistem telah menjadi perhatian dunia sehingga Protokol Kyoto

menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 5% sejak tahun 1990.

Target ini diharap dapat tercapai pada periode 2008-2012 (KPRAG, 2003). Untuk

itu, diperlukan komitmen transnasional mengenai baseline mikroklimat dan

perhitungan karbon yang terdapat dalam elemen lingkungan, seperti tumbuhan

dan tanah dalam sistem kehutanan (AGO, 2002). Kesemua notifikasi tersebut

menunjukkan bahwa masalah ekosistem sudah tidak relevan lagi untuk dipandang

sebagai masalah lokal karena dampaknya yang signifikan terhadap lingkungan

secara global.

Masalah peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer telah

diidentifikasi sebagai penyebab utama pemanasan global. Konsentrasi CO2

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

2

atmosfer telah meningkat dari 250 ppm sampai kini sebesar 370 ppm dalam kurun

waktu 100 tahun. Pertambahan konsentrasi CO2 dalam kisaran 30% berdampak

pada peningkatan temperatur rata-rata permukaan bumi sebesar 0,6° C (Prentice et

al., 2001). Pemanasan global juga dipengaruhi oleh penggunaan lahan melalui

meningkatnya temperatur permukaan tanah.

Dalam kerangka mikroklimat, Ludang et al (2007b) melaporkan bahwa

temperatur udara rata-rata harian pada lahan pertanian (29o C) ditemukan lebih

tinggi dibanding lahan hutan (27 o C), dan temperatur tanah yang tinggi pada lahan

pertanian akan meningkatkan proses oksidasi, sehingga pada gilirannya akan

meningkatkan emisi gas karbon dioksida dan metana. Konsekuensi dari temuan

ini turut didukung pula oleh Moore dan Knowles (1989), Moore dan kawan-

kawan (1990), Fiedler dan Sommer (2000), Otter dan Scholes (2000), serta

Hatano dan kawan-kawan (2004).

Di samping itu, menelaah lebih lanjut lagi, cadangan air di Indonesia yang

merupakan suatu negara kepulauan hanya mampu memenuhi kebutuhan 1.700 m3

air per jiwa setiap harinya. Hal ini masih tergolong minim apabila dibandingkan

rerata cadangan air dunia, yaitu lebih dari 2.000 m3 per jiwa per hari. Secara

geohidrologi, Ludang et al (2007a) melaporkan bahwa curah hujan harian,

bulanan dan tahunan di lahan pertanian dan lahan kehutanan tidak berbeda secara

signifikan. Perbedaan signifikan di antara kedua lahan itu terletak pada elemen

ketinggian air tanah. Fluktuasi ketinggian air tanah dipengaruhi oleh temperatur

tanah dan udara, dengan lahan pertanian memiliki fluktuasi ketinggian air tanah

lebih tinggi daripada lahan kehutanan. Zalewski, Santiago-Fandino, dan Neate

(2003) berkeyakinan bahwa degradasi pelapis tanaman telah menyebabkan

berkurangnya cadangan air di banyak tempat di dunia ini.

Konversi wilayah pemukiman untuk mengakomodasi kuantitas manusia yang

semakin bertambah secara langsung turut membawa dampak pada keseimbangan

ekosistem. Fowler (2009) berkeyakinan bahwa perubahan akibat campur-tangan

manusia dapat menimbulkan stress yang pada akhirnya turut mempengaruhi siklus

dan konten dari nutrien, serta berdampak terhadap sistem secara keseluruhan.

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

3

Nutrien, seperti karbon dan oksigen, biasanya mengalami peningkatan laju siklus

sehingga dapat dianggap sebagai kerugian.

Potensi kehutanan, khususnya di Indonesia, dalam mengendalikan masalah

mikroklimat telah diakui dapat menurunkan emisi gas CO2 dan metana. Ekosistem

yang terdapat dalam hutan secara langsung berkaitan dengan beberapa isu

konservasi, misalnya kemampuannya dalam menyimpan dan menyerap karbon,

fungsinya sebagai habitat penting bagi flora dan fauna, dan kaitannya dengan

sumberdaya air tawar yang penting bagi kehidupan makhluk hidup. Akan tetapi,

maraknya kebakaran hutan yang terjadi telah mengemisikan karbon ke atmosfer

dalam jumlah masif (Page et al., 2002) sehingga berdampak buruk bagi

pemanasan global (Joosten & Clarke, 2002).

Zalewski, Santiago-Fandino, dan Neate (2003) mengungkapkan bahwa salah

satu doktrin fundamental yang terdapat dalam konsep pembangunan berkelanjutan

adalah pemeliharaan keseimbangan homeostasis di dalam ekosistem. Indonesia

turut mengakui azas-azas tersebut melalui Agenda 21 yang mendukung konsep

pembangunan berkelanjutan, yaitu turut mempertimbangkan manfaat ekonomi,

kesejahteraan masyarakat, dan pemeliharaan manfaat positif dari lingkungan.

Pengabaian terhadap pemeliharaan keseimbangan homestasis akan menimbulkan

berkurang atau justru hilangnya manfaat yang dapat diperoleh dari suatu sumber

daya.

Penggunaan teknologi yang selama ini diandalkan sebagai panacea dalam

mengatasi masalah lingkungan masih memiliki tantangan, terutama ditilik dari sisi

biaya ekonomi. Di sini, fitoteknologi sebagai bentuk pemanfaatan vegetasi untuk

mengatasi masalah lingkungan menjadi salah satu alternatif yang memiliki

keunggulan nilai ekonomis (Ho, 2004). Zalewski dan kawan-kawan (2003)

berkeyakinan bahwa fitoteknologi dapat menjadi suatu pendekatan guna

meningkatan kapasitas-bawa suatu ekosistem serta mendukung ketahanan dan

fungsionalitas ekosistem bila dibarengi dengan pendekatan bersifat holistik.

Merentang lebih jauh lagi, pendekatan yang telah diterapkan di negara-negara

maju ini juga diharapkan mampu meningkatkan peluang kesempatan kerja karena

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

4

terpeliharanya keanekaragaman hayati, produksi pertanian, dan penciptaan

bioenergi.

Sebagai contoh, Mangkoedihardjo (2007) mengungkapkan bahwa

fitoteknologi perlu diformulasikan secara komprehensif agar layak diterapkan

dalam kerangka sanitasi lingkungan yang berkelanjutan. Secara khusus,

fitostruktur atau struktur ruang terbuka hijau sebagai salah satu subyek

fitoteknologi, dan selanjutnya disingkat sebagai RTH (Ruang Terbuka Hijau) dapat diintensifkan untuk mengatasi pemanasan global, menyerap karbon dioksida

dalam jaringan tumbuhan melalui proses evapotranspirasi, menyediakan sumber

tanaman untuk bahan pangan dan pekerjaan bagi rakyat sehingga berkontribusi

secara aktual dan langsung untuk mencapai Millenium Development Goals

(Mangkoedihardjo, 2007). Di sini, semua lahan hijau seperti jajaran pohon

sepanjang jalan, pepohonan sepanjang sungai, taman, tempat bermain, kuburan,

kebun, dan lain-lain, termasuk tempat pembuangan sampah, dapat digolongkan

sebagai RTH. Dengan demikian, RTH selama ini sebenarnya telah menjadi bagian

integral kehidupan sehari-hari, namun belum difungsikan secara optimal.

Selayaknya, pengembangan kawasan pemukiman dan perkotaan patut

memperhitungkan lebih jauh lagi mengenai optimalisasi RTH dalam

pembangunannya. Walaupun dalam implementasinya RTH sering mengalami

kompromisasi akibat tuntutan prioritas kebutuhan akan perumahan dan

kepentingan lainnya, Samudro dan Mangkoedihardjo (2006) menyediakan

formula RTH yang relevan karena berfokus pada basis jumlah penduduk, yaitu

GA = [29P0.7 – 3.2P], di mana GA adalah luas RTH (dinyatakan dalam satuan

km2) dan P adalah jumlah penduduk (dinyatakan dalam satuan jutaan jiwa).

Sebagai pembanding, Peraturan Pemerintah No. 63/2002 menetapkan batas luasan

RTH sebesar 10% dari luas kota, terlebih lagi Undang-Undang Kehutanan No.

41/1999 yang mencanangkan luasan RTH sebesar minimal 30% dari luas daerah

aliran sungai. Secara mendasar, luasan RTH belum didefinisikan secara konkrit

karena adanya beberapa pendekatan yang dapat diterapkan di dalamnya, misalnya

pendekatan model ekosistem kota (Odum, 1985) dan pemenuhan oksigen (Kunto,

1986).

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

5

Formula berbasis penduduk tersebut dipertimbangkan untuk mengakomodasi

kepentingan berdasarkan kebutuhan aktual masyarakat akan ruang tinggal yang

kian meningkat tanpa mengompromikan keperluan akan konservasi ekosistem

yang sehat agar dapat bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. RTH

dapat dijadikan solusi terhadap masalah fluktuasi iklim perkotaan, lenyapnya

unsur-unsur biotik akibat perubahan ulah tangan manusia, maupun sumber

rekreasi natural dengan lokasi yang terjangkau dari permukiman penduduk kota.

Terakhir, perubahan paradigma keilmuan mengubah ilmu-ilmu yang bersifat

fisika menuju ilmu pengetahuan hayati atau life science. Sebagai akibatnya,

manusia mengalami peningkatan kesadaran terhadap ekologi. Kondisi sosial juga

dapat mempercepat terjadinya perubahan paradigma dan sebaliknya, perubahan

paradigma akan turut mempengaruhi perubahan sosial (Heisenberg, 1958). Karena

itu, penelitian ini berusaha mempertautkan antara kearifan lokal dari masyarakat

yang telah dikenal hidup dari dan dekat dengan alam dan pengetahuan saintifik

guna menghasilkan sinergi dalam upaya penyelamatan lingkungan.

WorldBank (2009) turut mengakui pendekatan pembangunan yang

bersandarkan pada pengetahuan ulayat untuk mencapai target dalam Millennium

Development Goals. Pengetahuan ulayat atau indigenous knowledge dalam

penelitian ini secara spesifik didefinisikan sebagai kearifan lokal yang

berhubungan dengan pemeliharaan lingkungan, terutama dalam bentuk

pengetahuan oleh masyarakat setempat mengenai keanekaragaman dan interaksi

antarspesies, aliran air, bentuk-bentuk tanah, serta kualitas-kualitas lainnya yang

terdapat dalam lingkungan biofisik yang bersangkutan.

Zalewski dan kawan-kawan (2003) berpendapat bahwa tiap spesies tanaman

memiliki kinerja fisiologis dan kapasitas adaptif yang berbeda, yang

memampukannya berfungsi sebagai alat yang efektif bagi upaya pemulihan proses

ekologi serta meningkatkan potensi ekosistem guna meredam dampak negatif dari

ulah manusia. Ini berarti bahwa pengetahuan masyarakat mengenai jenis vegetasi

khas yang bersifat lokal dan diasosiasikan dengan fungsi-fungsi konservasi

tertentu dapat diintegrasikan bersama RTH agar dapat memenuhi tujuan dalam

kerangka berpikir pembangunan yang berkelanjutan. Dengan demikian,

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

6

keterlibatan masyarakat secara aktual dapat diimplementasikan secara langsung

dan bersamaan dengan hasil penelaahan saintifik mengenai RTH dan isu-isu

konservasi lainnya. Secara spesifik, RTH di sini dirancang untuk diaplikasikan

pada ibukota provinsi Kalimantan Tengah, yaitu Palangkaraya, sebagai daerah

yang acap mengalami kebakaran hutan dalam skala besar dan kontinu, sebagai

salah satu upaya nyata dari fitoteknologi.

2. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan dan kegunaan penelitian ini adalah, terutama, dari segi perkembangan

teoretis dan praktis. Secara teoretis, kajian terhadap fitoteknologi pada umumnya

dan fitostruktur secara spesifik turut memperkaya cakrawala keilmuan bidang

sanitasi lingkungan. Sebagai bidang yang relatif novel untuk dikembangkan,

fitoteknologi memiliki keunggulan ekonomis dibandingkan teknologi yang

konservatif dan berbiaya tinggi. Setiap wilayah bumi memiliki karakteristik

vegetasi yang unik dan distinktif, sehingga aplikasi dan pengukuran fitostruktur

pada suatu wilayah geografis tertentu akan bersumbangsih terhadap bertambahnya

sediaan data. Mengetahui lebih jauh secara empiris mengenai karakteristik

keunggulan fitoteknologi melalui fitostruktur dapat menjadi pemicu gairah sains

bagi sesama ilmuwan yang berkecimpung di bidang sanitasi dan konservasi

lingkungan untuk mengembangkan konsep rehabilitasi lingkungan.

Dalam segi praktis, tanggung jawab terhadap masyarakat yang dituangkan

melalui aplikasi fitostruktur dalam suatu wilayah diharapkan berkontribusi secara

aktual dan holistik sehingga membawa kebaikan bagi semua khalayak. Terdapat

tiga manfaat prospektif yang hendak dicapai dalam penelitian ini. Pertama,

dengan melibatkan pengetahuan ulayat ke dalam isu konservasi lingkungan,

diharapkan proses ini menjadi cara yang inovatif untuk memberikan daya hidup

terhadap pengetahuan ulayat akibat transferansi kepada generasi-generasi baru

(IdpNorway, 2007). Kedua, dengan melibatkan masyarakat sebagai pemilik

pengetahuan ulayat, peran dan kontribusi mereka dalam pembangunan dapat

semakin didukung dan dikuatkan, sehingga pada akhirnya, kesadaran konservasi

sungguh-sungguh menjadi kesadaran yang terbangun secara global. Ketiga,

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

7

dengan mengaplikasikan RTH, kerusakan ekosistem dapat ditanggulangi. Dengan

turut mempertimbangkan ciri-ciri bawaan pada suatu ekosistem yang telah terberi,

diharapkan penelitian ini sensitif terhadap struktur alamiah yang telah terdapat

dalam suatu wilayah. Selain itu, dengan mengingat isu pemanasan global,

penelitian ini diharapkan bersumbangsih secara positif bagi pelambatan kerusakan

lingkungan tersebut.

3. Metode Penelitian

Pertama, studi literatur dilakukan secara intensif untuk mengidentifikasi dan

menemukan runut alur perkembangan penelitian dan aplikasi fitostruktur dalam

kerangka konservasi maupun sanitasi lingkungan. Studi literatur juga dilakukan

untuk mengungkap dinamika pengetahuan ulayat yang berkaitan dengan

konservasi. Terakhir, studi literatur ditujukan untuk mengetahui sekaligus

berfungsi sebagai sintesis antara performa fitostruktur dan pengetahuan ulayat

dalam kerangka pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, suatu kerangka

konseptual penelitian dapat terbentuk secara solid sebagai basis tinjauan teoretik

dan sumber data sekunder terhadap penelitian ini.

Kedua, untuk menggali pengetahuan ulayat, dilakukan elisitasi terhadap

kalangan masyarakat lokal. Elisitasi diperlukan untuk meminimalkan kontaminasi

pengetahuan peneliti terhadap obyek yang hendak diteliti, yakni pengetahuan

ulayat. Elisitasi ini berperan sebagai data primer penelitian yang bersifat kualitatif.

Selanjutnya, penerapan dari hasil elisitasi yang telah mengalami pengecekan

silang dengan sumber data sekunder sehingga tidak berbenturan dengan prinsip-

prinsip konservasi diaplikasikan dalam wilayah bakal RTH. Proses selanjutnya

adalah pemantauan hasil dalam bentuk rekam data secara kuantitatif. Dapat

dikatakan bahwa penelitian ini mengambil forma action research.

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

8

4. Jadwal Penelitian

Penelitian ini, secara garis besar, dapat dijabarkan ke dalam jadwal berisi lima

tahap utama sebagai berikut:

ElemenDurasi(dalam bulan)

Fase Tugas

Peng

umpu

lan

Dat

a Pr

imer

dan

Sek

unde

r 6 Tinjau 1. Mengumpulkan literatur yang relevan dengan topik,

2. Mengumpulkan literatur yang relevan dengan metode penelitian yang akan digunakan,

3. Melakukan elisitasi terhadap kelompok target, dan

4. Menyusun literatur menjadi suatu ide yang koheren.

2 Desain 1. Mengembangkan konstruk berdasarkan data sekunder,

2. Mendesain RTH sesuai hasil elisitasi dan literatur konservasi.

8 Implemen Implementasi hasil tinjauan dan desain.

Ana

lisis

3 1. Analisis dengan teknik statistik yang sesuai,2. Refleksi temuan dan data sekunder,3. Menarik kesimpulan yang diperlukan dan

relevan.

Penu

lisan

L

apor

an

Pene

litia

n 2 Menulis laporan penelitian sesuai pedoman yang telah ditetapkan.

Fee

dbac

k L

apor

an

Pene

litia

n 2 Umpan-balik pra-laporan final dari penyelia/promotor penelitian.

Lap

ora

n Fi

nal 1 Submisi laporan final.

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

9

REFERENSI

AGO. (2002). Project-level carbon accounting in forests. Greenhouse Notes, Australian Greenhouse Office, Canberra. 4 pp.

Fiedler, S., and Sommer, M. (2000). Methane emissions, groundwater levels and redox potentials of common wetland soils in a temperate-humid climate. Global Biogeochemical Cycles, 14 (4): 1081-1093.

Fowler, C.W. (2009). Systemic Management: Sustainable Human Interactions with Ecosystems and the Biosphere. Oxford University Press.

Hatano, R., Morishita, T., Darung, U., Limin, S. H. and Anwar, S. (2004). Impact of agriculture and wildfire on CO2, CH4 and N2O emissions from tropical peat soil in Central Kalimantan, Indonesia. Field Science Center for Northern Biosphere, Hokkaido University, Sapporo, Japan. pp 1-14.

Heisenberg, W. (1958). Physics and Philosophy: The Revolution in Modern Science. NY: Harper & Brothers Publishers.

Ho, G. (2004). Bioremediation, phytotechnology and artificial groundwater recharge: potential applications and technology transfer issues for developing countries. Industry & Environment, 27(1), 35-38.

IdpNorway. (2007). Pengetahuan dan Pendidikan Pribumi. http://www.idp-europe.org/eenet/newsletter4_indonesia/page39.php. Diakses pada 12 Agustus 2009.

Joosten, H. and Clarke, D. (2002). Wise Use of Mires and Peatlands: Background and Principles Including a Framework for Decision-Making. International Mire Conservation Group and International Peat Society. Jyvaskyla, Finland, 304pp

KPRAG - Kyoto Protocol Ratification Advisory Group. (2003). Report of the Kyoto Protocol Ratification Advisory Group: A Risk Assessment. The Cabinet Office New South Wales, Sydney, 45 pp.

Kunto, H. (1986). Semerbak Bunga di Bandung Raya. Bandung, Indonesia: Granesia.

Ludang, Y., A. Jaya and T. Inoue, (2007a). Geohydrological Conditions of the Developed Peatland in Central Kalimantan. World Applied Sciences Journal 2 (3): 198-203.

Ludang, Y., A. Jaya and T. Inoue, (2007b). Microclimate Conditions of the Developed Peatland in Central Kalimantan. Journal of Applied Sciences, 7 (18): 2604-2609.

Mangkoedihardjo, S. (2007). Integritas Fitoteknologi dalam Sanitasi Lingkungan untuk Pembangunan Berkelanjutan. Pidato Ilmiah Pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Sanitasi Lingkungan dan Fitoteknologi pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Surabaya, Desember 2007.

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

10

Moore, T.R., and Knowles, R. (1989). The influence of water table levels on methane and carbon dioxide emissions from peatlands soils. Canadian Journal of Soil Science, 69:33-38.

Moore, T.R., Roulet, N., and Knowles, R. (1990). Spatial and temporal variations of methane flux subartic/northern boreal fen. Global Biogeochemical Cycles, 4(1): 29-46.

Odum, E.P. (1985). Trends expected in stressed ecosystems. Bioscience, 35, 419–422.

Otter, L. B. and Scholes M.C. (2000). Methane sources and sinks in a periodically flooded South African savanna. Global Biogeochemical Cycles, 14 (1) 97-111. 

Page, S.E., Siegert, F., Rieley, J.O., Jaya, A. and Limin, S.H. (2002). The amount of Carbon Released from Peat and Forest Fires in Indonesia During 1997. Nature. 420: 61-65

Phytotechnology Guidance Document Issued. (2002). Hazardous Waste Consultant, 20(2), 1-4.

Prentice, I.C., Farquhar, G.D., Fasham, M.J.R., Goulden, M.L., Heimann, M., Jaramillo, V.J., Kheshgi, H.S., Le Quere, C., Scholes, R.J., and Wallace, D.W.R. (2001). The carbon cycle and atmospheric carbon dioxide. In: Climate Change 2001: The Scientific Basis. (eds. J.T. Houghton, Y. Ding, D.J. Griggs, M. Noguer, P.J. van der Linden, X. Dai, K. Maskell and C.A. Johnson), Cambridge University Press, Cambridge, UK and New York, USA, pp. 183-237.

Samudro, G. and S. Mangkoedihardjo. (2006). Water Equivalent Method for City Phytostructure of Indonesia. International Journal of Environmental Science and Technology, 3 (3): 261-267.

Wikipedia. (2009). World Population. http://en.wikipedia.org/wiki/World_population Diakses pada 12 Agustus 2009.

WorldBank. (2009). Indigenous Knowledge for Development Results. http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/COUNTRIES/AFRICAEXT/EXTINDKNOWLEDGE/0,,menuPK:825562~pagePK:64168427~piPK:64168435~theSitePK:825547,00.html Diakses pada 12 Agustus 2009.

World POPClock Projection. (2009). http://www.census.gov/ipc/www/popclockworld.html. Diakses pada 12 Agustus 2009.

Zalewski, M., Santiago-Fandino, V., and Neate, J. (2003). Energy, water, plant interactions: green feedback as a mechanism for environmental management and control through the application of phytotechnology and ecohydrology.Hydrological Processes, 17(14), 2753-2767.

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

11

CURRICULUM VITAE

Nama LengkapIr. Yetrie Ludang, M.P.

Tempat & tanggal lahirPalangka Raya, 17 Juni 1963

Pangkat dan jabatanPembina Utama Muda dan Guru Besar

Pendidikan Tinggi: ■ Sarjana, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat,

Banjarbaru, Banjarmasin (lulus tahun 1987). Magister Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Universitas

Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Banjarmasin (lulus tahun 2004).

Karya ilmiah: Jurnal Agripeat Fakultas Pertanian UNPAR Kalimantan Tengah, Vol. 3

No. 1 Maret 2002Efek Variasi Konsentrasi Bahan Pengawet Farmay Plus dan Lama Perendaman terhadap Retensi dan Penetrasi pada Kayu Kelapa (Cocos nucifera L) dengan Metode Rendaman Dingin

Ludang, Y. and H. Palangka Jaya, 2007. Biomass and Carbon Content in Tropical Forest of Central Kalimantan. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation, 2 (1): 7-12.

Ludang, Y., A. Jaya and T. Inoue, 2007a. Geohydrological Conditions of the Developed Peatland in Central Kalimantan. World Applied Sciences Journal 2 (3): 198-203, 2007.

Ludang, Y., A. Jaya and T. Inoue, 2007b. Microclimate Conditions of the Developed Peatland in Central Kalimantan. Journal of Applied Sciences, 7 (18): 2604-2609.

Pertemuan ilmiah yang dihadiri Penataran Pra-Pasca Sarjana untuk Ilmu-ilmu Hayati dalam rangka proyek

URGE pada Program Pasca Sarjana UGM, 6 Nopember 1995 – 8 April 1996.

Pelatihan Pengelolaan Kawasan Lindung oleh Proyek Bantuan Pengelolaan Kawasan Lindung Tersebar di 6 Kabupaten/Kotamadya DATI II Tahun Angggaran 1998/1999 Dinas Kehutanan Propinsi DATI I Kalimantan Tengah, 8 – 11 Februari 1999.

Pelatihan Pos Komando Wana Siaga Ramin I tahun 1999/2000 Pengamanan Hutan dan Perkebunan Provinsi Kalimantan Tengah, 20 – 23

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang

12

Maret 2000. Pelatihan Perencanaan Penghijauan dan Reboisasi dalam rangka

Pelaksanaan Otonomi Daerah oleh Departemen Kehutanan dan Perkebunan Dirjen RLPS tahun 2000, Wonogiri, 20 – 24 Nopember 2000.

Workshop on the Establishment of Taught Post and Short Courses Program in the Natural Resources Management and Sustainable Development tahun 2002, 26 – 28 Maret 2002.

Pelatihan Pengembangan Kepribadian dengan Trainer Abhiseka Yogyakarta, 2002.

Pelatihan Dosen tentang Teknologi Informasi untuk Pengelolaan SDA di Bogor, 21 Juli – 2 Agustus 2003.

Pelatihan Pembuatan Peta Rawan Kebakaran Hutan dan Lahan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 20 – 23 Juli 2004.

Pelatihan International Restoration and Wise Use of Tropical Peatlands: Problem of Biodiversity, Fire, Property and Water Management, Palangka Raya, 2005.

Workshop Real Implementation in Indonesia with Reference to Asia Pacific Region Review and Experience, Bogor, 15 – 16 Februari 2006.

Workshop Jabatan Fungsional dan Angka Kredit Universitas Lambung Mangkurat di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 2006.

Pelatihan Kepemimpinan Perempuan, Kabupaten Kapuas, 2006 Semiloka Nasional Pengelolaan dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah,

diselenggarakan Universitas Negeri Malang, Batu, 27 – 30 Mei 2007.

Rancangan Usulan Penelitian untuk Disertasi Yetrie Ludang