randomized control trial

Upload: alvin-halim-senaboe

Post on 10-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

RCT dan metode penelitian

TRANSCRIPT

Randomized Control Trial

Definisi

Randomized control trial (atau randomized clinical trial) adalah sebuah eksperimen epidemiologi yang mempelajari sebuah pencegahan atau cara hidup yang dapat mengobati. Subjek dalam populasi adalah kelompok yan acak, biasanya disebut perawatan dan kelompok kontrol, dan hasilnya diperoleh dengan membandingkan hasil dari dua atau lebih kelompok. Hasil yang diinginkan dapat saja berbeda tetapi, mungkin saja perkembangan penyakit baru atau sembuh dari penyakit yang telah ada.

Kita dapat memulainya dari menentukan populasi dengan acak untuk mendapatkan perawatan baru atau perawatan yang telah ada, dan kita mengikuti subjek dalam setiap grup untuk mengetahui seberapa banyak subjek yang mendapatkan perawatan baru berkembang dibandingkan subjek dengan perawatan yang telah ada. Jika perawatan menghasilkan outcome yang lebih baik, kita dapat berharap untuk mendapatkan outcome yang lebih baik pada subjek dengan perawatan baru dibandingkan subjek dengan perawatan yang telah ada.

Randomized trial dapat dipakai untuk berbagai macam tujuan. Cara ini dipakai untuk mengevaluasi obat-obatan baru dan perawatan lain tentang penyakit, termasuk test teknologi kesehatan dan perawatan medis yang baru. Juga bisa digunakan untuk memperkirakan program yang baru untuk skrining dan deteksi dini, atau cara baru mengatur dan mengantarkan jasa kesehatan.Jenis

Open trial Peneliti dan peserta mengetahui obat yang diberikan Single Mask Salah satu pihak tidak mengetahui obat yang diberikan. Bisa saja peneliti atau peserta. Double Mask Kedua pihak ( Peneliti dan peserta) tidak mengetahui pengobatan yang diberikan, demi menghindari terjadinya berbagai bias Gold standard Triple Mask Baik peneliti, peserta, dan penilai tidak mengetahui obat yang diberikanPerhitungan Sampel

N1 dan N2 : Jumlah subjek kelompok perlakuan dan placebo Z : Deviat baku normal untuk kesalahan tipe 1 Z : Deviat baku normal untuk kesalahan tipe 2 P1 : Proporsi efek standar (dari pustaka) P2 : Proporsi efek yang diteliti (ditetapkan peniliti) P : Setengah x (P1 + P2)Kelebihan Faktor bias dapat dikontrol secara efektif, karena faktor confounding akan terbagi seimbang Kriteria inklusi, perlakuan dan outcome telah ditentukan dahulu Dari segi statistika lebih efektif karena : Jumlah kelompok perlakuan dan kontrol sebanding Kekuatan statistika tinggi Uji klinis secara teori sangat menguntungkan karena bnyk metode statistika harus berdasar pemilihan peserta secara randomKekurangan Desain dan pelaksanaan kompleks dan mahal Uji klinis terkadang harus dilakukan seleksi tertentu ( tidak merepresentasikan populasi Masalah etika Kadang uji klinis tidak praktisCOMMUNITY TRIALDefinisiCommunity Trial adalah suatu studi intervensi dimana peneliti melakukan suatu intervensi dan melihat perkembangan dan hasilnya. Penelitian ini merupakan suatu studi analitik dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Peneliti membubat grup yang terdiri dari beberapa individu untuk tujuan tertentu yang secara sistematis akan menentukan apakah suatu penyakit akan berbeda antara individu yang mendapat intervensi dan tidak. Grup pembanding yang sesuai digunakan untuk mengetes hipotesisKelebihan

Kelebihan utama dari community trial adalah bisa mengevaluasi suatu intervensi kesehatan masyarakat dengan sangat baik, karena pengujian dilakukan pada keadaan komunitas yang sebenar-benarnyaKekurangan

Bias seleksi ( kesalahan sistematik pada sebuah studi yang berasal dari prosedur-prosedur yang digunakan untuk memilih subjek-subjek dan faktor-faktor yang mempengaruhi keikutsertaan responden dalam penelitian. Kemungkinan komunitas kontrol untuk mendapat intervensi yang sama seperti komunitas eksperimental, tidak seperti penelitian yang dilakukan dalam laboratoriumSTUDI EKOLOGI / KORELASI

Definisi Pengertian Studi ekologiataustudi korelasi populasiadalah studi epidemiologi dengan populasi sebagai unit analisis, yang bertujuan mendeskripsikan hubungan korelatif antara penyakit dan faktor-faktor yang diminati peneliti. Faktor-faktor tersebut misalnya, umur, bulan, obat-obatan.Unit observasi dan unit analis pada studi ini adalah kelompok (agregat) individu, komunitas atau populasiyang lebih besar. Agregat tersebut biasanya dibatasi oleh secara geografik, misalnya penduduk provinsi, penduduk kab/kota, penduduk negara, dan sebagainya.

Penelitian korelasi atau ekologi adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Faenkel dan Wallen, 2008:328). Adanya hubungan dan tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian ini biasanya melibatkan ukuran statistik/tingkat hubungan yang disebut dengan korelasi (Mc Millan dan Schumacher, dalam Syamsuddin dan Vismaia, 2009:25). Penelitian korelasional menggunakan instrumen untuk menentukan apakah, dan untuk tingkat apa, terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat dikuantitatifkan.

Penelitian korelasional dilakukan dalam berbagai bidang diantaranya pendidikan, sosial, maupun ekonomi. Penelitian ini hanya terbatas pada panafsiran hubungan antarvariabel saja tidak sampai pada hubungan kausalitas, tetapi penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk diajadi penelitian selanjutnya seperti penelitian eksperimen (Emzir, 2009:38).

Kekuatan dan Kelemahan Studi Ekologi

Kekuatan studiekologi, meliputi:

1.Kekuatan pada studi ekologikal adalah dapat menggunakan data insidensi, prevalensi maupunmortalitas( data sekunder).

2.Rancangan ini tepat sekali digunakan pada penyelidikan awal hubungan penyakit, sebab mudah dilakukan dan murah dengan memanfaatkan informasiyang tersedia.

3.Dapat mengevaluasi program, kebijakan dan regulasi.

Kelemahan studiekologi, meliputi:

Studi ekologi tak dapat dipakai untuk menganalisis hubungan sebab akibat karena dua alasan.

1.Alasan pertama adalah, ketidak mampuan menjembatani kesenjangan status paparan dan status penyakit pada tingkat populasi dan individu.

2.Sedangkan alasan kedua adalah studi ekologi tak mampu untuk mengontrol faktor perancu potensial.

Karakteristik studi Ekologi / Korelasi

Penelitian korelasi mempunyai tiga karakteristik penting untuk para peneliti yang hendak menggunakannya. Tiga karakteristik tersebut adalah sebagai berikut.

Penelitian korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin melakukan manipulasi dan mengontrol variabel seperti dalam penelitian eksperimen.

Memungkinkan variabel diukur secara intensif dalam setting (lingkungan) nyata.

Memungkinkan peneliti mendapatkan derajat asosiasi yang signifikan

Tujuan Studi Ekologi / Korelasi

Tujuan penelitian korelasional menurut adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi. Tujuan penelitian korelasional adalah untuk menentukan hubungan antara variabel, atau untuk menggunakan hubungan tersebut untuk membuat prediksi. Studi hubungan biasanya menyelidiki sejumlah variabel yang dipercaya berhubungan dengan suatu variabel mayor, seperti hasil belajar variabel yang ternyata tidak mempunyai hubungan yang tinggi dieliminasi dari perhatian selanjutnya.

Macam Penelitian Korelasional

1. Penelitian Hubungan

Penelitian hubungan, relasional, atau korelasi sederhana (seringkali hanya disebut korelasi saja) digunakan untuk menyelidiki hubungan antara hasil pengukuran terhadap dua variabel yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat atau derajat hubungan antara sepasang variabel (bivariat). Dalam penelitian korelasi sederhana ini hubungan antar variabel tersebut ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi. Nilai koofisien korelasi merupakn suatu alat statistik yang digunakan untuk membantu peneliti dalam memahami tingkat hubungan tersebut. Nilai koefisien bervariasi dari -1,00 sampai +1,00 diperoleh dengan menggunakan teknik statistik tertentu sesuai dengan karakter dari data masing-masing variabel. Pada dasarnya, desain penelitian hubungan ini cukup sederhana, yakni hanya dengan mengumpulkan skor dua variabel dari kelompok subjek yang sama dan kemudian menghitung koefisien korelasinya. Oleh karena itu, dalam melakukan penelitian ini, pertama-tama peneliti menentukan sepasang variabel yang akan diselidiki tingkat hubungannya. Pemilihan kedua variabel tersebut harus didasarkan pada teori, asumsi, hasil penelitian yang mendahului, atau pengalaman bahwa keduanya sangat mungkin berhubungan.

2. Penelitian Prediktif

Penelitian korelasi jenis ini memfokuskan pada pengukuran terhadap satu variabel atau lebih yang dapat dipakai untuk memprediksi atau meramal kejadian di masa yang akan datang atau variabel lain (Borg & Gall dalam Abidin, 2010). Penelitian ini sebagaimana penelitian relasional, melibatkan penghitungan korelasi antara suatu pola tingkah laku yang kompleks, yakni variabel yang menjadi sasaran prediksi atau yang diramalkan kejadiannya (disebut kriteria), dan variabel lain yang diperkirakan berhubungan dengan kriteria, yakni variabel yang dipakai untuk memprediksi (disebut prediktor). Teknik yang digunakan untuk mengetahui tingkat prediksi antara kedua variabel tersebut adalah teknik analisis regresi yang menghasilkan nilai koefisien regresi, yang dilambangkan dengan R.

3. Korelasi Multivariat

Teknik untuk mengukur dan menyelidiki tingkat hubungan antara kombinasi dari tiga variabel atau lebih disebut teknik korelasi multivariat. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan, dua diantaranya yang akan dibahas di sini adalah:regresi gandaataumultiple regresiondankorelasi kanonik.

Regresi ganda. Memprediksi suatu fenomena yang kompleks hanya dengan menggunakan satu faktor (variabel prediktor) seringkali hanya memberikan hasil yang kurang akurat. Dalam banyak hal, semakin banyak informasi yang diperoleh semakin akurat prediksi yang dapat dibuat (Mc Millan & Schumaker dalam Abidin, 2010), yakni dengan menggunakan kombinasi dua atau lebih variabel prediktor, prediksi terhadap variabel kriteria akan lebih akurat dibanding dengan hanya menggunakan masing-masing variabel prediktor secara sendiri-sendiri. Dengan demikian, penambahan jumlah prediktor akan meningkatkan akurasi prediksi kriteria.

Korelasi kanonik. Pada dasarnya teknik ini sama dengan regresi ganda, dimana beberapa variabel dikombinasikan untuk memprediksi variabel kriteria. Akan tetapi, tidak seperti regresi ganda yang hanya melibatkan satu variabel kriteria, korelasi kanonik melibatkan lebih dari satu variabel kriteria. Korelasi ini berguna untuk menjawab pertanyaan, bagaimana serangkaian variabel prediktor memprediksi serangkai variabel kriteria? Dengan demikian, korelasi kanonik ini dapat dianggap sebagai perluasan dari regresi ganda,dan sebaliknya, regresi berganda dapat dianggap sebagai bagian dari korelasi kanonik (Pedhazur dalam Abidin, 2010). Seringkali korelasi ini digunakan dalam penelitian eksplorasi yang bertujuan untuk meentukan apakah sejumlah variabel mempunyai hubungan satu sama lain yang serupa atau berbeda.

Rancangan Penelitian Ekologi / Korelasional

Penelitian korelasional mempunyai berbagai jenis rancangan. Shaughnessy dan Zechmeinter, yaitu:

1. Korelasi Bivariat

Rancangan penelitian korelasi bivariat adalah suatu rancangan penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan hubungan antara dua variabel. Hubungan antara dua variabel diukur. Hubungan tersebut mempunyai tingkatan dan arah. Tingkat hubungan (bagaimana kuatnya hubungan) biasanya diungkapkan dalam angka antar -1,00 dan +1,00, yang dinamakan koefisien korelasi. Korelasi zero (0) mengindikasikan tidak ada hubungan. Koefisien korelasi yang bergerak ke arah -1,00 atau +1,00, merupakan korelasi sempurna pada kedua ekstrem (Emzir, 2009:48).

Arah hubungan diindikasikan oleh simbol-dan+. Suatu korelasi negatif berarti bahwa semakin tinggi skor pada suatu variabel, semakin rendah pula skor pada variabel lain atau sebaliknya. Korelasi positif mengindikasikan bahwa semakin tinggi skor pada suatu variabel, semakin tinggi pula skor pada variabel lain atau sebaliknya (Emzir, 2009:48).

2. Regresi dan Prediksi

Jika terdapat korelasi antara dua variabel dan kita mengetahui skor pada salah satu variabel, skor pada variabel kedua dapat diprediksikan. Regresi merujuk pada seberapa baik kita dapat membuat prediksi ini. Sebagaimana pendekatan koefisien korelasi baik -1,00 maupun +1,00, prediksi kita dapat lebih baik.

3. Regresi Jamak(Multiple Regresion)

Regresi jamak merupakan perluasan regresi dan prediksi sederhana dengan penambahan beberapa variabel. Kombinasi beberapa variabel ini memberikan lebih banyak kekuatan kepada kita untuk membuat prediksi yang akurat. Apa yang kita prediksikan disebut variabel kriteria (criterion variable). Apa yang kita gunakan untuk membuat prediksi, variabel-variabel yang sudah diketahui disebut variabel prediktor (predictor variables).

4. Analisis Faktor

Prosedur statistik ini mengidentifikasi pola variabel yang ada. Sejumlah besar variabel dikorelasikan dan terdapatnya antarkorelasi yang tinggi mengindikasikan suatu faktor penting yang umum.

5. Rancangan korelasional yang digunakan untuk menarik kesimpulan kausal

Terdapat dua rancangan yang dapat digunakan untuk membuat pernyataan-pernyataan tentang sebab dan akibat menggunakan metode korelasional. Rancangan tersebut adalah rancangan analisis jalur (path analysis design) dan rancangan panel lintas-akhir (cross-lagged panel design). Analisis jalur digunakan untuk menentukan mana dari sejumlah jalur yang menghubungkan satu variabel dengan variabel lainnya. Sedangkan desain panel lintas akhir mengukur dua variabel pada dua titik sekaligus.

6. Analisis sistem(System Analysis)

Desain ini melibatkan penggunaan prosedur matematik yang kompleks/rumit untuk menentukan proses dinamik, seperti perubahan sepanjang waktu, jerat umpan balik serta unsur dan aliran hubungan.

STUDI CROSS SECTIONALDefinisi

Studi cross sectional (potong-lintang) adalah penelitian non-eksperimental dalam rangka mempelajari korelasi antara faktor-aktor risiko dengan efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu, dengan model pendekatan point time. Variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel yang termasuk efek di observasi sekaligus pada saat yang sama. Pengertian saat yang sama disini bukan berari pada satu saat observasi dilakukan pada semua subyek untuk semua variabel, tetapi tiap subye hanya diobservasi satu kali saja, dan faktor risiko serta efek diukur menurut keadaan atau status waktu di observasi.

Dalam rancangan studi potong lintang, peneliti mendapatkan data frekuensi dan karakter penyakit, serta paparan faktor penelitian pada suatu populasi dan pada satu saat tertentu. Sehingga data yang dihasilkan adalah prevalensi bukan insiden. Tujuan studi cross sectional adalah untuk memperoleh gambaran pola penyakit dan determinan-determinannya pada populasi sasaran.

Rancangan Penelitian Cross Sectional :

Skema diatas melukiskan dengan sederhana rancangan penelitian cross sectional. Dari skema tersebut diketahui bahwa langkah-langkah esensial dalan rancangan penelitian cross-sectional adalah :

1. Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian : mana faktor risiko, mana efek, mana faktor risiko yang tidak dapat dipelajari eeknya, sehingga perlu dikendalikan pengaruhnya.2. Menetapkan subyek penelitian, dengan memperhatikan atau mengusahakan variabilitas yang besar pada faktor risiko yang dipelajari, dan mengusahakan variabilitas minimum pada faktor risiko yang tidak dapat dipelajari.3. Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan faktor risiko dan efek sekaligus pada saat yang sama menurut status keadaan variabel pada saat itu

4. Melakukan analisis korelasi atau perbedaan proporsi antar kelompok-kelompok hasil observasiKelebihan studi cross sectional:

a.Mudah dilaksanakan,

b.Sederhana dan ekonomis dalam hal waktu dan biaya.

c.Dapat diperoleh dengan cepat

d.Dalam waktu yang bersamaan dapat dikumpulkan variabel yang banyak, baik variabel efek maupun variabel risiko.

e.Tujuannya hanya sekedar untuk mendiskripsikan distribusi penyakit yang dihubungkan dengan paparan faktor-faktor penelitian.

f.Studi cross sectional tidak memaksa subyek untuk mengalami faktor yang diperkirakan bersifat merugikan.

g.Kemungkinan subjek drop out kecil.

h.Tidak banyak hambatan etik.

i.Dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya

Kelemahan studi cross sectional:

a.Diperlukan subjek penelitian yang besar. Sehingga sulit untuk mengadakan eksplorasi, karena kemungkinan terdapat subyek studi yang terlalu sedikit dalam salah satu kelompok;

b.Studi cross sectional tidak tepat digunakan untuk menganalisis hubungan kausal paparan dan penyakit.

c.Penggunaan data prevalensi, bukan insidensi menyebabkan hasil study potong lintang mencermminkan tidak hanya aspek etiologi penyakit tetapi juga aspek survivalitas penyakit itu. Jika data yang digunakan adalah prevalensi dan telah terjadi kelangsungan hidup selektif, maka frekuensi penyakit yang diamati akan lebih besar dari frekuensi penyakit yang seharusnya diukur. Sebaliknya jika data prevalensi tersebut telah terjadi mortalitas selektif, maka frrekuensi penyakit yang teramati akan lebih sedikit daripada frekuensi penyakit yang seharusnya diukur.

d.Sulit menetapkan mekanisme sebab akibat

e.Tidak dapat memantau perubahan yang berhubungan dengan perjalanan waktu; sehingga kurang tepat untuk mempelajari penyakit dengan kurun waktu sakit pendek

f.Kesimpulan korelasi paling lemah dibanding case kontrol atau cohort

g.Tidak menggambarkan perkembangan penyakitsecara akurat.

h.Tidak valid untuk meramalkan suatu kecenderungan.

i.Kesimpulan korelasi factor risiko dengan factor efek paling lemah

CASE-CROSSOVER STUDYDefinisi

Crossover studytermasuk salah satu uji klinis yang sangat mirip dengan study kohort, karena kelompok perlakuan dan control diikuti sampai waktu yang ditentukan.Crossover studyadalah frekuensi paparan selama sebelum penelitian dibandingkan dengan frekuensi paparan selama waktu kontrol pada periode sebelumnya, study intervensi dimana dua kelompok yang sama terkena dua intervensi yang berbeda dalam dua periode terpisah dari waktu. Hal ini membutuhkan bahwa efek dari intervensi cukup tidak berdampak pada pengaruh intervensi kedua dan bahwa kesenjangan waktu antara dua intervensiyangpendek.Pemberiandua ataulebih eksperimentalterapisatu demi satuatausecara acakdengankelompok pasien yang sama.

Karakteristik paparan dan hasil

Exposure harus berubah dari waktu ke waktu pada orang yang sama dan selama periode waktu yang singkat.

Exposure tidak boleh berubah secara sistematis dari waktu ke waktu. Pada contoh aktivitas fisik paparan di jam segera sebelum onset dan telah mendokumentasikan paparan referensi dua hari sebelum pada waktu yang sama. Ini tidak akan sesuai jika aktivitas fisik terjadi dalam waktu yang sistematis (setiap hari kedua pada waktu yang sama).

Exposure harus memiliki efek jangka pendek. Durasi efek paparan harus lebih pendek dari rata-rata waktu antara dua eksposur rutin pada individu yang sama. Efek dari paparan pertama harus berhenti sebelum paparan berikutnya.

Waktu induksi antara paparan dan hasil harus pendek.

Penyakit harus memiliki onset mendadak . Kasuscross overtidak tepat jika tanggal yang tepat/ waktu onset tidak tersedia atau jika onset mendadak tidak ada (beberapa penyakit kronis).

Beberapa periode waktu acuan dapat digunakan untuk mendokumentasikan paparan rata-rata antara kasus. Dalam hal itu, rata-rata waktu yang terkena dihitung dan dibandingkan dengan paparan sesaat sebelum onset penyakit. Efisiensi kasus menyeberang metode meningkat dengan jumlah periode referensi disertakan.

Kasus menyeberang desain yang kadang-kadang digunakan oleh ahli epidemiologi untuk mencoba mengidentifikasi item makanan sebagai kendaraan untuk makanan ditanggung wabah penyakit. Beberapa poin yang tercantum di atas pantas untuk ditantang. Sebuahexposurekurun waktu sekitar tiga hari mungkin terlalu besar untuk menggunakan desain ini. Dalam kebiasaan makanan tambahan (paparan rata-rata) tidak terjadi secara acak dalam individu. Akhirnya, membandingkan konsumsi item makanan yang berpotensi terinfeksi dalam "saat ini" periode konsumsi rata-rata item makanan terinfeksi sejenis pada periode referensi tidak berhubungan dengan eksposur yang sama. Konsumsi item makanan bisa menjadi identik dalam periode waktu saat ini dan referensi dan masih hanya item makanan pada periode berjalan yang terkontaminasi.

Penggunaan desain kasus-crossover menjadi semakin umum dalam epidemiologi lingkungan, melibatkan dan membandingkan status terbongkarnya kasus segera sebelum kejadian tersebut dengan kasus yang sama pada waktu sebelumnya. Argumen disini adalah bahwa jika ada pemicu peristiwa, mereka harus lebih sering terjadi sebelum timbulnya penyakit dari pada selama periode yang lebih jauh dari onset penyakit. desain kasus silang terutama cocok dimana eksposureindividuberselang, penyakit ini terjadi tiba-tiba dan masa inkubasi untuk deteksi pendek dan periode bawaan pendek.

Dalam study kasus-crossover, individu berfungsi sebagai kontrol mereka sendiri, dengan unit analisis dimana waktu sebelum kejadianakut adalah waktu kasus dibandingkan dengan beberapa waktu lain, dirujuk sebagai waktu kontrol seperti desain dalam kelompok sebuah study eksperimental. Desain kasus silang mengasumsikan bahwi tidak ada waktu pengganggu terkait faktor akumulasi efek juga dianggap tidak hadir. Desain kasus crossover sederhana mirip dengan desain kasus kontrol. Maclure dan Mittleman (2000) memberikan gambaran ilustrasi terjasinya tabrakan pada siang hari adalah hasil paparan bahaya seperti genangan air, telepon seluler atau air tumpah (bayangan elips).

Ilustrasi lainpada200 penderita jatung diidentifikasi sehingga tertarik untuk mengukur hubungan dengan pertkel di udara. Waktu kasus kanan bawah dapat berfungsi sebagai estimasi dari informasi. Bias atau kemungkinan pembauran dengan yang bervariasi menurut waktu. Periode khusus ditunjuksebagai 4 jam sebelum cek jantung, dan periode kontrol ditetapkan sebelum 1 minggu sebelum periode kasus hanya satu minggu sebelumnya. Selanjutnya biarkan partikel diklasifikasikan paling tinggi dibandingkan tingkat rendah. Data adalah sebagai berikut:

Kontrol

KasusTinggiRendah

Tinggi6040

Rendah2080

Diantara pasien jantung, 60 mengalami partikulat tinggi selama periode kasus dan kontrol, 40 mengalami maslah partikulat tinggi selama periode kasus tetapi tidak periode kontrol, 20 berpengalaman partikulat rendah selama periode kasus tetapi partikulat tinggi materi selama periode kontrol, 80 mengalami masalah pertikulat rendah selama kasus dan periode kontrol. Odds ratio dapat diperkirakan dengan mengambil ratio yang berbeda dari pasangan. Contoh hipotettik ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara tingkat patikel dan terjadinya peristiwa jantung. Regresi ogistik dapat digunakan untuk mendapatkan dan disesuaikan menambah rasio dalam studi kasus crossover.

Dalam sebuah studi oleh sullivan dan colleageus (2002), sebuah asosiasi ditemukan antara peningkatan paparan pertikel halus dan serangan jantung utama diantara orang dengan penyakit jantung sebelumnya, tetapi terbatas pada perokok dan meningkatkan dalam hal partikulat baik dua hari sebelum kegiatan tersebut. Temuan ini menunjukkan bahwa perokok saat ini dengan yang sudah ada sebelumnya jantung yang khususnya rentan terhadap partikulat diudara. Hal ini lebih lanjut menunjukkan bahwa dibutuhkan beberapa hari bukannya segera sebelum merugikan jantung bereaksi terhadap partikulat diserap paru-paru inti. Di lain analisis kasus crossover tidak ada asosiasi ditemukan antara partikel dengan lag satu atau lebih hari dan serangan jantung primer.

Penelitian lain yang telah menggunakan desain kasus-crossover. Barner dan Kolega (2005) menemukan asosiasi signifikan positif antara polusi udara dan penerimaan rumah sakit terhadap bronkhitis, asma dan penyakit pernafasan diAustralia dan Selansia Baru. Forastiere dan Collageus (2005) menemukan asosiasi positif antara keluar dari rumah sakit akibat kematian untuk penyakit koroner dan perapian beberapa pencemar, dan Pell at,al (2007) menemukan risikopeningkatanefek samping kardiovaskular dengan paparan polusi udara ambien antara individu-individu yang menderita hipertensi, diabetes, dan penyakit paru obstruktif kronis.

Dalam beberapa desain kasus-crossover, mungkin perlu mengandalkan pemilihan kembali seseorang paparan. Ketika ternyata individu terlibatancamanpenarikan bias yang harus dipertimbangkan. Desain kasus silang mungkin juga dapat digunakan untuk penelitian cedera, tetapi mereka memiliki tiga tantangan, yaitu: 1. Tidak seperti myocardial dan kondisi lain yang mungkin terjai setiap saat, pekerjaan melukai konsidi yang sering memerlukan dipilih untuk occur. Oleh karena itu, mengidentifikasi orang, waktu risiko mungkin menantang dan hanya sebagian dari individu orang, waktu dapat mempertimbangkan untuk penelitian; 2. Informasi pemaparan mungkin tidak tersedia prospektif karena membuat cedera relatif jarang, sehingga calon pengumpulan data tidak efisien dibanyak rangkaian; 3. Mengidentifikasi periode kontrol mungkin menjadi tantangan yang mirip ke waktuketika cedera terjadi untuk eksposur yang berkorelasi.

Kelebihan crossover study

1. Mengurangi variasi antar individu dan memperkecilukuransample sampai 50% dari desain paralel

2. Cocok untuk peyakit kronik dan stabil

3. Kontrol karakteristik tiap individu

4. Efektif untuk mempelajari efek dari paparan jangka pendek terhadap risiko kejadian akut

Kekurangan crossover study

1. Tidak cocok untuk penyakit yang cepat sembuh atau yang sembuh dalam 1 x terapi.

2. Adacarry over effectyaitu efek perlakuan pertama belum hilang pada saat pengobatan keduadanorder effectyaitu terjadinya perubahan derajat penyakit atau lingkungan selama penelitian berlangsung.

3. Kemungkinandrop outlebih besar.

4. Perluwaktu untuk menghilangkan efek obat awal sebelum pengobatan kedua dimulai (washout period)yang cukup

5. Tidak dapat dikerjakan pada subyek dengan kepatuhan rendah

6. Tidak otomatis mengantrol pembauran dari faktor waktu terkait

STUDI KOHORTDefinisi

Rancangan penelitian kohort adalah rancangan penelitian epidemiologik yang digunkan untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko dengan efek, dengan pendekatan logitudinal ke depan, pendekatan prospektif. Faktor risiko yang dipelajari diidentifikasi dulu, kemudian diikuti prospektif timbulnya efek.Tahapan Kegiatan Pada Rancangan KohortUntuk melaksanakan rancangan kohort, dilakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :

Identifikasi faktor-faktor risiko dan efek

Penetapan subyek penelitian (populasi dan sampel)

Identifikasi subyek dengan efek negatif

Pemilihan subyek dengan faktor risiko positif dari subyek tersebut

Pemilihan subyek (kelompok) kontrol

Observasi perkembangan subyek sampai waktu tertentu, untuk kemudian mengidentifikasi timbul tidaknya efek pada kedua kelompok Analisis hasil

Jenis dan Karakteristik

1. KOHORT PROSPEKTIF Bentuk studi kohort yang murni sesuai dengan sifatnya Titik awal waktu pengamatan adalah saat ini, dimana pada saat populasi kohort belum mengalami akibat yang diteliti, dan populasi penelitian diikuti sampai masa depan. Ada dua bentuk yaitu: Kohort prospektif dengan pembanding internal dan Kohort prospektif dengan pembanding eksternalKohort Prospektif dengan pembanding internalMerupakan suatu penelitian kohort dimana kelompok yang terpapar dan yang tidak terpapar berasal dari satu populasi yang sama.

Kohort Prospektif dengan Pembanding EksternalPenelitian kohort dimana kelompok terpapar dan pembanding berasal dari dua populasi yang berbeda.

Kohort Retrospektif

Pada bentuk ini, pengamatan penelitian dimulai pada saat akibat (efek) SUDAH TERJADI, oleh karena itu desain penelitian ini disebut juga hystorical cohort.

Kelebihan Studi Kohort Penelitian kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus yang bersifat insidens dan perjalanan penyakit atau efek yang diteliti. Penelitian kohort paling baik dalam menerangkan hubungan antara faktor risiko dengan efek secara temporal (sebab akibat). Penelitian kohort merupakan pilihan terbaik untuk kasus yang bersifat fatal dan progresif. Penelitian kohort dapat dipakai untuk meneliti beberapa efek sekaligus dari suatu faktor risiko tertentu Karena pengamatan dilakukan secara kontinu dan longitudinal, penelitian kohort memiliki kekuatan yang andal untuk meneliti berbagai masalah kesehatan yang makin meningkat. Besarnya risiko relatif dan risiko atribut dapat dihitung secara langsung. Pada penelitian kohort dapat dilakukan perhitungan statistik untuk menguji hipotesis. Penelitian kohort menyediakan angka dasar bagi kasus-kasus baru penyakit sehingga program pencegahan dapat dievaluasiKekurangan Studi Kohort

Penelitian kohort memerlukan sampel yang besar dan waktu yang lama sehingga sulit untuk mempertahankan subjek penelitian agar tetap mengikuti proses penelitian. Sarana dan biaya yang diperlukan biasanya mahal. Seringkali rumit Kurang efisien dalam hal waktu dan biaya. Penelitian prospektif tidak efisien untuk penelitian penyakit dengan fase laten yang lama Penelitian retrospektif membutuhkan ketersediaan data sekunder yang lengkap dan handal Terancam drop out Dapat menimbulkan masalah etika.STUDI CASE CONTROL

DefinisiPenelitian case control merupakan penelitian jenis analitik observasional yang dilakukan dengan cara membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Hal tersebut bergerak dari akibat ( penyakit ) ke sebab ( paparan ). Ciri-ciri dari penelitian case control adalah pemilihan subyek yang didasarkan pada penyakit yang diderita, kemudian lakukan pengamatan yaitu subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak.

Penelitian case control dapat digunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh faktor resiko mempengaruhi terjadinya suatu penyakit. Misalnya adalah hubungan antara intensitas atau jangka waktu penyemprotan nyamuk demam berdarah ( Fooging ) dengan seberapa banyak warga yang terjangkit penyakit DBD.

Penelitian Case Control adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana factor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospective. Case Control dapat dipergunakan untuk mencari hubungan seberapa jauh factor risiko mempengaruhi terjadinya penyakit mis: hubungan antara kanker serviks dengan perilaku seksual, hubungan antara tuberculosis anak dengan vaksinasi BCG atau hubungan antara status gizi bayi berusia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu.

Desain Case control sering dipergunakan para peneliti karena dibandingkan dengan kohort, ia lebih murah, lebih cepat memberikan hasil dan tidak memerlukan sampel yang besar. Bahkan untuk penyakit yang jarang, case control merupakan satu-satunya penelitian yang mungkin dilaksanakan untuk mengindentifikasi factor resiko. Misalnya, kita ingin menentukan apakah pemberian esterogen pada ibu pada periode sekitar konsepsi mempertinggi risiko terjadinya kelainan jantung bawaan. Dengan mengetahui bahwa insiden penyakit jantung bawaan pada BBL dari ibu yang tidak mendapat esterogen adalah 8 per 1000. Pada studi kohort diperlukan 4000 ibu tepajan dan 4000 ibu tidak terpajan factor risiko untuk dapat mendeteksi potensi peninggian risiko sebanyak 2x sedangkan dengan Case Control hanya diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol. Bila yang diteliti adalah kelainan jantung yang khusus, misalnya malformasi konotrunkus yang kekerapannya hanya 2 per 1000 maka untuk penelitian kohort diperlukan 15.700 ibu terpajan dan 15.700 ibu tidak terpajan esterogen sedangkan untuk Case Control tetap hanya diperlukan 188 kasus dan 188 kontrol.Tahapan penelitian Case Control

Tahap-tahap penelitian case control ini adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis yang sesuai

Setiap penelitian diawali dengan penetapan pertanyaan penelitian kemudian disususn hipotesis yang akan diuji validitasnya.

Misalnya pertanyaannya adalah :

Apakah terdapat hubungan antara konsumsi jamu peluntur pada kehamilan muda dengan kejadian penyakit jantung bawaan pada bayi yang dilahirkan ?

Hipotesis yang ingin diuji adalah:

Pajanan terhadap jamu peluntur lebih sering terjadi pada ibu yang anaknya menderita penyakit jantung bawaan PJB disbanding pada ibu yang anaknya tidak menderita PJB.

2. Mendeskiripsikan variable penelitian: faktor risiko, efek

Intensitas pajanan faktor resiko dapat dinilai dengan cara mengukur dosis,frekuensi atau lamanya pajanan. Ukuran pajanan terhadap faktor resiko yang berhubungan dengan frekuensi dapat besifat :

Dikotom, yaitu apabila hanya terdapat 2 kategori, misalnya pernah minum jamu peluntur atau tidak.

Polikotom, pajanan diukur pada lebih dari 2 tingkat, misalnya tidak pernah, kadang-kadang,atau sering terpajan.

Kontiniu, pajanan diukur dalam skala kontinu atau numerik, misalnya umur dalam tahun, paritas, berat lahir.

Ukuran pajanan yang berhubungan dengan waktu dapat berupa :

Lamanya pajanan (misalnya jumlah bulan pemakaian AKDR) dan apakah pajanan itu berlangsung terus menerus.

Saat mendapat pajanan pertama

Bilakah terjadi pajanan terakhir

Diantara pelbagai ukuran tersebut, yang paling sering digunakan adalah variable independen ( faktor resiko) berskala nominal dikotom (ya atau tidak) dan variable dependen (efek, penyakit) berskala nominal dikotom (ya atau tidak ) pula.

Untuk masalah kesehatan, trutama kesehatan reproduksi, apakah pajanan terjadi sebelum, selama, atau sesuadah keadaan tertentu sangatlah penting. Misalnya, pemakaian kontrasepsi oral oleh perempuan yang belum pernah mengalami kehamilan sampai cukup bulan dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara. Kita juga tahu oajanan beberapa obat atau bahan aktif tertentu selama kehamilan muda mungkin berkaitan dengan kejadian kelainan bawaan pada janin.

Dalam mencari informasi tentang pajanan suatu faktor risiko yang diteliti maka perlu diupayakan sumber informasi yang akurat.

Informasi tersebut dapat diperoleh antara lain :

Catatan medis rumah sakit, laboratorium patologi anatomi

Data dari catatan kantor wilayah kesehatan

Kontak dengan subyek penelitian, baik secara langsung, telepon, atau surat.

Cara apapun yang digunakan, prinsip utamanya adalah pada kelompok kasus dan control ditanyakan hal-hal yang sama dengan cara yang sama pula, dan pewawancara sedapat mungkin tidak mengetahui apakah subyek termasuk dalam kelompok kasus atau kelompok control. Pengambilan data dari catatan medis sebaiknya juga secara buta atau tersamar, untu mencegah peneliti mencari data lebih teliti pada kasus maupun pada control. Perlu pla diketahui bahwa informasi mengenai pemakaina kontrasepsi hormonal lebih lengkap dicatat pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk kanker payudara bila dibandingkan dengan pada perempuan yang berobat untuk fraktur tulang. Apabila informasi rekam medis kurang lengkap maka data perlu dilengkapi dengan cara menghubungi subyek (dengan tatap muka langsung, hubungan telepon, surat atau cara berkomunikasi yang lain).

Efek atau Outcome

Karena efek/ outcome merupakan hal yang sentral, maka diagnosis atau penentuan efek harus mendapat perhatian utama. Untuk penyakit atau kelainan dasar t=yang diagnosisnya mudah, misalnya anensefali, penentuan subyek yang telah mengalami atau tidak mengalami efek sukar. Namun pada banyak penyakir lain sering sulit diperoleh criteria klinis yang obyektif untuk diagnosis yang tepat, sehingga diperlukan cara diagnosis dengan pemeriksaan patologi-anatomik, dan lain-lain. Meskipun demikian kadang diagnosis masih sulit terutama pada penyakit yang manifestasinyabergantung pada stadiumnya. Misalnya artitis rheumatoid dapat mempunyai manifestasi klinis dan hasil laboratorium yang bervariasi, sehingga perlu dijelaskan lebih dahulu criteria diagnosis mana yang dipergunakan untuk memasukkan seseorang menjadi kasus. Untuk beberapa penyakit tertentu telah tersedia criteria baku untuk diagnosis, namun tidak jarang criteria diagnosis yang telah baku pun perlu dimodifikasi agar sesuai dengan pertanyaan penelitian

3. Menentukan populasi terjangkau dan sampel (kasus,kontrol), dan cara untuk pemilihan subyek penelitian.

Kasus

cara yang terbaik untuk memilih kasus adalah dengan mengambil secara acak subyek dari populasi yang menderita efek. Namun dalam praktik hal ini hampir tidak mungkin dilaksanakan, karena penelitian kasus-kontrol lebih sering dilakukan pada kasus yang jarang, yang diagnosisnya biasanya ditegakkan dirumah sakit. Mereka ini dengan sendirinya bukan subyek yang representatif karena tidak menggambarkan kasus dalam masyarakat. Pasien yang tidak datang ke rumah sakit. Beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam pemilihan kasus untuk studi kasus-kontrol agar sampel yang dipergunakan mendekati keadaan dalam populasi.

Kasus insidens (baru) atau kasus prevalens (baru+lama)

Dalam pemilihan kasus sebaiknya kita memilih kasus insidens (kasus baru). Kalau kita mengambil kasus prevalens (kasus lama dan baru) maka untuk penyakit yang masa sakitnya singkat atau mortalitasnya sangat tinggi, kelompok kasus tidak menggambarkan kedaan dalam populasi (bias Neyman). Misalnya, pada penelitian kasus-kontrol untuk mencari faktor-faktor risiko penyakit jantung bawaan, apabila dipergunakan kasus prevalens, maka hal ini tidak menggambarkan keadaan sebenarnya, mengingat sebagian pasien penyakit jantung bawaan mempunyai angka kematian tertinggi pada periode neonates atau masa bayi. Dengan demikian pasien yang telah meninggal tersebut tidak terwakili dalam penelitian.

Tempat pengumpulan kasus

Bila di autu daerah terdapat registry kesehatan masyarakat yang baik dan lengkap, maka pengambilan kasus sebaiknya dari sumber di masyarakat (population based), karena kasus yang ingin diteliti tercatat dengan baik. Sayangnya di Indonesia belum ada daerah yang benar benar mempunyai registrasi yang baik, sehingga terpaksa diambil kasus dari pasien yang berobat ke rumah sakit ( hospital based). Hal ini menyebabkan terjadinya bias yang cukup penting (bias Berkson), karena karakteristik pasien yang berobat ke rumah sakit mungkin berbeda dengan karakteristik pasien yang tidak berobat ke rumah sakit.

Saat diagnosis

Untuk penyakit yang perlu pertolongan segera (misalnya patah tulang) maka saat ditegakkannya diagnosis boleh diakatakan sama dengan mula timbulnya penyakit (onset). Tetapi banyak penyakit yang mula timbulnya perlahan dan sulit dipastikan denga tepat (contohnya keganasan atau pelbagai jenis penyakit kronik). Dalam keadaan ini maka pada saat mengidentifikasikan faktor resiko perlu diyakinkan bahwa pajanan faktor yang diteliti terjadi sebelum terjadinya efek, dan bukan terjadi setelah timbulnya efek atau penyakit yang dipelajari.

Contoh :

Ingin diketahui hubungan diet dengan kejadian kanker kolon. Pertanyaan harus ditujukan terhadap diet sebelum timbul gejala, sebab mungkin saja subyek telah mengubah dietnya oleh karena terdapatnya gejala penyakit. Penelitian terhadap penyakit yang timbulnya manifestasi memerlukan waktu lama, misalnya sklerosis multiple, perlu perhatian ekstra untuk menentukan saat gejala pertama timbul. Bila gejala sudah lama terjadi, sebaiknya kasus jangan dipakai, sebab sulit dihindarkan kemungkinan terjadinya pajanan setelah timbul penyakit.

Kontrol

Pemilihan control member masalah yang lebih besar daripada pemilihan kasus, oleh karena control semata mata ditentukan oleh peneliti, sehingga sangat terancam bias. Perlu ditekankan bahwa control harus berasal dari populasi yang sama dengan kasus, agar risiko yang diteliti. Bila peneliti ingin mengetahui apakah kanker payudara berhubungan dengan penggunaal pil KB, maka criteria inklusi untuk control adalah subyek yang memiliki peluang untuk minum pil KB yaitu wanita yang menikah, dalam usia subur (wanita yang tidak menikah atau belum mempunyai anak tidak minum pil kontrasepsi).

Ada bebrapa cara untuk memilih control yang baik :

Memilih kasus dan control dari populasi yang sama :Misalnya kasus adalah semua pasien dalam populasi tertentu sedangkan control diambil secara acak dari populasi sisanya. Dapat juga kasus dan control diperoleh dari populasi yang telah ditentukan sebelumnya yang biasanya lebih kecil (misalnya dari studi kohort).

Matching. Cara kedua untuk mendapatkan control yang baik ialah dengan cara melakukan matching , yaitu memilih control dengan karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variable yang mungkin berperan sebagai faktor risiko kecuali variable yang diteliti. Bila matching dilakukan dengan baik, maka pelbagai variable yang mungkin berperan terhadap kejadian penyakit (keculai yang sedang diteliti) dapt dismakan, sehingga dapat diperoleh asosiasi yang lebih kuat antara variable yang sedang diteliti dengan penyakit. Teknik ini mempunyai keuntungan kain, yakni jumlah subyek yang diperlukan lebih sedikit. Namun jangan terjadi overmatching, yaitu matching pada variable yang nilai resiko relative terlalu rendah. Apabila terlalu dalam mencari subyek kelompok control. Di lain sisi harus pula dihindarkan undermatching yakni tidak dilakukan penyertaan terhadap varibel-variabel yang potensial menjadi peransu (confounder) penting.

Cara lainnya adalah dengan memilih lebih dari satu kelompok kontrol. Karena sukar mencari kelompok control yang benar-benar sebanding maka dapat dipilih lebih dari satu kelompok control. Milanya bila kelompok kasus diambil dari rumah sakit, maka satu control diambil dari pasien lain di rumah sakit yang sama, dan control lainnya berasal dari daerah tempat tinggal kasus. Apabila ratio odds yang didapatkan dengan menggunakan 2 kelompok control tersebut tidak banyak berbeda, hal tersebut akan memperkuat asosiasi yang ditemukan. Apabila ratio odds antara kasus dengan masing-masing control sangat berbeda, berarti salah satu atau kedua hasil tersebut tidak sahih, dengan kata lain terdapat bias, dan perlu diteliti letak bias tersebut.

Contoh :

Suatu penelitian kasus-kontrol ingin mencar hubungan antara penyakir AIDS pada pria dengan homoseksualitas. Sebagai kasus diambil semua pasien dengan diagnosis AIDS dirumah sakit A. untuk kelompok control pertama dipilih secara acak dari pasien dengan penyakit lain yang dirawat di rumah sakit tersebut dan tidak menderita AIDS (diperoleh rasio odds sebesar 6,3), sedangkan kelompok control kedua dipilih secara acak dari pria sehat yang tinggal berdekatan dengan tiap pasien dalam kelompok kasus (diperoleh rasio odds 9,0). Walaupun pada kelompok control pertama lebih banyak penyakit lain dibandingkan pada control kedua, ternyata pada kedua kelompok control praktik homoseksualitas jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok kasus, sehingga rasio odds pada kedua kelompok control hampir sama. Hal ini jelas memperkuat simpulan terdapatnya hubungan antara homoseksualitas dengan terjadinya AIDS.

4. Menetapkan besar sampel

Jumlah subyek yang perlu diteliti untuk memperlihatkan adanya hubungan antara faktor risiko dengan penyakit perlu ditentukan sebelum penelitian dimulai. Pada dasarnya untuk penelitian kasus control jumlah subyek yang diteliti bergantung pada :

a. Beberapa frekuensi pajanan faktor risiko pada suatu populasi; ini penting terutama apabila control diambil dari populasi. Apabila densitas pajanan risiko terlalu kecil atau terlalu besar, mungkin pajanan resiko pada kasus dan control hampir sama sehingga diperlukan sampel yang besar untuk mengetahui perbedaannya.

b. Rasio odds terkecil yang dianggap bermakna (R).

c. Derajat kemaknaan ( ) dan kekuatan (power= 1- ) yang dipilih.

Biasa dipilih = 5%, = 10% atau 20% (power = 90% atau 80%)

d. Rasio antara jumlah kasus control. Bila dipilih control lebih banyak, maka jumlah kasus dapt dikurangi. Bila jumlah control diambil c kali jumlah kasus, maka jumlah kasus dapt dikurangi dari n menjadi (c+1)n/2c.

e. Apakah pemilihan control dilakukan dengan matching atau tidak. Diatas telah disebut bahwa dengan melakukan matching maka jumlah subyek yang diperlukan untuk diteliti menjadi lebih sedikit.

5. Melakukan Pengukuran

Pengukuran variable efek dan faktor risiko merupakan hal yang dentral pada studi kasus-kontrol. Penentuan efek harus sudah didefenisikan denganjelas dalam usulan penelitian. Pengukuran faktor risiko atau pajanan yang terjadi pada waktu lampau juga sering menimbulkan kesulitan. Kadang tersedia data objektif, missal rekam medis kumpulan preparat hasil pemeriksaan patologi-anatomik, hasil laboratorium, atau pelbagai henis hasil pencitraan. Namun lebih sering penentuan pajanan pada masa lalu dilakukan semata-mata dengan anamnesis atau wawancara dengan responden, jadi hanya dengan mengandalkan daya ingat responden yang mungkin dipengaruhi oleh statusnya (mengalami outcome atau tidak).

6. Menganalisis hasil penelitian

Analisis hasil studi kasus-kontrol dapat hanya bersifat sederhana yaitu penentuan ratio odds, sampai pada yang kompleks yakni dengan analisis multivariate pada studi kasus control dengan lebih dari satu faktor resiko. Ini ditentukan oleh apa yang ingin diteliti bagaimana cara memilih control (matched atau tidak), dan terdapatnya variable yang menggangu ataupun yang tidak.

EPIDEMIOLOGI DESKRIPTIFDefinisi

Epidemiologi deskriptif merupakan bagian dari epidemiologi yang menerangkan tentang pola kejadian penyakit pada suatu populasi(defined comunity)berdasarkan faktor faktor waktu,tempat dan orang.

Dalam upaya mencari frakwensi distribusi penyakit berdasarkan epidemiologi deskriptif timbul berbagai pertanyaan, diantaranya siapa yang terkena, bilamana hal tersebut terjadi, bagaimana terjadinya, dimana kejadian tersebut, berapa jumlah orang yang terkena, bagaimana penyebarannya, dan bagaimana ciri-ciri orang yang terkena.

Variabel Orang, Tempat dan WaktuAnalisis data epidemiologi berdasarkan variabel diatas digunakan untuk memperoleh gambaran jelas tentang morbiditas dan mortalitas yang dihadapi. Dengan demikian memudahkan untuk mengadakan penanggulangan, pencegahan dan pengamatan.

Untuk menentukan adanya peningkatan atau penurunan insiden atau prevalensi penyakit yang timbul, harus diperhatikan kebenaran perubahan tersebut. Perubahan yang terjadi dapat disebabkan perubahan semu sebagai akibat perubahan dalam teknolgi diagnostik, perubahan klasifikasi, atau kesalahan dalem perhitungan jumlah penduduk.Variabel Orang

Faktor orang meliputi ubahan-ubahan yang melekat seseorang sebagai anggota populasi masyarakat. Ubahan-ubahan yang sering digunakan: Umur

Sex

Suku bangsa

Status perkawinan

Sosial ekonomi

Agama

Pekerjaan

Variabel TempatTempat dapat dibatasi oleh alam, seperti gunung, sungai, laut, atau dibatasi berdasarkan wilayah administratif. Batas alamiah lebih memudahkan pemahaman asal usul suatu penyakit.

Ragam penyakit di suatu tempat berhubungan dengan ciri-ciri lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban, curah hujan, ketinggian, kandungan mineral tanah dan tersedianya air. Batas-batas alam yang tangguh mengakibatkan isolasi penduduk sehingga ciri-ciri genetik tertentu semakin menonjol dan adat istiadat tetap bertahan dari pengaruh asing.

Variabel WaktuVariabel waktu harus diperhatikan ketika melakukan analisis morbiditas dalam studi epidemiologi karena pencacatan dan laporan insiden dan prevalensi suatu penyakit selalu berdasarkan pada waktu, apakah mingguan, bulanan atau tahunan.

Ukuran Morbiditas Rasio

Merupakan suatu angka yang menunjukkan besar perbandingan antara jumlah tertentu dengan jumlah lainnya. Bentuk yang paling umum digunakan adalah rasio antara jumlah penduduk yang menderita sakit dengan yang tidak menderita sakit. Rate

Menyatakan frekuensi penyakit per satuan penduduk.

Insiden

Jumlah kasus baru penyakit selama kurun waktu tertentu.

Attack Rate

Resiko terhadap suatu penyakit pada suatu penduduk mungkin saja terbatas pada kurun waktu pendek hal ini dapat terjadi karena faktor etiologi penyakit hanya muncul sebentar, yaitu hanya selama epidemi, atau resiko penyakit hanya terdapat pada kelompok masyarakat tertentu. Secondary Attack rate Mengukur kejadian suatu penyakit menular diantara orang-orang yang dicurigai terkontak dengan kasus primer.

Prevalensi

Suatu ukuran sensus atau survei, yaitu mengenai frakuensi suatu penyakit pada suatu saat tertentu.

Ukuran Mortalitas Crude Death Rate

Ukuran kematian yang diperhitungkan untuk dan dasar seluruh penduduk, diperoleh dengan jalan membandingkan kejadian kematian terhadap seluruh penduduk tanpa memperhatian sifat-sifat tertentu penduduk tersebut.

Spesific Death Rate

Suatu ukuran untuk salah satu sifat yang ada pada penduduk seperti golongan umur, sex, pekerjaan, status pekerjaan, perkawinan, dll.

EPIDEMIOLOGI ANALITIK

DefinisiEpidemiologi analitik menguji hipotesis dan menaksir (mengestimasi) besarnya hubungan/ pengaruh paparan terhadap penyakit. Tujuan epidemiologi analitik: (1) Menentukan faktor risiko/ faktor pencegah/ kausa/ determinan penyakit, (2) Menentukan faktor yang mempengaruhi prognosis kasus; (3) Menentukan efektivitas intervensi untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi.

Dua asumsi melatari epidemiologi analitik. Pertama, keadaan kesehatan dan penyakit pada populasi tidak terjadi secara random melainkan secara sistematis yang dipengaruhi oleh faktor risiko/ kausa/ faktor pencegah/ faktor protektif (Hennekens dan Buring, 1987; Gordis, 2000). Kedua, faktor risiko atau kausa tersebut dapat diubah sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan penya-kit pada level individu dan populasi.

Tujaun

Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan :

1. Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit.

2. Memprediksikan kejadian penyakit

3. Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit.

Studi Pendekatan Epidemiologi AnalitikPendekatan atau studi ini dipergunakan untuk mencari faktor-faktor penyebab timbulnya penyakit atau mencari penyebab terjadinya variasi dari data dan informasi-informasi yang diperoleh studi epidemiologi deskriptif. Epidemologi Analitik adalah riset epidemiologi yang bertujuan untuk:Menjelaskan faktor-faktor resiko dan kausa penyakit.Memprediksikan kejadian penyakit

Memberikan saran strategi intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit.Berdasarkan peran epidemiologi analalitik dibagi 2 :1. Studi Observasional : Studi Kasus Control (case control), studi potong lintang (cross sectional) dan studi Kohor.

2. Studi Eksperimental : Eksperimen dengan kontrol random (Randomized Controlled Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi).