rangkuman wawasan keislaman

Upload: tristi-annisa-rosyidah

Post on 08-Jan-2016

247 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

rangkuman

TRANSCRIPT

HAL-HAL YANG MEMBEDAKAN DARAH HAID DENGAN ISTIHADHAHDari Aisyah Radhiyallahu Anha, ia berkata, Fathimah binti Hubaisy datang menemui Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam lalu berkata, Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku adlah seorang wanita yang terkena Istihadhah sehungga aku tidak suci. Apakah aku boleh meninggalkan shalat? Maka beliau menjawab, tidak boleh, sesungguhnya itu hanya penyakit dan bukan bagian dari haid. Jika haidmu datang maka tinggalkanlah shalat, namun jika ia telah pergi maka basuhlah darah darimu keudian shalat. (Muttafaq Alaih) (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-Wudhu, BAB Ghaslu Ad-Dam, nomor 228. Dan muslim, Kitab Al-Haidh, BAB Al-Mustahdhah wa Ghasliha wa Shalatiha, nomor 333).Al-Bukhari menambahkan, kemudian berwudhulah setiap kali menjalankan shalat. Muslim mengisyaratkan bahwa ia menghapus kalimat tersebut secara sengaja. (ketika mengatakan, Dan dalam hadits hammad bin Zaid terdapat tambahan huruf yang kami tinggalkan penyebutannya. Ada yang mengatakan, sesungguhnya itu adlah ucapan Urwah bin Az-Zubair.Jadi, datangnya haid bagi yang telah memiliki kebiasaan dengan waktu-waktu tertentu. Sedangkan bagi yang tidak memiliki kebiasaan maka dengan cara membedakan darah yang keluar.Lalu bagaimana membedakannya?Para ahli fikih Rahimahumullah mengatakan, perbedaan itu dilihat dari 3 sisi;1. Darah haid berwarna hitam, sedangkan darah Istihadhah berwarna merah.2. Darah haid itu kental, sedangkan darah Istihadhah itu encer.3. Darah haid memiliki bau yang tidak sedap, sedangkan darah Istihadhah tidak memiliki yang demikian.4. Dikatakan oleh para dokter terkini bahwa darah haid tidak membeku, sedangkan darah Istihadha membeku. Darah haid tidak membeku tapi mengalir.

BERWUDHU JIKA KELUAR MADZIDan dari Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu, ia berkata, saya adalah seorang laki-laki yang banyak mengeluarkan madzi. Lantas aku menyuruh Al-Miqdad untuk bertanya kepada Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam. Ia pun bertanya kepada beliau menjawab, diperlukanwudhu karenanya. (Muttafaq alaih, dan lafazh ini milik Al-Bukhari) (HR. Al-Bukhari, kitab Al-Ilmi, BAB Man Istahya Fa Amara Ghairahu bi As-Siwak, nomor 132. Dan muslim, kitab haidh, BAB Al-Madzi , nomor 303.Sesungguhnya Al-Miqdad Radhiyallahu Anhu ketika bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka beliau bersabda Hendaknya ia membasuh zakarnya dan berwudhu, dalam riwayat lain: Basuhlah zakarmu dan berwudhulah. Apakah maksudnya Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu yang bertanya langsung kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam? Sebagaimana disebutkan dalam sebagian riwayat bahwa ia bertanya langsung kepada Nabi? Atau maksudnya Al-Miqdad Radhiyallahu Anhu ketika bertanya kepada beliau, kamudian ali meriwayatkan Basuhlah zakarmu. Karena Ali-lah yang meriwayatkan hadits, sehingga ia menceritakan seakan-akan dirinyalah yang bertanya. Jika tidak, maka sudah bisa diketahui bahwa Rasulullah SAW tidak mengarahkan jawaban ini kepad Al-Miqdad, bahwa dialah yang terkena penyakit ini. Akan tetapi beliau mengarahkan jawabannya kepada Ali bin Abi Thalib, dengan asumsi bahwa Ali yang meriwayatkannya. Jadi sepertinya Ali menukilnya secara makna.Sesuatu yang keluar dari kemaluan ada 4 hal; air kencing, wadi, madzi dan mani. Air mani sudah dipahami kesuciannya dan diwajibkan mandi. Air kencing hukumnya najis dan wajib wudhu. Madzi juga najis dan wajib wudhu, akan tetapi kenajisannya ringan dan mesti membersihkan daerah yang terkena zakar, yakini membasuh zakar seluruhnya dan kedua testis. Sedangkan air wadi adalah perasan air kencing sehingga hukumnya diikutkan kepada air kencing.

MENYENTUH DAN MENCIUM ISTRI TIDAK MEMBATALKAN WUDHUJika ada yang bertanya, apakah dalil orang yang berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan wudhu?Jawabannya: dalilnya adalah karena tidak ada dalil. Karena asalnya adalah adanya wudhu yang telah sempurna sesuai dengan syariat. Sehingga tidak mungkin akan dibatalkan kecuali dengan dalil yang syari. maka dalil mereka adalah ketetapan hukun pada asalnya, dan tidak adanya dalil yang menyatakan batal.

RAGU TELAH BERHADATS DAN YAKIN DALAM KONDISI BERSUCIHadits ini menunjukkan bahwa seseorang apabila merasa ragu terhadap suatu hadats padahal sebelumnya dalam keadaan suci, maka tidak wajib baginya untuk berwudhu. Karena keadaan bersuci berada dalam keyakinan dan wudhunya masih ada, sedangkan hadats diragukan keberadaanya. Sehingga tidak boleh meninggalkan keyakinan karena keraguan. Ini merupakan kaidah. Para ulama memunculkan beberapa kaidah berkenaan denga hadits ini, diantaranya;1. Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keraguan2. Asal ketetapan sesuatu dikembalikan pada ketetapan semula3. Keyakinan bisa dihilangkan dengan keyakinan yang datang belakangan; berdasarkan sabda nabi Hingga mendengar suara atau mendapati bau

MENYENTUH KEMALUAN DAN HUKUMNYA (1)Ini tentunya mengundang kejanggalan. Bagaimana mungkin seseorang yang sedang shalat bisa menyentuh zakarnya, padahal ia mengenakan pakaian, baju dan sarung atau mengenakan baju dan celana. Bagaimana cara menyentuhnya?Kita katakan: tidak ada kejanggalan selama kita mengetahui bahwa kata al-massu dalam bahasa arab adalah menyentuh secara langsung. Sebab jika menyentuh secara tidak langsung yakni ada penghalang makan tidak dikatakan al-massu, tetapi menyentuh penghalang. Dengan demikian kejanggalan tersebut bisa diatasi. Seseorang misalnya sedang menjalankan shalat, barangkali ia memiliki keperluan untuk menyentuh zakarnya secara langsung lantas menyentuhnya. Selama masih memungkinkan untuk mengarahkan makna secara bahasa kepada kenyataan yang ada, maka hal itu bisa menghilangkan kejanggalan.Apakah ia mesti berwudhu? Maka Nabi Shalallahu Alahi wa Shalam menjawab tidak yaknitidak wajib. Berdasarkan hal ini, maka tidak menutup kemungkinan bermakna sunnah, sebagaimana akan diperjelas dengan hadits selanjutnya, Isnya Allah.

MENYENTUH KEMALUAN DAN HUKUMNYA (2)Mungkin ada yang berujar bahwa sabda Nabi barang siapa menyentuh sudah jelas bahwa yang dimaksud disini adalah menyentuh dengan sengaja. Akan tetapi para ahli fikih madzhab Hanbali mengatakan, bahwa apabila seseorang menyentuh zakarnya meskipun tanpa sengaja maka wudhunya batal. Pendapat ini tidak memiliki acuan sehingga lemah. Maka, jika menyentuh tanpa sengaja tentu tidak diwajibkan wudhu.Apakah membatalkan wudhu, jika menyentuh testis? Tidak, meskipun menyentuhnya dengan syahwat, hal itu tidak sampai membatalkan wudhu. Apakah membatalkan wudhu, jika menyentuh zakar orang lain? Zhahir hadits tidak membatalkan wudhu, meskipun dengan syahwat. Seperti apabila seorang istri menyentuh zakar suaminya karena syahwat. Akan tetapi sebaiknya berwudhu. Apakah membatalkan wudhu, seandainya ada seorang perempuan yang memnadikan anak lelakinya yang masih kecil, lantas ia menyentuh zakarnya? Tidak batal, karena itu hanyalah potongan daging yang tidak disentuh karena syahwat. Apakah membatalkan wudhu, jika menyentuh dubur? Tidak membatalkan wudhu, tetapi pada sebagian lafazh hadits disebutkan barang siapa menyentuh kemaluannya maka kita katakana, disunnahkan berwudhu dari hal itu namun tidak wajib. Karena diisyaratkan sebagaimana yang telah kami tegaskan, yaitu jika disentuh dengan syahwat.

BATALNYA WUDHU KARENA MUNTAH, MIMISAN, DAN SELAINNYAApakah muntah membatalkan wudhu? Muntah tidak membatalkan wudhu. Banyak dan sedikitnya sama saja. Karena tidak adanya dalil shahih yang menunjukkan batalnya wudhu. Tidak ada bedanya antara memuntahkan sesuatu yang sama dengan kondisi awalnya. Mimisan juga semisal dengannya, yakni tidak membatalkan wudhu, meskipun keluar dengan banyak. Bukankah ada hadits yang menyebutkan, seseorang apabila ber-hadats dalam shalatnya maka keluar dari shalat sambil meletakkan tangan diatas hidungnya seakan-akan terkena mimisan, bukankah ini menunjukkan bahwa mj=imisan membatalkan wudhu? Tidak, tetapi sudah bisa dimaklumi bahwa seseorang jika mimisan dalam shalatnya, tentu tidak memungkinkan dirinya untuk menyempurnakan shalatnya. Sehingga ia mesti meninggalkan shalatnya sesuai dengan yang diharapkan syariat dalam kondisi seperti ini. Apabila seseorang melarang untuk shalat dalam keadaan menahan kedua hadats (yang keluar dari 2 jalan keluar), maka demikian juga disini, dia tentu akan merasa terganggu (dengan mimisan tsb).

BERWUDHU KARENA MAKAN DAGING UNTA, BUKAN KARENA MAKAN DAGING KAMBINGSesorang bertanya kepada Nabi apakah aku mesti berwudhu karena (makan) daging kambing? terserah engkau, boleh berwudhu dan boleh juga tidak. Iapun bertanya kembali, apakah aku mesti berwudhu dari daging unta? Ya, ini mengandung konsekuensi bahwasanya tidak ada hubungannya kehendak seseorang dalam berwudhu karena makan daging unta, dan bahwasannya wudhu menjadi wajib atasnya.Kewajiban berwudhu setelah (makan) daging unta, berdasarkan sabda beliau ya adalah memberikan keringanan wudhu bagi orang yang telah makan daging unta. Akan tetapi, jika kita gabungkan dengan sabda Nabi ya berwudhu setelah makan daging unta dan sabda Nabi terserah engkau berwudhu dari daging kambing, maka ini menunjukkan bahwa makna yang dimaksud tidak dikembalikan kepada anda, akan tetapi wajib bagi anda untuk berwudhu, dan memang begitulah sebenarnya.

BERWUDHU KARENA MEMANDIKAN MAYIT DAN MEMBAWANYABarang siapa memandikan mayat maka hendaknya ia mandi. Diisyaratkan karena memasukkan mandi ini sebagai hukun syarI, senadainya mandi disini tidak diisyaratkan tentu tidak ada akibat sesuatu apapun terhadapnya. Lalu siapakah yang boleh bersentuhan langsung dan memandikan mayat? Seorang lealiki memandikan lelaki, wanita memandikan wanita, kecuali suami-istri maka mereka boleh saling memandikan satu sama lainnya. Demikian pula seorang lelaki dengan budak perempuannya.Barang siapa ingin mengusungnya maka hendaknya ia berwudhu. Kewajiban wudhu untuk menyalati mayat. Barang siapa yang membawanya, maksudnya adalah barang siapa ingin membawanya untuk menyalatinya maka hendaknya berwudhu. Tidak diragukan lagi bahwa menyalati mayat tidak akan sah kecuali dengan berwudhu terlebih dahulu.

HUKUM MENYENTUH MUSHAF DAN DIISYARATKAN BERSUCI UNTUK MENYENTUHNYATidak boleh menyentuh Al-Quran kecuali orang yang suci. Yang dimaksud dengan Al-Quran disini adalah sesuatu yang bertuliskan Al-Quran di dalamnya, yakni mushaf, papan, kertas, batu dll. Mushaf tidak boleh disentuh kecuali oleh orang yang suci, baik ia masih kecil maupun sudah dewasa. Ia tidak boleh menyentuhnya kecuali bersuci terlebih dahulu. Inilah zhahir dari lafazh yang ada.

MENGINGAT ALLAH DALAM SEGALA KEADAANAda kemungkinan adalah dzikir secara lafazh dengan lisan, dan inilah yang zhahir. Yakni Nabi mengatakan, La Ilaha Illallah ada kemungkinan pula bermakna dzikir secara umum meliputi dzikir hati, lisan dan anggota badan. Karena memang dzikir itu itu bisa dilakukan dengan hati, lid=san dan anggota badan. Dzikir dengan hati, yaitu mengingat Allah Azza wa jalla dan keagungan-Nya, mengharap, merasa takut, khawatir, mencintai dan mengagungkan-Nya. Dzikir dengan lisan, yaitu bertasbih, bertakbir, bertahlil dll (meliputi segala perkataan yang mendekatkan diri kepada Allah). Dzikir dengan anggota badan seperti rukuk, sujud, berdiri dan duduk dalam shalat juga berjalan dalam rangka menyebarkan agama Allah.

BEKAM TIDAK MEMBATALKAN WUDHUDari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa sesungguhnya nabi Shallallah Alaihi wa Sallam pernah berbekam lantas beliau shalat tanpa berwudhu lagi. Yakni shalat tanpa berwudhu lagi. Ini menjelaskan bahwasanya mengeluarkan darah dari tubuh tidak membatalkan wudhu. Sudah dipahami bahwa bekam biasanya akan mengeluarkan darah yang cukup banyak, akan tetapi darah ini meskipun banyak tidak membatalkan wudhu.

TIDUR YANG MEMBATALKAN WUDHU (1)Dalam hadits ini mengandung isyarat bahwa tidur yang bisa membatalkan wudhu adalah tidur yang bisa melepaskan ikatan. Yaitu tidur nyenyak yang menjadikan dubur terbuka, sehingga ketika angin keluar seseorang tidak akan bisa merasakannya. Kentut (buang angin) secara jelas membatalkan wudhu. Tidur tidak membatalkan wudhu apabila tidak samapai melepaskan ikatannya, baik dalam keadaan duduk, sujud, rukuk atau berbaring. Karena hokum berlaku diserati alasannya. Ada dan tidak adanya hokum bergantung kepada ada atau tidak adnya alasan.

TIDUR YANG MEMBATALKAN WUDHU (2)Tidak perlu berwudhu bagi orang yang tidur sambil duduk, berdiri atau rukuk, tetapi wudhu bagi orang yang tidur dengan berbaring. Baik itu tidur diatas pinggang, telentang atau telungkup. Yang demikian itu kerena orang yang tertidur dengan posisi berbaring lebih mendekati kepada tidur nyenyak, yang mana ketika berhadats ia tidak bisa menyadarinya.

LARANGAN UNTUK MENGIKUTI WAS-WAS DAN KHAYALAN Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasullullah Shallallahu Alahi wa Sallam bersabda, setan datang kepada seorang dari kalian dalam shalatnya, kemuadian setan meniup pada tempat duduknya, lantas dikhayalkan kepada orang itu perasaan bahwa dirinya ber-hadats, padahal tidak ber-hadats, jika seseorang mendapati hal itu maka janganlah ia berpaling hingga mendengar suara atau mendapati baunya. Hadits ini menunjukkan sebagaimana yang telah diisyaratkan sebelumnya, bahwa apabila seseorang telah berada pada kondisi berwudhu, kemudian ia merasa ragu apakah wudhunya telah batal atau belum, maka berdasarkan hokum asalnya wudhu itu tetap ada. Tidak ada kewajiban atasnya untuk berwudhu hingga ia benar-benar yakin telah batal.

ADAB MEMASUKI TOILET (1)Tidak diperkenankan masuk tempat buang hajat dengan membawa sesuatu yang padanya terdapat nama Allah. karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam apabila hendak memasuki tempat buang hajat maka beliau melepaskan cincinnya. Hal ini tidak sampai pada hukum haram hingga kita katakana bahwa ini menimbulkan kesusahan. Perintah ini menunjukkan hukum yang sunnah. Pengagungan terhapad sesuatu yang didalamnya ada nama Allah sampai ketika hendak memasuki tempat buang hajat. Maka, tentu lebih pantas lagi jika sesuatu tersebut tidak dilemparkan di jalan atau tempat yang kotor. Karena nama Allah Taala termasuk dianatara nama-nama yang agung, terlebih lagi lafazh Jalalah yang tidak ada selain-Nya yang menamai dengan nama itu. Demikian pula dengan Ar-Rahman, Rabb Al-Alamin, dan Al-Malik Al-Qahhar yang menggunakannya selain Allah, maka nama-nama tsb tidak boleh dihinakan.Jika ada yang bertanya, bagaimana pendapat kalian tentang orang yang masuk tempat buang hajatdengan membawa mushaf? Para ulama secara jelas menyatakan haramnya memasuki tempat-tempat buang hajat dengan membawa mushaf. Karena keagungan mushaf lebih mulia dari pada sekedar berdzikir, yakni lebih aguang dar dzikir itu sendiri, sehingga tidak diperbolehkan memasuki tempat buang hajat dengan membawa mushaf.Jika dikatakan, jika diletakkan diluar maka seseorang khawatir mushaf itu dicuri, maka bagaimana solusinya? Jika itu sebuah keperluan, maka ia boleh membawanya ke dalam karena ada keperluan disini. Kecuali jika masih memungkinkan untuk dititipkan kepada seseorang, maka wajib baginya untuk melakukan hal itu hingga keluar dari tempat buang hajat.

ADAB MEMASUKI TOILET (2)Dan darinya (Anas bin Malik); Radhiyallahu Anhu berkata, bahwa Rasulullah Shalallallahu alahi wa Sallam apabila memasuki tempat buang hajat, maka berdoa, allahumma inni audzu bika min al-khubutsi wa al-khabaitsDisunnahkan dzikir ini ketika hendak memasuki tempat buang hajat sebagai bentuk mengikuti contoh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Seandainya lupa mengucapkan dzikir itu lantas langsung masuk ketempat buang hajat, apakah mengucapkannya di tempat buang hajat atau menyuruhnya keluar kemudian mengucapkannya? Ada pendapat yang menyatakan tidak perlu lagi berdzikir, karena itu sunnah yang telah hilang dari tempatnya, tidak perrlu lagi keluar kemuadian masuk kembali.Karena tempat buang hajat adalah tempat-tempat para setan (tempat berkumpul/bercokolnya jiwa-jiwa yang jahat lagi kotor). Sedangkan masjid adalah tempat yang baik, merupakan tempat yang paling disukai Allah sehingga menjadi tempat malaikat yang mulia.

ADAB-ADAB ISTINJABoleh beristinja dengan air saja tanpa bebatuan. Sebab, Anas Radhiyallahu Anhu tidak menyebutkan bahwa dirinya membawa bebatuan untuk Nabi. Ia hanya menyebutkan membawa air saja. Meskipun penunjukkan tentang ini dalam hadits tersebut ada sedikit kelemahan, akan tetapi inilah yang tampak jelas. Anas membawa untuk istinja Rasullullah. Sisi kemakruhannya, bahwa seseorang apabila beristinja dengan air maka bisa dipastikan akan menyetuh najis. Karena ia akan menempel, atau setidaknya bau najis itu akan tetap melekat, sehingga tidak semestinya dilakukan. Namun pendapat yang shahih adalah hal tsb boleh dilakukan.Mengenai menyentuh najis, bisa dikatakan bahwa sentuhan ini dalam rangka membersihkannya dan bukan untuk membiarkannya. Jadi yang benar adalah boleh menggunakan air ketika beristinja untuk membersihkan sesuatu yang keluar dari 2 (dua) jalan: kemaluan dan dubur.

BERSEMBUNYI KETIKA BUANG HAJATSebaiknya seseorang yang ingin buang hajat di daratan luas untung menjauh dari orang-orang hingga tidak terlihat. Apabila berada di suatu daratan yang datar atau arat maka seseorang lebih menjauh lagi. Karena menutup aurat hukumnya wajib dan bisa dilakukan dengan yang lebih ringan dari itu. Akan tetapi Rasulullah pergi menjauh saat akan beristinja karena tidak ingin dilihat dalam keadaan demikian. Seorang lelaki yang memiliki rasa malu tentu tidak ingin ada orang lain yang melihat dirinya sedang beristinja. Ini selain dari melihat aurat, Karena hukum melihat aurat orang lain lebih dilarang. Diantara adab-adab membuang hajat adalah tidak beradi di tempat yang bisa dilihat oleh manusia, yang demikian itu karena beberapa perkara:1. Jika engkau berada pada tempat yang terbuka dari pandangan manusia maka auratmu bisa saja Nampak oleh mereka.2. Orang-orang akan merasa jijik dan memandang itu adalah perbuatan buruk yang tidak pantas dilakukan.3. Jika engkau berada dekat mereka, tentu mereka akan merasa terganggu dengan bau tak sedap dan semisalnya.

LARANGAN BUANG HAJAT DI JALAN YANG DILALUI MANUSIA DAN TEMPAT BERTEDUH MEREKA (1)Sebab orang yang buang hajat dijalan yang dilaluioleh manusia atau di tempat berteduh mereka, tentu akan mengganggu atau menyakiti. Ini bisa ditinjau dari beberapa sisi, diantaranya;a. Bau: kita mengetahui bahwa bau tempat buang hajat sangat tidak sedap dan busuk sehingga dapat mengganggu manusia.b. Perasaan jijik: karena seseorang apabila melihat tempat buang hajat biasanya akan merasa jijik. Terkadang terjadi pada sebagian orang yang tidak akan melihat sesuatu yangmenjijikkan hingga muntah.c. Mengganggu: sebab apabila mengotori tempat tersebut dengan buang hajat maka akan menimbulkan najis hingga mengenai kaki, sepatu atau bahkan baju. Mengganggu , karena menghalangi orang-orang yang ingin duduk dan mampir disana untuk berbincang-bincang melepas kepenatan. Dan akan menjadi penyeban laknat, yakni seseorang akan dilaknat karena hal itu.

LARANGAN BUANG HAJAT DI JALAN YANG DILALUI MANUSIA DAN TEMPAT BERTEDUH MEREKA (2)Al-Mawarid adalahbentuk jamak dari maurid, yaitu tempat yang didatangi oleh manusia untuk minum atau mengambil air, seperti telaga, sungai kecil, sungai besar dll. Intinya orang-orang datang untuk minum atau mengambil air. Maka, tidak dihalalkan bagi seseorang untuk buang hajat ditempat tersebut. Termasuk kategori ini, adalah setiap tempat yang didatangi manusia. Serta naungan yang biasa dimanfaatkan oleh manusia, yang mereka berteduh dibawahnya. Bukan semua tempat berteduh. Jadi, Abu Dawud di sini menambahkan tempat yang ketiga, yaitu sumber-sumber air.

LARANGAN BUANG HAJAT DI JALAN YANG DILALUI MANUSIA DAN TEMPAT BERTEDUH MEREKA (3)Genangan air, ini mirip dengan sumber air, hanya saja lebih umum; karena rendaman air lebih umum dari hanya sekedar tempat yang didatangi untuk diambil airnya atau tidak. Sebab jika berupa sumber air maka akan didapat 2 kesalahan. Sedangkan jika berupa selain sumber air maka mendapatkan 1 kesalahan yaitu merusak air. Karena jika seseorang membuang hajat di tempat genangan air, maka tentu akan merusaknya. Baik dengan membuatnya bernajis jika airnya sedikit, atau merusaknya meskipun tidak sampai membuatnya bernajis.

LARANGAN BUANG HAJAT DI JALAN YANG DILALUI MANUSIA DAN TEMPAT BERTEDUH MEREKA (4)Pohon yang berbuah. Dilarang membuang hajat dibawah pohon yang berbuah dengan syarat bahwa buah pohon itu dibutuhkan, baik buahnya dimakan atau tidak. Jika berupa buah yang makan maka aka nada 2 keburukan disini.1. Mengganggu orang yang hendak mendatanginya.2. Mengotori makanan dengan sesuatu yang menjijikkanTepi sungai yang mengalir. Setiap tempat yang bisa menyakiti atau mengganggu manusia maka tidak boleh digunakan untuk buang hajat.

LARANGAN BERBICARA SAAT BUANG HAJATDua orang duduk satu dengan yang lainnya saling berbicara saat buang hajat, seakan-akan mereka sedang berada dalam majelis. Sisi pelarangannya, jika sampai terbuka aurat maka perkaranya sudah jelas. Karena ini adalah sebuah keadaan yang buruk dankondisi yang sangat dibenci. Jika tidak sambil terbuka aurat dan mereka terus saling berbicara saat buang hajat maka kemungkinan besar mereka akan berlama-lama di tempat tsb dalam keadaan demikian. Sebab pembiacaraan biasanya akan membutuhkan waktu lama dan mungkin saja seseorang tidak menyadari berada oada kondisi yang demikian, sehingga perkara itu menjadi sebeb kemurkaan Allah Tabaraka wa Taala.

MENJAGA TANGAN KANAN DARI KOTORANPemuliaan terhadap tangan kanan, karena adanya larangan menyentuh kemaluan dengan tangan kanan saat kencing. Tangan kanan lebih baik daripada tangan kiri. Seseorang dilarang memegang kemauannya dengan tangan kanan ketika kencing. Larangan disini sangat jelas. Lantas apakah larangan ini hukumnya haram atau makruh? Larangan tsb bersifat makruh dan bukan harma; karena ini termasuk dalam kategori adab. Larangan ini tidak keluar dari dua hal, yaitu bisa jadi dengan maksud memuliakan tangan kanan, atau dikhawatirkan dengan tangan kanan menyentuh barang najis ketika kencing yang mengakibatkan berbau tidak sedap. Bagaimanapun keadaannya yang jelas ini tidak menunjukkan larangan yang berarti diharamkan. Namun perkara sebenarnya bahwa pendapat yang menyatakan haram merupakan pendapat yang cukup kuat; karena konteks kalimatnya dipertegas dengan Nun Taukid. Ini merupakan pendapat kalangan Zhahir, bahwa larangan tersebut bersifat haram.

LARANGAN MENGHADAP KIBLAT DAN MEMBELAKANGINYA SAAT BUANG HAJAT (1)Seseorang duduk saat kencing atau buang hajat sedangkan kiblat berada didepannya. Yang demikian dilarang demi memuliakan kiblat; karena kiblat merupakan tempat untuk dimuliakan, juga tempat menghadapnya seorang hamba kepada Allah Taala ketika menjalankan ibadah shalat. Sebuah ibadah yang dilakukan setelah 2 kalimat syahadat. Itulah sebabnya kiblat wajib dimuliakan. Haramnya mengahadap kiblat ketika buang hajat atau kencing; berdasarkan kalimat melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar atau kencing sedangkan hukum asal dari sebuah larangan adalah haram. Kewajiban mengagungkan kabah; karena pendapat yang shahih tentang alasan pelarangan ini adalah dalam rangka memuliakankabah. Sehinggan tidak diperkenankan bagi seseorang yang menghadap kea rah yang dijadikan kiblat untuk amalan badaniyah yang paling agung, yaitu shalat. Tentu kita tidak boleh menyamakan keadaan-keadaan yang paling buruk yang dipenuhi kenajisan dengan keadaan-keadaan yang paling suci, yauti shalat.

LARANGAN MENGHADAP KIBLAT DAN MEMBELAKANGINYA SAAT BUANG HAJAT (2)janganlah kalian menghadap kearah kiblat, jangan pula membelakanginya ketika buang air besar dan kencing ini adalah perkataan umum untuk semua umat, sedangkan sabdanya akan tetapi menghadaplah kea rah timur atau barat ini khusus untuk penduduk madinah dan orang-orang yang semisal dengan mereka. Adapun bagi kita yang berada di kota Qasim maka kita kataka janganlah lalian menghadap kiblat, jangan pula membelakanginya ketika buang air besar dan kencing, tetapi menghadaplah ke utara atau setalan karena kiblat di Qasim berada di arah barat, sehingga dikatakan kepada penduduk Qasim menghadaplah ke utara atau selatan

MENUTUP DIRI KETIKA BUANG HAJATIsyarat bahwa orang zaman dahulu membuang hajat mereka di daratan di muka bumi ini, atau lokasi yang terpencil dari suatu tempat akan tetapi dengan syarat tanah tsb berbentuk lebih rendah atau cekung. Kewajiban memakai penutup (penghalang) bagi orang yang medatangi tempat buang hajat, karena inilah zhahir dari perintah dalam hadits. Akan tetapi kaidah-kaidah yang ada menunjukkan adanya perbedaan. Maka penutup yang digunakan hingga menutup aurat hukumnya wajib, sedangkan penutup yang lebih dari itu hukumnya sunnah. Hikmah dari perintah menutup aurat bahwa menampakkan aurat itu haram, sebab yang membuka auratnya dianggap sama seperti hewan.

BERISTIGHFAR SAAT KELUAR DARI TEMPAT BUANGHAJATSeseorang bila keluar dari kamar mandi atau tempat buang hajat maka hendaknya mengucapkan ghufranaka (aku memohon ampun kepada-Mu) sebagai bentuk ittiba (mengikuti) sunnah Nabi. Ampunan yang berupa ditutupinya dosa dimaafkan darinya. 2 kata sifat yang bisa menggambarkan yaitu As-Satr (menutup) dan At-Tajawuz (dimaafkan), karena bentuk katanya menunjukkan pada makna itu, yaitu terambil dari kata Al-Mighfar yang digunakan untuk menutupi kepala ketika perang. Mighfar ini memberikan 2 manfaat pada kepala, yaitu:1. As-Satr (penutup)2. Al-Wiqayah (pelindung)

BERISTINJA DENGAN MENGGUNAKAN TIGA BATU BAGIIstijmar (istinja dengan menggunakan batu) harus dengan tiga batu, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam meminta kepada Abdullah bin Masud agar mencarikan tiga batu, lantas berkata kepadanya ketika menolak rautsah, Ambilkan aku yang lainnyaIstijmar bisa menyucikannya, karena Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Sesungguhnya itu Riks (najis). Sedangkan riks tidak bisa menyucikan. Ini menunjukkan bahwasannya bila itu berupa hal yang baik lagi suci niscaya bisa menyucikan, dan inilah pendapat yang shahih. Berdasarkan hal itu maka, jika ada seseorang yang beristjimar dari kencing atau buang air besar dengan batu, tanah atau sapu tangan, lantas keluar air atau kainnya terkena basah yang sampai kepada tempat duduknya atau terkena kemaluannya, apakah kita katakana bahwa daerah yang terkena air, basah dan keringat serta menyentuh daerah tersebut berarti najis?Jawabannya: tidak, dan inilah pendapat yang rajah lagi berdasar. Di antara para ulama ada juga yang mengatakan, bahwa istijmar belum bisa menyucikan, dan bahwasanya bekas istijmar tidak dimaafkan apabila sampai melewati daerah tempat kotoran. Akan tetapi pendapat ini lemah. Yang benar bahwa istijmar bisa menyucikan dengan kesucian yang sempurna.

LARANGAN ISTINJA DENGAN TULANG ATAU KOTORANNabi bersabda, Sesungguhnya keduanya tidak bisa menyucikan. Yakni, tulang dan kotoran hewan tidak bisa menyucikan. Sisi pendalillannya, karena najis dari keduanya tidak bisa digunakan untuk bersuci. Barang itu najis maka bagaimna mungkin digunakn untuk bersuci? Kemudian yang suci dari keduanya juga tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena tidak bisa didapatkan darinya kebersihan secara sempurna. Jika memang lafazh, sesungguhnya dua barang itutidak bisa menyucikan, adalah riwayat yang shahih, maka wajib membawa maknanya pada tulang dan kotoran yang najis. Namun demikian jika tulang yang digunakan seseorang untuk beristinjah atau istijmar maka tidak ada alasan untuk mengatakan tidak menyucikan. Memang bersuci dengan tulang adalah haram, akan tetapi yang haram berada pada satu sisi, sedangkan menyucikan pada sisi yang lain. Maka perlu dikatakan pada orang yang beristinjah atau beristijmar dengan sesuatu yang harfam, bahwa orang berdosa namun tempat bersucinya syah dan suci (bersih), karena najisnya telah hilang. Jika bisa hilang dengan barang apapun maka sudah cukup.

BERSUCI DARI AIR KENCING, KARNA ADZAB KUBUR KEBANYAKAN DISEBABKAN OLEHNYATidak di maafkan meskipun air kencing itu sedikit, karena nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,bersikanlah dari kencing.Akan tetapi para ahli fikih rahimahumullah memberikan pengecualian kepada orang yang terkena penyakit salisul baul (beser terus menerus) disertai dengan kehati-hatian secara sempurna, yakni orang yang terkena penyakit beser dimaafkan jika tertimpa sedikit air kencingnya, namun dengan syarat bahwa dirinya telah benar-benar menjaga diri secara sempurna. Mereka memberikan alasan bahwa menjaga diri dari banyak dan sedikitnya air kencing tersebut sangat susah, dalam hal ini terdapat kesukaran, padahal allah taala berfirman,dan dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama (QS. Al-Hajj: 78) ayat ini bersifat umum untuk semua permasalahan agama, dan ada penyebutan khusus berkenaan dengan masalah bersuci, yaitu firman Allah Taala,Allah tidak ingin mengulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu (QS. Al-Maidah: 6)Apa yang dikecualikan oleh para ahli fiqih Rahimahumullah ini sangat terarah dan beralasan, yang demikian itu untuk menghilangkan kesusahan, yakni bahwa kita mengecualikan air kencing sedikit bagi orang yang terkena beser, tapi dengan tetap berusaha menjaga diri semaksimal mungkin. Pengecualian ini karena adanya kesusahan.

CARA DUDUK KETIKA BUANG HAJAT (1)Dari Suraqah bin Malik Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkan kepada kami (cara duduk) dalam buang hajat, (yaitu dengan) duduk diatas kaki kiri dan menegakkan kaki kanan. (Hadits riwayat Al-Baihaqi dengan sanad yang dhaif)Jika ahli kedokteran mengatakan bahwa cara duduk yang paling baik adalah duduk yang seperti ini misalnya, sedangkan dalam syariat tidak ada yang menunjukkan tata cara duduk tertentu, maka kita bisa mengambil pendapat para dokter tersebut; karena permasalahan ini memiliki keterkaitan yang besar dengan kesehatan tubuh, sedangkan rujukan permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan tubuh adalah para dokter. Namun bila ternyata pendapat dokter itu bertentangan dengan apa yang disebutkan dalan As-Sunnah, maka kita harus mengedepankan As-Sunnah.

CARA DUDUK KETIKA BUANG HAJAT (2)Dari Isa bin Yazdad, dari ayahnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Apabila seorang dari kalian telah kencing maka hendaknya ia menggoyang-goyangkan kemaluannya tiga kali. Yakni menggerak-gerakkannya dari bagian dalam seakan-akan berusaha memeras sebanyak tiga kali. Yang demikian itu supaya sisa air kencingnya keluar.Akan tetapi hadits ini Alhamdulillah dhaif, dan tidak shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Jika ternyata memang demikian maka perbuatan tersebut bukanlah sunnah. Sehingga syaikhul Islam Ibnu Taiminah Rahimahullahsecara jelas mengatakan bahwa menggoyang-goyangkan kemaluan adalah bidah karena tidak ada dalil yang shahih berkenaan dengannya. Karena hal itu juga bisa mengakibatkan seseorang terkena penyakit beser, atauwas-was sebagaimana yang sudah diketahui.

BERISTINJA DENGAN AIR LEBIH UTAMA DARI BERISTINJA DENGAN BATUMenggabungkan antara batu dan air adalah lebih utama daripada hanya mengcukupkan salah satunya saja. Karna hal itu lebih menyempurnakan bersuci. Namun jika hanya bersuci dengan salah satu dari keduanya, manakah yang lebih utama, air apa batu?Para ulama menjawab, bahwa air lebih utama karna air lebih bersih dan lebih baik. Yang dimaksud dengan lebih besrih adalah selama ia bisa bersih lebih banyak dan lebih kuat kebersihannya maka itu lebih utama. Sedangkan di bawah itu dengan menggunakan bebatuan, hanya saja batu bisa menyucikan sebagaimana telah disebutkan dengan menggunakan tiga kali olesan yang bersih atau lebih maka itu sudah bisa menyucikan.