realisme sosialis pramoedya ananta noer (telaah dalam novel

182
REALISME SOSIALIS PRAMOEDYA ANANTA TOER (Telaah dalam Novel Tetralogi) SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS USHULUDHIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STARA SATU DALAM AQIDAH FILSAFAT Oleh Nur Laela Faristin NIM : 00510152 DI BAWAH BIMBINGAN: Drs. Sudin, M. Hum. Shofiyulloh, Mz. M. Ag. AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDIN

Upload: adee13

Post on 27-Jun-2015

654 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

REALISME SOSIALIS PRAMOEDYA ANANTA TOER(Telaah dalam Novel Tetralogi)

TRANSCRIPT

Page 1: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

REALISME SOSIALIS PRAMOEDYA ANANTA TOER(Telaah dalam Novel Tetralogi)

SKRIPSI DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS USHULUDHIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTAUNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT

MEMPEROLEH GELAR SARJANA STARA SATU DALAM AQIDAH FILSAFAT

Oleh Nur Laela FaristinNIM : 00510152

DI BAWAH BIMBINGAN:

Drs. Sudin, M. Hum.Shofiyulloh, Mz. M. Ag.

AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDINUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2005

Page 2: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

ABSTRAK

Realisme sosialis adalah salah satu aliran dalam sosialisme yang bergerak dalam kancah sastra atau kesenian. Semangat realisme sosialis ialah untuk memenangkan sosialisme di tengah masyarakat. Maka di dalam sastra aliran realisme sosialis, realitas masyarakat adalah inspirasi untuk membuat karya. Yang di maksud dengan realitas masyarakat ialah kaum proletar, dan di atas pundak kaum sastrawan realisme sosialis tertanam tanggung jawab yang tidak ringan yaitu memberi penyadaran kepada masyarakat yang tertindas sehingga masyarakat tersebut berjuang untuk melawan sistem yang menindas tersebut. Demikian pula di dalam novel tetralogi, yang terdiri dari empat jilid. Yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak langkah dan yang terakhir adalah Rumah Kaca. Ke empat novel tersebut berisikan perjuangan orang Indonesia yang terjajah untuk merebut kembali haknya yang terampas. Yang menjadi tokoh sentral dalam novel tetralogi adalah Minke, yang sebenarnya bernama Tirto Adhi Suryo. Tirto Adhi Suryo adalah seorang jurnalis pertama di Indonesia, maka tidaklah mengherankan jika penglihatannya adalah lewat kaca mata seorang jurnalis.

Hal tersebut untuk menjaga ke objektifan sebuah tulisan yang di dalamnya berisikan lahirnya organisasi-organisasi yang ada di Indonesia. Novel tetralogi juga menggambarkan tentang penindasan yang dilakukan oleh kaum feodal yaitu penjajah Belanda, yang membuat kemiskinan di masyarakat Indonesia. Belanda juga melakukan berbagai macam cara untuk melanggengkan sistem feodal, salah satu caranya adalah dengan membuat tahayul seperti Nyai roro kidul dan lain sebagainya. Agar daya kritisisme masyarakat tidak ada. Sehingga Belanda dengan, sudah dapat melakukan penghisapan atas kekayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia dengan aman. Oleh sebab iu Minke sadar bahwa untuk membuat masyarakat berani melawan kepada penjajah belanda salah satu caranya adalah dengan didirikan organisasi-organisasi, dan untuk memudahkan penyebar luasan ideologi organisasi tersebut dibutuhkan media jurnalistik. Sebab dengan media tersebut maka akan memudahkan tersebarnya sebuah berita yanga ada.

Page 3: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

DAFTAR ISI

HALAMAN

JUDUL……………………………………………………………………i

HALAMAN NOTA

DINAS……………………………………………………………ii

HALAMAN

PENGESAHAN………………………………………………………….iii

HALAMAN

PERSEMBAHAN……………………………………………………….IV

HALAMAN

MOTTO…………………………………………………………………..V

KATA PENGANTAR

…………………………………………………………………VI

ABSTRAKSI.…………………………………………………………………………

VIII

DAFTAR

ISI……………………………………………………………………………IX

BAB I: PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masalah……………………………………………………1

2. Rumusan

Masalah………………………………………………………….10

3. Tujuan dan kegunaan Penelitian….

………………………………………..10

4. Telaah

Pustaka……………………………………………………………..11

Page 4: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

5. Kerangka

Teori…………………………………………………………….13

6. Metode

Penelitian………………………………………………………….15

7. Sistematika

Pembahasan…………………………………………………..18

BAB II : BIOGRAFI PRAM DAN KARYA-KARYANYA

1. Selayang Pandang Perjalanan Hidup

Pramoedya…………………………20

2. Setapak Sejarah Menuju Realisme

Sosialis……………………………….22

3. Sepenggal Cerita Lahirnya Novel

Tetralogi……………………………….42

BAB III : REALISME SOSIALIS SEBAGAI PANDANGAN PRAM DALAM

NOVEL TRETALOGI

1. Realisme Sosialis Pramoedya dan Paradigma Realisme Sosialis dalam

Sastra

………………………………………………………………………51

2. Pandangan Pramoedya tentang Realisme Sosialis dalam Novel

Tetralogi………………………………………………………………..

…..59

3. Faham Realisme Sosialis dalam Realitas

Empirik…………………………76

BAB IV : PANDANGAN SUBTANSIAL REALISME SOSIALIS DALAM

NOVEL TETRALOGI

1. Realisme Sosialis Sebagai Upaya Membentuk Paradigma dan

Page 5: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Orientasi Kehidupan………………………...

……………………………..86

2. Pandangan Pramoedya Ananta Toer tentang Organisasi sebagai

Sikap Melawan

Imprealisme……………………………………………….92

3. Pandangan Pramoedya Ananta Toer tentang Jurnalistik sebagai

Jalan Efektif Membangun Kesadaran…..

………………………………...101

BAB V : PENUTUP

1. Simpulan………………………………………...……………….

……….107

2. Saran-saran………………………………………...………………..

…….108

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bangsa Indonesia pada saat ini, masih dalam masa perkembangannya.

Terutama dalam hal ekonomi, setelah kemarin sempat dihantam oleh krisis

moneter, yang melahirkan krisis multidemensi. Meski bangsa Indonesia telah

berjuang untuk bangkit dan ketika bangsa lain yang mengalami krisis yang sama

sudah mulai dapat bangkit, namun sungguh sayang sampai detik ini bangsa

Indonesia masih harus berjuang untuk mencapai hal tersebut.

Page 6: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Tetapi krisis tersebut tidak menimpa setiap warga Indonesia. Karena banyak

juga orang yang secara ekonomi masih sangat mapan, dalam artian dia masih bisa

menikmati ekonomi yang berkecukupan. Mereka masih hidup bergelimang harta,

tetapi di lain pihak lebih banyak rakyat yang merasa sangat kesulitan secara

ekonomi.

Kesenjangan ekonomi jelas terlihat di negeri ini, yang kaya bisa hidup laksana

di surga, namun yang miskin hidup dengan penuh kesengsaraan. Karena perbedaan

hidup antara orang kaya dengan orang miskin dapat melahirkan ketidak adilan dari

segi ekonomi antara orang kaya dan orang miskin. Orang kaya bisa mengupah

buruh dengan rendah, sehingga buruh tersebut tidak mampu membeli barang yang

dibuatnya dan bila buruh meminta kenaikan gaji meski hanya 500 rupiah

ancamannya adalah PHK. Dari kesenjangan tersebut banyak masyarakat yang

melakukan segala macam cara untuk mencari kekayaan. Moral sudah tidak lagi

dipakai untuk mendapatkan harta, selagi masih ada kesempatan maka dengan

segera meraihnya. Entah itu melanggar hak asasi manusia ataupun tidak.

Kesenjangan ekonomi tersebut tercipta karena sistem yang lebih memihak

pada pemilik modal, sedang kaum lemah atau miskin kurang mendapat akses untuk

merubah ekonominya. Dalam hal ini kajian realisme sosialis banyak memotret

tentang perbedaan tersebut. Novel Tetralogi sebagai sebuah aliran realisme sosialis

sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam.

Terutama ketika aliran tersebut telah menjadi sebuah novel, pertentangan

antara masyarakat miskin dengan pemilik modal sangat terlihat. Sehingga pembaca

Page 7: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

tidak pernah bosan untuk terus mengikuti alur yang ada dalam cerita, sebab

permasalahan yang diangkat dalam novel aliran realisme sosialis tidak jauh berbeda

dengan kenyataan yang dihadapi sehari-hari. Tidak sebagaimana sinetron-sinetron

di layar kaca, yang lebih sering menampilkan kekayaan padahal masih banyak

masyarakat kita yang hidup di bawah garis kemiskinan, aliran realisme sosialis

dalam novelnya sama sekali tidak menceritakan hal-hal yang menjual mimpi.

Aliran realisme sosialis dalam novelnya lebih sering menampilkan keadaan yang

sebenarnya.

Keadaan masyarakat yang tertindas oleh pemilik modal, atau para petani

yang terampas tanahnya sehingga petani tersebut harus menjadi buruh. Tugas aliran

tersebut tidak saja berhenti sampai di sana, aliran realisme sosialis juga punya tugas

yang tidak ringan, yaitu membangun kesadaran terhadap penindasan yang menimpa

masyarakat. Realisme sosialis juga berupaya untuk mengajak masyarakat yang

tertindas untuk melawan terhadap sistem borjuis tersebut.

Sebagai mana pendapat salah satu tokoh yaitu Maxim Gorki, sebagai mana

yang di catat oleh Lukacs, karya sastra yang sejati adalah karya sastra yang populer,

karena sastra yang sejati akan mampu membuka jalan bagi manusia untuk

berkembang menjadi manusia yang benar. Dengan demikian misi utama karya

sastra adalah mengugah kesadaran manusia.1

1 Georg Lukacs, Realisme Sosialis Terj. Ibe Karyanto ( Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 52.

Page 8: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Hal tersebut juga dilakukan oleh Pramoedya Ananta Toer, sebagai pengarang

yang menganut faham aliran realisme sosialis, Pramoedya Ananta Toer juga

menuliskan pertentangan antara orang miskin dengan orang kaya. Daya tarik novel

Pramoedya Ananta Toer karena pertentangan tersebut juga dirangkai dengan

pergolakan masa pergantian zaman, yaitu masa revolusi kemerdekaan. Sehingga

semangat perlawanan terhadap segala hal yang menjajah dapat dibaca secara jelas.

Dari segi penokohan, nampaknya Pramoedya Ananta Toer juga cukup

selektif. Pramoedya Ananta Toer tidak terlalu banyak meramaikan karyanya dengan

nama-nama yang tidak perlu. Pramoedya Ananta Toer hanya membatasi nama

Minke, keluarga dan orang di sekelilingnya. Yang lebih menarik novel karya

Pramoedya Ananta Toer (selanjutnya akan di tulis Pram) ini juga menulis sejarah

lahirnya organisasi-organisasi di Indonesia .

Karakteristik Pram dalam mendiskripsikan situasi psikologis dan sosiologis

tokoh-tokohnya sedemikian memikat. Dengan sudut pandang orang pertama (aku),

misalnya saja, Pram memperkenalkan sang tokoh utama, seperti ini:

“Orang memanggil aku: Minke”jelas nama yang sangat aneh, tidak lazim.

Kalau ini nama ningrat Jawa, lalu artinya apa? Sebab, nama-nama ningrat Jawa

sendiri selalu mempunyai arti2.

Ternyata, nama Minke diberikan ketika dia sekolah di ELS. Saat itu, ada

seorang gadis bernama Vera yang mencubit pahanya sebagai tanda perkenalan.

Karena tidak mampu menahan sakit, Minke pun menjerit kesakitan, gurunya

2 Suara Merdeka, 18 Juli 2004, hlm. 18.

Page 9: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Meneer Ben Rooseboom membentak melotot: “Diam kau, monk…!”. Saat itu,

Minke merupakan satu-satunya murid pribumi, sedangkan guru dan teman-temanya

jelas adalah bangsa Eropa (Belanda Totok). Karena itu, Minke sebenarnya

merupakan sebutan yang merendahkan terhadap golongan pribumi, untuk

menunjukkan sebagai monyet (monkey)3.

Pelajaran sejarah yang ada sudah sering menuliskan nama-nama pahlawan

nasional yang sudah terkenal, seperti Pangeran Diponegoro, Cut Nya Dien, dan

masih banyak lagi. Tetapi di dalam novel tetralogi tersebut sama sekali tidak di

sebutkan nama para pahlawan nasional, justru dalam novel yang terdiri dari empat

jilid yaitu, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan yang terakhir

Rumah kaca, menggambarkan tentang perjuangan orang-orang kelas bawah dan

tokoh yang diberi nama Minke sebenarnya adalah tokoh jurnalis pertama di

Indonesia yaitu Tirto Adhi Suryo.

Makna yang lebih penting dari novel tetralogi ini adalah, bentuk roman

sejarah mengarahkan pembaca tidak hanya untuk interprestasi karya sastra, monel

teralogi juga mengantarkan kepada makna sejarah yang terjadi pada saat itu.

Pengarang berusaha melakukan apa yang diharapkan dari sejarawan yang baik,

yang juga harus berusaha memperlihatkan kaitan dan hubungan antara segala

macam kejadian dan data yang dikumpulkannya serta memunculkan gambaran

total. Pembaca dibuat tergoda untuk menganalisis setiap kejadian, agar tidak hanya

3

? Ibid…..

Page 10: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

memihak partai secara literer, melainkan juga politik Indonesia lewat tokoh Raden

Mas Tirtho Adhi Suryo.

Para tokoh yang dihadirkan Pram dalam novel empat jilid tersebut yang di

beri nama tetralogi, sama sekali tokoh yang ada tidak ada dalam pelajaran yang ada

di sekolah. Sebab Pram merasa bahwa pengajaran sekolah tidak mencukupi untuk

membudayakan kecintaan bangsa pada sejarah pergerakan nasional untuk mencapai

kemerdekaan nasional, dan tanpa adanya kecintaan ini Pram beranggapan bahwa

semua ucapan tentang patriotisme, kecintaan pada tanah air dan bangsa, baik

melalui pembicaraan, pidato, nyanyian atau pun deklamasi ini tinggal slogan tanpa

isi, tidak edukatif dan tidak jujur4.

Faham realisme sosialis telah mengilhami Pram yang sering kali melahirkan

pemikiran yang kritis terhadap apa yang sedang terjadi saat itu. Semangat terhadap

perlawanan sistem kolonialisme dapat dirasakan dalam karya-karya Pram. Karena

dalam novel Pram, bukan hanya sekedar tulisan fiksi semata. Namun karya-karya

Pram juga lahir berdasarkan realitas yang ada. Sebab menurut Pram penulis hidup

di tengah-tengah “ masyarakatnya”, yang di maksud dengan masyarakatnya adalah

orang yang secara ekonomi terindas dan mereka memerlukan dorongan semangat

untuk melakukan perubahan ekonomi. Masyarakat memberi materi-materi kepada

penulis. Penulis yang berhasil, diharap memberikan pengaruhnya pada kondisi dan

4 Adhi Asmara, Analisa Ringan Kemelut Bumi Manusia ( Yogyakarta: CV Nur Cahya, 1981), hlm. 15.

Page 11: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

kehidupan sosial. Itu hubungan timbal-balik. Jadi kalau ada pengarang yang hanya

berdasarkan fantasi, itu namanya ‘setengah gila’.5

Hal yang menarik novel tetralogi tersebut dibuat saat Pram berada di balik

terali besi, Pram di penjara di Pulau Buru. Pulau Buru terletak sekitar 1.500 kilo

meter ke arah timur dari Nusa Kambangan6. Karya novel tetralogi justru karya

yang paling monumental atau menjadi karya puncak dari sebuah penulisan yang

dilakukan oleh Pram.

Tetralogi juga menjadi karangan Pram, yang menjadi polemik dan bahan

pembicaraan, karena secara politis, novel ini menjadi begitu istimewa dan

fenomenal. Novel Tetralogi menurut Pram ditulis secara lisan pada tahun 1973,

karena ditulis dalam penjara di Pulau Buru dan kemudian ditulis secara sistematis

sebagai cerita utuh pada 1975. Keempat buku tersebut; Bumi Manusia, kemudian

Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, serta Rumah Kaca dilarang penerbitannya

oleh oleh rezim Orde Baru semenjak 1981 yang ironisnya, larangan yang

dikeluarkan pihak Kejaksaan Agung itu sampai sekarang belum pernah dicabut

seperti saat ini7.

Novel tetralogi banyak sekali mendapatkan piagam penghargaan terutama dari

luar negeri, sebab di dalam negeri Pram sendiri masih di cap sebagai agen

5 Pramoedya Ananta Toer, “Bincang-bincang dengan Pram”, ON/OFF Media Orang Biasa, 01November 2003, hlm. 27.

6 Rudolf Mrazek Pramoedya Ananta Toer dan Kenangan Buru Cet ke 02, terj. Endi Haryono

( Yogyakarta: Cermin, 2000). hlm. 1

7 Suara Merdeka, 18 Juli 2004, hlm. 18.

Page 12: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

pemberontak atas keterlibatannya dalam Lekra. Lembaga Kesenian Rakyat sebagai

wadah kesenian PKI Maka secara otomatis ketika PKI dinyatakan sebagai partai

terlarang dan semua anggotanya di penjara ataupun dibunuh, maka Lekrapun secara

otomatis juga dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi kesenian yang

terlarang, dan semua anggotanya juga dipenjara atau dibunuh.

Pram sendiri menggambarkan, bahwa masuknya Pram sebagai anggota Lekra

tidaklah sebagaimana yang digambarkan orang, Pram masuk Lekra secara sukarela.

Menurut Pram ia tidak pernah bergabung dengan Lekra mulai dari bawah,

melainkan diundang dan kemudian menjadi anggota. Inilah yang dianggap Pram

sebagai kesulitannya, ia menganggap dirinya diambil begitu saja oleh Lekra.

Padahal banyak orang lama Lekra yang tidak suka akan diri Pram8.

Jika dihubungkan dengan realitas yang ada, novel Pram sangat menampilkan

kenyataan yang dialami oleh masyarakat terutama kelas bawah, penderitaan-

penderitaan mereka tanpa malu-malu ditampilkan secara jelas. Hal tersebut tidak

lepas dari aliran yang dianutnya yaitu realisme sosialis sebab paham realisme

sosialis berasal dari sosialisme Marx konsep tentang manusia. Oleh karenanya,

jelaslah bahwa, menurut konsep tentang manusia ini, sosialisme bukan sebuah

masyarakat yang tersusun atas individu-individu yang diatur dan secara otomatis

mengabaikan apakah mereka memiliki pendapatan yang cukup atau tidak.

8

? Eka Kurniawan, Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis Cet. Ke-2 (Yogyakarta: Jendela, 2001), hlm 10.

Page 13: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Sosialisme bukanlah masyarakat dimana individu tersubordinasikan oleh negara9.

Pemerataan ekonomi masyarakat di bawah tanggung jawab negara, sehingga tidak

terjadi ketimpangan ekonomi.

Marx menjelaskan seluruh elemen pokok sosialisme. Manusia berproduksi

dengan cara bekerja sama, bukan berkompetisi, yang berarti bahwa dia berproduksi

secara rasional tanpa teralienasi, dan dia berproduksi di bawah kendalinya sendiri10.

Teori di atas saat ini sedang di terapkan di Cina, sebagai negara penganut

faham komunis teori tersebut ternyata sungguh mampu mengatasi persaingan global

yang sekarang sedang terjadi. Seperti di Cina teknologi elektronik, itu menjadi

home industri, semisal dalam hal industri kendaraan, satu desa membuat rangka

kendaraan saja, desa lainnya membuat ban dan desa yang lainnya membuat bahan

yang diperlukan untuk membuat alat transportasi. Setelah itu masyarakat

menyetorkan hasil buatannya kepada pabrik yang di kelola oleh pemerintah, bagian

pemasaranpun dilakukan oleh pemerintah. Sebagai mana yang terjadi sekarang,

Indonesia kebanjiran produk motor dari Cina yang harganya jauh lebih murah.

Pada awal tahun 1840, istilah “sosialis” dan “komunis” tidak punya arti yang

jelas. Kini “sosialisme” berarti, bertentangan dengan “kapitalisme”. Konsep tentang

kapitalisme sebagai suatu bentuk masyarakat yang mapan, tidak ada, sampai Marx

menemukannya. Dalam bukunya Das kapital, Marx mengurai tema-tema buku

9 Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx, terj. Agung Prihantoro (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm 77

10 Ibid., hlm. 79.

Page 14: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

tersebut yaitu hubungan antara kapitalis dengan upah kerja atau kerja upahan,

hubungan antara kapitalis dengan pekerja11.

Dalam realitas masih banyak buruh yang tidak mendapat gaji yang memadai,

para buruh tersebut hidup di bawah garis kemiskinan. Meski pemerintah sudah

mengaturnya dalam peraturan daerah, tetapi kenyataannya masih banyak gaji buruh

yang tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup. Apalagi untuk menjaga kesehatan

yang sangat mahal, tentu saja kaum buruh kesulitan. Banyak juga kasus para buruh

yang tidak dibayar gajinya dengan alasan perusahaannya gulung tikar.

Adapun hubungan skripsi yang akan diangkat oleh penulis dengan jurusan

Aqidah Filsafat adalah, skripsi tersebut akan membahas masalah novel tetralogi

dengan memakai pisau analisis realisme sosialis. Realisme sosialis tersebut adalah

salah satu aliran dalam filsafat, sesuai dengan jurusan yang ditempuh oleh penulis.

Sebab induk dari realisme sosialis adalah sosialisme, yang di cetuskan oleh seorang

filosof bernama Karl Marx.

B. Rumusan Masalah.

11 Anthony Brewer, Das Kapital Karl Marx, terj. Joebaar Ajoeb (Jakarta: Teplok Press, 1999), hlm, 07

Page 15: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Dengan uraian panjang lebar pada latar belakang diatas, penulis sesungguhnya

ingin merumuskan permasalahan sebagai berikut,

“ Bagaimana pandangan realisme sosialis Pramoedya Ananta Toer dalam novel

tetralogi? “

C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian

Dari awal melakukan penelitian ini penulis merasa tertarik meneliti realisme

sosialis yang terkandung dalam novel Tetralogi, diharapkan nantinya mampu

mengetahui apa yang dimaksud realisme sosialis dan mengetahui bagaimana

pandangan Pram tentang realisme sosialis dalam novel tetralogi.

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memiliki kegunaan baik yang bersifat

teoritis maupun praksis. Secara teoritis, penelitian ini akan merupakan sumbangan

yang cukup berharga bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama studi ilmu-

ilmu sosial, khususnya filsafat sosial. Secara praksis, sebagai sebuah landasan

teoritis, penelitian ini tentunya diharapkan mampu memberi sumbangan yang

berharga, yang kaitannya dalam upaya mewujudkan tatanan masyarakat yang

demokratis, terciptanya civil society, yang dapat menghargai perbedaan serta

terbuka terhadap kritik. Di samping itu juga untuk menambah wacana kepustakaan,

khususnya tentang pemikiran Pram dan umumnya terhadap studi ilmu-ilmu sosial.

Terakhir, yang tidak kalah pentingnya, bahwa penelitian ini juga memiliki

kegunaan formal, yakni untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk meraih gelar

Page 16: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

kesarjanaan Strata satu (S-I) di bidang Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

D. Telaah Pustaka

Sepengetahuan penulis ada dua skripsi yang mengangkat tokoh Pramoedya

Ananta Toer. Pertama yaitu skripsi yang ditulis Ahmad Hambali yang berjudul

“Pandangan Pramoedya Ananta Toer tentang Humanisme”12. Yang kedua Arif

Sarwani “Teori pembebasan dalam novel gadis pantai”13. Skripsi pertama mencoba

menggambarakan tentang sisi humanisme dalam sudut pandang Pramoedya Ananta

Toer, sedang skripsi yang kedua menggambarkan teori pembebasan dalam novel

“Gadis pantai” karya Pramoedya Ananta Toer.

Sedangkan A.Teeuw, kritikus sastra dan pengamat sastra Indonesia modern

berkembangsaan Belanda, dalam bukunya yang berjudul Citra Manusia Indonesia

dalam Karya Pramoedya Ananta Toer telah mengulas secara umum karya Pram,

kajian atau penelitian yang dilakukan oleh A. Teeuw lewat buku Citra Manusia

Indonesia dalam Karya Pramoedya Ananta Toer sebagai pengantar untuk karya-

12 Ahmad Hambali Pandangan Pramoedya Pramoedya Ananta Toer tentang Humanisme Jurusan Aqidah Filsafat IAIN Sunan Kalijaga 1998

13 Arif Sarwani Teori Pembebasan dalam Novel Gadis Pantai Jurusan Aqidah Filsafat IAIN Sunan Kalijaga 2002

Page 17: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

karya Pram atau lebih khusus lagi sebagai kritik sastra yang bertujuan memberikan

tanggung jawab pembacaan terhadap karya sastra Pramoedya14.

Lewat buku tersebut, Teeuw melakukan pengkajian terhadap karya-karya

sastra Pram dalam usahanya untuk mencitrakan masing-masing tema yang

terkandung dalam karya sastra Pramoedya. Dalam kajian itu, Teeuw lebih

menyoroti tema utama yang menjadi alur cerita dalam karya sastra Pram. Telaah

yang dilakukan Teeuw lebih berdasarkan pada kajian sastra dari pada telaah yang

bersifat filosofi.

Karya lain yang bisa dikatakan sebagai kajian dari sudut sastra yang berupaya

menelusuri kreativitas Pram dan karya seninya adalah karya dari Bahrum Rangkuti,

yang berjudul Pramoedya Ananta Toer dan Karya Seninya. Karya ini secara umum

mencoba mengkaji beberapa karya Pramoedya yang dilihat dari segi gaya bahasa,

struktur kalimat dan teknik yang digunakan Pram dalam mengarang15.

Karya lain lagi yang secara khusus mengupas dan menganalisis karya sastra

Pramoedya adalah Analisa Ringan Kemelut Roman Pulau Buru Bumi Manusia

Pramoedya Ananta Toer. Buku ini secara khusus membicarakan seputar kemelut

pelarangan terbitnya roman Bumi Manusia di tahun 1980-an dan analisa ringan dari

sejumlah satrawan akan isi novel tersebut. Sebuah roman yang cukup bagus dan

14 A. Teeuw Op. Cit15

? Bahrum Rangkuti, Pramoedya dan Karya Seninya ( Jakarta : Gunung Agung, 1963)

Page 18: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

berbobot, bahkan dinominasikan untuk mendapatkan hadiah nobel di bidang

sastra16.

Adapun karya ilmiah yang lain, adalah Eka Kurniawan yang diterbitkan dalam

sebuah buku dengan judul Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis,

ini mencoba meneliti ideologi estetis (sastra) yang dianut oleh Pramoedya17. Eka

Kurniawan lebih menitik beratkan pada sejarah realisme sosialis yang

mempengaruhi pemikiran Pramoedya Ananta Toer, sedangkan dalam skripsi ini

realisme sosialis dijadikan pisau analisis untuk membedah novel tetralogi.

E. Kerangka Teori

Dalam kajian realisme sosialis menggambarkan pertentangan antara klas

proletar dan juga klas borjuasi menjadi sebuah masalah yang senantiasa diakui, dan

masalah realisme sosialis itu lahir dari sebuah realitas yang ada pada masyarakat.

Meski dalam novel Tetralogi berlatar belakang awal abad 20 dan akhir abad 19,

pertentangan antara kelas borjuasi dengan proletar itu sampai sekarang masih

terjadi.

Istilah ini digunakan pertama kali pada tahun 1905 di Uni Soviet. Realisme

sosialis muncul dalam sebuah artikel anonim, yang berjudul Notes on Philistinisme.

Dalam tulisan tersebut yamg disebarluaskan untuk menentang pemerintah

16 Adhy Asmara, Analisa Ringan Kemelut Bumi Manusia, Cet I (Yogyakarta: Nur Cahaya, 1981)17

? Eka Kurniawan, Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis, Cet 02 (Yogyakarta: Jendela, 2001)

Page 19: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

berhubungan dengan peristiwa “Minggu Berdarah” pada tanggal 22 Januari 1905,

Gorki kemudian ditangkap tetapi tidak lama kemudian dilepas karena

membanjirnya protes-protes internasinoal atas penangkapannya.18

Realisme sosialis, seperti nampak pada namanya, adalah istilah yang terdiri

atas dua kata yang di majemukkan. Realisme sebagai istilah kesenian dan sastra

pada umumnya bukanlah realisme sebagaimana dikenal oleh dunia Barat selama

ini, tetapi realisme sesuai dengan istilahnya menurut tafsiran sosialis. Realisme

sosialis sesuai dengan istilahnya dengan sendirinya bukan realisme Barat.

Pembedaan ini perlu karena antara kedua realisme ini bukan hanya terdapat

perbedaan tafsiran, tetapi yang lebih penting untuk diketahui adalah adanya

perbedaan dalam perkembangannya19.

Istilah ini baru diumumkan pada tahun 1934 di hadapan Kongres I satrawan

Soviet di Moskwa, melalui ucapan Andrei Zidanov:

“Dalam pada itu kenyatan dan watak historik yang konkret dari lukisan artistik mesti dihubungkan dengan tugas pembentukan ideologis dan pendidikan pekerja-pekerja dalam semangat sosialisme. Metode kerja sastra dan kritik sastra ini kita namakan metode realisme sosialis”20

Sesui dengan teori materialisme dialektika Karl Marx, tindakan adalah yang

pertama dan fikiran adalah yang kedua. Aliran ini berpendapat bahwa tidak terdapat

pengetahuan yang hanya merupakan pemikiran tentang alam, pengetahuan selalu

18 Pramoedya Ananta Toer, Relisme Sosialis dan Sastra Indonesia Cet ke-01 ( Jakarta: Lentera, 2003) hlm 16

19 Ibid…hlm. 18.

20 Ibid….hlm. 28.

Page 20: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

dikaitkan dengan tindakan. Pada zaman dahulu, menurut Karl Marx, para filosof

telah menjelaskan alam dengan cara yang berbeda-beda. Kewajiban manusia

sekarang adalah untuk mengubah dunia, dan ini adalah tugas misi yang bersejarah

dari kaum komunis21.

Secara historis sosialisme mempunyai gagasan yang menuntut adanya

pemerintahan yang lebih baik dan berusaha membuktikan kepada kelompok kaya

dan pemilik modal bahwa eksploitasi itu tidak bermoral. Sosialisme pada awalnya

adalah sebuah reaksi minoritas terhadap pelaksanaan etika kapitalis dan

pengembangan masyarakat industri22.

Sosialisme merupakan produk dari perubahan-perubahan sosial yang

mengubah masyarakat-masyarakat Eropa di akhir abad kedelapan belas dan

kesembilan belas. Inti dari sosialisme bukanlah semata-mata bahwa produksi itu

harus dipusatkan di tangan negara itu harus seluruhnya merupakan peran ekonomi,

di dalam masyarakat sosialis, pengelolaan atau tata pelaksanaan ekonomi harus

menjadi tugas dasar negara23.

F. Metode Penelitian

21 Harold H. Titus dkk, Persoalan-persoalan Filsafat terj. M. Rasjidi ( Jakarta: Bulan Bintang, 1984) hlm. 304

22 Eko Supriyadi, Sosialisme Islam Pemikiran Ali Syari’ati Cet 01 ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 07.

23 Anthony Giddens, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, terj. Soeheba Kramadibrata Cet 01 ( Jakarta: UI-RESS, 1986), hlm. 119.

Page 21: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Setiap penelitian pasti menggunakan metode24, agar memudahkan sebuah

penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, untuk memfokuskan kajian dalam

penelitian tersebut.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) oleh karena

itu, pengumpulan datanya dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi.

Ada dua sumber data yang digunakan dalam tulisan ini Primer dan

Sekunder. Yang di jadikan data Primer dari penelitian ini adalah novel Tretalogi

yang ditulis oleh Pram, sedangkan data Sekundernya adalah berbagai sumber yang

berhubungan dengan persoalan yang akan diteliti.dan juga tulisan-tulisan yang

relevan dengan pokok permasalahan 25.

2. Sifat penelitian.

Penelitian ini bersifat deskriptif: yaitu Peneliti menguraikan secara teratur

seluruh konsep buku26. Di sini peneliti menulis dengan berurutan tentang realisme

sosialis yang terkandung di dalam buku tersebut.

3. Pengumpulan Data-data.

24 Metode berasal dari bahasa Yunani methodos sambungan dari kata depan meta (ialah: menuju, melalui, mengikuti, sesudah), dan kata benda hodos (ialah: jalan, perjalanan, cara, arah). Jadi metode berarti: cara berfikir menurut sistem aturan tertentu. Anton Bekker, Metode-metode Filsafat, Cet. Ke-2 (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986),hlm 10.

25 Tentang sumber data, Suharsimi Arikunto, mengklasifikasikan menjadi tiga dengan huruf depan P singkatan dari: (1) Person, sumber data berupa orang (2) Place, sumber data berupa tempat (3) Paper, sumber data berupa simbol. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Edisi Revisi), Cet. Ke-II, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 114.

26 Anton Bakker dan achmad charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, Cet ke-5 (Yogyakarta: Kanisius, 1996).,hlm. 71.

Page 22: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Teknik yang digunakan untuk penelitian ini adalah dokumentatif, yaitu

dengan mengumpulkan data primer yang diambil dari buku-buku yang secara

langsung berbicara tentang permasalahan yang akan diteliti dan juga dari data

sekunder yang secara tidak langsung membicarakan masalah yang akan diteliti,

namun masih relevan untuk dikutip sebagai pembanding.

Adapun prosesnya adalah melalui penelaahan kepustakaan yang telah

diseleksi agar sesuai dengan kategorisasinya dan berdasarkan content analisys

(analisis isi). Kemudian data tersebut di sajikan secara deskripsiptif.

4. Analisis Data.

Metode yang dipakai dalam menganalisa data agar diperoleh data yang

memadai adalah dengan menggunakan analisa data kwalitatif, dalam

operasionalnya data yang diperoleh digeneralisir, diklasifikasikan kemudian

dianalisis dengan menggunakan penalaran induktif dan deduktif27. Deduktif

merupakan penalaran yang berangkat dari data yang umum ke data yang khusus.

Aplikasi dari metode tersebut dalam penelitian ini adalah bertitik tolak dari gagasan

tentang realisme sosialis dalam novel tretalogi Pram. Sementara induktif adalah

penalaran dari data yang khusus dan memiliki kesamaan sehingga dapat di

generalisirkan menjadi kesimpulan umum.

Untuk memperoleh suatu hasil penelitian yang valid secara ilmiah dalam

sebuah penulisan karya ilmiah, tentu saja di perlukan metode sebagai sarana untuk

memperoleh akurasi data yang dapat di pertanggung jawabkan secara akademis

27 Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi…Op.cit.,hlm. 69.

Page 23: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

serta menghasilkan karya ilmiah yang sistematis. Demikian pula dengan penelitian

ini. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain ;

1. Deskriptif

Yaitu metode dengan memaparkan isi naskah. Pemaparan ini dimaksudkan

untuk mengidentifikasi detail-detail dari suatu peristiwa atau pemikiran tokoh

(deduktif)28. Juga dipakai corak induktif yakni dengan menganalisis keterkaitan

semua bagian dan semua konsep pokok satu persatu. Disini akan diuraikan secara

teratur aspek realisme sosialis dalam karya Pram.

2. Interpretasi.

Metode interprestasi yaitu metode untuk menyelami data yang terkumpul

untuk kemudian menangkap arti dan nuansa yang dimaksud tokoh secara khusus.

Di sini akan diselami arti, makna dan konsep realisme sosialis yang terkandung

dalam karya Pram.

3. Kesinambungan Historis.

Metode ini dipakai untuk melihat beberapa faktor yang mengkonstruksi

pemikiran sang tokoh (Pramoedya). Faktor tersebut bisa bersifat internal yang

menyangkut latar belakang tokoh dan eksternal yang menyangkut pengalaman

dan konteks zaman sang tokoh ketika membuat karya novel tetralogi. Termasuk

di sini adalah konteks jaman dan tokoh dalam novel tersebut.

28 Anton Bakker, Metode-Metode Filsafat, Op.cit.,hlm. 136.

Page 24: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

G. Sistematika Pembahasan.

Bagian ini menguraikan garis besar (out line) dari skripsi ini dalam bentuk

bab-bab yang secara sistematis saling berhubungan. Sehingga ditemukan jawaban

atas persoalan yang diajukan dalam penelitian ini. Penulisan skripsi ini disusun

dalam lima bab yang terdiri dalam beberapa sub bab keempat bab ini disusun

dengan sistematika sebagai berikut.

Bab pertama, adalah Pendahuluan yang akan memberi gambaran skripsi ini

secara keseluruhan. Dalam bab ini berisikan uraian singkat mengenai Latar

Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Telaah Pustaka,

Metode Penelitian, Kerangka Teori dan Sistematika Pembahasan.

Bab kedua, adalah sebuah upaya mengenal kehidupan dan kreatifitas Pram.

Hal ini dilakukan sebagai satu upaya penelusuran atas latar belakang keluarga,

pendidikan dan hubungannya dengan proses kreatifitas Pram dalam penulisan

karyanya. Disamping itu juga di selidiki peran-perannya dalam masyarakat yang

dianggap sangat mempengaruhi karya-karyanya.

Bab ketiga yang berisikan pembahasan menjelaskan tentang realisme

Sosialis dalam pandangan Pram, dan sekelumit cerita yang mengandumg unsur

Realisme sosialis dalam novel Tetralogi. Tidak kalah penting, kesinambungan

novel tersebut dengan keadaan masyarakat yang terjadi pada saat ini.

Page 25: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Bab keempat merupakan inti dari skripsi yaitu analisis realisme sosialis yang

terkandung dalam novel Tetralogi.

Bab lima ini akan di berikan sebuah kesimpulan akhir sebagai jawaban dari

rumusan masalah yang diajukan dalam skripsi ini dan disertakan pula saran-saran

sebagai masukan lebih lanjut setelah dilakukan penelitian.

Page 26: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

BAB II

BIOGRAFI PRAMOEDYA ANANTA TOER.

A. Selayang Pandang Perjalanan Hidup Pramoedya.

Pramoedya Ananta toer, anak sulung bapak Mastoer dan Ibu Oemi Saidah.

Ayahnya yang lahir pada 5 Januari 189629 berasal dari kalangan yang dekat dengan

agama Islam, seperti misalnya jelas dari nama orang tuanya, Imam Badjoeri dan

Sabariyah. Ayah Mastoer menjadi naib di sebuah desa di Kediri: mula-mula di

Plosoklaten, Pare, kemudian di Ngadiluwih.30

Sedangkan ibunya adalah anak penghulu Rembang yang lahir pada tahun

1907 31 dari selirnya, setelah melahirkan anak, selirnya itu diceraikan dan diusir dari

kediaman penghulu. Anak selir itu bernama, Oemi Saidah, diasuh dalam keluarga

29 A. Teeuw, Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer, Cet-1 (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya)., hlm. 4. 30

? Ibid..31

? Ibid. hlm. 5.

Page 27: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Haji Ibrahim dan Hazizah. Saidah lulus HIS pada 1922, namun tidak mendapat izin

melanjutkan studi ke Van Deventersscholl (sekolah kerajinan untuk gadis) di

Semarang seperti yang diharapkannya, sebab sudah bertunangan dengan guru Toer

yang tidak bersedia menunda perkawinan pak Toer yang umurnya baru 15 tahun.32

Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, jawa tengah 6 Februari 192533. Pram

begitu mencintai ibunya, menurut Pram ibunya dianggap sebagai “wanita satu-

satunya di dunia ini yang kucintai dengan tulus, dikemudian hari menjadi ukuran

Pram dalam menilai setiap wanita’ dan yang tidak kalah penting Pram juga

mencintai neneknya, ibu kandung ibunya. Maka tidak heran jika banyak sekali

dalam novel-novel Pram menampilkan tokoh perempuan.

Walaupun ayahnya menolak untuk menyekolahkan Pram, tetapi Pram masih

sempat belajar kejuruan radio di Surabaya, berkat usaha ibunya yang mulai

berdagang padi dan lain-lain. Namun pada hari ujian akhir terdengar kabar yang

mengejutkan, pesawat terbang jepang menyerang pelabuhan Pearl Harbour, dengan

demikian Perang Dunia II juga mulai berkobar di daerah Asia Timur dan Lautan

Pasifik34.

Pada 2 Maret 1942 tentara Jepang yang mendarat di pantai utara Jawa telah

mencapai Blora. Tentara Belanda melarikan diri tanpa perlawanan. Pada awalnya

32

? Ibid33

? Wawasan,19 September 2004, hlm.16.34

? Rudolf Mrazek, Pramoedya Ananta Toer dan Kenangan Buru ( Yogyakarta: Cermin, 2000), hlm. 4.

Page 28: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

tentara Jepang disambut dengan meriah oleh penduduk setempat. Karena

pemerintahan Belanda tiba-tiba menghilang, terjadi semacam anarki, took-toko

Cina dirampas dan serdadu Jepang ikut mencuri barang-barang penduduk, dan

melampiaskan hawa nafsunya. Namun dalam waktu beberapa hari tentara Jepang

mengembalikan ketertiban umum dengan keras35.

Pada awal penjajahan Jepang, Pak Toer dan keluarganya ditimpa musibah Ibu

Oemi Saidah yang lama mengidap penyakit TBC sejak beberapa bulan semakin

parah dan meninggal pada 3 Juni 1942.Satu hari kemudian disusul oleh anak

bungsunya, Soesanti, yang baru berumur tujuh bulan. Pada saat peristiwa tersebut

Pram tidak berada di Blora. Kematian ibunya bagi Pram merupakan kehilangan

yang paling menyedihkan36.

Pengalaman dengan orang disekitarnya pada waktu ibunya meninggal dan hal-

hal yang terjadi sesudahnya menjadikan Pram kehilangan kepercayaan pada sesama

manusia, dan Pram merasa tidak betah lagi di Blora. Pada saat ziarah ke kuburan

ibunya, Pram pamit kepada almarhumah ibunya dan Pram berjanji pada dirinya

sendiri untuk menjadi manusia yang lebih baik.

B. Setapak Sejarah Menuju Realisme Sosialis

35

? A. Teeuw, Op. Cit. hlm. 15 .36 Suara Merdeka, 18 Juli 2004. hlm 23.

Page 29: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Atas nasehat ayahnya, bersama adiknya, Pram berangkat ke Jakarta. Pram

tinggal bersama pamannya. Pamannya juga yang mendaftarkan Pram ke sekolah

taman Siswa, khusus Taman Dewasa (SLP) yang diakui oleh pemerintah Jepang.

Pram cepat menyesuaikan bahasa Indonesianya, yang pada awalnya kejawa-jawaan,

dengan logat Melayu37.

Berkat ijazah mengetiknya, Pram diterima di kantor berita Jepang Domei

sebagai juru ketik. Di tempat kerja pandangan Pram semakin luas. Pram sempat

membaca berbagai macam informasi yang masuk redaksi. Keuntungan terbesar

Pram adalah kesempatan memanfaat buku rujukan yang ada di ruang redaksi.

Ensiklopedia belanda yang terkenal dengan nama Winkler Prins membuka matanya

terhadap dunia ilmu pengetahuan38.

Namun, hasil yang Pram Ananta Toer peroleh tidak memuaskannya. Karena

tidak mempunyai ijazah sekolah menengah, Pram tidak dapat kenaikan pangkat.

Pekerjaan di kantor semakin membosankan dan Pram mulai sadar bahwa pekerjaan

baru sebagai stenograf sebab Pram merasa menempuh karier sebagai hamba, bukan

sebagai manusia bebas. Apalagi saat Pram diminta untuk mengerjakan sebagai

stenograf buku baru Mohammad Yamin, mengenai Gajah Mada, Pram semakin

memberontak karena merasa diperlakukan sebagai kuli. Sehingga Pram beberapa

kali minta berhenti, namun tidak pernah dikabulkan. Pram lalu meninggalkan tugas

tanpa seizin Jepang, dan hal tersebut dianggap sebagai dosa yang hanya bisa ditebus

37

? A. Teeuw, Op. Cit. hlm 17.38 Ibid, hlm 18.

Page 30: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

dengan jiwa, Pram kemudian melarikan diri lewat Blora , kemudian di Kediri

tepatnya di desa Ngadiluwih.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, Soekarno dan Hatta

memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tetapi hal tesebut tidak serta merta

diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia. Pram kemudian pergi ke Ngadiluwih, di

sana Pram mendengar kabar tentang kemerdekaan Indonesia. Lewat Kediri dan

Surabaya Pram pulang ke Blora; di sana Pram menyaksikan pertunjukan drama

tentang penjajahan Jepang yang berakhir dengan proklamasi 17 Agustus. Namun,

Pram tidak lama tinggal di Blora, tergesa-tergesa Pram berangkat ke Jakarta, di

mana Pram menyaksikan Jakarta dalam keadaan kacau; tentara Jepang praktis

masih berkuasa; tentara Sekutu mulai tiba di Indonesia untuk mempertahankan

ketertiban umum dan melucuti senjata tentara Jepang. Tetapi pemuda Indonesia

yang curiga dan tidak sabar lagi mulai ‘bersiap’ untuk mempertahankan tata tertib

dalam kampung masing-masing39.

Pram juga ikut menggambungkan diri dengan pertahanan kampung. Ikut

menyerbu tangsi marine Jepang, sampai akhirnya terkepung oleh tentara Australia.

Pada Oktober 1945, Pram menggambungkan diri dengan BKR (Badan keamanan

Rakjat) dan ditempatkan di Cikampek pada kesatuan Banteng Taruna yang

kemudian menjadi inti divisi Siliwangi, sebagai prajurit II. Dalam waktu cepat

meningkat jadi sersan mayor40.

39 Rudolf Mrazek, Op. Cit, hlm. 25.40

? Adhy Asmara, Analisa Ringan Kemelut Bumi Manusia (Yogyakarta: Nur Cahya, 1981). hlm. 57.

Page 31: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Pada 1 januari 1947 Pram berhenti dengan resmi dari tentara. Pram pada

masih tinggal di Cikampek, menuggu gaji yang sudah 7 bulan tidak dibayar. Tetapi

gaji tersebut tidak pernah dibayarkan. Dengan tanpa uang Pram menuju ke Jakarta

dalam keadaan kelaparan, dan naik kereta api tanpa membeli karcis. Pada bulan

yang sama41.

Pada waktu upacara di Lapangan Merdeka, Pram hadiri bersama tunangannya

seorang gadis yang Pram lihat pada tahun 1946 di Cikampek. Pram melamar gadis

tersebut ketika masih berada di dalam penjara, meskipun dengan ‘bersyarat’, namun

lamaran itu diterima. Setelah pembebasannya, Pram mengunjungi rumah gadis

tersebut kemudian tinggal di sana. Pernikahan dilangsungkan karena Pram merasa

sanggup membina masa depan, sebab namanya mulai terkenal, cerita pendeknya

makin laris, lagi pula Pram juga memenangkan hadiah pertama pada novel

Perburuan, yang besarnya seribu rupiah, dalam sayembara Balai Pustaka.

Perkawinannya dilangsungkan pada 13 Januari 1950. Namun akhirnya mereka

bercerai, setelah sekian lama membina rumah tangga42.

Pada pekan buku Gunung Agung, September 1954, Pram berkenalan dengan

Maimunah, anak H.A. Thamrin, saudara kandung nasionalis terkenal Mohammad

Husni Thamrin. Dengan cepat Pram berhubungan akrab. Kemudian Pram menikah

dengan Maimunah, wanita yang membawa kebahagiaan dan harapan baru dalam

hidup Pram. Maimunah ternyata berani menempuh hidup yang sangat bergejolak

41

? A Teeuw, Op. Cit. hlm. 22.42 Wawasan, 19 Maret 2004. hlm. 16.

Page 32: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

dengan Pram, Maimunah tabah membela dan memperjuangkan suami dan

keluarganya, juga dalam kemalangan dan kesusahan yang paling berat yang

menimpa Pram, dan sampai sekarang ibu Maimunah setia mendampingi Pram43.

Pengalaman pertama dari segi perkembangan kepengarannya dihayati oleh

Pram sebagai sesuatu yang penting dan juga positif. Pada masa suram tersebut ada

undangan dari Senat Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, untuk

memberi ceramah pada Simposium untu HUT ke-5, yang diadakan pada 5

Desember 1954. Undangan itu disampaikan kepada Pram oleh ketua senat Bagi

Pram sebagai orang tidak mengenyam pendidikan, tugas itu merupakan ujian berat,

namun Pram mendapat bantuan moril karena ibu Maimunah pada kesempatan itu

mendampinginya. Tampilnya cukup berhasil dan memperkuat rasa percaya diri

Pram44.

Kehidupan Pram dengan pernikahan yang kedua ini membaik. Setelah bulan

mereka mendapat rumah yang lumayan, anak pertama hasil pernikahan keduapun

lahir, disusul dengan anak yang kedua, dan yang penting juga kontak social,

terutama dengan dunia kepengarangan makin berkembang. Orang yang paling

sering mengunjunginya ialah A.S. Dharta, penulis marxis, yang aktif dalam Lekra

sejak didirikan (1950). Pram mulai membuka mata bagi pentingnya politik, juga

dalam dunia seni.

43 Ibid…..44 Adhy Asmara, Op. Cit. hlm. 73.

Page 33: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Peristiwa yang amat menentukan bagi Pram berlangsung pada Juli 1956. Pram

mendapat kunjungan wakil kedutaan Cina yang membawa undangan menghadiri

peringatan hari wafat kedua puluh Lu Hsun, pengarang revolusi Cina yang terkenal.

Dengan persetujuan dr. Prijono, menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada masa

itu, Pram menerima baik undangan itu. Perjalanan di Cina pada Oktober 1956

menimbulkan kesadaran baru bagi jiwanya45.

Karena perjalanan tersebut orang mulai menuduhnya memihak komunis,

bahkan telah menjadi komunis. Semangat baru yang diperoleh berkat pengalaman

di Cina mendorongnya menjadi aktif di Indonesia, ketika berita mengenai konsepsi

Presiden Soekarno tentang demokrasi terpimpin mulai tersiar, Pram menulis

karangan yang mendukung politik presiden, dalam Bintang Merah 24 Febuari 1957,

yaitu organ resmi PKI. Kemudian bersama Henk Ngantung dan Kotot Sukardi,

Pram mengorganisasikan kelompok seniman, lalu pada Maret 1957, mereka bertiga

memimpin delegasi besar menghadap presiden, menyatakan dukungan bagi

konsepsi tersebut46.

Sejak itu, Pram mulai terkenal aktif di bidang politik. Pram diangkat sebagai

anggota Badan Musyawarah Golongan Fungsional Kementrian Petera (Pengarahan

Tenaga Rakyat). Dalam kapasitas itu Pram melakukan peninjauan kerja bakti di

Banten; kerja bakti itu bertujuan ‘memperbaiki jalan yang melintang dari utara

sampai selatan Karesidenan Banten, sepanjang 65 km’.

45

? Ibid…, hlm 81.46 A Teeuw, Op. Cit. hlm. 40.

Page 34: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Sebelumnya, Pram sudah aktif di bidang lain; Pram ikut mendirikan Panitia

Nasional untuk konfrensi pengarang asia afrika, dengan sokongan sebagai instansi

pemerintah. Pada 7 September 1958, delegasi yang dipimpin oleh Pram berangkat

ke Tasjkent, tempat konfrensi diadakan; nampaknya Pram memainkan peran yang

cukup penting dalam penyusunan resolusi dan rencana kerjanya. Seusai konfrensi

itu, Pram mengunjungi berbagai tempat di Uni Sovyet dan Cina, kemudian pulang

lewat ibu kota Myanmar, Rangoon, di mana Pram bentrok dengan staf Kedutaan

R.I. yang menurut Pram tidak bersedia membantu dan melayaninya dengan baik.

Sekembalinya di Indonesia Pram untuk pertama kalinya dilibatkan secara

resmi dalam Lekra: dalam kongres nasional Lekra yang di adakan di Solo antara 22

dan 28 Januari 1959, Pram terpilih sebagai anggota pimpinan pleno. Sejak itu

namanya tidak lepas lagi dari organisasi kebudayaan yang berada di bawah naungan

PKI. Hal itu terutama tampak dalam pembentukan Fron Nasional di mana PKI

dengan resmi diikutsertakan dan dalam tekanan makin kuat pada konsep Nasakom.

Kongres Solo membawa juga pergeseran fundamental dalam garis policy Lekra.

Pada kongres itu pimpinan PKI, Nyoto, dalam cermahnya dengan judul ‘Revolusi

adalah Kembang Api’ mengemukakan bahwa politik harus menjadi pedoman di

segala bidang kehidupan, termasuk kebudayaan. Pada tahun berikutnya, Lekra

mengambil alih semboyan ‘Politik adalah Panglima’. Nyoto sebagai dasar

keyakinan budayanya, dan Pram menjadi penyambung lidah ideologi kebudayaan,

Page 35: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

antara lain lewat kegiatannya sebagai redaktur Lentera, lampiran kebudayaan harian

Bintang Timur47.

Tetapi sebelum sempat memainkan peran terkemuka di bidang kebudayaan,

khususnya lesusastraan revolusioner, Pram masih harus mengalami penderitaan

yang pernah Pram sebut sebagai siksaan terberat dalam hidupnya, yaitu penahanan

dalam penjara selama sembilan bulan disebabkan oleh terbitnya bukunya Hoa Kiau

di Indonesia. Buku yang keluar pada Maret 1960 itu merupakan suntingan kembali

sembilan surat terbuka yang di terbitkan Pram dalam Berita Minggu pada masa

November 1959-an Februari 1960. surat-surat itu ditulis’ sejak terjadinya gegeran

Hoakiau di Indonesia48.

Sejak 1956, makin banyak terdengar suara anti Cina di Indonesia; latar

belakang sikap itu bermacam-macam: ada anasir rasialis yang secara laten selalu

hadir, ada aspek ekonomi, sebab orang Cina makin mengasai kehidupan ekonomi.

Khususnya setelah orang Belanda diusir dari Indonesia, berkaitan dengan itu ada

juga perasaan agama, khususnya di kalangan pedagang muslim yang merasa

terancam oleh persaingan Cina. Menteri Perdagangan Indonesia pada 14 Mei 1959

mengumumkan keputusan bahwa izin berdagang bagi pedagang kecil asing yang

bekerja di luar kota-kota besar mulai 31 Desember 1959 tidak akan diperpanjang

lagi. Keputusan tersebut menimbulkan situasi yang cukup tegang; di Indonesia

sendiri terjadi bentrokan antara kaum kiri, khususnya PKI yang membela Cina

47 Rudolf Mrazek, Op. Cit. hlm. 25.48

? Ibid…hlm. 27.

Page 36: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

dengan partai Islam dan golongan lain yang disokong tentara. Pimpinan angkatan

darat dalam situasi ini ini melihat kemungkinan memecahkan kekuasaan ekonomi

orang Cina, PKI dapat dihantam. Presiden Soekarno menghadapi situasi bagai buah

simalakama: memusuhi RRC dan mengecewakan komunis dalam negeri yang

begitu loyal mendukung politik Manipol-nya, atau menghapuskan keputusan

Menteri perdagangan yang berarti konflik dengan tentara dan masyarakat Islam.

Soekarno tidak dapat tidak memilih alternative pertama, pada tanggal 16 November

dikeluarkan peraturan presiden no. 10 yang mewajibkan semua pedagang dan

usahawan kecil Cina di daerah pedesaan menutup usahanya per 1 Januari 1960.

Lagi pula di Pulau Jawa Barat tentara cukup keras memaksa implementasi

peraturan itu: orang Cina tidak hanya dipaksa menutup tokonya, melainkan juga

dilarang tinggal di daerah itu dan bahkan dengan terpaksa mulai di boyong ke kota-

kota49.

Pram dalam Hoa Kiau di Indonesia memihak orang Cina tanpa syarat.

Namun, bukunya bukan pertama-tama polemik politik. Pram menganggap cukup

mengambil pendirian demi tujuan atau ideology politik; Pram mendalami sejarah

masalah orang Cina di Indonesia dengan memanfaatkan banyak sumber ilmiah dan

lain-lain. Dengan panjang lebar Pram menguraikan aspek-aspek positif kehadiran

mereka di Indonesia sejak berabad-abad dan sumbangan sangat berarti diberikannya

pada ekonomi dan kehidupan social dan budaya. Pram tidak lupa menekankan

49 Linda Christanty, “ Arus Balik dalam Hidup Pramoedya Ananta Toer”, ON/OOF, XI, September 2003, hlm. 23.

Page 37: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

peran banyak orang Cina sebagai kawan rakyat Indonesia dalam perlawanan

menentang penjajah asing. Pram mengakui bahwa ada juga aspek negatif; di antara

orang Cina dulu dan sekarang di Indonesia. Memang ada orang Cina dengan

mentalitas kolonial dan imprealis, tetapi ‘kejahatan ada pada setiap bangsa, menurut

pertimbangan kesejarahan Pram, aspek positif kehadiran Cina di Indonesia jauh

melebihi aspek negatifnya. Yang paling penting: peraturan dan tindakan pemerintah

membahayakan persahabatan rakyat Indonesia dengan rakyat Cina.

Dalam uraiannya Pram menyatakan aspek kepartaian atau politik praktis tidak

menonjol. Alasan terpenting Pram dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama,

demi perikemanusiaan, kedua, demi keadilan orang Cina yang sudah lama berada di

Indonesia berhak tetap tinggal dan bekerja di daerah pedesaan. Ketiga, sumbangan

ekonomi sangat positif yang diberikan orang Cina sebagai perantara dengan

menyediakan modal dan kemahiran yang esensial di tingkat pedesaan. Terutama,

kesolideran yang mutlak perlu antara rakyat Indonesia dan Cina dalam perjuangan

melawan imprealisme dan kolonialisme.50

Yang pasti ikut menentukan pendirian pro-Cina Pram dan mendorongnya

membela orang Cina ialah simpati dan kekaguman Pram terhadap rakyat cina yang

dirasakan Pram sejak kunjungannya di Peking pada 1956 dan yang diperkuat lagi

pada kunjungan kedua, pada Oktober 1958. Pram kemudian bersama kawannya

dari Cina, menerjemahkan buku Salah Asuhan, dan penerbitan buku tersebut

mengakibatkan karya Pram dilarang, pada April 1960. Pram sendiri ketika itu masih

50 A Teeuw, Op. Cit. hlm. 39.

Page 38: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

sempat ke luar negeri, namun sekembalinya Pram dari luar negeri, Pram segera

dipanggil oleh Peperti (Penguasa perang tertinggi), diinterogasi oleh Kolonel

Sudharmono (yang kemudian menjadi wakil presiden). Pram kemudian disekap

selama dua bulan di rumah tahanan militer di Jakarta, pemeriksaan berikutnya Pram

dituduh menjual Negara pada RRT. Setelah pemeriksaan oleh Sudharmono, Pram

dipindahkan ke penjara Cipinang. Pram ditempatkan dalam sel yang tidak

manusiawi, di tengah-tengah orang yang melakukan tindakan kejahatan dan orang

gila, sehingga Pram praktis hidup terisolasi dari sesama manusia. Sewaktu di

Cipinang baru datang surat panahanan dari jenderal Nasution; keluarga Pram tidak

pernah diberitahu. Namun, isterinya yang mengandung tua akhirnya berhasil

menemukannya, dan setelah isterinya melahirkan, isterinya memberitahu

penahanan Pram pada masyarakat. Tetapi selama di penjara Pram tidak menerima

tanda simpati dari siapapun juga51.

Setelah dibebaskan dari penjara Cipinang Pram cepat mengambil alih

kedudukan terkemuka di panggung sastra Indonesia. Mulai 16 Maret 1962

pramoedya bersama S. Rukiah menjadi redaktur rubrik kebudayaan Bintang timur52

yang berjudul Lentera. Rubrik yang pada awalnya hanya setengah halaman itu

kemudian diperluas menjadi satu halaman, bagian terbesar pada edisi hari Minggu

terbit disunting oleh Pram. Lentera menjadi media utama tulisan Pram yang pada

51 Astrid Reza Widjaja, “Mengapung dalam Kebisuan”, Op. Cit, hlm. 12.52

? Bintang timur adalah koran yang terbit pada tahun 1960, rubriknya bernama Lentera yang dipimpin oleh Pram.

Page 39: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

periode 1962-1965 menjadi media Pram untuk mengemukakan ide-idenya tentang

pengajaran sastra Indonesia yang menurut pendapat Pram harus dirubah total.53

Minatnya untuk pengajaran sastra juga dibangkitkan sejak 1962 Pram

memberi kuliah sastra Indonesia pada fakultas sastra Universitas Res Publica.

Tentang masalah bahasa Indonesia, Pram menulis esai panjang yang berjudul

‘Bahasa Indonesia sebagai bahasa revolusi Indonesia’ yang terdiri atas atas II

bagian dalam Lentera antara Sepetember 1963 dan April 1964. Rangkaian karangan

panjang lain berjudul ‘Bagaimana kisah dikibarkannya humanisme universal’, yang

terutama meneliti asal usul sastra angkatan 4554.

Pram juga menulis tentang sejarah awal gerakan nasional Indonesia. Salah

satu tokoh sejarah gerakan nasional yang diambil oleh Pram adalah Raden Mas

Tirto Adhisoerjo sebagai pelopor jurnalistik Indonesia. Tulisan Pram selama

kurang dari empat tahun sangat menakjubkan atas daya kerja dan cipta, demikian

pula motivasinya dan energi autodidaknya. Terutama bahwa kebanyakan tulisannya

berdasarkan pada penelitian data yang sukar didapat. Hal ini disebabkan karena

Pram pernah menjadi dosen Universitas res Publica, dan aktivitasnya pada Akademi

Bahasa & Sastra Multatuli yang ikut didirikan Pram pada 196355.

Selama periode itu, tulisan Pram makin polemis dan provokatif dari segi gaya

dan isinya. Perjalanan pertama ke Peking membawa perubahan mendalam dalam

53 Rudolf Mrazak, Op. Cit, hlm. 69.54

? Adhy Asmara, Op. Cit, hlm 93. 55

? Ibid., hlm. 97.

Page 40: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

gaya dan pikiran Pram. Manifestasi pertama Pram di tulisannya yang berjudul ‘Ke

arah sastra revolusioner’ yang terbit sesudah Pram kembali dari Peking. Di dalam

tulisannya dikatakan bahwa perlu ada perintisan jalan baru ke arah sastra

‘revolusioner’. Konsekuensinya revolusi ‘adalah pembasmian tanpa batas.’

Sekarang harus ada front antara tenaga-tenaga revolusioner dan yang anti pada

tenaga revolusioner, sehingga perjuangan makin sengit56.

Ide bahwa waktunya telah datang untuk konfrontasi total menjadi makin jelas

dalam karya kritis Pram yang kemudian; ide itu pasti diperkuat lagi oleh

pengalaman Pram selama dalam penjara pada 1960. Kompromi sudah tidak mugkin

lagi, sekarang sudak waktunya memukul dan menyerang terus menerus. Ide-ide dan

tulisan Pram semakin dipengaruhi dengan ideology Lekra dan garis besar PKI.

Walaupun disangsikan sejauh mana Pram dilihami oleh ajaran komunisme yang

resmi. Karya Marx tidak pernah dibaca Pram, dengan pimpinan PKI Pram jarang

bertemu, kalaupun bertemu Pram bentrok dengan mereka tentang masalah politik.

Soekarno pun tidak begitu simpati dengan Pram.57

Sebenarnya hanya ada satu risalah panjang yang membicarkan masalah

ideology dalam satra secara eksplisit dan teori, yaitu prasaran yang disajikan di

depan Seminar Sastra, Universitas Indonesia, 26 Januari 1963. Tetapi dalam karya

yang sangat panjang ini pun ideology dan teori terbatas pada ringkasan beberapa ide

Maxim Gorki, yang sejak lama menjadi idola dan pelopor besar bagi Pram. Tulisan

56

? A.Teeuw, Op Cit,hlm. 79.

57 Adhy Asmara, Op Cit, hlm. 55.

Page 41: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

utama Pram adalah: realisme sosialis berdasarkan humanisme sosialis atau

humanisme proletaar, yang bertentangan dengan yang di Indonesia disebut

humanisme universal, yang sebenarnya humanisme borjuis. Yang terakhir

dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk mentralkan aspirasi patriotic dan

melancungkan cita-cita revolusi. Realisme borjuasi itu akhirnya memanfaatkan

realitas untuk memenekan idealisme, yang menjauhkan seniman muda dari realitas

social, dan membawa mereka ke pesimisme dan negativisme. Sebaliknya realisme

sosialis adalah optimis dan menentang dengan militan kapitalisme dan imprealisme

serta memperjuangkan rakyat. Dan memberantas penderitaan dan penindasaan.

Berdasarkan teori tersebut kemudian Pramoedya memberi survai sejarah

sastra Indonesia, yang sangat bertentangan dengan sejarah yang ‘mapan’ pada masa

ini. Kriteria utama sejarah sastra baginya ialah sejauh mana karya-karya sastra

membayangkan penderitaan rakyat dan perjuangan menentang penindasan.

Manikebu diumumkan pada September 1963 dalam majalah Sastra sebagai

manifesto sekelompok budayawan, yang bertentangan dengan pemahaman Lekra.

Konfrontasi itu di perhebat lagi sekitar Konfrensi Karyawan Pengarang se-

Indonesia (KKPI), yang diselenggarakan di Jakarta pada awal maret 1964 dan yang

didukung oleh berbagai badan dan organisasi non-komunis dengan bantuan

angkatan darat. Setiap minggu Lentera melancarkan serangan seru tidak hanya pada

ideology kontrarevolusioner para ‘manikebuis’, melainkan sering juga pada aspek

kehidupan pribadi mereka. Karena PKI dan Lekra juga makin berkuasa dalam

politik, usaha penentang Manikebu ternyata efektif. Presiden Soekarno secara resmi

Page 42: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

melarang Manikebu pada 8 Mei 1964, izin terbit majalah Sastra sebagai corong

Manikebu dicabut.58

Dalam pertentangan ideologi yang semakin tajam itu Pram memainkan peran

dominan. Dengan penanya sebagai senjata yang ampuh dengan suaranya yang

lantang, Pram terus menerus giat ‘membabat’ dan ‘menghantam’ musuh yang tidak

kunjung menyerah.59

Pada 9 Mei 1965, Pram menulis karangan dalam Lentera dengan judul ‘Tahun

1965 Tahun Pembabatan Total’. Sejarah memang ada ironinya. Judul tersebut

ternyata dalam arti yang terbalik dengan yang dimaksudkan oleh Pram. Pada 30

September 1965, Gestapu sesungguhnya membawa pembabatan total terhadap PKI,

Lekra dan penganut-penganutnya, bukan hanya pembabatan vocal, melainkan juga

pembabatan fisik. Peristiwa itu juga dengan sendirinya membawa kehancuran bagi

Pram.

Pram mulai bekerja pada ‘The Voice Of Free Indonesia’ sebagai redaktur bagi

penerbitan Indonesia; beberapa bulan kemudian Pram mendapat tugas memimpin

bagian tersebut, sebab pemimpin umum redaksi koran The Voice Of Free

Indonesia tersebut ditangkap oleh NICA karena terlibat dalam gerakan bawah

tanah.

Pada saat itu Pram juga berkenalan dengan H.B. Jasin, redaktur majalah

Pantja Raja, yang menerbitkan dua cerpen Pram, masing-masing berjudul

58 Ibid. hlm.133. 59

?Rudolf Mrazek, Op Cit, hlm. 63.

Page 43: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Kemana?dan Si Pandir. Tetapi kebebasan tidak berlangsung lama. Pada tanggal 21

Juli 1947, Belanda mulai melakukan agresi militer pertama. Pram mendapat order

dari atasannya untuk mencetak dan menyebarkan pamphlet-pamflet dan majalah

perlawanan. Tetapi dua hari kemudian Pram tertangkap oleh marinir Belanda.60

Ini pertama kali Pram berkenalan dengan kehidupan penjara, pengalamannya

bermacam-macam. Karena Pram menolak kerja paksa, Pram dijatuhi siksaan yang

sangat kejam, dan adakalanya rejim penjara amat bengis. Tetapi ada juga segi

positifnya, antara lain Pram bisa berkenalan dengan Profesor Mr. G.J. Resink, guru

besar hukum tata negara pada fakultas hukum yang menjadi bagian Universitas

Indonesia. Di samping ahli hukum, Resink juga sejarawan yang terkemuka serta

penyair dan esais dalam bahasa Belanda. Perkenalan yang membuahkan

persahabatan seumur hidup: jilid pertama Tetralogi, Bumi Manusia,

dipersembahkan kepada ‘Han’, yaitu Resink.

Selama dalam penjara, Pram tidak hanya sempat menulis dan belajar bahasa

Inggris, Pram belajar juga ekonomi, sosiologi, sejarah filsafat, dan kursus

kepustakaan dan perhitungan dagang. Namun, meski kreativitas Pram berkembang

terus selama dalam penjara, sudah tentu dua setengah tahun sebagai tahanan itu

bukan merupakan masa berbahagia dalam riwayat hidupnya.61

Akhirnya Desember 1949, Pram dibebaskan bersama kelompok tahanan yang

terakhir. Namun, pengalaman awal yang sangat menggembirakan. Peristiwa yang

60Sulastin Sutrisno, Surat-Surat Kartini, Renungan Untuk Bangsanya, (Jakarta: Jambatan 1979), hlm. 130.

61

?Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, (Yogyakarta: Hastra Mitra 2002), hlm. 5.

Page 44: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

amat emosional dan membanggakan, yang dihadirinya sendiri, adalah penurunan

triwarna Belanda dan penaikan dwiwarna Indonesia di depan Istana merdeka.

Nampaknya dengan demikian secara tragis berakhir masa jaya Pram sebagai

tokoh terkemuka di dunia kesastraan Indonesia. Pada awalnya Pram diringkus di

penjara Salemba, lalu disekap dalam penjara di Tangerang, selama empat bulan

Pram dikembalikan lagi ke Salemba, sampai Juli 1969. Pada bulan itu Pram

dipindahkan ke penjara Karangtengah di Nusa Kambangan, tempat penjahat berat

dipenjarakan sejak zaman colonial. Di Nusa Kambangan Pram hanya sebentar, atau

bisa dikatakan hanya transit. Pada tanggal 16 Agustus Pram bersama ribuan sesama

tapol (tahanan politik) diboyong ke Pulau Buru.62

Di Buru Pram terpaksa tinggal lebih dari sepuluh tahun. Kehidupan yang pahit

dan pengalaman sebagai tapol, terpisah dari keluarga dan terasing dari dunia sastra

Indonesia, Pram ceritakan dalam Nyanyian Sunyi Seorang Bisu. Saat terpenting

selama sepuluh tahun ketika Pram pada akhirnya bisa menerima mesin tulis dan

mendapat izin untuk menulis (1973)63, tulisannya saat itu tidak mempunyai arti

besar bagi pengarang sendiri, melainkan juga sastra Indonesia dan dunia, sebab

selama tahun-tahun berikutnya Pram sempat menyelesaikan naskah empat jilid

Karya Buru, Arus Balik, dan beberapa karya lain. Hal itu dimungkinkan oleh

solidaritas rekan-rekan Pram yang membebaskan Pram dari tugas kerja lain,

sehingga Pram dapat membaktikan diri sepenuhnya pada tulisannya.

62 Rudolf Mrazek, Op Cit, hlm. 83.

63Ibid, hlm. 95

Page 45: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Baru pada akhir 197964 Pram dilepaskan, Pram berangkat dengan rombongan

terakhir. Sejarah terulang lagi, sebab tiga puluh tahun sebelumnya Pram juga

termasuk kelompok tahanan terakhir yang dibebaskan dari penjara Belanda.

Akhirnya Pram dibebaskan di Semarang dan Pram diizinkan pulang keluarganya di

Jakarta yang sejak 14 tahun.

Sejak itu Pram ‘bebas’ dari penjara, tetapi kebebasan yang Pram dapatkan,

hanya kebebasan semu. Ruang geraknya sebagai warga Indonesia sangat terbatas.

Seperti kebebasan berbicara, menulis juga terus menerus di brendel. Jadi selama 16

tahun terakhir ini Pram praktis tahanan kota. Hidup sosialnya sebagai anggota

masyarakat Indonesia tidak dapat dilangsungkan lagi, apalagi dikembangkan, Pram

tidak dapat aktif ikut di dunia sastra.

Namun, tidak berarti riwayat hidup Pram telah berakhir. Secara paradoksal

dapat dikatakan bahwa kehadiran Pram di Indonesia masih tetap terasa, bahkan ada

kalanya menonjol. Dalam tahun berikutnya dunia sastra kaget denga terbitnya dua

buku, Bumi Manusia dan Anak semua Bangsa, buah tangan dari pulau Buru. Roman

sejarah tersebut langsung meraih sukses besar, dalam waktu singkat sejumlah

cetakan ulang diperlukan, kritik menanggapi buku itu cukup antusias, walaupun ada

juga yang keras menolaknya. Di luar negeri Pram yang sebagai tapol menjadi

lambang demi hak asasi manusia sekarang menjadi terkenal juga sebagai satrawan

berkaliber internasional. Bukunya juga terbit dalam bahasa Malaysia, demikian

pula dalam bahasa asing, pertama-pertama Nederland, kemudian bahasa Inggris,

64 Ibid,. hlm. 119.

Page 46: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

dan entah berapa bahasa dunia lain. Namun, di Indonesia pada Mei 1981 kedua

buku itu di larang peredarannya oleh Jaksa Agung, dan nasib yang sama menimpa

dua jilid berikut dari tetralogi Karya Buru, masing-masing berjudul Jejak langkah

(1985) dan Rumah Kaca (1988).65

Peran publik dalam kehidupan sastra ternyata tidak mungkin bagi Pram,

ketika pada 1981 Pram memberikan ceramah di fakultas sastra UI atas undangan

Senat Mahasiswa, tentang ‘Sikap dan peranan kaum intelektual di Dunia Ketiga,

khususnya di Indonesia’. Pram diusir dengan tertulis oleh Dekan. Diinterogasi oleh

Satgas Intel selama seminggu, anggota Senat yang dianggap bertanggung jawab

dipecat dan dipenjarakan. Namun, Pram makin mendapat pengakuan dan

penghargaan internasional. Karya Buru diterjemahkan ke dalam bahasa asing, Barat

maupun Timur. Pram diangkat sebagai anggota kehormatan Pusat PEN di berbagai

negeri, Australia, Swedia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan pada 1988 Pram

menerima ‘Freedom to Write Award’ dari organisasi PEN di Amerika Serikat. Pram

juga di calonkan untuk Hadiah Nobel Sastra.66

Masih ada beberapa buah tangan Pram lain yang terbit, kebanyakan riset

histories yang dilakukan sebelum 1965: antologi ‘sastra pra-Indonesia’, dengan

judul Tempo Doeloe (1982): biografi Tirtho Adhi Soerjo Sang Pemula dengan

antologi tulisan pelopor jurnalistik Indonesia (1985), yang juga sejarawan

65 Adhy Asmara, Op Cit, hlm. 91.66

? A Teeuw, Op Cit, hlm. 51.

Page 47: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

internasional diakui sebagai sumbangan penting pada penulisan sejarah masa awal

gerakan Indonesia.67

Dalam dasawarsa ini pun masih terbit dua buku yang meriwayatkan

pengalaman dan observasi Pram selama di Buru pertama-tama diterbitkan dalam

terjemahan Belanda, jilid pertama kemudian terbit dalam bahasa Indonesia

Nyanyian Sunyi Seorang Bisu pada kesempatan hari ulang tahun Pramoedya yang

ke-70 pada 6 Februari 1995, tetapi segera dilarang. Buku ini merupakan semacam

kolase, sebagian bersifat factual mengenai nasib Pram sendiri dan sesama tahanan

di Buru, sebagian lagi perenungan dan observasi yang bermacam-macam. Bagian

kedua, yang versi aslinya belum diterbitkan, mengenai sejumlah surat Pram

ditujukan buat anak-anaknya, tetapi tidak pernah dikirimkan.

Sekali lagi Pram menjadi pusat hebohnya sastra besar di Indonesia yang

terjadi pada tahun 1995, ketika Pram dianugerahi ‘ Roman Magsaysay Award for

Jurnalism, Literature, and Creative Communication Arts’ di Manila. Pengurus yang

bersangkutan memberikan kehormatan yang disertai hadiah UU$ 50.000, kepada

Pram berdasarkan jasanya sebagai pengarang.

Penganugerahan hadiah Magsaysay menimbulkan prahara protes di Indonesia

di antara sejumlah sastrawan dan budayawan, di antaranya Rendra, H.B. Jasin dan

lain-lain. Menunjukkan pernyataan bersama kepada yayasan Hadiah Ramon

67 Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia, (Yogyakarta: Hastra Mitra 2002), hlm.1.

Page 48: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Magsaysay sebagai protes terhadap keputusan yayasan dan mendesak membatalkan

putusan itu.68

Di anggap sangat ironis bahwa hadiah yang memakai nama, Magsaysay, yang

seumur hidup memperjuangkan demokrasi dan hak asai manusia, sekarang

diberikan kepada penulis yang selama periode ikut memimpin Lekra terbukti anti

demokratis dan ikut menindas hak. Ketika ternyata pengurus yayasan tidak

menerima protes tersebut.

Di Indonesia terjadi dua front, satu pro dan satu kontra Pram. Tiga budayawan

terkemuka yang tidak mau menandatangi pernyataan itu, misalnya Ajip Rosidi,

Goenawan Mohamad, dan Arief Budiman, kedua yang terakhir dulu juga

penandatangan Manikebu, yang menjadi terror dan penindasan oleh Lekra.69

Bagi Goenawan alasan penting untuk tidak menandatangi pernyataan protes

adalah Pram masih belum bebas, belum dipulihkan hak-hak sipilnya, masih ada

pelarangan terhadap bukunya, pelarangan bepergian ke luar negeri dan lain-lain.70

Heboh sastra terbaru ini membuktikan, kontroversi lama tetap ada, Pram tetap

keras kepala menolak bertobat dan minta maaf atas kelakuannya sebagai pemuka

Lekra. Pram tetap penuh amarah terhadap kelakuan yang telah Pram derita selama

20 tahun lebih. Lawannya tidak kurang mendalam rasa dendamnya atas teror pihak

Lekra yang mereka derita, dengan Pram sebagai pemukanya yang paling vocal. Dan

68 A Teeuw, Op Cit, hlm. 86. 69

?Adhy Asmara, Op Cit, hlm. 54. 70

?Ibid, hlm. 55.

Page 49: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

di tengah-tengah ada pihak ketiga, dengan Goenawan Mohammad sebagai wakil

terkemuka, yang berseru kepada kedua kubu agar mereka menepikan rasa curiga.

Demikianlah Pram tetap berada dalam situasi paradoksal. Pada satu pihak

Pram terpaksa hidup sebagai paria yang sudah tiga puluh tahun lebih kehilangan

hak asasinya sebagai manusia dan warga Negara Indonesia, tanpa pernah diadili

dalam proses hukum yang pantas, dan dipaksa bungkam, tanpa diberi kesempatan

membela diri di muka umum. Pada pihak lain Pram tetap hadir, di Indonesia

maupun dunia Internasional, sebagai tokoh raksasa, yang tingkah lakunya di masa

lampau kontroversial, tetapi yang keunggulannya sebagai sastrawan diakui oleh

seluruh dunia.

C. Sepenggal Cerita Lahirnya Novel Tetralogi

Pada akhir tahun 198071, Pram melahirkan karya awal dari rangkaian novel

Tetralogi. Yaitu novel Bumi Manusia, yang pada saat itu Pram baru satu tahun

keluar dari penjara di pulau buru. Sebenarnya ide menulis novel Tetralogi, sudah

ada pada awal tahun 196072, tetapi baru diedarkan di masyarakat pada tahun 1980.

Kenapa novel tersebut perlu dibuat, karena Pram melihat pengajaran sekolah

semata tidak cukup untuk membudayakan kecintaan bangsa pada sejarah

pergerakan nasional untuk mencapai kemerdekaan. Dan Pram juga beranggapan

71 Adhy Asmara, Op Cit, hlm. 13.72

? Ibid, hlm. 15.

Page 50: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

semua ucapan tentang patriotisme, kecintaan pada tanah air dan bangsa, baik itu

melalui pembicaraan, pidato, nyanyian atau pun deklamasi ini tinggal slogan tanpa

isi, tidak edukatif, dan juga tidak jujur.73

Untuk menyelamatkan novel Tetralogi, karena Pram menulis novel tersebut

ketika masih di dalam penjara. Pram dibantu oleh sahabatnya yang bernama Prof.

Mr. G.J. Resink, biasa di panggil Pram dengan “ Han”.74 Karena Resink, yang juga

menyelamatkan naskah Perburuan dan Keluarga gerilja. Resink, menyelundupkan

naskah novel itu keluar penjara, demikian pula yang terjadi pada novel Tetralogi.75

Dalam pembukaan buku Bumi Manusia, Pram melegendakan nama

sahabatnya tersebut. “Han, memang bukan sesuatu yang baru. Jalan setapak ini

memang sudah sering ditempuh, hanya yang sekarang perjalanan pematokan.”

Terasa sekali bahwa Pram merasa sangat berhutang budi, pada sahabatnya tersebut.

Novel Tetralogi tersebut terdiri dari empat jilid, jilid yang pertama berjudul

Bumi Manusia, Anak semua bangsa, Jejak langkah, kemudian Rumah Kaca. Setiap

jilid tersebut saling berkait satu sama lain. Empat novel tersebut, kira-kira berkisar

sejumlah 1600 halaman. Makanya diperlukan pemisahan-pemisahan, sehingga

pembaca tidak akan jenuh.

Tokoh protagonis dalam novel tersebut bernama Minke, namun sebenarnya

tokoh Minke tersebut adalah perwujudan dari Tirto Adhi Suryo, nasionalis angkatan

73 Ibid…74

? Eka Kurniawan, op. cit. hlm. 37.

75 Adhy Asmara, Op Cit, hlm. 146.

Page 51: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

pertama, yang sampai waktu itu kurang mendapat perhatian dalam penulisan

sejarah nasional76, Tirtoadhisoerjo telah jadi wartawan pada usia 21 tahun, dan dia

adalah wartawan pertama kali di Indonesia.

Minke, adalah anak priyayi tinggi. Pada masa riwayat ini berlangsung menjadi

aggota keluarga semacam itu memberi hak istimewa kepada orang di tanah jajahan,

asal ia bersedia menyesuaikan diri dengan tuntutan rangkap system: pertama,

bersikap sesuai dengan hukum-hukum kebudyaan priyayi dan kedua, tunduk pada

kemauan penguasa kolonial yang memanfaatkan golongan priyayi Jawa untuk

mempertahankan kekuasaan dan kewibawaannya dengan kekuatan fisik yang

minimal. Atas dasar tersebut anak priyayi di perbolehkan masuk sekolak terbaik

yang dimiliki kolonial.

Proses belajar Minke berlangsung cukup lama, berliku dan berbelit-belit.

Minke sekolah ditengah-tengah orang Belanda, yang selalu bersikap rasialis.

Namun dari sekolah tersebut Minke mempelajari ilmu pengetahuan Eropa, dan

Minke terkagum-kagum. Tapi pada akhirnya Minke kecewa terhadap ilmu

pengetahuan tersebut, terutama pada sistem hukum kolonial yang secara tragis

merenggut istrinya. Pada waktu tersebut, Minke juga bertemu dengan guru bahasa

Belanda yang termasuk aliran etis77. Dari sana minke sadar bahwa ada jurang

tersebut bersifat rasial.

76 A. Teeuw, Op. Cit. hlm. 230.77

? Ibid,. hlm. 232.

Page 52: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Semenjak awal Minke sendiri sudah mempertanyakan nasibnya sebagai

golongan pribumi yang selalu dilecehkan. Sebagai contoh, antara kelahiran Minke

dengan Sri ratu Wilhelmina mempunyai tanggal, bulan, serta tahun kelahiran yang

sama, 31 Agustus 1880. perbedaannya hanyalah pada jam dan kelamin saja. Kalau

berdasarkan perhitungan astrologi (perbintangan), jelas keduanya mempunyai nasib

yang sama.78

Tetapi apa yang terjadi yang satu menjadi ratu sementara yang lain menjadi

kawulanya. Dengan realitas social semacam ini, Minke pun sependapat dengan apa

yang di katakan gurunya, Juffrouw Magda Peters yang merujuk pendapat Thomas

Aquinas, bahwa astrologi tidak lebih sebagai lelucon belaka.

Kesadaran sistem yang timpang bukan saja menimpa pada dirinya, tapi juga

pada semua rakyat Indonesia. Apalagi bagi mereka yang secara status sosial tidak

memiliki kedudukan, seperti petani. Hal tersebut sangat jelas diceritakan pada novel

Anak Semua Bangsa, ketika suatu saat Minke bertemu dengan seorang petani

bernama Trunodongso. Yang dipaksa menanam tebu pada tanah milkinya sendiri,

dan ketika petani tersebut menolak maka keluarganya diusir dari tanahnya sendiri.

Sementara itu dalam jilid kedua novel terakhir, Jejak Langkah dan Rumah

Kaca. Novel tersebut, bercerita tentang lahirnya SDI (Sarikat Dagang Islam), SDI

adalah cikal bakal lahirnya SI (Sarekat Islam) di Indonesia. Kelahiran SDI

disebabkan pedagang batik yang ada di Sala dan Yogya, untuk menangani

perkelahian jalanan yang sering meledak antara kaum Tionghoa dan Jawa.

78 Suara Merdeka, Op. Cit. hlm. 18.

Page 53: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

SI adalah alat untuk melihat kabangkitan Bumiputera awal abad XX. Gerakan

SI bertujuan untuk melawan sisten perdagangan kolonial Belanda. serpihan-

serpihan keterasingan budaya perlawanan yang bebas masuk ke Hindia Belanda. SI

inilah yang pertama kali melancarkan pemboikotan melalui metode kekerasan. Kiat

gerakan ini telah membuatnya popular dan mendapat dukungan meluas bahkan

hingga di luar kota Surakarta. Kekuatan pengaruh SI ini makin mengagumkan

ketika terbit surat kabar yang bernama Oetoesan Hindia, sebagaimana Indische

Party punya De Express. ISDV itu, berawal dari klub debat sosialis belanda yang

didirikan oleh Henk Sneevlit tahun 1915, berorientasi pada peningkatan kualitas

bumiputera dan pengoorganisiran kekuatan rakyat untuk melawan pres yang ada di

Hindia Belanda.

Meski pada akhir cerita tokoh Minke tersebut akhirnya kalah, dan harus

dipenjara oleh pemerintah yang berkuasa.

Gambaran pada novel Bumi Manusia, novel pertama dari tetralogi. Di dalam

novel tersebut Pram mencoba memotret kekaguman orang-orang jawa yang sangat

terpesona pada kemajuan ilmu pengetahuan yang baru dilihatnya. Meski tidak

semua orang Jawa kagum akan kemajuan ilmu pengetahuan tersebut, karena

kemajuan tersebut tidak bisa dinikmati oleh semua orang Jawa. Karena yang bisa

menikmati fasilitas tersebut adalah para priyayi, sebab untuk menikmati hal tersebut

harus mengeluarkan kocek yang tidak sedikit. Dalam novel ini Minke juga bertemu

dengan seorang Nyai yang bernama Ontosoroh, Nyai tersebut sangat kaya dan

cerdas. Sehingga Nyai tersebut mampu mengasai tuannya, Nyai itu juga yang

Page 54: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

memberikan pengajran tentang revolusi Perancis yang membuka mata Minke

melihat system feodal.

Namun dalam novel tersebut bukan hanya sebentuk kekaguman saja, tapi juga

perjuangan untuk menentang ketidakadilan yang diciptakan sistem kolonialisme.

Tetapi, ia pun tidak muncul sama sekali sebagai pemenang yang berhasil

menumbangkan ketidak adilan dalam system ini, melainkan justru harus

menghadapi kenyataan pahit: kalah dengan ditandai direbutnya Annelis dari sisinya.

Novel ini ditutup dengan nada yang sangat pahit: “Kita telah melawan, Nak, Nyo,

sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.” Justru dari akhir cerita yang seperti ini,

pembaca dibuat menyadari adanya ketidak adilan dalam system kolonialisme79.

Dalam novel jilid kedua dengan judul Anak Semua Bangsa, Minke bertemu

dengan seorang Cina. Mereka sepasang kekasih, yang ternyata mereka berdua

adalah pelarian dari negaranya karena berusaha melawan kaisar. Kedua orang Cina

tersebut beraliran sosialis, untuk pertama kali Minke belajar tentang sosialisme. Hal

tersebut juga didukung oleh Nyai Ontosoroh, justru Nyai Ontosoroh juga menyuruh

Minke untuk menulis kepada media Belanda. Hingga pada akhir cerita jilid kedua

ini, Minke diminta untuk mendirikan media sendiri yang berbahasa melayu. Sebab

bahasa tersebut dapat di baca oleh setiap orang pribumi, sehingga lebih merakyat.

Maka lahirlah media yang bernama Medan.80

79 Pramoedya Ananta Toer, Op Cit, hlm. 405. 80

? Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa, (Yogyakarta: Hasta Mitra 2002), hlm. 290.

Page 55: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Dalam jilid ketiga yang berjudul Jejak Langkah, Minke mulai aktif menulis.

Novel ini juga menggambarkan lahirnya organisasi-organisasi besar, yang

mempengaruhi perjalanan perjuangan Indonesia dalam meraih kemerdekaan.

Seperti Boedi Oetomo, Serikat Dagang Indonesia, Serikat Islam dan masih banyak

lagi. Hingga perjuangan-perjuangan organisasi-organisasi tersebut dan latar

belakang lahirnya organisasi.

Hingga pada jilid keempat yang berjudul Rumah Kaca, di sini Minke mulai

sadar bahwa alat perjuangan yang paling ampuh adalah jurnalistik, tetapi pada saat

bersamaan gerak Minke mulai diawasi oleh Belanda begitu juga dengan organisasi-

organisasi yang ada. Jadi Pram menggambarkan orang Indonesia pada saat itu

seperti dalam kotak kaca, yang tiap gerak-geriknya diawasi oleh Belanda.

D. Penghargaan Yang Diterima Pramoedya

1988: Freedom to Write Award dari PEN American Center, Amerika Serikat.

1989: Anugerah dari The Fund for Freee Expression, New York, Amerika

Serikat.

1995: Wertheim Award, “for his meritorious services to the struggle for

emancipation of the Indonesian people”, dari The Wertheim Foundation,

Leiden, Belanda.

1995: Ramon Magsaysay Award, “for Journalism, Literature, and Creative Arts,

in recognition of his illuminating with brilliant stories the hystorical

Page 56: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

awakening, and modern experience of the Indonesian people”, dari Ramon

Magsaysay Award Foundation, Manila, Filipina.

1996: Partai Rakyat Demokratik Award, “hormat bagi Pejuang dan Demokrat

Sejati” dari Partai Rakyat Demokratik.

1996: UNESCO Madanjeet Singh Prize, “in recognition of his outstanding

contribution to the promotion of tolerance and non-violence”, dari

UNESCE, Paris, Prancis.

1999: Doctor of Humane Letters, “in recognition of his remarkable imagination

and distinguished literary contribution, his example to all who oppose

tyranny, and his highly principled struggle for intellectual freedom”, dari

University of Michigan, Madison, Amerika Serikat.

1999: Chanceller’s Distinguished Honor Award, “for his out standing literary

archievements and for his contributions to etnic tolerance and global

understanding”, dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat.

1999: Chevalier de I’Ordre des Arts et des Letters, dari Le Ministre de la Culture

et de la Communication Republique Francaise, Paris, Prancis.

2000: New York Foundation for the Art Award, New York, Amerika Serikat.

2000: Fukuoka Cultural Grand Prize, Jepang.

Page 57: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

BAB III

REALISME SOSIALIS SEBAGAI

PANDANGAN PRAMOEDYA ANANTA TOER DALAM NOVEL

TRETALOGI

Bab ini akan menjelaskan tentang realisme sosialis siapa yang dipotret oleh

Pram, dan dipengaruhi oleh siapa realisme sosialis yang dianut dalam aliran sastra

Pram, hal tersebut sangat diperlukan untuk membelah gagasan-gagasan realisme

sosialis menurut Pram yang terkandung dalam novel Tetralogi.

Sebenarnya hal tersebut tidak semudah disangka oleh penulis, karena dalam

novel tersebut tidak secara terang-terangan menunjukkan makna sisi realisme

sosialis, seperti yang dilakukan oleh Marxim Gorki seorang tokoh realisme sosialis

Page 58: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

yang menjadi panutan Pram. Novel tersebut berlatar belakang sebuah penjajahan, di

mana penindasan yang dilakukan oleh feodalis sangat terasa di dalamnya.

Penulis mencoba menguak makna dari realisme sosialis dalam novel Tetralogi

tersebut, dengan mengacu pada pemikiran Pram tentang realisme sosialis. Sehingga

diharapkan tidak akan mengaburkan makna realisme sosialis, dan dapat pula

memotret pemikiran realisme sosialisnya Pram dalam novel Tetralogi.

Dalam bab ini akan dibahas tiga persoalan yang terdiri dari tiga sub, yaitu sub

A, tentang Pramoedya Ananta toer dan Paradigma Realisme Sosialis dalam Sastra.

Sub B, tentang Pandangan Pramoedya tentang Realisme Sosialis dalam Novel

Tetralogi dan sub bab C, tentang Faham Realisme Sosialis dalam Realitas Empirik.

A. Pramoedya Ananta Toer dan Paradigma Realisme Sosialis dalam Sastra.

Pemikiran Pram tentang realisme sosialis, sebenarnya punya tujuan satu, yaitu

untuk membangun masyarakat yang ideal. Masyarakat tanpa penindasan,

masyarakat yang merdeka. Dalam arti terpenuhinya hak-hak sebagai manusia,

seperti yang diharapkan oleh sosialisme. Yaitu manusia yang sama rasa sama rata

dan karsa (keinginan).

Namun untuk memperjelas pola pikir Pram tentang realisme sosialis, perlu

dipertegas lebih dahulu tentang sejarah lahirnya realisme sosialis, dan makna yang

terkandung di dalamnya.

Page 59: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Istilah tersebut lahir pertama kali di Uni Soviet81, sebagai penerapan

sosialisme di bidang kreasi-sastra. Sastra yang mempergunakan metode ini karena

realisme sosialis adalah metode di bidang kreasi (seni) untuk memenangkan

sosialisme dan lebih penting lagi adalah dengan sikap politik yang tegas, militan,

kentara, tidak perlu malu-malu kucing atau sembunyi-sembunyi, sesuai dengan

nama yang dipergunakannya. Realisme sosialis merupakan bagian intergral dari

kesatuan mesin perjuangan umat manusia dalam menghancurkan penindasan dan

penghisapan atas rakyat pekerja, yakni buruh dan tani, dalam menghalau

imperialisme (penjajahan) kolonialisme (golongan), dan penghisapan atas rakyat

pekerja, yakni buruh dan tani, imprealisme kolonialisme, untuk meningkatkan

kondisi dan situasi rakyat pekerja diseluruh dunia.82

Lain halnya dengan realisme Barat, atau lebih tepatnya dinamai realisme

borjuis, merupakan pembatasan terhadap pandangan seseorang pada realitas-realitas

saja83.

Sedangkan sastra sosialis Indonesia timbul dari orang-orang Indonesia yang berjiwa sosialisme yang dilahirkan oleh perkembangan masyarakat itu sediri yang menderita keadilan sosial, mula-mula naluri bertahan terhadap kematian yang disebabkan karena kezaliman social, dan kemudian pada ia atau mereka yang mempunyai kegiatan atau rutin kreasi menyalurkannya ke dalam cerita-cerita, yang pada pokoknya memperingatkan orang, bahwa kezaliman sosial yang tengah berlaku tidak bisa dipertahankan lebih lama lagi, kalau masyarakat tidak hendak jadi binasa karenanya84.

81Pramoedya Ananta Toer, Realisme Sosialis dan sastra Indonesia (Jakarta: Lentera Dipantara, 2003), hlm., 15.

82 Ibid…, hlm 17. 83

? Ibid…., hlm. 18.84

Page 60: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Realisme sosialis adalah sebuah istilah dengan maknanya yang telah pasti di

negara manapun dia ada, hanya perkembangannya ditentukan oleh kondisi

setempat, yakni realisme ilmiah (MDH = Matrealisme, Dealiktika, Historisme).

Realisme dengan hukum perkembangannya dan sosialisme yang lahir sebagai

kemestian disebabkan adanya perjuangan antara dua macam klas yang bertentangan

dan berkembang secara tetap, yakni klas proletaar dan klas borjuis85.

Realisme sosialis sangat bertentangan dengan realisme barat, atau lebih

tepatnya dinamai realisme borjuis, karena merupakan pembatasan terhadap

pandangan seseorang pada realitas-realitas saja tanpa membutuhkan kritik.

Sebaliknya, realisme sosialis sebagai metode sosialis menempatkan realitas sebagai

bahan-bahan global semata untuk menyempurnakan pemikiran dialektik. Bagi

realisme sosialis, setiap realitas, setiap fakta, cuma sebagian dari kebenaran, bukan

kebenaran itu sendiri. Realitas tidak lain hanya satu fakta dalam perkembangan

dialektik.

Realisme borjuis mempunyai kecenderungan yang melawan realitas itu

sendiri untuk memenangkan idealisme. Atau bila dipergunakan kata-kata Nikolai

Iribudzjakov:

“ Satu ciri stadium baru kapitalisme dunia adalah keretakan sama sekali dari filsafat borjuis dengan materialisme dan dengan segala steling-steling-nya yang mengkibatkan orang menarik kesimpulan yang materialistik.

“ Tapi ini bukan berarti, bahwa materialisme hilang sama sekali dari pandangan sarjana-sarjana borjuis. Materialisme itu dapat saja dibuang dari filsafat borjuis,

? Ibid…..hlm 57-58. 85 Ibid…..hlm 59.

Page 61: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

namun ia masih menyatakan diri jelas-jelas di dalam fisika. Dan ini bukanlah suatu kebetulan. Karena sebagai mana ditunjukkan oleh Lenin dengan jelasnya, maka pada parasarjana borjuis dalam ilmu-ilmu alam, para ahli biologi, dan matematika, yang melakukan studi dilapangan alam materi maka muncul dan berkuasalah tendensi-tendensi materialistik yang tak dapat dihindarkan lagi. Dalam paham-paham falsafinya para sarjana ini mencoba melepaskan diri dari materialisme, menentangnya, yang mana sebagian di antaranya menyatakan pengikut dari idealisme subjektif. Tapi penyelidikan-penyelidikan di lapangan ilmu pengetahuan alam kembali membawa mereka pada kesimpulan, yang bertentangan dengan wawasan falsafi mereka sendiri serta membenarkan berbagai stelling materialisme. Ucapan-ucapan materialisme yang spontan di antara para sarjana ilmu alam borjuis tentu saja tidaklah menjelaskan dan memang tak dapat menjelaskan watak dari borjuis modern yang pada umunya adalah filsafat idealis”86

Demikianlah realisme borjuis menurut pandangan orang sosialis. Sedangkan

realisme sosialis adalah istilah sastra yang melingkupi adanya front perjuangan,

harus mempunyai watak yang jelas. Yang pertama, militansi sebagai ciri tidak kenal

kompromi dengan lawan. Serta yang kedua, karena segaris dengan perjuangan

politik sosialis, maka dia terus menerus melakukan affensi atas musuh-musuhnya

dan pembangunan yang cepat di kalangan barisan sendiri. Dalam dua artikelnya ini

Gorki membela humanisme proletaar, humanisme rakyat dengan menudingkan

telunjuk pada urgensinya pengusahaan penghapusan pembagian manusia atas klas-

klas (dalam agama Hindu adalah kasta-kasta, dalam sistem-sistem sosial tertentu

dalam pemisahan antara budak dan orang merdeka serta pelapisan-pelapisannya),

melenyapkan setiap kemungkinan munculnya minoritas yang mengeksploitasi

tenaga mayoritas yang produktif dan kreatif. Serta yang paling penting adalah

menciptakan dunia baru, dunia yang dibangunkan di atas landasan keadilan yang

merata87.

86 ? Ibid……hlm. 18-19.87 Ibid…..hlm. 29.

Page 62: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Jadi watak sastra realisme sosialis bukan saja nampak dari militansinya

terhadap kapitalisme yang dihadapinya sehari-sehari, tetapi lebih jauh lagi juga

militansinya dalam mempertahankan dan mengembangkan semangat anti

kapitalime internasional.

Sastra realisme sosialis tidak pernah memberikan konsesi atau kompromi

dengan musuh-musuhnya, karena yang demikian sudah menyalahi sosialisme itu

sendiri, sedangkan sastra memang bukanlah politik yang berusaha mendapatkan

kemenangan semutlak mungkin atas lawan88.

Pada segi lain watak ini nampak pada semangat yang diberikannya pada

rakyat, pengungkapan paedagogik dan sugestif, ajakan dan dorongan untuk lebih

tegap dan perwira memenangkan keadilan merata, guna maju untuk melawan dan

menentang penindasan dan penghisapan serta penjajahan nasional maupun

internasional, bukan saja berdasarkan emosi atau sentimen, tetapi juga berdasarkan

ilmu dan pengetahuan. Terutama memberanikan rakyat untuk melakukan orientasi

terhadap sejarahnya sendiri. Karena di dalam penghisapan dan penindasan

kapitalisme, rakyat kurang cukup mendapatkan makanan baik bagi perut maupun

bagi otaknya, apalagi melakukan orientasi terhadap sejarahnya sendiri89.

Dalam militansi seorang pengarang menurut pandangan Pram yaitu faham

realisme sosialis yang telah menguasai realitas, yang tidak memenuhi harapan dan

keadilan, telah menentang realitas , dan dengan jalan kreatif mengubahnya menurut

88 Ibid….hlm 31. 89 Ibid……hlm. 31.

Page 63: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

tuntutan keadilan. Watak pengubahan selamanya revolusioner, karena realisme

sosialis tidak mengajarkan orang menerima realitas dan menyerah kepadanya, tetapi

secara berani dan revolusioner meninggalkan tingkat “manusia alam”, dan dengan

paksa atau tidak menyusun dunia pikirannya sesuai dengan tantangan yang

dihadapinya. Kondisi yang dituntut ini membikin orang terus-menerus jadi

revolusioner yang bersumberkan revolusi yang terus-menerus di dalam jiwa,

pengoreksian terus-menerus atas realitas, dan dengan sendirinya tidak boleh terlena

akan segala perubahan spontan maupun perubahan semu daripada realitas itu

sendiri bagaimanapun kecilnya dan dia kentara90.

Pandangan sastra Pram tentang realisme sosialis telah menjadi ketentuan

bahwa pengarang harus belajar dari rakyat. Banyak cara yang harus dan bisa

ditempuh, terutama membaurkan diri ke dalam gerakan massa, mengenal perasaan

mereka, mengenal spontanitas dalam menyatakan perasaan mereka, dan bersama

mereka ikut mewujudkan apa yang harus diharapkan oleh mereka91.

Para pengarang realisme sosialis harus menyediakan diri untuk digembleng

dan diperbanyak oleh realitas yang kasar, pahit, dan bengis. Hasil langsung dari

didikan spontan ini ialah meningkatkan daya kreatif terhadap segala gerak-gerik

musuh rakyat. Gemblengan itu menghasilkan ketajaman daya urai dan daya

pembeda antara gerakan pokok musuh rakyat, gerakkan semu, penyokong musuh,

dan gerakan tidak sadar menyokong musuh. Seterusnya gemblengan itu juga

90

? Ibid…..hlm 73 .91 Ibid….hlm 108-109.

Page 64: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

meningkatkan naluri mempertahankan dan memperkuat gerakan rakyat,

mengkonsolidasi dan mempertahankan kemenangan-kemenangan yang telah

dicapai, memahami kekalahan-kekalahan dan menstabilkan sukses-sukses dan

dengan cepat mengenal provokasi musuh, anti propaganda92.

Pola tersebut juga berlaku dalam Lekra, sebagai salah satu tombak perjuangan

PKI dalam bidang seni. Lekra juga menganut aliran realisme sosialis. Dalam karya

sastra para pengarang Lekra yang dapat digolongkan pada, pertama sastra manifest,

dengan tema melawan, menolak, menentang kapitalisme, feodalisme, dan

menempatkan diri sebagai penentang, penolak, dan pelawan. Kedua, perkembangan

“ Ke Arah yang Normal “ berjalan bersama dengan perkembangan seluruh kekuatan

progresif di dalam masyarakat, kemenangan-kemenangan Lekra baik di bidang

organisasi, karya, dan kekuatan politik, telah menciptakan kondisi-kondisi social

baru. Ketiga, kritik sastra realisme sosialis mempunyai garapan yang berbeda

daripada kritik sastra borjuis. Kondisi-kondisi politik si pengarang menjadi syarat

terutama karena kondisi politik yang tidak baik sudah pasti akan melahirkan karya

satra yang tidak baik pula. Keempat, sesuai dengan logika, dan sesuai pula dengan

kenyataan hidup, estetika mengambil tempat terakhir dalam kehidupan sosial93.

Lekra berdiri pada tanggal 17 agustus 1950. pengambil inisiatif adalah D.N.

Aidit, M.S. Ashar, A.S. Dharta, dan Njoto. Sebagaimana pernyataan Lekra sendiri,

92

? Ibid……hlm. 111.93 Ibid…..hlm. 152- 156

Page 65: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

tentang pendirian organisasi ini kita dapatkan kalimat-kalimat yang berbunyi

demikian:

Apa yang berlangsung ketika revolusi bersenjata dari revolusi Agustus, yaitu periode antara 1945 dan 1950, bergejolak? Periode itu, dibidang kebudayaan, ditandai oleh banyak seniman, sarjana dan pekerja-pekerja kebudayaan lainnya yang memihak pada, ambil bagian dalam dan memberikan sumbangannya kepada revolusi. Pekerja-pekerja kebudayaan satu dengan revolusi, dan revolusi 1945 adalah suatu revolusi kerakyatan maka hal ini berarti, bahwa pekerja-pekerja kebudayaan satu dengan rakyat. Tetapi, partisipasi atau kesertaan mereka itu di dalam revolusi masih bersifat spontan. Kespontanan itu tentu tidak hanya di lahirkan oleh intuisi, tetapi juga oleh kesadaran tertentu. Dalam hal ini kespontanan itu baik. Tetapi juga ia membawa dalam dirinya seginya yang lain, yaitu: belum teratur, belum terorganisir, singkatnya, belum terpimpin, dan sebagai akibatnya belum bersasaran yang tepat, sehingga efek dan hasilnya belum cukup besar jadinya.

Demikianlah lekra didirikan tepat 5 tahun sesudah revolusi Agustus pecah, disaat revolusi tertahan oleh rintangan hebat yang berujud persetujuan KMB, jadi disaat garis revolusi sedang menurun. Ketika itu orang-orang kebudayaan yang tadinya seolah-seolah satu kepalan tangan yang tegak dipihak revolusi, menjadi tergolong-golong. Mereka yang tidak setia, menyeberang. Yang lemah dan ragu-ragu seakan-akan putus asa karena tidak tahu jalan. Yang taat dan teguh meneruskan pekerjaannya dengan keyakinan bahwa kekalahan revolusi hanyalah kekalahan sementara. Lekra didirikan untuk turut mencegah kemerosotan lebih lanjut dari garis revolusi, karena kita sadar, bahwa tugas ini bukan hanya tugas kaum politis tetapi juga tugas pekerja-pekerja kebudayaan. Lekra didirikan untuk menghimpun kekuatan yang taat dan teguh mendukung revolusi94.

Jadi estetika dalam realisme sosialis bukanlah suatu yang mewah, tetapi

sesuatu “social opgave” yang harus dijawab dan dipecahkan dan dirumuskan

kemudian dibuat berdasarkan rumus tersebut. Setidak-tidaknya estetika bukanlah

satu pemutlakan selama yang dapat menikmati hanya klas yang mendapatkan

keberuntungan pendidikan dan pengajaran95.

Sebagai mana telah diketahui bahwa Lekra menganut aliran realisme sosialis,

maka orang yang ikut terlibat didalamnya yaitu Pram juga menganut aliran tersebut.

94 Ibid……hlm. 93.95

? Ibid…..hlm 157.

Page 66: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Tokoh yang sangat mempengaruhi pemikiran Pram adalah Maxim Gorki. Pram,

mengambil semua metode realisme sosialis Maxim Gorki. Tanpa ragu Pram

mengatakan bahwa istilah realisme sosialis timbul pertama kali di bumi yang untuk

pertama kali memenangkan sosialisme, di bumi yang telah menegakkan sosialisme,

yakni Uni Soviet. Tokoh utama yang biasanya mendapat kehormatan sebagai

pelopornya adalah pujangga besar Soviet Maxim Gorki terutama dengan karya

utamnya Ibunda96.

Dalam pandangan Pram, Maxim Gorki bukan suatu kebetulan yang oleh

sejarah di tunjuk sebagai pelopornya. Baik triloginya Childhood, My Apprenticeship

dan My Universities maupun cerpen-cerpennya, terutama sekali Di Musim Gugur,

secara otobiografik melukiskan pukulan-pukulan dan tindasan-tindasan yang

diterimanya dari klas kapitalis borjuis. Tidak mengherankan pula bahwa Maxim

Gorki berpihak pada neneknya, seorang wanita pengemis dan di samping neneknya

menentang kakeknya, seorang pengusaha di bidang pencelupan97.

B. Pandangan Pramoedya tentang Realisme Sosialis dalam Novel Tetralogi

Ada banyak pandangan yang mengandung unsur realisme sosialis yang

merepresentasikan gagasan Pram dalam novel tetralogi. Sebagai mana telah di

uraikan pada bab pertama dan kedua, Pram dikenal sebagai sosok yang berani

96 Ibid….hlm. 15.97 Ibid….hlm. 27.

Page 67: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

dalam menyuarakan suatu yang di anggap Pram sebagai sebuah keadilan. Pram

sangat memahami bagaimana menyampaikan realisme sosialis dalam setiap

tulisannya. Ini tidak lepas dari pengalaman hidupnya, dan organisasi yang telah di

pilihnya.

Realisme sosialis sebagai bagian dari kepentingan umum kaum proletariat

yang menjadi roda kesatuan besar mekanisme sosial demokratik, yang di gerakkan

oleh kesadaran politik seperti yang dikatakan oleh Lenin, menjadi alat yang ampuh

di tangan prajurit-prajurit kebudayaan, karena sastra realisme sosialis selalu

revolusioner. Watak pejuang dan perjuangan ini akan selalu mewarnai kerja

sastranya98.

Dalam novel di bawah ini, menggambarkan Minke sang tokoh protagonis

sedang diberi nasihat oleh sahabatnya seorang Perancis. Bagaimana kondisi

bangsanya yang sangat membutuhkan tenaga dan juga pikirannya untuk melawan

penjajah yang hidup bergelimang harta, sedangkan rakyat yang lain menderita.

“Ya, memang belum banyak yang bisa ku dapatakan dalam diriku. Jean marais bercita-cita mengisi hidup dengan lukisan-lukisan, bukan hanya menyambung hidup. Untuk apa aku menulis, sampai mendapatkan kemasyhuran sebanyak itu? Kau tidak adil Minke, kalau memburu kepuasan saja bisa mendapatakan kemashuran. Tidak adil! Orang-orang lain bekerja sampai berkeringat darah, mati-matian, jangankan mendapatkan kemasyhuran ,hanya untuk dapat makan dua kali sehari belum tentu bisa”99.

98

? Pramoedya Ananta Toer, Realisme sosialis dan sastra Indonesia (Jakarta: Lentera Dipantara, 2003)., hlm. 39.

99

? Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa ( Yogyakarta : Hasta Mitra, 2002), hlm. 209.

Page 68: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Kejadian ini ketika Minke seorang yang jauh lebih terpelajar harus tetap

berjongkok dulu ketika menghadap seorang Bupati, padahal Bupati tersebut jauh

lebih bodoh dibanding dirinya. Terasa sekali semangat feodalisme pada cerita di

bawah ini.

“Jadi aku akan dihadapkan pada Bupati B. god! Urusan apa pula? Dan aku ini, siswa H.B.S., haruskah merangkak dihadapannya dan mengangkat sembah pada setiap titik kalimatku sendiri untukku sendiri untuk orang yang sama sekali tidak kukenal! Dalam berjalan ke pendopo yang sudah diterangi dengan empat buah lampu itu aku merasa seperti hendak menangis. Apa guna belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali butahuruf pula? God, God! Menghadap seorang bupati sama dengan bersiap menampung penghinaan tanpa boleh membela diri. Tak pernah aku memaksa orang lain berbuat semacam itu terhadapku. Mengapa harus aku lakukan untuk orang lain? Sambar geledek!100

Tulisan di bawah ini, Pram menggambarkan bagai mana seorang petani yang

berjuang mempertahankan tanahnya dari rampasan Belanda. Petani tersebut harus

berjuang sendiri, karena orang-orang di sekitarnya takut pada Belanda. Yang lebih

ironis lagi banyak juga yang justru membela Belanda, karena mereka mendapat

uang ketika membela kepentingan Belanda.

“Berteriak apa orang-orang itu?”“yang tinggal di situ, Ndoro.”“Di rumah genteng itu?’“Betul, Ndoro.”“Mengapa diteriaki?” “Dia tak juga mau pindah dari tempatnya.”“Mengapa harus pindah?”“Mereka “ katanya bengis dan benci, “anjing-anjing pabrik. Ini tanahku sendiri. Peduli apa hendak kuapakan,” ia seka keringat dari pundak101.

100

? Ibid…hlm.130-131.101

? Pramoedya Ananta Toer, op. cit.,hlm. 174.

Page 69: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Cerita di bawah ini ketika Minke berbincang-bincang dengan seorang petani,

petani tersebut menggunakan bahasa jawa kasar pada Minke. Sebagai seorang anak

Bupati Minke merasa tersinggung, di sini Pram memperlihatkan antara kelas

proletar dan kelas borjuis. Meski pada akhirnya Minke ditegur oleh seorang Nyai

yang bernama Ontosoroh, ibu mertuanya sendiri. Nyai Ontosoroh tersebut sangat

membenci dengan sIstem feodal, serta menjunjung tinggi cita-cita revolusi Perancis.

“Perasaan tidak enak masih juga menongkrong dalam hatiku, karena petani yang seorang ini kembali bicara ngoko. Benar-benar dia petani yang sudah keluar dari golongannya. Dan apa pula gunanya aku hadapi baik-baik? Tapi kau sudah bertekad hendak mengenal bangsamu! Kau harus dapat mengenal kesulitannya. Dia salah seorang bangsamu yang tidak kau kenal, bangsamu yang hendak kau tulis kalau kau sudah mulai belajar mengenalnya!.102

“Dan kau tidak beda dengan orang-orang lain. Kau tidak lebih tinggi, tidak lebih mulia dari Trunodongso . itu kalau kau benar-benar mengerti Revolusi Prancis. Bagaimana kau sekarang Minke?”103

Semangat Minke sebagai seorang jurnalis dikritik oleh sahabatnya sendiri,

Jean Maramis, dia adalah seorang perancis yang menetap di Indonesia dan menjadi

pelukis. Karena Minke tidak pernah menulis dengan menggunakan bahasa Melayu

tapi lebih sering menggunakan bahasa Belanda.

Juga kau hendak membelanya terhadap penindasan dengan bahasa oleh kau sendiri? Ha, kau tak mau menjawab. Kalau begitu memang tepat kau harus menulis Melayu, Minke, bahasa itu tidak mengandung watak penindasan, tepat dengan kehendak revolusi Prancis.104

102 Ibid., hlm. 177.103

? Pramoedya Ananta Toer,. Op. cit., hlm 209.104

? Ibid, hlm. 208.

Page 70: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Minke ketika berdialog dengan orang Belanda yang bernama Tollenaar yang

sangat menyanjung Eropa dan juga Amerika Serikat. Hal tersebut dibantah oleh

Minke.

“Aku lebih percaya pada Revolusi Perancis, Tuan Tollenaar. Kebebasan, persaudaraan dan persamaan, bukan hanya untuk diri sendiri seperti sekarang terjadi diseluruh daratan Eropa dan Amerika Serikat, tapi untuk setiap orang, setiap dan semua bangsa manusia di atas bumi ini. Sikap begini dinamai sikap liberal sejati, Tuan.”105

Di sini Minke diberi penjelasan tentang semboyan revolusi Perancis yang

sering kali disalah artikan oleh orang-orang, sehingga mereka bersikap semaunya

sendiri. ketika itu Minke berdialektika dengan seorang pelarian dari Cina yang

bernama Yi Me. Yi Me adalah pemberontak pada akhir abad XIX melawan monarki

Tiongkok yang dikuasai oleh Kaisar Ye Si.

“jangan salah artikan kebebasan dalam semboyan Revolusi Prancis” “orang Prancis sendiri juga banyak menyalah artikan, jadi bebas merampok dan bebas tak berkewajiban pada siapa pun, walhasil jadi sewenang-mewang tanpa batas. Kebesaran hanya untuk diri sendiri di negeri sendiri! Semua terpelajar pribumi Asia dalam kebebasannya mempunyai kewajiban-kewajiban tak terbatas buat kebangkitan bangsanya masing-masing. Kalau tidak, Eropa akan merajalela”.106

Minke ketika berbincang-bincang dengan Trunodongso seorang petani yang

dirampas tanahnya oleh feodal yaitu Belanda dan juga para suruhannya. Termasuk

di sini adalah aparat pemerintah, tanah tersebut adalah warisan dari orang tuanya.

Trunodongso berusaha mempertahankan miliknya dari Belanda yang mewajibkan

tanahnya di tanami tebu.

“Tentu saja ini tanahmu sendiri,” kataku memberanikan dia dan diriku sendiri.“Lima bahu, warisan orang tua.”

105

? Ibid., hlm. 302-303.106 Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah (Yogyakarta: hasta Mitra, 2002), Cet ke-4.,

hlm.79.

Page 71: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

“Kau benar,” kataku, “ada kubaca di kantor tanah.”“Nah, ada tertulis dikantor tanah,” ia bicara pada dirinya sendiri. Ketegangannya mulai surut. Lambat-laun aku lihat ia mulai kembali jadi petani jawa yang rendah hati.“ Ya, Ndoro, sebenarnya sahaya sudah cukup bersabar. Warisan sayaha lima bahu (7096,5 m2), tiga sawah dan dua ladang dan pekarangan rumah ini. Tiga bahu, sudah dipakai pabrik. Tidak sahaya sewakan secara baik-baik, tapi dipaksa secara kasar; priyayi pabrik, lurah, sinder, entah siapa lagi. Dikontrak delapan belas bulan. Delapan belas bulan! Nyatanya dua tahun. Mesti menunggu sampai bonggol-bonggol tebu habis didongkeli. Kecuali kalau mau cap jempol mengontrakkan lagi untuk musim tebu mendatang, Apa arti uang kontrak? Hitung punya hitung sewanya selalu tak pernah penuh. Anjing-anjing itu, Ndoro….sekarang ladang mau dikontrak. Pepohonan akan dirobohkan untuk tebu!”“Berapa sewa untuk satu bahu?” tanyaku sambil mengeluarkan alat tulis-menulis dari dalam tas, mengetahui, semua petani Jawa menaruh hormat pada barangsiapa melakukan pekerjaan tulis menulis. Akupun siap-siap mencatat.“Sebelas picis, Ndoro” jawabnya lancar. Mengherankan.“Sebelas picis, buat setiap bahu selama delapan belas bulan?” aku terpekik.“Betul, Ndoro.”“Tiga talen”“Kemana yang tiga puluh lima sen?”“Mana sahaya tahu, Ndoro. Cap jempol saja, kata mereka tidak lebih dari tiga talen sebahu. Delapan belas bulan, katanya. Nyatanya dua tahun sampai tunggul-tunggul tebu habis di dongkeli”.107

Dialog di bawah ini dilakukan Minke ketika berbincang-bincang dengan salah

seorang mandor pabrik tebu. Tentang fenomena masyarakat yang lebih senang

menjadi buruh, dari pada menjadi petani.

“Tahu Tuan upah kuli tebu yang baik dalam sehari? Tiga talen sehari. Kalau orang kerja jadi kuli, dua hari saja, yang diperolehnya sudah melebihi sewa tanahnya sendiri sebanyak satu bahu. Siapa bilang orang lebih suka menggarap sawah sendiri daripada jadi kuli tebu? Berapa harga kerja cangkul dalam sehari? Tiga benggol, tidak lebih.”108

Ekspansi Belanda pada Indonesia yang mengakibatkan jutaan rakyat

Indonesia menjadi meninggal karena melawan Belanda, miskin dan perampasan

107 Ibid., hlm. 178-179.108

? Ibid., hlm. 215.

Page 72: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

terjadi dimana-mana. Pram memotretnya sebagai awal penindasan yang melahirkan

kelas proletar dan borjuis.

Pribumi bertombak dan berpanah akan mati bergelimangan lagi atas perintahnya, entah dimana akan terjadi. Demi keutuhan wilayah, kata-kata lain dari: demi keamanan modal besar Hindia. Darah, jiwa, perbudakan, penganiayaan perampasan, penghinaan akan terjadi lagi di bawah tudingan tangannya.109

Kekejaman Belanda tidak pernah berhenti mesti rakyat sudah sangat

menderita, manusia sudah tidak ada lagi harganya. Perampasan bukan hanya pada

ekonomi semata tetapi juga istri dan anak gadisnya.

Perlakuan sewenang-wenang dalam perusahaan-perusahaan kereta api, perkebunan, kantor-kantor Gubermen, perampasan anak gadis dan istri oleh pembesar-pembesar setempat dengan menggunakan kekuasaan yang ada pada mereka, mengisi permohonan-permohonan pertolongan.110

Cerita yang di bawah ini adalah awal berdirinya organisasi pribumi pertama

yaitu Boedi Oetomo, yang akan menjadi cikal bakal organisasi lain di Indonesia.

Utusan Raden Tomo telah datang kebandung untuk menagih janji. Ia dan teman-temannya sesekolah telah berhasil membentuk sebuah organisasi sebagaimana pernah di anjurkan oleh dokter Jawa pensiunan dulu. Juga olehku sendiri. Nama organisasi: Boedi Oetomo111.

Boedi Oetomo sebuah organisasi pribumi pertama, yang bergerak pada bidang

pendidikan untuk semua masyarakat. Karena pada penjajahan Belanda pendidikan

hanya boleh dinikmati oleh orang Belanda, Indo, dan juga dari kaum priyayi.

Rakyat jelata tidak bisa sekolah, B. O melihat hal tersebut sebagai penindasan yang

109

? Ibid., hlm. 38 .110

? Ibid., hlm. 231.111

? Ibid., hlm. 294.

Page 73: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

harus dihapuskan. Pendidikan penting untuk menciptakan masyarakat yang kritis

hingga mampu merubah nasibnya.

“Dan bahwa ada gerak dari minus ke plus pada umat manusia, dan itu dinamai gerak juang? Lupa kau, Koen? Atau B.O yang lupa? Kan B.O. tidak bermaksud mempertahankan yang ada, agar yang miskin tetap miskin, yang bodoh tetap bebal, dan yang sakit tinggallah menggeletak menungggu sakratulmaut?”112

Tidak ada tingkatan dalam bahasa Melayu, dan bahasa tersebut sesuai untuk

digunakan dalam sebuah organisasi, karena dalam sebuah organisasi tidak ada yang

lebih senior atau yunior semua punya kedudukan yang sama. Minke tengah

berdialog dengan adiknya yang juga seorang organisatoris.

“Dalam rapat-rapat cabang yang tahu bahasa Jawa tentu tak diharuskan berbahasa melayu. Tetapi kalau tingkatnya sudah Kongres atau tingkat Pusat, atau berhubungan denga pusat, tak bisa tidak harus dipergunakan Melayu.” “Mengapa Jawa harus dikalahkan oleh Melayu?” “Diambil praktisnya, Mas. Sekarang, yang tidak praktis akan tersingkir. Bahasa Jawa tidak praktis. Tingkat-tingkat di dalamnya adalah bahasa presentasi untuk menyatakan kedudukan diri, melayu lebih sederhana. Organisasi tidak membutuhkan pernyataan kedudukan diri. Semua anggota sama, tak ada yang lebih tinggi atau lebih renadah.”113

S.D.I adalah Serikat Dagang Indonesia. organisasi tersebut bergerak pada

bidang ekonomi, yang didirikan oleh para pembatik dari Solo dan Yogya. S.D. I

tersebut kelak yang akan melahirkan organisai-organisasi lainnya seperti PKI,

Serikat Islam (SI).

Di kota-kota sepanjang pesisir utara Jawa Barat telah berdiri cabang-cabang dengan anggota rat-rata empat puluh sampai seratus orang. Di kota-kota pegunungan memang lebih sendat. Di Tasikmalaya, Garut dan Sukabumi nampak adanya kegiatan mengagumkan. Garut mencactat sejarah: disini pernah di adakan rapat umu propaganda S.D.I. rapat umum pertama.114

112

? Ibid., hlm. 315.113 Ibid., hlm. 448.114 Ibd., hlm. 416.i

Page 74: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

S.D.I membuat komitmen dengan para anggotanya tentang garis kebijakan

organisasi. Sebagai organisasi pribumi pertama yang berkonsentrasi masalah

ekonomi, dan harus melawan kebijakan ekonomi Belanda maupun Cina dan juga

Arab yang sudah lebih dulu menguasai ekonomi masyarakat Indonesia. Sehingga

dibutuhkan kebijakan yang sangat tegas dalam S.D .I. agar tidak keluar dari garis

organisasi.

“Organisasi ini lahir di tanah Hindia sebagai organisasi Pribumi, bukan organisasi segala bangsa yang bermaksud untuk mrerugikan Pribumi. Tidak ada hak pada siapa pun, bangsa apa pun anggota atau bukan anggota S.D.I. untuk merugikan Pribumi, baik pedagangnya atau petaninya, ataupun tukang-tukangnya. Kalau ada cabang yang punya cara dan jalan sendiri yang sengaja dan diketahui melakukan tindakan merugikan terhadap pribumi, itu bukan cabang S.D.I. seluruh Hindia dapat melakukan tindakan serentak terhadap cabang durjana demikian. Aku yakin, saudara-saudara, dewan pimpinan pusat tidak akan ragu-ragu mengeluarkan titahnya.”115

Minke menyadari pentingnya sebuah pendidikan untuk rakyat Indonesia,

karena dengan menguasai ilmu pengetahuan, rakyat Indonesia bisa maju. Ilmu

pengetahuan yang tidak terlalu menyanjung Eropa, karena ternyata bukan Eropa

saja yang menjadi pusat ilmu pengetahuan, Negara Arab yang selama ini tidak ada

dalam benak Minke ternyata juga mengusai banyak ilmu pengetahuan. Minke

sebelumnya sangat mengagumi ilmu pengetahuan Eropa.

Orang Arab, yang sama sekali tidak pernah mendapat pendidikan Eropa ini, ternyata mempunyai pengetahuan praktis yang sangat patut untuk kuindahkan dan kupelajari. Putra-putranya ia kirim ke Universitas Turki, menguasai banyak bahasa modern.116

115

? Ibid., hlm. 423.116

? Ibid., hlm. 400.

Page 75: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Minke ketika memikirkan ucapan guru agamanya yang bernama Syeh Ahmad

Badjened, dan Minke membenarkannya. Bahwa dalam berdagang membuat orang

jadi lebih demokratis dan berpengetahuan luas, karena pedagang lebih banyak

bertemu orang dan singgah di berbagai tempat yang berlainan adat istiadatnya.

“Pedagang orang paling giat di antara umat manusia ini, Tuan. Dia orang paling pintar. Orang menamainya juga saudagar, orang dengan seribu akal. Hanya orang bodoh bercita-cita jadi pegawai, kerjanya hanya disuruh-suruh seperti budak. Bukan kebetulan Nabi s.a.w pada mulanya juga pedagang. Pedagang mempunyai pengetahuan luas tentang ikhwal dan kebutuhan hidup, usaha dan hubungannya. Perdagangan membikin orang terbebas dari pangkat-pangkat, tak membeda-bedakan sesama manusia, apakah dia pembesar atau bawahan, bahkan budak pun. Pedagang berpikir cepat. Mereka menghidupkan yang beku dan menggiatkan yang lumpuh.”117

Minke menolak ketika S.D.I akan diganti Indisch bukannya Islam, sebab

menurut Minke Islam lebih mudah diterima oleh masyarakat luas dari pada Indisch.

Karena istilah Indisch sendiri adalah untuk indo eropa.

“Islam dan dagang mempunyai landasan lebih luas dan lebih mengikat dari pada indisch. Pikiran-pikiran Tuan bukan tidak kupertimbangkan. Landasannya tidak ada, kurang jelas. Setidaknya-tidaknya belum aku lihat, hanya berupa cita-cita, bukan kenyataan. Memang cita-cita bisa menjadi kenyataan di kemudian hari, tetapi landasannya tetap kenyataan sosial masakini”.118

Minke memandang bahwa hanya Islam yang mampu membangkitkan rasa

perlawanan terhadap sistem penjajahan yang terjadi pada masyarakat Indonesia,

Islam bukan hanya semata mempermasalahkan hubungan manusia dan Tuhan

semata. Tapi di dalamnya juga terdapat konsep ekonomi, politik dan banyak hal.

Islam, kataku selanjutnya, yang secara tradisional melawan penjajah sejak semula Eropa datang ke Hindia, dan akan terus melawan selama penjajah berkuasa. Bentuknya yang paling lunak: menolak kerjasama, jadi pedagang. Tradisi itu patut

117 Ibid., hlm. 400-401.118

? Ibid., hlm. 404.

Page 76: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

di hidupkan dipimpin, tidak boleh mengamuk tanpa tujuan. Tradisi sehebat dan seperkasa itu adalah modal yang bisa menciptakan segala kebajikan untuk segala bangsa Hindia119.

Rapat S.D.I pertama pada saat itu Minke, sang tokoh protagonis menjadi

ketua. Minke berpendapat bahwa Islam harus membela yang lemah. Seperti petani,

karena dalam banyak kasus petanilah yang paling menderita dalam kebijakan

ekonomi Belanda, dan kebanyakan di antara mereka bodoh serta buta huruf.

“Tetapi para petani itu adalah saudara-saudara kita sendiri, sebangsa kita sendiri, yang hendak diperas tanah dan duitnya secara gegabah oleh perusahaan-perushaan raksas Eropa, Arab dan Cina. Kalau Tuan-tuan membiarkan ini terjadi, Tuan-tuan membenarkan pemerasan itu, Tuan-tuan membenarkan kejahatan, apa itu di benarkan dalam Islam? Kan kita akan malu sebagai Muslim membiarkan yang demikian terjadi?”akhirnya Islam harus menentang keputusan sindikat dan berpihak pada petani.120

Douwager adalah salah satu gubermen Belanda, dia merasa sudah benar

dengan kedatangan Belanda dan sistem ekonomi yang ada. Minke membatah hal

tersebut, karena kebijakan Belanda sangat merugikan masyarakat, meski ketika

Belanda datang mengatas namakan berdagang.

“Eropa datang berdagang kemari, Tuan, tapi menjauhkan dirinya dari Pribumi. Malah memperdagangkannya.”“Eropa datang bukan untuk berdagang dengan kita. Mereka datang dengan meriam dan bedil.”“Apa pun alat yang dibawanya, mereka berdagang.”“Kalau sekarang ini aku todong Tuan dengan senapan, aku rampas semua pakaian Tuan, sehingga tinggal selembar setangan untuk menutup kemaluan, kemudian aku tinggalkan pada Tuan satu setengah sen, pastilah itu bukan berdagang. Dan itulah wajah Eropa colonial, sesungguhnya.”“Tuan lupa, meriam dan Bedil juga alat berdagang pada jamannya,” bantah Douwager. “Masih berlaku di banyak tempat sampai sekarang, kalau bangsa sudah ditaklukkan seperti di Hindia ini, bangsa taklukan dibikin jadi penghasil barang dagangan. Malah diperdagangkan.”

119 Ibid., hlm. 407.120

? Ibid., hlm. 483.

Page 77: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

“Sama saja, Tuan. Perdagangan terjadi hanya karena suka antara kedua belah pihak yang berkepentingan. Selama tak ada syarat itu, dan pertukaran terjadi, itu bukan perdagangan, itu kejahatan”121 .

S.D.I mulai berganti nama menjadi S.I ( Sarikat Islam), kalau S.D.I hanya

membahas masalah ekonomi semata, S.I tidak demikian, SI juga membahas politik,

budaya, dan juga ekonomi.

Dokumen keempat adalah sebuah laporan panjang dari Sala, memakan tidak kurang dari empat puluh halaman, di tulis oleh tangan yang mahir, kecil-kecil dan rampak, tapi dalam bahasa Melayu yang sangat buruk. Laporan itu mencatat tentang terjadinya kegiatan S.D.I. di Sala, yang menarik perhatian pemerintah putih dan Pribumi: haji Samadi dengan pimpinan S.D.I. cabang Sala telah mengeluarkan pernyataan, bahwa telah didirikan perkumpulan bernama Syarikat Islam dengan dia sendiri sebagai pimpinannya. Tetapi, semua pimpin di dalamnya adalah juga pimpinan S.D.I.122

S.D.I diseluruh daerah juag mengganti nama menjadi S.I, sesuai dengan

keputusan organisasi.

Cabang-cabang S.D.I. segera menyesuaikan diri dengan menamakan diri Syarikat Islam dalam suatu koperensi darurat di Sala. Arus anggota baru tak dapat kubendung. Aku mengerti, bahwa saat untuk berorganisasi telah tiba dalam daftar kebutuhan pribumi di Jawa. Tugasku menghadang ini. Tidak hanya aku saja. Aku kira semua ahli dan penguasa colonial terheran-heran mengikuti perkembangan Syarikat setelah terjadinya penyerahan pimpinan dari Minke ke tangan Hadji Samadi.123

Belanda untuk mempertahankan kekuasaanya salah satu strateginya adalah

memberi kesadaran mistis kepada rakyat Indonesia. Kesadaran kritis sama sekali

tidak diperbolehkan oleh Belanda, karena hal tersebut bisa membahayakan

keberadaanya di Indonesia.

121 Ibid., hlm. 405.122

? Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca (Yogayakarta: Hasta Mitra, 2002),. hlm. 134.123

? Ibid., hlm 146.

Page 78: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Sudah tepatkah pandangan Eropa colonial ini? Bukan saja tidak tepat, juga tidak benar. Tetapi Eropa colonial tidak berhenti sampai di situ. Setelah Pribumi jatuh dalam kehinaan dan tak mampu lagi membela dirinya sendiri, dilemparkannya hinaan yang sebodoh-bodohnya. Mereka mengetawakan penguasa-penguasa Pribumi di Jawa yang menggunakan tahyul untuk menguasai rakyatnya sendiri, dan dengan demikian tak mengeluarkan biaya untuk menyewa tenaga-tenaga kepolisian untuk mempertahankan kepentingannya. Nyai Roro Kidul adalah kreasi Jawa yang gemilang untuk mempertahankan kepentingan raja-raja Pribumi Jawa. Tapi juga Eropa mempertahankan tahyul: tahyul tentang hebatnya ilmu pengetahuan agar orang-orang jajahan tak melihat wajah Eropa, wujud Eropa, yang menggunakannya. Baik penguasa Eropa colonial maupun Pribumi sama korupnya124.

S.I mulai terpecah karena terlalu banyaknya anggota, sehingga kontrol

terhadap para anggotanya sangat sulit. Indische Partij, adalah aliran sosialisme yang

dibawa masuk oleh orang Belanda yang di usir dari negaranya, kemudian mereka

tinggal di Indonesia.

Syarikat aku anggap sebagai gelembung akibat samudra kehidupan yang telah teraduk unsur-unsur modern, dan pada suatu kali gelembungan ini akan meletus berpecahan tanpa meninggalkan bekas. Indische Partij lain lagi. Ia justru mempersatukan unsur-unsur manusia modern di Hindia, peranakan Eropa dan terpelajar Pribumi sekaligus. Dalam jumlah anggota ia tidak berarti dibandingkan dengan Syarikat. Dalam kesadaran berpolitik dia lebih unggul.dalam kesadaran berpolitik dia lebih unggul. Dalam kesadaran berpolitik Mas Tjokro masih harus banyak belajar dari mereka. Tapi bagaimana pun dua organisasi itu menyala di angkasa hitam seperti dua bintang, terpisah jutaan mil satu dari yang lain, tak pernah ada usaha pendekatan, jangankan persinggungan. Yang satu gemuk dengan kebanyakan anggota dan tak bisa berbuat apa-apa. Yang lain dengan hanya anggota ratusan orang dan bakal kurus-kering dirongrong oleh keinginan-keinginan tanpa batas125.

Tulisan ini tidak untuk mengucilkan kaum Nasrani, penggambaran Nasrani

di sini bukan agamanya. Hanya simbol Nasrani lahir di Eropa, maka Eropa yang

dimaksud oleh Pram. Eropa di sini adalah Belanda, dan juga sekutunya.

Aku tahu, bahwa aku harus mengelakkan percakapan yang menyudutkan ini. Benar sekali, bahwa pada jamannya agama juga politik. Bangsa-bangsa Hindia yang Nasarani memang tidak mencari pertengkaran dengang gubermen yang Nasrani pula, tetapi tulisan-tulisan Raden Mas Minke menunjukkan contoh-contoh, bahwa juga

124 Pramoedya Ananta Toer, op. cit. hlm. 77. 125

? Ibid., hlm. 175.

Page 79: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

orang-orang tertentu bisa mencari pertengkaran dengan bangsanya sendiri, seperti Khouw Ah Soe dan Ang San Mei. Benar mereka Protestan dan Katholik, tapi mereka bukan karena agama ikut berusaha menggulingkan dinasti Ching. Mereka digerakkan oleh sesuatu yang lain, yang bernama Nasionalisme.

Mas Marco Kartodikromo, dia adalah pencipta Sama Rata Sama Rasa.

Dengan slogan tersebut banyak masyarakat yang berani melawan Belanda, di

dukung juga oleh tulisan-tulisannya yang selalu membakar semangat nasionalisme.

Marco, Ia mencoba mengerti dan mengikuti arus jaman yang semakin santar mendatangi. Ia selau bercelana pantolan putih dan berbaju putih. Sisirannya selalu rapi sibak tengah, matanya dibukanya lebar-lebar selalu, seakan-akan tak hendak kehilangan sesuatu atas segala yang terjadi di sekelilingnya dan di dunia besar di luar negerinya126.

Tulisan di bawah ini memotret saat terjadinya perpecahan di dalam S.I,

perpecahan tersebut melahirkan banyak organisasi di antaranya PKI.

Mempertentangan dua golongan dari pandangan dan sikap yang berlain-lainan memang terlalu gampang. Tetapi akibatnya akan berlarut. Syarikat akan menghadapi mereka sebagai orang Eropa pada umunya, dan kebencian pukul rata pada Belanda akan menjadi hasilnya. Sedang sayap Marco, yang selama ini tidak mendapat medan untuk berpiawai akan menggunakan kesempatan ini. Bila ia memisahkan diri dari pimpinan Mas Tjokro, dengan sayapnya ia akan menjadi sangat berbahaya. Perkembangan secepat itu belum lagi diharapakan.127

Pram tidak lupa juga menulis tentang pemberontakan para karyawan

pegadaian, mereka adalah para anggota PKI. mereka menuntut kenaikan upah

dengan cara memboikot tidak masuk kerja, dan cara-cara tersebut juga diikuti oleh

anggota PKI yang lain.

Di Jawa Timur dan Tengah orang memekik-mekik menuntut kenaikan upah sambil membelot-kerja alias staking. Pegawai-pegawai pegadaian di beberapa tempat menolak memasuki tempat kerjanya dan kumpul-kumpul di pelataran, berbaur dengan orang-orang yang hendak menggadaikan. Buruh beberapa perkebunan kemudian mengikuti.

126 Ibid., hlm. 245.127

? Ibid., hlm. 291.

Page 80: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Bahasa melayu juga menjadi alat untuk melawan system feodal Belanda,

sebab bahasa tersebut lebih demokratis dari pada bahasa Belanda maupun Jawa.

“ Perhitungan tidak meleset. Hanya dengan bahasa Melayu bukan Gubermen, dan di antara orang-orang bebas, tidak dengan orang-orang dengan jabatan negeri, organisasi umum di hindia akan bisa menjadi besar dan subur. Beberapa kali aku harus bekerja keras meyakinkan Samadi, yang lebih menghendaki bahasa Jawa. Bahasa melayu, semakin jauh dari pengajaran Gubermen, semakin jauh dari orang-orang feodal, semakin demokratis dan menjadi alat perhubungan yang nyaman, memang bahasa bebas untuk orang bebas. Dan hanya golongan bebas yang akan menentukan nasib bangsa-bangsa Hindia, karena salah satu syarat untuk persatuan bagi bangsa-bangsa ganda ini adalah dekat mendekati atas dasar demokrasi128.”

Perkembangan kesadaran mulai terlihat di sini, bahwa media jurnalistik adalah

alat yang paling ampuh untuk melawan system yang menindas. Karena jurnalistik

mampu membangun opini masyarakat, tanpa harus pergi ke daerah-daerah tersebut.

Dari semua kegiatan Pribumi itu, ternyata yang dianggap mahkota kegiatan adalah jurnalistik. Dan barang tentu bukan jurnalistik sebagaimana dikenal oleh Eropa, tapi menulis di Koran atau majalah dengan nama terpampang, baik nama benar, nama pena atau inisial. Gejala baru ini langsung berasal dari Raden Mas Minke, ia pernah mengatakan pada salah seorang temannya: orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Ucapan lain dari si Gadis Jepara: menulis adalah bekerja untuk keabadian. Dan jurnalistik gaya Hindia merupakan perpaduan alamiah dari gerakan Pribumi untuk kepemimpinan dan keabadian.129

Berikut adalah tulisam Mas Marco Kartodikromo, dengan slogan “ Sama Rata

Sama Rasa” yang begitu kuat tuntutan keadilan :

Dari tulisannya (Mas Marco Kartodikromo) dapat diketahuai apa sesungguhnya yang selama ini hidup dalam sanubarinya.

Pada suatu hari dia tak mampu bekerja. Bininyapun tidak, karena telah jatuh sakit terlebih dahulu. Tinggal anaknya yang berumur sembilan tahun yang masih sehat. Tak urung punggawa desa memaksa anak umur sembilan tahun itu berangkat juga mewakili bapak dan emaknya.

128 Ibid., hlm. 226.129

? Ibid,. hlm. 352-353.

Page 81: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Anak ini menangis sepanjang jalan setapak yang empat kilo meter jauhnya itu. Bukan hanya karena lapar, kakinya disarangi bubul, dan patek meruyak sepenuh badan. Dalam iring-iringan yang berjalan lambat-lambat itu terdapat perempuan kurus yang sedang bunting tua, kakek-kakek yang bertongkat dan terbatuk-batuk, seorang lelaki yang menggendong anak susuan karena emaknya baru saja mati kelaparan.Iring-iringang calon mayat pada beberapa bulan mendatang semua menuju keselatan. Kekebun nila Gubermen. Kerja paksa. Tanam paksa! Tanpa upah. Cultuurstelsel Nama desa itu adalah Cepu. Bukan Cepu yang sekarang. Desa itu miskin. Tetapi bekas desa ini sekarang telah jadi distrik yang terkaya di Hindia. Disini aku dilahirkan. Disini pula aku dengarkan cerita orang-orang tua yang dahulu setiap hari dalam sekian bulan berangkat kekebun nila Gubermen, tanpa upah, tanpa jaminan, tidak sempat menggarap sawah dan ladang sendiri. Dan setiap hari ada saja diantara mereka berjatuhan mati karena sakit dan lapar.Desaku seperti desa-desa lain. Semestinya orang hidup bertani, mencari kayu dihutan, berternak kambing, sapi, ayam dan dirinya sendiri, dan hidup dalam keluarga besar. Tetapi cultuurstelsel telah mencerai beraikan keluarga besar itu dan merampas nasi dan jiwa mereka.Pendeknya jangan bayangkan Cepu desaku sebagai Cepu distrik yang sekarang ini. Cepu desaku dilindungi oleh begitu banyak pohon buah, Cepu distrik dilindungi oleh tiang-tiang listrik dan telfon.Sianak berumur sembilan tahu itu sudah bekerja selama sepuluh hari ketika Ia ditemui dirumahnya yang kosong dimalam hari. Daun-daunan yang ia kumpulkan dari perjalanan pulang Ia letakkan diatas lantai tanah . tungku dingin. Tak ada makanan, tak ada orang. Ia berseru-berseru memanggil-manggil bapak dan emaknya yang sakit tanpa jawaban. Ia pergi kerumah tetangga-tetangga. Melulu orang-orang sakit saja yang ada. Yang seperempat dan setengah sakitpun pada pergi. Menjelang subuh bapaknya pulang bergandengan tangan dengan orang-orang lain yang sama kehabisan tenaga, tunjang menunjang agar tak roboh dan tak tersasar dalam kegelapan. Mereka baru pulang dari menguburkan emaknya. Sebulan kemudian lebih banyak lagi orang dikuburkan semacam itu, termasuk bapaknya sendiri.Sibocah itu terus juga melakukan kerja paksa makannya rumput muda, karena itulah yang termudah didaptnya sewaktu kerja. Lagi pula daun dan buah muda petai cina itu, biarpun agak berasa, membikin semua rambutnya rontok, dan dalam keadaan kurus kering tanpa rambut, orang akan kelihatan seperti setan.Pada suatu kali orang mendengar kabar, Gubermen telah menghapuskan kebun nila, menghapuskan kerja tanam paksa. Tetapi desa itu terus juga melakukan tanam paksa sampai dua tahun lagi. Dikemudian hari dapat aku ketahui, tanam paksa setelah Gubermen menghapuskannya adalah untuk kepentingan pembesar-pembesar setempat, Eropa dan pribumi.Aku tak tahu bagaimana jalannya maka tanam paksa akal-akalan setempat itu akhirnya dihentikan. Mungkin juga karena pembagian hasil yang tidak seimbang. Pendeknya aku tahu. Itu urusan dewa-dewa yang berkuasa. Maka orang kembali mengerjakan sawah dan ladang yang telah kembali jadi hutan dan semak-semak. Penduduk telah berkurang lima puluh persen. Maka pembukaan hutan kembali dan semak itu tidak begitu sempurna. Dan pemerintah desa tidak menjadi lebih baik dengan penghapusan pertanian Negara alias Cultuurstelsel tu.

Page 82: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Kemudian menyusul berita-berita, kebun-kebun Gubermen akan dijadikan kebun swasta. Dan kebun-kebun itu akan jadi milik orang-orang Eropa. Orang-orang desa boleh bekerja di sana kalau mau, dengan mendapat upah cukup-cukup untuk makan sekeluarga.Sementara itu si bocah itu telah berumur sebelas tahun, sudah lebih kuat dari tiga tahun sebelumnya. Berita-berita itu tak pernah menjadi kenyataan. Yang benar: tanha-tanah perorangan dan desa malah dirampas oleh Gubermen, termasuk lima-perenam dari milik desa. Juga katanya untuk perkebunan sawsta. Melihat perampasan itu, petani-petani yang baru saja bangun dari kematian dan kelaparan, bangkit marah. Di pimpin oleh pak Samin, seorang desa lain, sebuah pemberontakan tani terjadi.Si bocah berumur tiga belas tahun itu menggambungkan diri dengan para pemberontak. Tapi petani-petani itu dikalahkan dan dikalahkan dengan mudah, oleh polisi lapangan, yang didatangkan dari kota. Mereka tak pernah berhadapan dengan kompeni, karena kabarnya semua mereka ditarik ke Aceh.Penduduk lelaki yang terlepas dari penangkapan kembali kedesa semula. Jumlahnya lebih sedikit lagi, mati dalam banyak pertempuran.Si bocah berumur lima belas.Rasa-rasa ketenangan dan kedamaian akan berlangsung terus dan tanah-tanah akan dikembalikan. Ternyata tidak. Tanah-tanah yang dirampas mulai dihutankan dengan jati. Katanya, tak ada perusahaan Eropa mau mengerjakan tanah rampasan, yang dianggap terlalu banyak mengandung kapur dan tidak subur itu.Ternyata bintang kecelakaan tetap bersinar. Kemudian penduduk diusir dari desa, karena perusahaan minyak akan mendirikan kantor-kantor dan kilang-kilang di situ. Penduduk pindah dengan ternaknya, kembali membabat hutan untuk ladang, sawah dan perumahan. Orang bilang, tanah yang dirampas itu akan diganti dengan uang, tapi tak seorang pun pernah melihat uang yang dijanjikan tanpa jumlah disebutkan itu. Bahkan setiap pohon di atas tanah rampasan, katanya, telah dibayar penuh. Hanya berita belaka.Desaku yang sejuk di bawah rerimbunan pohon-pohon buah seperti disulap berubah jadi tanah lapang. Podok-pondok hilang. Jalan-jalan yang indah dibangun, demikian juga gedung-gedung. Semua serba indah, hanya bukan milik penduduk desa.Si bocah tinggal di desanya yang baru. Disana ia kawin dengan sisa dari perawan-perawan yang tidak direnggut oleh maut. Dan di antara anak-anak adalah aku.Dikemudian hari, jauh di kemudian hari, dapat kuketahui, bahwa dalam hanya lima tahun, perusahaan minyak yang bermodal lima ribu gulden itu telah menjadi perusahaan raksasa dengan kekayaan setengah juta gulden. Penduduk yang terusir dari desanya tak pernah mendengar, apalagi melihat, keuntungan-keuntungan besar itu. Juga di kemudian hari kuketahui, bahwa jati yang dihasilkan oleh bumi nenek moyangku adalah jati terbaik di seluruh dunia, terkenal dengan nama dagang Java-teak. Bahkan kwalitas satu tak boleh dipergunakan di Hindia, hanya khusus untuk ekspor. Dan kami, tak pernah mendapat bagian dari keuntungan itu. Hanya seluruh kerugian dan kehilangan ditimpakan pada kami.Betapa anehnya pembagian rezeki dan pembagian nasib bikinan manusia ini. Aku tahu dan berani membuktikan, bahwa tuan-tuan minyak ini pada mulanya adalah insiyur Geologi Gubermen di Bandung. Dengan tugas Gubermen mereka melakukan eksplorasi-eksplorasi di daerah hidup aku, orang tuaku, tetangga dan sanak-keluarga, di atas tanah nenek-moyangku dilahirkan, dan dikuburkan. Penduduk desa selalu menyambut pendatang-pendatang itu dengan baik dan ramah, tak perduli warna kulit dan apa agamanya. Kayu-bakar, kelapa tua dan muda, buah-buahan

Page 83: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

kami antarkan ketempat mereka. Setelah sumber ditemukan, mereka balik kembali ke Bandung, dan : minta keluar dari jabatan Gubermen. Mereka kembali lagi ke Cepu sebagai nyamuk-nyamuk raksasa yang menyedot darah, daging, tanah kami, dan minyak kami dalam kandungan bumi nenek-moyangku. Dalam sepuluh tahun perusahaan minyak ini telah jadi perusahaan berjuta, sedang bekas tuan rumahnya telah kehilangan tanah dan tetap hidup dalam keadaan yang semakin miskin. Bukan itu saja, dari petani bebas berbahagia mereka mulai berubah jadi kuli-kuli bekas tamunya.Ketika pengeboran-pengeboran baru sedang giat-giatnya dilakukan di sekitar daerah hidup kami, aku dilahirkan. Bapakku, si bocah berpatek dan berbubul dulu, kini bukan lagi kuli minyak. Ia jadi lurah. Dan perusahaan minyak menjadi rakus akan tanah. Mereka takut saingan perusahaan-perusahaan minyak lainnya yang tumbuh seperti cendawan di sekitar daerah hidup kami. Tanah-tanah yang dirampas mulai dibayar. Pesaing-pesaing itu takut saling membongkar kejahatannya terhadap penduduk.Desa kami rasa-rasanya telah kehabisan tanah untuk melepas ternak besar kami. Bila ada salah seekor ternak kami lepas dan memasuki daerah perusahaan minyak, polisi minyak akan menangkapnya, menyitanya, dan pemiliknya dicari untuk didenda, seratus kali penghasilan umum dalam sehari, alias ringgit.Aku hanya hendak menceritakan, dalam pemerintahan Gubermen masih ada pemerintahan minyak, dua-duanya harus dipatahkan oleh penduduk desa kami.Sekarang ribuan orang dari daerah-daerah lain, segala bangsa, datang mencari penghidupan di Cepu. Dalam waktu pendek Cepu, yang tadinya terdiri hanya atas tiga desa berbiak menjadi dua puluh tiga desa, menjadi kota yang sibuk. Kejahatan dan kemesuman merajalela. Sipilis mulai merambat desa kami, dan meninggalkan orang-orang cacat dan invalid sebagai beban desa.Hampir-hampir terjadi pemberontakan lagi di kalangan petani. Mendadak beberapa orang di antara penduduk desa di tangkapi dan tak kembali lagi untuk selama-lamanya. Mereka ditangkapi oleh polisi-polisi minyak.Setelah itu rasa-rasanya keadaan takkan gelisah lagi. Seakan-akan kembalilah keamanan yang lama dalam segala kekerdilannya. Baik Gubermen maupun perusahaan minyak tetap tak berbagi keuntungan dengan penduduk. Dan pada kami tak ada ternak besar lagi. Peternakan desa pun telah tumpas semasa tanam-paksa.Kalau aku seorang Ameri Srikat, Tuan-tuan pembaca yang terhormat, tahulah Tuan-tuan apa yang akan aku perbuat: tarik pistol dan membela apa yang masih dapat dibela. Tapi aku hanya seorang bocah pribumi tanpa sarana, tanpa pengetahuan tentang dunia. Bahkan di mana sesungguhnya desa tempat kelahiranku di tengah-tengah dunia ini, aku tak tahu. Di mana tempat orang-orang yang memiskinkan kami aku tak tahu. Aku hanya lulusan sekolah desa tiga tahun, dididik untuk jadi kuli minyak, bekerja untuk mereka yang telah merampas tanah leluhurku. Dididik untuk tetap tidak berpengetahuan, dan mematuhi segala apa saja yang diperintahkan pada kami oleh tuan-tuan kulit putih.Ketika bapakku hendak meninggal, ia berpesan dengan sangat:“ Mereka telah merampas semua dari kita. Jangan, Nak, jangan kau lebih lama jadi kulinya. Pergi kau ke Bandung. Mengabdilah pada seorang yang mulia hati. Orang itu bernama Raden Mas Minke. Carilah orang itu. Lakukan segala yang diperintahkan kepadamu, dan contohlah perbuatannya yang baik130. “

C. Faham Realisme Sosialis dalam Realitas Empirik

130 Ibid….hlm. 246-250.

Page 84: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Realisme sosialis, meskipun berkecimpung dalam bidang sastra, ataupun

kesenian semisal lukis, teater, ketoprak, dan masih banyak lagi. Tapi realisme

sosialis selalu berangkat dari esensi masalah yang dihadapi masyarakat sekitarnya.

Seniman yang mampu merefleksikan ensensi realitas, sehingga seni tidak akan

pernah tercerabut dari permasalahan yang ada pada masyarakatnya.

Seni yang indah menurut Georg Lukacs, seorang tokoh realisme sosialis

berasal dari Uni Soviet, mengungkapkan kebenaran realitas. Kebenaran dalam

konsepsi Lukacs adalah jika realitas dipahami dalam totalitasnya. Pemahaman akan

realitas total hanya terjadi jika seniman mampu memahami gerak dialektik dari

realitas. Memahami adalah mengerti dengan melibatkan seluruh kesadaran diri.131

Hal ini yang dilakukan oleh Lekra, mereka mengirim para anggotnya ke

tempat-tempat penting di desa-desa kaum tani dan ke kampung-kampung kaum

buruh. Salah seorang tokoh PKI Njoto SOBSI atau lengkapnya atas nama kaum

buruh dengan semua serikat buruh anggotanya, setelah melukiskan perjuangan

kaum buruh juga dalam melawan kesulitan hidup agar tiada punah

Alangkah baiknya, jika keteguhan tekad kaum buruh ini dibacakan melalui karya-karya seni sastra, sehingga kaum buruh dapat lebih satu hati dan satu pikiran dalam perjuangan menghapuskan kepincangan sosial132.

Selanjutnya:

Kami menyatakan terimakasih atas ungkapan-ungkapan yang telah dilakukan oleh sastrawan dalam bentuk sajak-sajak, cerita-cerita pendek, karikatur-karikatur dan sebagainya terhadap semua keunggulan perjuangan rakyat Indonesia yang heroik dan

131 Georg Lukacs, Op. Cit. hlm. 12.132

? Pramoedya Ananta Toer, Op. Cit. hlm. 103-104.

Page 85: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

demokratis. Semua ini menambah keyakinan massa rakyat kearah kemenangan rakyat, pekerja. Alangkah baiknya, jika melalui karya-karya seni dan sastra dapat dibeberkan kenyataan-kenyataan sejarah yang objektif tentang kaum buruh yang lahirnya tampak kasar dan kotor, tapi isi batinnya, gelora hatinya, dan irama hidupnya adalah suci dan mulia, karena dalam otak kaum buruh tidak pernah terselip cita-cita untuk menggendutkan perutnya sendiri dengan memeras keringat orang lain. Yang dicita-citakan oleh kaum buruh adalah masyarakat baru yang menjamin semaksimal-maksimalnya kebutuhan-kebutuhan materiil dan kulturil, bagi semua orang yang bekerja133.

Dari kutipan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa antara seni dan realitas

itu sangat berhubungan erat. Sehingga jika seorang seniman ataupun sastrawan

ingin memotret tentang keadaan para buruh dan juga petani maka mereka

diharapkan turun langsung ke lapangan. Agar mereka para seniman tersebut dapat

merasakan apa yang dialami oleh para petani dan juga para buruh. Sehingga para

seniman dapat menggambarkan dengan pasti, dan juga detail setiap peristiwa yang

dialami oleh buruh dan petani tersebut. Sebagai mana pidato Njoto:

“Kami mengundang para seniman dan sastrawan yang cinta rakyat, baik yang tergabung ataupun yang tidak tergabung dalam Lekra untuk menyempatkan diri turun kebawah, bicara dan berunding langsung dengan kaum buruh dan para aktivisnya134”.

Seniman dalam realis sosialis harus juga turut merasakan, pahit dan getirnya,

kalah dan menangnya. Karena dalam kehendak masyarakat itulah terletak yang adil

dan benar, karena masyarakat buruh dan juga petani adalah masyarakat yang paling

merasakan dampak kesenjangan ekonomi. Dalam artian penindasan yang dilakukan

oleh para borjuis, entah itu berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak,

133 Ibid…hlm. 104.134

? Ibid…hlm. 105.

Page 86: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

ataupun minimnya gaji yang diterima. Sedangkan bagi petani, harga gabah yang

terus turun ataupun pengambilan atas tanah garapan mereka.

Tugas realisme sosialis juga memberikan dorongan pada rakyat yang masih

pasif, sugestif untuk lebih berani memenangkan keadilan merata, untuk maju, untuk

melawan dan menentang penindasan dan penghisapan serta penjajahan nasional

maupun internasional, bukan saja berdasarkan ilmu dan pengetahuan, terutama

memberanikan rakyat untuk melakukan orientasi terhadap sejarahnya sendiri.

Karena dalam penghisapan kapitalisme, rakyat kurang cukup medapatkan

dukungan apalagi melakukan orientasi bagi sejarahnya sendiri. Pemberanian-

pemberanian semacam ini sama halnya dengan penggalangan moral atau spiritual,

karena tanpa kekuatan spiritual tidak ada perjuangan itu bisa kuat.

Salah satu contoh dari militansi realisme sosialis dapat diketengahkan disini

sepenggal tulisan Mas Marco Kartodikromo seorang jurnalis dan yang menciptakan

slogan Sama Rata Sama Rasa dalam membela klas buruh:

“ Penghisapan yang begini macam kasta buruh haruslah dibantah dengan sekeras-kerasnya”“Tidak usah kita ambil contoh busuk, tetapi sekarang saja cukup. Siapakah yang menjalankan

mesin-mesin? Siapakah yang pergi kesana-kemari untuk mengatur perdagangan dan lain-lain? Siapakah yang menggalang rumah besar-besar dan gedung-gedung yang indah-indah itu?

“Sudah tentu buruh! Si modal tinggal menghisap cerutu saja”.“Siapakah yang menjadi soldadu?“Sudah tentu buruh!“Padahal militerisme bukan kecil artinya dalam dunia kemodalan. Jadi dalam ini perkara artinya

buruhlah yang menjalankan praktik untuk mengatur negeri. Majikan tinggal perintah-perintah saja sambil menunggu datangnya laba”.

“Umumlah memang bahwa buruh tak dapat mencapai pengetahuan yang tinggi-tinggi, sebab dalam jamannya kemodalan, pengetahuan itu dijual dengan harga yang setinggi-tingginya. Karena buruh itu miskin, tidak heran kalau mereka pada masa ini tinggal bodoh.”

“Padahal pengetahuan-pengetahuan yang bisa membikin kemajuan manusia itu tidak harus dijual sebagai barang dagangan, tetapi harus diberikan bagi kesejahteraan negeri. Lagi pula semua pelajaran itu sekarang terisi dengan racun kemodalan yang bisa menyempitkan angan-angan buruh”.

Page 87: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

“Dan jikalau buruh yang mulai dulu sampai sekarang itu yang menjalankan sekalian yang perlu buat pergaulan hidup, apakah buruh tak bisa mengatur ketentraman dengan peraturan yang dirembug dengan teman sejawatnya sendiri?”135

Sebagai salah satu aliran seni yang berlandaskan pada sosialis, maka tidak

heran jika yang menjadi landasan utama atau tinjauan utama adalah masalah

ekonomi. Di dalam “ Kata Pengantar ” buku Zur Kritik der Politischen Okonomie

(1859), Karl Marx jelas-jelas mengungkapkan bagaimana Karl Marx melihat

hubungan antara basis ekonomi dan superstruktur atau struktur atas (termasuk

sastra):

Cara memproduksi kehidupan yang bersifat materi menentukan proses kehidupan sosial, politik, dan intelektual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keberadaannya, melainkan sebaliknya, keadaan sosiallah yang menentukan kesadarannya. Pada tahap perkembangan tertentu, kekuatan produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan hubungan produksi yang ada, atau secara resmi, hubungan milik tempat mereka bekerja. Karena situasi perkembangan kekuatan produksi material dalam masyarakat berbenturan dengan hubungan produksi yang ada, atau secara resmi, hubungan milik tempat mereka bekerja. Karena situasi perkembangan kekuatan produksi. Hubungan kepemilikan ini menjadi belenggu bagi mereka. Kemudian, mulailah periode revolusi social. Dengan perubahan yang terjadi pada basis ekonomi, semua struktur atas tersebut cepat atau lambat dirombak.136

Memang akan sulit untuk menemukan teori estetika Karl Marx (misalnya

dalam bidang sastra), mengingat Karl Marx tidak pernah mengeluarkan rumusan-

rumusan baku mengenai hal tersebut. Estetika Karl Marx sebagian besar merupakan

tafsiran-tafsiran atas terori matrealisme histories yang menempatkan prinsip-prinsip

dealiktika materialis menjadi studi kehidupan dan studi perkembangan social.

135 Ibid…hlm. 31-31.136

? D.W. Fokkema dan Elrud Kunne-ibsch Teori sastra abad kedua puluh (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998) hlm. 106.

Page 88: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Karena hal tersebut, maka aliran realisme sosialis lebih banyak berkecimpung

dalam seni yang melawan sistem kapitalis. Dalam artian di sini bagai mana seorang

realisme sosialis mampu membawa penyadaran terhadap penindasan yang terjadi,

dan membakar semangat kaum tertindas, seperti buruh dan petani untuk melawan.

Realisme sosialis memandang, bahwa tugas seorang seniman bukan hanya

memberikan penghiburan semata. Karena itu realisme sosialis sangat tidak setuju

dengan istilah “seni untuk seni”. Sebab menurut mereka, istilah tersebut adalah ulah

para reaksioner yang lari dari tanggung jawab137. Seni justru hadir untuk perjuangan

masyarakat yang tertindas di dalam masyarakat kapitalis, bukan malah melarikan

diri. Dalam pandangan seperti itulah realisme sosialis lahir.

Realisme sosialis sebagai mana sosialis juga memandang para borjuis dan

kapitalis sebagai musuh utama. Kapitalisme tidak saja membuat pertentangan kelas

yang makin melebar antara pemilik modal dan buruh, namun juga memalsukan

kesadaran manusia, hingga menilai kehidupan melulu dalam ukuran materi. Tak

bisa disangkal bahwa dalam masyarakat kapitalis, seni pun telah direduksi

sedemikian rupa, hingga hanya menjadi komoditas. Seni diperjual belikan, dan

keindahan diukur dengan uang. Kritik-kritik seni dibangun sebatas kepentingan

modal138.

Menurut Lukacs, kapitalisme telah mengubah kesadaran manusia menjadi

kesadaran palsu yang menjauhkan manusia dari eksistensinya yang bebas, dan

137 Eka kurniawan, Op. Cit. hlm. 55.138

? Ibid….

Page 89: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

sebaliknya mendekatkan manusia pada karakter materi yang hanya mempunyai nilai

fungsional. Realisme sosialis datang sebagai upaya manusia untuk bebas dari

keterasingan yang lahir dari kesadaran palsu, dan kemudian menghantarnya menuju

suatu pemenuhan diri sebagai manusia utuh.139

Sebagaimana yang telah tercantum di atas, bahwa misi dari realisme sosialis

adalah untuk membangun kesadaran bagi masyarakat yang tertindas, tapi mereka

memakai media kesenian. Hal tersebut diperlukan untuk memudahkan media

penyampaian ajaran Marxis, bagi masyarakat petani, buruh dan kelas proletar

lainnya. Inilah tugas berat yang harus selalu diemban oleh para realisme sosialis.

Seperti yang telah dilakukan oleh Mas Marco Kartodikromo, seorang

wartawan yang kelak juga pelopor komitmen sosial dalam sastra sebagai mana di

catat oleh Pram. Mas marco Kartodikromo jugalah yang antara lain mempopulerkan

semboyan “Sama Rata Sama Rasa” dalam sebuah artikel yang dirasakan Belanda

sangat tajam, yang membuatnya dijebloskan kedalam penjara. Yang akhirnya dapat

membuat radikalisasi gerakan semakin memuncak, berhubungan dengan tindakan

pemerintah Hindia Belanda yang semakin represif. Dengan melakukan pengusiran

terhadap sejumlah tokoh yang dianggapnya radikal seperti Mas Marco

Kartodikromo, Semoen dan lain sebagainya.

Tujuan realisme sosialis dalam realitas yang ada adalah 1) Untuk apa dan

mengapa ia menulis? (2) Benar tidakkah materi penulisan, dan bagai mana

perkembangan dengan materi-materi tersebut sesuai dengan arah yang dikehendaki

139 Ibe karyanto, Op. Cit. hlm. 59.

Page 90: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

untuk menguntungkan sosialisme, untuk memenangkan keadilan sosial bagi semua

dan setiap orang? Karena semua dan setiap orang membutuhkanya.140

Realiatas harus mampu dihadirkan oleh karya seni realisme sosialis. Realitas

sekarang dialami rakyat, dan realitas masalah yang pernah terjadi, tidak hanya

dibiarkan berlalu begitu saja. Masyarakat harus sadar bahwa masa sekarang

merupakan pusat gerak sejarah di masa depan. Strategi perjuangan pembebasan

rakyat tidak akan berhasil tanpa memahami realitas-realitas tersebut. Di sini ada

kesatuan antara kesadaran seniman realisme sosialis yang membeberkan realitas

dalam karya-karyanya, dengan kesadaran masyarakat yang tengah menggerakkan

perjuangan pembebasan.

Dalam hal ini, posisi sastra realisme sosialis selamanya sebagai sastra

perlawanan. Jika suatu realitas sudah tidak lagi memenuhi tuntutan zaman, maka

bukan saja harus dirombak dan diubah, tetapi juga harus diberi realitas-realitas baru

sebagai jawaban atas tantangan zaman tersebut. Memang dalam parkteknya,

mengubah dan merombak realitas yang telah ada, kemudian menciptakan realitas

baru, tidak selamanya sesuai dengan direncanakan. Bahkan adakalanya keliru. Akan

tetapi, satu hal harus tetap dipegang, yakni prinsip untuk memenangkan proletar141.

Realisme sosialis adalah salah satu alat perjuangan sosialis, mereka harus

melihat segala permasalah yang ada dengan sifat kritis dan juga revolusioner. Maka

ketika melihat petani yang tertindas ataupun buruh, ada tanggung jawab yang di

140 Pramoedya Ananta toer, Op. Cit. hlm. 69. 141

? Ibid…, hlm 40.

Page 91: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

pikul para sastrawan atauapun seniman realisme sosialis untuk mengajak mereka

mereka merubah hal tersebut. Karena dalam pandangan realisme sosialis, tidak ada

penindasan yang lahir begitu saja. Semua hal pasti ada sebabnya, untuk itu

bagaimana membangun kesadaran bersama melawan penindasan tersebut. Sehingga

terciptalah keadilan yang merata diatas bumi.

Karena dalam pandangan para realisme sosialis termasuk Pram, realitas adalah

sebuah objek kajian yang harus diperjuangkan, seperti ketika ada seorang petani

yang terampas tanahnya. Dalam pandangan Pram, hal tersebut bukanlah suatu

kebetulan atau takdir semata, ada yang membuat hal tersebut terjadi. Sebagai mana

pemahaman orang sosialis, bahwa petani yang terampas haknya tersebut karena

pemilik modal yang ingin mengambil tanah petani tersebut. Maka petani tersebut

harus memperjuangkan tanah yang digarapnya, sebab seorang petani jika tidak

memiliki tanah maka dia bukanlah lagi seorang petani.

Pemahaman tersebut juga berlaku, untuk buruh atau manusia yang tertindas

lainnya. Buruh adalah orang yang berada paling bawah dalam struktur ekonomi,

yang paling atas adalah pemilik modal. Dan pemilik modal akan berusaha

mengambil untung yang sebanyak-banyaknya salah satunya dengan memberi upah

yang rendah pada buruh, maka agar buruh tidak lagi mendapat upah yang rendah

dan terjadi kesenjangan yang begitu jauh. Buruh haruslah berjuang untuk menuntut

haknya, sebagai mana yang terjadi saat ini. Banyak sekali buruh yang demo untuk

kenaikan upah.

Page 92: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Sebagaimana yang di lakukan Soekarno dalam Manifesto politiknya, bahwa

ekonomi harus diatur sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan. Dalam

penjelasan lebih jauh tentang hal tersebut, Soekarno mengingatkan bahwa

kapitalisme–kapitalisme serakah baik itu orang Indonesia maupun orang asing yang

mendominasi cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan hajat hidup

orang banyak harus diatur oleh negara dan tidak dijalankan oleh pengusaha-

pengusaha swasta. Agar menguntungkan investor-investor asing yang potensial,

Soekarno menekankan bahwa modal asing maupun selain Belanda, yang

memainkan peran negative akan mengalami nasib yang sama seperti halnya

perusahaan-perusahaan Belanda yang diambil alih oleh pemerintah142.

BAB IV

Pandangan Subtansial Pramoedya tentang Realisme Sosialis dalam

Novel Tetralogi

Bab keempat ini akan menganalisis lebih jauh mengenai tentang unsur

realisme sosialis yang terkandung dalam novel Tetralogi, setelah dalam bab-bab

sebelumnya diterangkan tentang realisme sosialis dalam pandangan Pram, yang

tercantum dalam tulisannya “ Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia”.

142 Jeanne S. Mintz, Muhammad Marx, Marhaen Akar Sosialisme Indonesia, terj. Zulhilmiyasri (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002) hlm. 251-252.

Page 93: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Di dalamnya Pram mengatakan secara singkat bahwa yang dimaksud dengan

realisme sosialis adalah pempraktikan sosialisme di bidang karya sastra.

Ada banyak pandangan yang mengandung unsur-unsur realisme sosialis yang

mempresentasikan gagasan Pram dalam berbagai novel dan tulisannya. Pram sangat

memahami bagaimana menyampaikan gagasan realisme sosialis.

Realisme sosialis dalam tafsiran kesenian Uni Soviet berarti seni yang

menggambarkan kemenangan, para pahlawan dan optimisme membangun ekonomi

dan masyarakat sosialis. Seni dituntut untuk mengutamakan kolektivitas, mangacu

pada gambaran masyarakat sedang bekerja atau berjuang, kecuali saat

menggambarkan para pahlawan seperti Lenin dan Stalin. Fungsi seni ditetapkan

sebagai alat mendidik buruh dengan nilai-nilai sosialis yang sejalan dengan garis

politik partai komunis. Karya-karya dari periode ini yang kemudian dikenal dan

dikecam dalam wacana kritik Barat sebagai kultus individu Lenin dan Stalin143.

A. Realisme Sosialis sebagai Upaya Membentuk Paradigma dan Orientasi Kehidupan

Ya, memang belum banyak yang bisa ku dapatkan dalam diriku. Jean marais bercita-cita mengisi hidup dengan lukisan-lukisan, bukan hanya menyambung hidup. Untuk apa aku menulis, sampai mendapatkan kemashuran sebanyak itu? Kau tidak adil Minke, kalau memburu kepuasan saja bisa mendapatkan kemashuran. Tidak adil! Orang-orang lain bekerja sampai berkeringat darah, mati-matian, jangankan mendapatkan kemasyhuran ,hanya untuk dapat makan dua kali sehari belum tentu bisa144.

143 Georg Lukacs, Realisme sosialis (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997)., hlm. XX.144 Pramoedya Ananta Toer, Anak Semua Bangsa ( Yogyakarta : Hasta Mitra, 2002), hlm.

209.

Page 94: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Kutipan di atas memberi gambaran tentang realisme sosialis, mengenai mental

priyayi, yang melahirkan kelas-kelas dalam masyarakat. Percakapan ini terjadi

ketika Minke harus menghadap seorang Bupati, yang Bupati tersebut jauh lebih

bodoh dibanding dia. Namun karena kelas-kelas yang telah terbangun maka ketika

Minke menghadap tetap harus berjalan sambil berjongkok dan menyembah dahulu.

Namun di sini Minke terlihat sombong atas pengetahuannya atas ilmu pengetahuan

yang dimilikinya, sehingga tidak terlihat pribadinya sebagai seorang sosialis yang

mencita-citakan persamaan hak. Mengenai hal tersebut digambarkan sangat jelas

oleh Pram dalam tulisan ini:

Jadi aku akan dihadapkan pada Bupati B. god! Urusan apa pula? Dan aku ini, siswa H.B.S., haruskah merangkak dihadapannya dan mengangkat sembah pada setiap titik kalimatku sendiri untukku sendiri untuk orang yang sama sekali tidak kukenal! Dalam berjalan ke pendopo yang sudah diterangi dengan empat buah lampu itu aku merasa seperti hendak menangis. Apa guna belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali butahuruf pula? God, God! Menghadap seorang bupati sama dengan bersiap menampung penghinaan tanpa boleh membela diri. Tak pernah aku memaksa orang lain berbuat semacam itu terhadapku. Mengapa harus aku lakukan untuk orang lain? Sambar geledek!145

Perbedaan kelas dalam masyarakat feodal dilakukan oleh pemerintahan

kolonial belanda. Sebagaimana kita tahu bahwa bangsa kolonial dan Eropa

menduduki kelas pertama, kedua kaum cina dan priyayi, ketiga adalah rakyat jelata.

Perbedaan ini berdampak pada kehidupan sehari-hari masyarakat misalnya

dalam hal kepemilikan tanah. Dimana dalam tetralogi, Pram juga tidak hanya

mempersoalkan kelas atau kasta masyarakat, tetapi menggambarkan mengenai

145

? Ibid…hlm.130-131.

Page 95: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

kepemilikan tanah sebagai basis produksi rakyat saat itu yang cenderung dikuasai

secara semena-mena oleh penguasa.

Dalam tetralogi banyak cerita-cerita Pram tentang nasib seorang petani yang

mempertahankan tanahnya dari pengambilan paksa pemilik modal, karena pemilik

modal tersebut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sementara petani tersebut

harus berjuang sendiri tanpa ada yang membelanya.

Dalam beberapa karyanya Pram juga terinspirasi dari Revolusi Perancis,

tentang perlawanan baru dari buruh yang hampir saja menggusur kekuatan De

Gaulle. Kejadian tersebut bermula dari kaum tani yang dirampas tanah garapannya

dan diusir begitu saja. Mereka tidak hanya harus lepas dari tanah garapannya, tetapi

juga terpaksa meninggalkan desanya untuk mencari penghidupan di kota. Di kota,

mereka juga sangat sukar menemukan apa yang diharapkan dan menyebabkan

banyak orang menjadi gelandangan. Tidak semua petani di rampas tanahnya ada

juga petani yang justru menjual tanahnya untuk kesenangan semata dalam artian

untuk memenuhi budaya konsumtif mereka. Peristiwa tersebut sangat

mempengaruhi perjalanan pemikiran sang tokoh, yaitu Minke.

“Berteriak apa orang-orang itu?”“yang tinggal di situ, Ndoro.”“Di rumah genteng itu?’“Betul, Ndoro.”“Mengapa diteriaki?” “Dia tak juga mau pindah dari tempatnya.”“Mengapa harus pindah?”“Mereka “ katanya bengis dan benci, “anjing-anjing prabik. Ini tanahku sendiri. Peduli apa hendak kuapakan,” ia seka keringat dari pundak146.

146 Pramoedya Ananta Toer, op. cit.,hlm. 174.

Page 96: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Perasaan tidak enak masih juga menongkrong dalam hatiku, karena petani yang seorang ini kembali bicara ngoko. Benar-benar dia petani yang sudah keluar dari golongannya. Dan apa pula gunanya aku hadapi baik-baik? Tapi kau sudah bertekad hendak mengenal bangsamu! Kau harus dapat mengenal kesulitannya. Dia salah seorang bangsamu yang tidak kau kenal, bangsamu yang hendak kau tulis kalau kau sudah mulai belajar mengenalnya!.147

Dan kau tidak beda dengan orang-orang lain. Kau tidak lebih tinggi, tidak lebih mulia dari Trunodongso . itu kalau kau benar-benar mengerti Revolusi Prancis. Bagaimana kau sekarang Minke?”148

Kesadaran lain juga lahir dari sang tokoh Minke, misalnya, tentang bahasa

yang merupakan sekat komunikatif antar golongan dan kelas waktu itu. Yang

kemudian muncul anjuran emansipatif dari obrolan Minke dengan seorang

perempuan bernama Nyai Ontosoroh. Minke menganggap menulis dalam bahasa

melayu sangat penting untuk mewujudkan persamaan kelas dan pencerahan kaum

pribumi karena bahasa malayu itu tidak mencerminkan watak feodalisme. Tetapi

saat ini bahasa daerah justru mesti dilestarikan terlepas dari perwatakan feodalis

ataupun tidak, seba bahasa daerah adalah warisan dari nenek moyang, siapa lagi

yang akan melestarikan kalau bukan generasi mendatang.

Juga kau hendak membelanya terhadap penindasan dengan bahasa oleh kau sendiri? Ha, kau tak mau menjawab. Kalau begitu memang tepat kau harus menulis Melayu, Minke, bahasa itu tidak mengandung watak penindasan, tepat dengan kehendak revolusi Prancis.149

“Aku lebih percaya pada Revolusi Perancis, Tuan Tollenaar. Kebebasan, persaudaraan dan persamaan, bukan hanya untuk diri sendiri seperti sekarang terjadi diseluruh daratan Eropa dan Ameriak Serikat, tapi untuk setiap orang, setiap dan semua bangsa manusia di atas bumi ini. Sikap begini dinamai sikap liberal sejati, Tuan.”150

147

? Ibid., hlm. 177.148

? Pramoedya Ananta Toer,. Op. cit., hlm 209.149 Ibid, hlm. 208.150

? Ibid., hlm. 302-303.

Page 97: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

“jangan salah artikan kebebasan dalam semboyan Revolusi Prancis” “orang Prancis sendiri juga banyak menyalah-artikan jadi bebas merampok dan bebas tak berkewajiban pada siapa pun, walhasil jadi sewenang-wenang tanpa batas. Kebesaran hanya untuk diri sendiri di negeri-sendiri! Semua terpelajar pribumi Asia dalam kebebasannya mempunyai kewajiban-kewajiban tak terbatas buat kebangkitan bangsanya masing-masing. Kalau tidak, eropa akana merajalela”.151

Gelombang emansipasi dari ciri realisme sosialis dari kutipan di atas, ternyata,

tidak hanya mengalir dan menjalari diri-diri pribadi kaum bumiputra nusantara saja

tetapi melampaui batas teritori geografis itu sampai mencakup Asia malah bukan

ke arah Jawa dimana tempat munculnya pribadi Minke. Ada unsur geopilitik disitu

dalam membaca segala gugus kebudayaan timur vis a vis barat yang tengah

menghegemonik dalam kenyataan sosial yang dimiskinkan dan disengsarakan.

Dalam pandangan geopolitik itu gugus itu merupakan satuan-satuan ekonomis dan

politis yang membentuk organisma masyarakat baru yang sedang diangankan oleh

Minke. Wawasan yang memandang keseluruhan satuan gugus itu untuk ukuran

sezaman itu cukuplah menyita dan menyedot perhatian para kolonialis. Itulah

sebabnya Minke adalah pribadi pribumi terdidik yang menyulitkan jalannya

penjajahan, dan berbahaya bagi pribadi-pribadi kolonialis. Namun lain bagi kaum

bumiputra, dia lentera bercahaya yang akan menerangi kesadaran dan

mambangkitkan bangsanya.

Salah satunya yang lain ialah ; jika dalam hukum ekonomi feodal, dalam

system maro atau bagi hasil, biaya penggarapan tanah sampai pembelian bibit dan

pemeliharaan tanaman dibebankan atau dipikul oleh petani yang menggarap tanah.

151

? Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah (Yogyakarta: hasta Mitra, 2002), Cet ke-4., hlm.79.

Page 98: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Sedang tuan pemilik tanah tidak kehilangan sesenpun untuk biaya produksi. Mereka

tinggal menerima saja hasil pembagian dari hasil produksi tanah miliknya yang di

bagi hasilkan atau yang digarap oleh petani penggarap. Sistem bagi hasil

sebenarnya tidak sepenuhnya merugikan petani, karena untuk saat ini sistem bagi

hasil bagi hasil justru lebih aman karena jika terjadi sesuatu hal atas tanah garapan

maka bisa di tanggung bersama.

“Tentu saja ini tanahmu sendiri,” kataku memberanikan dia dan diriku sendiri.“Lima bahu, warisan orang tua.”“Kau benar,” kataku, “ada kubaca di kantor tanah.”“Nah, ada tertulis dikantor tanah,” ia bicara pada dirinya sendiri. Ketegangannya mulai surut. Lambat-laun aku lihat ia mulai kembali jadi petani jawa yang rendah hati.“ Ya, Ndoro, sebenarnya sahaya sudah cukup bersabar. Warisan sahaya lima bahu (7096,5 m2), tiga sawah dan dua lading dan pekarangan rumah ini. Tiga bahu, sudah dipakai pabrik. Tidak sahaya sewakan secara baik-baik, tapi dipaksa secara kasar; priyayi pabrik, lurah, sinder, entah siapa lagi. Dikontrak delapan belas bulan. Delapan belas bulan! Nyatanya dua tahun. Mesti menunggu sampai bonggol-bonggol tebu habis didongkeli. Kecuali kalau mau cap jempol mengontrakkan lagi untuk musim tebu mendatang, Apa arti uang kontrak? Hitung punya hitung sewanya selalu tak pernah penuh. Anjing-anjing itu, Ndoro….sekarang ladang mau dikontrak. Pepohonan akan dirobohkan untuk tebu!”“Berapa sewa untuk satu bahu?” tanyaku sambil mengeluarkan alat tulis-menulis dari dalam tas, mengetahui, semua petani Jawa menaruh hormat pada barangsiapa melakukan pekerjaan tulis menulis. Akupun siap-siap mencatat.“Sebelas picis, Ndoro” jawabnya lancar. Mengherankan.“Sebelas picis, buat setiap bahu selama delapan belas bulan?” aku terpekik.“Betul, Ndoro.”“Tiga talen”“Kemana yang tiga puluh lima sen?”“Mana sahaya tahu, Ndoro. Cap jempol saja, kata mereka tidak lebih dari tiga talen sebahu. Delapan belas bulan, katanya. Nyatanya dua tahun sampai tunggul-tunggul tebu habis di dongkeli”.152

Ini menandaskan ciri realis-sosialis pada karya atau malah pada diri pribadi

Pram itu. Seperti Pram sendiri katakan ; “Bagi saya, keindahan itu terletak pada

kemanusiaan, yaitu perjuangan untuk kemanusiaan, pembebasan terhadap

152 Ibid., hlm. 178-179.

Page 99: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

penindasan. Jadi keindahan itu terletak pada kemurnian kemanusiaan, bukan dalam

mengutak-atik bahasa”. 153

“Tahu Tuan upah kuli tebu yang baik dalam sehari? Tiga talen sehari. Kalau orang kerja jadi kuli, dua hari saja, yang diperolehnya sudah melebihi sewa tanahnya sendiri sebanyak satu bahu. Siapa bilang orang lebih suka menggarap sawah sendiri daripada jadi kuli tebu? Berapa harga kerja cangkul dalam sehari? Tiga benggol, tidak lebih.”154

Penindasan bagi Pram bukan keindahan itu sendiri. Ini juga bukan berarti jika

ada derita sengsara disana itulah keindahan bersemayam. Keindahan, dalam karya-

karya pram ini adalah bukan tempat orang mencari jati diri tidak seperti dalam

novel-novel atau karya-karya sastra yang cendrung romantis-melankolis atau yang

bombastis. Penemuan jati diri malah mewujud ketika terlibat dalam gairah

semangat perjuangan kaum yang terlemahkan dan pembebasan dari penindasan

sama pemahamannya dalam semboyan Marxian yang berbunyi; “Di dalam kerja

engkau merdeka”. Inilah keindahan itu terletak dalam perjuangan dan gairah

semangat sasatrawi realis-sosialis Pram, mengangkat jati diri pribumi!

Bacalah petikan berikut ini; bukan indah yang menggoda genit, tapi kenyataan

(narasi) pedih dan derita kemanusiaan yang mengiris dari sekian tragedi sosial

akibat kolonialisme. Indah ! –bukan untuk dielem yang lantas menimbulkan gairah-

gairah yang sentimentil. Akan tetapi kepedihan yang menuntut untuk dihinggapi

kepedulian dan emansipasi. Novel tetralogi banyak sekali menampilkan kepedihan

153 Pramoedya Ananta Toer, Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia, ( Jakarta : Lentara Dipantara;2003),

154

? Ibid., hlm. 215.

Page 100: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

seolah-seolah itu adalah pengalaman pram yang masuk dalam novel tersebut.,

sehingga sering kali hal tersebut melahirkan kebingungan cerita tersebut

pengalaman Tirto Adhi Suryo atau Pram.

Pribumi bertombak dan berpanah akan mati bergelimangan lagi atas perintahnya, entah dimana akan terjadi. Demi keutuhan wilayah, kata-kata lain dari: demi keamanan modal besar Hindia. Darah, jiwa, perbudakan, penganiayaan perampasan, penghinaan akan terjadi lagi di bawah tudingan tangannya.155 Perlakuan sewenang-wenang dalam perusahaan-perusahaan kereta api, perkebunan, kantor-kantor Gubermen, perampasan anak gadis dan istri oleh pembesar-pembesar setempat dengan menggunakan kekuasaan yang ada pada mereka, mengisi permohonan-permohonan pertolongan.156

B. Pandangan Pramoedya Ananta Toer tentang Organisasi sebagai Sikap Melawan Imprealisme

Buah dari pembacaan atas pemahaman atas pikiran Pram dan proses

analisisnya menghasilkan apa yang menjadi sub-judul B ini. Melalui organisasi

proses perjalanan sebuah kesadaran kelas, status hukum dan politik, begitu kentara

dialami oleh bangsa ini dalam karya Pram, terutama pada sosok Minke. Dari

embrio-embrio tersebut lahirlah organisasi awal di Indonesia yang bernama Budi

Oetomo. Yang digawangi oleh para terpelajar Hindia. Organisasi tersebut, bertujuan

untuk memberi pengajaran pada semua orang tanpa ada kasta, karena yang boleh

sekolah di sekolah yang didirikan Belanda adalah orang Belanda sendiri, Indo, dan

juga para priyayi. B. O meski sebagai pelopor organisasi pertama tidak cukup

mampu untuk mengakomodir semua permasalahan yang terjadi di masyarakat saat

itu.

155 Ibid., hlm. 38 .156

? Ibid., hlm. 231.

Page 101: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Utusan Raden Tomo telah datang ke Bandung untuk menagih janji. Ia dan teman-temannya sesekolah telah berhasil membentuk sebuah organisasi sebagaimana pernah dianjurkan oleh dokter jawa pensiunan dulu. Juga olehku sendiri. Nama organisasi: Boedi Oetomo157.“Dan bahwa ada gerak dari minus ke plus pada umat manusia, dan itu dinamai gerak juang? Lupa kau, Koen? Atau B.O yang lupa? Kan B.O. tidak bermaksud mempertahankan yang ada, agar yang miskin tetap miskin, yang bodoh tetap bebal, dan yang sakit tinggallah menggeletak menungggu sakratulmaut?”158

Bentuk perlawanan emansipatoris terhadap segala hal di dalam karyanya

yang ada unsur pertentangan kelas, salah satunya, bukan hanya terjadi pada bentuk

sosial-ekonomi saja, tetapi juga dalam bentuk bahasa. Inilah awal kesadaran tentang

persamaan dan etos organisasi (kolektifisme) dalam mewujudkan persatuan

melawan hegemoni penjajah. Bahasa-lah wadah organisme kesadaran-kesadaran

itu.

“Dalam rapat-rapat cabang yang tahu bahasa Jawa tentu tak diharuskan berbahasa melayu. Tetapi kalu tingkatnya sudah Kongres atau tingkat Pusat, atau berhubungan dengan pusat, tak bisa tidak harus dipergunakan Melayu.” “Mengapa Jawa harus dikalahkan oleh Melayu?” “Diambil praktisnya, Mas. Sekarang, yang tidak praktis akan tersingkir. Bahasa Jawa tidak praktis. Tingkat-tingkat di dalamnya adalah bahasa presentasi untuk menyatakan kedudukan diri, melayu lebih sederhana. Organisasi tidak membutuhkan pernyataan kedudukan diri. Semua anggota sama, tak ada yang lebih tinggi atau lebih renadah.”159

Pemakaian bahasa melayu benar-benar diperjuangkan dalam berorganisasi

wadah pendidikan dan penyadaran kaum pribumi. Pram dalam narasi ini

menggambarkan kekuatan baru pada kaum bumiputra, terkhusus pada diri Minke,

dalam mencapai persamaan derajat dalam tingkat yang paling sublime dan dini;

yakni pada aras bahasa. Bahasa daerah pun sebenarnya anti penindasan, tapi yang

157 Ibid., hlm. 294.158

? Ibid., hlm. 315.159

? Ibid., hlm. 448.

Page 102: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

menjadi masalah adalah bahasa daerah itu berbeda-beda. Bahasa melayu adalah

bahasa persatuan di mana semua orang mengerti, bukan bahasa yang anti

penindasan. Pram di sini terlalu melebih-lebihkan.

Di kota-kota sepanjang pesisir utara Jawa Barat telah berdiri cabang-cabang dengan anggota rat-rata empat puluh sampai seratus orang. Di kota-kota pegunungan memang lebih sendat. Di Tasikmalaya, Garut dan Sukabumi nampak adanya kegiatan mengagumkan. Garut mencactat sejarah: disini pernah di adakan rapat umum propaganda S.D.I. rapat umum pertama.160

“Organisasi ini lahir di tanah Hindia sebagai organisasi Pribumi, bukan organisasi segala bangsa yang bermaksud untuk mrerugikan Pribumi. Tidak ada hak pada siapa pun, bangsa apa pun anggota atau bukan anggota S.D.I. untuk merugikan Pribumi, baik pedagangnya atau petaninya, ataupun tukang-tukangnya. Kalau ada cabang yang punya cara dan jalan sendiri yang sengaja dan diketahui melakukan tindakan merugikan terhadap pribumi, itu bukan cabang S.D.I. seluruh Hindia dapat melakukan tindakan serentak terhadap cabang durjana demikian. Aku yakin, saudara-saudara, dewan pimpinan pusat tidak akan ragu-ragu mengeluarkan titahnya.”161

Minke melihat bahwa bangsa Arab yang selama ini di pandang sebagai bangsa

yang terbelakang oleh orang Eropa ternyata sebenarnya lebih luas pengetahuan

keilmuannya. Di samping itu ekonomi yang di bangun di Negara Indonesia tidak

menindas, mereka berdagang dengan damai. Sebab dalam transaksi berdagang tidak

ada majikan dan buruh semua mempunyai kedudukan yang sama. Hal tersebut sesuai

dengan faham sosialisme yang menolak adanya klas dalam sistem masyarakat.

Orang Arab, yang sama sekali tidak pernah mendapat pendidikan Eropa ini, ternyata mempunyai pengetahuan praktis yang sangat patut untuk kuindahkan dan kupelajari. Putra-putranya ia kirim ke Universitas Turki, menguasai banyak bahasa modern.162

“Pedagang orang paling giat di antara umat manusia ini, Tuan. Dia orang paling pintar. Orang menamainya juga saudagar, orang dengan seribu akal. Hanya orang

160 Ibd., hlm. 416.i 161

? Ibid., hlm. 423.162

? Ibid., hlm. 400.

Page 103: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

bodoh bercita-cita jadi pegawai, kerjanya hanya disuruh-suruh seperti budak. Bukan kebetulan Nabi s.a.w pada mulanya juga pedagang. Pedagang mempunyai pengetahuan luas tentang ikhwal dan kebutuhan hidup, usaha dan hubungannya. Perdagangan membikin orang terbebas dari pangkat-pangkat, tak membeda-bedakan sesama manusia, apakah dia pembesar atau bawahan, bahkan budak pun. Pedagang berpikir cepat. Mereka menghidupkan yang beku dan menggiatkan yang lumpuh.”163

Perjuangan dalam merebut kesamaan klas, tidak hanya di dukung oleh

organisasi semata, tapi juga oleh landasan organisasi yang kuat. Sehingga progam

organisasi untuk memperjuangan kesamaan hak itu tercapai, dan landasan yang

paling kuat adalah agama islam. Minke memandang bahwa agama Islam agama yang

anti penjajahan, ini bisa terbukti dengan kedatangan para pedagang dari Arab yang

berdagang dengan baik-baik. Tidak seperti Belanda, mereka mengaku ingin

berdagang di Indonesia tapi setelah melihat kekayaan Indonesia mereka justru

berbalik arah menjadi menjajah. Sebagai mana yang sering di lakukan oleh orang-

orang kapitalis, Belanda datang ke Indonesia ingin meraih keuntungan sebesar-

besarnya dan mengeluarkan modal sekecil-kecilnya.

“Islam dan dagang mempunyai landasan lebih luas dan lebih mengikat dari pada indisch. Pikiran-pikiran Tuan bukan tidak kupertimbangkan. Landasannya tidak ada, kurang jelas. Setidaknya-tidaknya belum aku lihat, hanya berupa cita-cita, bukan kenyataan. Memang cita-cita bisa menjadi kenyataan di kemudian hari, tetapi landasannya tetap kenyataan sosial masakini”.164

Islam, kataku selanjutnya, yang secara tradisional melawan penjajah sejak semula Eropa datang ke Hindia, dan akan terus melawan selama penjajah berkuasa. Bentuknya yang paling lunak: menolak kerjasama, jadi pedagang. Tradisi itu patut di hidupkan dipimpin, tidak boleh mengamuk tanpa tujuan. Tradisi sehebat dan seperkasa itu adalh modal yang bisa menciptakan segala kebajikan untuk segala bangsa Hindia165.

163 Ibid., hlm. 400-401.164

? Ibid., hlm. 404.165

? Ibid., hlm. 407.

Page 104: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

“Teapi para petani itu adalah saudara-saudara kita sendiri, sebangsa kita sendiri, yang hendak diperas tanah dan duitnya secara gegabah oleh perusahaan-perushaan raksas Eropa, Arab dan Cina. Kalau Tuan-tuan membiarkan ini terjadi, Tuan-tuan membenarkan pemerasan itu, Tuan-tuan membenarkan kejahatan, apa itu di benarkan dalam Islam? Kan kita akan malu sebagai Muslim membiarkan yang demikian terjadi?”akhirnya Islam harus menentang keputusan sindikat dan berpihak pada petan.166i

Minke, sebagai tokoh protagonis. Membeberkan maksud kedatangan Belanda

ke Indonesia, meski mereka menggunakan dalih untuk berdagang. Tapi tujuan

utamanya adalah untuk menjajah, seperti yang telah diuraikan di atas. Ini sangat

berlainan dengan orang Arab yang hendak berdagang di Indonesia, mereka memang

benar-benar berniat untuk berdagang. Bukan untuk menjajah, sebagaimana dialog

dibawah ini:

“Eropa datang berdagang kemari, Tuan, tapi menjauhkan dirinya dari Pribumi. Malah memperdagangkannya.”“Eropa datang bukan untuk berdagang dengan kita. Mereka datang dengan meriam dan bedil.”“Apa pun alat yang dibawanya, mereka berdagang.”“Kalau sekarang ini aku todong Tuan dengan senapan, aku rampas semua pakaian Tuan, sehingga tinggal selembar setangan untuk menutup kemaluan, kemudian aku tinggalkan pada Tuan satu setengah sen, pastilah itu bukan berdagang. Dan itulah wajah Eropa colonial, sesungguhnya.”“Tuan lupa, meriam dan Bedil juga alat berdagang pada jamannya,” bantah Douwager. “Masih berlaku di banyak tempat sampai sekarang, kalau bangsa sudah ditaklukkan seperti di Hindia ini, bangsa taklukan dibikin jadi penghasil barang dagangan. Malah diperdagangkan.”“Sama saja, Tuan. Perdagangan terjadi hanya karena suka antara kedua belah pihak yang berkepentingan. Selama tak ada syarat itu, dan pertukaran terjadi, itu bukan perdagangan, itu kejahatan”167 .

Ini adalah awal lahirnya S.I. Menjelang akhir tahun 1919, pimpinan pusat S.I

berhasil menyatukan 22 Serikat Dagang Indonesia dengan jumlah anggota 77.000 di

bawah satu komando168. Serikat Dagang Indonesia bertujuan untuk menahan laju

166 Ibid., hlm. 483.167

? Ibid., hlm. 405.168

Page 105: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

gerak ekonomi orang Cina dan juga Eropa yang sudah sangat menghegemoni

masyarakat pribumi, Serikat Dagang Indonesia bermula dari para pedagang batik di

Sala dan Yogya. Sebab kain yang mereka butuhkan untuk membatik dijual dengan

harga tinggi oleh orang Cina yang sudah bersekutu dengan Eropa (Belanda).

Sehingga dibutuhkan organisasi untuk melawan sistem penindasan yang mereka

lakukan.

Sedangkan Sarikat Islam adalah kepanjangan dari organisasi SDI, yang

membedakan SDI dengan SI adalah perjuangan yang dilakukannya. Jika SDI lebih

berkecimpung hanya dalam wilayah basis ekonomi semata, SI lebih luas cakupan

perjuangannya semisal politik. Perjuangan SI untuk persamaan dalam hal politik

bagi masyarakat pribumi, Minke sadar perjuangan persamaan hak tidak hanya di

lakukan dengan mengangkat sejata. Tapi juga harus lewat organisasi yang kuat,

sehingga penekanan terhadap sistem feodal juga di lakukan lewat negosiasi, yang

diharapkan terwujudnya persamaan hak. Hal tersebut dapat dibaca di dalam cerita

di bawah ini:

Dokumen keempat adalah sebuah laporan panjang dari Sala, memakan tidak kurang dari empat puluh halaman, di tulis oleh tangan yang mahir, kecil-kecil dan rampak, tapi dalam bahasa Melayu yang sangat buruk. Laporan itu mencatat tentang terjadinya kegiatan S.D.I. di Sala, yang menarik perhatian pemerintah putih dan Pribumi: haji Samadi dengan pimpinan S.D.I. cabang Sala telah mengeluarkan pernyataan, bahwa telah didirikan perkumpulan bernama Syarikat Islam dengan dia sendiri sebagai pimpinannya. Tetapi, semua pimpin di dalamnya adalah juga pimpinan S.D.I.169

Cabang-cabang S.D.I. segera menyesuaikan diri dengan menamakan diri Syarikat Islam dalam suatu koperensi darurat di Sala. Arus anggota baru taka dapat kubendung. Aku mengerti, bahwa saat untuk berorganisasi telah tiba dalam daftar

? Jeanne S. Mintz, Op, Cit. hlm. 56.169 Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca (Yogayakarta: Hasta Mitra, 2002),. hlm. 134.

Page 106: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

kebuthan pribumi di Jawa. Tugasku menghadang ini. Tidak hanya aku saja. Aku kira semua ahli dan penguasa colonial terheran-heran mengikuti perkembangan Syarikat setelah terjadinya penyerahan pimpinan dari Minke ke tangan Hadji Samadi.170

Para kapitalis juga membangun kesadaran mistik pada masyarakat untuk

melanggengkan kekuasaan. Sehingga mereka tidak bisa berbifikir secara kritis dan

diharapkan agar dengan hal tersebut masyarakat yang tertindas tidak berontak. Ini

cara yang paling ampuh untuk mengamankan modal yang telah di tanam oleh para

kapitalis, ketika masyarakat tidak bisa lagi berfikir kritis maka akan tetap tercipta

klas antara kapital dan juga proletar. Tulisan Minke di bawah ini, untuk mengugah

kesadaran masyarakat yang ada tentang pentingnya ilmu pengetahuan. Sehingga

mereka tidak takut lagi melakukan perlawanan terhadap sistem kapitalis yang ada.

Mistik sampai sekarang masih di percaya oleh sebagian masayarakat, dan hal

tersebut sebenarnya bukan di lahirkan oleh belanda tetapi sudah keyakinan dari

nenek moyang yang sebelum datangnya agama-agama beraliran mistisisme.

Sudah tepatkah pandangan Eropa colonial ini? Bukan saja tidak tepat, juga tidak benar. Tetapi Eropa colonial tidak berhenti sampai di situ. Setelah Pribumi jatuh dalam kehinaan dan tak mampu lagi membela dirinya sendiri, dilemparkannya hinaan yang sebodoh-bodohnya. Mereka mengetawakan penguasa-penguasa Pribumi di Jawa yang menggunakan tahyul untuk menguasai rakyatnya sendiri, dan dengan demikian tak mengeluarkan biaya untuk menyewa tenaga-tenaga kepolisian untuk mempertahankan kepentingannya. Nyai Roro Kidul adalah kreasi Jawa yang gemilang untuk mempertahankan kepentingan raja-raja Pribumi Jawa. Tapi juga Eropa mempertahankan tahyul: tahyul tentang hebatnya ilmu pengetahuan agar orang-orang jajahan tak melihat wajah Eropa, wujud Eropa, yang menggunakannya. Baik penguasa Eropa colonial mau pun Pribumi sama korupnya171.

Indische Partij adalah organisasi orang belanda yang di pimpin oleh H. J.

F.M. Sneevliet. Mereka adalah orang-sosialis. Kelompok ini yang kemudian

170

? Ibid., hlm 146.171 Pramoedya Ananta Toer, op. cit. hlm. 77.

Page 107: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

berkembang menjadi Partai Komunis Indonesia.172 PKI, sebagai penganut faham

sosialis melakukan berbagai upaya penyadaran terdapat sistem klas yang tercipta di

masyarakat, salah satunya adalah Lekra. Dengan semangat sosialis tersebut Indische

Partij melakukan penyadaran terhadap sistem kapitalis yang menindas terhadap

masayarakat Indonesia, yang membuat masyarakat Indonesia jatuh ke dalam jurang

kemiskinan tiada ujungnya. Sedangkan kapitalis (Belanda) hidup dengan penuh

kemewahan, bahkan penghisapan kekayaan yang dilakukan oleh Belanda bisa

menutupi semua hutang kerajaan Belanda. Orang Belanda yang berfaham

sosialisme tetap eksklusif, mereka tidak mau bergabung dengan organisasi yang

ada. Mereka mendirikan organisasi baru, karena mereka merasa superior.

Syarikat aku anggap sebagai gelembung akibat samudra kehidupan yang telah teraduk unsure-unsur modern, dan pada suatu kali gelembungan ini akan meletus berpecahan tanpa meninggalkan bekas. Indische Partij lain lagi. Ia justru mempersatukan unsure-unsur manusia modern di Hindia, peranakan Eropa dan terpelajar Pribumi sekaligus. Dalam jumlah anggota ia tidak berarti dibandingkan dengan Syarikat. Dalam kesadaran berpolitik dia lebih unggul.dalam kesadaran berpolitik dia lebih unggul. Dalam kesadaran berpolitik Mas Tjokro masih harus banyak belajar dari mereka. Tapi bagaimana pun dua organisasi itu menyala di angkasa hitam seperti dua bintang, terpisah jutaan mil satu dari yang lain, tak pernah ada usaha pendekatan, jangankan persinggungan. Yang satu gemuk dengan kebanyakan anggota dan tak bisa berbuat apa-apa. Yang lain dengan hanya anggota ratusan orang dan bakal kurus-kering dirongrong oleh keinginan-keinginan tanpa batas173.

Di sini Pram bukan membenci agama Nasrani, tetapi dari mana agama

tersebut lahir. Yang dimaksud disini adalah Belanda, yang menjadi penghisap atas

172

? Jeanne S. Mintz, Op. Cit. hlm. 30.173 Ibid., hlm. 175.

Page 108: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

sekian ekonomi bagi bangsanya. Salah satu tujuan Belanda datang ke Indonesia

juga untuk menyebarkan agama Nasrani, di samping menjajah.

Aku tahu, bahwa aku harus mengelakkan percakapan yang menyudutkan ini. Benar sekali, bahwa pada jamannya agama juga politik. Bangsa-bangsa Hindia yang Nasarani memang tidak mencari pertengkaran dengang gubermen yang Nasrani pula, tetapi tulisan-tulisan Raden Mas Minke menunjukkan contoh-contoh, bahwa juga orang-orang tertentu bisa mencari pertengkaran dengan bangsanya sendiri, seperti Khouw Ah Soe dan Ang San Mei. Benar mereka Protestan dan Katholik, tapi mereka bukan karena agama ikut berusaha menggulingkan dinasti Ching. Mereka digerakkan oleh sesuatu yang lain, yang bernama Nasionalisme.

Mas Marco Kartodokromo adalah pencipta semboyan “Sama Rata Sama

Rasa”. Semboyan ini di kalangan rakyat jelata mempunyai kekuatan yang

menghidupi, dan semboyan inilah yang memberikan sumbangan yang tidak sedikit

artinya bagi perjuangan untuk memenangkan kemerdekaan nasional yang

ditingkatkan dengan revolusi nasional sekaligus mengandung di dalamnya keadilan

sosial174. Hal tersebut adalah perjuangan orang-orang sosialis.

Marco, Ia mencoba mengerti dan mengikuti arus jaman yang semakin santar mendatangi. Ia selau bercelana pantolan putih dan berbaju putih. Sisirannya selalu rapi sibak tengah, matanya dibukanya lebar-lebar selalu, seakan-akan tak hendak kehilangan sesuatu atas segala yang terjadi di sekelilingnya dan di dunia besar di luar negerinya175.

Organisasi SI mulai pecah, menjadi dua bagian yaitu SI dan PKI. pada tahun

1926, akhirnya Semaun keluar dari SI meski dihalang-halangi oleh orang-orang SI

yang masih memegang posisi-posisi puncak. Semaun tetap keluar untuk membuat

federasi serikat dagang tandingan dengan anggota 14 serikat termasuk VSTP atau

174 Pramoedya Ananta Toer, Op. Cit. hlm. 96.175

? Ibid., hlm. 245.

Page 109: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

serikat pekerja kereta api176. Ini awal mula organisasi sosialis pertama di Indonesia

yang didirikan oleh orang Indonesia yang berfajam sosialisme.

Mempertentangan dua golongan dari pandangan dan sikap yang berlain-lainan memang terlalu gampang. Tetapi akibatnya akan berlarut. Syarikat akan menghadapi mereka sebagai orang Eropa pada umunya, dan kebencian pukul rata pada Belanda akan menjadi hasilnya. Sedang sayap Marco, yang selam ini tidak mendapat medan untuk berpiawai akan menggunakan kesempatan ini. Bila ia memisahkan diri dari pimpinan Mas Tjokro, dengan sayapnya ia akan menjadi sangat berbahaya. Perkembangan secepat itu belum lagi diharapakan.177

Ini adalah penggambaran pemogokan para pekerja, yang didukung oleh PKI,

PKI yang melakukan advokasi kepada para buruh untuk menuntut persamaan hak

kepda para pemilik modal. Hal tersebut sesuai dengan slogan Karl Marx yaitu “

Bersatulah Buruh Sedunia “.

Di Jawa Timur dan Tengah orang memekik-mekik menuntut kenaikan upah sambil membelot-kerja alias staking. Pegawai-pegawai pegadaian di beberapa tempat menolak memasuki tempat kerjanya dan kumpul-kumpul di pelataran, berbaur dengan orang-orang yang hendak menggadaikan. Buruh beberapa perkebunan kemudian mengikuti178.

C. Pandangan Pramoedya Ananta Toer tentang Jurnalistik sebagai Jalan Efektif Membangun Kesadaran

Di sinilah sastra realisme sosialis mengabdikan dirinya, di bidang tulisan. Hal

tersebut sebagai mana yang diungkapkan oleh Pram sendiri bahwa satsra sosialis

lahir dari orang-orang Indonesia yang berjiwa sosialisme yang di lahirkan oleh

perkembangan masyarakat itu sendiri yang menderita keadilan.179 Sering kali

176

? Jeanne S. Mintz, Op. Cit,. hlm. 56.177 Ibid., hlm. 291.178

? Ibid,hlm. 184.179

Page 110: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

penderitaan yang ditampilkan sastra realisme sosialis sangat berlebihan, yang

akhirnya dapat melahirkan kebencian kepada orang kaya. Padahal tidak semua

orang kaya tersebut adalah pemeras.

“ Perhitungan tidak meleset. Hanya dengan bahasa Melayu bukan Gubermen, dan di antara orang-orang bebas, tidak dengan orang-orang dengan jabatan negeri, organisasi umum di hindia akan bisa menjadi besar dan subur. Beberapa kali aku harus bekerja keras meyakinkan Samadi, yang lebih menghendaki bahasa Jawa. Bahasa melayu, semakin jauh dari pengajaran Gubermen, semakin jauh dari orang-orang feodal, semakin demokratis dan menjadi alat perhubungan yang nyaman, memang bahasa bebas untuk orang bebas. Dan hanya golongan bebas yang akan menentukan nasib bangsa-bangsa Hindia, karena salah satu syarat untuk persatuan bagi bangsa-bangsa ganda ini adalah dekat mendekati atas dasar demokrasi180.”

Tulisan di bawah ini sangat mencerminkan tentang realisme sosialis, metode

dasar kesusastraan, dan kritik sastra Soviet, yang menuntut pengarang untuk

memberikan penggambaran kenyataan yang penuh kebenaran dan konkret secara

historis dalam perkembangan revolusinya. Sementara itu, kebenaran dan konkret

historis suatu pelukisan kenyataan aritistik harus dikombinasikan dengan tugas

pendidikan dan pemulihan ideologi pekerja dengan semangat sosialisme.181 Karena

mengemban tugas berat untuk memenangkan sosialisme, sering kali sastra realisme

sosialis sangat kering dengan bahasa yang mendayu-dayu terkesan keras, sehingga

membuat tidak nyaman bagi yang membacanya.

Dari semua kegiatan Pribumi itu, ternyata yang dianggap mahkota kegiatan adalah jurnalistik. Dan barang tentu bukan jurnalistik sebagaimana dikenal oleh Eropa, tapi menulis di Koran atau majalah dengan nama terpampang, baik nama benar, nama pena atau inisial. Gejala baru ini langsung berasal dari Raden Mas Minke, ia pernah mengatakan pada salah seorang temannya: orang boleh pandai etinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Ucapan

? Pramoedya Ananta Toer, Op, Cit. hlm 57.180 Ibid., hlm. 226.181

? D.W. Fokkema dan Elrud Kunne-Ibsch, Op. Cit. hlm. 123.

Page 111: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

lain dari si Gadis Jepara: menulis adalah bekerja untuk keabadian. Dan jurnalistik gaya Hindia merupakan perpaduan alamiah dari gerakan Pribumi untuk kepemimpinan dan keabadian.182

Ini adalah tulisan Mas Marco Kartodikromo, seorang yang pernah keluar

masuk penjara. Mas Marco Kartodikromo adalah seorang penganut faham realisme

sosialis, dia juga termasuk anggota PKI. Maka tidak mengherankan jika tulisannya

sarat dengan muatan terhadap penderitaan yang terjadi di masyarakat, serta kritik

terhadap sistem kapitalis yang sering membuat orang menjadi sengsara. Advokasi

yang paling ampuh adalah dengan media jurnalistik, karena lewat jurnalistik faham

sosialisme mudah menyebar kemana-mana. Sebab salah satu tujuan jurnalistik

adalah “ Membangun Opini Publik “. Sehingga keberadaannya sangat di signifikan

untuk menyebarkan faham sosilaisme, dan membangun kritisisme masyarakat.

Dari tulisannya (Mas Marco Kartodikromo) dapat diketahui apa sesungguhnya yang selama ini hidup dalam sanubarinya.

Pada suatu hari dia tak mampu bekerja. Bininyapun tidak, karena telah jatuh sakit terlebih dahulu. Tinggal anaknya yang berumur sembilan tahun yang masih sehat. Tak urung punggawa desa memaksa anak umur sembilan tahun itu berangkat juga mewakili bapak dan emaknya.Anak ini menangis sepanjang jalan setapak yang empat kilo meter jauhnya itu. Bukan hanya karena lapar, kakinya disarangi bubul, dan patek meruyak sepenuh badan. Dalam iring-iringan yang berjalan lambat-lambat itu terdapat perempuan kurus yang sedang bunting tua, kakek-kakek yang bertongkat dan terbatuk-batuk, seorang lelaki yang menggendong anak susuan karena emaknya baru saja mati kelaparan.Iring-iringan calon mayat pada beberapa bulan mendatang semua menuju keselatan. Kekebun nila Gubermen. Kerja paksa. Tanam paksa! Tanpa upah. Cultuurstelsel Nama desa itu adalah Cepu. Bukan Cepu yang sekarang. Desa itu miskin. Tetapi bekas desa ini sekarang telah jadi distrik yang terkaya di Hindia. Disini aku dilahirkan. Disini pula aku dengarkan cerita orang-orang tua yang dahulu setiap hari dalam sekian bulan berangkat kekebun nila Gubermen, tanpa upah, tanpa

182

? Ibid,. hlm. 352-353.

Page 112: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

jaminan, tak sempat menggarap sawah dan ladang sendiri. Dan setiap hari ada saja diantara mereka berjatuhan mati karena sakit dan lapar.Desaku seperti desa-desa lain. Semestinya orang hidup bertani, mencari kayu dihutan, berternak kambing, sapi, ayam dan dirinya sendiri, dan hidup dalam keluarga besar. Tetapi cultuurstelsel telah mencerai beraikan keluarga besar itu dan merampas nasi dan jiwa mereka.Pendeknya jangan bayangkan Cepu desaku sebagai Cepu distrik yang sekarang ini. Cepu desaku dilindungi oleh begitu banyak pohon buah, Cepu distrik dilindungi oleh tiang-tiang listrik dan telfon.Sianak berumur sembilan tahu itu sudah bekerja selama sepuluh hari ketika Ia ditemui dirumahnya yang kosong dimalam hari. Daun-daunan yang ia kumpulkan dari perjalanan pulang Ia letakkan diatas lantai tanah . tungku dingin. Tak ada makanan, tak ada orang. Ia berseru-berseru memanggil-manggil bapak dan emaknya yang sakit tanpa jawaban. Ia pergi kerumah tetangga-tetangga. Melulu orang-orang sakit saja yang ada. Yang seperempat dan setengah sakitpun pada pergi. Menjelang subuh bapaknya pulang bergandengan tangan dengan orang-orang lain yang sama kehabisan tenaga, tunjang menunjang agar tak roboh dan tak tersasar dalam kegelapan. Mereka baru pulang dari menguburkan emaknya. Sebulan kemudian lebih banyak lagi orang dikuburkan semacam itu, termasuk bapaknya sendiri.Sibocah itu terus juga melakukan kerja paksa makannya rumput muda, karena itulah yang termudah didapatnya sewaktu kerja. Lagi pula daun dan buah muda petai cina itu, biarpun agak berasa, membikin semua rambutnya rontok, dan dalam keadaan kurus kering tanpa rambut, orang akan kelihatan seperti setan.Pada suatu kali orang mendengar kabar, Gubermen telah menghapuskan kebun nila, menghapuskan kerja tanam paksa. Tetapi desa itu terus juga melakukan tanam paksa sampai dua tahun lagi. Dikemudian hari dapat aku ketahui, tanam paksa setelah Gubermen menghapuskannya adalah untuk kepentingan pembesar-pembesar setempat, Eropa dan pribumi.Aku tak tahu bagaimana jalannya maka tanam paksa akal-akalan setempat itu akhirnya dihentikan. Mungkin juga karena pembagian hasil yang tidak seimbang. Pendeknya aku tahu. Itu urusan dewa-dewa yang berkuasa. Maka orang kembali mengerjakan sawah dan ladang yang telah kembali jadi hutan dan semak-semak. Penduduk telah berkurang lima puluh persen. Maka pembukaan hutan kembali dan semak itu tidak begitu sempurna. Dan pemerintah desa tidak menjadi lebih baik dengan penghapusan pertanian Negara alias Cultuurstelsel tu.Kemudian menyusul berita-berita, kebun-kebun Gubermen akan dijadikan kebun swasta. Dan kebun-kebun itu akan jadi milik orang-orang Eropa. Orang-orang desa boleh bekerja di sana kalau mau, dengan mendapat upah cukup-cukup untuk makan sekeluarga.Sementara itu si bocah itu telah berumur sebelas tahun, sudah lebih kuat dari tiga tahun sebelumnya. Berita-berita itu tak pernah menjadi kenyataan. Yang benar: tanha-tanah perorangan dan desa malah dirampas oleh Gubermen, termasuk lima-perenam dari milik desa. Juga katanya untuk perkebunan swasta. Melihat perampasan itu, petani-petani yang baru saja bangun dari kematian dan kelaparan, bangkit marah. Di pimpin oleh pak Samin, seorang desa lain, sebuah pemberontakan tani terjadi.Si bocah berumur tiga belas tahun itu menggambungkan diri dengan para pemberontak. Tapi petani-petani itu dikalahkan dan dikalahkan dengan mudah, oleh

Page 113: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

polisi lapangan, yang didatangkan dari kota. Mereka tak pernah berhadapan dengan kompeni, karena kabarnya semua mereka ditarik ke Aceh.Penduduk lelaki yang terlepas dari penangkapan kembali kedesa semula. Jumlahnya lebih sedikit lagi, mati dalam banyak pertempuran.Si bocah berumur lima belas.Rasa-rasa ketenangan dan kedamaian akan berlangsung terus dan tanah-tanah akan dikembalikan. Ternyata tidak. Tanah-tanah yang dirampas mulai dihutankan dengan jati. Katanya, tak ada perusahaan Eropa mau mengerjakan tanah rampasan, yang dianggap terlalu banyak mengandung kapur dan tidak subur itu.Ternyata bintang kecelakaan tetap bersinar. Kemudian penduduk diusir dari desa, karena perusahaan minyak akan mendirikan kantor-kantor dan kilang-kilang di situ. Penduduk pindah dengan ternaknya, kembali membabat hutan untuk ladang, sawah dan perumahan. Orang bilang, tanah yang dirampas itu akan diganti dengan uang, tapi tak seorang pun pernah melihat uang yang dijanjikan tanpa jumlah disebutkan itu. Bahkan setiap pohon di atas tanah rampasan, katanya, telah dibayar penuh. Hanya berita belaka.Desaku yang sejuk di bawah rerimbunan pohon-pohon buah seperti disulap berubah jadi tanah lapang. Podok-pondok hilang. Jalan-jalan yang indah dibangun, demikian juga gedung-gedung. Semua serba indah, hanya bukan milik penduduk desa.Si bocah tinggal di desanya yang baru. Disana ia kawin dengan sisa dari perawan-perawan yang tidak direnggut oleh maut. Dan di antara anak-anak adalah aku.Dikemudian hari, jauh di kemudian hari, dapat kuketahui, bahwa dalam hanya lima tahun, perusahaan minyak yang bermodal lima ribu gulden itu telah menjadi perusahaan raksasa dengan kekayaan setengah juta gulden. Penduduk yang terusir dari desanya tak pernah mendengar, apalagi melihat, keuntungan-keuntungan besar itu. Juga di kemudian hari kuketahui, bahwa jati yang dihasilkan oleh bumi nenek moyangku adalah jati terbaik di seluruh dunia, terkenal dengan nama dagang Java-teak. Bahkan kwalitas satu tak boleh dipergunakan di Hindia, hanya khusus untuk ekspor. Dan kami, tak pernah mendapat bagian dari keuntungan itu. Hanya seluruh kerugian dan kehilangan ditimpakan pada kami.Betapa anehnya pembagian rezeki dan pembagian nasib bikinan manusia ini. Aku tahu dan berani membuktikan, bahwa tuan-tuan minyak ini pada mulanya adalah insiyur Geologi Gubermen di Bandung. Dengan tugas Gubermen mereka melakukan eksplorasi-eksplorasi di daerah hidup aku, orang tuaku, tetangga dan sanak-keluarga, di atas tanah nenek-moyangku dilahirkan, dan dikuburkan. Penduduk desa selalu menyambut pendatang-pendatang itu dengan baik dan ramah, tak perduli warna kulit dan apa agamanya. Kayu-bakar, kelapa tua dan muda, buah-buahan kami antarkan ketempat mereka. Setelah sumber ditemukan, mereka balik kembali ke Bandung, dan : minta keluar dari jabatan Gubermen. Mereka kembali lagi ke Cepu sebagai nyamuk-nyamuk raksasa yang menyedot darah, daging, tanah kami, dan minyak kami dalam kandungan bumi nenek-moyangku. Dalam sepuluh tahun perusahaan minyak ini telah jadi perusahaan berjuta, sedang bekas tuan rumahnya telah kehilangan tanah dan tetap hidup dalam keadaan yang semakin miskin. Bukan itu saja, dari petani bebas berbahagia mereka mulai berubah jadi kuli-kuli bekas tamunya.Ketika pengeboran-pengeboran baru sedang giat-giatnya dilakukan di sekitar daerah hidup kami, aku dilahirkan. Bapakku, si bocah berpatek dan berbubul dulu, kini bukan lagi kuli minyak. Ia jadi lurah. Dan perusahaan minyak menjadi rakus akan tanah. Mereka takut saingan perusahaan-perusahaan minyak lainnya yang tumbuh seperti cendawan di sekitar daerah hidup kami. Tanah-tanah yang dirampas

Page 114: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

mulai dibayar. Pesaing-pesaing itu takut saling membongkar kejahatannya terhadap penduduk.Desa kami rasa-rasanya telah kehabisan tanah untuk melepas ternak besar kami. Bila ada salah seekor ternak kami lepas dan memasuki daerah perusahaan minyak, polisi minyak akan menangkapnya, menyitanya, dan pemiliknya dicari untuk didenda, seratus kali penghasilan umum dalam sehari, alias ringgit.Aku hanya hendak menceritakan, dalam pemerintahan Gubermen masih ada pemerintahan minyak, dua-duanya harus dipatahkan oleh penduduk desa kami.Sekarang ribuan orang dari daerah-daerah lain, segala bangsa, datang mencari penghidupan di Cepu. Dalam waktu pendek Cepu, yang tadinya terdiri hanya atas tiga desa berbiak menjadi dua puluh tiga desa, menjadi kota yang sibuk. Kejahatan dan kemesuman merajalela. Sipilis mulai merambat desa kami, dan meninggalkan orang-orang cacat dan invalid sebagai beban desa.Hampir-hampir terjadi pemberontakan lagi di kalangan petani. Mendadak beberapa orang di antara penduduk desa di tangkapi dan tak kembali lagi untuk selama-lamanya. Mereka ditangkapi oleh polisi-polisi minyak.Setelah itu rasa-rasanya keadaan takkan gelisah lagi. Seakan-akan kembalilah keamanan yang lama dalam segala kekerdilannya. Baik Gubermen maupun perusahaan minyak tetap tak berbagi keuntungan dengan penduduk. Dan pada kami tak ada ternak besar lagi. Peternakan desa pun telah tumpas semasa tanam-paksa.Kalau aku seorang Ameri Srikat, Tuan-tuan pembaca yang terhormat, tahulah Tuan-tuan apa yang akan aku perbuat: tarik pistol dan membela apa yang masih dapat dibela. Tapi aku hanya seorang bocah pribumi tanpa sarana, tanpa pengetahuan tentang dunia. Bahkan di mana sesungguhnya desa tempat kelahiranku di tengah-tengah dunia ini, aku tak tahu. Di mana tempat orang-orang yang memiskinkan kami aku tak tahu. Aku hanya lulusan sekolah desa tiga tahun, dididik untuk jadi kuli minyak, bekerja untuk mereka yang telah merampas tanah leluhurku. Dididik untuk tetap tidak berpengetahuan, dan mematuhi segala apa saja yang diperintahkan pada kami oleh tuan-tuan kulit putih.Ketika bapakku hendak meninggal, ia berpesan dengan sangat:“ Mereka telah merampas semua dari kita. Jangan, Nak, jangan kau lebih lama jadi kulinya. Pergi kau ke Bandung. Mengabdilah pada seorang yang mulia hati. Orang itu bernama Raden Mas Minke. Carilah orang itu. Lakukan segala yang diperintahkan kepadamu, dan contohlah perbuatannya yang baik183. “

BAB V

PENUTUP

Setelah penulis mengemukakan argumentasi, motodologi, dan teori-teori

seputar realisme sosialis Pramoedya Ananta Toer yang tertuang dalam novel

Tetralogi, maka Bab V ini penulis akan mengemukakan beberapa kesimpulan yang

183 Ibid….hlm. 246-250.

Page 115: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

menjadi intisari dari skripsi ini. Di samping itu penulis juga akan memberi kritik dan

saran.

A. Simpulan

Sebagai mana telah di uangkapkan dalam Bab I bahwa penulis merumuskan dua

persoalan yang menjadi titik sentral pembahasan, maka berikut ini adalah jawaban

yang penulis gambarkan dalam paragraph-paragraf berikut ini:

a) Aliran realisme sosialis adalah salah satu bentuk perjuangan untuk

memenangkan sosialisme, sebab aliran realisme sosialis berkecimpung di

bidang seni. Seni lebih mudah diterima oleh masyarakat pada umumnya,

sehingga faham sosialisme lebih mudah diterima oleh masyarakat. Karena

hal tersebut seni aliran realisme sosialis tidak bisa lepas dari permasalahan

yang dihadapi oleh masyarakat, dan membuat masyarakat berpikir kritis dan

juga melakukan gerakan untuk menentang kapitalis.

b) Realisme sosialis dalam pandangan Pram pada novel tetralogi, penggambaran

terhadap karakter masyarakat yang tertindas karena system kapitalis yang

menjajah mereka (Belanda), serta bangkitnya kesadaran masyarakat

Indonesia untuk melawan system kapitalis tersebut dengan jalan mendirikan

organisasi-organisasi. Penyadaran terhadap sistem kapitalis yang menindas

bukan hanya dilakukan oleh organisasi terhadap anggotanya tetapi juga

dilakukan lewat media jurnalistik yang ternyata hal tersebut lebih dapat

menjangkau oleh semua elemen masayarakat yang ada.

Page 116: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

B. Saran-saran

a) Dalam novel teralogi dapat di lihat dari dua sisi, yang pertama dari segi

positifnya. Segi positif dari novel teralogi 1) Novel tersebut berisikan

tentang sejarah Indonesia. 2) Tokoh-tokoh yang ada dalam novel tetralogi

masyarakat biasa yang juga ikut memperjuangkan kemerdekaanya. 3) Yang

menjadi tokoh sentral novel tetralogi adalah seorang jurnalis pertama di

Indonesia sehingga tulisan yang ada di dalam novel tersebut di lihat dari

kaca mata seorang jurnalis.

Segi negatif 1) Novel tetralogi masih rancau antara tokoh Tirtho Adhi

Suryo dengan Pram, pengalaman pribadi Pram sering kali masuk kedalam

cerita novel tersebut. 2) novel tersebut lebih banyak menceritakan kesedihan

dan kekalahan, seakan novel tersebut pencerminan diri Pram.

b) Masih banyak hal yang terdapat dalam novel tetralogi belum diangkat

penulis dalam skripsi ini. Oleh sebab itu sehingga masih banyak kekurangan

yang terjadi di sana-sini.

c) Bahwa penelitian ini masih belum sempurna, di perlukan kritik dan saran

dari para pembaca.

Page 117: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

DAFTAR PUSTAKA

Ananta Toer, Pramoedya, Bumi Manausia, Cet 9 Yogyakarta: Hasta Mitra, 2002.

Ananta Toer, Pramoedya, Anak Semua Bangsa, Cet 6 Yogyakarta: Hasta Mitra,

2002.

Ananta Toer, Pramoedya, Jejak Langkah, Cet 4 Yogyakarta: Hasta Mitra, 2002.

Ananta Toer, Pramoedya, Rumah Kaca, Cet 4 Yogyakarta: Hasta Mitar, 2002.

Arikuntoa, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Cet 11,

Jakarta Rineka: Cipta, 1998.

Asmara, Adhy, Analisa Ringan Kemelut Bumi Manusia, Cet I Yogyakarta: Nur

Cahaya, 1981.

“ Akademisi Ilmu Sosial, Bacalah Bumi Manusia”, Triyono Lukmantoro, Suara

merdeka.18 Juli 2004.

Malaka, Tan, Madilog, Cet 1 Jakarta: Pusat Data Indikator, 1999.

Mills, C Wright, Kuam Marxis Ide-ide Dasar Dan Sejarah Perkembangan, terj,

Imam Muttaqien, Cet 01, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.

Mintz, Jeanne S, Muhammad, Marx, Marhaen akar sosialisme Indonesia, terj,

Zulhilmiyasri, Cet 01, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Page 118: Realisme Sosialis Pramoedya Ananta Noer (Telaah dalam Novel

Rangkuti, Bahrum. Pramoedya dan Karya Seninya, Jakarta: Gunung Agung, 1963.

Russell, Bertrand, Sejarah Filsafat Barat, terj. Sigit Jatmiko dkk, Cet. 01,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.

Supriyadi, Eko, Sosialisme Islam Pemikiran Ali Syari’ati, Cet 01, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2003.

Teeuw, A, Citra Manusia Indonesia dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer,

Cet, 01, Jakarta: Pustaka jaya, 1997.