recurrent aphtous stomatitis

Upload: messya-rachmani-tanjung

Post on 02-Jun-2018

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    1/40

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Stomatitis Aphtous Rekuren (SAR) merupakan lesi ulseratif yang sering

    ditemui pada 20% dari populasi dan prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok

    social-ekonomi menengah ke atas (Scully dan Felix, 2008). Ulser sendiri merupakan

    kerusakan pada epitel rongga mulut yang biasanya mengekspos ujung saraf dibawah

    lamina propia, sehingga menimbulkan rasa sakit terutama pada saat memakan

    makanan yang pedas dan buah-buahan yang asam (Scully dan Felix, 2005).

    Untuk menentukan diagnosis dari SAR anamnesa dengan detail harus

    dilakukan baik mengenai pola makan dan asupan gizi pasien maupun penyakit-

    penyakit sistemik yang dapat terkait dengan adanya lesi dalam rongga mulut. Selain

    anamnesa, temuan-temuan klinis juga harus dicermati untuk menegakkan diagnosis

    SAR. Pada pasies SAR perlu ditanyakan apakah terdapat lesi lain yang timbul pada

    daerah mata, genital atau kulit. Biopsi biasanya jarang dilakukan untuk kasus ini,

    namun diperlukan jika diagnosis bandingnya merupakan suspek (Scully dan Felix,

    2005).

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    2/40

    2

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    2.1.Status Klinik IPM

    2.1.1. Status Umum Pasien

    Nama : Ny. SN

    No Rekam Medik : 2011-02xxx

    No Telp :

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 25 th

    Alamat : jl. Sekemirung Kaler no 58 RT 4 / RW 9

    Status : Menikah

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Agama : Islam

    2.1.2.

    Anamnesa

    Pasien datang dengan keluhan sakit hingga tidak bisa makan pada

    bibir bawah di bagian dalam terdapat sariawan sejak 1 minggu lalu.

    Terasa perih pada saat makan. Belakangan ini pasien makan tidak

    teratur dan kurang vitamin. tidak terdapat riwayat demam, hingga saat

    ini belum diobati. Pasien mengeluhkan sering sariawan hampir setiap

    bulan, hal ini timbul sejak SMA dan biasanya timbul karena aktvitas

    yang banyak dan pola makan kurang teratur.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    3/40

    3

    Lokasi yang sering terdapat sariawan pada daerah bibir dan pipi. Pada

    keluarga pasien terdapat riwayat sering sariawan. Biasanya sariawan

    diobati dengan vitamin IPI (vitamin C) dan diminum 1 kali sehari

    kemudian akan sembuh 1 minggu kemudian. Pasien ingin sariawannya

    dirawat.

    2.1.3. Riwayat Penyakit Sistemik

    Penyakit jantung : YA/TIDAK

    Hipertensi : YA/TIDAK

    Diabetes Melitus : YA/TIDAK

    Asma/Alergi : YA/TIDAK

    Penyakit Hepar : YA/TIDAK

    Kelainan GIT : YA/TIDAK

    Penyakit Ginjal : YA/TIDAK

    Kelainan Darah : YA/TIDAK

    Hamil : YA/TIDAK

    Kontrasepsi : YA/TIDAK

    Lain-lain : YA/TIDAK

    2.1.4. Riwayat Penyakit Terdahulu

    Pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan diagnosa suspek TB 3

    tahun lalu

    2.1.5. Kondisi Umum

    Keadaan Umum : Baik

    Kesadaran : Compos Mentis

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    4/40

    4

    Suhu : Afebris

    Tensi : 100/70 mmHg

    Pernafasan : 16 x / menit

    Nadi : 68 x / menit

    2.1.6. Pemeriksaan Ekstra Oral

    Kelenjar Limfe :

    Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Mata :

    Pupil : Isokhor

    Konjungtiva : Non-AnemisSklera : Non-Ikterik

    TMJ : Tidak ada kelainan

    Bibir : Tidak ada kelainan

    Wajah : Simetri/Asimetri

    Sirkum Oral : Tidak ada kelainan

    Lain-lain : -

    2.1.7. Pemeriksaan Intra Oral

    Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak +/-

    Kalkulus +/- stain +/-

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    5/40

    5

    Gingiva : Makula difus kecoklatan di labial rahang atas

    dan rahang bawah, kemerahan pada region 1

    Mukosa Bukal : Tidak ada kelainan

    Mukosa Labial :Ulcer dengan diameter 5mm, bulat, tepi

    erythema ireguler, dasar cekung, jumlah 1 buah

    Palatum Durum : Tidak ada kelainan

    Palatum mole : Tidak ada kelainan

    Frenulum : Tidak ada kelainan

    Lidah Terdapat selaput putih pada dorsum lidah,

    macula kecoklatan di 2/3 dorsum

    Dasar Mulut Tidak ada kelainan

    Keadaan gigi geligi

    8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

    8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

    Gambar 2.1 Stomatitis Aphtosa Rekuren pada mukosa labial daerah regio 4

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    6/40

    6

    Gambar 2.2 Lidah berselaput (coated tongue) pada 2/3 dorsum lidah

    2.1.8. Pemeriksaan Penunjang

    Radiologi : Tidak dilakukan

    Darah : Tidak dilakukan

    Patologi Anatomi : Tidak dilakukan

    Mikrobiologi : Tidak dilakukan

    2.1.9. Diagnosis

    D/ Recurrent Aphtous Stomatitis minor e.c suspek defisiensi nutrisi

    asam folat dan vitamin B12 di regio 4

    D/ Coated tongue DD/ Kandidiasis

    D/ Pigmentasi fisiologis pada gusi dan lidah

    2.1.10.Rencana Perawatan

    Pro Aplikasi kenalog orabase

    Pro pemberian vitamin B 12

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    7/40

    7

    Pro instruksi penggunaan tongue scrapper

    R/ Kenalog Orabaseno I

    S U C

    R/ Vitamin B complex tab no X

    1 dd 1

    saran : untuk mengurangi rekurensi pasien disarankan untuk mengatur

    pola makan, istirahat dan minum air putih yang cukup. Jika mulai

    terasa perih pada awal kemunculan lesi, maka diberikan obat kumur

    antiseptik dan meningkatkan konsumsi vitamin B12 menjadi 2 kali

    sehari.

    2.2.Status Kontrol IPM

    2.2.1.

    Status Umum

    Nama : Ny. SN

    No Rekam Medik : 2011-02xxx

    No Telp :

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 25 th

    Alamat : jl. Sekemirung Kaler no 58 RT 4 / RW 9

    Status : Menikah

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Agama : Islam

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    8/40

    8

    2.2.2. Anamnesa

    Pasien datang 5 hari kemudian untuk kontrol. Pasien sudah tidak

    merasakan sakit sejak 2 hari yang lalu. Pasien telah mengaplikasikan

    kenalog selama 3 hari setelah kunjungan pertama namun belum secara

    rutin mengkonsumsi vitamin B 12. Pasien juga telah menggunakan

    sikat lidah. Namun pada kunjungan kontrol, pasien mengeluhkan

    adanya rasa sakit pada ujung lidah sejak 1 hari yang lalu dikarenakan

    tergigit.

    2.2.3. Pemeriksaan Ekstra Oral

    Kelenjar Limfe :

    Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Bibir : Tidak ada kelainan

    Wajah : Simetri/Asimetri

    Sirkum Oral : Tidak ada kelainan

    Lain-lain : -

    2.2.4. Pemeriksaan Intra Oral

    Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak +/- stain +/-

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    9/40

    9

    Debris index

    16

    +

    11

    +

    26

    +

    46

    X

    31

    +

    36

    +

    Kalkulus index

    16

    -

    11

    -

    26

    -

    46

    -

    31

    -

    36

    -

    Gingiva : Makula difus kecoklatan di labial rahang atas

    dan rahang bawah

    Mukosa Bukal : Tidak ada kelainan

    Mukosa Labial : makula putih bulat tepi eritem ireguler

    diameter +- 3 mm

    Palatum Durum : Tidak ada kelainan

    Palatum mole : Tidak ada kelainan

    Frenulum : Tidak ada kelainanLidah Terdapat selaput putih pada dorsum lidah,

    macula kecoklatan di 2/3 dorsum dan

    pembesaran papilla diameter kurang dari 1mm

    Dasar Mulut Tidak ada kelainan

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    10/40

    10

    Gambar 2.3 Pada kontrol pertama ulser masoh ada namun dalam tahap

    penyembuhan

    Gambar 2.4 terdapat Traumatic papillapada ujung lidah

    2.2.5. Hasil Pemeriksaan Penunjang

    Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

    2.2.6. Diagnosis

    D/ post Recurrent Apthous Stomatitis minor suspek defisiensi nutrisi

    vitamin B12 dan asam folat di regio 4

    D/ Coated tongue DD/ Kandidiasis

    D/ Traumatic papilla

    D/ Pigmentasi fisiologis pada gusi dan lidah

    2.2.7. Rencana Perawatan

    Pro pemberian kenalog orabasedan chlorhexidine gluconate0.2%

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    11/40

    11

    Pro pemberian vitamin B complex

    Pro menghilangkan bagian yang kasar di bagian palatal I1 rahang atas

    Pro instruksi penggunaan tongue scraper

    Pro instruksi untuk mengatur pola makan, istirahat, dan nutrisi yang

    cukup

    Pro kontrol 1 minggu

    R/ Kenalog Orabaseno I

    S U C

    R/ Surbex Z no VI

    1 dd 1 p c

    R/ chlorhexidine gluconate0.2% fls no I

    coll oris

    2.3.Status Kontrol IPM 2

    2.3.1. Status Umum

    Nama : Ny. SN

    No Rekam Medik : 2011-02xxx

    No Telp :

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 25 th

    Alamat : jl. Sekemirung Kaler no 58 RT 4 / RW 9

    Status : Menikah

    Pekerjaan : Ibu rumah tangga

    Agama : Islam

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    12/40

    12

    2.3.2.

    Anamnesa

    Pasien datang 20 hari kemudian untuk kontrol. Setelah penggunaan

    kenalog selama kurang lebih 1 minggu pasien sudah tidak merasakan

    sakit dan sudah menggunakan sikat lidah. Tidak ada keluhan lainnya.

    2.3.3. Pemeriksaan Ekstra Oral

    Kelenjar Limfe :

    Submandibula kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Submental kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Servikal kiri : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    kanan : teraba +/- lunak/kenyal/keras sakit +/-

    Bibir : Tidak ada kelainan

    Wajah : Simetri/Asimetri

    Sirkum Oral : Tidak ada kelainan

    Lain-lain : -

    2.3.4. Pemeriksaan Intra Oral

    Kebersihan Mulut : baik/sedang/buruk plak +/-

    stain +/-

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    13/40

    13

    Debris index

    16

    +

    11

    +

    26

    +

    46

    X

    31

    +

    36

    X

    Gingiva : Makula difus kecoklatan di labial rahang atas

    dan rahang bawah

    Mukosa Bukal : Tidak ada kelainan

    Mukosa Labial : makula putih bulat tepi eritem ireguler

    diameter +- 3 mm

    Palatum Durum : Tidak ada kelainan

    Palatum mole : Tidak ada kelainan

    Frenulum : Tidak ada kelainanLidah :Terdapat macula kecoklatan di 2/3 dorsum

    Dasar Mulut Tidak ada kelainan

    Gambar 2.5 Pada kontrol kedua ulser sudah sembuh

    Kalkulus index

    16

    -

    11

    -

    26

    -

    46

    X

    31

    -

    36

    X

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    14/40

    14

    Gambar 2.6 Pada kontrol kedua pasien sudah menggunakan sikat lidah dan lesipada ujung lidah sudah sembuh

    2.3.5. Hasil Pemeriksaan Penunjang

    Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

    2.3.6. Diagnosis

    D/ post Recurrent Apthous Stomatitis minor suspek defisiensi nutrisi

    vitamin B12 dan asam folat di regio 4

    D/ Pigmentasi fisiologis pada gusi dan lidah

    2.3.7. Rencana Perawatan

    Instruksi kepada pasien : menggunakan tongue scraper apabila lesi

    putih kembali muncul pada lidah, dan menggunakan obat kumur

    antiseptik.

    Saran kepada pasien : mengatur pola makan, istirahan dan nutrisi yang

    cukup dan konsumsi vitamin B12 secara teratur apabila sudah terjadi

    peradangan atau kemerahan sebagai tanda awal sariawan.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    15/40

    15

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    16/40

    16

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    3.1.Stomatitis Aphtosa Rekuren

    3.1.1. Definisi, Etiologi, dan Gambaran Klinis

    Stomatitis aphtosa rekuren (SAR) merupakan suatu kelainan dengan

    adanya lesi ulseratif secara berulang tanpa diikuti tanda penyakit lainnya

    (Greenberg, 2008). Penggunaan kata aphtosa berasal dari Bahasa Yunani

    yaitu aphtai yang sering digunakan untuk mendeskripsikan kelainan dalam

    mulut). SAR merupakan suatu lesi ulseratif pada mukosa oral yang sering

    ditemui (Volkov, et. al, 2009).

    Ulcer merupakan suatu defek pada epitel yang terdapat sebuah depresi

    yang menyebabkan hilangnya lapisan epidermal. Ulcer yang terdapat pada

    SAR biasanya berbentuk bulat atau ovoid dengan dasar kekuningan dan

    ditandai adanya halo kemerahan (Scully, 2004).

    Menurut Cawson dan Odel (2008), etiologi dari SAR yaitu :

    Faktor genetik

    Adanya bukti bahwa factor genetik merupakan factor

    predisposisi dalam terjadinya SAR. Factor genetic sar

    berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigen),

    namun masih terdapat pertentangan mengenai hal ini.

    Infeksi

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    17/40

    17

    Banyak penelitian yang membahas peran mikroorganisme pada

    Stomatitis Aphthous Rekuren diantaranya adalah herpes

    simplex virus, varicella zoster virus, cytomegalovirus dan

    streptococcus. Tetapi hal ini belum terbukti bahwa suatu

    infeksi dapat menyebabkan SAR secara langsung (Cawson dan

    Odell, 2008).

    Trauma

    Beberapa pasien mungkin berfikir SAR terjadi akibat trauma.

    Trauma tersebut dapat mengawali terjadinya SAR pada pasien

    yang telah memiliki kelainan ini sebelumnya.

    Kelainan sistem imun

    Salah satu penelitian menjelaskan bahwa, adanya respon imun

    yang berlebihan pada pasien SAR sehingga menyebabkan

    ulserasi local mukosa oral. Respon imun tersebut berupa aksi

    sitotoksin dari limfosit dan monosit pada mukosa dimana

    pemicunya tidak diketahui (Nisa, 2011 cit Casiglia, 2010).

    Penyakit gastrointestinal

    Lesi SAR sering dihubungkan dengan penyakit gastrointestinal

    yang biasanya berhubungan dengan defisiensi vitamin B12 dan

    asam folat dikarenakan adanya malabsorbsi. Pada 5% dari

    pasien aphtae berhubungan dengan penyakit usus besar.

    Defisiensi hematologi

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    18/40

    18

    Defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi dapat

    ditemukan sebagai etiologi dari 20% pasien dengan SAR.

    Factor hormonal

    Pada beberapa wanita, SAR berkaitan dengan fase stress dari

    luteal pada saat siklus menstruasi. Pada 2 hari menjelang

    menstruasi terjadi peurunan estrogen dan progesterone secara

    mendadak. Penurunan estrogen ini menyebabkan kurangnya

    suplai alirand arah ke perifer yang kemudian terjadi gangguan

    pada keseimbangan sel, termasuk sel-sel rongga mulut dan

    juga memperlambat proses keratinisasi sehingga jaringan

    mulut rentan terhadap iritasi local yang memudahkan

    terjadinya SAR. Sedangkan progesterone berfungsi dalam

    mengatur pergantian epitel mukosa mulut. (Nisa, 2011).

    Stress

    Penelitian menunjukkan adanya korelasi antara stress dengan

    munculnya lesi SAR. Stress dinyatakan berperan secara tidak

    langsung terhadap episode SAR (Nisa, 2011 cit Lubis, 2005).

    Pada kondisi stress, hipotalamus memicu aktivitas sepanjang

    aksis HPA (Hypothalamus-ptituary-adrenal cortex). Adrenal

    cortex mengeluarkan kortisol yang menghambat komponen

    dari respon imun. Kortisol akan melepaskan glukokortikoid

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    19/40

    19

    dan katekolamin yang akan menyebabkan penurunan produksi

    sitokin tipe satu dan meningkatkan produksi sitokin tipe 2,

    sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sitokin tipe 1 dan 2.

    Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ketidakseimbangan

    antara sitokin tipe 1 dan 2 berperan penting dalam hubungan

    antara stress dan system imun. (Nisa, 2011 cit Agawal, 2001).

    Stress yang diakibatkan stressor psikologis akan menakibatkan

    perubahan berbagai tingkat molekul pada sel-sel

    imunokompeten. Perubahan yang terjadi dapat mengakibatkan

    adanya keadaan patologis pada sel epitel rongga mulut,

    sehingga sel lebih peka terhadap rangsang (Nisa, 2011 cit

    Sulistyani, 2003).

    Infeksi HIV

    SAR dikenal sebagai salah satu ciri dari infeksi HIV. Frekuensi

    dan derajat keparahannya berkaitan dengan tingkat keparahan

    dari defisiensi imun. Ulser yang menyerupai aphtous besar

    biasanya terlihat pada pasien positif HIV, dan pasien yang

    tidak terinfeksi HIV namun terdapat gangguan imunodefisiensi

    lain seperti myelodysplastic sindrom dan neutropenia jinak

    (Scully, et. al, 2003).

    Merokok

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    20/40

    20

    Terdapat hubungan terbalik antara perilaku merokok degan

    SAR. Pasien yang menderita SAR biasanya bukan perokok.

    Prevalensi SAR pada perokok berat lebih kecil dibandingkan

    dengan moderate smoker (Scully, et. al, 2003). Terdapat

    laporan bahwa perokok berat yang berhenti merokok

    mengalami SAR.

    SAR memiliki gambaran klinis berupa ulcer yang dikelilingi halo

    eritem, terasa sakit, sering berulang pada rentang waktu 3-4 minggu hingga

    beberapa bulan. Mukosa non keratinisasi seperti mukosa bukal, bagian lateral

    lidah.

    3.1.2. Klasifikasi

    3.1.3. Recurrent Aphtous Stomatitis Minor

    Menurut Scully (2003), RAS minor merupakan tipe RAS yang sering

    terjadi (75-85% kasus). Memiliki gambaran klinis lesi yang dangkal, dasar

    kekuningan dan kemerahan pada tepinya, berbentuk bundar dengan diameter

    5-10 mm, biasanya sembuh dalam waktu 10-14 hari dan tidak meninggalkan

    bekas luka. RAS minor biasanya terdapat pada mukosa tidak berkeratin

    seperti mukosa bukal dan labial, dasar mulut, dan bagian ventral atau sentral

    dari lidah.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    21/40

    21

    Gambar 3.1 Stomatitis Aphtosa rekuren Minor (Scully, C.,2003)

    3.1.4.

    Recurrent Aphtous Stomatitis Mayor

    SAR mayor merupakan tipe yang jarang terjadi. Pada tipe ini ulser

    memiliki gambaran klinis yang hamper sama dengan SAR minor namun

    diameternya 1 sentimeter atau bahkan lebih. Lesi SAR mayor biasanya

    bertahan hingga beberapa bulan dan rasa sakitnya diperparah ketika pasien

    makan. Lesi SAR mayor sering terdapat pada dorsum lidah, gingiva, dapat

    juga mengenai palatum lunak. Pada saat penyembuhannya, SAR mayor akan

    meninggalkan jaringan parut.

    Gambar 3.2 Stomatitis Aphtosa Rekuren Mayor (Nisa, 2011)

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    22/40

    22

    3.1.5.

    Recurrent Aphtous Stomatitis Herpetiform

    SAR tipe ini juga jarang terjadi. Lesi yang terdapat pada SAR tipe ini

    biasanya berdiameter 1-2 mm namun pada satu episode terdapat banyak lesi

    dan biasanya mengenai mukosa yang tidak berkeratin. Ulser-ulser kecil pada

    SAR tipe ini dapat bergabung menjadi suatu ulser irregular.

    Gambar 3.3 Stomatitis Aphtosa Rekuren Herpetiform (Scully,

    C.,2008)

    3.1.6. Tahap Perkembangan ulser

    Menurut Greenberg dan Glick (2008), beberapa fase perkembangan

    ulcer adalah :

    1. Tahap prodromal

    Tahap ini merupakan suatu tahap yang jarang terjadi pada semua pasien.

    Tahap ini berlangsung 2-48 jam. Pasien merasakan tidak enak di dalam

    mulut, dapat disertai dengan gejala demam seperti malaise.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    23/40

    23

    2. Tahap pre-ulseratif

    Pada tahap ini terdapat pembengkakan dan kemerahan pada mukosa.

    3. Tahap ulseratif

    Pada tahap ini pasien biasanya merasakan adanya nyeri local pada mukosa

    mulut. Terlihat pula adanya lesi cekung berbentuk bulat atau oval regular

    dengan margin tajam dan jelas serta dikeliling daerah yang eritem dan

    odema. Tahap ini merupakan tahap yang dominan.

    4.

    Tahap penyembuhan

    Pada tahap ini pasien merasakan nyerinya sudah berkurang, dan terlihat

    adanya pseudomembran serta adanya gambaran granulasi.

    5. Tahap remisi

    Lama pasien melewati masa ini tergantung factor etiologinya.

    3.1.7. Diagnosis dan Terapi

    Untuk menegakkan diagnosis dalam kasus SAR diperlukan anamnesis

    apakah lesi tersebut sering terjadi berulang kali, riwayat dalam keluarga yang

    menderita hal yang sama, kejadian yang menyertai ketika timbul lesi, serta

    kapan pertama kali terjadi lesi tersebut. Selain anamnesis, diagnosis

    ditegakkan dengan pemeriksaan klinis dengan melihat ciri-ciri, diameter, serta

    lokasi distribusi ulser. Selain itu dilihat pula apakah terdapat jaringan parut

    pada daerah yang diduga sering terdapat lesi RAS mayor. Untuk membantu

    menegakkan diagnosis perlu juga ditanyakan apakah terdapat kelainan

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    24/40

    24

    sistemik yang diderita pasien, penyakit gastrointestinal, kekurangan darah,

    dan lain-lain.

    Terapi yang dilakukan pada kasus RAS yang tidak terkait dengan

    penyakit sistemik adalah terapi yang bersifat paliatif. Beberapa terapi yang

    dapat diberikan untuk mengurangi keluhan pasien menurut Cawson dan Odell,

    (2008) :

    Kortikosteroid

    Kortiko steroid topical seperti pasta triamsinolon dapat digunakan

    untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi inflamasi yang

    terjadi pada ulser.

    Obat kumur tetrasiklin

    Dapat digunakan dalam pengobatan RAS tipe herpetiform yaitu

    dengan melarutkan kapsul tetrasiklin 250 mg dengan air dan

    digunakan sebagai obat kumur selama 2-3 menit, 3 kali sehari.

    Chlorhexidine

    Chlorhexidine gluconate 0.2% sering digunakan sebagai obat

    kumur dalam kasus aphtae. Digunakan 3 kali sehari setelah makan

    dan dikumur selama 1 menit. Chlorhexidine dapat mengurangi

    durasi dan ketidaknyamanan pasien dengan RAS.

    Preparat topical salisilat

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    25/40

    25

    Berguna sebagai antiinflamasi dan juga memiliki efek local.

    Preparat dalam bentuk gel sehingga mudah diaplikasikan pada lesi.

    3.1.8. Diagnosa Banding

    3.1.8.1. Traumatic Ulcer

    Lesi traumatic ulcer biasanya disebabkan oleh tergigit, adanya

    trauma dari gigi tiruan atau bahan-bahan kimia. Lesi ini biasa muncul

    pada daerah yang rawan trauma, seperti bibir, mukosa bukal, atau pada

    bagian yang berlawanan dari sayap gigi tiruan. Lesi trauma yang terjadi

    diakibatkan bagian tajam pada gigi atau restorasi sering terdapat pada

    lidah atau mukosa bukal. Adanya luka tergigit pada mukosa bukal juga

    dapat disebabkan karena pasien tergigit setelah prosedur dental yang

    menggunakan anastesi local.

    Lesi traumatic ulcer berwarna kuning keabuan pada dasarnya

    namun kemerahan pada tepiannya. Selain itu terdapat juga inflamasi,

    pembengkakan jaringan dan eritema, namun kejadian ini tergantung

    kepada etiologi yang menyebabkan trauma. Lesi ini akan sembuh sekitar

    7-10 dan apabila kausa dihilangkan. Namun apabila lesi menetap lebih

    dari 10 hari dan terdapat kecurigaan etiologi tertentu, maka biopsy dapat

    dilakukan.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    26/40

    26

    Lesi traumatic ulcer dibedakan dari lesi SAR yaitu dengan melihat

    bentuk lesi. Pada kasus SAR tepian lesi oval atau bular regular, sedangkan

    pada traumatic ulcer bentuk lesi adalah irregular.

    3.1.8.2. Infeksi Herpes Simplex Virus

    Infeksi virus herpes simplex merupakan kelainan oral yang

    memiliki tanda klinis mirip dengan SAR. Anamnesa riwayat pasien yang

    lengkap dan pemeriksaan klinis memiliki peranan penting untuk

    menentukan diagnosa SAR atau infeksi virus herpes simplex. Manifestasi

    lesi infeksi herpes biasanya bermula dari sekelompok vesikel berwarna

    putih keabuan yang ruptur menjadi ulcer. Ulcer yang terjadi biasanya

    berjumlah beberapa buah, dangkal, dan berupa titik-titik kecil dengan

    diameter 1 mm atau kurang. Ulcer-ulcer tersebut dapat bersatu hingga

    mencapai diameter 1.5 mm. Terlihat halo eritema tipis tidak beraturan

    pada tepi lesi. Lokasi yang sering terdapat lesi ini biasanya di gusi cekat,

    palatum keras, dan vermillion border. Pada SAR lesi tidak menular,

    namun pada infeksi virus herpes simplex lesi yang masih dalam tahapan

    berupa vesikel dan ulcer memiliki kemungkinan untuk menular kepada

    host yang rentan.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    27/40

    27

    Gambar 3.5 Infeksi Herpes Virus

    3.1.8.3. Bechets syndrome

    Pada sindrom ini, ulser merupakan salah satu manifestasi oral yang

    nampak. Selain ulser yang terdapat pada oral, ulser lainnya juga terdapat

    pada genital, untuk itu perlu ditanyakan pada saat anamnesa, apakah ulser

    hanya terdapat pada oral atau terdapat pula di bagian tubuh lainnya.

    Sindrom ini merupakan suatu penyakit multisystem yang banyak

    menyerang laki-laki. 3 tanda primer yang menjadi karakteristik dari

    penyakit ini adalah iridocyclitis yang berulang, ulserasi pada daerah

    genital, dan lesi pada membrane mukosa oral. Lokasi yang sering terdapat

    ulserasi pada daerah oral adalah bibir, mukosa bukal, gingiva, dan lidah.

    Beberapa ulser yang terjadi pada mukosa oral dapat menyatu menjadi lesi

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    28/40

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    29/40

    29

    sendiri merupakan deposit melanin pada jarinan ikat tanpa penambahan

    melanosit. Lesi dari pigmentasi biasanya berupa makula berwarna kecoklatan dan

    sering terdapat pada mukosa berkeratin seperti gingiva.

    Tidak terdapat efek klinis dari adanya pigmentasi ini karena masih termasuk

    dalam variasi normal, namun sering kali mengganggu secara estetis. Perawatan

    yang dapat dilakukan untuk pigmentasi adalah bedah gingivektomi atau terapi

    dengan laser. Diganosa banding untuk pigmentasi fisiologis adalah pigmentasi

    yang disebabkan oleh obat, melanosis yag disebabkan oleh kebiasaan merokok

    (smoking-induced melanosis).

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    30/40

    30

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pasien datang dengan keluhan sakit hingga tidak bisa makan pada

    bibir bawah sejak 1 minggu lalu dan belum pernah diobati. Diketahui tidak

    ada riwayat demam, akhir-akhir ini pasien memiliki pola makan dan istirahat

    yang kurang teratur. Pasien sering mengalami sariawan hampir setiap bulan

    sejak SMA, biasanya berdekatan dengan waktu haid. Lokasi sariawan

    berpindah-pindah, namun sering terdapat pada bibir dan pipi. Tidak ada

    kelainan ekstra oral dan pada pemeriksaan intra oral didapat lesi 1 buah ulcer

    berbentuk bulat dengan diameter 5mm, tepi eritem ireguer, dasar cekung.

    Pada temuan intra oral juga didapatkan selaput putih pada 2/3 dorsum dan

    makula kecoklatan pada gingiva rahang atas dan bawah. Pasien berusaha

    mengurangi keluhan dengan mengkonsumsi vitamin C namun sariawan tidak

    sembuh.

    Berdasarkan anamnesa, pasien mengaku bahwa sering mengalami

    sariawan yang berulang yang timbul apabila banyak aktivitas dan pola makan

    yang kurang teratur. SAR lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan

    pria, pada orang kulit putih, dan tidak merokok. SAR terjadi pada semua

    umur namun lebih sering terjadi pada dewasa muda, dan biasanya dimulai

    pada dekade kedua kehidupan. Sariawan pada pasien timbul tidak disertai

    dengan adanya demam hal ini mengarah pada diagnosis SAR. Demam yang

    terjadi pada pasien dapat membantu membedakan apakah lesi sariawan

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    31/40

    31

    tersebut hasil dari infeksi virus. Lesi yang terjadi akibat infeksi virus

    biasanya diawali dengan demam atau malaise.

    Tingginya aktivitas pasien menyebabkan asupan makanan yang

    kurang teratur dan kurangnya asupan vitamin. Pasien mengaku kurang

    memakan sayuran dan suplemen vitamin serta sering memakan gorengan.

    Menurut Cawson dan Odell (2008), 20% pasien penderita SAR etiologinya

    disebabkan kekurangan asam folat, vitamin B12 dan zat besi. Diduga,

    defisiensi vitamin menyebabkan menurunnya kualitas mukosa sehingga

    bakteri mudah melekat pada mukosa dan terjadi penurunan sintesis protein

    yang menghambat metabolisme sel (Tyldesley, 2003). Selain asupan gizi

    yang berkurang, pola makan dan istirahat yang tidak teratur juga dapat

    menyebabkan ras dengan menurunkan imunitas pasien.

    Faktor predisposisi lain dari RAS adalah faktor hormonal. Pada

    beberapa wanita RAS terjadi pada fase luteal dari siklus menstruasi (Cawson

    dan Odell, 2008). Pada fase awal menstruasi (fase folikular atau proliferatif)

    terjadi peningkatan level estrogen, dan pada saat bersamaan hormon

    luteinizing (LH) memicu sekresi progesteron dan mulai memasuki fase luteal.

    Pada fase luteal dan jika sel telur tidak dibuahi maka korpus luteum akan

    mengalami kematian sel serta terjadi penurunan plasma level progesteron dan

    estradiol (Mascarenhas, et al, 2003). Kadar progesteron yang rendah pada

    saat fase ini menyebabkan kurangnya efek self limiting process, penurunan

    polimorphonuclear leukocytes dan permeabilitas vaskuler (Soetiarto, et al,

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    32/40

    32

    2009). Hal tersebut diduga sebagai faktor yang berkontribusi menyebabkan

    SAR pada siklus menstruasi.

    Etiologi autoimun atau reaksi hipersensitif terhadap mikroba dalam

    mulut merupakan salah satu faktor etiologi SAR. Mekanisme SAR belum

    diketahui secara pasti, namun diperkirakan sel mediator imun seperti sel T,

    makrofag, dan mast cell yang memproduksi THF . THF kemudian

    menyebabkan inflamasi akibat efek adhesi dari sel endotel dan kemotaksis

    neutrofil (Vivek, 2011).

    Tanda klinis yang didapat pada pasien adalah adanya 1 buah ulser

    pada mukosa labial dengan diameter 5mm, bulat, tepi erythema ireguler,

    dasar cekung. Tanda klinis yang ditemukan pada pasien sesuai dengan

    kriteria SAR menurut Scully (2003), yaitu SAR tipe minor memiliki

    karakteristik ulser yang terdapat pada mukosa tidak berkeratin (mukosa

    labial, mukosa bukal, dan dasar mulut) dengan ukuran 5-10 mm. Lesi SAR

    tipe minor memiliki bentuk bulat dengan dasar cekung dan tepi eritem

    ireguler (erythematous halo). Porter, et al. (2000), juga menjelaskan lesi SAR

    juga terdapat pada palatum dan dorsum lidah dan lesi dapat sembuh dalam

    waktu 1-2 minggu tanpa meninggalkan bekas luka.

    Kurangnya asupan vitamin yang menyebabkan rentannya mukosa oral

    terhadap infeksi bakteri, dan pengaruh hormonal yang dapat menyebabkan

    penurunan self limiting process, serta rekasi hipersensitif terhadap mikroba

    merupakan faktor-faktor yang saling berkontribusi satu sama lain dalam

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    33/40

    33

    proses terjadinya SAR. Pada pasien tidak ditemukannya faktor lokal yang

    dapat memicu terjadinya SAR, seperti tambalan yang overhang, kalkulus,

    atau sisa akar yang tajam.

    Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan klinis diagnosa yang

    dapat ditegakkan adalah pasien menderita SAR tipe minor dengan suspek

    defisiensi nutrisi asam folat. Untuk menegakkan diagnosis ini, diperlukan

    pemeriksaan penunjang yaitu tes serologi dan histopatologi untuk

    memastikan etiologi dari SAR, namun pada kasus ini pemeriksaan penunjang

    tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas dan biaya pasien.

    Tujuan dari perawatan SAR adalah untuk mengurangi gejala,

    mengurangi jumlah dan ukuran dari ulcer, dan meningkatkan durasi dari

    waktu tidak terjadinya SAR pada pasien dengan efek samping yang minimal

    (Vivek, 2011). Terapi empirik dilakukan pada pasien ini dikarenakan adanya

    diagnosa dengan suspek defisiensi nutrisi dan tidak dilakukan tes imunologi

    dan serologi untuk menentukan etiologi SAR secara tepat. Pada kunjungan

    pertama, pasien diberikan kenalog orabase untuk meringankan keluhan

    pasien. Pasien juga diberikan vitamin B12 yang dikonsumsi satu kali sehari

    untuk membantu menyeimbangkan nutrisi dalam tubuh yang diduga menjadi

    penyebab terjadinya SAR.

    Untuk mengurangi rekurensi terjadinya SAR pasien disarankan untuk

    mengatur pola makan, istirahat dan meminum air putih. Pasien juga diberikan

    edukasi apabila terjadi gejala awal SAR maka disarankan untuk kompres

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    34/40

    34

    dengan obat kumur antiseptik (chlorhexidine gluconate 0.2 %) dan

    mengkonsumsi vitamin B12 dua kali sehari. Kompres dengan antiseptik

    chlorhexidine gluconate 0.2% bertujuan untuk mencegah pertumbuhan

    bakteri yang dapat memperparah inflamasi pada SAR.

    Kenalog orabase diberikan dengan tujuan untuk mengurangi

    inflamasi, meredakan nyeri dan memperkecil ulser. Kenalog orabase

    merupakan salah satu merek dagang dari kortikosteroid topikal yaitu

    triamsinolon asetonid yang termasuk dalam golongan glukokortikoid.

    Orabase menunjukkan bahwa obat ini digunakan di dalam mulut. Kenalog

    orabase mengandung triamcinolon acetonida 0.1%. Kenalog orabase

    berbentuk pasta, yang jika dioleskan pada lesi akan membentuk lapisan dan

    melindungi ulser sehingga pasien merasa lebih nyaman. Kenalog orabase

    yang diaplikasikan pada lesi akan melepaskan kandungan kortikosteroidnya

    dan berperan sebagai anti inflamasi, sehingga dapat meredakan inflamasi dari

    ulser pasien (Cawson dan Odell, 2008). Pemberian obat kortikosteroid

    kepada pasien perlu diperhatikan karena pemakaian yang berkepanjangan

    dapat menyebabkan pertumbuhan jamur candidayang tidak terkendali.

    Pemeriksaan klinis pada dorsum lidah pasien ditemukan selaput putih

    yang dapat diangkat dan tidak berdarah ketika diangkat. Penilian oral

    hygienedan pengetahuan tentang kebersihan mulut sedang. Ditanyakan pula

    mengenai kebiasaan pasien membersihkan lidah dengan sikat lidah, dan

    pasien mengaku belum pernah menggunakan sikat lidah.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    35/40

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    36/40

    36

    kortikosteroid. Berdasarkan temuan klinis pada lidah dan anamnesa,

    ditegakkan coated tongue atau lidah berselaput sebagai diagnosa penyerta

    dari kasus SAR pasien. Diagnosis banding dari coated tonguepada kasus ini

    adalah candidosis tipe pseudomembran. Perawatan yang dapat dilakukan

    untuk diagnosis coated tongue adalah dengan menyarankan pasien menjaga

    oral hygiene dan menggunakan sikat lidah setiap hari. Hal ini dilakukan

    untuk mengurangi penumpukan plak pada lidah.

    Diagnosis penyerta lainnya adalah pigmentasi fisiologis pada gusi dan

    lidah. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan temuan klinis adanya makula

    keccoklatan di gingiva bagian labial rahang atas dan bawah, serta pada lidah

    di 2/3 dorsum. Menurut Greenberg (2003), pigmentasi fisiologis dapat

    ditemukan pada gingiva bagian fasial dan lingual serta pada lidah, dan jarang

    ditemukan pada permukaan mukosa lainnya. Penampakan klinis dari

    pigmentasi fisiologis yaitu terdapat makula kecoklatan yang difus dan

    multipel. Pigmentasi fisiologis biasa terdapat pada ras kulit hitam, asia, dan

    ras kaukasian berkulit gelap. Hal ini masih termasuk dalam variasi normal

    namun belum mengganggu secara estetis. Apabila pasien terganggu secara

    estetik dapat dilakukan intervensi bedah.

    Pasien datang untuk kontrol 5 hari kemudian. Berdasarkan anamnesa,

    pasien mengaplikasikan kenalog orabase pada 3 hari pertama dan sudah

    mengkonsumsi vitamin namun belum teratur dan sudah menggunakan sikat

    lidah. Pada pemeriksaan klinis terlihat lesi makula pada mukosa labial

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    37/40

    37

    terlihat berukuran 3mm dan memiliki tepi eritem ireguler. Pasien juga

    mengeluhkan rasa sakit di ujung lidah. Pada temuan klinis didapat

    pembesaran papila kurang dari 1mm dan pada bagian palatal 11 terdapat

    bagian tambalan yang kasar.

    Menurut Greenberg (2003), lesi SAR yang ringan berukuran 3-10 mm

    akan sembuh dalam waktu 1 minggu dan akan sembuh total tanpa

    meninggalkan luka dalam 10-14 hari. Lesi ulser yang ditemukan pada

    kunjungan ini merupakan lesi penyembuhan dari SAR. Pemeriksaan klinis

    menunjukkan adanya pengurangan diameter lesi yang semula 5mm menjadi 3

    mm dan pasien mengaku rasa sakitnya berkurang pada hari ketiga

    pengaplikasian kenalog orabase. Hal ini menunjukkan terapi yang diberikan

    dapat mengurangi keluhan pasien dan mempercepat penyembuhan lesi ulser.

    Pada kunjungan kontrol pertama pasien juga mengeluhkan adanya rasa

    sakit pada ujung lidah. Pemeriksaan klinis pada daerah lawan dari ujung lidah

    terdapat bagian kasar pada regio gigi 11 dan diduga melukai ujung papila

    lidah. Pasien mengaku sedang dalam perawatan saluran akar pada gigi 11.

    Diagnosa penyerta yang dapat ditegakkan adalah traumatic papilla.

    Perawatan yang diberikan pada kunjungan kontrol adalah melanjutkan

    pemberian kenalog orabase dan obat kumur chlorhexidine gluconate 0.2%

    dengan tujuan untuk mengurangi inflamasi lesi dan mempercepat

    penyembuhan lesi. Pasien disarankan untuk tetap mengkonsumsi vitamin B

    kompleks yang diganti menjadi multivitamin Surbex Z. Penggantian vitamin

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    38/40

    38

    B kompleks dengan multivitamin Surbex Z bertujuan untuk melengkapi

    nutrisi tubuh pasien, dikarenakan multivitamin Surbex Z juga mengandung

    asam folat. Sebanyak 15% pasien SAR mengalami defisiensi asam folat

    (Nisa, 2011). Pemberian multivitamin B kompleks yang disertai asam folat

    akan mempercepat penyembuhan lesi SAR dan memperpanjang waktu lesi

    SAR untuk rekuren. Perawatan yang sebaiknya diberikan pada kasus

    traumatik papila adalah menghilangkan etiologi trauma, seperti

    menghaluskan permukaan tambalan atau gigi tiruan. Pada kasus ini yaitu

    menghaluskan permukaan tambalan pada gigi 11. Jika hal ini dapat

    dilakukan, lesi dapat hilang dalam 7-10 hari (Jordan, 2004). Pasien juga

    disarankan untuk tetap menjaga kondisi tubuh dengan makan yang teratur

    dan istirahat yang cukup. Pasien disarankan untuk melakukan kontrol 1

    minggu kemudian.

    Setelah 20 hari, pasien kembali datang untuk kunjungan kontrol

    kedua. Pasien mengaku keluhan telah hilang setelah menggunakan kenalog

    orabase selama 1 minggu. Pasien telah menjaga oral hygiene dan sudah

    makan dengan teratur. Pada kunjungan ketiga sudah tidak terlihat adanya lesi

    pada mukosa labial, selain itu pada ujung papila lidah juga sudah tidak

    terlihat adanya pembesaran papila akibat trauma restorasi pada gigi 11. Pada

    pemeriksaan klinis, terdapat makula kecoklatan pada 2/3 dorsum lidah dan

    gingiva rahang atas dan bawah, namun pasien tidak memiliki keluhan

    terhadap lesi tersebut.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    39/40

    39

    Pada kunjungan ketiga, pasien telah melewati masa penyembuhan lesi

    SAR, yaitu 10-14 hari. Pasien mengaku setelah 1 minggu pemberian kenalog

    orabase lesi ulser sudah hilang. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian

    kenalog orabase dengan didukung pemberian multivitamin B kompleks

    secara per oral dapat membantu mempercepat penyembuhan lesi dalam

    waktu 1 minggu. Pasien telah menjaga oral hygiene dengan mulai rajin

    mnyikat lidah, sehingga pada kunjungan ini sudah tidak terlihat plak

    keputihan pada dosrsum lidah. Pasien hanya diberikan saran untuk menjaga

    pola makan, nutrisi dan istirahat yang cukup serta menjaga oral hygiene

    dengan penggunaan sikat lidah dan obat kumur antiseptik untuk mengurangi

    rekurensi terjadinya SAR. Pasien juga diinstruksikan untuk mengkonsumsi

    vitamin B12 secara teratur jika sudah terjadi kemerahan sebagai tanda awal

    rekurensi SAR. Perawatan bedah untuk diagnosa pigmentasi fisiologis tidak

    dilakukan karena tidak ada keluhan estetis dari pasien.

  • 8/10/2019 RECURRENT APHTOUS STOMATITIS

    40/40

    BAB V

    KESIMPULAN

    SAR merupakan lesi ulseratif yang sering ditemukan pada masyarakat. Untuk

    dapat membedakan lesi ulseratif SAR dengan lesi lainnya diperlukan anamnesa dan

    pemeriksaan klinis yang baik dan menyeluruh. Kebiasaan pasien, riwayat penyakit,

    dan pola hidup pasien juga perlu diketahui untuk membantu menegakkan diagnosis.

    Penatalaksanaan SAR bertujuan untuk menghilangkan etiologi dan memperpanjang

    masa rekurensi. Jika pemeriksaan penunjang tidak dapat dilakukan maka pilihan

    terapi adalah bersifat empirik. Temuan klinis dan keluhan lainnya perlu diperhatikan

    sehingga terapi yang diberikan dapat bersifat menyeluruh dan tidak terbatas pada

    keluhan pasien saja.