refarat hip joint dislocation

34
1 CASE REPORT A. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. F Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 18 tahun Alamat : Salubone RM : 725877 Masuk RS : 21 September 2015 B. ANAMNESIS Keluhan Utama : Tungkai bawah kiri lebih pendek Anamnesis terpimpin : Dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu, setelah mengalami kecelakaan lalulintas. Saat itu pasien menumpang sebuah motor kemudian terjatuh dengan panggul kiri terlebih dahulu menyentuh aspal. Pasien kemudian merasakan nyeri pada panggul kirinya sehingga tidak dapat berjalan dan sejak saat itu pasien merasa tungkai kirinya menjadi lebih pendek dari tungkai kanan. Pasien kemudian masuk ke rumah sakit daerah Pinrang selama 2 hari dan telah dilakukan penarikan pada tungkai kirinya namun tidak dapat kembali seperti semula. Setelah itu pasien keluar dari RS dan diurut dirumahnya. Sejak saat itu pasien tidak dapat berjalan sebab jika tungkai kiri digunakan untuk berjalan akan terasa sakit. BAK dan BAB kesan normal. Pasien lalu mengunjungi Poliklinik Ortopedi dan Traumatologi RSWS. Riwayat diurut ada. Riwayat minum jamu-jamuan tidak ada. Riwayat trauma sebelumnya tidak ada. C. PEMERIKSAAN FISIS 1. Status Generalis KU : Gizi cukup, Compos mentis TD : 120/70 mmHg

Upload: gebayokta

Post on 15-Feb-2016

82 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hip

TRANSCRIPT

Page 1: Refarat Hip Joint Dislocation

1

CASE REPORT

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. F

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 18 tahun

Alamat : Salubone

RM : 725877

Masuk RS : 21 September 2015

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Tungkai bawah kiri lebih pendek

Anamnesis terpimpin :

Dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu, setelah mengalami

kecelakaan lalulintas. Saat itu pasien menumpang sebuah motor kemudian

terjatuh dengan panggul kiri terlebih dahulu menyentuh aspal. Pasien

kemudian merasakan nyeri pada panggul kirinya sehingga tidak dapat

berjalan dan sejak saat itu pasien merasa tungkai kirinya menjadi lebih

pendek dari tungkai kanan. Pasien kemudian masuk ke rumah sakit daerah

Pinrang selama 2 hari dan telah dilakukan penarikan pada tungkai kirinya

namun tidak dapat kembali seperti semula. Setelah itu pasien keluar dari RS

dan diurut dirumahnya. Sejak saat itu pasien tidak dapat berjalan sebab jika

tungkai kiri digunakan untuk berjalan akan terasa sakit. BAK dan BAB kesan

normal. Pasien lalu mengunjungi Poliklinik Ortopedi dan Traumatologi

RSWS.

Riwayat diurut ada. Riwayat minum jamu-jamuan tidak ada. Riwayat

trauma sebelumnya tidak ada.

C. PEMERIKSAAN FISIS

1. Status Generalis

KU : Gizi cukup, Compos mentis

TD : 120/70 mmHg

Page 2: Refarat Hip Joint Dislocation

2

Nadi : 84 x/menit

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,6 0C

2. Status Lokalis

Gambar 1. Extremitas inferior ventral.

Gambar 2. Extremitas inferior tampak lateral.

Gambar 3. Tes Galleazi

Page 3: Refarat Hip Joint Dislocation

3

Regio Hip joint

a. Look : Tampak deformitas berupa shortening, tidak ada edema,

tidak ada hematom

b. Feel : Tidak ada nyeri tekan

c. Move : Tidak ada nyeri saat digerakkan

Gerak aktif tidak dapat dilakukan.

Gerak pasif :

kanan kiri

Fleksi 1200 1200

Abduksi 600 300

Adduksi 300 300

Rotasi Eksterna 500 500

Rotasi Interna 300 300

d. NVD : Sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis teraba, CRT

<2 detik.

Right left

ALL 85 79

TLL 91 85

LLD 6

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

WBC 6,75

RBC 4,04

PLT 200

HGB 12,8

HCT 38,9

CT/BT 8’00/2’00

Page 4: Refarat Hip Joint Dislocation

4

2. Radiologi

Foto Hip Joint AP (tanggal 18 Agustus 2015) :

E. RESUME

Perempuan usia 18 tahun masuk RS Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan

utama ekstremitas inferior sinistra lebih pendek daripada dextra yang dialami

sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Nyeri (+) saat berjalan pada panggul kiri.

Riwayat jatuh dari motor dengan pelvis sinistra yang terlebih dahulu

menyentuh aspal sehingga terjadi shortening pada extremitas sinistra dan tidak

extremitas sisnistra tidak dapat digunakan berjalan. Riwayat dirawat di RSUD

Pinrang dan dilakukan reduksi tertutup namun tidak berhasil dan pasien meminta

keluar dari RS. Riwayat diurut (+).

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien dengan keadaan umum baik. Status

vitalis dalam batas normal. Status lokalis hip joint sinistra, look: deformitas

(+)berupa shortening, edema (-), hematoma (-), feel: nyeri tekan (-), move: nyeri

saat digerakkan (-), gerak aktif tidak dapat dilakukan dan gerakan pasif ROM:

penurunan pada gerakan abduksi yaitu sebesar 30o.

Pada pemeriksaan penunjang foto polos pelvis AP tampak hip joint dextra

kesan normal dan pada hip joint sinistra tampak dislokasi head femur ke arah

Page 5: Refarat Hip Joint Dislocation

5

superolateral yang memberikan gambaran dislokasi hip joint sinistra posterior.

Tidak tampak fraktur pada head femur, acetabulum, maupun posterior wall.

F. DIAGNOSIS

Neglected Dislocation Left Hip Joint

G. RENCANA TERAPI

Analgetik

Rencana open reduction

Page 6: Refarat Hip Joint Dislocation

6

HIP JOINT DISLOCATION

I. PENDAHULUAN

Dislokasi adalah pindahnya permukaan sentuh tulang yang menyusun sendi.

Cedera ini dihasilkan oleh gaya yang menyebabkan sendi melampaui batas normal

anatomisnya.9 Articulatio coxae merupakan sendi “ball and socket” yang terbentuk

dari caput femoris dan acetabulum. Articulatio ini memiliki banyak penonjolan

yang dapat dipalpasi. Spina iliaca anterior superior dan trochanter major merupakan

struktur yang dengan mudah dapat dipalpasi pada daerah lateral, dan symphysis

pubic serta tuberculumnya (sekitar 1 inci lateral dari symphysis) dapat dipalpasi

dari sisi medial. Articulatio coxae ini merupakan sendi dengan pergerakan yang

sangat luas.1

Dislokasi dari articulation coxae biasanya merupakan hasil dari trauma

sedang hingga berat. Trauma tersering (42%-84%) merupakan akibat kecelakan

kendaraan bermotor. Selain itu dapat pula terjadi pada traupa akibat jatuh dari

ketinggian, trauma saat berolahraga, dan kecelakaan daerah industry. Dislokasi

posterior merupakan kelainan terbanyak dibandingkan dislokasi anterior yaitu

sekitar 89%-92%. Sekitar 30% pasien dengan dislokasi articulation coxae tidak

disertai dengan fraktur acetabulum, dan dislokasi tersering tanda disertai fraktur

adalah dislokasi posterior yaitu sekitar 80%.2

Dislokasi articulation coxae pada anak-anak merupakan kejadian yang

relative jarang. Pada anak <5 tahun, trauma minor seperti tergelincir atau trauma

berenergi rendah dapat menyebabkan dislokasi articulation coxae, dimana pada

remaja dislokasi ini disebabkan oleh trauma mayor seperti kecelakaan kendaraan

bermotor. Dislokasi posterior sedikitnya 8-9 kali lebih sering terjadi daripada

dislokasi anterior, dan terapinya secara umum dengan reduksi tertutup dengan

tersedasi atau anestesi general yang diikuti dengan imobilisasi dan tidak

mengangkat beban dalam waktu singkat. 3

II. ANATOMI

Articulasio ini berada didalam kapsul yang melekat pada pinggiran

acetabulum dan collum os femur.

Page 7: Refarat Hip Joint Dislocation

7

Gambar 1. Anatomi os pelvic tampak anterior4

Terdapat 5 ligamentum yang berhubungan dengan articulation ini yaitu:

a. Ligamentum iliofemoral yang merupakan ligamentum terkuat, yang

melekan membentuk huruf “Y” dan terletak dibagian anterior dari sendi.

Dasarnya berada pada bagian atas spina iliaca anterior inferior; dan kedua

kaki dari “Y” melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica

os femur. Ligamentum ini mencegah hiperekstensi selama berdiri dan

membatasi gerakan rotasi externa dari articulation coxae dan merupakan

penghalang utama dalam reduksi pada dislokasi posterior. 3,5,9

b. Ligamentum pubofemoral yang berbentuk triangular (segitiga) dan terletak

dibagian inferior. Bagian dasar ligamentum melekat pada ramus superior os

pubic, dan apexnya melekan di bawah bagian linea intertrochanterica

distalis. Ligamentum ini berfungsi membatasi gerakan ekstensi dan

abduksi.5,9

c. Ligamentum ischiofemoral berbentuk spiral yang melekat pada corpus os

ischium dekat dengan margin acetabulum. Serabut ligamentum ini melewati

bagian superior dan lateral dan melekat pada trochanter major. Ligamentum

ini berfungsi mengurangi gerakan rotasi interna, rotasi eksterna, dan

ekstensi. 4,5,9

Page 8: Refarat Hip Joint Dislocation

8

d. Ligamentum transversalis acetabular yang terbentuk dari labrum

acetabulum yang mengelilingi acetabulum. Ligamentum ini merupaka

lapisan kartilago yang tebal yang meluas kea rah luar dari acetabulum yang

memperdalam cavitas acetabulum. 1,5,9

e. Ligamentum pada caput femoris benbentuk pipih dan triangular (segitiga).

Ligamentum ini disebut ligamentum teres yang berfungsi menghubungkan

caput femoris ke bagian sentral acetabulum dan melindungi pembuluh darah

yang memperdarahi caput femoris. 1,4,5,9

Gambar 2. Struktur ligament pada articulation coxae6

Musculus yang terdapat disekitar articulation coxae merupakan musculus

yang berukuran besar dan kuat dan berkontribusi secara signifikan dalam aktifitas

dari caput femoris. Musculus ini dapat dikelompokkan menjadi 3 kompartemen

utama yaitu:

a. Kompartemen anterior yang terdiri dari M. iliopsoas, tensor fascia latae, M.

Sartorius, dan M. quadriceps femoris.

b. Kompartemen medial yang terdiri dari M.pectineus, M.gracilis, M.obturator

externus, M.adductor magnus, brevis, dan longus. Mekanisme kerja dari

musculus medial ini adalah dalam gerakan adduksi dari femur.

Page 9: Refarat Hip Joint Dislocation

9

c. Kompartemen posterior yang terdiri dari M.hamstring yaitu

M.semitendinosus, M.semimembranosus, dan M.biceps femoris. Musculus

ini berfungsi dalam gerakan ekstensi articulation coxae. 1

Gambar 3. Musculus pada daerah articulation coxae6

Tabel 1. Musculus pada region femoris6

Page 10: Refarat Hip Joint Dislocation

10

Gambar 4. Vaskularisasi pada articulation coxae4

Articulatio coxae merupakan sendi dengan bentuk yang kompleks yaitu

ball-and-socket yang memungkinkan pergerakan 3 dimensi. Namun ruang gerak

(range if metion) pada articulation ini masih lebih sedikit jika dibandingkan dengan

articulation humeri (yang juga merupakan sendi ball-and-socket) karena cavitas

acetabulum lebih dalam daripada cavitas glenoidalis. 3

Gambar 5. ROM dari articulation coxae7

Page 11: Refarat Hip Joint Dislocation

11

Tabel 2. ROM dari articulation coxae7

III. MEKANISME TRAUMA

Terdapat 2 mekanisme utama trauma pada dislokasi articulation coxae. Pada

kelompok umur muda (<5 tahun), trauma berupa jatuh ringan dan tergelincir dapat

mengakibatkan dislokasi articulation ini karena kelemahan sendi secara

menyeluruh dan kartilago acetabulum yang masih lunak pada kelompok umur ini.

Pada kelompok umur yang lebih tua (11-15 tahun), dislokasi art.coxae lebih sering

dikarenakan trauma berenergi besar (trauma pada atlet atau kecelakaan kendaraan

bermotor). Hal ini penting diketahui sebab dengan mengetahui mekanisme trauma

yang terjadi dapat memberikan gambaran prognosisnya dimana pada trauma

dengan energi besar akan memberikan prognosis yang kurang baik. 3

Dislokasi pada panggul terbagi menjadi 3 jenis dislokasi, yaitu:

a. Dislokasi panggul posterior terjadi sebagai akibat dari trauma pada distal

femur yang diarahkan secara langsung ke posterior. Hal ini sering terjadi

pada trauma akibat kecelakaan kendaraan bermotor dimana pasien duduk

dikursi depan selama tabrakan terjadi kemudian lutut akan bertubrukan

dengan dashboard dan mendorong caput femoris ke belakang keluar dari

acetabulum. Mekanisme trauma ini sering menyebabkan trauma lain seperti

fraktur corpus femur, distal femur, patella, atau tibia proximal. 3 Dislokasi

panggul posterior terjadi setelah adanya tubrukan pada lutut dimana coxae

dalam posisi fleksi. 1 Pada dislokasi panggul posterior, ligamentum teres

akan terjadi avulsi, kapsul posterior articulation coxae ruptur, biasanya

terjadi fraktur pada fragmen posterior acetabular rim, dan akan terjadi

rupture atau avulsi dari labrum. Robekan kapsul tersebut mungkin akan

terdapat pada perlekatannya di labrum posterior atau pada struktur yang ada

Page 12: Refarat Hip Joint Dislocation

12

ditengahnya. midsubstance. Otot-otot rotator lateral seperti M. obturatorius

internus, M.piriformis, M.obturatorius externus, dan M.quadratus femoris

akan rupture disepanjang kapsul baik secara parsial ataupun total.

M.Gluteus maximus, medius, dan minimus, akan teregang dan mengalami

translasi ke posterior dari caput femoris. Struktur dan kondisi yang dapat

mencegah terjadinya reduksi yaitu diantaranya M.piriformis yang berpindah

melewati acetabulum, adanya fragmen osteocartilabenous, adanya lipatan

pada labrum dan kapsul, dan adanya buttonholing di caput femoris karena

adanya robekan kecil di kapsul posterior. 3

Gambar 6. Mekanisme trauma pada dislokasi panggul posterior1

b. Dislokasi panggul anterior diakibatkan dari trauma langsung dari anterior

yang terjadi pada femur dalam posisi abduksi dan rotasi eksterna. Caput

femur berpindah ke anterior. Caput femoris akan berpindah ke depan dan

biasanya akan terletak di atas dari foramen obturatorius. 3 Dislokasi ini

terjadi sebagai akibat dari adanya trauma pada posisi adduksi yang

menyebabkan terjadinya pergeseran dari collum femoris atau trochanter

terhadap puncak lengukang acetabulum dan mengangkat caput femoris

melewati robekan pada kapsul anterior. 1 Tipe dislokasi obturator dapat

terjadi ketika coxae dalam posisi flexi saat terjadinya trauma. Tipe dislokasi

anterior ini mengakibatkan tungkai inferior akan menetap pada keadaan

abduksi 60, rostasi eksternal, dan beberapa akan terjadi fleksi. Inferior

anterior dislokasi berhubungan dengan abduksi paksa, external rotasi, dan

Page 13: Refarat Hip Joint Dislocation

13

fleksi pada pinggul. Pada kasus ini, caput femoral keluar melalui kapsul

anterior dibawah ligamentum pubofemoralis. Inferior dislokasi mudah

dikenali dari gambaran radiografi oleh posisi caput femoris diatas foramen

obturator dan posisi femur abduksi dan external fiksasi.4,7,8 Trauma paka

coxae dalam kondisi ekstensi akan menyebabkan terjadinya dislokasi

anterior tipe pubic atau iliac. Pada dislokasi tipe pubic, tungkai inferior akan

dalam posisi rotasi eksternal, ekstensi maksimal, dan beberapa kan abduksi.

Dislokasi tipe pubic juga dapat terjadi akibat hiperekstensi berat dengan

rotasi eksternal, yang mana trauma mengenai femur bagian anterior. 1 Pada

dislokasi anterior ini juga dapat terjadi robekan pada ligamentum teres dan

kapsul sendi bagian anterior. Otot yang berada pada sendi bagian anterior

akan teregang atau rupture secara parsial. Pada kondisi yang jarang ditemui

trauma pada nervus dan arteri femoralis jika terjadi trauma dengan energy

yang besar. 3 Superior anterior dislokasi jarang terjadi, dengan prevalensi

kurang dari 10%. Kasus ini berhubungan dengan abduksi paksa, rotasi

external dan ekstensi femur. Ruptur dari caput femoralis melalui kapsul

anterior diantara ligamentum ileofemoral dan pubofemoral dengan menarik

SIAI. Dislokasi superior biasanya menjalar hingga dislokasi pubik.4,7,8

c. Dislokasi sentral yang disertai dengan fraktur acetabulum dikaitkan dengan

trauma yang diarahkan pada medial dari trochanter major. Mekanisme

tersering yang terjadi adalah akibat terjatuh dari ketinggian mengikuti

kecelakaan kendaraan bermotor dimana lutut membentur langsung

dashboard ketika coxae dalam posisi ekstensi dan abduksi. 3

IV. KLASIFIKASI

Dislokasi panggul diklasifikasikan berdasarkan perpindahan daro caput

femoris menjadi dislokasi posterior, anterior, dan sentral (suatu fraktur kominutif

atau displacement dari acetabulum). 5

Terdapat banyak klasifikasi yang digunakan pada dislokasi panggul.

Dislokasi panggul posterior dapat diklasifikasikan kembali berdasarkan posisi akhir

dari caput femoris yaitu tipe iliac, jika caput femoris berpindah ke superoposterior

Page 14: Refarat Hip Joint Dislocation

14

sepanjang aspek lateral dari os ilium dan tipe ischial, jika caput femoris berpindah

ke daerah yang berdekatan dengan greater sciatic notch. Untuk dislokasi anterior

dapat diklasofokasikan menjadi 2 kelompok yaitu dislokasi pubic dan obturator.

Untuk dislokasi sentral jarang ditemukan pada anak dan biasanya berhubungan

dengan fraktur acetabulum. 3

Gambar 7. Dislokasi panggul posterior : iliac (A) dan ischiac (B). Dislokasi panggul anterior:

Obturator (C) dan Pubic (D) 3

Sistem klasifikasi seharusnya dapat membantu dalam alur penatalaksanaan

dan dapat memberikan gambaran prognosis. Terdapat 2 sistem klasifikasi terbaru

(Comprehensive system dan Brumback et al. system) membantu dalam alur

pengobatan dari pada memberikan gambaran prognosis. Kedua sistem klasifikasi

lama (Thompson and Epstein system dan Stewart and Milford system) telah

diperkenalkan terlebih dahulu. 2

Tabel 3. Sistem klasifikasi Thompson and Epstein’s untuk dislokasi panggul posterior2

Thompson-Eipstein Classification of Poesterior Hip Dislocation

Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

Type II Dislocation associated with fracture of the posterior acetabular rim

Type III Dislocation with a comminuted acetabular rim

Type IV Dislocation with fracture of the acetabular floor

Type V Dislocation with fracture of the femoral head (Pipkin Cass)

Page 15: Refarat Hip Joint Dislocation

15

Tabel 4. Sistem klasifikasi Stewart and Milford’s untuk dislokasi panggul posterior2

Stewart-Milford System

Type I Simple dislocation without fracture

Type II Dislocation with one or more rim fragments but with sufficient socket to ensure

stability after reduction

Type III Dislocation with fracture of the rim producing gross instability

Type IV Dislocation with fracture of the head or neck of the femur

Tabel 5. Sistem klasifikasi Pipkin untuk dislokasi panggul posterior2

Pipkin Classification of Posterior Hip Dislocation

Type I Dislocation with femoral fracture caudal to fovea centralis

Type II Dislocation with femoral fracture cephalad to fovea centralis

Type III Type I or II + fracture of femoral head

Type IV Type I or II + fracture of acetabulum

Tabel 6. Sistem klasifikasi Eipstein untuk dislokasi panggul anterior2

Eipstein Classification of Anterior Hip Dislocation

Type I Superior dislocations, including pubic & subspinous

Type IA No associated features

Type IB Associated fracture or impaction of the femoral head

Type IC Associated fracture of the acetabulum

Type II Inferior dislocations, including obturator & perineal

Type IIA No associated features

Type IIB Associated fracture or impaction of the femoral head

Type IIC Associated fracture of the acetabulum

Klasifikasi diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Klasifikasi Thompson and Epstein (1951) ini berdasarkan tingkat keparahan

dari fraktur acetabulum dana atau fraktur caputfemoris.

b. Klasifikasi Stewart and Milford (1954) ini berdasarkan stabilitas dari coxae

setelah dilakukan reduksi dan kondisi dari caput femoris.

Page 16: Refarat Hip Joint Dislocation

16

V. DIAGNOSIS

a. Anamnesis

Pada awal terjadinya trauma pasien akan dating dengan keluhan nyeri pada

panggul dan terjadi pemendekan dari ekstremitas inferior jika dibandingkan dengan

sisi kontralateral.

b. Pemeriksaan Fisis

Inspeksi dimana trauma pada jaringan lunak pada daerah dekat os femur

dapat terlihat daerah trauma yang terlokalisir. Ketika trauma dashboard dapat

menyebabkan dislokasi panggul, pemeriksa harus mencari adanya hematoma pada

lutut. Posisi dari kaki merupakan indikasi tersering untuk menentukan jenis

dislokasinya. Pada dislokasi panggul posterior, kaki akan mengalami pemendekan

(shortening) dalam posisi fleksi, adduksi, dan rotasi interna. Namun pada dislokasi

posterior yang tidak dapat direduksi, posisi kaki bisa pada posisi netral. Pada

dislokasi anterior posisi kaki dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi, dan fleksi

ringan atau ekstensi. Klasifikasi fleksi ringan atau ekstensi berdasarkan letaknya

yaitu di superior (pubic) atau inferior (obturator). 2

Gambar 8. Dislokasi pada panggul: (A) dislokasi posterior, (B) dislokasi anterior3

Palpasi, dimana akan teraba jaringan lunak jika terjadi displacement dari

caput femoris. 2

Pemeriksaan neurovascular. Trauma nervus ischiadicus pada 8%-19%

kasus dislokasi panggul posterior seharusnya mencantumkan hasil pemeriksaan

Page 17: Refarat Hip Joint Dislocation

17

fungsi sarah. Trauma nervus peroneal akan lebih sering terjadi dan biasanya lebih

berat dari pada nervus tibialis. 2

Spesial tes

Gambar 9. Special tes pada pemeriksaan extremitas inferior6

Tabel 7. Dislokasi articulation coxae7

Page 18: Refarat Hip Joint Dislocation

18

c. Pemeriksaan Penunjang

Foto konvensional (X-ray)

Gambar 10. Gambaran radiologi normal foto pelvic posisi AP dan Lateral8

Foto radiologi posisi AP merupakan jenis posisi yang paling sering

digunakan karena diangkap merupakan posisi yang adekuat dalam menampakkan

jenis dislokasi yang terjadi. Pada pemeriksaan radiologi AP pada dislokasi anterior

maka caput femoris akan tampak lebih besar dari sisi kontralateral yang normal.

Sedangkan pada dislokasi posterior akan tampak lebih kecil dari sisi kontraleteral

yang sehat. Shenton’line juga harus dievaluasi ketika mencuriagai trauma pada

coxae. 1,2

Page 19: Refarat Hip Joint Dislocation

19

Gambar 11.Foto radiologi posisi AP pada dislokasi panggul posterior. 1

Gambar 12. Dislokasi panggul anterior5

Trauma pada daerah lateral atau tumbukan pada trochanter major, dapat

menyebabkan caput femoris secara medial melewati dasar dari acetabulum dan

dislokasi ini disebut sebagai dislokasi panggul sentral dan biasanya terdapat fraktur

dari acetabulum. 5

Page 20: Refarat Hip Joint Dislocation

20

Gambar 13. Dislokasi panggul sentral5

VII. PENATALAKSANAAN

Dislokasi panggul harus diterapi secara cepat dan tepat dengan reduksi

segera setelah dilakukan pemeriksaan fisis dan evaluasi radiologi. Reduksi tertutup

harus dilakukan dibawah pembiusan total di kamar operasi atau pada ruang rawat

darurat dibawah pengarug anestesi (tersedasi). Metode dan durasi dari imobilisasi

setelah reduksi yang digunakan sampai saat ini belum di sepakati namun beberapa

imobilisasi tetap harus dilakukan. 3

Page 21: Refarat Hip Joint Dislocation

21

Pada pasien dengan trauma pada articulation coxae dapat dilakukan

penatalaksanaan sesuaidengan alur dibawah ini :

Gambar 14. Alur penatalaksanaan pada trauma articulation coxae10

a. Reduksi tertutup

Dislokasi posterior

Reduksi tertutup pada dislokasi posterior dapat dilakukan dengan beberapa

metode seperti Bigelow, Allis, atau Stimson, dan semua metode ini bergantung

pada posisi fleksi dari articulation coxae untuk merelaksasi ligamentum iliofemoral.

3

Metode termudah, tersering, dan terefektif yang digunakan adalah metode

allis. Pasien dalam posisi supinasi, dan asisten menstabilisasi pelvis dengan cara

menekan langsung pada spina iliaca anterior superior. Kemudian sendi panggul dan

sendi lutut difleksikan 90 derajat, dengan posisi paha sedikit adduksi dan rotasi

medial. Dokter ahli kemudian meletakkan lengan bawahnya dibelakang lutut pasien

Page 22: Refarat Hip Joint Dislocation

22

dan mealakukan dorongan langsung dari anterior untuk melepaskan caput femoris

dari bagian belakang acetabulum. Jika terasa tahanan dari jaringan lunak, rotasi

interna dan adduksi di tingkatkan sehingga terjadi relaksasi dari kapsul sendi

panggul, dan reduksi tertutup dapat dilakukan kembali. Asisten dapat melakukan

dorongan langsung dari anterior untuk membantu reduksi dari caput femoris. 3

Gambar 15. Metode Allis (A) dan Bogelow (B) pada dislokasi posterior3

Page 23: Refarat Hip Joint Dislocation

23

Gamabr 16. Metode stimson pada dislokasi posterior3

Dislokasi anterior

Dislokasi anterior lebih sulit untuk direduksi dari pada dislokasi posterior.

Jika telah dilakukan reduksi hingga 2 kali dengan sedasi yang optimal dan tidak

berhasil, maka pasien harus dibawa ke ruang operasi. Pada posisi tungkai rotasi

eksterna, abduksi dan fleksi, maka dilakukan traksi dalam posisi satu garis. 2

Gambar 17. Metode Allis untuk reduksi pada dislokasi panggul anterior. (A) Traksi secara

longitudinal. (B), Femur dalam posisi abduksi, rotasi interna dan kembali ke posisi netral3

Page 24: Refarat Hip Joint Dislocation

24

Dislokasi Sentral

Pada dislokasi sentral membutuhkan traksi skeletal melewati bagian distal

femur untuk mengembalikan caput femoris ke posisi anatomisnya. Dikarenakan

dislokasi sentral dihubungkan dengan fraktur acetabulum, yang biasanya bersifat

kominutif, perpindahan caput femoris ke medial harus dikembalikan ke posisi

anatomisnya. Metode ini akan sangat baik jika digunakan bersama traksi jepitan

skeletal (Schanz pin ditempatkan mengarah lateromedial atau skeletal traction pin

ditempatkan pada arah anteroposterior) pada trochanter major. Traksi lateral dapat

digunakan pada reduksi dislokasi sentral dan kemudian dapat dilepaskan ketika

reduksi sudah stabil atau hingga 2-3 minggu. Traksi skeletal distal dipertahankan

hingga 3-4 minggu, dengan melakukan gerakan aktif pada sendi panggul untuk

membentuk kembali acetabulum. Pada fraktur acetabulum dengan penonjolan

caput femur ke dalam panggul, maka dilakukan terapi konservatif dengan traksi

tulang selama 4-6 minggu. Pada fraktur dimana caput femur tembus ke dalam

acetabulum, sebaiknya dilakukan traksi pada dua komponen yaitu komponen

longitudinal dan lateral selama 6 minggu dan setelah 8 minggu diperbolehkan

berjalan dengan menggunakan penopang berat badan. 3

Stabilisasi setelah reduksi

Pada penangan terdahulu telah mengajarkan stabilisasi dari hip joint segera

setelah dilakukannya reduksi. Stabilitas pada dislokasi posterior adalah

memposisikan hip joint fleksi 90°dan sementara sendi ditahan ke posisi rotasi netral

dan abduksi netral, maka dorongan dari posterior dapat dilakukan. 2

b. Reduksi Terbuka

Ketidakmampuan reduksi tertutup biasanya merupakan hasil dari tidak

adekuatnya relaksasi, adanya penutupan dari kapsul sendi, dan atau adanya fraktur

femur menyebabkan hip joint sulit untuk dikontrol. Kegagalan dalam melakukan

reduksi tertutup merupakan indikasi dilakukannya reduksi terbuka. Selama

prosedur ini dilakukan, hal yang terpenting adalah melindungi vaskularisasinya.

Sendi yang tidak dapat direduksi tertutup, dislokasi yang disertai dengan fraktur

yang tidak stabil setelah reduksi, dan sendi yang tidak sesuai bentuknya dengan

semula setelah reduksi merupakan indikasi untuk dilakukan reduksi terbuka. Ketika

Page 25: Refarat Hip Joint Dislocation

25

terjadi dislokasi atau fragmennya berada diposterior, maka pendekatan posterior

yang seharusnya dipilih dan sebaliknya. 2

Indikasi lain untuk dilakukannya reduksi terbuka adalah jika gagal dalam

melakukan reduksi tertutup dan dislokasi yang disertai perpindahan caput atau

collum femoris atau fraktur acetabulum. Pendekatan operasi yang digunakan

bergantung pada arah dari dislokasi yang terjadi dimana pendekatan posterior

dilakukan pada dislokasi posterior dan pendekatan anterior dilakukan pada

dislokasi anterior. Tujuan intervensi pembedahan yang dilakukan adalah untuk

menghilangkan penghambat yang mencegah terjadinya reduksi hip joint (tendon

piriformis, kapsul sendi), mengidentifikasi struktur yang mencegah reduksi

(inverted limbus, osteocartilaginous loose bodies), memperbaiki kelainan anatomi

pada fraktur caput femoris atau acetabulum, dan memperbaiki jaringan lunak. 3

Posterior Approach

Pendekatan posterior standar yang sering digunakan adalah Southern atau Moore. 3

Gambar 18. Pendekatan posterior pada dislokasi posterior. (A) insisi pada kulit dibuat dari spina

iliaca posterior superior melewati trochanter major dan turun sampai ke aspek lateral dari femur.

(B) nervus ischiadicus diidentifikasi dan ditarik. Otot rotator diinsisi pada insersinya dan ditarik.

(C) kapsul posterior, yang rupture parsial, harus diinsisi untuk membuka pandangan ke

acetabulum. (D) Pin Schanz ditempatkan pada trochanter major agar dokter ahli dapat

mengalihkan caput femoris agar dapat mengobservasi acetabulum lebih baik. (E) Kemudian

dilakukan perbaikan robekan pada kapsul dan labrum. 3

Page 26: Refarat Hip Joint Dislocation

26

Anterior Approach.

Suatu pendekatan anterior dilakukan untuk dislokasi anterior dan langsung

pada anterior (Smith-Peterson) atau dari anterolateral (Watson-Jones). Literatur

untuk intervensi bedah pada doslokasi anterior jarang ditemui karena kebanyakan

dikonsentrasikan untuk dilakukan reduksi tertutup. 3

c. Perawatan Pasca Reduksi

Paisen tirah baring dan diimobilisasi dengan traksi kulit selama 2 minggu,

kemudian mobilisasi non-weight bearing selama 3 bulan atau tirah baring hingga

nyeri sendi panggul menghilang, kemudian segera mobilisasi partial weight

bearing.11

d. Follow-up

Pengawasan posisi ekstremitas bawah dalam posisi neutral bila

diimobilasisi dengan traksi kulit, latih isometric segera dilakukan dan latihan

isotonic setelah 2 minggu. Atau dengan pemantauan hilangnya nyeri sendi panggul

dan segera mobilisasi partial weight bearing.6

e. Penatalaksanaan pada neglected dislocation of hip joint

Definisi dari neglected dislocation dari beberapa literature sampai saat ini

masih belum jelas. Berdasarkan Garret dkk (1979) bahwa pasien dengan dislokasi

panggul >72 jam disebut sebagai unreduced dislocation. 13 Pada kasus yang akut

reduksi tertutup merupakan tindakan emergency yang harus segera dilakukan. 12

Namun pada pasien dengan kasus neglected dislocation lebih disarankan untuk

reduksi terbuka sebab pada pasien neglected dislocation acetabulum akan dipenuhi

dengan jaringan fibrosis sehingga reduksi tertutup akan sulit untuk dilakukan.

Reduksi segera (<6 jam) pada dislokasi panggul dapat menurunkan angka kejadian

avascular nekrosis dari 50% ketika direduksi >6 jam menjadi 0-5%. 12

VIII. KOMPLIKASI

Prognosis dari dislokasi hip joint berdasarkan insiden ternjadinya AVN dan

cedera tulang rawan, dan keduanya. 2 Berdasarkan waktunya makan komplikasi

yang terjadi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu komplikasi dini dan lanjutan.

Page 27: Refarat Hip Joint Dislocation

27

a. Komplikasi dini

Trauma nervus ischiadicus yang dapat terjadi sekitar 10-20% pada kasus

dislokasi namun biasanya dapat dihindari. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada

kasus dislokasi yang disertai fraktur daripada dislokasi murni. 2 Fungsi saraf harus

dievaluasi dan didokumentasikan sebelum reduksi dilakukan. Jika setelah reduksi

dislokasi dilakukan, lesi nervus ischiadicus didiagnosis, maka nervus ini harus

diselidiki bahwa trauma pada nervus ini bukan kerena proses reduksi yang

dilakukan. Penyembuhan biasanya setelah beberapa bulan dan dalam waktu

tersebut tungkai tersebut terlindungi dari trauma. Trauma vascular paling sering

terjadi pada arteri gluteus superior sehingga dapat terjadi perdarahan. 5

b. Komplikasi lanjut

1) Avaskular nekrosis dari caput femoris dilaporkan terjadi pada sekitar 10%

kasus dari dislokasi akibat trauma. Jika reduksi tertunda >12 jam, maka

bentuknya akan berubah >40%. Perubahannya dapat terlihat pertama kali

pada pemeriksaan MRI atau bone scan. 5 Angka kejadian AVN meningkat

jika dislokasi dibiarkan lebih dari 6-12 jam. Hal ini dimungkinkan terjadi

akibat kompresi pembuluh darah kinks, spasme, atau kombinasinya. Suatu

penelitian melaporkan bahwa angka kejadian AVN meningkat dari 4,8%

jika direduksi dalam 6 jam pertama dan dibandingkan dengan menjadi

52,9% setelah 6 jam.

2) Myositis ossificans merupakan komplikasi lanjut yang jarang dijumpai dan

sangat berhubungan dengan tingkat keparahan trauma. Selama masa

penyembuhan pergerakan tidak boleh dipaksakan dan pada trauma yang

berat, periode istirahat dan tidak mengangkat beban seharusnya

diperpanjang. Dislokasi yang tidak direduksi setelah beberapa minggu akan

kembali dengan beberapa manipulasi dan reduksi terbuka merupakan

indikasi untuk dilakukan.

3) Osteoarthritis sekunder merupaka komplikasi yang juga jarang ditemukan

dan berhubungan dengan adanya kerusakan kartilago saat terjadi dislokasi,

adanya fragmen tulang dalam sendi, atau adanya iskemik dan nekrosis pada

caput femoris. 5

Page 28: Refarat Hip Joint Dislocation

28

Komplikasi yang terjadi dapat pula bersifat sistemik ataupun local. Komplikasi

sistemik lebih sering didapatkan pada keadaan trauma berat daripada dislokasi.

Pada komplikasi local yang dapat terjadi yaitu trauma nervus ischiadicus, AVN,

Artrhitis, dan dislokasi rekuren. 2

IX. PROGNOSIS

Prognosis daro dislokasi bergantung akan adanyaperkembangan AVN,

arthritis, dan heterotopic ossification. Dilaporkan bahwa prognosis yang baik

sekitar 48% sampai 95%. Adapun prognosis dislokasi yang disertai fraktur

berdasarkan perkembangan dari fraktur yang terjadi. Faktor penting yang

mepengaruhi prognosis dari dislokasi adalah waktu dilakukannya reduksi (<6-12

jam) untuk menghindari terjadinya kerusakan suplai darah ke caput femoris. Suatu

penelitian mengemukakan bahwa prognosis baik sekitar 88% jika reduksi

dilakukan dalam 6 jam pertama. Jika >6 jam hanya sekitar 42% yang berhasil

kembali ke bentuk semula. Faktor terpenting yang kedua adalah memastikan bahwa

adanya kecocokan dari sendi yang direduksi untuk menghindari kerusakan

kartilago. 2

Page 29: Refarat Hip Joint Dislocation

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Simon Robert,Sherman Scott,Steven J.emergency orthopedic Axtremities.

5th Edition.McGraw-Hill.2007

2. Brinker Mark R. Review of Orthopaedic Trauma. 2nd Edition. USA:

Lippincott Wittiams & Witkins. 2010.

3. Herring,JA. Tachdjian's PEDIATRIC ORTHOPAEDICS. 4th Edition. USA:

Elsevier Saunders. 2008.

4. Thompson, Jon C. Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 2nd

Edition. USA: Icon Learning System LLC. 2010.

5. Miller Mark D, Thompson Stephen R, Hart Jennifer H. Review of

Orthopaedics. 6th Edition. USA: Elsevier Saunders. 2012.

6. McRae,R.Clinical Orthopaedic Examination. 6th Edition.London.2010.

7. Cleland Joshua, Koppenhaver Shane. Netter’s Orthopaedic Clinical

Examination. 2nd Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. 2011.

8. Snell,RS.Cinical Antomy. 9th Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders.

2011.

9. Solomon Louis, Warwick David, Nayagam Selvadurai. Apley’s Consise

System of Orthopaedics and Trauma. 4th Edition. London: Hodder Arnold.

2014.

10. Foulk DM and Mullis,BH. Hip Dislocation: Evaluation and

Management.2010.

11. Robert, W Bucholz. Rockwood and Green’sfracture in Adult. 7 th 2010.

Philadelphia: Elseiver Saunders 2010.

12. Patil KS.et.al.Neglected Antero-Inferior Dislocation of Hip Treated With

Primary Reverse Hybrid THR-A Rare Case Report.World Journal of

Medical and Surgical Case Report.2014.

13. Pal CP et.al.Neglected Posterior Dislocation of Hip in Children-A Case

Report.Journal of Orthepaedic Case Report.2014.

Page 30: Refarat Hip Joint Dislocation

30

Posterior dislocations present with limb shortening, hip adduction, and internal

rotation of the involved extremity (Fig. 13–25). The femoral head may be palpable

within the muscle of the buttock. The patient should be carefully evaluated for

sciatic nerve injury that may manifest as sensory and motor deficits.81 Distal pulses

must also be assessed; however, vascular injury is uncommon following a posterior

hip dislocation.2

Anterior obturator dislocations usually present with abduction, external rotation,

and flexion of the involved extremity. Anterior iliac or pubic dislocations present

with the hip in the position of extension, slight abduction, and external rotation. The

femoral head is palpable near the anterosuperior iliac spine with iliac dislocations

and near the pubis after a pubic dislocation.2

Keterangan gambar dislokasi sentral

Central dislocation (a) The plain x-ray gives a good picture of the displacement, but

(b) a CT scan shows the pelvic injury more clearly. (c) Skeletal traction, which

often needs both longitudinal and lateral vectors, is an effective method of

reduction.10

Pemeriksaan CT scan dan MRI

CT—A CT scan of the hip should be obtained after reduction to assess the

congruency of the hip joint. This assessment is best done by looking for lateral

subluxation in the more proximal cuts that show the hip joint and by comparing the

joint space in the more distal cuts of the affected hip to that of the uninjured hip.

The postreduction CT scan is also the best means for checking for free

osteochondral fragments within the joint (Fig. 17-3). Small foveal fragments may

be left, but interposed fragments need to be addressed. If a hip cannot be closed

Page 31: Refarat Hip Joint Dislocation

31

reduced, and if time permits, an emergent preoperative CT scan is recommended to

determine whether there are fragments within the joint that will necessitate an open

reduction. After open reduction, even if a prereduction CT scan was obtained, a

postreduction CT scan is advisable if there is any question regarding the

concentricity of the reduction.6

Magnetic resonance imaging (MRI)—MRI can be useful for assessing the hip that

has been reduced and has been found to be incongruent but without interposed

tissue on CT scan. The MR image is better at evaluating the labrum, the muscles,

and the capsule that may be incarcerated within the joint. The role of MRI in the

assessment of early AVN, bone bruises, and chondral injuries after hip dislocations

has yet to be established. MRI may also show damage to the obturator externus

muscle, which may represent injury to the medial circumflex femoral artery and

possibly an increased risk of avascular necrosis.6

Penangan setelah reduksi open

Postreduction treatment after concentric reduction depends on the age of the patient

and whether associated fractures are present. Children younger than 6 to 7 years

should be placed in a hip spica cast with the affected hip in neutral extension and

some abduction. An alternative treatment in a young child is a period of skin

traction. In an older child, bed rest followed by gradual mobilization on crutches

can be used. The period of immobilization or protected motion should be 4 weeks

to allow capsular and soft tissue healing. In fracture-dislocations, 6 to 8 weeks of

immobilization may be considered to allow fracture healing. After the period of

immobilization, partial weight bearing is allowed until there is pain-free full range

of motion of the hip, at which time full weight bearing is permitted.[23] Most

children will resume full activities and full weight bearing as soon as the

immobilization period has ended.[34] Although these guidelines are generally

accepted, there is no consensus on the exact duration of immobilization and time to

full weight bearing. In addition, there is no correlation between the final result and

the period of non–weight bearing after a traumatic hip dislocation

Komplikasi

Page 32: Refarat Hip Joint Dislocation

32

3. Arthritis—Arthritis is the common final pathway for all injuries to the

articular surface. Damage to the cartilage can occur via many means. The

progression to arthritis depends on the extent of the injury to the mechanical and

biochemical properties of the articular cartilage. Likewise, fracture malunions and

nonunions may be major contributors to longrange disability in patients with

fracture-dislocations. Anterior dislocations are typically more prone to developing

arthritis secondary to higher rates of impaction injuries. • Third-

body wear—Interposed bone (from the femoral head or the acetabulum), cartilage

(labrum or articular surface), or soft tissue (muscle, tendon, or capsule) generates

third-body wear within the hip and leads to early arthritis. • Direct

pressure—If the instantaneous load on the cartilage exceeds a certain threshold,

direct chondral death can occur. This can occur at the time of impact or as the

dislocated femoral head presses against the ilium. • Shearing—As

the hip dislocates, it is scraped along the acetabular rim and can shear off a portion

of the articular cartilage. • Nutritional deficiencies—The articular

cartilage receives its nutrition from the synovial fluid, and it is not bathed in

synovial fluid when in a dislocated position. 4. Recurrent dislocations—

Recurrent dislocations are very rare. Most are posterior. Causes may include a

combination of femoral version, acetabular version, soft-tissue impingement, labral

avulsion, and capsular laxity. Treatment is directed toward the structures found

responsible.6

Page 33: Refarat Hip Joint Dislocation

33

Page 34: Refarat Hip Joint Dislocation

34