refarat obat antipsikotik
DESCRIPTION
obat antispsikotikTRANSCRIPT
OBAT ANTIPSIKOTIK
PENDAHULUAN
Antipsikotik (juga disebut neuroleptik) adalah kelompok obat-obatan psikoaktif umum
tetapi tidak secara khusus digunakan untuk mengobati psikosis, yang ditandai oleh skizofrenia.
Obat antipsikotik memiliki beberapa sinonim antara lain neuroleptik dan transquilizer mayor.
Seiring waktu berbagai antipsikotik telah dikembangkan. Antipsikotik generasi pertama, yang
dikenal sebagai antipsikotik tipikal, ditemukan pada 1950-an. Sebagian besar obat-obatan pada
generasi kedua, yang dikenal sebagai antipsikotik atipikal, baru-baru ini telah dikembangkan,
meskipun anti-psikotik atipikal pertama, clozapine, ditemukan pada 1950-an, dan diperkenalkan
secara klinis pada 1970-an. Kedua kelas obat-obatan antipsikotik mencakup berbagai target
reseptor.
Dopamine merupakan salah satu neurotransmitter pada manusia yang sangat berperan
pada mekanisme terjadinya gangguan psikotik. Dopamine sendiri diproduksi pada beberapa area
di otak, termasuk substantia nigra dan area ventral tegmental. Dopamine jua merupakan
neurohormon yang dihasilkan oleh hipotalamus. Fungsi utama hormone ini adalah menghambat
pembentukan prolaktin dan lobus anterior kelenjar pituitary.
Dopamine mempunyai banyak fungsi di otak termasuk peran pentingnya pada perilaku
dan kognisi, pergerakan volunteer, motivasi, penghambat produksi prolaktin (berperan dalam
masa menyusui), mood tidur, perhatian, dan proses belajar.
Dopaminergik neuron (neuron yang menggunakan dopamine sebagai neurotransmitter
utamanya terdapat pada area ventral tegmental (AVT) pada midbrain, substantia nigra pars
compacta dan nucleus arcuata pada hipotalamus, jalur dopaminergik merupakan jalur neural
pada otak yang mengirimkan dopamine dari satu region di otak ke region lainnya. Ada 4 jalur
dopaminergik:
- Jalur mesolimbic : mengirimkan dopamine dari area ventral tegmental (AVT), ke nucleus
accumbens, AVT terletak pada daerah midbrain dan nucleus accumbens pada system
limbic.
- Jalur mesocorticoal: mengirimkan dopamine dari AVT ke frontal korteks. Gangguan
pada jalur ini berhubungan dengan skizofrenia.
- Jalur Nigrostriatal: mengirimkan dopamine dari substantia nigra ke striatum. Jalur ini
berhubungandengan control motorik dan degenerasi pada jalur ini berhubungan dengan
penyakit Parkinson.
- Jalur tuberoinfundibular: mengirimkan dopamine dari hipotalamus ke kelenjar pituitary.
Jalur ini mempengaruhi hormone tertentu termasuk prolaktin.
RESEPTOR DOPAMIN
Skizofrenia berhubungan dengan peningkatan aktifitas pada jalur mesolimbik dan jalur
mesocortikal dopaminergik. Dopamine memiliki reseptor yang berguna untuk menerima sinyal
yang dikirimkan dari satu bagian otak ke bagian yang lainnya. Reseptor dopamine sebenarnya
dibagi menjadi 2 tipe (D1 dan D2). Saat ini terdapat 5 reseptor dopamine yang digolongkan ke
dalam 2 tope ini. Reseptor yang menyerupai D1 termasuk D1 dan D5. Sementara yang
menyerupai D2 adalah D2,D3,D4. Reseptor dopamine yang menyerupai D1 terutama terlibat
dalam inhibisi pascasinaps. Sebagian besar obat neuroleptik memblok reseptor D1, tetapi aksi ini
tidak berhubungan dengan aktivitas antipsikotiknya. Secara khusus, butirofenon merupakan
neuroleptik poten, namun merupakan antagonis lemah reseptor D1. Reseptor dopamine yang
menyerupai D2 terlibat dalam inhibisi prasinaps dan pascasinaps. Reseptor D2 merupakan
subtipe yang dominan dalam otak dan terlibat dalam sebagian besar fungsi dopamine yang
diketahui. Reseptor D2 terdapat dalm system limbic, yang berhubungan dengan mood dan
kestabilan emosi, dan dalam ganglia basalis di mana reseptor D2 terlibat dalam kognisi dan
emosi.
Penilitian terbaru menggunakan single photon emission computed tomography (SPECT)
menunjukkan bahwa pada skizofrenia terdapat lebih banya reseptor D2 yang di tempati. Hal ini
menunjukkan stimulasi dopaminergik yang lebih hebat. Hal ini menyebabkan semua obat-obatan
antipsikotik ditujukan untuk memblokade reseptor ini. (1)(2)
MEKANISME KERJA OBATANTIPSIKOTIK DAN EFEK SAMPING SECARA UMUM
Afinitas obat neuroleptik terhadap reseptor D2 berkaitan erat dengan potensi
antipsikotiknya, dan blockade reseptor D2 pada otak depan diyakini menjadi dasar efek
terapeutiknya. Sayangnya, blockade reseptor D2 pada ganglia basalis biasanya menyebabkan
gangguan pergerakan. Beberapa neuroleptik, selain memblok reseptor D2, juga merupakan
antagonis reseptor 5HT2. Beberapa peneliti menduga obat ini mungkin bias mengurangi
gangguan pergerakan yang disebabkan oleh antagonism D2.
INDIKASI PENGGUNAAN
Gejala sasaran untuk antipsikosis adalah pada sindrom psikosis. Butir-butir sindrom
psikosis adalah adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, bermanifestasi
dalam gejala kesadaran diri yang terganggu, daya nilai norma social yang terganggu dan daya
tilikan yang terganggu. Terdapat hendaya berat dalam fungsi-fungsi mental, bermanifestasi
dalam gejala gangguan asosiasi pikiran (inkoherensi), isi pikiran yang tidak wajar(waham),
gangguan persepsi (halusinasi),gangguan perasaan (tidak sesuai dengan situasi), dan perilaku
yang aneh atau tidak terkendali (disorganized). Hendaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-
hari, bermanifestasi dalam gejala seperti tidak mampu bekerja, hubungan social terganggu dan
hendaya melakukan kegiatan rutin. Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis
fungsional seperti skizofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif, psikosis reaktif singkat dll. Ia
juga bias terjadi pada sindrom psikosis organic seperti pada sindrom delirium, dementia,
intoksikasi alcohol,dll.
JENIS-JENIS DAN KLASIFIKASI OBAT ANTIPSIKOTIK
I. OBAT ANTIPSIKOSIS TIPIKAL(4)
Phenothiazine
- rantai Aliphatic :
o CHLORPROMAZINE (Largactil)
o LEVOMEPROMAZINE (Nozinan)
- rantai Piperazine :
o PERPHENAZINE (Trilafon)
o TRIFLUOPERAZINE (Stelazine)
o FLUPHENAZINE (Anatensol)
- rantai Piperidine :
o THIORIDAZINE (Melleril)
Butyrophenone
- HALOPERIDOL (Haldol, Serenace, dll)
Diphenyl-butyl-piperide
- PIMOZIDE (Orap)
II. OBAT ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL
Benzamide
- SULPIRIDE (Dogmatil)
Dibenzodiazepine
- CLOZAPINE (Clozaril)
- OLANZAPINE (Zyprexa)
- QUETIAPINE (Seroquel)
Benzisoxazole
- RISPERIDONE (Risperidal)
PENGGUNAAN ANTIPSIKOTIK
A. ANTIPSIKOTIK TIPIKAL
1) DERIVAT PHENOTHIAZINE
CHLORPROMAZINE
Prototype kelompok ini adalah chlorpromazine (CPZ). Pembahasan terutama
mengenai CPZ dengan mengemukakan tentang phenothiazine bila ada.
KIMIA: Chlorpromazine (CPZ) adalah 2-chlor-N-(dimethyl-aminopropil)-
phenothiazine. Derivate phenothiazine lain didapat dengan cara substitusi pada
tempat2 dan 10 inti phenothiazine.
FARMAKODINAMIK: CPZ (Largactil) berefek farmakodinamik sangat luas.
Largactil diambil dari kata large action.
Efek pada Susunan Saraf Pusat
CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak acuh terhadap
rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama, dapat timbul toleransi terhadap
efek sedasi. Timbulnya sedasi amat tergantung dari status emosional penderita
sebelum minum obat.
Chlorpromazine berefek antipsikosis terlepas dariefek sedasinya. Reflex
terkondisi yang diajarkan pada tikus hilang oleh CPZ. Pada manusia kepandaian
pekerjaan tangan yang memerlukan kecekapan dan daya pemikiran berkurang.
Aktivitas motorik diganggu antara lain terlihat sebagai efek kataleptik pada tikus.
CPZ menimbulkan efek yang menenangkan pada hewan buas. Efek ini juga
dimiliki oleh obat lain, misalnya barbiturate, narkotik, meprobamat, dan
chlordiazepoksid.
Berbeda dengan baibiturate, CPZ tidak dapat mencegah timbulnya konvulsi akibat
rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. Semua derivate phenothiazine
mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan gejala parkinsonisme (efek
ekstrapiramidal).
CPZ dapat mengurangi dan mensegah muntah yang disebabkan rangsang pada
chemoreceptor trigger zone. Muntah yang disebabkan oleh kelainan saluran cerna
atau vestibuler, kurang dipengaruhi tetapi phethiazine potensi tinggi dapat
berguna untuk keadaan tersebut.
Phenothiazine yang terutama potensinya rendah menurunkan ambang bangkitan
sehingga penggunaannya pada pasien epilepsy harus sangat berhati-hati. Derivate
piperazine dapat digunakan secara aman pada penderita epilepsy bila dosis
diberikan bertahap dan bersama antikonvulsan.
Efek pada Otot Rangka
CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada dalam keadaan spastic.
Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat sentral sebab sambungan saraf otot dan
medulla spinalis tidak dipengaruhi CPZ.
Efek pada Endokrin.
CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi. CPZ juga menghambat sekresi ACTH.
Efek terhadap system endokrin ini terjadi berdasarkan efeknya terhadap
hypothalamus.
Semua phenothazine, kecuali chlorzapine menimbulkan hiperprolaktinemia lewat
penghambatan efek sentral dopamine.
Efek pada Kardiovaskuler
CPZ dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa hak yaitu : (1) reflek
pressor yang penting untuk mempertahankan tekanan darah dihambat oleh CPZ;
(2) CPZ berefek α-bloker; dan (3) CPZ menimbulkan efek inotropik negative
pada jantung. Toleransi dapat timbul terhadap efek hipotensif CPZ.
FARMAKOKINETIK. Pada umumnya semua phenothiazine diabsorbsi dengan
baik bila diberikan per oral maupun parenteral. Penyebaran luas ke semua
jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar suprarenal, dan limpa.
Sebagian phenothiazine mengalami hidroksisali dan konjugasi, sebagian lain
diubah menjadi sufoksid yang kemudian diekskresi bersama feses dan urin.
Setelah pemberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan ekresi CPZ atau
metabolitnya selama 6-12 bulan.
EFEK SAMPING. Batas keamanan CPZ cukup lebar sehingga obat ini cukup
aman. Efek samping umumnya merupakan efek perluasan farmakodinamiknya.
Gejala idiosinkrasi mungkin timbul berupa ikterus, dermatitis dan leucopenia.
Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah perifer.
Neurologik. Pada dosis berlebihan, semua derivate phenothiazine dapat
menyebabkan gejala ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada
parkinsonisme. Dikenal 6 gejala sindrom neurologic yang karakteristik dari obat
ini. Empat antaranya biasa terjadi waktu obat diminum, yaitu distonia akut,
akatisisa, parkinsonisme dan sindrom neuroleptik malignant yang terakhir jarang
terjadi. Dua sindrom yang terjadi setelah pengobatan berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun berupa tremor perioral (jarang) dan diskinesia Tardif.
Kardiovaskular. Hipotensi ortostatiksering terlihat pada penderita dengan system
masomotor yang labil. Takar lajak tioridazin (lebih dari 300 mg) menyebabkan
aritmia ventricular dan blok jantung. Karena efek terhadap jantung mungkin aditif
dengan antitioridazin dan pimozoid dapat menyebabkan kelainan EKG mirip
hipokalemia. Efek samping hipotermia dapat digunakan pada terapi hibernasi.
Efek kolinergik berupa takikardia, mulut dan tenggorak kering sering terjadi pada
pemberian phenothazoine. Perlu digunakan berhati-hati pada penderita glaucoma
dan hipertrofi prostat.
INDIKASI. Indikasi utama phenothiazine adalah skizifrenia gangguan psikosis
yang sering ditemukan. Gejala psikotik yang dipengaruhi secara baik
phenothiazine dan antipsikosis lain ialah ketegangan, hiperaktivitas,
combativeness, hostility, halusinasi, delusi akut, susah tidur, anoreksia, perhatian
diri yang buruk, negativism, dan kadang-kadang mengatasi sifat menarik diri.
Pengaruhnya terhadap pandangan, penilaian, daya ingat dan orientasi kurang.
Pemberian antipsikotik sangat memudahkan perawatan pasien. Walaupun
antipsikosi sangat bermanfaat untuk mengatasi gejala psikosis akut, namun
penggunaan antipsikosis saja tidak mencukupi untuk merawat pasien psikotik.
Perawatan, perlindungan, dan dukungan mental spiritual terhadap pasien
sangatlah penting.
CPZ merupakan obat terpilih menghilangkan hiccup. Obat ini hanya diberikan
pada hiccup yang berlangsung berhari-hari sangat mengganggu. Penyebab hiccup
seringkali tidak ditemukan, tetapi nervositas dan kelainan esophagus atau
lambung mungkin merupakan kausanya. Dalam hal yang terakhir, terapi kausal
harus dilakukan.
SEDIAAN. Chlorpromazine tersedia dalam bentuk tablet 25 mg dan larutan
suntiksuntik 25mg/ml. larutan CPZ dapat berubah warna menjadi merah jambu
olah pengaruh cahaya.
Perfhenazine tersedia sebagai obat suntik tablet 2 dan 4 mg.
Thioridazine tersedia dalam bentuk tablet 25 mg.
Fluphenazine tersedia dalam bentuk tablet 1 mg. masa kerja fluphenazine cukup
lama, sampai 24 jam.
THIORIDAZINE
Kelebihan obat ini adalah relative jarang menyebabkan rasa kantuk yang berarti.
Aktifitas antikolinergiknya jelas dan biasa menyebabkan disfungsi seksual,
termasukejakulasi retrograde. Dosis tinggi biasa menyebabkan degenerasi retina,
walaupun jarang terjadi. Thioridazine dapat menyebabkan aritmia ventrikel dan
kini merupakan obat lini kedua
Piperazine ( FLUPHENAZINE, PERPHENAZINE, TRIFLUOPERAZINE)
Aktivitas sedative dan antikolinergiknya kurang dibandingkan chlorpromazine,
tetapi obat ini mungkin menyebabkan gangguan pergerakan pada orang lanjut
usia.
2) BUTYROPHENONE
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania penderita psikosis yang
karena hal tertentu tidak dapat diberi phenothiazine. Reaksi ekstrapiramidal
timbul pada 80% penderita yang diobati haloperidol. Oksipertin merupakan
derivative butirophenon yang banyak persamaannya dengan CPZ. Oksipertine
berefek blockade adrenergic dan antiemetic serta dapat menimbulkan
parkinsonisme pada manusia dan katalepsi pada hewan.
FARMAKOLOGI. Struktur haloperidol berbeda dengan phenothiazine, tetapi
butirophenon memperlihatkan banyak sifat farmakologi phenothiazine. Pada
orang normal, efek haloperidol mirip phenothiazine perphenazin. Haloperidol
memperlihatkan banyak memperlihatkan banyak sifat farmakologi phenothiazine.
Pada orang normal, efek haloperidol mirip phenothiazine perphenazine.
Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan efektif untuk fase mania
panyakit manic depresif dan skizofrenia. Efek phenothiazinr perpherazine dan
butyrophenone berbeda secara kuantitatif karena butyrophenone selain
menghambat efek dopamine juga menghambat turn overratenya.
Efek pada Susunan Saraf Pusat.
Haloperidol menenangkan dan menyebabkan tidur pada orang yang mengalami
eksitasi. Efek sedative haloperidol kurang kuat disbanding CPZ yakni
memperlambat dan menghambat jumlah gelombang teta. Haloperidol dan CPZ
sama kuat menurunkan ambang rangsang konvusif. Haloperidol menghambat
sisteem dopamine dan hipotalamus. Juga menghambat muntah yang ditimbulkan
oleh apomorfin.
Efek pada system saraf otonom. Efek haloperidol terhadap system saraf otonom
lebih kecil daripada efek antipsikotik lain. Walaupun demikian haloperidol dapat
menyebabkan pandangan kabur. Obat ini menghambat aktivasi reseptor α yang
disebabkan oleh amin simpatomimetik, tetapi hambatannya tidak sekuat hambatan
CPZ.
Efek pada Sistem Kardiovaskular dan respirasi.
Haloperidol menyebabkan hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat CPZ.
Haloperidol menyebabkan takikardia meskipun EKG belum pernah dilaporkan.
Chlorpromazine atau haloperidol dapat menimbulkan potensiasi dengan obat
penghambat respirasi.
Efek pada Sistem Endokrin
Seperti CPZ, haloperidol menyebabkan galaktore dan response endocrine lain.
FARMAKOKINETIK. Haloperidol sepat diserap dari saluran cerna. Kadar
puncaknya dalam plasma tercapai dalam waktu 206 jam sejak menelan obat,
menetap sampai 72 jam dan masih ditemukan dalam plasma sampai berminggu-
minggu. Obat ini ditimbun dalam hati dan kira-kira 1% dari dosis yang diberikan
diekskresikan melalui empedu. Ekskresi haloperidol lambat melalui ginjal, kira-
kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian dosis tunggal.
EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI. Haloperidol menimbulkan reaksi
ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi terutama pada penderita usia muda.
Pengobatan dengan haloperidol harus dimilai dengan hati-hati. Dapat terjadi
depresi akibat reverse keadaan mania atau sebagai efek samping yang sebenarnya.
Perubahan hematologic ringan dan selintas dapat terjadi tetapi hanya
agranulositosis sering dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat haloperidol
rendah. Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat
bukti bahwa obat ini menimbulkan efek teratogenik.
INDIKASI. Indikasi utama haloperidol ialah untuk psikosis. Butyrophenone
merupakan obat pilihan untuk mengobati sindrom Gilles de la Tourette, suatu
kelainan neurologic yang aneh yang ditandai dengan kejang otot hebat,
menyeringai (grimacing) dan explosive utterances of foul expletives (coprolalia,
mengeluarkan kata-kata jorok).
B. OBAT ANTIPSIKOTIK ATIPIKAL
Obat-obat jenis ini disebut atipikal karena obat ini berhubungan dengan insidensi
gangguan pergerakan yang lebih rendah dan ditoleransi lebih baik daripada anpsikosis
lainnya. Mekanisme kerja secara umum obat ini adalah dengan menghambat reseptor
dopamine D2 dan reseptor serotonin 5HT2.(1)
1) CLOZAPINE
Merupakan salah satu golongan obat ini yang menunjukkan efek antipsikosis
lemah. Profil farmakologiknya atipikal bila dibandingkan antiosikosis yang lain.
Terutama resiko timbulnya efek samping ekstrapiramidal obat ini sangat minimal,
dan kadar prolaktin serum pada manusia tidak ditingkatkan. Diskinesia Tardif
belum pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi obat ini, walaupun
beberapa pasien telah diobati hingga 10 tahun. Dibandingkan terhadappsikotropik
yang lain, Clozapine menunjukkan efek dopaminergik lemah, tetapi dapat
mempengaruhi fungsi saraf dopamine pada system mesolimbik-mesokortikal
otak; yang berhubungan dengan fungsi emosional dan mental yang lebih tinggi,
yang berbeda dari dopamine neuron di area nigrostriatal (daerah gerak) dan
tuberinfundibular (daerah neuroendokrin).
Clozapine efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik
yang positif (irritabilitas) maupun yang negative (social disinterest dan
incompetence, personal neatness) efek yang bermanfaat terlihat dalam waktu 2
minggu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-minggu berikutnya. Obat
ini berguna untuk pengobatan pasien yang refrakter dan terganggu berat selama
pengobatan. Selain itu, karena resiko efek samping ekstrapiramidal yang sangat
rendah, obat ini cocok untuk pasien yang menunjukkan gejalaekstrapiramidal
yang berat bila diberikan antipsikosis yang lain, maka penggunaanya hanya
dibatasi pada pasien yang resisten atau tidak dapat mentoleransi antipsikosis yang
lain. Pasien yang diberi clozapine perlu dipantau jumlah sel darah putihnya setiap
minggu.
EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI. Agranulositosis merupakan efek
samping utama yang ditimbulkan pada pengobatan dengan clozapine. Pada pasien
yang mendapatkan clozapine selama 4 minggu atau lebih, resiko terjadinya kira-
kira 1,3%. Gejala ini paling sering timbul 6-18 minggu setelah pemberian obat.
Pengobatan dengan oba ini tidak boleh lebih dari 6 minggu kecuali bila terlihat
adanya perbaikan.
Efek samping lain yang dapat terjadi antara lain hipertermia, takikardia, sedasi,
pusing kepala, hipersalivasi.
Gejala takar lajak meliputi antara lain; kantuk, latergi, koma, disorientasi,
delirium, takikardia, depresi napas, aritmia, kejang dan hipertemia.
FARMAKOKINETIK. Clozapine diabsorbsi secara cepat dan sempurna pada
pemberian per oral; kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah
pemberian obat. Clozapine secara ektensif diikat protein plasma (>95%), obat ini
dimetabolisme hamper sempurna sebelumdiekskresi lewat urin dan tinja, dengan
waktu paruh rata-rata 11,8 jam.
2) OLANZAPINE (Zyprexa)
Digunakan untuk mengobati gangguan psikotik termasuk skizofrenia, akut manic
episode, dan pemeliharaan dari gangguan bipolar. Dosing 2.5 hingga 20 mg per
hari.
3) RISPERIDONE (Risperdal)
Dosis 0,25-6 mg per hari dan dititrasi ke atas; dibagi dianjurkan dosis titrasi awal
sampai selesai, dan pada saat obat dapat diberikan sekali dalam sehari. Digunakan
off-label untuk mengobati sindrom Tourette dan gangguan kecemasan.
4) QUETIAPINE (Seroquel)
Digunakan terutama untuk mengobati gangguan bipolar dan skizofrenia, dan “off-
label” untuk mengobati kronis insomnia dansindrom kaki resah, melainkan obat
penenang yang kuat. Dosis dimulai pada 25 mg dan terus sampai maksimum
400mg per hari, tergantung pada keparahan dari gejala yang sedang dirawat.
KONKLUSI
Sindrom psikosis terjadi berkaitan dengan aktivitas neurotransmitter Dopamine yang
meningkat.(Hiperaktivitas system dopaminergi sentral). Mekanisme kerja obat antipsikosis
tipikal adalah memblokade Dopamine pada reseptor pascasinaptik neuron di otak, khususnya di
system limbic dan system ekstrapiramidal ( dopamine D2 receptor antagonist). Sedangkan obat
antipsikosis yang baru (atipikal) disamping berafinitas terhadap “Dopamine D2 receptors”, juga
terhadap “Serotonin 5HT2 receptors” (Serotonin-dopamin antagonists).Obat neuroleptik
membutuhkanwaktu beberapa minggu untuk mengendalikan gejala skizofrenia dan sebagian
besar pasien akan membutuhkan terapi rumatan selama bertahun-tahun. Relaps sering terjadi
bahkan pada pasien yang dipertahankan dengan obat dan lebih dari dari dua petiga pasien
mengalami relaps dalam 1 tahun bila menghentikan terapi. Sayangnya, neuroleptik juga
memblok reseptor dopamine pada ganglia basalis dan seringkali menyebabkan gangguan
pergerakan (efek ektrapiramidal, kanan) yang menyebabkan stress dan kecacatan. Gangguan ini
termasuk parkinsonisme, reaksi distonia akut ( yang bias membutuhkan terapi dengan obat anti-
kolinergik), akatisia (gerakan-gerakan motorik tidak terkendali), dan diskinesia tardiv (gerakan
orofasial dan batang tubuh) yang biasa ireversibel. Tidak diketahui apa yang menyebabkan
diskinesia tardiv, tetapi karena diskinesia tardiv bisa memperburuk dengan menghilangkan obat,
diduga bahwa reseptor dopamin striatum menjadi supersensitive. Beberapa obat atipikal bebas
atau relative bebas dari efek samping ekstrapiramidal pada dosis rendah.potensi masing-masing
obat dalam memblok reseptor otonom dan dominasi efek samping perifernya, tergantung pada
kelas kimia obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael J. Neal, Medical Pharmacology at a Glance, fourth edition, 2002 by
Black well Science Ltd, a Blackwell Publishing Company,UK. Halaman 60-61.
2. Lawrence J. Albers,MD,Rhoda K Hahn, MD, Handbook of Psychiatric
Drugs,2005, Current Clinical Strategies Publishing, California. Halaman
3. Roni Shiloh and friends,Atlas of Psychiatric Pharmacotherapy,second edition,
Taylor and Francis Group,London and New York. Halaman 90-102.
4. Dr. Rusdi Maslim, SpKJ,Penggunaan Praktis Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik, edisi ketiga,2007. Halaman 14-23.
5. Rosdiana, Obat Antipsikotik [online] 2010-2012 [cited Februari 2013]
www.artikelkedokteran.com/805/obat-antipsikotik.html
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN REFARAT & LAPORAN KASUS
MAKASSAR FEBRUARI 2013
REFARAT:
OBAT ANTI-PSIKOTIK
DISUSUN OLEH:
NOOR HASHIMAH BINTI ISMAIL
C11109843