refarat pku
TRANSCRIPT
Refarat
Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik
FENILKETONURIA PADA ANAK
Penyaji : Poppy Indriasari
Supervisor : dr. Hj. Tiangsa Sembiring Sp.A(K)
dr. Trifaranita M.Ked (Ped) Sp.A
Fenilketonuria (PKU) merupakan gangguan dari metabolisme asam amino aromatik dimana
fenilalanin tidak dapat dirubah menjadi tirosin.1 Fenilalanin merupakan asam amino esensial.
Defisiensi enzim fenilalanin hidroksilase (PAH) atau kofaktornya tetrahidrobiopterin
menyebabkan akumulasi fenilalanin dalam cairan tubuh. Terdapat beberapa bentuk
hiperfenilalanin yang berbeda secara klinis dan biokimia.2,7
Penyakit ini merupakan penyakit yang diwariskan dan pengaturan diet makanan tertentu
efektif dalam mencegah retardasi mental. Di Amerika dan dibeberapa negara lain, PKU dideteksi
dengan skrining rutin terhadap bayi baru lahir, dan penderita yang telah diterapi dengan baik
memiliki intelegensi yang baik dan kehidupan yang normal.3
Prevalensi di Amerika Serikat sekitar 4 kasus setiap 100.000 penduduk, dan insiden 350
kasus per 1 juta kelahiran. Insiden tinggi dilaporkan di Turki yaitu sekitar 1 kasus setiap 2600
kelahiran, dan insiden yang rendah dilaporkan di Finlandia yaitu kurang dari 1/100.000 dan
Jepang 1/125.000.3 Sedangkan di Indonesia sendiri datanya masih belum jelas. Predileksi jenis
kelamin anak yang menderita PKU belum diketahui. Di Amerika Serikat, PKU lebih banyak
diderita oleh kulit putih, sementara di dunia umumnya di derita oleh kulit putih dan Asia.3
Tujuan penulisan refarat ini adalah untuk membahas secara ringkas mengenai
epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis
fenilketonuria pada anak.
Bayi yang terkena PKU terlihat normal saat lahir.1,2 Retardasi mental dapat berkembang
secara bertahap dan mungkin tidak nyata selama beberapa bulan. Diperkirakan bahwa bayi yang
tidak ditangani akan mengalami penurunan IQ pada akhir umur tahun pertama. Retardasi mental
yang terjadi biasanya berat dan kebanyakan penderita membutuhkan perawatan.2 Muntah,
merupakan gejala awal yang kadang-kadang cukup parah sehingga terjadi salah diagnosis
sebagai stenosis pylorus.1,2 Anak-anak yang lebih tua yang tidak diobati menjadi hiperaktif
dengan gerakan-gerakan tanpa tujuan, bergetar ritmik dan atetosis.2
1
Pada pemeriksaan fisik, bayi dengan PKU lebih pirang daripada saudara kandungnya
yang tidak terkena; mempunyai kulit lebih pirang dan bermata biru dijumpai 90% dari kasus.
Beberapa menderita ruam kulit seboroik atau eksematoid, yang biasanya ringan dan hilang
bersamaan dengan pertumbuhan anak. Bau badan yang tidak biasa dapat terlihat pada masa awal.
Bau badan pada anak dengan PKU dapat dideskripsikan seperti bau apak atau seperti bau tikus.2
Manifestasi neurologi biasanya tidak terlalu menonjol, tetapi sepertiga pasien mempunyai
gejala cerebral palsy. Dijumpai spastic, hipertonik, dan peningkatan reflek tendon dalam.1
Sekitar seperempat anak mendapat serangan kejang, dan lebih dari 50% mempunyai
ketidaknormalan elektroensefalografi (EEG). Temuan-temuan lain yang umum tampak pada
anak yang tidak diobati adalah mikrosefali, maksila yang menonjol dengan gigi-gigi yang jarang,
hipoplasia email dan retardasi pertumbuhan.2
Pada saat lahir, bayi dengan PKU secara klinis normal, dan uji urinnya untuk asam
fenilpiruvat mungkin negatif pada beberapa hari setelah lahir. Oleh karena diagnosis tergantung
pada pengukuran kadar fenilalanin dalam darah, maka metode pemeriksaan penghambatan
bakteri Guthrie digunakan secara luas pada periode bayi baru lahir untuk skrining PKU. Uji ini
menggunakan sedikit tetes darah kapiler, yang diletakkan pada kertas saring. Fenilalanin darah
pada anak yang terkena dapat meningkat hingga kadar yang membuat uji Guthrie positif pada 4
jam setelah lahir, tanpa adanya konsumsi protein. Namun, direkomendasikan bahwa darah yang
digunakan untuk skrining diambil setelah umur 48-72 jam dan lebih baik setelah mengkonsumsi
protein untuk mengurangi kemungkinan hasil negative palsu. Jika uji ini menunjukkan adanya
kenaikan kadar fenilalanin, maka kadar fenilalanin dan tirosin dalam plasma harus diukur.2
Pemeriksaan fisik dapat dijumpai kelainan pada kulit, yaitu3:
Kulit dan rambut terlihat pucat
Ruam (termasuk dermatitis atopi)
Sensitif terhadap cahaya
Peningkatan insiden infeksi piogenik
Peningkatan insiden keratosis pilaris
Berkurangnya tahi lalat
Skleroderma
Rambut rontok
Manifestasi lain yang dapat dijumpai pada pasien yang tidak diterapi3 :
Disabilitas intelektual
Bau badan apek/bau tikus
Epilepsi (50%)
Manifestasi ekstrapiramidal (mis. parkinsonisme)
Abnormalitas pada mata (mis. hipopigmentasi)
2
Kriteria diagnosis PKU klasik adalah:
1. Kadar fenilalanin plasma diatas 20 mg/dL (1200 μmol/L)
2. Kadar tirosin plasma normal
3. Meningkatnya kadar metabolit fenilalanin urin (asam fenilpiruvat dan o-
hidroksifenilasetat)
4. Kadar kofaktor tetrahidrobiopterin normal.1
Fenilalanin merupakan asam amino esesial yang yang dimetabolisme di hati oleh enzim
fenilalanin hidroksilase (PAH) menjadi tirosin. Enzim PAH membutuhkan tetrahidrobiopterin
(BH4) sebagai kofaktor. PKU terjadi karena kekurangan atau tidak adanya aktivitas PAH
sehingga peningkatan kadar fenilalanin dan rendahnya kadar tirosin. Hal ini mengakibatkan
fenilalanin berubah menjadi fenilpiruvat yang diekskresikan melalui urin.4
Gambar 1. Metabolisme fenilalanin4
Tujuan terapi adalah menurunkan fenilalanin dan metabolitnya dalam tubuh untuk
mencegah atau meminimalkan kerusakan otak.2,4 Hal ini dapat dicapai dengan diet rendah
fenilalanin. Pemberian diet rendah fenilalanin membutuhkan pengawasan nutrisi yang ketat dan
sering dilakukan pemantauan kadar fenilananin serum. Kadar optimum yang harus dipertahankan
antara 3 – 15 mg/dL (0,8-0,9 mM).2 Kadar fenilalanin dibawah 120μmol/L atau diatas 300
μmol/L berhubungan dangan penurunan IQ.7 Karena fenilalanin tidak disintesis didalam tubuh,
diet ketat berlebihan terutama pada anak yang cepat masa pertumbuhannya, dapat menyebabkan
defisiensi fenialanin dengan manifestasi letargi, anoreksia, anemia, ruam, diare dan bahkan
kematian. Penanganan diet harus dimulai segera setelah lahir jika diagnosis sudah ditegakkan.2
Dalam banyak kasus pengobatan bergantung pengurangan asupan fenilalanin dengan membatasi
protein natural seperti daging, keju, ikan, kacang-kacangan, roti, kentang, jagung dan susu (seiris
roti atau sejumlah kecil kentang goring mengandung sekitar 120-150mg fenilalanin).2,4
3
Diet semi-sintetik terdiri dari4 :
Makanan yang kadar fenilalanin rendah tidak dibatasi asupannya seperti sayuran dan
buah-buahan.
Makanan dengan kadar fenilalanin sedang seperti brokoli, kentang, harus dihitung
menggunakan sistem penukar. Di Inggris 1=50mg fenilalanin yaitu sekitar 1 gr protein.
Asam amino bebas fenilalanin dapat digabungkan untuk melengkapi kebutuhan asupan
total protein.
Vitamin, mineral dan trace element4
Aspartam harus dihindari karena mengandung kadar fenilalanin yang tinggi.2,4 Aspartam
merupakan pemanis sintetik yang terdapat pada makanan, minuman dan obat-obatan. Pada
minuman kaleng ukuran 12-oz terkandung fenilalanin sekitar 105 mg.2 Bayi dengan PKU
membutuhkan fenilalanin 40-60mg/kgBB/hari untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan
yang normal. Makanan/susu formula bayi yang bebas fenilalanin kini telah tersedia, yang
mengandung asam lemak asensial. Pemberian ASI dibolehkan bahkan pada bayi dengan PKU
berat dengan syarat ibu membatasi asupan fenilalanin selama masa menyusui.2,4 Diet pasien
dengan PKU harus dibawah pengawasan spesialis.4 Anak yang lebih besar dan dewasa dengan
PKU toleransi dengan asupan fenilalanin 200-400mg/hari.2
Durasi dari terapi diet masih kontroversial. Meskipun kontrol diet yang ketat dapat
diperlonggar setelah umur 6 tahun, beberapa bentuk pembatasan dalam diet fenilalanin penting
untuk diterapkan tanpa ada batas waktunya.2
Kecukupan nutrisi pada diet PKU harus dipantau secara teratur oleh spesialis. Defisiensi
vitamin B12 sering dijumpai selain besi, selenium dan calcium. Densitas mineral tulang biasanya
lebih rendah daripada orang normal. Kadar asam lemak tak jenuh pada anak dengan PKU yang
mengikuti diet biasanya lebih rendah di dalam darah dan plasma. Hal ini mungkin karena
rendahnya asupan protein hewani.4
Beberapa pasien tidak dapat membatasi secara ketat asupan fenilalanin sepanjang
hidupnya, oleh karena itu adanya beberapa alternatif pengobatan PKU, yaitu :
1. Terapi enzim pengganti
Terapi ini masih diperdebatkan. Terapi ini dengan mengkonsumsi sejumlah besar asam
amino netral. Hal ini membuat terhambatnya fenilalanin masuk ke dalam otak karena
asam amino netral berkompetisi masuk ke dalam sawar darah otak dan menimbulkan
kadar fenilalanin di dalam plasma menjadi rendah.3,5
4
2. Terapi sapropterin
Beberapa pasien dengan PKU mengalami penurunan kadar fenilalanin setelah
mengkonsumsi sapropterin, yaitu kofaktor tetrahidrobiopterin (BH4), yang saat ini
tersedia secara komersialdan disetujui oleh FDA.3,6
3. Terapi gen
Hasil yang menjanjikan dari eksperimen menggunakan recombinant adeno-associated
virus vector dimana koreksi jangka panjang tanpa efek samping yangtelah dilaporkan
pada tikus dengan PKU. Belum dilakukan studi ini pada manusia.4
4. Transplantasi hati
Prosedur ini efektif menghasilkan aktivitas fenilalanin hidroksilase pada anak dengan
PKU yang membutuhkan transplantasi hati.4
Prognosis baik jika pasien telah memulai diet rendah fenilalanin dan pemantauan ketat
sejak awal kehidupan. Bagaimanapun intelegensia akan mempengaruhi beberapa anak, apalagi
ketika kontrol diet yang jelek. Banyak individu dengan PKU yang tidak diterapi mengalami
ketidakmampuan intelektual. Dilaporkan juga adanya masalah psikologis, termasuk agrofobia
dan gangguan yang lain dalam pengobatan. Pasien dengan PKU yang telah diterapi sering
terlihat perubahan perhatian dan tingkah laku,terutama jika kadar fenilalanin melebihi 360
μmol/L.3
Daftar Pustaka
1. William L., Nyhan Bruce A. Atlas of Metabolic Disease. Edisi ke-2. London: Oxford
Univercity Press; 2005.h. 127-34.
2. Iraj R. Defect in Metabolism of Amino Acids. Dalam Behram RE, Kleigman RM.
Penyunting. Nelson textbook of Pediatrics. Edisi-17. Philadelphia: WB. Saunders
Company, 2004. Chapter 74.
3. Robert D. Phenylketonuria. Medscape Reference. diunduh dari http://emedicine.com.
Diakses Februari 2012.
4. Maureen A.C. Phenylketonuria. Symposium : inborn error metabolism, Paediatrics and
child health 21:2, Elsevier 2010.
5. Kim W., Erlandsen H. Trend in Enzyme Therapy for Phenylketonuria. Molecular
Therapy vol.10. The American Society of Gene Therapy. August 2004.
6. Harding C. New Era in treatment for phenylketonuria:Pharmacologic therapy with
sapropterin dihydrochloride. Biologics : Targets & Therapy. Devopress. 2010:231-6.
7. Vishwanath M. Nutritional Aspect of Genetic Disease. Dalam : Introduction to clinical
nutrition. Edisi ke-2. New York: Marcel Dekker, Inc., 2003:285-7.
5