referat-anak-ikterus

37
ABSTRAK Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 μmol/L, sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (> 86 μmol/L). Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya (60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang bulan). Oleh karenanya harus selalu waspada, khususnya terhadap bilirubin indirek karena sifatnya yang toksik dan merusak jaringan (ensefalopati bilirubin/kernikterus). Serum bilirubin pada ikterus fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103 μmol/L), timbul 48-120 jam setelah bayi lahir, dan pada bayi-bayi Asia atau bayi-bayi dengan usia kehamilan 35-37 minggu, level serum bilirubin tidak meningkat sampai bayi berusia 7 hari. Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong patologis yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Bayi cukup bulan dengan bilirubin total 25-30 mg/dL (428-513 μmol/L) mempunyai risiko tinggi terserang toksisitas bilirubin. Terapi sinar di mana kulit bayi terpapar sinar terbukti aman dan efektif menurunkan toksitas bilirubin dengan cara meningkatkan ekskresi bilirubin. Transfusi tukar ditujukan untuk menghilangkan bilirubin dari sirkulasi, apabila dengan terapi sinar 1

Upload: puteri-renica

Post on 26-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: referat-anak-ikterus

ABSTRAK

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada orang

dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 μmol/L,

sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin sudah > 5 mg/dL (>

86 μmol/L). Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu

pertama kehidupannya (60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi kurang

bulan). Oleh karenanya harus selalu waspada, khususnya terhadap bilirubin indirek

karena sifatnya yang toksik dan merusak jaringan (ensefalopati

bilirubin/kernikterus).

Serum bilirubin pada ikterus fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103 μmol/L),

timbul 48-120 jam setelah bayi lahir, dan pada bayi-bayi Asia atau bayi-bayi dengan

usia kehamilan 35-37 minggu, level serum bilirubin tidak meningkat sampai bayi

berusia 7 hari. Peningkatan level bilirubin indirek yang lebih tinggi lagi tergolong

patologis yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan.

Bayi cukup bulan dengan bilirubin total 25-30 mg/dL (428-513 μmol/L)

mempunyai risiko tinggi terserang toksisitas bilirubin. Terapi sinar di mana kulit bayi

terpapar sinar terbukti aman dan efektif menurunkan toksitas bilirubin dengan cara

meningkatkan ekskresi bilirubin. Transfusi tukar ditujukan untuk menghilangkan

bilirubin dari sirkulasi, apabila dengan terapi sinar gagal. Beberapa obat-obatan

(IVIG = Intra Venous Immuno Globulin, phenobarbital, metalloporphyrins) dipakai

untuk menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin serta

menghambat pembentukan bilirubin.

1

Page 2: referat-anak-ikterus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase

ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang

bulan sebesar 42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita

ikterus baru lahir menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami

ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg. (3,7)

Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah. Pada sebagian

besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam

kehidupannya. Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi

cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan

32,19 % menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang

dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.

Karena setiap bayi dengan ikterus harus ditemukan dalam 24 jam pertama

kehidupan bayi atau bila kadar bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24

jam. (3,7)

Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang berlangsung lebih dari

1 mg/dl juga merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi. Dalam

keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat

buruk ikterus dapat dihindarkan. (3,7)

1.2. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mempelajari dan mengetahui

definisi, metabolisme bilirubin, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan serta prognosis dari ikterik

neonatum. (3,7)

2

Page 3: referat-anak-ikterus

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi

Ikterus Neonatorum

Yaitu disklorisasi pada kulit atau organ lain karena penumpukan

bilirubin. (2,4,5,6,7,8,9,10)

Ikterus fisiologis

Yaitu ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak

mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang

membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernikterus” dan tidak

menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. (2,4,9)

Ikterus patologis

Yaitu ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya

mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. (2,4,9)

Kernicterus

Suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunan

bilirubin tak terkonyugasi dalam sel – sel otak. (2,4,9)

2.2 Metabolisme bilirubin

Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada

neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan

neonatus. Perbedaan utama metabolisme adalah bahwa pada janin melalui

plasenta dalam bentuk bilirubin indirek.

3

Page 4: referat-anak-ikterus

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :

1. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi

hemoglobin pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran

hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua.

Satu gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek.

Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat

warna diazo (reaksi hymans van den bergh), yang bersifat tidak larut

dalam air tetapi larut dalam lemak. (2,7)

2. Transportasi

Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar

mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari

plasma. Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit

sedangkan albumin tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama pada

ligandin (protein , glutation S-transferase B) dan sebagian kecil pada

glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses dua

arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam plasma dan

ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit di

konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu. Dengan adanya sitosol hepar,

ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak Pemberian

fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat

pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin. (2,7)

3. Konjugasi

Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi

bilirubin diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam

bentuk monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk

monoglukoronide menjadi diglukoronide. Pertama-tama yaitu uridin di

fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang mengkatalisasi

pembentukan bilirubin monoglukoronide.

4

Page 5: referat-anak-ikterus

Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus.

Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin

natural IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi.

Misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto). (2,7)

4. Ekskresi

Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut

dalam air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke

usus. Dalam usus bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil

bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi.

Siklus ini disebut siklus enterohepatis.

Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang

meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin.

Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan

tereabsorpsi sehingga siklus enterohepatis pun meningkat. (2,7)

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus

Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada

kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37

minggu. Pada inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan

amnion dapat dipakai untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan

bilirubin amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Bagaimana

bilirubin sampai ke likuor amnion belum diketahui dengan jelas, tetapi

kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas dan saluran cerna.

Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama besarnya tetapi

kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas.

Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian

hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan

mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya.

Dalam keadaan fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat

terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan

bahwa ketidakmampuan fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa

5

Page 6: referat-anak-ikterus

neonatus. Pada masa janin hal ini diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi

pada masa neonatus hal ini berakibat penumpukan bilirubin dan disertai

gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi hepar belum matang atau

bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksia, asidosis atau

bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau kekurangan

glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi. Bilirubin

indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin

dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah

sehingga dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat

meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah

yang dapat melekat pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan

‘kernicterus’ dengan pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin

indirek mencapai 20 mg% pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan

bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah

tercapai. (2,4,7,8)

Ikterus Fisiologis

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat

adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari

5 mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3,

biasanya mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl

untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara

lain ke 5-7 kehidupan. Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus

“fisiologis” dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah janin yang

disertai pembatasan sementara pada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.

Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama

atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih

lama, pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya

dicapai antara hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu

yang diperlukan oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme

6

Page 7: referat-anak-ikterus

metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai

sebelum hari ke 5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.

Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat

ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis

dan penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan

penyebab ikterus jika :

1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24

jam.

3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih

besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.

4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau

5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl. (4,5,8)

Ikterus Patologis

Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis

awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama

kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena

klirens bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi

diatas 10 mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya

disebabkan oleh penyakit hemolitik.

Kernicterus

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan

otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus

striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus

di dasar ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata

berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot

meningkat, leher kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme

otot, opistotonus, kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat

ditemukan ketulian pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi

mental. (4,8,9)

7

Page 8: referat-anak-ikterus

2.3 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun

dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi :

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,

misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh,

AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,

perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi

hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim

glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu

defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam

“uptake” bilirubin ke sel hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke

hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat

misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih

banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah

melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar

hepar. Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.

Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh

penyebab lain. (2,4,5,7,8,9)

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.

8

Page 9: referat-anak-ikterus

Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu,

memperlihatkan peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti

antara hari ke 4-7 kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar

10-27 mg/dl, selama minggu ke 3. Jika mereka terus disusui,

hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan menurun dan kemudian

akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang lebih rendah. Jika

mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan menurun dengan

cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.

Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan

menurun dengan cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa

disertai timbulnya kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti

sebelumnya. Bayi ini tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan

kernikterus tidak pernah dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu

mengandung 5 -pregnan-3 , 2-diol dan asam lemak rantai panjang,

tak-teresterifikasi, yang secara kompetitif menghambat aktivitas konjugasi

glukoronil transferase, pada kira-kira 70% bayi yang disusuinya. Pada ibu

lainnya, susu yang mereka hasilkan mengandung lipase yang mungkin

bertanggung jawab atas terjadinya ikterus. Sindroma ini harus dibedakan

dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurang didokumentasikan, antara

hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberat yang terdapat dalam

minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu. (9)

2.4. Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban

bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila

terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur

eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya

peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan

peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y

berkurang atau pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain,

9

Page 10: referat-anak-ikterus

misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan

lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila

ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoranil transferase)

atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis

neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak

jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang

bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini

memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi

dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut

kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa

kelainan pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar

bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar

darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi

tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah

melalui sawar daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat

lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf

pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi. (7,9)

2.5 Manifestasi Klinis

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar

matahari. Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin

serumnya kira-kira 6 mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro

mol/L). salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis,

sederhana dan mudah adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969).

Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya

menonjol seperti tulang hidung, dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan

akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing

tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar

bilirubinnya. (7,9)

10

Page 11: referat-anak-ikterus

Tabel 1. Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer

Zona Bagian tubuh yang

kuningRata-rata serum bilirubin indirek ( mol/l)

1. Kepala dan leher 100

2. Pusat-leher 150

3. Pusat-paha 200

4. Lengan + tungkai 250

5. Tangan + kaki > 250

2.6. Diagnosis

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu

dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam

hal ini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi

tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko

kehamilan dan persalinan juga berperan dalam diagnosis dini

ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah

kehamilan dengan komplikasi, persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat

yang diberikan pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes

melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir

atau beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung

kepada penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin

indirek, kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada

penderita dengan gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak

kehijauan. Perbedaan ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal

ini kadang-kadang sulit dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi

warna kulit. Penilaian akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang

mendapatkan terapi sinar. Selain kuning, penderita sering hanya

memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah dan nafsu minum

berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus adalah anemia,

petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan nafas,

11

Page 12: referat-anak-ikterus

gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanya ditemukan

pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam

diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus

mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan

oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain).

Infeksi intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau

sepsis bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada

hari kedua dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus

fisiologik, tetapi harus pula dipikirkan penyebab lain seperti inkompatibilitas

golongan darah, infeksi kuman, polisitemia, hemolisis karena perdarahan

tertutup, kelainan morfologi eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat

nafas, toksositosis obat, defisiensi G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul

pada hari ke 4 dan ke 5 mungkin merupakan kuning karena ASI atau terjadi

pada bayi yang menderita Gilbert, bayi dari ibu penderita diabetes melitus, dan

lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah minggu pertama biasanya terjadi pada

atresia duktus koledokus, hepatitis neonatal, stenosis pilorus, hipotiroidisme,

galaktosemia, infeksi post natal, dan lain-lain. (7,9)

2.7. Diagnosis Banding

Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama

kehidupan mungkin sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit

inklusi sitomegalik, rubela atau toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi

yang mendapatkan tranfusi selama dalam uterus, mungkin ditandai oleh

proporsi bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus yang

baru timbul pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat “fisiologik”, tetapi

dapat pula merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan

hiperbilirubinemia neonatus. Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-

Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus

yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan

12

Page 13: referat-anak-ikterus

kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan

oleh infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi

sitomegalik. Ikterus yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma

ekstensif dapat terjadi selama hari pertama kelahiran atau sesudahnya, terutama

pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus dini.

Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama

kehidupan, memberi petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran

empedu, hepatitis serum homolog, rubela, hepatitis herpetika, pelebaran

idiopatik duktus koledoskus, galaktosemia, anemia hemolitik kongenital

(sferositosis) atau mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi

enzim piruvat kinase dan enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit,

anemia non-sperosit herediter), atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh

obat-obatan (seperti pada defisiensi kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat

dehidrogenase, glutation sintetase, glutation reduktase atau glutation

peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-bahan lain.

Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk

adanya apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome” (yang terjadi

menyertai penyakit hemolitik pada bayi neonatus), hepatitis, penyakit inklusi

sitomegalik, sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, atresia

kongenital saluran empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau

galaktosemia. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total.

Kadang-kadang ikterus fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai

beberapa minggu, seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme

atau stenosis pilorus.

Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus,

hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang

lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak

langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit, golongan darah, tes Coombs

dan pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis

dan sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit,

memberi petunjuk adanya hemolisis; bila tidak terdapat ketidakcocokan

13

Page 14: referat-anak-ikterus

golongan darah, maka harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis

akibat nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis,

kelainan metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan sepsis, harus dipikirkan

sebagai suatu kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan

bilirubin direk normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek

fisiologik atau patologik. (9)

2.8. Penatalaksanaan

I.Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab

Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan

pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu

pendekatan khusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan

yang dapat memenuhi kebutuhan itu yaitu menggunakan saat timbulnya

ikterus seperti yang dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu :

A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya

kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :

- Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.

- Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-

kadang bakteri).

- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.

Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu :

- Kadar bilirubin serum berkala

- Darah tepi lengkap

- Golongan darah ibu dan bayi

- Uji coombs

- Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah

atau biopsi hepar bila perlu.

B. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir

- Biasanya ikterus fisiologis

14

Page 15: referat-anak-ikterus

- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh

atau golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar

bilirubin cepat, misalnya melebihi 5 mg%/24 jam.

- Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin

- Polisitemia

- Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis,

perdarahan hepar subkapsuler dan lain-lain).

- Hipoksia.

- Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.

- Dehidrasi asidosis.

- Defisiensi enzim eritrosit lainnya.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat

dilakukan pemeriksaan daerah tepi, pemeriksaan kadar bilirubin

berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan pemeriksaan

lainnya bila perlu.

C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu

pertama

- Biasanya karena infeksi (sepsis).

- Dehidrasi asidosis.

- Difisiensi enzim G-6-PD.

- Pengaruh obat.

- Sindrom Criggler-Najjar.

- Sindrom Gilbert.

D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

- Biasanya karena obstruksi.

- Hipotiroidisme.

- “breast milk jaundice”

- Infeksi.

- Neonatal hepatitis.

- Galaktosemia.

15

Page 16: referat-anak-ikterus

- Lain-lain.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.

- Pemeriksaan darah tepi.

- Pemeriksaan penyaring G-6-PD.

- Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.

- Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan

penyebab.

Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan

fisiologis sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak

menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi

berkembang menjadi ‘kernicterus’.

Ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu :

1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.

2. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg% pada neonatus

cukup bulan dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.

3. Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari.

4. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.

5. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik,

infeksi atau keadaan patologis lain yang telah diketahui.

6. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

II. Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

1. Pengawasan antenatal yang baik.

2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada

masa kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin,

oksitosin dan lain-lain.

3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.

16

Page 17: referat-anak-ikterus

6. Pemberian makanan yang dini.

7. Pencegahan infeksi.

III. Mengatasi hiperbilirubinemia

Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian

fenobarbital. Obat ini bekerja sebagai ‘enzyme inducer’ sehingga

konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan cara ini tidak begitu

efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi penurunan

bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada

ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.

Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.

Contohnya yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang

bebas. Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20

ml/kgBB. Albumin biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar

dikerjakan oleh karena albumin akan mempercepat keluarnya bilirubin

dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin yang diikatnya lebih

mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar. Pemberian glukosa perlu

untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.

Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun

fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini

tidak dapat menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat.

Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pasca-tranfusi tukar.

Tranfusi tukar

Pada umumnya tranfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai

berikut :

- Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%.

- Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1

mg%/jam.

- Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

- Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji

Coombs direk positif.

17

Page 18: referat-anak-ikterus

Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan

seperti asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik,

hipotermia, kadar protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat

badan lahir kurang dari 1.500 gr dan tanda-tanda gangguan susunan

saraf pusat, penderita harus diobati seperti pada kadar bilirubin yang

lebih tinggi berikutnya.

IV. Pengobatan umum

Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan

perawatan yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pemberian

makanan yang dini dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi kamar

bersalin dan bangsal bayi yang baik.

V. Tindak lanjut

Bahaya hiperbilirubinemia yaitu ‘kernicterus’. Oleh karena itu terhadap

bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut

sebagai berikut :

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

2. Penilaian berkala pendengaran

3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa (3,4,9)

2.9. Prognosis

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin

indirek telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin

menderita kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini

dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa

lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya

memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi

mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut

mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan

retardasi mental di hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka

18

Page 19: referat-anak-ikterus

sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan

berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun perkembangan

mental serta ketajaman pendengarannya. (7,9)

19

Page 20: referat-anak-ikterus

BAB III

KESIMPULAN

Ikterus merupakan disklorisasi pada kulit atau organ lain akibat penumpukan

bilirubin. Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3 dengan kadar bilirubin indirek

5-6 mg/dl dan untuk selanjutnya menurun hari ke 5-7 kehidupan maka disebut

ikterus fisiologis sedangkan ikterus patologis yaitu bila bilirubin serum meningkat

dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl / 24 jam pertama kehidupan yang

selanjutnya dapat terjadi kernikterus bila tidak didiagnosa dan ditangani secara dini.

Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan yang

menurun dan hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim

ditemukan tanda-tanda kernikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya

kernikterus.

Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan untuk mencegah agar

konsentrasi bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan

neurotoksitas, pengobatan yang sering diberikan adalah fototerapi dan transfusi

tukar. Prognosis ikterus tergantung diagnosa secara dini dan penatalaksanan yang

cepat dan tepat.

20

Page 21: referat-anak-ikterus

DAFTAR PUSTAKA

1. Arfin Behrman Kligman, Nelson; Dalam Ilmu Kesehatan Anak, volume I, edisi

15, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1999, hal 610-617.

2. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Hepatologi Anak dalam Buku Kuliah Ilmu

Kesehatan Anak FKUI, Buku 2, edisi 7, Bab 20, Infomedia, Jakarta, 1997, hal :

519-522.

3. Shopin Steven M Kern Icterus; Newborn Jaundice on line, Verginia

Commonhealth Univercity, http.//www.mcvfoundation.org.

4. Prawirohartono EP, Sunarto (ed), Ikterus dalam Pedoman Tata Laksana Medik

Anak RSUP. Dr. Sardjito, Edisi 2, Cetakan 2, Medika FK UGM, Yogyakarta

2000, hal 37-43.

5. Poland R, dan Ostrea E.M.; Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam Klaus M.H,

Fanaroff A.A (ed); Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi, Edisi 4, EGC,

Jakarta, 1998, hal 367-389

6. Sacharin R.M., Penyakit Saluran Pencernaan, Hepar dan Pankreas dalam Ni Luh

Gede Yasmin Asih (ed); Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2, EGC, Jakarta,

1993, hal 475.

7. Asil Aminullah; Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Neonatus dalam

A.H. Markum (ed), Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, edisi 6, Balai

Penerbit FKUI, Jakarta, 1999, hal : 313-317.

8. Rusepno Hassan, Husein Alatas (ed), Perinatologi dalam Buku Kuliah Ilmu

Kesehatan Anak FKUI, Buku 3, edisi 7, Bab 32, Infomedia, Jakarta, 1997, hal :

1101-1115.

9. Behrman R.E.; Kliegman R.M., Nelson W.E., Vaughan V.C. (ed); Icterus

Neonatorum in Nelson Textbooks of Pediatrics, XIVrd Edition; W.B. Saunders

Company, Philadelphia, Pennsylvania 19106, 1992; pages 641-647.

10. Glaser K.L., Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn in Pediatrics, in

www.medstudents-pediatrics.htm, 2001; page 1-3.

21

Page 22: referat-anak-ikterus

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………..…………. i

DAFTAR ISI …………………………………………………..………………… ii

BAB I

1. PENDAHULUAN ………………………………………………. 1

1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1

1.2 Tujuan ………………………………………………..…………. 1

BAB II

2. PEMBAHASAN ………………………………………………..… 2

2.1 Definisi ………………………………………………..…………. 2

2.2 Metabolisme Billirubin …………………………………………… 2

2.3 Etiologi ………………………………………………..…………. 7

2.4 Patofisiologi ………………………………………………..……… 8

2.5 Manifestasi Klinik ……………………………………………….. 9

2.6 Diagnosis ………………………………………………..………… 10

2.7 Diagnosis Banding ……………………………………………….. 11

2.8 Penatalaksanaan ………………………………………………..… 13

2.9 Prognosis ………………………………………………..………….17

BAB III

3. KESIMPULAN ………………………………………………..… 19

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..……… 20

22

Page 23: referat-anak-ikterus

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

dan rahmat Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini.

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas di stase Ilmu ANAK pada

Kepaniteraan klinik Senior di RSUD Batam Embung Fatimah. Pokok bahasan yang

telah ditentukan dalam penyusunan referat ini adalah Retinopati.

Ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mambantu dalam

penyusunan referat ini, khususnya kepada Dr. Oscar Sp. A selaku konsulen yang

telah memberi banyak arahan dan bimbingannya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan referat ini dengan baik.

Adapun dalam penyusunan referat ini masih banyak kekurangan, untuk itu

penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari konsulen dan

dari pembaca agar kedepannya penulis dapat memperbaiki dan menyempurnakan

kekurangan tersebut.

Besar harapan penulis agar referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta

dapat digunakan sebagaimana mestinya dan dapat memberikan suatu pengetahuan

bagi mahasiswa untuk meningkatkan keilmuannya.

Batam, Agustus 2012

23

Page 24: referat-anak-ikterus

REFERAT

IKTERUS NEONATORUM

Referat ini untuk memenuhi persyaratan dalam

Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Kesehatan Anak

RSUD. Embung Fatimah Batam

Di susun Oleh :

KURNIA ARIYA DINATA

06310098

PEMBIMBING :

Dr. OSCAR, Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

24