referat anestesi geta & facemask
DESCRIPTION
Teknik Anestesi RegionalTRANSCRIPT
MAKALAH
(TINJAUAN PUSTAKA)
ANESTESI UMUM: KAP DAN GETA
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT KEPANITERAAN KLINIK
BIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIF
DI BLUD RSUD KOTA SEMARANG
Oleh :
FELANI DWIJAYANTI
030.11.100
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
2015
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Felani Dwijayanti
NIM : 030.11.100
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Trisakti
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang pendidikan : Anestesiologi dan Terapi Intensif
Periode Kepaniteraan klinik : 10 Agustus – 12 September 2015
Judul Makalah : Anestesi Umum: Kap dan GETA
Diajukan : September 2015
Pembimbing : Dr. Purwito Nugroho, Sp. An, MM
TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : …..………………..
PEMBIMBING
Dr. Purwito Nugroho Sp.An, M.M.
NIP : 19531105 198111 1 002
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan kasih, rahmat dan karuniaNya sehingga makalah dengan judul “Anestesi
Umum: Kap dan GETA” ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu Anestesiologi dan Rawat
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di RSUD Kota Semarang periode 10 Agustus
2015 – 12 September 2015.
Melalui makalah ini, penulis ingin mencoba menyajikan informasi mengenai “Anestesi
Umum: Kap dan GETA” bagi pada pembaca, khususnya kalangan medis dan paramedis, dengan
harapan agar menambah pengetahuan mengenai “Anestesi Umum: Kap dan GETA”.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengahadapi berbagai hambatan dalam
memperoleh informasi, seperti sulitnya memperoleh keakuratan data dengan melakukan seleksi
dari berbagai sumber, serta kurangnya pengalaman penulis dalam menyusun karya ilmiah.
Pada kesempatan ini, tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-
dalamnya kepada:
1. Dr. Susi Herawati, M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang.
2. Dr. Purwito Nugroho, Sp.An. M.M, selaku Koordinator Tim Anestesiologi RSUD Kota
Semarang dan pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif.
3. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp.An, Msi.Med, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Anestesiologi RSUD Kota Semarang.
4. Dr. Satrio, Sp.An, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi RSUD Kota
Semarang.
5. Dr. Taufik, Sp An, selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi RSUD Kota
Semarang.
6. Dr. Diana dan Dr. Ibnu, selaku residen Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro Semarang.
7. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi RSUD Kota
Semarang Periode 10 Agustus 2015 – 12 September 2015.
iii
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah ikut membantu
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan karena kemampuan dan pengalaman
penulis yang masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari semua pihak agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dan
dapat berguna bagi yang membacanya.
Semarang, September 2015
Penulis
iv
KAP DAN GETA
Felani Dwijayanti*, Purwito Nugroho**
ABSTRACT
Airway management is the most important skill for an emergency physician to master because
failure to secure an adequate airway can quickly lead to disability or even death. The decision
to do an intubation is sometimes difficult and requires clinical experiences to recognize signs
of impending respiratory failure. Patients who require intubation have at least one of the
following 3 indications: 1) inability to maintain airway patency or protect the airway against
aspiration, 2) failure to adequately oxygenate pulmonary capillary blood, 3) anticipation of a
deteriorating course that will eventually lead to the inability to maintain airway patency or
protection, ventilate, or oxygenate.
Key words: airway management, endotracheal intubation, indications
ABSTRAK:
Manajemen saluran napas merupakan suatu keterampilan terpenting yang harus dikuasai bagi
seorang dokter sebab kegagalan dalam mengamankan jalan napas dapat menyebabkan adanya
disabilitas bahkan kematian dengan cepat. Keputusan untuk dilakukan intubasi kadang sulit
dan butuh pengalaman klinis untuk mengenali tanda-tanda akan terjadinya suatu kegagalan
napas. Pasien yang perlu dilakukan intubasi paling tidak memiliki salah satu indikasi berikut:
1) ketidakmampuan untuk mempertahankan patensi jalan napas atau perlindungan terhadap
aspirasi, 2) kegagalan oksigenasi darah kapiler paru secara adekuat, 3) antisipasi
memburuknya kasus yang akan mengarah pada ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan
napas.
Kata kunci: manajemen saluran napas, intubasi endotrakeal, indikasi
*Ko-asisten FK Trisakti
**Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif BLU RSUD Kota Semarang
1
PENDAHULUAN
Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian terpenting dalam suatu tindakan.
Dengan dilakukan anestesi umum, jalan napas pasien harus dijaga dimana jalan napas harus
bebas, berjalan lancar, serta teratur. Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah
dengan penggunaan kap atau dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal. 1
PEMBAHASAN
Anatomi Saluran Napas
Traktus respiratorius dimulai dari kedua lubang hidung (nares anterior) dan berakhir
dalam alveoli di paru. Saluran pernapasan dibagi menjadi dua yaitu saluran nafas bagian atas
dan saluran nafas bagian bawah dimana keduanya dipisahkan oleh batas setinggi plika vokalis.
Gambar 1. Anatomi saluran napas (Dikutip dari daftar pustaka nomer 2)
Saluran Napas Bagian Atas
Hidung dan Mulut
Udara dihangatkan dan dihumidifikasi setelah masuk lubang hidung selama
pernapasan normal. Rongga mulut dan hidung dipensarafi oleh N. olfaktorius untuk indra
penciuman, N. trigeminus yang mensarafi mukosa nasal, palatum, dan 2/3 lidah anterior, serta
N. glossofaringeal yang mensarafi 1/3 posterior lidah dan soft palatine.2
Faring
2
Cavum nasi dan cavum oris dihubungkan dengan laring dan esophagus oleh faring.
Faring merupakan suatu musculofascial tube yang dapat dibagi menjadi nasofaring, orofaring,
dan hipofaring. Nasofaring bermula dari koana dan berlanjut ke orofaring sampai setinggi
palatum mole, orofaring merupakan kelanjutan dari nasofaring dan berlanjut sebagai
laringofaring sampai batas setinggi tepi epiglottis, dan laringofaring dimulai dari sekitar
anterolateral laring sampai lamina kartilago tiroid. Faring diinervasi oleh N. glossofaringeal
dan N. vagus.3
Laring
Laring pada orang dewasa terletak antara vertebra servikal 3 sampai 6. Laring disusun
oleh otot, ligament, dan kartilago. Laring diinervasi oleh N. superior laryngeal dan N. rekuren
laryngeal yang merupakan cabang dari N. vagus.1
Saluran Napas Bagian Bawah
Trakea dimulai dari vertebra servikal 6 sampai carina yang rata-rata setinggi vertebra
thorakal 5. Panjang trakea 10-15cm dan diperkuat oleh 16-20 cincin kartilago. Trakea
kemudian bervabang menjadi cabang bronkus utama setinggi karina. Trakea dibagi menjasi
dua cabang bronkus utama kanan dan kiri dimana bronkus kanan lebih vertikal sedangkan
bronkus utama kiri lebih kecil, pendek, dan horizontal. Setelah menembus paru, bronkus
utama kanan dibagi menjadi tiga untk lobus atas, tengah, dan bawah sedangkan bronkus utama
kiri dibagi untuk lobus atas dan bawah. Bronkus akan berlanjut menjadi bronkiolus atau
bronkiolus terminalis dan berlanjut ke alveolus.1
Fisiologi Respirasi
Sistem respirasi manusia memiliki gambaran desain umum yang dapat dihubungkan
dengan sejumlah aktivitas penting. Respirasi merupakan kombinasi dari proses fisiologi
dimana oksigen dihisap dan karbondioksida dikeluarkan oleh sel-sel dalam tubuh. Respirasi
adalah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dan lingkungan sekitarnya. Pada manusia
dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi eksternal adalah
pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa proses
yaitu ventilasi, distribusi, difusi, dan perfusi. Respirasi internal adalah pertukaran gas-gas
antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu efisiensi
3
kardiosirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen, distribusi kapiler, difusi, dan
metabolisme sel.4
ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral disertai
hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentoleransi
prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan. Anestesi memiliki tujuan-
tujuan sebagai berikut hipnotik/sedasi, analgesia, dan muscle relaxant.1
Pemberian anestesi dimulai dengan induksi yaitu memberikan obat sehingga pasien
tidur. Pada operasi yang berlangsung lama, kedalaman anestesi perlu dipertahankan dengan
memberikan obat terus-menerus dengan dosis tertentu, hal ini disebut pemeliharaan
(maintenance). Setelah tindakan selesai, pemberian obat anestesi dihentikan dan fungsi tubuh
penderita dipulihkan, periode ini disebut pemulihan (recovery). Beberapa teknik anestesi
umum antara lain sungkup muka/kap (face mask), intubasi endotrakeal, induksi intravena,
induksi inhalasi, induksi intramuskular, dan induksi per rektal.1
KAP
Penguasaan jalan napas dengan kap (face mask/ sungkup) dan bag adalah hal yang
penting untuk melakukan tindakan anestesi yang aman dan merupakan tindakan dasar yang
digunakan untuk melakukan ventilasi pada pasien yang bernapas spontan ataupun pada pasien
yang telah diberikan pelumpuh otot.
Penggunaan kap dalam anestesi umum memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas
anestesi dari sistem breathing ke pasien. Pada operasi yang singkat atau operasi dengan posisi
yang tidak sulit dapat dilakukan teknik penguasaan jalan napas menggunakan kap.
Penggunaan kap selama operasi kini sudah mulai tergantikan dengan adanya laryngeal mask
airway. Penggunaan kap yang sesuai dinilai aman, efektif, lebih murah, dan tidak memiliki
banyak komplikasi. Penggunaan kap juga dinilai membantu meningkatkan kemampuan
manajemen jalan napas.5
Lingkaran dari kap disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orifisium kap dapat
disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Tersedia beberapa desain kap. Kap
yang transparan dapat mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan. Kap yang dibuat dari
karet berwarna hitam cukup lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak
4
umum. Retaining hook dipakai untuk mengkaitkan head scrap sehingga kap tidak perlu terus
dipegang.6
Gambar 2. Face mask (Dikutip dari daftar pustaka nomer 6)
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan napas yang bebas dan kap yang rapat atau
tidak bocor. Teknik pemasangan kap yang tidak tepat dapat meyebabkan reservoir bag
mengempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling kap.
Bila kap dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk melakukan ventilasi
dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Kap ditempatkan pada muka, dagu
ditahan atau sedikit ditarik ke belakang (posisi kepala ekstensi), angulus mandibular ditarik ke
atas agar jalan napas bebas. Jari kelingking ditempatkan di sudut mandibular, jari telunjuk
merapatkan sungkup dengan dagu, sedangkan ibu jari merapatkan sungkup ke bagian hidung
sehingga jari I dan II membentuk huruf C dan jari III, IV, dan V membentuk huruf E.
Biasanya jalan napas pasien dapat dipertahankan dengan kap dan oral airway.6
5
Gambar 3. Teknik memasang kap (Dikutip dari daftar pustaka nomer 6)
Kesulitan ventilasi dengan kap dapat diperkirakan pada beberapa pasien. Berbagai
faktor dilaporkan berhubungan dengan kesulitan ventilasi dengan kap, antara lain overweight
(IMT >25), adanya jenggot yang tebal, elderly (usia >55 tahun), adanya riwayat snoring, dan
edentulous.7
GETA
GETA atau General Endotracheal Anesthesia merupakan suatu teknik anestesi umum
dengan melibatkan perlindungan pada jalan napas. Perlindungan jalan napas tersebut
dilakukan dengan memasukkan pipa endotrakea (Endotracheal tube/ ET) ke dalam trakea
melalui hidung atau mulut. ET dapat digunakan sebagai penghantar gas anestesi ke dalam
trakea dan memudahkan kontrol ventilasi dan oksigenasi.
Indikasi dilakukannya tindakan pemasukkan (intubasi) ET pada pasien antara lain :1
1. Untuk patensi jalan napas, menjamin ventilasi, oksigenasi yang adekuat, dan menjamin
keutuhan jalan napas.
2. Perlindungan terhadap paru dengan penutupan cuff dari ET pada pasien yang baru saja
makan atau pasien dengan obstruksi usus.
3. Operasi yang membutuhkan ventilasi tekanan positif paru, misalnya torakotomi,
penggunaan pelumpuh otot, atau ventilasi kontrol yang lama.
4. Operasi yang membutuhkan posisi selain terlentang.
5. Operasi daerah kepala, leher, atau jalan napas.
6. Diperlukan untuk kontrol dan pengeluaran sekret paru (bronchialpulmoner toilet)
7. Diperlukan proteksi jalan napas pada pasien yang tidak sadar atau dengan depresi
refleks muntah.
8. Adanya penyakit atau kelainan jalan napas atas.
Kontraindikasi dilakukannya intubasi antara lain :1
1. Beberapa keadaan trauma jalan napas atas atau obstruksi yang tidak memungkinkan
untuk dilakukannya intubasi.
6
2. Trauma servikal yang memerlukan immobilisasi sehingga sangat sulit untuk dilakukan
intubasi agar tidak memperberat cedera atau luka.
Teknik Intubasi
Dalam hal ini dilakukan persiapan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan intubasi
ET ataupun nasotracheal tube.
Persiapan pasien dan keluarga
Persiapan ini mencakup pemberitahuan kepada pasien dan keluarga mengenai tindakan
yang akan dilakukan dan meminta persetujuan (informed consent), pasien dipasang IV line,
kemudian diperkirakan adanya kesulitan intubasi dengan standard Cormack dan Lehane atau
Mallampati.
Derajat kesulitan berdasarkan Cormack dan Lehane :8
Derajat I : Semua glotis terlihat, tidak ada kesulitan
Derajat II : Hanya glotis bagian posterior yang terlihat
Derajat III : Tidak ada bagian glotis yang terlihat tetapi epiglotis terlihat
Derajat IV : Epiglotis tidak terlihat
Gambar 4. Derajat kesulitan Cormack & Lehane (Dikutip dari daftar pustaka nomer 8)
Derajat kesulitan berdasarkan Mallampati :9
Kelas I : Tonsil, uvula, dan soft palatine terlihat
Kelas II : Soft palatine serta bagian atas tonsil dan uvula terlihat
Kelas III : Soft palatine dan basis uvula terlihat
Kelas IV : Hanya hard palatine yang terlihat
7
Gambar 5. Derajat kesulitan Mallampati (Dikutip dari daftar pustaka nomer 9)
Persiapan obat dan alat intubasi
Obat-obat emergency serta obat-obat anestesi sebagai premedikasi, induksi, serta obat
pelumpuh otot yang akan digunakan sebelum dilakukan intubasi dipersiapkan. Alat-alat yang
akan digunakan antara lain :
Face mask, untuk dilakukan ventilasi sebelum intubasi. Pilih ukuran yang sesuai yaitu
yang dapat menutupi mulut dan hidung dan tidak terlalu lebar menutupi pipi.
Laringoskop, pilih jenis dan ukuran laringoskop yang sesuai, periksa lampu
laringoskop, pastikan alat sudah terpasang dan mudah dijangkau tangan.
Stetoskop, untuk auskultasi setelah intubasi.
Pipa Endotrakeal, ukuran ET dinyatakan dalam mm berdasarkan diameter internal
yang tertera dan ada pula yang dinyatakan dalam French unit. Ukuran rata-rata untuk
wanita adalah 7,0-7,5 mm, dan untuk pria adalah 7,5-8,0 mm. Pada anak dapat
digunakan rumus 4 + BB/4 untuk menentukan ukuran ET. Cara lain untuk menentukan
ukuran ET adalah dengan menggunakan patokan besar jari kelingking pasien. Untuk
menentukan kedalaman insersinya adalah besar diameter internal (ukuran ET)
dikalikan tiga. Periksa cuff ET dengan cara menginflasi cuff kemudian dapat
dicelupkan ke dalam air untuk menilai adanya kebocoran. Setelah itu berikan pelicin
atau lidokain jeli.
Guedel (OPA) atau NPA.
Plester, akan digunakan untuk fiksasi ET setelah tindakan intubasi.
Stilet atau forsep intubasi
Suction
8
Prosedur Intubasi
1. Pasien terlentang dengan posisi sniffing untuk meluruskan aksis. Oksiput ditinggikan
dan kepala diekstensikan pada sendi atlantooksipital.
2. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi 3-5 menit.
Face mask dipegang dengan tangan kiri dan tangan kanan memompa bag. Dada harus
mengembang setiap pernapasan atau tidak ada kebocoran udara saat dilakukan
oksigenasi.
3. Buka mulut pasien dengan cross finger tangan kanan, blade laringoskop dimasukkan
dari sudut kanan mulut pasien. Dorong dan geser lidah sehingga lapang pandang tidak
terhalang oleh lidah. Akan terlihat uvula, faring, serta epiglotis, angkat epiglotis dan
akan tampak pita suara yang berbentuk huruf V.
Gambar 6. Intubasi (Dikutip dari daftar pustaka nomer 10)
4. ET yang sesuai ukurannya dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan
mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara kemudian laringoskop ditarik. Cuff
dikembangkan atau diinflasi dengan udara dari spuit sesuai dengan kebutuhan.
5. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi juga dilakukan auskultasi paru
kanan dan kiri dibandingkan suaranya. Jika suara paru kanan lebih besar dari kiri
berarti ET masuk ke dalam bronkus kanan dan ET segera ditarik pelan-pelan sampai
9
terdengar suara yang sama antara kanan dan kiri. Auskultasi juga dilakukan di daerah
epigastrium untuk menyingkirkan kemungkina intubasi esofagus.
6. Fiksasi ET dengan plester melingkar yang ditempatkan di bawah dan di atas bibir yang
diperpanjang sampai ke pipi.
Pada intubasi nasotrakea, pipa nasotrakea dimasukkan melalui hidung yang lebih paten
sejajar dengan palatum. Pipa di dorong sampai terasa hilangnya tahanan pada sudut
nasofaring. Bila mulut dapat dibuka, intubasi dapat dipermudah dengan visualisasi laring
dengan menggunakan laringoskop yang dipegang dengan tangan kiri sementara tangan kanan
mengarahkan pipa dengan menggunakan forsep magill. Langkah selanjutnya sama dengan
intubasi oral yang telah dipaparkan sebelumnya.10
Komplikasi Intubasi
Tindakan intubasi ET memiliki beberapa komplikasi antara lain :
1. Malposisi berupa intubasi esophagus, intubasi endobronkial, serta malposisi laryngeal
cuff.
2. Trauma jalan napas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah, atau mukosa mulut,
cedera tenggorok, ekskoriasi hidung, dislokasi mandibula.
3. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardia, spasme laring.
4. Malfungsi tuba.
KESIMPULAN
Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian terpenting dalam suatu tindakan.
Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan penggunaan kap atau
dilakukannya tindakan intubasi endotrakeal. Penguasaan jalan napas dengan kap (face mask/
sungkup) dan bag adalah hal yang penting untuk melakukan tindakan anestesi yang aman dan
merupakan tindakan dasar yang digunakan untuk melakukan ventilasi pada pasien yang
bernapas spontan ataupun pada pasien yang telah diberikan pelumpuh otot. Penggunaan kap
10
yang sesuai dinilai aman, efektif, lebih murah, dan tidak memiliki banyak komplikasi.
Penggunaan kap juga dinilai membantu meningkatkan kemampuan manajemen jalan napas.
Perlindungan jalan napas juga dapat dilakukan dengan memasukkan pipa endotrakea
(Endotracheal tube/ ET) ke dalam trakea melalui hidung atau mulut. ET dapat digunakan
sebagai penghantar gas anestesi ke dalam trakea dan memudahkan kontrol ventilasi dan
oksigenasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Semarang: IDSAI: 2010; 185-207.
2. Wilson WC, Bemenof JL. Respiratory physiology and Respiratory Function during
Anesthesia. In: Miller’s Anesthesia, 9th ed. Philadelphia : Churchill Livingstones;
2005: 679-718.
3. Ellis H, Feldman S, Griffiths WH. The respiratory pathway. In: Anatomy for
Anaesthetics, 8th ed. Massachusetts: Blackwell publishing; 2004: 10-55.
4. Sherwood L. Sistem pernapasan. In: Fisiologi Manusia: dari sel ke system. Jakarta:
EGC; 2001: 410-13.
5. Bamgbade OA. Facemask General Anaesthesia for Minor and Outpatient Surgery : A
Dying Art? J Natl Med Assoc. 2006; 98(7): 1202.
6. Morgan GE. Clinical anesthesiology, 4th ed. United State: Mc Graw-Hill Companies;
2005: 953-91.
7. Langeron O, Masso E, Huraux C, Guggiari M, Bianchi A, Coriat P, et al. Prediction of
difficult mask ventilation. Anesthesiology, 2000; 92: 1229–36
8. Cormack RS, Lehane J. Difficult tracheal intubation in obstetrics. Anaesthesia, 1984;
39: 1105-11.
9. Mallampati SR, Gatt SP, Gugino LD. A clinical sign to predict difficult tracheal
intubation: a prospective study. Can Anaesth Soc J: 1985; 32: 429-34.
10. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Clinical Anesthesia. Philadelphia: JB Lippincott;
2002; 506.
11