referat anxietas full
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan cemas merupakan gangguan yang paling sering ditemui dalam masalah
psikiatri. Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor – faktor biopsikososial, termasuk
kerentanan genetik yang berinteraksi dengan kondisi tertentu, stres atau trauma yang
menimbulkan sindrom klinis yang bermakna.
Studi menunjukan bahwa gangguan ini meningkatkan morbiditas, penggunaan
pelayanan kesehatan, dan hendaya fungsional. Pemahaman neuroanatomi dan biologi
molekuler ansietas menjanjikan pengertian baru mengenai etiologi dan terapi yang lebih
spesifik (dengan demikian lebih efektif) di masa mendatang. Selama 15 tahun terakhir, dokter
psikiatrik di Amerika melihat gangguan kecemasan bergerak menjauhi pengertian yang
didasarkan pada rumusan psikodinamika dari neurosis. Hasilnya adalah bahwa kata
“neurosis” dikeluarkan dari tatanama resmi, dan pembagian antara gangguan kecemasan telah
dibuat atas dasar kriteria klinis yang sah dan dapat dipercaya.
Jika memeriksa pasien dengan gangguan cemas, terapis harus mampu membedakan
antara jenis kecemasan normal dan patologis. Pada tingkat praktis, kecemasan patologis
dibedakan dari kecemasan normal oleh penilaian pasien, keluarganya, teman-temannya dan
terapis bahwa pada kenyataannya terdapat kecemasan patologis. Penilaian tersebut
didasarkan pada laporan keadaan internal pasien, perilakunya dan kemampuan pasien untuk
berfungsi sebagaimana mestinya. Seorang pasien dengan kecemasan patologis memerlukan
pemeriksaan neuropsikiatrik yang menyeluruh dan suatu rencana pengobatan yang disusun
secara individual. Klinisi harus menyadari bahwa kecemasan mungkin merupakan komponen
dari banyak kondisi medis dan gangguan mental lainnya, khususnya gangguan depresif.
Kita dapat menggambarkan kecemasan normal sebagai lawan dari kecemasan abnormal
atau patologis karena jelas menguntungkan bagi seseorang untuk berespons dengan
kecemasan di dalam situasi tertentu yang mengancam,. Sebagai contoh, kecemasan adalah
normal bagi bayi yang terancam perpisahan dengan orang tuanya atau oleh hilangnya cinta
bagi anak-anak pada hari pertama sekolahnya, bagi remaja pada kencan pertamanya, bagi
orang dewasa saat mereka merenungkan usia tua dan kematian, dan bagi siapa saja yang
menghadapi suatu penyakit. Kecemasan adalah suatu penyerta yang normal dari
pertumbuhan, perubahan dan pengalaman tentang sesuatu yang baru dan belum dicoba, dari
1
suatu usaha untuk menemukan jati diri. Sebaliknya,kecemasan patologis adalah respons yang
tidak sesuai terhadap stimulus yang diberikan berdasarkan pada intensitas atau durasinya.
Hampir satu abad yang lalu, Sigmund Freud memperkenalkan istilah “neurosis
kecemasan” (anxiety neurosis) dan mengidentifikasi dua bentuk kecemasan. Satu jenis
kecemasan dihasilkan oleh libido yang terbendung. Dengan kata lain, suatu peningkatan
ketegangan seksual yang fisiologis menyebabkan peningkatan libido yang menyertainya,
suatu perwakilan mental dari peristiwa fisiologis tersebut. Penyaluran ketegangan tersebut,
menurut pandangan Freud, adalah hubungan seksual. Tetapi, praktek seksual lain, seperti
abstinensia dan coitus interruptus, menghalangi pelepasan ketegangan dan menyebabkan
neurosis yang sesungguhnya. Keadaan kecemasan meninggi yang berhubungan dengan
penghambatan libidinal adalah neurastenia, hipokondriasis, dan neurosis kecemasan,
semuanya dipandang Freud sebagai memiliki suatu dasar biologis.
Bentuk kecemasan lainnya paling baik ditandai sebagai rasa kekhawatiran atau
ketakutan yang berasal dari pikiran atau harapan yang terepresi. Bentuk kecemasan tersebut
adalah bertanggung jawab untuk psikoneurosis – histeria, fobia, dan neurosis obsesional.
Freud memahami keadaan tersebut dan kecemasan yang berhubungan dengannya terutama
yang berhubungan dengan faktor psikologis, daripada faktor biologis. Konflik intrapsikis
bertanggung jawab atas kecemasan dan psikoneurosis, dan Freud mengamati bahwa
kecemasan yang dihasilkannya kurang kuat dan kurang dramatik daripada apa yang
diamatinya dalam neurosis sesungguhnya.
B. Tujuan
1. Tujuan umum.
Referat ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat kelulusan pada kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Jiwa RS Ketergantungan Obat, Cibubur-Jakarta.
2. Tujuan khusus
Dokter umum mampu mengenal dan mendiagnosis bentuk-bentuk gangguan cemas
sebagai masalah psikiatri sehingga dapat memberikan pengobatan yang tepat sesuai
kompetisinya.
2
BAB II
Gangguan Cemas
2.1 Definisi
Cemas (anxietas) merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak
menyenangkan,tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan
bahaya atauancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik
tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik. Anxietas adalah perasaan yang difus, yang
sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang akan
terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi badaniah yang khas dan yang
akan datang berulang bagi seseorang tertentu.Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut,
dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan,sakit kepala atau rasa mau kencing atau
buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin bergerak dan gelisah.
PEMBAGIAN KECEMASAN MENURUT SUMBER SEBABNYA
Menurut Binder dan Kielholz dan Galderen kecemasan itu dapat dibagi menurut
sumber sebabnya sebagai berikut :
1. Kecemasan Hati Nurani (concience-induced anxiety)
Disini kecemasan timbul karena individu mempunyai kesadaran akan
moralitas.Kecemasan disinipun melindungi individu terhadap perbuatan-perbuatan yang
bersifat amoral.
2. Kecemasan neurotik
Disini kecemasan berasal dari dalam tubuh, dan tidak berhasil dihilangkan oleh
individu,sehingga kecemasan bersembunyi dalam gangguan lain seperti pada fobia, reaksi
obsesif kompulsif, reaksi konversi dan pada gangguan psikofisiologik.Dalam psikiatri
terdapatfree-floating anxiety danbound anxiety.Free-floating anxiety merupakan kecemasan
yang tidak terdapat pada salah satu gagasan melainkan mengembara kiankemari. Sedangkan
3
dalam bound anxiety kecemasan terikat pada gagasan seperti pada fobia danobsesi.Free
floating anxiety merupakan inti dan gejala penting menentukan pada kecemasan neurotik.
3. Kecemasan psikotik
Kecemasan disini bukanlah merupakan gejala inti atau yang menentukan. Melainkan
sebagai gejala biasa, yang kadang-kadang merupakan penjelmaan dari segala depresi dan
ganagitasi. Kecemasan dapat juga dirasakan begitu hebat sehingga penderita tidak dapat
berbuat apa-apa selain diam saja. Biasanya kecemasan ini disertai dengan waham-waham,
halusinasi dan perbuatan-perbuatan yang destruktif.
4. Kecemasan sosial
Kecemasan sosial ini akan dirasakan individu, kalau ia takut atau pendapat umum atau
pendapat lingkungannya mengenai perbuatannya dikenal :
a.Kecemasan memperlihatkan diri di depan umum.
b.Cemas kalau-kalau kehilangan kontrol atas dirinya.
c.Cemas kalau-kalau memperlihatkan ketidakmampuannya.
REAKSI TERHADAP KECEMASAN
Dalam menghadapi kecemasan orang dapat mengadakan reaksi seperti :
a.Dengan menggunakan mekanisme pembelaan, yang dapat dilihat pada reaksi fobik,
reaksi obsesif.
b.Dengan menggunakan mekanisme konversi :
1) Jika akut dapat menjurus ke arah konversi (histeria)
2) Jika menahun tanpa menimbulkan perubahan apa-apa pada organ, dapat menimbulkan
gejala-gejala hipokondriasis atau organ neurosa. Keadaan menahun ini dapat juga
menimbulkan perubahan-perubahan pada organ, sehingga kecemasan menghilang dari
permukaaan dan diganti dengan keluhan-keluhan pada organ yang mengalami
perubahan tadi. Hal ini dapat dilihat pada pasien dengan gangguan psikofisiologik.
4
2.2 Epidemiologi
Gangguan cemas merupakan kelompok gangguan psikiatri yang paling sering
ditemukan. National Comorbiloty Study melaporkan bahwa satu diantara empat orang
memenuhi kriteria untuk sedikitnya satu gangguan cemas dan terdapat angka prevalensi 12
bulan sebesar 17,7%. Perempuan (prevalensi seumur hidup 30,5%) lebih cenderung
mengalami gangguan cemas daripada laki-laki (prevalensi seumur hidup 19,2%). Prevalensi
gangguan ansitera menurun dengan meningkatnya status sosioekonomik.
2.3 Etiologi
Faktor Biologis
Faktor biologik yang berperan pada gangguan ini adalah neurotransmitter. Ada tiga
neurotransmitter utama yang berperan pada gangguan ini yaitu, norepinefrin, serotonin, dan
gamma amino butiric acid atau GABA. Namun neurotransmitter yang memegang peranan
utama pada gangguan cemas adalah serotonin, sedangkan norepinefrin terutama berperan
pada gangguan panik.
Dugaan akan peranan norepinefrin pada gangguan cemas didasarkan percobaan pada
hewan primata yang menunjukkan respon kecemasan pada perangsangan locus sereleus yang
ditunjukan pada pemberian obat-obatan yang meningkatkan kadar norepinefrin dapat
menimbulkan tanda-tanda kecemasan, sedangkan obat-obatan menurunkan kadar
norepinefrin akan menyebabkan depresi.
Peranan Gamma Amino Butiric Acid pada gangguan ini berbeda dengan norepinefrin.
Norepinefrin bersifat merangsang timbulnya kecemasan, sedangkan Gamma Amino Butiric
Acidatau GABA bersifat menghambat terjadinya kecemasan ini. Pengaruh dari
neutronstransmitter ini pada gangguan kecemasan didapatkan dari peranan benzodiazepin
pada gangguan tersebut. Benzodiazepin dan GABA membentuk GABA Benzodiazepin
complex´ yang akan menurunkan anxietas atau kecemasan.
Satu penelitian tomografi emisi positron (PET; positron emission tomography)
melaporkan suatu penurunan kecepatan metabolik di ganglia basalis dan substansia alba pada
pasien gangguan cemas menyeluruh dibandingkan kontrol normal. Satu penelitian
menemukan bahwa hubungan genetika mungkin terjadi antara gangguan cemas menyeluruh
dan gangguandepresif berat pada wanita. Penelitian lain menemukan adanya komponen yang
terpisah tetapi sulit untuk ditentukan pada gangguan cemas menyeluruh. Kira-kira 25 persen
5
sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan cemas menyeluruh umum juga
terkena gangguan.Sanak saudara laki-laki lebih sering menderita suatu gangguan penggunaan
alkohol. Beberapa laporan penelitian pada anak kembar menyatakan suatu angka kesesuaian
50 persen pada kembar monozigotik dan 15 persen pada kembar dizigotik.
Faktor Psikososial
Dua bidang pikiran utama tentang faktor psikososial yang menyebabkan perkembangan
gangguan cemas menyeluruh adalah bidang kognitif perilaku dan bidang psikoanalitik.
Bidang kognitif perilaku menghipotesiskan bahwa pasien dengan gangguan cemas
menyeluruh berespon secara tidak tepat dan tidak akurat terhadap bahaya yang dihadapi,
ketidakteraturan tersebut disebabkan oleh perhatian selektif terhadap perincian negatif
didalam lingkungan oleh distorsi pemrosesan informasi, dan oleh pandangan yang terlalu
negatif tentang kemampuan seseorang untuk mengatasinya. Bidang psikoanalitik
menghipotesiskan bahwa kecemasan adalah suatu gejala konflik bawah sadar yang tidak
terpecahkan. Suatu hierarki kecemasan adalah berhubungan dengan berbagai tingkat
perkembangan. Pada tingkat yang paling primitif, kecemasan mungkin berhubungan dengan
ketakutan akan penghancuran atau fusi dengan orang lain. Pada tingkat perkembangan yang
lebih matur,kecemasan adalah berhubungan dengan perpisahan dari objek yang dicintai.
Kecemasan kastrasi adalah berhubungan dengan fase oedipal dari perkembangan dan
dianggap merupakan satu tingkat tertinggi dari kecemasan.
2.4 Patofisiologi
Pada kecemasan terjadi mekanisme sebagaimana terjadi pada stres. Terjadi pengaktifan
sistem saraf simpatis dan aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal. Bila sebagian besar daerah
sistem saraf simpatis melepaskan impuls pada saat yang bersamaan, maka dengan berbagai
cara, keadaan ini akan meningkatkan kemampuan tubuh untuk melakukan aktivitas otot yang
besar, di antaranya dengan cara :
1. Peningkatan tekanan arteri.
2. Peningkatan aliran darah untuk mengaktifkan otot-otot bersamaan dengan penurunan
aliran darah ke organ-organ, seperti traktus gastrointestinalis dan ginjal, yang tidak
diperlukan untuk aktivitas motorik cepat.
3. Peningkatan kecepatan metabolisme sel di seluruh tubuh.
6
4. Peningkatan konsentrasi glukosa darah.
5. Peningkatan proses glikolisis di hati dan otot.
6. Peningkatan kekuatan otot.
7. Peningkatan aktivitas mental.
8. Peningkatan kecepatan koagulasi darah.
Seluruh efek diatas menyebabkan orang tersebut dapat melaksanakan aktivitas fisik
yang jauh lebih besar dari pada bila tidak ada efek tersebut. Keadaan ini sering disebut
sebagai respons stres simpatis. Sistem simpatis terutama teraktivasi dengan kuat pada
berbagai keadaan emosi,termasuk di dalamnya kecemasan dan stres.
Jika stres menyebabkan keseimbangan terganggu, maka tubuh kita akan melalui
serangkaian tindakan (respons stres) untuk membantu tubuh mendapatkan kembali
keseimbangan. Perjuangan untuk mempertahankan keseimbangan ini disebut sebagai sindrom
adaptasi umum. Ini adalah cara tubuh bereaksi terhadap stres dan untuk membawa kembali
sistemtubuh ke keadaan yang seimbang.
Tahapan salah satu responnya disebut fase alarm, yang dicirikan oleh aktivasi langsung
dari sistem saraf dan kelenjar adrenal. Berikutnya fase resistensi, yang ditandai dengan
aktivasi hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) axis. HPA axis adalah sistem terkoordinasi dari
tiga jaringan endokrin yang mengelola respon kita terhadap stres.
HPA adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang mengendalikan reaksi
terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses tubuh seperti
pencernaan, sistem kekebalan tubuh dan penggunaan energi. Spesies dari manusia ke
organisme yang paling kuno berbagi komponen dari sumbu HPA. Ini adalah mekanisme
untuk satu setinteraksi di antara kelenjar, hormon dan bagian-bagian tengah otak yang
menengahi sindrom adaptasi umum.
Sedikit kenaikan kortisol memiliki beberapa efek positif termasuk semburan energi
untuk alasan bertahan hidup, peningkatan fungsi memori, semburan lebih rendah
meningkatkan kekebalan dan kepekaan terhadap rasa sakit.
Masalah terjadi ketika kita meminta tubuh kita bereaksi terlalu sering atau dengan
perlawanan yang berlebihan - baik dari yang dapat mengakibatkan meningkatnya kadar
kortisol. Ketika stres diulangi, atau konstan, kadar kortisol meningkat dan tetap tinggi -
menyebabkan fase ketiga dari sindrom adaptasi umum yang tepat disebut sebagai overload.
Pada tahap overload, sistem tubuh mulai memecah dan risiko penyakit kronis meningkat
secara signifikan.
7
Diketahui bahwa orang-orang normal tingkat kortisol dalam aliran darah puncaknya
terjadi pada pagi hari dan berkurang seiring berjalannya hari itu. Sekresi kortisol bervariasi
antar individu. Satu orang dapat mengeluarkan kortisol lebih tinggi daripada yang lain dalam
situasi yang sama. Penelitian juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mengeluarkan
tingkat kortisol lebih tinggi sebagai respons terhadap stres juga cenderung makan lebih
banyak makanan, dan makanan yang lebih tinggi karbohidrat daripada orang yang kurang
mengeluarkan kortisol.
Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang berhubungan dengan dasar dari penelitian binatang
dan respon kepada penanganan obat adalah norepinephrine (MODA), serotonin, dan γ-asam
amino butirat (GABA). Sebagian besar informasi dasar neuroscience tentang eksperimen
binatang membentuk paradigma tingkah laku dan agen psikoaktif. Satu diantaranya adalah
eksperimen untuk mempelajari test konflik, di mana binatang secara simultan menghadiahi
stimuli yang positif (e.g., makanan) dan negatif (e.g., goncangan elektrik). Obat-obatan
Anxiolytic (e.g., benzodiazepines) cenderung untuk memberikan fasilitas adaptasi pada
binatang terhadap situasiini, sedangkan obat-obatan lain (e.g., amfitamin) lebih lanjut
mengganggu respon tingkah laku binatang.
Norepinefrin
Gejala kronis pasien dengan gangguan cemas, seperti serangan panik, kesulitan untuk
tidur, mengejutkan, dan autonomic hyperarousal, adalah karakteristik noradrenergik yang
meningkat. Teori umum tentang peran dari norepinefrin dalam ketidakteraturan dimana
dipengaruhi pasien, mungkin mempunyai satu sistem noradrenergik yang buruk
pengaturannya sehingga terjadi ledakan sekali-kali dari aktivitas ini. Badan sel dari sistem
noradrenergik terutama dilokalisir pada tempat ceruleus di rostral pons, dan fungsinya
memproyeksikan akson-akson pada korteks cerebral, sistem limbik, brainstem, dan medula
spinalis. Eksperimen dalam kardinal/primata telah mendemonstrasikan stimulasi itu sehingga
dari tempat ceruleus menghasilkan suatu respon ketakutan dalam binatang dan ablasi pada
area yang sama, menghalangi atau seluruhnya menghalangi kemampuan dari binatang untuk
membentuk suatu respon ketakutan. Penelitian pada manusia telah ditemukan bahwa dalam
pasien dengan gangguan panik, receptor adrenergic agonists (e.g., isoproterenol [Isuprel])
dan sel peka terhadap rangsangan 2-adrenergic antagonis (e.g., yohimbine [Yocon]) bisa
membuat serangan panik bertambah parah.Sebaliknya, clonidine (Catapres), sel yang peka
8
terhadap rangsangan agonis, mengurangi gejala pada beberapa situasi eksperimental dan
dapat mengobati. Sebuah temuan lain adalah pasien dengan gangguan cemas, gangguan
terutama panik, telah menyebabkan cerebrospinal mengalir (CSF) atau terpresentasi dalam
uruin dalam bentuk noradrenergic metabolite 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).
Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis
Bukti tetap yang menunjukan bahwa banyak peningkatan sintesa dan pelepasan dari
kortisol dapat membuat dampak psikologis. Kortisol berfungsi untuk mengerahkan dan untuk
mengisi penyimpanan energi serta meningkatkan kewaspadaan, memfokuskan perhatian, dan
formasi memori, pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan respon kekebalan tubuh (imun).
Pengeluaran cortisol Berlebihan dapat mempunyai efek kurang baik yang serius,
mencakuphipertensi, osteoporosis, immunosuppresi, resistansi hormon insulin, dislipidemia,
diskoagulasi, dan pada akhirnya, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler. Perubahan pada
hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) fungsi poros masih sedang dipelajari dalam kaitannya
dengan PTSD. Pada pasien dengan gangguan panik, adrenocorticoid hormon (ACTH)
mempengaruhi pada corticotropin-releasing factor (CRF) masih sedang dipelajari dalam
beberapa penelitian.
Corticotropin-Releasing Hormone (CRH)
Salah satu dari penengah terpenting respon tekanan, CRH mengkoordinir perubahan
tingkah laku dan fisiologis adaptif yang terjadi selama tekanan psikis. Hypothalamic tingkat
CRH meningkat dengan tekanan, menghasilkan aktivasi dari poros HPA dan pelepasan dari
kortisol ditingkatkan serta dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghalangi
berbagai neurovegetatif berfungsi, seperti masukan makanan, aktivitas seksual, dan program
endokrin untuk pertumbuhan serta reproduksi.
Serotonin
Identifikasi dari banyak jenis reseptor serotonin telah menstimulasi pencarian dari
peran serotonin pada patogenesis gangguan cemas. Tipe berbeda dari hasil tekanan akut
dalam peningkatan 5-hydroxytryptamine (5-HT) terjadi di korteks prefrontal, nukleus
accumbens, amigdala, dan hipothalamus lateral. Keterikatan pada hubungan ini pada awalnya
termotivasi oleh observasi dimana serotonergik antidepresan mempunyai efek terapeutik pada
beberapa gangguan cemas, sebagai contoh : clomipramine (Anafranil) pada OCD. Efektivitas
dari buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A reseptor agonis, dalam penanganan dari
9
gangguan cemas juga menyarankan kemungkinan dari satu asosiasi antara serotonin dan
kecemasan. Badan sel dari sebagian besar neuron serotonergik adalah terletak di raphe nuclei
di rostral brainstem dan memproyeksikan ke korteks cerebral, sistem limbik (terutama,
amygdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-
chlorophenylpiperazine (mCPP), satu obat dengan berbagai efek serotonergik dan non-
serotonergik, dan fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan dari serotonin, juga
menyebabkan peningkatan rasa cemas pada pasien dengan gangguan cemas, dan banyak
laporan anekdot menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen serta stimulan, sebagai
contoh: asam lysergic diethylamide (LSD) dan 3,4-methylenedioxymethamphetamine
(MDMA) dihubungkan dengan perkembangan gangguan cemas akut dan kronis pada orang
yang menggunakan obat-obatan ini. Penelitian Klinis dari 5-HT berfungsi pada gangguan
cemas yang mempunyai hasil campuran. Satu penelitian menemukan bahwa pasien dengan
gangguan panik mempunyai tingkat yang lebih rendah dalamsirkulasi 5-HT bandingkan
dengan pengaturannya. Dengan begitu, tidak ada pola jelas dari kelainan dalam fungsi 5-HT
pada gangguan panik yang muncul dari analisa dari unsur-unsur darah perifer.
GABA
Sebuah peran dari GABA pada gangguan cemas adalah sebagian besar didukung oleh
keefektifan dari benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas dari GABA pada reseptor
GABA tipe A (GABA-A), dalam penanganan dari beberapa bentuk gangguan cemas.
Walaupun benzodiazepine potensi-rendah adalah paling efektif untuk gejala gangguan cemas
pada umumnya, potensi-tinggi benzodiazepine, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam
adalah efektif dalam penanganan dari gangguan panik. Penelitian pada primata telah
ditemukan bahwa susunan saraf otonom memperlihatkan gejala gangguan cemas yang
diinduksi ketika satu benzodiazepine invers agonist, asam β-carboline-3-carboxylic (BCCE)
dikelola. BCCE juga dapat menyebabkan kecemasan. Antagonis benzodiazepin, flumazenil
(Romazicon), menyebabkan serangan panik yang sering pada pasien dengan gangguan panik.
Data ini telah memimpin peneliti untuk memberikan hipotesa bahwa beberapa pasien dengan
gangguan cemas mempunyai fungsi abnormal dari reseptor GABA-A mereka, walaupun
hubungan ini sudah tidak diperlihatkan secara langsung.
Aplysia
Sebuah tipe neurotransmitter untuk gangguan cemas menjadi dasar penelitian dari
Aplysia California, oleh Eric Kandel, M.D, pemenang Penghargaan Nobel.
10
Aplysia adalah suatu keong laut yang bereaksi pada bahaya dengan cara berpindah,
penarikan ke dalam kulit/kerangnya, dan penurunan perilaku makanannya. Perilaku ini
mungkin menjadi secara sederhana dikondisikan, sedemikian rupa sehingga keong
memberikan reaksi terhadap satu stimulus netral seolah-olah adalah satu stimulus berbahaya.
Keong dapat juga dibuat peka oleh shock random, sedemikian rupa sehingga hal itu
memperlihatkan suatu reaksi dan tidak adanya bahaya nyata. Secara paralel sebelumnya telah
digambarkan pengaruh antara keadaan klasik dan manusia dengan kecemasan dan fobia.
Yang secara sederhana Aplysia dikondisikan sebagai adanya perubahan yang terukur pada
presinaptik, menghasilkan pelepasan dan peningkatan sejumlah neurotransmitter. Walaupun
keong laut adalah satu binatang sederhana, pekerjaan ini memperlihatkan satu pendekatan
eksperimental kepada neurokimiawi kompleks memproses potensi yang terlibat dalam
gangguan cemas pada manusia.
2.5 Gambaran Klinis dan Kriteria
GEJALA UMUM ANXIETAS
Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati, takut ´gila´, takut
kehilangan kontrol dan sebagainya.
Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing, ketegangan otot, mual,
sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di lambung dan lain-lain. Keluhan
yang dikemukakan pasien dengan ansietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit dada;
kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan dada; jantung
berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak
dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga berjalan
dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang tidak spesifik untuk
penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien
dengan gangguan ansietas kronik, melainkan seseorang dapat saja mengalami hanya beberapa
gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejala ini oleh pasien yang
bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.
11
BENTUK GANGGUAN ANSIETAS
Gangguan Panik
Gangguan Fobik
Gangguan Obsesif-kompulsif
Gangguan Stres Pasca Trauma
Gangguan stres Akut
Gangguan Ansietas Menyeluruh.
GANGGUAN PANIK
Ada dua kriteria Gangguan panik : gangguan panik tanpa agorafobia dan gangguan
panik dengan agorofobia kedua gangguan panik ini harus ada serangan panik.
GAMBARAN KLINIS
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau serangan panik, walaupun
serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas
seksual atau trauma emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan atau
situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai dengan periode
gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan
yang kuat , suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu
menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami
kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas
dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya
berlangsung 20 sampai 30 menit .
Agorafobia : pasien dengan agorafobia akan menghindari situasi dimana ia akan sulit
mendapatkan bantuan. Pasien mungkin memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali
mereka keluar rumah.
GEJALA PENYERTA
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada
beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan panik.
Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan
gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan mental.
12
DIAGNOSA BANDING
Penyakit kardiovaskuler : anemia, hipertensi, infark iniokardium. Penyakit
pulmonum : asma, hiperventilasi, emboli paru-paru. Penyakit neurologis : penyakit
serebrovaskular, epilepsi, migrain, tumor. Penyakit endokrin : diabetes, hipertroidisme,
hipoglikemi, sindroma pramestruasi, gangguan menopause. .lntoksikasi obat, putus obat.
Kondisi lain : anafilaksis, gangguan elektrolit, keracunan logam berat, uremia.
PEDOMAN DIAGNOSTIK AGORAFOBIA
Kecemasan berada di dalam suatu tempat atau situasi dimana kemungkinan sulit meloloskan
diri. Situasi dihindari, misal, jarang bepergian. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan
karena gangguan mental lain, misal fobia sosial.
PEDOMAN DIAGNOSTIK GANGGUAN PANIK
Serangan panik rekuren dan tidak diharapkan sekurangnya satu serangan , diikuti satu atau
lebih : kekhawatiran menetap akan mengalami serangan tambahan, ketakutan tentang arti
serangan, perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan serangan.
Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung atau suatu kondisi medis umum.
Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain. misal gangguan
obsesif - kompulsif.
Gangguan panik bisa dengan agorafobia atau tanpa agorafobia.
GANGGUAN FOBIK
Penelitian epidemiologis di Amerika Serikat menemukan 5-10 persen populasi
menderita gangguan ini.
FOBIA
Adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang
disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.
Fobia spesifik:
takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera.
Fobia sosial:
13
takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara di
depan umum.
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Rasa takut yang jelas, menetap dan berlebihan atau tidak beralasan (obyek /situasi)
Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan kecemasan
Menya-dari bahwa rasa takut adalah berlebihan
Situasi fobik dihindari
GANGGUAN OBSESIF-KOMPULSIF
Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan
adalah 2-3 persen.
OBSESIF :
Adalah pikiran, perasaan, ide yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
KOMPULSIF :
adalah tingkah-laku yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
PEDOMAN DIAGNOSIS
Pikiran, impuls, yang berulang,
Perilaku yang berulang,
Menyadari bahwa obsesif-kompulsif adalah berlebihan atau tidak beralasan
Obsesif-kompulsif menyebabkan penderitaan
Tidak disebabkan oleh suatu zat atau kondisi medis umum.
DIAGNOSIS BANDING :
Kondisi fisik
- Gangguan neurologis (epilepsi lobul temporalis, komplikasi trauma)
Kondisi psikiatrik
- Skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, gangguan depresif.
14
GANGGUAN STRES PASCA-TRAUMA
Pasien dapat diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila mereka
mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua orang. Trauma bisa
berupa trauma peperangan, bencana alam, penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan.
Gangguan stres-pasca trauma terdiri dari : pengalaman kembali trauma melalui mimpidan
pikiran, penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan penumpulan
responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran berlebihan dan persisten. Gejala penyerta
yang sering dan gangguan stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan
kognitif (contoh pemusatan perhatian yang buruk).
Prevalensi seumur hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan 1 -3 persen populasi
umum, 5-15 persen mengalami bentuk gangguan yang subklinis. Walaupun gangguan stres
pasca-trauma dapat terjadi pada setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia
dewasa muda.
PEDOMAN DIAGNOSTIK STRES PASCATRAUMA
A. Telah terpapar dengan peristiwa traumatik, didapati:
mengalami, menyaksikan, dihadapkan dengan peristiwa yang berupa ancaman kematian,
atau kematian yang sesungguhanya atau cedera yang serius, atau ancaman integritas fisik
diri sendiri atau orang lain
respon berupa rasa takut yang kuat, rasa tidak berdaya.
B. Keadan traumatik secara menetap dialami kembali dalam satu atau lebih cara berikut:
rekoleksi yang menderitakan, rekuren dan mengganggu tentang kejadian
Mimpi menakutkan yang berulang tentang kejadian
berkelakuan atau merasa seakan-akan kejadian traumatik terjadi kembali
penderitaan psikologis yang kuat saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai suatu aspek kejadian traumatik
reaktivitas psikologis saat terpapar dengan tanda internal atau eksternal yang
menyimbolkan atau menyerupai aspek kejadian traumatik
C. Penghindaran stimulus yang persisten yang berhubungan dengan trauma
D. Gejala menetap, adanya peningkatan kesadaran , seperti dua atau lebih berikut:kesulitan
tidur, irritabilitas, sulit konsentrasi, kewaspadaan berlebihan, respon kejutyang
berlebihan.
E. Lama gangguan gejala B,C,D adalah lebih dari satu bulan.
15
F. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
REAKSI STRES AKUT
Suatu gangguan sementara yang cukup parah yang terjadi pada seseorang tanpa
adanya gangguan jiwa lain yang nyata, sebagai respons terhadap stres fisik maupun mental
yang luar biasa dan biasanya menghilang dalam beberapa jam atau hari. Stresornya dapat
berupa pengalaman traumatik yang luar biasa . Kerentanan individu dan kemampuan
menyesuaikan diri memegang peranan dalam terjadinya dan keparahannya suatu reaksi stres
akut.
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Harus ada kaitan waktu yang langsung dan jelas antara terjadinya pengalaman stresor
luar biasa dengan onset dan gejala. Onset biasanya setelah beberapa menit atau bahkan segera
setelah kejadian. Selain itu ditemukan (a) terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya
berubah-ubah; selain gejala permulaan berupa keadaan terpaku, semua gejala berikut
mungkin tampak:depresif, anxietas, kemarahan, kekecewaan, overaktif dan penarikan diri,
akan tetapi tidak satupun dan jenis gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya
untuk waktu lama. (b) pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dan stresomya, gejala-
gejalanya dapat menghilang dengancepat (dalam beberapa jam); dalam hal dimana stres tidak
dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya baru mulai mereda setelah 24 - 48 jam dan biasanya
menghilang setelah 3 hari.
GANGGUAN ANSIETAS MENYELURUH
Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya ansietas yang menyeluruh dan
menetap (bertahan lama), Gejala yang dominant sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang yang
berkepanjangan, gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi,
pusing kepala dan keluhan epigastnik adalah keluhan - keluhan yang lazim dijumpai.
Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan menderita sakit atau akan
mengalami kecelakaan dalamwaktu dekat, merupakan keluhan yang seringkali diungkapkan
16
PEDOMAN DIAGNOSTIK
Pasien harus menunjukan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir setiap hari
selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan. Gejala-gejala ini biasanya
mencakup hal-hal berikut : kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik,
overaktivitas otonomik.
2.6 Penatalaksanaan
Terdapat tiga pendekatan terapeutik untuk mengatasi gejala berhubungan dengankecemasan
yaitu :
1.Manajemen krisis
2.Farmakoterapi
3.Psikoterapi
Manajemen krisis
Manajemen krisis adalah proses pendek yang di disain untuk menolong seseorang
menyembuhkan problem akut kepada tingkat fungsional normal mereka melalui cara
personal,sosial dan lingkungan. Langkah - langkah dalam manajemen krisis :
Pengukuran psikososial dari individu, bahwa keluarga ikut didalam krisis. Pengembangan
rencana dengan individu atau keluarga dalam krisis. Penerapan rencana dan penggambaran
secara personal, kelanjutan dari rencana (follow up)
Tujuan utama dari Manajemen Krisis adalah :
1.Peredaaan gejala
2.Pencegahan konsekuensi yang merugikan dari krisis tersebut untuk jangka pendek
3. Suportif (dukungan)
Farmakoterapi
Obat-obat antianxietas sebaiknya digunakan untuk waktu yang singkat karena ditakutkan
akan terjadi ketergantungan, meskipun banyak obat yang efektif untuk meredakan anxietas.
Obat antiansietas dibagi dalam dua golongan : Obat antiansietas disebut ansiolitika yaitu obat
yang dapat mengurang antiansietas dan patologik, ketegangan dan agitasi obat-obat ini tidak
berpengaruh pada proses kognitif dan persepsi, efek otonomik dan ekstra piramidal tetapi
menurunkan ambang kejang dan berpotensi untuk ketergantungan obat.
17
Ada dua golongan obat antiansietas :
1.Benzodiazepin : diazepam, oxazolam, lorazepam, clobazam
2.Non Benzodiazepin : buspiron dan sulpirit
Benzodiazepin merupakan obat pilihan untuk kecemasan dan ketegangan jika pasien
mengalami ansietas yang intensif. Benzodiazepin dengan paruh waktu yang lebih panjang
mungkin dapat diterima.
Mekanisme kerja : syndrome Acietas disebabkan oleh hiperaktifitas dari system
limbik SSP yang terdiri dari dopaminergik, noradrenergik, serotoniergik neurons yang
dikendalikan oleh GABA ergic neurons.
Ada beberapa efek samping obat dari golongan ini adalah :
Sedasi : mengantuk, kewaspadaan kurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuankognitif
melemah.
Relaksasi otot : rasa lemah, cepat lelah.
Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotik, potensi menimbulkan
ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis
akhir berlangsung sangat singkat.
Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan gejala putus obat : pasien menjadi
irirtable, bingung, gelisah, imsonia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi. Hal ini
berkaitan dengan penurunan kadar Benzodiazepin dalam plasma.
Ketergantungan lebih sering pada individu dengan riwayat peminum alkohol,
penyalahgunaan obat, atau ´unstable personalities´, oleh kerena itu obat Benzodiazepin tidak
dianjurkan kepada pasien-pasien tersebut.
Golongan Benzodiazepin sebagai obat anti-ansietas yang mempunyai ratio terapeutik yang
lebih tinggi dan kurang menimbulkan efek adiksi, toksisitas rendah. Golongan ini merupakan
drug of choice dari semua obat yang mempunyai efek anti-ansietas.
Lama pemberian :
Pada sindrom ansietas yang disebabkan faktor situasi eksternal, pemberian obat tidak lebih
dari 1 - 3 bulan.
Pemberian sewaktu-waktu dapat dilakukan apabila sindrom ansietas dapat diramal akan
waktu datangnya dan hanya pada situasi tertentu, serta terjadinya tidak sering.
Penghentian selalu secara bertahap agar tidak menimbulkan gejala lepas obat.
18
Psikoterapi
Psikoterapi adalah jenis pengobatan yang dilakukan oleh seorang terapis yang terlatih
khusus pada seorang pasien dengan memakai cara profesional yang dilandasi hubungan
therapis- pasien yang khas, sehingga keluhan pasien tersebut dapat dialihkan, diringankan,
atau disembuhkan, mengembangkan pertumbuhan secara positif.
Beberapa bentuk dasar dari psikoterapi :
A.Psikoterapi bentuk sugesti (supportive)
B.Psikoterapi jenis analisa (insight oriented)
C.Psikoterapi jenis perilaku (behaviour therapy)
2.7 Prognosis
Sebenannya dalam bebenapa kasus gangguan cemas dapat diatasi dengan baik
bila didapati diagnosis dini serta tatalaksana yang baik, namun sening kali gangguan ini
dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak terlalu mendasari dan penting sehingga
seringkali ditangguhkan oleh pasien untuk mencari pertolongan dalam menghadapi
gangguan yang diderita atau dialaminya.
19
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keadaan stres, konflik-konflik yang kompleks menjadikan pencetus stres bagi
individu maupun masyarakat sendiri. Secara subjektif kecemasan itu bagi kebanyakan orang
adalah perasaan yang tidak enak, yang perlu secepat-cepatnya ditangani.
Secara objektif kecemasan itu merupakan suatu pola psikobiologik dengan fungsi
pemberitahu (alarm) adanya bahaya, dengan mengakibatkan suatu perencanaan tindakan
yang efektif, ialah suatu usaha penyesuaian diri terhadap trauma psikis, krisis dan konflik.
Apabila perencanaan dalam penyesuaian diri ini berjalan dengan baik maka kecemasan
akan berkurang, tetapi apabila perencanaan ini berlangsung tidak baik kecemasan bahkan
akan bertambah hebat.
Untuk itu dalam menghadapi kecemasan orang dapat mengadakan reaksi sebagai
berikut : secara sadar menghadapinya dan berusaha meniadakan atau memperkecil
kekuatannya dengan jalan rasionalisasi. Secara tidak sadar orang dapat menghadapinya dan
berusaha meniadakan atau memperkecil kekuatannya dengan jalan rasionalisasi.
Secara tidak sadar orang dapat menempuh 2 jalan :
a. Dengan menggunakan mekanisme pembelaan, yang kita lihat pada reaksi fobik dan
rekasi obsesi.
b. Dengan menggunakan mekanisme konversi.
Bentuk — bentuk gangguan anxietas sendiri berupa gangguan panik, gangguan
fobik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stres pasca trauma, gangguan stres akut,
gangguan ansietas menyeluruh. Terapi yang dianjurkan adalah manajemen krisis,
farmakoterapi dan psikoterapi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ. : Anxiety Disorder, Sypnosis of Psychiatry, 7 th ed,William &
Wilkins, Baltimore USA, 1994, p 573-616.
2. Kaplan,Sadock BJ: Buku Ajar Psikiatri Klinis / Benjamin J.Sadock, editor edisi Bahasa
Indonesia Husny Muttaqin, Retna.N.E.Sihombing, ed.2. Jakarta: EGC,2010, h 230-66.
3. American Pshyciatryc Association : Anxiety Disorder, Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder IV (DSM-IV), Washington , USA, 1994.
4. Sylvia D.Elvira, Hadisukanto G. Buku ajar Psikiatrik : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, ed. 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. h. 230-80.
5. Departemen Kesehata R.I. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III,cetakan pertama. Jakarta, h 168-95
6. Michael. H. Ebert, dkk. Current Diagnosis & Treatment. second edition, 2008. Singapore :
Medical Mc Graw Hill.p. 351 – 95.
7. Stahl MS; Stahl‘s Essential Psychopharmacology, ed 3, Cambridge university, 2008.
8. Ibrahim A. S. Dr. Sp.KJ : Cemas, Panik, Fobia, dan Stress Pasca Trauma Layaknya
Benang Kusut, PT. Dian Ariesta, Jakarta, 1999.
9. Rowney, Jess; Hermida, Teresa; Maloney, Donald. Anxiety Disorders. Cleveland Clinic.
Di unduh dari www.clinicmeded.com tanggal 18 Maret 2012.
10. Asnawi H.,Evalina Dr. Sp.KJ. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas.
Diunduh dari www.idijakbar.com tanggal 18 Maret 2012.
11. Kaplan, H, Sadock. B. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta: Widya Medika. 1998. h 145- 50.
21
22