referat asma anak bykt 2015

42
REFERAT Asthma Pada Anak

Upload: hazim-afif-amirudin

Post on 15-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

asthma paediatrics

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Asma Anak BYKT 2015

REFERAT

Asthma Pada Anak

Pembimbing :

Dr. Dwi Haryadi, SpA

Page 2: Referat Asma Anak BYKT 2015

Disusun Oleh :

Rabie’ah 11.2014.061

Zaim Syazwan bin Zulkafi 11.2014.043

Muhammad Hazim Afif b Amirudin 11.2014.044

Ahmed Haykal Hilman 11.2014.035

Drey 11.2014.287

Leobalda Purnama Deludore 11.2014.046

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

RS Bayukarta

11 Mei 2015 – 18 Juli 2015

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran nafas yang ditandai adanya

mengi episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran nafas, termasuk

dalam kelompok penyakit saluran pernafasan kronik. World Health Organization (WHO)

memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini

diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun. Sumber

lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah mencapai 300 juta orang di seluruh dunia

dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini. Apabila tidak dicegah dan ditangani

dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan prevalensi yang lebih tinggi

lagi pada masa akan datang serta mengganggu proses tumbuh-kembang anak dan kualitas

hidup pasien(1).

Page 3: Referat Asma Anak BYKT 2015

Asma memberi dampak negatif bagi pengidapnya seperti sering menyebabkan

anak tidak masuk sekolah, membatasi kegiatan olahraga serta aktifitas seluruh keluarga,

juga dapat merusak fungsi sistem saraf pusat, menurunkan kualitas hidup penderitanya,

dan menimbulkan masalah pembiayaan. Selain itu, mortalitas asma relatif tinggi. WHO

memperkirakan terdapat 250.000 kematian akibat asma(2).

Asma dapat diderita seumur hidup sebagaimana penyakit alergi lainnya, dan tidak

dapat disembuhkan secara total. Upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk

menanggulangi permasalahan asma hingga saat ini masih berupa upaya penurunan

frekuensi dan derajat serangan, sedangkan penatalaksanaan utama adalah menghindari

faktor penyebab(2).

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

asma pada anak.

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan asma pada

anak.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk dari berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Asma merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan

sel dan elemen-elemen seluler. Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan

hiperresponsif dari saluran pernafasan yang menimbulkan gejala episodik berulang

berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk-batuk terutama pada malam hari

atau awal pagi. Episodik ini berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan yang

luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan(3).

Page 4: Referat Asma Anak BYKT 2015

Definisi asma menurut WHO pada tahun 1975, yaitu keadaan kronik yang ditandai

oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon

terhadap stimulus yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang(4).

Defenisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi

IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk

persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada

malam / dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma

atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya(5).

2.2 Etiologi dan Faktor Risiko(1,6)

Secara umum faktor risiko asma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

1. Faktor genetik

(a) Hiperreaktivitas

(b) Atopi/Alergi bronkus

(c) Faktor yang memodifikasi penyakit genetik

(d) Jenis Kelamin

(e) Ras/Etnik

2. Faktor lingkungan

(a) Alergen didalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur)

(b) Alergen di luar ruangan (alternaria, tepung sari)

(c) Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan

laut, susu sapi, telur)

(d) Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, beta-blocker dll)

(e) Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray dll)

(f) Ekspresi emosi berlebih

(g) Asap rokok dari perokok aktif dan pasif

(h) Polusi udara di luar dan di dalam ruangan

(i) Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan

aktivitas tertentu

(j) Perubahan cuaca

Page 5: Referat Asma Anak BYKT 2015

Exercised induced asthma merupakan obstruksi jalan napas yang berhubungan

dengan exercised tanpa mempertimbangkan ada tidaknya asma bronkial. Beberapa

literatur menyebutnya sebagai exercised induced bronchospasm (EIB). Exercised induced

asthma harus dibedakan antara penderita asma dengan atlit. Pada asma, didapatkan

berespons terhadap bronkodilator dan metakolin, serta berhubungan eosinofil. Sedangkan

EIB pada atlit, tidak ditemukan respon tersebut. Latihan fisik yang dapat menyebabkan

terjadinya EIB adalah latihan fisik yang mengakibatkan tercapainya 90-95% predictable

maximum heart rate.(7)

Pada saat dilakukan latihan fisik, terjadi hiperventilasi karena meningkatnya

kebutuhan oksigen. Hiperventilasi ini menyebabkan saluran napas berusaha lebih untuk

menjaga kelembaban dan suhu udara yang masuk kedalam alveolus tetap optimal. Hal ini

mengakibatkan terjadinya perubahan osmolaritas dari permukaaan saluran napas dimana

terjadinya aktivasi sel mast dan sel epitel kolumnar. Aktivasi ini menyebabkan keluarnya

proinflamatory mediator berupa histamin, leukotrien, dan kemokien. Mekanisme ini pada

akhirnya menyebabkan terjadinya bronkospasme pada exercised induced asthma. Pada

EIB atlit, tidak terjadi pengeluaran mediator inflamasi maupun peningkatan eosinofil,

neutrofil, atau sel epitel kolumnar sehingga tidak berespon terhadap steroid inhalasi.(7)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma: (1,6)

Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu

(anjing, kucing, tikus), alergen kecoa, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap

rokok.

Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.

Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen

dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari,

asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan

kering, olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis,

sinusitis, dan gastroesofageal refluks).

Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut(1):Hiperaktivitas bronkus obstruksi

Gejala Asma

Pencetus (trigger)Pemacu (enhancer)Pemicu (inducer)

Faktor Genetik

Faktor Lingkungan

Sensitisasi inflamasi

Page 6: Referat Asma Anak BYKT 2015

Gen kandidat yang diduga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit

yang terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang terletak pada

kromosom 6p, khususnya HLA telah dipelajari secara luas dan sampai saat ini masih

merupakan kandidat gen yang banyak dipelajari dalam kaitannya dengan asma. HLA-DR

merupakan MHC (major histocompatibility complex) klas II, suatu reseptor permukaan

sel yang disandikan oleh kompleks antigen leukosit manusia (HLA/ Human Leukocyte

Antigen) yang terletak pada kromosom 6 daerah 6p21.31(1).

2.3 Epidemiologi

Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003),

prevalensi  serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah

anak 4,2  juta) dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta).

Jumlah wanita  yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO

memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan  berdasarkan

laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100  ribu

populasi(2).

Asma adalah penyakit kronik yang umum menyebabkan peningkatan angka

kesakitan. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari data statistik pusat nasional

Amerika Serikat pada tahun1998, terdapat 8,65 juta anak-anak dilaporkan menderita

asma dan 3,8 juta anak pernah mengalami episode serangan asma dalam waktu 12 bulan.

Asma pada anak-anak di Amerika Serikat dianggap sebagai penyebab tersering adanya

kunjungan ke Instalasi Gawat Darurat (867,000 kasus), rawat inap (166,000 kasus) dan

tidak masuk sekolah (10.1 juta kasus) Walaupun asma tidak sering menyebabkan

kematian, namun dilaporkan 164 kematian anak akibat asma pada tahun 1998(6).

2.4. Patogenesis

Page 7: Referat Asma Anak BYKT 2015

Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel dan ditandai

oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan nafas hiperreaktif.

Tidak semua asma memiliki dasar alergi, dan tidak semua orang dengan penyakit atopik

mengidap asma. Asma mungkin bermula pada semua usia tetapi paling sering muncul

pertama kali dalam 5 tahun pertama kehidupan. Mereka yang asmanya muncul dalam 2

dekade pertama kehidupan lebih besar kemungkinannya mengidap asma yang

diperantarai oleh IgE dan memiliki penyakit atopi terkait lainnya, terutama rinitis alergika

dan dermatitis atopik(8).

Langkah pertama terbentuknya respon imun adalah aktivasi limfosit T oleh

antigen yang dipresentasikan oleh sel-sel aksesori, yaitu suatu proses yang melibatkan

molekul Major Histocompability Complex atau MHC (MHC kelas II pada sel T CD4+ dan

MHC kelas I pada sel T CD8+). Sel dendritik merupakan Antigen Precenting Cells (APC)

utama pada saluran respiratori. Sel dendritik terbentuk dari prekursornya di dalam

sumsum tulang, lalu membentuk jaringan yang luas dan sel-selnya saling berhubungan di

dalam epitel saluran respiratori. Kemudian, sel-sel tersebut bermigrasi menuju kumpulan

sel-sel limfoid di bawah pengaruh GM-CSF, yaitu sitokin yang terbentuk oleh aktivasi sel

epitel, fibroblas, sel T, makrofag, dan sel mast. Setelah antigen ditangkap, sel dendritik

pindah menuju daerah yang banyak mengandung limfosit. Di tempat ini, dengan

pengaruh sitokin-sitokin lainnya, sel dendritik menjadi matang sebagai APC yang

efektif(8).

Reaksi fase cepat pada asma dihasilkan oleh aktivasi sel-sel yang sensitif

terhadap alergen Ig-E spesifik, terutama sel mast dan makrofag. Pada pasien dengan

komponen alergi yang kuat terhadap timbulnya asma, basofil juga ikut berperan. Reaksi

fase lambat pada asma timbul beberapa jam lebih lambat dibanding fase awal. Meliputi

pengerakan dan aktivasi dari sel-sel eosinofil, sel T, basofil, netrofil, dan makrofag. Juga

terdapat retensi selektif sel T pada saluran respiratori, ekspresi molekul adhesi, dan

pelepasan newly generated mediator. Sel T pada saluran respiratori yang teraktivasi oleh

antigen, akan mengalami polarisasi ke arah Th2, selanjutnya dalam 2 sampai 4 jam

pertama fase lambat terjadi transkripsi dan transaksi gen, serta produksi mediator pro

inflamasi, seperti IL2, IL5, dan GM-CSF untuk pengerahan dan aktivasi sel-sel inflamasi.

Hal ini terus menerus terjadi, sehingga reaksi fase lambat semakin lama semakin kuat(8).

Page 8: Referat Asma Anak BYKT 2015

Pada remodeling saluran respiratori, terjadi serangkaian proses yang

menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respiratori

melalui proses dediferensiasi, migrasi, diferensiasi, dan maturasi struktur sel. Kombinsai

antara kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, ketidakseimbangan Matriks

Metalloproteinase (MMP) dan Tissue Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP), produksi

berlebih faktor pertumbuhan profibrotik atau Transforming Growth Factors (TGF-β), dan

proliferasi serta diferensiasi fibroblas menjadi miofibroblas diyakini merupakan proses

yang penting dalam remodelling. Miofibroblas yang teraktivasi akan memproduksi

faktor-faktor pertumbuhan, kemokin, dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel

otot polos saluran respiratori dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah

vaskularisasi, neovaskularisasi, dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul

termasuk kompleks proteoglikan pada dinding saluran respiratori dapat diamati pada

pasien yang meninggal akibat asma. Hal tersebut secara langsung berhubungan dengan

lamanya penyakit(8).

Gambar 1. Patogenesis Asma

Page 9: Referat Asma Anak BYKT 2015

Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respiratori serta sel goblet dan

kelenjar submukosa terjadi pada bronkus pasien asma, terutama yang kronik dan berat.

Secara keseluruhan, saluran respiratori pasien asma, memperlihatkan perubahan struktur

saluran respiratori yang bervariasi dan dapat menyebabkan penebalan dinding saluran

respiratori. Remodeling juga merupakan hal penting pada patogenesis hiperaktivitas

saluran respiratori yang non spesifik, terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu

lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi inhalasi

kortikosteroid(8).

Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi

bronkus yang didasari oleh inflamsai kronik dan hiperaktivitas bronkus(1).

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar,

nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran nafas. Peregangan vagal menyebabkan

refleks bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan

makrofag akan membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan alergen

masuk ke dalam submukosa sehingga memperbesar reaksi yang terjadi(1).

GejalaFaktor Risiko

Hiperaktivitas

Bronkus

Obstruksi

Bronkus

Faktor Risiko Faktor Risiko

Inflamasi

Page 10: Referat Asma Anak BYKT 2015

Gambar 2. Proses imunologis spesifik dan non-spesifik

Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan

serangan asma, melalui sel efektor sekunder seperti eusinofil, netrofil, trombosit dan

limfosit. Sel-sel inflamasi ni juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti leukotrien,

tromboksan, Platelet Activating Factors (PAF) dan protein sititoksis memperkuat reaksi

asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan hiperaktivitas

bronkus(1).

2.5 Patofisiologi Asma

2.5.1 Obstruksi saluran respiratori

Penyempitan saluran nafas yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh

banyak faktor. Penyebab utamanya adalah kontraksi otot polos bronkial yang diprovokasi

mediator agonis yang dikeluarkan oleh sel inflamasi seperti histamin, triptase,

prostaglandin D2, dan leukotrien C4 yang dikeluarkan oleh sel mast, neuropeptidase yang

dikeluarkan oleh saraf aferen lokal dan asetilkolin yang berasal dari saraf eferen post

Page 11: Referat Asma Anak BYKT 2015

ganglionik. Akibat yang ditimbulkan dari kontraksi otot polos saluran nafas adalah

hiperplasia kronik dari otot polos, pembuluh darah, serta terjadi deposisi matriks pada

saluran nafas. Namun,dapat juga timbul pada keadaan dimana saluran nafas dipenuhi

sekret yang banyak, tebal dan lengket pengendapan protein plasma yang keluar dari

mikrovaskularisasi bronkial dan debris seluler(9).

Secara garis besar, semua gangguan fungsi pada asma ditimbulkan oleh

penyempitan saluran respiratori, yang mempengaruhi seluruh struktur pohon

trakeobronkial. Salah satu mekanisme adaptasi terhadap penyempitan saluran nafas

adalah kecenderungan untuk bernafas dengan hiperventilasi untuk mendapatkan volume

yang lebih besar, yang kemudian dapat menimbulkan hiperinflasi toraks. Perubahan ini

meningkatkan kerja pernafasan agar tetap dapat mengalirkan udara pernafasan melalui

jalur yang sempit dengan rendahnya compliance pada kedua paru. Inflasi toraks

berlebihan mengakibatkan otot diafragma dan interkostal, secara mekanik, mengalami

kesulitan bekerja sehingga kerjanya menjadi tidak optimal . Peningkatan usaha bernafas

dan penurunan kerja otot menyebabkan timbulnya kelelahan dan gagal nafas(9).

Gambar 3. Bronkus Normal dan Bronkus Asmatik

2.5.2 Hiperaktivitas saluran respiratori

Page 12: Referat Asma Anak BYKT 2015

Mekanisme terhadap reaktivitas yang berlebihan bronkus yang menyebabkan

penyempitan saluran napas sampai saat ini tidak diketahui, namun dapat berhubungan

dengan perubahan otot polos saluran nafas yang terjadi sekunder serta berpengaruh

terhadap kontraktilitas ataupun fenotipnya. Sebagai tambahan, inflamasi pada dinding

saluran nafas yang terjadi akibat kontraksi otot polos tersebut(9).

Saluran respiratori dikatakan hiperreaktif atau hiperresponsif jika pada

pemberian histamin dan metakolin dengan konsentrasi kurang 8µg% didapatkan

penurunan Forced Expiration Volume (FEV1) 20% yang merupakan kharakteristik asma,

dan juga dapat dijumpai pada penyakit yang lainnya seperti Chronic Obstruction

Pulmonary Disease (COPD), fibrosis kistik dan rhinitis alergi. Stimulus seperti olahraga,

udara dingin, ataupun adenosin, tidak memiliki pengaruh langsung terhadap otot polos

saluran nafas (tidak seperti histamin dan metakolin). Stimulus tersebut akan merangsang

sel mast, ujung serabut dan sel lain yang terdapat disaluran nafas untuk mengeluarkan

mediatornya(9).

2.5.3 Otot polos saluran respiratori

Pada penderita asma ditemukan pemendekan dari panjang otot bronkus. Kelainan

ini disebabkan oleh perubahan pada aparatus kontraktil pada bagian elastisitas jaringan

otot polos atau pada matriks ektraselularnya. Peningkatan kontraktilitas otot pada pasien

asma berhubungan dengan peningkatan kecepatan pemendekan otot. Sebagai tambahan,

terdapat bukti bahwa perubahan pda struktur filamen kontraktilitas atau plastisitas dari sel

otot polos dapat menjadi etiologi hiperaktivitas saluran nafas yang terjadi secara kronik(9).

Peran dari pergerakan aliran udara pernafasan dapat diketahui melalui hipotesis

pertubed equilibrium, yang mengatakan bahwa otot polos saluran nafas mengalami

kekakuan bila dalam waktu yang lama tidak direnggangkan sampai pada tahap akhir,

yang merupakan fase terlambat, dan menyebabkan penyempitan saluran nafas yang

menetap atau persisten. Kekakuan dari daya kontraksi, yang timbul sekunder terhadap

inflamasi saluran nafas, kemudian menyebabkan timbulnya edema adventsial dan

lepasnya ikatan dari tekanan rekoil elastis(9).

Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast, seperti triptase dan protein

kationik eosinofil, dikatakan dapat meningkatkan respon otot polos untuk berkontraksi,

sama seperti mediator inflamasi yang lainnya seperti histamin. Keadaan inflamasi ini

Page 13: Referat Asma Anak BYKT 2015

dapat memberikan efek ke otot polos secara langsung ataupun sekunder terhadap

geometri saluran nafas(9).

2.5.4 Hipersekresi mukus

Hiperplasia kelenjar submukosa dan sel goblet sering kali ditemukan pada

saluran nafas pasien asma dan penampakan remodeling saluran nafas merupakan

karakteristik asma kronis. Obstruksi yang luas akibat penumpukan mukus saluran nafas

hampir selalu ditemukan pada asma yang fatal dan menjadi penyebab ostruksi saluran

nafas yang persisiten pada serangan asma berat yang tidak mengalami perbaikan dengan

bronkodilator(9).

Sekresi mukus pada saluran nafas pasien asma tidak hanya berupa peningkatan

volume saja tetapi juga perbedaan pada viskoelastisitas. Penebalan dan perlengketan dari

sekret tidak hanya sekedar penambahan produksi musin saja tetapi terdapat juga

penumpukan sel epitel, pengendapan albumin yang bersal datri mikrovaskularisasi

bronkial, eosinofil, dan DNA yang berasal dari sel inflamasi yang mengalami lisis(9).

Hipersekresi mukus merefleksikan dua mekanisme patofisiologi yaitu

mekanisme terhadap sekresi sel yang mengalami metaplasia dan hiperplasia dan

mekanisme patofisologi hingga terjadi sekresi sel granulasi. Degranulasi sel Goblet yang

dicetuskan oleh stimulus lingkungan, diperkirakan terjadi karena adanya pelepasan

neuropeptidase lokal atau aktivitas jalur refleks kolinergik. Kemungkinan besar yang

lebih penting adalah degranulasi yang diprovokasi oleh mediator inflamasi, dengan

aktivitas perangsang sekret, seperti neutrofil elastase, kimase sel mast, leukotrien,

histamin, produk neutrofil non-protease(9).

2.6. Diagnosis

Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batruk

dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari

(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi

pada pasien atau keluarga (lihat alur diagnosis di lampiran 1)(5,10).

Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, dan

bertambahnya umur khususnya diatas umur tiga tahun, diagnosis asma menjadi lebih

Page 14: Referat Asma Anak BYKT 2015

definitive. Untuk anak yang sudah sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru

sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang sederharna dengan peak flow meter, atau yang

lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi bronkus dengan histamine, metakolin,

gerak badan (exercise), udara kering dan dingin,atau dengan salin hipertonis sangat

menunjang diagnosis.pemeriksaan ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak

melalui 3 cara yaitu didapatkannya.(4)

1. Variabilitas pada PFR atau FEV 1 lebih dari 20%

2. Kenaikan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator.

3. Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.

2.6.1 Anamnesis

Seorang anak dikatakan menderita serangan asma apabila didapatkan gejala batuk

dan/atau mengi yang memburuk dengan progresif. Selain keluhan batuk dijumpai sesak

nafas dari ringan sampai berat. Pada serangan asma gejala yang timbul bergantung pada

derajat serangannya. Pada serangan ringan, gejala yang timbul tidak terlalu berat. Pasien

masih lancar berbicara dan aktifitasnya tidak terganggu. Pada serangan sedang, gejala

bertambah berat anak sulit mengungkapkan kalimat. Pada serangan asma berat, gejala

sesak dan sianosis dapat dijumpai, pasien berbicara terputus-putus saat mengucapkan

kata-kata(11).

2.6.2 Pemeriksaan fisik

Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada

serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi

baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada

serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi,

retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai

sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat

ditemukan(11).

Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus akibat adanya inflamasi kronik

saluran respiratorik. Akibatnya timbul hipersekresi lender, udem dinding bronkus dan

konstriksi otot polos bronkus. Ketiga mekanisme patologi diatas mengakibatkan

timbulnya gejala batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronkhi basah kasar dan mengi.

Pada saat serangan dapat dijumpai anak yang sesak dengan komponen ekspiratori yang

Page 15: Referat Asma Anak BYKT 2015

lebih menonjol(11).

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah

analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen thoraks proyeksi antero-posterior. Pada AGD

dapat dijumpai adanya peningkatan PCO2 dan rendahnya PO2 (hipoksemia).

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah uji fungsi paru bila kondisi

memungkinkan. Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan adanya penurunan FEV1 yang

mencapai <70% nilai normal(11).

Selain pemeriksaan di atas, pemeriksaan IgE dan eusinofil total dapat membantu

penegakan diagnosis asma. Peningkatan kadar IgE dan eusinofil total umum dijumpai

pada pasien asma. Untuk memastikan diagnosis, dilakukan pemeriksaan uji provokasi

dengan histamin atau metakolin. Bila uji provokasi positif, maka diagnosis asma secara

definitive dapat ditegakkan(11).

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma anak secara arbitreri PNAA membagi asma anak

menjadi 3 derajat penyakit(10,11)

Parameter klinisKebutuhan obat, dan faal paru

Asma episodic jarang (asma ringan)

Asma episodic sering(asma sedang)

Asma persisten(asma berat)

1.Frekuensi serangan 3-4x /1tahun 1x/bulan ≥1/bulan2.Lama serangan <1 minggu ≥1 minggu Hampirsepanjang

tahun, tidak ada remisi3.Intensitas serangan Ringan Sedang Berat4.diantara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan

malam5.Tidur dan aktivitas Tidak terganggu

<3x/mingguSering terganggu>3x/minggu

Sangat terganggu

6.Pemeriksaan fisis diluar serangan

Normal, tidak ditemukan kelainan

Mungkin terganggu (ditemukan kelainan)

Tidak pernah normal

7.Obat pengendali Tidak perlu Perlu, non steroid/ steroid inhalasi dosis 100-200 ụg

Perlu, steroid inhalasiDosis ≥400 ụg/hari

8.Uji faal paru(di luar serangan0

PEF/FEV1 >80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%Variabilitas 20-30%

9.Variabilitas faal paru

≥20% ≥30% ≥50%

Page 16: Referat Asma Anak BYKT 2015

(bila ada serangan)

Tabel 2. Penetuan Derajat Serangan Asma (11)

Parameter klinis,Fungsi paru, Laboraturium

Ringan Sedang Berat Ancaman henti napas

Sesak (breathless) BerjalanBayi :Menangis keras

BerbicaraBayi :Tangis pendek& lemahKesulitan menetek dan makan

IstirahatBayi :Tidak mau minum / makan

Posisi Bisa berbaring Lebih sukaDuduk

Duduk bertopang lengan

Bicara Kalimat Penggal kalimat

Kata-kata

Kesadaran Mungkin irritable

Biasanyairritable

BiasanyaIrritable

kebingungan

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada NyataWheezing Sedang, sering

hanya pada akhir ekspirasi

Nyaring,Sepanjang ekspirasi± inspirasi

Sangat nyaring, Terdengar tanpa stateskop

Sulit /Tidak terdengar

Penggunaan ototBantu respiratorik

Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradoxTorako- Abdominal

Retraksi Dangkal,Retraksi Interkosta

Sedang, ditambahRetraksi suprasternal

Dalam, ditambahNapas cuping hidung

Dangkal/Hilang

Frekuensi napas Takipnu Takipnu Takipnu BradipnuPedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar:Usia frekuensi napas normal<2 bulan < 60 / menit2-12 bulan < 50 /menit1-5 tahun < 40 / menit6-8 tahun < 30 / menit

Frekuensi nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPedoman nilai baku frekuesi nadi pada anak :Usia Frekuensi nadi normal

Page 17: Referat Asma Anak BYKT 2015

2-12 bulan < 160 / menit1-2 tahun < 120 / menit3-8 tahun < 110 / menit

Pulsus paradoksus Tidak ada<10 mmHg

Ada10-20 mmHg

Ada>20 mmHg

Tidak ada,Tanda kelelahanOtot respiratorik

PEFR atau FEV1PrabronkodilatorPascabronkodilator

(% Nilai dugaan/>60%>80%

Nilai terbaik)40-60%60-80%

<40%<60%Respon < 2 jam

SaO2 % >95% 91-95% ≤90%PaO2 Normal >60 mmHg < 60 mmHgPaCO2 <45 mmHg <45 mmHg >45 mmHg

2.7.Tatalaksana Asma

Tatalaksana asma dibagi menjadi dua, yaitu tatalaksana saat serangan dan jangka

panjang (lihat alur tatalaksana di lampiran 2 dan 3)(11,12). Tujuan tatalaksana asma anak

secara umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal

sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah(10)

:

1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk

bermain dan berolah raga.

2. Sedikit mungkin angka absensi sekolah.

3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu)

4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok

pada PEF.

5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari,

dan tidak ada serangan.

6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul,

terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Tujuan tatalaksana saat serangan (5):

- Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin

Page 18: Referat Asma Anak BYKT 2015

- Mengurangi hipoksemia

- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya

- Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah kekambuhan.

Apabila tujuan ini tercapai maka perlu reevaluasi tatalaksananya apakah perlu

tingkat pengobatan dinaikkan (step up) atau bahkan perubahan pengobatan atau bila

tujuan telah tercapai dan stabil 1 – 3 bulan apakah sudah perlu dilakukan penurunan pelan

– pelan (step down)(10).

Syarat step up (13):

1. Pengendalian lingkungan dan hal-hal yang memberatkan asma sudah dilakukan.

2. Pemberian obat sudah tepat susunan dan caranya.

3. Tindakan 1 dan 2 sudah dicoba selama 4 -6 minggu.

4. Efek samping ICS (inhaled cortikosteroid) tidak ada.

ICS baru boleh dinaikkan.

Syarat step down (13):

1. Pengendalian lingkungan harus tetap baik.

2. Asma sudah terkendali selama 3 bulan berturut-turut.

3. ICS hanya boleh diturunkan 25% setiap 3 bulannya sampai dengan dosis terkecil

yang masih dapat mengendalikan asmanya.

4. Bila step down gagal, perlu dicari sebabnya dan kalau sudah dikoreksi, ICS dapat

diturunkan bersama dengan penambahan LABA dan atau LTRA

2.7.1. Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever)

dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau

gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi

gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua

adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini

digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas.

Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada

Page 19: Referat Asma Anak BYKT 2015

lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip

penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu(10).

Obat – obat Pereda (Reliever)(12)

1. Bronkodilator

a. Short-acting β2 agonist

Merupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.

Reseptor β2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel

inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas(12).

Obat ini menstimulasi reseptor β2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi

cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan

terjadinya bronkodilatasi. Efek lain seperti peningkatan klirens mukosilier, penurunan

permeabilitas vaskuler, dan berkurangnya pelepasan mediator sel mast(12).

Epinefrin/adrenalin

Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada β2 agonis

selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor β1, β2, dan α sehingga

menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor,

dan hipertensi(12).

Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek

bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada

jantung dan CNS(12).

β2 agonis selektif(12)

Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.

Dosis salbutamol oral: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB),

interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis

maksimum 15 mg/jam).

Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak

Page 20: Referat Asma Anak BYKT 2015

dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.

Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai

dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.

Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.

Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.

Serangan berat : MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini

obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi

lebih sering terjadi.

Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15

menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan

0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi,

dan takikardi.

b. Methyl xanthine

Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena

efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada

serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick(12).

Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor

adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah

pemberian oral, rectal, atau parenteral. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena

menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung

akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat

besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan

masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar

dieksresi bersama urin. (14)

Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :

1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam

6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam

1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam

Page 21: Referat Asma Anak BYKT 2015

> 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang

lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia(12).

2. Anticholinergics

Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi β2

agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB,

nebulisasi tiap 4 jam(12).

Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas

6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan

atau rasa tidak enak dimulut. Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi

asma jangka panjang pada anak(12).

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan(12) :

Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang

cukup lama.

Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid

hirupan sebagai kontroler.

Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai

perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di

pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari

diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari(12).

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja

sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid,

menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan

menurunkan permeabilitas vascular.(14)

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan

paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal.

Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.

Page 22: Referat Asma Anak BYKT 2015

Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1

mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam(12).

Obat – obat Pengontrol(3,13)

Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik

glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones,

dan long acting oral β2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroid

Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif

dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan

penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan

asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan

inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi

frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan

kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi

bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.

Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah

terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation

receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek

samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan

gangguan pada gigi dan mulut.

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin

hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang

membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA

adalah sebagai berikut :

LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil

leukotriane;

Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor;

Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction

Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari.,

Page 23: Referat Asma Anak BYKT 2015

penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat

montelukast ini belum ada di Indonesia;

Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan

meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming

growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis,

hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan

fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.

Ada 2 preparat LTRA :

a. Montelukast

Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.

(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)

b. Zafirlukast

Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis

10 mg 2 kali sehari.

Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan

asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat

mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi

hati.

3. Long acting β2 Agonist (LABA)

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS

400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan

sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.

Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone

propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort). Seretide

dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI. Kombinasi ini mempermudah penggunaan

obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.

4. Teofilin lepas lambat

Teofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang

bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan

glukokortikosteroid. Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid

inhalasi dosis rendah.

Page 24: Referat Asma Anak BYKT 2015

Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP,

palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek

samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai

pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai

10mg/kgBB/hari.

2.7.2 Terapi Suportif(12)

a. Terapi oksigen

Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung,

masker atau headbox. Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur

dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

b. Campuran Helium dan oksigen

Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai

tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi

salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus

paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan

oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat

mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah

mencapai alveoli.

c. Terapi cairan

Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya

asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin.

Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi

Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan

pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru.

Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.

4.7.2. Cara Pemberian Obat(10)

UMUR ALAT INHALASI< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

Page 25: Referat Asma Anak BYKT 2015

Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 tahun NebuliserMDI dengan spacerAlat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

>8 tahun NebuliserMDI (metered dose inhaler)Alat Hirupan BubukAutohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut

(orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek

sistemik. Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik

yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler,

Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan

untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler,

Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas

gelas atau botol minuman atau menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah

dipotong untuk anak kecil dan bayi.

4.7.3. Prevensi dan Intervensi Dini(13)

- Pengendalian lingkungan : menghindarkan anak dari asap rokok, tidak

memelihara hewan berbulu, memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi

kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.

- Pemberian ASI ekslusif minimal 4 bulan

- Menghindari makanan berpotensi alergen

Page 26: Referat Asma Anak BYKT 2015

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Asma merupakan penyakit yang cukup banyak dijumpai pada anak-anak. Asma

didefenisikan sebagai wheezing dan/atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut :

timbul secara episodik dan/atau kronis, cenderung pada malam hari (nocturnal),

musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktifitas fisik, dan bersifat reversible baik

secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi pada

pasien/keluarganya, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan. Karena asma

merupakan penyakit yang berhubungan dengan imunologi, maka penderita asma dapat

mengalami serangan berulang. Asma dapat diklasifikasikan sebagai asma episodik jarang,

episodik sering, dan asma persisten. Sedangkan jika terjadi serangan, dapat

diklasifikasikan sebagai asma serangan ringan, sedang, dan berat. Serangan asma yang

tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya apnea. Oleh karena itu, penatalaksanaan

serangan asma tergantung kepada derajat serangannya. Serangan asma ditanggulangi

dengan pemberian bronkodilator, baik secara oral, parenteral, maupun inhalasi.

Tatalaksana asma diluar serangan dapat dilakukan dengan menghindari faktor

pencetus asma serta penggunaan obat pengendali (controller). Diharapkan dengan

dilakukannya tatalaksana asma jangka panjang dapat mengurangi terjadinya serangan

asma, sehingga dapat meningkatkan quality of life dari penderita asma.

3.2 Saran

1. Perlunya pemahaman mengenai gejala klinis dan kriteria diagnosis agar tidak

terjadi kesalahan dalam penegakan diagnosis sehingga penangannya menjadi

lebih tepat dan adekuat.

2. Perlunya pemahaman mengenai penatalaksanaan asma pada saat serangan dan

tidak serangan sehingga dapat meningkatkan quality of life pasien.

3. Perlunya informasi mengenai asma kepada masyarakat

Page 27: Referat Asma Anak BYKT 2015

DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Departemen Kesehatan RI ;2009; 5-11.

2. Kartasasmita CB. Epidemiologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,

Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.71-83.

3. O’Byrne P, Bateman ED, Bousquet J, Clark T, Paggario P, Ohta K, dkk. Global

Initiative For Asthma. Medical Communications Resources, Inc ; 2006.

4. Nataprawira HMD. Diagnosis Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,

Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.105-18.

5. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. Jakarta:

UKK Pulmonologi PP IDAI; 2009.

6. Nelson Textbook of Pediatrics : Childhood Asthma. Elsevier Science (USA);2003.

7. John M. Weiler, Sergio Bonini, Robert Coifman, Timothy Craig, Luı´s Delgado,

Miguel Capa o-Filipe. Asthma & Immunology Work Group Report : Exercise-

induced asthma. Iowa City, Iowa, Rome and Siena, Italy, Millville, NJ, Hershey,

Pa, Porto, Portugal, and Colorado Springs, Colo : American Academy of Allergy :

2007

8. Supriyatno B, Wahyudin B. Patogenesis dan Patofisiologi Asma Anak. dalam:

Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi

Anak. edisi pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.85-96.

9. S Makmuri M. Patofisologi Asma Anak. dalam: Rahajoe NN, Supriyatno B,

Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.98-104.

10. Rahajoe N. Deteksi dan Penanganan Jangka Asma Anak. dalam : Manajemen

Kasus Respiratorik Anak Dalam Praktek Sehari-hari. Edisi pertama. Jakarta :

Yapnas Suddharprana; 2007.h. 97-106.

11. Pusponegoro HD, Hadinegoto SRS, Firmanda D, Pujiadi AH,Kosem MS, Rusmil

K, dkk, penyunting. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Jakarta : Badan

Page 28: Referat Asma Anak BYKT 2015

Penerbit IDAI; 2005.

12. Supriyatno B, S Makmuri M. Serangan Asma Akut. dalam: Rahajoe NN,

Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi

pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.120-32.

13. Rahajoe N. Tatalaksana Jangka Panjang Asma Anak. dalam: Rahajoe NN,

Supriyatno B, Setyanto DB, penyunting. Buku Ajar Respirologi Anak. edisi

pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h.134-46.

14. Suherman SK. Ascobat P. Adrenokortikotropin, Adrenokortikosteroid, Analog

Sintetik dan Antagonisnya. dalam: Gunawan SG, penyunting. Farmakologi dan

Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008. h. 496-500.