referat bph

41
BAB I PENDAHULUAN Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH). Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50 tahun (50-79 tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik. Prostat hipertrofi merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik urologi di Indonesia. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena sebenarnya yang terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. BPH umumnya tumor jinak yang

Upload: zulfikar-aidil-arif-siregar

Post on 23-Oct-2015

17 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

b

TRANSCRIPT

Page 1: Referat BPH

BAB I

PENDAHULUAN

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering

mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia,

kelenjar prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada

tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai

gangguan buang air kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic

Hyperplasia (BPH).

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna

pada populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas

usia 50 tahun (50-79 tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup

seseorang. Sebenarnya perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran

prostat sudah dimulai sejak dini, dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik

yang kemudian bermanifestasi menjadi kelainan makroskopik (kelenjar

membesar) dan kemudian bermanifes dengan gejala klinik.

Prostat hipertrofi merupakan kelainan yang sering dijumpai di klinik

urologi di Indonesia. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat oleh karena

sebenarnya yang terjadi ialah hiperplasia dari kelenjar periuretral yang kemudian

mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer. BPH umumnya tumor jinak yang

ditemukan pada laki- laki dan kejadiannya berhubungan dengan umur, kira- kira

20% BPH ditemukan pada umur 41- 50 tahun, 50% pada umur 51-60% dan lebih

90% pada umur lebih dari 80%.

Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi

saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara

mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif)

sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

Page 2: Referat BPH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT

Anatomi

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh

kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi

bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior

rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa

kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang

paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm1.

Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang

melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat

vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia

denonvilliers berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup

keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai

suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus

ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum

didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna. Pada

permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter interna

sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk

oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan perineal membungkus otot levator ani yang

tebal. Diafragma urogenital ini pada wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih

sedikit dan fasia lebih sedikit.

Page 3: Referat BPH

Gambar 2.1. Kelenjar prostat dan uretra

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang

mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini

bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam

dalam stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan

ikat kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh

kapsula yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli

kelenjar sangat tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan

tubuli bercabang berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina

basal kurang jelas dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau

bertingkat dan bervariasi dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada

status endokrin dan kegiatan kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang

berbutir-butir halus, lisosom dan butir lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan

biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Page 4: Referat BPH

Gambar 2.2 Anatomi Kelenjar Prostat Potongan Longitudinal

Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior,

posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal,

prostat dibagi atas 4 bagian utama2:

1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini

merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang

glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4).

2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular,

membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara

skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian

distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk

menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-saluran

dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian distal.

3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular,

dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus

ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada

leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika

bagian distal. Zona central dan perifer ini membentuk suatu corong yang

berisikan segmen uretra proximal dan bagianventralnya tidak lengkap

tertutup melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular.

4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang terkecil

(5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang berbentuk

silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona transisional dan

Page 5: Referat BPH

kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang disebut sebagai kelenjar

preprostatik.

Fisiologi Kelenjar Prostat

Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama

sekret dari vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen.

Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu

dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase

asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi

melalui kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan

plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula

seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh

Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

Page 6: Referat BPH

2.2 BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)

2.2.1 Definisi

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat

yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia

pertengahan atau lanjut.

Gambar 2.3. Prostat Normal dan Prostat yang membesar

2.2.2 Epidemiologi

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang

ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami

peningkatan ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada

peningkatan cepat dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an.

Pertengahan dasawarsa ke-5, prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia. Pada

usia lanjut beberapa pria mengalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini

dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang

berusia 80 tahun.

2.2.3 Etiologi

BPH terjadi karena proliferasi stroma dan epithelial dari glandula prostat

yang sering didapatkan gejala voiding. Dengan bertambahnya usia, akan terjadi

perubahan testosteron estrogen karena produksi testosteron menurun dan terjadi

konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer.

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia

Page 7: Referat BPH

prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan

proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hiperplasia prostat adalah:

1. Teori dihidrotestosteron

2. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat

4. Berkurangnya kematian sel ( apoptosis )

5. Teori stem sel

1. Teori Dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosterone di

dalam sel prostat oleh enzim 5α- reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.

DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen ( RA ) membentuk

kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth

factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak

jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,

aktivitas enzim 5α- reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada

BPH. Hal ini menyebabkan BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi

sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan Antara Estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar

estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif

meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam

terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan

sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan

jumlah reseptor androgen dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat

(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan

terbentuknya sel –sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel

Page 8: Referat BPH

prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa

prostat menjadi lebih besar.

3. Interaksi Stroma-Epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel

prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator

( growth factor ) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT

dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya

mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan

terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

4. Berkurangnya Kematian Sel Prostat

Program kematian sel ( apoptosis ) pada sel prostat adalah mekanisme

fisiologi untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis

terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel –sel yang mengalami

apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh

enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel

dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat

dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan

seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis

menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat

sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.

5. Teori Sel Stem

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk

sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang

mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat

tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya

menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis.

terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan

aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma atau sel

epitel.

Page 9: Referat BPH

2.2.4 Patofisiologi

Biasanya ditemukan gejala dan tanda obstruksi serta iritasi. Gejala dan

tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada permulaan

miksi, miksi terputus, menetes pada akhir miksi, pancaran miksi menjadi lemah

dan rasa belum puas sehabis miksi. Gejala iritasi disebabkan hipersensitivitas otot

detrusor berarti bertambahnya frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan

disuria. Gejala obstruksi terjadi karena detrusor gagal berkontraksi cukup kuat

atau gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala

iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau

pembesaran miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada

kandung kemih sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh.

Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinis.

Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga

pada akhir miksi masih di dalam kandung kemih dan timbul rasa tidak tuntas pada

akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut, pada suatu saat akan terjadi kemacetan

total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus

terjadi, pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga

tekanan intra vesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi menjadi

lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia

paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,

hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi

infeksi. pada waktu miksi, penderita harus selalu mengedan sehingga lama

kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid.

Karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam

kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan

hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks,

dapat terjadi pielonefritis.

Page 10: Referat BPH

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal ↑

Buli-buli Ginjal dan ureter

- Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter

- Trabekulasi - Hidroureter

- selula - Hidronefrosis

- divertikel buli-buli - Pionefrosis pilonefritis

- Gagal ginjal

2.2.5 Gejala Klinis

Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas

gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena

penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar

dan kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama

sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-gejalanya antara lain:

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder emptying)

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih

tergantung tiga faktor, yaitu:

a. Volume kelenjar periuretral

b. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

c. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Page 11: Referat BPH

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang

tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot

detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,

sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh, gejalanya ialah:

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan

penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan

BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa sistem

skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System (IPSS) yang

diambil berdasarkan skor American Urological Association (AUA). Sistem

skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor Boyarski. Skor AUA

terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk menilai sendiri derajat keluhan

obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5. Total skor dapat berkisar antara 0-

35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat.

Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa pertanyaan-

pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan untuk gejala iritatif.

Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat. Perbedaannya dengan

skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita tidak menilai sendiri

derajat keluhannya.

Skor Madsen-Iversen dalam bahasa Indonesia

Pertanyaan 0 1 2 3 4

Pancaran Normal Berubah-

ubah

Lemah Menetes

Mengedan

pada saat

berkemih

Tidak Ya

Harus Tidak Ya

Page 12: Referat BPH

menunggu

saat akan

miksi

BAK

terputus-

putus

Tidak Ya

Miksi tidak

tuntas

Tidak tahu Berubah-

ubah

Tidak

tuntas

1x retensi > 1x

retensi

Inkontinensia Ya

BAK sulit

ditunda

Tidak ada Ringan Sedang Berat

Miksi malam

hari

0-1 2 3-4 >4

BAK siang

hari

> 3 jam

sekali

Setiap 2-3

jam sekali

Setiap 1-2

jam sekali

< 1 jam

sekali

2.2.6 Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan colok dubur / digital rectal examination ( DRE )

Merupakan pemeriksaan yang sangat penting, DRE dapat memberikan

gambaran tonus sfingter ani, mukosa rektum, adanya kelainan lain seperti

benjolan di dalam rektum dan tentu saja meraba prostat. Pada perabaan prostat

harus diperhatikan :

- Konsistensi pada pembesaran prostat kenyal

- Adakah asimetri

- Adakah nodul pada prostat

- Apakah batas atas dapat diraba dan apabila batas atas masih dapat

diraba biasanya besar prostat diperkirakan < 60 gr.

Pada BPH akan ditemukan prostat yang lebih besar dari normal atau

normal (ingat tidak ada korelasi antara besar prostat dengan obstruksi yang

ditimbulkannya), permukaan licin dan konsistensi kenyal.

Pada akut retensi, buli-buli penuh (ditemukan massa supra pubis) yang

nyeri dan pekak pada perkusi.

Page 13: Referat BPH

Derajat berat hipertrofi prostat berdasarkan gambaran klinis

Derajat Colok Dubur Sisa Volume Urin

I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml

II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat

dicapai

50-100 ml

III Batas atas prostat tidak dapat diraba > 100 ml

IV Retensi urin total

2. Derajat berat obstruksi

Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin

setelah miksi spontan. Sisa urin ditentukan dengan mengukur urin yang masih

dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urin dapat pula diketahui dengan melakukan

ultrasonografi kandung kemih setelah miksi. Sisa urin lebih dari 100 cc biasanya

dianggap sebagai batas untuk indikasi melakukan intervensi pada hipertrofi

prostat.

Derajat berat obstruksi dapat pula diukur dengan mengukur pancaran urin

pada waktu miksi, yang disebut uroflowmetri.

Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan pancaran

maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan, pancaran menurun

antara 6-8 ml/detik, sedangkan maksimal pancaran menjadi 15 ml/detik atau

kurang.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat

adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus

diperhatikan etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi

saluran kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit,

kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan

status metabolik.

Page 14: Referat BPH

Pemeriksaan Prostat Spesifik Antigen ( PSA ) dilakukan sebagai dasar

penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4

ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah Prostate

Spesifik Antigen Density ( PSAD ) yaitu PSA serum dibagi dengan volume

prostat. Bila PSAD ≥ 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian

pula bila nilai PSA > 10 ng/ml.

2. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi

intra vena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk

memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli - buli dan

volume residu urin, dan mencari kelainan patologi lain, baik yang berhubungan

maupun tidak dengan BPH.

Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,

pembesaran ginjal atau buli-buli. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda

metastasis dari keganasan prostat serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.

Dari pielografi intra vena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal,

hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter berbelok-

belok di vesica), indentansi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urin, atau

filling defect di vesica.

Cara pencitraan yang lain ialah pemeriksaan USG. Cara pemeriksaan ini

untuk prostat hipertrofi dianggap sebagai pemeriksaan yang baik oleh karena

ketepatannya dalam mendeteksi pembesaran prostat, tidak adanya bahaya radiasi

dan juga relatif murah. Pemeriksaan USG dapat dilakukan secara trans abdominal

atau transrektal (TRUS = Trans Rectal Ultrasonografi). TRUS dianggap lebih

baik untuk pemeriksaan kelenjar prostat apalagi bila menggunakan transducer

yang ’biplane’. Selain untuk mengetahui adanya pembesaran prostat pemeriksaan

USG dapat pula mendeteksi volume buli, mengukur sisa urin, dan patologi lain

seperti divertikel, tumor buli yang besar, batu buli. TRUS dapat pula mengukur

besarnya prostat yang diperlukan untuk menentukan jenis terapi yang tepat yaitu

apabila besarnya lebih dari 60 gr digolongkan besar sehingga kalau akan

dilakukan operasi dipilih operasi buka. Perkiraan besarnya prostat dapat pula

Page 15: Referat BPH

dilakukan dengan USG suprapubik atau trans urethral tetapi cara transuretral

dianggap terlalu invasif. Pengukuran volume prostat sering disebut volumetri dan

biasanya memakai rumus volume = 0,52 x d1 x d2 x d3, bila kita anggap bahwa

bentuk prostatelipsoid dan d adalah jarak panjang, lebar (pada potongan

transversal), dan panjang prostat adalah potongan sagital. Dari USG dapat

diperkirakan besarnya prostat, memeriksa massa ginjal, mendeteksi residu urin,

batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli.

3. Sistoskopi

Sistoskopi sebaiknya dilakukan pada anamnesa ditemukan adanya

hematuri atau pada pemeriksaan urin ditemukan adanya mikrohematuri, untuk

mengetahui adanya kemungkinan tumor di dalam vesica atau sumber perdarahan

dari atas yang dapat dilihat apabila darah datang dari muara ureter, atau adanya

batu kecil yang radiolusent di dalam vesica. Selain itu sistoskopi dapat juga

memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars

prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam uretra.

4. CT-Scan atau MRI

Pencitraan dengan CT-Scaning dan Magnetic Resonance Imaging / MRI

dalam praktek jarang dipakai karena cara pemeriksaan ini mahal dan keterangan

yang diperoleh tidak terlalu banyak dibandingkan cara lain.

2.2.7 Diagnosis Banding

Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:

1. Struktur uretra

2. Kontraktur leher vesika

3. Batu buli-buli kecil

4. Kanker prostat

5. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang

menggunakan obat-obat parasimpatolitik.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :

1. Instabilitas detrusor

Page 16: Referat BPH

2. Karsinoma in situ vesika

3. Infeksi saluran kemih

4. Prostatitis

5. Batu ureter distal

6. Batu vesika kecil.

2.2.8 Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat

dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut1

a. Inkontinensia Paradoks

b. Batu Kandung Kemih

c. Hematuria

d. Sistitis

e. Pielonefritis

f. Retensi Urin Akut Atau Kronik

g. Refluks Vesiko-Ureter

h. Hidroureter

i. Hidronefrosis

j. Gagal Ginjal

2.2.9 Penatalaksanaan

Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalami tindakan medik.

Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa

mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat saja. Namun adapula yang

membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena

keluhannya semakin parah.

Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi,

(2) meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)

mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume

residu urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. Hal ini dapat

dicegah dengan medikamentosa, pembedahan atau tindakan endourologi yang

kurang invasif.

Page 17: Referat BPH

Tabel 1. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Observasi Medikamentosa Operasi Invasive minimalWatc

hful waiting

Penghambat adrenergik α

Prostatektomi terbuka TUMT TUBD Stent uretra TUNA

Penghambat reduktese α

Endourologi

Fisioterapi 1. TURP2. TUIP3. TULP

Elektovaporasi

Hormonal

a. Watchful waiting

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS

dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Pasien tidak mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal

yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan

mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi

makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi

penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi

makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.

Secara periodik pasien diminta untuk datang control dengan ditanya

keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku),

disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri.

Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu

dipikirkan terapi yang lain.

b. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi

resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi

infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa

blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara

menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui

penghambat 5α-reduktase.

Page 18: Referat BPH

Penghambat reseptor adrenergik α

Penghambat 5 α reduktase

Fitofarmaka

1) Penghambat reseptor adrenergik α.

Mengendurkan otot polos prostat dan leher kandung kemih, yang membantu

untuk meringankan obstruksi kemih disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.

Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.

Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),

alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin (Hytrin)

atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan pancaran urin dan

mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu dan tidak berpengaruh

pada ukuran prostat.

Gambar 2.4. Distribusi Reseptor Alpha pada Prostat dan Vesika Urinari

2) Penghambat 5 α reduktase

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron

(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam sel

prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-

sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara langsung tergantung pada

Pelvic Floor

External Sphincter

Internal Sphincter

Trigone

Detrusor

Prostate Gland

Page 19: Referat BPH

DHT, sehingga obat ini menyebabkan pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat

lebih dari 6 sampai 12 bulan.

3) Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk

memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik tentang

kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fisioterapi sampai

sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitofarmaka bekerja sebagai :

antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin

(SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factos (bFGF) dan epidermal growth

factor (EGF), mengacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi,

menuruknan outflow resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara

fitofarmaka yang banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens,

Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

c. Terapi Invasif Minimal

Diperuntukan untuk pasien yang mempunyai risiko tinggi terhadap

pembedahan.

1) Microwave transurethral. Pada tahun 1996, FDA menyetujui perangkat yang

menggunakan gelombang mikro untuk memanaskan dan menghancurkan

jaringan prostat yang berlebih. Dalam prosedur yang disebut microwave

thermotherapy transurethral (TUMT), perangkat mengirim gelombang mikro

melalui kateter untuk memanaskan bagian prostat dipilih untuk setidaknya

111 derajat Fahrenheit. Sebuah sistem pendingin melindungi saluran kemih

selama prosedur.

Prosedur ini memakan waktu sekitar 1 jam dan dapat dilakukan secara

rawat jalan tanpa anestesi umum. TUMT belum dilaporkan menyebabkan

disfungsi ereksi atau inkontinensia. Meskipun terapi microwave tidak

menyembuhkan BPH, tapi mengurangi gejala frekuensi kencing, urgensi,

tegang, dan intermitensi.

Page 20: Referat BPH

Gambar 2.5. Microwave Transurethral

2) Transurethral jarum ablasi. Juga pada tahun 1996, FDA menyetujui

transurethral jarum ablasi invasif minimal (TUNA) sistem untuk

pengobatan BPH. Sistem TUNA memberikan energy radiofrekuensi

tingkat rendah melalui jarum kembar untuk region prostat yang membesar.

Shields melindungi uretra dari kerusakan akibat panas. Sistem TUNA

meningkatkan aliran urin dan mengurangi gejala dengan efek samping

yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan reseksi transurethral dari

prostat (TURP).

Gambar 2.6. Transurethral Jarum Ablasi Invasif Minimal

Page 21: Referat BPH

3) Thermotherapy dengan air. Terapi ini menggunakan air panas untuk

menghancurkan jaringan kelebihan dalam prostat. Sebuah kateter

mengandung beberapa lubang diposisikan dalam uretra sehingga balon

pengobatan terletak di tengah prostat. Sebuah komputer mengontrol suhu

air, yang mengalir ke balon dan memanaskan jaringan prostat sekitarnya.

Sistem ini memfokuskan panas di wilayah yang tepat prostat. Sekitar

jaringan dalam uretra dan kandung kemih dilindungi. Jaringan yang

hancur keluar melalui urin

Gambar 2.7. Thermotherapy dengan Air

4) Intra-Prostatic Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi

obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara

leher buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine

dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent temporer dipasang

selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak

mengadakan reaksi jaringan. Stent yang permanen terbuat dari anyaman

dari bahan logam super alloy, nikel atau titanium. Sayangnya setelah

pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan keluhan miksi berupa

gejala iritatif, perdarahan uretra atau rasa tidak enak di daerah penis.

Page 22: Referat BPH

Gambar 2.8. Intra-Prostatic Stent

d. Bedah

1) Operasi transurethral.

Pada jenis operasi, sayatan eksternal tidak diperlukan. Setelah memberikan

anestesi, ahli bedah mencapai prostat dengan memasukkan instrumen melalui

uretra.

Prosedur yang disebut reseksi transurethral dari prostat (TURP) digunakan

untuk 90 persen dari semua operasi prostat dilakukan untuk BPH. Dengan TURP,

alat yang disebut resectoscope dimasukkan melalui penis. The resectoscope, yaitu

panjang sekitar 12 inci dan diameter 1 / 2 inci, berisi lampu, katup untuk

mengendalikan cairan irigasi, dan loop listrik yang memotong jaringan dan segel

pembuluh darah.

Cairan irigan yang dipakai adalah aquades . kerugian dari aquades adalah

sifatnya yang hipotonis sehingga dapat masuk melalui sirkulasi sistemik dan

menyebabkan hipotermia relative atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan

sindrom TURP. Ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, somnolen dan

tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien

akan mengalami edema otak dan jatuh ke dalam koma. Untuk mengurangi risiko

timbulnya sindroma TURP operator harus membatasi diri untuk tidak melakukan

reseksi lebih dari 1 jam dan haru smemasang sistostomi terlebih dauhlu sebelum

reseksi diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sistemik.

Selama operasi 90-menit, ahli bedah menggunakan loop kawat

resectoscope untuk menghilangkan jaringan obstruksi satu bagian pada suatu

Page 23: Referat BPH

waktu. Potongan-potongan jaringan dibawa oleh cairan ke kandung kemih dan

kemudian dibuang keluar pada akhir operasi. Prosedur transurethral kurang

traumatis daripada bentuk operasi terbuka dan memerlukan waktu pemulihan

lebih pendek. Salah satu efek samping yang mungkin TURP adalah ejakulasi

retrograde, atau ke belakang. Dalam kondisi ini, semen mengalir mundur ke

dalam kandung kemih selama klimaks bukannya keluar uretra.

Gambar 2.9. (a) alat TURP, (b) cara melakukan TURP, (c) uretra prostatika

pasca TURP

Prosedur bedah yang disebut insisi transurethral dari prostat (TUIP),

prosedur ini melebar urethra dengan membuat beberapa potongan kecil di leher

kandung kemih, di mana terdapat kelenjar prostat. Prosedur ini digunakan pada

hiperplasi prostat yang tidak tartalu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius

dan pada pasen yang umurnya masih muda.

(a)

(b)

(c)

Page 24: Referat BPH

2) Open surgery

Dalam beberapa kasus ketika sebuah prosedur transurethral tidak dapat

digunakan, operasi terbuka, yang memerlukan insisi eksternal, dapat

digunakan. Open surgery sering dilakukan ketika kelenjar sangat

membesar (>100 gram), ketika ada komplikasi, atau ketika kandung kemih

telah rusak dan perlu diperbaiki. Prostateksomi terbuka dilakukan melalui

pendekatan suprarubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal

(Millin). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn (3%),

impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher

buli-buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%.

3) Operasi laser

Kelenjar prostat pada suhu 60-65oC akan mengalami koagulasi dan

pada suhu yang lebih dari 100oC mengalami vaporasi. Teknik laser

menimbulkan lebih sedikit komplikasi sayangnya terapi ini membutuhkan

terapi ulang 2% setiap tahun. Kekurangannya adalah : tidak dapat

diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi (kecuali paad Ho:YAG

coagulation), sering banyak menimbulkan disuri pasca bedah yang dapat

berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah

operasi dan peak flow rate lebih rendah daripada pasca TURP. Serat laser

melalui uretra ke dalam prostat menggunakan cystoscope dan kemudian

memberikan beberapa semburan energi yang berlangsung 30 sampai 60

detik. Energi laser menghancurkan jaringan prostat dan menyebabkan

penyusutan.

Gambar 2.10 Operasi Laser pada Prostat

Page 25: Referat BPH

a) Interstitial laser coagulation. Tidak seperti prosedur laser lain,

koagulasi laser interstisial tempat ujung probe serat optik langsung ke

jaringan prostat untuk menghancurkannya.

Gambar 2.11. Interstitial laser coagulation

b) Potoselectif vaporisasi prostat (PVP).

PVT a-energi laser tinggi untuk menghancurkan jaringan prostat. Cara

sama dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang

spesifik dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu

membuat vaporasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman tidak

menimbulkan perdarahan pada saat operasi. Namun teknik ini hanya

diperuntukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan

membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

Page 26: Referat BPH

Kontrol berkala

Watchfull waiting

Kontrol setelah 6 bulan, kemudian setiap tahun untuk mengetahui

apakah terdapat perbaikan klinis

Pengobatan penghambat 5α-reduktase

Dikontrol pada minggu ke-12 dan bulan ke-6

Pengobatan penghambat 5α-adrenegik

Setelah 6 minggu untuk menilai respon terhadap terapi dengan

melakukan pemeriksaan IPSS uroflometri dan residu urin pasca miksi

Terapi invasive minimal

Setelah 6 minggu, 3 bulan dan setiap tahun. Selain dilakukan

penilaian skor miksi, juga diperiksa kultur urin

Pembedahan

Paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk mengetahui

kemungkinan penyulit.

Page 27: Referat BPH

BAB III

KESIMPULAN

Kelenjar prostat merupakan organ tubuh pria yang paling sering

mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia,

kelenjar prostat juga mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada

tahap usia tertentu banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai

gangguan buang air kecil.

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah pembesaran kelenjar prostat

yang bersifat jinak yang hanya timbul pada laki-laki yang biasanya pada usia

pertengahan atau lanjut.

Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi

saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara

mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif)

sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi.

Page 28: Referat BPH

DAFTAR PUSTAKA

1. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. 2005. Schwartz’s Principles of

Surgery. 8th Edition. Singapore: The McGraw-Hill Companies,Inc.

2. Purnomo, Basuki B. 2003. Hiperplasia Prostat. Dalam: Dasar-Dasar

Urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto. p. 69 – 85

3. McConnel, JD, 1998. Epidemiology, Etiology, Pathophysiology and

Diagnosis of Benign Prostatic Hyperplasia. In: Wals PC, Retik AB,

Vaughan ED, Wein AJ. Campbell’s urology. 7th ed. Philadelphia: WB

Saunders Company; p.1429-52.

4. Purnomo, Basuki B. 2004 Dasar-Dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta:

Sagung Seto.

5. Ramon P, Setiono, Rona. 2002. Buku Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran

Universitas Padjajaran; 203-7

6. Sabiston, David. Sabiston. 2000. Buku Ajar Bedah. Alih bahasa : Petrus.

Timan. EGC.

7. Samsuhidajat, Wim de Jong. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

8. Sapar dan Subroto. 2002. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Bagian

Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.