referat ca colorectal

42
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu Bedah di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai Disusun Oleh : Dara Maulina NPM. 7111080371 Pembimbing : dr. David I Tambun, Sp.B KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU BEDAH 1 CA COLORECTAL REFERAT

Upload: etylien

Post on 29-Dec-2015

86 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ety

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT CA Colorectal

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior

SMF Ilmu Bedah di RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai

Disusun Oleh :

Dara MaulinaNPM. 7111080371

Pembimbing :

dr. David I Tambun, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU BEDAHUNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

RSUD DR. RM. DJOELHAM BINJAI2014

KATA PENGANTAR

1

CA COLORECTAL

REFERAT

Page 2: REFERAT CA Colorectal

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan

baik. Penulisan referat ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian

Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Ilmu Bedah RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai.

Penulis berharap referat ini bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan,

pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh

berbagai pihak yang berkepentingan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima

kasih kepada:

1. Dr. David I Tambun, Sp.B dan dr. Abdi Gunawan, Sp.B selaku pembimbing

yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan referat ini.

2. Rekan-rekan serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

referat ini.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan. Oleh

karena itu, jika ada kesalahan dalam segi apapun penulis minta maaf, dan penulis

dengan terbuka menerima saran dari pembaca, guna untuk memperbaiki semua

kesalahan-kesalahan dalam penulisan referat ini.

Binjai, Maret 2014

Penulis

DAFTAR ISI

2

Page 3: REFERAT CA Colorectal

Kata pengantar ........................................................................................................ i

Daftar Isi ................................................................................................................. ii

Daftar Gambar ........................................................................................................

.................................................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang .......................................................................................... 11.2 Epidemiologi ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Usus Besar (Colon) .................................................................... 32.1.1 Fungsi clon dan rectum ............................................................ 5

2.2 Ca Colorectal ............................................................................................ 62.2.1 Definisi Ca Colorectal............................................................... 62.2.2 Etiologi Ca Colorectal............................................................... 62.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Ca Colorectal .............................. 72.2.4 Patofisiologi Ca Colorectal ...................................................... 102.2.5 Gambaran Klinis Ca Colorectal ............................................... 102.2.6 Deteksi Dini Ca Colorectal ...................................................... 132.2.7 Diagnosis Ca Colorectal............................................................ 152.2.8 Penatalaksanaan Ca Colorectal ................................................ 182.2.9 Komplikasi Ca Colorectal ........................................................ 202.2.10 Prognosis Ca Colorectal............................................................ 21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ...............................................................................................

...................................................................................................................

22

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: REFERAT CA Colorectal

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagian-bagian Colon .......................................................................... 3

Gambar 2.2 Stadium Kanker Kolorektal ................................................................ 12

Gambar 2.3 Pemeriksaan dengan Enema Barium................................................... 16

Gambar 2.4 Pemeriksaan dengan Endoskopi ......................................................... 17

Gambar 2.5 Reseksi Low Anterior ......................................................................... 19

4

Page 5: REFERAT CA Colorectal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang

berasal atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum.

Umumnya, karsinoma kolon jarang ditemukan sebelum umur 40 tahun kecuali

bila mereka merupakan komplikasi dari penyakit kolitis ulseratif, kolitis

granulomatosa, poliposis multipel familial, sindrom Gardner, dan sindrom Turcot.

Pada populasi umum, risiko terjadinya kanker kolorektal secara nyata akan

meningkat pada umur 50 tahun dan menjadi dua kali lipat lebih besar pada setiap

dekade berikutnya. Karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada laki-laki

daripada wanita, tetapi tidak ada perbedaan jenis kelamin yang mencolok pada

karsinoma di daerah kolon yang lain.

Dari kajian epidemiologi, disimpulkan ada pengaruh lingkungan yang

sangat besar, khususnya diet, memainkan peranan yang nyata pada penyebab dari

kanker kolon, yang peranannya lebih besar daripada pada kanker rektum. Faktor

keturunan dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya kanker jenis ini.

Sebagaimana pengaruh genetik dari sindrom karsinoma poliposis yang dapat

diterangkan menurut hukum Mendel, maka predisposisi genetik pada kanker dapat

timbul pada populasi umum. Sanak keluarga derajat satu (first degree relatives)

dari pasien yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai risiko tiga kali lipat

lebih besar daripada kontrol (Sjamsuhidayat et al, 2006).

1.2 Epidemiologi

Sekitar 75% dari kanker colorectal terjadi pada orang yang tidak memiliki

faktor risiko tertentu. Sisanya sebesar 25% kasus terjadi pada orang dengan

faktor-faktor risiko yang umum, sejarah keluarga atau pernah menderita kanker

5

Page 6: REFERAT CA Colorectal

colorectal atau polip, terjadi sekitar 15-20% dari semua kasus. Faktor-faktor

risiko penting lainnya adalah kecenderungan genetik tertentu, seperti Hereditary

Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC; 4-7% dari semua kasus) dan Familial

Adenomatosa Polyposis (FAP, 1%) serta Inflammatory Bowel Disease (IBD; 1%

dari semua kasus).

Kanker colorectal merupakan salah satu penyakit yang mematikan.

Berdasarkan laporan World Cancer Report WHO, diperkirakan 944.717 kasus

ditemukan di seluruh dunia pada tahun 2000. Insiden yang tinggi pada kasus

kanker colorectal ditemukan di Amerika Serikat, Kanada, Jepang, negara bagian

Eropa, New Zealand, Israel, dan Australia, sedangkan insiden yang rendah itu

ditemukan di Aljazair dan India. Sebagian besar kanker colorectal terjadi di

negara-negara industri. Insiden kanker colorectal mulai mengalami kenaikan di

beberapa negara seperti di Jepang, Cina (Shanghai) dan di beberapa negara Eropa

Timur.8 Menurut American Cancer Society pada tahun 2008 di Amerika Serikat

diperkirakan sekitar 148.810 orang didiagnosis menderita kanker colorectal dan

49.960 mengalami kematian dengan CFR 33,57%.

Eropa, sebagai salah satu negara maju memiliki angka kesakitan kanker

colorectal yang tinggi. Pada tahun 2004, terdapat 2.886.800 kasus dan 1.711.000

kematian karena kanker dengan CFR 59,27%, kanker colorectal menduduki

peringkat kedua pada angka insiden dan mortalitas.

Insidens kanker colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya. Pada tahun 2002 kanker colorectal menduduki peringkat kedua

pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker

colorectal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker. Pada kebanyakan

kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insidens yang ditemukan, yang

mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama

antara negara maju dan berkembang.

6

Page 7: REFERAT CA Colorectal

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Usus Besar (Colon)

Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berongga dengan

panjang sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani.

Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5

cm (2,5 inci), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.

Usus besar terdiri dari 6 bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon

transversum, colon descenden, colon sigmoid dan rectum. Berbeda dengan

mukosa usus halus, pada mukosa colon tidak dijumpai vili dan kelenjar biasanya

lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe absorptif

diselang-seling dengan sel goblet. Pada lamina propria dan basis kripta secara

sporadik terdapat nodul jaringan limfoid.

Gambar 2.1 Bagian-Bagian Colon

a. Caecum

Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus

besar. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak

7

Page 8: REFERAT CA Colorectal

pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum

inguinale. Biasanya caecum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga

dapat bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium; terdapat

perlekatan ke fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan

peritoneum yaitu plica caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum

kecil, recessus retrocaecalis.

b. Colon ascenden

Bagian ini memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke

sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen

sebelah kanan, dan di bawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut

fleksura hepatica (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon

transversum.

c. Colon Transversum

Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat

bergerak bebas karena tergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk

omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen

dari fleksura coli dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke

lateralis. Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit

melengkung ke bawah sehingga terletak di regio umbilicalis.

d. Colon descenden

Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian

kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum

kiri, bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.1

e. Colon sigmoid

Disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan

berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis

superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan vertebra S-

3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan

8

Page 9: REFERAT CA Colorectal

terletak + 15 cm di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon

sigmoideum pada dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak

bebas (mobile).2

f. Rectum

Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu colon sigmoid

dengan panjang sekitar 15 cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva

dorsoventral. Mukosa dubur lebih halus dibandingkan dengan usus besar.3

Rectum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri.

2/3 bagian distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan 1/3

bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua bagian

ini dipisahkan oleh peritoneum reflectum dimana bagian anterior lebih

panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian

terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih

proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal) serta otot-otot

yang mengatur pasase isi rectum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri

dari 3 sling: atas, medial dan depan.4

2.1.1 Fungsi Colon dan Rectum

Usus besar atau colon mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan

elektrolit dari kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi

massa semi padat. Usus besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak

mengandung enzim atau hormon pencernaan. Sejumlah bakteri dalam colon

mampu mencerna sejumlah kecil selulosa dan memproduksi sedikit kalori

nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga memproduksi vitamin K,

riboflavin, dan tiamin, dan berbagai gas. Usus besar mengekskresi zat sisa

dalam bentuk feses.5

Fungsi utama dari rectum dan canalis anal ialah untuk mengeluarkan

massa feses yang terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan cara yang

terkontrol. Fungsi rectum berhubungan dengan defekasi sebagai hasil refleks.

Apabila feses masuk ke dalam rectum, terjadi peregangan rectum sehingga

menimbulkan gelombang peristaltik pada colon descendens dan colon

sigmoid mendorong feses ke arah anus, sfingter ani internus dihambat dan

sfingter ani internus melemas sehingga terjadi defekasi. Feses tidak keluar

9

Page 10: REFERAT CA Colorectal

secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya

kontraksi tonik otot sfingter ani internus dan externus.6,7

2.2 Ca Colorectal

2.2.1 Definisi

Kanker colorectal merupakan tumor ganas yang berasal dari mukosa

colon atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip,

oleh karena itu polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker

colorectal. Polip colon dan kanker pada stadium dini terkadang tidak

menunjukkan gejala.8 Secara histopatologis, hampir semua kanker usus besar

adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi

mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat menyebar melalui

infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung

kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe pericolon dan mesocolon,

dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon mengalirkan darah ke

sistem portal.9

2.2.2 Etiologi

Perkembangan kanker kolorektal merupakan interaksi antara faktor

lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap

predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi kanker

kolorektal (Robbins, 2005). Terdapat 3 kelompok kanker kolorektal

berdasarkan perkembangannya yaitu: 1) kelompok yang diturunkan

(inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus kanker kolorektal; 2)

kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%; 3) kelompok familial,

mencakup 20%.

Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan

mutasi germline (germline mutation), pada salah satu allele dan terjadi mutasi

somatik pada allele yang lain. Contohnya adalah FAP (familial adenomatous

polyposis) dan HNPCC (hereditery non-polyposis colorectal cancer).

HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari kanker kolorektal. Kelompok sporadik

membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing masing allele-nya

10

Page 11: REFERAT CA Colorectal

(Schwartz, 1995). Terdapat dua model perjalanan perkembangan kanker

kolorektal (karsinogenesis) yaitu LOH (loss of heterozygocity) dan RER

(replication error). Model LOH mencakup mutasi tumor gen supresor

meliputi gen APC, DCC, dan p53 serta aktifasi onkogen yaitu K-ras. Model

ini contohnya adalah perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma.

Sementara model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1,

dan hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC.

Pada bentuk sporadik, 80% berkembang lewat model LOH dan 20%

berkembang lewat model RER (Robbins, 2005).

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker

colorectal yaitu:

a. Umur

Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90%

penyakit ini menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi

puncak pada usia 60-70 tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan

di bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki riwayat colitis

ulseratif atau polyposis familial.9

b. Faktor Genetik

Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan

oleh faktor lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting.

Ada beberapa indikasi bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada

terjadinya kanker colorectal. Risiko terjadinya kanker colorectal pada

keluarga pasien kanker colorectal adalah sekitar 3 kali dibandingkan

pada populasi umum.10 Banyak kelainan genetik yang dikaitkan

dengan keganasan kanker colorectal diantaranya sindrom poliposis.

Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari semua

kanker colorectal. Selain itu terdapat Hereditary Non-Poliposis

Colorectal Cancer (HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3%

dari kanker colorectal.11

c. Faktor Lingkungan

11

Page 12: REFERAT CA Colorectal

Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara

faktor genetik dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan

bahwa lingkungan berperan penting pada kejadian kanker colorectal.

Risiko mendapat kanker colorectal meningkat pada masyarakat yang

bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah

ke wilayah dengan risiko kanker colorectal yang tinggi. Hal ini

menambah bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan

berpengaruh pada karsinogenesis.11

d. Faktor Makanan

Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker

colorectal. Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat

menurunkan risiko timbulnya kanker colorectal sebesar 40%

dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari.

Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah (misal daging sapi,

kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih)

akan mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35%

dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per

minggu.12 Waktu transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-

zat iritatif dengan mukosa colorectal menjadi singkat, sehingga dapat

mencegah terjadinya penyakit di colon dan rectum. Di samping

menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu sehingga

hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang mukosa

colorectal, sehingga timbulnya karsinoma colorectal dapat dicegah.13

e. Polyposis Familial

Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Insiden

pada populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip

bervariasi 100-10.000 dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip

ini biasanya mirip dengan polip adenomatosun bertangkai atau berupa

polip sesil, akan tetapi multipel tersebar pada mukosa colon. Sebagian

dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di

abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan kecil

yang mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa

12

Page 13: REFERAT CA Colorectal

remaja dan awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien

yang tidak diobati adalah sekitar 90% pada usia 40 tahun.14,15

f. Polip Adenoma

Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak

pada umur sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada

semua umur dan laki-laki lebih banyak dibanding dengan perempuan.

Polip adenomatosum lebih banyak pada colon sigmoid (60%), ukuran

bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak berukuran 1 cm. Polip

terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip dengan

ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma.

Semakin besar diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan.

Perubahan dimulai dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis

mukosa maupun pada epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan

tangkai serta basis polip. Risiko terjadinya kanker meningkat seiring

dengan meningkatnya ukuran dan jumlah polip.16

g. Adenoma Vilosa

Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma

colon. Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan biasanya

berupa massa papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak

tidak jauh berbeda dengan ukuran basis polip. Adenoma vilosa

mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%. Adenoma dengan

diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%. Semakin

besar diameter semakin tinggi pula insiden kanker.14,15

h. Colitis Ulserosa

Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal yang

berhubungan dengan colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6%

pada 30 tahun, dan 10,8% pada 50 tahun.Colitis ulserosa dimulai

dengan mikroabses pada kripta mukosa colon dan beberapa abses

bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip

yaitu penonjolan mukosa colon yang ada diantara ulkus. Perjalanan

penyakit yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai

adanya pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma.

13

Page 14: REFERAT CA Colorectal

Pada kasus demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi.

Tujuannya adalah mencegah terjadinya karsinoma (preventif) dan

menghindari penyakit yang sering berulang-ulang. Karsinoma yang

timbul sebagai komplikasi colitis ulserosa sifatnya lebih ganas, cepat

tumbuh dan metastasis.14,17

2.2.4 Patofisiologi

Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan

adenokarsinoma usus besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma

usus besar kanan (caecum, colon ascenden, transversum sampai batas flexura

lienalis), tumor cenderung tumbuh eksofitik atau polipoid. Pada permulaan,

massa tumor berbentuk sesil, sama seperti tumor colon kiri. Akan tetapi

kemudian tumbuh progresif, bentuk polipoid yang mudah iritasi dengan

simptom habit bowel: sakit di abdomen yang sifatnya lama. Keluhan sakit,

sering berkaitan dengan makanan/minuman atau gerakan peristaltik dan

kadang-kadang disertai diare ringan. Berat badan semakin menurun dan

anemia karena adanya perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi jarang

terjadi, mungkin karena volum colon kanan lebih besar. Suatu saat dapat

dipalpasi massa tumor di rongga abdomen sebelah kanan.16

Karsinoma usus besar kiri (colon transversum batas flexura lienalis,

colon descenden, sigmoid dan rectum) tumbuh berbentuk cincin

menimbulkan napkin-ring. Pada permulaan, tumor tampak seperti massa

berbentuk sesil, kemudian tumbuh berbentuk plak melingkar yang

menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian tengah mengalami ulserasi yang

menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah, konstipasi dan

tenesmus mirip dengan sindrom disentri.16

2.2.5 Gambaran Klinis

Karsinoma colon dan rectum dapat menyebabkan ulserasi, atau

perdarahan, menimbulkan obstruksi bila membesar, atau menembus (invasi)

keseluruh dinding usus dan kelenjar-kelenjar regional. Kadang-kadang bisa

14

Page 15: REFERAT CA Colorectal

terjadi perforasi dan menimbulkan abses di peritonium. Keluhan dan gejala

tergantung juga dari lokasi dan besarnya tumor.18

1) Karsinoma Colon Sebelah Kanan

Penting untuk diketahui bahwa umumnya pasien dengan karsinoma

pada caecum atau pada ascending colon biasanya memperlihatkan gejala

nonspesifik seperti kekurangan zat besi (anemia). Kejadian anemia ini

biasanya meningkatkan kemungkinan terjadinya karsinoma colon yang belum

terdeteksi, yang lebih cenderung berada di proksimal daripada di colon distal.

Beberapa tanda gejala yang terlihat yaitu berat badan yang menurun dan sakit

perut pada bagian bawah yang relatif sering, tetapi jarang terjadi pendarahan

di anus. Pada 50-60% pasien terdapat massa yang teraba di sisi kanan perut.13

2) Karsinoma colon sebelah kiri

Jika karsinoma terletak pada bagian distal, maka kemungkinan besar

akan ada gangguan pada kebiasaan buang air besar, serta adanya darah di

feses. Beberapa karsinoma pada transversa colon dan colon sigmoid dapat

teraba melalui dinding perut.13

Karsinoma sebelah kiri lebih cepat menimbulkan obstruksi, sehingga

terjadi obstipasi. Tidak jarang timbul diare paradoksikal, karena tinja yang

masih encer dipaksa melewati daerah obstruksi partial.18

3) Karsinoma Rectum

Sering terjadi gangguan defekasi, misalnya konstipasi atau diare.

Sering terjadi perdarahan yang segar dan sering bercampur lendir, berat badan

menurun. Perlu diketahui bahwa rasa nyeri tidak biasa timbul pada kanker

rectum. Kadang-kadang menimbulkan tenesmus dan sering merupakan gejala

utama.19

4) Stadium kanker kolon dan rektum

Sistem klasifikasi yang digunakan adalah sistem Astler-Coller yang

dimodifikasi dari Duke’s classification system dan diperkenalkan pada tahun

1954, kemudian direvisi tahun 1978 oleh Gunderson dan Sosin, berdasarkan

atas kedalaman invasi tumor, keterlibatan kelenjar getah bening, dan adanya

metastasis jauh yaitu: 1) stadium A: hanya terbatas pada lapisan mukosa; 2)

15

Page 16: REFERAT CA Colorectal

stadium B: sudah masuk dalam lapisan muskularis propria (B1), masuk dalam

lapisan subserosa (B2), masuk sampai ke struktur-struktur yang berdekatan

(B3); 3) stadium C: bila sudah ada keterlibatan kelenjar (Cl sampai C3); 4)

stadium D : bila sudah ada metastasis baik secara limfatik atau hematogen.

Pada tahun 1987 American joint committee on cancer dan

international union against cancer memperkenalkan sistim klasifikasi TNM

yaitu: 1) ekstensi tumor (T) dibagi atas T1 s/d T4; 2) adanya keterlibatan

kelenjar (N) dibagi atas: N1 bila < 4 kelenjar, N2 bila > 4 kelenjar, N3 bila

terdapat kelenjar sepanjang pembuluh darah; 3) adanya metastasis jauh (M1).

Adapun sistim TNM dapat dijabarkan sebagai berikut (tabel 2.1) (Schwartz,

1995):

Tabel 2.1 Stadium Kanker Kolorektal

StadiumDeskripsi Histopatologi

Dukes TNM Derajat

A TisN0M0 0Carcinoma in situ: invasi intraepithelial atau

sebatas lapisan mukosaA T1N0M0 I A Kanker terbatas pada mukosa/submukosaB1 T2N0M0 I B Kanker mancapai muskularis propia

B2 T3N0M0 II AKanker cenderung untuk masuk atau

melewati lapisan serosa

B2 T4N0M0 II BKanker menginvasi organ atau struktur disekitarnya atau menginvasi sampai

peritoneum visceral

C1 TXN1M0 III AKanker melibatkan 1-3 kelenjar getah

bening regional

C2 TxN2M0 III BKanker melibatkan 4 atau lebih kelenjar

getah bening regionalD TXNXM1 IV Metastasis limfatik/hematogen

16

Page 17: REFERAT CA Colorectal

Gambar 2.2 Stadium Kanker Kolorektal

2.2.6 Deteksi dini

Deteksi dini adalah investigasi pada individu asimtomatik yang

bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini sehingga

dapat dilakukan terapi kuratif.

Indikasi, secara umum deteksi dini dilakukan pada dua kelompok

yaitu populasi umum dan kelompok risiko tinggi. Deteksi dini pada populasi

dilakukan kepada individu yang berusia di atas 40 tahun. Deteksi dini

dilakukan pula pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi

menderita kanker kolorektal yaitu: 1) penderita yang telah menderita kolitis

ulserativa atau Crohn >10 tahun; 2) penderita yang telah menjalani

polipektomi pada adenoma kolorektal; 3) individu dengan adanya riwayat

keluarga penderita kanker kolorektal.

Individu dengan riwayat keluarga memiliki risiko menderita kanker

kolorektal 5 kali lebih tinggi dari pada individu pada kelompok usia yang

sama tanpa riwayat penyakit tersebut. Terdapat dua kelompok pada individu

dengan keluarga penderita kanker kolorektal, yaitu: 1) individu yang

memiliki riwayat keluarga dengan hereditery non-polyposis colorectal cancer

(HNPCC); 2) individu yang didiagnosis secara klinis menderita familial

adenomatous polyposis (FAP).

Macam-macam deteksi dini pada kanker kolorektal adalah sebagai

berikut:

1) Deteksi dini pada populasi.

17

Page 18: REFERAT CA Colorectal

a) Test darah tersamar pada feses (fecal occult blood test/FOBT)

setiap tahun. FOBT menurunkan tingkat mortalitas kanker

kolorektal sebesar 16% dan juga menurunkan insidens kanker

kolorektal, disebabkan oleh deteksi dan polipektomi pada

adenoma yang ditemukan.

b) Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi. Kebanyakan kanker

kolorektal berasal dari polip adenoma sehingga setiap lesi harus

diangkat. Tindakan polipektomi telah terbukti secara bermakna

menurunkan risiko kanker kolorektal.

2) Deteksi dini pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi.

a) Penderita yang telah menderita colitis ulserativa atau Crohn >10

tahun. Apabila telah berjalan selama 20 tahun atau ditemukan

adanya displasia, maka kolonoskopi harus dilakukan setiap

tahun. Penderita yang telah menjalani polipektomi pada

adenoma kolorektal: 1) penderita yang telah menjalani

polipektomi pada adenoma harus selalu ditawarkan untuk

menjalani follow-up kolonoskopi; 2) apabila ditemukan polip

berukuran < 1 cm pada follow-up maka selanjutnya dilakukan

kolonoskopi setiap 5 tahun; 3) apabila ditemukan lebih dari 3

adenoma, atau paling sedikit satu berukuran > 1 cm, atau adanya

displasia berat, maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun.

Apabila pada kolonoskopi selanjutnya tidak ditemukan polip,

maka kolonoskopi dapat dihentikan.

b) Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma

kolorektal. Meliputi: 1) penderita yang telah menjalani

polipektomi pada adenoma harus selalu ditawarkan untuk

menjalani follow-up kolonoskopi; 2) apabila ditemukan polip

berukuran <1cm pada follow-up maka selanjutnya dilakukan

kolonoskopi setiap 5 tahun; 3) apabila ditemukan lebih dari 3

adenoma, atau paling sedikit satu berukutan > 1 cm, atau adanya

displasia berat, maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun.

18

Page 19: REFERAT CA Colorectal

Apabila pada kolonoskopi selanjutnya tidak ditemukan polip,

maka kolonoskopi dapat dihentikan.

c) Individu dengan adanya riwayat keluarga penderita kanker

kolorektal.

d) Individu berisiko tinggi menderita FAP berdasarkan riwayat

katuarga dengan FAP. Meliputi: 1) bila fasilitas tersedia

dilakukan pemeriksaan genetik adanya mutasi gen APC; 2)

ditawarkan kolonoskopi setiap dua tahun dan sigmoidoskopi

setiap tahun.20

2.2.7 Diagnosis

Gejala dan tanda yang menunjukkan nilai prediksi tinggi terhadap

akan adanya kanker kolon dan rektum.

a) Keluhan utama dan pemeriksaan fisik

Perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan

atau diare selama minimal 6 minggu (semua umur)

Perdarahan peranum tanpa gejala anal (diatas 60 tahun)

Peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minimal6

minggu (diatas 60 tahun)

Massa teraba pada fosa iliaca dextra (semua umur)

Massa intraluminal didalam rektum

Tanda-tanda obstruksi mekanik usus (ileus obstruksi)

Setiap penderita dengan anemia defisiensi Fe (Hb <11 gr% pada

pria dan Hb <10 gr % pada wanita pasca menopause)

b) Pemeriksaan colok dubur

Dilakukan pada setiap penderita dengan gejala anorektal

Menetapkan keutuhan spingter ani

Menetapkan ukuran dan derajat fiksasi serta jarak tumor dari

garis anokutan. Lokasinya 1/3 tengah dan 1/3 distal rektum.

c) Pemeriksaan penunjang

19

Page 20: REFERAT CA Colorectal

Berdasarkan bukti sampai dengan saat ini, terdapat tiga macam

pemeriksaan penunjang yang efektif di dalam diagnosis kanker kolon

dan rektum, yaitu: enema barium, endoskopi dan CT-pneumokolon.

Tingkat akurasi pemeriksaan tersebut sangat tergantung pada

persiapan kolon yang baik.

Pemeriksaan laboratorium

Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara

makroskopis/mikroskopis atau ada darah samar (occult blood)

serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic antigen). Kadar

yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat

meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru,

sirhosis hepatis, hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis

ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik, serta pada orang sehat

yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis

karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA

meninggi yang kemudian menurun setelah operasi maka CEA

penting untuk tindak lanjut.18

Enema barium dengan kontras ganda

Pemeriksaan ini mempunyai keuntungan sebagai berikut:

Sensitivitas untuk KKR 65-95%

Tidak memerlukan sedasi

Keberhasilan prosedur sangat tinggi

Tersedia hampir diseluruh rumah sakit

Cukup aman

Kelemahan enema barium adalah:

Lesi T1 sering tidak terdiagnosa

Lesi direktosigmoid dengan divertikulosis dan caecum ,

akurasinya rendah

Akurasinya rendah untuk lesi dengan tipe datar

Untuk polip dengan ukuran < 1 cm, sensitivitasnya hanya

70-95%.

Mendapat paparan radiasi

20

Page 21: REFERAT CA Colorectal

Gambar 2.3 Pemeriksaan dengan Enema Barium

Endoskopi

Jenis endoskopi yang dapat digunakan adalah sigmoidoskopi

rigid, sigmoidoskopi fleksibel, dan kolonoskopi. Sigmoidoskopi

fleksibel lebih efektif dibandingkan dengan yang rigid untuk

visualisasi kolon dan rektum. Dapat mendeteksi polip yang

berukuran < 9mm. Sensitivitas dan spesifitas kolonoskopi akan

semakin tinggi bila persiapan kolon, sedasi dan kompetensi

operator semakin baik.

Keuntungan kolonoskopi sebagai berikut:

Sensivitas untuk polip dan adenokarsinoma kolorektal 95%

Dapat langsung digunakan sebagai biopsi untuk diagnostik

Untuk lesi synchronous polip dapat dilakukan reseksi

Tidak ada paparan radiasi

21

Page 22: REFERAT CA Colorectal

Gambar 2.4 Pemeriksaan dengan Endoskopi

Kelemahannya adalah:

5-30% kasus pemeriksaan tidak sampai caecum

Lokalisasi tumor dapat tidak akurat

Harus selalu sedasi intravena

Mortalitas 1:5000 kolonoskopi

Pneumocolon Computed Tomography (PCT)

Dapat dilakukan pemeriksaan ini bila ada ahli radiologi yang

berkompeten dengan keuntungan:

Sensitivitas tinggi dalam mendiagnosa KKR

Toleransi dari penderita baik

Dapat memberikan informasi kondisi diluar kolon, termasuk

menentukan stadium invasi lokal, metastasis hepar, dan

kelenjar getah bening.

Kerugiannya adalah:

Tidak dapat mendiagnosa polip <10mm

Memerlukan radiasi yang lebih tinggi

Jumlah dokter spesialis radiologi yang berkompeten masih

terbatas

22

Page 23: REFERAT CA Colorectal

Tidak dapat dilakukan biopsi dan polipektomi

2.2.8 Penatalaksanaan

Terapi kanker kolon dan rektum merupakan terapi multimodalitas

dengan andalan utama adalah terapi pembedahan. Modalitas terapi pada kasus

kanker kolon dan rektum terdiri dari: operasi kuratif dan operasi palliatif,

kemoterapi adjuvan dan neoadjuvan, kemoradioterapi dan pre dan pasca

operasi, dan immunoterapi.

1. Terapi pembedahan

Tindakan yang paling sering dilakukan adalah hemikolektomi kanan,

kolektomi transversal, hemikolektomi kiri atau reseksi anterior, dan reseksi

abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien

yang tidak mengalami metastasis. Pemeriksaan tindak lanjut dengan antigen

embrionik adalah penanda yang sensitif untuk rekurensi tumor yang tidak

terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.21

Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, colon

ascenden, colon transversum, tetapi lesi di fleksura lienalis dan colon

descenden di atasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum

proksimal dapat diangkat dengan tindakan LAR (Low Anterior Resection).

Angka mortalitas akibat operasi sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan

secara emergensi maka angka mortalitas menjadi lebih tinggi. Reseksi

terhadap metastasis di hati dapat memberikan hasil 25-35% rata-rata masa

bebas tumor (disease free survival rate).22

23

Page 24: REFERAT CA Colorectal

Gambar 2.5 Reseksi Low Anterior

2. Terapi adjuvan

a) Radioterapi

Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rectum. Sementara

itu, radiasi pasca bedah diberikan jika sel karsinoma telah menembus tunika

muscularis propria, ada metastasis ke kelenjar limfe regional, atau apabila

masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal akan tetapi belum ada

metastasis jauh.18 Radiasi pada kanker rektum dapat diberikan sebagai radiasi

eksterna pasca operasi; pre operasi dan kemoradiasi. Selain itu dapat juga

dilakukan Brakiterapi: intracavitary brachitherapy dan interstitial

brachitherapy.

b) Kemoterapi

Kemoterapi diberikan apabila ada metastasis ke kelenjar regional

(Dukes C), tumor telah menembus muskularis propria (Dukes B), atau tumor

setelah dioperasi kemudian residif kembali.18 Kemoterapi yang biasa

diberikan pada penderita kanker colorectal adalah kemoterapi ajuvan.

Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi.

Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker

colorectal setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami rekurensi

sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien kanker colorectal Dukes C yang

mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup

24

Page 25: REFERAT CA Colorectal

dan masa interval bebas tumor (disease free interval). Kemoterapi ajuvan

tidak berpengaruh pada kanker colorectal Dukes B.22

Indikasi pemberian kemoterapi untuk mencegah kekambuhan dengan

kriteria:

Derajat keganasan III,IV

Invasi tumor ke limfatik dan pembuluh darah

Adanya obstruksi usus

Kelenjar yang diperiksa kurang dari 12 buah

Stadium T4N0M0 atau

T3 dengan perforasi terlokalisasi

Tepi sayatan dengan positif untuk tumor

Tepi sayatan dengan penentuan batas yang terlalu dekat dengan tumor

atau sulit ditentukan.

2.2.9 Komplikasi

Komplikasi primer yang dihubungakan dengan kanker kolorektal

adalah:

1. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen usus akibat lesi

2. Perforasi dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi dari rongga

peritoneal oleh isi usus

3. Perluasan langsung tumor ke organ-organ yang berdekatan

Komplikasi yang timbul setelah pembedahan (reseksi usus besar) dibagi

menjadi 2 berdasarkan perkiraan waktu munculnya komplikasi, yaitu komplikasi

segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera meliputi: kardiorespirasi,

kebocoran anastomosis, infeksi luka, retensi urin, impoten. Komplikasi lambat

meliputi: kekambuhan, sistemik, lokal.

2.2.10 Prognosis

Prognosis dari pasien kanker colorectal tergantung pada stadium

penyakit saat terdeteksi dan penanganannya. Sebanyak 75% pasien kanker

kolorektal mampu bertahan hisup selama 5 tahun. Daya tahan buruk/lebih rendah

pada usia dewasa tua.

25

Page 26: REFERAT CA Colorectal

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah

sebagai berikut:

a) Stadium I – 72%

b) Stadium II – 54%

c) Stadium III – 39%

d) Stadium IV – 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa

kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering

terjadi. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama

setelah operasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi

termasuk kemampuan ahli bedah, stadium kanker, lokasi dan kemampuan

untuk memperoleh batas-batas negatif tumor.23

Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32%

penderita. Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus,

keterlibatan kelenjar limfe, perforasi rektum pada saat diseksi dan diferensiasi

tumor diduga sebagai faktor yang mempengaruhi rekurensi lokal.23

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

26

Page 27: REFERAT CA Colorectal

Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa

colon atau rectum. Hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma

(terdiri atas epitel kelenjar) dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-

beda. Tumor dapat menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang

berdekatan, seperti ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar

limfe pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati karena

colon mengalirkan darah ke sistem portal. Keluhan dan gejala tergantung dari

lokasi dan besarnya tumor.

Deteksi dini pada individu asimtomatik untuk mendeteksi adanya penyakit

pada stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif. Operasi merupakan

terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai penyebaran tumor maka

pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk mencegah obstruksi, perforasi

dan perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Syaifuddin, H., 2002. Struktur dan Komponen Tubuh Manusia. Widya Medika.

Jakarta.

27

Page 28: REFERAT CA Colorectal

2. Widjaja, H.PA., 2009. Anatomi Abdomen. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Jakarta.

3. Saladin, K.S., 2008. Human Anatomy. 2nd Edition. Mc. Graw-Hill Companies.

New York.

4. Shafik, A., 2000. Surgical Anatomy of the Anal Canal. Neto JA. Rio de Jainero.

5. Sloane, E., 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku

Kedokteran (EGC). Jakarta.

6. Robby, F., 2006. Hemorrhoid. Referat. Fakultas Kedokteran Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

7. Waspadji, S., 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.

8. The McGraw-Hill Companies, Inc., 2002. McGraw-Hill Concise Dictionary of

Modern Medicine. http://www.medical-dictionary.com/

9. Lindseth, N.G., 2006. Gangguan Usus Besar dalam Patofisiologi, Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Volume I. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Jakarta

10. Beahrs, O.H., 1988. Colorectal Tumors. J.B. Lippincott Company. Philadelphia.

11. Abdullah, M., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.

12. Waspodo, A. Kanker Kolorektal. Dharmais Cancer Hospital.

http://www.dharmais.co.id/

13. Jones, P.F., 1990. Integrated Clinical Science Gastroenterology. William

Heinemann Medical Books. London.

14. Tambunan, G.W., 1993. Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis Kanker

Terbanyak di Indonesia. Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta.

15. Chandrasoma, P. dan Clive R, Taylor., 2005. Ringkasan Patologi Anatomi.

Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta.

16. Tambunan, G.W., 1994. Patologi Gastroenterologi. Penerbit Buku Kedokteran

(EGC). Jakarta.

17. Lee, D., 2005. Colon Cancer (Colorectal Cancer). http//www.medicinenet.com/

18. Simadibrata, R., 1997. Karsinoma Kolo-Rektal dalam Gastroenterologi

Hepatologi. Cetakan Kedua. Sagung Seto. Jakarta.

19. Casciato, DA., 2004. Manual of Clinical Oncology. 5th Edition. Lippincott

Williams & Wilkins. USA.

28

Page 29: REFERAT CA Colorectal

20. Syamsuhidajat, R. dan Jong W.D., 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd Edition.

Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta.

21. Lindseth, N.G., 2006. Gangguan Usus Besar dalam Patofisiologi, Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. Volume I. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Jakarta

22. Abdullah, M., 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan Kedua. Pusat

Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta.

23. Zahari, A. Deteksi dan diagnosa dini kanker kolon dan rektum: Majalah

Kedokteran Andalas Vol 26. Ed Suplemen 2002; S63-70

29