referat ca serviks - hendri antonius - 030.08.118 fk trisakti
TRANSCRIPT
REFERAT
CA SERVIKS
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Program Profesi Kedokteran Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Kardinah Tegal
Pembimbing: dr. Parjito, Sp.OG
Disusun oleh: Hendri Antonius
030.08.118
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAL TEGAL
PERIODE 6 MEI – 13 JULI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BAB 1
PENDAHULUAN
Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak (setelah kanker
payudara) yang dijumpai pada wanita di seluruh dunia, dan merupakan
penyebab utama kematian di banyak negara berkembang. Berdasarkan data
International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2002, insiden
kanker serviks diperkirakan sekitar 16 per 100.000 wanita Indonesia. Setiap
tahun sekitar 15050 wanita Indonesia terdiagnosa kanker serviks dan 7566
wanita meninggal akibat penyakit tersebut. Kanker serviks berkaitan dengan
beban kesehatan yang tinggi bagi penderitanya, keluarga, maupun
pemerintah sehingga pencegahan kanker ini perlu memperoleh perhatian
khusus.
Infeksi human papillomavirus (HPV) adalah penyebab 99% kasus
kanker serviks. Dari beberapa tipe virus HPV, tipe 16 dan 18 adalah
penyebab utama kanker serviks (sekitar 70% kasus di dunia). Efektivitas
tiga kali vaksinasi HPV pada wanita yang belum terinfeksi HPV tipe 16 dan
18 adalah lebih dari 90%. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan
erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, di antaranya yang penting : jarang
ditemukan pada perawan, insiden lebih tinggi pada yang kawin, koitus
pertama pada usia <16 tahun, insiden meningkat dengan tingginya paritas
apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, golongan sosial ekonomi
rendah (higiene seksual jelek, sering berganti pasangan), jarang dijumpai
pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), dan kebiasaan
merokok.
Dari 15.000 penderita kanker leher rahim di Indonesia setiap tahun,
8.000 orang di antaranya meninggal dunia. Ini terjadi karena pengetahuan
masyarakat tentang penyakit kanker masih kurang. Penyakit ini sering
terlambat untuk didiagnosis, sehingga sering menyebabkan kematian.
Melihat pentingnya pengenalan mengenai kanker serviks dan vaksin HPV,
maka perlu adanya pembahasan kanker serviks secara mendalam.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah
mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya.
2.2 ANATOMI HISTOLOGI
Cervix adalah bagian dari system reproduksi wanita, terletak di
dalam pelvis. Cervix bagian terbawah dekat dengan bagian dari uterus.
Cervix adalah suatu saluran:
a. Cervix, menghubungkan uterus ke vagina. Selama periode
menstruasi, darah mengalir dari uterus melalui cervix ke vagina.
Vagina mengalirkan darah keluar dari tubuh.
b. Cervix memproduksi mucus. Selama coitus mucus membantu
sperma bergerak dari vagina melalui cervix ke dalam uterus
c. Selama kehamilan, cervix tertutup rapat unutk membantu menjaga bayi
tetap di dalam uterus selama kehamilan.
Ada 2 tipe sel dalam serviks, squamos dan glanduler. Pertemuan dua
sel di squamo-columner junction, bagian antara bibir luar dan dalam leher
rahim, bisa mengubah sel menjadi abnormal. Celakanya ini adalah bagian
yang selalu berubah jika terjadi haid, hamil atau menopause. Di bagian
inilah, sela-sel berubah cepat dan bisa jadi abnormal. Sel –sel yang rusak itu
berubah bentuk dan warna dan akhirnya menjadi tumor dan selanjutnya
kanker yang mematikan. Kanker servik makin ganas dari bulan kebulan dan
tahun ke tahun. Pada masa pra kanker (setelah sel berubah menjadi
abnormal), ada tiga tahapan perubahan sel, Cervical Intraepithel Neoplasma
(CIN) 1, CIN 2 dan CIN 3. Setelah CIN 3, sel yang abnormal itu menjadi
sangat tebal dan akhirnya menjadi kanker.Tetapi kanker tersebut tidak serta
merta, dari terindikasi ada virus HPV hingga mencapai CIN 2 atau 3 jarak
waktunya 5 tahun, maka deteksi dini sangat penting.
Karsinoma servik timbul di batas antara epitel yang melapisi
ektoserviks ( portio ) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai
squama-colimnar junction ( SCJ ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (
squamous compleks ) dari portio dengan epitel kuboid / silindris pendek
selapis beersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ ini
berada di luar ostium uteri eksternum., sedang pada wanita berumur lebih
dari 35 tahun, SCJ berada dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan
paps smear yang efgatif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus
dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal
perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan.
Pada pemeriksaan dengan speculum, tampak sebagai porsio yang erosive
(metapasi squamosa) yang fisiologik atau patologik.
2.3 ETIOLOGI
Pada umumnya, kanker bermula pada saat sel sehat mengalami mutasi
genetic yang mengubahnya dari sel normal menjadi sel abnormal. Sel sehat
tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yang teratur. Sel kanker tumbuh
dan bertambah banyak tanpa control dan mereka tidak mati. Adanya
akumulasi sel abnormal akan membentuk suatu massa (tumor). Sel kanker
menginvasi jaringan sekitar dan dapat berkembang dan tersebar di tempat
lain di dalam tubuh (metastasis)
Kanker serviks paling sering bermula dengan sel datar, tipis yang
membentuk dasar selviks (sel skuamosa). Karsinoma sel squamosa
merupakan 80% dari kasus kanker serviks. Kanker serviks dapat juga terjadi
pada sel kelenjar yang membentuk bagian atas dari cerviks. Dapat disebut
dengan adenocarcinoma, prevalensi kanker ini yaitu 15% dari kanker
serviks. Kadang-kadang kedua tipe sel ditemukan pada kanker serviks.
Terdapat kanker lain pada sel lain di serviks namun persentasenya sangat
kecil.
Apa yang menyebabkan sel skuamos atau sel glandular menjadi
abnormal dan berkembang menjadi kanker belum begitu jelas. Namun, telah
jelas bahwa Human papiloma virus (HPV) pada infeksi menular seksual
berperan. Bukti bahwa HPV ditemukan pada hampir semua kanker serviks.
Namun, HPV merupakan virus yang sangat umum dan kebanyakan wanita
dengan HPV tidak pernah mengidap kanker serviks. Ini berarti faktor resiko
lainnya, seperti faktor genetik, lingkungan, dan gaya hidup, juga
menentukan apakah seseorang akan terkena kanker serviks.
99,7 % kanker serviks disebabkan oleh infeksi Human Papiloma Virus
(HPV), khususnya HPV tipe 16 dan 18, yang ditularkan melalui kontak kulit
kelamin.
2.4 EPIDEMIOLOGI
Diantara tumor ganas ginekologi, kanker serviks masih menduudki
peringkat pertama di Indonesia. Umur penderita antara 30-60 th, terbanyak
antara 45-50 th. Periode laten dari fase prainvasif untuk menjadi invasive
memakan waktu sekitar 10 th. Hanya 9% dari wanita berusia < 35 th
menunjukan kanker serviks yang invasive pada saat didiagnosis, sedangkan
53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 th. Mempertimbangkan
keterbatasan yang ada, kita sepakat secara nasional melacak (mendeteksi
dini) setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 th dan menyediakan
sarana penanganannya, untuk berhenti sampai usia 60th. Yang penting dalam
pelacakan ini adalah cakupannya (coverage). Bahkan direncanakan melatih
tenaga sukarelawati (dukun, ibu-ibu PKK) untuk mengenali bentuk portio
yang mencurigakan untuk dapat di Pap smear oleh dokter atau bidan di
Puskesmas atau Puskesling sebagaimana disarankan oleh WHO.
2.5 FAKTOR RESIKO
Mulai melakukan hubungan seks pada usia muda
Melakukan hubungan sex sebelum umur <16 tahun meningkatkan
resiko untuk terkena HPV. Sel imatur cenderung lebih rentan untuk
mendapatkan perubahan pre-kanker yang disebabkan oleh HPV.
Berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom
Semakin banyak jumlah partner seks (dan semakin banyak jumlah
partner sex dari partner sex pasien), semakin besar kemungkinan
untuk terkena HPV.
Sering menderita infeksi di daerah kelamin
Jika pasien memiliki IMS lainnya — seperti chlamydia, gonorrhea,
syphilis atau HIV/AIDS — pasien akan memiliki kemungkinan yang
besar terkena HPV.
Melahirkan banyak anak
Kebiasaan merokok (resikonya 2x lebih besar)
Mekanisme pasti yang menghubungkan antara rokok dengan kanker
serviks juga belum diketahui dengan jelas, namun merokok
meningkatkan perubahan pre-kanker dan terjadi pada servik.
Merokok dan infeksi HPV dapat membuat kemungkinan kanker
serviks semakin meningkat tinggi.
Defisiensi vitamin A, C, E dan zat gizi
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam
folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan
sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker
serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan
retinol (vitamin A).
Infeksi Clamidia
Beberapa riset menemukan bahwa wanita yang memiliki sejarah atau
infeksisaat ini berada dalam resiko kanker serviks lebih tinggi.
Pemakaian AKDR
Pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks, bermula dari
adanya erosi serviks kemudian menjadi infeksi berupa radang yang terus
menerus. Hal ini dapat sebagai pencetus kanker serviks.
Pemakaian pil KB
Penggunaan pil KB dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks. Riset menemukan bahwa resiko kanker serviks
meningkat sejalan dengan semakin lama wanita tersebut
menggunakan pil kontrasepsi tersebut dan cenderung
menurun pada saat pildihentikan.
Pemakaian DES (Dietylstilbestrol)
DES adalah obat hormon yang pernah digunakan antara tahun
1940-1971 untuk beberapa wanita yang berada dalam bahaya keguguran.
Anak-anak wanita dari parawanita yang menggunakan obat ini ,
ketika mereka hamil berada dalam resiko terkena
kanker serviks dan vagina sedikit lebih tinggi.
2.6 PATOFISIOLOGI
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel ektoserviks (porsio)
dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai Squamo-Columnar
Junction (SCJ). Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous
complex) dari porsio dengan epitel kuboid /silindris pendek selapis bersilia
dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita muda SCJ berada di luar
ostium uteri eksternum, sedang pada wanita usia>35 tahun SCJ berada di
dalam kanalis servikalis. Maka untuk melakukan pap smear yang efektif,
yang dapat mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper
ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya kanker
serviks tidak memberi tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan
spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasi skuamosa) yang
fisiologik atau patologik.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat
proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 lapisan skuamo
kolumnar, yaitu lapisan skuamo kolumnar asli dan lapisan skuamo
kolumnar baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru
dengan epitel kolumnar. Daerah di antaranya ini disebut daerah
transformasi. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah
perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat
menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya terjadi
di daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang
ditularkan secara hubungan seksual dan diduga bahwa human papilloma
virus (HPV) memegang peranan penting. Sel yang mengalami mutasi
tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan
epitel yang disebut displasia. Perbedaan derajat displasia didasarkan atas
tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya kelainan pada sel.
Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel skuamosa
yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh.
Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel
Serviks (NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ. NIS
terdiri dari:
1) NIS 1, untuk displasia ringan;
2) NIS 2, untuk displasia sedang;
3) NIS 3, untuk displasia berat dan karsinoma in-situ.
Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai suatu spektrum penyakit
yang dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma in-situ
untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa
penelitian menemukan bahwa 30-35% NIS mengalami regresi, yang
terbanyak berasal dari NIS 1/NIS 2. Karena tidak dapat ditentukan lesi mana
yang akan berkembang menjadi progresif dan mana yang tidak, maka semua
tingkat NIS dianggap potensial menjadi ganas sehingga harus ditatalaksanai
sebagaimana mestinya.
Tumor dapat tumbuh : 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen
vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan
nekrosis ; 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan
cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus ; 3) ulseratif mulai
dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Umumnya fase prainvasif antara 3-20 tahun (rata-rata 5-10 tahun).
Perubahan epitel diplastik serviks secara kontinyu masih memungkinkan
terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/ tanpa diobati itu dekenal
dengan unitarian concept dari Richart. Histopatologik sebagian terbesar (95-
97%) berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya
adenokarsinoma, clearcell carcinoma/ mesonephroid carcinoma, dan yang
paling jarang adalah sarkoma.
Tingkatan pra-maligna
Porsio yang erosif dengan ektropion bukan termasuk lesi
pramaligna, selama tak ada bukti adanya perubahan diplastik dari SCJ.
Penting untuk dapat menggaet sel-sel dari SCJ untuk pemeriksaan
eksfoliatif sitologi, meski pada pemeriksaan ini ada kemungkinan terjadi
false negative/ false positive. Penanganan / terapi hanya boleh dilakukan
atas dasar bukti histopatologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi hasil pap
smear perlu tindak lanjut upaya diagnostik biopsi serviks.
2.7 PENYEBARAN
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening
menuju 3 arah:
a. kearah fornises dan dinding vagina
b. kearah korpus uterusl
c. kearah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi
septum rektovaginal dan kandung kemih.
Melalui pembuluh darah getah bening dalam parametrium kanan dan
kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam
(hipogastrika). Penyebaran melalui pembuluh darah (bloodborne metastasis)
tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.
Tergantung dari kondisi imunulogik tubuh penderita KIS akan berkembang
menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis dengan
kedalaman invasi lebih dari 1mm dan sel tumor belum terlihat dalam
pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat lebih dari 1mm
dari membrana basalis, atau lebih dari 1mm tetapi sudah tampak berada
dalam pembuluh limfe atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor
mungkin telah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum
tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas
praklinik (tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran
secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum
(menjalar) menuju fornises vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung
kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula
rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke perimetrium akan
menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar
iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara
teoretis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus dikanan danvena subklavia
di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak.
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh
perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia
oleh karena obstruksi ureter ditempat ureter masuk ke dalam kandung
kemih.
2.8 MANIFESTASI KLINIK
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah yang
keluar dari vagina ini makin lama kan berbau busuk akibat infeksi dan
nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan menjadi ulseratif.
Perdarahan yang dialami segera sehabis senggama (perdarahan kontak)
merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%)
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin
lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan).
Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tinkat klinik lebih lanjut ( II atau
III ), terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita yang sudah
usia lanjut yang sudah tak melayani suami secara seksual, atau janda yang
sudah mati haid (menopause) bilamana mengidap kanker serviks serin
terlambat datang meminta pertolonga. Perdarahan spontan saat
defekasiakibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala,
memaksa mereka datang ke dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam
saat berdefekasi, perlu dicurigai kemingkinan adanya karsinoma serviks
tingkat lanjut. Adanya bau busuk khas memperkuat dugaan karsinoma.
Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam berulang.
Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor keserabut saraf, memerlukan
pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat.,
khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan
meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala-gejala yang
disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir (terminal stage),
penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal
(CRF = Chronic Renal Failure) akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum
memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat
diagnosis karsinoma serviks uterus yang klinis sudah agak lanjut tidaklah
sulit. Yang menjadi masalah adalah bagaimana mendiagnosa dalam tingkat
yang sangat awal, misalnya dalam tingkat pra invasif, lebih baik bila dapat
menangkapnya dalam tingkatan pra-maligna (displasia/diskariosis serviks)
Hasil pemeriksaan sitologi ekploratif dari ekto dan endo-serviks
yang positif tidak boleh dianggap doiagnosis pasti. Diagnosis harus
dipastikan dengan pemeriksaan histologik memuaskan, dari jaringan yang
diperoleh dengan melakukan biopsi. Agar hasil pemeriksaan histologik
memuaskan biopsi harus terarah (targeted biopsy). Dengan bimbingan
kolposkop bila sarana memungkinkan. Secara sederhana , dapat dikerjakan
dengan sebelumnya memulas porsio dengan larutan lugol dan jaringan yang
diambil hendaknya pada batas antara jaringan normal (berwarna coklat tua
karena menyerap iodium) dengan porsio yang pucat ( haringan abnormal
yang tidak menyerap iodium). Kemudian jaringan direndalm dalam larutan
formalin10% untuk dikirim ke lab Anatomi. Perlu disadari mengerjakan
biopsi yang benar dan tidak mengambil bagian yang nekrotik. Pada tingkat
klinik O, Ia, Ib-occ, penentuan tingkat keganasan secara klinis didasarkan
atas hasil pemeriksaan histologik. Oleh karena itu untuk konfirmasi
diagnosis yang tepat sering diperlukan tindak lanjut seperti kuretase
endoserviks ( ECC = Endo-Cervical Curettage ) atau konisasi serviks.
2.9 DIAGNOSIS
Jika seseorang mengalami tanda dan gejala kanker serviks, pasien
dapat menjalani pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis.
Untuk menegakkan diagnosis, dokter dapat melakukan :
1. Memeriksa serviks. Selama pemeriksaan yang disebut kolposkopi, dokter
dapat menggunakan mikroskop khusus (colposcope) untuk memeriksa
serviks dari sel abnormal. Jika terlihat area yang tidak biasanya, dapat
diambil sample sel untuk analisis (biopsy).
Gambar 1. Colposcopy untuk mengambil jaringan yang abnormal
2. Mengambil sample sel serviks. Selama prosedur biopsy dokter mengambil
sample dari sel abnormal dari serviks dengan menggunakan alat khusus.
Pada punch out biopsy, dokter menggunakan pisau sirkuler khusus untuk
mengambil sebagian kecil dari serviks. Biopsi jenis lainnya dapat digunakan
tergantung dari lokasi dan ukuran dari area yang abnormal.
Gambar 2. perbandingan gambaran serviks yang normal dan abnormal
3. Stadium
Jika kanker serviks telah ditentukan, maka pasien akan manjalani
pemeriksaan lebih jauh lagi untuk menentukan apakah kanker telah
menyebar dan sampai dimana penyebarannya – suatu proses yang disebut
stadium kanker. Stadium kanker merupakan faktor kunci yang menentukan
pengobatan.
Tabel 2.1 Tingkat keganasan klinik menurut FIGO, 1978
Tingkat Kriteria0
IIa
Ib occ
II
IIa
IIb
III
IIIa
IIIb
Karsinoma In Situ (KIS) atau karsinoma intra epitel, membrana basalis masih utuh.Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteriKarsinoma mikro invasif; bila membrana basalis sudah rusak dan sel tumor sudah memasuki stroma tak>3mm, dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh limfa atau pembuluh darah.Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologik ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul.Penyebaran hanya ke vagina, perametrium masih bebas dari infiltrat tumor.Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum sampai dinding panggul.Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul.Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic) atau proses pada
IV
IVa
IVb
tingkat klinik I atau II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan/ atau kandung kemih (dibuktikan secara histologik), atau telah terjadi metastasis keluar panggul atau ke tempat- tempat yang jauh.Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektum dan/ kandung kemih.Telah terjadi penyebaran jauh.
Tabel 2.2 Pembagian tingkat keganasan menurut sistem TNM
Tingkat KriteriaTT1ST1
T1bT2
T2aT2bT3
NB :
T4
T4a
T4bNB :NX
N0N1
N2
M0M1
Tak ditemukan tumor primerKarsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri)Pra-klinik adalah karsinoma yang invasif yang dibuktikan dengan pemeriksaan histologik.Secara klinis jelas karsinoma yang invasif.Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian distal.Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium.Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium.Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul).Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau T2).Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rektum atau kandung kemih, atau meluas sampai di luar panggul.Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktiksn secara histologik.Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul.Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukkannya sebagai T4.Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+ ditambahkan untuk tambahan ada atau tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan histologik, jadi NX+ atau NX-.Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi.Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara diagnostik yang tersedia (misal limfografi, CT Scan panggul).Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor.Tidak ada metastasis berjarak jauh.Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri iliaka komunis.
4. Pemeriksaan visual pada kandung kemih atau rektal.
Dokter dapt menggunakan alat khusus untuk melihat kandung kemih secara
langsung (cystoscopy) dan rektum (proctoskopi).
5. Gambaran Radiologi
Pemerksaan seperti X-Ray, computerized tomography (CT) Scan atau MRI
dapat membantu untuk menentukan apakah kanker telah menyebar disekitar
serviks.
Jika kanker serviks terdeteksi pada stadium yang lebih awal,
penatalaksanaan sepertinya lebih berhasil. Skrining kanker serviks regular
dan perubahan prekanker pada serviks direkomendasikan untuk semua
wanita. Kebanyakan panduan menganjurkan skrining pertama dalam waktu
3 tahun pertama setelah aktif secara seksual, atau tidak lebih dari umur 21.
Skrining dapat berupa.
1. Pap test.
Selama Pap test, dokter mengambil sel dari serviks – leher sempit
dari uterus- dan mengirim sample tersebut ke lab. Sel ini kemudian
diperiksa ada tidaknya abnormalitas.
Pemeriksaan Pap Test dapat mendeteksi sel abnormal pada serviks.
Stadium prekanker terjadi pada saat sel abnormal terdapat hanya pada
lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian lebih dalam. Jika tidak
ditangani, sel abnormal ini dapat berubah menjadi sel kanker, dimana dapat
menyebar pada beberapa tempat sekitar serviks, vagina bagian atas, area
pelvis, dan bagian lain dari tubuh. Kanker atau prekanker yang ditemukan
pada stadium preinvasif jarang membahayakan nyawa dan biasanya hanya
membutuhkan pengobatan rawat jalan.
Pemeriksaan Pap Smear secara rutin adalah cara paling efektif untuk
mendeteksi kanker serviks pada stadium yang lebih dini. Panduan jadwal
Pap rutin adalah sebagai berikut :
a. Pap Smear pertama dilakukan pada 3 tahun pertama setelah
hubungan sex pertama atau pada umur 21 tahun (lakukan yang mana
terjadi duluan)
b. Dari umur 21 hingga 29 tahun, lakukan pemeriksaan Pap rutin setiap
satu atau 2 tahun sekali.
c. Dari umur 30 hingga 69 tahun, Pemeriksaan Pap setiap 2 atau 3
tahun jika pasien memiliki 3 kali berurutan pemeriksaan Pap yang
normal.
d. Umur 70 keatas, jika 3 pemeriksaan Pap Smear negative maka Pap
smear sudah dapat dihentikan.
Jika pasien mempunyai resiko yang lebih besar terjadinya kanker
seviks, maka Pap Smear lebih sering dilakukan.
2. Tes HPV DNA.
Terdapat juga pemeriksaan HPV DNA untuk menentukan apakah
seseorang terinfeksi salah satu dari 13 jenis HPV yang sepertinya paling
mungkin menyebabkan kanker serviks. Seperti pada Pap tes, tes HPV
DNA mengambil jaringan dari serviks untuk diperiksa di lab.
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi strain resiko tinggi HPV pada DNA
sel sebelum perubahan pada sel serviks dapat terlihat.
Pemeriksaan HPV DNA bukan merupakan pengganti skrining Pap
dan tidak digunakan untuk wanita lebih muda dari 20 tahun dengan hasil
Pap yang normal, kebanyakan infeksi HPV pada wanita pada kelompok ini
sembuh sendiri dan tidak dikaitkan dengan kanker serviks.
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer
Society, the American College of Obstetricians and Gynecologists, the
American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US
Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersama-
sama, sebagai berikut:
a. Skrining awal. Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah
melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang
lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal
lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan
biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-
sama dengan Pap’s smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun.
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear
negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan
ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini
dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV
pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2%
sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau
lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda
yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan
waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini
dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi
peningkatan risiko karsinoma serviks.
c. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan
menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base
method setiap 1-3 tahun.
d. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear
dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka
pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
e. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan
3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif. Tidak dapat
dipungkiri, memang saat ini cara terbaik untuk mencegah karsinoma
serviks adalah dengan screening gynaecological dan jika dibutuhkan
dilengkapi dengan treatment yang terkait dengan kondisi pra-
karsinoma. Namun demikian, dengan adanya biaya dan rumitnya
proses screening dan treatment, cara ini hanya memberikan manfaat
yang sedikit di negara-negara yang membutuhkan penanganan.
3. IVA
IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks
menggunakan asam asetat 3-5% dan kemudian diinspeksi secara kasat mata
oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas dengan asam asetat,
akan terjadi perubahan warna pada serviks yang dapat diamati secara
langsung dan dapat dibaca sebagai normal atau abnormal.
2.10 PENATALAKSANAAN
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim
onkologi).
Pada tingkat klinik (KIS) tidak dibenarkan dilakukan
elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan
sinar laser, kecuali bila yang menangani seorang ahli dalam kolposkopi dan
penderitanya masih muda dan belum mempunyai anak. Dengan biopsi
kerucut (conebiopsy) meskipun untuk diagnostik acapkali untuk terapetik.
Ostium uteri internum tidak boleh sampai rusak karenanya. Bila penderita
cukup tua atau sudah mempunyai cukup anak, uterus tidak perlu
ditinggalkan, agar penyakitnya tidak kambuh (relapse) dapat dilakukan
histerektomi sederhana (simple vaginal hysterectomy).
Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan suatu kontraindikasi
aplikasi radium dengan dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A tanpa
penambahan penyinaran luar, dapat dilakukan.
Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai
kanker yang invasif. Bila kedalaman invasif kurang atau hanya 1 mm dan
tidak meliputi area yang luas serta tidak melibatkan pembuluh limfa atau
pembuluh darah, penanganannya dilakukan seperti pada KIS di atas.
Pada klinis Ib, Ib occ dan IIa dilakukan histerektomi radikal dengan
limfadenektomi panggul. Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan
penyinaran tergantung ada/ tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfe regional
yang diangkat.
Pada tingkat IIb, III dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan
bedah. Untuk ini primer adalah radioterapi. Pada tingkat klinik IVa dan IVb
penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian khemoterapi dapat
dipertimbangkan. Pada kasus yang kambuh 1 tahun sesudah penanganan
lengkap, dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan
prosesnya masih terbatas pada panggul. Bila proses sudah jauh atau operasi
tak mungkin dilakukan, harus dipilih khemoterapi bila syaratnya terpenuhi.
Untuk ini tak dilakukan sitostatika tunggal, tetapi kombinasi beberapa
sitostatika (polikemotherapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi sebaiknya
dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul
(lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tak mungkin dikerjakan atau
penyebaranya sudah lanjut, maka dipilih polikhemoterapi bila syaratnya
terpenuhi. Penyinaran ulang pada kasus yang sebelumnya pernah mendapat
radiasi, dengan mesin Linac dan di tangan yang ahli, hasilnya tidak selalu
mengecewakan. Penggunaan imunoterapi masih dalam tahap eksperimen
2.11 PENCEGAHAN
Resiko terjadinya kanker serviks dapat dilakukan dengan
menghindari infeksi HPV. HPV menyebar melalui kontak kulit dengan
bagian badan yang terinfeks – tidak hanya dengan hubungan seks.
Menggunakan kondom setiap melakukan hubungan dapat mengurangi
resiko terkena infeksi HPV.
Sebagai tambahan dari penggunaan kondom, cara terbaik untuk
mencegah kanker serviks yaitu :
Menghindari hubungan sex pada umur muda.
Memiliki partner seks tunggal
Menghindari merokok
a. Vaksin HPV
Suatu vaksin baru disebut Gardasil memberikan perlindungan dari
tipe HPV yang paling berbahaya. The national Advisory Committee on
Immunization Practices merekomendasikan vaksinasi pada wanita umur 11
dan 12 tahun, sebagaimanapula pada wanita umur 13 hingga 26 tahun jika
mereka belum menerima vaksin. Vaksin ini paling efektif diberikan sebelum
wanita aktif secara seksual.
Walaupun vaksin dapat mencegah hingga 70 % kasus kanker
serviks, vaksin ini tidak dapat mencegah infeksi dari virus lain yang dapat
juga menyebabkan kanker serviks. Pap Smear secara rutin untuk skrining
kanker serviks lah yang paling penting.
Cara kerja Vaksin HPV
a. Human Papilloma Virus (HPV) adalah virus tak beselaput dengan
DNA rantai ganda yang memerlukan organisme lain untuk
berkembang biak
b. Vaksin HPV dibuat dari HPV yang sudah tidak memiliki DNA dan
hanya terdiri atas selubung protein (kapsid) L1 yang bisa memancing
tubuh membentuk sistem kekebalan terhadap HPV.
c. Vaksin disuntikkan ketubuh dan masuk ke aliran darah
d. Didalam darah, vaksin bekerja membentuk antibodi dan sel memori
(sel yang natinya akan membentuk antibodi terhadap HPV). Makin
muda usia, makin tinggi kadar antibodi yang terbentuk
e. Antibodi akan menangkap HPV yang masuk ke tubuh sehingga tidak
dapat masuk ke sel servik (leher rahim).
b. Penggunaan Kondom
Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka
punya bukti pendukung bahwa kondom benar-benar mengurangi risiko
penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts) dan banyak kasus
karsinoma leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan
di New England Journal of Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang
mengaku pasangannya selalu menggunakan kondom saat berhubungan
seksual kemungkinannya 70 persen lebih kecil untuk terkena infeksi human
papillomavirus (HPV) dibanding wanita yang pasangannya sangat jarang
(tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan
kondom. Hasil penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom
di Indonesia masih tergolong rendah. Dari survey Demografi Kesehatan
Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata penggunaan
kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen.
c. Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan
dengan penurunan resiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang
pria dengan riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan resiko
karsinoma serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang.
2.12 CA SERVIKS PADA KEHAMILAN
Diagnosis kanker serviks pada wanita hamil di negara-negara miskin
dan berkembang seringkali terlambat, seperti halnya pada pasien kanker
serviks lainnya. Hal ini terjadi karena gejala yang muncul tersebut hampir
menyerupai gejala lain pada kehamilan normal. Pada sebuah studi, durasi
rata-rata antara munculnya gejala dengan ditentukannya diagnosis kanker
serviks pada ibu hamil yaitu kurang lebih 4,5 bulan. Keadaaan sebaliknya
terjadi di negara-negara maju. Kebanyakan wanita hamil dengan kanker
serviks dapat dideteksi secara dini pada awal stadium. Hal ini merupakan
hasil skrining rutin prenatal. Akan tetapi, dapat saja penyakit ini baru
terdiagnosis pada stadium lanjut dikarenakan adanya konsepsi serta tahapan
yang hamper menyerupai kanker serviks pada wanita tak hamil. Tahapan
atau stadium, gambaran penyakit, dan prognosis kanker serviks pada wanita
hamil sama dengan yang terdapat pada penderita kanker serviks yang tidak
hamil.
Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena pentinaran
mempunyai efek samping yang merugikan penderita yang berusia muda.
Penanganan sirurgik didasarkan atas tingkat klinik penyakit dan umur
kehamilan. Pada tingkat 0 kehamilan diteruskan sampai partus berlangsung
spontan dan bila 3 bulan pasca persalinan masih tetap ada maka ditangani
seperti kondisi tidak hamil dengan memperhatikan tingkatan klinik yang ada
saat itu.
Pada tingkat klinik I, II, ke atas dengan kehamilan:
a. Trimester I dan awal trimester II: histerektomi radikal dengan
limfadenektomi panggul dengan janin inutero.
b. Trimester II lanjut ditunggu sampai janin viable (dapat hidup diluar
rahim). Dikerjakan seksio sesaria klasik/korporal diteruskan dengan
histerektomi radikal dan limfadenektomi panggul.
c. Trimester III seksio sesaria klasik/korporal dilanjutkan dengan
histerektomi radikal dan limfadenektomi panggul.
d. Pasca persalinan histerektomi radikal dengan limfadenektomi
panggul.
2.13 PROGNOSIS
Kanker leher rahim menempati peringkat pertama kanker pada
perempuan di Indonesia. Ada 15.000 kasus baru pertahun dengan kematian
8000 pertahun. Angka harapan hidup lima tahun jika kanker ini diketahui
dan diobati pada stadium I adalah 70-75 persen, pada stadium 2 adalah 60
persen, pada stadium 3 tinggal 25 persen, dan pada stadium 4 penderita sulit
diharapkan bertahan.
BAB III
RINGKASAN
Faktor-faktor penting yang dapat meningkatkan kejadian kanker
serviks yaitu: kawin usia muda sehingga frekuensi koitus tinggi,
multiparitas, Multipartner, Nutrisi rendah, Herediter, Infeksi genetalia yang
menahun
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks; epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Akibat
proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 lapisan skuamo
kolumnar, yaitu lapisan skuamo kolumnar asli dan lapisan skuamo
kolumnar baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru
dengan epitel kolumnar. Daerah di antaranya ini disebut daerah
transformasi. Masuknya mutagen atau bahan-bahan yang dapat mengubah
perangai sel secara genetik pada saat fase aktif metaplasia dapat
menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas.
Kini, cara terbaik untuk mencegah karsinoma ini adalah bentuk
skrining yang dinamakan Pap Smear , dan skrining ini sangat efektif.
Angka harapan hidup lima tahun jika kanker ini diketahui dan
diobati pada stadium I adalah 70-75 persen, pada stadium 2 adalah 60
persen, pada stadium 3 tinggal 25 persen, dan pada stadium 4 penderita sulit
diharapkan bertahan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. En.wikipedia.org/wiki/carcinoma cervix diakses tanggal 01
Oktober 2010.
Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al, 2005. Obstetri Williams
Vol.2/edisi 21. EGC : Jakarta.
http: // www.UVAhealth.com/carcinoma cervix.htm. diakses tanggal 2
Oktober 2010
http: // www.emedicine.com/ carcinoma cervix.jpg. diakses tanggal 2
Oktober 2010
http: // www.pogisurabaya.org/ kanker leher rahim.htm. diakses tanggal 3
Oktober 2010
Mochtar R, 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1. EGC : Jakarta.
Wiknjosastro H, 2005. Ilmu Kandungan Edisi ke2 Cetakan ke4. YBB-SP.
Jakarta
Bagus Ida Gede Manuaba.2004.Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri Dan
Ginekologi (Karsinoma Serviks Uteri).Jakarta.Edisi kedua.
Junaedi. Achmad. 2010. Cervical Cancer (Cancer of the Cervix). Online
(http://www.medicinenet.com/cervical_cancer/discussion-88.htm).
Ardiansyah. F. 2009. Kanker (Cancer). Online
(http://www.cancerhelps.com/kanker.htm).
Siauta. J.F. 2010. Kanker. Online (http://id.wikipedia.org/wiki/Kanker)
Norwitz,E; Schorge,J. 2006. At a Glance Obstetri & Ginekologi edisi kedua
( Kanker Serviks dan Kanker Vagina). Jakarta: Erlangga Medical
Series.
Wilopo, SA. 2010. Epidemiologi dan Pencegahan Kanker Leher Rahim.
Online (http://chnrl.net/mkia-kr/files/CaCervic-texfinal.pdf).
Rahmawan,A. 2009. Laporan Kasus Kanker Serviks pada Kehamilan.
Online
(http://downloads.ziddu.com/downloadfile/8894825/KeganasanServi
kspadaKehamilan.pdf.html).