referat cholelithiasis
DESCRIPTION
Referat CholelithiasisTRANSCRIPT
REFERAT
Penatalaksanaan Cholelithiasis
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Periode Januari 2009 – Mei 2015
Pembimbing :
dr. Hj. Fridayati Dewi Mustikawati, Sp.B
Disusun Oleh:
Sigit Unggul P. G4A014058
PENDIDIKAN PROFESI KEDOKTERAN
SMF ILMU BEDAH
RSUD PROF. DR MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui referat dengan judul :
Penatalaksanaan Cholelithiasis
di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Periode Januari 2009 – Mei 2015
Diajukan untuk memenuhi salah satu ujian
kepanitraan klinik dokter muda SMF Bedah
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Disusun Oleh:
Sigit Unggul P. G4A014058
Purwokerto, Agustus 2015
Mengetahui,
Dokter Pembimbing,
dr. Hj. Fridayati Dewi Mustikawati, Sp. BNIP.19641215.199011.1.001
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat yang berjudul
“Penatalaksanaan Cholelithiasis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto Periode Januari 2009 - Mei 2015” ini merupakan salah satu syarat
ujian kepaniteraan klinik muda SMF Bedah RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Hj. Fridayati Dewi
Mustikawati, Sp. B sebagai pembimbing atas waktu yang diluangkan, bimbingan,
dan saran yang sifatnya membangun dalam penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih belum
sempurnaserta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.
Purwokerto, Agustus 2015
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Cholelithiasis atau batu empedu merupakan penyakit yang sering
ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara
berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu
makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi,
prevalensi penyakit batu empedu di negara-negara berkembang cenderung
meningkat.1
Di Ameriksa Serikat, beberapa kasus cholelithiasis ditemukan pada
20% perempuan dan 8% pada pria dengan usia di atas 40 tahun dan 40% pada
wanita dengan usia diatas 65 tahun. Prevalensi batu empedu bervariasi antara
etnis yang berbeda populasi. Kelompok etnis tertentu memiliki prevalensi
lebih tinggi, seperti Indian Pima yang mempunyai prevalensi mencapai 70%
dengan usia 25 tahun.2
Studi Italia Multisenter dari cholelithiasis (MICOL), yang memeriksa
hampir 33.000 subjek berusia 30-69 tahun, secara keseluruhan menyatakan
bahwa penyakit batu empedu 18,8% terjadi pada wanita dan 9,5% pada laki-
laki. Hasil serupa juga ditemukan dalam studi Simione. Selain itu, dalam
studi Simione, pemeriksaan ultrasonography diulangi pada pasien yang sama
setiap interval 5 tahun. Pada interval 10 tahun, ditemukan 4,6% kejadian batu
empedu baru.2
Gangguan pada saluran empedu mempengaruhi sebagian besar populasi
dunia. Mayoritas kasus gangguan saluran empedu di Amerika Serikat
disebabkan oleh cholelihiasis (batu empedu). Sebanyak 20% masyarakat
yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki batu empedu, dan satu juta kasus
batu empedu baru didiagnosis dan dilaporkan setiap tahunnya.3
4
B. TUJUAN
Referat ini bertujuan untuk membahas mengenai cholelithiasis meliputi
diagnosis, etiologi, dan penatalaksanaannya. Penulisan referat ini juga
membahas mengenai tatalaksana kasus cholelithiasis di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015.
C. MANFAAT
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberi data ilmiah terkait
dengan jumlah pasien cholelithiasis dan distribusinya menurut usia, jenis
kelamin serta penatalaksanaan pasien cholelithiasis di RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2009 - Mei 2015.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Cholelithiasis atau batu empedu merupakan gabungan dari beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan
dalam kandung empedu (kolesistolitiasis), di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.4
Gambar 1. Gambaran batu dalam kandung empedu5
B. KANTONG EMPEDU
Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak
tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus,
corpus, infundibulum, dan collum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu
dari kandung empedu. Corpus merupakan bagian terbesar dari kandung
empedu. Collum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu.6
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran
empedu dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua
saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus
hepaticus communis. Ductus hepaticus bergabung dengan Ductus cysticus
membentuk Ductus choledochus.7
6
Gambar 2. Gambaran anatomi kandung empedu8
C. FISIOLOGI
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya
antara 600-1200 ml/hari7. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45
ml empedu. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam
kandung empedu, dan mengalami pemekatan sekitar 50%. Fungsi primer dari
kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan
natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang terkandung
dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%.5,6
Menurut Guyton & Hall empedu melakukan dua fungsi penting yaitu9 :
1. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi
lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain:
membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi
partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan
dalam getah pankreas dan membantu transpor dan absorpsi produk akhir
lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal.
2. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir
dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk
oleh sel- sel hati.
7
Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon
cholecystokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke
duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan
pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi
efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari
Sphincter Oddi yang menjaga pintu keluar Ductus biliaris communis
kedalam duodenum. Selain cholecystokinin, kandung empedu juga
dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari
sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan
simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon
terhadap perangsangan cholecystokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam
makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila
terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung
empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam9.
Garam empedu, lecitin, dan kolesterol merupakan komponen
terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan
garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh
hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi
mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi
normal kalau diperlukan4.
D. PATOFISIOLOGI
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang
dari 10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul
sebagai batu besar dan tunggal dengan permukaan yang halus.
Kebanyakan batu kolesterol mengandung pigmen empedu dan kalsium
yang kadarnya bervariasi, tapi biasanya terkandung sebanyak 70% dari
berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe ini biasanya jumlahnya multipel,
bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan bersegi atau irreguler,
berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya bervariasi dari
warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu
8
kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang
radioopak.6
Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol-
fosfolipid. Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles,
sebuah kompeks konjugasi garam embedu-fosfolipid-kolesterol, dan juga
oleh vesikel kolesterol-fosfolipid. Keberadaan vesikel dan micelles dalam
satu kompartemen yang aquaeous mempermudah berpindahnya lipid
diantara keduanya. Maturasi vesikuler terjadi pada saat vesikel lipid
tergabung dengan micelle. Vesikel fosfolipid bergabung dengan micelle
dan lebih mudah terjadi dibanding vesikel kolesterol. Sehingga vesikel
tersebut mengandung kadar kolesterol yang tinggi, menjadi tidak stabil,
dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang tidak tersaturasi,
terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting. Dalam
empedu yang mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk
pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol tinggi, yasng
menyebabkan tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak sepertiga
kolesterol bilier ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel
kolesterol-fosfolipid membawa mjayoritas kolesterol bilier.6
Gambar 3. Batu kolesterol10
9
2. Batu pigmen
Batu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna
gelap karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan
batu pigmen coklat hanya memiliki sedikit kesamaanm, sehingga harus
dipertimbangkan sebagai entitas yang berbeda.6
Batu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan
kadang berspikula. Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium
bilirubuinat, karbonat, dan fosfat, seringnya terbentuk secara tidak
langsung dari kelainan hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit
sickle cell, dan pada mereka yang mengalami sirosis. Seperti batu
kolesterol, batu tipe ini hampir selalu terrbentuk dalam kandung empedu.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih sulit larut daripada bilirubin yang
terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubin terjadi pada empedu secara normal
dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun terkonjugasi,
seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi
bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan
meningkatnya sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan
keadaan menyebabkan peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam
empedu, presipitasi dengan kalsium terjadi. 6
Gambar 4. Batu pigmen11
10
E. MANIFESTASI KLINIS
Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu
kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimptomatik.
Kurang dari 25% dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu
asimptomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi
setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan
cholecystectomy rutin dalam semua pasien dengan batu empedu
asimptomatik.6
Gejala yang sering muncul berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran
kanan atas. Nyerinya ditandai dengan nyeri yang sakit sekali dan menetap
atau rasa penuh di epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen yang
menjalar ke area intrascapular, scapula kanan, atau bahu. Rasa nyeri lainnya
adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial
kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi
30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian
pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan
muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris.4,6
Ahmad, et al (2000) membedakan kolik biliaris dan cholelithiasis akut
sebagai berikut :12
Tabel 1. Perbedaan kolik biliaris dan cholelithiasis akutFeature Billiary Colic Acute Colelithiasis
Pain caracter Visceral ParietalPain location Epigastrium Right upper quadrantPain duration < 3 hours > 3 hoursPresence of mass none Right upper quadrantFever Absent PresentLeukocytosis Absent Present
F. PENATALAKSANAAN
Konservatif
1. Lisis batu dengan obat-obatan
Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak
akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak
berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun
11
nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif.
Terapi disolusi dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu
empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan
diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran
batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.2
2. Disolusi kontak
Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung
pelarut kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian
utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi.3
3. Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy = ESWL)
Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer
beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya
terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam
ursodeoksikolat.
Operatif
1. Cholecystostomy
Kolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung
emedu yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen.
Tinmdakan ini dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup
memungkinkan kondisinya untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase
perkutaneus yang dituntun ultrasound dengan kateter pigtail merupakan
prosedur yang dipilih. Kateter dimasukkan melalui kawat penuntun yang
sebelumya telah dipasang menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk
ke dalam kandung empedu. Dengan menggunakan kateter yang melewati
hepar, resiko terjadinya empedu yang merembes dari sekitar kateter dapat
dikurangi. Kateter dapat dilepas apabila inflamasi sudah hilang dan
kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat dibuang jika ada
indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi.6
2. Open cholecystectomi
Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan
batu empedu simptomatik. Indikasi yang paling umum untuk
12
cholecystectomy adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh cholecystitis
akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD,
perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada
pasien yang menjalani cholecystectomy terbuka pada tahun 1989, angka
kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun
angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka
kematian mencapai 0,5 %.6
3. Cholecystectomy laparoscopy
Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal,
pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan
waktu perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi
tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa
dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi
umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang
terjadi berupa perdarahan, pankreatitis bocor Ductus cysticus dan trauma
Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris sering dibicarakan, namun
umumnya berkisar antara 0,5–1%. Dengan menggunakan teknik
laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali
menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan
semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas
olahraga.
4. Cholecystectomy minilaparotomy
Modifikasi dari tindakan cholecystectomy terbuka dengan insisi
lebih kecil dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah.7
Komplikasi Tindakan Operatif
Tindakan operatif khususnya cholecystectomy menimbulkan
komplikasi pada beberapa kasus. Gejala-gejala yang timbul setelah tindakan
cholecystectomy biasa dikenal dengan postcholecystectomy syndrome (PCS).
PCS terjadi karena cairan empedu tidak punya 'tempat penampungan' lagi
sehingga cairan empedu bisa masuk ke rongga abdomen. Gejala-gejala yang
sering muncul antara lain :13
13
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian non-eksperimental
menggunakan metode survei deskriptif dengan pendekatan deskriptif
retrospektif untuk mengetahui distribusi frekuensi dan penatalaksanaan
cholelithiasis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode
Januari 2009 - Mei 2015. Subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis
cholelithiais yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto,
periode Januari 2009 sampai Mei 2015.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi target
Populasi yang menjadi target penelitian kali ini adalah semua pasien
dengan cholelithiasis.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian adalah pasien dengan
cholelithiasis yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto periode Januari 2009 sampai dengan Mei 2015.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi dari keseluruhan
populasi yang diteliti dan dianggap mewakili. Sampel penelitian
merupakan populasi terjangkau yaitu pasien dengan cholelithiasis yang
mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi dan eksklusi
1) Kriteria inklusi meliputi:
Pasien cholelithiasis yang mengunjungi RSUD Prof. Dr. Margono
Soekardjo Purwokerto pada periode Januari 2009 - September
2015
15
2) Kriteria eksklusi
Pasien yang data rekam mediknya tidak ditemukan
3) Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara
acak sehingga setiap elemen dalam populasi memiliki kesempatan
yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian.
b. Besar sampel
Besar sampel dihitung dengan rumus Yamane sebagai berikut :
n= N
N (d)2+1
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi, sesuai informasi rekam medik sebesar 694 orang
d : presisi yang diretapkan, dalam penelitian ini peneliti menerapkan
presisi sebesar 10%
Sehingga besar sampel pada penelitian ini adalah :
n= N
N (d)2+1
n= 694
694 (0,1)2+1
n=87,4 dibulatkan menjadi 87 orang sampel
C. Pengumpulan Data
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif retrospektif
dengan cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien cholelithiasis
yang masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama
periode Januari 2009 sampai Mei 2015. Data rekam medik pasien diambil
dari bagian Rekam Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2015. Rekam medis
dikumpulkan, dianalisis, dan dilakukan tabulasi sehingga dapat diketahui
distribusi frekuensi jenis kelamin dan penatalaksanaan.
16
D. Tata Urutan Kerja
1. Pengambilan data sekunder pasien dengan diagnosis cholelithiasis di
rekam medik pasien di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Tahap pengolahan dan analisis data.
3. Tahap penyusunan laporan.
E. Analisis Data
Analisis data merupakan bagian dari suatu penelitian, di mana tujuan
dari analisis data adalah agar diperoleh suatu kesimpulan masalah yang
diteliti. Data yang telah terkumpul dari bagian rekam medik akan diolah dan
dianalisis secara deskriptif.
Analisis data yang digunakan adalah metode analisis univariat. Analisis
univariat digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel berupa
distribusi frekuensi dan persentase pada setiap variabel seperti jenis kelamin,
dan penatalaksanaan. Analisa data secara deskriptif disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi.
F. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2015 di bagian Rekam
Medik RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Puwokerto.
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien cholelithiasis di
RSUD. Prof. dr. Margono Soekarjo pada bulan Januari 2009 - Mei 2015
sebanyak 694 kasus. Hasil perhitungan jumlah sampel menemukan bahwa
sampel yang diambil berjumlah 87 kasus. Berikut gambaran data penderita
cholelithiasis berdasarkan jenis kelamin, usia, keadaan pasien dan
penatalaksanaan di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2009 -
Mei 2015.
Tabel 2. Distribusi frekuensi penderita cholellithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
18
Tahun Jumlah kasus Presentase
2009 16 18,39 %
2010 8 9,20 %
2011 14 16,09 %
2012 13 14,94 %
2013 13 14,94 %
2014 15 17,24 %
2015 8 9,20 %
Jumlah 87 100 %
Diagram 1. Distribusi frekuensi penderita cholelithiasis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
Tabel 3. Distribusi frekuensi penderita cholelithiasis berdasarkan jenis kelamin di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo bulan Januari 2009 - Mei 2015
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015Jumlah
(persentase)
Laki-laki 8 4 9 9 6 4 2 42 (48,28%)
Perempuan 8 3 5 4 8 11 6 45 (51,72%)
16 7 14 13 14 15 8 87 (100%)
Diagram 2. Prosentase distribusi frekuensi penderita cholelithiasis berdasarkan jenis kelamin di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
19
2009 2010 2011 2012 2013 2014 20150
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Jumlah Kasus
48.28%
51.72%
Jenis Kelamin
Laki-lakiPerempuan
Tabel 4. Distribusi frekuensi penderita cholelithiasis berdasarkan usia di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
Usia Jumlah (prosentase)
< 40 tahun 16 (18,39 %)
40 - 60 tahun 44 (50,57 %)
> 60 tahun 27 (31,04 %)
Jumlah 87 (100%)
Diagram 3. Prosentase distribusi frekuensi penderita cholelithiasis berdasarkan usia di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
Tabel 5. Jenis penatalaksanaan cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
Penatalaksanaan cholelithiasis Jumlah (persentase)
Operatif 25 (28,74 %)
Konservatif 62 (71,26 %)
Jumlah 87 (100%)
Diagram 4. Prosentase jenis penatalaksanaan cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
20
18.39%
50.57%
31.04%
Usia
<40 tahun40-60 tahun>60 tahun
Tabel 6. Keadaan pasien dengan terapi konservatif atas indikasi cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
Keadaan pasien Jumlah (prosentase)
Hidup 49 (79,03%)
Meninggal 2 (3,23%)
APS 11 (17,74%)
Jumlah 62 (100%)
Diagram 5. Prosentase keadaan pasien dengan terapi konservatif atas indikasi cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
21
28.74%
71.26%
Penatalaksanaan
OperatifKonservatif
79.03%
3.23%
17.74%
Keadaan Pasien dengan Terapi Konservatif
HidupMeninggalAPS
Tabel 7. Keadaan pasien dengan terapi operatif atas indikasi cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
Keadaan pasien Jumlah (prosentase)
Hidup 23 (95%)
Meninggal 0 (0%)
APS 2 (8%)
Jumlah 25 (100%)
Diagram 6.Prosentase keadaan pasien dengan terapi operatif atas indikasi cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015
B. Pembahasan
Jumlah penderita cholelithiasis di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto pada bulan Januari 2009 - Mei 2014 sebanyak 694 orang, namun
hanya 87 orang yang diambil sebagai sampel. Penderita cholellithiasis
terbanyak terjadi pada tahun 2009 yaitu sebanyak 16 orang dan paling sedikit
terjadi pada tahun 2010 dan 2015 yakni 8 orang.
Data yang didapatkan dari RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto menunjukkan bahwa persentase kejadian cholelithiasis pada laki-
laki sebesar 48,28% yaitu 42 kasus, sedangkan pada perempuan sebesar
51,72% yaitu 45 kasus.
22
92%
8%
Keadaan Pasien dengan Terapi Operatif
HidupMeninggalAPS
Penderita cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto pada bulan Januari 2009 - Mei 2015 pada kategori usia <40 tahun
sebanyak 16 orang (18,39%), usia 40-60 tahun sebanyak 44 orang (50,57%),
dan usia >60 tahun sebanyak 27 orang (31,04%). Berdasarkan data tersebut
dapat diketahui bahwa distribusi penderita cholelithiasis terbanyak pada
kelompok usia 40-60 tahun, yaitu mencapai 50,57%.
Penatalaksanaan kasus cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto berdasarkan data didapatkan bahwa tindakan yang
dilakukan adalah operatif yaitu sebanyak 25 kasus (28,74 %), sedangkan
untuk perawatan konservatif didapatkan sebanyak 62 kasus (71,26 %).
Berdasarkan data tersebut bisa disimpulkan bahwa penatalaksanaan kasus
cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto lebih banyak
menggunakan terapi konservatif .
Keadaan pasien dengan terapi konservatif atas indikasi cholelithiasis di
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto berdasarkan data didapatkan
49 (79,03%) pasien hidup, 2 (3,23%) pasien meninggal, dan 11 (17,74%)
pasien pulang tasa permintaan sendiri. Sedangkan keadaan pasien dengan
terapi operatif atas indikasi cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto berdasarkan data didapatkan 23 (92%) pasien hidup, 0
(0%) pasien meninggal, dan 2 (8%) pasien pulang atas permintaan sendiri.
23
BAB V
KESIMPULAN
1. Cholelithiasis atau batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur
yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam
kandung empedu (kolesistolitiasis), di dalam saluran empedu
(koledokolitiasis) atau pada kedua-duanya.
2. Penatalaksanaan dari cholelithiasis dapat berupa operatif dan konservatif.
Tindakan pembedahan perlu dilakukan bila terapi konservatif dirasa tidak
cukup.
3. Data penelitian ini diambil dengan pendekatan deskriptif retrospektif dengan
cara melihat data sekunder dari rekam medik pasien cholelithiasis yang
masuk ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto selama periode
Januari 2009 sampai Mei 2015.
4. Jumlah penderita cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo pada
bulan Januari 2009 - Mei 2015 sebanyak 694 orang, sedangkan subyek dalam
penelitian ini sebanyak 87 orang.
5. Data jumlah penderita cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Januari 2009 - Mei 2015 :
a. 2009 : 16 kasus (18,39%)
b. 2010 : 8 kasus (9,20%)
c. 2011 : 14 kasus (16,09%)
d. 2012 : 13 kasus (14,94%)
e. 2013 : 13 kasus (14,94%)
f. 2014 : 15 kasus (17,24%)
g. 2015 : 8 kasus (9,20%)
6. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan data penderita cholelithiasis di RSUD.
Prof. Dr. Margono Soekarjo selama periode Januari 2009 - Mei 2015 :
a. Laki-laki : 42 kasus (48,28%)
b. Perempuan : 45 kasus (51,72%)
24
7. Data penderita cholelithiasis menurut usia di RSUD.Prof. Dr. Margono
Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015 :
a. <40 tahun : 16 kasus (18,39%)
b. 40-60 tahun : 44 kasus (50,57 %)
c. >60 tahun : 27 kasus (31,04 %)
8. Data jenis penatalaksanaan cholelithiasis di RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo periode Januari 2009 - Mei 2015 :
a. Operatif : 25 kasus (28,74 %)
b. Konservatif : 62 kasus (71,26 %)
9. Keadaan pasien dengan terapi konservatif atas indikasi cholelithiasis di
RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2009 - Mei
2015 :
a. Hidup : 49 pasien (79,03%)
b. Meninggal : 2 pasien (3,23%)
c. APS : 11 pasien (17,74%)
10. Keadaan pasien dengan terapi operatif atas indikasi cholelithiasis di RSUD.
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari 2009 - Mei 2015 :
a. Hidup : 23 pasien (92%)
b. Meninggal : 0 pasien (0%)
c. APS : 2 pasien (8%)
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000.380-4.
2. Panggabean Marulam M.; 2009. Gagal Jantung dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Interna publishing. p1583
3. Bonheur, J.L. 2012. Billiary Obstruction. Retrieved October, 30th from emedicine.medscape.com/article/187001-overview#00101
4. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
5. http://medicastore.com/penyakit/67/Batu_Empedu.html
6. Brunicardi FC et al. Schwartz’s principles of surgery. 8th edition. United States America : McGraw Hill, 2005.826-42.
7. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.
8. http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?articlekey=8405
9. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.
10. https://www.flickr.com/photos/jian-hua_qiao_md/4329255270
11. http://www.cuongdc.co/2012/04/may-ban-ben-luobo-bao-la-soi-mat-kinh.html?m=1
12. Ahmad,et al. 2000.Differential diagnosis of gallstone-induced complications. South Med J ;93(3): 261-4. PMID: 10728510
13. Steen W Jensen, MD. Postcholecystectomy Syndrome. Medscape : 2014.
26