referat clp

Upload: achmad-hariyanto

Post on 29-Oct-2015

79 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

clp achmad

TRANSCRIPT

1

1.1 PENDAHULUANCelah bibir dan palatum (cleft lip and palate/ CLP) atausuatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan langit-langit keras mulut.Kelainan iniadalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung. Gangguan ini dapat terjadi bersama celah bibir dan langit-langit. Kelainan iniadalah jenis cacat bawaan yang disebabkan oleh gangguan pembentukan oragan tubuh wajah selama kehamilan.3Insidensi celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit bervariasi tergantung dari etnis, dimana insiden pada orang asia lebih besar daripada pada orang kulit putih dan kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1:750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering pada anak perempuan. Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. 3Celah bibir dan palatun merupakan tantangan khusus untuk komunitas medis. Perhatian khusus diperlukan untuk pasien dengan langit-langit mulut terbelah. Produksi suara, makan, pertumbuhan rahang atas, dan pertumbuhan gigi adalah beberapa tahap-tahap perkembangan penting yang mungkin terpengaruh.Kelainan ini sebaiknya secepat mungkin diperbaiki karena akan mengganggu pada waktu menyususui dan akan mempengaruhi pertumbuhan normal rahang serta perkembangan bicara. Penatalaksanaan CLP adalah operasi. Bibir sumbing dapat ditutup pada semua usia, namun waktu yang paling baik adalah bila bayi berumur 10 minggu, berat badan mencapai 10 pon, Hb > 10g%. Dengan demikian umur yang paling baik untuk operasi sekitar 3 bulan.3Cacat tetap bila tidak dilakukan rekontruksi akan menyebabkan masa depan yang suram dan rendah diri selamanya. Tujuan operasi celah bibir adalah untuk menutup celah pada bibir sehingga didapatkan bibir yang mendekati normal baik dalam fungsi maupun bentuk untuk memperbaiki penampilan.52. TINJAUAN PUSTAKA2.1 EmbriologiCelah bibir dan langitan terjadi ketika jaringan yang membentuk bibir dan langit-langit gagal bersatu selama perkembangan embrio. Terdapat dua tipe celah yaitu celah bibir dengan atau tidak diikuti dengan celah langitan dan celah langitan terisolasi. Keduanya adalah akibat fusi pada dua tahap perkembangan orofacial yang berbeda. 4Celah bibir berasal dari gagalnya fusi pada usia 4-6 minggu dalam kandungan antara prosesus nasalis medialis, lateralis dan premaksila sedangkan celah langitan berasal dari gagalnya fusi pada usia 8 minggu dalam kandungan antara pembengkakan palatum lateral/ palatal shelves.4

2.1.1 Perkembangan bibir dan langit-langit Untuk mengetahui pathogenesis terjadinya celah bibir dan langitan adalah penting untuk mengetahui proses perkembangan embriologi orofacial yang normal.4

Gambar 1. Wajah dilihat dari aspek Frontal. A, Embrio 5 minggu. B, Embrio 6 minggu. Tonjol nasal sedikit demi sedikit terpisah dari tonjol maxila dengan alur yang dalam. C, gambaran embrio 6 minggu dengan Scanning electron micrograph2.1.2 Pembentukan palatum primer Pada akhir minggu keempat, terbentuk lima buah tonjolan pada daerah wajah yang mengelilingi satu rongga mulut primitif yang disebut stomodeum. Tonjolan wajah ini disebut juga prosesus fasialis terdiri dari dua buah tonjolan maksila / prosesus maxillaris (terletak dilateral stomodeum), dua buah tonjolan mandibula/ prosesus mandibularis (arah kaudal stomodeum) dan tonjolan frontonasalis / prosesus frontonasalis (ditepi atas stomodeum).4Prosesus fasialis ini merupakan akumulasi sel mesenkim di bawah permukaan epitel, yang berperan besar dalam tumbuh kembang struktur orofasial. Adapun kelima prosesus tersbut memiliki peran penting dalam pembentukan wajah yaitu prosesus frontonasalis membentuk hidung dan bibir atas, prosesus maksilaris membentuk maksila dan bibir dan prosesus mandibularis membentuk mandibula dan bibir bawah. 4Pada minggu ke lima di daerah inferior prosesus frontonasalis akan muncul nasal placode. Proliferasi mesenkim pada kedua sisi nasal placode akan menghasilkan pembentukan prosesus nasalis medialis dan lateralis. Diantara pasangan prosesus tersebut akan terbentuk nasal pit yang merupakan lubang hidung primitif. Prosesus maxilaris kanan dan kiri secara bersamaan akan mendekati prosesus nasalis lateral dan medial. Selama dua minggu berikutnya prosesus maxillaris akan terus tumbuh ke arah tengah dan menekan prosesus nasalis medialis ke arah midline. Kedua prosesus ini kemudian akan bersatu dan membentuk bibir atas. Prosesus nasalis lateralis tidak berperan dalam pembentukan bibir atas tetapi berkembang terus membentuk ala nasi.4Kegagalan fusi sebagian atau seluruh prosesus maxillaris dengan prosesus nasalis medialis dapat menyebabkan celah pada bibir dan alveolus baik unilateral maupun bilateral.4

Gambar 2. A, Embrio 7 bulan. B, Embrio 10 bulan. Tonjol maksila berangsur-angsur bergabung dengan lipatan nasal dan alur terisi dengan mesenkim. C, gambaran embrio 7 minggu dengan Scanning electron micrograph.4

2.1.3 Pembentukan Palatum Sekunder Pada minggu keenam terbentuk lempeng palatum / palatal shelves dari prosessus maxillaris. Kemudian pada minggu ketujuh lempeng palatum akan bergerak kearah medial dan horizontal dan berfusi membentuk palatum sekunder. Dibagian anterior, kedua palatal shelves ini akan menyatu dengan palatum primer. Pada daerah penyatuan ini terbentuklah foramen insisivum. Proses penyatuan lempeng palatum dan palatum primer ini terjadi antara minggu ke 7 sampai minggu ke 10. 4 Pada anak perempuan, proses penyatuan ini terjadi satu minggu kemudian. Hal ini yang menyebabkan celah langitan / cleft palate lebih banyak terjadi pada anak perempuan. 4 Celah pada palatum primer terjadi karena kegagalan mesoderm invaginasi ke dalam celah diantara prosesus maxillaris dan prosesus nasalis medialis sehingga proses penggabungan diantara keduanya tidak terjadi. Sedangkan pada celah pada palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palatal shelves berfusi satu sama lain.4

Gambar 3. Gambaran Frontal Embrio Usia 61/2 Minggu-10 Minggu. A) Gambaran frontal embrio usia 61/2 minggu. Palatine shelves berada di posisi vertical pada tiap sisi lidah. B) Gambaran ventral embrio usia 61/2 minggu. C) gambaran Palatine shelves berada di posisi vertical pada tiap sisi lidah dengan Scanning electron micrograph, D) Gambaran ventral embrio usia 61/2 minggu dengan Scanning electron micrograph

Gambar 4. Gambaran frontal kepala embrio usia 71/2 minggu. Lidah sudah bergerak turun dan lempeng langit-langit mencapai posisi horizontal. Gambaran ventral kepala embrio usia 71/2 minggu.4

Gambar 5. A) Gambaran frontal kepala embrio usia 10 minggu. B) Kedua lempeng langit-langit sudah bersatu satu sama lain juga dengan nasal septum. C) gambaran penutupan palatum komplit dengan Scanning electron micrograph42.2 CLEFT LIP AND PALATE2.2.1 DefinisiSuatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta palatum mole dan palatum durum.Kelainan iniadalah suatu ketidaksempurnaan pada penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.8

2.2.2 Prevalensi Celah bibir dan langitan Perbedaan ras, geografis dan etnik mempengaruhi prevalensi celah bibir dan langitan. Diseluruh dunia, celah orofasial terjadi pada 1 tiap 700 kelahiran dan prevalensi celah bibir dengan atau tanpa celah langitan jauh lebih banyak daripada celah langitan terisolasi.8 Prevalensi celah bibir dan langitan paling tinggi pada ras kulit putih dan paling sedikit pada ras kulit hitam. Secara umum angka kejadian celah bibir dengan atau tanpa celah langit-langit 1:750-1000 kelahiran, insidensi pada ras Asia 1:500 kelahiran, ras Caucasian 1: 750 kelahiran, ras African American 1:2000 kelahiran. Variasi celah bibir lebih sering terjadi pada anak laki-laki, sementara celah langit-langit lebih sering pada anak perempuan. Insidensi bibir sumbing di Indonesia belum diketahui. Dengan demikian membutuhkan kerja keras dari berbagai pihak untuk dapat mengetahui secara pasti prevalensi celah bibir dan langitan secara akurat mengingat perbedaan ras, geografis dan etnik yang sangat luas sehingga pengumpulan data disuluruh dunia amat sukar dilakukan. 3

2.2.3 EtiologiEtiologi celah bibir adalah multifaktorial dan etiologi celah bibir belum dapat diketahui secara pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu keenam sampai minggu kesepuluh kehamilan. Penyebab kelainan ini dipengaruhi berbagai faktor, disamping faktor genetik sebagai penyebab celah bibir, juga faktor non genetik yang justeru lebih sering muncul dalam populasi, kemungkinan terjadi satu individu dengan individu lain berbeda.6

2.2.3.1 Faktor genetikFaktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir telah diketahui tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957) mengatakan sejumlah kasus yang telah dilaporkan dari seluruh dunia tendensi keturunan sebagai penyebab kelainan ini diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar genetik terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya mesodermal berproliferasi melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini seharusnya bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada daerah tersebut. Sebagai tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen yang dominan dan resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena :5,6,7 Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak kebalan embrio terhadap terjadinya celah. Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi kongenital yang ganda. Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan anomali kongenital yang lain.

2.2.3.2 Faktor Non-GenetikFaktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab terjadinya celah bibir :5.6,7a. Defisiensi nutrisiNutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab terjadinya celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya celah dengan persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci yang sedang hamil akan menimbulkan efek yang sama.b. Zat kimiaPemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti thalidomide dan phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi steroid.

c. Virus rubellaFrases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.

d. TraumaStrean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya hipothalamus adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sehingga merangsang kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.

e. Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu : Kurang daya perkembangan Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang dapat menganngu foetus Gangguan endokrin Pemberian hormon seks, dan tyroid Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya celah mulut, tetapi intensitas dan waktu terjadinya lebih penting dibandingkan dengan jenis faktor lingkungan yang spesifik.2.2.4 Klasifikasi2.3.4.1 Klasifikasi KernahanKlasifikasi Kernahan berdasarkan pada embriologi yang pakai foramen insisivum sebagai batas yang memisahkan celah pada palatum primer dari palatum sekunder. Palatum primer terdiri dari bibir atas, tulang alveolar dan palatum yang terletak dianterior foramen insisivum. Celah komplit pada palatum primer akan melibatkan semua struktur ini, palatum sekunder terdiri dari palatum keras dan palatum lunak dibelakang foramen insisivum.2,3 Klasifikasi ini menggunakan metode strip Y. klasifikasi ini dikembangkan untuk mengatasi kekurangan klasifikasi verbal dan numeric dan memungkinkan identifikasi kondisi pasien preoperatif secara tepat.2,3

Keterangan a) Area 1 dan 4 menunjukkan sisi kanan dan kiri bibirb) Area 2 dan 5 menunjukkan tulang alveolarc) Area 3 dan 6 menunjukkan daerah palatum di anterior foramen insisivumd) Area 7 dan 8 menunjukkan palatum kerase) Area 9 menunjukkan palatum lunak

Gambar 6. Klasifikasi kernahan. Area yang diarsir hijau merupakam area yang terdapat celah.3

2.2.4.2 Klasifikasi VeauVeau memperkenalkan metode klasifikasi celah wajah menjadi empat katagori yaitu : 2,31. Celah hanya pada jaringan palatum lunak 2. Celah pada jaringan palatum lunak dan keras 3. Celah bibir dan palatum unilateral 4. Celah bibir dan palatum bilateral Klasifikasi ini sangat sederhana dan tetap digunakan sampai saat ini. Namun demikian Veau tidak memasukkan celah bibir atau celah langitan terisolasi dalam klasifikasi ini. 2,3

2.3.5 Manifestasi klinis1. Asupan ASIMasalah asupan ASI merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusui. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus.1,3,5,6 2. Asupan makanan Pada pasien celah bibir dan langitan terjadi hubungan antara rongga mulut dan hidung yang berakibat sukarnya penderita dalam menelan makanan atau minuman dimana penderita bisa tersedak bila tidak menggunakan alat bantu obturator / feeding plate. Akibatnya pasien biasanya memiliki berat badan kurang dari normal. 33. PendengaranPada pasien dengan celah yang melibatkan bagian posterior palatum durum dan palatum molle, otot tensor palatinii dari palatum molle berhubungan dengan tuba eustachius. Lemahnya aktivitas otot ini menyebabkan kurangnya drainase telinga tengah yang kemudian berakibat pada infeksi telinga tengah dan kadang menyebabkan rusaknya gendang telinga.1,3,5,64. Fungsi Bicara Hal ini diakibatkan velopharingeal incompetence. Bagian posterior palatum molle tidak mampu berkontak secara adekuat dengan posterior faring untuk menutup oro naso fasing sehingga suara yang dikeluarkan sengau. Gangguan fungsi bicara diperberat oleh gangguan pendengaran yang juga dialami penderita celah bibir dan langitan. 2,5,65. Kelainan dental Pada pasien cleah bibir dan langitan terdapat beberapa kelainan dental yang mengikutinya, antara lain : 3a. Anodontia partial. . b. Gigi supernumerary c. Gigi kaninus impaksi6. Masalah Psikologis Pasien dengan celah bibir dan langitan memiliki rasa percaya diri rendah dan cenderung menutup diri dari pergaulan. Mereka menghindari berbicara dengan orang lain karena merasa malu suara yang diucapkan sengau dan tidak jelas. Meskipun demikian tidak ada korelasi langsung antara celah bibir dan langitan dengan tingkat IQ dan kesuksesan dalam kehidupan.5,6

2.3.6 Diagnosa 2.3.6.1 Diagnosa prenatalDeteksi prenatal dapat dilakukan dengan beragam teknik. Fetoskopi telah digunakan untuk memberikan gambaran wajah fetus. Akan tetapi teknik ini bersifat invasif dan dapat menimbulkan resiko menginduksi aborsi. Namun demikian, teknik ini mungkin tepat digunakan untuk konfirmasi pada beberapa cacat/kelainan pada kehamilanyang kemungkinanbesar akan diakhiri. Teknik lain seperti ultrasonografi intrauterine, magnetic resonance imaging, deteksi kelainan enzim pada cairan amnion dan transvaginal ultrasonografi keseluruhannya dapat mendeteksi dengan sukses celah bibir dan celah langit-langit secara antenatal. Tetapi, pemeriksaan-pemeriksaan tersebut dibatasi pada biaya, invasifitas dan persetujuan pasien. Ultrasound transabdominal merupakan alat yang paling sering digunakan pada deteksi antenatal celah bibir dan celah langit-langit, yang memberikan keamanan dalam prosedur, ketersediaannya, dan digunakan secara luas pada skrining anatomi antenatal.2Deteksi dini memperkenankan kepada keluarga untuk menyiapkan diri terlebih dahulu terhadap suatu kenyataan bahwa bayi mereka akan memiliki suatu kelainan/cacat. Mereka dapat menemui anggota dari kelompok yang memiliki, celah bibir dan celah langit-langit belajar mengenai pemberian makanan khusus dan memahami apa yang harus diharapkan ketika bayi lahir. Deteksi dini juga memperkenankan kepada ahli bedah untuk bertemu dengan keluarga sebelum kelahiran dan mendiskusikan pilihan perbaikan. Dengan waktu konseling danrencana yang tepat, memungkinkan untuk melaksanakan perbaikan dari celah bibir unilateral pada minggu pertama kehidupan.2

Gambar 7. (A) Ultrasonografi pada fetus dengan cleft bilateral , incomplete pada yang kiri, (B) foto anak yang sama setelah lahir sebelum dioperasi 2

Terdapat beberapa hal yang menarik perhatian dalam pembedahan fetus yang merupakan bentuk potensial dari pengobatan celah bibir dan celah langit-langit. Meskipun persoalan teknik dan etika seputar konsep ini masih belum dapat dipecahkan. Pada pembedahan in utero manipulasi perlu dipertimbangkan, deteksi cacat/kelainan sedini mungkin diterapkan pada masa kehamilan.2

2.3.6.2 Diagnosa postnatalBiasanya, celah (cleft) pada bibir dan palatum segera didiagnosa pada saat kelahiran. Celah dapat terlihat seperti sudut kecil pada bibir atau dapat memanjang dari bibir hingga ke gusi atas dan palatum. Namun tidak jarang, celah hanya terdapat pada otot palatum molle, yang terletak pada bagian belakang mulut dan tertutupi oleh lapisan mulut (mouth's lining) karena letaknya yang tersembunyi, tipe celah ini tidak dapat didiagnosa hingga beberapa waktu.2

2.3.7 Pencegahan Celah Bibir dan Palatum1. Menghindari merokokIbu yang merokok merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial yang terjadi pada populasi negara itu. 2,5,6,7Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan publik dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau. Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus meningkat secara global pada dekade terakhir Diperkirakan bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan mereka. 2,5,6,7

2. Menghindari alkoholPeminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah Amerika Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001), diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial dirumitkan oleh biasa yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol. 2,5,6,7

3. NutrisiNutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang normal dari fetus.a. Asam FolatPeran asupan folat pada ibu dalam kaitannya dengan celah orofasial sulit untuk ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial. Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing. 2,5,6,7

b. Vitamin B-6Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya celah. 2,5,6,7

c. Vitamin AAsupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid dan diet tinggi vitamin A juga dapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa perikonsepsional. 2,5,6,7

4. Modifikasi PekerjaanDari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan, industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa penelitian, namun tidak semua. Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik mengurangi jenis pekerjaan yang terkait. Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor, pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya celah orofasial. 2,5,6,7

5. Suplemen NutrisiBeberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif, namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk mengevaluasi hasilnya.Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan terjadinya celah orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko tinggi pada masa produktifnya. 2,5,6,7

2.3.8 Penatalaksanaan Penanganan kelainan celah bibir dan celah langitan memerlukan penanganan yang multidisiplin karena merupakan masalah yang kompleks, variatif dan memerlukan waktu yang lama serta membutuhkan beberapa ilmu dan tenaga ahli, diantaranya dokter anak, dokter bedah plastik, dokter bedah mulut, pediatric dentists, orthodontist, prosthodontist, ahli THT (otolaryngologist), speech pathologist, geneticist dan psikiater atau psikolog untuk menangani masalah psikologis pasien.3Sebelum melakukan operasi, orangtua diharapkan melakukan konseling. Hal ini untuk membantu mengurangi kecemasan orangtua pasien dan memberikan informasi mengenai operasi yang akan dilakukan dan bagaimana tampilan anak mereka setelah dilakukan operasi. Konseling juga dilakukan bagi si anak agar saat bertambah besar mereka tidak terganggu secara psikologis. 3Anak yang memiliki celah bibir dan atau celah langit-langit memiliki masalah dalam proses makan karena itu dibutuhkan metode agar anak tetap mendapat asupan gizi. Pemberian makan pada anak dengan celah langit-langit lebih sulit dibanding anak dengan celah bibir karena pada celah langit-langit, anak cenderung mengalami kesulitan menghisap atau menelan. Untuk mengatasinya, dapat digunakan dot khusus dengan nipple yang kecil agar aliran air susu bisa kontinu dan terkontrol. Berbeda dengan penderita celah bibir saja yang masih bisa diberi susu dengan botol atau dot biasa. 3Beberapa praktisi merekomendasikan penggunaan obturator (plastic plate) untuk menutup celah selama anak sedang makan. Plate ini membutuhkan modifikasi agar selalu pas atau fit sejalan dengan perkembangan pertumbuhan langitan anak. Namun pada beberapa kasus celah langitan, bayi bisa diberi asupan makan tanpa menggunakan obturator yaitu bila orangtua bisa mengikuti instruksi pemberian makan yang benar. Posisi pemberian air susu kepada anak diperhatikan, posisi untuk anak yang menderita celah bibir dengan langit-langit atau celah langit-langit saja diusahakan lebih tegak (upright position) agar tidak mudah tersedak. Orangtua dapat menggendong bayinya pada 35-45 terhadap lantai. Dengan memberikan informasi dan pelatihan, bayi bisa diberi makan dengan menggunakan preemie nipple yaitu nipple yang sifatnya lebih lembut dan mudah disesuaikan dengan cleft atau dengan menggunakan nipple khusus seperti Mead-Johnson cross cut nipple dimana aliran susu dapat disesuaikan. Dapat juga merekomendasikan jenis dot khusus untuk anak dengan celah yaitu dot yang memiliki nipple yang panjang atau bersayap dimana susu yang keluar bisa langsung menuju ke faring. 3Perbaikan secara bedah melibatkan beberapa prosedur primer dan sekunder. Prosedur pembedahan dan waktu pelaksanaannya bervariasi, tergantung dari tingkat keparahan defeknya dan keputusan dari dokter bedahnya. 3Waktu yang tepat untuk dilakukan operasi perbaikan masih diperdebatkan. Namun biasanya dokter bedah memilih waktu antara 24 jam sampai 12 bulan setelah kelahiran, ada juga beberapa dokter bedah yang menunda sampai beberapa bulan untuk menunggu bayi lebih besar dan lebih kuat. Jika tidak ada kontraindikasi medis, bisa diikuti rule of ten, yaitu dapat dilakukan operasi bila pasien berusia 10 minggu, berat badan 10 pon dan hemoglobin setidaknya 10 g/dl. Namun jika terdapat kondisi medis yang membahayakan kesehatan bayi, operasi ditunda sampai resiko medis minimal. 3Penutupan bibir awal (primary lip adhesion) dilakukan selama beberapa bulan pertama lalu dilanjutkan dengan perbaikan langitan. Tujuan dari penutupan bibir awal ini adalah untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik, mengurangi insiden penyakit saluran pernafasan dan untuk mengizinkan perbaikan definitif tanpa halangan berupa jaringan scar yang berlebihan. Prostetik dan orthopedic appliances dapat digunakan untuk mencetak atau memperluas segmen maksila sebelum penutupan defek langitan. Selanjutnya, autogenus bone graft dapat ditempatkan pada daerah defek tulang alveolar. 3Prosedur perbaikan sekunder jaringan lunak dan prosedur ortognatik dapat dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan tampilan estetik. Teknik yang digunakan dalam penutupan celah bibir yang baik, selain berorientasi pada kesimetrisan dan patokan anatomi bibir juga memperhitungkan koreksi kelainan yang sering dijumpai bersamaan, misalnya hidung, baik pada saat yang bersamaan dengan labioplasty maupun pada kesempatan yang telah direncanakan kemudian hal ini untuk mempersiapkan jaringan dan menghindari parut atau scar yang berlebihan. Prosedur yang mungkin dilakukan antara lain seperti perbaikan konfigurasi anatomi bibir, hidung, langitan durum, langitan molle dan alveolus. Penggunaan alat ortodontik juga dapat dilakukan untuk mendapatkan susunan gigi geligi yang baik didalam lengkung rahang dan memiliki hubungan fungsional yang baik pula. 3

USIATINDAKAN

0 1 mingguPemberian nutrisi dengan kepala miring (posisi 45)

1 2 mingguPasang obturator untuk menutup celah pada langitan,

agar dapat menghisap susu atau memakai dot lubang

kearah bawah untuk mencegah aspirasi (dot khusus)

10 mingguLabioplasty dengan memenuhi Rules of Ten:

a.Umur 10 minggu

b.Berat 10 pons

c.Hb > 10gr %

1,5 2 tahunPalatoplasty karena bayi mulai bicara

2 4 tahunSpeech therapy

4 6 tahunVelopharyngoplasty, untuk mengembalikan fungsi

katup yang dibentuk m.tensor veli palatini & m.levator

veli palatini, untuk bicara konsonan, latihan dengan

cara meniup.

6 8 tahunOrtodonsi (pengaturan lengkung gigi)

8 9 tahunAlveolar bone grafting

9 17 tahunOrtodonsi ulang

17 18 tahunCek kesimetrisan mandibula dan maksila

2.3.8.1 Labioplasty Operasi labioplasty dilakukan pada usia kurang lebih 3 bulan dan mengikuti ketentuan rule of tens yaitu 2,3 1. Berat bayi minimal 10 pounds 2. Hemoglobin lebih atau sama dengan 10 gr/dl dan 3. lekosit maksimal 10.000 /dl. Tujuan utama labioplasty adalah menciptakan bibir dan hidung yang seimbang dan simetris dengan jaringan parut minimal dan menciptakan bibir yang berfungsi baik dengan mengurangi pengaruh operasi terhadap pertumbuhan dan perkembangan lengkung maksila. 2,3Untuk tujuan tersebut maka setiap elemen celah bibir dan hidung harus dibentuk seanatomis mungkin (kartilago, kulit, otot dan mukosa nasal) dengan memperhatikan pengambilan jaringan minimal untuk mencegah kurangnya volume bibir dan hidung. Penanganan tepi insisi yang baik juga harus dilakukan untuk mengurangi jaringan parut pasca operasi. 2,3

Gambar 8. triangular cleft lip repair. A) menandai daerah yang akan di triangular cleft lip repair. B) penampakan selama operasi triangular repair. C) perbaikan komplit. 2

2.3.8.2 Palatoplasty Tujuan palatoplasty adalah memisahkan rongga mulut dan rongga hidung, membentuk katup velofaringeal yang kedap air dan kedap udara dan memperoleh tumbuh kembang maksilofasial yang mendekati normal. Tantangan daripada palatoplasty dewasa ini bukanlah hanya bagaimana menutup defek celah langit-langit namun juga bagaimana didapatkan fungsi bicara yang optimal tanpa mengganggu pertumbuhan maksilofasial. 2,3Waktu yang paling tepat untuk dilakukannya palatoplasty masih tetap menjadi kontroversi. Sebagian ahli bedah mendukung waktu palatoplasty sebelum usia 12 bulan karena lebih menguntungkan perkembangan bicara pasien sebab proses belajar bicara dimulai pada usia 12 bulan. 2,3Penundaan palatoplasty lebih menguntungkan untuk perkembangan maksilofasial namun lebih merugikan untuk perkembangan bicara pasien. Waktu yang paling optimal untuk palatoplasty sampai sejauh ini secara ilmiah belum terbukti namun sebagian besar ahli bedah sepakat bahwa palatoplasty harus dilakukan sebelum usia 2 tahun. 2,3Terdapat berbagai jenis teknik palatoplaty namun yang paling sering dipakai adalah teknik von langenbeck dan V-Y push back (Veau- Wardill-Kilner). Kedua teknik ini memiliki kelebihan dan kekurangan

Von langenbeck Palatoplasty Teknik von langenbeck menggunakan mukoperiosteal flap bipedikel pada palatum durum dan palatum molle untuk menutup defek celah langit-langit. Basis anterior dan posterior bipedikel flap didekatkan kearah medial untuk menutup celah langit-langit. 2,3 Keuntungan : Teknik mudah dikerjakan Waktu operasi cepat Kekurangan : Tidak mampu memanjangkan palatum ke posterior sehingga kemungkinan terjadinya velopharingeal incompetence lebih tinggi. Fungsi bicara tidak optimal

Gambar 9. A) marking desain flap B) Bipedikel mucoperiosteal flap dielevasi dari lateral relaxing incision ke margin celah langit-langit dilanjutkan dengan penutupan lapisan mucoperiosteum nasal. flap mucoperiosteum rongga mulut komplit. 2V-Y Pushback ( Veau- Wardill Kilner) palatoplasty

Gambar 10. A) penentuan marking insisi. B) mukoperiosteal flap oral dielevasi dengan mempertahankan neurovascular bundle palatinus mayus pada kedua sisi dilanjutkan retroposisi dan repair m. levator velli palatine setelah penutupan mukoperiosteal nasal. C) penjahitan mukoperiousteum oral. 2

Keuntungan : 2,31. Memperpanjang palatum ke posterior 2. Meningkatkan fungsi bicara sebagai akibat palatum yang bisa diperpanjang lebih ke posterior

Kekurangan : 2,31. Kemungkinan timbul fistula pada daerah antara palatum durum dan palatum molle karena mukoperiosteum yang tipis didaerah tersebut. 2. Meninggalkan tulang terbuka / denuded bone yang lebar pada tepi lateral celah langit-langit. Daerah ini kemudian membentuk jaringan parut yang berperan pada konstriksi lengkung maksila. 3. Waktu operasi lebih lama

2.3.8.3 Penilaian fungsi bicara dan pendengaran Pendengaran dan fungsi bicara dievaluasi sejak lahir. Peran orang tua dalam memperhatikan perkembangan anak sangat penting sebagai masukan untuk penilaian obyektif kondisi anak oleh dokter anak atau dokter spesialis THT. Mulai usia 18 bulan yaitu tepat setelah operasi palatoplasty, fungsi pendengaran dan bicara anak dievaluasi secara berkala oleh dokter THT. Dalam perkembangannya ahli terapi wicara /speech therapy akan berperan dalam mendiagnosa dan memberikan perawatan jangka panjang agar anak dapat berbicara secara normal. Penilaian dari ahli terapi wicara ini juga menentukan apakah terjadi velopharygeal incompetence pada seorang anak dan apakah anak tersebut membutuhkan operasi lanjutan atau tidak.

2.3.8.4 Perawatan Orthodonsia Pasien dengan celah bibir dan langitan dapat dipastikan mengalami malposisi dan malrelasi gigi geligi. Beberapa pasien memiliki supernumerary teeth, anodonsia parsial dan lengkung maksila yang sempit. Perawatan orthodonsia mutlak diperlukan untuk mengatasi masalah ini. Perawatan orthodonsia diperlukan untuk dua hal yaitu yang pertama untuk mempersiapkan ruangan untuk alveolar bone grafting agar gigi caninus memiliki tempat yang cukup untuk erupsi dan tujuan kedua adalah untuk melakukan perawatan jangka panjang agar mendapatkan oklusi yang baik. Evaluasi lanjutan dari orthodontis dapat menjadi masukan apakah pasien memerlukan operasi lanjutan seperti distraksi osteogenesis, atau bedah orthognatik untuk mencapai hasil optimal atau tidak. 2,3 2.3.8.5 Alveolar Bone grafting Tujuan alveolar bone grafting adalah mempersiapkan ruangan untuk erupsi gigi caninus, untuk mendukung basis ala nasi dan juga bisa untuk menutup fistula di palatal. Biasanya dilakukan pada usia 9 atau 10 tahun yaitu pada saat akar gigi caninus maksila telah terbentuk 2/3 panjang normal. Bone graft diambil dari iliac crest dengan metode windowing. Sebelum dilakukan alveolar bone grafting, gigi susu atau gigi lain yang memiliki prognosis buruk diekstraksi mengingat itu dapat menjadi lokus minores resistensiae yang dapat menggagalkan keberhasilan alveolar bonegrafting. 2,3

2.3.9 Komplikasia. Obstruksi jalan nafas Pascabedah obstruksi jalan napas adalah komplikasi yang paling penting dalam periode pasca-operasi langsung. Situasi ini biasanya hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring sementara pasien tetap dibius dari anestasi. Intraoperative penempatan lidah tarikan jahitan membantu dalam pengelolaann situasi ini. Obstruksi jalan napas juga dapat menjadi masalah berkepanjangan karena perubahan pada saluran napas dinamika, terutama pada anak-anak dengan rahang kecil. 2,3b. Pendarahan Selama pembedahan perdarahan adalah komplikasi yang sering terjadi pada langit-langit karena terdapat banyak pembuluh darahnya. Ini dapat berbahaya pada bayi karena kekurangan volume darah. Sebelum pembedahan penilaian tingkat haemoglobin dan platelet adalah penting. 2,3c. PeradanganKomplikasi yang lain dapat terjadi antara lain adalah peradangan, injuri terhadap saraf, pembengkakan dan fistula. Odem setelah operasi adalah normal dan fisilogis. Kemungkinan perangan dapat diminimalisasi dengan terapi antibiotik, teknik pembedahan yang baik, dan memperhatikan syarat-syarat asepsis. 2,3

2.3.10 Prognosis

Kelainan celah bibir dan palatum merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak dengan celah bibir dan palatum yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak celah bibir dan palatum.

DAFTAR PUSTAKA

1. K. J. Lee. Essential otolaryngonolgy. Head and Neck Surgery, 9th edition, Mc Graw Hill 2008: 293-303.

2. Anil K. Lalwani. Current diagnosis & treatment in otolaryngology. Head & Neck Surgery. New York: A Lange Medical book 2010: 323-38.

3. Balaji SM. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier 2007: 493-514.

4. Langman J. Medical embryology. 8th ed. Baltimore: The Williams & Wilkins Company

5. Marie M. Pediatric Cleft Lip and Palate Treatment and Management. Medscape reference 2009

6. Marie M. Pediatric Cleft Lip and Palate. Medscape reference 2009

7. Shahrokh C. Bagheri, Chris Jo. Cleft lip and palate. Clinical Review of Oral and maxillofacial Surgery. Amerika: Mosby Elsevier 2008: 336-431

8. Scwartzs. Manual of surgery. 8th ed. McGraw Hill.