referat deviasi septum
DESCRIPTION
ccTRANSCRIPT
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
BAB I
PENDAHULUAN
FK UPH - SHLV1
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
BAB II
PEMBAHASAN
A.DEFINISI
Deviasi septum merupakan salah satu kelainan septum yang
sering ditemukan. Bentuk septum normal adalah lurus di tengah
rongga hidung tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak
lurus sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan
mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat, menyebabkan
pemnyempitan pada satu sisi hidung. Dengan demikian dapat
mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi.
B.EPIDEMIOLOGI
Deviasi septum banyak ditemukan pada orang kulit putih dan
pada ras lain jarang. Pada laki-laki lebih banyak daripada wanita, dan
biasanya manifestasi klinis lebih banyak timbul di usia dewasa
daripada anak-anak.
Obstruksi nasal adalah masalah yang sering dijumpai. Pada
tahun 1974, Vainio-Mattila menemukan 33% insiden dari obstruksi
jalan nafas hidung antara sample dewasa acak. Deviasi septum
ditemukan lebih sering ditemukan berupa malformasi structural yang
menyebabkan obstruksi hidung. Pada klinis ditemukannya 26% untuk
kasus deviasi septum. Diperkirakan 80% dari septum terletak
menyimpang dari garis tengah dan hal ini sering tidak diperhatikan.
Septum deviasi terjadi jika septum bergeser sangat jauh dari garis
tengah.
FK UPH - SHLV2
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
C.ETIOLOGI
Penyebab yang paling sering adalah trauma. Trauma dapat
terjadi sesudah lahir, pada saat partus atau bahkan pada masa janin
intrauterine. Pada sebagian pasien, tidak didapatkan riwayat trauma
sehingga Gray (1972) menerangkannya dengan teori birth Moulding.
Posisi intrauterine yang abnormal dapat menyebabkan tekanan pada
hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi pergeseran septum.
Demikian pula tekanan torsi pada hidung data kelahiran (partus) dapat
menambah trauma pada septum.
Factor resiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan.
Setelah lahir, resiko teebesar adalah dari olahraga, misalnya olahraga
kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak menggunakan helm
atau sabuk pengaman ketika berkendara.
Penyebab lainnya adalah ketidak-seimbangan pertumbuhan.
Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan
inferior telah menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi pada
septum nasi tersebut.
D.KLASIFIKASI DEFORMITAS
Terdapat beberapa jnis klasifikasi oleh beberapa ahli. Deviasi septum
menurut Mladina dibagi atas beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi,
yaitu :
1. Tipe I : benjolan unilateral yang belum menggunakan aliran udara.
2. Tipe II : benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara,
namun masih belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.
3. Tipe III : deviasi pada konka media (area osteomeatal dan meatus
media)
FK UPH - SHLV3
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
4. Tipe IV : “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi
lainnya)
5. Tipe V : tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara
di sisi lain masih normal.
6. Tipe VI : tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral,
sehingga menunjukkan rongga yang asimetri.
7. Tipee VII: kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.
FK UPH - SHLV4
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
Bentuk deformitas septum berdasarkan lokasinya adalah :
1) Deviasi, biasanya berbentuk huruf C atau S yang dapat terjadi pada
bidang horizontal atau vertical dan biasanya mengenai kartilago maupun
tulang.
2) Dislokasi, yaitu batas bawah kartilago septum keluar dari krista maksila
dan masuk ke dalam rongga hidung.
3) Spinda & krista, yaitu penonjolan tulang atau tulang rawan septum
yang dapat terjadi pada pertemuan vomer dibawah dengan kartilago
septum dan atau os ethmoid diatasnya. Bila memanjang dari depan ke
belakang disebut krista, dan bila sangat runcing dan pipih disebut spina.
Tipe deformitas ini biasanya merupakan hasil dari kekuatan kompresi
vertical.
FK UPH - SHLV5
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
4) Sinekia, yairu bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat
dengan konka dihadapannya. Bentuk ini akan menambah beratnya
obstruksi.
Jin RH membagi deviasi septum berdasarkan berat atau ringannya keluhan :
1) Ringan
Deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada bagian
septum yang menyentuh dinding lateral hidung.
2) Sedang
Deviasi kurang dari setengah rongga hidung tetapi ada sedikit
bagian septum yang mneyentuh dinding lateral hidung.
3) Berat
Deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral
hidung.
Jin RH juga mengklasifikasi deviasi septum menjadi 4, yaitu :
1) Devias local termasuk spina, krista dan dislokasi bagian kaudal
2) Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang terlokalisir
3) Lengkungan deviasi dengan deviasi local
4) Lengkungan deviasi yang berhubungan dengan deviasi hidung
luar.
FK UPH - SHLV6
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
E. GAMBARAN KLINIS
Keluhan yang paling sering pada deviasi septum adalah
sumbatan hidung. Sumbatan dapat unilateral, dapat pula bilateral,
sebab pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada sisi
sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi, sebagai akibat mekanisme
kompensasi.
Keluhan lainnya adalah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata.
Selain dari itu penciuman dapat pula terganggu, apabila terdapat
deviasi pada bagian atas septum.
Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga
merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis.
F. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui
inspeksi langsung pada batang hidungnya. Dari pemeriksaan
rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum kea rah
FK UPH - SHLV7
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi ringan hasil
pemeriksaan bias normal.
Penting untuk pertama kali melihat vestibulum nasi tanpa
speculum, karena ujung speculum dapat menutupi deviasi
bagian kaudal. Pemeriksaan seksama juga dilakukan terhadap
dinding lateral hidung untuk menentukan besarnya konka.
Pyramid hidung, palatum, dan gigi juga diperiksa karena
struktur-struktur ini sering terjadi gangguan yang berhubungan
dengan deformitas septum.
Pemeriksaan Penunjang
Diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan
diagnosisnya. Pada pemeriksaan x-ray kepala posisi antero-
posterior tampak septum nasi yang bengkok. Pemeriksaan
nasoendoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk menilai
deviasi septum bagian posterior atau untuk melihat robekan
mukosa. Bila dicurigai terdapat komplikasi sinus paranasal,
dilakukan pemeriksaan x-ray sinus paranasal.
G.PENATALAKSANAAN
Bila gejala tidak ada atau keluhan sanagt ringan, tidak perlu
dilakukan tindakan koreksi septum. Ada 2 jenis tindakan operatif yang
dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan yang nyata yaitu reseksi
submukosa dan septoplasti.
1) Reseksi submukosa (Submucous Septum Resection SMR)
Pada operasi ini mukosa perikondrium dan mukoperiostium
kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian
tulang atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga
muko-perikondrium dan muko-periostium sisi kiri dan kanan akan
langsung bertemu di garis tengah.
Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi seperti
FK UPH - SHLV8
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
terjadinya hidung pelana (saddle nosa) akinat turunnya puncak
hidung, oleh larena bagian atas tulang rawan septum terlalu banyak
diangkat.
2) Septoplasti atau Reposisi Septum
Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok di reposisi. Hanya
bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi
ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi
reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung
pelana.
H.KOMPLIKASI
Deviasi septum dapat menyumbat ostium nasi, sehingga
merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi
septum juga menyebabkan ruang hidung sempit, yang dapat
membentuk polip. Sedangkan komplikasi post-operasi, diantaranya :
Uncontrolled Bleeding
Hal ini biasanya terjadi akibat insisi pada hidung atau beral dari
perdarahan pada membrane mukosa.
Septal Hematoma
Terjadi sebagai akibat trauma saat operasi sehingga
menyebabkan pembuluh darah submukosa pecah dan terjadilah
pengumpulan darah. Hal ini umumnya terjadi segera setelah
operasi dilakukan.
Nasal Septal Perforation
Terjadi apabila terbentuk rongga yang menghubungkan antara
kedua sisi hidung. Hal ini terjadi karena trauma dan perdarahan
pada kedua sisi membrane di hidung selama operasi.
Saddle Deformity
FK UPH - SHLV9
VIRZA CH LATUCONSINA07120090054
Terjadi apabila kartilago septum terlalu banyak diangkat dari
dalam hidung.
Recurrence of The Deviation
Biaanya terjadi pada pasien yang memiliki deviasi septum yang
berat yang sulit untuk dilakukan perbaikan.
I. PROGNOSIS
Deviasi septum adalah suatu keadaan dimana terjadi peralihan
posisi dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis media
tubuh. Prognosis pada pasien deviasi septum setelah menjalani operasi
cukup baik dan pasien dalam 10-20 hari dapat melakukan aktivitas
sebagaimana biasanya. Hanya saja pasien harus memperhatikan
perawatan setelah operasi dilakukan. Termasuk juga pasien harus
menghindari trauma pada daerah hidung. 22
FK UPH - SHLV10