referat fraktur

20
BAB I PENDAHULUAN Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai dipusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Salah satu masalah muskuloskeletal yang sering dijumpai adalah fraktur (Novelandi, 2011). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Jong, 2005). Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga (Novelandi, 2011). 1

Upload: mebooy

Post on 16-Jan-2016

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fraktur

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Fraktur

BAB I

PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak

dijumpai dipusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO

telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan

Persendian. Salah satu masalah muskuloskeletal yang sering dijumpai adalah

fraktur (Novelandi, 2011). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang

utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang

berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung

(Jong, 2005).

Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas.

Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga

menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar

korbannya adalah remaja atau dewasa muda. Dengan makin pesatnya kemajuan

lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan,

jumlah pemakai jasa angkutan, bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan

kendaraan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.

Sementara trauma – trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh

dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olah raga (Novelandi, 2011).

Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur

dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka

yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua,

wanita lebih sering mengalami fraktur daripada laki- laki yang berhubungan dengan

meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada

monopouse (Reeves, Roux, Lockhart, 2001).

1

Page 2: Referat Fraktur

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang

Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada

tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan melindungi

organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka

penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang

menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk

menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut

adalah gambar anatomi tulang manusia :

Gambar 1: Anatomi tulang

Tulang terdiri dari sel dan matriks organik ekstrasel yang dihasilkan oleh sel.

Sel-sel tulang yang menghasilkan matriks organik dikenal sebagai osteoblas (sel

2

Page 3: Referat Fraktur

pembentuk tulang). Matriks organik terdiri dari serat kolagen dalam suatu gel

setengah padat. Matriks ini ini memiliki konsistensi seperti karet dan berperan

menentukan tensile tulang. Tulang menjadi keras karena pengendapan kristal kalsium

fosfat di dalam matriks. Kristal inorganik ini memberi tulang kekuatan kompresi

(kemampuan tulang mempertahankan bentuk ketika diperas atau ditekan).

Penambahan ketebalan tulang dicapai melalui penambahan tulang baru diatas

permukaan luar tulang yang sudah ada. Pertumbuhan ini dihasilkan oleh osteoblas di

dalam periosteum, suatu selubung jaringan ikat yang menutupi bagian luar tulang.

Sewaktu osteoblas aktif mengendapkan tulang baru di permukaan ekternal, sel lain di

dalam tulang, osteoklas (penghancur tulang), melarutkan jaringan tulang di

permukaan dalam dekat rongga sumsum. Dengan cara ini rongga sumsum membesar

untuk mengimbangi bertambahnya lingkar batang tulang.

Pertambahan penjang tulang panjang dicapai melalui aktivitas sel-sel tulang

rawan, atau kondrosit, di lempeng epifisis. Selama pertumbuhan sel-sel tulang rawan

di tepi luar lempeng epifisis membelah dan memperbanyak diri, secara temporer

memperlebar lempeng epifisis. Seiring dengan terbentuknya kondrosit-kondrosit baru

ditepi epifisis, sel-sel tulang rawan yang sudah tua ke arah batas diafisis membersar.

Kombinasi proliferasi sel tulang rawan baru dan hipertrofi kondrosit matang secara

temprorer memperlebar lempeng epifisis. Penebalan sisipan lempeng tulan rawan ini

mendorong epifisis tulang menjauh dari diafisis (Sherwood, 2012).

II. 2 Definisi Fraktur

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan

fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,

baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Jong, 2005).

II. 3 Etiologi Fraktur

Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu:

1.Cidera atau benturan

2.Fraktur patologik

3

Page 4: Referat Fraktur

Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemah

oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.

3.Fraktur beban

Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru saja

menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam angkatan

bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

II. 4 Klasifikasi Fraktur

Fraktur dibagai menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang

dengan dunia luar, antara lain:

a. Fraktur tertutup (closed)

Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh)

tanpa komplikasi.

b. Fraktur terbuka (open/compound fraktur)

Dikatakan terbuka bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang

memungkinkan / potensial untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat

masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka

(Jong, 2010):

Derajat Luka Fraktur

I Laserasi < 1cm,

kerusakan jaringan

tidak berarti, dan

relatif bersih.

Sederhana, dislokasi

fragmen minimal.

II Laserasi > 1cm, tidak

ada kerusakan jaringan

yang hebat atau avulsi,

dan ada kontaminasi.

Dislokasi fragmen

jelas.

III Luka lebar dan rusak Komunitif, segmental,

4

Page 5: Referat Fraktur

hebat, atau hilangnya

jaringan disekitarnya,

dan kontaminasi hebat.

fragmen tulang ada

yang hilang.

Tabel 1: Derajat fraktur terbuka

Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)

Dikatakan lengkap bila garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua korteks tulang.

b. Patah tulang tidak lengkap ( Incomplete fraktur )

Bila garis patahan tidak melalui seluruh penampang tulang, atau antara

patahan tulang masih ada hubungan sebagian, seperti:

Hairline fracture

Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu

korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.

Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya (Mansjoer, 2000).

Gambar 2: Klasifikasi fraktur

Menurut bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma ada 5

yaitu:

a. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap

sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga.

5

Page 6: Referat Fraktur

b. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan

oleh trauma rotasi.

c. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung

d. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang

mendorong tulang kearah permukaan lain.

e. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi

otot pada insersinya pada tulang (Mansjoer, 2000).

Gambar 3: Klasifikasi fraktur

Menurut jumlah garis patahan ada 3 antara lain:

a. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling

berhubungan.

b. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

berhubungan.

c. Fraktur Multiple : fraktur diman garis patah lebih dari satu tapi tidak

pada tulang yang sama (Mansjoer, 2000).

II. 5 Patofisiologi Fraktur

Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan seseorang mempunyai

6

Page 7: Referat Fraktur

keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan berat badan. Fraktur yang terjadi dapat

berupa fraktur tertutup ataupun fraktur terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai

kerusakan jaringan lunak disekitarnya sedangkan fraktur terbuka biasanya disertai

kerusakan jarigan lunak seperti otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah. Tekanan

yang kuat atau berlebihan dapat mengakibatkan fraktur terbuka karena dapat

menyebabkan fragmen tulang keluar menembus kulit sehingga akan menjadikan luka

terbuka dan akan menyebabkan peradangan dan memungkinkan untuk terjadinya

infeksi. Keluarnya darah dari luka terbuka dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.

Tertariknya segmen tulang disebabkan karena adanya kejang otot pada daerah fraktur

menyebabkan disposisi pada tulang, sebab tulang berada pada posisi yang kaku.

II. 6 Manifestasi Klinis Fraktur

Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak

dibagian tulang yang patah, deformitas, nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi

muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan

neurovaskular tulang. Apabila gejala klasik itu ada, secara klinis diagnosis fraktur

dapat ditegakan walaupun jenis konfigurasi fraktur belum dapat ditentukan ( Jong,

2010).

II. 7 Diagnosis Fraktur

Anamnesis

Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi

kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat

cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang

dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi / Lookb. Deformitas: terdiri dari penonjolan yang abnormal, misalnya angulasi, rotasi, dan

pemendekanc. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (Tenderness, Krepitasi)

Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi

7

Page 8: Referat Fraktur

Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler (Capillary refill test) sensasi

d. Gerakan / Moving Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang

berdekatan dengan lokasi fraktur (Mansjoer, 2000).

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.

Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari :1. 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral 2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur 3. Memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan

yang tidak terkena cedera (pada anak) ; dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan (Handaya, 2011).

II. 8 Penatalaksanaan Fraktur

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk

melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing),

dan sirkulasi (circulating), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak

ada masalah lagi, baru lakukan amnesis dan pemeriksaan fisik secara terperinci.

Waktu terjadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama

sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam , bila lebih dari 6 jam, komplikasi

infeksi semakin besar. Lakukan amnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat , singkat

dan lengkap. Kemudian, lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk

mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada

jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto (Mansjoer, 2000).

Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke

posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan

patah tulang (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan

sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling.

Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi dan imobilisasi.

Pada fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau tidak akan

menyebabkan kecacatan dikemudian hari, cukup dilakukan dengan proteksi saja,

misal dengan mengenakan mitela (penyangga) atau sling.

Cara kedua ialah imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap diperlukan

8

Page 9: Referat Fraktur

imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pada fraktur

tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting.

Cara ketiga berupa reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan

imobilisasi. Ini dilakukan pada patah tulang dengan dislokasi fragmen yang berarti,

seperti pada patah tulang radius distal.

Cara keempat berupa reposisi dengan traksi terus-menerus selama masa

tertentu, misalnya beberapa minggu, lalu diikuti dengan imobilisasi. Hal ini dilakukan

pada patah tulang yang bila direposisi akan terdislokasi kembali di dalam gips,

biasanya pada fraktur femur.

Cara kelima berupa reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fraksi

luar. Fiksasi fragmen fraktur meggunakan pin baja yang ditusukan pada fragmen

tulang, kemudian pin baja disatukan secara kokoh dengan batang logam diluar kulit.

Alat ini dinamakan fiksator ektsterna.

Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan

fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang kolum femur. Fragmen

direposisi secara non operatif dengan meja traksi; setelah tereposisi, dilakukan

pemasangan prostesis pada kolum femur secara operatif.

Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna.

Cara ini disebut juga dengan open reduction internal fixation (ORIF). Fiksasi interna

yang dipakai biasanya berupa pelat dan sekrup. Keuntungan ORIF adalah tercapainya

9

Page 10: Referat Fraktur

reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pasca operasi tidak perlu

dipasang gips dan mobilisasi segera bisa dilakukan. ORIF biasanya dilakukan pada

fraktur femur, tibia, humerus, dan antebrakia.

Cara kedelapan berupa eksisi fragmen patahan tulang dan menggantinya

dengan prostesis, yang dilakukan pada patah tulang kolum femur. Kaput femur

dibuang secara operatif lalu diganti dengan prostesis. Penggunaan prostesis dipilih

jika fragmen kolum femur tidak dapat disambungkan kembali, biasanya pada orang

lanjut usia.

Khusus untuk fraktur terbuka, perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi,

baik infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan (osteomielitis) ataupun infeksi

umum (bakteremia). Pencegahan harus diberikan sejak awal pasien masuk rumah

sakit, yaitu debrideman yang adekuat dan pemberian antibiotik profilaksis serta

imunisasi tetanus. Untik fraktur terbuka lebih baik diberikan fiksasi eksterna

dibanding fiksasi interna (Jong, 2010).

II. 9 Fase Penyembuhan Fraktur

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu :

10

Page 11: Referat Fraktur

1. Fase hematoma

Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah

11

Page 12: Referat Fraktur

beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.

3. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblast diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.

4. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.

5. Fase remodeling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang. Kalus intermediat berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum (Handaya, 2011).

II. 10 Komplikasi Fraktur

Komplikasi patah tulang dibagi menjadi:

Komplikasi segera, terjadi pada saat terjadinya patah tulang atau segera setelahnyaLokal

Kulit dan otot: berbagai vulnus (aberasi, laserasi, sayatan), kontusio, avusi Vaskular: terputus, kontusio, perdarahn Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa (pada fraktur kosta), buli-buli

(pada fraktur pelvis) Neurologis: otak, medula spinalis, kerusakan saraf perifer Umum: trauma multiple, syok

Komplikasi dini, terjadi dalam beberapa hari setelah kejadianLokal

Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi sendi, osteomielitis

Umum ARDS, emboli paru, tetanus

12

Page 13: Referat Fraktur

Komplikasi lama, terjadi lama setelah patah tulangLokal

Tulang: malunion, nonunion, delayed union oesteomielitis, gangguan pertumbuhan, patah tulang rekuren

Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pasca trauma Miositis osifikasi Distrofi refleks Kerusakan saraf

Umum Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan hiperkalsemia) Neurosis pasca trauma (Jong, 2010).

13

Page 14: Referat Fraktur

BAB III

KESIMPULAN

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan

fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,

baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Selain itu dapat juga

disebabkan oleh fraktur patologi dan fraktur beban. Fraktur dapat dibedakan

berdasarkan ada atau tidaknya hubungan fraktur dengan dunia luar, berdasarkan garis

patahan, dan jumlah dari garis patahan tersebut. Dari gejala klasik berupa adanya

riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak dibagian tulang yang patah, deformitas, nyeri

tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas

tulang, dan gangguan neurovaskular tulang, secara klinis diagnosis fraktur dapat

ditegakan walaupun jenis konfigurasi fraktur belum dapat ditentukan. Adapun prinsip

menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula

(reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang

(imobilisasi).

14