referat hemoptisis copy

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, berasal dari saluran nafas di bawah pita suara. Sinonim batuk darah ialah hemoptoe atau hemoptisis. 4 Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit yang mendasari sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan yang seksama. 5 Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang paling sering terjadi diantara bentuk-bentuk klinis lainnya. Tingkat kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh 3 faktor : a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran pernapasan. Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada jumlah perdarahan yang terjadi, akan tetapi ditentukan oleh reflek batuk yang berkurang atau terjadinya efek psikis dimana pasien takut dengan perdarahan yang terjadi. b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat menimbulkan renjatan hipovolemik (hypovolemic shock). Bila perdarahan yang terjadi cukup banyak, maka hemoptisis tersebut digolongkan ke dalam hemoptisis masif walaupun terdapat beberapa kriteria, antara lain: 1

Upload: silvestri-purba

Post on 30-Jan-2016

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

HEMOPTISIS

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Hemoptisis Copy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah, berasal

dari saluran nafas di bawah pita suara. Sinonim batuk darah ialah hemoptoe atau

hemoptisis.4 Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit

yang mendasari sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan yang

seksama.5

Hemoptisis merupakan salah satu bentuk kegawatan paru yang paling

sering terjadi diantara bentuk-bentuk klinis lainnya. Tingkat kegawatan dari

hemoptisis ditentukan oleh 3 faktor :

a. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah di dalam saluran

pernapasan. Terjadinya asfiksia ini tidak tergantung pada jumlah perdarahan

yang terjadi, akan tetapi ditentukan oleh reflek batuk yang berkurang atau

terjadinya efek psikis dimana pasien takut dengan perdarahan yang terjadi.

b. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptisis dapat

menimbulkan renjatan hipovolemik (hypovolemic shock). Bila perdarahan yang

terjadi cukup banyak, maka hemoptisis tersebut digolongkan ke dalam

hemoptisis masif walaupun terdapat beberapa kriteria, antara lain:

1) Kriteria Yeoh (1965) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila

jumlah perdarahan yang terjadi adalah sebesar 200 cc/24 jam.

2) Kriteria Sdeo (1976) menetapkan bahwa hemoptisis masif terjadi apabila

jumlah perdarahan yang terjadi lebih dari 600 cc/24 jam.

c. Adanya pneumonia aspirasi, yaitu suatu infeksi yang terjadi beberapa jam atau

beberapa hari setelah perdarahan. Keadaan ini merupakan keadaan yang gawat,

oleh karena baik bagian jalan napas maupun bagian fungsional paru tidak dapat

berfungsi sebagaimana mestinya akibat terjadinya obstruksi total.6

2.2 Etiologi

Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :4

1

Page 2: Referat Hemoptisis Copy

1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh

karena jamur dan sebagainya.

2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.

3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.

4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).

5. Benda asing di saluran pernapasan.

6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.

Penyebab batuk darah menurut penyelidikan Osler A. Abbott7:

Penyakit

Presentase

Pasien

Hemoptisis

Penyakit

Presentase

Pasien

Hemoptisis

Karsinoma

bronkogenik56,0 Empiema 24,5

Abses paru 49,2Metastasis

Karsinoma24,0

Infark pulmonal 44,0

Bronkiektasis 43,5Tumor

Mediastinum20,0

Tuberkulosis 36,5 17,5

Krista kongenital 25,8Obstruksi

Esofagus9,0

Etiologi lain hemoptisis adalah sebagai berikut :7,8

1. Batuk darah idiopatik

Batuk darah idiopatik adalah batuk darah yang tidak diketahui

penyebabnya, dengan insiden 0,5 sampai 58% . dimana perbandingan

antara pria dan wanita adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun

kebanyakan 40-60 tahun dan berhenti spontan dengan suportif terapi.

2. Batuk darah sekunder

Batuk darah sekunder adalah batuk darah yang diketahui penyebabnya.

2

Page 3: Referat Hemoptisis Copy

a. Peradangan, ditandai vaskularisasi arteri bronkiale > 4% (normal1%)

1) TB : batuk sedikit-sedikit, masif perdarahannya dan bergumpal.

2) Bronkiektasis : bercampur purulen.

3) Abses paru : bercampur purulen.

4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih.

5) Bronkitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir.

b. Neoplasma

1) Karsinoma paru.

2) Adenoma.

c. Lain-lain

1) Trombo emboli paru – infark paru.

2) Mitral stenosis.

3) Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat.

ASD

VSD

4) Trauma dada.

Berdasarkan usia penderita, Pursel membagi batuk darah menjadi :9

1. Anak-anak dan remaja :

b. Bronkiektasis

c. Stenosis mitral

d. Tuberkulosis

2. Umur 20 – 40 tahun :

a. Tuberkulosis

b. Bronkiektasis

c. Stenosis mitral

3. Umur lebih dari 40 tahun :

a. Karsinoma bronkogen

b. Tuberkulosis

c. Bronkiektasis

3

Page 4: Referat Hemoptisis Copy

2.3 Patofisiologi

Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan

hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan untuk

memberikan nutrisi pada jaringan paru, juga bila terjadi kegagalan arteri

pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas.6

Mekanisme terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :7,8

1. Batuk darah pada tuberkulosis pada umumnya terjadi oleh karena :

a. Adanya Rasmussen’s aneurysm yang pecah.

Teori dimana terjadi perdarahan aneurisma dari Rasmussen ini

telah lama dianut, tetapi beberapa laporan otopsi lebih membuktikan

bahwa hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari

arteri bronkialis sebagai asal dari perdarahan. Setelah berkembangnya

arteriografi dapat dibuktikan bahwa pada setiap proses paru terjadi

hipervaskularisasi dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperan

memberikan nutrisi pada jaringan paru bila terdapat kegagalan arteri

pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk pertukaran gas. Oleh

karena itu terdapatnya Rasmussen aneurisma pada kaverna tuberkulosis

sebagai asal perdarahan diragukan.

b. Adanya kekurangan protrombin yang disebabkan oleh toksemia dari basil

tuberkulosa yang menginfeksi parenkim paru.

2. Batuk darah pada karsinoma paru.

Terjadi oleh karena erosi permukaan tumor dalam lumen bronkus

atau berasal dari jaringan tumor yang mengalami nekrosis, pecahnya

pembuluh darah kecil pada area tumor atau invasi tumor ke pembuluh darah

pulmoner.

3. Batuk darah pada bronkiektasis:

a. Mukosa bronkus yang sembab mengalami infeksi dan trauma batuk

menyebabkan perdarahan.

b. Terjadi anastomose antara pembuluh darah bronchial dan pulmonal dan

juga terjadi aneurisma, bila pecah terjadi perdarahan.

c. Pecahnya pembuluh darah dari jaringan granulasi pada dinding bronkus

yang mengalami ektasis.

4

Page 5: Referat Hemoptisis Copy

4. Batuk darah pada bronkitis kronis:

Terjadi oleh karena mukosa yang sembab akibat radang, robek oleh

mekanisme batuk.

5. Batuk darah pada abses paru:

Pada abses kronik dengan kavitas berdinding tebal yang sukar

menutup, maka pembuluh darah pada dinding tersebut mudah pecah akibat

trauma pada saat batuk.

6. Batuk darah pada mitral stenosis dan gagal jantung kiri akut:

a. Bila batuk darah ringan, perdarahan terjadi secara perdiapedesis, karena

tekanan dalam vena pulmonalis tinggi menyebabkan ruptur vena

pulmonalis atau distensi kapiler sehingga butir darah merah masuk ke

alveoli.

b. Menurut ferguson, batuk darah terjadi karena pecahnya varises di

mukosa bronkus.

c. Pada otopsi ternyata ada anastomosis vena pulmonalis dan vena

bronkialis yang hebat sehingga tampak seperti varises.

7. Batuk darah pada infark paru:

Pada infark paru karena adanya penutupan arteri, maka terjadi

anastomosis. Selain itu juga terjadi reflek spasme dari vena di daerah tersebut,

akibatnya terjadi daerah nekrosis dimana butir-butir darah masuk ke alveoli

dan terjadi batuk darah.

8. Batuk darah pada Good Pasture syndrome:

Terjadi kelainan pada membran basalis alveoli kapiler yaitu

terbentuknya antibody to glomerular basement membrane (anti GBM Ab)

lebih spesifiknya kolagen tipe IV pada paru sehingga membuat hilangnya

keutuhan membran basalis epithelial-endotelial dan memudahkan masuknya

sel darah merah dan netrofil masuk ke dalam alveoli.

9. Batuk darah pada infeksi jamur :

Terjadi friksi pada pergerakan mycetoma dan terjadi pelepasan

antikoagulan serta enzim proteoitik yang menyerupai tripsin dari jamur.

10. Batuk darah pada batuk keras :

5

Page 6: Referat Hemoptisis Copy

Sifat khas bahwa darah terletak di permukaan sputum, jadi tidak

bercampur di dalamnya.

a. Kelenjar getah bening yang mengapur, waktu batuk terjadi erosi pada

bronkus yang berdekatan.

b. Mungkin bronkolit yang ada pada saat batuk menggeser lumennya.

c. Batuk yang keras dan berulang-ulang merobek mukosa bronkus.

11. Cedera dada

Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami

transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk

darah.

2.4 Klasifikasi

Klasifikasi menurut Pusel:2

+ batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis

dalam sputum

++ batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml

+++ batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml

++++ batuk dengan perdarahan 150-500 ml

Massive batuk dengan perdarahan 500-1000 ml atau lebih

Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.4

1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam

Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada

bronkitis.

2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam

Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darah yang lebih besar. Biasanya

pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.

3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam

Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.

4. Pseudohemoptisis

6

Page 7: Referat Hemoptisis Copy

Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring)

atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan

(factitious).

Johnson membuat pembagian lain menurut jumlah darah yang keluar

menjadi:2

1. Single hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung kurang dari 7 hari.

2. Repeated hemoptysis yaitu perdarahan berlangsung lebih dari 7 hari dengan

interval 2 sampai 3 hari.

3. Frank hemoptysis yaitu bila yang keluar darah saja tanpa dahak.

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptisis

selain terjadi vasokontriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah,

sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan yang

terjadi. Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptisis juga

mempunyai kelemahan oleh karena:8,9

a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-kadang

dengan cairan lambung, sehingga sukar untuk menentukan jumlah darah yang

hilang sesungguhnya.

b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan, bersama-sama dengan tinja,

sehingga tidak ikut terhitung.

c. Sebagian dari darah masuk ke dalam paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh:10

a. Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan

hipovolemik.

b. Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat dinilai

dengan adanya iskemia miokardium, baik berupa gangguan aritmia, gangguan

mekanik jantung, maupun aliran darah serebral.

Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:11

a. Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis

b. Lamanya perdarahan

c. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi

d. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi dan kesadaran.

7

Page 8: Referat Hemoptisis Copy

2.5 Manifestasi Klinis

Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa

perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari

nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut

benar-benar batuk darahdan bukan muntah darah.4Hal tersebut akan dijelaskan

pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan Batuk Darah Dengan Muntah Darah9

No Keadaan Batuk Darah Muntah Darah

1 Prodromal Darah dibatukkan dengan

rasa panas di tenggorokan

Darah dimuntahkan

dengan rasa mual

(Stomach Distress)

2 Onset Darah dibatukkan, dapat

disertai dengan muntah

Darah dimuntahkan, dapat

disertai dengan batuk

3 Tampilan Darah berbuih Darah tidak berbuih

4 Warna Merah segar Merah tua

5 Isi Lekosit, mikroorganisme,

hemosiderin, makrofag

Sisa makanan

6 Ph Alkalis Asam

7 Riwayat

penyakit dahulu

(RPD)

Penyakit paru Peminum alkohol, ulcus

pepticum, kelainan hepar

8 Anemis Kadang tidak dijumpai Sering disertai anemis

9 Tinja Blood test (-) /

Benzidine Test (-)

Blood Test (+) /

Benzidine Test (+)

Kriteria batuk darah: 8

1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam).

2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam).

8

Page 9: Referat Hemoptisis Copy

3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah

sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).

Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif yang diajukan

Busroh (1978) :9

1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam

pengamatannya perdarahan tidak berhenti.

2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan

tetapilebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,

sedangkanbatuk darahnya masih terus berlangsung.

3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan

tetapilebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi

selamapengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk

darahtersebut tidak berhenti.

2.6 Penegakkan Diagnosis

Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan gambaran radiologis. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada

penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga

pemeriksaan fisik maupun penunjang sehinggapenanganannya dapat

disesuaikan.7,8

1. Anamnesis

Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah:7,10

a. Jumlah dan warna darah yang dibatukkan.

b. Lamanya perdarahan.

c. Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak.

d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan.

e. Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik.

f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan dan

batuk

g. Wheezing

h. Perdarahan di tempat lain bersamaan dengan batuk darah

9

Page 10: Referat Hemoptisis Copy

i. Perokok berat dan telah berlangsung lama

j. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada

k. Hematuria yang disertai dengan batuk darah.

l. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.

2. Pemeriksaan fisik7,8

Untuk mengetahui perkiraan penyebab.

a. Panas merupakan tanda adanya peradangan.

b. Auskultasi :

1) Kemungkinan menonjolkan lokasi.

2) Ronchi menetap, whezing lokal, kemungkinan penyumbatan oleh : Ca,

bekuan darah.

c. Friction Rub : emboli paru atau infark paru

d. Clubbing finger : memberikan petunjuk kemungkinan keganasan

intratorakal dan supurasi intratorakal (abses paru, bronkiektasis).

3. Pemeriksaan penunjang

a. Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap

penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat

perdarahannya.2 Pemeriksan foto thoraks merupakan salah satu komponen

penting dalam pemeriksaan untuk mengetahui penyebab perdarahan

terutama kelainan parenkim paru, misalnya pemeriksaan dengan kaviti,

tumor, infiltrat dan atelektasis. Perdarahan intra-alveolar menimbulkan pola

infiltrat retikulonedular. Namun demikian gambaran foto thoraks bisa

normal ataupun tidak informatif.12

b. Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis, sebab

sebagian penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto

toraks.4

c. Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat

diambil dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak

langsung).4 Pemeriksaan sputum yang dapat dilakukan adalah untuk

pemeriksaan bakteri pewarnaan gram, basil tahan asam (BTA).

10

Page 11: Referat Hemoptisis Copy

Pemeriksaan dahak sitologi dilakukan apabila penderita berusia >40 tahun

dan perokok. Biakan kuman juga dapat dilakukan terutama untuk BTA dan

jamur.12

d. Laboratorium11

a. Pemeriksaan darah tepi lengkap

i. Peningkatan Hb dan Ht kehilangan darah yang akut

ii. Leukosit meningkat infeksi

iii. Trombositopenia koagulopati

iv. Trombositosis kanker paru

b. CT dan BT; PT dan APTT jika dicurigai adanya koagulopati atau pasien

menerima warfarain/heparin

c. Analisa gas darah arterial harus diukur jika pasien sesak yang jelas dan

sianosis.

e. Pemeriksaan bronkoskopi

Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan

sekaligus untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi

penyumbatan. Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena

dengan demikian sumber perdarahan dapat diketahui.2,4

Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah : 2

1) Bila radiologik tidak didapatkan kelainan

2) Batuk darah yang berulang

3) Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan

diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu

yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih

kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi

akan menimbulkan batuk yanglebih impulsif, sehingga dapat memperhebat

perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan

bronkoskop fiber optik dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang

mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan.2

Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop

serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat

11

Page 12: Referat Hemoptisis Copy

bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta

mengambil benda asing,disamping itu dapat melakukan tampon dengan

balon khusus di tempatterjadinya perdarahan.2

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan pokok terapi ialah:9

1. Mencegah asfiksia.

2. Menghentikan perdarahan.

3. Mengobati penyebab utama perdarahan.

Langkah-langkah: 9

1. Pemantauan menunjang fungsi vital

a. Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps

kardiovaskuler.

b. Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah

dipertimbangkan sejak awal.

c. Pasien dibimbing untuk batuk yang benar.

2. Mencegah obstruksi saluran napas

a. Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi.

b. Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan

bronkoskopi.

3. Menghentikan perdarahan

a. Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade

perdarahan.

b. Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan.

Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan support

kardiopulmoner danmengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia

yang merupakan penyebabutama kematian pada para pasien dengan

hemoptisis masif.6,9

Masalah utama dalam hemoptisis adalah terjadinya pembekuan dalam

saluran napas yang menyebabkan asfiksia. Bila terjadi afsiksi, tingkat

kegawatan hemoptisis paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang

multipel. Hemoptosis dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk

12

Page 13: Referat Hemoptisis Copy

dapat menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan

renjatan hipovolemik.6,9

Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :

1. Terapi konservatif

Dasar-dasar pengobatan yang diberikan sebagai berikut :7,8,9

a. Mencegah penyumbatan saluran nafas

Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat diletakkan

dalam posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan

darah yang terasa menyumbat saluran nafas. Dapat dibantu dengan

pengisapan darah dari jalan nafas dengan alat pengisap. Jangan pernah

pasien disuruh menahan batuk.

Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik, diletakkan

dalam posisi tidur miring kesebelah dari mana diduga asal perdarahan,

dan posisi trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang

sehat. Kalau bisa penderita disuruh batuk bila terasa ada darah di

saluran nafas yang menyumbat, sambil dilakukan pengisapan darah

dengan alat pengisap. Kalau perlu dapat dipasang tube endotrakeal.

Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perdarahan

sukar berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberikan Codein 10 - 20

mg. Penderita batuk darah masif biasanya gelisah dan ketakutan,

sehingga terkadang berusaha menahan batuk. Untuk menenangkan

penderita dapat diberikan sedatif ringan (Valium) agar penderita lebih

kooperatif.

b. Memperbaiki keadaan umum penderita

Bila perlu dapat dilakukan :

1) Pemberian oksigen.

2) Pemberian cairan untuk hidrasi.

3) Tranfusi darah.

4) Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.

c. Menghentikan perdarahan

Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam

kepustakaan dikatakan hemoptisis rata-rata berhenti dalam 7 hari.

13

Page 14: Referat Hemoptisis Copy

Pemberian kantong es diatas dada, hemostatik, vasopresin (Pitrissin),

ascorbic acid memiliki pengaruh yang belum jelas. Apabila ada

kelainan didalam faktor-faktor pembekuan darah, lebih baik

memberikan faktor tersebut dengan infus.

Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis),

misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.

Di beberapa rumah sakit masih memberikan Hemostatika (Adona

Decynone) intravena 3 - 4 x 100 mg/hari atau per oral. Walaupun

efeknya belum jelas, paling sedikit dapat memberi ketenangan bagi

pasien dan dokter yang merawat.

d. Mengobati penyakit yang mendasarinya (underlying disease)

Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas

selalu diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan

juga antibiotika yang sesuai.

2. Terapi pembedahan

Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif

yang sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru

adekuat, tidak ada kontraindikasi bedah.5

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan:5

a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.

b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian

padaperdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan

tindakanoperasi.

Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya

hemoptisis yang berulang dapat dicegah.

Tindakan bedah meliputi:5,12

1. Reseksi paru: lobektomi atau pneumonektomi

Reseksi paru ditujukan untuk membuang sisa-sisa kerusakan akibat

penyakit dasarnya. Macam reseksi:

- Pneumonektomi: reseksi satu paru seluruhnya

- Bilobektomi : reseksi dua lobus

14

Page 15: Referat Hemoptisis Copy

- Lobektomi : reseksi satu lobus

- Wedgeresection: reseksi sebagian kecil jaringan paru

- Enukleasi : bila kelainan patologis kecil dan jinak

- Segmentektomi: reseksi segmen bronkopulmonal

Berdasarkan foto thoraks dan pemeriksaan faal paru, luasnya

operasi dapat ditentukan sebelum operasi. Prinsipnya adalah

mempertahankan sebanyak mungkin jaringan paru yang dianggap

sehat. Luas dan jenis lesi (proses inflamasi, abses atau kavitas)

menentukan jenis reseksi yang akan dilaksanakan.

2. Terapi kolaps: pneumoperitoneum, pneumotoraks artifisia, torakoplasti,

frenikolisis (membuat paralise N. phrenicus).

Terapi kolaps bertujuan untuk mengistirahatkan bagian paru yang

sakit dengan cara membuat kolaps jaringan paru yang sakit tersebut.

Pendapat ini benar untuk kelainan berbentuk kavitas, tetapi cara ini

banyak ditinggalkan karena komplikasinya banyak.

Prosedur yang termasuk dalam kelompok terapi kolaps:

- Pneumotoraks artificial yaitu dengan memasukkan udara ke rongga

pleura kemudian secara bertahap ditambahkan udara sehingga

teracapai kolaps pada jaringan paru yang sakit. Bila paru kolaps

maka bagian tersebut dapat istirahat sehingga mempercepat proses

penyembuhan. Bila terdapat adhesi dan paru tidak dapat kolaps

dilakukan intrapleuralpneumonolysis (operasi Jacoboes), tetapi

sering terjadi komplikasi perdarahan. Karena sering terjadi

empyema setelah pneumotorak artifisial, tindakan ini sudah tidak

dilakukan lagi.

- Pneumoperitoneum yaitu tindakan memasukkan udara ke rongga

peritoneum dengan tujuan menaikkan diafragma agar terjadi kolaps

pada jaringan paru dengan harapan lesi di apikal akan menyembuh.

- Paralise nervus phrenicus yaitu dengan cara anestesi local nervus

phrenicus dibebaskan dari perlekatannya di M. scalenus anterior,

kemudian saraf dirusak (crushed) sehingga timbul paralise

diafragma. Akibatnya akan terjadi elevasi diafragma dan

15

Page 16: Referat Hemoptisis Copy

diharapkan apeks paru dapat diistirahatkan sehingga, terjadi proses

penyembuhan.

- Torakoplasti yaitu suatu bentuk operasi dimana kolaps paru terjadi

dengan cara menghilangkan supporting framework-nya, misalkan

dengan membuang tulang iga dari dinding dada. Indikasi

torakoplasti:

Dulu: torakoplasti hamper selalu dilakukan setelah lobektomi atau

pneumonektomi dengan tujuan meminimalisasi kemungkinan

terjadinya over distensi parenkim paru yang tersisa selain itu dead

space akan segera menutup (obliterasi) sehimgga resiko

terbentuknya fistula bronkopleural dan empyema dapat dikurangi.

Sekarang: kebutuhan torakoplasti diragukan dan dilakukan bila

direncanakan reseksi lebih dari 1 lobus atau mengatasi komplikasi

tindakan reseksi seperti fistula bronkopleura dan empiema.

3. Lain-lain: embolisasi artifisial.

Embolisasi artifisial atau Bronchial Artery Embolization (BAE)

adalah penyuntikan gel foam atau polivinil alcohol melalui katerisasi

pada arteri bronkialis. Menurut Ingbar embolisasi berhasil

menghentikan perdarahan 95%. Dengan meningkatnya penggunaan

embolisasi arteriografi, sekarang penggunaan tindakan pembedahan

untuk pengelolaan batuk darah massif mulai ditinggalkan.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang dapat mengancam jiwa penderita adalah asfiksia,

sufokasi dan kegagalan sirkulasi akibat kehilangan banyak darah dalam waktu

singkat. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah penyebaran penyakit ke sisi

paru yang sehat dan atelektasis. Atelektasis dapat terjadi karena sumbatan saluran

napas sehingga paru bagian distal akan mengalami kolaps dan terjadi atelektasis.12

Tingkat kegawatan dari batuk darah ditentukan oleh 3 faktor:6

1. Terjadinya asfiksia karena adanya pembekuan darah dalam saluran

pernapasan. Pada dasarnya asfiksia tergantung dari:

16

Page 17: Referat Hemoptisis Copy

a. Frekuensi batuk darah

b. Jumlah darah yang dikeluarkan

c. Kecemasan penderita

d. Siklus inspirasi

e. Reflek batuk yang buruk

f. Posisi penderita

2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya batuk darah dapat

menimbulkan syok hipovolemik. Bila jumlah perdarahan banyak maka

digolongkan dalam massive hemoptysis. Kriteria massive hemoptysis

menurut Yeoh adalah perdarahan 200 cc dalam 24 jam sedangkan menurut

Sdeo adalah perdarahan lebih dari 600 cc dalam 24 jam.

3. Aspirasi pneumonia

Yaitu infeksi yang terjadi beberapa jam atau beberapa hari setelah

perdarahan. Aspirasi adalah masuknya bekuan darah ke dalam jaringan paru

yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a. Meliputi bagian yang luas dari paru

b. Terjadi pada bagian percabangan bronkus yang lebih kecil

c. Disamping perdarahan dapat pula disebabkan oleh masuknya cairan

lambung ke dalam paru karena penutupan glottis yang tidak sempurna

d. Dapat diikuti sekunder infeksi.

Aspirasi pneumonia merupakan keadaan berat karena saluran napas

dan bagian fungsional paru tidak dapat berfungsi dengan baik.

2.9 Prognosis

Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita

mengalami hemoptosis yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada

beberapa faktor yang menentukan prognosis : 4,6,7

17

Page 18: Referat Hemoptisis Copy

1. Tingkatan hemoptisis : hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai

prognosis yang lebih baik.

2. Jenis penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.

3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk

menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.

a. Hemoptisis <200 ml/24 jam prognosis baik

b. Profuse massive>600 cc/24 jam prognosis jelek 85% meninggal

BAB III

KESIMPULAN

18

Page 19: Referat Hemoptisis Copy

1. Hemoptisis merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran

pernapasan dan atau kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam

etiologi.

2. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa

perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal

dari nasofaring atau gastrointestinal.

3. Pada umumnya hemoptosis ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan

biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis

yang masif.

4. Tujuan pokok terapi hemoptisis ialah mencegah asfiksia, menghentikan

perdarahan dan mengobati penyebab utama perdarahan

5. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar

sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti.

6. Pada prinsipnya penanganan hemoptisis ditujukan untuk memperbaiki

kondisi kardiopulmoner dan mencegah semua keadaan yang dapat

menyebabkan kematian. Penanganan tersebut dilakukan secara konservatif

maupun dengan operasi, tergantung indikasi serta berat ringannya hemoptisis

yang terjadi.

7. Prognosis dari hemoptisis ditentukan oleh tingkatan hemoptisis, macam

penyakit dasar dan cepatnya tindakan yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA.Wilson LM. 2012. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses Penyakit ed.6, Jakarta: EGC.

19

Page 20: Referat Hemoptisis Copy

2. Alsagaff, Hood. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.

3. Bonomo, L, Contegiacomo, A, Franchi, P, et al. Diagnosis and management of hemoptysis. Turkish Society of Radiology. 2014; 299 – 309.

4. Arief,Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan Paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI.

5. Tabrani, Rab. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.

6. Pitoyo CW. 2011. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

7. PAPDI. 2012. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z., Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

8. Ward JPT, Ward J, Leach RM, Wiener CM. Tuberkulosis paru dalam buku at a glance Sistem respirasi. Jakarta: Erlangga; 2008.hal.80-81.

9. Snell, SS. Thorak dalam buku anatomi klinik. Jakarta: EGC; 2009.Hal : 94-95

10. Eddy, JB. Clinical assessment and management of massive hemoptysis. Crit Care Med. 2010 ; 28(5):1642-7.

11. Osaki S, Nakanishi Y, Wataya H, et al. Prognosis of bronchial artery embolization in the management of hemoptysis. Respiration. 2013. 67:412-6.

12. Kosasih A., Susanto AD., Pakki TR., Martini T., Diagnosis dan tatalaksana kegawatdaruratan paru dalam praktek sehari-hari, Jakarta : Sagung Seto, 2008. Hal 1-15.

20