referat hiperbilirubinemia- nima

Upload: nima-ulya-darajah

Post on 02-Jun-2018

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    1/27

    1

    UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN

    JAKARTA

    REFERAT

    HIPERBILIRUBINEMIA

    Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

    di Bagian Ilmu Penyakit Dalam

    RumahSakit Umum Daerah Ambarawa

    DiajukanKepada :

    Pembimbingdr. Endang Prasetyowati, Sp. A

    DisusunOleh :

    Nima Ulya Darajah NRP. 1320221122

    Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran UPN VETERAN JAKARTA

    Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa

    Periode Oktober Desember 2014

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    2/27

    2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) merupakan masalah yangsering dijumpai pada minggu pertama kehidupan. Keadaan ini dapat merupakan kejadian

    sesaat yang dapat hilang spontan. Sebaliknya, hiperbilirubinemia dapat juga merupakan

    hal yang serius, bahkan mengancam jiwa. Sebagian besar bayi cukup bulan yang kembali

    ke rumah sakit dalam minggu pertama kehidupan berhubungan dengan keadaan

    hiperbilirubinemia. Dengan kondisi perawatan yang memulangkan neonatus secara dini,

    dapat meningkatkan resiko terjadinya kern ikterus pada bayi cukup bulan apabila

    dipulangkan dalam 48 jam setelah lahir. Alpay dan kawan-kawan melaporkan bahwaterdapat hubungan yang signifikan antara penurunan lama tinggal dan resiko kembali ke

    rumah sakit, dan penyebab utama kembalinya ke rumah sakit selama periode awal

    neonatus adalah hiperbilirubinemia. Terlepas dari penyebabnya, peningkatan kadar

    bilirubin serum dapat bersifat toksik terhadap bayi baru lahir. (Abdurrahman, 2014)

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    3/27

    3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1. DEFINISI

    Ikterus (jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,

    sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan. Pada

    orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL (> 17 mol/L),

    sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5 mg/dL ( >86mol/L).

    (Etika, Harianto, Indarso, & Damanik)

    Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah

    ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin.

    Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non

    patologis sehingga disebut Excessive Physiological Jaundice . Digolongkan sebagai

    hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum

    bilirubin terhadap usia neonatus > 95 % menurut Normogram Bhutani. (Etika, Harianto,

    Indarso, & Damanik)

    Kadar bilirubin terhadap usia neonatus

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    4/27

    4

    II.1.1. METABOLISME BILIRUBIN

    Bilirubin adalah produk akhir katabolisme protoporfirin besi atau heme, yang

    sebanyak 75% berasal dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom,

    katalase, dan heme bebas), mioglobin otot, serta eritropoiesis yang tidak efektif di

    sumsum tulang. Metabolisme bilirubin terdiri dari tahapan (Martiza, 2012):

    1. Transport bilirubin

    2. Pengambilan bilirubin oleh sel hati

    3. Konjugasi

    4. Sekresi bilirubin terkonjugasi

    5. Sirkulasi enterohepatik

    Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan

    bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel

    hati dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali

    untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang dieksresikan ke dalam

    paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin

    reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air secara cepat akan diubah menjadi bilirubin

    melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilikdan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan

    mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin (Abdurrahman,

    2014)

    Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme

    haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. 1 gram haemoglobin akan menghasilkan 34 mg

    bilirubin dan sisanya 25% disebut early labelled bilirubin yang berasal dari pelepasan

    heamoglobin karena eritropoiesis yang tidak efektif di dalam sumsum tulang, jaringanyang mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase), dan heme

    bebas. Bayi baru lahir akan memproduksi 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang dewasa

    sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan

    masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa

    (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga

    reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat melalui sirkulasi enterohepatik

    (Abdurrahman, 2014).

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    5/27

    5

    Transportasi bilirubin

    Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

    dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai

    kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang

    rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang berikatan dengan albumin

    tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga

    mempunyai afinitas tinggi terhadap obat-obatan bersifat asam seperti penisilin dan

    sulfonamid. Obat-obatan tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk

    bilirubin sehingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan

    albumin. Obat-obatan yang dapat melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara

    menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid, dll.

    Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

    Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk

    sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum

    Bilirubin bebas Bilirubin terkonjugasi (terutama monoglukoronida dan diglukoronida)

    yaitu bilirubin yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier.

    Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum ( -bilirubin)

    Pada 2 minggu pertama kehidupan, -bilirubin tidak akan tampak.Peningkatan kadar -bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada bayi

    baru lahir normal yang lebih tua dan pada anak. Konsentrasinya meningkat

    bermakna pada keadaan hiperbilirubinemia terkonjugasi persisten karena

    berbagai kelainan pada hati.

    Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,

    albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui selmembran yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan

    sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari

    sintesis de novo , resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan,

    pengambilan bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi

    bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.

    Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan

    berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    6/27

    6

    terjadi karena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting dibandingkan

    dengan defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke

    empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan.

    Konjugasi Bilirubin

    Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut

    dalam air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucoronyl

    transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan mengubah formasi menjadi bilirubin

    monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.

    Bilirubin ini kemudian dieksresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan satu

    molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke dalam retikulum endoplasmik untuk

    rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke

    hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis

    kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukoronida.

    Ekskresi (Sekresi )Bilirubin dan Sirkulasi Enterohepatik

    Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan ke dalam

    kandung empedu kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses.

    Proses ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada diusus halus, bilurubin terkonjugasi tidak langsung diresorbsi, kecuali jika dikonversikan

    kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat

    dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk

    dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

    Terdapat perbedaaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa

    usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim -glukoronidase yang dapat

    mengidrolisia monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang takterkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,

    lumen usus halusnya steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi

    sterkobilin.

    Bayi baru lahir mempunyasi konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif

    tinggi di dalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis

    bilirubin glukoronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan di

    dalam mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan relatif flora bakteri untuk mengurangi

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    7/27

    7

    bilirubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin usus

    dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis

    bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas -glukoronidase mukosa

    yang tinggi dan ekskresi monoglukoronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang

    tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan

    kadar bilirubin tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini menggambarkan peran

    kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada

    bayi baru lahir (Abdurrahman, 2014).

    II.1.2. IKTERUS NEONATORUM (NEONATAL JAUNDICE)

    Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah

    keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera

    akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus lebih mengacu pada

    gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih

    mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    8/27

    8

    Secara umum tidak ada bayi yang jaundice sejak lahir, walaupun jaundice akan

    timbul segera setelahnya. Hal ini dikarenakan kemampuan plasenta untuk membersihkan

    bilirubin dari sirkulasi fetus dalam beberapa hari berikutnya, hampir semua bayi

    mengalami peningkatan bilirubin serum (>1,4 mg/dl). Dengan meningkatnya bilirubin

    serum kulit menjadi jaundice dengan urutan sefalo-kaudal. Mula-mula ikterus tampak di

    kepala dan bergerak ke arah kaudal ke telapak tangan dan telapak kaki. Hal ini ditentukan

    oleh kramer yang menentuka kadar bilirubin indirek di dalam serum.

    Kramer 1: kepala-leher = 4-8 mg/dl Kramer 2: tubuh sebelah atas = 5-12 mg/dl Kramer 3: tubuh sebelah bawah dan paha = 8-16 mg/dl Kramer 4: lengan dan tungkai bawah = 11-18 mg/dl

    Kramer 5: telapak tangan dan telapak kaki = > 15 mg/dl

    Cara untuk melihat jaundice adalah dengan cara menekan kulit secara hati-hati dengan jaridibawah penerangan yang cukup.

    II.1.2.a. KLASIFIKASI

    Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-

    hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis tertentu

    pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus,

    masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar.

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    9/27

    9

    Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 3 dan mencapai puncaknya

    pada hari ke 5 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 14. Kadar

    bilirubin pun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 mol/L) pada bayi kurang bulan dan 7mg/dl. Hiperbilirubinemia dapat disebabkan

    oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya

    atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang

    dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi

    hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin

    tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-

    2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning.

    Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Etika, Harianto, Indarso, & Damanik).

    II.1.2.d. PENCEGAHAN dan TATALAKSANA

    Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering

    menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora

    normal, dan merangsang aktifitas usus halus.

    Strategi Pencegahan hiperbilirubinemia:

    1) Pencegahan primer- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari

    beberapa hari pertama

    - Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dextrose atau air pada bayi

    yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    15/27

    15

    2) Pencegahan sekunder

    - Harus melakukan penilaian sistematis terhadap resiko kemungkinan terjadinya

    hiperbilirubinemia berat selama periode neonatal

    o Golongan darah : semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah

    ABO dan rhesus

    Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,

    dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan

    darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi

    Bila golongan darah ibu O, Rh positif terdapat pilihan untuk

    dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs atau tidak.

    o Penilaian klinis : harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin

    dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol bayi

    secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus

    3) Evaluasi laboratorium

    - Pengukuran bilirubin dilakukan pada setiap bayi yang mengalami ikterus

    dalam 24 jam pertama setelah lahir.

    - Pengukuran bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus berlebihan

    - Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam

    4) Penyebab kuning

    - Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus

    dilakukan analisis dan kultur urin.

    - Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu harus dilakukan

    pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi untukmengidentifikasi adanya kolestasis

    - Bila kadar bilirubin direk atau konjugasi meningkat, dilakukan evaluasi

    tambahan untuk mencari penyebab kolestasis

    - Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase dehydrogenase (G6PD)

    direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat fototerapi.

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    16/27

    16

    5) Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan

    - Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai terhadap resiko

    berkembangnya hiperbilirubinemia berat berdasarkan kadar bilirubin atau

    berdasarkan penilaian faktor klinis. Penilaian ini penting pada bayi yang

    pulang sebelum umur 72 jam.

    6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit

    - Harus memberikan informasi tertulis dan lisan kepada orang tua saat keluar RS

    - Semua bayi harus diperiksa oleh petugas beberapa hari setelah keluar RS :

    Bayi keluar RS Harus dilihat saat umur

    Sebelum umur 24 jam 72 jam

    Antara umur 24 dan 47.9 jam 96 jam

    Antara umur 48-72 jam 120 jam

    - Untuk bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam diperlukan 2 kunjungan yaitu

    yang pertama antara 24-72 jam dan kedua antara 72-120 jam.

    7) Pengelolaan bayi dengan ikterus

    Pengelolaan bayi ikterus dini ( early jaundice ) yang mendapat ASI

    1. Observasi semua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran jika feses tidak keluar

    dalam 24 jam

    2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui sering dengan waktu yang singkat lebih

    efektif dibandingkan dengan menyusui lama dengan frekuensi jarang.

    3. Tidak dianjurkan pemberian air, dextrosa atau formula pengganti

    4. Observasi berat badan, BAK, dan BAB5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum, rangsang pengeluaran produk

    ASI dengan cara memompa, dan menggunakan fototerapi

    6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga penghentianmenyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat

    >20 mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    17/27

    17

    Hiperbilirubinemia merupakan alasan paling sering bayi dibawa kembali ke rumah

    sakit pada umur beberapa minggu. Langkah paling penting penanganan jaundice adalah

    menentukan penyebabnya. Selain itu, tujuan utama dalam penatalakasannanya adalah

    untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat

    menimbulkan kernikterus. Jika fraksi bilirubin tak terkonjugasi meningkat, langkah-

    langkah penangangan harus diambil adalah mencegah pemberian zat-zat pengikat albumin.

    Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi

    bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang

    terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat-obatan (luminal).

    Obat-obatan seperti sulfonamid dan seftriakson diketahui dapat menggeser bilirubin

    sehingga potensial untuk menyebabkan bilirubin ensefalopati. Untuk itu pilihan terapi

    untuk menurunkan kadar bilirubin tidak terkonjugasi antara lain foto terapi, exchange

    transfusion , pemutusan sirkulasi enterohepatik dan induksi enzim (Martiza, 2012).

    Penggunaan farmakoterapi

    Digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang induksi enzim-enzim

    hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran heme, atau untuk mengikat

    bilirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik menurun, antara lain:

    - Immunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang beratdan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan

    tindakan transfusi ganti.

    - Fenobarbital memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas dan

    konsentrasi UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan

    bilirubin. Namun secara umum tidak direkomendasikan digunakan setelah lahir.

    - Metalloprotoporphyrin untuk mencegah hiperbilirubinemia. Zat ini analog sintesis

    heme. Protoporphyrin terbukti efektif sebagai inhibitor kompetitif dari hemeoksigenase. Enzim ini dibutuhkan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin.

    Dengan zat ini heme dicegah dari katabolisme dan diekskresikan secarah utuh

    dalam empedu.

    Terapi Sinar (Fototerapi)

    Fototerapi terdiri dari sinar radiasi bayi jaundice dengan lampu energi foton yang

    akan merubah struktur molekul bilirubin. Pengaruh sinar terhadap ikterus telah

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    18/27

    18

    diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori yang dikemukakan mengenai

    pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa terapi sinar

    menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang

    berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang

    merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih

    mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer

    dalam empedu menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus,

    sehingga peristaltik usus meningkat dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus

    halus. Terapi sinar dilakukan pada semua penderita dengan kadar bilirubin indirek >12

    mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus

    pada hari pertama kelahiran. Secara umum fototerapi digunakan untuk mencegah agar

    bilirubin tidak mencapai kadar yang memerlukan exchange transfusion. Pada

    penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan

    sesudah transfusi dikerjakan.

    Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu

    neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berventilasi. Agar

    bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada

    jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi

    untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilahlampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala.

    Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area

    sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke

    arah bayi.

    Pilihan lampu yang digunakan masih diperdebatkan. Sinar biru khusus

    tampaknya lebih baik daripada sinar putih atau hijau. Saat ini tersedia fototerapi dengan

    menggunakan woven fibrotic pads yang efektif (dibandingkan dengan fotokonvensional) dan aman.

    Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat

    seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-

    ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua

    mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin

    dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar

    bilirubin

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    19/27

    19

    jam Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila

    ditemukan efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan

    antara lain : enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan

    iritabilitas. Efek samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran

    dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.

    Komplikasi Foto terapi

    Setiap cara pengobatan selalu akan disertai efek samping. Di dalam penggunaan

    terapi sinar, penelitian yang dilakukan selama ini tidak memperlihatkan hal yang dapat

    mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi, baik komplikasi segaera ataupun efek lanjutyang terlihat selama ini ebrsifat sementara yang dapat dicegah atau ditanggulangi dengan

    memperhatikan tata cara pengunaan terapi sinar yang telah dijelaskan diatas. Kelainan

    yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :

    a) Peningkatan insensible water loss pada bayi : Hal ini terutama akan terlihat pada

    bayi yang kurnag bulan. Kehilangan ini dapat meningkat 2-3 kali lebih besar dari

    keadaan biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan terapi sinar

    perlu diperhatikan dengan sebaiknya. b) Frekuensi defekasi yang meningkat : Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini,

    antara lain karena meningkatnya peristaltik usus. Diare tersebut merupakan akibat

    efek sekunder yang terjadi pada pembentukan enzim lactase karena meningkatnya

    bilirubin indirek pada usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan

    mengurangi timbulnya diare.

    c) Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut flea bite rash di daerah muka,

    badan dan ekstremitas. Kelainan ini segera hilang setelah terapi dihentikan. Pada

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    20/27

    20

    beberapa bayi dilaporkan pula kemungkinan terjadinya bronze baby syndrome. Hal

    ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan segera hasil terapi

    sinar. Perubahan warna kulit yang bersifat sementara ini tidak mempengaruhi

    proses tumbuh kembang bayi.

    d) Gangguan retina : Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percobaan

    Penelitain Dobson dkk 1975 tidak dapat membuktikan adanya perubahan fungsi

    mata pada umumnya. Walaupin demikian penyelidikan selanjutnya masih

    diteruskan.

    e) Gangguan pertumbuhan : Pada binatang percobaan ditemukan gangguan

    pertumbuhan. Lucey (1972) dan Drew dkk (10976) secara klinis tidak dapat

    menemukan gangguan tumbuh kembang pada bayi yang mendapat terapi sinar.

    Meskipun demikian hendaknya pemakaian terapi sinar dilakukan dengan indikasi

    yang tepat selama waktu yang diperlukan.

    f) Kenaikan suhu : Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin

    memperlihatkan kenaikan suhu, Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan

    dengan mematikan sebagian lampu yang dipergunakan.

    g) Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas kadang-kadang

    ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat sementara dan akan

    menghilang dengan sendirinya.h) Beberapa kelainan yang sampai saat ini masih belim diketahui secara pasti adalah

    kelainan gonad, adanya hemolisis darah dan beberapa kelainan metabolisme lain.

    Sampai saat ini tampaknya belum ditemukan efek lanjut terapi sinar pada bayi.

    Komplikasi segera juga bersifat ringan dan tidak berarti dibandingkan dengan manfaat

    penggunaannya. Mengingat hal ini, adalah wajar bila terapi sinar mempunyai tempat

    tersendiri dalam penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.

    Transfusi Tukar ( Exchange Tr ansfusion )

    Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan cepat

    bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti eritrosit

    yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan hemolisis.

    Indikasi exchange transfusion beragam dan dapat berhubungan dengan adanya

    anemia maupun peningkatan kadar bilirubin serum dan walaupun transfusi tukar ini

    sangat bermanfaat, tetapi efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di

    perhatikan dan karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi Kriteria melakukan

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    21/27

    21

    transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin

    terhadap albumin.

    Yang dimaksud ada komplikasi apabila :

    1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5

    2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam

    3. pH < 7,15 selama 1 jam

    4. Suhu rektal 35 o C

    5. Serum Albumin < 2,5 g/dL

    6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti

    7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis

    8. Anemia hemolitik

    9. Berat bayi 1000 g

    Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin

    (Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee onHyperbilirubinemia. Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or

    more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

    Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang

    akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila

    hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah

    ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain

    Usia

    Terapi

    sinar

    Transfusi tukar

    Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko* mg/dL mol/L mg/dL mol/L mg/dL mol/L mg/dL mol/L

    Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 1

    260 13 220

    Hari 2 15 260 13 220 2

    425 15 260

    Hari 3 18 310 16 270 3

    510 20 340

    Hari 4 dst 20 340 17 290 3

    510 20 340

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    22/27

    22

    yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang

    bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai

    darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada,

    maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah

    darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.

    Macam Transfusi Tukar:

    1. Double Volume artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat

    mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb

    bayi.

    2. Iso Volume artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat

    mengganti 65% Hb bayi.

    3. Partial Exchange artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus

    polisitemia atau darah pada anemia.

    Volume Darah pada Transfusi Tukar

    * Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB

    * Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia.

    Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation.

    Pediatrics 2004; 114 : 294)

    Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus

    dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang

    dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    23/27

    23

    dapat mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya

    komplikasi transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.

    Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga

    tidak memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk

    ke pusat rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil ( transportable ) dengan

    memperhatikan syarat- syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.

    Pemutusan Sirkulasi Enterohepatik

    Adapun pendekatan farmakologis untuk mencegah dan mengobati

    hiperbilirubinemia neonatal, sirkulasi enterohepatik dapat diinterupsi dengan pemberian

    parenteral. Zat-zat yang dapat mengikat bilirubin dalam intestinum mencegah resorbsi

    zat-zat ini antara lain adalah agar, kolestiramin, charcoal aktif, dan kalsium fosfat.

    Mungkin akan meningkatkan peristaltik usus sebagai suatu upaya untuk mempersingkat

    waktu absorbsi bilirubin. Pemberian makanan yang sering dan stimulasi rektal

    berhubungan dengan penurunan kadar bilirubin serum. Pemberian bilirubin oksidase

    parenteral, suatu enzim yang memecah bilirubin menjadi biliverdin, diperol dan produk

    lainnya, merupakan cara lain untuk menghambat sirkulasi enterohepatik, yang sampai

    saat ini masih diuji coba (Martiza, 2012).

    Induksi Enzim

    Aktivitas BUGT hepatik neonatal masih rendah, tidaklah mengherankan bahwa

    induksi BUGT hepatik menyebabkan penurunan kadar bilirubin. Induksi semacam ini

    pada neonatus dapat dilakukan dengan pemberian fenobarbital atau difenilhidantoin pada

    ibu sebelum melahirkan, bahkan bayi dengan berat badan lahir rendah (

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    24/27

    24

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    25/27

    25

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    26/27

    26

  • 8/10/2019 Referat Hiperbilirubinemia- Nima

    27/27

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Abdurrahman, S. (2014). Hiperbilirubinemia. Dalam A. Y. M. Sholeh Kosim, Buku

    Ajar Neonatologi (hal. 147-169). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

    2. Etika, R., Harianto, A., Indarso, F., & Damanik, S. M. (t.thn.).

    HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS (HYPERBILIRUBINEMIA IN

    NEONATE). Divisi Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr.

    Soetomo - Surabaya , 1-14.

    3. (2014). Anemia dan Hiperbilirubinemia. Dalam K. J. Marcdante, R. M. Kliegman, H.

    B. Jenson, & R. E. Behrman, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial (Indonesian

    Edition) (hal. 274-277). Elsevier.

    4. Martiza, I. (2012). Ikterus. Dalam M. Juffrie, S. S. Soenarto, H. Oswari, S. Arief, I.

    Rosalina, & N. S. Mulyani, Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi (hal. 263-284).

    Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

    5. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia.

    Management of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of

    gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294