referat hipertensi primer
DESCRIPTION
medicalTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskular yang masih
menjadi beban kesehatan di masyarakat global karena prevalensinya yang tinggi
dan memiliki gejala yang berefek panjang dan merugikan (Ariff F et al., 2011).
Data WHO (World Health Organization) 2003 memperkirakan jumlah penderita
hipertensi di seluruh dunia adalah 600 juta orang, dengan 3 juta kematian setiap
tahun, 7 dari setiap 10 orang tidak mendapatkan pengobatan secara adekuat
(Rahajeng et al., 2009).
Hipertensi dikenal sebagai salah satu penyebab utama kematian di
Amerika Serikat (Price et al., 2006), diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa
menderita hipertensi (Rahajeng et al., 2009). Menurut Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Departemen Kesehatan Tahun 2007 Hipertensi di Indonesia
mencapai 31,7% dari jumlah penduduk. Data RISKESDAS juga menyebutkan
hipertensi sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis,
jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di
Indonesia. Prevalensi hipertensi di Aceh adalah 30,2% dan hanya 33% dari
jumlah kasus tersebut yang terdiagnosa hipertensi (RISKESDAS, 2007).
Kira-kira 90-95 % orang yang menderita hipertensi dikatakan menderita
hipertensi primer yang juga dikenal sebagai hipertensi essensial dimana
penyebabnya tidak diketahui (Guyton and Hall, 2008; Beevers et al, 2001). Pada
kebanyakan kasus, hipertensi merupakan interaksi kompleks antara faktor genetik,
lingkungan dan demografi (Bakri dan Lawrences, 2008). Sedangkan lima persen
adalah penyakit hipertensi sekunder akibat penyakit lain seperti kerusakan
parenkim ginjal atau aldosteronisme primer (Brown, 2007). Hipertensi merupakan
penyakit kronis yang pengobatannya seumur hidup dan perlu dilakukan secara
teratur (WHO, 2003).
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi adalah kenaikan tekanan darah secara abnormal yang persisten
pada Arteri. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya kecacatan dan
kematian penyakit kardiovaskular. Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya
stroke, infark miokard, angina pectoris, gagal jantung, dan gagal ginjal. (Siyad
A.R,2011; Busari et al., 2010; Pujiyanto, 2008). Hipertensi bahkan dapat
menyebabkan menyebabkan kematian awal (Siyad A.R, 2011). Hipertensi sering
disebut sebagai “The Silent Killer“ karena tidak memiliki gejala secara umum
sampai komplikasi yang serius berkembang (Siyad A.R, 2011; Pujiyanto 2008).
Hipertensi essensial atau hipertensi primer adalah hipertensi dimana
penyebabnya tidak diketahui yang terjadi pada ± 90-95% kasus hipertensi
(Beevers, 2001). Sedangkan hipertensi sekunder adalah hipertensi yang biasanya
disebabkan oleh penyakit lain. Adanya penyakit penyerta atau menggunakan obat-
obatan yang dapat meningkatkan tekanan darah. Sekitar 10% penderita hipertensi
mengalami hipertensi tipe ini. (Siyad A.R, 2011; Tagor GM, 2004; Silbernagl et
al, 2006). Penyakit tersering yang menyebabkan hipertensi jenis ini adalah gagal
ginjal (Siyad A.R, 2011; Silbernagl et al., 2006)
2.2 Etiologi Hipertensi Essensial / Primer
Hipertensi Essensial / Primer merupakan hipertensi yang penyebabnya
tidak diketahui. Hipertensi tipe ini, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikontrol. Lebih dari 90% orang dari penyakit hipertensi menderita hipertensi tipe
ini. Faktor genetik berperan penting pada hipertensi tipe ini (Siyad A.R, 2011;
Tagor, 2004).
3
2.3 Klasifikasi Hipertensi
The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) (2004)
mengklasifikasikan tekanan darah pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas
menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 seperti
yang tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi untuk remaja berumur 18 tahun atau lebih
menurut JNC 7, 2004:
Sedangkan European Society of Hypertension (ESH) dan European Society
of Cardiology (ESC) tahun 2007 mengklasifikasikan hipertensi seperti tabel yang
tertera dibawah ini (Mancia et al, 2013)
.
Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah menurut ESH/ESC 2007:
Kategori Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Optimal
Normal
Normal tinggi
Hipertensi
Derajat 1(ringan)
Derajat 2 (sedang)
Derajat 3 (berat)
Isolated systolic hypertension
< 120
120-129
130-139
140-159
160-179
≥ 180
≥ 140
dan
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan/atau
dan
< 80
80-84
85-89
90-99
100-109
≥ 110
< 90
Klasifikasi Tekanan
Darah
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg)
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Stage 1 Hipertensi 140 – 159 Atau 90 – 99
Stage 2 Hipertensi ≥ 160 Atau ≥ 100
4
2.4 Faktor Resiko terjadinya Hipertensi
Faktor resiko yang relevan terhadap mekanisme terjadinya hipertensi
primer adalah:
a. Genetik
Hipertensi primer bersifat diturunkan atau bersifat genetik. Kaplan dikutip
dalam Hendraswari, 2008 menyatakan bahwa kemungkinan untuk menderita
hipertensi pada seseorang yang orang tuanya mempunyai riwayat hipertensi
adalah sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan orang lain yang tidak
mempunyai riwayat hipertensi pada orang tuanya. Penderita hipertensi tidak
selamanya diperoleh dari garis keturunan, tetapi seseorang memiliki potensi
untuk mendapat hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
(Anies, 2006).
b. Umur
Umumnya tekanan darah akan naik dengan bertambahnya umur terutama
setelah umur 40 tahun. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur
dibawah 40 tahun masih berada dibawah 10%, tetapi di atas umur 50 tahun
angka tersebut terus meningkat mencapai 20 - 30%, sehingga ini sudah menjadi
masalah yang serius untuk diperhatikan (Depkes RI dikutip dalam
Hendraswari, 2008).
c. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita. Pria diduga
memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah
dibandingkan dengan wanita (Kearney et al, 2005). Namun, setelah memasuki
menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan setelah umur 65
tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria
yang diakibatkan oleh faktor hormonal (Pratiwi dikutip dalam Hendraswari,
2008). Hasil SKRT 2004 diketahui bahwa prevalensi hipertensi pada
perempuan 16% dan pada laki-laki yaitu 12%.
d. Obesitas
Obesitas adalah meningkatnya massa tubuh karena jaringan lemak yang
berlebihan sehingga meningkatnya kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen
5
secara menyeluruh, akibatnya curah jantung bertambah (Rasmaliah et al.,
2004).
e. Asupan Garam
Garam membantu menahan air dalam tubuh. The American heart Association
step II diet menganjurkan seseorang rata-rata mengkonsumsi tidak lebih dari
2.400 mg garam per hari. Asupan garam yang berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan volume air dan akan meningkatkan volume darah tanpa adanya
penambahan ruang. Peningkatan volume ini mengakibatkan bertambahnya
tekanan di dalam arteri (Budistio dalam Rasmaliah et al., 2004).
f. Stress
Stress adalah respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan
beban atasnya (Hawari dikutip dalam Hendraswari, 2008). Peningkatan darah
akan lebih besar pada individu yang mempunyai kecenderungan stress
emosional yang tinggi (Pinzon dikutip dalam Hendraswari 2008). Stress atau
ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar Supra renal melepaskan hormon
Adrenaline dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat,
sehingga tekanan darah akan meningkat (Selpi dikutip dalam Hendraswari
2008).
g. Merokok
Merokok terbukti menyebabkan peningkatan denyut nadi yang menyebabkan
peningkatan curah jantung (Cardiac Output) dan tahanan perifer yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah (Winniford dalam Hendraswari,
2008)
Faktor - faktor yang meningkatkan tekanan darah, seperti obesitas dan
alkohol yang tinggi dan asupan garam, disebut "faktor hypertensinogenic”. Faktor
hypertensinogenic dapat menyebabkan tekanan darah meningkat di atas kisaran,
sehingga menciptakan 4 kemungkinan utama: (1) pasien yang memiliki
mewarisi tekanan darah dalam kategori optimal (120/80 mmHg); jika 1 atau lebih
faktor hypertensinogenic ditambahkan, tekanan darah akan mungkin meningkat
tapi tetap dalam kisaran normal (135/ 85 mmHg) (Gambar 2.1, 2 kolom pertama);
(2) pasien yang telah mewarisi tekanan darah dalam kategori normal (130/ 85
mmHg); jika 1 atau lebih faktor yang hypertensinogenic ditaambahkan, tekanan
6
darah mungkin akan meningkat ke kisaran normal tinggi
(130-139/85-89 mmHg) atau kategori hipertensi derajat 1 (140-159/90-99 mmHg)
(Gambar 2.1, 2 kolom kedua); (3) pasien yang telah mewarisi tekanan darah
kategori normal tinggi (130-139/85-89 mmHg); jika 1 atau lebih
faktor hypertensinogenic ditambahkan, tekanan darah akan meningkat ke
kisaran hipertensi (>140/>90mmHg) (Gambar 2.1, 2 kolom ketiga); dan (4) pasien
yang telah mewarisi tekanan darah di kisaran hipertensi; penambahan 1 atau lebih
faktor hypertensinogenic akan membuat hipertensi lebih parah, berubah dari tahap
1 sampai tahap 2 atau 3 (Gambar 2.1, kolom keempat sampai keenam).
Gambar 2.1 Efek faktor hypertensiogenic pada tekanan darah
Lebih dari satu dekade pedoman international dalam penatalaksanaan
hipertensi memiliki pengelompokan yang berbeda dalam hal pengelompokan
resiko cardiovaskular, berdasarkan tingkat tekanan darah, faktor risiko
kardiovaskular, kerusakan organ yang asimptomatik dan adanya diabetes,
penyakit kardiovaskular simtomatik atau penyakit ginjal kronis. Gambar 2.3
merangkum pengelompokan dari total resiko kardiovaskular dalam kategori
rendah, sedang, tinggi dan resiko sangat tinggi, yang mengacu pada resiko
7
kematian dalam 10 tahun seperti yang didefinisikan oleh joint 2012 ESC CVD
Prevention Guidelines.
Gambar 2.3 Pengelompokan tekanan darah dari faktor resiko kardiovaskular
2.5 Diagnosis Hipertensi
Evaluasi awal pasien dengan hipertensi harus (i) mengkonfirmasi diagnosis
hipertensi, (ii) mendeteksi penyebab hipertensi sekunder, dan (iii) menilai risiko
kardiovaskular, kerusakan organ dan kondisi klinis secara bersamaan. Ini
termasuk pengukuran tekanan darah, riwayat kesehatan termasuk riwayat penyakit
keluarga, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan tes diagnostik lebih
lanjut.
Pada 70-80% kasus hipertensi essensial didapatkan riwayat hipertensi dalam
keluarga, walaupun hal ini belum dapat memastikan diagnosis hipertensi
essensial. Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orangtua, maka
dugaan hipertensi essensial lebih besar. Mengenai usia penderita hipertensi
essensial mayoritas timbul pada usia 25-45 tahun, dan hanya 20% yang timbulnya
kenaikan darah di bawah usia 20 tahun dan diatas usia 50 tahun. Bila telah
diketahui adanya riwayat hipertensi sebelumnya, perlu informasi tentang
pengobatan, efektifitas dan efek samping obat (Sidabutar, 1990).
Keterangan obat yang sedang di makan penderita yang mungkin
menimbulkan hipertensi seperti golongan kortikosteroid, golongan monoamine
oxidase inhibitor, dan golongan simpatomimetik. Konsumsi makanan yang
8
banyak mengandung garam juga harus ditanyakan. Pada wanita keterangan
mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat eklamsi, penggunaan pil kontrasepsi
juga ditanyakan. Data riwayat keluarga tentang penyakit ginjal polikistik, kanker
tiroid, feokromositoma, batu ginjal dan hiperparatiroidisme perlu ditanyakan
untuk melengkapi anamnesis (Sidabutar, 1990).
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran.
Diagnosis baru dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda secara konsisten. Dalam pemeriksaan fisik dilakukan
pengukuran tekanan darah setelah pasien beristirahat 5 menit. Posisi pasien adalah
duduk bersandar dengan kaki di lantai dan lengan setinggi jantung. Ukuran dan
letak manset serta stetoskop harus benar. Ukuran manset standar untuk orang
dewasa adalah panjang 12-13 cm dan lebar 35 cm. Penentuan sistolik dan
diastolik dengan menggunakan Korotkoff fase I dan V. Pengukuran dilakukan dua
kali dengan jeda 1-5 menit. Pengukuran tambahan dilakukan jika hasil kedua
pengukuran sangat berbeda. Konfirmasi pengukuran pada lengan kontralateral
dilakukan pada kunjungan pertama dan jika didapatkan kenaikan tekanan darah
(Yogiantoro, 2006).
Sampai saat ini hipertensi masih merupakan masalah yang kompleks karena
merupakan penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena interaksi antara
faktor-faktor risiko tertentu antara lain diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas,
sistem saraf simpatis, keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan
vasokonstriksi serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin dan aldosteron (Kaplan, 2002; Oparil et al, 2003). Mekanisme
pengaturan tekanan darah seperti tertera pada gambar di bawah ini
(Sherwood,2001).
9
Hipertensi essensial cenderung terjadi pada kelompok keluarga dan muncul
sebagai sekumpulan penyakit atau sindrom yang berbasis genetik dengan
beberapa abnormalitas biokimia yang diturunkan. Fenotif yang dihasilkan dapat
dimodulasi oleh berbagai macam faktor lingkungan yang kemudian
mempengaruhi derajat kenaikan tekanan darah dan waktu onset hipertensi (Oparil
et al, 2003).
Peranan faktor genetik disini biasanya dijembatani suatu fenotip
(intermediate phenotype) berupa sensitivitas terhadap garam (salt sensitivity).
Dengan demikian individu yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi, asupan
tinggi natrium akan menyebabkan retensi natrium dan air yang selanjutnya akan
meningkatkan tekanan darah (Melander et al, 2001; Oparil et al, 2003).
10
Gambar 2.4 Diagnosis pada pasien yang diduga hipertensi
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pengobatan hipertensi bertujuan untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi dengan menurunkan tekanan darah
seoptimal mungkin. Dimulainya perubahan gaya hidup dan terapi obat
11
antihipertensi (Gambar 2.5). Sasaran pengobatan juga diindikasikan seperti pada
Gambar 2.3.
Gambar 2.5 Tatalaksana hipertensi berdasarkan pengelompokan tekanan darah dari faktor resiko kardiovaskular
Penanganan Hipertensi menurut JNC 7, 2004:
a. Modifikasi gaya hidup, jika tidak tercapai target tekanan darah
(tekanan darah < 140/90 mmHg atau 130/80 mmHg dengan penyakit diabetes
dan gagal ginjal kronik), maka berikan pengobatan pertama:
Hipertensi dengan indikasi yang memaksa:
- Hipertensi stage 1 (tekanan darah sistolik: 140- 59 mmHg atau tekanan
darah diastolik 90-99 mmHg ) diberikan Thiazide. Pertimbangan lain:
ACE inhibitor, Angiotensin Receptor Blocker (ARB), Beta blocker,
Chalcium Channel Blocker atau kombinasi.
- Hipertensi stage 2 (tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥ 100 mmHg) diberikan dua obat kombinasi. Biasanya
diberikan Thiazide dan Ace inhibitor atau ARB atau Beta blocker atau
Channel Blocker.
Hipertensi tanpa indikasi yang memaksa:
12
- Obat-obat anti hipertensi yang lains: Diuretik, ACE inhibitors, ARB, Beta
blocker, Chalsium Channel Blocker jika diperlukan.
b. Jika semua tindakan diatas telah dilakukan, dan tetap tidak mencapai target
penurunan tekanan darah, maka berikan dosis maksimal dan tambahkan pilihan
obat antihipertensi yang lain sampai target penurunan tekanan darah tercapai.
c. Jika target penurunan tekanan darah tetap tidak tercapai, maka pertimbangkan
untuk mengkonsultasikan pasien pada ahli hipertensi.
Gambar 2.1 Skema Penatalaksanaan Hipertensi (JNC 7, 2004)
2.7 Komplikasi
13
Peran modifikasi gaya hidup. Sebuah program modifikasi gaya hidup
adalah langkah utama dalam pencegahan dan pengelolaan hipertensi dan penyakit
kardiovaskular. CHEP (Canadian Hypertension Education Program)
merekomendasikan sejumlah langkah-langkah untuk mengurangi kemungkinan
hipertensi, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko komplikasi
kardiovaskular pada orang yang mengalami peningkatan tekanan darah ( lihat di
bawah). Pada pasien dengan diabetes dan tekanan darah > 130/80 mm Hg,
intervensi gaya hidup harus dimulai bersamaan dengan terapi farmakologis. Pada
pasien berisiko rendah dengan stadium 1 hipertensi (140-159/90-99 mmHg),
modifikasi gaya hidup dapat menjadi terapi tunggal.
1. Diet sehat : tinggi dalam buah-buahan dan sayuran, produk susu rendah
lemak, serat makanan larut dan, biji-bijian dan protein dari sumber
tanaman segar; rendah lemak jenuh, kolesterol, dan garam sesuai dengan
Canada’s Guide to Healthy Eating or DASH diet.
2. Aktivitas fisik yang teratur : akumulasi 30-60 menit moderate intensity
latihan dinamis (berjalan, jogging, bersepeda, berenang) 4-7 hari per
minggu, di samping kegiatan sehari-hari
3. Konsumsi alkohol berisiko rendah (< 2 minuman standar / hari dan kurang
dari 14/minggu untuk pria dan kurang dari 9/minggu untuk wanita.
4. Mencapai dan menjaga berat badan ideal ( BMI 18,5-24,9 kg/m2 )
5. Lingkar pinggang yang sehat : < 102 cm untuk pria , < 88 cm untuk wanita
6. Pengurangan asupan sodium ke tingkat yang direkomendasikan oleh
Healthy Canada (Tabel 2.3)
7. Sebuah lingkungan bebas asap rokok
8. Manajemen Stres
Tabel 2.3 Rekomendasi asupan garam oleh CHEP 2013
14
Hipertensi yang diabaikan atau tidak diobati sesegera mungkin dapat
menyebabkan kerusakan organ dalam tubuh, diantaranya adalah:
a. Jantung
Hipertensi dapat menyebabkan CVD (Cardiovaskular Disease) dan
meningkatkan resiko kejadian iskemik seperti angina pectoris dan infark miokard
(Siyad A.R,2011; Busari et al.,2010; Pujiyanto, 2008) Selain itu sebagai
mekanisme kompensasi dari jantung dalam merespon naiknnya tekanan darah
hipertensi dapat menyebabkan LVH (Left Ventricle Hyperthropy). LVH sendiri
merupakan faktor resiko berbahaya akan terjadinya CAD (Cardio Acute Disease),
HF (Heart Failure), dan Aritmia. Hipertensi yang tidak terkontrol merupakan
salah satu pemicu Heart Failure (Saseen dan Carter, 2005).
b. Otak
Gejala kerusakan pada organ ini yaitu terjadinya TIA (Transient Ischemic
Attack), stroke iskmeik, infark serebral, dan perdarahan otak. Peningkatan tekanan
darah sistolik yang berkepanjangan dapat menyebabkan hipertensi ensefalopati
(Saseen and Carter, 2005; Rilantono et al., 2004). Uji klinis membuktikan, terapi
hipertensi dapat menurunkan resiko stroke kambuhan maupun stroke yang baru
dialami pertama kali (JNC 7, 2004).
c. Ginjal
GFR (Glomerulus Filtration Rate) digunakan untuk mengetahui fungsi
ginjal. Hipertensi menyebabkan GFR (Glomerulus Filtration Rate) menurun lebih
cepat. Hipertensi berhubungan dengan nephrosclerosis, yang mana menyebabkan
peningkatan tekanan intraglomerular (Saseen dan carter, 2005; Tagor GM, 2004).
d. Mata
Hipertensi dapat menyebabkan retinopati hipertensif yang berimplikasi
pada kebutaan. Keparahannya diklasifikasikan menjadi empat, yakni: tingkat 1
yang ditandai dengan menebalnya diameter arteri, yang menyebabkan
vasokonstriksi, tingkat 2 yang ditandai dengan nicking pada arteriovenosus (AV),
yang menyebabkan arterosklerosis, tingkat 3 yang terjadi jika hipertensi tidak
kunjung diobati yang dapat menyebabkan cotton wool exudates dan flame
hemorrhage, terakhir tingkat 4 muncul sebagai akibat dari kasus yang semakin
15
parah, yang ditandai dengan papil edema (Saseen dan Carter, 2005; Tagor GM,
2004).
2.8 Pencegahan
a. Mengurangi Berat badan.
b. Diet garam.
c. Meningkatkan asupan buah-buahan, sayur-sayuran dan potasium.
d. Mengurangi konsumsi alkohol.
e. Dilakukan Pengukuran Tekanan Darah Secara Teratur
(JNC 7, 2004; NICE, 2011).