referat jiwai gangguajn cemas menyeluruh final
DESCRIPTION
jiwaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan tersebut
ditandai oleh ketakutan yang difus, tidak menyenangkan, seringkali disertai oleh
gejala otonomik, seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, gelisah, dan sebagainya.
Anxietas merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan
satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan
cenderung bervariasi, pada setiap orang tidak sama. Anxietas yang patologik biasanya
merupakan kondisi yang melampaui batas normal terhadap satu ancaman yang
sungguh-sungguh dan maladaptif.1,2
Anxietas sendiri dapat sebagai gejala yang terdapat pada gangguan psikiatrik,
dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal.
Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya
tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri.
Anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan
menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya
kecemasannya dapat berkurang.2
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai
peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari,
berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit
untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan
penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan
pekerjaan.4
GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang
berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang
jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat
menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan
kehidupan sosial.4
Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut
dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam
keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.4
2.2 EPIDEMIOLOGI
Angka prevalensi untuk gangguan anxietas menyeluruh 3-8%, dengan
prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan laki-laki
sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa
2
akhir, dengan insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan
gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua. 5,6
2.3 ETIOLOGI
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan
terjadinya gangguan anxietas menyeluruh. Teori-teori tersebut antara lain :
Kontribusi Ilmu Psikologi
Tiga teori utama psikologis yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah
memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing
memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan
kecemasan.3
1. Teori psikoanalitik
Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari
penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan
sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego
digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan
perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari
perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan
kecemasan, tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu kemampuan
untuk mengalami kecemasan dan menggunakannya sebagai sinyal untuk
menyelidiki konflik yang mendasari yang telah menciptakannya. Kecemasan
muncul sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup. 3
Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan
cinta atau persetujuan orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik
dapat menjelaskan tingkat kecemasan yang dialami seorang pasien. Beberapa
kecemasan jelas berkaitan dengan konflik pada beberapa tingkat
perkembangan yang bervariasi.3
3
2. Teori Perilaku
Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan
lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis
dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas
segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Dalam model pembelajaran
sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru
kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.3
3. Teori eksistensial
Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan
umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa
cemas yang sifatnya kronis. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat
meningkat sejak pengembangan senjata nuklir dan bioterorisme.3
Teori kognitif-perilaku
Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,
disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negative pada
lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat
negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.4,7
Teori Genetik
Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD
dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat
pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian
pada pasangan kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigotik dan 15%
pada kembar dizigotik.4,7
Kontribusi Ilmu Biologi
4
1. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh
pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit
kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea).3
2. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan
dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin
(NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA). Salah satu eksperimen
untuk mempelajari kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara
bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan
negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya
benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk situasi ini,
sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon
perilaku hewan.3
3. Norepinefrin
Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan,
seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal otonom,
merupakan karakteristik fungsi noradrenergik yang meningkat. Itu teori
umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan kecemasan dimana pasien
yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan sel
dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons
rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem
limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan pada primata
telah menunjukkan bahwa stimulasi dari lokus seruleus menghasilkan respon
ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama
sekali menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk
respon ketakutan.3
5
Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan
gangguan panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol [Isuprel])
dan adrenergik antagonis reseptor (misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat
memicu serangan panik yang sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine
(Catapres), sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan
dalam beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang
konsisten adalah bahwa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama
gangguan panik, memiliki cairan serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin
metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG).3
4. Serotonin
Identifikasi jenis reseptor serotonin telah mendorong pencarian untuk
peran serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai hasil test
pada stres akut menunjukkan omset 5-hidroksitriptamin (5-HT) yang
meningkat pada korteks prefrontal, amigdala, dan hipotalamus lateral.
Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan
bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapi dalam beberapa
gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD. Efektivitas
buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor, dalam
pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya
hubungan antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik
kebanyakan terletak di inti raphe di batang otak dan sel – sel yang menuju ke
korteks, sistem limbik (khususnya amigdala dan hippocampus), dan
hipotalamus. Beberapa laporan menunjukkan bahwa meta-
chlorophenylpiperazine (MCPP), obat serotonergik, dan fenfluramine
(Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan
kecemasan meningkat pada pasien dengan gangguan kecemasan, dan banyak
laporan menunjukkan bahwa serotonergik halusinogen dan stimulansia
misalnya, asam diethylamide lysergic (LSD) dan 3,4-
methylenedioxymethamphetamine (MDMA) terkait dengan perkembangan
6
gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat
ini.3
5. GABA
Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan
golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis
reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan
kecemasan. Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang
paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum,
potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam
(Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah
antagonis benzodiazepin, flumazenil (Romazicon), menyebabkan serangan
panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah
membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan
kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka,
meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.3
6. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis
Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres
psikologis meningkatkan sintesis dan pelepasan kortisol. Kortisol berfungsi
untuk memobilisasi dan untuk melengkapi penyimpanan energi dan kontribusi
untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan
memori; penghambatan pertumbuhan dan sistem reproduksi, dan penahanan
dari respon kekebalan. Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan
dapat memiliki efek samping yang serius, termasuk hipertensi, osteoporosis,
imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya,
aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular.3
7. Corticotropin-releasing hormone (CRH)
7
Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH
mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi
selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan stres,
mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan pelepasan
kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat
berbagai fungsi neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual,
dan program endokrin untuk pertumbuhan dan reproduksi.3
8. Aplysia
Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan
berdasarkan pada studi Aplysia di californica, yang dilakukan oleh pemenang
Hadiah Nobel Eric Kandel. Aplysia adalah siput laut yang bereaksi terhadap
bahaya dengan menghindar, menarik diri ke dalam cangkangnya. Perilaku ini
dapat dikondisikan secara klasik, sehingga siput merespon stimulus netral
seolah-olah itu stimulus berbahaya. Siput juga bisa menjadi peka dengan
guncangan acak, sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak
adanya bahaya nyata. Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan perubahan
terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi peningkatan pelepasan
jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan sederhana, karya
ini menunjukkan pendekatan eksperimental untuk proses neurokimia
kompleks yang berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia.3
9. Neuropeptida Y
Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan
salah satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia.Bukti
yang menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang
kuat, dan mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek
regulasi counter pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting
dalam ekspresi kecemasan, ketakutan, dan depresi.3
8
10. Galanin
Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan
mengandung 30 asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah
fungsi fisiologis dan perilaku, termasuk belajar dan memori, mengontrol rasa
sakit, asupan makanan, kontrol neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan
terakhir kecemasan. Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang
berasal dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk
hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal.3
2.4 GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dinilai dari 2 hal, yaitu gejala somatik dan gejala psikologik.
1. Gejala somatik4,7
• Gemetar
• Nyeri punggung dan nyeri kepala
• Ketegangan otot
• Napas pendek, hiperventilasi
• Mudah lelah, sering kaget
• Hiperaktivitas otonomik (wajah merah dan pucat, takikardia, palpitasi, tangan
rasa dingin, diare, mulut kering, sering kencing)
• Parestesia
• Sulit menelan
2. Gejala psikologik4,7
• Rasa takut yang berlebihan dan sulit untuk dikontrol
9
• Sulit konsentrasi
• Insomnia
• Libido menurun
• Rasa mual di perut
• Hipervigilance (siaga berlebih)
Gangguan anxietas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah.
Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung
(cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan
merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF
( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon
hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin
Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi
kortisol ke dalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan
mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan
pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah
dan sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis
dan sistem parasimpatis. Pada anxietas terjadi sekresi adrenalin berlebihan yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedanngkan pada anxietas yang sangat
berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga
akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada
kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap
rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada
gangguan anxietas menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter
serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-
hidroksitriptamin 1 (5-HT1), 5-HT2 dan 5-HT3. Menurut Kabo reseptor 5-HT1
bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat
10
sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi
kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah.8
2.5 DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik gangguan anxietas menyeluruh menurut DSM IV-TR :9
a. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari,
sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas
atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah)
b. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya
c. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala berikut ini
(dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak
terjadi selama enam bulan terakhir). Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan
pada anak :
1. Kegelisahan
2. Merasa mudah lelah
3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong
4. Iritabilitas
5. Ketegangan otot
6. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan
tidakmemuaskan)
d. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I,
misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu
serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum
(seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif
kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan
11
anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa),
menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau
menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan
kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stres pasca trauma.
e. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.
f. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu
zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum
(misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan
mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.
Penegakan diagnosis gangguan anxietas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai
berikut:10
• Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya
“free floating” atau “mengambang”)
• Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut :
(a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit
konsentrasi, dan sebagainya);
(b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai);
dan
(c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-
debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering dan
sebagainya).
12
Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan
(reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol.
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan Anxietas
Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode
depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau
gangguan obsesif-kompulsif (F42.-).
2.6 DIAGNOSIS BANDING
Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan
zat.Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan
tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein,
penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotik-
sedatif dan anxiolitik.4
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada
gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan
anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan anxietas menyeluruh juga dapat
didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis,
gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma.4
• Fobia
Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu yang jelas (dari luar
individu itu sendiri) yang sebenarnya tidak membahayakannya. Sebagai akibat,
obyek atau situasi tersebut akan dihindarinya atau dihadapi dengan rasa
terancam.4
• Gangguan obsesif kompulsif
13
Obsesif adalah gagasan, bayangan, dan impuls yang timbul di dalam pikiran
secara berulang, sangat mengganggu dan pasien tidak mampu untuk
menghentikannya. Pikiran yang muncul ini biasanya tidak dikehendaki,
menimbulkan penderitaan, menakutkan atau membahayakan. Pada gangguan
obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang (kompulsi) untuk
menghilangkan kecemasannya.4
• Hipokondriasis
Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit
serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan
berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien
merasakan gejala-gejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan
yang dirasakannya.4
• Gangguan stres pasca trauma
Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan suatu
peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada
GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.4
2.7 PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
a. Benzodiazepin
Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan
dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi.
Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat
mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata
2-6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu.
Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan,
14
anti-insomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang
termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain :11
• Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 5-10 mg
(im/iv), broadspectrum
• Chlordiazepoxide, dosis anjuran 2-3x 5-10 mg/hari, broadspectrum
• Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia. Lebih efektif sebagai anti-anxietas, untuk pasien-pasien dengan
kelainan hati dan ginjal.
• Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas,
psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa
dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif.
• Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan anti-
insomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas.
• Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas
tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen
efek anti-depresi.
b. Non-benzodoazepin (Buspiron)
Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam
memperbaiki gejala kognitif disbanding gejala somatik. Tidak menyebabkan
withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek
klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita
GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan
respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama
antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering
15
Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah
mencapai maksimal.11
2. Psikoterapi
a. Terapi kognitif perilaku
Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran
manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon,
dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan
bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku
diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan
menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat
dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan,
klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi
positif.Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien
menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti
yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang
dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali
distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara
langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah
relaksasi dan biofeedback.6,11
b. Terapi suportif
Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang
ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.6
c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan
Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah
sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari
16
pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat
memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur,
bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi
dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.6
2.8 PROGNOSIS
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi
gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Terjadinya
beberapa peristiwa negatif dalam kehidupan dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya gangguan cemas menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan
umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25%
penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan
depresi mayor.4
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat
bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika
terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.Keadaan penderita,
lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam
menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.12
Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah
menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi
sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak
menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat
tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari
kemampuan seseorang dalam menanggapi kenyataan, pengendalian diri dalam
memadukan keinginan-keinginan pribadi dengan tuntutan masyarakat, kemampuan
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin matang kepribadian premorbidnya,
maka prognosis gangguan cemas menyeluruh semakin baik.12
17
Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada
gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian
pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok
dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi
prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan sebelum gejala-gejala menjadi alat
untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan
simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejala-gejala
sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka
kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek.12
Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas
menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas
menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan
lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap
orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek
akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan
meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa
penderita misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau,
kemunduran finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.12
BAB III
RINGKASAN
18
Gangguan anxietas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai
peristiwa kehidupan sehari-hari.Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari,
berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan.Kecemasan yang dirasakan sulit
untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti
ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan
penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan
pekerjaan.
Penyebab terjadinya GAD dapat dijelaskan melalui beberapa teori, antara lain
teori biologi, teori genetik, teori psikoanalitik dan teori kognitif-perilaku. Gambaran
klinis yang dapat muncul antara lain anxietas berlebihan, ketegangan motorik
bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala, hiperaktivitas otonom
timbul dalam bentuk napas pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala
pencernaan.
Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding GAD adalah
gangguan panik, fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan
somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.
Penatalaksanaan GAD meliputi farmakoterapi, golongan Benzodiazepin
merupakan drug of choice sebab mempunyai efek anti-anxietas, spesifitas, potensi
dan keamanan yang paling baik. Selain itu, pasien juga diberikan psikoterapi, berupa
terapi kognitif-perilaku (CBT), terapi suportif dan psikoterapi berorientasi tilikan.
Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang
mungkin berlangsung seumur hidup.Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami
gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.
Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat
bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan.Hal ini berhubung dengan dinamika
19
terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.Keadaan penderita,
lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam
menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh.
Hal lain yang juga memegang peranan penting dalam menentukan baik
tidaknya prognosis gangguan cemas menyeluruh antara lain kepribadian premorbid
pasien, efektifitas terapi, factor stres, serta dukungan lingkungan dan orang-orang
sekitar pasien.
20