referat mata fida
DESCRIPTION
ghjhhkhkTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
KATA PENGANTAR 2
BAB I : PENDAHULUAN 3
A. Latar belakang 3
B. Tujuan 4
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
1.1 ANATOMI 5
2.1 FISIOLOGI 9
3.1 NERVUS OPTICUS 9
BAB III: PEMBAHASAN 18
A. DEFINISI 18
B. EPIDEMIOLOGI 18
C. ETIOLOGI 19
D. PATOFISIOLOGI 20
E. GEJALA & TANDA 21
F. DIAGNOSIS 23
G. DIAGNOSIS BANDING 25
H. PENATALAKSANAAN 28
I. KOMPLIKASI 29
J. PROGNOSIS 30
BAB IV: KESIMPULAN 31
BAB V: DAFTAR PUSTAKA 32
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada ALLAH SWT atas berkat dan
rahmatNya dalam menyelesaikan referat Ilmu Penyakit Mata yang berjudul
Papilitis. Referat ini disusun sebagai bagian dalam rangkan memenuhi salah satu
tugas kami sebagai mahasiswa kedokteran yang mengikuti program studi profesi
dokter di bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Trisakti peeriode 22
september-24 oktober 2014.
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata,RSUD Semarang, Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan berbagai pihak
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan referat ini kepada:
Dr. Susi Herawati,Mkes selaku direktur RSUD kota Semarang
Dr.Hj.Nanik Sri mulyani,Sp.M selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Mata
RSUD Kota Semarang dan pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu
Penyakit Mata
Dr.Irastri Anggraini,Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian
Ilmu Penyakit Mata
Ibu Farida Faisal dan Bapak Puriyono Siswantono selaku refraksionist di
Poliklinik Bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Kota Semarang
Rekan-rekan sejawat anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu
Penyakit Mata Semarang.
Penulis juga mengharapkan segala masukan baik berupa saran maupun kritik
membangun daripada pembaca dalam rangka meningkatkan kualitas referat ini.
Demikianlah referat ini disusun,kiranya dapat memberikan manfaat bagi
para pembaca dan Fakultas Kedokteran Univesitas Trisakti.
Semarang,Oktober 2014
Penulis
BAB I
2
PENDAHULUAN
I. 1. Latar Belakang
Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Mata merupakan
organ yang mengandung reseptor penglihatan pada salah satu bagiannnya yang
disebut retina. Sebagaimana ditunjukan oleh asal embriologis umumnya, retina
dan jaras-jaras penglihatan anterior merupakan bagian dari kesatuan otak yang
utuh,yang menyediakan sebagian besar input sensoris total. Retina dan jaras
penglihatan anterior sering memberi petunjuk diagnostic penting untuk berbagai
gangguan susunan saraf pusat.
Penyakit intracranial sering menyebabkan gangguan penglihatan karena
adanya kerusakan atau tekanan pada salah satu bagian dari jaras-jaras optikus.
Nervus kranialis III,IV, dan VI yang mengontrol gerakan otot-otot
ocular,mungkin terkena; saraf V dan VII juga berhubungan erat dengan fungsi
mata. 1
Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat
berbagai macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu
papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang
disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik intraokular dan dapat
terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Pada neuritis optikus, serabut saraf
menjadi bengkak dan tak berfungsi sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja
normal atau menjadi berkurang, tergantung pada jumlah saraf yang mengalami
peradangan.2
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan lapang
pandang, pemeriksaan oftalmoskop, pemeriksaan respon reflex pupil, CT scan,
atau MRI mata. Diagnosa yang tepat dan terapi yang sesuai sangat diperlukan
untuk menyelamatkan fungsi penglihatan.2
I. 2. Tujuan
3
I.2.1. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, epidemiologi,
etiologi, patogenesis, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, diagnosis,
penatalaksanaan dan prognosis dari Papilitis.
I.2.2. TUJUAN KHUSUS
1. Memenuhi salah satu tugas Kepaniteraan Klinis Ilmu Penyakit Mata di
RSUD Kab. Semarang
2. Sebagai prasyarat mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinis Ilmu Penyakit
Mata di RSUD Kab. Semarang.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Fisiologi
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke anterior hampir sejauh korpus siliare dan berakhir pada ora
serrata dengan tepi yang tidak rata. Ketebalan retina kira-kira 0,1 mm pada ora
serata dan 0,56 mm pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior
terdapat makula lutea yang berdiameter 5,5 sampai 6 mm, yang secara klinis
dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah
retina temporal.2
Gambar 1. Bola Mata
Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut 2 :
5
Gambar 2. Lapisan Retina
1. Membran limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
2. Lapisan serat saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua
4. Lapisan pleksiformis dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral
6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapisan aseluler dan tempat sinaps
sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal
7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis inti sel batang dan sel
kerucut
8. Membran limitans eksterna, merupakan membran ilusi
6
9. Lapisan sel kerucut dan sel batang (fotoreseptor), merupakan lapisan
terluar retina, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping,
dan sel kerucut
10. Epitelium pigmen retina, merupakan lapisan kubik tunggal dari sel
epithelial berpigmen.
Secara klinis, makula dapat didefinisikan sebagai daerah pigmentasi
kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal atau xantofil. Definisi alternatif
secara histologis adalah bagian retina yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih
dari satu lapis sel.
Di tengah makula sekitar 3,5 mm disebelah lateral diskus optikus, terdapat
fovea yang secara klinis merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan
khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona avaskuler di
retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya
adalah kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.
Substrat metabolisme dan oksigen dikirim ke retina dicapai melalui 2
sistem vaskuler terpisah, yaitu : sistem retina dan koroid. Metabolisme retina
secara menyeluruh tergantung pada sirkulasi koroid. Pembuluh darah retina dan
koroid semuanya berasal dari arteri oftalmik yang merupakan cabang dari arteri
karotis interna.
Sirkulasi retina adalah sebuah sistem end-arteri tanpa anostomose. Arteri
sentralis retina keluar pada optic disk yang dibagi menjadi dua cabang besar.
Arteri ini berbelok dan terbagi menjadi arteriole di sepanjang sisi luar optic disk.
Arteriol ini terdiri dari cabang yang banyak pada retina perifer.
Sistem vena ditemukan banyak kesamaan dengan susunan arteriol. Vena retina
sentralis meninggalkan mata melalui nervus optikus yang mengalirkan darah vena
ke sistem kavernosus. Retina menerima darah dari dua sumber : khoriokapilaris
yang berada tepat di luar membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina,
termasuk lapisan fleksiformis luar dan lapisan inti luar, fotoresptor, dan lapisan
epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari sentralis retina, yang mendarahi 2/3
sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah
7
terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila retina mengalami ablasi.
Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang, yang
membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.
Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.
Gambar 3. Normal fundus
Gambar 4. Normal fundus
8
II.2Fisiologi
Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Sel-sel batang dan
kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi
impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus
dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman
penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya
adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara
fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal ini
menjamin penglihatan yang paling panjang. Di retina perifer, banyak fotoreseptor
dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan system pemancar yang
lebih kompleks. 1
Akibat dari susunan seperti itu adalah makula digunakan terutama untuk
penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina
lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama
untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).1
Fotoreseptor kerucut dan batang terletak di lapisan terluar yang avaskuler
pada retina sensorik dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang
mencetuskan proses penglihatan. Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung
rhodopsin, yang merupakan suatu pigmen penglihatan fotosensitif. Rhodopsin
merupakan suatu glikolipid membran yang separuh terbenam di lempeng
membrane lapis ganda pada segmen paling luar fotoreseptor. Penglihatan skotopik
diperantarai oleh fotoreseptor sel batang. Pada bentuk penglihatan adaptasi gelap
ini, terlihat bermacam-macam nuansa abu-abu, tetapi warna ini tidak dapat
dibedakan. Penglihatan siang hari terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut,
senjakala oleh kombinasi sel kerucut dan batang, dan penglihatan malam oleh
fotoreseptor batang.1
II. 3. Nervus Optikus
Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke kiasma
optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi merupakan
kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-axon dari sel
ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk reflex pupil.
9
Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan saraf
sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh neurilema
sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus optikus
mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf. 3
Gambar 5. Jaras Nervus Opticus
Bagian nervus optikus
Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat dibagi mejadi 4
bagian :
Intraocular (1 mm) : menembus sclera (lamina kribrosa), koroid dan
masuk ke mata sebagai papil disk.
Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke foramen
optic. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optic, dikelilingi oleh
annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus. Sebagian serat otot
rektus superior berhubungan dengan selubung saraf nervus optikus dan
berhubungan dengan sensasi nyeri saat menggerakkan mata pada neuritis
retrobulbar. Secara anterior, nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh
lemak orbital.
10
Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika yang
berjalan inferolateral dan melintasi secara obliq, dan ketika memasuki
mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan sinusitis dengan
neuritis retrobulbar.
Intracranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian
menyatu membentuk kiasma optikum.3
Vaskularisasi nervus optikus
Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri retina
Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang cabang dari
peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah dari lamina
cribrosa.
Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan arteri
circle of zinn
Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari sentirfugal cabang-
cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-cabang pleksus yang
dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri retina sentral, dan arteri
oftalmika.
Gambar 6. Vaskularisasi nervus optikus
11
Lintasan nervus optikus
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum.
Di depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan
bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum.
Di depan tuber sinerium nervus optikus kanan dan kiri bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian
nasal dari masing- masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu
dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan
melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus
superior. Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi.
Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras
visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior
menghantarkan impuls visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti
refleks pupil. 4
Gambar 7. Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak
basal)
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang
membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic
radiation) atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di
girus kalkarina.
12
Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a.
kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri posterior. Serabut yang
berasal dari bagian medial korpus genikulatum lateral membawa impuls
lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari lateral membawa
impuls dari lapang pandang atas (gambar 8).
Gambar 8. Radiatio Optica
Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus
superior, saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi
yang berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari
kedua sisi menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf
eferen motorik berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus
okulomotorius (N.III) ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot
sfingter pupil.
13
Gambar 9. Jaras Refleks Pupil
Lesi Jalur Penglihatan
Lesi Saraf Optik
Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap pada sisi
yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada sisi ipsilateral dan
reflek tidak langsung pada sisi kontralateral.4
Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma pada
saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.
14
Gambar 10. Defek Visual
Gambar 11. Defek Visual
15
Lesi melalui bagian proksimal saraf optik
Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral dan
kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang terkena dan reflek
cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral.3
Lesi kiasma sentral
Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks pupil.
Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus. Penyebab
umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma, tumor kelenjar hipofise,
kraniofaringioma, meningioma suprasellar, glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus
akibat obstruktif ventrikel tiga, dan kiasma arachnoiditis kronis.3
Lesi kiasma lateral
Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal dengan
kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut diantaranya
penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan tekanan pada setiap
sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri communican posterior.7
Lesi saluran optik
Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi pupil
kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh atrofi optik pada
sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan dengan kelumpuhan
saraf ketiga kontralateral serta hemiplegik ipsilateral.
Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberkulosis, dan
aneurisma dari serebeli atas atau arteri serebral posterior.3
Lesi badan genikulatam lateral
Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks pupil
minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial.3
Lesi radiasi optik
Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan radiasi
optik total mengakibatkan hemianopsia homonim total. Hemianopia kuadrantik
inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus parietal (mengandung serat
unggul radiasi optik). Hemianopia kuadrantik superior (pie on the sky) dapat
terjadi setelah lesi dari lobus temporal (mengandung serat radiasi optik inferior).
16
Biasanya lesi dari radiasi optik terjadi akibat oklusi pembuluh darah,
tumor primer dan sekunder, serta trauma.3
Lesi korteks visual
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat
terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks cahaya
pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks visual.3
Lesi jalur visual
Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital yang dapat
terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak senapan. Refleks cahaya
pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi korteks visual.3
17
BAB III
PEMBAHASAN
III. 1. Definisi
Papilitis adalah inflamasi diskus optikus. Papilitis disebut juga neuritis
optik, ditandai dengan peradangan dan kerusakan di bagian saraf optik yang
dikenal dengan diskus optikus yang juga disebut dengan bintik buta. Diskus
optikus adalah bagian dari saraf optik yang memasuki mata dan bergabung dengan
membran saraf yang kaya lapisan mata (retina). Dengan kata lain, papilitis
merupakan radang pada serabut retina saraf optik yang masuk pada papil saraf
optik yang yang berada dalam bola mata.4
III. 2. Epidemiologi
Neuritis opik dilaporkan memiliki insiden 1 – 5 kasus per 100.000/tahun,
dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal di dataran tinggi, seperti
Amerika Serikat dan Inggris, dan terendah pada daerah ekuator. Prevalensi di
Amerika Serikat dan Inggris masing – masing adalah 46 per 100.000 dan 93 per
100.000.6
Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis optikus biasanya
bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1). Sedangkan neuritis optik
pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih 5% kasus, biasanya
bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai kecenderungan menjadi
sklerosis multipel lebih rendah. 6,7
III.3 Etiologi 1
18
a. Demielinatif
- Idiopatik
- Sklerosis multiple
- Neuromielitis optika (penyakit Delvic)
b. Diperantarai imun
- Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air,
influenza, mononukleosis infeksiosa)
- Neuritis optik pascaimunisasi
- Ensefalomielitis diseminata akut
- Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)
c. Infeksi langsung
- Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus
d. Herediter
- Penyakit Leber
e. Penyakit peradangan sekitar
- Peradangan intraocular
- Penyakit orbita
- Penyakit sinus, termasuk mukormikosis
- Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis
f. Intoksikasi racun eksogen
- tobacco, etil alkohol, metil alkohol
g. penyakit metabolic
- diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis
19
Gbr 12. a). Demielinisasi; pembengkakan non spesifik tanpa perdarahan atau exsudat. b). Infektif neuroretinitis; pembengkakan diskus disertai perdarahan dan eksudat macular (macular star). c). Neuritis optik viral; pembengkakan keseluruhan diskus non spesifik. d). Neuritis optik sifilis; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus, hiperemia dan perdarahan. e). Neuritis optik terhubung HIV; pembengkakan kepala/pangkal nervus optikus masif, exudat yang luas dan perdarahan. f). Neuritis optik toxocara; dengan infiltrat, pembengkakan dan distorsi masif pada yang kepala/pangkal nervus optikus normal.
III.4 PATOFISIOLOGI
Dasar patologi penyebab neuritis optikus paling sering adalah
inflamasi demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang
terjadi pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak
dengan perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan
pemecahan mielin.
Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului
demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan
mielin dapat melebihi hilangnya akson.
20
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus
diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum
diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului
perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali
menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu).
Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi
yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah
perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis
optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti
MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien neuritis optikus.8
III.5 Gejala dan Tanda
Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada papilitis,
dimana saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada neuritis retrobulbar
yang mengenai saraf ekstra okular.6
Gambaran akut
- Gejala neuritis optik biasanya monokular, namun dapat mengenai kedua
mata terutama pada anak-anak.
- Hilangnya penglihatan tiba-tiba selama beberapa jam sampai beberapa hari
- Nyeri pada mata
Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih dari 90%
pasien. Nyeri tersebut dapat terjadi sebelum atau bersama-sama dengan
hilangnya penglihatan dan berlangsung selama beberapa hari. Rasa sakit
akan bertambah bila bola mata ditekan dan disertai sakit kepala.
Pergerakan okular terutama gerakan ke atas dan ke bawah juga dapat
memperberat nyeri ini karena perlekatan sejumlah serat otot rektus
superior dengan duramater. 2
- Defek pupil aferen (afferent pupillary defect)
21
Gambar 13. Defek pupil aferen
Selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat.
Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan
swinging light test (Marcus-Gunn pupil). Marcus-Gunn positif ialah
apabila pada mata yang sehat diberi cahaya, maka terjadi miosis pada
kedua mata. Namun bila cahaya dipindahkan pada mata yang sakit, maka
kedua pupil akan melebar.
- Defek lapang pandang
Pada neuritis optik, lapang penglihatan perifer menyempit secara
konsentris, terdapat skotoma sentral dengan bermacam tebal dan besarnya.
Dapat pula berbentuk sekosentral atau para sentral.
- Buta warna pada mata yang terkena.
- Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat
batas diskus tidak jelas.
- Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan
pemeriksaan funduskopi yang normal.
- Perdarahan peripapil, sering menyertai papilitis karena neuropati optik
iskemik anterior.
- Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan
funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina
(risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars
planitis menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.
22
Gambaran Kronik 6
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis
optik masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:
- Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis
optik mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.
- Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun
setelah gejala awal.
- Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna
merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat
dengan mata yang terkena.
- Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan
penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan
mandi dengan air panas merupakan pencetus klasik.
- Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.
Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.
III. 6 . Diagnosis
Anamnesis 1,6
1. Penglihatan yang kabur (visus turun) mendadak
2. Perbedaan subjektif pada terangnya cahaya
3. Persepsi warna yang terganggu
4. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan
berkurang jika beristirahat.
5. Rasa sakit pada mata yang mengganggu terutama ketika mata bergerak
dan lebih sering pada tipe neuritis retrobulbar daripada tipe papilitis.
6. Gejala berlangsung sementara pada salah satu mata (pada pasien dewasa).
Sedangkan pada pasien anak, biasanya mengenai kedua mata. Terdapat
riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung
diagnosis.
23
Pemeriksaan Fisik 1,6
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat gejala objektif. Langkah-langkah yang dilakukan
adalah sebagai berikut2,6:
a. Uji tajam penglihatan (visus)
Didapatkan penurunan visus yang bervariasi, dari ringan sampai kehilangan penglihatan
total. Hilangnya visus dapat ringan (20/30), sedang (20/60), maupun berat (20/70).
b. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung
yang menurun atau hilang.
c. Pemeriksaan lapang pandang, biasanya berupa skotoma sentral atau
sentrosekal. Namun setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang
yang normal.
Pemeriksaan penunjang 1,2
1. Funduskopi
- Pemeriksaan funduskopi pada papilitis terlihat gambaran hiperemia dan
edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Pada
papil terlihat perdarahan, eksudat star figure yang menyebar dari papil
ke makula, dengan perubahan pada pembuluh darah retina dan arteri
menciut dengan vena yang melebar. Kadang-kadang terlihat edema papil
yang besar yang menyebar ke retina. Edema papil tidak melebihi 2-3
dioptri.
Gambar 14. Edema nervus optikus pada neuritis optikus
- 60% pasien dengan neuritis retrobulbar memiliki gambaran funduskopi
yang normal. Hal ini menyebabkan adanya suatu istilah “The patient
sees nothing and the doctor sees nothing”. Namun apabila prosesnya
24
sangat destruktif, dapat berakhir sebagai optik atrofi dan papil menjadi
pucat, tak berbatas tegas, dan matanya buta.
- Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai
papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.
- Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada
pemeriksaan funduskopi yaitu: perivenous sheathing.
2. MRI (magnetic resonance imaging)
MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal ini
dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis
multipel.
3. Pemeriksaan darah
Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.
4. Slit lamp
Adanya sel radang pada vitreous
5. Visually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan penurunan
amplitude dan perlambatan waktu transmisi.
III. 7. Diagnosis Banding 9
Diagnosis banding dari neuritis optik dapat berupa:
- Iskemik optik neuropati
- Edema papil
- Ablasi retina
- Oklusi arteri sentral
- Obstruksi vena retina sentral
- Toksik neuropati.
25
Diagnosis banding tersering adalah edem papil dan iskemik optik neuropati, dapat
dibedakan menjadi: (tabel 1)5,6
Neuritis Optik Papila edema Iskemik Optik
Neuropati
Gejala Visus Visus sentral
hilang cepat,
progresif; jarang
Visus tidak hilang;
kegelapan transien
Defek akut
lapangan
pandang; biasanya
altitudinal;
ketajaman
bervariasi-turun
akut
Lain Bola mata pegal;
sakit bila
digerakkan; sakit
alis atau orbita
Sakit kepala, mual,
muntah, tanda
fokal neurologik
lain.
Biasanya nihil;
arteritis kranial
perlu
disingkirkan.
Sakit bergerak
bilateral
Ada. Jarang pada
orang dewasa;
sering pada anak-
anak.
Tidak ada. Selalu
bilateral dengan
pengecualian yang
sangat jarang;
dapat asimetri.
Tidak ada. Khas
unilateral pada
stadium akut,
mata kedua
terlibat
subsequently
dengan gambaran
sindrom Foster
Kennedy
Penglihatan
Warna
Normal
Ketajaman Visus Biasanya menurun Normal Ketajaman
bervariasi; hilang
hebat/NLP (no
light perception)
26
lazim pada
arteritis.
Sel badan kaca
(vitreus)
Ada. Retrobulbar;
normal.
Tidak ada Tidak ada
Fundus Papilitis; derajat
pembengkakan
disk bervariasi.
Derajat
pembengkakan
disk bervariasi.,
hemoragi.
Biasanya edema
disk segmental
pallid, dengan
sedikit hemoragi
lidah api.
Prognosis VIsus Visus biasanya
kembali normal
atau tingkat
fungsional.
Baik dengan
menghilangkan
kausa tekanan
intra-kranial.
Prognosis baik
untuk kembali,
mata kedua lama
untuk terlibat
dalam 1/3 kasus
idiopatik.
Usia >55 kasus giant
cell arteritis 40-
60 th nonarter.Tabel 1. Diagnosis banding papilitis/neuritis optik, papiledema/edema papil dan iskemik optik neuropati 5
Ciri khas Papilloedema Papilitis Ischemic Optic Neuropathy
1. Pemeriksaan Fundus (i) Media
(ii) Warna diskus
Pinggir diskus
Edema diskus
(iii) Edema Peripapillary
(iv) Venous engorgement
(v) Pedarahan
-Bening
-Merah
-Kabur
-2-6 diopter
-Ada
-Sangat jelas
-Jelas
-Sangat jelas
-Keruh pada posterior vitreous .-Hiperemia
-Kabur
-Biasanya tidak lebih 3 diopter-Ada
-Kurang jelas
-Biasanya tidak ada
-kurang jelas
-Bening
-Pucat
-Kabur
-Bengkak
-Ada
-Tidak ada
-Jelas
-Jelas
27
Retina
(vi) Retinal exudates
(vii) Makula
-Macular star bisa ada
-Macular Fan bisa ada -Tidak ada
2. Lapangan -Membesar-Blind spot
-Central Scotoma -Central scotoma
3. Fluorescein Angiography
-Vertical oval pool zat kontras akibat kebocoran
-kebocoran zat kontras yang sedikit
-ada kebocoran zat kontras di peripapillary
III. 8. Penatalaksanaan 1
Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu :
a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v
b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari
oral
c. Tappering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari
pertama ( hari ke 15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone
oral pada hari ke 2 sampai ke 4
d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis
Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan
steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun.
Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak
meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual.
2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :
a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-
1α selama 28 hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena
dapat meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan
28
3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10
tahun kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan
visual
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan
visual pada mata kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian
Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :
1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan
pemeriksaan ulang tiap 3-6 bulan kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari
hasil MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan
terapi lanjutan.
III. 9. Komplikasi
Penyulit pailitis yang dapat terjadi yaitu ikut meradangnya retina atau terjadinya
neurorenitis. Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.
Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik
yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.6
Neuritis optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri khas
kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat pada
setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah disabilitas
(fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan.10
III.10 Prognosis
29
Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap.Pada
banyak pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu
sampai 3 minggu setelah onset penyakit walau tanpa pengobatan.Namun
sisa defisit dalam penglihatan warna, kontras, serta sensitivitas adalah hal
yang umum.Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras
(63-100%), penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%),
stereopsis (89%), terang gelap (89–100%), reaksi pupil aferen (55–92%),
diskus optikus (60–80%), dan visual-evoked potential (63–100%).
Rekurensi dapat terjadi pada mata yang lain, kira-kira 30% dalam 5
tahun.1, 11
Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik
dengan sklerosis multiple lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis
optik idiopatik.6,12
Biasanya visus yang buruk pada episodeakut penyakit
berhubungan dengan hasil akhir visus yang lebih buruk juga, namun
kadang kehilangan persepsi cahaya pun dapat diikuti dengan kembalinya
visus ke20/20. Hasil akhir visus yang buruk juga dihubungkandengan
panjangnya lesi yang terkena, khususnya jika terlibatnya nervus dalam
kanalisoptikus.6,12
Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak
sempurna dan memperburuk penglihatan.6,12
BAB IV
KESIMPULAN
30
Papilitis merupakan keadaan inflamasi, demielinisasi yang
menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu
mata (monokular). Papilitis tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh
berbagai macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis
(MS), suatu penyakit demielinasasi sistem saraf pusat. Kehilangan penglihatan
dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran umum. Diskus
optik terlihat hiperemis dan membengkak. Keadaan tersebut menggambarkan
adanya inflamasi pada saraf optik. Pasien mengeluh adanya pandangan
berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, Pada orang dewasa,
terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang lebih besar.
Pada anak kebanyakan mengalami pemulihan ketajaman penglihatan
dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung secara spontan
sehingga tidak diperlukan pengobatan secara khusus. Sedangkan pada orang
dewasa ,dapat diobati dengan steroid intravena yang sangat direkomendasikan
terutama pada pasien yang memiliki risiko tinggi. Penelitian terakhir
menyatakan bahwa risiko mendapatkan serangan berulang dapat diturunkan
dengan memberikan pengobatan lain setelah pemberian steroid intravena pada
pasien berisiko tinggi.
Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada
92% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif.
Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
31
1. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan-Eva, P. General Ophtalmology. 17th
Ed. McGraw Hill’s. 2007
2. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta
1993.Hall 332-342.
3. American Academy of Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology.
San Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.
4. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani,
Wiwiek Setiowulan, Neuritis Optik. Kapita Selekta Kedokteran FKUI.
Jilid I. Ed. III. Jakarta, Penerbit, Media Aesculapius: 2001. hal; 65 – 66.
5. Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp. M, Neuritis Optik. Ilmu Penyakit Mata. Ed.
III. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI: 2009. hal; 180 – 181.
6. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter
12-New Age International 2007. P 288-96.
7. Mayo clinic staff. Available at: http://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/optic-neuritis/basics/causes/con-20029723
8. WebMd team.Papillitis. available at:
http://www.webmd.com/eye-health/papillitis
9. Allen,James H. The optic Nerve in May’s Manual of Disease of the
Eye.The William’s and Wilkins company.14th edition .1968.182-5
10. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi Penglihatan Sentral. Dalam : Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. 1997. Jakarta : EGC. p 825.
11. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1217083
12. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia : “Neuritis Optik” dalam Ilmu
Penyakit Mata, Airlangga Universitas Press, 1984, hal : 108-110
32