referat meth and sleep disorder

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidur merupakan proses biologikal yang diatur melalui interaksi yang kompleks antara beberapa area di otak dan neuromodulator. Gangguan pada tidur mempunyai efek yang dapat mengganggu kualitas kehidupan. 1 Bagian otak yang banyak berperan dalam proses pengaturan tidur ini adalah hipotalamus, prosencephalon, nukleus tegmentum dan pons . Bagian otak ini memproduksi neurotransmitter asam gamma aminobutirat, atau yang lebih dikenal dengan GABA. Produksi GABA ini menyebabkan penghambatan dalam pelepasan berbagai neurotransmiter berperan dalam proses keterjagaan seperti histamin, norepinefrin, serotonin, glutamat, dan hipokretin. 1,2 Selama dua dekade terakhir, penggunaan methamphetamine semakin meningkat di seluruh dunia. 3 Pada tahun 2009, UNODC mengestimasi sekitar 0.3 sampai 1.3% penduduk di seluruh dunia menggunakan obat golongan amfetamin sebanyak satu kali dalam setahun terakhir. 3 Di Amerika Serikat penggunaan dari zat ini cenderung mengalami peningkatan yakni 164.000 pada tahun 2002 menjadi 257.000 pada tahun 2005. 4 Pada daerah Asia Tenggara dan Asia Timur, penyalahgunaan methamphetamine bermula pada tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 2000 – 2001. 5 Di 1

Upload: kevinstanleyh

Post on 09-Feb-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangTidur merupakan proses biologikal yang diatur melalui interaksi yang kompleks antara beberapa area di otak dan neuromodulator. Gangguan pada tidur mempunyai efek yang dapat mengganggu kualitas kehidupan.1 Bagian otak yang banyak berperan dalam proses pengaturan tidur ini adalah hipotalamus, prosencephalon, nukleus tegmentum dan pons . Bagian otak ini memproduksi neurotransmitter asam gamma aminobutirat, atau yang lebih dikenal dengan GABA. Produksi GABA ini menyebabkan penghambatan dalam pelepasan berbagai neurotransmiter berperan dalam proses keterjagaan seperti histamin, norepinefrin, serotonin, glutamat, dan hipokretin.1,2 Selama dua dekade terakhir, penggunaan methamphetamine semakin meningkat di seluruh dunia.3 Pada tahun 2009, UNODC mengestimasi sekitar 0.3 sampai 1.3% penduduk di seluruh dunia menggunakan obat golongan amfetamin sebanyak satu kali dalam setahun terakhir.3 Di Amerika Serikat penggunaan dari zat ini cenderung mengalami peningkatan yakni 164.000 pada tahun 2002 menjadi 257.000 pada tahun 2005.4Pada daerah Asia Tenggara dan Asia Timur, penyalahgunaan methamphetamine bermula pada tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 2000 2001.5 Di Indonesia penyalahgunaan methamphetamine menjadi perhatian yang utama saat ini. Nama methamphetamine lebih dikenal masyarakat Indonesia sebagai shabu. Penyalahgunaan zat ini diestimasikan sudah mencapai sebanyak 1.2 juta orang pengguna, yakni dengan kata lain sebanyak 1 dari 3 pengguna napza menggunakan jenis ini. 6Methamphetamine merupakan jenis obat psikostimulan golongan phenethylamine yang mempunyai efek sebagai stimulan, halusinogen, dan psikoaktif.7 Penyalahgunaan pada zat ini menyebabkan berbagai masalah, baik secara medis, kejiwaan, hukum, maupun masalah sosial.3 Salah satu masalah medis yang paling sering ditemui adalah masalah gangguan siklus tidur. Masalah gangguan tidur dapat diakibatkan oleh intoksikasi dan masalah withdrawal dari zat ini.8 Masalah intoksikasi akan mencetuskan insomnia, sedangkan masalah withdrawal akan mencetuskan hipersomnnia. Derajat keparahan dari fase withdrawal tergantung kepada dosis dan durasi penggunaan methamphethamin8.Oleh karena penyalahgunaan zat methamphetamine merupakan perhatian utama saat ini di Indonesia dan dapat mengganggu kualitas kehidupan melalui gangguan siklus tidur. Maka penulisan referat ini ditujukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh methamphetamine pada gangguan tidur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Fisiologi TidurTidur adalah proses biologikal reversibel yang diatur melalui interaksi yang kompleks antara beberapa area di otak dan neuromodulator yang ditandai dengan hilangnya persepsi, unresponsif terhadap lingkungan, mata tertutup, dan pergerakan berkurang. Sleep latency adalah periode waktu dari saat lampu dipadamkan hingga mencapai tidur fase II. Efisiensi tidur adalah jumlah waktu tidur 1,9,10,11Tidur terdiri dari dua keadaan fisiologis, yaitu tidur dengan gerakan mata tidak cepat (NREM ; Non Rapid Eye Movement) dan tidur dengan gerakan mata cepat (REM ; Rapid Eye Movement)10. Keadaan ini diidentifikasi melalui parameter neurofisiologikan pada electroencephalogram (EEG), electrooculogram (EOG) dan surface electromyogram (EMG). Tidur NREM terdiri dari 4 stadium. Periode REM terjadi kira-kira tiap 90 100 menit selama semalam. Distribusi tidur NREM sebanyak 75 persen waktu tidur dewasa muda, yang terbagi menjadi stadium 1 sekitar 5%, stadium 2 sekitar 45 %, stadium 3 sekitar 12 % dan stadium 4 sekitar 13%. Distribusi tidur REM hanya 25% dari total waktu tidur. Bagian otak yang mengatur tidur terdiri dari 2 jalur, yakni yang mengatur keterjagaan dan mengatur tidur. Jalur otak yang mengatur keterjagaan termasuk ascending arousal system (AAS), yang terdiri dari beberapa grup sel monoaminergik pada batang otak, hipotalamus, dan basal prosensefalon. Sedangkan mekanisme otak yang aktif selama tidur terutama diatur oleh nukleus preoptik ventrolateral (VLPO) dari hipotalamus. Jalur ini mempunyai hubungan penghambatan timbal balik yang dinamai dengan flip-flop. Neuropeptida hipokretin hipotalamus, yang juga dikenal dengan nama oreksin, mempunyai peran penting dalam jaringan ini.9Banyak penelitian yang mendukung peran dari serotonin dalam pengaturan tidur. Serotonin mempunyai peranan pada induksi tidur NREM. Pencegahan sintesis serotonin atau destruksi nukleus raphe dorsalis di batang otak menurunkan tidur untuk waktu yang lama. Sintesis dan pelepasan serotonin oleh neuron serotonergik dipengaruhi oleh ketersedian prekursor asam amino. Neuron yang mengandung norepinefrin juga memainkan pernaan penting dalam pengendalian pola tidur. Neuron norepinefrin terpusat pada daerah locus ceruleus dorsolateral pontine tegmentum, pons, dan formatio retikularis medulla. Dopamin juga memainkan peranan dengan stimulasi aktivasi kortikal pada neuron dopaminergik di substansia nigra, midbrain ventral tegmentum, dan hipotalamus posterior. Stimulasi pada tempat ini akan memperlama keterjagaan. Selain itu, asetilkolin di otak juga berperan dalam menghasilkan tidur REM. Pada penelitian hewan percobaan, pemberian agonis kolinergik muskarinik ke dalam formasi retikularis neuron pontin menyebabkan pergeseran dari keterjagaan penuh ke dalam fase tidur REM.10

Gambar 2.1 Struktur anatomis otak yang berperan dalam keterjagaan dan tidur92.2 Gangguan TidurBerdasarkan DSM-V, gangguan tidur terbagi menjadi gangguan insomnia, hipersomnolen, narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan, central sleep apnea, sleep related hypoventilation, gangguan tidur terakit irama sirkadian, dan parasomnia. Parasomnia merupakan perilaku abonormal selama tidur atau saat transisi antara tidur dan keterjagaan. Gangguan tidur yang sering muncul pada pengguna zat adalah insomnia dan hipersomnia2.2.1 InsomniaInsomnia adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur. Hal ini mengakibatkan gangguan kualitas hidup. Kriteria spesifik terhadap insomnia bermacam-macam, namun yang tersering dipakai termasuk membutuhkan waktu lebih dari 30 menit untuk tertidur, tidur yang kurang dari 6 jam, terjaga lebih dari 3 kali dalam semalam, atau mengalami kualitas tidur yang buruk.12 Tabel 2.1 Penyebab Insomnia10

2.2.2 HipersomniaHipersomnia merupakan istilah yang digunakan untuk keadaan dimana tertidur pada situasi yang tidak sesuai yang dan tidak dapat dikendalikan secara volunter. Manifestasi klinis seperti tidur yang berlebihan, rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan, atau terkadang merupakan gabungan keduanya. Hipersomnia dapat merupakan akibat dari gaya hidup, lingkungan, gangguan sirkadian, penyakit medis, akibat dari pengobatan. Seperti halnya insomnia, hipersomnia pun berhubungan dengan kondisi yang sulit untuk diklasifikasikan.10

Tabel 2.2 Penyebab hypersomnia10

Hipersomnia dan insomnia merupakan diagnosis klinis. Penarikan anamnesa dan pemeriksaan lebih lanjut harus dilakukan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya, apakah disebabkan oleh gangguan primer atau sekunder.10,11,122.3 MethamphetamineMethamphetamine adalah jenis obat psikostimulan golongan phenethylamine yang mempunyai efek sebagai stimulan, halusinogen, dan psikoaktif.7 Methamphetamine berbentuk seperti bubuk kristal putih yang tidak berbau , pahit rasanya serta mudah larut dalam air maupun alkohol. Nama lain dari zat ini adalah ICE, speed, crystal, crank atau go. Indonesia mengenal zat ini dengan sebut shabu. Penggunaan yang lazim dari zat ini adalah dengan cara dibakar atau dirokok, oral, injeksi intravena, atau dihirup. Waktu paruh dari zat ini adalah sebelas jam. Sesudah beredar ke otak, 60 % Methamphetamine akan dimetabolisasi di hati untuk diekskresi melalui ginjal.132.3.1 Epidemiologi Penyalahgunaan MethamphetamineSelama dua dekade terakhir, penggunaan methamphetamine semakin meningkat di seluruh dunia.3 Pada tahun 2009, UNODC mengestimasi sekitar 0.3 sampai 1.3% penduduk di seluruh dunia menggunakan obat golongan amfetamin sebanyak satu kali dalam setahun terakhir.3 Di Amerika Serikat, rata-rata penggunaan methamphetamine tidak berubah dari tahun 2004 sampai 2005, tetapi lifetime rate penggunaan zat ini mengalami penurunan dari 4.9 % menjadi 4.3%. Bila dibandingkan dengan tahun 2002, penurunan penggunaan seumur hidup juga mengalami penurunan. Meskipun jumlah ini mengalami penurunan, tetap jumlah penyalahgunaan dan adiksi methamphetamine malah mengalami peningkatan yang signifikan yakni 164.000 pada tahun 2002 menjadi 257.000 pada tahun 2005.4 Pada daerah Asia Tenggara dan Asia Timur, penyalahgunaan methamphetamine bermula pada tahun 1997 dan mencapai puncaknya pada tahun 2000 2001.5 Indonesia merupakan pusat perdagangan obat terlarang dari seluruh dunia. Pada tahun 1990 penggunaan heroin dan cannabis menjadi perhatian utama penyalahgunaan zat terlarang. Saat ini, penyalahgunaan methamphetamine menjadi perhatian yang utama. Nama methamphetamine lebih dikenal masyarakat Indonesia sebagai shabu. Pada tahun 2011, terdapat total 3.7 4.7 juta orang pengguna zat terlarang di Indonesia dan diestimasikan pengguna methamphetamine sebanyak 1.2 juta orang pengguna, yakni dengan kata lain sebanyak 1 dari 3 pengguna napza menggunakan jenis ini. Hal ini setara dengan kira-kira sebanyak 636 methamphetamine digunakan per 100.000 orang dengan rentang usia 10-59 tahun dengan perkiraan konsumsi seberat 10.4 gram per orang6Sekitar 40% dari pengguna stimulan mengalami masalah gangguan tidur dan berat badan yang menurun dan sekitar 25 % mengalami halusinasi dan paranoid. Tabel 2.3 Peringkat penyalahgunaan zat di Indonesia62.3.2 Farmakodinamik MethamphetaminePada negara Amerika Serikat, zat ini banyak digunakan untuk menurunkan berat badan, narkolepsi dan ADHD.Penggunaan berlebihan dari zat ini dapat menimbulkan intoksikasi akut dan kronis. Gejala intoksikasi akut seperti energi yang meningkat, kesiagaan, euforia, rasa lelah yang menurun, gangguan tidur, nafsu makan yang berkurang dan banyak bicara. Efek fisiologis akut yang ditimbulkan berupa dilatasi pupil, takikardia, berkeringat dingin, dan mual. Efek perilaku yang ditimbulkan seperti kebutuhan istirahat yang berkurang, gelisah, tremor, dyskinesia, dan perilaku sterotipik. 14,15,16Gejala intoksikasi kronis seperti gangguan kognitif yang mencakup gangguan visuomotor, atensi, dan memori verbal. Penggunaan yang kronis juga mencetuskan sindroma psikosis yang dapat bertahan dalam waktu tahunan setelah penggunaan obat terakhir. 14,16,17Gejala putus obat secara umum berkebalikan dengan gejala intoksikasi obat. Gejala termasuk mood yang terdepresi, anhedonia, rasa lelah, konsentrasi yang menurun, peningkatan total tidur dan durasi REM dengan kualitas tidur yang buruk, dan peningkatan nafsu makan. Gejala ini terjadi karena penipisan penyimpanan monoamin pada presinaps, down regulation dari reseptor dan efek neurotoksik14,15,162.3.3 Diagnosis intoksikasi dan withdrawal methamphetamineKriteria diagnosis untuk intoksikasi stimulan menurut DSM V adalah sebagai berikut18A. Penggunaan terkini dari zat amfetamin, kokain atau stimulan lainB. Secara klinis signifikan mengalami permasalahan perilaku atau perubahan psikologis seperti euforia atau afek tumpul ; perubahan sosial ; kewaspadaan meningkat ; sensitivitas interpersonal ; cemas, rasa marah atau perilaku stereotipik, daya nilai terganggu) yang terjadi selama atau segera setelah penggunaan stimulanC. Dua atau lebih dari tanda dan gejala yang mengikuti terjadi selama, atau segera setelah penggunaan stimulan :1. Takikardia atau bradikardia2. Dilatasi pupil3. Peningkatan atau penurunan tekanan darah4. Berkeringat atau menggigil5. Mual atau muntah6. Penurunan berat badan yang nyata7. Agitasi psikomotorik atau retardasi8. Kelemahan otot, depresi napas, nyeri dada atau aritmia jantung9. Kebingungan, kejang, diskinesia, distonia atau komaD. Tanda atau gejala tidak berhubungan dengan keadaan medis lainnya dan tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik dengan masalah mental lainnya, termasuk intoksikasi dengan zat lainPerinci zat yang menyebabkan intoksikasi (sebagai contoh zat tipe amfetamin, kokain atau stimulan lain)Perinci jika :Terdapat gangguan persepsi : perincian ini dicatat bila halusinasi dengan intact reality testing atau ilusi auditorik, visual, atau taktil terjadi dalam ketiadaan delirium.Kriteria diagnosis untuk withdrawal stimulant menurut DSM V, adalah sebagai berikut 18A. Penghentian atau pengurangan dari penggunaan zat amfetamin, kokain atau stimulan lainB. Mood disforik dan dua atau lebih gejala psikologis mengikuti, terjadi dalam beberapa jam sampai hari setelah kriteria A1. Rasa lelah2. Vivid, unpleasant dreams3. Insomnia atau hipersomnia4. Peningkatan nafsu makan5. Retardasi psikomotorik atau agitasiC. Tanda dan Gejala pada kriteria B menyebabkan distress dan gangguan signifkan pada sosial, pekerjaan dan fungsi area penting lainnya D. Tanda dan gejala tidak berhubungan dengan kondisi medis lainnya dan tidak dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh gangguan mental lainnya, termasuk intoksikasi dan withdrawal dari zat lainnya.Perinci zat yang spesifik menyebabkan withdrawal syndrome (sebagai contoh, zat tipe amfetamin, kokain atau stimulain lainnya) 2.4 Methamphetamine dan Gangguan TidurMenurut DSM V kriteria diagnosis untuk gangguan tidur terkait penggunaan zat atau pengobatan adalah sebagai berikut 18A. Gangguan tidur yang nyata dan beratB. Ada bukti dari anamnesa, pemeriksaan fisik, atau penemuan laboratorium pada kedua gejala, yakni1. Gejala pada kriteria A terjadi selama atau segera setelah intoksikasi zat atau setelah withdrawal dari atau pengaruh dari pengobatan2. Zat atau pengobatan yang terlibat dapat menghasilkan gejala pada kriteria AC. Gangguan tidak dapat dijelaskan oleh gangguan tidur yang tidak dicetuskan oleh pengaruh pengobatan. Ada bukti bahwa gangguan tidur independen termasuk gejala :Gejala mendahului onset pengobatan atau penggunaan zat ; gejala terus ada untuk periode waktu yang banyak (kira kira 1 bulan) setelah penghentian dari withdrawal akut atau intoksikasi hebat ; atau ada bukti lain yang menunjukkan keadaan dari gangguan tidur independen tidak terkait zat atau pengobatan (contoh terhadap riwayat gangguan tidur yang berulang dan tidak terakit zat atau pengobatan sebelumnya)D. Gangguan tidak terjadi secara eksklusif selama keadaan deliriumE. Ganggaun menyebabkan distres atau gangguan yang signifikan terhadap sosial, pekerjaan atau fungsi area penting lainnya.Catatan : diagnosis ini seharusnya dibuat sebagai ganti diagnosis intoksikasi zat atau withdrawal zat hanya jika gejala pada kriteria A dominan dalam manifestasi klnis dan ketika cukup berat untuk membenarkan manifestasi klnisPerinci apakah Tipe insomnia : Ditandai oleh gejala kesulitan tidur atau mempertahankan tidur, frequent nocturnal awakenings atau nonrestorative sleep Tipe daytime sleepiness : Ditandai oleh keluhan dominan pada rasa kantuk dan kelelahan pada saat jam siaga atau kurang umum, periode tidur yang lama Tipe parasomnia :Ditandai oleh perilaku abnormal saat tidur Tipe Campuran : Ditandai oleh gangguan tidur karena zat atau pengobatan yang ditandai oleh tipe multipel dari gejala tidur, tetapi tidak ada gejala yang jelas dominanPerinci jika : Dengan onset selama intoksikasi : perincian ini digunakan jika kriteria termasuk kriteria intoksikasi dengan zat atau pengobatan dan gejala terjadi selama periode intoksikasi Dengan onset selama diskontinuitas / withdrawal : Perincian ini digunakan jika kriteria termasuk kriteria diskontinuitas / withdrawal dari zat atau pengobatan dan gejala terjadi selama atau segera setelaha diskontinuitas dari zat atau pengobatan.2.4.1 Methamphetamine dan InsomniaPenggunaan dari methamphetamine meningkatkan kewaspadaan. Studi dengan polisomnografi menunjukkan penggunaan zat ini onset waktu tidur, mengurangi waktu tidur total, dan supresi dari tidur REM. 1,8,19,20Selama pemakaian dari methamphetamine pelepasan berbagai neurotransmiter terjadi, seperti pelepasan serotonin, glutamat, dan asetilkolin. Selama hal ini berlangsung, neuron katekolamin dipercaya sebagai target utama dari zat ini. Katekolamin merupakan pusat dari keterjagaan. Hal ini disebabkan karena selama pemakaian methamphetamine, banyak dilepaskan dopamin dan norepinefrin. 1,8,19,20 Methamphetamine merupakan agonis tidak langsung dari reseptor dopamin, noradrenalin, dan serotonin. Karena kesamaam struktur, methamphetamine menggantikan neurotransmitter monoamin pada transporter yang terikat membran, seperti transporter dopamin (DAT), transporter noradrenalin (NET) dan transporter serotonin (SERT), serta vesicular monoamine transporter-2 (VMAT-2). Methamphetamine memicu pelepasan monoamin dari tempat penyimpanan di vesikel ke dalam sitosol dengan cara menghambat fungsi dari VMAT-2, menghasilkan pencegahan dopamin dan norepinefrin untuk memasuk vesikel, serta mendorong akumulasi monoamin akibat dari ketidakmampuan vesikel untuk menyimpan katekolamin. Peningkatan sitosolik dopamin dan norepinefrin diikuti oleh efek tambahan transpor yang berlebihan dopamin dan norepinefrin dari sitosol ke dalam rongga ekstraseluluer. Fungsi endogen dari DAT, NET dan SERT terbalik, yang mengakibatkan pelepasan dari dopamin, norepinefrin dan serotonin dari sitosol ke dalam sinap. Methamphetamine juga menghambat sistem MAO melalui penghambatan enzim MAO pada neuron presinaps yang merupakan tempat metabolisme dan penyimpanan dopamin dan norepinefrin presinaps. Karena efek ini terjadi peningkatan aktivitas neuron dopaminergik pasca sinaps. Selain itu juga uptake dari dopamin dan norepinefrin juga dihambat akibat efek zat ini. 1,8,19,20 2.4.2 Methamphetamine dan HipersomniaHipersomnia pada pemakain methamphetamines terjadi akibat efek withdrawal . Hal ini juga disebut sebagai rebound hypersomnia. Mekanisme methamphetamines dalam hipersomnia tidak sepenuhnya diketahui dengan jelas. Dahulu diduga, efek hipersomnia diakibatkan oleh defisiensi dopamin. Namun, penelitian dari Michelle A Schmidt dan Jonathan P Wisor menunjukkan bahwa penggunaan zat ini akan menyebabkan peningkatan dari sleep promoting cytokine, seperti interleukin 1 dalam CD11b-positive monosit pada otak yang mencetuskan hipersomnia. Pada penelitian hewan percobaan bahwa pemberian dari IL1 akan mencetuskan tidur dan sebaliknya pemberian antagonis IL1 akan menyebabkan supresi tidur. 21Aktivasi pada reseptor interleukin 1 menyebabkan peningkatan jumlah dan kedalaman tidur yang terjadi setelah pemakaian methamphetamines (withdrawal methamphetamines). Peningkatan pemakaian methamphetamines meningkatkan konsentrasi IL1 pada otak bahkan setelah clearance zat ini. Hal ini bertujuan sebagai neuroprotektif akibat efek toksik dari methamphetamines pada otak. Peningkatan dari IL1 menyebabkan penurunan dari potensi eksitatorik postsinap yang dihasilkan oleh stimulasi sirkuit neuronal. 212.5 Terapi terhadap MethamphetamineTerapi pada intoksikasi dan withdrawal zat ini adalah untuk stabilisasi kondisi pasien karena kondisi ini dapat self limiting. 14Pada saat intoksikasi, hal yang pertama dilakukan adalah manajemen untuk basic life support, seperti tanda-tanda vital, status hidrasi, dan status neurologis. Tekanan darah yang tinggi (diastol lebih dari 120mmHg) selama 15 menit dapat diterapi dengan menggunakan phentolamine 2-10 mg IV selama 10 menit. Suhu juga harus dipantau untuk mencegah hipertermia, pemberian selimut dingin dan bilas lambung dengan iced saline dapat membantu untuk menurunkan suhu. zat yang terdapat dieliminasi dengan bilas lambung dan pengasaman urin. Pengeluaran zat dapat dipercepeat dengan menggunakan amonium klorida secara per oral atau IV. Dosis yang direkomendasikan adalah sebesar 500 mg setiap 2 -3 jam.12,14 Apabila terdapat psikosis maka dapat diberikan antipsikosis, seperti Haloperidol dengan dosis 2-5 mg kemudian diganti dengan menggunakan atipikal anti psikosis karena pemakaian berlebihan dari tipikal antipsikosis menyebabkan craving yang berlebihan terhadap methamphetamines. Kegelisahan juga dapat diterapi dengan menggunakan benzodiazepines secara oral, IV atau IM. Jenis obat yang biasa digunakan adalah diazepam, lorazepam dan klordizepoxide. Dosis diazepam yang digunakan adalah 10-30 mg per oral ,2 10 mg IM / IV) . Dosis untuk lorazepam adalah 2-4 mg PO/IM/IV . Pemberian diazepam juga berguna untuk pencegahan kejang akibat dari intoksikasi 12,14Withdrawal dari methamphetamine dapat hilang dengan sendirinya 1 2 minggu tanpa terapi. Terapi yang terbaik adalah secara non farmakoterapi, yakni membantu pasien untuk abstinen dari obat, dapat secara psikoterapi individu, keluarga dan kelompok. Pemberian benzodiazepin onset kerja cepat seperti alprazolam 0.5 mg mungkin berguna untuk pasien yang mengalami agitasi atau gangguan tidur. Ide bunuh diri atau depresi yang lebih dari 2 minggu membutuhkan terapi antidepresan. 12,14

BAB IIIKESIMPULANTidur adalah proses biologikal reversibel yang diatur melalui interaksi yang kompleks antara beberapa area di otak dan neuromodulator yang ditandai dengan hilangnya persepsi, unresponsif terhadap lingkungan, mata tertutup, dan pergerakan berkurang. Gangguan pada tidur mempunyai efek yang dapat mengganggu kualitas kehidupan.Pada penggunaan zat, gangguan tidur yang terjadi terutama adalah insomnia dan hipersomnia. Methamphetamine adalah jenis obat psikostimulan golongan phenethylamine yang mempunyai efek sebagai stimulan, halusinogen, dan psikoaktif. Masalah gangguan tidur dapat diakibatkan oleh intoksikasi dan masalah withdrawal dari zat ini. Masalah intoksikasi akan mencetuskan insomnia, sedangkan masalah withdrawal akan mencetuskan hipersomnnia.Pemberian methamphetamine akan berefek pada stimulasi dopamin dan norepinefrin pada sistem AAS yang mencetuskan insomnia. Mekanisme rebound hypersomnia akibat withdrawal belum jelas, namun diduga peningkatan dari sleep promoting cytokine, seperti interleukin 1 dalam CD11b-positive monosit pada otak mencetuskan hal ini.Terapi pada intoksikasi dan withdrawal zat ini adalah untuk stabilisasi kondisi pasien karena kondisi ini dapat self limiting. Psikoterapi sangat penting untuk mempertahankan abstinen terhadap zat ini.

Daftar Pustaka1. Mitchell, Heather A and David Weinshenker. Goodnight and Goodluck : norepinephrine in Sleep Pharmacology. Biochem Pharmacol.20102. D Stenberg. Neuroanatomy and neurochemistry of sleep. Cellular and Molecular Life Sciences.20073. United Nations Office on Drugs and crime. The ATS Market . World Drug Report . 20114. Larson, Michael F. Amphetamine-Related Psychiatric Disorders. Emedicinemedscape.20135. McKetin R, Kozel N, Douglas J, Ali R, Vicknasingam B, Lund J, Li JH. The rise of methamphetamine in Southeast and East Asia. Drug Alcohol Rev. 2008; 27(3) 220 8.6. United Nations Office on Drugs and Crime. Indonesia Situation Assessment on Amphetamine-type Stimulants. UNODC Global Smart Programme . February 20137. European Monitoring Centre for Drugs and Drugs Addiction. Methamphetamine. 20138. Christopher C. Cruickshank & Kyle R. Dyer. A review of the clinical pharmacology of Methamphetamine. Addiction : 104. 1085 1099.9. Slats, Diana. Jurgen A.H.R Claassen., Marcel M. Verbeek, Sebastiaan Overeem. Reciprocal interactions between sleep, circadian rhythms and Alzheimerss disease : Focus on the role of hypocretin and melatonin. Ageing Research Review 12 (2013) 188 200.10. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. Ed ke 10, Philadeplphia : Wolters Kluwer, 2007. 11. Smith, Harold R, Cynthia L Cornella, Birgit Hogl. Sleep Medicine. United Kingdom : Cambridge University Press , 2008 . 12. Chawla, Jasvinder. Insomnia. Emedecinemedscape. 201313. Joewana, Satya. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif : Penyalahgunaan NAPZA / Narkoba. Jakarta : EGC. 200414. Cavacuiti, Christopher A. Principle Addiction Medicine : The Essential .Philadelphia : Wolters Kluwer . 2011.15. Berman SM, Kuczenski R, McCracken JT, London ED. Potential Adverse Effects of Amphetamine Treatment on Brain and Behavior : a review. Molecular psychiatry . 2008 ; 14(2): 123 142.16. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth . Farmakologi dan Terapi. Ed ke 5 . Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 2007 17. Ersche KD & Sahakian BJ. The Neuropsychology of Amphetamine and Opiate Dependence : Implications for Treatment . Neuropsychol Rev . 2007 ; 17 (3) : 317 3618. Diagnostic and statistical manual of mental disorder : DSM 5 , - 5th ed. American Psychiatric Association. 2013. 19. Gruner, John A, Val R marcy, Yin Guo Lin, Donna Bozyczko-Coyne, Michael J Marino, Maciej Gasior. The Roles of Dopamine Transport Inhibition and Dopamine Release Facilitation in Wake Enhancement and Rebound Hypersomnolence Induced by Dopaminergic Agents. Sleep .200920. Ferrucci, Michaela, Filippo S Giorgi, Alessia Bartalucci, Carla L Busceti, Fransesco formai. The Effects of Locus Coeruleus and Norepinephrine in Methamphetamine Toxicity. Curr Neuropharmacol .201321. Schmidt, Michelle A & Jonathan P Wisor. Interleukin 1 receptor contributes to methamphetamine and sleep deprivation induced hypersomnolence. Neuroscience letters.2012

17