referat osteoartritis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoarthrosis (OA) atau yang lebih banyak dikenal dengan Osteoarthritis juga dikenal
sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi degeneratif, adalah sekelompok kelainan
mekanik degradasi yang melibatkan sendi, termasuk tulang rawan artikular dan tulang
subchondral. Osteoartritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro
yang berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoartritis
tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan.
Osteoartritis merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan
menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada
orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering
disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari sepertiga
orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala persendian yang bervariasi mulai
sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas,
sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat
deformitas dan ketidakstabilan sendi. Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis
osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, kaki, panggul, dan spine, meskipun
dapat terjadi pada sendi synovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi synovial ini
meningkat dengan bertambahnya usia.
Klinis osteoartritis disertai adanya nyeri sendi yang kronik. Banyak pasien dengan
osteoartritis juga mengalami keterbatasan gerakan, krepitasi dengan gerakan, dan efusi sendi.
Pada kondisi yang berat dapat terjadi deformitas tulang dan subluksasi. Sebagian besar
pasien dengan osteoartritis datang dengan keluhan nyeri sendi. Pasien sering
menggambarkan nyeri yang dalam, ketidaknyamanan yang sukar dilokalisasikan, yang telah
dirasakan selama bertahun-tahun. Nyeri yang berhubungan dengan aktivitas biasanya terasa
segera setelah penggunaan sendi dan nyeri dapat menetap selama berjam-jam setelah
aktivitas.
1 | P a g e
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas maka dalam hal ini penulis merasa perlu untuk
mengangkat judul ‘osteoarthrosis’ dikarenakan dewasa ini OA telah menjadi permasalahan
yang seringkali muncul ke permukaan dan cukup mengganggu bagi pasien-pasien yang
terkena OA.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui dan mempelajari tentang penyakit Osteoarthritis
2. Mengetahui penyebab Osteoarthritis
3. Mengetahui gejala klinis Osteoarthritis
4. Mengetahui cara mendiagnosa Osteoarthritis
5. Mengetahui penatalaksanaan Osteoarthritis
2 | P a g e
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Osteoartritis
Osteoartritis (Artritis Degeneratif, Penyakit Sendi Degeneratif) adalah suatu penyakit
sendi menahun yang ditandai dengan adanya kemunduran pada tulang rawan (kartilago)
sendi dan tulang di dekatnya, yang bisa menyebabkan nyeri sendi dan kekakuan.
Osteoartritis merupakan suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa faktor
resiko yang berperan. Keadaan ini ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago
artikular yang berakibat pada pembentukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas,
deformitas.
2.2 Epidemiologi
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak mengenai terutama pada orang-orang 40 tahun. Di atas 85% orang berusia 65 tahun menggambarkan osteoarthritis pada gambaran x-ray, meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun prevaleensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita.
Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia <40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun, dan 65% pada usia >61 tahun. Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada
3 | P a g e
derajat nyeri yang berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang la njut usia di Indonesia menderita cacat karena OA.
Grafik – 1 Prevalensi OA pada usia 45 - > 75 tahun
2.3 Etiologi
Faktor resiko Osteoarhtritis antara lain :
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur di
bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Hal ini disebabkan karena
adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan proteoglikan
pada kartilago sendi.
2. Jenis kelamin
Pada orang tua yang berumur lebih dari 55 tahun, prevalensi terkenanya osteoartritis
pada wanita lebih tinggi dari pria. Usia kurang dari 45 tahun Osteoarthritis lebih
sering terjadi pada pria dari wanita. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA
banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher.
3. Suku bangsa
4 | P a g e
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat perbedaan
prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada kelainan kongenital
dan pertumbuhan.
4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti
kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoartritis.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung
beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain
(metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit
jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus, berkaitan
dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera sendi dan oleh
raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko osteoartritis yang lebih
tinggi.
7. Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthex dan dislokasi
kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda.
8. Faktor-faktor lain
Tingginya kepadatan tulang dikaitkan dapat meningkatkan risiko timbulnya OA. Hal
ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi
menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada
orang gemuk dan pelari (karena tulangnya lebih padat) dan kaitannya negatif antara
osteoporosis dengan OA.
5 | P a g e
2.4 Klasifikasi
Osteoartritis dibagi menjadi 2 berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya OA yaitu :
1. Osteoartritis Primer
Osteoarthritis primer atau dapat disebut osteoarthritis idiopatik, tidak memiliki
penyebab yang pasti ( tidak diketahui ) dan tidak disebabkan oleh penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. Osteoartritis primer disebabkan oleh
tekanan yang berlebihan pada sendi yang menahan berat tubuh atau tekanan yang
normal pada sendi yang lemah. OA primer sering menyerang sendi jari-jari, panggul
dan lutut, tulang belakang servikal dan lumbal, serta ibu jari. Obesitas juga
meningkatkan tekanan pada sendi yang menahan berat badan.
2. Osteoartritis Sekunder
Osteoartritis sekunder disebabkan oleh trauma kronik atau tiba-tiba pada sendi. OA
sekunder dapat terjadi pada beberapa sendi. OA sekunder berhubungan dengan
beberapa faktor, antara lain:
Trauma, termasuk trauma olah raga
Stress yang berulang berhubungan dengan pekerjaan
Episode artritis gout atau artritis septik yang berulang
Postur tubuh yang kurang baik atau kelainan tulang yang disebabkan oleh
perkembangan yang tidak normal
Kelainan metabolik dan endokrin
2.5 Manifestasi Klinis
Pada umumnya, pasien Osteoarthritis mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan. Berikut adalah
keluhan yang dapat dijumpai pada pasien osteoarthritis :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu terkadang
dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat
ditemukan meski osteoarthritis masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya
6 | P a g e
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bisa
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
b.Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan dengan
pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak melakukan
banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama,
bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d.Krepitasi
Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya
tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan
sendi berubah.
g.Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya
synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan
penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
h.Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang
besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini
selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada
OA lutut.
7 | P a g e
2.6 Patofisiologi
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi matriks ekstraseluler.
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :
1. Dektruksi kartilago yang progresif2. Terbentuknya kista subartikular3. Sklerosis yang mengelilingi tulang4. Terbentuknya osteofit5. Adanya fibrosis kapsul
Distribusi sendi pada Osteoartritis
8 | P a g e
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi dan pengaruh-pengaruh yang lain yang merupakan efek dari tekanan. Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai perubahan yang tidak sesuai dari kolagen. Pada level teratas dari tempat degradasi kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik.
Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi.
Pada tepi sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggaop suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali persendian. Dengan menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit diharapkan dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi.
Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral merespon dengan meningkatkan selularitas dan invasi vaskular, akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi).
Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan deformitas. Melihat adanya proses perbaikkan yang sekaligus terjadi maka Osteoarthritis dapat dianggap sebagai kegagalan sendi yang progresif.
2.7 Diagnosa
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratorium :
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
9 | P a g e
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan
disertai 3 atau 4 kriteria berikut:
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-
masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
10 | P a g e
2.8 Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran
radiologis.
Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah:
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada daerah yang
menanggung beban)
Peningkatan densitas (sclerosis) tulang
subkondral
Kista tulang
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA dapat digradasi menjadi ringan sampai berat menurut kriteria Kellgren & Lawrence. Harus diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi masih tampak normal.
Kriteria
Perubahan
1 Pembentukan osteofit pada sisi sendi atau pada perlekatan ligamentum
2 Periarticular ossicles (kista), ditemukan terutama pada sendi DIP dan PIP
3 Penyempitan rongga sendi disebabkan karena sklerosis tulang subkondral
4 Daerah kista dengan dinding sklerotik pada tulang subkondral
5 Perubahan bentuk ujung tulang, sebagian besar pada kaput femoralis
Kriteria perubahan radiologi menurut Kellgren & Lawrence
11 | P a g e
Klasifikasi Kellgren and Lauwrence
Berdasarkan kriteria radiologi di atas maka digunakan sistem grading, yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada Osteoartritis
Derajat 1 : Osteoartritis Meragukan
Derajat 2 : Osteoartritis Minimal
Derajat 3 : Osteoartritis Moderat (Sedang)
Derajat 4 : Osteoartritis Berat
b) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab pokok pada OA
sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal kecuali
OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi
(ANA, faktor rhematoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan,
mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan
ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.
12 | P a g e
c) Pemeriksaan Marker
Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks molekul yang
akan dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi, darah, dan urin. Beberapa
marker molekuler dari rawan sendi dapat digunakan dalam diagnosis, prognostik dan monitor
penyakit sendi seperti RA dan OA dan dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme
penyakit pada tingkat molekuler.
Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain: Keratan
sulfat, Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage alogometric matrix protein),
metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam cairan sendi. Keratan sulfat dalam serum
dapat digunakan untuk uji diagnostik pada OA generalisata. Marker sering pula digunakan
untuk menentukan beratnya penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit.
Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker prognostik
untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada OA maka hialuronan
serum dapat digunakan untuk membuat prediksi pada pasien OA lutut akan terjadinya
progresivitas OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP serum dapat membuat prediksi
terhadap progresivitas penggunaan untuk petanda lainnya maka marker untuk prognostik ini
masih diteliti lagi secara prospektif dan longitudinal dengan jumlah pasien yang lebih besar.
Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons pengobatan.
Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang dilepaskan dan yang masih
tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat memberikan informasi penting dari perangai
proses metabolik atau peranan dari protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan yang
dilepaskan dalam cairan tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten
dengan aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya terhadap matriks rawan sendi
pada OA. Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase. Penelitian penggunaan marker ini
sedang dikembangkan.
2.9 Diagnosa Banding
Rheumatoid Arthritis (RA)
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE)
Gout Arthritis
13 | P a g e
Carpal Tunnel Syndrom
2.10 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang terkena)
dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:
Terapi non-farmakologis :
Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar
penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat dipakai.
Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko dan faktor
yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga
agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan
penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.
Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi
o Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungu sendi yang sakit. Fisioterapi, yang berguna
untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan menambah luas pergerakan
sendi. Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan OA, yang meliputi
pemakaian panas dan dingin dan program latihan yang tepat. Pemakaian panas
yang sedang diberikan sebelum latihan untuk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin, dan obat-obat
gosok jangan dipakai sebelum pemanasan. Berbagai sumber panas dapat
dipakai, seperti hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonik, inframerah,
diatermi, mandi parafin, dan mandi dari pancuran panas.
14 | P a g e
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot
yang biasanya atropik pada sekitar sendi OA. Latihan isometrik lebih baik daripada
isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan tulang yang
timbul pada tungkai yang lumpuh, timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh
karena otot-otot periartikular memegang peranan penting terhadap perlindungan rawan
sendi dari beban, maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
Jenis-jenis Latihan untuk OA
Terapi Farmakologis :
A. Obat Sistemik
1. Analgesik oral
o Non narkotik: parasetamol
o Opioid (kodein, tramadol)
2. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
15 | P a g e
Obat pilihan utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500mg maksimal
4gram perhari. Pemberian obat ini harus hati-hati pada pasien usia lanjut karena dapat
menimbulkan reaksi pada liver dan ginjal.
3. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat
menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA,
sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs
(DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah:
etrasiklin, asam hialuronat, kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C,
superoxide desmutase dan sebagainya.
Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP.
Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh
hewan belum dipakai pada manusia.
Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam
degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan
cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam
hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada penelitian Rejholec tahun
1987 pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam
rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara
statistik bermakna.
Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok
vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel.
Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada
pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2.
Efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti
degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen
reaktif.
Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim
lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
16 | P a g e
Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl
radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat,
kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde dapat merusak
kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa
pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada
pasien OA. (Fifi & Brandt, 1992)
4. Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian)
Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep pengobatan
tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan peningkatan fungsi dengan
efek samping ringan diantara pasien dengan OA lutut dari sedang sampai parah.
Tranezumad adalah suatu humanis IgG2 monoklonal antibodi yang bekerja
menghambat nerve growth factor yang memblik interaksi antara nerve factor dengan
receptor.
B. Obat topikal
1. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya
bersifat counter irritant.
2. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran
yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah
gel piroxicam, dan sodium diclofenac.
C. Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama
dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam
penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal
maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni
penanganan simtomatik dengan steroid, dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan
17 | P a g e
hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang
sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan
tambahan dalam bidang reumatologi.
1. Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone)
Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik. Kejadian
inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena itu obat ini
dipakai dan obat ini mampu mengurangi rasa sakit walaupun hanya dalam waktu
singkat. Penelitian selanjutnya tidak menunjukan keuntungan yang nyata pada
pasien OA, sehingga hal ini masih kontroversial.
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan
inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat
mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang merupakan kontra indikasi
terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar
untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur tidak
menganjurkan dilakukan penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau
setahun 3 kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.
Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi, sedangkan untuk
sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
2. Asam hialuronat
Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini
adalah memperbaiki viskositas cairan synovial. Obat ini diberikan intra-artikuler.
Obat ini memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan
melalui agregasi dengan proteoglikan.
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra
artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa.
Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan interval satu minggu masing-
masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan
benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis
jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan
18 | P a g e
dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. (ada 3
sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
3. Stem sells
Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan stem sel
untuk terapi OA terutama OA pada lutut, salah satunya di Iran. Dilakukan
penelitian selama periode satu tahun, dengan menyuntikan stem sel intraartikular
kepada pasien dengan OA lutut yang berat. Didapatkan hasil ysng puas dan tidak
ditemukan efek samping lokal atau sistemik. Nyeri, status fungsional lutut, dan
berjalan kaki cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi, setelah itu
rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan pasien berjalan sedikit
menurun. Perbandingan gambar resonansi magnetik (MRI) pada awal dan enam
bulan pasca-suntikan sel didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan,
perluasan jaringan perbaikan atas tulang subchondral dan penurunan yang cukup
besar dalam ukuran patch pembengkakan subchondral dalam tiga dari enam
pasien.
Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago artikular yang
hancur dalam lutut osteoarthritic. Menurut hasil penelitian ini, disimpulkan bahwa
semua parameter dievaluasi muncul semakin meningkatkan hingga enam bulan
pasca injeksi. Nilai ini sedikit berkurang sampai 12 bulan pasca injeksi. Untuk
alasan ini, dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan membutuhkan enam
bulan setelah injeksi pertama. (Emadedin, 2012)
D. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih
dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint
19 | P a g e
1) Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah
sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang
sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau
meniscus repair.
2) Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam
high-density polyethylene.
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a) Partial replacement/unicompartemental
b) High tibial osteotmy : orang muda
c) Patella &condyle resurfacing
d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh
ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,
deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan
kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction,
Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion. Komplikasinya antara lain, Deep vein
thrombosis, Infeksi, Loosening, Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi,
loosening prostetic component, fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan
dari Total Knee Replacement adalah mengurangi nyeri, meningkatkan mobilitas dan
gerakan, koreksi deformitas, menambah kekuatan kaki, meningkatkan kualitas hidup.
20 | P a g e
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang utama pada OA adalah nyeri. Tingkat nyeri berbeda-beda, dari
ringan menjadi berat. Komplikasi berat bisa menyebabkan kelumpuhan.
2.12 Pencegahan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, agar terhindar dari osteoarthritis:
1. menghindari olahraga yang bisa meyebabkan sendi terluka
2. mengontrol berat badan agar berat yang ditopang oleh sendi menjadi ringan
3. minum obat untuk mencegah osteoarthritis
2.13 Prognosa
Prognosis Osteoartritis umumnya baik. Dengan obat-obat konservatif, sebagian besar
nyeri pasien dapat teratasi. Hanya kasus-kasus yang berat memerlukan operasi. Akan tetapi
harus diingat pasien-pasien OA dilaporkan mempunyai resiko meningkatnya hipertensi dan
penykit jantung.
21 | P a g e
BAB III
KESIMPULAN
Osteoartritis (OA) ialah suatu penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat yang tidak diketahui penyebabnya, meskipun terdapat beberapa faktor
resiko yang berperan.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Di
samping itu, diduga terdapat peran hormonal pada patogenesis OA, sehingga wanita lebih
banyak mengalami OA daripada laki-laki. Namun, berdasarkan hasil penelitian, adanya
predominasi wanita terhadap pria tersebut juga dipicu oleh pemakaian sepatu ber-hak tinggi
dalam jangka waktu lama, sehingga terjadi peningkatan tekanan terhadap sendi
pallatofemoral dan kompartemen medial lutut.
Predileksi OA pada sendi-sendi tertentu, terutama sendi-sendi besar dan sendi
penyangga beban tubuh. Oleh sebab itu, obesitas merupakan faktor resiko timbulnya OA dan
perlu untuk mendapatkan penatalaksanaan.
Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter
dan pada pemeriksaan fisik, yang khas adalah adanya krepitasi.
Diagnosis OA ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan radiologi. Penilaian radiologi
berdasarkan kriteria Kellgren & Lawrence masih digunakan hingga saat ini.
Penatalaksanaan OA secara umum terbagi atas farmakologi dan non farmakologi.
Saat ini sudah mulai dikembangkan terapi-terapi baru untuk OA, terutama terapi untuk
mencegah perkembangan lebih lanjut dari OA.
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang dapat dicegah. Mengatur berat badan
ideal merupakan faktor utama untuk mencegah OA pada sendi-sendi yang menahan tubuh.
Sedangkan prognosis untuk OA umumnya baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan
adekuat.
22 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Osteoartritis. Dalam Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 1996 : 1317
2. Tarigan, Pangarapan. Osteoartritis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I
edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 1996 :
3. Mansjoer, Arif., dkk. Osteoartritis. Dalam Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi
ketiga. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 1999 : 535-6
4. Kasjmir, Yoga. Penatalaksanaan Osteoartritis yang Refrakter Terhadap NSAIDs.
Dalam Penyakit Kronik dan Degeneratif – Penatalaksanaan dalam Praktek Sehari-
hari. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2003 : 57-63
5. Mubin, Halim. Osteoartritis. Dalam Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam -
Diagnosis dan Terapi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2001 : 523-4
6. Osteoarthritis. Dalam www.emedicine.com. Diakses pada tgl 23 April 2013.
7. Herring, William. Degeneratif Joint Disease. Dalam www.learningradiology.com.
Diakses pada tgl 23 April 2013.
8. Wiken. 2009. Osteoartritis. http://www.health&medicine.com/share. Diakses
tanggal 23 April 2013.
9. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses
tanggal 23 April 2013.
10. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:
Airlangga University Press.
11. Setyohadi B, 2000. Panduan Diagnosis dan Penatalaksanaan Osteoartritis. www.
technorati favorites.com. Diakses tanggal 28 Desember 2009Adam, W.
2006.Osteoarthritis and How Is It.
http://arthritis.about.com/od/oa/a/osteoarthritis.htm, diakses tanggal 23 April 2013.
23 | P a g e