referat patologi anatomi - carsinomacolorectal
DESCRIPTION
-TRANSCRIPT
REFERAT PATOLOGI ANATOMI
BLOK DIGESTIVE SYSTEM
“KARSINOMA KOLOREKTAL”
ASISTEN :
RISKA AMALIA FULINDA
G1A010105
PENYUSUN :
JATMIKO EDY N G1A011043
DIANA RIZKI R G1A011045
YEFTA G1A011066
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini, Referat Patologi Anatomi dengan judul “Karsinoma
Kolorektal” yang disusun oleh
Jatmiko Edy Nugroho G1A011043
Diana Rizki R G1A011045
Yefta G1A011066
Yang disusun untuk memenuhi persyaratan ujian praktikum Patologi Anatomi
Blok Cardiovascular System, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan,
Jurusan Kedokteran, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, telah diperiksa,
disetujui, diterima, dan disahkan pada
Hari :
Tanggal :
Purwokerto, Mei 2013
Asisten,
Riska Amalia Fulinda
G1A010105
2
DAFTAR ISI
I Pendahuluan……………………………………………………………….4
II Isi…………………………………………………………………………..5
A. Definisi………………………………………………………………...5
B. Etiologi………………………………………………………………...5
C. Epidemiologi..………………………………………………………....6
D. Faktor resiko…………………………………………………………..6
E. Tanda dan gejala………………………………………………………7
F. Penegakan diagnosis………………………………………..………..8
G. Patogenesis…………………………………………………………...9
H. Patofisiologi………………………………………………………….10
I. Gambaran Histopatologi……………………………………………..11
J. Terapi lama…………………………………………………………...11
K. Terapi baru…………………………………………………………...12
L. Komplikasi…………………………………………………………...13
M. Prognosis……………………………………………………………..14
III Kesimpulan………………………………………………………………15
Daftar Pustaka……………………………………………………………………16
3
I. PENDAHULUAN
Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal
atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum.
Umumnya, karsinoma kolon jarang ditemukan sebelum umur 40 tahun kecuali
bila mereka merupakan komplikasi dari penyakit kolitis ulseratif, kolitis
granulomatosa, poliposis multipel familial, sindrom Gardner, dan sindrom Turcot.
Pada populasi umum, risiko terjadinya kanker kolorektal secara nyata akan
meningkat pada umur 50 tahun dan menjadi dua kali lipat lebih besar pada setiap
dekade berikutnya. Karsinoma rektum lebih banyak ditemukan pada laki-laki
daripada wanita, tetapi tidak ada perbedaan jenis kelamin yang mencolok pada
karsinoma di daerah kolon yang lain. (Sjamsuhidayat et al, 2006)
Karsinoma kolorektal adalah keganasan ketiga terbanyak di dunia dan
penyebab kematian kedua terbanyak di Amerika Serikat. Di Indonesia jumlah
penderita kanker kolorektal menempati urutan ke-10 (2,75%) setelah kanker lain
(leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, kulit, nasofaring, ovarium, jaringan
lunak, dan tiroid). Dari kajian epidemiologi, disimpulkan ada pengaruh
lingkungan yang sangat besar, khususnya diet, memainkan peranan yang nyata
pada penyebab dari kanker kolon, yang peranannya lebih besar daripada pada
kanker rektum. Faktor keturunan dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya
kanker jenis ini. (Mochamad, 20120)
Angka kematian pada pria dan wanita dengan karsinoma kolorekti kurang
lebih sama, dengan rasio 1.05:1.00. Berdasarkan surveilans epidemiologi, angka
bertahan hidup 5 tahun (5-year survival rate) di USA adalah 61%, sedangkan di
Eropa 41%, India 42%, serta di Cina dan Negara-negara berkembang sekitar 32%
dan 38%. Beberapa faktor yang dianggap berperan meningkatkan risiko
karsinoma kolorektal adalah faktor diet, usia, intake energi berlebihan, kurangnya
aktivitas fisik, tingginya kolesterol darah, kebiasaan merokok, dan obesitas.
(Lippincot, 2003)
Berdasarkan beberapa informasi di atas, refrat ini dibuat untuk membahas
lebih dalam mengenai Karsinoma Kolorektal pada umumnya, mulai dari tanda
gejala, patogenesis, pataofisiologi, dan yang lainnya hingga tatalaksana pada
penyakit tersebut.
4
II. ISI
A. Definisi
Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari
mukosa colon atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang
dari polip, oleh karena itu polypectomy colon mampu menurunkan
kejadian kanker colorectal. Polip colon dan kanker pada stadium dini
terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara histopatologis, hampir semua
kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar) dan
dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat
menyebar melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti
ke dalam kandung kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe
pericolon dan mesocolon, dan melalui aliran darah, biasanya ke hati
karena colon mengalirkan darah ke sistem portal. (Naibaho, 2003)
B. Etiologi
Perkembangan kanker kolorektal merupakan interaksi antara faktor
lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi
terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang
menjadi kanker kolorektal (Robbins, 2005). Terdapat 3 kelompok kanker
kolorektal berdasarkan perkembangannya yaitu: 1) kelompok yang
diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus kanker
kolorektal; 2) kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%; 3)
kelompok familial, mencakup 20% (Mochamad, 2012).
Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah
dengan mutasi germline(germline mutation), pada salah satu allele dan
terjadi mutasi somatik pada allele yang lain. Contohnya adalah FAP
(familial adenomatous polyposis) dan HNPCC (hereditery non-polyposis
colorectal cancer). HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari kanker
kolorektal. Kelompok sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu
pada masing masing allele-nya (Schwartz, 1995). Terdapat dua model
perjalanan perkembangan kanker kolorektal (karsinogenesis) yaitu LOH
(loss of heterozygocity) dan RER (replication error). Model LOH
5
mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC, dan p53
serta aktifasi onkogen yaitu K-ras. Model ini contohnya adalah
perkembangan polip adenoma menjadi karsinoma. Sementara model RER
karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1, dan hPMS2. Model
terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC. Pada bentuk
sporadik, 80% berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat
model RER (Robbins, 2005).
C. Epidemiologi
Insidensi puncak untuk kanker kolorektum adalah usia 60 hingga 70
tahun; kurang dari 20% kasus terjadi pada usia kurang dari 50 tahun. Bila
kanker kolorektum ditemukan pada pasien berusia muda, perlu dicurigai
adanya kolitis ulseratica atau salah satu dari sindrom poliposis. Laki-laki
terkena sekitar 20% lebih sering daripada perempuan (Kumar, 2007).
Karsinoma kolorektum tersebar diseluruh dunia, dengan angka
insidensi tertinggi tertinggi di Amerika Serikat, Kanada, Australia,
Selandia Baru, Denmark, Swedia, dan negara maju lainnya. Insidensi
secara bermakna lebih rendah hingga 30 kali lebih sedikit, di India,
Amerika Selatan, dan Afrika. Insidensi di Jepang, yang dahulu rendah,
sekarang meningkat hingga level pertengahan seperti di Inggris (Kumar,
2007).
Kanker kolorectal adalah yang keempat jenis yang paling umum
kanker di masyarakat barat dan penyebab utama kedua kematian terkait
kanker di Amerika Utara. Meskipun reseksi bedah saja berpotensi kuratif,
namun kekambuhan jauh berkembang pada banyak pasien, dan mereka
dengan risiko tertinggi kekambuhan disarankan untuk menerima ajuvan
sistemik berbasis kemoterapi, yang telah terbukti bermanfaat dalam
sejumlah percobaan dan analisis (Ribic, 2003).
D. Faktor Risiko
Ada beberapa factor risiko yang memungkinkan seseorang terkena
kanker usus besar, yaitu (RS Dharmais, 2009) :
6
1. Faktor risiko yang tak bisa diubah
a. Usia> 50 tahun
b. Riwayat menderita polip
c. Riwayat menderita infeksi usus besar (colitis ulceratif atau
penyakit chron)
d. Riwayat polip atau pun kanker usus besar dalam keluarga
e. Faktor genetik
f. Ras dan etnis
2. Faktor risiko yang didapat ( disebabkan oleh pola hidup )
a. Konsumsi berlebih daging merah dan daging olahan
b. Kurang aktivitas fisik
c. Obesitas
d. Konsumsi alkohol yang tinggi
e. Diabetes Mellitus tipe II
E. Tanda dan Gejala
Kebanyakan kasus KKR didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun
dan umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga
buruk. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien KKR diantaranya:
perubahan pola buang air besar, perdarahan per anus (hamatokezia dan
konstipasi) (Abdullah, 2009).
KKR umumnya berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda
fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi. Perdarahan
invasi lokal kakhesia. Obstruksi kolon biasanya terjadi di kolon
transversum. Kolon descenden dan kolon sigmoid karena ukuran
lumennya lebih kecil daripada koon bagian yang lebih proksimal
(Abdullah, 2009).
Obstruksi parsial awalnya ditandai dengan nyeri abdomen.
Namun bila obstruksi total terjadi akan menyebabkan nausea, muntah,
distensi dan obstipasi. KKR dapat berdarah sebagai bagian dari tumor
yang rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun perdarahan umumnya
7
tersamar namun hematochesia timbul pada sebagian kasus. Tumor yang
terletak lebih distal umumnya disertai hematozia atau darah tumor dalam
feses tetapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia
defisiensi besi (Abdullah, 2009).
Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria,
infeksi saluran kemih berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat
terjadi bilamana tumor tersebut menimbulkan perforasi. Kadang timbul
fistula antara kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna
dapat terjadi akibat invasi tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke
peritoneal. Metastasis jauh ke hati dapat menimbulkan nyeri perut,
ikterus dan hipertensi portal (Abdullah, 2009).
F. Penegakan Diagnosis
Individu dengan risiko tinggi terhadap penyakit atau yang memiliki
gejala dan ada darah samar fekal positif memerlukan pengujian diagnostik
tambahan (Medica, 2012):
1. Enema barium
2. Kolonoskopi
3. Sinar-x dada
4. CBC, SGOT, LDH (carcino embryo genic antigen /CEA), fosfat
alkalin
5. Pemindaian hati
6. Pemindaian tulang
Biasanya tinja diperiksa secara mikroskopik untuk menghitung
jumlah darah. Untuk membantu meyakinkan hasil pemeriksaan yang tepat,
penderita diminta memakan daging merah tinggi serat selama 3 hari
sebelum pengambilan sampel tinja. Bila pemeriksaan menunjukkan
kemungkinan kanker, dibutuhkan pemeriksaan lanjutan (Medica, 2012).
Sebelum endoskopi, usus dikosongkan terlebih dahulu dengan obat
pencahar dan beberapa enema. Sekitar 65% kanker kolorektal dapat dilihat
dengan sigmoskop. Bila terlihat polip yang mungkin ganas, seluruh usus
besar diperiksa dengan kolonoskopi, yang daya jangkauannya lebih
8
panjang. Pemeriksaan darah dapat membantu diagnosis. Pada 70% orang
yang menderita kanker kolon rektal, kadar antigen karsino embriogenik
dalam darah meningkat. Bila sebelum kanker diangkat kadar antigen ini
tinggi, maka sesudah pembedahan kadarnya bisa turun. Pada kunjungan
berikutnya, kadar antigen ini diukur kembali. Jika kadarnya meningkat
berarti kanker telah kambuh kembali (Medica, 2012).
.
G. Patogenesis
Sekarang dipercayai bahwa terdapat dua jalur pembentukan kanker
kolon yang secara patogenesis berbeda; keduanya melibatkan akumulasi
bertahap mutasi. Namun, gen yang terlibat dan mekanisme timbulnya
mutasi berbeda (Kumar, 2007).
Jalur pertama, kadang-kadang disebut jalur APC/Betha-katenin,
ditandai dengan instabilitas kromosom yang menyebabkan akumulasi
bertahap mutasi deserangkaian onkogen dan gen penekan tumor, evolusi
molekular kanker kolon sepanjang jalur ini terkadi melalui serangkaian
stadium yang secara morfologis dapat dibedakan. Pada awalnya terjadi
proliferasi epitel kolon lokal. Hal ini diikuti dengan pembentukan
adenoma kecil yang secara progresif membesar, menjadi kanker invasif
(Kumar, 2007).
Proses genetik yang berperan dijalur ini adalah:
a. Hilangnya gen penekan tumor APC. Hal ini diperkirakan merupakan
kejadian paling awal dalam pembentukan adenoma. Ingatlah bahwa
pada sindrom PAF dan sindrom Gardner, mutasi sel germinativum di
gen APC menyebabkan terbentuknya ratusan adenoma yang
berkembang menjadi kanker. Kedua salinan gen APC harus hilang
sebelum adenoma terbentuk. APC normal meningkatkan penguraian
betha-katenin; dengan hilangnya fungsi APC, betha-katenin yang
menumpuk berpindah ke nukleus dan mengaktifkan transkripsi
beberapa gen, seperti MYC dan siklin D1, yang mendorong proliferasi
sel. Mutasi APC terdapat pada 80% kanker kolon sporadik.
9
b. Mutasi K-RAS. Gen K-RAS mengkode suatu molekul transduksi
sinyal yang berpindah-pindah antara keadaan aktif terikat guanosis
trifosfat dan keadaan inaktif terikat guanosin difosfat. Mutasi K-RAS
biasanya terjadi setelah hilangnya APC.
c. Delesi 18q21. Hilangnya gen penekan kanker putatif di 18q21
ditemukan pada 60% hingga 70% kanker kolon. Tiga gen terletak
dilokasi kromosom ini: DCC, DPC4/SMAD4 dan SMAD2. Belum
jelas gen mana yang relevan dengan kardinogenesis kolon.
d. Hilangnya TP53. Hilangnya gen penekan tumor ini ditemukan pada
70% hingga 80% kanker kolon, kehilangan serupa jarang ditemukan
pada adenoma yang mengisyaratkan bahwa mutasi di TP53 terjadi
belakangan pada karsinogenesis kolorektum (Kumar, 2007).
H. Patofisiologi
Mayoritas kanker ini adalah adenokarsinoma. Tipe lain masuk
menembus usus dan menyebabkan abses, peritonitis, invasi organ
sekitarnya, atau perdarahan.Tumor-tumor ini cenderung tumbuh denga n
lambat, dan tetap asimtomatik untuk periode waktu yang lama . Metastasis
dapat terjadi pada hepar, paru-paru, tulang atau system limfatik (Brunner,
2001).
10
I. Gambaran Histopatologi
Gambar 1. Tampak Kanker berbentuk jamur yangsudah menyerang
lumen, namun belum menimbulkan obstruksi (Kumar, 2007).
Gambar 2. Tampak tumor pada colon descenden yang sudah menumpuk di
tepi dan gambaran ulserasi pada pusat. Panah putih mengidentifikasi
adanya polyp mukosa yang terpisah (Kumar, 2007).
J. Terapi Lama
Pengobatan utama pada kanker kolo rectal adalah pengangkatan
bagian usus yang terkena dan system getah beningnya. 30% penderita
tidak dapat mentoleransi pembedahan karena kesehatan buruk, sehingga
beberapa tumor diangkat melalui elektrokoagulasi. Cara ini bias
meringankan gejala dan memperpanjang usia, namun tidak
menyembuhkan kanker (Medica, 2012).
Pada sebagian besar kasus kanker kolon, bagian usus yang
diangkat disambung kembali dengan usus yang masih sehat. Sedangkan
pada kanker rektal, jenis operasi tergantung pada seberapa jauh jarak kan
kerdari anus dan seberapa dalam sudah tumbuh kedalam dinding rektum.
11
Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani
kolonostomi menetap. Bila memungkinkan rektum yang diangkat hanya
sebagian kemudian bagian ujung rectum disambung ke bagian akhir kolon
(Medica, 2012).
Terapi penyinaran setelah pengangkatan tumor, bisa membantu
mengendalikan pertumbuhan tumor yang tersisa, memperlambat
kekambuhan dan meningkatkan harapan hidup. Pengangkatan tumor dan
terapi penyinaran, efektif untuk penderita kanker rektum yang disertai 1-4
kanker kelenjar getah bening (Medica, 2012).
Jika kanker kolorektal telah menyebar dan dikhawatirkan
pembedahan tidak membantu penyembuhan, dapat dilakukan kemoterapi
dengan florouracil dan levamisole, yang dapat meningkatkan harapan
hidup. Bila kanker telah menyebar sehingga tidak dapat diangkat
seluruhnya, pebedahan untuk meringankan penyumbatan dapat dilakukan
sehingga diharapkan dapat meringankan gejala. Naun harapan hidup hanya
sekitar 7 bulan (Medica, 2012).
Setelah kanker kolorektal diangkat melalui pembedahan, dilakukan
kolonoskopi untuk memeriksa usus yang tersisa, sebanyak 2-5 kali setiap
tahun. Bila pemeriksaan ini tidak menunjukkan adanya kanker,
pemeriksaan berikutnya dilakukan setiap 2-3 tahun sekali (Medica, 2012).
K. Terapi Baru
a. Kemoterapi
Obat Antiinflamatori Nonsteroid (OAIN) termasuk aspirin
dianggap berhubungan dengan penurunan mortalitas KKR. Beberapa
OAIN seperti sulindac dan Celecoxib telah terbukti secara efektif
menurunkan insidens berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP
(Familial Adenomatosus Polyposis) (Abdullah, 2009).
b. Endoskopi dan operasi
Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat dengan
tindakan LAR (Lower Anterior Resection). Angka mortalitas akibat
operasi sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi
12
maka angka mortalitas menjadi lebih tinggi. Reseksi terhadap
metastasis di hati dapat memberikan hasil 25-35% rata-rata masa bebas
tumor (disease free survival rate) (Abdullah, 2009).
c. Terapi Ajuvan
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami
rekurensi. Kemoterapi ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat
rekurensi KKR setelah operasi. Pasien Dukes A jarang mengalami
rekurensi sehingga tidak perlu terapi ajuvan. Pasien KKR Dukes C
yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan
harapan hidup dan masa interval bebas tumor. Kemoterapi ajuvan tidak
berpengaruh pada KKR Dukes B (Abdullah, 2009).
Irinotecan (CPT 11) inhibitor topoisomer dapat memperpanjang
masa harapan hidup. Oxaliplatin analog platinum juga memperbaiki
respon setelah diberikan 5 FU dan leucovorin. Manajemen KKR yang
non reseksibel
- Nd-YAG foto koagulasi laser
- Self expanding metal endoluminal stent (Abdullah, 2009).
L. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari karsinoma kolon yang paling utama
terjadi adalah (Patel, 2007) :
1. Obstruksi, kadang-kadang merupakan gejala yang dikeluhkan pasien.
2. Perforasi, terjadi akibat diteni usus yang disebabkan oleh obstruksi
tumor dan dapat disertai dengan peritonitis.
3. Pembentukan fistula, akibat infiltrasi keganasan dari struktur
sekitarnya.
Komplikasi carcinoma kolon yang dapat terlihat dengan CT scan.
Kanker usus besar dengan obstruksi usus
1. Kanker colon berlubang
2. Kanker usus dengan abses
3. Kanker usus terlihat sebagai apendisitis akut
4. Colitis iskemik terkait dengan kanker colon
13
5. Kanker usus terlihat sebagai intususepsi (Kim et al, 2010).
M. Prognosis
Tabel 1. Prognosis pasien kanker kolorektal dalam 5 tahun berdasarkan
penyebaran kanker (Medica, 2012).
14
Penyebaran kankerAngka harapan hidup 5 tahun
Kanker hanya menyebar ke lapisan mukosa usus 90%
Kanker menyusup ke dalam lapisan otot usus 80%
Kanker menyebar ke kelenjar getah bening 30%
III. KESIMPULAN
1. Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang
berasal atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau
rektum.
2. Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa
colon atau rectum.
3. Perkembangan kanker kolorektal merupakan interaksi antara faktor
lingkungan dan faktor genetik.
4. Kebanyakan kasus KKR didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan
umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk
5. Pengobatan utama pada kanker kolo rectal adalah pengangkatan bagian
usus yang terkena dan system getah beningnya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Murdani. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol
2.Jakarta :PenerbitBukuKedokteran EGC
Kim, S.W., Shin, H.C., Kim, I.Y., Kim, Y.T., Kim, C. 2010. CT Findings if
Colonic Complications Associated with Colon Cancer Vol. 11 (2): 211-
221. US: National Library of Medicine National Institutes of Health.
Kumar, Abbas, Aster. 2010. Robbins Basic Pathology Eighth
Edition .Philadelphia :Elseviers Saunders
Kumar, Vinay dan Robbins, Stanley. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:
EGC
Lippincott, William, Wilkins. Cancer, principles and practice. Edisi 6. 2003
Medica.2012. Kanker Kolorektum. Available at :
http://medicastore.com/penyakit/513/Kanker_Kolorektal_(rektum).html
Naibaho, D. Nella N. 2003. .Karakteristik Penderita Kanker Kolorektal Yang di
Rawat Inap Di RSUP Adam Malik Medan Tahun 1998 – 2001.
Repository USU
Patel, Pradip. 2007. Lecture Notes Radiologi Edisi Kedua. Jakarta : EGC
Ribic, C., Daniel, S J., Malcolm J M., Stephen N., Amy J F., Richard M G., et
al. 2003. Tumor Microsatellite-Instability Status as a Predictor of
Benefit from Fluorouracil-Based Adjuvant Chemotherapy for Colon
Cancer. The New England of Journal Medicine 349; 3.
Robbins. 2005. Pathologic Basis of Disease.7th Edition. International Edition.
Pennsylvania: Elsevier
RS. Dharmais Pusat Kanker Nasional. 2009. Kanker Kolorektal. Available at
http://www.dharmais.co.id/index.php/kanker-kolon.html
Sander, Mochamad Aleq. 2012. Profile Penderita Kanker Kolon dan Rectum di
RSUP Hasan Sadikin Bandung. Malang. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang
16
Schwartz, Ronald. 2005. Handbook of Cancer Chemotherapy. Philadelphia :
Lippincot William & Wilkins
Sjamsuhidayat; Karnadihardja, W; Rudiman, R; Lukman, K; Ruchiyat, Y;
Prabani, C. 2006. Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal. PT.
Roche Indonesia.
17