referat pityriasis alba_shinta.doc

19
REFERAT PITYRIASIS ALBA Shinta Anggraini, S.Ked. 70 2008 001 Pembimbing Dr. Riliani Hastuti, Sp.PK DEPARTEMEN KULIT KELAMIN RUMAH SAKIT KUSTA DR. RIVAI ABDULLAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2012

Upload: intan-pearl

Post on 05-Nov-2015

212 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat pityriasis alba_shinta.doc

TRANSCRIPT

REFRAT

REFERAT

PITYRIASIS ALBA

Shinta Anggraini, S.Ked.70 2008 001Pembimbing

Dr. Riliani Hastuti, Sp.PKDEPARTEMEN KULIT KELAMINRUMAH SAKIT KUSTA DR. RIVAI ABDULLAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2012FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

SEPTEMBER 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah berjudul

PITYRIASIS ALBAOleh:

Shinta Anggraini, S.Ked.telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Kulit dan kelamin Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang

Palembang, September 2012

Dosen Pembimbing

Dr. Riliani Hastuti, Sp.KKKATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan referat, yang berjudul Pityriasis Alba, ini kepada dr. Riliani Hastuti, Sp.KK dan terakhir, bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, rela maupun tidak rela, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis haturkan terima kasih atas bantuannya hingga referat ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT.Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan baik itu dalam penulisan maupun isi referat. Karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya referat ini. Penulis berharap referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, September 2012

PenulisDAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................ii

KATA PENGANTAR.iii

DAFTAR ISI .....................................................................................................ivDAFTAR GAMBARvBAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................................1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi.3

2.2.Epidemiologi........................................................................................32.3.Etiologi dan Patogenesis ..42.4.Manifestasi Klinis.62.5.Pemeriksaan Penunjang72.6.Diagnosis dan Diagnosis Banding ....82.7.Tatalaksana..102.9. Prognosis....10BAB III. KESIMPULAN

Kesimpulan11DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Pityriasis alba pada wajah.................................

...62.2 Algoritma Penegakan Diagnosis.. 9BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangPityriasis alba merupakan sebuah pola dermatitis dengan ciri yang paling mencolok berupa hipopigmentasi.1 Pityriasis alba dianggap sebagai dermatitis subklinis atau bentuk yang ringan dari dermatitis atopik, karena seringkali disertai riwayat atopi. Gambaran klinisnya berupa makula atau patch hipopigmentasi berskuama tipis, berbatas tegas maupun tidak tegas, terlokalisir, umumnya terdapat pada pipi, lengan atas, dan trunkus. 2,3,4 Meskipun dapat terjadi pada semua ras dan jenis kelamin, hipopigmentasi pityriasis alba lebih jelas terlihat pada individu berkulit gelap, terutama saat musim panas. Sedangkan pada musim dingin skuama jelas terlihat karena kulit kering. Penyakit ini umumnya mengenai penderita usia anak dan remaja.1,5,6 Etiologi dan patogenesis pityriasis alba masih belum jelas. Pada umumnya digolongkan sebagai manifestasi dari dermatitis atopik ringan, tetapi tidak pasti mengenai seluruh individu yang atopik.1 Selain itu, penyakit ini juga digolongkan sebagai penyakit yang timbul setelah terjadi inflamasi. Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa proteksi juga kebiasaan hidup bersih berkorelasi kuat terhadap perkembangan PA.3 Hal lain yang dapat mencetuskan pityriasis alba adalah gigitan serangga, iritasi mekanis dari scrubbing, atau bentuk lain dari eczematous dermatitis.7Dari penelitian terhadap mengenai kriteria diagnosis dermatitis atopik pada anak-anak di Thailand, sebanyak 28,7% dari kelompok penderita dermatitis atopik dan 15,5% dari kelompok kontrol menunjukkan gejala pityriasis alba.8 Sementara pada penelitian terhadap penderita pityriasis alba di India, latar belakang atopi terdeteksi dalam 85,5% kasus.6Sebagian besar kasus PA terdiagnosis secara klinis. Hipopigmentasi yang tampak diakibatkan oleh berkurangnya jumlah melanosit dan melanosom. Pemeriksaan histologi tidak spesifik, berupa akantosis yang tidak mencolok dan spongiosis ringan, dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis yang tidak sempurna.1,3 Walaupun hipopigmentasi yang terjadi membutuhkan waktu lama untuk kembali normal, sebagian besar anak-anak mengalami perbaikan dari penyakit ini saat pubertas.5BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1. DefinisiPityriasis alba merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa latin, yang berarti sisik atau skuama (pityriasis) dan putih (alba).9,10 Pityriasis alba pertama kali dijelaskan oleh Fox, diberi nama oleh OFarrell, dan hubungannya dengan dermatitis atopik pertama kali dicetuskan oleh Watkins.11 Pityriasis alba merupakan suatu penyakit yang tidak menular dengan ciri yang paling mencolok berupa hipopigmentasi.12.2. EpidemiologiPityriasis alba merupakan penyakit yang umum terjadi, pada populasi umum diperkirakan prevalensinya sebesar 1%, namun pada pasien yang memiliki riwayat atopi prevalensinya sebesar 32%.11 Terdapat laporan kejadian sebesar lebih dari 5% pada anak-anak di Amerika Serikat, namun epidemiologinya belum pernah dijelaskan secara pasti. Pityriasis alba tidak memiliki kecenderungan timbul pada ras tertentu, walaupun penyakit ini memang terlihat lebih jelas pada penderita berkulit gelap karena nampak kontras.1,5,6,7,9

Penyakit ini tidak memiliki predileksi jenis kelamin tertentu, walaupun pernah tercatat penderita laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan. Pityriasis alba lebih sering dijumpai pada penderita berusia kurang dari 20 tahun, terutama pada anak dan remaja yang usianya berkisar antara 3-16 tahun.1,9,10

Berdasarkan penelitian mengenai pervalensi penyakit kulit terhadap anak-anak sekolah dasar di Baghdad, ditemukan bahwa persentase penyakit kulit yang tidak menular sebesar 33,7% yang di antaranya termasuk pityriasis alba.12 Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak di Basrah menunjukkan persentase pityriasis alba sebesar 11,2 % dari seluruh pasien dengan penyakit kulit, dan merupakan penyakit kulit terbanyak untuk rentang usia 6-14 tahun.13 Sedangkan penelitian yang dilakukan di daerah Karachi, Pakistan, menunjukkan persentase kecil (6,1%) dari pityriasis alba dibandingkan penyakit kulit lainnya pada pasien di Rumah Sakit Pendidikan Hamdard.14 Pada penelitian terhadap imigran Amerika Latin di Spanyol, pityriasis alba merupakan penyakit kulit dengan gejala klinis terbesar (3,3%) dari kelompok eczema (18,2%) yang lebih banyak mengenai pasien kulit hitam (24%) dibandingkan kulit putih (13,5%) dan kulit coklat Indian Amerika (19,7%).15

2.3. Etiologi dan PatogenesisEtiologi dan patogenesis pityriasis alba masih belum jelas.3 Tidak ada agen definitif yang dapat dijelaskan untuk penyakit ini.4,9 Tidak terdapat data mengenai peran faktor genetik dan riwayat keluarga yang berhubungan dengan penyakit ini.4 Hipopigmentasi yang terjadi diakibatkan oleh berkurangnya aktivitas melanosit dan berkurangnya jumlah serta ukuran melanosom.1,10 Penyakit ini pada umumnya digolongkan sebagai manifestasi dari dermatitis atopik ringan, namun individu yang atopik belum tentu menderita pityriasis alba.1 Dari penelitian terhadap anak-anak di Thailand mengenai kriteria diagnosis dermatitis atopik, sebanyak 28,7% dari kelompok penderita dermatitis atopik dan 15,5% dari kelompok kontrol menunjukkan gejala pityriasis alba.8 Sementara pada penelitian terhadap penderita pityriasis alba di India, latar belakang atopi terdeteksi dalam 85,5% kasus.6

Penyakit ini juga dapat digolongkan sebagai kelainan kulit yang timbul setelah inflamasi, diduga karena inflamasi dapat menyebabkan gangguan sel pigmen. Bakteri Propionibacterium acnes yang hidup dalam folikel rambut, dianggap mampu memproduksi faktor depigmentasi secara teoritis. Pada anak-anak dengan jerawat komedo atau popular, Propionibacterium acnes memproduksi sejumlah faktor virulen bioaktif yang merupakan agen inflamasi dan imunomodulatornya. Sejumlah enzim ekstraseluler dan metabolit secara langsung dapat merusak jaringan host, termasuk melanosit.3,10

Beberapa sumber menggolongkannya sebagai kelainan pigmentasi kulit.3,5 Hipopigmentasi diduga secara sekunder dapat disebabkan oleh pityriacitrin, suatu substansi yang diproduksi oleh ragi Malassezia, yang berperan sebagai tabir surya alami.9 Hipoigmentasi juga dapat dijelaskan sebagai kerusakan terhadap melanosit dan inhibisi dari tyrosinase by decarboxylic acid, azelic acid (inhibitor kompetitif dari tyrosinase), dan atau metabolit yang diturunkan tryptophanyang diproduksi oleh ragi normal Malassezia furfur,yang merupakan bagia dari permukaan kulit normal. Jadi, beberapa pasien dengan pityriasis alba mengalami sensitivitas terhadap jamur ini. Berbeda dengan tinea versicolor, organisme ini tidak berkembang dalam jumlah banyak pada pityriasis alba. Jamur patogen juga tidak terlibat dalam kondisi ini.10

Pajanan matahari yang berlebihan dan tanpa proteksi diduga menyebabkan penyakit ini jelas terlihat, meskipun penelitian fotobiologik untuk membuktikannya belum dilakukan. Fakta bahwa radiasi ultraviolet dapat memicu kekeringan kulit mungkin dapat menjelaskan hubungan dengan penyakit ini.4 Melanosit diduga menjadi lebih sensitif pada pasien dengan penyakit ini.10 Berdasarkan musim, hpopigmentasi pityriasis alba lebih jelas terlihat saat musim panas karena proses tanning pada kulit sekitarnya yang normal membuatnya menjadi kontras. Sedangkan pada musim dingin, kulit menjadi kering dan skuama jelas terlihat.1,3,5,6 Pada penelitian anak-anak di Turki yang menderita pityriasis alba, sebagian besar (45,9%) mengalami eksaserbasi saat musim dingin.4 Sedangkan pada penelitian anak-anak di India, ptyriasis alba banyak terjadi pada musim panas dan gugur.16

Kebiasaan hidup bersih berkorelasi kuat terhadap perkembangan pityriasis alba. Peningkatan frekuensi mandi dan penggunaan air panas untuk mandi dihubungkan dengan xeroderma atau kekeringan kulit yang diduga memicu timbulnya penyakit ini.3,4 Selain itu, seringnya mandi dapat mempengaruhi hilangnya daya tahan epidermis dan substansi pelindung lainnya dari permukaan kulit.10 Hal lain yang dapat mencetuskan pityriasis alba adalah gigitan serangga, iritasi mekanis dari scrubbing, atau bentuk lain dari eczematous dermatitis.7

Status nutrisi juga dihubungkan dengan timbulnya penyakit ini. Dugaan defisiensi multivitamin terdapat pada penelitian anak-anak cacat di Mesir, dimana pityriasis alba, juga bersama xerosis, angular stomatitis dan follicular hyperkeratosis (keratosis pilaris) ditemukan dalam jumlah yang tinggi, Hal ini mungkin disebabkan kelalaian para staf dalam pemberian makanan ataupun menunjukkan status sosial ekonomi pasien yang dibawah rata-rata.17 Anemia juga dilaporkan pada lebih dari 16% pasien, namun relevansinya belum diketahui.

2.4. Manifestasi KlinisLesi individual berbentuk makula atau patch yang bulat, oval, ataupun irregular, yang berwarna merah, pink, atau warna kulit, dan ditutupi lapisan sisik tipis. Batasnya dapat tegas, tidak tegas, maupun meninggi.1,2,3,4 Pada awalnya, eritema dapat mencolok dan mungkin terdapat krusta serous minimal. Selanjutnya, eritema reda sempurna, dan pada stadium dimana lesi umumnya terlihat oleh dokter, lesi hanya menunjukkan hipopigmentasi dan adanya sisik tipis. Hal ini yang pada umumnya mendorong pasien untuk berobat. Hipopigmentasi lebih jelas terlihat pada kulit berwarna gelap, terutama setelah berjemur.1

Gambar 2.1 Pityriasis alba pada wajah.7

Biasanya terdapat beberapa patch dengan diameter berkisar antara 0.5-2 cm, tapi dapat juga berukuran lebih besar, khususnya pada trunkus. Pada anak-anak, lesi khususnya terdapat pada wajah, dan paling banyak berada di sekitar mulut, dagu, dan pipi. Pada 20% anak yang terkena, lokasi yang terlibat juga pada leher, lengan, dan bahu.1

Penyakit ini dapat asimtomatik ataupun menimbulkan keluhan kosmetik.9 Perjalanan penyakit sangat beragam. Sebagian besar kasus muncul untuk beberapa bulan, dan beberapa masih menunjukkan hipopigmentasi selama setahun atau lebih setelah sisik menghilang. Lesi dapat timbul kembali dalam selang waktu tertentu. Durasi rata-rata untuk lokasi umum di muka pada anak-anak adalah setahun atau lebih.1

Pityriasis Alba yang luas (extensive PA), lebih sering terlihat pada orang dewasa, dengan ciri-ciri klasik yang sama, terdistribusi lebih luas yang seringkali melibatkan ekstremitas bawah dalam pola yang simetris. Ketiadaan fase inflamasi yang mendahului dan ketiadaan spongiosis membedakan dari bentuk yang klasik. Terdapat hipotesis tumpang tindih dari bentuk khusus ini dengan hipomelanosia makular yang progresif, yang terutama terjadi pada wanita dewasa muda, dengan patch tanpa sisik, hipopigmentasi, terjadi berulang, melibatkan punggung, khususnya setelah musim panas.3Pityriasis Alba yang terpigmentasi dianggap sebagai varian dari pityriasis alba yang klasik dengan infeksi dermatofit superfisial yang hampir selalu mengenai wajah. Secara klinis dicirikan oleh hiperpigmentasi kebiru-biruan yang dikelilingi oleh daerah hipopigmentasi bersisik. Area yang terpigmentasi menunjukkan deposit melanin dalam dermis. Sepertiga dari pasien secara bersamaan mengalami pityriasis alba klasik.3

2.5. Pemeriksaan Penunjang

Bila ditemukan gambaran klinis yang sesuai, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang menggunakan lampu Wood, yang menunjukkan gambaran hipopigmentasi.3 Pemeriksaan histologi dari penelitian biopsi menunjukkan ciri-ciri hiperkeratosis (33.33%), parakeratosis (40%), akantosis (53.33%), spongiosis (80%), dan infiltrat perivaskuler (100%). Bagaimanapun, penemuan ini tidak cukup spesifik untuk menegakkan diagnosis. Ditemukan pula atropi glandula sebasea pada hampir separuh kasus dalam satu penelitian.1,9Hasil pemeriksaan struktur ultra menemukan bahwa selain pengurangan pigmen pada lesi kulit, tidak terdapat terdapat perbedaan pada melanosit antara kulit yang memiliki lesi dan normal pada pasien yang sama, walaupun penemuan ini masih diperdebatkan. Perubahan degeneratif berupa menurunnya jumlah melanosit dan berkurangnya jumlah dan ukuran melanosom keratinosit juga ditemukan melalui mikroskop cahaya dan elektron pada lesi. Secara keseluruhan kelainan ini dianggap diakibatkan oleh penurunan melanin.1,5,9

2.6. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Berdasarkan anamnesis, harus ditanyakan usia timbulnya penyakit, untuk menyingkirkan penyakit kongenital. Setelah itu ditanyakan faktor resiko yang dapat menimbulkan pityriasis alba, seperti riwayat atopi, riwayat pajanan sinar matahari, riwayat inflamasi sebelumnya, hingga kebiasaan mandi untuk menunjang diagnosis. Dari gambaran klinis, sisik yang tipis dan distribusi lesi biasanya mengarahkan diagnosis. Diagnosis banding meliputi bentuk hipopigmentasi terlokalisir, khususnya kondisi kulit yang setelah mengalami inflamasi.3 Pityriasis versicolor juga berbatas tegas dan biasanya bersisik. Pemeriksaan potassium hydroxide (KOH) dari kerokan skuama harus didapatkan jika timbul keraguan. Pada vitiligo, bercaknya lebih putih, dengan batas yang lebih jelas dan selalu tidak disertai sisik.7Bila pada pemeriksaan lampu Wood ditemukan hipopigmentasi, diagnosis menjadi semakin sempit. Untuk mempermudah penegakan diagnosis, algoritma di bawah ini dapat digunakan sebagai pedoman:

Gambar 2.2 Algoritma Penegakan Diagnosis3Hipopigmentasi yang jelas terkadang salah didiagnosis dengan vitiligo. Pada vitiligo, bercaknya lebih putih, dengan batas yang lebih jelas dan selalu tidak disertai sisik.7 Pada anak yang lebih besar dan dewasa, lesi pada trunkus, sepanjang fase eritematosa, mungkin salah didiagnosis dengan psoriasis tetapi distribusi dan sisik yang relatif ringan dapat menyingkirkan diagnosis ini. Mycosis fungoides, walaupun relatif jarang, dapat menirukan lesi pityriasis alba. Kondisi ini sulit dibedakan secara histologis, sehingga tindak lanjut dan biopsi ulangan kadang diperlukan.1 Lupus erythematosus biasanya atipikal, polanya asimetris, dan memiliki titer ANA positif. Leukoderma akibat agen kimia maupun fisik harus disingkirkan dari riwayat pajanan sebelumnya. Leprosy dapat disingkirkan dengan riwayat kontak dengan penderita TB, hasil pemeriksaan BTA, dan lesi yang bersifat anestesi.18 Sarcoidosis dan Scleroderma dapat disingkirkan dengan ketiadaan penyakit sistemik yang menyerang organ lain yang dapat diketahui melalui pemeriksaan penunjang.18,192.7. TatalaksanaHindari hal-hal yang menjadi faktor resiko seperti pajanan matahari dan mandi berlebihan dan menggunakan air panas, serta cukupi kebutuhan nutrisi. Jika faktor pencetusnya adalah eczema ringan, terapi dengan kortikosteroid lemah seperti hidrokortison 0.5% atau 1%, atau krim yang mengandung calcineurin inhibitor seperti tacrolimus dan pimecrolimus, juga sering diresepkan. Sisik dapat dikurangi dengan krim emollient lunak, dan untuk lesi kronik pada trunkus pasta tar ringan mungkin berguna. Bagaimanapun, abnormalitas pigmentasi membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengalami perbaikan. Syndets (synthetic balanced detergents) dapat digunakan untuk mencuci muka karena kurang bersifat iritatif dibandingkan sabun alkali. Pelembab dapat digunakan dua kali sehari, dan setelah mencuci wajah. Tanning tidak membantu, malah semakin menonjolkan perbedaan bila terlalu sering dilakukan.1,7

2.8. Prognosis Pityriasis alba merupakan penyakit yang sembuh sendiri dan tidak menimbulkan mortalitas. Pada umumnya penyakit ini menghilang menjelang usia pubertas.9BAB III

KESIMPULANPityriasis alba merupakan penyakit kulit yang tidak menular, ditandai dengan makula atau patch dengan hipopigmentasi dan sisik tipis. Penyakit ini lebih banyak mengenai anak dan remaja, tanpa kecenderungan terhadap ras dan jenis kelamin tertentu. Etiologi dan patogenesisnya belum jelas, diduga berkaitan dengan riwayat atopi, paska inflamasi kulit, pajanan sinar matahari, kebiasaan mandi, maupun nutrisi. Proses hipopigmentasi diduga terkait dengan gangguan pada sel pigmen kulit.

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis faktor resiko, pemeriksaan fisik dan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding. Distribusi lesi, pemeriksaan lampu Wood, dan riwayat inflamasi sebelumnya merupakan hal yang penting dalam mempersempit diagnosis banding.

Pityriasis alba merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya, bahkan tanpa intervensi. Pemberian emollient dinilai efektif untuk tatalaksana bila tidak disertai inflamasi. Tidak pernah dilaporkan adanya mortalitas akibat penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA1. Holden CA and Jones BJ. Eczema, Lichenification, Prurigo and Erythroderma. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. Massachusetts: Blackwell; 2004. p. 701-738.2. James WD, Berger TG, Elston DM. Atopic Dermatitis Eczema and Noninfectious Immunodeficiency Disorders. In: Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. 9th ed. New York: WB Saunders Company; 2000. p.72.

3. Lapeere H, et.al. Hypomelanoses and Hypermelanoses. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008, vol: 1. p. 623-626

4. Balci DD, Sangun O, Duran N, Peker E. Etiopathogenic Factors and Clinical Findings of Pityriasis Alba.Turkiye Klinikleri J Dermatol [serial online] 2009 (11 Agustus 2010); 19 (1): 5-8. Diakses dari http://tipbilimleri.turkiyeklinikleri.com/abstract_53406.html

5. Ortonne JP. Vitiligo and Other Disorders of Hypopigmentation. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd. Chapter 65 (e-book version). New York: Mosby Elsevier; 2008.

6. Vinod S, Singh G, Dash K, Grover S. Clinico epidemiological study of pityriasis alba. Indian J Dermatol Venereol Leprol [serial online] 2002 [13 Agustus 2010]; 68: 338-340. Diakses darihttp://www.ijdvl.com/text.asp?2002/68/6/338/11182

7. Wellew R, Hunter J, Savin J, Dahl M, editors. Racially Pigmented Skin. In: Clinical Dermatology. 4th ed. Massachusetts: Blackwell; 2003. p.207.

8. Wisuthsarewong W, Viravan S. Diagnostic Criteria for Atopic Dermatitis in Thai Children. J Med Assoc Thai [serial online] 2004 (11 Agustus 2010); 87 (12): 1496-500. Diakses dari http://www.mat.or.th/journal/files/Vol87_No12_1496.pdf 9. Rashid RM, Miller AC, Silverberg MA. Pityriasis Alba. [serial online] Diakses dari emedicine.medscape.com/article/762656-print.htm (11 Agustus 2010)10. J Burkhart CG dan Burkhart CN. Pityriasis Alba: A condition with Possibly Multiple Etiologies. The open dermatology Journal [serial online] 2009 (12 Agustus 2010); 3: 7-8. Diakses dari http://www.benthamopen.org/pages/content.php?TODJ/2009/00000003/ 00000001/TODJ. PDF11. Fritsch PO, Reider N. Other Eczematous Eruptions. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors. Dermatology. 2nd. Chapter 14 (e-book version). New York: Mosby Elsevier; 2008. p.203

12. Khalifa KA, Al-Hadithi TS, AL-Lami FH, Al-Diwan JK. Prevalence of Skin Disorders among Primary School Children in Baghdad Governorate, Iraq. Eastern Mediterranean Health Journal [serial online] 2010 (12 Agustus 2010); 16 (2): 209-213. Diakses dari http://www.emro.who.int/Publications/EMHJ/1602/article14.htm

13. Al-Rubiay KK. Pediatric Dermatology: A Study of Pattern of Skin Diseases among Children Attending Basrah Maternity and Children hospital. The Medical Journal of Basrah University [serial online] 2005 (11 Agustus 2010); 23, (1): 27-30. Diakses dari basrah http://www.basmedcol.com/6-kadhum.pdf

14. Javed M, Jairamani C. Pediatric Dermatology: An Audit at Hamdard University Hospital Karachi. Journal of Pakistan Association of Dermatologists [serial online] 2006 (13 Agustus 2010); 16: 93-96. Diakses dari http://www.jpad.org.pk/april%20-%20june%20%202006/6%20pediatric%20dermatoogy.pdf

15. Romero IB, Rincon JMR, Paya JS, Costa AL, Crespo MP, Salvador JFS. Dermatoses in Latin American Immigrants Seen in A Tertiary Hospital. Eur J Dermatol [serial online] 2009 (12 Agustus 2010); 19 (2): 157-62. Diakses dari http://www.john-libbey-eurotext.fr/e-docs/00/04/46/E6/ vers_alt/VersionPDF.pdf

16. Patel JK, Vvas AP, Berman B, Vierra M. Incidence of Chilhood Dermatosis in India. SKINmed [serial online] 2010 (12 Agustus 2010); 8: 136-142. Diakses dari

17. Fathy H, El-Mongy S, Baker NI, Abdel-Azim Z, El-Gilany A. Prevalence of Skin Disease Among Students with Disabilities in Mansoura, Egypt. Eastern Mediterranean Health Journal [serial online] 2004 (13 Agustus 2010); 10 (3): 416-424. Diakses dari http://www.emro.who.int/publications/emhj/1003/Prevalence_Skin.htm

18. Anonim. Scleroderma. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Scleroderma (13 Agustus 2010)

19. Anonim. Sarcoidosis. Diakses dari http://en.wikipedia.org/wiki/Sarcoidosis (13 Agustus 2010)

iii10